PENGERINGAN
-
Upload
ayunda-prasetyo -
Category
Documents
-
view
504 -
download
64
description
Transcript of PENGERINGAN
LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM MESIN PERALATAN INDUSTRI PANGAN
PENGERINGANJAGUNG(Zea mays)
Oleh :Nama : Winda LaelasariNRP : 103020005Meja : 1 (Satu)Kelompok : ATanggal Percobaan : 14 Desember 2012Asisten : Ardi Hilmawan
LABORATORIUM MESIN PERALATAN INDUSTRI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2012
I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan,
(3) Prinsip Percobaan, (4) Manfaat Percobaan, dan (5) Waktu dan Tempat
Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif
(Anonim, 2012).
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung
umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai
tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan,
pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini (Anonim, 2012).
Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam
pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik
(Anonim, 2012).
Jagung termasuk tanaman bijinya berkeping tunggal monokotil, jagung
tergolong berakar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun
sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa
muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu
menyangga tegaknya tanaman (Anonim, 2012).
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai
batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme,
enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan
proses yang terjadi secara simultan (serempak) antara perpindahan panas dari
udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari
bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan (humidity) antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan
(Wirakartakusumah, 1992).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang
sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (Suharto, 1998).
1.2.Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan pengeringan adalah untuk mengeluarkan sebagian air
dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Selain itu juga untuk
mengurangi kadar bahan padat pada batas tertentu, sehingga bahan tersebut tahan
terhadap serangan mikroba, enzim dan insekta, yang dapat memperpanjang umur
simpan.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan pengeringan adalah berdasarkan adanya perbedaan
kelembaban antara udara kering dengan bahan pangan dan kecepatan pengeringan
bahan pangan, serta berdasarkan adanya perpindahan panas dari udara pengering
ke dalam bahan yang dikeringkan.
1.4. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan pengeringan adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui proses-proses yang terjadi di dalam proses pengeringan, mengetahui
alat-alat yang digunakan dalam proses pengeringan, dan dapat mengaplikasikan
proses pengeringan bahan pangan.
1.5. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 14 Desember 2012
yang bertempat di Laboratorium Mesin Peralatan Industri Pangan, Jurusan
Teknologi Pangan, Universitas Pasundan, Jl. Setiabudhi No. 193 Bandung.
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Jagung, (2) Pengertian Pengeringan, (3)
Mekanisme Pengeringan, (4) Alat Pengeringan, (5) Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan
2.1. Jagung
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak
tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas
terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh
namun tidak banyak mengandung lignin (Wikipedia, 2012).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang.
Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu
tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada
daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma
dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam
respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wikipedia, 2012).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh
sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning
dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari
buku, di antara batang dan pelepah daun (Anonim, 2012).
Gambar 1. Jagung
Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol
produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul
dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas
prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih
dini daripada bunga betinanya (protandri) (Anonim, 2012).
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah (Anonim, 2012) :
Kalori : 355 Kalori
Protein : 9,2 gr
Lemak : 3,9 gr
Karbohidrat : 73,7 gr
Kalsium : 10 mg
Fosfor : 256 mg
Ferrum : 2,4 mg
Vitamin A : 510 SI
Vitamin B1 : 0,38 mg
Air : 12 gr
Berdasarkan bentuk dan strukturnya biji jagung dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Jagung Mutiara ( Flint Corn ), Zea mays indurate
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian
pati yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji
mengkerut bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan
bulat.Varietas lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji
mutiara. Tipe ini disukai petani karena tahan hama gudang (Evi, 2010).
2. Jagung Gigi Kuda ( Dent Corn ), Zea mays indentata
Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji,
sedangkan bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu
biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut daripada
pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Biji tipe dent ini
bentuknya besar, pipih, dan berlekuk (Evi, 2010).
3. Jagung Manis ( Sweet Corn ), Zea mays saccharata
Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum
masak mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride, WSP) lebih tinggi
daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding
jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat ini ditentukan
oleh gen sugary (su) yang resesif (Evi, 2010).
4. Jagung Pod, Z. tunicata Sturt
Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh
glume atau kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan secara
komersial sehingga tidak banyak dikenal. Kultivar Amerika Selatan dimanfaatkan
oleh suku Indian dalam upacara adat karena dipercaya memiliki kekuatan magis.
