PENGERTIAN TAQWA
-
Upload
eci-charlie -
Category
Documents
-
view
3.045 -
download
3
Transcript of PENGERTIAN TAQWA
A. Langkah-langkah Metodologis
Untuk bisa menjelaskan implikasi taqwa terhadap pendidikan, penulis
menempuhnya melalui tiga cara, yaitu : Pertama; mengumpulkan ayat-ayat
Alqur’an yang berkenaan dengan taqwa, mengelompokkan dan memberi makna
berdasarkan tema, kemudian mengambil inti sari (essensi) makna taqwa. Kedua;
memahami landasan filosofis, teoritis, dan hakekat pendidikan; dan ketiga,
menjelaskan hubungan makna taqwa yang dimaksud dalam Alqur’an dengan yang
menjadi prinsip dasar atau hakekat pendidikan. Berdasarkan tiga langkah dan alur
pikir inilah penulis menyusun makalah ini.
B. Ayat-Ayat Alqur’an Yang Bertemakan Taqwa
Kata taqwa yang terulang dalam Alquran sebanyak 17 kali, berasal dari akar kata
waqa’ – yaqiy yang menurut pengertian bahasa berarti antara lain, ‘menjaga,
menghindari, menjauhi’ dan sebagainya. Kata taqwa dalam bentuk kalimat
perintah terulang sebanyak 79 kali, ‘Allah’ yang menjadi objeknya sebanyak 56
kali, neraka 2 kali, hari kemudian 4 kali, fitnah (bencana) 1 kali, tanpa objek 1
kali. Sedangkan selebihnya yakni 15 kali, objeknya bervariasi seperti rabbakum
(Tuhanmu), al-ladzi khalaqakum (yang menciptakan kamu), al-ladzi amaddakum
bi ma ta’malun (yang menganugerahkan kepada kamu anak dan harta benda) dan
lain-lain. Redaksi-redaksi tersebut semuanya menunjuk kepada Allah swt. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya objek perintah bertakwa adalah
Allah swt. Sedangkan istilah Muttaqien adalah bentuk faa’il (pelaku) dari ittaqa
suatu kata dasar bentukan tambahan (mazid) dari kata dasar waqa, yang biasanya
diterjemahkan menjadi “orang yang menjaga diri untuk menyelamatkan dan
melindungi diri dari semua yang merugikan”. Jadi secara keseluruhan kata
muttaqien adalah menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari
semua yang merugikan yaitu dari kema-shiyatan, syirk, kemunafikan dan
sebagainya.
1. Pengertian
Sebagaimana dikemukakan di atas, secara bahasa, arti taqwa bisa berarti
”menjaga, menghindari, menjauhi”; dan ada juga yang mengartikan dengan
”takut”. Dengan mengambil pengertian ”takut”, maka taqwa berarti ”takut kepada
Allah”. Karena ketakutan ini, maka ia harus mematuhi segala ”perintah Allah”
dan ”menjauhi segala larangan-Nya”. Pengertian ini, misalnya, terungkap pada
salah satu ayat yang sangat populer, karena sering dikumandangkan pada
pengajian-pengajian keagamaan dan khutbah-khutbah jum’ah, yaitu dalam surat
Ali Imran/3:102 yang berbunyi :
ل�م�ون� م�س� �ن�ت�م� أ و� إ�ال� ت�م�وت�ن� و�ال� ات�ه� ت�ق� ق� ح� الل�ه� وا ات�ق� ن�وا آ�م� ال�ذ�ين� ا �ي!ه� أ ي�ا
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.”
Berdasar kepada ayat di atas yang mengartikan taqwa dengan ”takut”,
maka dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seadainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak lemah yang mereka khawatir
terhadap(kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka menucapkan
perkataan yang benar
Nampak, bahwa ada nuansa perbedaan antara ”takut” dan ”taqwa”,
dimana
”Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.”
