PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6365/1/TESIS...
Transcript of PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6365/1/TESIS...
i
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI
PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
DI MI MA’ARIF NU GLOBAL BLOTONGAN SIDOREJO
SALATIGA TAHUN 2018/2019
oleh
SAMSUL HUDA
NIM. 12010160028
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
ii
iii
iv
MOTTO
من اراد الدنيا فعليه ابلعلم ومن اراد االخرة فعليه ابلعلم
ومن ارادمها فعليه ابلعلم
“Barang Siapa menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka ia harus memiliki
ilmunya, Barang siapa menghendaki (kebahagiaan) akhirat, ia harus memiliki
ilmunya dan Barang siapa yang ingin meraih keduanya ia harus memiliki ilmunya
(ilmu dunia dan akhirat)”.
v
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, serta pertolongannya sehingga tesis
ini dapat terselesaikan. Salawat serta salamtidak lupa penulis sampaikan untuk
baginda Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah memberikan tauladan yang baik
kepada umatnya, sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi penulis dalam
menuntut ilmu pengetahuaan dan menyelesaikan tesis ini.Tesis yang berjudul
Pengembangan Karakter Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran Berbasis
Kearifan Lokal di MI Ma’arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga Tahun
Pelajaran 2018/2019 ini disusun guna memberikan kontribusi di bidang keilmuan.
Dalam penyusunannya, penelitian ini tidak dapat terseleaikan dengan mudah tanpa
adanya bantuan, dukungan, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin
berterimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Asfa Widiyanto, P.h.D. selaku Direktur Pascasarjana IAIN
Salatiga dengan segala kebijaksanaanya memudahkan dalam terselesaikannya
tesis ini.
3. Bapak Dr. Ruwandi, MA. selaku Kaprodi Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana.
4. Bapak Dr. Ruwandi, MA selaku dosen pembimbing tesis, yang senantiasa
memberikan bimbingan, arahan, petunjuk-petunjuk penyusunan tesis, dan
memberikan tambahan wawasan mengenai toleransi, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
vi
5. Guru Besar dan Dosen beserta Staff Pascasarjana IAIN Salatiga.
6. Murobbi Rukhii kyai kulo Bapak KH. Fuad Habib Dimyathi Pondok Tremas
Pacitan yang selalu memberikan doa, semoga sehat selalu dan semoga saya
mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan dari beliau.
7. Bapak Khaeroni, S.PdI selaku Kepala Madrasah MI Ma’arif NU Global
Blotongan, beliau yang telah memberika ijin bagi peneliti untuk melaksanakan
penelitian di MI Ma’arif NU Global Blotongan .
8. Bapak/Ibu Guru MI Ma’arif NU Global Blotongan, yang telah membantu
peneliti untuk melancarkan penggalian informasi di pondok pesantren.
9. Bapak dan Ibu saya tercinta Bapak Warjisin dan Ibu Khotimah, yang tidak
henti-henti selalu memberikan support dan doanya, sehingga saya bisa menjadi
orang yang berguna menempuh pendidikan sejauh ini.
10. Semua teman-teman Pascasarjana 2016 kelas B dan semua teman saya,
terkhusus buat saudara Hakim, Rokhim, Alwi, Mustaqhfiroh, Hasannudiin,
Banjari, Saiful Bahri, Widiatmoko, Mukharror dan Budi Prasetya, terima kasih
telah memberikan sumbangsih keilmuan dan pengalamannya, sehingga
memberikan banyak pelajaran bagi saya, dan teman-teman yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir, semoga kita selalu dalam
rahmat Allah SWT dan selalu bisa menjadi orang yang lebih baik dan berguna
bagi sesama dan agama kita.
Salatiga, 2019
Samsul Huda
vii
ABSTRAK
Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Kearifan
Lokal di MI Ma’arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga Tahun Pelajaran
2018/2019, Tesis, Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga,
2019, Pembimbing Dr. Ruwandi, M.A.
Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena semakin memudarnya pemahaman
masyarakat Salatiga atas kearifan lokal yang menjadi karakter dan degradasi moral
yang semakin menurun. Sehingga perlu adanya sebuah media yang bisa menjadi
solusi untuk menguatkan kembali pemahaman nilai tersebut pada diri masyarakat
Salatiga. Bagi penulis, agenda penguatan nilai kearifan lokal akan menjadi lebih
efektif ketika dilaksanakan melalui pendidikan dan pembelajaran, karena dengan
media tersebut akan memudahkan terciptanya pemahaman atas kearifan lokal
melalui materi dan interaksi yang terjadi antar individu dalam pembelajaran. Agar
agenda tersebut menghasilkan dampak yang lebih kuat, maka kiranya harus dimulai
sejak duduk di bangku sekolah dasar, sebagaimana yang dilaksanakan di MI
Ma’arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga, tentang pengembangan karakter
anak usia dini melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal di MI Ma’arif NU
Global Blotongan Sidorejo Salatiga, mulai dari desain pembelajarannyasampai
pada implikasi yang didapatkan dari pembelajaran tersebut khususnya pada ranah
pengembangan karakter siswa sekolah dasar.
Penelitian lapangan ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan datanya meliputi
observasi, wawancara, dialog, cerita dan dokumentasi.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Desain pembelajaran berbasis
kearifan lokal di MI Ma’arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga diorientasikan
pada pengembangan aspek-aspek dasar perkembangan siswa sekolah dasar yang
dengan nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat, basis pengembangannya
diarahkan pada: Pertama, pengembangan aspek Akhlak Terpuji anak didik. Kedua,
pengembangan aspek Intelektual dan Agama pada anak didik, dan Ketiga,
pengembangan aspek Sosialisasi dan Interaksi bagi anak didik di MI Ma’arif NU
Global Blotongan Sidorejo Salatiga. Implikasi aspek Akhlak Terpuji, anak didik
menjadi lebih disiplin, sopan santun dalam bertindak dan berucap. Kedua, dalam
konteks pengembangan karakter aspek Intelektual dan Agama, anak terbiasa
melaksanakan sholat, mengawali kegiatan dengan doa dan mulai hafal surat-surat
pendek dan bisa menulis huruf arab pegon. Ketiga, dalam konteks pengembangan
karakter aspek Sosialisasi dan Interaksi, anak sudah mulai berlatih untuk
bersosialisasi dan berinteraksi secara baik dengan teman-temannya, sehingga ketika
hidup dimasyarakat anak didik dapat menghormati dan bersosial dengan baik.
Kata kunci: Pendidikan Karakter, Pembelajaran, dan Kearifan Lokal.
viii
ABSTRACT
Character Development of Elementary School Students through Local Wisdom
Based Learning in MI Ma'arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga 2018/2019
Academic Year, Thesis, Postgraduate Program of the Salatiga State Islamic
Institute, 2019.
The background of this research is the phenomenon of the increasingly
waning understanding of the Salatiga community on local wisdom which has
become a character of declining moral degradation. So that there needs to be a
media that can be a solution to strengthen the understanding of that value in the
Salatiga community. For the author, the agenda of strengthening the value of local
wisdom will be more effective when implemented through education and learning,
because with the media it will facilitate the creation of an understanding of local
wisdom through material and interactions that occur between individuals in
learning. In order for the agenda to have a stronger impact, it should be started from
elementary school, as was done at the NU Global Ma'arif MI Blambangan Sidorejo
Salatiga, about developing the character of early childhood through local wisdom-
based learning in MI Ma'arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga, starting from
the design of learning to the implications obtained from this learning, especially in
the realm of character development for elementary school students.
This field research is included in qualitative research using description
qualitative methods and phenomenology approaches. Data collection techniques
include observation, interviews, dialogue, stories and documentation.
From this study, the results showed that the design of local wisdom-based
learning in the Global NU Ma'arif MI, Sidorejo Blotongan, Salatiga, was oriented
to the development of basic aspects of the development of elementary school
students with the value of local wisdom in the community. aspects of Morals
Honored students. Second, the development of Intellectual and Religious aspects in
students, and Third, the development of aspects of Socialization and Interaction for
students in MI Ma'arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga. Implications of the
aspect of Praised Morals, students become more disciplined, polite in acting and
speaking. Second, in the context of developing the intellectual and religious aspects
of the character, children are accustomed to praying, starting activities with prayer
and starting to memorize short letters and can write Pegon Arabic letters. Third, in
the context of the character development aspects of Socialization and Interaction,
children have begun to practice to socialize and interact well with their friends, so
that when living in the community students can respect and socialize well.
Keywords: Character Learning, Local Wisdom-Based Learning.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... I
PENGESAHAN.............................................................................................. Ii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ Iv
MOTTO.......................................................................................................... V
PRAKATA........................................................................................... Vi
PERSEMBAHAN........................................................................................... Vii
ABSTRAK..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... Xv
BAB I :PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Signifikasi Masalah .......................................................................... 4
1. Tujuan Penelitian........................................................................ 4
2. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
D. Kajian Pustaka................................................................................. 5
1. Penelitian Terdahulu..................................................................... 5
2. Kajian Teori ................................................................................. 7
E. Metode Penelitian............................................................................ 9
1. Subjek Sumber Data.................................................................. 10
2. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 11
3. Analisis Data .......................................... 12
BAB II : Desain Pendidikan Karakter .....................................................