5. Jagung Berondong ( Pop Corn ), Zea mays everta
Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung
pati keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit
terletak di tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke dalam biji
yang kemudian membesar dan pecah (pop) (Evi, 2010).
6. Jagung Pulut ( Waxy Corn ), Z. ceritina Kulesh
Jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adany
gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom
sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi amilosa
sangat sedikit (Evi, 2010).
7. Jagung QPM ( Quality Protein Maize )
Jagung QPM memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi
dalam endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque-2 (o2) bersifat
resesif yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan. Prolamin menyusun
sebagian besar protein endosperm dengan kandungan lisin dan triptofan yang jauh
lebih rendah dibanding fraksi protein lain (Evi, 2010).
Fraksi albumin, globulin, dan glutein memiliki kandungan lisin dan triptofan
tinggi. Gen o2 dalam ekspresinya mengubah proporsi kandungan fraksi-fraksi
protein. Fraksi prolamin berkurang hingga 50%, sedangkan sintesis albumin,
globulin, dan glutein meningkat. Kandungan lisin dan triptofan jagung QPM
meningkat, sementara sintesis prolamin memiliki kandungan lisin rendah (Vasal
1994). Kandungan protein yang tinggi dalam endosperm memberikan warna gelap
pada biji (Evi, 2010).
8. Jagung Minyak Tinggi ( High-Oil )
Jagung minyak tinggi memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari
6%, sementara sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5%. Sebagian besar
minyak biji terdapat dalam scutelum, yaitu 83-85% dari total minyak biji (Evi,
2010).
Jagung minyak tinggi sangat penting dalam industri makanan, seperti
margarin dan minyak goreng, serta industri pakan.Ternak yang diberi pakan
jagung minyak tinggi berdampak positif terhadap pertumbuhannya (Evi, 2010).
2.2. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai
batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme,
enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan
proses yang terjadi secara simultan (serempak) antara perpindahan panas dari
udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari
bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan (humidity) antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan
(Wirakartakusumah, 1992).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang
sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (Suharto, 1998).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktifitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi
(Wirakartakusumah, 1992).
2.3. Mekanisme Pengeringan
Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik pengeringan
karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat diperkirakan jumlah
energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan dengan pengeringan.
Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah berupa energi panas
untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan air. Waktu proses
erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan yang dapat
dikendalikan akibat pengeringan
(Afrianti, 2008).
Air dalam padat ada yang terikat baik atau tidak terikat. Ada dua metode
untuk menghilangkan kadar air terikat: penguapan dan penguapan. Penguapan
terjadi ketika tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan
tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke
titik didih. Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering
adalah panas sensitif, maka temperatur di mana penguapan terjadi, yaitu, titik
didih, dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan (penguapan vakum). Jika
tekanan diturunkan di bawah titik tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan
kelembaban dalam produk beku. Penambahan panas menyebabkan sublimasi es
langsung ke uap air seperti dalam kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006).
Kedua, dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu,
dengan melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk,
dan kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal
ini tekanan uap jenuh uap air di atas padat kurang dari tekanan atmosfir. Sebuah
kebutuhan awal untuk pemilihan jenis yang cocok pengering dan desain dan
ukuran sana adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi juga
diperlukan adalah karakteristik solid-penanganan, keseimbangan kelembaban
padat, dan kepekaan bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu
dicapai dengan sumber panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat
dicirikan dengan mengukur hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode
yang digunakan adalah perbedaan kelembaban, terus berat, dan intermiten berat
(Mujumdar, 2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai
dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju
pengeringan konstan. Permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung dari
sana, dan penyusutan beberapa mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan
ditarik kembali ke permukaan padat. Dalam tahap pengeringan laju langkah
mengendalikan adalah difusi uap air di antarmuka udara kelembaban dan tingkat
di mana permukaan untuk difusi akan dihapus. Menjelang akhir periode laju
konstan, air harus diangkut dari bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya
kapiler dan laju pengeringan mungkin masih konstan. Ketika kadar air rata-rata
telah mencapai kadar air kritis (Xcr), film permukaan air telah begitu dikurangi
dengan penguapan yang menyebabkan lebih lanjut pengeringan bintik-bintik
kering untuk muncul pada permukaan. Sejak, bagaimanapun, tingkat dihitung
terhadap luas permukaan keseluruhan yang solid, laju pengeringan jatuh meskipun
tarif per satuan luas permukaan basah padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan
ke tahap pengeringan kedua atau bagian pertama dari periode laju jatuh, periode
pengeringan permukaan tak jenuh. Hasil tahap ini sampai film permukaan cairan
sepenuhnya menguap. Ini bagian dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau
mungkin merupakan periode tingkat seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).