Demikian pula dalam surat Al-Ahqaaf/46:13 :
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”,
kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
Adapun pengertian taqwa dari akar kata yang bermakna ”menghindar, menjauhi,
atau menjaga diri”, M. Quraish Shihab menjelaskan, bahwa kalimat perintah
”ittaqullah” yang secara harfiah berarti ”hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu
dari Allah”, tentu makna ini tidak lurus dan bahkan mustahil dapat dilakukan
makhluk. Sebab, bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah
atau menjauhiNya, sedangkan ”Dia (Allah) bersama kamu dimana pun kamu
berada”. Karena itu, perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan
maknanya. Misalnya, kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah
bertaqwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah,
baik di dunia maupun akhirat. Dalam surat Al-Furqan/25:15 Allah menegaskan :
”Katakanlah: “Apa (azab) yang demikian itukah yang baik, atau surga yang
kekal yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa?” Dia menjadi
balasan dan tempat kembali bagi mereka?.”
Dengan demikian, pangkal dari taqwa adalah ”perintah dan larangan” Allah yang
ditujukan kepada manusia beriman, sehingga muncul kesadaran untuk ”takut”
akan siksa Allah kalau tidak melaksanakan segala perintahNya, ”menghindari
siksa Allah dengan cara melaksanakan perintahNya, dan senantiasa ”menjaga”
serta ”memelihara” untuk melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
laranganNya.
2. Martabat Dan Peran Manusia
Ayat-ayat Alqur’an yang bertemakan taqwa tersebut pada umumnya sangat
berhubungan erat dengan “martabat” dan “peran” yang harus dimainkan manusia
di dunia, sebagai bukti keimanan dan pengabdian kepada Allah. Misalnya, ayat
Alqur’an yang berkaitan dengan masalah ini terungkap dalam Surat Alhujarat/49:
13 sebagai berikut :
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam ayat tersebut, taqwa dipahami sebagai “yang terbaik menunaikan
kewajibannya” Maka, manusia “yang paling mulia dalam pandangan Allah”
adalah “yang terbaik dalam menjalankan perintah dan meninggalkan
laranganNya”. Inilah yang menjadi salah satu dasar kenapa Allah menciptakan
langit dan bumi yang menjadi tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat
berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh
kepada Allah, sebagaimana terungkap dalam Alqur’an di bawah ini :
Surat Huud/11: 7
اء� ال�م� ع�ل�ى ه� ش� ع�ر� و�ك�ان� �ي�ام) أ ت�ة� س� ف�ي ض� ر�� و�األ� او�ات� م� الس� ل�ق� خ� ال�ذ�ي و� و�ه�
ال5 ع�م� ن� أ�ح�س� �ي!ك�م� أ ك�م� ل�ي�ب�ل�و�
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara
kamu yang lebih baik amalnya.. “
Surat Al-Mulk/67: 2
”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Al-Maidah/5:48 :
وا … ت�ب�ق� اس� ف� �ت�اك�م� آ ا م� ف�ي ك�م� ل�ي�ب�ل�و� ل�ك�ن� و� د�ة5 و�اح� ة5 م�أ� ع�ل�ك�م� ل�ج� الل�ه� اء� ش� ل�و� و�
ون� ت�ل�ف� ت�خ� يه� ف� ك�ن�ت�م� ا ب�م� ي�ن�بBئ�ك�م� ف� يع5ا م� ج� ع�ك�م� ج� ر� م� الل�ه� إ�ل�ى ات� ي�ر� ال�خ�
” Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu.”
3. Iman Dan Ketaqwaan
Istilah dan penggunaan kata taqwa selalu diawali atau bergandengan dengan kata
”iman”, seperti surat Ali Imran/3:102 di atas, juga perintah puasa. Ini
menunjukkan bahwa orang bisa melaksanakan ketaqwaan karena atas dasar
keimanannya. Sehingga, dalam konteks ketaqwaan inilah maka kita bisa
memahami, mengapa keimanan sesorang bisa bertambah dan berkurang. Untuk
itu, dengan beriman dan bertaqwa, Allah menjanjikan hilangnya ketakutan dan
kekhawatiran untuk melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya. Dalam
surat Al-Anfaal/8:29 ditegaskan Allah :
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-
kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar.”
Juga, dalam surat Al-Baqarah/2:58 menegaskan :
”Kami berfirman : tinggalkan keadaan seperti ini, sesungguhnya akan datang
kepada kamu petunjuk dariKu. Barangsiapa mengikuti petunjukKu, akan lenyap
segala ketakutan dan tak ada pula kesusahan.”
