Model Pembelajaran Berbasis Masalah

49
33 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi telah menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning). Model pembelajaran adalah sebuah metodologi untuk melaksanakan perubahan. Pembelajar adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara yang tidak konstan, artinya pembelajar harus berinovasi dan menciptakan perubahan yang baik pada dirinya maupun pada peserta didik. Model pembelajaran memiliki banyak ragam, di antaranya model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran interaktif, serta model pembelajaran konsep. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampilan- keterampilan yang lebih mendasar.

description

Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Transcript of Model Pembelajaran Berbasis Masalah

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKemajuan teknologi telah menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning). Model pembelajaran adalah sebuah metodologi untuk melaksanakan perubahan. Pembelajar adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara yang tidak konstan, artinya pembelajar harus berinovasi dan menciptakan perubahan yang baik pada dirinya maupun pada peserta didik.Model pembelajaran memiliki banyak ragam, di antaranya model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran interaktif, serta model pembelajaran konsep.Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar. Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaranBerdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengkaji salah satu dari model pembelajaran yang mana peulis akan mengkaji model pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah.

B. Rumusan MasalahDari latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun rumusan masalah yang ingin dipecahkan dalam makalah ini, antara lain:1. Apa pengertian dan tinjauan umum model pembelajaran berbasis masalah?2. Apa karakteristik dan teori yang melandasi model pembelajaran berbasis masalah?3. Bagaimana tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah?4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah?5. Bagaimana merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah?6. Bagaimana mengelolah lingkungan belajar dari model pembelajaran berbasis masalah?7. Bagaimana asessment dan evaluasi dari model pembelajaran berbasis masalah?8. Bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam Matematika?

C. Tujuan PenulisanDari rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:1. Untuk mengetahui pengertian dan tinjauan umum model pembelajaran berbasis masalah;2. Untuk mengetahui karakteristik dan teori yang melandasi model pembelajaran berbasis masalah;3. Untuk mengetahui tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah;4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah;5. Untuk mengetahui perencanakan dan pelaksanakan model pembelajaran berbasis masalah;6. Untuk mengetahui cara mengelolah lingkungan belajar dari model pembelajaran berbasis masalah;7. Untuk mengetahui asessment dan evaluasi dari model pembelajaran berbasis masalah;8. Untuk mengetahui implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam Matematika.

D. Manfaat PenulisanAdapun manfaat penulisan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini, yaitu :1. Dapat mengetahui pengertian dan tinjauan umum model pembelajaran berbasis masalah;2. Dapat mengetahui karakteristik dan teori yang melandasi model pembelajaran berbasis masalah;3. Dapat mengetahui tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah;4. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah;5. Dapat mengetahui cara merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah;6. Dapat mengetahui cara mengelolah lingkungan belajar dari model pembelajaran berbasis masalah;7. Dapat mengetahui asessment dan evaluasi dari model pembelajaran berbasis masalah;8. Dapat mengetahui implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam Matematika.

BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN DAN TINJAUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHModel pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joice Dan Weil dalam Rusman ;2012). Selanjutnya Rusman menjelaskan bahwa model pembelajaran tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, guru boleh memilih memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. (Rusman ;2012)Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat para siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa adalah (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah disingkat (PBM) (Rusman ;2012). PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974). Program ini dikembangkan berdasar pada kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari. Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.Berikut ini beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran berbasis masalah Menurut Tan (dalam Rusman ;2012) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. (Trianto ;2009) Menurut Arends (dalam trianto 2009) Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. menurut Dewey (dalam Trianto ;2009)belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dianalisis, dinilai serta di cari pemecahannya dengan baik. Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang dicirikan oleh adanya permasalahan nyata yang diajukan kepada para peseta didik sebagai konteks bagi mereka untuk belajar berfikir kritis, mengasah keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembelajaran ini, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa (Trianto ;2009). Menurut Arends, guru yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah menekankan keterlibatan siswa yang aktif, orientasi induktif bukannya deduktif dan penemuan siswa atau pembangunan pengetahuan mereka. Tidak seperti pada model pengajaran langsung, guru yang menggunakan pembelajaran inkuiri atau berbasis masalah mengajukan masalah, bertanya dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Terlebih penting guru memberikan penopang/kerangka pendukung yang membantu inkuiri dan pertumbuhan intelektual siswa (Arends).Model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan dalam Trianto ;2009).

