PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS … · Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten...
Transcript of PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS … · Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten...
PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN
DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA
D A U D
TESIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Perikanan
Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, Nopember 2010
D a u d C 452070264
3
ABSTRACT
DAUD. Excellent Commodity-Based Development of Capture Fishery in North Halmahera. Supervised by BUDHI H. ISKANDAR and MULYONO S BASKORO.
North Halmahera Regency with its sea area of 19536.02 km2 (78%) has the potential of fish resources (standing stock) accounting for 664,382.48 tons with sustainable potential fish production (the Maximum Sustainable Yield / MSY) of 347,191 tons per year, i.e., 211,590 tons of pelagic fish and 135,005 tons of demersal per year.
The problem in the development of capture fish in North Halmahera is that its excellent commodities are as yet unknown and the policies in the fishery production are not based on excellent commodities. This research is to examine the superior commodities of fishery production, and the policies in capture fishing production in order to increase the income of fishermen.
To determine the excellent commodities, the following analyses were made: (1) production continuity, average production, prices, processing and marketing, (2) Method of Location Quotient (LQ) and (3) SWOT Analysis. The results showed that of 38 species of fish that were analyzed, 31 species were of a continuous type and 7 species of non-continuous type. The average fish production is below the average production of all types of fish except for cakalang fish of 11,131.472 tons and flying fish of 4405.296 tons per year.
The fish price is generally below average price of all types, except for the following types of fish: beronang, kerapu, lencam, kakap, and kurisi, the prices of which are higher than the average price. The fish products marketed in the local market / overseas are for example kerapu, cakalang and tuna. Fish products are always marketed in fresh form. Only julung-julung fish is marketed after it is processed by fumigation. Three kinds of fish are also exported they are kerapu, cakalang and tuna.
The results of LQ calculation show that there are 12 species of fish with a value of LQ>1, namely: kuweh fish, kerapu, kerong-kerong, teri, tembang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, mackerel tuna and cucut. Based on the scoring analysis of commodities in terms of production continuity, production, pricing, processing, and marketing associated with the value of LQ, six kinds of fish as excellent commodities in North Halmahera Regency are cakalang, kerapu, anchovies, julung-julung, tuna, and tongkol.
Flying fish, although its production is quite high and can be improved, has the value of LQ <1, so it can not be recommended as a superior fish species. Based on the results of the SWOT analysis, there are six government policies of North Halmahera regency related to the development of capture fisheries, increasing fishing fleet is a top priority followed by the development in the processing of captured fish.
Both policies are closely related to labor absorption and economic improvement.
Keywords: fish species, superior/excellence, development.
4
RINGKASAN
DAUD. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan di
Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh BUDHI H. ISKANDAR dan
MULYONO S BASKORO.
Kabupaten Hamahera Utara dengan luas wilayah laut 19.536,02 km2 (78%) mempunyai potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang mencapai 664.382,48 ton dengan jumlah potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (Maximum Sustainable Yield/ MSY) sebesar 347.191 ton per tahun yaitu ikan pelagis 211.590 ton dan demersal 135.005 ton per tahun.
Permasalahan pengembangan perikanan tangkap di kabupaten Halmahera Utara belum diketahui komoditas unggulannya, kebijakan produksi perikanan belum berbasis komoditas unggulan. Penelitian ini untuk mengkaji komoditas unggulan produksi perikanan, dan kebijakan produksi perikanan tangkap guna investasi dan peningkatan pendapatan nelayan.
Untuk menetapkan komoditas unggulan tersebut menggunakan analisis (1). kontinyutas produksi, produksi rata-rata, harga, pengolahan dan pemasaran, (2). Metode Location Quotient (LQ) dan (3). Analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan 38 jenis ikan yang dianalisa 31 jenis kontinyu dan 7 jenis tidak kontinyu. Produksi ikan rata-rata di bawah produksi rata-rata semua jenis ikan kecuali ikan cakalang 11.131,472 ton dan ikan layang 4.405,296 ton per tahun.
Harga ikan umumnya di bawah harga rata-rata semua jenis, kecuali untuk jenis-jenis ikan beronang, kerapu, lencam, kakap, dan kurisi, yang harganya lebih tinggi dibanding dengan harga rata-rata. Ikan yang dihasilkan dipasarkan dalam pasar lokal/luar negeri seprti kerapu, cakalang dan tuna. Produksi ikan yang dihasilkan selalu dipasarkan dalam bentuk segar. Hanya ikan julung-julung yang dipasarkan setelah diolah dengan cara pengasapan. Terdapat 3 jenis ikan yang juga diekspor yaitu kerapu, cakalang dan tuna.
Hasil perhitungan LQ ternyata bahwa terdapat 12 jenis ikan yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu ikan kuweh, kerapu, kerong-kerong, teri, tembang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, tenggiri tuna dan cucut. Berdasarkan analisa scoring penetapan komoditas unggulan ditinjau dari segi kontinuitas produksi, produksi, harga, pengolahan, dan pemasaran yang dikaitkan dengan nilai LQ maka ditetapkan 6 jenis ikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara yaitu cakalang, kerapu, teri, julung-julung, tuna, dan tongkol.
Ikan layang, sekalipun produksinya cukup tinggi namun nilai LQ < 1, sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai jenis ikan unggulan sekalipun upaya pemanfaatannya dapat terus ditingkatkan. Kebijakan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara yang berkaitan dengan pengembangan perikanan tangkap, berdasarkan hasil analisis SWOT, penambahan armada tangkap menjadi prioritas utama yang diikuti pengembangan pengolahan hasil tangkapan.
Kedua kebijakan ini akan sangat berhubungan erat dengan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi.
Kata Kunci : jenis ikan, unggulan, pengembangan.
5
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
6
PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN
DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA
D A U D C 452070264
Tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
8
Judul Tesis : Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas
Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara
Nama : D a u d
NRP : C 452070264
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Budhi H. Iskandar, M.Si Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Sc
Tanggal ujian : 5 November 2010 Tanggal lulus :
9
PRAKATA
Puji dan Syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Baik atas
perlidungan dan kasih sayang-Nya, sehingga penyusunan Tesis dengan judul
“Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditas Unggulan Di Kabupaten
Halmahera Utara” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Ir. Budhi
H. Iskandar, MSi dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc atas kesediaannya
untuk membimbing dan mengarahkan selama proses penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, diharapkan dari setiap pembaca kiranya dapat memberikan kritik dan
masukkan yang bersifat konstruktif guna perbaikan penulisan tesis ini.
Demikian tesis ini dibuat dan atas saran dan masukkannya, diucapkan
terima kasih.
Bogor, November 2010
D a u d
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Tana Toraja pada tanggal 09 Pebruari 1964 anak dari Yohanis Kalude dan Damaris Tallo (almarhumah). Penulis merupakan anak pertama dari 7 bersaudara dan 5 orang telah meninggal dunia. Pendidikan formal penulis adalah Program D-III Jurusan Penyuluhan Pertanian, selesai tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan strata satu Jurusan Agronomi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Khairun (UNKHAIR) Ternate, selesai tahun 2001. Pada tahun 2008 penulis diberikan kesempatan oleh pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara untuk melanjutkan pendidikan program magister di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap. Pengalaman bekerja yaitu : 1. Penyuluh Pertanian Lapangan ( PPL) tahun 1984 s/d 1994 di Kecamatan
Jailolo. 2. Koordinator PPL tahun 1995 s/d 1999 di BPP Kecamayan Jailolo. 3. Kelompok Penyuluh pada BIPP Kabupaten Maluku Utara tahun 1999 s/d
2003. 4. Kelompok Penyuluh pada Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara tahun
2003. s/d 2006. 5. Kepala Bidang Pertanian pada Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara
tahun 2006 s/d Januari 2009. 6. Sekretaris pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Ha;mahera Utara
Januari 2009 sampai sekarang. Penulis menikah pada tahun 1988 dengan Yohana Pengo dan dikaruniai seorang putri dan dua putra. Anak pertama Desty Rara Retna Kalude (21 tahun mahasiswa Unsrat-Manado) dan dua orang Putra yaitu Arjad Wiratno Kalude (20 tahun mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta) dan Uzal Fernando Kalude ( 9 tahun SD).
11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
DAFTAR TABEL........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….... xii
1 PENDAHULUAN …….....……………………………………. 1 1.1 Latar belakang ………………………………………......... 1 1.2 Perumusan masalah …………………………………........ 3 1.3 Tujuan penelitian ……………………………………........ 4 1.4 Manfaat penelitian ……………………………………........ 4 1.5 Kerangka pemikiran …………………………………......... 5 1.6 Hipotesis ………………………………………………..... 6 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………..... 7 2.1 Komoditas unggulan perikanan ………………………..... 7 2.2 Komoditas unggulan lokal …………………………....... 8 2.3 Komoditas Unggulan Ekspor ..………………………....... 8 2.4 Sumberdaya ikan pelagis ……………………………….... 9 2.4.1 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ...…………..... 9 2.4.2 Ikan tuna (Thunnus sp) ………………………....... 11 2.4.3 Ikan tongkol (Euthynnus sp) ………….................... 12 2.4.4 Ikan layang (Decapterus sp) ………..…………...... 13 2.4.5 Ikan kembung (Rastrelliger sp) ………………........ 14 2.4.6 Ikan julung-julung (Hemirhamphus sp) ………. ..... 15 2.4.7 Ikan teri (Stolephorus sp)....................................... 15 2.5 Sumberdaya ikan demersal....................................................... 16 2.5.1 Ikan kerapu................................................................ 16 2.5.2 Ikan kakap merah (Lutjamus spp)................................. 17
3 METODE PENELITIAN................................................................. 18 3.1 Waktu dan tempat penelitian …………………………...... 18 3.2 Metode pengumpulan data …………………………….... 18 3.3 Jenis dan sumber data ………………………………….... 18 3.4 Metode analisa data …………………………………....... 18 3.4.1 Analisis penetapan komoditas unggulan ... ………..... 18 3.4.2Analisis location quotient (LQ) ..……………........... 21 3.4.3. Analisis strategi pengembangan perikanan angkap (Analisis SWOT) …………………............. 23 4 KEADAAN UMUM....................................................................... 26 4.1 Luas dan Letak Geografis …………………………….... 26 4.2 Iklim …………………………………………………..... 28 4.3 Penduduk .................................................................................. 29 4.4 Perkembangan Perikanan ……………………………. 32
12
4.4.1 Perkembangan alat tangkap ...........…………………. 33 4.4.2 Perkembangan armada perikanan ............……………. 35 4.4.3 Perkembangan nelayan ..........………………………. ... 36 4.4.4 Perkembangan produksi ..................…………………… 38 4.4.5 Perkembangan pemasaran .............…………………… 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………........... 41 5.1 Hasil ..........................……………………………………… 41 5.1.1 Penetapan komoditas unggulan ........ ……………….. 41 5.1.2. Analisis Location Quotient ……………………...... 52 5.1.3 Analisis strtegi pengembangan perikanan tangkap....... 54 5.2 Pembahasan ........…………………………………………. 60 5.2.1 Penetapan komoditas unggulan ………......………..... 60 5.2.2 Analisis Location Quotient ……………….....……...... 67 5.2.3 Penentuan komoditas unggulan ................................... 67 5.2.4 Analisis strtegi pengembangan perikanan tangkap........... 69 5.2.5 Pengembangan alat tangkap ikan unggulan................... 72
6 SIMPULAN DAN SARAN 73 6.1 Kesimpulan.............................................................................. 73 6.2 Saran....................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 74
LAMPIRAN...................………………………………………… 77
13
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman 1. Kriteria penilaian kontinuitas produksi ……………….................. .19 2. Nilai yang diberikan terhadap rata-rata produksi ………................ 20 3. Nilai yang diberikan terhadap harga komoditas ………….............. 20 4. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi …………............... 21 5. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan pemasaran …………............. 21 6. Matriks SWOT untuk analisa …………………………….............. 24 7. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Halmahera
Utara menurut kecamatan tahun 2008 ……….................................
30 8. Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara dan sex ratio
menurut kecamatan tahun 2008 …………………...........................
31 9. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat................................. 33 10. Jumlah trip penangkapan menurut jenis alat................................... 34 11. Jumlah nelayan menurut jenis dan ukuran kapal........................... 36 12. Jumlah nelayan menurut jenis alat................................................. 37 13. Produksi ikan total menurut jenis alat........................................... 39 14. Kriteria penilaian kontinuitas produksi ……….............................. 41 15. Nilai terhadap rata-rata produksi..................................................... 42 16. Nilai skoring rata-rata produksi perikanan .................................... 43 17. Nilai terhadap harga komoditas......................................................... 44 18. Nilai skoring terhadap harga ikan..................................................... 45 19. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi................................ 46
14
20. Nilai skoring terhadap pengolahan ikan............................................ 47 21 Kriteria dan nilai terhadap pemasaran............................................ 48 22 Nilai skoring terhadap pemasaran jenis ikan............................... 49 23 Hasil skoring penentuan komoditas unggulaan.......................... 51 24. Matriks faktor internal strategi pengembangan perikanan tangkap.. 58 25. Matriks faktor eksternal strategi pengembangan perikanan tangkap 58 26. Model Matriks Analisis SWOT........................................................ 59 27. Penentuan prioritas kebijakan pengembangan perikanan tangkap
yang bertanggung jawab....................................................................
60 28. Penentuan komoditas unggulan dengan menggabungkan penilaian
skoring LQ dan penentuan komoditas unggulan...........................
68
29 Pengembangan alat tangkap ikan unggulan.................................... 72
15
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Halaman
1 Kerangka Pemikiran .............. ………………..……………....... 6
2 Analisa SWOT......................................................................... 24
3 Peta lokasi penelitian.........................................……………..... 27
4 Gambar nilai LQ per jenis ikan .................................................. 53
5 Gambar nilai LQ ˃1 per jenis ikan .......................................... 53
6 Gambar nilai LQ˂1 per jenis ikan ......................................... 54
7 Gambar nilai skoring kontinuitas produksi ikan....................... 61
8 Gambar jumlah produksi rata-rata per jenis ikan........................ 62
9 Gambar harga rata-rata tiap jenis ikan........................……....... 63
10 Gambar pengolahan dan pemasaran tiap jenis ikan …................ 64
11 Gambar nilai total skoring penilaian komoditas unggulan........... 65
12 Gambar jenis ikan unggulan berdasarkan skoring penetaapaan komoditas unggulaan......………………………………....
66
16
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Lampiran Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data volume produksi per jenis ikan di Kabupaten Halmahera Utara …………………………………………… Harga ikan per kilogram menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara …………………………………………… Pengolahan ikan menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara......................................................................................... Pemasaran ikan menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara........................................................................................ Data volume produksi Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dan Hasil analisa LQ...………………………... Dokumentasi foto ikan yang ditangkap.....................................
77 78 79 80 81 82
17
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas wilayahnya mencapai 7,7
juta km2 (UU Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia).
Di dalamnya terdapat lebih dari 13.000 pulau dengan panjang garis pantai 81.000
km. Sekitar 70% wilayah Indonesia adalah laut memiliki potensi sumberdaya
hayati yang cukup besar baik jumlah maupun keragamannya.
Murdyanto (2003), menyatakan bahwa dalam upaya pemanfaatan potensi
sumberdaya perikanan dan kelautan ini pemerintah Indonesia melalui Departemen
Kelautan dan Perikanan memprioritaskan 4 (empat) program kerja yaitu (1)
peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sesuai dengan
kemampuan dan potensi lestari sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan; (2)
peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, kelautan dan perikanan, khususnya
nelayan dan pembudidaya ikan kecil; (3) pengelolaan lingkungan ikan air tawar,
pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan; (4) peningkatan peran sebagai pemersatu
bangsa (perekat antar nusa) dan budaya bahari.
Salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan
perikanan adalah meningkatkan kegiatan pemanfaatan sumberdaya dengan
memproduksi komoditas ikan laut melalui kegiatan penangkapan ikan.
Peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Kebijakan khusus pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan bagian integral
pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas
Gunawan (2007) dalam R.Luki Karunia et all, 2008.
Kabupaten Hamahera Utara dengan luas wilayah 24.983,32 km2 yang
terdiri dari 19.536,02 km2 wilayah laut (78%) dan 5.447,30 km2 wilayah daratan
(22%) dan terdiri dari 115 pulau kecil dan besar baik yang berpenghuni maupun
tidak berpenghuni.
Kabupaten Halmahera Utara mempunyai potensi sumberdaya ikan
(standing stock) yang mencapai 664.382,48 ton dengan jumlah potensi lestari
yang dapat dimanfaatkan (Maximum Sustainable Yield/ MSY) sebesar 347.191 ton
18
per tahun. Ikan pelagis sebesar 211.590 ton per tahun dan ikan demersal sebesar
135.005 ton per tahun. Data total produksi Kabupaten Halmahera Utara tahun
2004 (18.119,540 ton), tahun 2005 (44.857,458 ton), tahun 2006 (23.582,725 ton),
tahun 2007 (25.124,770 ton), dan tahun 2008 (28.632,371 ton).
Berdasarkan data produksi tersebut diatas misalnya tahun 2008
(28.632.371 ton) hanya 7,92% dari potensi lestari. Hal ini tentu saja menjadi
petunjuk bahwa sektor perikanan dan kelautan masih merupakan sektor yang
memiliki keunggulan ke depan bila dapat dikelola secara optimal.
Pengelolaan dan pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan terutama
ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu pengembangan agribisnis
perikanan merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan. Dalam
pengembangan agribisnis perikanan perlu adanya pemilihan produk perikanan
yang menjadi komoditas unggulan atau komoditas strategis dari sekian banyak
jenis ikan nilai ekonomis penting.
Komoditas perikanan yang tergolong unggul adalah jika produk yang
dihasilkan tersebut memenuhi beberapa kriteria penting yaitu: banyak diminati
konsumen, rata-rata harga, rata-rata produksi tiap tahunnya, kekontinyuan
produksinya dan nilai produksi dari komoditas tersebut lebih tinggi dari
keseluruhan komoditas perikanan ikan ekonomis penting yang didaratkan di suatu
wilayah pelabuhan perikanan.
Komoditas unggulan adalah produk perikanan baik dalam keadaan segar
maupun hasil olahan yang paling diminati dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Dari produk unggulan diharapkan dapat memberikan penghasilan atau pemasukan
yang besar bagi kesejahteraan nelayan serta peningkatan pendapatan negara.
