PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL TIMSS UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS...

download PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL TIMSS UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

of 36

Transcript of PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL TIMSS UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS...

PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL TIMSSUNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

ANDI HARPENI DEWANTARA

Pasca Sarjana Pendidikan Matematika UNIVERSITAS SRIWIJAYA2013/2014

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSalah satu asesmen berskala internasional yang menilai kemampuan matematika dan sains siswa yaitu TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study). TIMSS dilaksanakan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) secara regular sekali dalam empat tahun sejak 1994/1995 untuk mengetahui pencapaian siswa grade 4 (setara dengan kelas 4 SD) dan grade 8 (setara dengan kelas VII SMP) dalam bidang matematika dan sains. Pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang matematika pada studi TIMSS masih jauh dari predikat memuaskan. Dalam bidang Matematika, Indonesia hanya berada di urutan ke-38 dari 42 negara negara dengan skor 386 dari rata-rata yang dipatok 500 poin (TIMSS, 2011). Pada TIMSS sebelumnya di tahun 2007, Indonesia berada di rangking 36 dari 49 negara. Sedangkan di tahun 2003, Indonesia menempati posisi ke-35 dari 46 negara peserta (P4TK, 2011).Dalam TIMSS 2011 assessment framework (Mullis, et al, 2009) disebutkan bahwa dimensi penilaian pada TIMSS meliputi dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif yang masing-masing terdiri dari beberapa domain. Untuk penilaian terhadap siswa SMP, dimensi konten matematika sejalan dengan kurikulum yaitu domain bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, data dan perubahan. Sedangkan dimensi kognitif meliputi tiga domain, yaitu pengetahuan (knowing), penerapan (applying) dan penalaran (reasoning) dengan persentase masing-masing berturut-turut adalah 35%, 40%, dan 25%.Soal yang disajikan dalam studi TIMSS pada domain penalaran merupakan soal-soal non-rutin dengan proporsi 25% yang menuntut kemampuan siswa untuk menganalisa, menggeneralisasi/menspesialisasi, dan memberi alasan dalam menyelesaikan soal-soal yang disajikan (Rosnawati, 2011). Untuk menyelesaikan soal-soal jenis ini, tentu saja dibutuhkan beberapa kecakapan matematis siswa, di antaranya adalah kecakapan penalaran (reasoning) dan komunikasi matematis (mathematical communication).Pembelajaran matematika di sekolah seyogyanya tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan siswa dalam hal bernalar dan berkomunikasi. Putri (2011) mengemukakan bahwa kemampuan penalaran (reasoning) matematis sangat penting dimiliki oleh siswa untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap kegunaan matematika itu sendiri. Jurnaidi (2012) juga menambahkan bahwa kemampuan penalaran matematis menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Olehnya itu, bernalar (reasoning) merupakan salah satu kemampuan matematis yang sangat penting dimiliki oleh siswa.Begitupun juga halnya dengan kemampuan komunikasi matematis. Baroody (1993; Asikin, 2013) mengemukakan bahwa sedikitnya ada dua alasan penting yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus perhatian, yaitu: (1) mathematics as language, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika juga sebagai alat komunikasi berbagai ide secara jelas dan tepat, (2) mathematics learning as social activity; matematika sebagai aktivitas sosial, sehingga dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa merupakan bagian penting untuk mengembangkan kemampuan matematika siswa. Carlotte (2003) juga menegaskan bahwa communication is essential element in teaching and learning of mathematics, kemampuan komunikasi matematika perlu dikembangkan dalam pengajaran maupun pembelajaran matematika di sekolah. Hal tersebut sejalan dengan poin dalam rekomendasi NCTM (2000) tentang standar kemampuan/ kecakapan yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Kecakapan tersebut meliputi:1. Kemampuan menggunakan konsep dan keterampilan matematis untuk memecahkan masalah (problem solving).2. Menyampaikan ide/gagasan (communication).3. Memberikan alasan induktif maupun deduktif untuk membuat, mempertahankan, dan mengevaluasi argumen (reasoning).4. Menggunakan pendekatan, keterampilan, alat, dan konsep untuk mendeskripsikan dan menganalisis data (representation).5. Membuat pengaitan antar ide matematik, membuat model, dan mengevaluasi struktur matematika (connection).Lima elemen ini dikenal dengan standar proses daya matematika atau NCTM menyebutnya sebagai mathematical power process standards. Dari lima standar kecakapan NCTM, terlihat bahwa kemampuan penalaran (reasoning) dan komunikasi matematis (mathematical communication) merupakan dua dari lima komponen proses standar dalam Principles and Standards for School Mathematics yang diharapkan mampu dimiliki oleh siswa sebagai hasil capaian pembelajaran matematika. Penalaran matematis (mathematical reasoning) diperlukan untuk membangun suatu argumen matematika dan menentukan validitas sebuah argumen matematika (Wijaya,--). Kemampuan komunikasi matematis siswa juga perlu dikembangkan dalam pembalajaran matematika, sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasikan kemampuan berpikir matematisnya (NCTM, 2000a) dan siswa dapat mengexplore ide-ide matematikanya (NCTM, 2000b). Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa keterampilan penalaran dan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika belum optimal diterapkan oleh siswa. Wahyudi (1999; Sumarmo, 2007) menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa selama ini masih belum menggembirakan khususnya dalam aspek penalaran. Fachrurazi (2011) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa aspek komunikasi matematika siswa masih tergolong rendah. Hal senada juga ditunjukkan dalam studi Rohaeti (2003) bahwa rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada dalam kualifikasi kurang. Salah satu faktor penyebabnya adalah siswa tidak terbiasa dengan soal-soal non-rutin yang mampu melatih kemampuan kecakapan matematika mereka, termasuk kemampuan penalaran (reasoning) dan komunikasi matematis (mathematical communication).Pada umumnya siswa dalam mempelajari matematika cenderung bersikap pasif, dimana mereka hanya siap menerima segala penjelasan tentang materi yang disampaikan oleh guru Kegiatan belajar mengajar membuat siswa cenderung hanya menghapal dan kurang mengerti konsep matematika yang sesungguhnya, sebab yang ditonjolkan hanyalah kegiatan prosedural, bukan kegiatan eksplorasi. Soedjadi (dalam Silva, 2012) menyatakan bahwa dalam kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada pelajaran eksak (misalnya matematika), pembelajaran disajikan dalam urutan: (1) mengajarkan teori/teorema/definisi, (2) memberikan contoh-contoh; dan (3) memberikan latihan soal-soal sejenis. Siswa lebih terbiasa mengerjakan soal-soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui maknanya (Silva, 2012). Akibatnya, ketika siswa diminta untuk menyelesaikan soal yang berbeda dengan soal latihan yang biasanya diberikan oleh guru, maka siswa akan kebingungan dan merasa kesulitan dalam menyelesaikannya. Jurnaidi (2012) dalam penelitiannya juga menegaskan bahwa siswa cenderung mampu menyelesaikan soal non-rutin apabila dibimbing oleh guru.Rahayu (2008) menambahkan bahwa yang selama ini banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed-ended problem). Dalam menyelesaikannya, prosedur yang digunakan sudah dapat dikatakan standar. Kebanyakan siswa akan menyelesaikan soal sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan oleh guru melalui contoh soal sejenis. Jarang sekali siswa diajak menganalisis, mematisasi, serta menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika, yakni matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, terurut dan prosedural. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memberi sejumlah keterampilan penalaran dan komunikasi matematis dalam mengerjakan soal-soal. Keterampilan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut akan tercapai jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang memerlukan aktivitas penalaran dan komunikasi.Menurut Tandilling (2012), salah satu cara untuk menumbuhkankembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan membiasakan siswa mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan kemampuan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Cai dan Patricia (2000; Asikin, 2013) berpendapat bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkan melalui pemberian tugas/masalah matematika dalam berbagai variasi, termasuk bentuk soal-soal non-rutin. Masalah yang dihadapi oleh guru adalah kurang tersedianya soal-soal yang didesain khusus yang menuntut siswa mengembangkan potensi matematis siswa termasuk kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, sehingga diasumsikan bahwa potensi siswa untuk bernalar dan mengkomunikasikan ide/gagasannya dalam setiap menjawab soal belum berkembang secara maksimal. Oleh karenanya, dibutuhkan suatu pengembangan soal-soal non-rutin yang dapat memberi kesempatan lebih banyak untuk siswa dalam mengembangkan kecakapan matematisnya. Salah satu bentuk soal non-rutin yang dapat dikembangkan adalah soal-soal matematika model TIMSS domain kognitif penalaran yang memungkinkan siswa dapat berlatih dalam meningkatkan kemampuan kecakapan matematisnya, termasuk kemampuan penalaran dan komunikasi. Oleh karenanya, guru perlu diberikan sosialisasi tentang apa dan bagaimana karakteristik dan framework tentang soal-soal TIMSS dengan cara mengembangkan dan mengadaptasikan soal-soal tipe TIMSS untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan dari uraian di atas, Peneliti akan mengembangkan soal matematika SMP Model TIMSS dan melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Soal Matematika Model TIMSS untuk Mengukur Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP.B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:1. Bagaimana mengembangkan soal-soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama yang valid dan praktis?2. Bagaimana efek potensial soal-soal yang dikembangkan untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama?C. Tujuan PendidikanDari permasalahan yang te, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:1. Menghasilkan soal-soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama yang valid dan praktis.2. Melihat efek potensial soal-soal yang dikembangkan untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.

D. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dan guru:1. Manfaat bagi gurua. Menambah perbendaharaan soal-soal model TIMSS pada domain kognitif penalaran.b. Diharapkan dapat diharapkan sebagai model untuk mengembangkan soal-soal untuk pokok bahasan lain.c. Sebagai apresiasi dalam perbaikan evaluasi pembelajaran.2. Manfaat bagi siswaa. Menambah pengalaman siswa mengenai soal-soal non-rutin yang lebih menuntut kemampuan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.b. Sebagai alat ukur untuk mengetahui kemampuan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.3. Manfaat bagi peneliti lainMenjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti di bidang yang sama.

BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. Kemampuan Komunikasi MatematisKemampuan komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini tercantum dalam prinsip-prinsip dan standar dari National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) yang memuat lima standar proses, yaitu: pemecahan masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi, dan representasi.Kemampuan komunikasi matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika (Depdiknas, 2004:24).Menurut Walle (2008) standar komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah mencoba menyampaikan ide tersebut kepada orang lain.Komunikasi matematis menurut Roberg dan Chair (dalam Mardhiyanti, 2011) yaitu menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.Kecakapan komunikasi matematis yang tertuang dalam NCTM (1989) mencakup kemampuan siswa dalam hal:1. Membaca dan menulis matematika dan menafsirkan makna dan ide dari tulisan itu.2. Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya.3. Merumuskan definisi matematika dan membuat generalasi yang ditemui melalui investigasi.4. Menuliskan sajian matematika dengan pengertian.5. Menggunakan kosakata/ bahasa, notasi struktur secara sistematis untuk menyajikan ide menggambarkan hubungan, dan pembuatan model.6. Memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dalam tulisan atau dalam bentuk visual.7. Mengamati dan membuat dugaan, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan dan menilai informasi.8. Menghasilkan dan menyajikan argumen yang meyakinkan.Kemampuan komunikasi matematis yang akan diukur pada penelitian ini dibatasi pada komunikasi matematis tertulis, yang didefinisikan sebagai kemampuan/ keterampilan siswa dalam menyatakan gagasan atau ide matematika serta menafsirkannya secara tertulis dalam memecahkan masalah.B. Aspek-Aspek Kemampuan Komunikasi MatematisBaroody (dalam Mardhiyanti, 2011) mengatakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yang representing (representasi), listening (mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi), dan writing (menulis).1. Representating (Representasi)Representasi adalah: (1) bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide, (2) translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata (NCTM, 1989:26). Misalnya, representasi bentuk perbandingan ke dalam beberapa model konkret dan representasi suatu diagram ke dalam bentuk simbol atau kata-kata. Representasi dapa membantu siswa menjelaskan konsep atau ide dan memudahkan siswa untuk mendapatkan strategi pemecahan masalah (Ansari, 2003; Mardhiyanti, 2011).2. Listening (Mendengar)Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu komunikasi. Seseorang tidak akan memahami suatu informasi dengan baik apabila tidak mendengar yang dinformasikan. Dalam kegiatan pembelajaran mendengan merupakan aspek penting. Ansari (dalam Mardhiyanti, 2011) mengatakan bahwa mendengar merupakan aspek penting dalam komunikasi. Siswa tidak akan mampu berkomentas dengan baik apabila tidak mampu mengambil inti sari dari suatu topik diskusi. Siswa sebaiknya mendengar dengan hati-hati manakali ada pertanyaan dan komentar teman-temannya. Baroody (dalam Mardhiyanti, 2011) mengatakan bahwa mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif. Pentingnya mendengan juga dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban pertanyaan.3. Reading (Membaca)Salah satu bentuk komunikasi matematis adalah kegiatan membaca matematika. Membaca matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika. Sebab, kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Istilah membaca diartikan sebagai serangkaian keterampilan untuk menyusun intisari informasi dari suatu teks. Kemampuan mengemukakan ide matematika dari suatu teks, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan bagian penting dari standar komunikasi matematis yang perlu dimiliki siswa. Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. Karena itu, untuk memeriksa apakah siswa telah memiliki kemampuan membaca teks matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali ide matematika dengan bahasanya sendiri.4. Discussing (Diskusi)Salah satu wahana berkomunikasi adalah diskusi. Dalam diskusi akan terjadi transfer informasi antar komunikasi, antar anggota kelompok diskusi tersebut. Diskusi merupakan lanjutan dari membaca dan mendengar. Siswa akan mampu menjadi peserta diskusi yang baik, dapat berperan aktif dalam diskusi, dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya apabila mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan mempuyait keberanian memadai. Diskusi dapat menguntungkan, melalui diskusi siswa dapat memberikan wawasan baru bagi pesertanya, juga diskusi dapat menanamkan dan meningkatkan cara berpikir kritis. Beberapa kelebihan dan diskusi kelas menurut Baroody (dalam Mardhiyanti, 2011) antara lain:a. Dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi.b. Membantu siswa mengkonstruk pemahaman matematika.c. Menginformasikan para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim.d. Membantu siswa menganalisis dan memcahkan masalah secara bijaksana. 