B. KARAKTERISTIK DAN TEORI YANG MELANDASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH1. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis MasalahPara pengembang pengajaran berbasisi masalah mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran sebagai berikut.a. Pengajuan Pertanyaan atau MasalahModel pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.b. Berfokus Pada Keterkaitan AntardisiplinMeskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti IPA, Matematika, dan Ilmu-Ilmu Sosial, masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.c. Penyelidikan AutentikModel pembelajaran berbasis masalah menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.d. Menghasilkan Produk/Karya dan MemamerkannyaModel pembelajaran berbasisi masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.e. Kolaborasi/KerjasamaModel pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.Sementara itu menurut Rusman karakteristik model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut (Rusman ;2012)1) Pembelajaran menjadi starting point dalam pembelajaran2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata dan tidak terstruktur3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikapdan kompetensi yang kemudian membutuhklan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar5) Belajar pengarahan diri adalah hal yang utama6) Pemamfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif8) Pengembangan keterampilan inkuiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan ilmu pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.2. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Berbasis MasalahAda beberapa teori yang melandasi model pembelajaran berbasisi masalah, yaitu sebagai berikut (Arends)a. Dewey dan Kelas Berorientasi-MasalahDalam democracy and education (1916), Dewey mendeskripsikan pandangannya tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatakan siswa di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting. Dewey mengatakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya purposeful(memiliki makna yang jelas) dan tidak abstrak dan bahwa pembelajaran yang purposeful itu dapat diselesaikan sebaik-baiknya dengan memerintahkan anak-anak dalam kelompok-kelompok kecil untuk menanganni proyek-proyek yang mereka minati dan mereka pilih sendiri.b. Piaget, Vygotsky, dan KonstruktivismeJean Piaget, seorang psikologi Swiss, menghabiskan waktu lebih dari lima puluh tahun untuk mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan proses-proses yang terkait dengan perkembangan intelektual mereka. Dalam menjelaskan bagaimana intelek berkembang pada anak-anak yang masih belia, piaget membenarkan bahwa anak-anak memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus memahami dunia sekitarnya. Keingintahuan ini, menurut piaget, memotivasi mereka untuk mengontruksikan secara aktif refpresentasi-refresentasi di benaknya tentang lingkungan yang mereka alami. Ketika umur mereka semakin bertambah dan mendapatkan semakin banyak kapasitas bahasa dan ingatan, representasi mental mereka tentang dunia menjadi lebih rumit dan abstrak. Akan tetapi di seluruh tahapan perkembangannya, kebutuhan anak untuk memahami lingkungannya memotivasi mereka untuk menginvestigasi dan mengontruksikan teori yang menjelaskannya. Pandangan kognitif-konstruktivis, yang mendasari pembelajaran berbasis masalah, banyak mengikuti pendapat Piaget. Pandangan ini menyatakan bahwa pembelajar pada beberapa usia pun secar aktif terlibat dalam proses memperolah informasi dan membangun pengetauan mereka sendiri. Pengetauan tidaklah statis melainkan secara terus-menerus berkembang dan berubah karena pembelajar menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka mengembangkan dan memodifikasi pengetahuan awal.Seperti Piaget, Lev Vygotsky percaya bahwa intelek berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengontruksikan makna baru. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari aspek sosial atau kulturalnya namun Vigotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vigotsky percaya bahwa interaksi social dengan orang lain mengacu pengontruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Menurut Vigotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan actual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat potensial actual menentukan tingat intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendri hal-hal tertentu. sedangkan tingkat perkembangan potensial oleh Vigotsky didefenisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oelh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak di antara tingkat perkemangan actual dan tingkat perkembangan potensial belajar disebutnya sebagai zone of proximal development. Dengan tantangan yang lebih tepat dari guru dan teman sebayanya yang lebih mampu, siswa dapat maju ke zone of proximal development.c. Bruner dan Discover LearningJerome Bruner, seorang psikologi Harvard bersama koleganya memberikan dukungan teoretis yang penting untuk mendukung apa yang dikenal sebagai pembelajaran penemuan, model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau gagasan pokok dari sebuah disiplin, kebutuhan akan keterlibatan siswa yang aktif dalam proses pembelajaran, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi karena penemuan personal. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan ukuran dasar pengetahuan siswa, tetapi juga menciptakan kemungkinan adanya penemuan dan ciptaan siswa.Ketika pembelajaran penemuan diterapkan pada sains dan ilmu social, pembelajaran tersebut menekankan penalaran induktif dan proses inkuiri yang menjadi ciri metode ilmiah dan pemecahan masalah.Pembelajran berbasis masalah juga bergantung pada konsep lain dari Brunei, yaitu gagasan beliau mengenai penopang. Brunei menggambarkan penopang sebagai proses dimana seorang pembelajar dibantu untuk menguasai masalah tertentu diluar kemampuan perkembangannya melalaui bantuan (penopang ) dari seorang guru atau orang yang lebih mahi.Peran dialog social dalam proses pembelajaran juga sangat penting menurut Brunei. Menurut beliau interaksi social di dalam dan di luar sekolah banyak bertanggung jawab atas perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah siswa. Apakah pembelajaran berbasis masalah efektif?Albanese dan Mitchel (1993) melakukan meta analisis yang mirip terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan kedokteran antara (1972-1992). Hasil mereka menunjukkan behwa mahasiswa kedokteran yang dilatih dengan PBL tampil lebih baik dalam pemeriksan klinis dan terlibat lebih banyak dalam penalaran produktif dari pada siswa yang dilatih dengan metode-metode konvensional. Namun demikian siswa yang dilatih PBL memiliki nilai lebih rendah dan memandang diri mereka sendiri kurang siap dalam pengetahuan sains dasar.(ARENDS)Penelitian yang dilakukan Hmelo dan koleganya (2000, 2004, 2006) dan meta-analisis yang dilakukan oleh Gijbels, Dochy, Van den Bosshe dan seeger (2005) menemukan hasil yang sama. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah sangat termotivasi, mencapai pemahaman yang lebih kompleks, dan dapat menerapkan pengetahuan ke dalam situasi baru. Akan tetapi model tersebut, seperti yang ditunjukakan dalam penelitian-penelitian terdahulu, memiliki efek lemah pada pemerolehan pengetahuan factual. (ARENDS)Jadi, meskipun landasan teoretis bagi pembelajaran berbasis masalah tersebut kuat dan menarik, namun bererapa ilmuwan (hickey, moore dan Pellegrino, 2001; mergendoller, bellisimo dan Maxwell, 2000) berpendapat bahwa hasilnya tidak meyakinkan dan tidak jelas. (ARENDS)

