Penerapan Metode Kendali Nonlinier Berbasis Sistem Servo ...
Pengendalian Proses (Kasus Start Up, Servo dan Regulatory)
description
Transcript of Pengendalian Proses (Kasus Start Up, Servo dan Regulatory)
Laporan Praktikum Dosen Pembimbing Instrumentasi dan Pengendalian Proses Dr.Ir.Bahruddin, MT
PENGENDALIAN PROSES(KASUS START UP, SERVO DAN REGULATORY)
Kelompok : II (Dua)
Nama : Rita P. Mendrova (1107035609)
Ryan Tito (1107021186)
Yakub J. Silaen (1107036648)
LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA
PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2013
ABSTRAK
Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari suatu sistem dengan cara mengatur variable manipulasi dalam suatu system tersebut. Percobaan pengendalian proses dilakukan agar dapat mengetahui atau memahami dinamika proses pada kasus start-up, servo, dan regulatory, dengan berbagai variasi mode controller. Pada kasus start-up digunakan set point 200 dan bukaan valve 180o, untuk kasus servo digunakan perubahan set point menjadi 300 dan bukaan valve 180o, dan pada kasus regulatory digunakan gangguan pulse, yaitu dengan membuka V3 sebesar 90o selama selang waktu dua menit. Pada percobaan ini dilakukan variasi mode controller, yaitu Proportional (P) dengan gain 25 dan 50, Proportional-Integral (PI) dengan gain 25, reset 0,5 dan 2,5, serta Proportional-Integral-Derivative (PID) dengan gain 25, reset 2,5, rate 1 dan 2. Pengambilan data dilakukan tiap 10 detik hingga mencapai nilai setpoint untuk tiap variasi percobaan. Dari hasil percobaan diperoleh hasil pada kasus star up, mode controller yang paling baik untuk digunakan adalah mode Proporsional Integral controller (PI) dengan gain 25 reset 0,5 dan waktu untuk mencapai setpoint selama 150 detik. Untuk kasus servo, mode controller yang paling baik untuk digunakan adalah mode Proporsional Integral Derivative controller (PID) dengan gain 25 reset 0,5 rate 2 dan waktu untuk mencapai setpoint selama 140 detik. Untuk kasus regulatory berupa gangguan pulse, mode controller yang paling baik untuk digunakan adalah mode Proporsional Integral controller (PI) dengan gain 25 reset 0,5 dan waktu untuk mencapai setpoint selama 240 detik.
Kata kunci: Proportional, Proportional-Integral, Proportional-Integral-Derivative, regulatory, servo, start-up, pulse.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pengendalian proses diantaranya:
a) Memahami sistem kerja pengendalian proses
b) Mengoperasikan sistem pengendalian proses dengan menggunakan
beberapa mode controller yaitu P-controller, PI-controller dan PID-
controller.
c) Mengoperasikan proses start up, servo dan regulatory berupa gangguan
pulse yang dilengkapi sistem pengendali pada berbagai parameter
pengendali.
d) Mempelajari dan menganalisis dinamika proses start up, servo dan
regulatory berupa gangguan pulse yang dilengkapi sistem pengendali
1.2 Dasar Teori
Arus cairan di dalam sistem tangki proses pada industri tidak statis tetapi
sangat dinamis. Artinya, level tangki berubah dengan adanya perubahan beban
gangguan (laju alir volumetrik) yang masuk ke proses. Oleh karena itu, kelakuan
dinamik (dynamic behavior) sangat penting untuk dikenali bagi para engineer atau
operator pabrik. Selain itu, penerapan pengendalian proses juga sangat penting
untuk menunjang kelangsungan sistem tangki proses secara otomatis.
Pengontrolan dapat diartikan sebagai pengaturan atau pengendalian.
Pengontrolan dalam proses produksi didefinisikan sebagai upaya pengaturan
untuk mempertahankan nilai atau output yang diinginkan tetap terjaga dari
pengaruh perubahan atau deviasi yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Integrasi
komponen kontrol dan measurement, berfungsi untuk mendapatkan sistem kontrol
yang tepat. Dalam melakukan tuning controller ada beberapa metode yang secara
umum dapat dibagi dua, yaitu: open loop dan closed loop tuning. Pada cascade
control, bagian sekunder di tuning terlebih dahulu diikuti bagian primer.
Pengaturan yang presisi dari level, pressure, temperature, dan flow adalah
unsur penting dalam aplikasi proses. Perubahan kecil pada control dan
pengukuran, akan membawa dampak yang besar pada proses produksi.
Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau kombinasinya lebih banyak
ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya. Hal ini disebabkan
beberapa kelebihan yang diberikannya, yaitu pemakaian daya yang lebih kecil,
kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh dan responnya
lebih cepat. Disamping itu dimensi peralatan dapat dibuat lebih kecil.
1.2.1 Konsep Pengendalian Proses
Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari
suatu sistem dengan cara mengatur variabel manipulasi dalam suatu sistem
tersebut. Hakikat utama sistem pengendalian adalah menjaga atau mengendalikan
process variableagar selalu sama dengan set point. Walaupun keadaan steady itu
tidak pernah tercapai sepenuhnya, tetap diupayakan agar process variable dapat
sedekat mungkin dengan set point pada keadaan load. Langkah utama yang
dilakukan setelah merencanakan semua instrumentasi pengendalian adalah
menyetel sistem agar process variable dapatmengikuti setpoint. Sistem harus
disetel (tuning) agar tidak berisolasi pada semua kondisi operasi.
Suatu proses kimia secara umum ditunjukkan melalui Gambar 1.1,
memiliki output (y), potensial disturbance atau gangguan (d) dan manipulated
variable (m), sehingga tujuan pengendalian proses dilakukan untuk menjaga nilai
output (y) tetap pada suatu nilai yang diinginkan (setpoint, ysp).
Gambar 1.1 Diagram Blok Sistem Proses, (a), (b)
Gambar 1.1 b menggambarkan langkah pengendalian proses. Aksi
pengendali dilakukan dengan mengendalikan output tersebut dengan cara
mengukur, membandingkan, mengevaluasi dan mengoreksi. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
Mengukur nilai output menggunakan perangkat pengukur yang sesuai. Nilai
yang ditunjukkan oleh sensor pengukur dinotasikan sebagai ym.
Membandingkan nilai output hasil pengukuran (ym) dengan nilai output yang
diinginkan (setpoint, ysp). Hasil perbandingan berupa penyimpangan atau
error.
ε= ysp – ym
Nilai penyimpanan ε ditransmisikan ke pengendali utama (main
controller). Pengendali utama kemudian mengubah nilai manipulated variabel
(m) dengan cara tertentu untuk memperkecil penyimpangan ε. Controller tidak
mengubah nilai m secara langsung, tetapi melakukannya melalui peralatan yang
disebut elemen pengendali akhir (final control element).
