PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANG ...digilib.unila.ac.id/49946/3/TESIS TANPA BAB...

96
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANG MEMANFAATKAN LEAD ADVERSITY QUOTIENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS PESERTA DIDIK (Tesis) Oleh AVISSA PURNAMA YANTI PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANG ...digilib.unila.ac.id/49946/3/TESIS TANPA BAB...

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANGMEMANFAATKAN LEAD ADVERSITY QUOTIENT UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARANMATEMATIS PESERTA DIDIK

(Tesis)

Oleh

AVISSA PURNAMA YANTI

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF PROBLEM BASED LEARNING THATUTILIZES LEAD ADVERSITY QUOTIENT TO IMPROVE THE

STUDENTS’ MATHEMATICAL REASONING ABILITY

By

AVISSA PURNAMA YANTI

This research is a development research that aims at describing the process andget the product of developing problem-based learning that utilizes LEADadversity quotient, as well as analyzing validity, practicality, attractiveness andeffective-ness of the development of problem-based learning that utilize LEADadversity quotient to improve the ability of students' mathematical reasoning. Thesubjects of this study are students of Tenth class of Senior High School 1Talangpadang Academic Year 2017/2018. Research data were obtained throughadversity quotient tests and mathematical reasoning tests. Research procedureused Borg and Gall step. Data analysis technique used t-test and N-gain.

The results of this study are (1) preliminary study shows the need for thedevelopment of problem based learning that focuses on the difficulties of studentsin reasoning so that learning should utilizes LEAD adversity quotient, (2) thedevelopment of learning has valid categories and learning administration that alsohave valid categories namely syllabus, lesson plan, and students worksheet withaverage percentage is 86,52%, (3) result of practicality and attractiveness ofproblem-based learning development utilizing LEAD adversity quotient haspractical categorization with average percentage is 83,17% and attractivenesscategory with percentage value is 78.88%, and (4) the effectiveness test resultsshow that problem-based learning that utilizes LEAD adversity quotient iseffective in improving students' mathematical reasoning ability with an averageN-gain of 0.72. Mathematical reasoning ability of students who use problem-based learning that utilizes LEAD adversity quotient is higher than conventionallearning or commonly applied learning.

Keywords: problem based learning, LEAD adversity quotient, mathematicalreasoning.

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANGMEMANFAATKAN LEAD ADVERSITY QUOTIENT UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARANMATEMATIS PESERTA DIDIK

Oleh

AVISSA PURNAMA YANTI

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untukmendeskripsikan proses dan mendapatkan produk pengembangan pembelajaranberbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient, sertamenganalisis kevalidan, kepraktisan, kemenarikan dan efektivitas pengembanganpembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotientterhadap kemampuan penalaran matematis peserta didik. Subjek penelitian iniadalah peserta didik kelas X SMAN 1 Talangpadang Tahun Pelajaran 2017/2018.Data penelitian diperoleh melalui tes adversity quotient dan tes penalaranmatematis. Prosedur Penelitian menggunakan langkah Borg and Gall. Teknisanalisis data menggunakan uji t dan N-gain.

Hasil penelitian ini, yaitu (1) studi pendahuluan menunjukkan kebutuhandikembangkannya pembelajaran berbasis masalah yang terfokus pada kesulitanpeserta didik dalam menalar sehingga pembelajaran diarahkan denganmemanfaatkan LEAD adversity quotient, (2) pengembangan pembelajaranmemiliki kategori valid dan perangkat pembelajaran yang juga memiliki kategorivalid yaitu silabus, RPP, dan LKPD dengan rata-rata persentase adalah 86,52%,(3) hasil kepraktisan dan kemenarikan pengembangan pembelajaran berbasismasalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient memiliki kotegori praktisdengan rata-rata persentase adalah 83,17% dan kategori menarik denganpersentase nilai adalah 78,88%, dan (4) hasil uji efektivitas menunjukkan bahwapembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotientefektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didikdengan rata-rata N-gain sebesar 0,72. Kemampuan penalaran matematis pesertadidik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkanLEAD adversity quotient lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajarankonvensional atau pembelajaran yang biasa diterapkan.

Kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, LEAD adversity quotient, penalaranmatematis.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANGMEMANFAATKAN LEAD ADVERSITY QUOTIENT UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARANMATEMATIS PESERTA DIDIK

Oleh

AVISSA PURNAMA YANTI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

pada

Program Studi Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Avissa Purnama Yanti dilahirkan di

Talangpadang Kecamatan Gunung Alip Kabupaten Tang-

gamus Lampung pada tanggal 15 Februari 1994. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Anak

dari pasangan Bapak Apsani, S.Pd dan Ibu Asiah, S.Pd.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-Kanak di

TK Darma Wanita Pagelaran tamat pada tahun 2000, Sekolah Dasar di SDN 1

Kedaloman tamat pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di MTs Negeri 2

Tanggamus tamat pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas di MAN 1

Pringsewu tamat pada tahun 2012 dan Program Sarjana (S-1) jurusan Pendidikan

Matematika di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung tamat pada

tahun 2016. Kemudian pada tahun yang sama yaitu 2016, penulis melanjutkan

pendidikan pada Program Pascasarjana (S-2) di Universitas Lampung Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan Program Studi Magister Pendidikan

Matematika.

MOTTO

Semua manusia itu pasti mampu, pasti bisa. Mampu karena mau untuk mampu.Bisa karena mau untuk bisa. Adanya perbedaan dikarenakan ada manusia yang

tidak mau mampu dan tidak mau bisa. Tugas manusia pada dasarnya bukanuntuk mampu atau bisa tetapi untuk mencoba karena dalam mencoba,

manusia akan merasakan bahwa dirinya mampu. Allah telah berjanjidalam firmannya Q.S Al- Najm: 39 yaitu “Dan bahwasanya seorang

manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakan”.

Avissa Purnama Yanti

Persembahan

Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada.

Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Apsani, SPd dan Ibunda Asiah,S.Pd yang telah membesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang, dan

selalu mendoakan kebahagiaan dan keberhasilanku.

Adik-adikku (Novela Azalia, M. Ilham Nouval dan M. Iqbal Hafidho)yang telah mendo’akan, memberi dukungan dan semangatnya padaku.

Teman-teman seperjuangan Magister Pendidikan Matematika

dan

Almamater Universitas Lampung tercinta.

xi

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Pembelajaran Berbasis

Masalah yang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik” sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan tesis ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada.

1. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Magister

Pendidikan Matematika, dan Dosen pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,

sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan tesis, sehingga

tesis ini menjadi lebih baik.

2. Bapak Dr. Budi Koestoro, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan

pemikiran, kritik, dan saran serta motivasi dan semangat demi

terselesaikannya tesis ini.

xii

3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd, selaku Dosen Pembahas (Penguji 1) yang

telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga tesis

ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Dr. Asmiati, S.Si., M.Si, selaku ahli materi pada LKPD dan Penguji 2

yang telah banyak memberikan saran dan masukan sehingga tesis ini menjadi

lebih baik.

5. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd, selaku ahli desain pembelajaran yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran dan

masukan kepada penulis untuk memperbaiki desain pengembangan

pembelajaran, Silabus, RPP, dan LKPD ini agar menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr. Nanang Supriadi, M.Sc, selaku ahli media pada LKPD yang telah

memberikan saran dan masukan sehingga LKPD ini menjadi lebih baik.

7. Bapak Andi Thahir, S.Psi., M.A., Ed.D, selaku ahli psikologi pada angket

Adversity Respon Profile (ARP) yang telah banyak memberikan saran dan

masukan sehingga ARP untuk Adversity Quotient menjadi lebih baik.

8. Ibu Mella Triana, M.Pd, selaku ahli materi untuk soal kemampuan penalaran

matematis yang telah memberikan saran dan masukan sehingga soal

kemampuan penalaran matematis menjadi lebih baik.

9. Bapak Zulianda, M.Pd selaku guru di SMA N 1 Talangpadang yang telah

bersedia memberikan waktu, motivasi dan semangat kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis terkait penggunaan bahasa Inggris yang baik.

10. Bapak Prof. Drs. Mustofa, MA., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan

perhatian dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.

xiii

11. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd, selaku Dekan FKIP Universitas Lam-

pung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

13. Bapak Sudirman, S.Pd, selaku Kepala SMA N 1 Talangpadang beserta Wakil,

staff, guru dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama

penelitian.

14. Peserta didik kelas X IPA 4, X IPA 5, X IPA 1, dan XI IPA 1 SMA N 1

Talangpadang yang selalu semangat.

15. Sahabat-sahabat spesial (Mushlihah Rohmah, M.Pd, Mega Kusuma

Listyotami, M.Pd, Madya Hutabarat, S.Pd dan Yola Citra Lutfianingtyas,

S.Pd) yang telah memberikan kenangan indah, persaudaraan, motivasi,

semangat dan dukungan serta kecerian kepada penulis.

16. Teman-teman Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas

Lampung.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada

penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis

ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Oktober 2018Penulis

Avissa Purnama Yanti

xiv

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xx

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................... 8C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) .................................. 10B. LEAD Adversity Quotient ........................................................ 16C. Kemampuan Penalaran Matematis .......................................... 21D. Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang Me-

manfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk MeningkatkanKemampuan Penalaran Matematis ........................................... 27

E. Teori Pembelajaran Matematika yang Mendukung ................. 31F. Penelitian yang Relevan .......................................................... 32G. Kerangka Berpikir ................................................................... 34

III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian ........................................................................ 41B. Lokasi, Waktu, dan Subjek Penelitian ..................................... 41C. Prosedur Penelitian .................................................................. 44D. Instrumen Penelitian ................................................................ 49E. Teknik Analisis Data ................................................................ 66

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ........................................................................ 77

1. Proses dan Produk Pengembangan Pembelajaran BerbasisMasalah yang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient... 77

2. Hasil Validitas, Kepraktisan, dan Kemenarikan Pengem-bangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang Memanfaat-kan LEAD Adversity Quotient ........................................... 109

xv

3. Hasil Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah yangMemanfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk Mening-katkan Kemampuan Penalaran Peserta Didik..................... 114

B. Pembahasan ............................................................................. 1181. Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang

Memanfaatkan LAED Adversity Quotient ......................... 1202. Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik ............. 124

V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan .................................................................................. 132B. Saran ........................................................................................ 133

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 135

LAMPIRAN .......................................................................................... 140

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ............ 14

2.2 Indikator Adversity Quotient ........................................................... 19

2.3 Indikator Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik dalamMemecahkan Masalah .................................................................... 26

2.4 Sintak Proses PBM dan LEAD Adversity Quotient ......................... 29

3.1 Subjek Validasi Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalahyang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk Mening-katkan Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik ............... 42

3.2 Rancangan Uji Coba Lapangan ...................................................... 48

3.3 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Penalaran Matematis ........... 59

3.4 Interpretasi Kemampuan Penalaran Matematis ............................... 60

3.5 Validitas Instrumen Tes Penalaran Matematis ................................ 62

3.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran ....................................................... 64

3.7 Tingkat Kesukaran Butir Soal ......................................................... 64

3.8 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ..................................................... 65

3.9 Daya Pembeda Butir Soal ............................................................... 65

3.10 Kriteria Tingkat Kevalidan dan Revisi Produk .............................. 68

3.11 Kriteria Kepraktisan Analisis Nilai Rata-rata ................................. 69

3.12 Kriteria Tingkat Kemenarikan Produk ........................................... 69

3.13 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 71

3.14 Hasil Uji Homogenitas ................................................................... 73

3.15 Kriteria Indeks Gain ........................................................................ 76

4.1 Tipe Adversity Quotient ................................................................... 80

4.2 Kategori Penilaian Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalahyang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient oleh Ahli DesainPembelajaran.................................................................................... 109

4.3 Kategori Penilaian Silabus oleh Ahli Desain pembelajaran ........... 110

xvii

4.4 Kategori Penilaian RPP oleh Ahli Desain pembelajaran................. 110

4.5 Kategori Penilaian LKPD oleh Ahli Desain pembelajaran ............ 110

4.6 Kategori Penilaian LKPD oleh Ahli Materi ................................... 111

4.7 Kategori Penilaian LKPD oleh Ahli Media .................................... 111

4.8 Kategori Penilaian Tanggapan Guru Matematika Terhadap Pem-belajaran Berbasis Masalah yang Memanfaatkan LEAD AdversityQuotient .......................................................................................... 112

4.9 Kategori Penilaian Tanggapan Peserta Didik Uji Coba Awal Ter-hadap Pembelajaran Berbasis Masalah yang Memanfaatkan LEADAdversity Quotient .......................................................................... 113

4.10 Kategori Penilaian Tanggapan Peserta Didik Uji Coba TerhadapPembelajaran Berbasis Masalah yang Memanfaatkan LEAD Ad-versity Quotient ............................................................................... 113

4.11 Kategori Penilaian Kemenarikan Pembelajaran Berbasis Masalahyang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient oleh peserta didik . 114

4.12 Data Skor Pretest (Kemampuan Awal Penalaran Matematis) ........ 115

4.13 Hasil Uji t Skor Pretest ................................................................... 116

4.14 Data Skor Posttest (Kemampuan Akhir Penalaran Matematis) ..... 116

4.15 Hasil Uji t Skor Posttest .................................................................. 117

4.16 Uji t Skor Pretest - Posttest ........................................................... 118

4.17 Data Indeks N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis ................ 119

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Desain Awal Proses PBM yang Memanfaatkan LEAD AdversityQuotient untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis. 30

4.1 Revisi ARP 1.................................................................................... 81

4.2 Revisi ARP 2 ................................................................................... 82

4.3 Revisi ARP 3 ................................................................................... 82

4.4 Revisi Pengembangan Pembelajaran 1 ........................................... 84

4.5 Revisi Pengembangan Pembelajaran 2 ........................................... 84

4.6 Revisi Pengembangan Pembelajaran 3 ........................................... 85

4.7 Revisi Pengembangan Pembelajaran 4 ........................................... 85

4.8 Revisi Pengembangan Pembelajaran 5 ........................................... 86

4.9 Revisi Pengembangan Pembelajaran 6 ........................................... 86

4.10 Revisi Silabus 1 .............................................................................. 87

4.11 Revisi Silabus 2 .............................................................................. 87

4.12 Revisi RPP 1 ................................................................................... 88

4.13 Revisi RPP 2 ................................................................................... 88

4.14 Revisi RPP 3 ................................................................................... 89

4.15 Revisi LKPD Oleh Ahli Desain Pembelajaran ............................... 90

4.16 Revisi LKPD 1 oleh Ahli Materi .................................................... 91

4.17 Revisi LKPD 2 oleh Ahli Materi ..................................................... 91

4.18 Revisi LKPD 3 oleh Ahli Materi .................................................... 91

4.19 Revisi LKPD 4 oleh Ahli Materi .................................................... 92

4.20 Revisi LKPD 5 oleh Ahli Materi .................................................... 92

4.21 Revisi LKPD 6 oleh Ahli Materi .................................................... 92

4.22 Revisi LKPD 7 oleh Ahli Materi .................................................... 93

4.23 Revisi LKPD 1 oleh Ahli Media .................................................... 93

xix

4.24 Revisi LKPD 2 oleh Ahli Media .................................................... 94

4.25 Revisi Soal 1 ................................................................................... 95

4.26 Revisi Soal 2 ................................................................................... 95

4.27 Revisi Soal 3 ................................................................................... 96

4.28 Revisi Soal 4 ................................................................................... 96

4.29 Kegiatan dalam Uji Coba Pengembangan Pembelajaran BerbasisMasalah yang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient pada Ke-las X IPA 1....................................................................................... 97