C.TUJUAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHPembelajaran berbasisi masalah tidak dirancang untuk untuk membantu guru menyampaikan informasi dengan jumlah yang besar kepada siswa, namun pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya. (Arends :43)Berikut ini adalah tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah (Trianto, 2009 : 95)1. Membantu Siswa Mengembangkan Keterampilan Berpikir Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Secara sederhana berpikir dapat didefenisikan sebagai proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi dan penalaran. Berpikir juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang saksama.Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekadar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah melati peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. 2. Belajar Peranan Orang Dewasa Yang AutentikPembelajaran berbasis masalah juga membantu siswa berperan dalam situasi nyata dan mempelajari peran penting orang dewasa.Menurut Resnick (dalam Trianto ;2009), bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani kesenjangan pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih pratis yang dijumpai diluar sekolah. Berdasarkan pendapat Resnick tersebut maka pembelajaran berbasis masalah memiliki implikasi: (trianto ;2009)(1) mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas(2)memiliki elemen-elemen belajar magang, hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain sehingga secara bertahap siswa dapat memahami dan mealakukan peran orang yang diamati atau diajak berdialog (ilmuwan, guru, dokter dan sebagainya)(3)Melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangbun pemahaman terhadap fenomena tersebut secara mandiri. 3. Menjadi Pelajar Yang Mandiri Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan kelak.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHKelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan pemikiran kritis dan ketrampilan kreatif; 2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah; 3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; 4. Membantu siswa mentransfer pengetahuan dengan situasi baru; 5. Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri; 6. Mendorong kreativitas dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan; 7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran yang bermakna; 8. Dalam situasi PBM siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; 9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok; Meskipun tercatat kelebihan-kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah, namun demikian ada beberapa kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah. Adapun kelemahannya antara lain: 1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. 2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum. 3. Menurut Fincham, et al (1997:419) PBM tidak menghadirkan kurikulum baru, tetapi lebih pada kurikulum yang sama dengan metode pengajaran yang berbeda. 4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya. 5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBM mungkin tidak dapat menutup sebagai bahan sebanyak pengajaran berbasis konvensional. PBM biasa sangat menantang untuk dilaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk melepaskan kontrol dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi.