1.2.2 Metode Pengendalian Proses
1.2.2.1 Pengendalian oleh Manusia (Manual Control)
Pada pengendalian secara manual memanfaatkan ketelitian dari operator
untuk mengendalikan suatu besaran proses. Jika harga proses tidak sesuai dengan
yang dikehendaki oleh operator, maka operator tersebut akan melakukan
adjustemet sebagai koreksi terhadap besaran proses tersebut sampai proses
berjalan stabil dan hal ini dilakukan berulang-ulang selama kondisi proses tidak
sesuai dengan yang dikehendaki oleh operator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2Manual Control
Pada Gambar 1.2 di atas terlihat bahwa seorang operator sedang
mengamati variabel temperatur pada sebuah pemanas (furnace), apabila hasil
penunjukan pada indikator temperatur (temperature gauge) lebih besar dari
temperatur yang dikehendaki oleh operator, maka operator tersebut akan
menambah jumlah aliran dengan menambah bukaan valve, begitu juga sebaliknya
apabila hasil pembacaan pada temperatur gauge lebih kecil dari temperatur yang
dikehendaki maka operator akan mengurangi jumlah aliran dengan jalan
mengecilkan bukaan valve. Dilihat dari segi ekonomis, pengendalian secara
manual lebih murah dibandingkan dengan pengendalian secara otomatis karena
instrumen yang dibutuhkan lebih sederhana.
1.2.2.2 Pengendalian Otomatis (Automatic Control)
Pada prinsipnya pengendalian otomatis sama dengan pengendalian
manual. Pada pengendalian otomatis, peranan dari operator digantikan oleh suatu
alat yang disebut pengendali (controller). Sehingga yang bertugas menambah dan
mengurangi bukaan valve tidak lagi dikerjakan oleh operator tetapi atas perintah
controller, operator hanya bertugas memberikan harga ke controller (set value /
set point = SV / SP). Oleh karena itu pengendalian otomatis pada valve harus
dilengkapi dengan actuator sehingga unit valve tersebut disebut dengan control
valve. Sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian harga yang diberikan operator
terhadap controller (SV), maka atas perintah controller akan membuka atau
menutup sesuai dengan kondisi operasi yang sedang berjalan (process variable =
PV). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Pengendalian otomatis
1.2.3 Sistem Instrumentasi dan Pengendalian
Tujuan dari penerapan sistem pengendalian di dalam industri proses
berkaitan dengan segi ekonomis. Oleh karena itu sistem pengendalian yang
diterapkan diharapkan dapat menghasilkan :
1. Kualitas produk yang lebih baik dalam waktu pemrosesan yang lebih
singkat.
2. Biaya produksi yang lebih murah
3. Peningkatan keselamatan personil dan peralatan.
4. Pengurangan polusi lingkungan dari bahan limbah hasil proses.
Yang termasuk dalam sistem pengendalian meliputi :
1. Karakteristik proses.
2. Sistem pengukuran.
3. Pemrosesan data otomatis
4. Sistem pengontrolan dengan elemen kontrol akhir (final control
element).
1.2.4 Elemen – Elemen Sistem Pengendalian
Di dalam blok diagram sistem pengendalian akan selalu dijumpai
komponen – komponen pokok seperti elemen pengukur (sensing elemen dan
transmitter), elemen controller (control unit) dan final control element (control
valve). Sistem pengendalian harus sesuai dengan kebutuhan pengendalian yang
diinginkan dalam suatu proses pengendalian. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu diperhatikan langkah-langkah dalam mendisain sistem pengendalian.
Beberapa elemen penting dan pertimbangan dasar yang harus diperhatikan dalam
desain sistem pengendalian proses pada pabrik adalah :
1. Proses, tatanan peralatan suatu fungsi tertentu . input proses dapat
bermacam – macam yang pasti merupakan besaran yang dimanipulasi oleh
final control element agar measurable variable sama dengan set point
input
2. Controller variable, besaran yang dikendalikan, besaran ini juga disebut
sebagai proses variable
3. Manipulated variable, variable yang akan dimanipulasi agar sesuai
dengan set pointnya.
4. Disturbance, besaran lain yang dapat menyebabkan berubahnya control
variable
5. Transmitter, alat yang berfungsi merubah sinyal (besaran) yang ditangkap
oleh sensor menjadi besaran yang dapat dibaca oleh controller.
6. Control unit, bagian dari controller yang menghitung besarnya koreksi
yang diperlukan. Input control unit adalah error dan output adalah sinyal
yang keluar dari controller.
Sistem pengendalian dalam suatu proses ataupun pabrik diterapkan untuk
memenuhi 3 kelompok kebutuhan yaitu:
1. Menekan pengaruh gangguan eksternal
2. Memastikan kestabilan suatu proses
3. Mengoptimasi kinerja suatu proses
1.2.5 Desain Elemen Pengendali Proses
Desain sistem pengendalian harus sesuai dengan kebutuhan pengendalian
yang diinginkan dan bekerja dalam pengendalian proses pabrik. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu diperhatikan langkah-langkah dalam mendesain sistem
pengendalian. Beberapa elemen penting dan pertimbangan dasar yang harus
diperhatikan dalam desain sistem pengendalian proses pada pabrik adalah :
1. Pendefinisian/penetapan tujuan dan sasaran pengendalian (control
objective definition)
2. Penentuan variabel yang harus diukur (measurement selection)
3. Penentuan variabel yang akan dimanipulasi (manipulated variables
selection)
4. Pemilihan konfigurasi pengendalian (control configuration selection)
5. Perancangan sistem pengendali (controller design)
1.2.6 Pemilihan Variabel yang Dimanipulasi
Dalam proses kimia, umumnya terdapat beberapa variabel input yang
dapat diatur dengan bebas. Untuk memilih variable mana yang akan dimanipulasi,
harus dipertimbangkan efek dari tindakan yang diambil terhadap kualitas
pengendalian. Sebagai contoh pengendalian ketinggian cairan dalam reaktor,
tangki, ataupun kolom distilasi dapat dilakukan dengan mengatur laju alir masuk
dan laju alir keluar cairan.
1.2.7 Pemilhan Konfigurasi Pengendalian
Konfigurasi pengendalian merupakan suatu struktur informasi yang
digunakan untuk menghubungkan variable pengukuran terhadap variabel yang
akan dimanipulasi. Sebagai contoh pengendalian temperature dan ketinggian
cairan pada reaktor, kolom distilasi, mixer, dan alat lainnya memiliki beberapa
alternative konfigurasi system pengendali. Perbedaan-perbedaan yang dapat
diamati pada system pengendali temperature dan system pengendali ketinggian
cairan terjadi karena (1) terdapat perbedaan variabel yang diukur, tetapi hasil
pengukuran digunakan untuk memanipulasi variabel yang sama, atau (2) variabel
yang diukur sama, tetapi hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
memanipulasi variabel yang berbeda. Ada 2 tipe konfigurasi pengendalian, antara
lain:
1. Feedback Control Configuration
Konfigurasi ini mengukur secara langsung variabel yang dikendalikan
untuk mengatur harga variabel yang dimanipulasi. Tujuan pengendalian ini
adalah mempertahankan variabel yang dikendalikan pada level yang
diinginkan (set point).
