PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih...

14
PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK “UPPO” SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DAN WUJUD SINERGI DENGAN PERTANIAN DESA GEDANGAN SUKAGUMIWANG INDRAMAYU JAWA BARAT Moh Khoerul Anwar, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengembangan produksi unit pengelolaan pupuk organik sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat desa Gedangan Sukagumiwang Indramayu Jawa Barat. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan survei ke lapangan bahwa perlu dikembangkan tentang produksi unit pengelolaan pupuk organik (UPPO). Pemahaman petani dan peternak perlu ditingkatkan karena ditemukan bahwa kurangnya sumber daya manusia dalam pengelolaan UPPO, minimnya fasilitas dan dukungan pemerintah dalam proses pengembangannya. Oleh karenya penulis menggagas agar ada upaya untuk mengembangkan produksi UPPO sebaga upaya peningkatan ekonomi masyarakat dan sebagai upaya sinergi dengan pertanian yang masih sangat luas di wilayah indramayu. Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam program UPPO pada tahun 2010 merupakan langkah awal dalam mewujudkan pengembangan desa akan tetapi perlu sebuah kajian yang perlu dilakukan setelahnya serta upaya pengembangannya. Berdasarkan dari hasil wawanara dan pengamatan ditemukan bahwa belum adanya pemahaman bersama tentang UPPO dan pengembangannya serta pentingnya pupuk organik bagi kesuburan tanah. Kesinergian antara peternak, petani, akademisi, dan pemerintah memiliki peranan penting dalam mengembangkan sebuah masyarakat desa. Hal ini takan terwujud jika hanya bekerja sendiri-sendiri. Oleh karenanya perlu kerjasama yang baik antar pihak tersebut. Kata Kunci: produksi, UPPO, masyarakat

Transcript of PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih...

Page 1: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK

“UPPO” SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DAN

WUJUD SINERGI DENGAN PERTANIAN DESA GEDANGAN

SUKAGUMIWANG INDRAMAYU JAWA BARAT

Moh Khoerul Anwar, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak

Tujuan penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengembangan produksi unit

pengelolaan pupuk organik sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat desa

Gedangan Sukagumiwang Indramayu Jawa Barat. Berdasarkan hasil pengamatan,

wawancara dan survei ke lapangan bahwa perlu dikembangkan tentang produksi unit

pengelolaan pupuk organik (UPPO). Pemahaman petani dan peternak perlu ditingkatkan

karena ditemukan bahwa kurangnya sumber daya manusia dalam pengelolaan UPPO,

minimnya fasilitas dan dukungan pemerintah dalam proses pengembangannya. Oleh

karenya penulis menggagas agar ada upaya untuk mengembangkan produksi UPPO

sebaga upaya peningkatan ekonomi masyarakat dan sebagai upaya sinergi dengan

pertanian yang masih sangat luas di wilayah indramayu.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam program UPPO pada tahun 2010

merupakan langkah awal dalam mewujudkan pengembangan desa akan tetapi perlu

sebuah kajian yang perlu dilakukan setelahnya serta upaya pengembangannya.

Berdasarkan dari hasil wawanara dan pengamatan ditemukan bahwa belum adanya

pemahaman bersama tentang UPPO dan pengembangannya serta pentingnya pupuk

organik bagi kesuburan tanah.

Kesinergian antara peternak, petani, akademisi, dan pemerintah memiliki

peranan penting dalam mengembangkan sebuah masyarakat desa. Hal ini takan

terwujud jika hanya bekerja sendiri-sendiri. Oleh karenanya perlu kerjasama yang baik

antar pihak tersebut.

Kata Kunci: produksi, UPPO, masyarakat

Page 2: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

2

A. JUDUL

Pengembangan Produksi Unit Pengelolaan Pupuk Organik sebagai Upaya

Peningkatan Ekonomi Masyarakat dan Wujud Sinergi Pertanian Desa Gedangan

Sukagumiwang Indramayu.