5. Writing (Menulis)Salah satu kemampuan yang berkontribusi terhadap kemampuan komunikasi matematis adalah menulis. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau merefleksikan pikiran lewat tulisan (dituangkan di atas/alat tulis lainnya). Dengan menulis siswa secara aktif membangun hubungan antara yang ia pelajari dengan apa yang sudah ia ketahui.Menurut Walle (2008) ada beberapa keuntungan menulis, tanpa memandang tingkat kelas siswa, antara lain:a. Kegiatan menulis merupakan proses reflektif. Sambil anak-anak menulis untuk menjelaskan pemikirannya dan mempertahankan jawabannya mereka menggunakan waktunya untuk memikirkan ide-ide yang terlibat.b. Laporan tertulis merupakan latihan untuk diskusi. Sulit bagi anak-anak untuk menjelaskan bagaimana mereka menyelesaikan soal 15 menit setelah mereka selesai mengerjakannya. Anak-anak dapat merujuk kepada hasil tulisannya ketika diminta untuk menjelaskannya. Ketika setiap anak telah mnuliskan jawabannya, maka Anda tidak perlu meminta seseorang secara sukarela untuk menjelaskannya.c. Laporan tertulis juga dapat sebagai catatan untuk mengingatkan ketika pelajaran telah selesai. Laporan dapat dikumpulkan dan dapat dilihat lagi jika diperlukan. Informasi-informasi dari laporan dapat digunakan untuk merencanakan, untuk menemukan siapa yang perlu bantuan atau memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuannya, dan untuk evaluasi serta bahan konferensi guru.C. Indikator Kemampuan Komunikasi MatematisIndikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989:214) antara lain:1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.Menurut Sumarno (2006) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa:1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.5. Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.Melakukan komunikasi matematis atau komunikasi dalam matematika untuk siswa (Mardhiyanti, 2011) merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran matematika yang indikatornya sebagai berikut:1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika, secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Menghubungkan benda nyata, gambar, atau diagram ke dalam ide matematika.2. Menjelaskan ide, situasi, atau relasi matematika dengan benda nyata, gambar, atau diagram.3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi, atau simbol matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide.4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap solusi.D. Kemampuan Penalaran Matematis Kemampuan merupakan kata benda dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sehingga kemampuan dapat diartikan kesanggupan/ kecakapan. Sharter dan Pierce (Sumarno, 2003; Annisah, 2011) membagi penalaran secara garis besar terdapat 2 jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif yang disebut pula deduksi dan penalaran induktif yang disebut pula induksi. Menurut Keraf (Shodiq, 2006; Annisah, 2011), penalaran merupaka proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Penalaran memerlukan landasan logika, dan bukan merupakan suatu proses mengingat-ingat, menghafal ataupun mengkhayal tetapi merupakan rangkaian proses mencari keterangan lain sebelumnya.Brodie dkk (2009) menyatakan penalaran matematika adalah menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang dimiliki, dan sesungguhnya mengatur kembali pengetahuan yang didapatkan.Sumarno (2003) mengemukakan bahwa penalaran matematika adalah suatu kemampuan yang muncul dalam bentuk: menarik kesimpulan logis, menggunakan penjelasan dengan menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan; menganalisis situasi matematika, menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan mengkaji konjektur; memberikan contoh penyangkal; mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika.Daya nalar siswa dalam mata pelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Penalaran matematika yang diharapkan dari siswa menurut Nathaniel (2005; Annisah, 2011) adalah:1. Siswa membuat keputusan tentang bagaimana cara mendekati permasalahan.2. Siswa menggunakan strategi, keterampilan, dan konsep dalam menemukan solusi3. Siswa menentukan suatu solusi dengan lengkap dan saran umum dapat menyelesaikan permasalahan tertentu pada situasi yang lain.Selanjutnya NCTM (2000) menguraikan bahwa kemampuan penalaran matematis adalah jika siswa mampu:1. Mengenal pemahaman dan bukti sebagai aspek yang mendasar dalam matematika.2. Membuat dan menyelidiki dugaan-dugaan matematis.3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematis.Dari beberapa pendapat di atas, Peneliti mengambil indikator penalaran matematis pada penelitian ini, yaitu:1. Mengidentifikasi pernyataan dan menentukan cara matematis yang relevan dengan masalah.2. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model.3. Membuat pola hubungan antar pernyataan.4. Membuat pernyataan yang mendukung atau menyangkal argumen (conoth penyangkal).Dalam dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004), dijelaskan bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut dokumen di atas, indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram.2. Mengajukan dugan (conjectures).3. Melakukan manipulasi matematika.4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.6. Memeriksa kesahihan suatu argumen.7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk generalisasi proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