Karena keimanannya itu, maka dalam An-Naba/78:31 Allah berfirman :
”Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan”
Ketakutan, sebagaimana terhadap kelaparan dan kehilangan harta, jiwa, dan lain
sebagainya, yang dinyatakan dalam Alqur’an surat Al-Baqarah/2:155, sebagai
cobaan bagi orang-orang yang mampu bersikap sabar. Ada 12 ayat yang
menyatakan hal seperti itu dengan kasus yang berbeda. Dalam Alqur’an surat al-
A’raf/7:35 malahan dinyatakan bahwa keadaan seperti itu, yaitu tiadanya suasana
ketakutan dan kesengsaraan :
“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang
menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan
mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
Terdapat pula orang-orang yang bertaqwa dan berbuat baik, misalnya, melakukan
shadaqah, menghindarkan diri berkata yang menyakitkan hati orang dan
mengucapkan kata-kata yang manis, seperti terdapat dalam surat
Al-Baqarah/2:262 :
”Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Maka, orang yang bertaqwa (muttaqin), adalah orang yang selalu menjaga dirinya
dari perbuatan dosa dengan satu pedoman dan petunjuk Alqur’an sehingga bisa
mengembangkan kemampuan rohani dan kesempurnaan diri. Mirza Nashir
Ahmad dalam terjemahan the Holy Qur’an-nya, menyebut orang yang bertaqwa
adalah orang yang memiliki mekanisme atau daya penangkal terhadap kejahatan
yang bisa merusak diri sendiri dan orang lain.
Sementara, dalam ayat lain muttaqin menunjukkan kepada orang bijak, soleh,
jujur, dan bertanggung jawab. Dalam surat Al-Maidah/5:93 ditegaskan :
”Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang
saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila
mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh,
kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.”
Perintah Allah berbuat baik dan menjauhi larangan, adalah sejalan dengan potensi
yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu bahwa Allah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya : ”sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” sehingga memiliki kemungkinan-
kemungkinan yang besar untuk maju dan mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya : ”Tiap-tiap orang bertanggung jawab atas apa yang
diperbuatnya”
4. Beberapa Ciri-ciri Orang Bertaqwa Dalam Alqur’an
Berdasarkan beberapa ayat Alqur’an, ada beberapa ciri orang bertaqwa,
diantaranya :
1) beriman dan meyakini tanpa keraguan bahwa Alqur’an sebagai pedoman
hidupnya;
2) beriman kepada perkara-perkara yang gaib;
3) mendirikan sembahyang ;
4) orang yang selalu membelanjakan sebahagian dari rezeki yang diperolehnya;
5) orang yang selalu mendermakan hartanya baik ketika senang maupun susah;
6) orang yang bisa menahan amarahnya, dan mudah memberi maaf;
7) mensyukuri nikmat Allah yang telah diterimanya, karena Allah mengasihani
orang-orang yang
selalu berbuat kebaikan; takut melanggar perintah Allah;
8) oleh karena itu, tempat mereka adalah surga sesuai dengan yang dijanjikan
Allah, dan
tempatnya tidak jauh dari mereka
5. Taqwa Dan Implikasi Kemanusiaan
Taqwa menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi, sebagaimana
dikemukakan dari sejumlah ayat-ayat Alqur’an di atas, memiliki makna dan
implikasi kemanusiaan yang sangat luas. Nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat
ketaqwaan itu diantaranya :
1. Berilmu; dalam Alqur’an pada prinsipnya taqwa berarti mentaati segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Setiap perintah Allah
adalah ’kebaikan’ untuk dirinya; sebaliknya setiap larangan Allah apabila
tetap dilanggar maka ’keburukan’ akan menimpa dirinya. Maka, dalam
konteks ini, taqwa menjadi ukuran baik tidaknya seseorang, dan seseorang
bisa mengetahui ”baik” dan ”tidak baik” itu memerlukan pengetahuan
(ilmu).
2. Kepatuhan dan disiplin; taqwa menjadi indikator beriman tidaknya
seseorang kepada Allah. Sebab, setiap ”perintah” dan ”larangan” dalam
Alqur’an selalu dalam konteks keimanan kepada Allah. Oleh karena itu,
secara sederhana, setiap orang yang mengamalkan taqwa kepada Allah
pasti ia beriman; tapi, tidak setiap orang beriman bisa menjalani proses
ketaqwaannya, yang diantaranya disebabkan oleh faktor ”ketidaktahuan”
dan ”pembangkangan”. Maka, iman, islam, dan taqwa dalam beberapa
ayat selalu disebut sekaligus, untuk menunjukkan integralitas dan
mempribadi dalam diri seseorang.