B. LATAR BELAKANG

Pertanian organik merupakan salah satu akternatif baru dalam

mengembangkan produktivitas hasil padi yang ranah lingkungan dan berkelanjutan.

Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk menghasilkan bahan pangan yang

ramah lingkungan, tidak merusak tanah serta mampu meningkatkan produktivas

panen. Pada era saat ini, masyarakat mulai sadar kembali betapa pentingnya

menjaga ekosistem tanah. Seperti yang yang sudah diketahu bahwa saat ini muncul

alat-alat yang mana itu dapat mengganggu kestabilan ekosistem atau bahkan

merusak. Oleh karenya perlu adanya kesadaran bagi para petani agar dapat menjaga

kestabilan ekosistem yang ada. Selain itu, produk produk organik terasa lebih segar,

lebih enak, bagus teksturnya dan memberikan kepuasan tersendiri.

Moch Agus Krisno (2011) menemukan data berdasarkan survei tahun 2005

Ceko telah menghabiskan US $ 15,9 juta (Rp 133,878 milyar) untuk membeli

produk organik. Nilai tersebut diperkirakan akan mencapai US $ 59 juta (Rp 496,78

milyar) pada tahun 2011. 50% dari nilai tersebut berasal dari masyarakat Ceko yang

sama sekali tidak mengenal produk organik dan hanya 3% saja berasal dari

konsumen Ceko yang secara teratur membeli produk berlabel ramah lingkungan.

Survei menyebutkan bahwa umumnya masyarakat Ceko cenderung membeli produk

organik oleh karena harganya yang tinggi dan kandungan nilai tradisionalnya

(Yusmaini,2009). Hal ini menunjukan bahwa pertanian organik sedang di galakan di

masyarakat ceko karena memiliki manfaat yang besar dalam membangun

perekonomian masyarakat. Hal ini juga diperkuat bahwa di Kanada, promosi

konsumen ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik di pasaran.

Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar diprediksikan mencapai 17.41%

pada periode 2007 – 2011. Padahal permintaan tahun sebelumnya hanyalah sebesar

3% – 4%. Pertumbuhan permintaan tersebut menyebabkan total penjualan pangan

bersertifikat organik sepanjang tahun 2006 mencapai US $ 412 juta (Rp 3.72

trilyun) dari total penjualan pangan di Kanada sebesar US $ 46 milyar (Rp 415.01

Page 3: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

3

trilyun). Dari total penjualan tahun 2006 tersebut, pasar pangan organik di Kanada

mendapatkan keuntungan sebesar US $ 1.4 juta atau 12.63 milyar rupiah

(Yusmaini,2009). Hal tersebut menunjukan bahwa saat ini sangat penting dalam

mengembangkan pertanian organik khususnya dalam pengelolaan pupuk organik

(PPO).

Dinas Pertanian Sumut (Moch Agus Krisno, 2011) mengatakan bahwa

pertanian organik merupakan salah satu upaya untuk bisa memenangkan persaingan

dalam merebut pasar pada pascaperdagangan bebas Asean. Besar harapan, indonesia

mampu bersaing dan berperan aktif dalam era pasar bebas ASEAN. Upaya yang

perlu ditingkatkan adalah sumber daya manusia yang mampu mengelola dan

mengembangkan unit pengelolaan pupuk organik (UPPO) agar lebih baik dan

mampu menyediakan pupuk organik bagi para petani sekitar.

Pertanian organik membutuhkan bahan dasar yang organik, dalam hal ini

adalah kotoran sapi. Bantul misalnya, dengan populasi sapi potong 49.957 ekor

sehingga setiap hari produksi kotoran kering sapi mencapai 349,7 ton sudah dapat

mencukupi bahan baku pabrik pupuk organik Petroganik dengan kapasitas 7,5 ton

per hari. Sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin

lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah

kotoran sapi tersebut dimanfaatkan secara maksimal atau masih belum maksimal ??