A. Sejarah Singkat MI Ma’arif NU Blotongan..................................... 13
B. Penjabaran Kurikulum Karakter Berbasis Kearifan Lokal..............
27
x
BAB III: Pelaksanaan Pendidikan Karakter ................................................. 27
A. Perumusan Kurikulum Berbasis Karakter...................................... 28
B. Penjabaran Kurikulum Berbasis Karakter.................... 28
C. Langkah-Langkah pelaksanaan Pendidikan Karakter................ 29
31
BAB IV : Pengembangan Pelaksanaan Pendidikan Karakter....................... 32
A. Temuan Pelaksanaan Pendidikan Karakter 33
B. Implikasi Pengembangan Karskter 36
BAB V PENUTUP......................................................................................... 45
A. Kesimpulan ..................................................................................... 46
B. Saran................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
49
52
59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia saat ini mengalami berbagai persoalan nasional yang
tidak mudah untuk diatasi. Persoalan itu kalau tidak dapat diatasi, akan
mengganggu perkembangan dan bahkan kehidupan bangsa ini ke depan. Beberapa
persoalan itu antara lain: soal korupsi, keadilan sosial, kurangnya penghargaan pada
pribadi manusia, daya tahan yang lemah pada orang muda, konflik yang sering
memakan korban jiwa, kurangnya perhatian pada warga bangsa yang miskin dan
narkoba.1
Melihat fenomena persoalan yang sedang dihadapi bangsa saat ini,
pendidikan karakter menjadi solusi perbaikan moral suatu bangsa sehingga penting
untuk ditanamkan pada anak dalam kaitannya dengan masa tumbuh kembang dan
relasi sosial anak.2
Tokoh penggagas pendidikan karakter, Thomas Lickona memberi definisi
pendidikan karakter sebagai suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang
inti. Dan lebih luas lagi ia menyebutkan pendidikan karakter adalah usaha sengaja
(sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara
1Paul Suparno, SJ, Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: PT Kanisius, 2015, 13 4. 2Lee dan Chau-kiu, C, “Improving Social Competence Through Character Education”,
Evalution and Program Planning, Vol. 33 No. 3, (August 2010), 255-263.
2
objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk
masyarakat secara keseluruhan.3
Teori yang ditawarkan oleh Thomas Lickona secara umum sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Akhir–akhir ini kearifan lokal terabaikan adanya. Sebagai bangsa yang
Bhinneka Tunggal Ika, sebenarnya Indonesia mempunyai banyak tradisi dan nilai-
nilai kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan dikembangkan agar karakter dan ciri
khas manusia Indonesia dengan berbagai nilai budayanya tidak hilang begitu saja
seiring pengaruh-pengaruh negatif budaya materialisme dan individualisme.
Banyak tradisi dan nilai-nilai lokal justru menjadi kekuatan yang sangat penting
dalam kerangka ketahanan kehidupan berbangsa bernegara Indonesia di era
globalisasi dan era informasi saat ini.
Sayangnya, nilai-nilai kearifan lokal tersebut belum secara serius masuk
dalam agenda perbaikan pendidikan nasional. Keseragaman materi pelajaran masih
tampak di sekolah-sekolah walaupun sudah ada kurikulum muatan lokal. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kreativitas dan inovasi untuk mengintregasikan nilai-
3Thomas Lickona, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu
AnakMengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2015, 6.
3
nilai kearifan lokal dalam proses pembelajaran di sekolah dengan payung
pendidikan karakter bangsa.
Dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai pengembangan karakter siswa sekolah dasar melalui pembelajaran
berbasis kearifan lokal di MI Ma’arif NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
kajian pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Desain MI Ma’arif Global NU dalam menerapkan pendidikan nilai-
nilai karakter melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal?
2. Bagaimana Pelaksanaan pendidikan karakter siswa dalam menerapkan nilai-
nilai karakter siswa melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal di MI Ma’arif
NU Global Blotongan Sidorejo Salatiga?
3. Bagaimana pengembangan karakter siswa dalam menerapkan nilai-nilai
karakter siswa melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal di MI Ma’arif NU
Glosbal Blotongan Sidorejo Salatiga?
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Memaparkan hasil penerapan dan efektivitas dalam pengembangan
karakter siswa sekolah dasar melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal di
MI Ma’arif Global Blotongan Salatiga.
4
2. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan sebuah penelitian setidaknya dapat diperoleh
beberapa manfaat, diantaranya adalah:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan memiliki kontribusi dalam
menggali pola pembelajaran berbasis kearifan lokal yang dikembangkan
di sekolah dasar. Dengan ditemukannya pola pembelajaran yang
dilaksanakan maka secara konseptual dapat dianalisis sejauh penggunaan
pembelajaran berbasis kearifan lokal berdampak pada pembentukan
karakter anak didik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan memiliki kegunaan bagi praktisi
untuk dijadikan acuan bagi pengembangan karakter siswa sekolah dasar
dalam rangka menjaga keberlangsungan kearifan lokal, agar anak-anak
yang belajar dalam sekolah dasar model tersebut nantinya dapat menjadi
penjaga kearifan lokal di masing-masing daerah.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa pijakan mengenai penelitian terdahulu yang secara khusus
terkait dengan judul yang penulis angkat, antara lain:
Pertama, Jurnal saudari Ulfah Fajarini dengan judul; Peranan kearifan
Lokal Dalam Pendidikan Karakter, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
5
Penelitian ini memberikan informasi tentang kearifan lokal akan abadi apabila
terimplimentasikan dalam kebijakan Negara.4
Kedua, Jurnal kemendikbud yang ditulis oleh Sri Judiani dengan judul;
Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Penguatan
Pelaksanaan Kurikulum, 2010. Tulisan ini memberikan informasi mengenai
jawaban pemerintah terhadap degradasi peserta didik yang saat ini sering terjadi di
negara Indonesia.5
Ketiga, Jurnal saudari Ni Wayan Sartini, “Menggali Nilai Kearifan Lokal
Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, dan Paribasa). Pascasarjana
Universitas Airlangga Surabaya, 2009. Dalam jurnal ini dijelaskandan ditemukan
bahwa ungkapan-ungkapan dalam bahasa jawa mengandung banyak nilai ajaran
moral yang mungkin bisa diterima oleh etnis lain.6
Keempat, Jurnal saudariMiranita Khusniati, Model Pembelajaran Sains
Berbasis Kearifan Lokal Dalam Menumbuhkan Karakter Konservasi, Pasca
Sarjana UNNES, 2014. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa model
pembelajaran sains berbasis kearifan lokal yaitu dengan melakukan observasi
terhadap suatu kebudayaan yang ada di masyarakat untuk selanjutnya direkontruksi
konsep-konsep sainsnya yang pada akhirnya mampu menumbuhkan nilai karakter
konservasi peserta didik.7
4Ulfah Fajarini, “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter”, Sosio Didaktika,
Vol. 1, No. 2 (Des 2014), 123 5Sri Judiani. “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Penguatan
Pelaksanaan Kurikulum”, Jurnal Kemendikbud , Vol. 16, No.9, (Okt 2010), 285. 6Ni Wayan Sartini, “Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan
(Bebasan, Saloka, dan Paribasa)”, Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Vol. 5, No. 1 (April 2009), 28. 7Miranita Khusniati, “Model Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Menumbuhkan Karakter Konservasi”, Indonesian Journal Of Conserfation, vol. 3, No. 1 (Juni
2014), 68.
6
Adapun referensi Kelima, Tesis Saudari Juli Amaliya Nasuha, Pendidikan
Karakter Dalam Kurikulum 2013(Analisis Buku Siswa Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti Di Sekolah Dasar). Hasil penelitian tesis ini
menunjukkan bahwa muatan pendidikan karakter yang tercantum pada buku
pendidikan Agama Islam ada 20 nilai karakter di antaranya: rasa ingin tahu, peduli
sosial, sopan santun, kemandirian, berakhlak mulia, peduli lingkungan, bersyukur,
tanggung jawab, demokratis, religius, gemar membaca, komunikatif, sabar, jujur,
percaya diri, menghargai kesehatan, disiplin, kerja keras, beriman dan kerja sama.8
E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah berangkat dari
konsep pendidikan karakter secara umum yang kemudian dikonfirmasikan dengan
pembelajaran berbasis kearifan lokal. Istilah karakter secara harfiah berasal dari
bahasa Latin “Character”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter
diartikan sebagai sifat manusiapada umumnya dimana manusia mempunyai banyak
sifat yang tergantung darifaktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau
sekelompok orang.9 Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaanyang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
8Juli Amaliya Nasuha, “Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013(Analisis Buku Siswa
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Di Sekolah Dasar)”, Thesis, UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2014, 20. 9Azumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1998,
11.
7
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Sedangkan kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat
“local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan
setempat “local genious”.
Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang
dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman
masyarakat.10 Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui
pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai
tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah
melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang masyarakat tersebut.
Yang perlu diketahui adalah bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan
yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama
masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-
sama.11 Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat
menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan
kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini
melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah laku seseorang, tetapi
10Fx, Rahyono, Kearifan Budaya dalam Kota, Jakarta: Wedatama Widyasastra, 2009, 23. 11E. Tiezzi, N. Marchettini, & M. Rossini, “Extending the Environmental Wisdom Beyond
the Lokal Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community”, Transactions on Ecology
and the Environment, Vol. 63, Number 1 (March 2003), 1-5.
8
lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh
keadaban.
Jadi, Kearifan lokal merupakan hasil proses dialektika antara individu
dengan lingkungannya. Kearifan lokal merupakan respon individu terhadap kondisi
lingkungannya. Pada aras individual, kearifan lokal muncul sebagai hasil dari
proses kerja kognitif individu sebagai upaya menetapkan pilihan nilai-nilai yang
dianggap paling tepat bagi mereka. Pada aras kelompok, kearifan lokal merupakan
upaya menemukan nilai-nilai bersama sebagai akibat dari pola-pola hubungan yang
telah tersusun dalam sebuah lingkungan.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metodologi penelitian deskriptif
berkesinambungan (continous description) yang memiliki karakteristik penelitian
kualitatif. Yang dimaksudkan dengan penelitian continous description adalah kerja
meneliti secara deskriptif yang dilakukan secara terus menerus atas suatu objek
penelitian. Dalam hal ini, peneliti berusaha mengkaji satu persatu data yang peneliti
dapat dari MI Blotongan, untuk kemudian mendeskripsikan data tersebut secara
sinergis sesuai dengan yang ada di lapangan, serta tetap berkesinambungan
berdasarkan proses penelitian yang peneliti kerjakan di MI Blotongan.
Jadi dalam meneliti tentang keberadaan pembangunan karakter anak
melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal di MI Blotongan ini, peneliti meneliti
secara berkelanjutan dan mendeskripsikan secara sistematis mengenai gambaran,
9
fakta dan sifat antar fenomena yang berkembang selama pembelajaran, dan sesuai
rekaman penelitian yang peneliti dapat di lapangan.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
paradigma penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.12 Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi.13
Dimaksudkan untuk mencari atau menemukan makna dari hal-hal yang esensial
atau mendasar dari pengalaman hidup tersebut..