Dilihat dari segi pemasarannya, komoditas unggulan dapat dibagi menjadi
komoditas unggulan lokal dan ekspor. Adanya komoditas unggulan sangat
tergantung dari unit penangkapan ikan yang digunakan
(Raharjo et al, diacu dalam Roslianti, 2003).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979), ikan ekonomis penting
adalah jenis-jenis ikan yang digolongkan antara lain mempunyai nilai ekonomis
tinggi, volume produksi makro tinggi dan mempunyai daya produksi tinggi. Ikan-
ikan tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk ikan-ikan yang mempunyai kualitas
19
baik dengan nilai harga yang baik pula, namun juga jenis-jenis ikan kualitas
rendah dengan harga yang murah namun secara makro daya produksinya tinggi.
Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal
menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk
meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi
perdagangan.
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas
yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, baik ditinjau dari sisi
penawaran maupun permintaaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan dan kondisi biofisik, teknologi, dan
kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan
pendapatan, dan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya
permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional.
Perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara belum menetapkan
komoditas unggulan dan kebijakan pembangunan perikanan tangkap berdasarkan
pengkajian secara komprehensip dalam rangka investasi perikanan tangkap,
pengolahan ikan, dan kebijakan pengembangannya. Pengembangan perikanan
tangkap Kabupaten Halmahera Utara diperhadapkan dengan belum diketahuinya
komoditas unggulan, kurangnya kebijakan pemerintah (daerah dan pusat) dalam
pengembangan perikanan tangkap yang berbasis komoditas unggulan.
Untuk menjawab permasalahan perikanan yang dihadapi di Kabupaten
Halmahera Utara, terutama untuk mengetahui jenis ikan unggulan, maka
diperlukan penelitian.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan
dihadapkan dengan beberapa permasalahan terkait dengan pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara lestari, antara lain:
1) Belum diketahuinya komoditas unggulan perikanan Kabupaten Halmahera
Utara melalui suatu pengkajian ilmiah sebagai data otentik untuk
pengembangan investasi bidang perikanan.
20
2) Kebijakan Pengembangan produksi perikanan tangkap belum berbasis
komoditas unggulan untuk pembukaan lapangan kerja, sumber PAD dan
peningkatan pendapatan nelayan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian pengembangan perikanan tangkap berbasis
komoditas unggulan ini adalah :
1. Mengkaji komoditas unggulan perikanan tangkap untuk pengembangan
produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.
2. Mengkaji strategi kebijakan produksi perikanan berbasis komoditas unggulan
perikanan tangkap.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Diketahuinya komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten
Halmahera Utara.
2. Adanya kebijakan pemerintah daerah dan pusat untuk pengembangan
perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu kondisi yang kurang
kepada suatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998) memberikan
pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa
peningkatan kemampuan penduduk dalam mengelola lingkungan sosial yang
disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka.
Usaha perikanan tangkap merupakan bentuk kegiatan ekonomi, yang
berorientasi pada profit yang sebesar-besarnya, dan cost produksi yang sekecil-
kecilnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan
nelayan atau perusahaan adalah melalui peningkatan produksi dan produktivitas
serta melaksanakan efisiensi.
Pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara
diperhadapkan dengan belum diketahuinya komoditas unggulan, kurangnya
21
kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam pengembangan perikanan tangkap
yang berbasis komoditas unggulan.
Untuk menjawab permasalahan perikanan yang dihadapi di Kabupaten
Halmahera Utara, terutama untuk mengetahui jenis ikan unggulan, maka
diperlukan data yang valid. Data yang diperlukan adalah data statistik perikanan
oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara dan Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, serta data lapangan.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dapat menentukan komoditas
unggulan dengan tiga jenis analisa dikembangkan untuk menjawab permasalahan
yang ada yaitu analisa scoring penentuan komoditas unggulan, analisis location
quotient (LQ) dan analisis SWOT.
Ketiga analisa ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan pengembangan
perikanan tangkap dengan menentukan komoditas unggulan atau komoditas
primadona Kabupaten Halmahera Utara, menentukan arah kebijakan
pembangunan perikanan tangkap guna peningkatan kesejahteraan nelayan dan
peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
22
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
1.6 Hipotesis Perairan Kabupaten Halmahera Utara memiliki beberapa jenis ikan yang
merupakan komoditas unggulan perikanan tangkap untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara Tahun
2004 – 2008
Standarisasi (Skoring)
Data Produksi Perikanan (tahunan)
Analisis SWOT
Analsis Location Quotient (LQ)
Strategi pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan
Permasalahan: � Komoditas unggulan perikanan tangkap
belum diketahui � Kebijakan Pengembangan produksi
perikanan tangkap belum berbasis komoditas unggulan.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Tahun
2004 – 2008
Data Statistik Perikanan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Unggulan Perikanan Komoditas dapat diartikan sebagai benda ekonomi yang telah siap untuk
diperdagangkan atau dapat ditukarkan, yang dengan kata lain diartikan sebagai
peningkatan status dari sekedar benda menjadi benda ekonomi dan kemudian
menjadi komoditas. Komoditas itu pula dapat diartikan berupa produk yang
dipasarkan langsung ke konsumen, pedagang/pengolah dalam keadaan mentah
atau bentuk produk olahan (processed product) untuk dapat dimanfaatkan.
Sehingga dengan demikian komoditas perikanan dapat diartikan sebagai produk
hasil perikanan yang dijual dalam bentuk segar atau olahan (Badan Agribisnis
Departemen Pertanian, 1999).
Komoditas perikanan yang tergolong unggul adalah jika produk yang
dihasilkan tersebut memenuhi beberapa kriteria penting yaitu banyak diminati
konsumen, mempunyai nilai jual yang tinggi, rata-rata produksi tiap tahunnya
tinggi dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi, dari segi nilai produksi
yang dihasilkan. Komoditas unggulan dapat dibagi menjadi dua bagian utama
yaitu unggulan lokal dan unggulan ekspor.
Menurut Day dan Wensley (1988) dalam Elitan dan Anatan (2008), istilah
keunggulan kompetitif (competitive advantage) paling tidak memiliki dua arti
yang saling beruhubungan. Arti yang pertama memfokuskan pada superioritas
keterampilan (superior skills) dan atau superioritas sumber daya (superior
resources) dan arti yang kedua berkenaan keunggulan posisional perusahaan yang
dinyatakan dengan superioritas hasil-hasil kinerja (superior performance
outcomes). Arti competitive advantage yang kedua adalah keunggulan atau
superioritas posisional. Keunggulan posisional bisnis yang dicapai oleh suatu
perusahaan secara langsung merupakan barriers (hambatan) mobilitas kompetitif
dalam persaingan karena dapat menjadi penghalang masuknya pesaing baru
(Porter, 1985 dalam Elitan dan Anatan, 2008). Indikator keunggulan kompetitif
yang paling popular adalah market share dan profitabilitas (Elitan dan Anatan,
2008). Market share di sini adalah pangsa pasar keseluruhan, yaitu total
8
penjualan perusahaan yang dinyatakan sebagai persentase penjualan terhadap
major competitors (Kotler, 1997)
2.2 Komoditas Unggulan Lokal
Komoditas unggulan lokal dapat diartikan sebagai komoditas yang
memenuhi kriteria yaitu memiliki harga yang bersaing, banyak diminati
konsumen, keberadaan ikan yang selalu terpenuhi setiap tahunnya dan rata-rata
produksi serta nilai produksi yang dihasilkan lebih unggul dari keseluruhan
komoditas ikan yang ada.
Dikategorikan sebagai unggulan lokal adalah jika komoditas tersebut lebih
unggul dengan memenuhi kriteria yang ada namun masih dipasarkan secara lokal
(dalam negeri) baik dalam bentuk segar ataupun dalam bentuk olahan artinya
komoditas unggulan tersebut tidak dapat memberikan tambahan devisa bagi
negara dari segi non migas. Kondisi ini dapat disebabkan jika komoditas
unggulan yang ada belum memenuhi standar mutu internasional untuk dapat
dipasarkan secara ekspor. Komoditas unggulan lokal terdiri dari unggulan utama
lokal dan unggulan utama sekunder.
Dari perspektif geoekonomi, pembangunan ekonomi kelautan di sektor
perikanan, perhubungan laut, pariwisata bahari, pertambangan, dan industri
maritim pun terus mengalami perbaikan. Namun, perbaikan pembangunan
ekonomi di berbagai sektor kelautan tersebut masih jauh lebih kecil daripada
potensinya. Oleh sebab itu, perlu dicari berbagai terobosan untuk
mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan lestari sebagai
keunggulan kompetitif bangsa. Keunggulan kompetitif suatu bangsa yang sejati
adalah keunggulan kompetitif yang dibangun atas dasar keunggulan komparatif
yang dimiliki bangsa tersebut melalui penerapan iptek dan manajemen profesional
(Porter, 1998 dalam Mulyadi, 2007).
2.3 Komoditas Unggulan Ekspor
Mengingat potensi pengadaan Indonesia dalam hal sumber daya dan jasa-
jasa kelautan sangat besar serta permintaan terhadap sumber daya dan jasa
kelautan tersebut terus meningkat, maka kekayaan laut seharusnya dapat menjadi
9
keunggulan kompetitif Indonesia, yang dapat mengantar menjadi bangsa yang
maju, makmur, dan mandiri (Mulyadi, 2007).
Kategori komoditas unggulan ekspor diberikan terhadap komoditas
unggulan perikanan yang dapat dipasarkan ke luar negeri (ekspor) sehingga dapat
memberikan perolehan devisa bagi negara dalam bentuk segar atau produk olahan.
Produk perikanan pada saat ini semakin banyak diminati, sehingga usaha
perikanan berjuang untuk melakukan berbagai usaha untuk menentukan kualitas
yang baik dari produk yang dihasilkan sehingga dapat dipasarkan secara ekspor.
Mutu merupakan masalah yang sangat penting pada komoditas ekspor. Kita
memproduksi jenis barang yang diperlukan oleh negara-negara lain yang kurang
atu tidak memproduksinya. Pada umumnya negara pengimpor hanya menerima
produk bermutu tinggi. Ini berarti negara pengekspor dituntut menghasilkan
produk dengan mutu tinggi dalam jumlah yang cukup. Dalam hubungan ini
dikenal sistem Quota yaitu jumlah komoditas yang disepakati untuk dapat
ditransaksikan dalam jangka waktu tertentu. Dalam masalah perdagangan luar
negeri kadang-kadang terjadi barang bermutu tinggi tidak dapat diekspor karena
berbagai masalah, di antaranya yang berkaitan dengan volume produksi atau
kesinambungan penyediaan. Jika tidak bisa mendapatkan kepercayaan mutu dan
jumlah yag diinginkan negara pengimpor maka perolehan devisa tidak dapat
dilakukan (Departemen Pertanian, 1999).
2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis
Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang
potensial karena jumlahnya yang cukup berlimpah dan mempunyai nilai ekonomis
penting, oleh karena paling banyak ditangkap baik untuk konsumsi masyarakat,
kebutuhan pasar regional bahkan ekspor.
2.4.1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera
menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang tersebar di seluruh
dunia, yaitu Katsuwonus pelamis (Waldron & King, 1963) diacu dalam
(Simbolon, 2003).
10
Klasifikasi cakalang menurut FAO (1991) adalah sebagai berikut :
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombroidei
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus pelamis
Badan memanjang, gelendong dengan penampang melintang bundar.
Kepala bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada
pendek, badan kurang bersisik. Pangkal ekor ramping dengan pelat tulang yang
kuat. Kepala dan badan bagian atas biru kehitaman, bagian bawah abu-abu
keperakan dan siri-sirip kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis,
ukurannya dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di perairan tropis dan subtropis
(Peristiwady, 2006).
Khusunya di Kawasan Timur Indonesia ikan cakalang tersebar di wilayah
perairan terutama Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi.
Perairan tersebut termasuk daerah migrasi kelompok ikan di Samudera Pasifik
bagian Selatan, khususnya jenis ikan cakalang.
Populasi cakalang yang dijumpai memasuki perairan timur Indonesia
terutama mengikuti arus. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu
perairan (Uktolseija et al, 1991). Selanjutnya Nontji (2002), menyatakan bahwa
faktor pembatas yang penting bagi keberadaan ikan cakalang di suatu perairan
adalah suhu dan salinitas. Telah diketahui bahwa cakalang hidup di perairan
lapisan permukaan dengan suhu 16-320 C dan salinitas 32-36 ‰.
Penentuan lokasi penangkapan ikan cakalang ditentukan oleh musim yang
berbeda untuk setiap perairan. Penangkapan ikan cakalang secara umum dapat
dilakukan sepanjang tahun. Hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim
bervariasi pula menurut lokasi penangkapan. Saat dengan hasil lebih banyak dari
biasanya disebut musim puncak dan bila hasil penangkapan lebih sedikit dari
biasanya disebut musim paceklik (Nikijuluw, 1986). Menurut Rahmat Enjah
11
dalam Gafa, B & W.Subani,1993 daerah penangkapan untuk usaha penangkapan
huhate lebih efektif dilakukan disekitar rumpon, yang berfungsi sebagai
penghambat mikrasi ikan-ikan tuna dan cakalang sehingga dapat menaikkan
jumlah hasil tangkapan, jumlah operasi dan biaya operasi menjadi berimbang.
Usaha penangkapan tuna dan cakalang dilakukan dengan alat tangkap
huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine) yang dikelola oleh
perusahaan swasta, sedangkan perikanan rakyat menggunakan alat tangkap funae,
tonda, pajeko, dan pancing lainnya (Enjah Rahmat, 2006).
Menangkap ikan cakalang dan tuna dengan huhate sangat tergantung pada
suplay ikan umpan ikan hidup. Umpan harus tetap hidup dan tahan sampai
diperlukan pada waktu operasi penangkapan. Pengoperasian huhate pada
prinsipnya adalah mengumpulkan ikan, yang kemudian dirangsang dengan
lemparan umpan dan disemprotkan air hingga akhirnya menangkap ikan-ikan
dengan menggunakan joran, tali pancing, dan mata pancing.
Dalam rangka meningkatkan produksi cakalang dan tun, para nelayan
menggunaakan rumpon laut dalam sebagai alat bantu penangkapan (Diniah et all,
2006).
2.4.2 Ikan Tuna (Thunnus sp)
Uktolseija et al (1997) menyatakan bahwa tuna besar terdiri atas 7 spesies,
sedangkan yang tertangkap di perairan Indonesia ada 5 jenis yaitu: madidihang
(Thunnus albacares), mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga),
tuna abu-abu (Thunnus tongkol), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii).
Penyebaran tuna terbanyak di Samudera Pasifik, dan terutama tertangkap di
perairan dalam. Daerah penangkapan yang baik sering ditemukan di wilayah
batas alih dua perairan yang berbeda, daerah pertemuan arus, daerah upwelling
dan daerah penyebaran arus. Beberapa petunjuk untuk menentukan daerah
penyebaran jenis tuna menurut Sumadhiharga (1971) antara lain:
1) Tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit (dangkal) dengan
laut dalam atau daerah karang dan tebing yang merupakan fishing ground
pada laut dalam. Berdasarkan keadaan hidrografi dapat diketahui, bahwa
putaran arus pada dasar laut merupakan barier pada fishing ground laut
dalam.
12
2) Tempat-tempat yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat
yang terdapat rintangan (karang, tebing, dan pulau).
3) Tempat terjadinya konvergensi dan divergensi antara arus yang ber-dekatan.
4) Daerah arus eddy dari arus balik equator (equatorial counter current).
Menurut Gunarso (1988) beberapa daerah penangkapan ikan tuna di
Kawasan Timur Indonesia antara lain adalah: Laut Banda dan Laut Maluku.
Daerah ini juga relatif subur seperti dilaporkan oleh Arifin (2006) bahwa
upwelling front dan sebaran klorofil-a terjadi di perairan Maluku pada bulan Juli
dan Agustus. Tuna merupakan jenis ikan yang dalam kelompok ruaya akan
muncul sedikit di atas lapisan termoklin pada siang hari dan akan beruaya ke
lapisan permukaan pada sore hari. Sedangkan pada malam hari akan menyebar di
antara lapisan permukaan dan termoklin.
2.4.3 Ikan Tongkol (Euthynnus sp)
Secara umum tongkol terdiri dari 2 genus dan 5 spesies dan diklasifikasikan
sebagai berikut (Collete dan Nauen, 1983):
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphy
Subordo : Scombroidea
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus dan Auxis
Spesies : Euthynnus affinis, E. alletteratus, E.
lineatus; Auxis thazard dan A. rochei.
Ciri morfologi tongkol (Euthynnus affinis) adalah badan memanjang dan
penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal dasar
sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip tidak melewati
bagian depan area yang kurang bersisik.
Kepala dan badan atas biru tua kehitaman, bagian bawah abu-abu
keperakan. Daerah yang kurang bersisik di atas garis rusuk dengan garis-garis
bergelombang menyilang kehitaman. Sirip perut dan dubur keputihan. Sirip ekor,
sirip dada dan sirip punggung kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis,
dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di bagian tengah Indopasifik (Peristiwady,
13
2006). Sedangkan ciri morfologi tongkol (Auxis thazard) adalah badan
memanjang dengan penampang melintang bundar. Bentuk kepala bagian atas
sampai setelah mata hampir lurus, sampai awal dasar sirip punggung agak
cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip melewati bagian depan area yang kurang
bersisik.
Kepala dan badan bagian atas biru tua kehitaman, bagian bawah abu-abu
keperakan. Daerah yang kurang bersisik di atas garis rusuk dengan garis-garis
menyilang kehitaman. Sirip punggung, dada, perut dan dubur keputihan. Sirip
ekor kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai 58 cm,
tersebar luas di perairan tropis dan subtropis (Peristiwady, 2006). Daerah
penyebaran tongkol terutama di perairan Indonesia Timur dan perairan yang
berhadapan dengan Samudera Indonesia.
2.4.4 Ikan Layang (Decapterus sp)
Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni
Decapterus russelii, Decapterus kuroides, Decapterus lajang, Decapterus
macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies ikan layang
hanya Decapterus russelii yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di
Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau
Masalembo.
Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa
(termasuk Selat Sunda, Selat Madura dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan
Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhan
ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut
dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 m atau lebih (Nontji, 2002).
Ikan layang tergolong ikan stenohaline (di atas 30‰) yang suka pada
perairan dengan salinitas 32‰ - 34‰. Sebagai ikan pelagis yang suka berkumpul
dan bergerombol, pemakan zooplankton serta senang pada perairan yang jernih,
yak tertangkap pada perairan sejauh 20-30 mil dari pantai (Hardenberg, 1937
diacu dalam Gunarso dan Wiyono, 1994).
Ciri morfologi layang (Decapterus russelii) adalah badan memanjang,
panjang kepala lebih besar dari pada tinggi badan, panjang moncong lebih besar
14
dari pada garis tanda mata, maxilla bagian belakang tidak mencapai bagian depan
mata, garis rusuk yang lurus dengan 30-31 sisik tebal.