2. Feedforward Control Configuration
Konfigurasi sistem pengendali feedforward memanfaatkan pengukuran
langsung pada disturbance untuk mengatur harga variabel yang akan
dimanipulasi. Tujuan pengendalian adalah mempertahankan variabel output yang
dikontrol pada nilai yang diharapkan. Pada beberapa kasus penggunaan
feedforward juga dikombinasikan dengan feedback control.
1.2.8 Perancangan Sistem Pengendalian
Sistem pengendali (controller) adalah elemen aktif dalam system
pengendalian yang menerima informasi dari pengukuran dan membuat tindakan
yang sesuai untuk mengatur harga manipulated variables. Pengaturan
manipulated variables sangat bergantung pada control law yang diterapkan secara
otomatis pada controller. Beberapa control law yang umum diterapkan pada
system pengendalian:
1. Penggunaan proportional controller (P-controller) dimana nilai output
dari P-controller akan sebanding terhadap error.
…………………....................... (1.1)
2. Penggunaan proportional-integral controller (PI-controller) dimana nilai
output dari PI-controller akan sebanding terhadap error ditambah suatu
factor dikali nilai integrasi error sebagai fungsi waktu.
....................................... (1.2)
3. Penggunaan proportional-integral-derivative controller (PID-controller)
dimana nilai output dari PID-controller akan ditentukan oleh konstanta
yang menghubungkan kesebandingan error terhadap output ditambah
suatu factor dikali nilai integrasi error sebagai fungsi waktu lalu ditambah
suatu factor dikali nilai diferensial (gradien/slope) error sebagai fungsi
waktu.
........................... (1.3)
1.2.8.1 Pengendali Proposional
Proporsional adalah persen perubahan sinyal kendali sebanding dengan
persen perubahan sinyal pengukuran. Dengan kata lain sinyal kendali merupakan
kelipatan sinyal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali
PID. Pemakaian pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti
pengendali mempertahankan nilai PV pada suatu harga yang berbeda dengan
setpoint. Offset muncul dalam usaha pengendali mempertahankan keseimbangan
massa dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk
proses yang dapat menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain pengendali (Kc).
Pengendali proporsional sebanding dengan error-nya.
Persamaan matematika :
dengan,
U = Keluaran pengendali (sinyal kendali),
Kc = Proportional gain (gain pengendali)
= Error (SP – PV)
Uo = bias, yaitu nilai sinyal kendali saat tidak ada error ( = 0)
Istilah gain pengendali biasanya dinyatakan dalam proportional band (PB)
Harga PB berkisar 0 – 500.
PB pada dasarnya menunjukkan persentasi rentang PV yang dapat
dikendalikan atau range error maksimum sebagai masukan pengendali yang dapat
menyebabkan pengendali memberikan keluaran dengan range maksimum.
Semakin sempit proportional band, offset semakin kecil yang sesuai dengan
proses dengan kapasitas besar, waktu mati kecil sehingga dapat memakai
proportional band yang sempit.
KcSinyal kendali (u)
Error ()
Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional
Gambar 1.4 Respon Pengendali Proporsional
Karakteristiknya :
a. overshoot tinggi
b. waktu penetapan besar
c. periode osilasi sedang
d. adanya offset/droop/steady-state error: beda antara set point dan control
point (harga controlled variable pada kesetimbangan baru); offset terjadi
karena aksi control proporsional dengan error.
e. gainnya: Kcsangat mempengaruhi error, makin besar Kc makin kecil
offsetnya, meski ada harga Kc maksimum.
f. istilah lain gain: proportional band (PB); PB=100/Kc; Kc yang besar sama
dengan PB yang kecil atau tipis. Definisi lain PB: error yang dibutuhkan
untuk menghasilkan keluaran tambahan dari kontroler ke control valve.
1.2.8.2 Pengendali Proporsional- Integral
Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional adalah
menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada pengendali
proporsional-integral sistem pengendali cenderung mudah osilasi, sehingga PB
perlu lebih besar.
Persamaan pengendali PI
i i
Kc.
Kc.Sinyal Kendali (MV)
Pengukran (PV) Setpoint
dengan : i = waktu integral (integral action)
Aksi integral merespons besar dan lamanya error. Aksi integral dapat
dinyatakan dalam menit per-pengulangan (= waktu integral) atau pengulangan
per-menit (konstanta integral). Respon loop terbuka pengendali proporsional-
integral (PI) pada gambar 1.5
Persamaan :
Gambar 1.5 Respon loop terbuka Pengendali Proporsional-Integral (PI)
Catatan :
Waktu integral tidak boleh lebih kecil disebanding waktu mati proses sebab
valve akan mencapai batas sebelum pengukuran (PV) dapat dibawa kembali
ke setpoint.
Ketika aksi integral diterapkan pada sistem pengendalian yang memiliki error
dalam waktu yang lama, misalnya proses batch, maka aksi integral akan
mengemudikan sinyal kendali kea rah keluaran maksimum menghasilkan
integral resr wind-up atrau ke arah minimum (integral reset wind-down).
Karakterisitiknya :
a. aksi integral bukan untuk mengembalikan ke error nol, tapi menjaga pada
harga yang muncul di sepanjang waktu, sehingga ada output yang cukup
untuk membuka controlvalve
b. tidak ada offset
c. respon lebih lambat, karena error tidak dapat dihilangkan dengan cepat
d. harga overshoot paling tinggi
e. dipakai bila kelemahan di atas ditoleransi sementara offset tidak
f. disebut pula reset action
1.2.8.3 Pengendali Proporsional Integral Derivatif
Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi
aksi derivative pada pengendali proporsional integral (PI) sehingga menghasilkan
jenis pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Aksi derivarif bertujuan
mempercepat respons perubahan PV dan memperkecil overshoot, namun sistem
ini sangat peka terhadap gangguan bising (noise). Sistem ini sangat cocok pada
proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati,
penambahan aksi derivative dapat memperbaiki kualitas pengendalian, namun
tidak dapat digunakan pada proses dengan waktu mati dominant, penambahan aksi
derivative dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan (lag)
respons pengukuran.