2. Setting Penelitian
Penilitian ini dilakukan di MI Ma’arif NU Blotongan Salatiga. Fokus
penelitian dilakukan terhadap implementasi pendidikan karakter yang ada di MI
Ma’arif NU Blotongan Salatiga.
3. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini dibagi kedalam dua: pertama, sumber
data primer yang meliputi guru, staff, orang tua murid, dan murid. Sedangkan
sumber data skunder yaitu sumber-sumber yang dijadikan pendukung dalam
penelitian ini, diantaranya meliputi: dokumen kurikulum, dokumen rencana
perangkat pembelajaran, dokumen program tahunan (prota), dokumen program
semester (promes), data guru, data siswa, profil sekolah, dsb.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
12R. Bogdan dan Taylor, Steven, Introduction to Qualitative Research Method, John
Willey& Sons, 1984, 135. 13Steven Sanderson, Sosiologi Makro, terj. Sahat Simamora, Jakarta: Bina Aksara, 1984,
253.
10
Observasi14 dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
proses pembelajaran di sekolah. Disamping itu, melakukan pengamatan
langsung terhadap perilaku peserta didik terutama berkaitan dengan
implementasi pendidikan karakter pada peserta didik.
b. Wawancara
Wawancara15 dimaksudkan untuk menggali informasi terkait fokus
penelitian, dalam hal ini: pihak yayasan, kepala sekolah, guru, orang tua
murid, dan murid.
c. Dokumentasi
Dokumentasi16 dibutuhkan dalam rangka melengkapi informasi
dalam penelitian ini, meliputi data tentang strutur organisasi, visi, misi,
tujuan, data tenaga pendidikan, data siswa, sarana-prasarana, dsb.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan proses terus menerus dengan pola keteraturan,
penjelasan dan proporsisis. Dalam siklus tersebut peneliti mulai bergerak
dengan komponen analisis data dan pengumpulan data selama proses
berlangsung. Reduksi data dilakukan dengan mengklarifikasi data yang sejenis
dan melakukan kodefikasi. Deskripsi penyajian data dilakukan sesuai dengan
pokok permasalahan. Secara visual proses analisis data dapat digambarkan
sebagai berikut :
14Felick, U., An Introduction to Qualitattive Research (2nded.) (London: Sage Publications,
2002), hlm. 17. 15Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:
Gajah Madah University Press, 2005, 23. 16Wirawan Sarlito, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000, 71-
73.
11
Gambar 1. Skema Proses Analisis Data
Skema di atas menjelaskan bahwa pengumpulan data merupakan tahap
awal, kemudian dilanjutkan dengan analisa data. Pada tahap analisa data ini ada
tiga langkah yang harus dilalui yaitu reduksi data, sajian data dan kemudian
dilakukan verifikasi. Setelah semua data terkumpul baik melalui observasi,
wawancara, dokumentasi dan studi pustaka, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis data. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis kritis. Gagasan penelitian analitis kritis adalah mendeskripsikan,
membahas dan mengkritik gagasan primer yaitu mengenai hasil penelitian yang
peneliti dapat dari pengembangan karakter di MI Blotongan yang selanjutnya
dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain yaitu praksis pelaksanaan
pendidikan karakter yang didesain oleh Kemdikbud, dalam upaya studi
perbandingan, hubungan dan pengembangan model. Dalam analitis kritis ini
peneliti mengarahkan pembelajaran anak melalui pembelajaran berbasis
kearifan lokal di MI Blotongan Salatiga. dengan berfikir kritis guna
Pengumpulan
Data
Analisa Data
Reduksi Data Sajian Data
Hasil
Penarikan
Kesimpulan dan
Verifikasi
12
mendapatkan hasil penelitian yang sangat maksimal dan sesuai tujuan penelitian
yang telah peneliti rumuskan.
13
BAB II
DESAIN PENDIDIKAN KARAKTER DI MI MA’ARIF NU
GLOBAL BLOTONGAN SALATIGA
A. Sejarah Singkat Berdirinya MI Ma’arif Nu Global Blotongan
Tepat pada tanggal 1 Agustus 1966 MI Ma’arif Global ini berdiri. Atas
dorongan masyarakat daerah Blotongan yang menginginkan adanya sekolah dasar
berbasis agama islam, MI Ma’arif Global dapat berdiri dengan cepat dan lancar.
Tokoh pendiri madrasah ini ialah Raden Ahmad Affandi yang merupakan seorang
ulama’ di Blotongan kecamatan Sidorejokota Salatiga. MI Ma’arif Global
Blotongan ini berdiri juga atas dukungan masyarakat awalnya kegiatan belajar
mengajar di lakukan di masjid milik raden effendi sendiri namun, semakin
berkembangnya madrasah ini akhirnya mendapatkan tanah bengkok dari kelurahan
dan melalui swadaya masyarakat akhirnya Madrasah Ibtidaiyah memiliki gedung
sendiri.
B. Desain Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
Pembelajaran merupakan kata baru dalam konteks pendidikan di Indonesia.
Sebelumnya, lebih dikenal dengan istilah pengajaran ataubelajar mengajar. Belajar
mengajar menitikberatkan pada aspek kognitif dan psikomotorik saja sedangkan
pembelajaran lebih menitikberatkan pada partisipasi siswa dengan landasan
keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Jadi belajar adalah terjadinya perubahan kemampuan bereaksi dan relatif
memiliki keajegan sebagai hasil latihan yang diperkuat. Sedangkan dalam versi
14
yang lain Reber melihat perilaku belajar lebih cenderung kognitivis, dan ini tidak
banyak direspon oleh para ahli psikologi.
Chaplin, dalam Dictionary of Psychology, menjelaskan pengertian belajar.
“….acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of
practice and experience. Intinya, pertama adalah perolehan perubahan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Sedangkan rumusan
pengertian yang kedua adalah “….process of acquiring responses as a result of
special practice”.17
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses penambahan informasi dan fakta-faktanya, yang mengendap menjadi
pengetahuan. Segala sesuatu yang dipelajari adalah menghubungkan antara
pengalaman-pengalaman individu dengan pengetahuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan. Jadi belajar bukan semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-
fakta yang tersaji dalam bentuk materi pelajaran yang terkadang masih sangat
verbal, sebagai latihan belaka, seperti latihan membaca dan menulis.
Dengan menjadikan kearifan lokal lengkap dengan berbagai nilai adi luhung
yang ada di dalamnya sebagai basis pembelajaran, maka hal mendasar yang perlu
dilakukan adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal tersebut ke dalam
semua komponen-komponen utama dari desain pembelajaran anak, mulai dari
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode yang digunakan dalam
pembelajaran, sarana dan media pembelajaran dan penilaian atau evaluasi
17 Chaplin, JP. Dictionary Of Psychology, Fifth Printing (New York: Dell Publishing Co.,
Inc)., hal 790.
15
pembelajaran. Karena dengan cara seperti itulah, proses internalisasi nilai-nilai
kearifan lokal dalam pembelajaran akan berlangsung secara komprehensif di semua
aspek pembelajaran anak.
Adapun komponen utama dari desain pembelajaran karakter berbasis kearifan
lokal adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
Tujuan merupakan unsur paling pokok dalam suatu kegiatan, maka dalam
kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan, demikian juga dalam program
pembelajaran Anak. Perlu diketahui bersama bahwa Pendidikan bertujuanuntuk
mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak anak dapat berfungsi sebagai
manusia yang utuh sesuai dengan falsafah bangsa.
Adapun kegiatan pembelajaran karakter menurut Nibras OR Salim dalam
buku Acuan Menu Pembelajaran pada anak, bertujuan agar anak mampu :
a. Melakukan ibadah, mengenal dan percaya ciptaan Tuhan dan mencitai
sesama.
b. Mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol
gerakan tubuh, gerakan kasar dan halus serta menerima rangsangan sensorik
(panca indera).
c. Menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat
berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk bekajar dan berpikir.
d. Berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan
menemukan hubungan sebab akibat.
16
e. Memiliki kepekaan terhadap irama nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk
tangan serta menghargai karya yang kreatif.
f. Mengenal lingkungan alam, sosial, peranan masyarakat dan menghargai
keragaman sosial dan budaya, serta mampu mengembangkan konsep diri,
sikap positif terhadap belajar, kontrol diri dan rasa memiliki.18
Ketika kearifan lokal menjadi bagian integral dalam sebuah pembelajaran,
maka salah satu yang menjadi tujuan pokok pembelajaran anak adalah:
mengantarkan anak untuk mengkonstruksi nilai-nilai kearifan lokal pada dirinya,
sebagai pijakan kehidupan di masa yang akan datang. Bahkan tujuan khusus
tersebut harus menjadi nafas dari semua tujuan yang telah termaktub
sebagaimana di atas.
Selain tujuan yang spesifik, orientasi belajar anak juga bukan hanya
terfokus pada mengejar prestasi seperti membaca, menulis, berhitung, dan
penguasaan pengetahuan lain yang sifatnya akademis. Namun orientasi belajar
lebih diarahkan pada mengembangkan pribadi seperti sikap dan minat belajar
serta berbagai potensi dan kemampuan dasar anak agar selaras dengan kearifan
lokal yang ada dan berkembang di daerah tersebut.
Maka dari itu kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan pada peran
pendidikan anak yaitu :
a. Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak dengan memberikan
kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja, dan dimana saja untuk
18Nibras OR Salim,et.al, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia
Dini(Menu Pembelajaran Generik), 4-5.
17
melihat, mengamati dan menyentuh pada budaya yang berkembang di
sekitarnya.
b. Pendidikan sebagai proses sosialisasi dengan arah mencerdaskan dan
membuat terampil, juga membuat anak menjadi manusia yang bertanggung
jawab, bermoral, dan beretika.
c. Pendidikan sebagai proses pembentukan kerja samaperan. Dengan
demikian anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial
yang saling melengkapi dan saling membutuhkan.19
2. Materi Pembelajaran
Anak memiliki karakteristik yang khas baik sikap, perhatian, minat, dan
kemampuannya dalam belajar. Segala yang anak lihat dan rasakan akan
mengendap dan membangun struktur kepribadian anak. Kekhasan dunia anak
mengakibatkan perlunya strategi pembelajaran untuk anak yang juga khas.