Lain halnya dengan data yang ditemukan di desa gedangan sukagumiwang

indramayu. Berdasarkan dari hasil wawancara baik dengan petani maupun

masyarakat sekitar dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum sadar akan

pentingnya penggunaan pupuk organik, tidak berperan aktif dalam pengembangan di

unit pengelolaan pupuk organik dan minimnya sumber daya manusia yang mampu

mengembangkan pertanian organik dan unit pengelolaan pupuk organik. Hal ini

ditunjukan dengan penggunaan pupuk organik di masyarakat masih rendah, kotoran

sapi belum digunakan secara maksimal dengan ditandai menumpuknya kotoran sapi

yang belum diolah menjadi pupuk dan pemahaman anak muda tentang betapa

pentingnya pertanian dalam pembangunan nasional dianggap masih rendah. Hal ini

ditandai dengan corak masyarakat memilih kerja di jakarta sebagai karyawan

daripada di desa, memilih kerja kantoran, dan lebih memilih kekota daripada

mengembangkan desanya sendiri. Hal ini, perlu menjadi perhatian pemerintah dan

Page 4: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

4

kita semua karena pertanian juga membutuhkan regenerasi yang baik dan

profesional sehingga para pemuda mampu peduli dan aktif dalam pembangunan

pertanianan nasional.

Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk

organik (Budiayanto, 2011). Oleh karena itu perlu sumber daya manusia yang

profesional sehingga dapat berkembang secara optimum dan maksimum. Dari hasil

data yang dimiliki melalui wawancara, jumlah sapi yang ada sejumlah 27 dengan

pengelola sejumlah 8 orang. Adapun jumlah kotoran sapi setiap harinya mampu

menghasilkan sebanyak 10 Kg/ sapi, jika kita lipatkan perminggu menjadi 70 kg/

sapi, jika kita lipatkan perbulan menjadi 210kg/ sapi. Dengan adanya kotoran sapi

sejumlah tersebut, pengelola masih belum mampu memproduksi secara baik dan

profesional. Pengelola juga merasa sulit dalam pasar karena kurang adanya

dukungan pemerintah atau perusahaan yang bekerjasama. Selain itu, sering pula

harga yang ditawarkan sangat rendah sehingga dirasa tidak menutup modal yang

dikeluarkan bahkan pengelola juga tidak menutup kemuingkinan mengalami

kerugian.

Berbagai masalah di desa saya memang saya komplek baik dari sudut

pandang pertanian, pendidikan dan ekonomi. Ketiganya sangat erat kaitannya, tetapi

penulis akan lebih fokus pada pengembangan produksi unit pengelolaan pupuk

organik sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat dan wujud sinergi dengan

pertanian desa gedangan sukagumiwang indramayu. Hal ini didukung dari hasil

penelitian Made Pipik Sustriani, I Ketut Kirya, dan Fridayana Yudiaatmaja (2014)

menunjukkan bahwa ada perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah memperoleh

dana UPPO, sehingga dana UPPO berpengaruh terhadap pendapatan. Oleh

karenanya penulis berharap agar UPPO yang sudah ada dapat berjalan dengan baik

dan maksimal sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

C. KAJIAN TEORI

1. Pengertian UPPO

Menurut pedoman teknis pengembangan UPPO (2014) bahwa

Penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun

secara intensif dan berlebihan telah menyebabkan kerusakan struktur tanah, soil

Page 5: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

5

sickness (tanah sakit) dan soil fatigue (kelelahan tanah) serta inefisiensi

penggunaan pupuk anorganik. Menyikapi terjadinya degradasi mutu lahan

pertanian akibat penggunaan pupuk anorganik secara intensif yaitu dengan

mengembangkan penggunaan pupuk organik. Hal tersebut dikarenakan pupuk

organik dapat Memperbaiki struktur tanah, Memperkuat daya ikat agregat (zat

hara) tanah ,Meningkatkan daya tahan dan daya serap air, Memperbaiki drainase

dan pori - pori dalam tanah serta Menambah dan mengaktifkan unsur hara.

Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan

penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai

sumber nutrisi tanaman. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk

organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam

jumlah cukup banyak. Namun pupuk organik yang telah dikomposkan dapat

menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk

segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang

dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun

anaerob. Sumber bahan kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti

sisa-sisa tanaman (jerami, batang dan dahan), sampah rumah tangga serta

kotoran ternak (sapi, kambing, ayam). Salah satu cara yang mudah dilakukan

oleh petani untuk meningkatkan kesuburan pada lahan sawah adalah dengan

mengembalikan jerami ke dalam lapisan olah tanah (top soil) sebagai bahan

organik dan tidak membakar atau membawa jerami keluar dari areal sawah.

Upaya lain dalam perbaikan kesuburan lahan sawah dapat ditempuh melalui

pemberian pupuk organik yang berasal dari bahan organik berupa limbah

pertanian serta limbah ternak.

Dalan pedoman teknis pengembangan UPPO (2014) dikatakan bahwa

Upaya pemerintah untuk mendukung petani dalam dalam kemandirian

mengembangkan pupuk organik adalah dengan memfasilitasi kegiatan

pengembangan penggunaan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Tujuan dari

UPPO sendiri adalah menyediakan fasilitas terpadu pengolahan bahan organik

(jerami, sisa tanaman, limbah ternak, sampah organik) menjadi kompos (pupuk

organik), mengoptimalkan pemanfaatan limbah kotoran hewan yang dimiliki

kelompok peternak sebagai bahan baku kompos (pupuk organik), membantu

Page 6: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

6

petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk organik insitu, oleh dari dan untuk

petani, mensubstitusi kebutuhan pupuk an organik, memperbaiki kesuburan dan

produktivitas lahan pertanian, meningkatkan populasi ternak, membuka

kesempatan berusaha dan lapangan kerja di pedesaan, media pelatihan dan

penelitian bagi berbagai kalangan masyarakat, termasuk petani, mahasiswa dan

karyawan, melestarikan sumberdaya lahan pertanian dan lingkungan.

Menurut pedoman teknis pengembangan UPPO (2014) bahwa

Pengembangan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) adalah upaya

memperbaiki kesuburan lahan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, yang

difasilitasi dengan Pembangunan Unit Pengolah Pupuk Organik, yang terdiri

dari bangunan rumah kompos, bangunan bak fermentasi, alat pengolah pupuk

organik (APPO), kendaraan roda 3, bangunan kandang ternak komunal dan

ternak sapi. Hal ini di harapkan mampu memfasilitasi masyarakat dalam

melakukan pembangunan nasional dalam ketahanan pangan.

2. Faktor yang paling berpengaruh

Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012)

mengatakan bahwa Pemilihan faktor yang berpengaruh pada sistem produksi

pupuk organik dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Teknologi. Teknologi merujuk pada pemilihan jenis teknologi yang

digunakan untuk memproduksi pupuk organik. Pemilihan jenis teknologi

yang tepat dapat memudahkan proses pembuatan pupuk organik, menekan

biaya produksi dan meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan.

b. Faktor Pengetahuan Petani. Faktor ini meliputi tingkat pengetahuan petani

terhadap manfaat pupuk organik bagi lahannya dan proses pembuatan pupuk

organik.

c. Faktor Modal. Modal meliputi kebutuhan biaya operasional untuk

memproduksi pupuk organik sesuai kebutuhan petani, dan biaya operasional

untuk pemeliharaan sapi. Ketersediaan modal yang cukup dapat mendukung

kelancaran proses produksi.

d. Faktor Bahan Baku, berterkaitan dengan jumlah dan kontinuitas

ketersediaannya. Apabila jumlahnya tidak mencukupi dan ketersediaannya

tidak kontinyu maka proses produksi akan terhambat.