E. Sistem Penyekoran Tingkat Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis SiswaIndikator-indikator yang telah dijabarkan sebelumnya menjadi indikator dan dasar penilaian selanjutnya untuk mengukur tingkat kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa setelah menyelesaikan soal matematika model TIMSS yang diberikan. Sistem penyekoran tingkat kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa SMP pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel berikut.Tabel 1. Sistem Penyekoran Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematis TertulisAspek yang DinilaiRespon Siswa terhadap SoalSkor

Menghubungkan benda nyata, gambar, atau diagram ke dalam ide matematik. Tidak ada jawaban Memberi jawaban yang tidak relevan dengan benda nyata, gambar, atau diagram Memberi jawaban yang relevan dengan benda nyata, gambar, atau diagram tetapi masih terdapat kesalahan/ kurang lengkap Memberi jawaban yang benar dan relevan dengan benda nyata, gambar, atau diagram0

1

2

3

Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi, simbol matematika, dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide Tidak menggunakan istilah, notasi, atau simbol matematika Istilah-istilah, notasi-notasi, atau simbol matematika yang dituliskan salah Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi, atau simbol matematika tetapi masih terdapat kesalahan/ belum lengkap Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi, atau simbol matematika dengan tepat dan benar

0

1

2

3

Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika dengan benda nyata, gambar, atau diagram Tidak ada jawaban Memberikan jawaban tetapi gambar atau diagram yang diberikan masih salah Gambar atau diagram yang berikan relevan dengan soal tetapi kurang tepat atau masih terdapat kesalahan Gambar atau diagram yang diberikan benar tetapi kurang lengkap Gambar atau diagrama yang diberikan benar dan lengkap0

1

2

3

4

Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberi alasan atau bukti terhadap beberapa solusi Tidak ada jawaban Kesimpulan/ jawaban salam tetapi memberikan bukti atau alasan terhadap jawaban Kesimpulan/ jawaban benar tetapi tidak memberikan bukti atau alasan terhadap jawaban Kesimpulan/ jawaban benar, ada bagian penting dari bukti atau alasan yang belum selesai atau terdapat kesalahan/ belum lengkap Kesimpulan/ jawaban benar, bukti atau alasan benar, jelas, dan tanpa kesalahan0

1

2

3

4

Tabel 2. Sistem Penyekoran Tingkat Kemampuan Penalaran Matematis Aspek yang DinilaiRespon Siswa terhadap SoalSkor

1. Mengidentifikasi cara matematis yang relevan berdasarkan masalah

2. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model

3. Membuat pola hubungan antar pernyataan4. Membuat pernyataan yang mendukung atau menyangkal argumen Tidak ada jawaban Menjawab tetapi salah Menjawab benar, tetapi indikator terlihat tidak lengkap Menjawab benar, dan indikator terlihat lengkap, tetepi kesimpulan salah Menjawab benar, lengkap, dan kesimpulan benar01

2

3

4

F. Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)TIMSS merupakan evaluasi berskala internasional yang paling mutakhir yang diselenggarakan di 50 negara untuk mengukur kemajuan dalam pembelajaran matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). TIMSS adalah studi internasional tentang kecenderungan atau arah dan perkembangan matematika dan sains. Studi ini diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yaitu suatu badan kerjasama internasional independen sebuah asosiasi internasional untuk menilai prestasi dalam pendidikan. TIMSS berpusat di Lynch School of Education, Boston College, USA.Kemampuan yang diukur dalam TIMSS adalah kemampuan pengetahuan dan keterampilan dalam dua mata pelajaran yaitu matematika (mathematics) dan IPA (science). Tujuan utama TIMSS adalah meningkatkan pengajaran dan pembelajaran matematika dan IPA dengan cara menyediakan data tentang prestasi siswa dalam kaitannya dengan bentuk kurikulum, praktik pengajaran, dan lingkungan sekolah yang berbeda-beda. Selain itu, TIMSS juga bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika dan IPA.TIMSS merupakan kegiatan utama IEA, di mana IEA mendelegasikan tanggung jawab dalam kepemimpinan dan manajemen kegiatan kepada pusat kajian internasional TIMSS di Boston College. Pusat kajian ini dipimpin oleh Michael O.Marting dan Ina V.S.Mullis yang berada di Lynch School of Education. Dalam melaksanakan tugasnya, pusat kajian internasional TIMSS bekerja sama dengan sekretariat IEA di Belanda, Pusat Pengolahan Data IEA di Hamburg, Pusat Statistik di Ottawa Kanada, dan Layanan Evaluasi Pendidikan di Princenton, New Jersey.TIMSS diselenggarakan setiap empat tahun sekali. Pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Salah satu kegiatan TIMSS adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) dan kelas 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hasil studi TIMSS dapat dijadikan bahan evaluasi untuk mengambil kebijakan guna meningkatkan mutu pendidikan oleh para ahli dan pengambil kebijakan di masing-masing negara peserta, sebab hasil dari studi TIMSS sangat valid dan dapat menggambarkan kualitas atau mutu pendidikan di negara tersebut.G. Kerangka Kerja TIMSS MatematikaDalam TIMSS kerangka penilaian kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan istilah dimensi dan domain. Dimensi dalam TIMSS terbagi dua, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif dengan memperhatikan kurikulum yang berlaku di negara bersangkutan. Dalam Assesment Framework TIMSS 2011 (Mullis, et al, 2009) disebutkan bahwa dimensi konten terdiri atas empat domain, yaitu bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Sementara pada TIMSS sebelumnya dimensi konten terdiri atas lima domain konten karena domain data dan peluang terpisah. Tiap domain konten selanjutya dirinci dalam beberapa topik, misalnya domain konten bilangan meliputi topik bilangan cacah, pecahan, dan desimal, bilangan bulat, perbandingan, proporsi, dan persentase. Tabel berikut ini menunjukkan proporsi kemampuan yang diuji dalam dimensi konten TIMSS.Tabel 3. Persentase Kemampuan yang Diuji pada Dimensi Kognitif Matematika SMP dalam Studi TIMSS Domain KontenPersentaseTopik