Persamaan standar pengendali proporsional-integral-derivatif (PID)
dengan :
d = waktu derivative (menit)
Sinyal pengukuranSetpoint
Konstanta waktu derivatifSinyal kendali
P
i
a
bc
D
I
c = 0,632 b
Derivatif gain =a + ba
τ d =(a + ba ) x Konstanta waktu derivatif
Gambar 1.6 Respon loop terbuka pada Pengendali Proporsional-Integral-
Derivative (PID)
Sifat-sifat pengendali proporsional-integral-derivatif (PID) yaitu
tanggapan cepat dan amplitude osilasi kecil (lebih stabil), tidak terjadi offset dan
peka terhadap noise.
Karakteristiknya :
a. Paling baik, tapi paling mahal
b. Mengkompromi antara keuntungan dan kerugian kontroler di atas
c. offset dihilangkan dengan aksi integral, sedangkan aksi derivatif
menurunkan overshoot dan waktu osilasi
d. digunakan pada sistem yang agak lamban/melempem
e. kontroler sering dipasang karena berbagai kepandaian yang dimilikinya
dan bukan karena analisis sistem mengindikasikan kebutuhan akan ketiga
mode kontrol di atas.
Sinyal pengukuranSetpoint
Konstanta waktu derivatifSinyal kendali
Pa
bc
D
1.2.8.4 Pengendali Proporsional - Derivatif
Pengendali proporsional-derivatif (PD) banyak menimbulkan masalah
sehingga model pengendali ini hamper tidak pernah dipakai di industri karena
kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses dengan waktu dominan.
Model pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses batch dan proses
lain yang memiliki tanggapan lambat.
Persamaan standar pengendali proporsional-derivatif (PD)
c = 0,632 b
Derivatif gain =a + ba
τ d =(a + ba ) x Konstanta waktu derivatif
Gambar 1.7 Respons steep loop terbuka pengendali (PD)
Pengendali proporsional derivative (PD) tanggapan cepat terhadap respons
dengan overshoot kecil namun sangat peka terhadap noise.
Karakteristiknya :
a. disebut juga anticipatory/rate control
b. aksi kontrol didasarkan pada mode derivatif yang terjadi hanya saat error
berubah
c. efeknya mirip dengan proporsional dengan gain yang tinggi
d. respon sangat cepat
e. overshoot sangat rendah
1.2.9 Penggunaan Computer Digital pada Pengendalian Proses
Dalam aspek pengendalian seluruh pabrik tidak hanya melibatkan satu unit
proses, seperti CSTR, tangki berpengaduk, kolom distilasi. Pada kenyataannya
proses produksi produk dari bahan baku dengan reaksi tertentu ini terdiri dari
banyak unit yang saling berhubungan dengan adanya aliran bahan (material) dan
energi dari satu unit ke unit lainnya. Pada proses kimia tersebut akan timbul hal-
hal karakteristik yang tidak terjadi pada pengoperasian satu unit proses saja.
Kemajuan teknologi komputer yang sangat pesat dengan harga yang semakin
terjangkau membuat perangkat ini banyak digunakan untuk pengendalian dalam
proses-proses kimia. Instrumen pengendalian pada pabrik besar dan modern
umumnya dirancang menggunakan komputer pengendali secara digital. Beberapa
aplikasi spesifik computer untuk pengendalian proses adalah sebagai berikut:
Direct Digital Control (DDC)
Komputer digital dapat dipakai mengendalikan secara simultan beberapa
output. Pada system control utama (supervisor controller) terdapat satu prosesor
computer untuk mengendalikan dan mengoperasikan proses. Jadi, semua data
dikumpulkan dalam satu unit komputer. Komputer digunakan untuk mengubah
nilai set point sesuai dengan harga parameter local controller. Local controller
berfungsi sebagaimana sinyal digital yang diterapkan pada Direct Digital
Controller (DCC).
Distributed Control System (DCS)
Penggunaan system control dengan memakai satu buah computer untuk
mengendalikan sebuah unit operasi akan lebih mudah diterapkan. Namun, system
supervisor control akan mengalami kesulitan jika diterapkan pada unit yang
kompleks karena akan dihasilkan suatu pengendalian dan pengoperasian yang
sangat kompleks dan rumit.
Scheduling Computer Control (SCC)
Kemungkinan penggunaan komputer yang terakhir adalah untuk mengatur
Penjadwalan operasi suatu pabrik kimia.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air dan udara. Air yang
digunakan pada percobaan harus air yang bersih, bebas dari pengotor seperti
logam berat maupun pengotor organik. Periksa air umpan, jika kotor maka harus
segera diganti. Udara dipasok dari udara sekitar menggunakan unit kompresor
utama yang selanjutnya didistribusikan ke alat percobaan melalui pipa besi dan
selang bertekanan.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Control Trainer H-ICS-8189
yang dilengkapi dengan Universal Modular Controller UMC800 yang digunakan
untuk berinteraksi dengan user dan peralatan bantuan lainnya seperti stopwatch
dan alat tulis untuk mencatat perubahan-perubahan variabel proses yang terjadi
saat melakukan percobaan.
Gambar 2.1 Skema Peralatan Percobaan Pengendalian level
2.2 Prosedur Percobaan
Percobaan pengendalian level terdiri dari 3 percobaan, yaitu kasus start-up,
servo dan regulatory. Dengan beberapa variabel percobaan yang sesuai dengan
penggunaannya pada berbagai sistem pengendali, dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 2.1 Variabel percobaan dengan berbagai sistem pengendali
Sistem Pengendali
Variabel Percobaan
Gain Reset Rate
P25 - -
50 - -
PI25 0,5 -
25 2,5 -
PID25 0,5 1
25 2,5 2
Sebelum memulai percobaan, dilakukan terlebih dahulu start-up peralatan.
Langkah-langkah persiapan peralatan start-up :
1. MCB unit compressor utama diatur pada posisi ON.
2. Katup udara dibuka 50%, dari kompresor ke unit Control Trainer.
3. Kabel power dihubungkan kesumber arus listrik.
4. Saklar MCB dinaikkan pada Main Power, ditunggu beberapa saat (5
menit) hingga putaran kipas pada unit pengendali konstan.
5. MCB DC Power dinaikkan.
6. MCB Instrumen Power dinaikkan, ditunggu beberapa saat hingga display
UMC800 menampilkan loop trend dari proses yang sedang berlangsung.
7. Katup V3 dan V4 dipastikan dalam posisi tertutup penuh.
8. Katup V4 dibuka penuh (putaran1800).
9. MCB Pump dinaikkan, pompa akan mengalirkan air dari tangki umpan
ketangki proses.
a) Percobaan 1: kasus start-up
1. Jika didalam tangki proses masih terdapat air, maka katup V3 dibuka
penuh dan ditunggu hingga air dalam tangki proses kosong.
2. V3 diatur pada posisi tertutup penuh dan V4 dibuka dengan bukaan 1800.
3. Harga parameter pengendalian dimasukkan, berupa Set-point, Gain,
Reset dan Rate yang dapat di akses melalui Home Loops Level
Tune Constant. Sedangkan untuk pengaturan level dapat diakses melalui
button 1 pindah ke display level menggunakan panah kanan tombol
input set point kemudian dimasukkan harga set point botton 1.