Kepala dan badan bagian atas biru tua, bagian bawah putih keperakan, sirip
punggung dan sirip dubur sedikit kekuningan, sirip perut keputihan. Hidup di
perairan pantai dengan ukuran dapat mencapai 27 cm (Peristiwady, 2006).
Ciri morfologi layang (Decapterus macrosoma) adalah badan memanjang
seperti cerutu. Bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih
perak, sirip-siripnya kuning pucat, satu totol hitam pada bagian atas penutup
insang dan pangkal sirip dada. Ukuran panjangnya dapat mencapai 40 cm
(Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).
2.4.5 Ikan Kembung (Rastrelliger sp)
Ikan kembung dibagi atas dua jenis yakni kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Kembung lelaki
mempunyai tubuh yang lebih langsing, dan biasanya terdapat di perairan yang
agak jauh dari pantai. Kembung perempuan sebaliknya mempunyai tubuh yang
lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai.
Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, badan
tinggi dan agak pipih, kepala bagian atas hingga mata hampir lurus sampai awal
dasar sirip punggung agak cembung. Panjang kepala sama atau lebih kecil dari
pada tinggi badan. Sirip dada pendek, kepala dan badan bagian atas kehijauan,
bagian bawah putih keperakan. Pada kembung perempuan terdapat bercak-bercak
di badan yang membentuk garis kehitaman memanjang. Sedangkan kembung
lelaki di bagian atas terdapat strip kehitaman memanjang (Peristiwady, 2006).
Klasifikasi ikan kembung menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979) adalah
sebagai berikut:
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphy
Subordo : Scombroidea
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger kanagurta, R. brachysoma.
15
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di
perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari
32‰, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di
perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji, 2002).
Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di
perairan Barat, Timur dan Selatan serta Malaka, sedangkan daerah
penyebarannnya mulai dari Pulau Sumatera bagian barat dan timur, Pulau Jawa
bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan,
Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).
2.4.6 Ikan Julung-julung ( Hemirhamphus sp)
Bentuk badan memanjang dengan rahang atas pendek membentuk paruh
sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Sirip-sirip tidak
mempunyai jari-jari keras. Sirip punggung dan sirip dubur terletak jauh di
belakang, sirip dada pendek. Garis rusuk terletak di badan bagian bawah
(Peristiwady, 2006).
Daerah penyebaran terdapat di perairan pantai, lepas pantai, terutama
Indonesia Timur (Laut Flores, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut
Banda) dan perairan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tergolong
ikan pelagis lapisan atas. Penangkapan dengan soma antoni, jala oras, jala buang,
soma giob (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).
2.4.7 Ikan teri (Stolephorus sp)
Ikan teri (Stolephorus sp) merupakan jenis ikan pelagis kecil yang
memiliki nilai ekonomis penting. Pada umumnya teri berukuran antara 6 – 9 cm,
tetapi ada pula yang berukuran relatif besar sekitar 17,5 cm, misalnya stolephorus
commersonii dan s.indicus (Balitkanlut,1986 diacu Diniah at al, 1997).
Penyebarannya mencakup seluruh perairan pantai Indonesia ( Ayodhyoa
dan Diniah, 1989). Ikan teri (Stolephorus sp) merupakan ikan ekonomis penting
jenis pelagis kecil yang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya
terdapat sembilan jenis ikan teri yang tersebar diperairan Indonesia (Nontji, 1987
di acu dalam Moch.Prihatna Sobari et al, 2006). Ikan teri merupakan jenis ikan
pelagis serta menghuni perairan pesisir dan estuaria dan beberapa jenis dapat
16
hidup diperairan dengan tingkat salinitas 10-15 ppt. Umumnya teri hidup
bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran kecil. Ikan teri umumnya
berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun
ikan teri juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi berupa gerakan dari
luar (Hutomo et al, 1987. diacu dalam Moch.Prihatna Sobari at al, 2006).
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap teri bermacam-macam,
yaitu bagan, payang teri, pukat tepi dan lain-lain (Diniah et al, 1997). Walaupun
bagan dan payang mempunyai target spesies tertentu, tidak tertutup kemungkinan
tertangkap jenis lainnya, karena kedua alat tersebut menggunakan cahaya sebagai
alat bantu pemgumpul ikan. Hal ini dijelaskan oleh Ayodhyoa (1981) bahwa
peristiwa berkumpulnya ikan dibawah cahaya disebabkan oleh sifat fototaksis
ikan itu sendiri dan adanya rantai makanan dicatchable area tersebut.
2.5 Sumberdaya ikan demersal
Jenis-jenis demersal diartikan sebagai jenis-jenis ikan dimana habitat
utamanya berada di lapisan dekat dasar laut (Aoyama, 1973). Mereka mempunyai
sifat-sifat ekologi sebagai berikut :
1) Kemampuan beradaptasi terhadap faktor-faktor kedalaman perairan pada
umumnya tinggi. Hal ini terlihat dari penyebaran berbagai jenis ikan demersal
tertentu mulai dari kedalaman beberapa meter sampai perairan yang dalam.
2) Aktivitas rendah dan daerah ruayanya sempit.
3) Kawanan relatif kecil dibandingkan dengan jenis-jenis ikan pelagis.
4) Habitat utamanya dilapisan dasar laut, meskipun beberapa jenis diantaranya
berada dilapisan yang lebih atas.
5) Kecepatan pertumbuhan rendah, dan umur sampai mencapai tingkat dewasa
lambat.
6) Komunitas sangat baanyak seluk beluknya (complex). 2.5.1 Ikan kerapu
Ikan kerapu tergolong suku serranidae. Tubuhnya tertutup oleh sisik-sisik
kecil. Kebanyakan tinggal diterumbu karang dan sekitarnya meskipun ada pula
yang hidup dipantai sekitar muara sungai. Umumnya kerapu tidak senang pada air
dengan salinitas yang rendah.
17
Nama kerapu biasanya digunakan untuk empat marga ikan yakni
Epinephelus, veriola, Plectropoma dan Cromileptes ( Fis Purwangka, 2002). Ikan
kerapu didunia internasional dikenal sebagai groupers, rockcod, hinds dan sea
basses yang dimasukkan ke dalam famili serranedae, sub famili Epinephelinae
yang terdiri atas 15 genus dan mencakup 159 spesies (Heemstra dan Randall,
1993 diacu Fis Purwangka, 2002).
2.5.2 Ikan kakap merah (Lutjamus spp)
Ikan kakap merah termasuk famili Lutjanidae, Ordo Perciformes, Kelas
Actinopterygii. Panjang maksimum yang pernah tercatat adalah sekitar 30 cm
(panjang total). Kakap meraah hidup dilaut dan lingkungan yang berasosiasi
dengan terumbu karang, dengan panjang kisaran kedalaman 40-80 meter.
Ciri-ciri fisik kakap merah antara lain duri sirip punggung berjumlah 10
buah, duri lunak sirip punggung berjumlah 13-14 buah, duri sirip dubur berjumlah
3 buah, duri lunak sirip dubur berjumlah 8-9 buah, hidung agak meruncing, profil
bagian punggung dari kepala menurun tajam. Tulang preorbitalnya cenderung
sempit, lebarnya biasanya kurang dari diameter mata.
Garis preopercular dan pegangannya kurang berkembang. Barisan sisik
dipunggung semakin bertambah diatas gurat sisi. Pada umumnya kakap merah
berwarna merah atau merah muda pada waktu segar, sirip merah atau orange.
Juvenil dibawah 10 cm memiliki ujung sirip caudal yang kehitaman, seringkali
juga sebuah tanda kehitaman agak melengkung ditengah sirip caudal, kadangkala
juga dengan garis lateral ditengah yang berwarna kekuningan mulai dari sisi
operculum hingga bagian tengah sirip caudal.
Kakap merah tinggal didaerah karang yang lebih dalam, biasanya hidup
soliter atau dalam kelompok kecil. Kakap merah merupakan ikan dengan harga
tinggi ( www.fishbas.org).
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penyusunan proposal dan
tahap penelitian di lapangan. Penyusunan proposal dilaksanakan pada bulan April
2009 dan penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan
Nopember 2009 di Kabupaten Halmahera Utara.
3.2 Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan lembar data.
Data sekunder melalui penulusuran berbagai pustaka. Sumber data pokok (primer
dan sekunder) dihimpun melalui teknik survey dan pengamatan (observasi).
3.3 Jenis dan sumber data
Jenis data dan sumber data yang digunakan adalah data primer yang
dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan
lembar data, sedangkan data sekunder digunakan data pustaka dan data time series
produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi
Maluku Utara tahun 2004-2008.
3.4 Metode analisis data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Analisis
penetapan komoditas unggulan; (2) Analisis location quotient (LQ) dan
(3) Analisis SWOT.
3.4.1 Analisis penetapan komoditas unggulan
Untuk menetapkan komoditas unggulan terhadap keseluruhan jenis hasil
tangkapan yang didaratkan di suatu wilayah dapat dilakukan dengan metode
scoring. Beberapa kriteria penting yang akan menjadi parameter utama dalam
menghitung skor adalah kontinutas produksi, produksi rata-rata, harga komoditas,
dan nilai produksi yang lebih ungul dari keseluruhan komoditas yang ada.
20
Penetapan komoditas unggulan juga akan melihat perlakuan produksi dan
perolehan devisa dari komoditas tersebut (Raharjo et al, 1999).
1) Kontinuitas produksi
Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan dalam
jangka waktu yang lama sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Kontinutas
produksi merupakan kriteria penting dalam pengembangan usaha perikanan
tangkap, sehingga dalam penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Halmahera
Utara digunakan sebagai parameter utama.
Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan setiap
tahun dari data 5 tahun terakhir (2004-2008). Nilai skor yang diberikan terhadap
kekontinuitas produksi lihat Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria penilaian kontinuitas produksi
No Selang waktu Kategori Nilai skor 1. 1 – 2 tahun Tidak kontinyu 1
2. 3 – 4 tahun Cukup kontinyu 2
3. 5 tahun Kontinyu 3
2) Produksi rata-rata
Produksi rata-rata yaitu total produksi ikan dibagi jumlah tahun produksi
(5 tahun) tahun 2004-2008. Nilai rata-rata yang diberikan lihat Tabel 2.
Banyaknya data (N) = x Jumlah kelas = 1+3,32 log N
= 1+3,32 log N
Lebar kelas =
21
Tabel 2 Nilai yang diberikan terhadap rata-rata produksi
No Selang produksi rata-rata
(ton/tahun) Nilai skoring
1. ≤ nilai rata-rata 1
2. > 1 x nilai rata-rata 2
3. > 2 x nilai rata-rata 3
4. > 3 x nilai rata-rata 4
5. > 4 x nilai rata-rata 5
6. > 5 x nilai rata-rata 6
3) Harga komoditas
Harga komoditas adalah harga jual per jenis ikan. Harga rata-rata yaitu
harga produksi per jenis ikan dibagi jumlah tahun produksi (5 tahun) tahun 2004-
2008.
Banyaknya data (N) = x Jumlah kelas = 1+3,32 log N
= 1+3,32 log N
Lebar kelas =
Tabel 3. Nilai yang diberikan terhadap harga komoditas
No Selang harga ikan (Rp/kg) Nilai
1. ≤ nilai rata-rata 1
2. > 1 x nilai rata-rata 2
3. > 2 x nilai rata-rata 3
4. > 3 x nilai rata-rata 4
5. > 4 x nilai rata-rata 5
6. > 5 x nilai rata-rata 6
22
4) Nilai produksi
Nilai produksi diamati terhadap produk dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk olahan, demikian pula pemasarannya secara lokal ataupun ekspor.
(1) Perlakuan hasil produksi
Perlakuan hasil produksi dianalisis berdasarkan besarnya jumlah produksi
yang dimanfaatkan dalam bentuk olahan atau non olahan. Bentuk perlakuan yang
diberikan dalam bentuk olah berupa pengasinan, pengasapan, pindang,
pengalengan dan non olahan adalah pemasaran secara segar atau beku. Nilai yang
diberikan terhadap kriteria tersebut lihat Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi No Kriteria Nilai skoring
1. Bentuk olahan ≥ 50% 1
2. Bentuk non olahan < 50% 0
(2) Pemasaran
Pemasaran dinilai untuk pemasaran lokal maupun ekspor. Pemasaran
ekspor dinilai dari besarnya devisa yang dihasilkan bagi Negara. Analisis
perolehan devisa merupakan tambahan untuk menentukan komoditas unggulan
ekpor. Nilai skoring yang diberikan pada produksi ekspor dan non ekspor di
Kabupaten Halmahera Utara lihat Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan pemasaran No Kriteria Nilai skoring
1. Diekspor 1
2. Tidak diekspor 0
3.4.2 Analisis location quotient (LQ)
1. Nilai LQ. Untuk mengimplementasikan metode analisis location quotient (LQ) dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Insert data. Insert data series menurut jenis ikan selama lima tahun terakhir,
ke dalam spreadsheet dengan format kolom dan baris diisi nama wilayah
23
(Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi Maluku Utara) dan tahun
sedangkan baris diisi nama jenis ikan.
2) Menghitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil
tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara. Setelah data dimasukkan dalam
spreadsheet kemudian data dihitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total
produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara yang masing-
masing diberi notasi Xy dan Xx.
3) Menghitung jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil
tangkapan di Provinsi Maluku Utara. Data yang digunakan untuk menghitung
jumlah produksi ikan jenis ke-j dan total produksi ikan hasil tangkapan di
Provinsi Maluku Utara yang masing-masing diberi notasi Xy dan Xx.
4) Menghitung nilai LQ. location quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk
membandingkan pangsa ikan di Kabupaten Halmahera Utara dalam aktivitas
perikanan tangkap dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas
Maluku Utara. Secara lebih operasional, LQ didefenisikan sebagai rasio
persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada subwilayah ke-j
terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Adapun
formula dari LQ menurut Budiharsono (2000); Hendayana, (2003), adalah:
Keterangan: xij = produksi ikan jenis ke-j di Kabupaten Halmahera Utara xi = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara Xij = produksi total jenis ikan ke-j di Maluku Utara Xi = produksi total perikanan tangkap Maluku Utara.
5) Interpretasi nilai LQ. Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ
maka: Jika nilai LQ > 1 menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi
perikanan di Kabupaten Halmahera Utara secara relatif dibandingkan dengan
total Maluku Utara atau terjadi pemusatan aktivitas di Halmahera Utara.Jika
nilai LQ = 1 maka pada Kabupaten Halmahera utara, mempunyai pangsa
aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Maluku Utara
24
Jika nilai LQ < 1 maka Kabupaten Halmahera Utara mempunyai pangsa relatif
lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara
atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Halmahera Utara.
1 Penentuan sektor unggulan dan prioritas.
Untuk dapat menentukan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas
pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara dibuat matriks
dengan pendekatan location quotient (LQ). Menurut M.Fedi A.Sondita et al
pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan
dalam 2 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 kriteria dan 2 kriteria.
1. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri yaitu terpusat
(LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ
< 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 2, 1
dan 0.
2. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang
mengalami pertumbuhan diberi bobot 2, nilai LQ yang mengalami
pertumbuhan tetap diberi bobot 1, dan untuk nilai LQ yang mengalami
pertumbuhan negatif diberi bobot 0.
Dari kedua hasil pembobotan LQ tersebut, nilai penjumlahan tertinggi
merupakan komoditas ikan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan
produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.
3.4.3 Analisis strategi pengembangan perikanan tangkap (Analisis SWOT).
Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui atau mempelajari kekuatan
(Strength), kelemahan (Weakness) dan peluang (Opportunity) serta ancaman
(Threat) bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara. Analisis
SWOT juga digunakan untuk merumuskan atau mengambil alternatif strategi bagi
pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara.
Menurut Rangkuti (2002), kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness) dan
peluang (Opportunity) serta ancaman (Threat) adalah faktor eksternal.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap pencapaian suatu tujuan (Strength) dan
(Opportunity) merupakan faktor pendorong (positif) sedangkan (Weakness) dan
(Threat) adalah faktor penghambat (negatif) lihat Tabel 6.
25
Peluang
Ancaman
Kelemahan Kekuatan
Kuadran 3 Kuadran 1
Kuadran 4 Kuadran 2
Tabel 6. Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal
Strength (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
Weakness (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
Opportunity (O) Tentukan peluang eksternal
Strategi (SO) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi (WO) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Threat (T)
Tentukan ancaman eksternal
Strategi (ST) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi (WT) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Menurut Rangkuti (2002), matriks ini dapat menjelaskan bagaimana
peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) yang dihadapi dapat disesuaikan
dengan kekuatan (Strength) dan (Weakness) yang dimiliki lihat Gambar 2.
Gambar 2 Analisa SWOT
26
Perumusan strategi yang tepat dalam berbagai kondisi adalah sebagai berikut:
1) Kuadran 1, merupakan kondisi yang sangat menguntungkan, yaitu sistem
memiliki kekuatan dan peluang yanga baik.
2) Kuadran 2, sistem memiliki kekuatan namun menghadapi berbagai ancaman.
Startegi yang tepat adalah strategi diversifikasi, yaitu menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
3) Kuadran 3, sistem memiliki peluang yang baik, namun terkendala kelemahan
internal. Strategi yang tepat adalah meminimalkan masalah-masalah internal,
sehingga dapat merebut peluang eksternal dengan lebih baik.
4) Kuadran 4, kondisi yang sangat tidak menguntungkan. Strategi yang tepat
adalah strategi defensif, yaitu dengan meminimalkan kerugian-kerugian yang
akan timbul.
Pemberian bobot matriks faktor eksternal dan internal adalah sebagi berikut :
1) Beri bobot, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).
2) Rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor).pemberian nilai rating untuk faktor
peluang bersifat positif (peluang yang besar diberi rating 4 tetapi jika
peluangnya kecil, diberi rating 1).
3) Faktor skor pembobotan diperoleh dengan mengalikan bobot dengan rating.
Nilai skor pembobotan ini digunakan untuk penilaian penyusunan strategi
kebijakan.
4 KEADAAN UMUM
4.1 Luas dan Letak Geografis
Wilayah Halmahera Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 1
Tahun 2003 dan secara administratif kenegaraan resmi menjadi wilayah
kabupaten baru pada tanggal 31 Mei 2003. Kabupaten Halmahera Utara memiliki
luas wilayah sebesar 24.983,32 km2, dan luas daratan sebesar 5.447,3 km2 atau
sebesar 22% dari luas wilayah kabupaten. Luas perairannya sebesar 19.536,02
km2 atau sebesar 78% dari luas wilayah kabupaten.
Kabupaten Halmahera Utara secara administratif terdiri dari 22 kecamatan
yang terdiri dari 260 desa. Sebagian besar wilayah kecamatannya yakni 18
kecamatan merupakan kecamatan pesisir dan 4 kecamatan lainnya merupakan
kecamatan pedalaman. Kabupaten Halmahera Utara memiliki 94 buah pulau
sedang maupun kecil, berpenghuni maupun tidak berpenghuni.