Bilangan30 %Bilangan cacah

Pecahan dan desimal

Bilangan bulat

Rasio, proporsi, dan persen

Aljabar30 %Pola dan hubungan

Ekspresi aljabar

Persamaan dan fungsi

Geometri20 %Bentuk-bentuk geometri

Pengukuran

Letak dan perpindahan

Data dan Peluang20 %Organisasi dan representasi data

Menafsirkan data

Peluang

Sumber: TIMSS 2011 FrameworkSedangkan dimensi kognitif terdiri atas tiga domain yaitu mengetahui fakta dan prosedur (pengetahuan/ knowing), menggunakan konsep dan memecahkan masalah rutin (penerapan/ applying) dan memecahkan masalah nonrutin (penalaran/ reasoning). Dimensi kognitif dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari siswa ketika mereka berhadapan dengan domain matematika yang tercakup dalam dimensi konten. Ketiga domain dalam dimensi kognitif merupakan perilaku yang diharapkan dari siswa ketika mereka berhadapan dengan domain matematika yang tercakup dalam dimensi konten.Tabel berikut menunjukkan proporsi kemampuan yang diuji pada dimensi kognitif dalam studi TIMSS.Tabel 4. Persentase Kemampuan yang Diuji pada Dimensi Kognitif Matematika SMP dalam Studi TIMSSDomain KognitifPersentaseKemampuan

Knowing35 %Mengingat, mengenali, menghitung, mengukur mengklasifikasi, mengurutkan

Applying40 %Memilih, merepresentasi, memodelkan, menerapkan, memecahkan masalah rutin

Reasoning25 %Menganalisa, menggeneralisasi/ mespesialisasi, mengentegrasi/ mensintesis, memberi alasan, memecahkan soal non-rutin

Sumber: TIMSS 2011 FrameworkSoal-soal dalam TIMSS didesain sedemikian rupa sehingga kedua dimensi penilaian, yaitu dimensi konten dan kognitif dapat teramati. Bentuk soal-soal dalam TIMSS adalah pilihan ganda dengan 4 atau pilihan jawaban, isian singkat, dan uraian. Isian singkat dan uraian sering disebut constructed response. Untuk soal pilihan ganda akan diberi skor 1 jika benar dan skor 0 jika salah. Sedangkan untuk soal bentuk uraian akan diberi skor 2 untuk jawaban yang lengkap dan benar, skor 1 untuk jawaban yang benar namun kurang lengkap dan skor 0 untuk jawaban yang salah atau tidak menjawab.Soal-soal matematika dalam studi TIMSS mengukur tingkatan kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta, prosedur atau konsep, lalu menerapkan fakta, prosedur atau konsep tersebut hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi.U ntuk memberikan uraian bermakna mengenai arti kemampuan pada skala dalam kaitannya dengan pengetahuan dan kecakapan matematika para siswa, TIMSS menampilkan empat tingkat pada skala sebagai standar internasional. Empat tingkatan untuk merepresentasika rentang kemampuan peserta didik berdasarkan benchmark internasional adalah sebagai berikut (Hayat dan Yusuf, 2010):1. Standar Internasional Mahir 625Para siswa dapat mengorganisasikan informasi, membuat generalisasi, memecahkan masalah tidak rutin, dan menarik serta membuat kesimpulan dari data. Mereka dapat menghitung perubahan persen dan menerapkan pengetahuan tentang konsep-konsep dan hubungan aljabar untuk memecahkan masalah. Para siswa dapat memecahkan persamaan-persamaan linier simultan dan membuat model situasi-situasi masalah yang rumit. Mereka dapat menafsirkan data dari berbagai tabel dan grafik, termasuk interpolasi dan ekstrapolasi.2. Standar Internasional Tinggi 550Para siswa dapat menerapkan pengetahuan dan pemahaman mereka dalam situasi-situasi yang cukup rumit. Mereka dapat mengurutkan, menghubungkan, dan berhitung dengan pecahan dan desimal untuk memecahkan soal dalam bentuk cerita, melakukan operasi dengan bilangan bulat negatif, dan memecahkan soal dalam bentuk cerita yang memerlukan beberapa langkah penyelesaian (multi-step) yang melibatkan proporsi dengan bilangan-bilangan bulat. Para siswa dapat memecahkan masalah aljabar yang meliputi evaluasi persamaan, pemecahan persamaan linier simultan, dan menggunakan sebuah rumus untuk menentukan nilai sebuah variabel. Para siswa dapat mencari luas dan volume dari bidang-bidang geometris sederhana dan menggunakan pengetahuan tentang sifat-sifat geometris untuk memecahkan masalah. Mereka dapat memecahkan masalah probabilitas dan menafsirkan data berbagai grafik dan tabel.3. Standar Internasional Menengah 475Para siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika dasar dalam situasi-situasi langsung. Mereka dapat menambahkan, mengurangi, atau mengalikan untuk memecahkan soal dalam bentuk cerita yang memerlukan satu langkah penyelesaian (one-step) yang melibatkan bilangan bulat dan desimal. Mereka dapat mengidentifikasi representasi dari pecahan yang mempunyai pembilang sama dan ukuran-ukuran relatif pecahan. Mereka memahami hubungan-hubungan aljabar sederhana dan memecahkan persamaan-persamaan linier dengan satu variabel. Mereka menunjukkan pemahaman tentang sifat-sifat segitiga dan konsep dasar geometri yang meliputi simetri dan rotasi. Mereka mengenali konsep dasar probabilitas. Mereka dapat membaca dan menafsirkan grafik, tabel, peta, dan skala.4. Standar Internasional Rendah 400Para siswa memiliki pengetahuan matematika dasar.H. Pengembangan SoalPerangkat soal yang dikembangkan memiliki tiga karakteristik yaitu valid dalam segi konten, konstruk, dan bahasa. Soal ini kemudian divalidasi oleh pakar an teman sejawat. Cara ini dikenal dengan teknik triangulasi yaitu suatu teknik validasi data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu (teman sejawat dan pakar) untuk keperluan pengecekan dan sebagai dasar merevisi instrumen penilaian.Menurut Akker (1999), suatu perangkat pembelajaran dalam hal ini soal-soal yang dikembangkan dikatakan baik jika memenuhi tiga kriteria, yaitu valid, praktis, dan efektif. Aspek valid dikaitkan dengan dua hal, yaitu:1. Apakah perangkat soal yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat.2. Apakah terdapat konsistensi internal.Aspek praktis hanya dapat dipenuhi jika:1. Para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan.2. Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.Aspek efektif (mempunyai efek potensial), Akker memberikan parameter:1. Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa perangkat soal, dalam hal ini soal-soal tersebut mempunyai efek potensial terhadap hasil belajar.2. Secara operasional soal-soal tersebut memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.Dalam penelitian ini, validasi dilakukan oleh pakar dan teman sejawat yang mencakup validasi konten, konstruk, dan bahasa. Kepraktisan berarti dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan yang direncanakan dan mudah digunakan oleh siswa. Sedangkan efek potensial dilihat dari hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa.I. Uji validitas dan Uji Reliabilitas Soal1. Uji Validitas Butir SoalMenurut Erman (2003; Annisah, 2011), suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluai disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi tersebut.Sedangkan menurut Djaali dan Muljono (2008), validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.Berdasarkan beberapa pendapat di atas, berarti suatu soal dapat dikatakan valid apabila soal tersebut dapat mengukur apa yang menjadi tujuan dilakukannya pengukuran tersebut.Menurut Erman (2003; Annisah, 2011), validitas dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis berdasarkan pelaksanaannya, yaitu validitas logik (teoritik) dan validitas empirik.a. Validitas LogikValiditas logik atau validitas teoritik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik atau logika. Hal ini dimaksudkan bahwa untuk mempertimbangkan suatu alat evaluasi berdasarkan validitas teoritik dikaji atau dipertimbangkan oleh evaluator. Agar hasil pertimbangan tersebut memadai sebaiknya dilkukan oleh para ahli atau orang yang dianggap ahli untuk itu, minimal orang yang berpengalaman dalam bidangnya. Validitas logik terdiri dari validitas isi, konstruk, dan validitas muka.1) Validitas IsiValiditas isi adalah validitas yang ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan. Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, harus dilakukan melalui penelaahan ksi-kisi tes utnuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili keseluruhan materi yang harus dikuasai secara proporsional.2) Validitas KonstrukMenurut Djaali dan Muljono (2008), validitas konstruk adalah validitas yang mempersalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.3) Validitas Muka Menurut Erman (2003; Annisah, 2011), validitas muka suatu alat evaluasi disebut pada validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertian atau tidak menimbulkan tafsiran lain.b. Validitas EmpirisValiditas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriterian, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menajdi kriteria (Djaali dan Muljono, 2008).2. Uji Reliabilitas Butis SoalMenurut Arikunto (2010), reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat. Sedangkan menurut Djaali dan Muljono (2008), reliabilitas berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIANA. Subjek PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 PalembangB. Metode PenelitianMetode dalam penelitian ini adalah metode riset pengembangan atau development research tipe formative evaluation (Tessmer, 1993). Penelitian ini mengembangkan soal-soal matematika SMP model TIMSS dalam pembelajaran matematika yang valid dan praktis.Penelitian ini terdiri dua tahap, yaitu preliminary dan tahap formative evaluation yang meliputi self evaluation, expert reviews dan one-to-one (low resistance to revision) dan small group serta field test (high resistance in revision) (Tessmer: 1993). Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan yang disajikan dalam bentuk diagram alur formative evaluation.low resistance to revision high resistance in revision