4. Pada percobaan start-up ini, praktikan menggunakan harga parameter,
Untuk proportional controller menggunakan harga gain 25 dan 50
pada setpoint 200 dengan bukaan V4 1800.
Untuk proportional integral controller menggunakan harga gain 25
dengan harga reset 0,5 dan 2,5 pada setpoint 200 dengan bukaan V4
1800.
Untuk proportional integral derivative controller menggunakan
harga gain25 dan reset 2,5 dengan harga rate 1 dan 2 pada setpoint
200 dengan bukaan V4 1800.
5. Saklar MCB pump dinaikkan, kemudian dilakukan pengambilan data
sesaat setelah air mengisi tangki proses. Dalam percobaan praktikum ini
praktikan mengambil data selang 10 detik sampai respon level terlihat
stabil.
b) Percobaan 2: kasus servo
Percobaan untuk kasus servo merupakan lanjutan dari kasus start-up proses.
Pada percobaan ini praktikan akan memasukkan harga set-point yang baru.
Kemudian mengamati perubahan tinggi air dan mencatat perubahan variabel
proses sesaat setelah harga set-point yang baru dimasukkan.
Pada percobaan ini, praktikan merubah harga setpoint dari 200 menjadi 300,
dengan menggunakan harga parameter yang sama pada percobaan start-up.
Untuk proportional controller menggunakan harga gain 25 dan 50 dengan
bukaan V4 1800.
Untuk proportional integral controller menggunakan harga gain 25 dengan
harga reset 0,5 dan 2,5 dengan bukaan V4 1800.
Untuk proportional integral derivative controller menggunakan harga
gain25 dan reset 2,5 dengan harga rate 1 dan 2 dengan bukaan V4 1800.
c) Percobaan 3: kasus regulatory
Proses untuk kasus disturbance dilakukan untuk mempelajari kelakuan
dinamika pengendalian level dengan memberikan gangguan dari luar sistem.
Setelah itu dilakukan pengambilan data.
Pada percobaan praktikum ini, praktikan menggunakan gangguan pulse. Pulse
dilakukan dengan merubah bukaan pada V3 dari posis 00 keputaran 900 selama dua
menit dan ditutup kembali hingga akhir percobaan, sedangkan V4 tetap terbuka
1800. Harga parameter yang digunakan sama seperti pada percobaan kasus
sebelumnya.
Untuk proportional controller menggunakan harga gain 25 dan 50 pada
setpoint 200.
Untuk proportional integral controller menggunakan harga gain 25
dengan harga reset 0,5 dan 2,5 pada setpoint 200.
Untuk proportional integral derivative controller menggunakan harga
gain25 dan reset 2,5 dengan harga rate 1 dan 2 pada setpoint 200.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus Star Up
Kasus pertama dalam sistem pengendalian proses adalah kasus start up.
Pada kasus start up, pengendalian level dimulai pada saat tangki dalam keadaan
kosong, dengan menggunakan set point 200 mm. Pengendalian proses dilakukan
dengan menggunakan tiga mode controller yaitu Proporsional controller (P),
Proporsional Integral controller (PI) dan Proporsional Integral Derivative
controller (PID). Pada masing-masing mode controller diberikan dua variasi
gain, reset dan rate yang berbeda. Pada percobaan yang telah dilakukan, untuk
Proporsional controller menggunakan variasi gain sebesar 25 dan 50.
Proporsional Integral controller menggunakan gain sebesar 25 dengan variasi
reset sebesar 0,5 dan 2,5. Sedangkan Proporsional Integral Derivative controller
menggunakan gain sebesar 25, reset sebesar 2,5 dengan variasi rate sebesar 1 dan
2. Pada kasus star up, V3 tertutup rapat atau berada pada posisi 0o sedangkan V4
terbuka 180o.
3.1.1 Proporsional controller (P)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional controller yang
menggunakan gain 25 dan 50 disajikan pada Gambar 3.1.
0 100 200 300 400 500 600 700 8000
50
100
150
200
250
Gain 25
Gain 50
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.1 Kasus start-up pada mode Proporsional Controller
Berdasarkan Gambar 3.1 pada proses start up, level mulai naik dari detik
ke-0, hingga mencapai setpoint 200. Pada sistem pengendali proportional (P) nilai
setpoint pada gain 25 tercapai pada detik ke-230, namun present value kemudian
turun dan mencapai setpoint kembali pada detik ke-460. Setpoint pada gain 50
tercapai pada detik ke-150, kemudian respon level berfluktuasi dengan stabil
disekitaran setpoint hingga akhir percobaan. Sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa gain 50 lebih stabil dari pada gain 25 yang dibuktikan dengan fluktuasi
nilai gain 50 yang lebih kecil dan stabil daripada nilai gain 25 (Coughanowr,
1991). Naiknya gain kontroler akan mengurangi offset, sehingga level air dalam
tangki lebih stabil.
3.1.2 Proporsional Integral controller (PI)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral controller
yang menggunakan gain 25 dengan variasi reset 0,5 dan 2,5 disajikan pada
Gambar 3.2.
0 50 100 150 200 250 300 350 4000
50
100
150
200
250
Gain 25 Reset 0,5
Gain 25 Reset 2,5
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.2 Kasus start-up pada mode Proporsional Integral Controller
Berdasarkan Gambar 3.2, pada sistem pengendali proportional integral (PI)
nilai setpoint pada reset 0,5 tercapai pada detik ke-70, sedangkan pada reset 2,5
tercapai pada detik ke-170. Pada percobaan mode proportional integral controller
yang menggunakan dua variabel reset, didapatkan hasil bahwa respon level akan
lebih cepat mencapai setpoint dan lebih cepat stabil pada mode PI yang
menggunakan reset 0,5 dibandingkan dengan respon level pada mode PI yang
menggunakan reset 2,5. Pada proportional integral controller, penambahan
fungsi aksi integral pada pengendali proporsional berfungsi untuk menghilangkan
offset dengan tetap mempertahankan respons. Dimana offset adalah pengendali
yang mempertahankan nilai PV pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint
atau dapat dikatakan error yang permanen. Artinya, semakin besar nilai reset
(integral time) maka semakin kecil peluang terjadinya offset. Namun hasil yang
didapat pada percobaan justru sebaliknya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada
reset 2,5 data tidak stabil dan berubah-ubah.
3.1.3 Proporsional Integral Derivative controller (PID)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral
Derivative controller yang menggunakan gain 25, reset 2,5 dengan variasi rate 1
dan 2 disajikan pada Gambar 3.3.