Kabupaten Halmahera Utara secara geografis terletak di bagian Utara dari
Pulau Halmahera, tepatnya berada pada koordinat 1o57’ – 3o00’ LU dan 127o17’ –
128o08’ BT, serta memiliki wilayah yang terbentang dari utara ke selatan
sepanjang 333 km dan dari barat ke timur sepanjang 148 km. Peta lokasi
penelitian, lihat Gambar 3.
28
Sumber : Bappeda Kabupaten Haalmahera Utara, 2009.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
U
�
Lokasi Penelitian
(Kab.Halut)
Lokasi Penelitian
(Prov.Malut)
Penangkapan
ikan unggulan
menyebar
padasemua
wilayah Halut
29
Secara geografis dan administratif, Kabupaten Halmahera Utara memiliki
batas-batas wilayah yang berbatasan dengan wilayah daerah lain, sebagai berikut :
1) Sebelah utara berbatasan dengan samudera pasifik.
2) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wasilei, Kabupaten Halmahera
Timur.
3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten
Halmahera Barat.
4) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loloda Selatan, Kabupaten
Halmahera Barat dan laut Sulawesi.
Sumber daya alam pantai yang banyak terdapat di Kabupaten Halmahera
Utara yaitu : ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, dan hutan
mangrove. Di samping itu, juga terdapat jenis udang (Penaied sp), kepiting
(Brachyura sp), cumi-cumi (Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada
maxima), tapis-tapis (Pinctada margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang
(Holothuridae sp), dan rumput Laut (sea weeds).
Perairan laut Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan memiliki potensi
sumber daya perikanan tangkap (standing stock) sebesar 89.865,69 ton/tahun,
dengan potensi lestari (MSY) atau potensi ikan yang boleh dimanfaatkan sebesar
44.932,85 ton/tahun, yang terdiri dari perikanan pelagis sebesar 26.946,41
ton/tahun dan perikanan demersal sebesar 17.986,44 ton/tahun. Potensi hutan
mangrove terdiri dari mangrove primer 3.720,612 Ha dan mangrove sekunder
1.456,880 Ha (Data Tata Ruang 2007), serta Potensi terumbu karang seluas
539,6 Ha dan padang lamun seluas 6.126,14 Ha.
4.2 Iklim
Wilayah Kabupaten Hamahera Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis
yang terdiri atas dua musim yaitu (a) musim hujan pada bulan November sampai
Februari, dan (b) musim kemarau pada bulan April sampai dengan Oktober, yang
diselingi musim pancaroba pada bulan Maret dan Oktober.
Curah hujan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara berkisar antara
1.500 – 4.500 mm per tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson
30
(1951), daerah Halmahera Utara umumnya bertipe iklim B, dengan rata-rata curah
hujan per tahun 1.869 mm.
Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih tinggi atau sama
dengan 60 mm. Bulan November dan bulan Agustus adalah bulan dengan curah
hujan yang tinggi, selain itu bulan April juga dengan curah hujan yang tertinggi
yaitu 293 mm. Periode curah hujan rendah berlangsung pada bulan September
dan Oktober dengan curah hujan terendah 50,8 mm pada bulan September.
4.3 Penduduk
Penduduk Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2008 tercatat sebanyak
218.972 jiwa. Bila dibandingkan dengan luas wilayah daratannya, maka tingkat
kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Halmahera Utara pada setiap
kecamatan adalah seperti pada Tabel 7.
31
Tabel 7. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan tahun 2008
Sumber : Dinas Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Utara, 2009. .
Tabel 7 tersebut mnenunjukkan bahwa penyebaran penduduk tertinggi
terdapat di Kecamatan Tobelo 746 jiwa/km2, sedangkan konsentrasi yang relatif
rendah terdapat di Kecamatan Morotai Timur, Kao Barat dan Tobelo Barat.
Adapun faktor yang mempengaruhi tidak meratanya persebaran penduduk adalah
No Kecamatan Jumlah
penduduk (jiwa)
Luas daerah (km2)
Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
1. Kao Teluk 6.911 135,4 51
2. Malifut 10.349 374,1 28
3. Kao 7.212 111,2 65
4. Kao Barat 8.632 596,7 14
5. Kao Utara 7.112 128,8 55
6. Tobelo Barat 4.497 294,7 15
7. Tobelo Timur 6.828 120,0 57
8. Tobelo Selatan 13.411 204,3 66
9. Tobelo Tengah 10.713 56,0 191
10. Tobelo 24.604 33,0 746
11. Tobelo Utara 10.427 100,4 104
12. Galela 7.910 138,7 57
13. Galela Selatan 8.948 84,5 106
14. Galela Barat 9.636 45,5 212
15. Galela Utara 8.951 255,3 35
16. Morotai Selatan 16.112 363,1 44
17. Morotai Utara 10.610 448,7 24
18. Morotai Selatan Barat 12.572 362,8 35
19. Morotai Timur 8.154 731,8 11
20. Morotai Jaya 7.688 408,5 19
21. Loloda Utara 10.231 390,4 26
22. Loloda Kepulauan 7.464 63,3 118
Jumlah 218.972 5.447
32
faktor topografi wilayah dan kurangnya aksebilitas jalan yang berakibat
rendahnya kegiatan perekonomian di daerah-daerah tersebut.
Keseluruhan wilayah Kabupaten Halmahera Utara didominasi oleh
penduduk laki-laki. Sex ratio total jumlah penduduk antara laki-laki terhadap
perempuan di kabupaten ini adalah 102,2 yang berarti bahwa pada setiap 100
orang penduduk perempuan terapat 102 penduduk laki-laki lihat Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah penduduk dan sex ratio menurut kecamatan tahun 2008
No Kecamatan Jenis kelamin
Total jiwa Sex ratio Laki-laki Perempuan
1 Kao Teluk 3.505 3.406 6.911 102,9
2 Malifut 5.245 5.104 10.349 102,8
3 Kao 3.600 3.612 7.212 99,7
4 Kao Barat 4.286 4.346 8.632 98,6
5 Kao Utara 3.810 3.302 7.112 115,4
6 Tobelo Barat 2.266 2.231 4.497 101,6
7 Tobelo Timur 3.669 3.159 6.828 116,1
8 Tobelo Selatan 6.667 6.744 13.411 98,9
9 Tobelo Tengah 5.333 5.380 10.713 99,1
10 Tobelo 12.376 12.228 26.604 101,2
11 Tobelo Utara 5.187 5.240 10.472 99
12 Galela 3.974 3.936 7.910 101
13 Galela Selatan 4.520 4.428 8.948 102,1
14 Galela Barat 4.994 4.642 9.636 107,6
15 Galela Utara 4.529 4.422 8.951 102,4
16 Morotai Selatan 8.206 7.906 16.112 103,8
17 Morotai Utara 5.315 5.295 10.610 100,4
18 Morotai Selatan Barat 6.273 6.299 12.572 99,6
19 Morotai Timur 4.198 3.956 8.154 106,1
20 Morotai Jaya 3.942 3.746 7.688 105,2
21 Loloda Utara 5.016 5.215 10.231 96,2
22 Loloda Kepulauan 3.762 3.702 7.464 101,6
110.673 108.299 218.972 102,2 Sumber : Dinas Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Utara, 2009.
Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 15 kecamatan memiliki sex ratio
lebih dari 100% dan hanya 7 kecamatan yang memiliki sex ratio penduduk kurang
33
dari 100%, dengan demikian secara umum Kabupaten Halmahera Utara
didominasi oleh penduduk laki-laki.
Sebaran utama penduduk terdapat di Kecamatan Tobelo yaitu 24.604 jiwa
(11,2%), Kecamatan Morotai Selatan dengan 16.112 jiwa (7,4%) dan Kecamatan
Tobelo Selatan dengan 13.411 jiwa (6,1%) sementara, Kecamatan Tobelo Barat
dengan pusat pertumbuhan di Kusuri memiliki sebaran penduduk yang rendah
yaitu hanya 2,1% dari total jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Utara.
Secara umum, sebaran penduduk di Kabupaten Halmahera Utara masih
belum merata antar kecamatan. Kondisi ini menjadi indikasi pentingnya
pemerataan distribusi kependudukan untuk kemudian diselaraskan dengan potensi
pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Pemerataan distribusi kependudukan ini
dapat dilakukan dengan mekanisme migrasi lokal maupun eksternal atau dengan
membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah yang kurang penduduk.
4.4 Perkembangan Perikanan
Dalam rangka mendayagunakan potensi perikanan secara optimal sebagai
ujung tombak perekonomian daerah, maka kebijakan pembangunan kelautan dan
perikanan di Kabupaten Halmahera Utara diarahkan untuk :
1) Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal
dan berkelanjutan.
2) Meningkatkan penerimaan devisa negara dari ekspor hasil perikanan.
3) Meningkatkan kesejahteraan nelayan.
4) Meningkatkan kecukupan gizi dari hasil perikanan.
5) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang kelautan dan
perikanan.
Untuk pencapaian tujuan yang telah digariskan, maka perlu adanya
dukungan kebijakan pemerintah terhadap beberapa komponen yang mencakup
kebijakan tentang infrastruktur, kebijakan sumberdaya nelayan, kebijakan
perikanan tangkap, kebijakan perikanan budidaya, kebijakan pemasaran hasil
perikanan, serta pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan.
34
4.4.1 Perkembangan Alat Tangkap
Perkembangan alat penangkap ikan di Kabupaten Halmahera Utara sejak
tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menurut jenis alat tangkap, disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat.
No Alat tangkap
menurut jenisnya Jumlah alat menurut tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Pukat pantai 23 23 23 23 23
2 Pukat cincin 32 33 37 37 40
3 Jaring lingkar 26 28 28 28 30
4 Jaring insang hanyut 43 43 43 41 41
5 Jaring insang tetap 35 35 35 33 33
6 Jaring klitik 4 4 4 3 3
7 Trammel net 16 17 17 18 18
8 Bagan perahu 59 60 60 60 40
9 Bagan tancap 7 8 8 8 8
10 Rawai tetap 21 21 22 22 22
11 Rawai tuna 32 33 33 34 34
12 Rawai hanyut 8 7 8 10 10
13 Huhate 50 52 53 55 40
14 Pancing tonda 122 124 124 124 140
15 Pancing ulur 859 939 1.029 1.155 1.250
16 Sero 2 4 4 4 4
17 Bubu 27 27 30 27 26
Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009
Data Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap pukat pantai
mempunyai jumlah yang tetap selama selang waktu 2004-2008. Beberapa jenis
alat tangkap yang mengalami kenaikkan jumlah yang relatif kecil adalah: alat
tangkap pukat cincin, jaring lingkar, trammel net, bagan tancap, rawai tetap, rawai
tuna, pancing tonda dan sero.
Alat tangkap yang mengalami kenaikkan jumlah yang cukup signifikan
pada setiap tahun yaitu: pancing ulur. Alat tangkap yang mengalami penuruan
jumlah sampai pada tahun terakhir 2008 yaitu: jaring insang hanyut, jaring insang
tetap, jaring klitik, bagan perahu, huhate dan bubu. Jumlah unit penangkapan
35
tersebut melaksanakan operasi penangkapan sebanyak jumlah tripnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah trip penangkapan menurut jenis alat.
No Alat tangkap
menurut jenisnya Jumlah trip menurut tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Pukat pantai 5.796 5.646 5.106 5.244 5.380
2 Pukat cincin 6.680 7.600 8.140 7.548 8.200
3 Jaring lingkar 6.240 6.320 5.712 5.600 6.240
4 Jaring insang hanyut 4.320 4.343 4.301 4.018 4.961
5 Jaring insang tetap 7.400 7.140 7.022 7.194 7.260
6 Jaring klitik 402 432 435 324 331
7 Trammel net 3.005 3.060 3.043 3.564 3.672
8 Bagan perahu 1.872 9.840 9.509 9.840 6.720
9 Bagan tancap 588 640 672 669 656
10 Rawai tetap 2.764 3.549 3.696 3.586 3.960
11 Rawai tuna 5.376 5.544 5.537 6.120 6.188
12 Rawai hanyut 1.524 1.428 1.632 1.800 1.790
13 Huhate 9.088 10.608 10.812 11.220 7.860
14 Pancing tonda 21.600 24.396 25.296 29.140 28.021
15 Pancing ulur 254.880 262.639 276.221 296.835 317.500
16 Sero 168 176 180 200 232
17 Bubu 2.268 2.510 2.670 2.144 2.755
Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009
Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa fluktuasi jumlah trip setiap tahun
selang periode 2004-2008 tidak sama dengan fluktuasi jumlah alat tangkap,
kecuali pada alat tangkap pancing ulur, terlihat jelas terjadi kenaikkan jumlah trip
setiap tahun secara signifikan. Jumlah trip penangkapan menunjukkan besarnya
aktivitas penangkapan dari setiap alat penangkapan dalam beroperasi.
Fluktuasi jumlah trip disesuaikan dengan keadaaan iklim dan cuaca pada
setiap tahunnya. Perubahan-perubahan cuaca dan iklim yang tidak seragam setiap
tahun membuat kesempatan melaut juga berbeda setiap tahun. Sekalipun
demikian diharapkan dunia perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara
dapat menjawab tantangan peningkatan taraf hidup masyarakat di waktu yang
akan datang.
36
4.4.2 Perkembangan armada perikanan
Armada perikanan terdiri dari beberapa unit penangkapan ikan yang
mencakup kapal, alat tangkap dan nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan di suatu daerah penangkapan. Dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009, kapal perikanan didefinisikan sebagai perahu, kapal, atau alat apung lain
yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, mendukung operasi pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan,
pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
Nomura dan Yamazaki (1977) mengelompokkan jenis kapal ikan ke dalam
empat kelompok yakni:
(1) Kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan, termasuk kelompok
kapal yang khusus digunakan untuk mengumpul sumber daya hayati perairan,
seperti kapal pukat udang, perahu pukat cincin, perahu jaring insang, kapal
rawai, kapal pole and line, sampan yang digunakan untuk memancing ikan,
dan lain sebagainya.
(2) Kapal yang digunakan sebagai tempat mengumpulkan hasil tangkapan dan
mengolahnya.
(3) Kapal pengangkut ikan yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan
dari kapal pengumpul ataupun kapal penangkap dari daerah penangkapan ke
pelabuhan.
(4) Kapal penelitian, pendidikan dan latihan merupakan kapal ikan yang dipakai
dalam penelitian, pendidikan dan latihan.
Kategori berdasarkan ukuran kapal atau perahu di Indonesia menurut
Statistik Kelautan dan Perikanan terdiri atas tiga kategori yaitu:
(1) Perahu Tanpa Motor
(2) Motor Tempel, dan
(3) Kapal Motor, yang selanjutnya terbagi menurut ukuran Gross Tonagenya
yaitu: < 5 GT; 5-10 GT; 10-20 GT; 20-30 GT; 30-50 GT; 50-100 GT; 100-
200 GT dan > 200 GT.
37
Perkembangan jumlah kapal perikanan di Kabupaten Halmahera Utara
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah nelayan menurut jenis ukuran kapal.
No Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
1 PTM 318 346 415 451 455 2 Motor Tempel 183 205 263 290 348 3 Kapal Motor :
0 - 5 GT 762 865 1.021 1.117 1.176
5 - 10 GT 50 58 60 62 64
10 - 20 GT 17 21 25 27 31
20 - 30 GT - - - - -
30 - 50 GT - - - - -
50 - 100 GT - - - - -
100 - 200 GT - - - - -
> 200 GT - - - - -
Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009
Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa kapal penangkap didominasi
oleh Kapal motor berukuran 0 – 5 GT. Kapal motor jenis ini di Kabupaten
Halmahera Utara didominasi oleh perahu jenis pamboat dengan mesin jenis
katinting. Perahu jenis ini banyak digunakan karena memiliki daya jelajah yang
cukup jauh, serta mampu bergerak dalam keadaan laut yang bergelombang karena
bahan perahunya yang ringan.
4.4.3 Perkembangan nelayan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mendefenisikan nelayan sebagai
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Ahli mesin dan
juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dikategorikan sebagai nelayan
meskipun mereka tidak melakukan kegiatan menangkap (Dirjen Perikanan
Tangkap, 2004). Dengan demikian maka yang dimaksud dengan nelayan adalah
semua orang yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Selanjutnya berdasarkan waktu yang dialokasikan untuk
melakukan penangkapan ikan, nelayan dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu :
38
(1) Nelayan yang seluruh waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan
ikan, disebutkan sebagai nelayan penuh.
(2) Nelayan yang sebagian besar waktunya dialokasikan untuk melakukan
penangkapan ikan, disebutkan sebagai nelayan sambilan utama. Dalam
kategori ini, nelayan dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
(3) Nelayan yang sebagian kecil waktunya dialokasikan untuk melakukan
penangkapan ikan, disebutkan sebagai nelayan sambilan tambahan. Dalam
kategori ini, nelayan mempunyai pekerjaan pokok yang lain.
Sebagian besar nelayan di Kabupaten Halmahera Utara merupakan nelayan
sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan, karena mereka mempunyai
kebun, sehingga pada saat panen tanaman pertanian, mereka istirahat melaut.
Jumlah nelayan menurut jenis alat periode tahun 2004–2008 lihat Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah nelayan menurut jenis alat.
No Jumlah nelayan
menurut jenisnya Jumlah trip menurut tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Pukat pantai 276 276 274 276 276
2 Pukat cincin 628 646 722 722 780
3 Jaring lingkar 364 358 360 360 386
4 Jaring insang hanyut 130 130 130 120 120
5 Jaring insang tetap 98 98 98 86 86
6 Jaring klitik 6 6 6 5 5
7 Trammel net 18 20 20 22 22
8 Bagan perahu 59 60 61 61 40
9 Bagan tancap 7 8 8 8 8
10 Rawai tetap 28 28 30 30 30
11 Rawai tuna 35 38 38 40 40
12 Rawai hanyut 8 7 9 11 11
13 Huhate 900 930 954 990 720
14 Pancing tonda 124 126 126 126 142
15 Pancing ulur 859 939 1.029 1.155 1.250
16 Sero 2 4 4 4 4
17 Bubu 10 10 10 10 8
Sumber Data : Primer
Data tersebut menunjukkan bahwa nelayan sebagian besar menggunakan
alat tangkap pancing, berikut jaring insang tetap, pukat cincin, jaring lingkar dan
39
huhate. Alat tangkap pancing dan jaring insang merupakan alat tangkap yang
sederhana dengan mayoritas kepemilikan tunggal dengan tingkat penyerapan
tenaga kerja per unit penangkapan sangat rendah. Pada kelompok alat ini, setiap
unit penangkapan ikan menyerap 1 – 3 tenaga kerja saja. Alat tangkap pukat
cincin, jaring lingkar dan huhate merupakan alat tangkap dengan daya penyerapan
tenaga kerja yang tinggi per unit penangkapan. Setiap unit penangkapan dari
ketiga jenis alat ini mampu menyerap tenaga kerja antara 12 – 20 orang bahkan
terkadang ada yang lebih dari 20 orang.