Berdasarkan kondisi fisik digunakan untuk memberikan panas pada sistem
dam memindahkan uap air, proses pengeringan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pengeringan kontak langsung
Menggunakan udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik.
Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara.
2. Pengeringan vakum
Menggunakan udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik.
Pada proses ini penguapa air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah.
3. Pengeringan beku
Pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air daru suatu material beku.
Mekanisme pengeringan (Geankoplis, 1993).
Mekanisme pengeringan yaitu ketika benda basah dikeringkan secara
termal, ada dua proses yang berlangsung secara simultan, yaitu :
1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di
permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat
berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi atau kombinasi dari
ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, laju dan arah
aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan
tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan
ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan
padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap air dari permukaan padata ke
lingkungan melalui lapisan film tipis udara.
2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan. Ketika
terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur
sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan
benda padat. struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme
aliran internal air (Geankoplis, 1993).
2.4. Alat Pengeringan
Pengering terowongan atau tunnel dryer pada dasarnya merupakan satu
kelompok pengering batch truk dan rak yang dioperasikan dalam satu rangkaian
sehingga nampak seperti kontinyu (Wirakartakusumah, 1992).
Gambar 2. Tunnel Dryer
Berdasarkan aliran produk dan aliran udara pengering tipe ini terdiri dari
dua jenis, yaitu Counterflow Tunnel dan Parallelflow Tunnel. Dalam counterflow
tunnel, udara panas dihembus melalui produk dari ujung dimana produk keluar
setelah selesai pengeringan, sehingga arah aliran udara berlawanan dengan arah
gerakan produk. Udara yang menyerap dan membawa air pada ujung terowongan
atau sebagian disirkulasikan kembali (Wirakartakusumah, 1992).
Dalam parallelflow tunnel atau concurrent tunnel pergerakan produk searah
dengan aliran udara dalam terowongan pengering. Dalam pengering tipe ini
produk dengan kadar air tinggi dikeringkan pada suhu tinggi sedangkan pada saat
kadar air rendah suhu udara pengeringan juga rendah. Oleh karena itu, secara
keseluruhan efisiensi energi sistem counter current lebih tinggi, tetapi mutu
pangan kurang baik (Wirakartakusumah, 1992)
Gambar 3. Oven Gravimetri
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur
atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur
dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang
menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan
dengan beberapa cara seperti : metode pengendapan, metode penguapan, metode
elektrolisis atau berbagai macam metode lainnya. Metoda gravimetri memakan
waktu cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu
faktor-faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar, 2010)
Metode gravimetri berstandar pada prinsip penguapan air yang ada dalam
bahan dengan jalan pemanasan, kemudian menimbang bahan hingga berat konstan
yang berarti semua air telah diuapkan (Sudarmadji, 2010).
Suatu bahan yang mengalami pengeringan lebih bersifat higroskopis
daripada bahan awalnya. Oleh karena itu, selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam suhu ruang tertutup dan kering,
misalnya dalam eksikator atau dessikator yang telah diberi zat penyerap air.
Penyerap air atau uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, silika gel
(Sudarmadji, 2010).
2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan terdiri dari dua
bagian yaitu :
2.5.1. Faktor Internal
a. Sifat bahan
Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang
sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan
kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan
(Wirakartakusumah, 1992).
b. Ukuran Bahan
Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik
dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu
pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan
kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya (Wirakartakusumah, 1992).
Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal terhadap
pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap
penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan
pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan ini diterapkan pada spray
drying dimana diameter partikel atau penyemprotan hanya beberapa micron
(Wirakartakusumah, 1992).
c. Unit Pemuatan
Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan analog
dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi
kecepatan pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
2.5.2. Faktor eksternal
a. Suhu Udara
Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Tahap selanjutnya, kecepatan
akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air
yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan
pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat
dengan meningkatnya suhu.
b. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air
tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan
sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan
kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil sekali pengaruhnya
terhadap laju pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
III METODOLOGI PERCOBAAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang
Digunakan, dan (3) Metode Percobaan yang Digunakan.
3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pengeringan adalah serealia jagung
(Zea mays).
3.2. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan pengeringan adalah Tunnel Dryer,
oven gravimtri, cawan penguap, tray, pisau, wadah, timbangan.
3.3. Metode Percobaan yang Digunakan
Bahan yang akan dikeringkan terlebih dahulu ditentukan dahulu kadar
airnya. Sebelum dilakukan pengeringan bahan, hidupkan pemanas yang terdapat
pada alat pengering.
Penentuan kadar air ini yaitu dengan melakukan proses penghitungan kadar
air dengan metode gravimetri. Metode yang digunakan pada percobaan gravimetri
adalah cawan kaca arloji ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam oven selama
30 menit dengan suhu 1050C. Kemudian keluarkan dari oven setelah itu diamkan
selama 5 menit, masukkan ke dalam eksikator selama 10 menit. Setelah itu
timbang Kaca arloji kemudian tambahkan sampel dan masukkan kembali ke
dalam oven selama 30 menit, kemudian keluarkan dari oven lalu diamkan selama
5 menit. Setelah itu masukkan kembali ke dalam eksikator selama 10 menit, lalu
timbang dan ulangi kembali secara berulang-ulang hingga mencapai konstan.
Panaskan udara segar yang dihembuskan pemanas (tunnel dryer) sampai
mencapai suhu 80 0C, dan tetukan humidity udara kering.
Setelah suhu udara di dalam alat pengering mencapai 800C, timbang bahan
yang akan dikeringkan dan tempatkan ke dalam tray. Terlebih dahulu berat tray
harus sudah diketahui.
Masukan bahan yang telah diketahui berat awalnya ke dalam ruang
pengering dan tutup pintu alat pengering, proses pengeringan dilaksanakan
dengan mengamati jumlah air yang menguap setiap interval waktu 30 menit, dan
catat penyusutan berat bahan.
Catat suhu dan humidity udara jenuh uap air yang keluar dari alat pengering.
Buat tabel pengamatan hubungan antar waktu pengeringan terhadap penyusutan
berat bahan selang interval waktu 30 menit tersebut di atas. Buat grafik
pengeringan dan tentukan laju dan waktu pengeringan serta jumlah panas yang
berpindah selama proses pengeringan.
Gambar 4. Diagram Alir Pengeringan Gravimetri
Gambar 5. Diagram Alir Pengeringan Tunnel Dryer
IV HASIL PENGAMATAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan
4.1. Hasil Pengamtan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan jagung didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengeringan Jagung dengan Tunnel Dryer
T (h) W (kg)RH (%)
T (oC) X (kg H2O/kg padatan kering)
R (kg H2O/hm2)
Td Tw0,5 0,181 44,5 36,9 28 2,241 0,3771 0,168 50,3 35,8 27,1 2 0,463
1,5 0,192 84,1 30,4 23 1,704 0,4072 0,138 55,3 33,6 27,5 1,444 0,491
2,5 0,121 54,6 34,4 26 1,130 0,4353 0,106 59,6 34,9 28,5 0,852 0,581
3,5 0,086 24 44,6 25 0,481 0,2904 0,076 27,4 41,1 25,1 0,290 0,260
4,5 0,067 32,1 39 25,5 0,130 0,1455 0,062 24,6 46,9 28 0,037 0,065
5,5 0,060 24,8 43,7 27 0 0(Sumber : Winda Laelasari, Meja 1, Kelompok A, 2012)
Sampel = JagungWcawan konstan = 30,57 gramWcawan+sampel = 31,62 gramWcawan+sampel konstan = 30,85 gram% Kadar Air = 73,333 %Ws = 0,054 kg
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengerigan Jagung dengan Gravimetri (Sumber : Winda Laelasari, Meja 1, Kelompok A, 2012)
0 1 2 3 4 5 60
0.5
1
1.5
2
2.5
Grafik Hubungan Antara Kadar Air dengan Waktu
Waktu (jam)
Xn (
kg H
2O
/kg d
ry s
olid)
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Kadar Air dan Waktu
0 0.5 1 1.5 2 2.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.377000000000001
0.4630.407
0.4910.4350000000000
01
0.581
0.290.26
0.145
0.0650
Grafik Hubungan Antara Kadar Air dengan Laju Pengeringan
Xn (kg H2O/kg dry solid)
Rn (
kg H
2O
/h.m
2)
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Kadar Air dengan Laju Pengeringan
4.2. Pembahasan
Berdasarkan grafik hubungan antara kadar air dengan waktu didapatkan
hasil bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk pengeringan maka kadar
air yang ada pada bahan pangan akan semakin berkurang. Proses pengeringan
pada bahan mengalami penurunan berat bahan awal pada bahan disebabkan kadar
air pada bahan pangan tersebut berkurang dan menguap.