Materi pembelajaran karakter berbasis kearifan lokal perlu memperhatikan
aspek-aspek pengembangan yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Adapun
aspek-aspek pengembangan anak antara lain :
a. Pengembangan moral dan nilai agama
Ada pendapat yang mengatakan bahwa anak dilahirkan bukanlah
sebagai makhluk yang religius, bayi sebagai manusia dipandang dari segi
bentuk dan buka kejiwaan. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
anak sejak lahir telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi
19Direktorat PAUD, Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain,Jakarta: Diknas,
2002, 8.
18
di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada
tahap kematangan.20
Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan
meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, serta pengembangan
sosial, emosional dan kemandirian. Dari program pengembangan nilai-nilai
moral agama Diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap
Tuhan yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan
dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Program pengembangan
sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat
mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan
sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik serta dapat menolong
dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.
b. Pengembangan motorik
Pengembangan ini bertujuuan untuk memperkenalkan dan melatih
gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol
gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan
cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang
kuat, sehat dan terampil.
c. Pengembangan bahasa
Pengembangan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan
pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi
secara efektif dan membangkitkan minat untuk berbahasa indonesia.
20 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 65
19
Karena begitu sentralnya aspek pengembangan bahasa anak,
kaitannya dengan internalisasi kearifan lokal dalam pembelajaran. Maka
guru dalam mengajar harus bisa menjadi fasilitator untuk menata gaya
bahasa anak agar berkembang menjadi anak dengan bahasa yang santun.
Sehingga ruangan belajar akan menjadi medium yang nyata untuk melatih
anak berkomunikasi dengan baik dengan sesama teman maupun gurunya
dan guru juga jangan lupa untuk mengenalkan bahasa lokal pada anak selain
menyajikan bahasa nasional maupun internasional.
d. Pengembangan kognitif
Pengembangan ini bertujuan mengembangkna kemampuan berpikir
anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan
bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk
mengembangkan kemampuan logika matematiknya dan pengetahuan akan
ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah,
mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan
berpikir teliti.
e. Pengembangan sosial-emosional
Dalam konteks kearifan lokal, sikap keterbukaan anak akan sangat
bermanfaat untuk melatih anak untuk menjadi warga masyarakat yang baik,
sehingga anak tumbuh dengan ikatan budaya yang melekat di sekitarnya,
ikatan itu akan menjadi modal yang sangat berharga untuk anak dapat
mengenal secara utuh tentang kehidupan yang sesungguhnya, sehingga anak
tidak menjadi terasing dari budaya dan masyarakat sekitarnya.
20
f. Pengembangan seni.
Pengembangan seni ini bertujuan agar anak dapat dan mampu
menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan
kepekaan dan dapat menghargai hasil karya yang kreatif.
3. Metode
Metode merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran
anak berbasis kearifan lokal, disamping komponen-komponen lainnya. Metode
berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan materi pembelajaran dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Sebagaimana telah dipahami
anak memiliki karakter yang khas baik secara fisik maupun mental. Oleh karena
itu, metode pengajaran yang diterapkan perlu disesuaikan dengan kekhasan
yang dimiliki anak. Sebab, metode pengajaran tersebut akan berpengaruh
terhadap keberhasilan proses pembelajaran.
a. Metode Cerita
b. Metode Pembiasaan
c. Metode Karyawisata
d. Metode Bercakap-cakap
e. Metode Menyanyi
21
4. Sumber dan Media Pembelajaran
Dalam konteks pembelajaran yang berbasis kearifan lokal, maka
sebaiknya sarana dan media belajar yang disediakan dalam pembelajaran
merupakan media yang bisa mendekatkan anak dengan kearifan lokal yang ada
di sekitarnya.
22
BAB III
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MI MA’ARIF NU
GLOBAL BLOTONGAN SALATIGA
A. Perumusan Kurikulum Berbasis Karakter
Pasal 1 ayat 19 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa "Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu."
Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan (heart of education).
Kurikulum yang memberikan ciri khas dan karakter dalam sebuah lembaga
pendidikan. Bahan ajar dan sumber belajar, serta kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru pun disesuaikan kepada kurikulum yang berlaku.
Kurikulum pendidikan nasional disusun dan dikembangkan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Disesuaikan dengan tantangan
zaman dan kebutuhan didik di masa depan. Di Indonesia, kurikulum ada yang
disusun oleh pemerintah pusat (kemdikbud), pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten/kota), dan satuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan otonomi
pendidikan yang saat ini dijalankan.
Saat ini tengah diimplementasikan kurikulum 2013 (K-13). K-13
merupakan pengembangan dari Kurukulum 2006 yang dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dua hal yang diintegrasikan
23
dalam K-13 adalah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan gerakan literasi.
Pemerintah saat ini memandang bahwa dua hal ini sangat penting
diintegrasikan dalam kurikulum karena kondisi bangsa yang tengah mengalami
krisis karakter dan mengalami rendahnya minat baca.
Lima nilai yang difokuskan dalam PPK antara lain: (1) religius, (2)
nasionalisme, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) kerjasama, sedangkan literasi
selain diisi dengan aktivitas membaca dan menulis sebagai literasi dasar, juga
menginternalisasikan substansi literasi, yaitu kemelekan terhadap informasi,
mampu memilih dan memilah informasi yang bermanfaat dalam menambah
ilmu pengetahuan, dan tidak terjebak ke dalam informasi yang bohong dan
menyesatkan yang saat ini populer disebut hoax.
PPK dan literasi dapat diintegrasikan mulai dari proses penyusunan
kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran (intrakurikuler), kegiatan
ekstrakurikuler, hingga tahap evaluasi kurikulum di satuan pendidikan. PPK
dan literasi perlu terlihat dan dimunculkan mulai dari lingkungan fisik sekolah,
sikap dan perilaku warga sekolah, hingga interaksi antara guru dan siswa pada
saat pembelajaran.
Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat, adanya 5 S (senyum, salam,
sapa, sopan, dan santun), budaya kerja dan budaya belajar yang baik,
komunikasi yang baik, hubungan antarwarga sekolah yang harmonis, tata
kelola sekolah yang tertib, teratur, dan transparan merupakan cerminan
diterapkannya PPK dan literasi di sekolah.
24
Selain lingkungan yang bersih, pada dinding sekolah banyak dipasang
atau dipajang spanduk yang bertemakan pendidikan karakter dan literasi.
Bahkan spanduk-spanduk itu pun jika dibaca adalah bagian dari aktivitas
literasi pembacanya. Oleh karena itu, sebenarnya antara pendidikan karakter
dan budaya literasi adalah dua hal yang saling berkaitan. Membangun karakter
positif melalui budaya literasi. Budaya literasi merupakan salah satu bentuk
karakter positif. Atau dengan membaca mampu membentuk seseorang menjadi
manusia yang berkarakter baik. Hanya saja, supaya terlihat jelas dan beda,
kedua hal tersebut dijadikan dua bahasan tersendiri dengan alasan bahwa
masing-masing lingkupnya bisa diperluas dan dipertajam.
Penyusunan kurikulum yang melibatkan semua guru dan biasanya
tergabung dalam Tim Pengembang Kurikulum (TPK) merupakan cerminan
gotong royong. Produknya biasanya adalah sebuah dokumen kurikulum yang
meliputi pedoman pelaksanaan kurikulum satuan pendidikan (Buku 1), silabus
dan RPP (Buku 2). Semua pihak berpartisipasi dan berkontribusi. Oleh karena
itu, eksistensinya merasa diakui. Hasil kerja mereka pun perlu diapresiasi. Dan
jika diperlukan, diberikan saran perbaikan juga oleh kepala sekolah dan
pengawas.
Kurikulum yang telah disusun tentunya jadikan pedoman sekolah
dalam melaksanakan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bisa diartikan
secara sempit dalam artian belajar di ruang kelas, atau belajar secara luas,
dimana para siswa dapat belajar nilai-nilai kehidupan dari lingkungan sekolah.
25
Mulai dari masuk gerbang sekolah, siswa sudah dapat "mencium"
aroma PPK dan literasi budaya dari sambutan penjaga sekolah, tenaga
keamanan, guru, dan kepala sekolah yang ramah, pembiasaan membaca doa,
membaca surat-surat pendek dalam Alquran, membaca buku non teks,
menyanyikan kebangsaan, menyanyikan lagu daerah, dan sebagainya.
Pada saat pembelajaran, guru melaksanakan pembelajaran yang
interaktif dan komunikatif dengan siswa, membangun hubungan yang baik,
merangsang kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapan model
pembelajaran kolaboratif, hingga siswa mampu mengambil kesimpulan atau
makna dari apa materi yang telah dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu
memiliki keterampilan proses yang baik, seperti kemampuan membuka
pelajaran, kemampuan mengelola kelas, kemampuan bertanya, kemampuan
menjawab atau menanggapi pertanyaan siswa, kemampuan memberikan
penguatan, dan sebagainya.
Penilaian otentik adalah wujud integrasi PPK dan literasi pada penilaian
hasil belajar. Penilaian otentik adalah menilai hasil belajar siswa secara holistik
pada ranah kognitif, afekif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai
instrumen yang relevan untuk mengukurnya. Penilaian otentik adalah penilaian
yang apa adanya.
Ada aspek integritas dan objektivitas di situ. Ada aspek kehatian-hatian
guru dalam menyusun instrument test, kehati-hatian dalam memeriksa jawaban
siswa, dan kehati-hatian dalam melaporkan serta mendokumentasikan hasil
penilaian hasil belajar siswa. Selain itu, ada pula aspek kehati-hatian siswa
26
dalam menjawab berbagai pertanyaan yang ada pada soal test sehingga
hasilnya tidak mengecewakan. Ada pula sisi tanggung jawab, baik tanggung
jawab guru dalam melaksanakan penilaian maupun tanggung jawab siswa
dalam mengikuti proses penilaian.
Integrasi PPK dan literasi bukan hanya sekedar kata-kata indah dalam
dokumen kurikulum atau pada spanduk-spanduk, tetapi perlu keteladanan dari
kepala sekolah, guru, dan staf sekolah, sehingga siswa dapat melihat dan
merasakan lingkungan sekolah sebagai "laboratorium PPK dan literasi" serta
merasakan sekolah sebagai organisasi pembelajar atau mengutip istilah Anies
Baswedan, sekolah sebagai "taman belajar" bagi siswa.