0 200 400 600 800 1000 1200 14000
50
100
150
200
250
Gain 25 Reset 2,5 Rate 1
Gain 25 Reset 2,5 Rate 2
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.3 Kasus start-up pada mode Proporsional Integral Derrivative
Controller
Berdasarkan Gambar 3.3, untuk sistem pengendali Proporsional Integral
Derivative Controller (PID), baik pada rate 1 maupun 2, respon level terus
meningkat hingga melewati setpoint, untuk kemudian turun kembali mendekati
nilai setpoint. Nilai setpoint untuk rate 1 tercapai pada detik ke-60 namun terus
meningkat kemudian turun kembali mendekati nilai setpoint dan mulai stabil pada
detik ke-200. Setpoint pada PID dengan rate 2 juga tercapai pada detik ke-60,
namun level terus meningkat hingga terjadi flooding pada detik ke- 260, kemudian
turun kembali sedikit demi sedikit dan mencapai setpoint pada detik ke-1160.
Aksi derivative berguna untuk menghilangkan kelambatan respon akibat
aksi integral. Dimana pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID) memiliki
sifat cepat tanggap dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil), tidak terjadi offset
dan peka terhadap noise dan dengan cepat mengembalikan variabel yang
dikendalikan ke nilai awalnya (Coughanowr, 1991). Namun pada percobaan
didapat hasil bahwa rate 1 lebih stabil dari pada rate 2 yang dibuktikan dengan
fluktuasi nilai rate 1 yang lebih kecil dari nilai rate 2. Selain itu rate 1 lebih cepat
mencapai setpoint yang telah ditentukan. Ini bisa jadi disebabkan karena reset
yang digunakan terlalu tinggi yaitu 2,5. Sedangkan berdasarkan hasil percobaan
kasus star up untuk PI, reset yang bagus adalah sebesar 0,5. Disamping itu, nilai
rate yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya flooding pada PID dengan rate 2.
3.1.4 Kinerja Pengendali P, PI dan PID pada Kasus Star Up
Berdasarkan hasil percobaan pada kasus star up untuk masing-masing
mode, maka variabel yang terbaik dalam sistem pengendalian tersebut dapat
dibandingkan, sehingga dapat diketahui sistem pengendali mana yang memiliki
stabilitas dan respon level yang terbaik. Perbandingan dari ketiga mode controller
yang digunakan disajikan pada Gambar 3.4.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500
50
100
150
200
250
Mode P
Mode PI
Mode PID
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.4 Kasus start-up pada mode P, PI dan PID
Berdasarkan gambar 3.4 dapat dilihat dari ketiga mode yang digunakan pada
kasus start up, mode yang paling bagus untuk digunakan adalah mode
Proporsional Integral controller (PI). Hal ini dikarenakan mode PI lebih cepat
mencapai setpoint dan fluktuasi nilai yang lebih kecil sehingga menyebabkan
respon lebih berosilasi. Dari keseluruhan sistem pengendali P, PI, dan PID secara
teori menyatakan bahwa sistem pengendali PID memiliki stabilitas yang lebih
baik dibandingkan sistem pengendali P dan PI , karena pada mode PID akan lebih
cepat mencapai setpoint dan fluktuasi yang diperoleh lebih kecil. Tetapi dari
percobaan didapatkan mode PI lebih bagus dari P dan PID. Hal ini dikarenakan
pada sistem pengendali PID, nilai reset dan rate yang diberikan terlalu besar,
sehingga terjadi sulit mencapai kesatbilan pada setpoint.
3.2 Kasus Servo
Kasus kedua dalam sistem pengendalian proses adalah kasus servo. Kasus
servo merupakan lanjutan dari kasus start up, yaitu dengan memasukkan harga
setpoint yang baru pada saat tangki telah berisi air hingga setpoint awal. Setpoint
yang digunakan adalah dari 200 diubah menjadi 300, menggunakan tiga mode
controller yaitu Proporsional controller (P), Proporsional Integral controller (PI)
dan Proporsional Integral Derivative controller (PID). Pada masing-masing mode
controller diberikan dua variasi gain, reset dan rate yang berbeda. Pada
percobaan yang telah dilakukan, untuk Proportional controller menggunakan
variasi gain sebesar 25 dan 50. Proportional Integral controller menggunakan
gain sebesar 25 dengan variasi reset sebesar 0,5 dan 2,5. Sedangkan Proporsional
Integral Derivative controller menggunakan gain sebesar 25, reset sebesar 2,5
dengan variasi rate sebesar 1 dan 2. Pada kasus ini V3 tertutup rapat atau berada
pada posisi 0o sedangkan V4 terbuka 180o.
3.2.1 Proporsional controller (P)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional controller yang
menggunakan gain 25 dan 50 disajikan pada Gambar 3.5.
0 200 400 600 800 1000 1200150
200
250
300
350
400
Gain 25
Gain 50
Set point awal
Set point akhir
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.5 Kasus servo pada mode Proporsional Controller
Gambar 3.5 menunjukkan hubungan antara waktu dan level pada kasus
servo yang menggunakan mode proporsional controller dengan set point 200 dan
kemudian diubah menjadi 300 dengan memvariasikan gain, yaitu sebesar 25 dan
50. Berdasarkan Gambar 3.5 untuk gain 25 set point 300 tercapai pada detik ke-
890, sedangkan untuk gain 50, set point 300 tercapai pada detik ke-410 dan
berfluktuasi pada ketinggian level yang telah diset yaitu 300. Naiknya gain
kontroler akan mengurangi offset, sehingga ketinggian level air dalam tangki lebih
stabil. Sesuai dengan teori, gain 50 lebih stabil dan memiliki respon level yang
lebih baik dari pada gain 25. Hal ini dibuktikan dengan lamanya waktu yang
dibutuhkan pada gain 25 untuk mencapai set point.
3.2.2 Proporsional Integral controller (PI)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral controller
yang menggunakan gain 25 dengan variasi reset 0,5 dan 2,5 disajikan pada
Gambar 3.6.
0 200 400 600 800 1000 1200150
200
250
300
350
Gain 25 Reset 0,5
Gain 25 Reset 2,5
Set point awal
set point akhir
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.6 Kasus servo pada mode Proporsional Integral Controller
Pada sistem pengendali untuk kasus servo dengan menggunakan mode
controller Proportional Integral (PI), variasi pertama menggunakan gain 25 dan
reset 0,5 dapat mencapai nilai set point 300 pada detik ke-350 dan berfluktuasi
disekitaran set point hingga akhir percobaan, sedangkan pada variasi kedua yang
menggunakan gain 25 dan reset 2,5 dapat mencapai nilai set point 300 pada detik
ke-1030. Hal ini menyatakan bahwa pada kasus servo yang menggunakan mode
PI, variasi gain 25 dan reset 0,5 memiliki respon level yang lebih cepat stabil dari
pada variasi gain 25 dan reset 2,5. Pada proportional integral controller,
penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional berfungsi untuk
menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Dimana offset
adalah pengendali yang mempertahankan nilai PV pada suatu harga yang berbeda
dengan setpoint atau dapat dikatakan error yang permanen. Artinya, semakin
besar nilai reset (integral time) maka semakin kecil peluang terjadinya offset.