3. Sikap hidup dinamis; taqwa pada dasarnya merupakan suatu proses dalam
menjaga dan memelihara ”hubungan baik” dengan Allah, sesama manusia,
dan alam. Karena berhadapan dengan situasi yang berkembang dan
berubah-ubah, maka dari proses ini manusia taqwa membentuk suatu cara
dan sikap hidup. ”Cara” dan ”sikaphidup” yang sudah dibentuk ini, secara
antropologis-sosiologis menghasilkan etika, norma dan sistem
kemasyarakatan ( kebudayaan).
4. Kejujuran, keadilan, dan kesabaran; tga hal ini merupakan bagian yang
ditonjolkan dalam ayat-ayat taqwa. Kejujuran, keadilan, dan kesabaran
merupakan dasar-dasar kemanusiaan universal. Dalam konteks ini,
kesabaran dipahami sebagai keharmonisan dan keteguhan diri dalam
menghadapi segala cobaan hidup.
Empat poin di atas, merupakan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang terrdapat
dalam nilai-nilai taqwa. Dengan demikian, taqwa merupakan dasar-dasar
kemanusiaan universal yang nilai-nilainya tidak mutlak dimiliki oleh Muslim,
tetapi oleh seluruh manusia yang berada pada jalur atau fitrah kemanusiaannya.
Karena memiliki nilai-nilai kemanusiaan universal, maka taqwa bisa berimplikasi
kepada seluruh sektor dan kepentingan hidup manusia, termasuk didalamnya
sektor pendidikan
C. PERWUJUDAN TAQWA
1. Hubungan dengan Allah
Tunduk dan patuh kepada Allah-Nya
Menyintai nya dengan selalu berusaha untuk berbuat dan
berkorban semaksimal mungkin dalam rangka pengabdianya
Selalu mengingat-Nya baik saat lapang maupun sempit
Rendah diri Kepada –Nya dengan berdoa dan bertawakal
2. Hubungan dengan Hati Nurani sendiri
Jujur yaitu selalu menguyakan kata hati nurani dan berbuat sesuai
dengan bisikannya
Amanah yaitu percayailah hati nurani sehingga ia mempercayai
mampu mengensalikan diri kita sendiri
Tabligh yaitu bersifat terbuka dalam kebenaran
Lapang dada
Mengedalikan hawa nafsu
Kreatif selalu berfikir yang baik
3. Hubungan dengan sesama Manusia
Berbuat baik untuk kepetingan bersama dan orang lain di atas
kepetingan pribadi
Menyebarkan kasih saying dan persaudaraan serta kedamaian
Menghormati orang lain sesuai statusnya
Menghargai orang lain
Berpransangka baik kepada orang lain
Menciptakan kesan pada orang lain bahwa kita memiliki wibawa
rasa kasih dan juga lapang dada
Menjaga amanat,janji dan hubungan baik kemanusiaan
4. Hubungan dengan Lingkungan Hidup
Menjada alam dan lingkunagndengan sebaik-baiknya
Mengelola sumber daya alam dengan baik demi kebutuhan
manusia
Lestarikan lingkungan agar lebih baik dan lebih bermanfaat
Perlakuakn lingkungan dengan cinta dan persahabatan
TUGAS AGAMA TAQWA
Disusun :
1. DEWI LISTIANA
2. ECI LINDASARI
3. LIYA FAUZIA
4. MELIDA SAPUTRI
5. MULY UTAMI
6. RIZKI CECARIA
7. YUNITA ANGRAINI
POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
KESEHATAN LINGKUNGAN
2010/2011
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
pratikum dengan baik sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan.
Tulisan ini adalah hasil diskusi kelompok kami Semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan tulisan seperti ini,
dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang
lain untuk kepentingan proses belajar kita terutama dalam mata kuliah Agama
Islam
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini, terutama kepada Bapak Imam
Safei sebagai dosen matakuliah Agama Islam yang telah memberikan banyak
saran, petunjuk dan dorongan dalam melaksanakan tugas ini, juga rekan-rekan
mahasiswa semua. Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan
yang lurus dari Yang Maha Kuasa.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas
ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di
masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama
demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.