Implementasi kurikulum pun pada suatu waktu dievaluasi. Itu pun tidak
dapat dilepaskan dari sisi PPK dan literasi. Evaluasi adalah hal yang positif
untuk meninjau atau mengkaji keterlaksanaan sebuah program. Hal yang sudah
baik dipertahankan bahkan ditingkatkan, dan hal yang belum baik diperbaiki.
Mau menerima kekurangan dan mau menerima saran adalah karakter
yang baik. Dan agar hasil evaluasinya sesuai harapan, maka perlu dilakukan
kajian secara holistik dan komprehensif yang notabene perlu memiliki jiwa
literat yang kuat dari tim evaluator. Semoga pengembangan kurikulum berbasis
PPK dan literasi mampu meningkat mutu pendidikan Indonesia di masa depan.
27
B. Penjabaran Kurikulum Berbasis Karakter Dalam Silabi Pendidikan
Agama Islam
Dalam silabus dan RPP memuat SK, KD, tujuan pembelajaran, strategi
dan metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran, indikator pencapaian,
alokasi waktu, materi pembelajaran dan sumber belajar yang semuanya itu
salah satunya adalah untuk membentuk karakter siswa. Pendidikan karakter
yang ditanamkan dalam pendidikan Islam yaitu penciptaan fitrah peserta didik
yang ber-akhlakul karimah, karena inti dari Islam yakni terciptanya akhlakul
karimah. Jika akhlak seseorang hilang berarti sebuah kegagalan atas tujuan dari
ajaran-ajaran agama Islam, sehingga pendidikan perlu ditanamkan sejak dini.
Beberapa hikmah yang dapat diraih apabila pendidikan akhlak dapat
ditanamkan sejak dini antara lain: pertama, pendidikan akhlak mewujudkan
kemajuan rohani, kedua, pendidikan akhlak menuntun kebaikan, dan ketiga,
pendidikan akhlak mewujudkan kesempurnaan iman. Keempat, pendidikan
akhlak memberikan keutamaan hidup di dunia dan kebahagiaan di hari
kemudian. Kelima, pendidikan akhlak akan membawa kepada kerukunan
rumah tangga, pergaulan di masyarakat dan pergaulan umum. Pendidikan
modern ialah pembinaan yang hanya terfokus pada perkembangan jasmani
saja, sehingga terdapat persoalan mendasar yaitu pendidikan tidak berhasil
dalam membangun masyarakat seutuhnya.
Manusia yang dididik dalam pradigma yang demikian akan mengalami
kekosongan batiniah atau akan kehilangan ruh pendidikannya. Justru yang
terjadi sebaliknya, pendidikan menghasilkan pribadi-pribadi yang cenderung
28
konsumtif, berrmewah-mewahan, dan berpacu untuk mencapai prestasi yang
setinggi-tingginya tanpa mengindahkan cara dan perilaku yang baik,
mekanisme kerja yang berkualitas, dan menjunjung tinggi kesadaran.
Integrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran dilaksanakan agar
peserta didik dapat menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, serta
mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang didapat dan mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pada prinsipnya semua mata pelajaran dapat
digunakan sebagai alat untuk mengembangkan karakter peserta didik. Tidak
semua substansi materi pelajaran cocok untuk semua nilai-nilai karakter yang
akan diberikan. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi dan sinkronisasi antara
materi dengan nilai-nilai karakter yang akan diberikan. Pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan
karakter harus menjadi fokus utama yang mana karakter dikembangkan sebagai
dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Dengan hal ini, diharapkan
dapat menjadikan peserta didik peduli dan mampu mengamalkan nilai-nilai
karakter yang telah didapatkannya itu. Integrasi pendidikan karakter juga dapat
dilakukan pada penginternalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku yang
dilakukan guru setiap hari dalam proses pelaksanaan pembelajaran.
Contohnya, guru yang datang tepat waktu secara tidak sengaja telah
memodelkan karakter disiplin. Dalam proses pembelajaran, pendidikan
karakter dimulai pada tahap perencanaan, kemudian dilaksanakan, dan
akhirnya dievaluasi. Berikut ini penjabarannya:
1. Perencanaan pembelajaran
29
Perencanaan ialah proses penyusunan pola kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan untukmencapai tujuan. Dalam silabus dan RPP
memuat SK, KD, tujuan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, indikator pencapaian, alokasi waktu, materi
pembelajaran dan sumber belajar. Dalam perencanaan pembelajaran
pendidikan karakter perlu dilakukan perubahan pada tiga komponen silabus
dan RPP, yaitu: Kemendiknas,
a. Penambahan atau modifikasi kegiatan pembelajaransehingga ada
kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter
b. Penambahan atau modifikasi pencapaian sehingga ada indikator yang
terkait dengan pencapaian peserta didik dalam hal karakter
c. Penambahan atau modifikasi teknik penilaian yang dapat
mengembangkan atau mengukur perkembangan karakter
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa RPP memiliki
peranan penting dalam pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter ke
dalam proses pembelajaran di sekolah. RPP merupakan gambaran tentang
pembelajaran yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.
C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendidikan Karakter di MI Ma’arif
Global Blotongan Salatiga
Perencanaan merupakan komponen penting sebelum melaksanakan
pembelajaran, oleh karena itu perencanaan pembelajaran harus dilakukan oleh
guru sebelum mengajar. Sebagai persiapan mengajar guru mata pelajaran
30
pendidikan agama Islam di MI Ma’arif Global Blotongan Salatiga selaku guru
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, juga harus
melihat visi, misi dan tujuan sekolah itu sendiri.
Setelah menyesuaikan perencanaan yang akan dibuat oleh guru dengan
melihat visi, misi dan tujuan dari MI Ma’arif Global Blotongan Salatiga,
langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru ialah mengacu pada kurikulum
yang sedang digunakan di MI Ma’arif Global Blotongan Salatiga tersebut, dan
kurikulum yang dipakai disana ialah kurikulum K13 dan hal ini dibenarkan
oleh pernyataan Khaeroni S.Pd.I. selaku kepala sekolah MI Ma’arif Global
Blotongan Salatiga, beliau mengatakan bahwa untuk tahun ajaran 2013-2014,
kurikulumnya belum menggunakan kurikulum yang baru yaitu kurikulum 2013
jadi masih menggunakan pedoman pelaksanaan pembelajaran dengan
kurikulum K13. Perencanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran
pendidikan agama Islam tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran
pendidikan karakter pada mata pelajaran yang lain, hanya saja dalam materi
mata pelajaran pendidikan agama Islam terdapat lebih banyak nilai-nilai
karakter yang dapat dikembangkan dibandingkan dengan mata pelajaran yang
lain. Oleh karena itu dalam membuat perencanaan pendidikan karakter mata
pelajaran pendidikan agama Islam, guru banyak mencantumkan nilai-nilai
karakter yang diharapkan di dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran pendidikan karakter dalam pendidikan
agama Islam yang dibuat oleh guru masih mengacu pada pedoman perencanaan
31
pembelajaran berbasis kurikulum K13.1 Muatan RPP yang disusun oleh guru
pendidikan agama Islam kelas III dapat dilihat dalam (Lampiran RPP
Pendidikan agama Islam kelas III).
32
BAB IV
PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA DI MI MA’ARIF NU
GLOBAL BLOTONGAN SALATIGA
A. Implikasi pada Pengembangan Karakter Tingkah Laku yang Baik
Baik Perilakunya adalah sebuah basis nilai kebaikan yang sangat
mendasar, karena semua orang harus berlaku baik kepada siapapun. Dalam
pembelajaran pada anak, memiliki sikap hidup yang baik ini diwujudkan
melalui keteladanan dan pengarahan dari guru. Dalam wujud nyatanya paling
tidak ada dua indikator nyata yang kemudian dapat menjadi kebiasaan anak
yang selaras dengan baik perilakunya, dua indikator tersebut adalah:
a. Anak lebih Disiplin
Peningkatan kedisiplinan ini dapat dilihat dari sikap keseharian anak
terutama dalam hal mematuhi peraturan yang telah digariskan oleh sekolah,
ini tercermin dari pendapat yang disampaikan bapak Ahsin Juniarsasi,
“Bagi kami kedisiplinan merupakan hal yang paling mendasar untuk
membangun karakter anak. Karena dengan kedisiplinan anak akan
terbiasa untuk mengikuti peraturan, ajaran yang sudah dia ketahui
dan itu akan menjadi dasar bagi anak untuk menguatkan karakter
dirinya. Sejauh ini kedisiplinan anak didik kami semakin hari
semakin membaik, peraturan mengenai kehadiran di sekolah, makan
bersama-sama, berbagi dengan temannya saat bermain dan belajar,
berdoa ketika memulai semua kegiatan dan sebagainya, sudah bisa
diikuti anak dengan baik.”21
21 Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi, S.Pd.I. (Waka. Kurikulum MI Ma’arif Global).
33
Perbaikan kedisiplinan tersebut sebenarnya tidak terwujud dengan
mudah, karena sejauh pengamatan penulis, guru sebagai pendamping
belajar anak selalu menanamkan spirit kedisiplinan dalam setiap aspek
kehidupan di MI Ma’arif Global. Seperti ketika seorang guru menemui ada
anak yang sering telat hadir di sekolah, biasanya guru yang bertugas di
depan sekolah langsung tanya kepada orang tua atau keluarga yang
mengantarnya untuk mengetahui permasalahan kenapa anak hadir telat.
Kalau sudah mengetahui permasalahannya biasanya guru langsung
menasehati dengan halus, tetapi kalau sudah berulang terus kadang guru
menasehatinya sedikit keras, atau seperti yang dilakukan kepala MI dengan
mengingatkan ketika upacara.