E. MERENCANAKAN DAN MELAKSANAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH1. Tugas-tugas Perencanaan PBLDi tingkat yang paling fundamental, PBL dilandasai oleh siswa yang bekerja kelompok untuk menginvestigasi masalah kehidupan nyata yang sulit. Sebagian orang percaya bahwa perencanaan yang terperinci tidak dibutuhkan. Hal ini sama sekali tidak benar, untuk PBL, seperti pendekatan pengajaran interaktif lain yang berpusat pada siswa, membutuhkan upaya perencanaan yang sama banyaknya atau bahkan lebih. perencanaan gurulah yang memfasilitasi perpindahan yang mulus dari satu fase pelajaran berbasis masalah ke fase lainnya dan memfasilitasi pencapaian tujuan instruksional yang diinginkan. Karena hakikat interaktifnya, PBL membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya. Dalam merencanakan suatu Pelajaran PBL, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:a. Memutuskan Sasaran dan TujuanModel pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaannya PBL mungkin diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.b. Merancang Situasi Masalah yang TepatPBL didasarkan pada premis bahwa situasi permasalahan yang membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki. Merancang situasi bermasalah yang tepat atau merencanakan cara untuk memfasilitasi proses perencanaannya adalah salah satu tugas perencanaan yang sangat penting bagi guru. Sebagian pengembang PBL percaya bahwa seharusnya berperan besar dalam menetapkan permasalahan yang akan diteliti, karena proses ini akan membantu perkembangan kepemilikan masalah (Krajcik et al, 2003). Akan tetapi, sebagian lainnya percaya bahwa guru seharusnya membantu siswa menyempurnakan masalah yang sudah diseleksi sebelumnya, yang diambil dari kurikulum sekolah dan guru sudah memiliki bahan-bahan dan peralatan yang cukup untuk itu. c. Mengorganisasikan Sumber Daya dan Rencana LogistikDalam PBL dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu, tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah.2. Pelaksanaan Pelajaran PBLSintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktif yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima fase (langkah) PBL dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk masing-masing fasenya dirangkum dalam tabel berikut.(Arend)

SINTAKS PBL

FASEPERILAKU GURU

Fase 1 : memberikan orienasi permasalahannya kepada siswaGuru membahas tujuan pelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan atau demonstrasi atau cerita untuk terlibat dalam pemecahan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Fase 2 :mengorganisasikan siswa untuk belajarGuru membantu siswa utuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berhubungan dengan permasalahan tersebut.

Fase 3 :membimbing penyelidikan individual maupun kelompokGuru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase 4 :mengembangkan dan menyajikan hasil karyaGuru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain.

Fase 5 :menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalahGuru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Perilaku yang diinginkan guru dan siswa, yang berhubungan dengan masing-masing fase, akan dideskripsikan dengan lebih terperinci pada bagian berikut.a. Memberikan Orientasi Permasalahannya Kepada SiswaSiswa perlu memahami bahwa tujuan PBL adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah yang besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi dalam PBL adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.b. Mengorganisasikan Siswa Untuk BelajarPada PBL, dibutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama di antara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut, siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama serta membantu siswa untuk merencanakan tugas investigative dan pelaporannya. c. Membimbing Penyelidikan Individual Maupun KelompokGuru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar.Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka PBL. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan seperlunya terhadap siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.d. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil KaryaTahap penyelidikan dilakukan oleh adanya suatu hasil karya. Hasil karya tersebut tidak lebih dari sekadar laporan tertulis. Hasil karya ini mencakup hal-hal berupa rekaman video yang menunjukkan situasi permasalahan atau solusinya, dan program computer serta presentasi multimedia.Setelah hasil karya dikembangkan, guru sering menyusun suatu benda pajang untuk menampilkan karya siswa secara public. Benda pajang ini harus mempertimbangkan penontonnya, seperti siswa, guru, orangtua, dan lain-lain. Benda pajang ini dapat berupa dapat berupa pameran sains, dimana siswa memamerkan hasil karyanya untuk ditonton atau dievaluasi orang. Sebuah situs website dapat juga diciptakan oleh siswa untuk menampilkan hasil karyanya secara online.e. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan MasalahTugas guru pada tahap terakhir PBL adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