Self evaluation Expert reviewssOne-to-oneField test Small groupReviewReviseRevise

Gambar 1. Alur desain Formative Evaluation (Tessmer, 1993)C. Prosedur Penelitian1. Tahap Preliminarya. PersiapanPada tahap ini dilakukan analisis terhadap kurikulum dan buku paket/ pegangan siswa di kelas VIII SMP 1 Palembang, kemudian menentukan tempat dan subjek penelitian dengan cara menghubungi Kepala Sekolah dan guru mata pelajaran Matematika di sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian dan prosedur kerjasama dengan guru kelas yang akan dijadikan tempat penelitian.b. AnalisisPada tahap ini Peneliti mengadakan analisis terhadap siswa, kurikulum dan soal-soal model TIMSS untuk mengetahui kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP.c. Pendesainan Pada tahap ini dilakukan pendesaian kisi-kisi dan soal-soal model TIMSS untuk mengukur penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Desain instrumen penilaian meliputi kegiatan membuta kisi-kisi, penulisan indikator, penulisan instrumen dengan didasarkan pada kriteria soal-soal matematika model TIMSS. 2. PrototypingPada tahap ini Peneliti mengadakan evaluasi terhadap soal-soal yang telah dikembangkan. Berikut tahapan evaluasi soal:a. Self EvaluationPada tahap ini Peneliti mengadakan penilaian sendiri terhadap soal-soal model TIMSS yang telah dikembangkan sebelumnya. Sebelum dievaluasi selanjutnya soal-soal yang telah dikembangkan disebut prototype 1 kemudian akan divalidasi oleh para ahli dan dan teman sejawat dan akan diujicobakn pada one-to-one.b. Expert reviewss (Uji Pakar) dan One-to-onePada tahap ini prototype 1 yang telah dikembangkan pada tahap sebelumnya diberikan pada pakar (expert reviews) dan siswa (one-to-one) secara bersamaan (paralel). Kemudian hasil dari expert reviewss dan one-to-one dijadikan bahan untuk merevisi prototype 1. Prototype 1 yang telah direvisi dinamakan prototype 2.1) Expert reviewssPada tahap ini Peneliti berkonsultasi kepada para ahli/ pakar (expert reviewss) dan pembimbing tentang prototype 1 untuk kemudian dilihat, dinilai, dan dievaluasi. Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas konten, uji validitas konstruk, dan uji validitas bahasa. Jadwal pertemuan dengan pakar dikonsultasikan dengan pakar tersebut. Saran-saran dari pakar/validator digunakan untuk merivisi desain soal yang telah dikembangkan Peneliti. Tanggapan dan saran dari validator tentang desain yang telah dibuat ditulis pada lembar validasi sebagai bukti validasi yang harus dilampirkan. Hasil dari validasi tersebut juga dijadikan dasar dan bahan untuk merevisi prototype 1.2) One-to-onePada tahap ini, Peneliti melakukan uji coba prototye 1 pada tiga orang siswa. Temuan atau hasil yang diperoleh pada tahap ini dijadikan bahwa untuk merevisi prototype 1 yang telah dikembangkan oleh Peneliti. Setelah diperbaiki, selanjutnya dikonsultasikan kembali dengan pembimbing atau pakar.c. RevisiSaran-saran dari expert reviewss dan hasil dari one-to-one dijadikan dasar untuk merevisi prototype 1. Selanjutnya hasil dari revisi pada tahap ini disebut prototype 2.d. Small group (Kelompok Kecil)Pada tahap ini prototype 2 diujicobakan pada siswa kelompok kecil (small group) sebanyak 6 orang siswa. Prototype 2 yang diujicobakan adalah prototype yang telah direvisi sebelumnya. Kemudian hasil uji coba ini dianalisis dan dibahas, sehingga menghasilkan masukan-masukan dan saran untuk kemudian direvisi lebih lanjut. Selain diujikan pada small group, prototype 2 juga diuji validitas butir soal dan reliabilitas secara kualitatif kepada siswa non subjek penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah prototype 2 sudah valid secara kualitatif atau belum dan untuk mengetahui tingkat reliabilitas soal.e. RevisiSaran-saran serta hasil kerjaan siswa pada small group dijadikan dasar untuk merevisi prototype 2. Hasil revisi pada tahap ini disebut prototype 3 yang merupakan soal matematika model TIMSS untuk mengetahui kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP yang sudah dianggap valid dan praktis.f. Field test (Uji Lapangan)Pada tahap ini hasil uji coba dilakukan pada small group yang sudah direvisi merupakan prototype yang sudah valid dan praktis sehingga prototype sudah dapat digunakan oleh guru SMP. Selanjutnya prototype yang sudah valid dan praktis diujicobakan pada subjek penelitian. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui efek potensial dari prototype 3. Hasil field test selanjutnya dianalisis untuk mengetahui apakan prototype 3 sudah memenuhi kriteria kualitas. Akker (1999:126) mengemukakan bahwa tiga kriteria kualitas adalah: validitas (dari pakar, teman sejawat, dan guru matematika), kepraktisan (penggunaannya mudah dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran), dan efektivitas (memiliki efek potensial).D. Teknik Pengumpulan DataBerdasarkan metode dan prosedur penelitian di atas, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini pada masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:1. Self evaluation DokumenDokumen yang digunakan dalam hal ini adalah kurikulum yang sesuai/ yang sedang diterapkan (Kurikulum 2013) serta soal-soal TIMSS. Kemudian Peneliti mendesain perangkat soal yang meliputi kisi-kisi dan soal matematika model TIMSS yang didasarkan pada isi, konstruk, dan bahasa. Maka pada tahap ini diperoleh protoype 1 yang berupa perangkat soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. 2. Protoypinga. Expert reviews Walk throughPada tahap ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah walk through. Menurut Ilma (2011; Putra, 2012, walk through adalah suatu cara untuk mengevaluasi atau memvalidasi prototype atau rancangan yang dilakukan oleh ahli pada bidangnya secara langsung sehingga terbentuk interaksi yang memandu pada perbaikan rancangan. Walk through dilakukan dengan pakar/pembimbing untuk memvalidasi soal. Pakar/ pembimbing akan memberikan saran atau masukan tentang kejelasan soal, kesesuaian konteks yang digunakan. Prosedur yang digunakan antara lain:1) Mula-mula Peneliti memberikan hasil dari pembuatan prototype soal-soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa kepada pakar/pembimbing (prototype 1).2) Pakar/ pembimbing mengevaluasi semua soal tersebut, kemudian memberikan saran-saran perbaikan dengan bantuan instrumen.3) Peneliti melakukan perbaikan terhadap soal-soal tersebut dengan mempertimbangkan semua komentar dan saran dari pakar/ pembimbing.Selanjutnya saran dan komentas dari para ahli disajikan ke dalam bentuk tabel. Berikut tabel saran dan komentar ahli yang digunakan:Tabel 5. Saran dan Keputusan Revisi dari Pakar untuk Soal-Soal model TIMSS untuk Mengetahui Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis SiswaKomentarKeputusan Revisi