4.30 Kegiatan Uji Coba Soal Evaluasi Penalaran Matematis ................. 98

4.31 Kegiatan Pendahuluan pada Pembentukan Kelompok ................... 101

4.32 Kegiatan Inti ................................................................................... 102

4.33 Kegiatan Penutup Saat Mengutarakan Kesulitan dan Menarik Ke-simpulan .......................................................................................... 103

4.34 Langkah-langkah PBM yang Memanfaatkan LEAD Adversity Quo-tient untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis ........ 105

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat PembelajaranA.1 Produk Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang

Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk MeningkatkanKememampuan Penalaran Matematis Peserta Didik.................. 141

A.2 Silabus Eksperimen ................................................................... 189A.3 RPP Eksperimen ........................................................................ 215A.4 LKPD ......................................................................................... 220A.5 Soal Pretest dan Posttest ........................................................... 248A.6 ARP ........................................................................................... 257A.7 Silabus Kontrol ........................................................................... 271A.8 RPP Kontrol................................................................................ 286

B. Analisis DataB.1 Analisis Validitas Soal Evaluasi Penalaran Matematis ............. 291B.2 Analisis Reliabilitas Soal Evaluasi Penalaran Matematis ......... 292B.3 Analisis Tingkat Kesukaran Soal Penalaran Matematis ............. 293B.4 Analisis Daya Pembeda Soal Penalaran Matematis .................. 294B.5 Hasil Pretest dan Posttest X IPA 4 (Eksperimen) ..................... 295B.6 Hasil Pretest dan Posttest X IPA 5 (Kontrol) ............................ 296B.7 Analisis Data Normalitas ........................................................... 297B.8 Analisis Data Homogenitas ........................................................ 299B.9 Analisis Uji-t .............................................................................. 300B.10 Analisis N-Gain ......................................................................... 302B.11 Deskripsi Nilai X IPA 4 (Eksperimen) SPSS ............................ 303B.12 Deskripsi Nilai X IPA 5 (Kontrol) SPSS ................................... 304B.13 Analisis Hasil Validasi Pengembangan PBM yang Memanfaat-

kan LEAD Adversity Quotient untuk Meningkatkan Kemampu-an Penalaran Matematis (Ahli Desain Pembelajaran (DP)) ....... 305

B.14 Analisis Hasil Validasi Silabus (Ahli DP) ................................. 306B.15 Analisis Hasil Validasi RPP (Ahli DP) ..................................... 307B.16 Analisis Hasil Validasi LKPD (Ahli DP) .................................. 308B.17 Analisis Hasil Validasi LKPD (Ahli Materi).............................. 309B.18 Analisis Hasil Validasi LKPD (Ahli Media) ............................. 310B.19 Analisis Hasil Validasi Soal (Ahli Materi) ................................ 311B.20 Analisis Validasi ARP (Ahli Psikologi) .................................... 312B.21 Analisis Hasil Tanggapan Guru.................................................. 313B.22 Analisis Tanggapan X IPA 1 (Uji Awal) ................................... 314

xxi

B.23 Analisis Tanggapan X IPA 4 (Uji Coba) ................................... 315B.24 Analisis Kemenarikan X IPA 4 ................................................. 316B.25 Tipe AQ X IPA 4 ........................................................................ 317B.26 Tipe AQ X IPA 1 ....................................................................... 319

C. Data Penelitian PendahuluanC.1 Lembar Observasi Pembelajaran ................................................ 322C.2 Lembar Wawancara oleh Guru ................................................... 325C.3 Lembar Wawancara oleh Kelas X .............................................. 327C.4 Lembar Wawancara oleh Kelas XI ............................................. 329

D. Angket dan Surat-menyuratD.1 Angket Validasi Pengembangan Pembelajaran (Ahli DP) ......... 330D.2 Angkat Validasi Silabus (Ahli DP) ............................................ 336D.3 Angkat Validasi RPP (Ahli DP) ................................................. 343D.4 Angkat Validasi LKPD (Ahli DP) .............................................. 350D.5 Angkat Validasi LKPD (Ahli Materi) ........................................ 358D.6 Angkat Validasi LKPD (Ahli Media) ......................................... 368D.7 Angket Validasi Saol (Ahli Materi) ........................................... 377D.8 Angket Validasi ARP (Ahli Psikologi) ...................................... 384D.9 Angket Tanggapan Guru Matematika ........................................ 392D.10 Angket Tanggapan Peserta Didik (Awal dan Uji Coba) ............ 397D.11 Angket Kemenarikan Pembelajaran ........................................... 401D.12 Surat Izin Penelitian ................................................................... 404D.13 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ..................... 405

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses atau usaha yang dilakukan seseorang dalam rangka

mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan kemampuan sebagai usaha

mendewasakan diri baik itu di dalam maupun di luar sekolah. Pendidikan

berperan dalam menciptakan insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung

jawab, produktif, dan berakhlak. Melalui pendidikan yang bermutu, akan tercipta

sumber daya manusia yang berkualitas. Seiring berkembangnya zaman, maka

mutu pendidikan akan terus berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus

dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang fleksibel terhadap perubahan

zaman dalam suatu proses yang disebut pembelajaran.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan

oleh guru sebagai pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pengajaran dengan

menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Salah satu tujuan pembelajaran

matematika di sekolah sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Tim Depdiknas,

2006: 346) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan penalaran dalam

menarik kesimpulan pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam

2

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika. Selain sebagai tujuan pembelajaran matematika, NCTM (2000: 29)

menyatakan bahwa penalaran menjadi salah satu satandar proses dalam

pembelajaran matematika.

Suparno dan Yunus (2006: 41) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir

sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau

keyakinan). Hidayati (2015: 132) memaparkan pernyataan yang disampaikan oleh

Brodie yaitu “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of

mathematics”. Selanjutnya pernyataan Brodie, dapat diartikan bahwa penalaran

matematis adalah penalaran tentang objek matematika. Berdasarkan penjabaran

tentang penalaran dan penalaran matematika, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan penalaran matematis adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang

membuat kesimpulan logis dan sistematis dalam memecahkan masalah

matematika melalui proses berpikir logis berdasarkan fakta dan sumber yang

relevan.

Penalaran peserta didik sangat penting untuk dipelajari dan dikembangkan. Pada

dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan

penalaran. Melalui penalaran, peserta didik diharapkan dapat melihat bahwa

matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis sehingga peserta didik

merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan

dapat dievaluasi. Selain itu juga, kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan

ketika mempelajari matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat

dibutuhkan juga ketika memecahkan masalah ataupun saat menentukan keputusan

dalam kehidupan.

3

Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis peserta didik

Indonesia masih rendah sejak dari sekolah dasar sampai sekolah menengah

pertama sehingga berpengaruh pada jenjang selanjutnya. Hal ini sesuai dengan

hasil The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun

2015 yang menunjukkan bahwa pada domain reasoning (penalaran) rata-rata

persentase peserta didik Indonesia yang menjawab benar hanya 20%. Skor

penalaran ini terendah dari semua konten, sedangkan rata-rata internasional adalah

sebesar 45% yang mampu menjawab benar. Ini membawa Indonesia memperoleh

ranking 45 dari 50 negara yang mengikuti TIMSS (Mullis, 2016: 13). Rendahnya

kemampuan penalaran matematis juga didukung dengan capaian PISA tahun 2015

yang membawa Indonesia meduduki peringkat 64 dari 72 negara yang dievaluasi

(OECD, 2016: 1).

Beberapa penelitian menunjukkan kurangnya kemampuan matematika peserta

didik yang dilihat dari kinerja dalam bernalar sebagaimana diungkapkan

Wahyudin (1999: 191) bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan

sejumlah siswa gagal menguasai pokok-pokok bahasan matematika adalah akibat

mereka kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau

persoalan matematika yang diberikan. Faktor penyebab kurangnya penggunaan

nalar diungkapkan oleh Ario (2016: 134) yang menyimpulkan bahwa ragam

kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menalar adalah kesalahan

memahami maksud soal, kesalahan menggunakan rumus, kesalahan dalam

melakukan operasi hitung, ketidakpahaman konsep, dan kesulitan menuliskan

alasan dalam bentuk tertulis.

4

Rendahnya kemampuan penalaran matematis juga terlihat berdasarkan hasil

penelitian pendahuluan pada tanggal 13 November 2017 di SMAN 1

Talangpadang pada Penilain Harian (PH) peserta didik kelas X IPA 5, dimana

bentuk soal yang diujikan adalah soal yang dapat dikategorikan soal penalaran

pada materi Persamaan Nilai Mutlak Linear Satu Variabel. Jumlah peserta didik

yang mengerjakan PH adalah 36 peserta didik. Peserta didik tersebut yaitu (1) 10

peserta didik mengerjakan soal dengan hasil yang benar dengan rincian 2 peserta

didik mampu mengerjakan sesuai langkah-langkah penalaran matematis secara

lengkap meliputi menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan

strategi, melaksanakan penyelesaian soal secara sistematis, membuat kesimpulan

secara umum dan membuat kesimpulan yang logis. 8 peserta didik yang tersisa

mengerjakan tanpa membuat kesimpulan yang logis.

Hasil lainnya yaitu (2) 19 peserta didik mengerjakan soal dengan menyebutkan

apa yang diketahui dan ditanyakan, membuat rencana namun kurang tepat,

melaksanakan penyelesaian soal tetapi tidak sistematis, tidak membuat

kesimpulan logis serta tidak mendapatkan hasil yang benar, dan (3) 7 peserta

didik mengerjakan soal hanya dengan menuliskan proses penyelesaian namun

tidak logis dan mendapatkan hasil yang salah. Berdasarkan penjabaran ini

diketahui hanya 2 peserta didik yang memiliki kemampuan penalaran yang sesuai.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis juga terlihat berdasarkan hasil

wawancara dengan guru mata pelajaran matematika dan peserta didik kelas X

pada tanggal 13 November 2017 di SMAN 1 Talangpadang. Guru tersebut

mengungkapkan bahwa masih banyak peserta didik yang memiliki nilai

5

matematika rendah. Penyebab nilai matematika peserta didik rendah diduga

karena pemahaman konsep peserta didik terhadap materi yang dipelajari masih

kurang maksimal, hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman akan

materi-materi yang sebelumnya yang masih berkaitan, sehingga cukup sulit bagi

peserta didik untuk mengerti terutama untuk soal cerita yang membutuhkan

langkah penyelesaian yang panjang dan proses yang rumit. Guru tersebut juga

mengatakan bahwa kebanyakan peserta didik hanya menunggu mendapat

informasi dan penjelasan materi dari guru. Tak hanya itu kurangnya minat peserta

didik untuk membaca buku matematika juga menjadi kendala pada kegiatan

belajar mengajar yang membuat peserta didik kurang latihan soal untuk mengasah

kemampuan penalaran matematisnya.

Selain itu ketika wawancara dengan salah satu peserta didik, peserta didik tersebut

mengungkapkan bahwa mengerti dengan konsep yang dijelaskan guru namun jika

soal yang dirubah sedikit, peserta didik mengalami kebingungan. Peserta didik

juga mengaku merasa malas bertanya jika menemui kesulitan tentang soal-soal

penalaran. Peserta didik mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya adalah

guru kurang memancing peserta didik untuk bertanya.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, guru dapat mengupayakan

pembelajaran dengan menggunakan model-model belajar yang inovatif, yakni

yang dapat memberikan peluang dan mendorong peserta didik untuk melatihkan

kemampuan penalaran. Upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir

matematika peserta didik khususnya kemampuan penalaran matematis perlu

mendapat perhatian dan usaha yang serius dari guru sebagai objek sentral dalam

proses pembelajaran. Guru sebagai salah satu faktor penting penentu keberhasilan

6

pembelajaran berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan

mengembangkan materi pembelajaran termasuk di dalamnya pemilihan model,

pendekatan atau metode yang digunakan sangat menentukan jenis interaksi

pembelajaran yang dilakoni peserta didik sekaligus keberhasilan pengajaran

matematika.

Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan penalaran

matematis peserta didik adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran

Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara

berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Menurut Arends

(2008: 43) PBM dirancang terutama untuk membantu peserta didik

mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah,

dan keterampilan intelektualnya.

Selain dengan penerapan pembelajaran yang sesuai, untuk dapat meningkatkan

kemampuan penalaran matematis juga diperlukan ketahanan atau kecerdasan

dalam menghadapi masalah sehingga masalah tersebut sukses diselesaikan.

Ketahanan atau kecerdasan dalam menghadapi masalah ini disebut adversity

quotient (Stoltz, 2000: 8-9; Agustian, 2001: 373; Sudarman, 2012: 55). Adversity

quotient pertama kali dicetuskan pada tahun 1997 oleh Paul G. Stoltz. Seorang

konsultan yang sangat terkenal dalam topic- topic kepemimpinan di dunia kerja dan

dunia pendidikan berbasis skill. Ada suatu cara yang dikemukakan oleh Stoltz

untuk meningkatkan adversity quotient yaitu LEAD adversity quotient.

7

LEAD adversity quotient adalah singkatan dari langkah-langkah meningkatkan

ketahanan seseorang dalam menghadapi masalah. Rangkaian LEAD adalah L =

Listen (dengarkan respon anda terhadap kesulitan), E = Explore (jajaki asal usul

dan pengakuan anda atas akibatnya), A = Analyze (analisis bukti-buktinya), dan D

= Do (lakukan sesuatu/ambil tindakan) (Stoltz, 2000: 203). Berdasarkan

pernyataan tersebut kita ketahui bahwa LEAD adalah singkatan dari langkah-

langkah peningkatan adversity quotient. Menurut Stoltz LEAD sangat efektif

untuk membantu orang menciptakan perbaikan-perbaikan permanen dalam

adversity quotient serta cara merespon kesulitan (Sudarman, 2012: 58). Ketika

LEAD adversity quotient efektif meningkatkan kecerdasan seseorang dalam

menghadapi masalah, maka jika diterapkan dalam pembelajaran matematika maka

maka LEAD adversity quotient juga diharapkan mampu meningkatkan

kemampuan penalaran matematis siswa dalam memecahkan masalah matematika.

Berdasarkan teori, PBM dapat memfasilitasi kemampuan matematis peserta didik

melalui belajar cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah seperti

yang diungkapkan pada beberapa penelitian diatas. LEAD adversity quotient juga

juga diharapkan mampu meningkatkan ketahanan seseorang melakukan proses

penalaran dalam memecahkan masalah. Jika keduanya dikombinasikan menjadi

menjadi pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan langkah-langkah

LEAD adversity quotient diharapkan mampu memaksimalkan peningkatan

kemampuan penalaran matematis. Berdasarkan penjabaran tersebut, maka

perlunya pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis

peserta didik.

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses dan produk pengembangan pembelajaran berbasis masalah

yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis peserta didik?

2. Bagaimana kevalidan, kepraktisan dan kemenarikan produk pengembangan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik?

3. Bagaimana efektifitas produk pengembangan pembelajaran berbasis masalah

yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis peserta didik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan proses dan mendapatkan produk pengembangan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik.

2. Untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan, dan kemenarikan produk

pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis

peserta didik.

9

3. Untuk mengetahui efektifitas produk pengembangan pembelajaran berbasis

masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis peserta didik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam

pendidikan matematika tentang pengembangan pembelajaran berbasis masalah

yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis peserta didik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, melalui penelitian ini diharapkan guru mengenal dan

mengetahui pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan

penalaran matematis peserta didik serta menjadi pertimbangan untuk

memperoleh suatu pendekatan pembelajaran yang lebih efektif.

b. Bagi sekolah, memberikan informasi dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan dan mutu sekolah.

c. Bagi peneliti lain, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri,

menambah pengetahuan dan diharapkan dapat disajikan referensi dalam

melakukan penelitian lain dengan memperluas dan memperdalam lingkup

penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran berbasis

masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk

meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)

pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University

Kanada pada tahun 60-an. PBM ini didasarkan pada hasil penelitian Barrows and

Tamblyn pada tahun 1980 (Barret, 2005: 13). PBM sebagai sebuah pendekatan

pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah

kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut

untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan

pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter

yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya

sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan

dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya

diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Barrows (Barret, 2005: 14) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that

results from the process of working towards the understanding of a resolution of a

problem. The problem is encountered first in the learning process”. Lidinillah

(2007: 1) menyatakan bahwa PBM atau PBL adalah suatu pendekatan

11

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran.