Berdasarkan grafik hubungan antara kadar air dan laju pengeringa
didapatkan hasil bahwa titik kritis terdapat pada 0,581 kg H2O/kg dry solid. maka
lapisan cairan pada permukaan bahan telah berkurang karena penguapan. Setelah
itu akan terjadi pengeringan periode menurun. Pada grafik tersebut di gambarkan
laju pengeringan pada bahan mengalami penurunan dan yang terjadi kenaikan,
suhu tersebut menjadi tidak stabil disebabkan sampel mengalami higroskopis.
Suatu kadar air yang ada pada bahan pangan akan berkurang selama proses
pengeringan. Kadar air bahan pangan tersebut dinyatakan dalam suatu basis basah
atau basis kering. Istilah yang digunakan untuk menyatakan kadar air dalam suatu
bahan padat, yaitu:
Kadar air basis basah (Wet basis) ialah suatu persen air per berat bahan kering
ditambah berat air atau Kg air/Kg bahan kering ditambah Kg air.
Kadar air basis kering (dry basis), ialah suatu persen berat air per berat bahan
kering atau Kg air/Kg bahan kering.
Kadar air kesetimbangan, Xn ialah kadar air dalam bahan yang setimbang
dengan uapnya dalam fasa gas.
Kadar air kritis, Xc adalah kadar air dalam bahan dimana air yang menyelimuti
permukaan bahan konsenrasinya telah banyak berkurang, dan kadar air kritis
ini terjadi pada saat terakhir pengeringan laju tetap.
Pada proses pengeringan yang harus diperhatikan adalah suhu udara
pengeringan. Semakin besar perbedaan suhu udara pengeringan jika dibandingkan
dengan bahan, maka semakin besar pula kecepatan perpindahan panas sehingga
bahan lebih cepat menguap. Air yang dikeluarkan dalam bentuk uap tersebut harus
dijauhkan dari bahan agar tidak terjadi kejenuhan atmosfer pada permukaan bahan
sehingga akan memperlambat proses pengeluaran air selanjutnya. Semakin lama
waktu pengeringan berlangsung maka berat bahan yang akan dikeringkan juga
akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan semakin banyak pula air yang
teruapkan.
Laju pengeringan merupakan besarnya laju penguapan air untuk tiap satuan
luas dan satuan waktu. Prinsipnya, agar design proses pengeringan menjadi lebih
tepat, maka diperlukan untuk mengetahui lebih dahulu waktu yang dibutuhkan
untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu samapai kadar air yang
diinginkan pada kondisi tertentu (Geankoplis, 1997).
Kurva laju pengeringan dalam periode laju pengeringan menurun berbeda-
beda tergantung pada jenis bahan. Pengendalian laju pengeringan merupakan
bagian optimasi proses dalam usaha mengendalikan mutu hasil pengeringan. Laju
pengeringan yang terlalu cepat pada bahan pangan dengan laju pengeringan
menurun, menyebabkan kerusakan fisik dan kimia pada bahan pangan. Terjadinya
case hardening adalah bentuk kerusakan secara fisik akibat dari laju pengeringan
yang kurang terkontrol. Hal ini disebabkan terjadinya kecepatan difusi dalam
bahan pangan menuju permukaan tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan
air di permukaan bahan (Afrianti, 2008).