Page 7: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

7

e. Faktor Tenaga Kerja. Tenaga kerja meliputi jumlah tenaga kerja untuk

memproduksi pupuk organik, tanpa adanya tenaga kerja yang cukup maka

proses produksi akan terhambat sehingga faktor ini menjadi penting dalam

sistem produksi.

f. Faktor Waktu Tanam. Waktu tanam padi akan terkait dengan waktu panen

dan juga terkait dengan ketersediaan limbah jerami yang merupakan bahan

baku utama pembuatan pupuk organik selain kotoran sapi sehingga akan

berhubungan juga dengan penentuan waktu produksi.

g. Faktor Kebijakan Pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat mendukung atau

menghambat keseluruhan sistem produksi pupuk organik. Kebijakan subsidi

pupuk dapat merugikan petani yang memproduksi pupuk organik karena

harus menjual produknya dibawah harga pupuk subsidi agar petani mau

membeli pupuknya. Namun di sisi lain, keberadaan pupuk organik subsidi

yang murah dapat mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik.

Dari hasil pengolahan data dari Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo,

dan Wignyanto (2012) menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh

terhadap pengembangan sistem produksi pupuk organik adalah pengetahuan

petani dengan persentase 26.8% atau 3.52 kali lebih penting dari faktor

teknologi, namun hanya 1.12 kali lebih penting dari faktor kebijakan

pemerintah. Pengetahuan petani sangat terkait dengan pemahaman petani

terhadap manfaat pupuk organik dan pengolahannya. Hal lain didukung hasil

penelitian Anggoro (2003) yang menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab

penerapan pupuk organik pada usaha tani padi sawah antara lain adalah

pengetahuan petani, proses pembuatan pupuk organik dan motivasi petani.

Semakin tinggi pengetahuan petani, semakin mudah proses pembuatan pupuk

organik dan semakin tinggi motivasi petani secara bersama-sama berpengaruh

terhadap semakin tingginya penerapan pupuk organik petani padi sawah di

Kecamatan Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara. Hasil ini juga sejalan

dengan hasil penelitian Ugwumba et al. (2010) yang menjelaskan bahwa faktor

yang mempengaruhi pendapatan petani pada sistem integrasi adalah umur

petani, tingkat pendidikan, pengalaman dan tipe integrasi yang dipilih.

Page 8: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

8

Tak jauh berbeda dengan pendapat Ajewole (2010) bahwa faktor utama

yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi pupuk organik

komersial sebagai teknologi baru untuk meningkatkan kesuburan lahannya

adalah penyebaran informasi, kemampuan petani untuk memproses dan

menggunakan informasi tersebut, ketersediaan tenaga kerja untuk aplikasi pupuk

organik dan kedekatan lahan pertanian dengan lokasi penjualan pupuk organik

komersil tersebut. Hasil penelitian Ajewole (2010) ini menekankan pada

pentingnya pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan intensitas

dan probabilitas adopsi teknologi.

Dari penjelasan diatas bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan produksi pupuk organik. Adapun faktor teknologi dan sumber

daya manusia merupakan faktor yang paling penting dalam upaya meningkatkan

produktivitas pupuk organik.

3. Aktor yang Berperan

Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012) mengatakan

bahwa pemilihan aktor yang berperan dalam pengembangan sistem produksi

pupuk organik didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

a. Petani pengguna pupuk organik. Peranan petani pengguna pupuk organik

pada pengembangan pupuk organik adalah sebagai konsumen. Semakin

tinggi permintaan petani terhadap pupuk organik maka produksi juga

semakin tinggi.

b. Petani pengelola UPPO. Petani pengelola UPPO merupakan petani padi

yang tergabung dalam kelompok tani yang bertanggung jawab untuk

mengelola UPPO Swasta (dalam hal ini perkebunan swasta seperti PTPN).

c. Sektor swasta yang dianggap berperan dalam pengembangan sistem produksi

pupuk organik adalah perkebunan swasta yang juga berperan sebagai

konsumen. Selain bergantung pada permintaan petani setiap memasuki

musim tanam, juga ada permintaan dari perkebunan swasta (PTPN) melalui

sistem tender/lelang.

d. Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan daerah

memiliki peranan yang sama yaitu pembuat kebijakan. Pengadaan UPPO

merupakan program pemerintah pusat namun dalam pelaksanaannya juga

Page 9: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

9

melibatkan pemerintah daerah sebagai pendamping kelompok tani penerima

bantuan dan membina kelompok tani tersebut sampai mandiri dalam

mengelola UPPO.