Namun hasil yang didapat pada percobaan justru sebaliknya. Hal ini bisa terjadi
dikarenakan pada reset 2,5 data tidak stabil dan berubah-ubah.
3.2.3 Proporsional Integral Derivative controller (PID)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral
Derivative controller yang menggunakan gain 25, reset 2,5 dengan variasi rate 1
dan 2 disajikan pada Gambar 3.7.
0 100 200 300 400 500 600150
200
250
300
350
400
Gain 25 Reset 2,5 Rate 1
Gain 25 Reset 2,5 rate 2
Set point awal
Set point akhir
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.7 Kasus servo pada mode Proporsional Integral Derivative Controller
Pada sistem pengendali untuk kasus servo yang menggunakan
Proporsional Integral Derivative controller (PID) nilai set point untuk variasi
gain 25, reset 2,5 dan rate 1 tercapai pada detik ke-140 dan terus meningkat serta
berfluktuasi diatas setpoint 300 hingga akhir percobaan, sedangkan untuk variasi
gain 25, reset 2,5 dan rate 2, setpoint 300 juga tercapai pada detik ke-140 namun
dengan fluktuasi level disekitaran setpoint 300. Variasi yang menggunakan rate 2
memiliki respon level yang lebih cepat dan stabil dari pada rate 1 yang dibuktikan
dengan fluktuasi nilai derivative time rate 2 yang lebih kecil dari nilai rate 2. Ini
dikarenakan adanya aksi derivative yang berguna untuk menghilangkan
kelambatan respon akibat aksi integral. Dimana pengendali Proporsional Integral
Derivatif (PID) memiliki sifat cepat tanggap dan amplitude osilasi kecil (lebih
stabil), tidak terjadi offset dan peka terhadap noise dan dengan cepat
mengembalikan variabel yang dikendalikan ke nilai awalnya (Coughanowr,
1991).
3.2.4 Kinerja Pengendali P, PI dan PID pada Kasus Servo
Berdasarkan hasil percobaan pada kasus servo untuk masing-masing mode,
maka variabel yang terbaik dalam sistem pengendalian tersebut dapat
dibandingkan, sehingga dapat diketahui sistem pengendali mana yang memiliki
stabilitas dan respon level yang terbaik. Perbandingan dari ketiga mode controller
yang digunakan disajikan pada Gambar 3.8.
0 100 200 300 400 500 600 700150
200
250
300
350
400
Mode P
Mode PI
Mode PID
set point awal
set point akhir
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.8 Kasus servo pada mode P, PI dan PID
Berdasarkan gambar 3.8 dapat dilihat dari ketiga mode yang digunakan
pada kasus servo, mode yang paling bagus untuk digunakan adalah mode PID.
Pada sistem pengendali yang menggunakan mode P, PI dan PID, secara berurutan,
set point tercapai pada detik ke 410, 350 dan 140. Jadi secara keseluruhan pada
sistem pengendali P, PI, PID dapat disimpulkan bahwa data percobaan sesuai
dengan teori, dimana sistem pengendali PID memiliki stabilitas yang lebih baik
dibandingkan sistem pengendali P dan PI yang dikarenakan fluktuasi yang
diperoleh lebih kecil serta waktu untuk mencapai kestabilan setpoint yang lebih
cepat.
3.3 Kasus Regulatory
Kasus regulatory dilakukan untuk mengetahui kelakuan dinamika
pengendalian level dengan memberikangangguan dari luar sistem. Gangguan yang
diberikan yaitu berupa perubahan laju alir keluaran tangki proses. Gangguan yang
diberikan adalah pulse. Gangguan melalui cara pulse dilakukan dengan merubah
bukan katup V3 secara tiba-tiba dari putaran 0o keputaran 90o selama 2 menit,
sedangkan V4 tetap terbuka 180o sampai akhir percobaan. Setpoint yang
digunakan tetap yaitu 200, dengan menggunakan tiga mode Controller yaitu
Proporsional controller (P), Proporsional Integral controller (PI) dan
Proporsional Integral Derivative controller (PID), dan pada masing-masing mode
controller diberikan dua variasi gain, reset dan rate yang berbeda. Pada percobaan
yang telah dilakukan, untuk Proportional controller menggunakan variasi gain
sebesar 25 dan 50. Proportional Integral controller menggunakan gain sebesar 25
dengan variasi reset sebesar 0,5 dan 2,5. Sedangkan Proporsional Integral
Derivative controller menggunakan gain sebesar 25, reset sebesar 2,5 dengan
variasi rate sebesar 1 dan 2.
3.3.1 Proporsional controller (P)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional controller yang
menggunakan gain 25 dan 50 disajikan pada Gambar 3.9.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 5000
50
100
150
200
250
Gain 25
Gain 50
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.9 Kasus regulatory pada mode Proporsional Controller
Gambar 3.9 menunjukkan hubungan antara waktu dan level pada berbagai
mode controller pada kasus regulatory dengan gangguan pulse pada V3 dari
bukaan 0o menjadi 90o selama dua menit dan kemudian ditutup kembali hingga
akhir percobaan. Berdasarkan Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa sesaat setelah
diberikan gangguan, terjadi penurunan pada level, hal ini dapat diamati dari nilai
PV yang berada dibawah set point, kemudian ketika V3 ditutup, level meningkat
kembali menuju setpoint dan berfluktuasi disekitaran setpoint. Waktu yang
dibutuhkan pada gain 25 dan 50 untuk mencapai kembali setpoint setelah
diberikan gangguan pulse secara berurutan yaitu 250 detik dan 260 detik. Pada
variasi gain 50, fluktuasi yang terjadi ketika diberikan pulse lebih kecil
dibandingkan pada variasi gain 25. Hal ini sesuai dengan teori, dimana gain 50
lebih stabil dari pada gain 25 (Coughanowr, 1991). Ini menyatakan bahwa
gangguan yang diberikan sangat mempengaruhi sistem pengendalian level pada
tangki.