“Kami melakukan hal tersebut, karena kami tidak menginginkan
anak-anak kami terbiasa melanggar peraturan. Karena ketika itu
terus berulang maka akan menjadi kebiasaan buruk bagi
perkembangan anak didik kami. Alhamdulilahnya, sejauh ini anak
didik kami sudah semakin disiplin terutama dalam hal mematuhi
peraturan yang dibuat sekolah, sehingga pembelajaran berjalan lebih
kondusif tanpa terganggu anak yang hadir telat.”22
b. Sopan Santun dalam Bertindak
Selain kedisiplinan, aspek karakter Bagus Lakune anak yang dapat
dilihat secara nyata diantaranya adalah sopan dalam bertindak. Indikator
kesopanan ini dapat dilihat dari cara anak bertindak baik di rumah maupun
22 Wawancara dengan Khaeroni, S.Pd.I. (Kepala MI Ma’arif Global).
34
di sekolah, seperti yang disampaikan oleh ibu Arifah (salah satu orang tua
peserta didik), ibu Arifah menceritakan bahwa setiap anaknya mau
berangkat sekolah selalu pamitan dengan cium tangan dan mengucapkan
salam,
“Setiap pagi ketika anak saya mau berangkat sekolah maka anak
saya selalu berpamitan dengan salaman dan mencium tangan saya
sambil mengucapkan salam, ketika kembali ke rumah juga
melakukan hal yang sama. Selain itu, anak saya juga ketika saya ajak
bicara sudah bisa pake bahasa halus, walaupun sedikit-sedikit mulai
dari inggih, mboten, dalem dan sebagainya. Bagi saya, walaupun
perkembangan yang dialami anak saya itu masih relatif sedikit,
tetapi perilaku yang mulai menjadi kebiasaan anak saya cukup
membuat hati saya senang, apalagi kalau saya lihat anak-anak
seumurannya yang ada di sekitar saya kadang perkataannya ada
yang jorok, jadi saya sangat senang sekali melihat perkembangan
sikap sopan santun anak saya.”23
Aspek perkembangan anak sebagaimana yang diceritakan ibu
Arifah merupakan buah pembiasaan dan teladan yang selama ini dilakukan
oleh pihak sekolah. Selama ini, guru-guru di MI Ma’arif Global memang
membiasakan dirinya kalau bertemu dengan orang lain, baik dengan
anaknya atau guru lainnya pasti akan selalu bersalaman dan ketika yang
ditemui itu lebih tua darinya maka dia juga akan mencium tangan orang
tersebut. Selain itu, guru di MI Ma’arif Global juga membiasakan dirinya
23 Wawancara dengan Arifah, S.Pd.I. (Orang Tua Peserta didik), tanggal 2April 2019, di
ruang tunggu MI Ma’arif Global.
35
untuk menggunakan bahasa yang baik atau dalam hal ini mencoba
memadukan antara bahasa indonesia dan kromo inggil ketika mengajar atau
berkomunikasi di MI Ma’arif Global.24
“Kami memang sedari dulu sudah membiasakan diri kami sebagai
guru untuk selalu bersalaman ketika ketemu guru lain, dan kepada
yang lebih sepuh kami juga mencium tagannya. Ketika kami
berkomunikasi kami juga hati-hati dan menggunakan bahasa yang
santun dan baik kepada semua yang ada di MI Ma’arif Global.
Karena kami punya ekspektasi bahwa dengan cara seperti itu ada
harapan anak akan terbiasa dalam lingkungan yang membangun
nilai “Bagus Lakune” dan itu akan terinternalisasi sehingga menjadi
pembangun karakter si anak didik sehingga juga bisa mengamalkan
nilai tersebut.”25
Bagi penulis, kebiasaan anak berlaku disiplin, mau bersalaman dan
mencium tangan ketika berangkat dan pulang sekolah dan santun dalam
berucap dengan orang tua, merupakan beberapa contoh nyata dalam upaya
penanaman karakter Bagus Lakunepada diri anak.Kebiasaan baik yang
dilakukan oleh anak ini kalau diselaraskan dengan pendapat yang yang
disampaiakn oleh bapak Ahsin Juniarsasi di atas, maka sebenarnya yang
terjadi adalahterbangunya dua pola belajar yaitu; Pertama, belajar melalui
kearifan lokal yang mana anak biasanya diantarkan untuk menarik makna
kebaikan dari segala aktifitas belajar yang dia lakukan. Seperti yang penulis
lihat dalam pembelajaran, guru selalu mengingatkan betapa pentingnya
24 Observasi tanggal 2 April 2019 25 Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi. (Guru MI Ma’arif Global).
36
bersikap baik dengan teman satu kelas, selain mengingatkan guru juga
mengawali dengan membudayakan bersikap baik dalam lingkungan
sekolah, seperti dengan mau bersalaman ketika ketemu anak didik maupun
guru lainnya, selalu menjaga ucapan ketika berkomunikasi dengan anak dan
guru lainnya. Ketika guru menemukan adaanakbertutur sapa dengan
temannya kemudian menggunakan bahasa yang kurang sepantasnya, maka
guru memperingatkan dengan baik dan mencontohkan dengan yang
seharusnya dilakukan, kemudian guru menguatkan dengan penjelasan yang
mengarahkan bahwa sopan santun dalam berucap dan bertindak juga
merupakan sikap terpuji, karena itu merupakan bagian tata cara
menghormati orang lain.26 dan
Kedua, belajar berkearifan lokal. Pada pola belajar melalui kearifan
lokal (Bagus Lakune)anak biasanya secara intens diarahkan untuk belajar
melalui kebaikan yang terkandung dalam Bagus Lakune. Seperti yang
penulis amati, selama ini anak diarahkan untuk melakukan aktifitas
pembiasaan melaksanakan sikap-sikap terpuji baik di dalam kelas maupun
di luar kelas. Mulai dengan menghormati guru, orang tua, kawan dan orang
lain. Anak-anak dibiasakan mengawali mengucapkan salam ketika bertemu
orang lain dan lain sebagainya, yang orientasinya tidak sekedar
memberitahu anak dalam pembelajaran saja, tetapi guru juga sekaligus
mengantarkan anak untuk mempraktikan sikap terpuji tersebut langsung
26Observasi tanggal 3 April 2019.
37
sebagai paket internalisasi Bagus Lakune pada diri anakMI Ma’arif
Global.27
B. Implikasi pada Pengembangan Karakter Religius
Kecerdasan dalam kerangka ini barangkali MI Ma’arif Global adalah
salah satu ahlinya. Karena sebenarnya MI Ma’arif Global merupakan salah satu
lembaga pendidikan yang menjadi pusat kajian keislaman dengan berbagai
kitab-kitab salafnya, dan pembelajaran yang didesain di MI adalah pijakan
paling awal agar anak nantinya siap ketika harus masuk pada level di atasnya.
Untuk mengetahui pengembangan karakter Pinter Ngaji pada diri
anak paling tidak terdapat tiga hal yang menjadi amaliah harian anak dan
dapat dilihat sebagai parameter perkembangan karakter Pinter Ngaji
tersebut, yaitu;
a. Rajin Shalat
Indikator rajin shalat ini merupakan salah satu ujud nyata
pengembangan nilai Pinter Ngaji pada diri anak. Mengenai hal ini
muncul pendapat dari salah satu orang tua anak, yaitu ibu Arifah, ibu
dari Abdul Rozak ini menyebutkan bahwa sekarang anaknya sudah
mulai rajin menjalankan shalat.
“Anak saya Rozaq sekarang sudah mulai rajin menjalankan
shalat, untuk beberapa waktu tertentu anak saya juga mulai mau
ke masjid untuk berjamaah. Saya melihat rajinnya anak saya
untuk mulai menjalankan shalat dan berjamaah merupakan hasil
27Observasi tanggal 3 April 2019.
38
dari pembiasaan yang dilakukan oleh pihak sekolah selama
dalam proses belajar sehari-hari. Sehingga kebiasaan yang
terjadi di sekolah tersebut yang kemudian menular pada
kebiasaan anak saya ketika di rumah. Melihat kondisi itu
tentunya saya senang dan terus menyemangati anak saya agar
bisa terus mempertahankan kebiasaannya untuk rajin
menjalankan shalat.”28
Selaras dengan yang disampaikan ibu Arifah, penulis
mengangap ada benarnya bahwa kebiasaan anak melaksanakan praktik
shalat dan shalat yang sebenarnya ketika di sekolah merupakan dasar
untuk kemudian anak membiasakan juga ketika di rumah. Sebagaimana
yang penulis lihat, selama ini program pembiasaan salah satunya
pembiasaan shalat yang diagendakan oleh guru pada anak di sekolah,
merupakan cara untuk membuat anak faham dengan dan mengerti
dengan gerakan shalat.
“Kami berpandangan bahwa anak akan senang melakukan
aktifitas yang dia ketahui dan pahami, ketika yang dipahami itu
adalah mengenai tata cara shalat, maka anak diharapkan juga
akan mencoba untuk mengulanginya. Agar pengulangan itu
menjadi berarti bagi anak, maka kami mengikutinya dengan
memberikan penjelasan tentang kapan saja anak harus
menjalankan ibadah shalat, harapan kami anak akan mengulangi
praktik shalat tersebut di waktu shalat, karena itu akan menjadi
latihan ibadah bagi anak didik kami. Ini menjadi sangat penting
untuk kami kuatkan pada anak, karena dalam shalat anak juga
28 Wawancara dengan Arifah, S.Pd.I. (Orang Tua Peserta didik).
39
punya kesempatan untuk mengamalkan hafalan surat-surat
pendek yang telah dihafalkan di sekolah.”29
b. Hafal Surat Pendek dan Doa Harian
Selain rajin shalat, pengembangan nilai Pinter Ngaji ini juga
berujud pada kemampuan anak untuk menghafal surat pendek dan doa
harian, baik untuk mengawali maupun mengakhiri kegiatan. Dua ruang
hafalan ini merupakan pelengkap dari praktik shalat anak, jadi dua hal
ini juga penting untuk dikembangkan.
Menurut penjelasan dari Umi Kultsum (Orang Tua Peserta
didik), anaknya sudah mulai lihai menghafal surat-surat pendek dan
hafal doa-doa harian yang sering diucapkan ketika anak mau makan,
mau tidur dan aktifitas lainnya selalu berdoa.