4.4.4 Perkembangan Produksi
Produksi hasil perikanan merupakan output dari proses penangkapan ikan.
Produksi tersebut sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti sarana
penangkapan ikan, kemampuan atau keterampilan nelayan, manajemen, dan
beberapa faktor lainnya termasuk infrastruktur pendukung seperti pelabuhan
perikanan atau pangkalan pendaratan ikan. Data yang diperoleh dari hasil survei
lapangan di seluruh Kabupaten Halmahera Utara, diperoleh data produksi dari
setiap jenis alat tangkap untuk periode tahun 2004–2008, lihat Tabel 13.
40
Tabel 13 Produksi ikan total menurut jenis alat.
No Jumlah produksi
(ton) Jumlah produksi (ton) menurut tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Pukat pantai 417,688 634,82 501,407 444,297 615,194
2 Pukat cincin 4.858,05 5.690,42 5.847,04 6.319,49 8.625,46
3 Jaring lingkar 354,883 371,496 376,284 386,195 439,9
4 Jaring insang hanyut 224,924 226,026 272,039 226,147 181,431
5 Jaring insang tetap 231,884 264,67 285,237 267,427 245,757
6 Jaring klitik 4,257 2,998 4,066 4,032 3,188
7 Trammel net 96,61 45,938 89,968 91,753 166,886
8 Bagan perahu 2.962,76 6.283,03 2.853,66 2.705,99 3.146,17
9 Bagan tancap 257,643 359,292 231,719 205,375 122,681
10 Rawai tetap 287,416 207,588 477,624 484,474 535,3
11 Rawai tuna 877,615 2.700,13 1.232,78 1.522,95 2.148,58
12 Rawai hanyut 117,922 99,063 142,215 160,423 235,03
13 Huhate 4.683,22 8.272,82 7.860,60 8.471,56 7.773,09
14 Pancing tonda 742,804 1.904,72 1.337,26 1.240,11 1.506,32
15 Pancing ulur 620,401 579,4 569,838 895,291 1.213,72
16 Sero 9,758 21,627 8,264 4,892 3294
17 Bubu 52,006 54,373 55,34 49,702 50,648
Sumber : DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2009
Tabel 13 tersebut menunjukkan bahwa sumbangan hasil tangkapan
terbesar diperoleh dari perikanan pukat cincin dan huhate, dilihat dari rata-rata
hasil tangkapan per tahun, maka alat tangkap huhate memberikan sumbangan
terbesar, berikut alat tangkap pukat cincin. Pada tahun 2008, pukat cincin
merupakan penyumbang produksi terbesar berikutnya huhate. Alat tangkap yang
memberikan sumbangan hasil tangkapan paling rendah yaitu jaring klitik.
Jenis ikan yang disajikan adalah jenis ikan yang secara relatif tertangkap
dalam jumlah yang cukup banyak dengan frekuensi tertangkap juga cukup tinggi,
sedangkan jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah yang sangat kecil atau sangat
jarang ditemukan diabaikan dalam penelitian ini.
4.4.5 Perkembangan Pemasaran
Komoditas perikanan yang dijual di pasar lokal di Kabupaten Halmahera
Utara hampir seluruhnya berasal dari produksi perikanan tangkap dan dalam
41
keadaan segar. Untuk ikan segar yang berukuran besar, biasanya sebelum dijual
dipotong-potong terlebih dahulu menjadi beberapa potong.
Ikan hasil tangkapan sebagian besar tanpa pengawet es. Ikan didaratkan
dan diletakkan begitu saja di dalam keranjang plastik tanpa adanya upaya
penanganan,lalu ikan diangkut atau menunggu untuk diangkut ke pasar tanpa
adanya pemberian es untuk mencegah proses kemunduran mutu. Pemberian es
baru dilakukan setelah ikan tiba di pasar dan akan disimpan dalam kotak
pendingin untuk dijual pada hari berikutnya. Salah satu kendala tidak
diterapkannya rantai dingin tersebut adalah karena harga es balok untuk
penanganan ikan masih cukup mahal dan terbatas jumlahnya, sementara
permintaan untuk kepentingan lain juga cukup besar.
Akibat penanganan yang kurang baik ini, maka mutu ikan segar cepat
menurun, sehingga nelayan dan pedagang menerima harga yang rerlatif rendah,
sementara konsumen juga memakan ikan yang rendah kualitasnya. Sekalipun
demikian, mutu ikan yang rendah ini hanya diperoleh pada daerah-daerah yang
jauh dari lokasi pasar. Secara umum daerah penangkapan terletak tidak terlalu
jauh dari lokasi pasar sehingga dugaan turunnya mutu ikan tangkapan masih
terlalu jauh. Sebagian besar ikan dikonsumsi dalam keadaan segar, bahkan ikan
yang belum kena bahan pengawet es.
Kegiatan pemasaran terutama diperankan oleh pedagang borongan
(penyalur) yang kemudian disalurkan ke pedagang eceran. Rata-rata setiap unit
penangkapan telah memiliki pedagang penyalur yang disebutkan sebagai
pengurus (istilah daerah setempat). Pengurus memegang peranan penting dalam
menyalurkan hasil tangkapan untuk sampai di tangan konsumen.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Penetapan komoditas unggulan
1) Kontinuitas Produksi
Kontinuitas produksi didasarkan pada keberadaan produksi ikan dalam
jangka waktu yang lama sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Kontinuitas
produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan data 5
tahun terakhir (2004-2008) lihat Tabel 14. Data produksi yang digunakan untuk
kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 1.
Tabel 14. Kriteria penilaian kontinuitas produksi
No Jenis ikan Kontinuitas produksi Keterangan
1. Manyung 3 Kontinyu 2. Sebelah 2 Cukup kontinyu 3. Ekor kuning 3 Kontinyu 4. Gerot-gerot 3 Kontinyu 5. Kuwe 3 Kontinyu 6. Kakap 3 Kontinyu 7. Beloso 3 Kontinyu 8. Peperek 3 Kontinyu 9. Lencam 3 Kontinyu 10. Bambangan 3 Kontinyu 11. Biji nangka 3 Kontinyu 12. Kurisi 3 Kontinyu 13. Swanggi 3 Kontinyu 14. Kerapu 3 Kontinyu 15. Beronang 2 Cukup kontinyu 16. Kerong-kerong 2 Cukup kontinyu 17. Tetengkek 2 Cukup kontinyu 18 Layang 3 Kontinyu 19. Sunglir 3 Kontinyu 20. Bawal putih 3 Kontinyu 21. Bentong 2 Cukup kontinyu 22. Japuh 3 Kontinyu 23. Tembang 3 Kontinyu 24. Terubuk 3 Kontinyu 25. Teri 3 Kontinyu 26. Terbang 3 Kontinyu 27. Julung-julung 3 Kontinyu 28. Selar 3 Kontinyu 29. Tongkol 3 Kontinyu 30. Kembung 3 Kontinyu 31. Tigawaja 3 Kontinyu 32. Lemadang 2 Cukup kontinyu 33. Layaran 2 Cukup kontinyu 34. Cakalang 3 Kontinyu 35. Tenggiri 3 Kontinyu 36. Tuna 3 Kontinyu 37. Cucut 3 Kontinyu 38. Pari 3 Kontinyu
44
2) Produksi Rata-Rata
Produksi rata-rata yaitu total produksi dibagi jumlah tahun produksi. Nilai
rata-rata produksi lihat Tabel 15 dan 16. Data produksi dan rata-rata produksi
untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 1.
Banyaknya data (N) =38 Jumlah kelas = 1+3,32 log N
= 1+3,32 log 38
= 6
Lebar kelas =
=
= 1.855
Tabel 15. Nilai terhadap rata-rata produksi
No Selang produksi rata-rata
(ton/tahun) Nilai skoring
1. ≤ 1.855 ton/tahun 1
2. 1.856 – 3.711 ton/tahun 2
3. 3.712 – 5.567 ton/tahun 3
4. 5.568 – 7.423 ton/tahun 4
5. 7.424 – 9.279 ton/tahun 5
6. ˃ 9.280 ton/tahun 6
45
Tabel 16. Nilai Skoring rata-rata produksi perikanan
No Jenis ikan Nilai skoring
1. Manyung
1
2. Sebelah 1 3. Ekor kuning 1 4. Gerot-gerot 1 5. Kuwe 1 6. Kakap 1 7. Beloso 1 8. Peperek 1 9. Lencam 1 10. Bambangan 1 11. Biji nangka 1 12. Kurisi 1 13. Swanggi 1 14. Kerapu 1 15. Beronang 1 16. Kerong-kerong 1 17. Tetengkek 1 18 Layang 3 19. Sunglir 1 20. Bawal putih 1 21. Bentong 1 22. Japuh 1 23. Tembang 1 24. Terubuk 1 25. Teri 2 26. Terbang 1 27. Julung-julung 1 28. Selar 1 29. Tongkol 2 30. Kembung 1 31. Tigawaja 1 32. Lemadang 1 33. Layaran 1 34. Cakalang 6 35. Tenggiri 1 36. Tuna 2 37. Cucut 1 38. Pari 1
46
3) Harga Komoditas
Harga komoditas adalah harga jual per jenis ikan. Harga rata-rata yaitu harga
produksi per jenis ikan dibagi jumlah tahun produksi. Nilai rata-rata yang diberikan
lihat Tabel 17 dan 18. Data harga dan rata-rata harga per jenis ikan untuk kriteria
penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 2.
Banyaknya data (N) =38 Jumlah kelas = 1+3,32 log N
= 1+3,32 log 38
= 6
Lebar kelas =
=
= 6.145
Tabel 17. Nilai terhadap harga komoditas
No Selang harga ikan (Rp/kg) Nilai skoring
1. ≤ 6.145 1
2. 6.146 – 12.291 2
3. 12.292 – 18.437 3
4. 18.438 – 24,583 4
5. 24.584 – 30.729 5
6. ˃ 30.730 6
47
Tabel 18. Nilai skoring terhadap harga ikan No Jenis ikan Nilai skoring
1. Manyung 1 2. Sebelah 1 3. Ekor kuning 1 4. Gerot-gerot 1 5. Kuwe 1 6. Kakap 3 7. Beloso 1 8. Peperek 1 9. Lencam 3 10. Bambangan 1 11. Biji nangka 1 12. Kurisi 2 13. Swanggi 1 14. Kerapu 3 15. Beronang 6 16. Kerong-kerong 1 17. Tetengkek 1 18 Layang 1 19. Sunglir 1 20. Bawal putih 1 21. Bentong 1 22. Japuh 1 23. Tembang 1 24. Terubuk 1 25. Teri 1 26. Terbang 1 27. Julung-julung 1 28. Selar 1 29. Tongkol 1 30. Kembung 1 31. Tigawaja 1 32. Lemadang 1 33. Layaran 1 34. Cakalang 1 35. Tenggiri 1 36. Tuna 1 37. Cucut 1 38. Pari 1
48
4) Nilai produksi
Nilai produksi diamati terhadap produk dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk olahan, demikian pula pemasarannya secara lokal ataupun ekspor.
(1) Perlakuan hasil produksi
Perlakuan hasil produksi dianalisis berdasarkan besarnya jumlah produksi
yang dimanfaatkan dalam bentuk olahan atau non olahan. Nilai yang diberikan
terhadap kriteria tersebut lihat Tabel 19 dan 20. Data Perlakuan produksi yang
untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 3.
Tabel 19. Kriteria dan nilai terhadap perlakuan produksi
No Kriteria Nilai skoring
1. Bentuk olahan ≥ 50% 1
2. Bentuk non olahan < 50% 0
49
Tabel 20. Nilai skoring terhadap pengolahan ikan.
No Jenis ikan Nilai Skoring 1 Manyung 0 2 Sebelah 0 3 Ekor kuning 0 4 Gerot-gerot 0 5 Kuwe 0 6 Kakap 0 7 Beloso 0 8 Peperek 0 9 Lencam 0
10 Bambangan 0 11 Biji nangka 0 12 Kurisi 0 13 Swanggi 0 14 Kerapu 1 15 Beronang 0 16 Kerong-kerong 0 17 Tetengkek 0 18 Layang 0 19 Sunglir 0 20 Bawal putih 0 21 Bentong 0 22 Japuh 0 23 Tembang 0 24 Terubuk 0 25 Teri 0 26 Terbang 0 27 Julung-julung 1 28 Selar 0 29 Tongkol 0 30 Kembung 0 31 Tigawaja 0 32 Lemadang 0 33 Layaran 0 34 Cakalang 1 35 Tenggiri 0 36 Tuna 1 37 Cucut 0 38 Pari 0
50
(2) Pemasaran
Pemasaran dinilai untuk pemasaran lokal maupun ekspor. Analisis
perolehan devisa merupakan tambahan untuk menentukan komoditas unggulan
ekpor. Nilai skoring yang diberikan lihat Tabel 21 dan 22. Data Pemasaran
produksi untuk kriteria penilaian ini dikemukakan pada Lampiran 4.
Tabel 21. Kriteria dan nilai terhadap pemasaran
No Kriteria Nilai skoring
1. Di ekspor 1
2. Tidak di eksport 0
51
Tabel 22. Nilai skoring terhadap pemasaran jenis ikan.
No Jenis ikan Nilai Skoring 1 Manyung 0 2 Sebelah 0 3 Ekor kuning 0 4 Gerot-gerot 0 5 Kuwe 0 6 Kakap 0 7 Beloso 0 8 Peperek 0 9 Lencam 0
10 Bambangan 0 11 Biji nangka 0 12 Kurisi 0 13 Swanggi 0 14 Kerapu 1 15 Beronang 0 16 Kerong-kerong 0 17 Tetengkek 0 18 Layang 0 19 Sunglir 0 20 Bawal putih 0 21 Bentong 0 22 Japuh 0 23 Tembang 0 24 Terubuk 0 25 Teri 0 26 Terbang 0 27 Julung-julung 1 28 Selar 0 29 Tongkol 0 30 Kembung 0 31 Tigawaja 0 32 Lemadang 0 33 Layaran 0 34 Cakalang 1 35 Tenggiri 0 36 Tuna 1 37 Cucut 0 38 Pari 0
52
Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan metode skoring yang
merupakan nilai kumulatif dari kontinuitas produksi, produksi rata-rata, harga,
pengolahan dan pemasaran produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera
Utara. Pemberian skoring komoditas unggulan adalah dengan nilai di atas nilai
tengah atau mendekati nilai tengah. Jika total skoring paling rendah adalah 3 dan
paling tinggi adalah 17, maka nilai skoring tengah adalah 10.
Jadi jenis ikan yang memiliki keunggulan tinggi/sangat unggul adalah
dengan total nilai skoring 9-11, ikan yang mempunyai nilai unggulan sedang
adalah ikan dengan total nilai skoring 6-8, sedangkan ikan yang memiliki tingkat
unggulan rendah atau bukan jenis yang diunggulkan adalah ikan dengan total nilai
skor 3-5. Hasil skoring berdasarkan analisa tersebut lihat pada Tabel 21.
53
Tabel 23. Hasil skoring penentuan komoditas unggulan.
No Jenis ikan Kontinuitas
produksi Produksi rata-rata
Harga Olahan Pemasar
an Jumlah skoring
1 Manyung 3 1 1 0 0 5
2 Sebelah 2 1 1 0 0 4
3 Ekor kuning 3 1 1 0 0 5
4 Gerot-gerot 3 1 1 0 0 5
5 Kuwe 3 1 1 0 0 5
6 Kakap 3 1 3 0 0 7
7 Beloso 3 1 1 0 0 5
8 Peperek 3 1 1 0 0 5
9 Lencam 3 1 3 0 0 7
10 Bambangan 3 1 1 0 0 5
11 Biji nangka 3 1 1 0 0 5
12 Kurisi 3 1 2 0 0 6
13 Swanggi 3 1 1 0 0 5
14 Kerapu 3 1 3 0 1 8
15 Beronang 2 1 6 0 0 9
16 Kerong-kerong 2 1 1 0 0 4
17 Tetengkek 2 1 1 0 0 4
18 Layang 3 3 1 0 0 7
19 Sunglir 3 1 1 0 0 5
20 Bawal putih 3 1 1 0 0 5
21 Bentong 2 1 1 0 0 4
22 Japuh 3 1 1 0 0 5
23 Tembang 3 1 1 0 0 5
24 Terubuk 3 1 1 0 0 5
25 Teri 3 2 1 0 0 6
26 Terbang 3 1 1 0 0 5
27 Julung-julung 3 1 1 1 0 6
28 Selar 3 1 1 0 0 5
29 Tongkol 3 2 1 0 0 6
30 Kembung 3 1 1 0 0 5
31 Tigawaja 3 1 1 0 0 5
32 Lemadang 2 1 1 0 0 4
33 Layaran 2 1 1 0 0 4
34 Cakalang 3 6 1 0 1 11
35 Tenggiri 3 1 1 0 0 5
36 Tuna 3 2 1 0 1 7
37 Cucut 3 1 1 0 0 5
38 Pari 3 1 1 0 0 5
54
Hasil skoring penentuan komoditas unggulan tersebut menunjukkan bahwa
dari 38 jenis ikan, 31 jenis ikan tertangkap kontinyu dengan skoring nilai 3 dan 7
jenis ikan tidak kontinyu dengan nilai skoring 2.
Produksi rata-rata setiap jenis ikan 3.691 ton/tahun, sehingga 37 jenis ikan
produksi rata-ratanya dibawah nilai rata-rata kecuali ikan cakalang (11.131,472
ton) dan ikan layang (4.405,296 ton) per tahun. Data produksi kriteria penilaian
lihat Lampiran 1.
Harga tiap jenis ikan di Kabupaten Halmahera Utara berada di bawah harga
rata-rata semua jenis sebesar Rp 5.551 per kg, kecuali jenis ikan kakap, lencam,
kurisi, kerapu dan beronang, yang harganya lebih tinggi dibanding dengan harga
rata-rata semua jenis ikan lihat Lampiran 2.
Produksi ikan yang dihasilkan selalu dipasarkan dalam bentuk segar kecuali
ikan julung-julung yang dipasarkan setelah diolah dengan cara pengasapan. Jenis
ikan yang diekspor yaitu kerapu, cakalang dan tuna. Data harga, pengolahan
produksi dan pemasaran yang digunakan untuk kriteria penilaian ini dikemukakan
pada Lampiran 3 dan 4.