Hasil pengolahan data Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan

Wignyanto (2012) menunjukkan bahwa setiap aktor memiliki peranan masing-

masing dalam setiap faktor, namun yang akan dibahas adalah aktor yang

berperan dalam peningkatan pengetahuan petani sebagai faktor terpenting dari

keberhasilan pengembangan sistem produksi. Dalam pengembangan sistem

produksi pupuk organik, untuk meningkatkan pengetahuan petani sangat

diperlukan peran pengelola UPPO (43.3%). Aktor yang juga sangat berperan

adalah pemerintah (32.5%). Peran pemerintah seperti yang dijelaskan Elly et al.

(2008) bahwa pengembangan pola integrasi ternak sapi-tanaman memerlukan

kerja sama antara petani-peternak dan pemerintah, pengembangan integrasi

ternak-tanaman dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat

memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain

mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara

anggota kelompok dan pemerintah. Artinya pemerintah dan pengelela

merupakan aktor yang paling penting dalam meningkatkan produktivitas pupuk

organik. Hal ini menjadi penting sehingga perlu adanya hubungan yang baik dan

dinamis antara pihak pengelola dan pemerintah.

Dari data Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K)

(2010) diketahui bahwa tingkat penerapan teknologi pemupukan dengan

menggunakan pupuk organik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini

tidak terlepas juga dari peranan dinas pertanian dan badan penyuluhan yang

terus melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada petani. Artinya kesadaran

masyarakat khususnya para petani mulai berkembang dan dirasa perlu

menggunakan pupuk organik dalam meningkatakan kualitas dan kuantitas hasil

panen. Ariani dan Sofia (2011) lebih jelas mengungkapkan model

pendampingan berbasis among bekerja secara efektif dalam meningkatkan

keberdayaan petani dan berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam

melakukan refleksi diri dan keberdayaannya.

Page 10: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

10

Dari pemaparan diatas, penulis berpendapat bahwa perlu adanya

sinergitas dari berabagi pihak baik pengelola, pemerintah maupun pihak swasta.

Oleh karenanya perlu adanya hubungan yang baik antar pihak tersebut. Penulis

merasa, selama ini kurang adanya komunikasi yang intens antar berbagai pihak.

Selain itu juga pengelola belum mampu membangun kerjasama dengan swasta.

Hal ini dirasa perlu adanya dukungan pemerintah dalam memfasilitasi hubungan

kerjasama dengan pihak terkait.

D. SOLUSI PEMECAHAN

Permasalah ini memang sangat komplek dan butuh pemecahan dalam

menghadapinya. Adapun beberapa cara yang dapat digunakan adalah;

a. Menurut Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto (2012) bahwa

faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan UPPO adalah

pengetahuan petani baik dalam menggunakan pupuk maupun dalam pengolahan.

Aktor yang berperan dalam peningkatan pengetahuan tersebut adalah petani

pengelola UPPO bersama dengan pemerintah. Prioritas sasaran pengembangan

sistem adalah peningkatan pendapatan petani. Untuk mendukung tercapainya

sasaran tersebut dipilih kebijakan UPPO berkembang. Berdasarkan hasil

identifikasi faktor, aktor, sasaran dan kebijakan maka strategi pengembangan

sistem produksi pupuk organik pada UPPO adalah pengelola UPPO bersama

pemerintah setempat perlu mengadakan program penyuluhan yang intensif untuk

meningkatkan pengetahuan petani terhadap pemanfaatan limbah jerami sehingga

pengembangan sistem produksi pupuk organik pada UPPO secara bertahap dapat

dilakukan dan pendapatan petani pada akhirnya juga dapat meningkat.