“Sejauh ini anak saya sudah mulai terbiasa untuk selalu berdoa
dalam mengawali dan mengakhiri kegiatan. Tugas saya sebagai
orang tua hanya mengingatkan ketika anak saya lupa berdoa
sebelum maupun sesudah melaksanakan sesuatu kegiatan. Ini
saya lakukan karena saya kepingin anak saya bisa mengamalkan
ilmu yang telah dia dapat selama di sekolah, selain itu bapak
gurunya juga sering mengingatkan saya soal itu, jadi ya sekalian
saya menjalankan amanat yang disampaikan guru anak saya agar
terjadi kesesuaian antara ajaran di sekolah maupun ketika di
rumah.”30
29 Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi, (Guru MI Ma’arif Global) 30 Wawancara dengan Umi Kultsum. (Orang Tua Peserta didik), tanggal 3April 2019, di
ruang tunggu MI Ma’arif Global.
40
Aktifitas yang dilakukan oleh anak ibu Umi merupakan salah
satu efek positif dari upaya yang dilakukan oleh guru MI Ma’arif
Global, karena baik hafalan surat pendek dan hafalan doa merupakan
bagian dari hafalan konsep yang memang sudah menjadi salah satu
metode pembelajaran yang didijalankan di MI Ma’arif Global. Menurut
ustadz Ahsin Juniarsasi, Hafalan konsep pada ruang ini merupakan
sebuah pijakan awal bagi anak untuk nantinya bisa membaca dan
menulis kitab salaf, selain itu dalam hafalan konsep ini anak juga
diarakan untuk menghafal beberapa surat-surat pendek yang sering
digunakan ketika anak berlatih shalat, serta hafalan doa-doa aktifitas
sehari-hari, mulai doa sebelum dan sesudah makan dan sebagainya.31
“Bagi kami dengan cara seperti itu nantinya konteks “pinter
Ngaji” pada diri anak selain langsung mempraktikan juga
mengetahui tata cara pengamalannya, karena kalau kita bicara
“Pinter Ngaji” maka ruangnya akan lebih banyak pada karakter
moral keagamaan sehingga persentuhannya akan lebih banyak
pada ruang ibadah anak kepada Allah Swt.32
c. Bisa Menulis Huruf Hijaiyyah
Kemampuan dasar menulis hijaiyyah sangat dibutuhkan bagi
anak didik MI Ma’arif Global, agar nantinya pada tingkatan selanjutnya
anak bisa membaca kitab-kitab yang dipelajari baik di MI, MTs dan
MA.
31 Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi. (Guru MI Ma’arif Global). 32Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi. (Guru MI Ma’arif Global).
41
Untuk menunjang pengembangan kemampuan tersebut, dalam
pembelajaran anak sudah mulai dikenalkan dengan tata cara penulisan
huruf hijaiyyah, terutama dalam penguatan materi keislaman, karena
menurut Ahsin Juniarsasi, kemampuan menulis hijaiyyah akan menjadi
bekal dasar bagi anak untuk selanjutnya dapat mempelajari naskah-
naskah arab mulai naskah pegon (biasanya bahasa non arab tetapi ditulis
dengan huruf hijaiyyah) maupun naskah dalam kitab-kitab arab.33
Selain sekedar dikenalkan dengan huruf hijaiyyah, anak yang
belajar di MI Ma’arif Global juga sudah mulai dikenalkan sekaligus
diajarkan kaligrafi arab. Penulis melihat aktifitas ini di area seni, yang
mana salah satu materi yang dikenalkan pada anak di area seni adalah
seni kaligrafi, sebagaimana penjelasan pada bagian sebelumnya.
Menurut Ruzikan, aktifitas pengenalan seni kaligrafi arab ini dilakukan
dalam pembelajaran anak, karena Salatiga juga dikenal merupakan salah
satu tempat yang banyak melahirkan ahli kaligrafi tingkat Provinsi dan
nasional. Jadi dengan pengenalan kaligrafi sejak usia dini diharapkan
dapat menjadi wahana untuk melestarikan seni menulis indah tersebut.34
Dalam pengembangan nilai Pinter Ngaji ini, penulis melihat
selama mengikuti pembelajaran anak diantar untuk masuk pada pola
belajar melalui kearifan lokaldan belajar berkearifan lokal secara
bersama-sama. Pada bagian belajar melalui kearifan lokal, anak
33Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi. (Guru MI Ma’arif Global). 34 Wawancara dengan Ahsin Juniarsasi, S.Pd.I. (Waka. Kurikulum MI Ma’arif Global).
42
biasanyadiarahkan oleh guru untuk mendapatkan nilai Pinter Ngajidari
pembinaan moral dari materi keagamaan yang dia terima dari guru,
seperti pembinaan mengenai nilai penting shalat lima waktu dan nilai
penting berdoa sebelum melaksanakan kegiatan.Sedangkan dalam
belajar berkearifan lokal karena ruangnya adalah Pinter Ngaji maka
biasanya anak juga belajar perangkat dasar agar dapat pintar mengaji,
mulai belajar tata cara menulis arab dengan kaligrafi arab, maupun
dengan hafalan surat pendek dan doa keseharian sebagai nafas ibadah
harian anak.35
C. Implikasi pada Pengembangan Karakter Kesopanan
Kesopanan, merupakan aspek perkembangan anak yang didasarkan
pada sosialisasi dan interaksi anak dengan individu lainnya.Sejauh pengamatan
penulis, barangkali ini merupakan format nilai yang belum bisa dinyatakan
secara seutuhnya dalam proses pembelajaran di MI. Karena kalau dilihat konsep
kasarnya dagang adalah usaha riil dalam konteks pemenuhan ekonomi
seseorang, ketika itu kemudian disimplifikasikan pada sebuah interaksi anak
maka yang terjadi adalah bermain peran yang nantinya ada anak yang berperan
menjadi penjual dan ada yang menjadi pembeli dan pada posisi itu seorang guru
hanya punya ruang untuk membimbing dan mengantarkan seorang anak agar
tetap menjaga sopan santun dalam melaksanakan aktifitas itu.
35 Observasi tanggal 3 April 2019.
43
Aspek sopan santun menjadi aspek sangat penting bagi individu sebagai
bekal paling dasar untuk mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan individu
lainnya, termasuk diantaranya adalah ketika individu melakukan aktifitas
perdagangan. Untuk itu, sesuai yang penulis amati, dalam pengembangan
karakter Kesopanan ini guru lebih banyak menekankan bekal dasar untuk
bersosialisasi dan berinteraksi pada anak. seperti ketika guru menginginkan
anak mengerti tata cara berinteraksi yang baik dengan pembeli, maka biasanya
guru mengajak anak bermain peran untuk memberi contoh seperti apa interaksi
tersebut, sehingga yang terjadi adalah interaksi untuk memahamkan anak didik
pada kondisi yang sebenarnya. Ketika guru menginginkan anak bisa
membangun kerja sama dengan orang lain, maka guru mengajak anak untuk
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, seperti mengajak semua peserta
didik membersihkan ruangan bersama-sama dengan saling membantu dan tidak
boleh menganggu antara satu dengan lainnya, potret kegiatan bersama tersebut
yang kemudian dikuatkan guru melalui nasehat-nasehatnya.36
Sehingga menurut Ruzikanselama ini proses pembangunan karakter
kesopanan yang berlangsung dalam ruang anak sebagaimana yang ada di MI
Ma’arif Global adalah lebih soal bagaimana aspek sosialisasi dan interaksi yang
merangkum ruang lingkup dari sosial emosional anak, yang diusahakan itu akan
terbangun baik. Paling tidak dari pembelajaran ini akan muncul dua hal pada
diri anak yaitu; Pertama, anak akan mulai terbiasa bekerja sama dengan teman
36Observasi tanggal 3 April 2019.
44
lainnya, Kedua, karena anak sudah terbiasa berinteraksi dengan orang lain,
maka anak akan lebih humanis dan nguwongke orang lain.
“Dengan memilih memfokuskan nilai ini pada pembangunan aspek sosialisasi
dan interaksi anak dengan lingkungannya, akan membantu membimbing anak
agar cakap dan pandai ketika berinteraksi dan bekerja sama dengan teman-
teman yang ada di sekitarnya, yang ketika seumapama nantinya dia berdagang
maka dia akan terbiasa nguwongke pembelinya sehingga anak akan terbiasa
dengan sikap-sikap humanis dalam setiap aktivitasnya kelak.”37
Berangkat dari semua pemaparan pada bagian ini, penulis mendapati
sebuah gambaran bahwa prinsip pengembangan karakter anak yang berlangsung
di MI Ma’arif Global sebenarnya bergerak dari knowing menuju doing atau
acting. Ini selaras dengan yang disampaikan oleh William Kilpatrick, yang mana
dia menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik
meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing)
adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berawal
dari pemikiran ini, maka sebuah catatan besar untuk kesuksesan pendidikan
karakter sangat adalah pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting
dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.
Selain itu, dalam konteks pengembangan karakter anakada sebuah
pemahaman yang perlu dikedepankan adalah bahwa pengembangan karakter itu
berbeda karakteristiknya dengan pengembangan dan pembinaan keterampilan
dan intelektualitas, karena pengembangan dua hal terakhir sangatlah
measurable. Artinya setelah dilakukan pembelajaran, guru dengan segera dapat
mengukur tingkat keberhasilannya. Berbeda halnya dengan pengembangan
37 Wawancara dengan Ahsin Juarsasi, S.Pd.I. (Waka. Kurikulum MI Ma’arif Global)
45
karakter yang karena strukturnya pada tataran “hati”, maka fluktuasinya sangat
tinggi, karena dia bergerak dari knowing, loving, dan doing atau acting. Dengan
demikian sangat sulit bagi guru yang berkaitan langsung dengan pembinaan
karakter untuk mengukur keberhasilan pembelajaran dalam waktu yang sangat
singkat. Itulah kenapa prinsip pengembangan karakter anak adalah “has
beginning but no end”, mulai dengan segera tidak akan ada berakhirnya.
46
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian tentang Pengembangan Karakter Siswa Sekolah
Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal (studi kasus pada MI Ma’arif
Global Blotongan Salatiga), peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Desain pembelajaran berbasis kearifan lokal di MI Ma’arif NU Global
Blotongan Salatiga diorientasikan pada pengembangan aspek-aspek dasar
perkembangan anak yang diselaraskan dengan nilai kearifan lokal, sehingga
basis pengembangan diarahkan pada: Pertama, pengembangan aspek Akhlak
Terpuji yang menyasar pada orientasi nilai Bagus Lakune anak didik. Kedua,
pengembangan aspek Intelektual dan Agama yang menyasar pada orientasi
nilai Pinter Ngaji pada anak didik, dan Ketiga, pengembangan aspek
Sosialisasi dan Interaksi.