Total nilai skoring menunjukkan bahwa jenis ikan cakalang, memiliki
scoring paling tinggi yaitu 11, ikan beronang (9), ikan kerapu (8) ikan kakap,
lencam, layang, dan tuna memiliki (7) ikan kurisi, teri, julung-julung dan tongkol
(6), ikan manyung, ekor kuning, gerot-gerot, kuwe, beloso, peperek, bambangan,
biji nangka,swanggi, sunglir, bawal putih, japuh, tembang, terubuk, terbang, selar,
kembung, tigawaja, tenggiri, cucut dan pari (5) ikan sebelah, kerong-kerong,
tetengkek, bentong, lemadang, dan layaran (4).
5.1.2. Analisis Location Quotient
Menghitung nilai location quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk
membandingkan pangsa ikan di Kabupaten Halmahera Utara dalam aktivitas
perikanan tangkap dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas
Maluku Utara. Untuk mengetahui nilai LQ dari setiap jenis ikan lihat gambar 4.
55
Gambar 4. Nilai LQ per jenis ikan.
Hasil perhitungan LQ pada gambar 4 dan Lampiran 5, di mana jenis-jenis
ikan dengan nilai LQ > 1 sebanyak 12 jenis ikan, dan LQ < 1 sebanyak 26 jenis
ikan dan tidak ada jenis ikan LQ = 1.
Berdasarkan perhitungan LQ jenis ikan yang LQ˃1 mempunyai potensi
untuk ditingkatkan produksi dan pengembangannya, lihat Gambar 5.
Gambar 5. Jenis ikan Nilai LQ >1
Pada gambar 5 tersebut, 12 jenis ikan yang memiliki nilai LQ>1, yaitu
kuweh LQ=1,62 kerapu LQ=1,01 kerong-kerong LQ=1,07 teri LQ=1.03, terbang
56
LQ=1,98 julung-julung LQ= 1,25 tongkol LQ=1.22 lemadang LQ = 1,12
cakalang =1,10 tenggiri LQ = 1,07 tuna LQ = 1.41 dan cucut LQ = 1,11.
Berdasarkan analisa LQ maka ke 12 jenis ikan tersebut merupakan jenis
yang surplus produksi atau menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi
perikanan di Kabupaten Halmahera Utara secara relatif dibandingkan dengan
dengan total produksi Provinsi Maluku Utara. Jenis ikan yang nilai LQ <1 adalah
sebanyak 26 jenis ikan lihat Gambar 7.
Gambar 7. Jenis Ikan Nilai LQ <1
Dari Tabel 7 tersebut terlihat jelas jenis ikan yang memiliki nilai LQ < 1
sebanyak 26 jenis ikan, yang berarti mempunyai pangsa relatif lebih kecil
dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara atau telah
terjadi defisit produksi di Kabupaten Halmahera Utara.
5.1.3. Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap
Dalam menganalisis strategi pengembangan perikanan tangkap, dilakukan
analisis SWOT, yaitu menyangkut analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman (strength, weakness, opportunities and threats/SWOT) adalah perangkat
analisis yang paling populer, terutama untuk kepentingan perumusan strategi.
Asumsi dasar yang melandasi adalah organisasi harus menyelaraskan aktivitas
internalnya dengan realitas eksternal agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.
57
Peluang tidak akan berarti manakala organisasi tidak mampu memanfaatkan
sumber daya yang dimilikinya untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Analisis SWOT adalah sebuah pendekatan konseptual yang luas, yang
menjadikannya rentan terhadap beberapa keterbatasan. Pearce dan Robinson
seperti diacu oleh Hiariey (2009) mengungkapkan beberapa keterbatasan analisis
SWOT ini.
Pertama, analisis SWOT berpotensi untuk terlalu banyak memberikan
penekanan pada kekuatan internal dan kurang memberikan perhatian pada
ancaman eksternal. alam hal ini, perencana strategi di perusahaan di samping
harus menyadari kekuatan yang dimiliki pada saat ini, juga harus menyadari
pengaruh lingkungan eksternal terhadap kekuatan yang sekarang dimiliki tersebut.
Perubahan lingkungan yang sangat cepat dapat menjadikan kekuatan yang
sekarang dimiliki menjadi tidak bermakna, bahkan bisa berubah menjadi
kelemahan yang menghambat kemajuan perusahaan.
Kedua, analisis SWOT dapat menjadi sesuatu yang bersifat statis dan
berisiko mengabaikan perubahan situasi dan lingkungan yang dinamis. Hal ini
sama dengan apa yang terjadi pada proses perencanaan. Kritik yang sering muncul
terhadap suatu perencanaan adalah bahwa perencanaan ini hanya berhenti di atas
kertas, namun miskin implementasi. Salah satu penyebabnya adalah lingkungan
yang berubah sangat cepat, sehingga asumsi yang digunakan sebagai dasar dalam
proses perencanaan menjadi tidak valid.
Analisis SWOT sering digunakan dalam proses perencanaan, tidaklah
mengherankan bila analisis ini mendapat kritik dalam hal ketidak mampuannya
memberikan respons yang cepat terhadap perubahan yang terjadi, oleh karena itu,
analisis SWOT tidak boleh bersifat statis dan mengabaikan kemungkinan
terjadinya perubahan, yang pasti terjadi.
Perlu diingat bahwa analisis SWOT merepresentasikan sebuah pandangan
yang khusus hanya pada satu titik waktu tertentu. Oleh karenanya elemen yang
ada dalam analisis SWOT harus dikaji dan dievaluasi secara berkala. Ketiga,
analisis SWOT berpotensi terlalu memberikan penekanan hanya pada satu
kekuatan atau elemen dari strategi, padahal, kekuatan yang ditekankan tersebut
belum tentu mampu menutupi kelemahan yang dimiliki, serta belum tentu mampu
58
menghadapi berbagai ancaman yang muncul. Sebuah organisasi harus senantiasa
menggali berbagai macam sumber daya yang mungkin memiliki potensi menjadi
sumber kekuatan organisasi.
Keterbatasan lain dari analisis SWOT ini adalah kecenderungannya untuk
terlalu menyederhanakan situasi dengan mengklasifikasikan faktor lingkungan
perusahaan ke dalam kategori yang tidak selalu tepat. Klasifikasi sebuah faktor
sebagai kekuatan atau kelemahan, atau sebagai kekuatan atau ancaman, sering
ditentukan berdasarkan penilaian yang kurang tepat.
Sebagai contoh, budaya tertentu dari sebuah perusahaan dapat merupakan
kekuatan atau kelemahan, demikian pula perubahan teknologi, dapat merupakan
ancaman, namun dapat pula dianggap sebagai peluang.
Mungkin yang lebih penting adalah munculnya kesadaran perusahaan
terhadap faktor lingkungan ini serta memanfaatkannya sehingga perusahaan dapat
mengambil keuntungan semaksimal mungkin. Keterbatasan lainnya berkaitan
dengan subjektivitas. Mintzbergth mengatakan bahwa boleh jadi penilaian
mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat
diandalkan (unreliable) dan bias. Dalam beberapa kasus, faktor yang menentukan
kekuatan dan kelemahan, peluang maupun ancaman yang dimiliki sebuah
organisasi ditentukan oleh orang-orang yang terlalu dekat atau terlalu jauh dengan
aktivitas aktual perusahaan.
Hal ini dapat menimbulkan kesalahan strategi yang merugikan perusahaan.
Berbagai keterbatasan analisis SWOT seperti yang telah diuraikan di atas bukan
berarti SWOT tidak bisa lagi digunakan. Justru keterbatasan ini dapat menjadi
panduan dan pelajaran bagi perusahaan agar dapat memanfaatkan analisis SWOT
dengan tepat, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan. Seperti
halnya alat analisis yang lain, kegunaan analisis SWOT ini secara langsung
berhubungan dengan kesesuaian (appropriateness) aplikasi, serta keterampilan
mereka yang menggunakannya. Analisis SWOT untuk penetapan strategi
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara dapat
dikemukakan sebagai berikut:
59
1) Faktor Internal
(1) Kekuatan :
- Potensi sumberdaya ikan sangat tinggi.
- Tersedianya bahan baku kayu untuk pembuatan kapal ikan.
- Sumberdaya manusia sebagai nelayan banyak tersedia.
- Tersedianya pasar lokal yakni perusahaan-perusahaan yang bergerak
bukan pada sektor perikanan dengan tenaga kerja yang cukup
banyak.
(2) Kelemahan :
- Minimnya permodalan dalam penyediaan kapal dan alat tangkap
- Rendahnya pendapatan nelayan, karena kurangnya pengetahuan dan
Keterampilan.
- Bentuk pengelolaan usaha masih tradisional
- Kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan.
2) Faktor Eksternal
(1) Peluang :
- Meningkatnya permintaan ikan.
- Peningkatan dan penambahan armada tangkap.
- Terbukanya kesempatan untuk pengolahan hasil tangkapan ikan.
- Adanya investasi di sektor perikanan.
(2) Ancaman :
- Illegal fishing oleh armada kapal asing.
- Adanya kegiatan destruktif fishing.
60
Tabel 24. Matriks faktor internal strategi pengembangan perikanan tangkap.
Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor Internal
Kekuatan K1 Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera
Utara sangat tinggi 0,20 4 0,80
K2 Tersedianya bahan baku kayu untuk pembuatan kapal ikan
0,15 4 0,60
K3 Sumberdaya manusia sebagai nelayan banyak tersedia
0,15 3 0,45
K4 Tersedianya pasar lokal yakni perusahaan-perusahaan yang bergerak bukan pada sektor perikanan dengan tenaga kerja yang cukup banyak;
0,10 3 0,30
Kelemahan
L1 Minimnya permodalan dalam penyediaan kapal dan alat tangkap
0,15 2 0,30
L2 Rendahnya pendapatan nelayan, karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan
0,10 1 0,10
L3 Bentuk pengelolaan usaha masih tradisional 0,05 2 0,10
L4 Kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan
0,10 2 0.20
Total 1,00 2,85
Tabel 25. Matriks faktor eksternal strategi pengembangan perikanan tangkap.
Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor Eksternal
Peluang P1 Meningkatnya permintaan ikan 0,20 4 0,80 P2 Peningkatan dan penambahan armada tangkap 0,10 3 0,30 P3 Terbukanya kesempatan untuk pengolahan hasil
tangkapan ikan 0,15 3 0,45
P4 Adanya dukungan Pemda untuk pengembangan usaha perikanan
0,15 4 0,60
Ancaman A1 Illegal fishing oleh armada kapal asing 0,20 2 0,40 A2 Adanya kegiatan destruktif fishing 0,20 1 0,20
Total 1,00 2,75
Untuk menentukan strategi pemgembangan perikanan tangkap di
Kabupaten Halmahera Utara, maka teknik yang digunakan adalah mencari strategi
silang dari ke empat faktor tersebut, yaitu :
1. Strategi KP, Strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
61
2. Strategi KA, strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi LP, strategi yang dibuat berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi LA, strategi yang dibuat didasarkan pada kegiatan yang bersifat
defensif dengan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
Tabel 26. Model Matriks Analisis SWOT
Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan � Potensi sumberdaya ikan
sangat tinggi; � Tersedianya bahan baku
kayu untuk pembuatan kapal ikan;
� Sumberdaya manusia sebagai nelayan banyak tersedia;
� Tersedianya pasar lokal yakni perusahaan-perusahaan yang bergerak bukan pada sektor perikanan dengan tenaga kerja yang cukup banyak;
Kelemahan � Minimnya
permodalan dalam penyediaan kapal dan alat tangkap;
� Rendahnya pendapatan nelayan, karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan;
� Bentuk pengelolaan usaha masih tradisional;
� Kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan
Peluang � Meningkatnya permintaan
ikan. � Peningkatan dan
penambahan armada tangkap.
� Terbukanya kesempatan untuk pengolahan hasil tangkapan ikan.
� Adanya investasi disektor perikanan tangkap.
Strategi KP � Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada � Pengembangan pengolahan hasil tangkapan.
Strategi LP � Peningkatan
investasi dari luar untuk peningkatan usaha perikanan skala kecil
� Menyediakan cold storage, pabrik es dan penggandaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan
Ancaman � Illegal fishing oleh armada
kapal asing. � Adanya kegiatan
destruktif fishing.
Strategi KA � Memaksimalkan peman-
faatan potensi perikanan yang ada.
� Memperkuat armada lokal � Sosialisasi perikanan ramah
lingkungan.
Strategi LA � P
engembangan teknologi penangkapan ikan.
� Diklat pengelolaan usaha perikanan berkelanjutan
62
Tabel 27. Penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap yang bertanggung jawab
Unsur SWOT Keterkaitan Skor Rangking Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada tangkap
K1,K2,K3,P1,P2 2,95 1
Pengembangan pengolahan hasil tangkapan
K3,K4,P2,P3 1,50 5
Peningkatan investasi dari luar untuk peningkatan usaha perikanan skala kecil
L1,L3, L4,P1,P2 1,70 2
Menyediakan cold storage, pabrik es dan penggandaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan
L3,L4,P3,P4 1,35 7
Memperkuat armada lokal
K2,K3,A1,A2 1,65 3
Sosialisasi perikanan ramah lingkungan.
K1,K3,A2 1,45 6
Memaksimalkan pemanfaatan potensi perikanan yang ada
K1,K3,A1 1,65 4
Pengembangan teknologi penangkapan ikan
L1,L4,A2 0,70 8
Diklat pengelolaan usaha perikanan berkelanjutan
L2,L3.A2 0,40 9
Dengan demikian maka sembilan arah strategi pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Halmahera Utara telah dapat dilaksanakan berdasarkan
skala prioritas yang telah dijabarkan sesuai analisis.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Penetapan komoditas unggulan
Berdasarkan analisa kontinuitas produksi, menunjukkan bahwa terdapat 38
jenis ikan yang penting tertangkap di perairan Kabupaten Halmahera Utara lihat
Tabel 14. Dilihat dari kontinuitas produksi sebagai salah satu kriteria analisis,
terdapat 7 jenis di antaranya tertangkap dalam kategori cukup kontinyu dan 31
63
jenis ikan tertangkap secara kontinyu, jadi hampir semua jenis ikan tertangkap
secara kontunyu setiap tahun. Jenis ikan menurut tingkat kontinuitas produksi
dapat dilihat Gambar 7.
Gambar 7. Nilai skoring kontinuitas produksi ikan.
Nilai skoring 1 adalah jenis ikan yang tertangkap dengan frekuensi 1-2
tahun (tidak kontinyu), nilai skoring 2 adalah jenis ikan yang tertangkap 3-4 tahun
(cukup kontinyu) dan nilai skoring 3 adalah jenis ikan yang tertangkap selama 5
tahun (kontinyu).
Melihat gambar tersebut jelas bahwa jenis-jenis ikan ekonomis secara
kontinyu tertangkap di perairan Halmahera Utara, dengan keragaman jenis ikan
yang cukup tinggi. Tingkat keragaman yang tinggi ini membutuhkan cara
pengelolaan yang lebih serius jika tidak, mudah sekali terjadi kepunahan salah
satu jenis ikan sebagai akibat tingkat eksploitasi ataupun terjadinya gangguan
pada keseimbangan lingkungan, membuat ada jenis ikan yang tidak dapat
beradaptasi dan selanjutnya berpindah ke tempat lain atau menjadi punah. Bisa
saja terjadi kepunahan dari beberapa jenis sekaligus, terutama bagi jenis-jenis
yang hidupnya saling bergantung, atau selalu berada dalam satu gerombolan.
Penilaian terhadap kriteria produksi, di mana produksi rata-rata tiap jenis
ikan dibandingkan dengan produksi rata-rata seluruh jenis ikan, disajikan dalam
bentuk gambar 8 sebagai berikut:
64
Gambar 8. Jumlah produksi rata-rata per jenis ikan
Gambar 8 tersebut menunjukkan bahwa produksi rata-rata jenis ikan
cakalang sangat tinggi dibanding dengan jenis ikan lainnya. Produksi rata-rata
jenis ikan yaitu 3.691 ton per tahun, sehingga jelas bahwa ikan cakalang
(11.131,47 ton) dan ikan layang(4.405,30 ton) yang mempunyai produksi diatas
produksi rata-rata, dan jenis ikan lainnya di bawah rata-rata. Berdasarkan rata-
rata produksi tersebut maka jenis ikan cakalang dan layang menjadi komoditas
unggulan.
Penilaian terhadap harga ikan rata-rata setiap tahun untuk setiap jenis
dibanding dengan rata-rata semua jenis ikan dapat dilihat Gambar 9.
65
Gambar 9. Harga rata-rata per jenis ikan
Dilihat dari harga rata-rata ikan pada Gambar 9 terlihat jelas ada 4 jenis
ikan yang mempunyai harga cukup tinggi yaitu ikan beronang (Rp 38.150),
kerapu ( Rp 13.700), kakap (Rp 12.400) dan lencam (Rp 12.640) per kilogram
dimana harga ikan rata-rata adalah Rp 5.551 per kilogram, sehingga dari segi
harga ke empat jenis ikan tersebut menjadi komoditas unggulan.
Penilaian terhadap kriteria pengolahan jenis ikan ternyata bahwa hanya 1
jenis ikan yang diolah menjadi ikan asap kering yaitu ikan julung-julung dan 37
jenis dijual tanpa pengolahan terlebih dahulu. Akibat dari tidak diolahnya ikan-
ikan tersebut maka pada waktu musim tertentu, harga ikan sangat murah sehingga
nelayan tidak mendapatkan nilai tambah dari prosesing hasil, dan tidak
terserapnya tenaga kerja, lihat Gambar 10.
Penilain terhadap kriteria pemasaran yaitu ikan yang di eksport nilai
skoringnya 1 dan tidak di eksport nilainya 0, dimana ikan yang di ekspor adalah
ikan kerapu, cakalang dan tuna dan 35 jenis ikan lainnya di pasarkan secara lokal
lihat Gambar 10.
66
Gambar 10. Pengolahan dan pemasaran ikan.
Dilihat dari pengolahan produksi dan pemasaran ikan pada Gambar 10
terlihat jelas bahwa komoditas unggulan dari segi pengolahan adalah ikan julung-
julung dengan nilai skor 1, dan unggulan dari segi pemasaran adalah ikan kerapu,
cakalang dan tuna dengan nilai skor masing-masing 1.
Berdasarkan analisis tersebut diatas, untuk menentukan komoditas
unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, maka ditetapkan
nilai skoring yang merupakan penjumlahan dari kontinuitas produksi, produksi
rata-rata, harga rata-rata, pengolahan dan pemasaran ikan sebagaimana Gambar
11.
67
Gambar 11. Nilai total skoring penentuan komoditas unggulan.