b. One-to-one DokumenDokumen yang digunakan pada one-to-one evaluation berupa lembar komentar/saran siswa dan lembar jawaban siswa untuk soal prototype 1. Analisis dilakukan terhadap lembar komentar/ saran siswa dan lembar jawaban siswa SMP yang terdiri dari tiga orang siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.Peneliti juga melakukan analisis butir soal pada siswa kelas VIII SMP non subjek penelitian yang berjumlah 32 siswa untuk mendapatkan data reliabilitas soal dan validitas butir soal secara kuantitatif.

c. Small group DokumenDokumen yang digunakan adalah dokumen berupa lembar komentar/ saran siswa dan lembar jawaban siswa untuk soal prototype 2. Analisis dilakukan terhadap lembar komentar/ saran siwadan lembar jawaban siswa kelas VIII SMP yang bukan merupakan subjek penelitian yang terdiri dari 6 orang siswa dengan kemampuan matematika yang beragam, yakni 2 orang berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang, dan 2 orang berkemampuan rendah. Analisis dokumen pada small group ini dilakukan untuk melihat kepraktisan soal matematika model TIMSS yang berupa keterjelasan dan keterbacaan soal.3. Field testa. TesTes soal matematika model TIMSS prototype 3 digunakan untuk memperoleh data tentang efek potensial soal matematika model TIMSS terhdadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Tes terdiri dari 12 soal berbentuk uraian yang mengacu pada ciri TIMSS dan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.b. Wawancara (interview) Wawancara (interview) ini dilaksanakan pada beberapa siswa di kelas field test yang mewakili kelas field test. Wawancara digunakan untuk mengetahui mengapa soal matematika model TIMSS memiliki efek potensial untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Kesulitan apa yang dialami siswa ketika menjawab soal matematika model TIMSS dan mengkomunikasikan jawabannya secara tertulis.E. Teknik Analisis Data1. Self Evaluation Analisis DokumenPada tahap ini Peneliti menganalisis sendiri perangkat soal prototype pertama yang sudah dihasilkan untuk mengetahui apakah perangkat soal yang dikembangkan sudah sesuai dengan level siswa, kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama, ciri TIMSS, dan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.2. Prototypinga. Expert reviewss Analisis Walk throughPeneliti melakukan analisis deskriptif dengan cara merevisi berdasarkan walk through atau catatan validator. Hasil dari analisis digunakan untuk merevisi soal-soal yang dibuat oleh Peneliti sehingga diperoleh soal yang valid secara kualitatif.b. One-to-one Analisis DokumenAnalisis dokumen ini merupakan analisis deskriptif dengan cara merevisi berdasarkan komentar/ saran siswa, jawaban siswa serta pengamatan dan temuan selama siswa mengerjakan soal-soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Hasil dari analisis ini digunakan untuk merevisi soal-soal yang dibuat oleh Peneliti sehingga diperoleh soal yang valid secara kualitatif. Peneliti juga melakukan analisis butir soal berupa validitas butir soal dan reliabilitas soal. Analisis butir soal ini dilakukan pada siswa kelas VIII berjumlah 32 siswa. Perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas soal menggunakan perangkat lunak SPSS. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, dan untuk reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.c. Small group Analisis DokumenAnalisis dokumen ini juga digunakan untuk menganalisis data kepraktisan data kepraktisan soal matematika model TIMSS pada prototype kedua yang didapat berdasarkan komentar siswa, jawaban siswa serta pengamatan dan temuan selama siswa mengerjakan soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Hasil analisis juga digunakan untuk merevisis soal-soal yang dibuat oleh Peneliti.