2. Pelaksanaan pendidikan karakter di MI Ma’arifNU Global Blotongan bukan
hanya berasal dari satu akar masalah saja, tetapi dari berbagai macam elemen
pendidikan. Problematika tersebut diantaranya berasal dari dalam diri siswa,
dari orang tua dan lingkungan, dari kemampuan guru yang masih belum
maksimal, dari pihak sekolah, dan dari pihak pemerintah. Jadi pelaksanaan
pendidikan karakter harus ada kebersamaan dan kesamaan visi dan misi dari
berbagai elemen pendidikan.
47
3. Pengembangan pendidikan karakter di MI Ma’arif NU Blotongan dilakukan
oleh tiga pihak yang saling bersinergis yaitu, guru, peserta didik dan
orangtua.Implikasi pembelajaran berbasis kearifan lokal pada pengembangan
karakter anak di MI Ma’arif NU Blotongan didapati dalam format sebagai
berikut. Pertama, dalam konteks pengembangan karakter dalam wujud
sikapnya anak didik menjadi lebih disiplin, sopan santun dalam bertindak dan
berucap. Keduanya merupakan hasil dari dinamisasi pembelajaran yang
diperkuat dengan aturan dan teladan dari MI Ma’arif NU Blotongan. Kedua,
dalam konteks pengembangan karakter dalam wujud amaliah sehari-hari anak
sudah mulai terbiasa melaksanakan ibadah sholat, biasa mengawali segala
amalan dengan doa dan mulai hafal surat-surat pendek dan mulai bisa menulis
huruf hijaiyyah. Ketiganya merupakan hasil dari pola pembelajaran yang selain
dengan pembiasaan juga didukung dengan hafalan konsep. Ketiga, dalam
konteks pengembangan karakter dengan pendekatan sosialisasi dan interaksi
maka yang berwujud pada diri siswa adalah anak sudah mulai berlatih untuk
bersosialisasi dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sekitarnya,
tentunya dengan batasan kapasitas anak yaitu paling tidak terlihat dengan dapat
bekerja sama dengan teman-temannya, lebih humanis dalam bersosialisasi
dengan orang lain, sehingga itu nantinya akan memberikan bekal berharga bagi
anak.
48
B. Saran
Setelah melakukan penelitian tentang pelaksanaan pendidikan karakter pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV di MI Ma’arif Global Blotongan,
maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan kepada:
1. Pihak Sekolah
a. Kepada kepala sekolah untuk terus melakukan pengawasan dan peningkatan
perihal pelaksanaan pendidikan di sekolah.
b. Peneliti menyarankan kepada guru untuk membuat evaluasi pendidikan
karakter pada tiap jenjang pendidikan yang di lalui oleh peserta didik.
Karena dengan adanya evaluasi pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan
karakter di MI Ma’arif Global Blotongan akan lebih terarah.
c. Kepada guru kelas untuk lebih kreatif lagi dalam melaksanakan pendidikan
karakter di kelas dengan menggunakan metode-metode yang lebih menarik.
2. Pihak Pemerintah
Kepada pihak pemerintah untuk meningkatkan sosialisasi dan pelatihan
tentang pendidikan karakter kepada semua guru yang ada. Supaya pendidikan
karakter bukan cuma perintah kepada sekolah untuk melaksanakan tetapi
menjadi tanggungjawab bersama pihak pemerintah dan sekolah.
49
3. Orang Tua
Kepada orang tua untuk selalu mengawasi perkembangan karakter anak,
jadi perkembangan karakter anak bukan hanya diserahkan kepada sekolah tetapi
orang tua juga ikut mengontrol perkembangan karakter anak.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahsin Juniarsasi (Waka. Kurikulum MI Ma’arif Global).
A. Michael Huberman& Matthew B. Miles, Anaisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: UI Press, 1992.
Azra,Azumardi , Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos, 1998.
C dan Chau-kiu, Lee, “Improving Social Competence Through Character
Education”, Evalution and Program Planning, Vol. 33 No. 3, (August
2010), 255-263.
Fajarini, Ulfah,“Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter”, Sosio
Didaktika, Vol. 1, No. 2 (Des 2014), 123.
Fx, Rahyono, Kearifan Budaya dalam Kota, Jakarta: Wedatama Widyasastra, 2009.
Judiani, Sri, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui
Penguatan Pelaksanaan Kurikulum”, Jurnal Kemendikbud , Vol. 16, No.9,
(Okt 2010), 285.
Khaeroni (Kepala MI Ma’arif Global).
Khusniati, Miranita, “Model Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Menumbuhkan Karakter Konservasi”, Indonesian Journal Of Conserfation,
vol. 3, No. 1 (Juni 2014), 68.
Kurniasih, Imas,Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: Edukasia, 2009).
Lickona, Thomas, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu
AnakMengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan
Penting Lainnya, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015.
Seefeldt,Carol, Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: PT Indeks, 2008).
Mike Kesby and Sara Kindon, Rasehel Pain, Participatory Action Research
Approaches and Methods Connecting People, Participation and Place,
New York: 1995, 15.
Moleong, Lexy J, Metode PenelitianKualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
49
51
M. Rossini&E. Tiezzi, N. Marchettini, “Extending the Environmental Wisdom
Beyond the Lokal Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning
Community”, Transactions on Ecology and the Environment, Vol. 63,
Number 1 (March 2003), 1-5.
Nasuha, Juli Amaliyah, “Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013(Analisis
Buku Siswa Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Di
Sekolah Dasar)”, Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014, 20.
Santi, Danar,Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktik) (Jakarta: PT
Indeks, 2009).
Sartini, Ni Wayan, “Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan
(Bebasan, Saloka, dan Paribasa)”, Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Vol. 5,
No. 1 (April 2009), 28.
SJ, Paul Suparno,Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: PT Kanisius, 2015.
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods), Bandung : Alfabeta, 2011.
52
LAMPIRAN
53
A. Lampiran 1 Hasil Dokumentasi
54
B. Pedoman Wawancara
PANDUAN WAWANCARA
Informan : Guru Kelas
Daftar pertayaan :
1. Metode pembelajaran apa yang sering dipakai saat mengajar?
2. Apakah sering menggunakan metode berbasis fun learning?
3. Seperti apa anda memposisikan murid dan guru dalam proses pembelajaran?
4. Seperti apa peran murid dalam jalannya pembelajaran?
5. Perubahan seperti apa yang terjadi dalam perilaku guru atau murid?
6. Selain pembelajaran didalam kelas, apakah ada yang dilakukan diluar kelas?
7. Seperti apa contohnya?
55
PANDUAN WAWANCARA
Informan : Kepala Sekolah
Daftar pertanyaan :
1. Bagaimana peran anda dalam mewujudkan pendidikan karakter di madrasah
yang anda pimpin?
2. Seperti apa landasan filosofis pendidikan karakter yang anda bangun di
madrasah yang anda pimpin?
3. Apakah anda sering melakukan kontrol dalam perkembangan pembelajaran
atau peubahan karakter murid?
4. Bagaimana anda dalam mengasosiasikan atau memobilisasi setiap dini yang
ada di madrasah sebagai instrument pembentukan karakter?
5. Kapan anda mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran?
56
PANDUAN WAWANCARA
Informan : Guru PAI
Daftar pertanyaan :
1. Landasan filosofis apakah yang anda gunakan untuk membangun karakter?
2. Apakah anda sering mengkoneksikan antara pembelajaran PAI dan budaya
lokal untuk membangun karakter?
3. Selain pembelajaran didalam kelas, bagaimana anda mewujudkan dalam
bentuk perilaku nyata?
4. Apa factor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan pendidikan
karakter berbasis kearifan lokal?
5. Apakah anda sering melakukan inovasi dalam metodologi pembelajaran
PAI?
57
PANDUAN WAWANCARA
Informan : Wali murid
Daftar pertayaan :
1. Bagaimana tanggapan anda dengan system pembelajaran di MI?
2. Menurut anda apakah ada perkembangan karakter dalam diri anak setelah
pembelajaran?
3. Menurut anda apakah ada kekurangan dalam system pembelajaran?
4. Apakah ada saran bagi guru atau kepala sekolah untuk membangun karakter
yang lebih baik?
5. Bagaimana peran anda dalam mendukung pendidikan karakter di MI?
58
PANDUAN WAWANCARA
Informan : Waka kurikulum
Daftar pertayaan :
1. Strategi kurikulum seperti apa yang dibentuk di madrasah?
2. Karakter seperti apa yang dijadikan dasar membangun pembelajaran nilai-nilai
ajaran dan nilai-nilai etika?
3. Selain kurikulum pembelajaran wajib apa ada pembelajaran ekstra?
4. Apakah kurikulum ekstra dilaksanakan setiap hari atau hari tertentu?
5. Dominan manakah antara pembelajaran wajib dan ekstra dalam membangun
karakter murid?
59
PANDUAN WAWANCARA
Informan: Peserta didik
Daftar pertayaan:
1. Berapa kali kamu sholat dalam sehari semalam?
2. Apakah kamu kamu mengikuti upacara bendera setiap hari senin?
3. Apakah kamu minta bantuan teman saat ulangan yang sulit?
4. Jika ada temanmu mengajak perbuatan yang tidak baik apakah kamu
mengikutinya?
5. Apakah kamu mengerjakan piket dengan baik
60
61
62
63
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Samsul Huda
Nim : 12010160028
Tempat tanggal lahir : Batang, 23 November 1989
Alamat : Masin, RT 04/02, Warungasem, Batang
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
MI Tholabuddin Masin Kab. Batang : lulus 2002
MTS Tholabuddin Masin Kab. Batang : lulus 2005
MA Pondok Tremas Kab. Pacitan : lulus 2011
Program SI di UNU Surakarta, Surakarta : lulus 2011-2015
Program S2 di IAIN Salatiga, Salatiga : lulus 2016-2019