Berdasarkan pernyataan tentang PBM di atas dapat disimpulkan bahwa PBM

adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai awal dari proses

pembelajaran dan peserta didik diharapkan untuk memecahkan masalah tersebut

melalui pembelajaran yang aktif sehingga peserta didik belajar tentang cara

berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Pada proses ini,

pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga peserta didik diarahkan lebih

aktif, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu menjelaskan karakteristik

dari PBM (Shoimin, 2014: 130), yaitu

a. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBM lebih menitikberatkan kepada peserta didik

sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBM didukung juga oleh teori

konstruktivisme dimana peserta didik didorong untuk dapat mengembangkan

pengetahuannya sendiri.

b. Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada peserta didik adalah masalah yang otentik

sehingga peserta didik mampu dengan mudah memahami masalah tersebut

serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

12

c. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja peserta didik belum

mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga

peserta didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari

buku atau informasi lainnya.

d. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun

pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok

kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan

penetapan tujuan yang jelas.

e. Teachers act as facilitators.

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,

walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas peserta

didik dan mendorong peserta didik agar mencapai target yang hendak dicapai.

Berdasarkan penjelasan tentang karakteristik dari PBM di atas, dapat diketahui

bahwa karakteristik dari PBM adalah pembelajaran yang berlangsung adalah

berpusat pada peserta didik, kemudian masalah adalah proses awal dalam

pembelajaran. Pada saat proses pemecahan masalah, peserta didik dituntut lebih

aktif dan menggunakan penalarannya dalam rangka usaha untuk memecahkan

masalah, selain itu karakteristik PBM juga adalah pembelajaran dilaksanakan

dalam kelompok kecil, dan guru berperan sebagai fasilitator.

13

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Barrett (2005: 15) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBM yaitu

a. Peserta didik diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari

pengalaman peserta didik).

b. Peserta didik melakukan diskusi dalam kelompok kecil.

c. Peserta didik melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah

yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari

sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan

observasi.

d. Peserta didik kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar

informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam

menyelesaikan masalah.

e. Peserta didik menyajikan solusi yang mereka temukan.

f. Peserta didik dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh

kegiatan pembelajaran.

Sugiyanto (2008: 140-141) mengemukakan ada 5 tahapan yang harus

dilaksanakan dalam PBM, yaitu (1) memberikan orientasi tentang per-

masalahannya kepada peserta didik, (2) mengorganisasikan peserta didik untuk

meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan

dan mempresentasikan hasil, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses

mengatasi masalah. Berdasarkan dua pendapat tentang langkah-langkah

pelaksanaan PBM di atas, maka PBM dalam penelitian ini mengadaptasi dari dari

kombinasi keduanya yaitu terlihat pada Tabel 2.1 berikut.

14

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

No Langkah-langkah PBM Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik

1. Mengorientasipeserta didikkepadamasalah

a. Guru menjelaskan tujuanpembelajaran

b. Guru memotivasi pesertadidik

c. Guru membawa peserta didikpada masalah dalamkehidupan sehari-hari

d. Guru mengingatkan materiprasyarat atau memberi intimateri yang akan dipelajari

a. Peserta didik mendengarkanpenjelasan guru

b. Peserta didik menganalisistentang masalah awal yangdiberikan guru

c. peserta didik melakukantanya jawab terkait materiprasyarat yang lupa atautentang inti materi

2. Mengorgani-sasi pesertadidik untukbelajar

a. Guru membagi peserta didikdalam kelompok kecil

b. Guru memberi tahu pesertadidik untuk memecahkanmasalah sesuai dengan idekelompok

a. Peserta didik membentukkelompok sesuai apa yangdiperintahkan oleh guru danmemecahkan masalahdengan berdiskusi dengankelompok

3. Membimbingpenyelidikanindividualmaupunkelompok

a. Guru mendorong pesertadidik untuk mengumpulkaninformasi, melaksanakaneksperimen untukmendapatkan penjelasan danpemecahan masalah denganmelakukan analisis baikindividu, kelompok atau punkeduanya dan

b. Guru memberikan arahanterkait pemecahan masalah

a. Peserta didik menganalisismasalah untuk memecahkanmasalah meliputi memahamimasalah

b. Peserta didik membuatstrategi yang diperlukanuntuk memecahkan masalah

c. Peserta didik melaksanakanproses sesuai strategi yangdisetujui kelompok danbertanya kepada guru jikamengalami kesulitan

4. Mengembang-kan danmenyajikansolusi atauhasil karya

a. Guru membantu peserta didikdalam merencanakan danmenyiapkan solusi atau hasilkarya

b. Guru membimbingmenyimpulkan hasilpemecahan masalah, dan

c. Guru meminta perwakilankelompok untuk menyajikanhasil pemecahan masalah

a. Peserta didik membuat solusiuntuk pemecahan masalah

b. Peserta didik menyimpulkansolusi pemecahan masalah

c. Peserta didik menyajikanhasil pemecahan masalah didepan kelas

5. Menganalisisdanmengevaluasiprosespemecahanmasalah

a. Guru membantu peserta didikmelakukan refleksi terhadappenyelidikan atau tugas yangtelah dikerjakan

b. Guru mengevaluasi hasilbelajar, dan

c. Guru menasehati pesertadidik untuk mengulangmateri

a. Peserta didikmengungkapkan ulangproses mendapatkanpemecahan masalah danmengungkapkan kesulitanselama pembelajaran

b. Peserta didik mengerjakansoal sebagai evaluasi, dan

c. Peserta didik mendengarnasehat guru

15

4. Kelebihan dan Kekurangan PBM

PBM dalam pelaksanaannya tentu memiliki kelebihan dan kelemahannya. Berikut

ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBM (Shoimin, 2014: 132).

a. Kelebihan PBM

1) Peserta didik didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah

dalam situasi nyata.

2) Peserta didik memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri

melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubunganya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi

beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok. Peserta

didik terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari

perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.

5) Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

6) Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

7) Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching.

b. Kekurangan PBM

1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru

berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk

16

pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan

pemecahan masalah.

2) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman peserta didik yang

tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Berdasarkan kekurangan tersebut maka diperlukan suatu modifikasi dalam PBM

sehingga proses pembelajaran dapat maksimal. Tidak semua materi bisa

diaplikasikan dalam PBM, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan

materi oleh karena itu diperlukan suatu langkah yang menerangkan materi secara

mendalam namun guru tetap sebagai fasilitator. Langkah-langkah LEAD adversity

quotient bisa menjadi salah satu solusinya. Selain itu kekurangan PBM adalah

kesulitan dalam pembagian tugas, dengan mengetahui tipe adversity quotient

(ketahanan dalam menghadapi kesulitan/masalah) peserta didik tentunya akan

membantu guru untuk meminimalisir pembentukan kelompok dengan

kemampuan sama.

B. LEAD Adversity Quotient

LEAD dan adversity quotient adalah dua gabungan kata yang saling terhubung.

LEAD adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan adversity

quotient seseorang (Stoltz, 2000: 204). Adversity quotient sendiri adalah

kecerdasan seseorang dalam merespon kesulitan dan kemampuan untuk bertahan

hidup, serta tolok ukur seseorang dalam memandang masalah sebagai hambatan

ataukah terus bertahan dalam menghadapinya hingga tercapai sebuah kesuksesan

(Sudarman, 2012: 55; Agustian, 2001: 373). Penggabungan kata LEAD dan

adversity quotient dilakukan dengan tujuan agar pembaca bisa memiliki gambaran

17

LEAD yang dimaksud. Berdasarkan penjabaran tentang LEAD dan adversity

quotient, maka dapat disimpulkan bahwa LEAD adversity quotient adalah

langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan atau kecerdasan

seseorang dalam merespon kesulitan.

Berbicara mengenai adversity quotient, adversity quotient dikembangkan pertama

kali oleh Paul G. Stoltz. Seorang konsultan yang sangat terkenal dalam topic- topic

kepemimpinan di dunia kerja dan dunia pendidikan berbasis skill. Ia menganggap

bahwa intelegence quotient dan emotional quotient tidaklah cukup dalam

meramalkan kesuksesan seseorang karena ada faktor lain berupa motivasi dan

dorongan dari dalam, serta sikap pantang menyerah. Faktor itu disebut adversity

quotient.

Menurut Stoltz (Sudarman, 2012: 58), LEAD adversity quotient sangat efektif

untuk membantu orang menciptakan perbaikan-perbaikan permanen dalam

mengatasi kesulitan serta cara merespon kesulitan. Rangkaian LEAD adalah L =

Listen (dengarkan respon anda terhadap kesulitan), E = Explore (jajaki asal usul

dan pengakuan anda atas akibatnya), A = Analyze (analisis bukti-buktinya), dan D

= Do (lakukan sesuatu/ambil tindakan).

Berikut penjelasan tentang LEAD adversity quotient (Stoltz, 2000: 203-204).

a. L = Listen (Dengarkan respon Anda terhadap kesulitan)

Mendengarkan respon terhadap kesulitan merupakan langkah yang penting

dalam mengubah adversity quotient individu. Menyadari dan menemukan jika

terjadi kesulitan, kemudian menanyakan pada diri sendiri apakah itu respon

18

adversity quotient yang tinggi atau rendah, serta menyadari dimensi adversity

quotient mana yang paling tinggi.

b. E = Explore (Jajaki asal usul dan pengakuan anda atas akibatnya/gali)

Pada tahap ini, individu didorong untuk menjajaki asal-usul atau mencari

penyebab dari masalah. Setelah itu menemukan mana yang merupakan

kesalahannya, lalu mengeksplorasi alternatif tindakan yang tepat.

c. A = Analize (Analisis bukti-buktinya)

Pada tahap ini, individu diharapkan mampu penganalisis bukti apa yang

menyebabkan individu tidak dapat mengendalikan masalah, bukti bahwa

kesulitan itu harus menjangkau wilayah lain dalam kehidupan, serta bukti

mengapa kesulitan itu harus berlangsung lebih lama dari semestinya. Fakta

fakta ini perlu dianalisis untuk menemukan beberapa faktor yang mendukung

adversity quotient individu.

d. D = Do (Lakukan sesuatu/ambil tindakan)

Terakhir, individu diharapkan dapat mengambil tindakan nyata setelah

melewati tahapan-tahapan sebelumnya. Sebelumnya diharapkan individu

dapat mendapatkan informasi tambahan guna melakukan pengendalian situasi

yang sulit, kemudian membatasi jangkauan keberlangsungan masalah saat

kesulitan itu terjadi.

Mengintegrasikan LEAD adversity quotient dalam pembelajaran matematika

adalah memperhatikan atau melibatkan langkah-langkah dan tingkat adversity

quotient peserta didik dalam pembelajaran matematika. Ada tiga tipe peserta didik

berdasarkan tingkatan adversity quotient yaitu climber (tinggi), camper (sedang),

dan quitter (rendah). Tiga tipe ini diperoleh melalui sebuah tes yang disebut

19

Adversity Response Profile (ARP). Skor ARP diperoleh dari Empat komponen

utama yang sering disebut CO2RE, yaitu C = Control, O2 = Origin dan

Ownership, R = Reach, dan E = Endurance (Stoltz, 2000: 140). Berikut indikator

yang digunakan untuk mengetahui tingkat adversity quotient peserta didik (Yanti

dan Syazali, 2016: 68-69) yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.2 Indikator Adversity Quotient

Indikator(Dimensi Adversity Quotient: CO2RE) Pengukuran Indikator

1. Control (Kendali) tingkat kendaliyang dirasakan terhadap peristiwayang menimbulkan kesulitan

Kontrol diri peserta didik saat merasakanadanya kesulitan

2. Origin (asal usul) dan Ownership(pengakuan)

Or: Pengakuan terhadap asal usul adanyakesulitanOw: Pengakuan terhadap terjadinyakesulitan

3. Reach (Jangkauan) sejauh manakesulitan dianggap dapat menjangkauke bagian-bagian lain dari kehidupan

Pengakuan peserta didik akan sejauhmana kesulitan dianggap dapatmenjangkau ke bagian-bagian lain darikehidupan

4. Endurance (Daya Tahan) Anggapan peserta didik akan berapa lamakesulitan itu akan berlangsung dan Berapalamakah penyebab kesulitan itu akanberlangsung

Setiap model pembelajaran matematika memiliki tiga kegiatan pokok, yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup termasuk Pembelajaran

Berbasis Masalah (PBM). Mungkin saja ada model pembelajaran yang

menggunakan istilah lain, namun pada prinsipnya tetap pada tiga kegiatan pokok

tersebut. Berikut akan diuraikan bagaimana mengintegrasikan LEAD adversity

quotient pada setiap kegiatan pembelajaran matematika (Sudarman, 2012: 61).

Pada kegiatan pendahuluan, adversity quotient disampaikan sebagai bagian dari

apersepsi. Guru menjelaskan secara singkat bahwa sebenarnya pada setiap peserta

20

didik ada potensi yang disebut kecerdasan mengatasi kesulitan. Penjelasan guru

tersebut diharapkan dapat menyadarkan peserta didik bahwa potensi kecerdasan

mengatasi kesulitan yang dimiliki dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk

belajar matematika. Pada kegiatan ini diharapkan tidak ada peserta didik yang

menyerah sebelum belajar matematika.

Pada kegiatan inti, guru perlu memperhatikan tingkat adversity quotient peserta

didik. Guru tidak boleh hanya memperhatikan sekelompok peserta didik saja.

Guru sebaiknya memperhatikan peserta didik yang memiliki adversity quotient

tinggi tanpa mengabaikan peserta didik yang memiliki adversity quotient rendah.

Sehingga semua peserta didik merasa diperhatikan. Peserta didik climber mungkin

diberikan tugas tambahan yaitu memberikan pengayaan, sambil guru

membimbing peserta didik camper dan quitter. Dalam situasi seperti ini pekerjaan

guru memang tidak mudah. Namun demikian sebenarnya guru dapat

memanfaatkan potensi peserta didik climber menjadi tutor sebaya kepada teman-

temannya yang lain. Peserta didik climber juga dapat berperan sebagai ketua

sekaligus juru bicara setiap kelompok pada diskusi kelompok maupun disksusi

kelas. Pemanfaatan potensi peserta didik climber dalam setiap pembelajaran

matematika untuk keperluan tertentu sangat tergantung kepada kreatifitas guru.

Pada kegiatan penutup guru juga perlu memerhatikan adversity quotient peserta

didik. Peserta didik climber dapat diarahkan guru untuk membantu teman-

temannya dalam menyimpulkan hasil diskusi, merangkum materi pelajaran. Tugas

pekerjaan rumah sebaiknya dikerjakan secara berkelompok. Ketiga tipe peserta

didik sebaiknya didistribusi secara merata pada setiap kelompok.

21

C. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995: 623) berasal dari kata “mampu”

yang berarti kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Sedangkan menurut Uno,

kemampuan adalah merujuk pada kinerka seseorang dalam suatu pekerjaan yang

bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya (Uno, 2016: 129). Berdasarkan

penjelasan tentang kemampuan yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan merupakan kecakapan ataupun kesanggupan yang dimiliki

seseorang dalam memecahkan suatu soal yang dapat dilihat pikiran, sikap, dan

perilakunya. Pada umumnya, kemampuan matematika merupakan kemampuan

yang telah dimiliki peserta didik dalam pelajaran matematika, namun berbeda

kadarnya. Kemampuan tersebut salah satunya adalah kemampuan penalaran

matematis.