Fogarty (1987) menyebutkan bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan problem based-learning dijalankan dengan 8 langkah, yaitu: (1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta-fakta; (4) menyusun dugaan sementara (hipotesis); (5) menyelidiki; (6) menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan; (7) menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif; (8) menguji solusi permasalahan. 1. Menemukan masalah Siswa diberikan masalah berstruktur ill-defined yang diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari.Pernyataan permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek dan memberikan sedikit fakta-fakta di seputar konteks permasalahan.Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang pada siswa untuk melakukan penyelidikan. Siswa menggunakan kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan saling berbagi pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan masalah yang dikaji. Berdasarkan strukturnya, masalah dalam pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu, masalah yang terdefinisikan secara jelas (well-defined) dan masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas (ill defined) Hudoyo (2002). 2. Mendefinisikan masalah Siswa mendefinisikan masalah menggunakan kalimatnya sendiri.Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang jelas.Siswa membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang perlu disediakan.Pada langkah ini, siswa melibatkan kecerdasan intra-personal dan kemampuan awal dalam memahami dan mendefinisikan masalah. 3. Mengumpulkan fakta-fakta Siswa membuka kembali pengalamannya yang sudah diperoleh dan pengetahuan awal untuk mengumpulkan fakta-fakta.Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang dimiliki untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, siswa mengorganisasikan informasi-informasi dengan menggunakan istilah apa yang diketahui apa yang dibutuhkan dan apa yang dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan. 4. Menyusun dugaan sementara (hipotesis) Siswa menyusun jawaban-jawaban sementara terhadap permasalah dengan melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Siswa juga melibatkan kecerdasaninterpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan penalaran mereka dengan langkah-langkah yang logis. 5. Menyelidiki Siswa melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang diperolehnya berorientasi pada permasalahan.Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat struktur belajar yang memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of knowing and understanding) dunia mereka. 6. Menyempurnakan permasalahan yang telah terdefinisikan Siswa menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikan melalui gambaran nyata yang mereka pahami.Siswa melibatkan kecerdasan verballinguistik memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebih tepat.Perumusan ulang lebih memfokuskan penyelidikan, dan menunjukkan secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data. 7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif. Siswa berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan.Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasil. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif yang lebih baiuk ketimbang dilakukan secara individual. 8. Menguji solusi permasalahan. Siswa menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan actual melalui diskusi secara komprehensif antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik. Siswa menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan masalah dengan membuat

F. PENGELOLAHAN LINGKUNGAN BELAJAR MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHHal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu panduan mengenai bagaimana mengolah kerja kelompok. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan manajemen pengelolahan lingkungan belajar PBL, yaitu:1. Mengatasi Situasi MultitugasDalam suatu kelas, dimana seorang guru menggunakan PBL, banyak tugas belajar akan terjadi secara simultan. Beberapa kelompok siswa mungkin mengerjakan sub-sub topic di kelas, sementara sebagian yang lainnya di perpustakaan, dan yang lain di tengah masyarakat atau online. Untuk membuat pekerjaan kelas yang bersifat multitugas ini bekerja, siswa harus diajari bekerja secara mandiri maupun berkelompok. Guru efektif mengembangkan cuing system untuk memperingatkan siswa dan membantu mereka menjalani transisi dari satu tipe tugas belajar ke tipe tugas belajar lainnya. Dibutuhkan aturan yang jelas tentang kapan siswa diharapkan untuk berbicara satu sama lain dan kapan mereka diharapkan untuk mendengarkan. Bagan dan jadwal ditempelkan pada papan tulis untuk menyebutkan tugas-tugas dan tenggat waktu yang terkait dengan beragam proyek. Guru seharusnya menetapkan berbagai rutinitas dan menginstruksikan siswa tentang tata cara memulai dan kegiatan proyek setiap hari atau setiap periodenya. Guru juga seharusnya memantau kemajuan masing-masing siswa atau kelompok siswa selama situasi multitugas.2. Menyelesaikan Dengan Tingkat Penyelesaian Yang BerbedaSalah satu masalah manajemen paling kompleks yang dihadapi oleh guru-guru yang menggunakan PBL adalah segala yang akan dilakukan terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok yang selesai lebih awal atau tertinggal dari yang lain. Aturan, prosedur dan downtime activities dibutuhkan siswa-siswa yang selesai lebih awal dan memiliki sisa waktu. Hal ini termasuk kegiatan high-interest seperti menyediakan bahan-bahan bacaan khusus atau permainan-permainan edukasional yang dapat dikerjakan sendirioleh siswa. Guru efektif juga menetapkan bahwa mereka yang selesai lebih awal akan ikut membantu.Mereka yang tertinggal memberikan sejumlah masalah yang berbeda. Di beberapa kasus, guru dapat memberikan lebih banyak waktu kepada mereka. Guru mungkin memutuskan untuk menggunakan waktu tambahan usai sekolah atau selema akhir pecan. Akan tetapi, tindakan ini sering menjadi masalah, jika siswa dalam suatu kelompok sulit untuk berkumpul di luar sekolah. Selain itu, mereka yang tertinggal sering kali adalah siswa-siswa yang tidak dapat bekerja sendiri dengan baik dan membutuhkan bantuan guru untuk mengerjakan tugas-tugas penting.3. Memantau dan Mengelola Pekerjaan SiswaPBL melahirkan banyak tugas, banyak hasil karya, dan waktu penyelesaian yang berbeda-beda. Konsekuensinya, memantau dan mengolah pekerjaan siswa menjadi sulit bagi guru jika menggunakan PBL. Tiga tugas manajemen penting yang kritis agar akuntabilitas siswa terjaga dan agar guru dapat mempertahankan momentum dalam proses pengajaran secara keseluruhan adalah (1) persyaratan tugas untuk seluruh siswa harus diterangkan dengan jelas; (2) pekerjaan siswa harus dipantau dengan dan umpan-balik diberikan pada pekerjaan yang sedang berjalan; dan (3) catatan perkembangan siswa harus dibuat.Banyak guru yang menangani ketiga tugas ini melalui student project form. Dibuat untuk setiap individu, formulir proyek siswa adalah catatan tertulis tentang pekerjaan yang sudah disepakati untuk diselesaikan oleh individu atau kelompok kecil, waktu yang disepakati untuk menyelesaikannya, dan ringkasan kemajuan yang dibuat.Nama SiswaNama Tim BelajarNama dan Cakupan ProyekTugas-Tugas Khusus dan Tenggat WaktunyaProyek 1Umpan-balik untuk 1Proyek 2Umpan-balik untuk 2Proyek 3Umpan-balik untuk 3Proyek 4Umpan-balik untuk 4Artiefak atau Exhibit final