Proses pengeringan akan menjadi lebih cepat apabila luas penampang
diperbesar dengan proses pengecilan ukuran terlebih dahulu. Selain suhu,
perbedaan kelembaban yang tinggi dapat mempercepat proses pengeringan.
Penyusutan bahan dengan pengeringan alami lebih kecil daripada pengeringan
buatan dengan menggunakan germinator. Penyusutan pada kentang lebih besar
daripada ubi kayu karena air bebas yang terkandung pada kentang lebih banyak
dibandingkan ubi kayu (Bertha, 2010).
Alat pengering yang digunakan adalah tray dryer. Tray dryer biasanya
diklasifikasikan berdasarkan bentuk arah pergerakan aliran udara, yaitu yang
aliran udara panasnya searah dengan aliran bahan pangan yang akan dikeringkan,
dan aliran udara panas yang berlawanan arah dengan aliran bahan pangan yang
akan dikeringkan (Brennan, 1969).
Percobaan yang dilakukan, laju pengeringan tidak konstan, karena pada
kurva terlihat naik turun. Selain itu, waktu yang dibutuhkan hingga mencapai
berat konstan cukup lama, yaitu setelah dikeringkan selama 5,5 jam. Hal ini
disebabkan karena pada saat pengirisan bahan, digunakan pengiris bergelombang,
dimana luas permukaan bahan satu dengan yang lainnya jadi berbeda-beda,
sehingga pengeringannya pun berbeda-beda. Pada Tray dryer dibutuhkan biaya
yang rendah dalam pemeliharaan dan fleksibel dalam operasi untuk makanan yang
berbeda. Akan tetapi, alat ini memiliki kendali yang relatif rendah dan
menghasilkan kualitas produk yang lebih bervariasi sebagai makanan pengeringan
lebih cepat pada nampan yang terdekat dengan sumber panas itulah sebabnya
waktu pengeringan jagung lebih lama dan laju pengeringannya pun tidak konstan.
Selain itu, pada kelembaban relative yang cukup tinggi (70%) akan terjadi
penyerapan molekul air secara multilayer dan akan diikuti dengan kondensasi
kapiler dan terlihat pada grafiknya yang menaik (Ben, 2007).
Perhitungan untuk mencari Tw kita harus melihat pada grafik. Caranya yaitu
tentukan titik Td pada grafik, lalu tarik garis ke atas. Kemudian lihat berapa % RH
yang kita dapatkan pada saat percobaan, tarik garis yang sejajar dengan garis
terdekat, penarikkan garis harus mencapai garis 100%. Kemudian perpotongan
antara garis Tc dan RH diberi tanda. Tarik garis lurus sehingga diketahui Tw pada
tabel tersebut.
Percobaan yang dilakukan, laju pengeringan tidak konstan, karena pada
kurva terlihat naik turun. Selain itu, waktu yang dibutuhkan hingga mencapai
berat konstan cukup lama, yaitu setelah dikeringkan selama 6 jam. Hal ini
disebabkan karena pada saat pengirisan bahan, digunakan pengiris bergelombang,
dimana luas permukaan bahan satu dengan yang lainnya jadi berbeda-beda,
sehingga pengeringannya pun berbeda-beda. Pada Tray dryer dibutuhkan biaya
yang rendah dalam pemeliharaan dan fleksibel dalam operasi untuk makanan yang
berbeda. Namun, alat ini memiliki kendali yang relatif rendah dan menghasilkan
kualitas produk yang lebih bervariasi sebagai makanan pengeringan lebih cepat
pada nampan yang terdekat dengan sumber panas itulah sebabnya waktu
pengeringan jagung lebih lama dan laju pengeringannya pun tidak konstan. Selain
itu, pada kelembaban relative yang cukup tinggi (70%) akan terjadi penyerapan
molekul air secara multilayer dan akan diikuti dengan kondensasi kapiler dan
terlihat pada grafiknya yang menaik (Ben, 2007).