Suparno dan Yunus (2006: 41) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir

sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau

keyakinan). Sejalan dengan Suparno, Johansson (2015: 23) mendefinisikan

penalaran sebagai “the line of thought adopted to produce assertions and reach

conclusions in task solving”. Berdasarkan uraian tentang penalaran di atas maka

dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berpikir logis dan

sistematis untuk mengumpulkan fakta, mengelola, menganalisis, menjelaskan, dan

membuat kesimpulan yang berguna untuk memahami dan menyelesaikan

masalah.

22

Berbicara mengenai penalaran matematis, Widjaja (2010: 5) mengemukakan

pengertian penalaran matematis yang disampaikan oleh Ball, Lewis & Thamel,

yang dapat diartikan bahwa penalaran matematika atau penalaran matematis

adalah fondasi untuk mengkonstruk pengetahuan matematika. Hidayati (2015:

132) memaparkan pernyataan yang disampaikan oleh Brodie yaitu “Mathematical

reasoning is reasoning about and with the object of mathematics”. Selanjutnya

pernyataan itu dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran

tentang objek matematika. Menurut Wardhani (2008: 12) ada dua cara untuk

menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, yang selanjutnya dikenal

istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Berdasarkan beberapa uraian

tersebut dapat disimpulkan bahwa penalaran matematis adalah suatu kegiatan,

suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu

pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang diketahui

sebelumnya menggunakan cara logis baik penalaran deduktif maupun induktif.

Berdasarkan uraian tentang kemampuan, penalaran dan penalaran matematis

diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis adalah

kesanggupan atau kecakapan seseorang membuat kesimpulan logis dan sistematis

dalam memecahkan masalah matematika melalui proses berpikir logis

berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Menurut Adagoke (2013: 54)

“Success in mathematics reasoning ability reliably predicted success in

mathematics attainment” yang berarti bahwa keberhasilan dalam kemampuan

penalaran matematika dapat dipercaya memprediksi keberhasilan dalam

pencapaian matematika. Jadi mengembangkan kemampuan penalaran dalam

pembelajaran matematika menjadi penting karena akan berdampak dalam

23

pemetaan nalar pembelajar terutama pada saat pengambilan keputusan ketika

menyelesaikan permasalahan.

Depdiknas (Shadiq, 2004: 3) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran

matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi

matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih

melalui belajar materi matematika. Berdasarkan hasil penelitian Baig (2006: 15)

menyatakan bahwa ada dua faktor penting yang di dapat dalam “Learning

Mathematical Rules with Reasoning” yaitu peserta mampu menjelaskan apa

pemikiran mereka dan terlibat dalam proses memperoleh konsep.

Dasar pentingnya mengembangkan kemampuan penalaran matematis untuk

peserta didik dikarenakan penalaran merupakan salah satu standar yang sangat

dibutuhkan dalam pembelajaran matematika yaitu standar proses dan menjadi

salah satu tujuan dari pembelajaran matematika serta sangat dibutuhkan untuk

pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menyampaikan ide

ketika belajar matematika (NCTM, 2000: 29., Jeannotte, 2015:1). Hal ini juga

sejalan dengan penjelasan Ayal (2016: 50) yaitu “mathematical reasoning plays

an important role, both in solving problems and in conveying ideas when learning

mathematics”.

Baroody (1993:2-59) mengungkapkan ada empat alasan mengapa penalaran

penting untuk matematika dan kehidupan sehari-hari, yaitu

1. The reasoning needed to do mathematics, penalaran diperlukan untuk

mengerjakan matematika. Ini artinya penalaran berperan penting dalam

pengembangan dan aplikasi matematika.

24

2. The need for reasoning in school mathematics, penalaran dibutuhkan dalam

pelajaran matematika di sekolah. Hal ini jelas terlihat bahwa untuk menguasai

konsep matematika dengan benar diperlukan penalaran dalam pembelajaran

matematika.

3. Reasoning involved in other content area, artinya keterampilan-keterampilan

penalaran dapat diterapkan pada ilmu-ilmu lainnya. Dapat dikatakan bahwa

penalaran menunjang pengembangan ilmu lainnya.

4. Reasoning needed for everyday life, artinya penalaran berguna untuk

kehidupan sehari-hari.

Banyak indikator yang dapat digunakan untuk melihat ketercapaian Kemampuan

penalaran matematis peserta didik diantaranya menurut NCTM (2000: 56-59)

meliputi (1) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (2) menganalisis

pernyataan-pernyataan dan memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung

atau bertolak belakang, (3) mempertimbangkan validitas dari argumen yang

menggunakan berpikir deduktif atau induktif, dan (4) menggunakan data yang

mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan dan jawaban adalah

benar, serta memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-

sifat, dan hubungan. Indikator penalaran matematis dalam memecahkan masalah

menurut Hidayati (2015: 134) yaitu (1) mengetahui pernyataan-pernyataan dan

memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung, (2) memperkirakan

jawaban dan proses solusi, (3) ada pola/cara dan hubungan untuk menarik

kesimpulan.

25

Indikator untuk mengetahui kemampuan penalaran peserta didik menurut Agustin

(2016: 181) adalah peserta didik mampu (1) menganalisis situasi matematik, (2)

merencanakan proses penyelesaian, (3) memecahkan persoalan dengan langkah

yang sistematis, (4) menarik kesimpulan yang logis. Indikator Agustin sejalan

dengan indikator yang dikemukakan oleh Ayal (2016: 52) yaitu (1) the ability of

the students draw logical conclusions based on existing data; (2) the ability of the

students check the validity of the arguments in the work on the problems; (3) the

ability of students to explain the figures and tables they use in solving problems;

and (4) the ability of students to prove the relationship between mathematical

concepts.

Berdasarkan penjabaran tentang indikator penalaran matematis di atas, maka

proses penalaran berlangsung saat peserta didik melakukan proses pemecahan

masalah. Berdasarkan alasan ini, maka indikator penalaran matematis pada

penelitian ini disesuaikan dengan tahapan dalam memecahkan masalah

matematika. Tahapan pemecahan masalah matematika yang akan digunakan

adalah menurut Polya. Polya (Nafi’an, 2011: 572) menguraikan empat tahapan

dalam menyelesaikan soal cerita, yaitu sebagai berikut (1) memahami masalah

(underst manding the problem), (2) merencanakan pemecahan masalah (devising

a plan), (3) melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the plan),

dan (4) memeriksa kembali solusi yang diperoleh (looking back). Adapun

indikator penalaran matematis dalam memecahkan masalah matematika dalam

penelitian ini disesuaikan dengan indikator menurut Agustin (2016: 181) dan Ayal

(2016: 52) yaitu terlihat pada Tabel 2.3.

26

Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Penalaran Matematis Peserta didik dalamMemecahkan Masalah

Tahapan PemecahanMasalah Indikator Penalaran Matematis

Memahami masalah(understanding the problem)

Peserta didik mampu menganalisis situasi matematisyaitu mampu menuliskan atau menyebutkan apa yangdiketahui dan yang ditanyakan dalam soal sertamenghubungkan dengan cara penyelesaiannya denganlengkap dan benar

Merencanakan pemecahanmasalah (devising a plan).

Peserta didik mampu membuat rencana prosespenyelesaian dengan lengkap dan benar

Melaksanakan rencanapemecahan masalah (carryingout the plan).

Peserta didik mampu melaksanakan proses pemecahanpersoalan dengan langkah yang sistematis danmendapatkan hasil yang benar

Memeriksa kembali solusiyang diperoleh (looking back).

Peserta didik mampu menarik kesimpulan yang logisdengan memberikan alasan pada langkah penye-lesaiannya dengan lengkap dan benar

Berdasarkan hubungan antara proses pemecahan masalah dan proses penalaran

maka peningkatan penalaran matematis peserta didik dapat dilakukan dengan

menyajikan masalah dalam pembelajaran dan berpusat pada peserta didik sebagai

orang yang belajar. Pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

adversity quotient diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan

kemampuan penalaran matematis. Seperti yang diutarakan Mueller (2014, 17)

bahwa students can learn that, with practice and careful analysis of task design,

students’ approaches to problems can sometimes (although not always) be

anticipated, and can learn which teacher moves can effectively move students’

mathematical reasoning to a higher level yang berarti guru dapat secara efektif

meningkatkan penalaran matematis peserta didik melalui latihan dan analisis yang

mendalam dari tugas yang diberikan, kemudian melakukan pendekatan kepada

peserta didik melalui masalah ataupun kesulitan.

27

D. Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang MemanfaatkanLEAD Adversity Quotient untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Pengembangan dalam kegiatan ilmiah sering dikaitkan dengan penelitian, bahkan

menjadi sebuah satu kesatuan menjadi sebuah jenis penelitian yaitu Research and

Development. Sugiyono (2014: 297) menyatakan bahwa Research and

Development adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu dan menguji keefektifan produk tertentu. Haryati (2012: 14)

menyatakan penelitian dan pengembangan berbeda dengan penelitian biasa yang

hanya menghasilkan saran-saran bagi perbaikan. Penelitian dan pengembangan

menghasilkan produk yang langsung bisa digunakan. Senada dengan itu,

Postlethwaite (2005: 4) menyatakan,

Research and development research differs from the above types of researchin that, rather than bringing new information to light, it focuses on theinteraction between research and the production and evaluation of a newproduct. This type of research can be ‘formative’ (by collecting evaluativeinformation about the product while it is being developed with the aim ofusing such information to modify and improve the development process).

Penjelasan Postlethwaite tersebut menyatakan bahwa penelitian dan

pengembangan adalah jenis penelitian yang berbeda dari jenis penelitian

sebelumnya dan penelitian ini berfokus pada interaksi antara penelitian dan

dihasilkannya produk, baik produk produk baru yang belum pernah ada

sebelumnya maupun yang merupakan hasil modifikasi dan perbaikan dari

penelitian sebelumnya. Selanjutnya, Lijnse (Duit, 2007: 8) menyatakan,

The Model of Educational Reconstruction presented here shares majorfeatures with other recent models of instructional design that aim atimproving practice. First of all, the cyclical process of educationalreconstruction, i.e. the process of theoretical reflection, conceptual analysis,small scale curriculum development, and classroom research on the

28

interaction of teaching and learning processes is also a key concern of theconception of “developmental research”.

Pernyataan Lijnse tersebut mengandung maksud bahwa perhatian utama dari

penelitian dan pengembangan adalah bertujuan memperbaiki praktik yang

menyangkut siklus pembelajaran antara lain mengenai teori, analisis konseptual,

pengembangan kurikulum, dan penelitian kelas tentang interaksi proses belajar

mengajar.

Berdasarkan beberapa pernyataan tentang penelitian dan pengembangan di atas,

dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan suatu metode

penelitian yang berisi proses, langkah, atau tahapan untuk menghasilkan produk

baru atau memperbaiki dan memodifikasi produk yang telah ada sebelumnya yang

bertujuan memperbaiki proses dalam pembelajaran. Perbaikan tersebut dapat

dilakukan dengan mengembangkan teori, analisis konseptual, pengembangan

kurikulum, dan penelitian kelas tentang interaksi proses belajar mengajar.

Mengacu pada kesimpulan tersebut, penelitian dan pengembangan yang dilakukan

dalam penelitian ini berfokus pada proses dan tahapan dalam pembelajaran yaitu

mengembangkan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis.

Pengembangan pembelajaran ini merupakan hasil kombinasi dari langkah

pembelajaran berbasis masalah dan langkah dalam meningkatkan

ketahanan/kecerdasan seseorang dalam menghadapi masalah yaitu LEAD

adversity quotient. Pengembangan ini diharapkan mampu memaksimalkan proses

pembelajaran dan membantu dalam melakukan perbaikan proses pembelajaran

untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik.

29

Pengembangan dalam penelitian ini menggunakan secara umum menggunakan

prosedur R&D dari Borg dan Gall (1983: 775) yang memiliki 10 tahapan yaitu (1)

penelitian dan pengumpulan data, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain

produk awal, (4) uji coba awal, (5) merevisi hasil uji coba, (6) uji coba lapangan,

(7) penyempurnaan produk hasil uji lapangan, (8) uji pelaksanaan lapangan, (9)

penyempurnaan produk akhir, dan (10) diseminasi dan implementasi. Tetapi

penelitian yang akan dilaksanakan ini bersifat terbatas, artinya tahapan R&D

hanya dilakukan sampai penyempurnaan produk hasil uji lapangan.

Secara khusus, ketika tahap tiga pada prosedur R&D dari Borg dan Gall (1983:

775) yaitu pengembangan desain/draf produk awal, penyusunan desain

pembelajaran menggunakan model pengembangan desain pembelajaran menurut

Branch (2009: 17) dengan tahapan analysis, design, development, implementation,

dan evaluation (ADDIE). Hal ini dilakukan agar pengembangan produk lebih

terfokus pada pengembangan model pembelajaran dan lebih maksimal.

Berikut disajikan sintak proses PBM dan LEAD adversity quotient pada Tabel 2.4

dan desain awal proses PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk

meningkatkan kemampuan penalaran matematis yang disajikan pada Gambar 2.1.

Tabel 2.4 Sintak Proses PBM dan LEAD Adversity Quotient

Langkah-langkah PBM Langkah-langkah LEADAdversity Quotient

1. Mengorientasi peserta didik kepada masalah2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar3. Membimbing penyelidikan individual

maupun kelompok4. Mengembangkan dan menyajikan solusi atau

hasil karya5. Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

1. L = L = Listen (dengarkanrespon anda terhadap kesulitan)

2. E = Explore (jajaki asal usuldan pengakuan anda atasakibatnya)

3. A = Analyze (analisis bukti-buktinya)

4. D = Do (Lakukan sesuatu)

30

Gambar 2.1 Desain Awal Proses PBM yang Memanfaatkan LEAD adversityquotient untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis

Pengaplikan langkah-langkah LEAD adversity quotient secara nyata diaplikasikan

pada langkah 5 dalam PBM melalui kegiatan logis dan sistematis. Sedangkan

Pada langkah 1, 2, 3, dan 4 PBM, langkah-langkah LEAD adversity quotient

diaplikasikan namun secara tersirat.

LEAD AdversityQuotient

L & E

E & D

E, A, & D

A & D

L, E, A, & D

Langkah-langkah PBM

1. Mengorientasipeserta didik kepadamasalah

2. Mengorganisasipeserta didik untukbelajar

3. Membimbingpenyelidikanindividual maupunkelompok

4. Mengembangkan danmenyajikan solusiatau hasil karya

5. Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

Kemampuan penalaran matematis

Keterangan: : modifikasi/dimasukkan: memenuhi/ketercapaian

31

E. Teori Pembelajaran Matematika yang Mendukung

Pengembangan PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient merupakan

pembelajaran yang melatih peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok

untuk memecahkan masalah suatu permasalahan baik itu masalah yang

berhubungan dengan kehidupan nyata ataupun masalah dalam materi

pembelajaran matematika serta mengaitkannya dengan pengelaman rill peserta

didik. Proses pemecahan masalah ini di kembangkan untuk memfasilitasi

penalaran matematis peserta didik melalui pertanyaan atau masalah yang

diberikan oleh guru. Pengembangan PBM yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient lebih menitikberatkan kepada peserta didik sebagai orang belajar, dimana

peserta didik didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri

melalui penalaran. Oleh karena itu, PBM yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient didukung juga oleh teori konstruktivisme.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,

yaitu tindakan menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari (Sani, 2016: 21).

Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih

menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai

penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai

penting. Proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan

mempengaruhi perkembangan penalaran (tata pikir dan skema berpikir)

seseorang. Menurut Nurhadi, dkk (Baharuddin dan Wahyuni, 2010: 116)

mengumukakan bahwa

Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan suatuyang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan

32

mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didikharus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dariteori kontruktivisme adalah ide. Peserta didik harus menemukan danmengtransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasaritu maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi prosesmengkontruksi bukan menerima pengetahuan.

Berdasarkan uraian tentang teori kontruktivisme tersebut, untuk meningkatkan

penalaran matematis peserta didik, guru harus lebih membiasakan memberikan

soal-soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Selain itu juga, guru

harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan jalan

penyelesaiannya sendiri berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka

sebelumnya.

F. Penelitian yang Relevan

Berikut diberikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

1. Penelitian Mukhtar, dkk (2013: 79-86) yang berjudul “Pengembangan

Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Peserta didik SMA”.

Penelitian ini menunjukkan bahwa draft model pembelajaran, draft model

bahan ajar, dan draft model penilaian yang valid berdasarkan validasi isi dan

validasi konstruk oleh para ahli pembelajaran sehingga secara teoritis dapat

diterapkan di kelas.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Mukhtar adalah Penelitian Mukhtar

hanya mengembangkan PBM, sedangkan dalam penelitian ini tidak hanya

mengembangkan PBM namun memaksimalkannya juga dengan

memanfaatkan LEAD adversity quotient. Dengan kata lain penelitian Mukhtar

33

hanya terbatas pada pengembangan PBM sedangkan penelitian ini lebih luas

dengan mengembangkan PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

2. Penelitian Ismawati dkk (2017: 48-58) yang berjudul “Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika dalam Problem Based Learning dengan

Strategi Scaffolding Ditinjau dari Adversity Quotient”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika mencapai

ketuntasan dengan rata-rata 77,726 dengan gain 0,732 dan peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelompok eksperimen

lebih baik dari kelompok kontrol. Peserta didik yang memiliki AQ kategori

climber mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika tergolong

baik, sedangkan peserta didik yang memiliki AQ kategori camper mempunyai

kemampuan pemecahan masalah matematika tergolong cukup baik.

Perbedaan penelitian Ismawati dengan penelitian ini adalah

a. Penelitian Ismawati menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

yang ditinjau dengan strategi scaffolding, sedangkan penelitian ini

menggunakan PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

b. Pada penelitian Iswamati, adversity quotient digunakan sebagai hasil

klasifikasi dari tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik,

sedangkan dalam penelitian ini adversity quotient digunakan sebagai

strategi dalam pembelajaran.

c. Kemampuan yang diteliti oleh Ismawati adalah kemampuan pemecahan

masalah, sedangkan dalam penelitian ini, kemampuan yang diteliti adalah

kemampuan penalaran matematis.

34

G. Kerangka Berpikir

Kemampuan penalaran sangat penting untuk dipelajari dan dikembangkan.

kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan ketika mempelajari matematika

maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan juga ketika

memecahkan masalah ataupun saat menentukan keputusan dalam kehidupan.

Masalah, penalaran, dan matematika adalah tiga hal yang sulit dipisahkan.

Masalah dalam pembelajaran matematika diberikan dengan tujuan agar peserta

didik termotivasi menggunakan penalarannya sehingga tertarik menyelesaikan

masalah. Penalaran berguna untuk memecahkan masalah matematika atau

kehidupan sehari-hari. Sedangkan matematika merupakan salah satu sarana

mengembangkan penalaran melalui pemberian masalah.

Kenyataan menunjukkan, pentingnya kemampuan penalaran matematis tidak

sejalan dengan perolehan tingkat kemampuan penalaran matematis peserta didik.

Hal ini terlihat dari hasil TIMSS, PISA, beberapa penelitian, dan hasil penelitian

pendahualuan oleh peneliti. TIMSS 2015 yang menunjukkan bahwa pada domain

reasoning (penalaran) rata-rata persentase peserta didik Indonesia yang menjawab

benar hanya 20% dan skor penalaran ini terendah dari semua konten, sedangkan

rata-rata internasional adalah sebesar 45% yang mampu menjawab benar. Ini

membawa Indonesia memperoleh ranking 45 dari 50 negara. Capaian PISA tahun

2015 yang membawa Indonesia meduduki peringkat 64 dari 72 negara yang

dievaluasi.

Selain itu berdasarkan beberapa penelitian di Indonesia membuktikan bahwa

kemampuan penalaran matematis peserta didik tergolong rendah. Ini juga

35

didukung dengan hasil wawancara pada penelitian pendahuluan pada guru dan

peserta didik, guru mengungkapkan rendahnya penalaran matematis dikarenakan

kurangnya pemahaman peserta didik terhadap materi, tidak terbiasa dengan soal

penalaran dan kebanyakan peserta didik hanya menunggu mendapat informasi

serta penjelasan materi dari guru. Sedangkan ketika wawancara dengan salah satu

peserta didik, peserta didik tersebut mengungkapkan bahwa mengerti dengan

konsep yang dijelaskan guru tapi namun jika soal yang dirubah sedikit, peserta

didik mengalami kebingungan. Peserta didik juga mengaku merasa malas

bertanya jika menemui kesulitan tentang soal-soal penalaran dan guru kurang

memancing peserta didik untuk bertanya.

Guru sebagai pendidik menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan

pembelajaran yang berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan

mengembangkan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan-permasalahan terkait

kemampuan penalaran matematis, guru dapat kiranya mengupayakan

pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif,

yakni yang dapat memberikan peluang dan mendorong peserta didik untuk

melatihkan kemampuan penalaran salah satunya adalah Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBM) yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

PBM adalah pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai fokus utama. PBM

memfasilitasi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan

konsep yang esensial dari materi pembelajaran sehingga diharapkan kemampuan

penalaran matematis peserta didik meningkat. Kita ketahui bahwa kemampuan

36

seseorang dalam memecahkan masalah berbeda-beda. Selain PBM, untuk

meningkatkan kemampuan penalaran matematis maka diperlukan suatu ketahanan

atau kecerdasan sehingga seseorang sukses sampai akhir menggunakan

penalarannya dalam memecahkan masalah yaitu adversity quotient. Adversity

quotient adalah ketahanan atau kecerdasan seseorang dalam menghadapi

kesulitan. LEAD adversity quotient adalah langkah-langkah yang efektif

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau ketahanan seseorang dalam

menghadapi kesulitan atau memecahkan masalah.

Ketika LEAD adversity quotient efektif meningkatkan kecerdasan seseorang

dalam menghadapi kesulitan, maka jika diterapkan dalam pembelajaran

matematika maka LEAD adversity quotient juga diharapkan mampu

meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik dalam memecahkan masalah

matematika. Ditambah dengan proses pembelajaran yang memfasilitasi

kemampuan penalaran dalam memecahkan masalah yaitu PBM maka jika

keduanya dikombinasikan, diharapkan akan menghasilkan suatu proses

pembelajaran yang lebih terfokus pada kemampuan penalaran peserta didik dalam

memecahkan masalah dan diharapkan mampu meningkatkan kemampuan

penalaran matematis peserta didik.

Pada dasarnya, seorang peserta didik disebut memiliki kemampuan penalaran

matematis adalah ketika peserta didik tersebut mampu menyelesaikan soal

matematika dengan benar. Indikator yang digunakan dalam untuk melihat tingkat

kemampuan penalaran matematis peserta didik dalam memecahkan masalah

matematika yaitu (1) peserta didik mampu menganalisis situasi matematis

37

meliputi kemampuan dalam menuliskan atau menyebutkan apa yang diketahui

dan apa yang ditanyakan dengan benar, (2) peserta didik mampu membuat

rencana dari proses penyelesaian dengan lengkap dan benar, (3) peserta didik

mampu Memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis dan mendapatkan

hasil yang benar dan, (4) peserta didik mampu Menarik kesimpulan yang logis

dengan lengkap dan benar. PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

diharapkan mampu memaksimalkan dan meningkatkan kemampuan penalaran

peserta didik dalam memecahkan masalah matematika.

Semua langkah PBM memanfaatkan LEAD adversity quotient, namun penjabaran

aktivitas guru dan peserta didik dalam langkah PBM tidak semua memanfaatkan

LEAD adversity quotient. Ini dilakukan untuk menempatkan proses yang tepat

sebagai langkah-langkah PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

Langkah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient adalah langkah yang

disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan penalaran

matematis peserta didik. Pengaplikan langkah-langkah LEAD secara nyata

diaplikasikan pada langkah 5 dalam PBM melalui kegiatan logis dan sistematis.

Sedangkan Pada langkah 1, 2, 3, dan 4 PBM, langkah langkah-langkah LEAD

diaplikasikan namun secara tersirat.

Langkah pertama dalam PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient yaitu

mengorientasi peserta didik pada masalah. Pada langkah ini rangkaian LEAD

(Listen, Explore, Analyze, dan Do) tidak diaplikasikan semua hanya Listen, dan

Explore. Tahapan yang termasuk Listen adalah tahap ketika peserta didik

mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran dan pemberian

38

memotivasi sedangkan tahapan Explore ada pada tahap pemberian masalah awal

dan apersepsi. Pada tahap memotivasi peserta didik, peserta didik diingatkan

bahwa setiap peserta didik memiliki kecerdasan pemecahan masalah yang disebut

adversity quotient. Pemberian motivasi ini bisa berupa sebuah tulisan yang dibaca

atau penayangan berupa cuplikan singkat film. Pemberian motivasi ini juga bukan

sebarang motivasi tetapi motivasi yang juga dikaitkan dengan materi yang akan

dipelajari hari ini sehingga pembelajaran lebih bermakna. Tahap Listen, dan

Explore diharapkan mampu meningkatkan ketahanan dan semangat peserta didik

untuk berusaha menyelesaikan soal dan memenuhi indikator penalaran matematis

yang pertama yaitu mampu menganalisis situasi matematis.

Langkah selanjutnya dalam PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

yaitu mengorientasi peserta didik untuk belajar. Pada langkah ini rangkaian LEAD

yang digunakan adalah Explore, dan Do. Tahapan yang termasuk Explore adalah

tahap ketika peserta didik membentuk kelompok sesuai tipe adversity quotient dan

tahap pemecahan sesuai ide kelompok. Sedangkan tahapan Do ada pada tahap

pemberian LKPD sebagai alat mempelajari kemampuan penalaran matematis.

Pada saat pembentukan kelompok. Guru membentuk kelompok berdasarkan

campuran dari tiga tipe adversity quotient yaitu climbers, campers, dan quitters.

Hal ini dilakukan untuk menghindari pembentukan kelompok dengan kemampuan

sama. Peserta didik dengan tipe adversity quotient tinggi yaitu climbers

diharapkan mampu membantu teman-temannya yang belum memahami soal.

Peserta didik climbers diharapkan mampu membantu temannya dalam

menerjemahkan uraian pernyataan menjadi simbol matematika atau sebaliknya.

39

Kegiatan Explore dan Do diharapkan mampu meningkatkan kemampuan

penalaran matematis yang pertama yaitu mampu menganalisis situasi matematis.

Langkah ketiga dalam PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient yaitu

membimbing penyelidikan individual atau kelompok. Pada langkah ini rangkaian

LEAD yang digunakan adalah Explore, Analyze dan Do. Tahapan yang termasuk

Explore adalah tahap ketika peserta didik mengaplikasikan pemecahan masalah

berdasarkan langkah-langkah Polya yang telah disesuaikan dengan kemampuan

penalaran matematis. Tahapan yang termasuk Analyze adalah ketika peserta didik

menganalisis informasi baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan

tahapan yang termasuk Do adalah pada saat proses pemecahan masalah.

Pengaplikasian tahap Explore, Analyze dan Do pada langkah ini diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik dalam

merencanakan dan memecahkan persoalan (indikator kemampuan penalaran

matematis tahap 2 dan 3) dengan bantuan peserta didik climbers atau umpan balik

dari ketiga tipe adversity quotient.

Langkah keempat dalam PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient yaitu

mengembangkan dan menyajikan solusi atau hasil karya. Pada langkah ini

rangkaian LEAD yang digunakan adalah Analyze dan Do. Kegiatan pada langkah

4 PBM semuanya berdasarkan langkah Analyze dan Do meliputi merencanakan,

menyiapkan, membimbing, dan menyajikan solusi hasil karya. Pada langkah ini

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik

dalam memahami situasi matematis, merencanakan dan memecahkan persoalan

(indikator kemampuan penalaran matematis tahap 1, 2 dan 3).

40

Langkah terakhir dalam PBM yang memanfaatkan LEAD adversity quotient yaitu

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada langkah ini

Guru menerapkan semua rangkaian LEAD adversity quotient yaitu (1) L = Listen

(peserta didik diminta menelaah dengan merenungkan dan mendengarkan isi hati

tentang kesulitan selama pembelajaran), (2) E = Explore (peserta didik diminta

untuk menuliskan kesulitan tersebut di lembar yang telah disediakan dan akibat

kesulitan tersebut bisa terjadi), (3) A = Analyze (peserta didik diminta

menunjukkan bagian yang menjadi letak kesulitan, dan meminta peserta didik

menuliskan penyebab kesulitan itu bisa terjadi) dan (4) D = Do (peserta didik

membacakan kesulitan dan penyebab yang telah ditulikan dan guru memberi

kejelasan sesuai kesulitan peserta didik).

Pada langkah terakhir ini, peserta didik perwakilan setiap kelompok

mengemukakan semua kesulitan yang dirasakan ketika proses pembelajaran

sebelumnya melalui kegiatan LEAD adversity quotient. Guru memberi solusi atas

kesulitan tersebut. Selain itu pada langkah ini terdapat tahap merefleksi,

mengevalusi dan nasehat secara berturut-turut merupakan tahapan Analyze, Do,

dan Listen. Pada langkah ini peserta didik dapat memaksimalkan bahkan

meningkatkan kemampuan dalam memahami situasi matematis, merencanakan

penyelesaian, melaksanakan pemecahan dan membuat kesimpulan logis (indikator

kemampuan penalaran matematis 1-4) dengan melakukan tanya jawab.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian tentang pengembangan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik.

41

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Research and Development (Penelitian dan

Pengembangan). Menurut Sugiyono (2014: 297) Research and Development

adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan

menguji keefektifan produk tertentu. Pengembangan yang dilakukan pada

penelitian ini adalah pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan

penalaran matematis peserta didik.

B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Talangpadang. SMA N 1 Talangpadang

sendiri terletak di Desa Banjar Sari Kecamatan Talangpadang Kabupaten

Tanggamus Provinsi Lampung. Penelitian ini dilaksankan di semester genap tahun

ajaran 2017/2018. Alasan SMAN 1 Talangpadang dipilih sebagai lokasi penelitian

karena di sekolah tersebut belum pernah diadakan penelitian mengenai

pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

adversity quotient dan dirasa memiliki peserta didik yang bervariatif dalam

kemampuan penalaran matematis.

42

Pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive

sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014: 85). Subjek validasi

pengembangan pengembangan pembelajaran ditentukan dengan pertimbangan

bahwa subjek validasi adalah seseorang yang ahli atau paham dengan masalah

penelitian. Subjek studi pendahuluan, subjek uji coba awal dan subjek uji coba

lapangan ditentukan dengan pertimbangan bahwa subjek adalah peserta didik

yang memiliki kemampuan penalaran dan tingkat adversity quotient yang

bervariatif dan lebih merata. Adapun penjelasan tentang subjek dalam penelitian

ini dibagi dalam beberapa tahap berikut.