3.3.2 Proporsional Integral controller (PI)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral controller
yang menggunakan gain 25 dengan variasi reset 0,5 dan 2,5 disajikan pada
Gambar 3.10.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500
50
100
150
200
250
Gain 25 Reset 0,5
Set point
Gain 25 Reset 2,5
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.10 Kasus regulatory pada mode Proporsional Integral Controller
Berdasarkan gambar 3.10 dapat dilihat bahwa sesaat setelah diberikan
gangguan, terjadi penurunan pada level, hal ini dapat diamati dari nilai PV yang
berada dibawah set point, kemudian ketika V3 ditutup, level meningkat kembali
menuju setpoint dan berfluktuasi disekitaran setpoint. Waktu yang dibutuhkan
pada reset 0,5 dan 2,5 untuk mencapai kembali setpoint setelah diberikan
gangguan pulse secara berurutan yaitu 240 detik dan 250 detik. Pada variasi reset
0,5, fluktuasi yang terjadi ketika diberikan pulse lebih kecil dibandingkan pada
variasi reset 2,5. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada
mode Proportional Integral controller, penambahan fungsi aksi integral pada
pengendali proportional adalah menghilangkan offset dengan tetap
mempertahankan respon. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai
reset (integral time) maka semakin kecil juga peluang terjadinya offset dan
membuat perilaku respon lebih berosilasi (Coughanowr, 1991). Artinya, untuk
kasus regulatory berupa pulse, reset 0,5 lebih baik dibandingkan reset 2,5.
3.3.3 Proporsional Integral Derivative controller (PID)
Hubungan level terhadap waktu pada mode Proporsional Integral
Derivative controller yang menggunakan gain 25, reset 2,5 dengan variasi rate 1
dan 2 disajikan pada Gambar 3.11.
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 16000
50
100
150
200
250
Gain 25 Reset 2,5 Rate 1
Gain 25 Reset 2,5 Rate 2
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.11 Kasus regulatory pada mode Proporsional Integral Derivative
Controller
Berdasarkan gambar 3.11 dapat dilihat bahwa sesaat setelah diberikan
gangguan, terjadi penurunan pada level, hal ini dapat diamati dari nilai PV yang
berada dibawah set point, kemudian ketika V3 ditutup, level meningkat kembali
menuju setpoint dan berfluktuasi jauh diatas setpoint. Waktu yang dibutuhkan
pada rate 1 dan 2 untuk mencapai kembali setpoint setelah diberikan gangguan
pulse secara berurutan yaitu 250 detik dan 240 detik. Namun setelah mencapai
setpoint, level terus meningkat, berfluktuasi, dan tidak mencapai setpoint kembali.
Pada variasi rate 1, fluktuasi yang terjadi ketika diberikan pulse lebih kecil
dibandingkan pada variasi rate 2.
3.2.4 Kinerja Pengendali P, PI dan PID pada Kasus Servo
Berdasarkan hasil percobaan pada kasus regulatory untuk masing-masing
mode, maka variabel yang terbaik dalam sistem pengendalian tersebut dapat
dibandingkan, sehingga dapat diketahui sistem pengendali mana yang memiliki
stabilitas dan respon level yang terbaik. Perbandingan dari ketiga mode controller
yang digunakan disajikan pada Gambar 3.12.
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 16000
50
100
150
200
250
300
350
400
Mode P
Mode PI
Mode PID
Set point
Waktu (detik)
Pre
sen
t V
alu
e
Gambar 3.12 Kasus regulatory pada mode P, PI dan PID
Berdasarkan gambar 3.12 dapat dilihat dari ketiga mode yang digunakan
pada kasus regulatory berupa gangguan pulse, mode yang paling bagus untuk
digunakan adalah mode Proporsional Integral controller (PI). Hal ini dikarenakan
mode PI lebih cepat mencapai setpoint dan fluktuasi nilai yang lebih kecil
sehingga menyebabkan respon lebih berosilasi. Dari keseluruhan sistem
pengendali P, PI, dan PID secara teori menyatakan bahwa sistem pengendali PID
memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan sistem pengendali P dan PI,
karena pada mode PID akan lebih cepat mencapai setpoint, fluktuasi yang
diperoleh lebih kecil serta mode PID akan lebih stabil dan memiliki respon level
yang baik daripada P dan PI. Hal ini dikarenakan adanya aksi derivative pada
sistem PID yang membuat respon lebih cepat untuk kembali ke setpoint setelah
mengalami gangguan. Tetapi dari percobaan didapatkan mode PI lebih bagus dari
P dan PID. Hal ini dikarenakan pada sistem pengendali PID, nilai reset dan rate
yang diberikan terlalu besar, sehingga level terus meningkat dan sulit mencapai
setpoint.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Percobaan sistem pengendalian proses dilakukan dalam tiga kasus yaitu
kasus start up, kasus servo dan kasus regulatory berupa gangguan pulse. Ketiga
kasus ini dicobakan pada tiga mode kontroler yaitu Proporsional (gain 25 dan
50), Proporsional Integral (gain 25, dengan varisi reset 0,5 dan 2,5) dan
Proporsional Integral Derivative (gain 25, reset 2,5, dengan variasi rate 1 dan 2).
Setelah melakukan percobaan dengan masing-masing mode maka didapat
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari suatu
sistem dengan cara mengatur variabel-variabel tertentu dalam suatu sistem
tersebut. Hakikat utama sistem pengendalian adalah menjaga atau
mengendalikan process variable agar selalu sama dengan set point.
2. Parameter-parameter pengendali dan berbagai gangguan (disturbance) yang
diberikan dapat digunakan untuk menganalisis sistem pengendalian proses
dengan kurva set point hubungan antara level dan waktu. Perubahan
parameter-paramete pengendali dan gangguan yang diberikan menyebabkan
ketidakstabilan proses.
3. Untuk kasus star up, mode controller yang paling baik untuk digunakan
adalah mode Proporsional Integral controller (PI) dengan gain 25 reset 0,5
dan waktu untuk mencapai setpoint selama 70 detik.
4. Untuk kasus servo, mode controller yang paling baik untuk digunakan
adalah mode Proporsional Integral Derivative controller (PID) dengan gain
25 reset 0,5 rate 2 dan waktu untuk mencapai setpoint selama 60 detik.
5. Untuk kasus regulatory berupa gangguan pulse, mode controller yang
paling baik untuk digunakan adalah mode Proporsional Integral controller
(PI) dengan gain 25 reset 0,5 dan waktu untuk mencapai setpoint selama
160 detik.
4.2 Saran
1. Pompa sebaiknya dinyalakan ketika tangki telah benar-benar kosong
ataupun setelah level yang terbaca sebesar nol.
2. Kondisi valve harus diperhatikan dengan teliti apakah telah pada posisi
tertutup atau terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Anerasari. 2011. Petunjuk Praktikum Pengendalian Proses. Palembang: Electrical Console. POLSRI.
Coughanowr, Donald. Process Systems Analysis and Control. McGraw-Hill International Editions.
R. Endang, dkk. 1996. Petunjuk Praktikum Instrumentasi dan Pengendalian Proses. Direktorat Jendral Pendidikan. Bandung: Direktorat Jendral
Pendidikan. Ritonga, M. Yusuf. 2009. Pengendalian Proses – I. Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.Stephanopoulus, George. Chemical Process Control Introduction to Theory and
Practice. Department of Chemical Enginnering Massachusetts Institute of Technology