b. Menurut Brenjonk ada beberapa tahapan dalam mengembangkan produksi pupuk

organik, diantaranya adalah observasi lapangan, persiapan sosial, persiapan

sarana dan prasarana, penguatan SDM, pembuatan manual sistem kendali internal

meliputi struktur kegiatan, organisasi SKI, standar internal, pengelolaan resiko,

pengawasan usaha tani dan prosedur persetujuan, pelatihan, pembelian,

penanganan paska panen dan pemasaran, SOP budidaya tanaman sayur organik,

SOP pembuatan media tanam organik, SOP pembutan mikro organisme lokal

(MOL), SOP pembuatan pupuk cair organik, SOP pengolahan paska panen, SOP

Page 11: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

11

pengelolaan rumah sayur organik (RSO) skala keluarga dan monitoring serta

evaluasi.

c. Suryanto, Joko, dkk (2010) menggunakan metode pendekatan meliputi: observasi

tempat produksi dan pendistribusian, proses produksi, proses pengemasan, dan

proses pendistribusian. Proses produksi terdiri dari beberapa langkah diantaranya

adalah (1) penyediaan bahan dan alat produksi, (2) masukkan kotoran Sapi dengan

volume seperempat (25 cm) dari kedalaman wadah, (3) bagian atas wadah ditutup

dengan daun pisang, plastik atau naungan, (4) Pemindahankotoran sapi ke wadah

lainya dilakukan setelah didiamkan selama 1 minggu, (5) setelah 4 minggu, pupuk

kompos dapat dipanen dengan penyusutan kadar air sebanyak 70%, sehingga dari 1

ton kotoran sapi kita akan memperoleh 300 kg kompos kering, , (6) pengemasan

pupuk organik. Hasil pelaksanaan program adalah produk pupuk organik kompos

instan siap tabur dan praktis. Program ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari

bulan maret sampai juni. Selama 4 bulan tersebut telah dilaksanakan empat kali

produksi. Untuk produksi pertama dihasilkan 25 unit, produksi kedua dihasilkan 50

unit, produksi ketiga dihasilkan 75 unit, produksi keempat dihasilkan 100 unit. Harga

tiap unit pupuk organik untuk produksi pertama, kedua, dan ketiga adalah Rp.

6.000,- sedangkan untuk produksi keempat adalah Rp. 7.600,-. Dari hasil proyeksi

cashflow dapat diketahui bahwa Break Even Point (BEP) dicapai pada bulan

keenam. Dan pada bulan kesepuluh keuntungan yang diperoleh bias mencapai

hampir 90% dari modal awal.

Dari ketiga cara tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang

penting dalam meningkatkan produksi UPPO ini. Diantaranya adalah meningkatkan

pemahaman sumber daya manusia terhadap pupuk organik khususnya para petani,

adanya hubungan dan sinergitas yang baik antara pemerintah dan pengelola, penguatan

terhadap SDM yang ada, adanya SOP yang jelas baik dalam berbagai hal, terjalinnya

kerjasama yang baik dengan pihak swasta dan adanya ide kreatif dalam proses kemasan

sehingga lebih menarik.

E. KESIMPULAN

Upaya pemerintah untuk mendukung petani dalam dalam kemandirian

mengembangkan pupuk organik adalah dengan memfasilitasi kegiatan

pengembangan penggunaan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO). Dalam

pelaksanaannya UPPO masih banyak belum berfungsi secara maksimum. Oleh

Page 12: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

12

karena itu, penulis memiliki gagasan agar ekonomi masyarakat meningkat melalui

pengembangan unit pengelolaan pupuk organik. Adapun langkah yang harus

dilakukan adalah;

a. Pemahaman petani tentang pentingnya pupuk organik bagi tanah dan

produktivitas hasil panen.

b. Penguatan terhadap SDM yang telah ada melaui berbagai program baik

pelatihan, praktik, survei ke tempat lain.

c. Bekerjasama dengan berbagai kampus atau universitas terkait sehingga muncul

hal-hal baru yang telah kampus atau mahasiswa kembangkan.

d. Bekerjasama dengan pemerintah agar terjalin komunikasi yang baik dan mampu

memberi masukan yang bersifat konstruktif.

e. Bekerjasam dengan pihak swasta sebagai pihak pembeli pupuk organik sehingga

mampu dipasarkan dengan baik dan maksimal.