1. Subjek Validasi Pengembangan Pembelajaran

Subjek validasi pengembangan pembelajaran dalam penelitian ini adalah

empat ahli yang terdiri atas satu ahli desain pembelajaran, dua ahli materi,

satu ahli media, dan satu ahli psikologi. Berikut dijabarkan secara lebih rinci

tentang subjek validasi pengembangan pembelajaran dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Subjek Validasi Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalahyang Memanfaatkan LEAD Adversity Quotient untuk Meningkat-kan Kemampuan Penalaran Matematis Peserta Didik.

Subjek Validasi(Validator)

Nama Validator Instrumen Validasi

Ahli desainpembelajaran

Dr. Adelina Hasyim, M.PdDesain PengembanganPembelajaran, RPP,Silabus, LKPD

Ahli materi bidangmatematika

Dr. Asmiati, S.Si., M.Si LKPD

Mella Triana, M.PdSoal EvaluasiKemampuan PenalaranMatematis

Ahli media Dr. Nanang Supriadi, M.Sc LKPD

Ahli PsikologiAndi Thahir, S.Psi., M.A.,Ed.D

Adversity ResponProfile (ARP) padaAdversity Quotient

43

2. Subjek Studi Pendahuluan

Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutu-

han, yaitu observasi dan wawancara. Subjek observasi yaitu peserta didik

kelas X IPA 4 yang berjumlah 36 peserta didik dengan rincian 12 peserta

didik laki-laki dan 24 peserta didik perempuan. Subjek wawancara yaitu satu

guru yang mengajar di kelas X yaitu Ibu Nita Maisaroh, S.Pd, satu peserta

didik kelas X IPA 4, dan satu peserta didik kelas XI IPA 1.

3. Subjek Uji Coba Lapangan awal

Subjek uji coba lapangan awal pada tahap ini ada 2 yaitu (a) subjek uji coba

lapangan awal untuk pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient. Subjek yang diambil yaitu peserta

didik kelas X IPA 1 berjumlah 35 peserta didik yang sebelumnya telah

melakukan tes penentu tipe adversity quotient yang berguna untuk

pembentukan kelompok saat uji coba pengembangan pembelajaran dengan

rincian 13 peserta didik laki-laki dan 22 peserta didik perempuan, dan (b)

subjek uji coba lapangan awal untuk soal evaluasi kemampuan penalaran

matematis yaitu peserta didik kelas XI IPA 1 yang berjumlah 28 peserta didik

yang sudah menempuh materi Trigonometri dengan rincian 7 peserta didik

laki-laki dan 21 peserta didik perempuan. Subjek uji coba lapangan awal

adalah peserta didik di luar kelas kontrol ataupun eksperimen.

4. Subjek Uji Coba Lapangan

Subjek pada tahap ini adalah seluruh peserta didik pada kelas X IPA 4 dan X

IPA 5. Peserta didik kelas X IPA 4 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah

36 peserta didik yang telah ditentukan tingkat Adversity Quotient (AQ)

44

dengan rincian 12 peserta didik laki-laki dan 24 peserta didik perempuan

sedangkan peserta didik kelas X IPA 5 sebagai kelas kontrol yang berjumlah

36 peserta didik dengan rincian 11 peserta didik laki-laki dan 25 peserta didik

perempuan.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D dari

Borg dan Gall (1983: 775) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan

pengembangan, yaitu

1. Research and information collecting (Penelitian dan pengumpulan data).

2. Planning (Perencanaan).

3. Develop preliminary form of product (Pengembangan desain/draf produk

awal).

4. Preliminary field testing (Uji coba lapangan awal).

5. Main product revision (Merevisi hasil uji coba).

6. Main field testing (Uji coba lapangan).

7. Operasional product revision (Penyempurnaan produk hasil uji lapangan).

8. Operasional field testing (Uji pelaksanaan lapangan).

9. Final product revision (Penyempurnaan produk akhir).

10. Dissemination and implementation (Diseminasi dan implementasi).

Tetapi penelitian yang dilaksanakan ini bersifat terbatas, artinya tahapan R&D

hanya dilakukan sampai operasional product revision (penyempurnaan produk

hasil uji lapangan). Pembatasan tahapan R&D ini dilakukan karena mengingat

keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya dari peneliti dalam menyelesaikan

45

penelitian pengembangan ini. Penjelasan mengenai langkah penelitian dan

pengembangan diatas sebagai berikut.

1. Research and information collecting (Penelitian dan pengumpulan data)

Pada tahap ini yang dilakukan adalah menganalisis metode pembelajaran

matematika yang dipakai di sekolah tempat penelitian, menemukan informasi

bahan ajar yang digunakan, menganalisis materi dalam kompetensi dasar

matematika, mewawancarai salah satu guru mata pelajaran matematika yang

mengajar di kelas X, mewawancarai satu peserta didik kelas X dan mewawancarai

satu peserta didik kelas XI untuk mengetahui kesulitan pembelajaran sewaktu

kelas X. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui masalah dalam pembelajaran

dan sebagai bahan pertimbangan awal untuk memilih materi penelitian sebagai

sarana mengembangkan pembelajaran.

2. Planning (Perencanaan)

Tahap selanjutnya yaitu merencanakan penelitian. Perencanaan R&D dalam

penelitian ini meliputi 1) merumuskan tujuan penelitian, 2) menentukan subjek

dan waktu penelitian yang disesuaikan dengan jadwal pembelajaran yang

biasanya berlangsung, 3) memperkirakan dana, dan tenaga, dan 4) merumuskan

kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasi dalam penelitian.

3. Develop preliminary form of product (Pengembangan desain produk awal)

Tahap selanjutnya adalah pengembangan desain produk awal yaitu pengembangan

desain pembelajaran dan penyusunan perangkat pembelajaran berupa draf untuk

46

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

Perangkat pembelajaran dalam penelitian berupa silabus, RPP, LKPD, dan soal

evaluasi penalaran matematis (pretest dan postest) yang disesuaikan dengan

tahapan pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient. Pengembangan desain pembelajaran dan perangkat

pembelajaran yang telah disusun kemudian divalidasi oleh para ahli yaitu ahli

desain pembelajaran, ahli materi, dan ahli media yang berkompeten dibidangnya

melalui lembar validasi pengembangan pembelajaran, Silabus, RPP, LKPD, dan

soal pretest dan postest.

Pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

adversity quotient, Silabus, RPP, LKPD, dan soal pretest dan postest yang telah

divalidasi oleh para ahli kemudian direvisi secara terus menerus sesuai dengan

saran dan masukan dari ahli desain pembelajaran, ahli materi dan ahli media.

Melalui tahap ini diperoleh kelayakan atau kevalidan produk. Saran dan masukan

dari para ahli tersebut digunakan untuk revisi produk tahap I. Hasil revisi produk

tahap I digunakan sebagai salah satu alat untuk melaksanakan uji coba lapangan

awal.

4. Preliminary field testing (Uji coba lapangan awal)

Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengujicobakan (a) pengembangan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient dan

LKPD kepada peserta didik kelas X IPA 1, dan (b) soal evaluasi kemampuan

penalaran matematis (pretest dan postest) kepada peserta didik kelas XI IPA 1.

Setelah melakukan uji coba lapangan awal untuk pengembangan pembelajaran,

47

peneliti memberikan angket yang berisi respon peserta didik kelas X IPA 1

terhadap pengembangan pembelajaran yang meliputi langkah-langkah

pembelajaran dan penggunaan LKPD. Angket tersebut kemudian dianalisis dan

dijadikan salah satu acuan untuk kembali melakukan revisi dan penyempurnaan

pengembangan pembelajaran dan perangkat pembelajaran (revisi II). Kemudian

soal evaluasi kemampuan penalaran matematis direduksi sesuai tingkat kevalidan,

reliabel, daya beda dan tingkat kesukaran. Uji lapangan coba awal ini dilakukan

agar pengembangan pembelajaran, LKPD dan soal evaluasi kemampuan

penalaran matematis nantinya bisa digunakan oleh seluruh peserta didik baik dari

kemampuan tinggi, sedang maupun rendah.

5. Main product revision (Merevisi hasil uji coba)

Berdasarkan Analisis angket yang diberikan kepada peserta didik pada uji coba

lapangan awal maka revisi dilakukan mengacu pada seluruh saran dan tanggapan

peserta didik selama tahap uji coba sampai dengan selesai ditindaklanjuti.

6. Main field testing (Uji coba lapangan).

Pengembangan desain pembelajaran dan perangkat yang telah direvisi

berdasarkan saran para ahli dan hasil uji coba lapangan awal kemudian

diujicobakan di kelas. Rancangan uji coba lapangan yang digunakan adalah Quasi

Eksperiment design. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen

adalah pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient, sedangkan pada kelas kontrol menerapkan pembelajaran konvensional.

48

Tabel 3.2 Rancangan Uji Coba Lapangan

Kelas Pretest Treatment Posttest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan

X1 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatanpembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversityquotient

X2 = Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan pembelajarandengan pembelajaran konvensional

O1 = Pretest (tes awal) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontroldi awal penelitian

O2 = Posttest (Tes akhir) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelaskontrol di akhir penelitian

Sebelum melakukan uji coba produk, terlebih dahulu peserta didik diberikan

pretest untuk mengetahui kemampuan awal perserta didik mengenai materi yang

akan dipelajari. Setelah di akhir pertemuan peserta didik diberikan posttest untuk

mengetahui efektifitas kemampuan penalaran matematis peserta didik. Kemudian,

pada kelas eksperimen diberikan angket respon peserta didik dan kemenarikan

terhadap pengembangan pembelajaran berbasis berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient yang telah dilaksanakan.

7. Operasional product revision (Penyempurnaan produk hasil uji lapangan)

Revisi produk hasil uji coba lapangan berasal dari angket tanggapan guru terhadap

pengembangan pembelajaran, angket tanggapan peserta didik yang menjadi

subjek uji coba lapangan dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient. Angket-angket

tersebut dianalisis untuk mengetahui kepraktisan dan kemenarikan pengembangan

49

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

yang telah dilaksanakan dan dijadikan acuan untuk kembali melakukan revisi dan

pengembangan pembelajaran.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 2010: 203). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari

dua jenis instrumen, yaitu nontes dan tes. Instrumen-instrumen tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut.

1. Instrumen Non Tes

Terdapat dua jenis instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

wawancara dan angket. Wawancara digunakan saat studi pendahuluan dengan

mewawancarai guru matematika, peserta didik kelas X, dan peserta didik kelas XI

mengenai kondisi awal peserta didik dan model yang digunakan dalam

pembelajaran. Selanjutnya, instrumen kedua yang digunakan dalam penelitian ini

adalah angket. Angket tersebut berupa angket hasil pengembangan pembelajaran

dan perangkat pembelajaran disesuaikan dengan tahapan penelitian. Instrumen ini

digunakan untuk mendapatkan data mengenai pendapat para ahli (validator)

terhadap hasil pengembangan pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang

akan disusun. Instrumen ini akan menjadi pedoman dalam merevisi dan

menyempurnakan desain pengembangan pembelajaran dan perangkat

50

pembelajaran yang mendukung. Beberapa jenis angket dan fungsinya dijelaskan

sebagai berikut.

a. Angket Validasi Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yangMemanfaatkan LEAD Adversity Quotient

Instrumen dalam validasi pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient diserahkan kepada ahli desain

pembelajaran yaitu Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Instrumen yang diberikan

berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu 1 (kurang

baik), 2 (cukup baik), 3 (baik), 4 (sangat baik), serta dilengkapi dengan komentar

dan saran dari ahli desain pembelajaran. Kriteria yang menjadi penilaian dari

angket validasi pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient adalah sebagai berikut.

1) Aspek kelayakan kajian teori yang melatarbelakangi pengembangan

pembelajaran meliputi alasan pengembangan pembelajaran, tinjauan pustaka,

keterkaitan antar tinjauan pustaka, dan teori yang mendukung pengembangan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

2) Aspek kelayakan sintak meliputi kesesuaian langkah-langkah

pembelajaran/sintak dalam rangkaian kegiatan pembelajaran pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

3) Aspek kelayakan sistem sosial meliputi kesesuaian sistem sosial dalam

rangkaian kegiatan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient.

51

4) Aspek kelayakan prinsip reaksi meliputi kesesuaian prinsip reaksi dalam

rangkaian kegiatan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient.

5) Aspek kelayakan sistem pendukung meliputi terdapat perangkat pembelajaran

pendukung terlaksananya pembelajaranberbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient.

6) Aspek kelayakan dampak instruksional dan pengiring meliputi kesesuaian

dampak instruksional & pengiring dalam rangkaian kegiatan pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

b. Angket Validasi Silabus

Instrumen dalam validasi silabus diserahkan kepada ahli desain pembelajaran

yaitu Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan

skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu 1 (kurang baik), 2 (cukup baik), 3

(baik), 4 (sangat baik), serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari ahli

desain pembelajaran. Kriteria yang menjadi penilaian dari angket validasi silabus

adalah sebagai berikut.

1) Aspek kelayakan isi yang disajikan, meliputi (a) kesesuaian silabus dengan

Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), materi, dan indikator, (b)

kegiatan pembelajaran dirancang berdasarkan pembelajaran berbasis masalah

yang memanfaatkan LEAD adversity quotient, (c) kesesuaian antara materi

dan sumber belajar, dan (d) ketepatan pemilihan teknik penilaian.

2) Aspek kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai dengan EYD,

dan kesederhanaan struktur kalimat.

52

3) Aspek kelayakan alokasi waktu, meliputi kesesuaian pemilihan alokasi waktu

didasarkan pada KD dan alokasi waktu persemester.

Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi silabus dengan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

c. Angket Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Instrumen dalam validasi RPP diserahkan kepada ahli desain pembelajaran yaitu

Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala

likert dengan empat pilihan jawaban yaitu 1 (kurang baik), 2 (cukup baik), 3

(baik), 4 (sangat baik), serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari ahli

desain pembelajaran. Kriteria yang menjadi penilaian dari angket validasi RPP

adalah sebagai berikut.

1) Aspek kelayakan perumusan tujuan pembelajaran, meliputi (a) kesesuaian

RPP dengan Kompetensi Inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), dan (b)

ketepatan penjabaran kompetensi dasar (KD) ke dalam indikator dan tujuan.

2) Aspek kelayakan isi yang disajikan, meliputi (a) sistematika penyusunan RPP

dirancang berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient,

dan (b) tahap-tahap pembelajaran dan instrumen.

3) Aspek kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai dengan EYD.

4) Aspek kelayakan waktu, meliputi kesesuaian pemilihan alokasi waktu.

Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi RPP dengan

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient.

53

d. Angket Validasi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Instrumen dalam validasi LKPD diserahkan kepada ahli desain pembelajaran

yaitu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd, ahli materi (bidang matematika) yaitu Ibu Dr.

Asmiati, S.Si., M.Si dan ahli media yaitu Bapak Dr. Nanang Supriadi, M.Sc.

Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan

jawaban yaitu 1 (kurang baik), 2 (cukup baik), 3 (baik), 4 (sangat baik), serta

dilengkapi dengan komentar dan saran dari para ahli.

Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli desain pembelajaran dan ahli materi

(bidang matematika) adalah sebagai berikut (1) aspek kelayakan isi meliputi

kesesuaian materi dengan KI dan KD, keakuratan materi, dan keberadaan LKPD

mendorong keingintahuan peserta didik, (2) aspek kelayakan penyajian meliputi

teknik penyajian, kelengkapan penyajian, penyajian pembelajaran, dan koherensi

dan keruntutan proses berpikir, (3) aspek penilaian pembelajaran berbasis masalah

yang memanfaatkan LEAD adversity quotient, yaitu karakteristik pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient. Tujuan

pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi LKPD dengan strategi

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient dan

kemampuan penalaran matematis peserta didik.