Nilai skoring pada Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat dua jenis
ikan unggulan tinggi yaitu ikan cakalang dan beronang (skor 11 dan 9), jenis ikan
unggulan sedang yaitu ikan kerapu, (skor 8), ikan kakap, lencam,layang, dan tuna
(skor 7), ikan kurisi, teri, julung-julung dan tongkol (skor 6), dan ikan yang
tidak diunggulkan yaitu manyung, ekor kuning, gerot-gerot, kuwe, beloso,
peperek, bambangan, biji nangka, swanggi, sunglir, bawal putih, japuh, tembang,
terubuk, terbang, selar, kembung, tiga waja, lemadang, tenggiri, cucut, dan pari
(skor 5) dan jenis ikan sebelah, kerong-kerong, tetengkek, bentong dan layaran
(skor 4).
Berdasarkan nilai skoring tersebut dimana jenis ikan yang menjadi
unggulan adalah jenis ikan unggulan sedang dan dan tinggi atau nilai skornya 6 –
11 sebagaimana Gambar 12.
68
Gambar 12. Jenis ikan unggulan berdasarkan skoring penetapan komoditas unggulan.
Nilai skoring pada Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat 11 yang
dikategorikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara dari segi analisa penentuan
komoditas unggulan yaitu ikan cakalang dan beronang (unggulan tinggi), jenis
ikan unggulan sedang yaitu ikan kerapu, kakap, lencam, layang, dan tuna, kurisi,
teri, julung-julung dan tongkol.
Untuk meningkatkan produksi jenis ikan unggulan diperlukan
pengembangan alat tangkap. Terhadap satu jenis ikan demersal (kerapu) yang
unggul, tidak direkomendasikan untuk pengembangan penangkapan tetapi
pengembangan budidaya dengan karamba jaring apung (KJA) untuk
dikembangkan.
Ikan teri merupakan jenis ikan yang tertangkap dekat dengan pantai
sehingga dalam pengembangannya diperlukan kajian yang lebih matang lagi
sehingga pemanfaatannya dapat dioptimalkan. Bagi jenis ikan cakalang dan
layang, perlu menjadi prioritas dalam pengembangan penangkapannya, dengan
demikian pengembangan alat tangkap pukat cincin dan huhate menjadi alternatif
pengembangannya.
69
5.2.2 Analisis Location Quotient
Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode LQ dimana hasil analisis
LQ berdasarkan data pada Lampiran 5, jika digambarkan sebagaimana pada
gambar 4 jelas terlihat bahwa, terdapat 12 jenis ikan LQ nya > 1, hal ini
menunjukkan bahwa terjadi konsentrasi produksi perikanan di Kabupaten
Halmahera Utara secara relatif dibandingkan dengan total Maluku Utara atau
terjadi pemusatan aktivitas di Halmahera Utara.
Jenis ikan yang memiliki nilai LQ>1, yaitu kuwe, kerapu, kerong-kerong,
teri, terbang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, tenggiri, tuna dan ikan
cucut. Nilai LQ sangat tinggi yaitu ikan terbang = 1,97. Jenis ikan ini memang
cukup banyak dan mudah ditemukan di perairan Halmahera Utara, dikarenakan
perairan ini berhadapan langsung dengan samudera pasifik, sehingga
memudahkan ikan-ikan oseanis masuk ke perairan Halmahera Utara dan dapat
dengan mudah tertangkap.
Jenis ikan yang nilai LQ < 1 sebanyak 26, menunjukkan bahwa Kabupaten
Halmahera Utara mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan
aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara atau telah terjadi defisit produksi di
Kabupaten Halmahera Utara. Jenis ikan tersebut tidak diunggulkan untuk
pengembangan perikanan tangkap.
5.2.3 Penentuan komoditas unggulan.
Berdasarkan penetapan skoring penilaian LQ dan penentuan jenis ikan
unggulan Kabupaten Halmahera Utara, maka terdapat 12 jenis ikan yang masuk
ketegori unggul karena LQ nya ˃ 1, dan 11 jenis unggul karena nilai skoringnya
6 – 11, lihat Tabel 28.
70
Tabel 28 Penentuan komoditas unggulan dengan menggabungkan penilaian skoring LQ dan penentuan komoditas unggulan
No Nilai
skoring LQ
Jenis ikan jenis ikan
Nilai skoring penentuan komoditas unggulan
Keterangan
1 1,62 Kuwe Kakap 7
2
1,01 Kerapu Kerapu 8 eksport
3
1,07 Kerong2 Beronang 9
4
1,03 Teri Teri 6
5
1,98 Terbang Lencam 7
6
1,25 Julung2 Julung2 6
7
1,21 Tongkol Tongkol 6
8
1,12 Lemadang Kurisi 6
9
1,10 Cakalang Cakalang 11 eksport
10
1,07 Tenggiri Layang 7
11
1,41 Tuna Tuna 7 eksport
12
1,11 Cucut
Penetapan komoditas unggulan berdasarkan nilai skoring ( kontinuitas,
produksi, harga, pengolahan dan pemasaran) terdapat 11 jenis ikan unggulan, dan
jenis ikan dengan LQ ˃1 terdapat 12 jenis ikan. Bilamana skoring penentuan
komoditas unggulan dikaitkan dengan nilai LQ maka didapatkan 6 jenis ikan
yang dianggap memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai komoditi unggulan di
Kabupaten Halmahera Utara.
Keenam jenis ikan tersebut yaitu cakalang, teri, tongkol, tuna, kerapu dan
julung-julung, dan dari ke enam jenis ikan tersebut 3 jenis yang di eksport yaitu
tuna, cakalang dan kerapu.
71
Untuk jenis ikan layang, sekalipun produksinya cukup tinggi namun nilai
LQ<1, sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai jenis ikan unggulan
sekalipun upaya pemanfaatannya dapat terus ditingkatkan.
Berdasarkan penetapan komoditi unggulan yang dapat dijadikan sasaran
dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara adalah
jenis-jenis ikan pelagis yang bersifat oseanis. Jenis-jenis ikan oseanis ini
memiliki daerah ruaya yang luas sehingga teknologi dalam upaya penangkapan
harus juga turut dikembangkan, di samping itu kualitas sumber daya manusia di
subsektor perikanan tangkap juga harus selalu ditingkatkan, disesuaikan dengan
alat tangkap dan teknologi yang akan dimanfaatkan.
5.2.4. Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap
Analisis SWOT menghasilkan suatu rekomendasi tentang sembilan arah
strategi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, bahwa usaha
pengembangan perikanan tangkap dengan penambahan armada tangkap menjadi
prioritas utama. Pengembangan armada tangkap ini harus dilakukan secara
bertanggung jawab dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan.
Penambahan armada tangkap harus diperhitungkan pula dengan perluasan
daerah penangkapan ke arah yang lebih jauh dari pantai untuk mencegah
terjadinya over exploited di daerah dekat pantai yang selama ini sudah cukup
mendapat tekanan oleh upaya penangkapan ikan, karena itu pengembangan alat
tangkap pukat cincin dan huhate yang berukuran besar dengan daya jelajah yang
luas serta stabilitas kapal yang tinggi haruslah dijadikan bahan pertimbangan
pemerintah untuk pengembangan subsektor perikan tangkap di Kabupaten
Halmahera Utara.
Prioritas kedua adalah peningkatan investasi dari luar untuk peningkatan
usaha perikanan skala kecil. Peningkatan usaha perikanan skala kecil yang dapat
direkomendasikan adalah pancing ulur, pancing tonda dan jaring lingkar. Pancing
ulur dan pancing tonda dimaksudkan untuk penguatan pengembangan
penangkapan tuna dan cakalang sedangkan jaring lingkar direkomendasikan untuk
pengembangan penangkapan julung-julung.
72
Prioritas ketiga adalah memperkuat armada lokal. Strategi penguatan
armada lokal adalah untuk memaksimalkan pengawasan nelayan secara swadaya
dari kegiatan illegal fishing oleh kapal asing dan destruktif fishing sekaligus
untuk meningkatkan pendapatan nelayan.
Pengembangan perikanan ke depan menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap pemerintah kabupaten/kota
cenderung menentukan besar potensi suberdaya ikan sesuai luas wilayah
administrasinya. Jumlah potensi kemudian digunakan sebagai dasar alokasi unit
penangkapan, tanpa memperhatikan sifat sumber daya ikan, yang beruaya dari
suatu perairan ke perairan lain sehingga sulit untuk menentukan hak
kepemilikannya. Selain itu sumberdaya bersifat common property resources dan
pengelolaannya bersifat open access.
Nikijuluw (2002) mengemukakan bahwa sifat eskludabilitas sumberdaya
ikan yang berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses
ke sumberdaya bagi stakeholder tertentu menjadi semakin sulit karena sifat
sumberdaya ikan yang bergerak luas di laut. Kesulitan pengendalian dan
pengawasan tersebut menimbulkan kebebasan pemanfaatan oleh siapa saja yang
ingin masuk ke dalam industri perikanan tangkap. Sehingga pengawasan oleh
pemegang otoritas manajemen sumberdaya menjadi semakin sulit
diimplementasikan. Begitupun sifat indivisibilitas mengakibatkan sumberdaya
ikan sebagai milik bersama agak sulit dipisahkan, walaupun pemisahan secara
administratif dapat dilakukan.
Kebebasan pemanfaatan dan kesulitan pengawasan sumberdaya ikan
menghendaki suatu Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) secara terpadu oleh
kabupaten/kota yang menafaatkan sumberdaya secara langsung di suatu wilayah.
RPP tersebut pada hakekatnya dapat memberikan arah pengelolaan yang lebih
jelas, terorganisir dan transparan bagi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya
ikan. Penyusunan RPP sebaiknya melibatkan para stakeholders perikanan seperti
nelayan, pengolah ikan, pedagang ikan, pemasok alat tangkap, pemerintah dan
sebagainya. Keterlibatan seluruh stakeholders dalam proses penyusunan dengan
sendirinya mendorong peningkatan ”rasa memiliki” sekaligus ”rasa tanggung
73
jawab” untuk mengelola sumberdaya ikan dalam rangka pencapaian tujuan
pengelolaan (Martosubroto, 2007).
Prioritas ke empat adalah memaksimalkan pemanfaatan potensi perikanan
yang ada. Strategi ini tentu saja seiring sejalan dengan strategi yang menjadi
prioritas pertama, dalam hal ini optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan
terutama yang ditangkap di daerah dekat pantai perlu mendapat perhatian. Untuk
kawasan dekat pantai perlu dikembangkan teknologi penangkapan ikan yang
ramah lingkungan.
Prioritas ke lima adalah pengembangan pengolahan hasil tangkapan.
Pengembangan pengolahan hasil tangkapan oleh pemerintah Kabupaten
Halmahera Utara sebaiknya diarahkan untuk memasukkan investasi industri
perikanan seperti tuna kaleng, ikan kayu atau tepung ikan. Untuk pengembangan
pengolahan hasil tangkapan perlu juga dipikirkan kawasan pengembangan yang
sesuai dengan Tata Ruang dan RENSTRA Kabupaten Halmahera Utara.
Prioritas keenam adalah sosialisasi perikanan ramah lingkungan.Sosialisasi
tersebut diarahkan melestarikan sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara
yang sangat tinggi, dan menghindari adanya destruktif fishing dari oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Prioritas ketujuh adalah menyediakan cold storage, pabrik es dan
pengadaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan. Hal ini telah dirintis
oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dibangunnya Tempat Pendaratan
dan Pelelangan Ikan (TPI) Wosia, namun sampai sekarang tidak jelas alasannya
mengapa fasilitas ini tidak bisa dimanfaatkan.
Prioritas kedelapan adalah pengembangan teknologi penangkapan ikan.
Pengembangan dan penambahan alat penangkapan apakah pemngembangan
prioritas utama yakni penambahan alat penangkapan merupakan padat karya atau
padat modal dengan teknologi. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan
terutama yang ditangkap di daerah dekat pantai perlu mendapat perhatian, untuk
itu kawasan dekat pantai perlu dikembangkan teknologi penangkapan ikan yang
ramah lingkungan.
Prioritas kesembilan adalah diklat pengelolaan usaha perikanan
berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan bila dibandingkan dengan
74
tingkat MSY yang diijinkan masih sangat kurang (7,92% data 2008) sehingga
nelayan perlu diklat pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dengan
menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut.
5.2.5 Pengembangan alat tangkap ikan unggulan.
Pengembangan alat tangkap untuk mengoptimalkan produksi komoditas
unggulan yaitu ikan cakalang, teri, julung-julung, tuna, kerapu, dan tongkol maka
peralatan penangkapan juga harus sesuai. Berdasarkan analisa SWOT telah
ditetapkan skala strategi prioritas, untuk itu keenam jenis ikan tersebut perlu
penambahan alat-alat penangkapan sebagaimana Tabel 29.
Tabel 29. Alat penangkapan ikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara.
No. Jenis ikan Alat Tangkap Ikan pelagis
1 Cakalang -Huhate (Pole and line) -Pancing tonda
2 Tuna -Huhate (Pole and line) -Pancing tonda
3 Tongkol - Jaring lingkar -Pancing ulur - pukat cincin (purse seine)
4 Julung-julung -Jaring hanyut (Gill net) - Jaring lingkar
5 Teri - Bagan Perahu -Bagan tancap
Ikan demersal 1 Kerapu -Bubu
- Pancing - Jaring insang dasa
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
(1) Berdasarkan analisa penentuan komoditas unggulan dan location quotient
(LQ) maka Kabupaten Halmahera Utara memiliki 6 jenis ikan sebagai jenis
komoditas unggulan kabupaten yaitu cakalang, kerapu, teri, julung-julung,
tuna, dan tongkol.
(2) Strategi Kabupaten Halmahera Utara, dalam usaha pengembangan perikanan
tangkap, yang menjadi prioritas utama adalah penambahan armada dan
penambahan alat tangkap, dan yang direkomendasikan yaitu alat tangkap
pukat cincin dan huhate yang berukuran besar dengan daya jelajah yang luas
serta stabilitas kapal yang tinggi.
(3) Pengembangan alat tangkap untuk ikan teri adalah bagan perahu dan tancap,
untuk ikan julung-julung gill net dan jaring lingkar, sedangkan untuk ikan
kerapu penangkapnnya dengan bubu, pancing dan jaring insang.
6.2. Saran
Strategi pemda dalam pengembangan perikanan tangkap berbasis
komoditas unggulan hendaknya memberikan stimulus dalam pengadaan armada
dan peralatan tangkap untuk memanfaat potensi sumberdaya perikanan yang ada
serta memfasilitasi investasi di sektor perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I. 2006. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang dengan Data Satelit Multi Sensor di Perairan Maluku. Tesis, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor
Ayodhyoa dan Diniah, 1989. Handbook Perikanan Indonesia.Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan).
Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Perikanan. Penerbit Kanisius, Yokyakarta
Balitkalut ( Balai Penelitian Perikanan Laut ) 1986. Ikan-ikan laut Ekonomis Penting di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departeemen Pertanian, Jakarta.
Collete, B. dan C.E. Nauen, 1983. Scombrids of the World: An Annotated and Illustrated Catalogue of Tuna, Mackerels, Bonitos and Related Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis, vol.2, no.125, Rome
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, 2009. Kebijakan, Revitalisasi Potensi dan Program Pembangunan Perikanan Tangkap. DKP Provinsi Maluku Utara, Ternate
Diniah, Ronny I, Wahyu, Zulkarnaen, Sulaeman Martasuganda, 1997. Optimasi Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri (Stolephorus sp) di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat.ISSN 251-268X Volume VI, No 1, Januari 1997.
Diniah, Daniel R.Monintja, Agung Ardianto, 2006. Teknologi Rumpon Laut Sebagai Alat Bantu Pemanfaatan Sumberdaya Cakalang, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB.Bogor.
Direktorat Jenderal Perikanan, 1999. Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (Protekan 2003). Departemen Pertanian, Jakarta
Elitan, L dan L. Anatan, 2008. Manajemen Strategi Operasi. Teori dan Riset di Indonesia, Penerbit Alfabeta, Bandung
Enjah Rahmat, 2006. Penangkapan ikan tuna dan cakalang dengan alat tangkap huhate (pole and line) di laut Sulawesi.ISSN 1693-7961.vol 4. Juni tahun 2006, 31-35 hlm.
FAO, 1991. Interaction of Pasific Tuna Fisheries, vol.2, Paper on Biology and Fisheries, FAO, Rome
Gunarso, W. 1988. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB, Bogor
Gunarso, W. Dan E.S. Wiyono, 1994. Studi Tentang Pengaruh Pola Musim dan Teknologi. Prosiding Seminar Nasional Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor
Hiariey, J. 2009. Status Eksploitasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Perairan Maluku dan Kapasitas Penangkapannya. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
Kotler, P. 1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control. Prentice Hall International Inc
M.Fedi A.Sondita.,Moch.Prihatna Sobari.,Domu Simbolon.,Gondo Puspito., Anwar Bey Pane. 2006. Analisis Location Quotient (LQ) dalam penentuan komoditas ikan unggulan perikanan tanngkap di Kabupaten Ciclacap ISBN 979-1225-00-1 Departemen Sumberdaya Perikanan FPIK Bogor
Manurung, V.T, T. Pranaji, A. Mintoro, M.N. Kirom, dan I.M. Sugiarto, 1998. Laporan Hasil Penelitian Pengembangan Ekonomi Desa Pantai, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta
Martosubroto, P. 2007. Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di ZEE. Materi Kuliah. Program Studi TKL, IPB, Bogor
Mulyadi, S. 2007. Ekonomi Kelautan. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Murdyanto, B. 2003. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Moch.Prohatna, Karyadi, Diniah,2006 Buletin Ekonomi Perikanan Volume VI. No 3 tahun 2006. ISSN 0854-5804, hal 16-24. Bogor
Nikijuluw, P.H.V. 1986. Status dan Potensi Perikanan Tuna dan Cakalang di Indonesia. BPPL, Jakarta
______________, 2002. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. P3R, Pustaka Cidesindo, Jakarta
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta
Peristiwady, T. 2006. Ikan-ikan Ekonomis Penting di Indonesia. Petunjuk Identifikasi. BPPL, Jakarta
Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rahmat Enjah, 2006, Penangkapan ikan tuna dan cakalang dengan alat tangkap huhate (Pole and line dilaut sulawesi, ISSN 1693-7961, hal 31 -35
Roslianti, 2003. Analisis Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Indramayu, Jawa Barat. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor
R.Luki Karunia., John Haluan.,Daniel R Monintja dan Anny Ratnawati, 2008. Analisis Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. ISSN 0251-286X Vol XVIINo 1 (2008).