Perhitungan untuk mencari Tw kita harus melihat pada grafik. Caranya yaitu
tentukan titik Td pada grafik, lalu tarik garis ke atas. Kemudian lihat berapa % RH
yang kita dapatkan pada saat percobaan, tarik garis yang sejajar dengan garis
terdekat, penarikkan garis harus mencapai garis 100%. Kemudian perpotongan
antara garis Tc dan RH diberi tanda. Tarik garis lurus sehingga diketahui Tw pada
tabel tersebut.
Gambar 8. Humidity Chart
Bahan pangan yang mengalami proses pengeringan dan penyimpanan
mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang
tidak mengalami proses pengolahan. Perubahan utama yang diakibatkan oleh
Bahan pangan yang mengalami proses pengeringan dan penyimpanan mempunyai
kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang tidak
mengalami proses pengolahan. Perubahan utama yang diakibatkan oleh perubahan
pada tekstur bahan pangan akan semakin besar, apabila proses pengeringan
dilakukan secara cepat dan memakai suhu tinggi. Beberapa zat yang terdapat pada
bahan pangan ketika dilakukan penghilangan air, zat tersebut akan mengalami
perpindahan ke permukaan dengan mekanisme dan kecepatan yang spesifik. Suhu
tinggi akan mengakibatkan perubahan yang kompleks pada zat di permukaan
bahan pangan, sehingga terbentuk kulit yang keras. Perubahan tersebut terjadi
secara kimiawi dan fisik (Fellows, 2000).
Aroma yang ada pada jagung terlihat semakin lama semakin menghilang.
Hal ini dikarenakan ada senyawa-senyawa yang volatil pada suhu tersebut
sehingga pada beberapa jam kemudian semakin lama akan semakin menghilang
aromanya. Tekstur pada jagung semakin lama pun semakin menciut. Hal ini
disebabkan oleh adanya kandungan air dalam jagungg tersebut yang lama-lama
akan menguap hingga pada akhirnya bentuk dari jagung pun berubah menjadi
keriput karena kandungan air di dalamnya semakin sedikit (Yuni, 2010).
Pengeringan yang baik harus dapat memperhatikan karakteristik dan mutu
dari bahan pangan tersebut sehingga bahan pangan tersebut masih dapat diterima
dalam segi kesehatan maupun segi estetika oleh konsumen. Karakteristik yang
dapat dipertahankan adalah warna bahan pangan yang perlu dipertahankan
sehingga dapat menarik konsumen, aroma dari bahan pangan yang tidak
menimbulkan bau-bau tertentu yang dapat menghilangkan selera, dan tekstur dari
bahan pangan yang tetap terjaga. Hal-hal tersebut harus diperhatikan dalam
pengolahan bahan pangan, sehingga jika melakukan pengeringan terhadap bahan
pangan harus diusahakan agar suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi untuk
mencegah proses-proses kimia yang tidak diinginkan, seperti reaksi browning.
Penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi diimbangi dengan waktu yang tidak
sebentar agar mencapai kondis yang maksimal. Penggunaan suhu yang terlalu
rendah harus dihindari agar bahan pangan tidak mengkerut dan jangan pula terlalu
tinggi agar bahan pangan tidak mengalami kondisi pengeringan yang tidak merata.
Selain itu, dalam pengeringan juga harus meminimalisasikan senyawa- senyawa
yang volatil karena dengan terjadinya oksidasi khususnya lemak dapat
menimbulkan rancidity (Yuni, 2010).
V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dapat disimpulkan bahwa pada
percobaan gravimetri didapatkan kadar air sebesar 73,333% dengan berat sampel
kering sebesar 0,054 kg. Pada percobaan pengeringan menggunakan tunnel dryer
dapat disimpulkan bahwa pada sampel jagung akan mengalami berat kontan pada
sejumlah waktu yaitu 5,5 jam dengan berat 0,060 kg.
5.2.Saran
Praktikum percobaan pengeringan sebaiknya dilakukan dengan teliti baik
pada analisis data maupun perhitungan agar diperoleh hasil yang baik dan dapat
mempermudah dalam pembuatan grafik. Sebaiknya bahan yang akan dikeringkan
diratakan penyimpanannya pada tray sehingga dapat mempersingkat atau
mempercepat proses pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni H., (2008), Teknologi Pengawetan Pangan, Alfabeta, Bandung.