3. Field testa. Analisis Hasil TesData hasil tes untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematika. Skor yang diperoleh siswa kemudian dihitung untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Skor kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dari masing-masing siswa adalah jumlah skor yang diperoleh pada saat menyelesaikan soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Skor yang diperoleh siswa dikonversikan menjadi nilai dengan interval 0-100, sehingga nilai minimum adalah 0 dan nilai maksimum adalah 100.

Data hasil tes kemudian dianalisis untuk menentukan rata-rata skor akhir dan kemudian dikonversi ke dalam data kualitatif untuk menentukan kategori tingkat kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Kategori tingkat kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa tersebut ditentukan seperti pada tabel berikut:Tabel 6. Kategori Tingkat Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Mateamtis Siswa SMPNilai SiswaTingkat Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa

63 - 8342 6221 - 410 - 20Sangat BaikBaikCukupKurang

Sumber: Modifikasi Arikunto (1999; Mardhiyanti, 2011)b. Analisis Data WawancaraData hasil wawancara dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui mengapa soal matematika model TIMSS memiliki efek potensial terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Selain itu wawancara juga dilaksanakan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menjawab soal matematika model TIMSS dan mengkomunikasikan jawabannya secara tertulis.F. Kriteria KeberhasilanPenelitian ini baru bisa dikatakan berhasil bila sudah dapat menghasilkan produk soal-soal matematika model TIMSS yang dapat mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP yang valid dan praktis serta dapat digunakan dan diterapkan sehingga mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.Kevalidan dari soal-soal matematika model TIMSS yang dapat mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis didapat berdasarkan hasil validasi dari pakar (expert reviews) dan one-to-one yang menyatakan bahwa soal yang dikembangkan sudah valid baik dari segi konten, konstruk, dan bahasa. Selain itu, kevalidan juga didapat dilihat dari hasil validasi butir soal.Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2001:144).

Keterangan: koefisien korelasi antara variabel dan variabel jumlah peserta tes jumlah skor item no- jumlah skor total jumlah hasil perkalian antara dan Pada penelitian ini Penulis menggunakan uji validitas dengan rumus Korelasi Product Momen (Arikunto, 2002:46) dan mengkategorikannya berdasarkan rumus Guilford J.P (Suherman, 2003; Putra, 2012) dan juga menggunakan keberartian dari koefisien validasi digunakan uji-t seperti yang dikemukakan Sudjana (2002:380).Kepraktisan soal-soal dilihat dari hasil pengamatan pada uji coba small group, yang diberikan kepada kelompok kecil siswa yang terdiri dari 6 orang siswa. Kepraktisan berarti mudah dipakai oleh pengguna dan dapat diberikan serta digunakan oleh semua siswa. Dalam penelitian ini, soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dinyatakan praktis, jika dikategorikan dengan baik sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (Putra, 2012), yaitu:1. Sesuai dengan alur pikiran siswa.2. Konteks yang digunakan dikenal siswa.3. Mudah dibaca dan tidak menimbulkan penafsiran yang beragam.Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalah sesuatu. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002:154).Efek potensial soal matematika model TIMSS untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa akan dilihat dari hasil tes soal-soal matematika model TIMSS yang diberikan pada field test dan berdasarkan hasil wawancara dengan siswa di kelas field test.

DAFTAR PUSTAKAAnnisah. 2011. Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten Quantity untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis pada PPs Universitas Sriwijaya, Palembang. Tidak diterbitkan.Arikunto, S. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi AksaraAsikin, Mohammad & Junaedi, Iwan. 2013. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP dalam Setting Pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education). UJMER (UNNES Journal of Mathematics Education Research). Vol. 2 No.1, p.203-213.Charlotte. 2003. The Treatment of Mthematical Communication in Mainstream Algebra Texts. The Mathematics Education into the 21st Century Project Proceedings of the International Conference the Decidable and the Undecidable in Mathematics Education Brno, Czech Republic, Septermber 2003. p.238-241.Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: DepdiknasDjaali & Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: GrasindoFachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritits dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.Hayat, B & Yusuf, S. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi AksaraIlma IP, Ratu. 2011. Assesment in Mathematics Education. Palembang: Unit Perpustakaan PPS UNSRIMardhiyanti, Devi. 2011. Pengembangan Soal Matematika Model PISA untuk Mengukur Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SD. Tesis pada PPs Universitas Sriwijaya, Palembang. Tidak diterbitkan.Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Ruddock, G.J., OSullivan, C.Y., Preuschoff, C. 2009. TIMSS Mathematics Framework. Chesnut Hills: Boston CollegeNCTM , 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author. http://educare e-fkipunla.net______. 2000a. Principles and Standard for School Mathematics. Reston: NCTM______. 2000b. Learning and Standards for School Mathematics. Reston: NCTMP4TK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika). 2011. Instrumen Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS.Jakarta: P4TK Kemendikbud.Permana, Yanto & Sumarmo, Utari. 2007. Koneksi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Educationist. Vol. 1 No.2, p.116-123.Putra, Sanjaya. 2012. Pengembangan Soal Matematika Model TIMSS Konten Geometric Shapes and Measures untuk Mengetahui Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SD. Tesis pada PPs Universitas Sriwijaya, Palembang. Tidak diterbitkan.Purniati, T. 2003. Pembelajaran Geometri Berdasarkan Tahap-Tahap Awal Van Hiele dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SLTP. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.Rohaeti, E.E. 2003. Pembelajaran dengan Metode Improve untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SLTP. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.Rosnawati, R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Vol. 2 No.1, p.203-213.Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: TarsitoSilva, Evy Yosita. 2012. Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten Uncertainty untuk Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada PPs Universitas Sriwijaya, Palembang. Tidak diterbitkan.Tandilling, Edy. 2012. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi Matematik, Pemahaman Matematik, dan Self-Regulated Learning Siswa dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas. Journal Penelitian Pendidikan. Vol. 13 No.1, p.24-31.Tessmer, Martin. 1993. Planning and Conducting Formative Evaluation. Kogan PageWalle, John. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: terjemahan Penerbit ErlanggaWardani, Sri & Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP.

35