Kriteria dari ahli media adalah (1) aspek kelayakan kegrafikan meliputi ukuran

LKPD, desain sampul LKPD, dan desain isi dan LKPD, (2) aspek kelayakan

bahasa, meliputi kelugasan, komunikatif, kesesuaian dengan kaidah bahasa, dan

penggunaan istilah, simbol maupun lambang. Pemberian skala ini bertujuan untuk

menilai tampilan LKPD dan kesesuaian antara desain dengan isi LKPD.

54

e. Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap PengembanganPembelajaran Berbasis Masalah yang Memanfaatkan LEAD AdversityQuotient

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tanggapan guru matematika mengenai

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD Adversity Quotient

yang telah dikembangkan. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala

likert dengan empat pilihan jawaban yaitu 1 (tidak setuju), 2 (kurang setuju), 3

(setuju), 4 (sangat setuju), serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari guru

matematika. Adapun Kriteria dari penilaian tanggapan guru matematika terhadap

pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

Adversity Quotient adalah (1) langkah pembelajaran meliputi kemudahan

pelaksanaan dan ketercapaian, (2) silabus meliputi komponen dan tahapan, (3)

RPP meliputi komponen, tahapan dan keterlaksanaan, (4) LKPD meliputi mampu

memaksimalkan dan meningkatkan pembelajaran dan kemampuan matematika,

dan (5) lokasi waktu meliputi kesesuaian alokasi waktu dengan proses

pembelajaran.

f. Angket Tanggapan Peserta Didik Uji Coba Lapangan Awal TerhadapPengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang MemanfaatkanLEAD Adversity Quotient

Instrumen ini berfungsi untuk mengetahui keterbacaan, ketertarikan, dan

tanggapan peserta didik terhadap pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD Adversity Quotient yang telah dikembangkan. Instrumen

yang diberikan berupa pernyataan dengan dua pilihan jawaban yaitu 1 (Ya), 0

(Tidak), serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari peserta didik. Lembar

ini sebagai dasar untuk merevisi pengembangan pembelajaran berbasis masalah

55

yang memanfaatkan LEAD Adversity Quotient. Adapun Kriteria dari respon

peserta didik terhadap pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD Adversity Quotient adalah (1) langkah-langkah

Pembelajaran berbasis masalah menggunkan LEAD adversity quotient yang

berkesesuian dengan kemampuan memahami dan melaksanakan, dan (2)

penggunaan LKPD yang berkesesuian dengan kemampuan memahami dan

melaksanakan.

g. Angket Tanggapan Peserta Didik Uji Coba Lapangan TerhadapPengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah yang MemanfaatkanLEAD Adversity Quotient

Instrumen ini berfungsi untuk mengetahui respon peserta didik uji coba lapangan

terhadap pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD Adversity

Quotient yang telah dilaksanakan. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan

dengan dua pilihan jawaban yaitu 1 (Ya), 0 (Tidak), serta dilengkapi dengan

komentar dan saran dari peserta didik. Lembar ini sebagai dasar untuk merevisi

pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

Adversity Quotient. Adapun Kriteria dari respon peserta didik terhadap

pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD

Adversity Quotient adalah (1) langkah-langkah Pembelajaran berbasis masalah

menggunkan LEAD adversity quotient yang berkesesuian dengan kemampuan

memahami dan melaksanakan, dan (2) penggunaan LKPD yang berkesesuian

dengan kemampuan memahami dan melaksanakan.

56

h. Angket Uji Kemenarikan Pembelajaran Berbasis Masalah yangMemanfaatkan LEAD Adversity Quotient Oleh Peserta Didik Uji CobaLapangan

Instrumen ini berfungsi untuk mengetahui kemenarikan pembelajaran berbasis

masalah yang memanfaatkan LEAD Adversity Quotient yang telah dikembangkan.

Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan

jawaban (1) pernyataan positif yaitu 1 (tidak pernah), 2 (jarang), 3 (sering), 4

(selalu), dan (2) pernyataan negatif yaitu 1 (selalu), 2 (sering), 3 (jarang), 4 (tidak

pernah) serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari peserta didik. Lembar ini

sebagai dasar untuk merevisi pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD Adversity Quotient. Adapun Kriteria dari respon peserta

didik terhadap kemenarikan pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD Adversity Quotient adalah 1) perhatian, 2) ketertarikan, 3)

kesenangan, dan 4) partisipasi.

2. Instrumen Tes

Intrumen tes yang digunakan adalah tes adversity quotient dan tes kemampuan

penalaran matematis peserta didik. Tes ini diberikan secara individu. Adapun

penjelasan tentang kedua instrumen ini sebagai berikut.

a. Instrumen Tes Tipe Adversity Quotient (AQ)

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tipe Adversity Quotient (AQ) peserta

didik dalam penelitian ini adalah Adversity Response Profile (ARP). Tes ARP

akan diberikan kepada peserta didik kelas X IPA 4 SMA N Talangpadang

sebagai kelas uji coba dan diberikan juga kepada peserta didik kelas X IPA 1

57

sebagai kelas uji coba awal. Penentuan tipe AQ digunakan sebagai alat pembentuk

kelompok saat uji coba pemgembangan pembelajaran.

Instrumen ARP merupakan instrumen baku yang dikembangkan oleh Paul G.

Stoltz, Ph.D. Adversity Response Profile (ARP) telah dicoba oleh lebih dari 7.500

orang dari seluruh dunia dengan berbagai macam karier, usia, ras, dan

kebudayaan. Analisis formal terhadap hasil-hasilnya mengungkapkan bahwa

instrumennya merupakan tolak ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang

merespon kesulitan. Penelitian-penelitian diberbagai perusahaan, sekolah, dan

dengan atlet-atlet memperlihatkan bahwa ARP merupakan instrumen yang efektif

dan berperan dalam serangkaian kesuksesan yang lainnya. ARP juga memiliki

validitas yang hebat. Dengan kata lain, hasilnya masuk akal, tanpa

memperdulikan latar belakang seseorang (Stoltz, 2000: 120).

Meskipun Instrumen ARP tersebut telah valid, namun instrumen ARP yang akan

digunakan dalam penelitian ini tetap diuji validitasnya. Hal ini dikarenakan

instrumen yang digunakan menyesuaikan keadaan dan bahasa dari subjek

penelitian yaitu peserta didik-peserta didik yang tengah mengenyam pendidikan di

sekolah menengah namun pertanyaan tetap sesuai dengan situasi dan kondisi

dijelaskan oleh Paul G. Stoltz dalam bukunya “Adversity Quotient”.

Uji validitas instrumen ARP yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

validasi isi, yakni uji instrumen melalui experts judgement (penilaian yang

dilakukan oleh ahli) (Sukardi, 2012: 123) dan semua kriteria disetujui (jika ada

salah satu tidak disetujui, maka harus direvisi atau dibuang). Tes ini disusun dan

dikembangkan peneliti dan divalidasi oleh Ahli Psikologi/Pendidikan sebagai

58

validator yang kompeten dalam bidangnya. Uji validitas instrumen yang diberikan

berupa pernyataan skala dengan tiga pilihan jawaban yaitu (1) layak digunakan

tanpa revisi, (2) layak digunakan dengan revisi, dan (3) tidak layak digunakan,

serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari ahli psikologi/pendidikan.

Adapun Kriteria penilain oleh Ahli Psikologi/Pendidikan sebagai berikut.

1) Aspek kesesuaian dengan dimensi adversity quotient yaitu CO2RE, meliputi

(a) Control (Kendali) tingkat kendali yang dirasakan terhadap peristiwa yang

menimbulkan kesulitan, (b) Origin (asal usul) dan Ownership (pengakuan), (c)

Reach (Jangkauan) sejauh mana kesulitan dianggap dapat menjangkau ke

bagian-bagian lain dari kehidupan, dan (d) Endurance (Daya Tahan)

2) Aspek kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai dengan EYD,

dan kesederhanaan struktur kalimat.

b. Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan penalaran matematis diberikan secara individual dan tujuannya

adalah untuk mengukur kemampuan penalaran matematis. Kemampuan penalaran

matematis yang diamati disesuaikan dengan tahap pemecahan masalah

berdasarkan pembelajaran berbasis masalah. Penilaian hasil tes dilakukan sesuai

dengan pedoman penilaian kemampuan penalaran matematis yang diadaptasi dan

dimodifikasi dari Agustin (2016: 184) dan Ayal (2016: 52) yang dapat dilihat

pada Tabel 3.3.

59

Tabel 3.3 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Penalaran Matematis

TahapPemecahan

Masalah

IndikatorPenalaran Kriteria Skor

Memahamimasalah

Menganalisissituasimatematis

Tidak menyebutkan atau menuliskan apa yangdiketahui dan ditanyakan dari soal

0

Menyebutkan atau menuliskan apa yangdiketahui dan ditanyakan dari soal tetapi salah

1

Menyebutkan atau menuliskan apa yangdiketahui saja atau ditanya saja

2

Menyebutkan atau menuliskan apa yangdiketahui dan ditanyakan dari soal tetapi belumlengkap

3

Menyebutkan atau menuliskan apa yangdiketahui dan ditanyakan dari soal denganlengkap dan benar

4

Membuatrencanapemecahanmasalah

Merencanakanprosespenyelesaian

Tidak membuat rencana penyelesaian 0Membuat rencana tetapi salah atau tidak dapatdilaksanakan

1

Membuat rencana yang kurang tepat denganpenjelasan

2

Membuat rencana tetapi belum lengkap 3Membuat rencana dengan lengkap dan benar 4

Melaksana-kan rencana/perhitungan

Memecahkanpersoalandengan langkahyang sistematis

Tidak memecahkan persoalan dengan langkahyang sistematis

0

Memecahkan persoalan dengan langkah yangtidak sistematis dan proses yang salah sehinggamenghasilkan jawaban salah

1

Memecahkan dengan langkah yang tidaksistematis dan proses yang kurang tepat namunmenghasilkan jawaban benar

2

Memecahkan persoalan dengan langkah yangsistematis dengan langkah yang tepat tetapimenghasilkan jawaban yang salah karena salahperhitungan

3

Memecahkan persoalan dengan langkah yangsistematis dan mendapatkan hasil yang benar

4

Memeriksakembali hasil

Menarikkesimpulanyang logis

Tidak membuat kesimpulan 0Membuat kesimpulan namun salah 1Membuat kesimpulan tetapi kurang logis 2Membuat kesimpulan yang logis namun kuranglengkap

3

Membuat kesimpulan logis dengan lengkap danbenar

4

Data yang diperoleh merupakan nilai kognitif hasil kemampuan penalaran

matematis peserta didik yang berupa nilai evaluasi akhir program pembelajaran

dan nilai ulangan peserta didik sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran

60

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient. Hasil

kemampuan penalaran matematis diinterpretasikan pada Tabel 3.4 (Arikunto,

2009: 245) sebagai berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi Kemampuan Penalaran Matematis

No. Nilai Kriteria1 80-100 Baik Sekali2 66-79 Baik3 56-65 Cukup4 40-55 Kurang5 30-39 Kurang sekali

Sementara itu, kualifikasi hasil kemampuan penalaran matematis yang dicapai

oleh peserta didik dapat diketahui melalui nilai yang dirumuskan sebagai berikut.

N =∑∑ × 100%

Keterangan

N : Nilai hasil kemampuan penalaran matematis∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi

Sebelum tes kemampuan penalaran matematis digunakan pada saat uji coba

lapangan (Main field testing), terlebih dahulu tes tersebut divalidasi dan kemudian

diujicobakan pada kelas lain (kelas uji coba lapangan awal) untuk diketahui

tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.

Instrumen ini digunakan untuk menilai keefektifan pembelajaran yaitu nilai rata-

rata yang dicapai peserta didik setelah dilakukan pengembangan pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan langkah-langkah LEAD adversity quotient.

Instrumen berisikan soal latihan untuk mengetahui daya serap peserta didik dalam

61

pembelajaran. Lembar tes kemampuan penalaran matematis dapat digunakan jika

telah memenuhi syarat valid, reliable, tingkat kesukaran soal merata dan daya

pembeda soal yang baik. Pemaparan mengenai tahapan dari uji validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal tes kemampuan penalaran

matematis yaitu sebagai berikut.

1) Validitas

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi dan validitas

empiris. Validitas isi yaitu validitas yang menggunakan isi tes itu sendiri sebagai

alat pengukur hasil belajar peserta didik. Validitas isi dari tes kemampuan

penalaran matematis dibandingkan dengan cara membandingkan isi yang ada

dalam indikator kemampuan penalaran matematis dan indikator pembelajaran

yang telah ditentukan. Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing

terlebih dahulu dan validator kemudian dikonsultasikan kepada guru mata

pelajaran matematika kelas X. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir

tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator maka tes tersebut

dikategorikan valid.

Teknik yang digunakan untuk menguji validitas empiris ini dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2017: 147)

= ∑ − (∑ ) (∑ )( ∑ − (∑ ) )( ∑ − (∑ ) )Keterangan

: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel YN : Jumlah Peserta didik

62∑ : Jumlah skor peserta didik pada setiap butir soal∑ : Jumlah total skor peserta didik∑ : Jumlah hasil perkalian skor peserta didik pada setiap butir soal dengantotal skor peserta didik

Distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kaidah

keputusan : Jika > berarti valid. Widoyoko (2017: 149) menyatakan

bahwa apabila lebih besar atau sama dengan 0,3 ( ≥ 0,3), nomor butir

tersebut dapat dikatakan valid begitupun sebaliknya. Tabel 3.5. menyajikan hasil

validitas instrumen tes penalaran matematis. Perhitungan selengkapnya terdapat

pada Lampiran B.1.

Tabel 3.5 Validitas Instrumen Tes Penalaran Matematis

Nomor Soal rtabel rxy Keterangan1 0,37 0,75 Valid2 0,37 0,69 Valid3 0,37 0,70 Valid4 0,37 0,59 Valid5 0,37 0,72 Valid

2) Reliabilitas

Instrumen dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan instrumen tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama

menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil). Perhitungan

koefisien reliabilitas instrumen ini didasarkan pada pendapat Arikunto (2010:

238) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan

rumus Alpha, yaitu

2

2

11 11

t

i

k

kr

63

Keterangan

11r : nilai reliabilitas instrumen (tes)

k : banyaknya butir soal

2i : jumlah varians dari tiap-tiap butir soal

: varians total

Widoyoko (2017: 165) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila

memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba

instrumen penalaran matematis, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,73.

Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang diujicobakan memiliki reliabilitas

yang tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen dapat dilihat pada

Lampiran B.2.

3) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak

terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Menurut Sudijono (2008: 372) untuk

menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

=Keterangan

TK : nilai tingkat kesukaran suatu butir soal: jumlah skor yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang diolah: jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh peserta didik pada suatu

butir soal.

Sudijono (2008: 372) mengintepretasikan nilai tingkat kesukaran suatu butir soal

seperti pada Tabel 3.6.

2t

64

Tabel 3.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat sukar

0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar0,31 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang0,71 ≤ TK ≤ 0,85 Mudah0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat mudah

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan interpretasi

sukar, dan sedang. Interpretasi sangat sukar, mudah dan sangat mudah tidak

digunakan. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal disajikan pada Tabel

3.7.

Tabel 3.7 Tingkat Kesukaran Butir Soal

No. Butir Soal Indeks TK Interpretasi

1 0,58 Sedang2 0,29 Sukar3 0,43 Sedang4 0,62 Sedang5 0,69 Sedang

Berdasarkan kriteria tingkat kesukaran, hasil perhitungan tingkat kesukaran butir

tes menunjukkan bahwa sumua soal masuk dalam kriteria soal yang dapat

digunakan meskipun soal nomor 2 masuk dalam interpretasi soal yang sukar.

Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat pada Lampiran B.3.

4) Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat

membedakan peserta didik yang berkemampuan tinggi dan peserta didik yang

65

berkemampuan rendah. Berikut perhitungan indeks daya pembeda soal uraian

digunakan rumus sebagai berikut berdasarkan pendapat Sudijono (2008: 120).

= −Keterangan

DP : indeks daya pembeda suatu butir soal tertentuJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang

tertera dalam Tabel 3.8 Sudijono (2008: 121).

Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi-1,00 < DP ≤ 0,00 Sangat Buruk0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup0,40 < DP ≤ 0,70 Baik0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interval nilai yaitu

0,20 < DP ≤ 0,70. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal disajikan

pada Tabel 3.9 dan dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran B.4.

Tabel 3.9 Daya Pembeda Butir Soal

No. Butir Soal Nilai DP Interpretasi

1 0,48 Baik2 0,32 Cukup3 0,35 Cukup4 0,35 Cukup5 0,38 Cukup

66

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, reliabilitas tingkat kesukaran, dan

daya beda menunjukkan bahwa 5 soal yang diujikan adalah soal-soal yang layak

digunakan dalam uji coba lapangan di kelas X IPA 4 dan X IPA 5.

E. Teknis Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini dijelaskan berdasarkan jenis instrumen

yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan, yaitu.

1. Analisis Data Pendahuluan

Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan wawancara dianalisis secara

deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pengembangan pembelajaran.

Hasil review mengenai metode pembelajaran dan berbagai buku teks serta KI dan

KD matematika SMA Kelas X juga dianalisis secara deskriptif sebagai acuan

untuk mengembangkan pembelajaran dan menyusun perangkat pembelajaran.

2. Analisis Proses dan Hasil Produk Pengembangan Pembelajaran

Analisis yang digunakan berupa deskriptif kualitatif. Data kualitatif berupa

komentar dan saran dari validator yang dideskripsikan secara kualitatif sebagai

acuan untuk memperbaiki proses pengembangan pembelajaran berbasis masalah

yang yang memanfaatkan LEAD adversity quotient dan perangkat pembelajaran

yang berupa silabus, RPP, dan LKPD. Data yang diperoleh adalah hasil validasi

ahli desain pembelajaran untuk proses pengembangan pembelajaran berbasis

masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient, silabus, dan RPP dan hasil

validasi ahli materi (bidang matematika) dan ahli media untuk LKPD.

67

Selain validasi dari beberapa ahli di atas, untuk menyempurnakan desain

pengembangan pembelajaran dan perangkatnya juga diperkuat dengan saran dari

pihak-pihak yang terhubung langsung dalam proses pelaksanaan pembelaran yaitu

guru dan peserta didik. Saran dari guru dan peserta didik digunakan sebagai acuan

untuk lebih menyempurnakan pembelajaran yang akan dikembangkan.

3. Analisis Validitas, Kepraktisan, dan Kemenarikan PengembanganPembelajaran Berbasis Masalah yang Memanfaatkan LEAD AdversityQuotient

Analisis yang digunakan berupa deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data

kualitatif sesuai yang telah dijabarkan pada analisis proses dan hasil

pengembangan pembelajaran. Data kuantitatif berupa skor penilaian ahli materi,

ahli media, guru, dan peserta didik kemudian dijelaskan secara kualitatif.

Penilaian kevalidan produk diperoleh berdasarkan penilaian validator/para ahli

melalui (1) angket validasi pengembangan pembelajaran berbasis masalah yang

memanfaatkan LEAD adversity quotient, (2) angket validasi silabus, (3) angket

validasi RPP, dan (4) angket validasi LKPD. Berdasarkan data angket validasi

yang diperoleh, rumus yang digunakan untuk menghitung hasil angket dari

validator adalah sebagai berikut.

P =∑∑ × 100%

Keterangan

P : Presentase yang dicari∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi

132

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut.

1. Pengembangan model pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan

LEAD adversity quotient untuk meningkatkan kemampuan penalaran

matematis peserta didik, diawali dari studi pendahuluan yang menunjukkan

kebutuhan dikembangkannya pembelajaran berbasis masalah yang terfokus

pada kesulitan peserta didik dalam menalar sehingga pembelajaran diarahkan

dengan memanfaatkan LEAD adversity quotient. Proses pengembangan

dilakukan dengan (a) penyusunan desain awal pengembangan pembelajaran

berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient, (b)

melakukan validasi kepada ahli, (c) melakukan uji coba awal, (d) melakukan

revisi berdasarkan hasil uji coba awal, (e) melakukan uji coba lapangan, dan

(f) melakukan revisi berdasarkan hasil uji coba lapangan. Hasil akhir dari

penelitian pengembangan ini adalah tersusunnya produk pengembangan

model pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient.

2. Pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

memiliki kualitas kevalidan, kepraktisan, dan kemenarikan yang baik.

133

Perolehan rata-rata persentase dalam kevalidan adalah 86,52%. Perolehan

rata-rata persentase dalam kepraktisan adalah 83,17%. Perolehan rata-rata

persentase dalam kemenarikan adalah 78,88%.

3. Pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

efektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis peserta didik

dengan rata-rata N-gain sebesar 0,72. Kemampuan penalaran matematis

dengan pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity

quotient lebih tinggi dibanding dengan kemampuan penalaran matematis

dengan pembelajaran yang biasa diterapkan (konvensional).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, ada beberapa saran, yaitu.

1. Bagi guru yaitu (a) proses pembelajaran dikelas sebaiknya memanfaatkan

LEAD adversity quotient sehingga membantu peserta didik mengutarakan

kesulitan tanpa takut selama pembelajaran sehingga peserta didik mampu

belajar secara mendalam melalui pertanyaan yang diutarakan, (b) hendaknya

guru mempertimbangkan karakter peserta didik melalui tipe adversity

quotient dalam menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai, (c) diharapkan

mempertimbangkan saran peserta didik untuk membuat pembelajaran tidak

membosankan misal belajar sambil mendengarkan musik, dan (d)

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

dapat dijadikan salah satu referensi bagi guru dalam meningkatkan

kemampuan penalaran matematis peserta didik.

134

2. Bagi sekolah, berdasarkan kesimpulan dari hasil penilitian ini maka

pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan LEAD adversity quotient

dapat dijadikan salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan

terutama dalam hal kemampuan penalaran matematis.

3. Bagi peneliti lain yaitu (a) hendaknya mempertimbangkan secara mendalam

tentang materi yang sesuai dengan karakteristik PBM, (b) hendaknya

mempertimbangkan dan memikirkan secara mendalam tentang kesesuaian

dalam mengkontruks masalah pada PBM sehingga masalah yang dibuat

memenuhi karakteristik PBM, (c) hendaknya memperluas dan memperdalam

lingkup penelitian yang tidak hanya terbatas pada kemampuan penalaran

matematis, dan (d) untuk proses penalaran matematis peserta didik dalam

LKPD, hendaknya peneliti lebih mempercayai peserta didik bahwa peserta

didik mampu melakukan proses penalaran tanpa harus dibimbing dalam

LKPD.

135

DAFTAR PUSTAKA

Adegoke, Benson Adesina. 2013. Modelling the Relationship betweenMathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment. Journal ofEducation and Practice, 4 (17), 54-61.

Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosidan Spiritual ESQ: Emotional Quotient Berdasarkan Enam Rukun Iman danLima Rukun Islam. Jakarta: Arga.

Agustin, Ririn Dwi. 2016. Kemampuan Penalaran Matematika MahasiswaMelalui Pendekatan Problem Solving. Jurnal Pedagogia, 5 (2), 179-188,ISSN 2089-3833.

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara

_________________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (cet.XIV). Jakarta: Rineka Cipta.

Artika, Yuni Arya. 2017. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)pada Problem Based Learning untuk Memfasilitasi Kemampuan BerpikirKritis dan Disposisi Matematis Siswa (Thesis). Universitas Lampung(UNILA): Lampung.

Ario, Marfi. 2016. Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMKSetelah Mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Ilmiah EduResearch, 5 (2), 125-134.

Ayal S.C., Kusuma, Y.S., Subandar J., and Dahlan J.A. 2016. The Enhancementof Mathematical Reasoning Ability of Junior High School Students byApplying Mind Mapping Strategy. Journal of Education and Practice, 7(25), 50-58.

Baharuddin., dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Baig, Shahida., and Halai Anjum. 2006. Learning Mathematical Rules withReasoning. Eurasia Journal of Mathematics, Science and TechnologyEducation, 2 (2), 15-39.

136

Barret, Terry. 2005. Understanding Problem Based Learning. Handbook ofEnquiry & Problem Based Learning. Galway: CELT Released underCreative Commons licence. (Online) http://www.aishe.org/readings/2005-2/chapter2.pdf. Diakses Tanggal 09 Februari 2018 Pukul 14.24.

Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8(Helping Children Think Mathematically). New York: MacmillanPublishing Company.

Borg. W.R. dan Gall, M.D. 1983. Educational Research: An Introduction. NewYork: Longman. (Online) http://jurnal.utm.ac.id/index.php/MID/article/viewFile/13/11. Diakses pada tanggal 14 Februari 2018. 23.32.

Branch, R.M. 2009. Instructional Design: The ADDIE Approach. New York:Springer Science+Business Media.

Duit, Reinders. 2007. Science Education Research Internationally: Conceptions,Research Methods, Domains of Research. Eurasia Journal of Mathematics,Science & Technology Education, 3(1), 3-15, ISSN: 1305-8223.

Haryati, Sri. 2012. Research and Development (R&D) Sebagai Salah Satu ModelPenelitian dalam Bidang Pendidikan. Jurnal FKIP-UTM. (37) 1, 11-26.

Hidayati, Anisatul., dan Widodo, Suryo. 2015. Proses Penalaran Matematis Siswadalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi Pokok Dimensi TigaBerdasarkan Kemampuan Siswa di SMA Negeri 5 Kediri. Jurnal MathEducator Nusantara, 1 (2), 131-143.

Ismawati, Anik., Mulyono., dan Hindarto, Nathan. 2017. Kemampuan PemecahanMasalah Matematika dalam Problem Based Learning dengan StrategiScaffolding Ditinjau dari Adversity Quotient. Unnes Journal of MathematicsEducation Research (UJMER). 6 (1), 48-58.

Jeannotte, Doris., and Kieran, Carolyn. 2015. A conceptual model of mathematicalreasoning for school mathematics. Département de mathématiques,Université du Québec à Montréal, Montréal, QC, Canada. (Online) athttp://archpel.uqam.ca/9609/1/ESM_c_mineurfinal.pdf

Johansson, Helena. 2015. Mathematical Reasoning In Physics and Real LifeContext. Sweden: Division of Mathematics Department of MathematicalSciences Chalmers University of Technology and University of Gothenburg.

Larlen. 2013. Persiapan Guru Bagi Proses Belajar Mengajar. Pena, 3 (1), 81-91.

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem BasedLearning). (Online) http://file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-197901132005011003/132313548%20%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinilah/Problem%20Based%20Learning.pdf. Diakses tanggal 09 Februari 2018Pukul 13.43.

137

Mueller, M., Yankelewitz, D., Maher, Carolyn. 2014. Teachers Promoting StudentMathematical Reasoning. Investigations in Mathematics Learning, TheResearch Council on Mathematics Learning Winter Edition, 7 (2), 1-20.

Mukhtar., Firdaus, Muliawan., dan Mulyono. 2013. Pengembangan PembelajaranMatematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan KemampuanPenalaran Dan Pemahaman Konsep Siswa SMA. Jurnal Penelitian BidangPendidikan Universitas Negeri Medan, 19 (2), 79-86, ISSN 0852-0151

Mullis, I V., Martin, M.O., Foy, P., Hooper M. 2016. TIMSS 2015 InternationalResults in Mathematics. Baston Collage: International Study Center IEA

Nafi’an, M.I. 2011. Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal CeritaDitinjau Dari Gender Di Sekolah Dasar. Prosiding: Seminar NasionalMatematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Matematika danPendidikan Karakter dalam Pembelajaran Jurusan Pendidikan MatematikaFMIPA UNY, 572-577, ISBN: 978-979-16353-6-3.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. United States ofAmerica: Library of Congress Cataloguing-in-Publication

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalamPembelajaran Berbasis Masalah. Lampung: Jurnal Pendidikan MIPA Unila.

OECD. 2016. Programme for International Students Assessment (PISA) Resultfrom PISA 2015. (Online) https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf

Polya, George. 1985. How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method.Second Edition. New Jersey: Princeton University Press. [online]. Tersedia:https://notendur.hi.is/hei2/teaching/Polya_HowToSolveIt.pdf. Diakses pada5 Desember 2017.

Postlethwaite, T Neville. 2005. Educational research: some basic concepts andterminology. UNESCO: International Institute for Educational Planning.(Online) http://unesdoc.unesco.org/images/0018/001824/182459e.pdf.Diakses pada tanggal 09 Februari 2018 Pukul 09.38.

Roffiq, Ainoer., Qiram, Ikhwanul., dan Rubiono, Gatut. 2017. Media Musik danLagu pada Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 2 (2),35-40.

Sani, Amir. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe StudentFacilitator And Explaning Terhadap Kemampuan Pemecahan MasalahMatematika Siswa. Pekanbaru: UIN Sultan Syarif Kasim. (Online)http://epository.uin-suska.ac.id/2346/3/BAB II.pdf. Diakses Pada 17Februari 2018 Pukul 15.54 WIB.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

138

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang,terjemahan T.Hermaya. Jakarta: Gramedia

Sudarman. 2012. Adversity Quotient: Kajian Kemungkinan Pengintegrasiannyadalam Pembelajaran Matematika. AKSIOMA, 1(1), 56-62.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada

Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: PanitiaSertifikasi Guru Rayon 13

Sugiyono. 2014. Penelitian Kuantitatif, Kulakitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta.

Suhartono. 2016. Adversity Quotient sebagai Acuan Guru dalam MemberikanSoal Pemecahan Masalah Matematika. INOVASI, 18 (2), 62-70. (Online)http://erepository.uwks.ac.id/278/1/JURNAL_SUHARTONO_FBS.pdf.Diakses pada tanggal 18 Agustus 2018 Pukul 20.38.

Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.Jakarta: Bumi Aksara

Suparno & Yunus, M. 2006. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UniversitasTerbuka

Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. MakalahDisampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP JenjangDasar di PPPG Matematika Tanggal 6 s.d. 19 Agustus 2004. Yogyakarta:Depdiknas Dirjendiknas Dasar dan Menengah Pusat PengembanganPenataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta.

Tim Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar danMenengah. Jakarta: Depdiknas.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. KamusBesar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Uno, Hamzah. 2016. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aksara.

Wahyudin. 1999. Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, danSiswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada Program PascaSarjana IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTsuntuk Optimalisasi Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPPTK

Widjaja, Wanty. 2010. Design Realistic Mathematics Education Lesson. MakalahSeminar Nasional Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya,

139

Palembang 1 Mei 2010. (Online), tersedia: https://p4mristkipgarut.files.wordpress.com, diunduh 5 April 2018.

Widoyoko. 2017. Teknik Penyusuna Instrumen Penelitian. Yogyakarta. PustakaPelajar.

Yanti, Avissa Purnama., dan Syazali, M. 2016. Analisis Proses Berpikir Siswadalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkahBransford dan Stein Ditinjau dari Adversity Quotient Siswa Kelas X MAN 1Bandar Lampung Tahun 2015/2016. Aljabar: Jurnal PendidikanMatematika IAIN Raden Intan Lampung, 7 (1)