Ben, dkk., (2007), Studi awal Pemisaha Amilosa dan Anilopektin Pati Jagung dengan Fraksinasi Butanol–Air, Melalui http://ffarmasi.unand.ac.id/pub/jstf_v12_1_07_elfi.pdf, diakses 20 Desember 2012.
Bertha, (2010), Pengeringan, melalui http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_12.html, diakses 20 Desember 2012.
Diyah, Evi., (2010), Klasifikasi Jagung. Melalui http://blog.ub.ac.id/turleprincess/2010/05/30/klasifikasi-jagung/. Diakses : 24 Desember 2012.
Fellows P.J., (2000), Food Processing Technology, Second Edition, Ellis Horword Limited,England.
Geankoplis, Christie J., (1997). Transport Process and Unit Operations, Prentice-Hall Private Limited, New Delhi.
Marsudi, (2010), Pengaruh Cara Pengeringan dan Pencelupan dalam Dispol
Prabawati, (2007), Mendongkrak Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan Teknologi, melalui http://www.litbang-deptan.co.id/, diakses 20 Desember 2012.
Suharto, Ign, (1998)., Industri Pangan Dalam Sistem Rantai Makanan. Universitas Pasundan. Bandung.
Wirakartakusumah, Aman, (1992), Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yuni, (2010), Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Jagung dan Labu Siam, laporan penelitian Universitas Padjajaran, Bandung.
LAMPIRANSampel = JagungWcawan konstan = 30,57 gramWcawan+sampel = 31,62 gramWcawan+sampel konstan
= 30,85 gram
% Kadar Air = W1-W2 x 100 % = 31,62-30,85 x 100% = 73,333 % W1-W0 31,62-30,57
Ws = Wawal bahan – (Wawal bahan x % kadar air)= 0,202 kg – (0,202 x 73,333%)= 0,202 kg – 0,148 kg= 0,054 kg
Tunnel DryerSampel = JagungWtray = 204 gram = 0,204 kgWtray + sampel = 206 gram = 0,206 kgWsampel = 202 gram = 0,202 kgSisi tray = 26,2 cm = 0,262 mAtray = sisi x sisi
= 0,262 x 0,262= 0,069 m2
Kondisi LingkunganTd = 27,1oC ; Tw = 20,2oC ; RH = 50,1 %
Kondisi Tunnel DryerUdara Kering Udara basah yang dikeluarkan dari alat
pengeringTd = 35,3oC Td = 36,4oCTw = 26,5oC Tw = 24,8oCRH = 41,5 % RH = 40,8 %
Xn = Wawal bahan – Wbahan konstan
WsampelX1 = 0,181- 0,060 = 2,241 kg H2O/kg dry solid
0,054X2 = 0,168 - 0,060 = 2 kg H2O/kg dry solid
0,054X3 = 0,192 - 0,060 = 1,704 kg H2O/kg dry solid
0,054X4 = 0,138 - 0,060 = 1,444 kg H2O/kg dry solid
0,054X5 = 0,121 - 0,060 = 1,130 kg H2O/kg dry solid
0,054
X6 = 0,106 - 0,060 = 0,852 kg H2O/kg dry solid0,054
X7 = 0,086 - 0,060 = 0,481 kg H2O/kg dry solid0,054
X8 = 0,076 - 0,060 = 0,296 kg H2O/kg dry solid0,054
X9 = 0,067 - 0,060 = 0,130 kg H2O/kg dry solid0,054
X10 = 0,062- 0,060 = 0,037 kg H2O/kg dry solid0,054
X11 = 0,060- 0,060 = 0 kg H2O/kg dry solid0,054
Rn = Ws x Δ X n
Atray Δt R1 = 0,054 x 0,241 = 0,377 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R2 = 0,054 x 0,296 = 0,463 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R3 = 0,054 x 0,260 = 0,407 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R4 = 0,054 x 0,314 = 0,491 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R5 = 0,054 x 0,278 = 0,435 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R6 = 0,054 x 0,371 = 0,581 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R7 = 0,054 x 0,185 = 0,290 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R8 = 0,054 x 0,166 = 0,260 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R9 = 0,054 x 0,093 = 0,145 kg H2O/h.m2
0,069 0,5R10 = 0,054 x 0,037 = 0,065 kg H2O/h.m2
0,069 0,5