Simbolon, D. 2003. Pengembangan Perikanan Pole and Line yang Berkelanjutan di Perairan Sorong: Suatu Pendekatan Sistem. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB, Bogor
Sumadhiharga, O.K. 1971. Studi Analisis tentang Kondisi Perairan Bagian Timur Indonesia Sebagai Fishing Ground bagi Jenis-Jenis Ikan Tuna. Fakultas Perikanan, IPB,. Bogor
Uktolseija, J.C.B, B. Gafa, S. Bahar dan E. Mulyadi, 1991. Potensi Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Uktolseija, J.C.B, B. Gafa, S. Bahar dan E. Mulyadi, 1997. Potensi Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Lampiran 1. Data volume produksi per jenis ikan di Kabupaten Halmahera Utara
JENIS IKAN Volume produksi Kab.Halmahera Utara (ton)
JUMLAH RATA-RATA 2004 2005 2006 2007 2008
Manyung 14.076 22.503 10.940 11.490 1.300 60.309 12.062
Sebelah 1.882 1.762 1.010 1.510 6.165 1.541
Ekor kuning 121.306 150.670 180.460 216.390 427.330 1,096.156 219.231
Gerot-gerot 76.851 127.181 76.210 76.160 42.050 398.452 79.690
Kuwe 175.362 664.464 70.350 56.510 26.500 993.187 198.637
Kakap 71.780 113.026 88.460 126.240 151.300 550.806 110.161
Beloso 19.336 38.737 61.590 56.760 45.850 222.273 44.455
Peperek 81.374 52.297 64.010 58.210 58.550 314.442 62.888
Lencam 37.383 64.232 23.440 31.740 37.850 194.645 38.929
Bambangan 201.768 239.561 272.160 292.870 328.450 1,334.809 266.962
Biji nangka 108.498 211.110 139.630 202.840 220.090 882.168 176.434
Kurisi 25.333 23.978 34.090 30.970 19.260 133.630 26.726
Swanggi 20.480 13.945 30.340 31.490 10.790 107.045 21.409
Kerapu 63.817 145.034 265.800 303.520 390.550 1,168.721 233.744
Beronang 13.992 15.590 13.640 29.000 72.222 18.055
Kerong-kerong 6.766 7.940 5.380 12.800 32.886 8.221
Tetengkek 1.704 2.784 0.240 1.380 6.107 1.527
Layang 3,454.710 3,985.730 3,903.500 4,426.910 6,255.630 22,026.480 4,405.296
Sunglir 22.374 29.349 48.096 35.258 6.101 141.178 28.236
Bwl putih 33.216 88.248 28.975 33.910 19.440 203.789 40.758
Bentong 25.164 20.536 3.519 49.219 16.406
Japuh 15.986 11.337 7.703 5.036 6.878 46.939 9.388
Tembang 21.574 18.262 23.557 17.759 29.104 110.257 22.051
Terubuk 62.549 80.421 76.728 82.279 99.440 401.417 80.283
Teri 3,039.650 3,229.910 2,866.020 2,676.180 3,236.470 15,048.230 3,009.646
Terbang 477.064 324.947 340.724 387.456 429.350 1,959.541 391.908
Julung2 1,630.594 1,626.125 1,643.432 1,520.271 1,699.960 8,120.381 1,624.076
Selar 525.317 678.811 536.754 598.046 34.200 2,373.127 474.625
Tongkol 1,616.080 2,584.090 2,423.230 2,467.730 2,626.910 11,718.040 2.343.608
Kembung 154.387 393.617 352.628 409.225 585.039 1,894.896 378.979
Tigawaja 12.400 3.879 15.115 3.514 10.150 45.058 9.012
Lemadang 7.210 1.560 0.770 13.000 22.540 5.635
Layaran 4.040 1.210 13.340 9.500 28.090 7.023
Cakalang 4,809.150 25,463.170 8,076.430 8,682.660 8,625.950 55,657.360 11,131.472
Tenggiri 210.700 641.660 90.090 144.950 208.460 1,295.860 259.172
Tuna 771.420 3,400.850 1,421.330 1,843.700 2,670.280 10,107.580 2,021.516
Cucut 228.980 331.120 277.130 220.540 254.750 1,312.520 262.504
Pari 12.440 62.640 28.100 18.100 5.060 126.340 25.268
JUMLAH 18,119.540 44,857.458 23,528.725 25,124.770 28,632.371 140,262.863
Lampiran 2. Harga ikan per kilogram menurut jenis ikan di Kab.Halmahera Utara
JENIS IKAN Harga ikan per kilogram
2004 2005 2006 2007 2008 Manyung 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
Sebelah 1,200 1,300 1,300 1,300 1,300
Ekor kuning 2,500 3,500 3,500 5,200 5,250
Gerot-gerot 3,500 3,000 3,000 4,000 4,000
Kuwe 2,500 2,800 3,500 3,500 6,000
Kakap 6,000 12,500 12,500 15,500 15,500
Beloso 2,250 2,500 3,000 3,000 3,000
Peperek 3,000 3,000 3,000 3,000 3,800
Lencam 12,000 12,500 13,700 12,500 12,500
Bambangan 3,000 3,500 3,500 3,500 3,500
Biji nangka 3,500 3,000 3,000 3,000 3,000
Kurisi 4,000 7,000 7,000 7,000 7,500
Swanggi 4,000 4,300 4,500 4,500 4,500
Kerapu 12,500 12,500 12,500 15,500 15,500
Beronang 37,500 37,600 37,500 40,000
Kerong-kerong 3,500 3,500 3,500 3,500
Tetengkek 3,000 3,200 3,200 3,200
Layang 3,000 4,000 4,000 4,000 4,500
Sunglir 4,000 5,000 5,000 5,000 5,000
Bwl putih 5,000 5,500 5,500 5,500 5,500
Bentong 4,000 4,000 4,000
Japuh 3,000 3,500 3,800 3,500 3,500
Tembang 3,000 3,500 3,500 3,500 3,500
Terubuk 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
Teri 3,500 3,500 3,500 3,500 3,500
Terbang 4,000 4,500 4,500 4,500 4,500
Julung2 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000
Selar 3,000 3,000 3,000 3,000 4,000
Tongkol 3,000 4,500 4,500 4,500 6,500
Kembung 3,000 3,200 3,200 3,200 5,000
Tigawaja 3,500 4,000 4,500 4,000 4,500
Lemadang 6,000 6,000 6,000 6,000
Layaran 5,000 5,000 5,000 4,500
Cakalang 4,000 4,500 4,500 4,500 10,000
Tenggiri 3,250 4,200 4,200 4,200 4,200
Tuna 3,000 4,500 4,500 4,700 8,500
Cucut 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500
Pari 4,500 4,500 4,500 4,500 4,500
Lampiran 3. Pengolahan ikan menurut jenis di Kabupaten Halmahera Utara
JENIS IKAN Pengolahan Hasil
2004 2005 2006 2007 2008 Manyung Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Sebelah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Ekor kuning Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Gerot-gerot Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kuwe Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kakap Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Beloso Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Peperek Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Lencam Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Bambangan Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Biji nangka Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kurisi Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Swanggi Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kerapu Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Beronang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kerong-kerong Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tetengkek Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Layang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Sunglir Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Bawal putih Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Bentong Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Japuh Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tembang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Terubuk Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Teri Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Terbang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Julung-julung diolah diolah diolah diolah diolah
Selar Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tongkol Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Kembung Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tigawaja Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Lemadang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Layaran Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Cakalang Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tenggiri Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Tuna Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Cucut Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Pari Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah Tdk diolah
Lampiran 4. Pemasaran ikan menurut jenisnya.
JENIS IKAN Pemasaran
2004 2005 2006 2007 2008 Manyung Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Sebelah Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Ekor kuning Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Gerot-gerot Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kuwe Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kakap Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Beloso Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Peperek Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Lencam Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Bambangan Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Biji nangka Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kurisi Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Swanggi Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kerapu Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport
Beronang Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kerong-kerong Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Tetengkek Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Layang Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Sunglir Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Bwl putih Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Bentong Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Japuh Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Tembang Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Terubuk Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Teri Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Terbang Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Julung2 Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Selar Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Tongkol Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Kembung Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Tigawaja Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Lemadang Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Layaran Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Cakalang Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport
Tenggiri Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Tuna Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport Di eksport
Cucut Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Pari Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport Tdk eksport
Lampiran 5. Data volume produksi Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dan hasil analisa LQ menurut jenis ikan.
JENIS IKAN Volume produksi Kabupaten Halmahera Utara (ton)
JUMLAH RATA-RATA 2004 2005 2006 2007 2008
Manyung 14.076 22.503 10.940 11.490 1.300 60.309 12.062
Sebelah 1.882 1.762 1.010 1.510 6.165 1.541
Ekor kuning 121.306 150.670 180.460 216.390 427.330 1,096.156 219.231
Gerot-gerot 76.851 127.181 76.210 76.160 42.050 398.452 79.690
Kuwe 175.362 664.464 70.350 56.510 26.500 993.187 198.637
Kakap 71.780 113.026 88.460 126.240 151.300 550.806 110.161
Beloso 19.336 38.737 61.590 56.760 45.850 222.273 44.455
Peperek 81.374 52.297 64.010 58.210 58.550 314.442 62.888
Lencam 37.383 64.232 23.440 31.740 37.850 194.645 38.929
Bambangan 201.768 239.561 272.160 292.870 328.450 1,334.809 266.962
Biji nangka 108.498 211.110 139.630 202.840 220.090 882.168 176.434
Kurisi 25.333 23.978 34.090 30.970 19.260 133.630 26.726
Swanggi 20.480 13.945 30.340 31.490 10.790 107.045 21.409
Kerapu 63.817 145.034 265.800 303.520 390.550 1,168.721 233.744
Beronang 13.992 15.590 13.640 29.000 72.222 18.055
Kerong-kerong 6.766 7.940 5.380 12.800 32.886 8.221
Tetengkek 1.704 2.784 0.240 1.380 6.107 1.527
Layang 3,454.710 3,985.730 3,903.500 4,426.910 6,255.630 22,026.480 4,405.296
Sunglir 22.374 29.349 48.096 35.258 6.101 141.178 28.236
Bwl putih 33.216 88.248 28.975 33.910 19.440 203.789 40.758
Bentong 25.164 20.536 3.519 49.219 16.406
Japuh 15.986 11.337 7.703 5.036 6.878 46.939 9.388
Tembang 21.574 18.262 23.557 17.759 29.104 110.257 22.051
Terubuk 62.549 80.421 76.728 82.279 99.440 401.417 80.283
Teri 3,039.650 3,229.910 2,866.020 2,676.180 3,236.470 15,048.230 3,009.646
Terbang 477.064 324.947 340.724 387.456 429.350 1,959.541 391.908
Julung2 1,630.594 1,626.125 1,643.432 1,520.271 1,699.960 8,120.381 1,624.076
Selar 525.317 678.811 536.754 598.046 34.200 2,373.127 474.625
Tongkol 1,616.080 2,584.090 2,423.230 2,467.730 2,626.910 11,718.040 2.343.608
Kembung 154.387 393.617 352.628 409.225 585.039 1,894.896 378.979
Tigawaja 12.400 3.879 15.115 3.514 10.150 45.058 9.012
Lemadang 7.210 1.560 0.770 13.000 22.540 5.635
Layaran 4.040 1.210 13.340 9.500 28.090 7.023
Cakalang 4,809.150 25,463.170 8,076.430 8,682.660 8,625.950 55,657.360 11,131.472
Tenggiri 210.700 641.660 90.090 144.950 208.460 1,295.860 259.172
Tuna 771.420 3,400.850 1,421.330 1,843.700 2,670.280 10,107.580 2,021.516
Cucut 228.980 331.120 277.130 220.540 254.750 1,312.520 262.504
Pari 12.440 62.640 28.100 18.100 5.060 126.340 25.268
JUMLAH 18,119.540 44,857.458 23,528.725 25,124.770 28,632.371 140,262.863
Lampiran 5. (lanjutan). Data volume produksi Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dan hasil analisa LQ menurut jenis ikan.
JENIS IKAN Volume produksi provinsi Maluku Utara (ton)
JUMLAH RATA-RATA 2004 2005 2006 2007 2008
Manyung 71.200 113.220 74.100 58.500 5.000 322.020 64.404
Sebelah 7.120 8.010 2.600 5.600 5,60 23.330 4.666
Ekor kuning 552.040 784.050 1,166.920 1,307.020 1,535.030 5,345.060 1,069.012
Gerot-gerot 400.580 818.210 464.800 442.780 154,14 2,126.370 425.274
Kuwe 561.220 780.710 225.500 165.380 50,00 1,732.810 346.562
Kakap 365.750 550.580 541.400 694.600 690,00 2,152.330 430.466
Beloso 109.130 202.300 305.820 257.120 99,31 874.370 174.874
Peperek 280.460 280.560 371.000 329.400 104,76 1,261.420 252.284
Lencam 249.770 324.640 191.380 225.800 155,00 991.590 198.318
Bambangan 843.170 1,174.100 1,375.090 1,449.290 1.218,36 4,841.650 968.330
Biji nangka 463.900 1,089.090 941.040 1,235.560 951,00 3,729.590 745.918
Kurisi 97.380 110.420 166.550 155.100 91,17 529.450 105.890
Swanggi 75.500 69.560 149.130 159.110 45,42 453.300 90.660
Kerapu 352.920 695.930 1,043.190 1,173.700 1.213,00 3,265.740 653.148
Beronang 73.640 103.900 90.900 100,00 268.440 67.110
Kerong-kerong 35.610 25.600 25.600 20,00 86.810 21.703
Tetengkek 12.170 14.650 14.700 9.200 --- 50.720 12.680
Layang 14,926.980 20,052.000 21,557.500 25,774.060 27.675,00 82,310.540 16.462.108
Sunglir 112.240 371.520 414.300 233.500 45,22 1,131.560 226.312
Bwl putih 143.940 446.470 171.700 185.800 96,26 947.910 189.582
Bentong 203.800 139.800 120.800 15,30 464.400 116.100
Japuh 72.760 53.680 36.700 26.390 36,20 189.530 37.906
Tembang 170.960 58.700 110.600 92.800 151,60 433.060 86.612
Terubuk 594.530 359,73 415.500 437.300 486,00 1,447.330 289.466
Teri 12,458.290 13,833.010 1,052.530 14,113.280 16,910,10 41,457.110 8,291.422
Terbang 332.240 650.000 757.000 1,064.050 1.185,00 2,803.290 560.658
Julung2 4,088.440 4,874.340 5,176.700 4,197.500 4.292,00 18,336.980 3,667.396
Selar 2,756.250 3,337.350 3,714.410 4,165.240 4.487,65 13,973.250 2,794.650
Tongkol 4,671.120 5,815.140 7,795.100 9,029.300 11.010,60 27,310.660 5,462.132
Kembung 594.540 1,526.250 2,129.580 2,338.670 2.626,34 6,589.040 1,317.808
Tigawaja 20.769 50.775 9.720 48.720 88.456 218.440 109.220
Lemadang 37.940 12.000 7.000 100,00 56.940 14.235
Layaran 21.280 9,30 121.300 50,00 142.580 35.645
Cakalang 23,079.920 34,336.620 40,591.600 45,769.600 48.805,00 143,777.740 28,755.548
Tenggiri 672.110 1,124.850 687.800 946.160 1.253,10 3,430.920 686.184
Tuna 2,624.920 3,856.230 5,816.980 7,979.990 9.742,20 20,278.120 4,055.624
Cucut 829.580 839.580 961.700 708.480 650,00 3,339.340 667.868
Pari 73.220 138.160 135.800 83.610 16,32 430.790 86.158
JUMLAH 74,669.119 100,757.975 100,855.740 127,235.210 3,636.486 397,124.530
Lampiran 5. (lanjutan). Data volume produksi Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dan hasil analisa LQ menurut jenis ikan.
JENIS IKAN JLH HALUT JLH MALUT xij/xi Xij/Xi LQ
Manyung 60.309 322.020 0.000429971 0.000810879 0.530253196
Sebelah 6.165 23.330 4.395E-05 5.87473E-05 0.748118947
Ekor kuning 1,096.156 5,345.060 0.007815013 0.013459405 0.580635833
Gerot-gerot 398.452 2,126.370 0.002840753 0.005354416 0.530543998
Kuwe 993.187 1,732.810 0.007080895 0.004363392 1.622795965
Kakap 550.806 2,152.330 0.003926955 0.005419786 0.724558971
Beloso 222.273 874.370 0.001584687 0.002201753 0.719739082
Peperek 314.442 1,261.420 0.002241803 0.003176384 0.705772019
Lencam 194.645 991.590 0.001387714 0.002496925 0.555769178
Bambangan 1,334.809 4,841.650 0.009516482 0.012191768 0.780566212
Biji nangka 882.168 3,729.590 0.00628939 0.009391487 0.669690477
Kurisi 133.630 529.450 0.000952714 0.001333209 0.714602168
Swanggi 107.045 453.300 0.000763176 0.001141456 0.66859927
Kerapu 1,168.721 3,265.740 0.008332359 0.008223466 1.013241734
Beronang 72.222 268.440 0.000514902 0.000675959 0.761734961
Kerong-kerong 32.886 86.810 0.000234459 0.000218596 1.072565909
Tetengkek 6.107 50.720 4.35418E-05 0.000127718 0.340921211
Layang 22,026.480 82,310.540 0.157037148 0.20726632 0.757658782
Sunglir 141.178 1,131.560 0.001006527 0.002849383 0.353243659
Bawal putih 203.789 947.910 0.001452906 0.002386934 0.608691477
Bentong 49.219 464.400 0.000350905 0.001169406 0.300071389
Japuh 46.939 189.530 0.000334652 0.000477256 0.701201214
Tembang 110.257 433.060 0.000786073 0.001090489 0.720844063
Terubuk 401.417 1,447.330 0.002861888 0.003644524 0.785256929
Teri 15,048.230 41,457.110 0.107285918 0.104393224 1.027709592
Terbang 1,959.541 2,153.290 0.013970491 0.00705897 1.979111856
Julung-julung 8,120.381 18,336.980 0.057894021 0.046174383 1.253812569
Selar 2,373.127 13,973.250 0.016919141 0.035186066 0.480847764
Tongkol 11,718.040 27,310.660 0.083543425 0.068771023 1.214805624
Kembung 1,894.896 6,589.040 0.013509604 0.016591874 0.814230193
Tigawaja 45.058 218.44 0.00032124 0.000550054 0.58401467
Lemadang 22.540 56.940 0.000160698 0.000143381 1.120780232
Layaran 28.090 142.580 0.000200267 0.000359031 0.557798243
Cakalang 55,657.360 143,777.740 0.396807527 0.362046988 1.096011127
Tenggiri 1,295.860 3,430.920 0.009238796 0.008639406 1.069378643
Tuna 10,107.580 20,278.120 0.072061697 0.051062371 1.411248561
Cucut 1,312.520 3,339.340 0.009357573 0.008408798 1.112831226
Pari 126.340 430.790 0.000900737 0.001084773 0.830346334
xi Xi
JUMLAH 140,262.863 397,124.530