Dengan berbagai cara ini, penulis percaya jika perekonomian masyarakat

akan meningkat karena adanya pengembangan unit pengelolaan pupuk organik yang

telah dilakukan dengan berbagai inovasi dan model.

DAFTAR PUSTAKA

Ajewole OC. 2010. Farmer’s response to adoption of commercially available organic

fertilizers in Oyo state, Nigeria. African Journal of Agricultural Research.

Anggoro T. 2003. Pengembangan Pertanian Organik: Kasus Penerapan Pupuk Organik

pada Padi Sawah di Kecamatan Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara,

Provinsi Bengkulu. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Ariani KT dan Sofia RA 2011. Aplikasi model pendampingan berbasis among dalam

penyuluhan pertanian padi “SRT’’ di Mutihan Prambanan. Jurnal.

Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) tahun 2010.

Brenjonk. Tahapan Bussiness Case: Replikasi Pengembangan ‘Kampung

Organic’ BRENJONK. Indonesia: Mojokerto. Pdf.

Budiyanto, Krisno. 2011. “Tipologi Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya

Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo

Kabupaten Malang. Jurnal. Malang.

Page 13: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

13

Elly FH, Sinaga BM, Kuntjoro SU dan Kusnadi N. 2008. Pengembangan usaha ternak

sapi rakyat melalui integrasi ternak-tanaman di Sulawesi Utara. Jurnal.

Joko Suryanto, dkk. (2010). Usaha Pembuatan Pupuk Organik Instan Siap Tabur dan

Praktis sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Kimiawi. Artikel Ilmiah. Universitas

Negeri Malang.

Made Pipik Sustriani, I Ketut Kirya, Fridayana Yudiaatmaja. (2014). Pengaruh Dana

Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) terhadap Pendapatan Kelompok

Ternak Ekasambada.Jurnal. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Moch. Agus Krisno Budiyanto. (2011). Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam

upaya Mendukung pertanian organik di desa sumbersari Kecamatan

poncokusumo kabupaten malang. Jurnal. Malang : UMM.

Nurihyatun Sardjono, Bambang Susilo dan Wignyanto. (2012). Strategi Pengembangan

Sistem Produksi Pupuk Organik Pada Unit Pengolahan Pupuk Organik (Uppo)

di Desa Bangunsari Kabupaten Ciamis. Jurnal. Malang: Universitas Brawijaya.

Ugwumba COA, Okoh RN, Ike PC, Nnabuife ELC and Orji EC. 2010. Integrated

farming system and its effect on farm cash income in Awka South agricultural

zone of Anambra State, Nigeria. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci.

Prihandarini R, 2009. Potensi Pengembangan Pertanian Organik. Jakarta: Departemen

Pertanian, Sekjen Maporina.

Pedoman Teknis Pengembangan Unit Pengelolaan Pupuk Organik. Kementerian

Pertanian Republik Indonesia tahun 2014.

Yusmaini, 2009. Kesiapan Teknologi Mendukung Pertanian Organik Tanaman Obat.

Laporan Penelitian. Bogor: IPB.

Page 14: PENGEMBANGAN PRODUKSI UNIT … dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per hari (Prihandarini, 2008). Hal ini menunjukan apakah kotoran sapi

14

Lampiran

Gumukan Kotoran Sapi yang belum dikelola

Keadaan Alat dan Ruangan Pengolaan Pupuk saat ini

Ruangan Penyimpanan Alat dan Produksi