4. Mengatur Gerakan dan Perilaku di Luar KelasBila guru mendorong siswa untuk melaksanakan investigasi di luar kelas misalnya perpustakan atau laboratorium komputer, mereka perlu memastikan bahwa siswa memahami prosedur yang berlaku di tingkat sekolah untuk penggunaan fasilitas ini. Bila dibutuhkan hall pass, guru harus memastikan bahwa siswa menggunakan dengan semestinya. Jika gerakan di hall diatur, guru harus memahami aturan yang terkait dengannya. Guru juga harus menetapkan aturan dan rutinitas untuk mengatur perilaku siswa ketika mereka melaksanakan investigasi di tengah masyarakat. Sebagai contoh, siswa mestinya diajari etiket untuk mewawancara dan kebutuhan untuk memperoleh izin sebelum melihat catatan tertentu atau mengambil foto-foto tertentu.

G. ASESSMENT DAN EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHSeperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam PBL fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil. Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan PBL adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.Tugas asessment dan evaluasi yang sesuai untuk PBL terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asessment kinerja dan peragaan hasil. Asessment kinerja dapat berupa asessment melakukan pengamatan, asessment merumuskan pertanyaan, asessment merumuskan sebuah hipotesis dan sebagainya.Prosedur-prosedur asesmen harus selalu disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai, dan selalu penting bagi guru untuk mendapatkan informasi asesmen yang reliabel dan valid. Hasil kerja yang diciptakan oleh siswa sangat cocok untuk diakses dengan dengan asesmen performance yang menggunakan rubrik skoring. Asesmen performance dapat digunakan untuk mengukur potensi siswa untuk mengukur kerja kelompok.1. Mengukur PemahamanPBL menjangkau keluar pengembangan pengetahuan faktual tentang sebuah topik, yakni pengembangan pemahaman yang agak sophisticated tentang berbagai masalah dan dunia di sekitar kita.2. Menggunakan Checklist dan Rating ScalesMenemukan teknik pengukuran yang valid dan reliabel adalah salah satu masalah yang dihadapi guru yang ingin menggunakan prosedur asesmen autentik. Sebagian mengacu pada bidang-bidang, seperti olahraga dan performing arts yang sistemnya telah dikembangkan untuk mengukur tugas-tugas performance yang kompleks. Checklist dan rating scales yang mengacu pada kriterion adalah dua alat yang sering digunakan di bidang-bidang tersebut.3. Penilaian Peran dan Situasi Orang DewasaPBL berusaha melibatkan siswa dalam situasi yang membantu mereka untuk belajar tentang peran-peran orang dewasa dan melaksanakan beberapa tugas yang terkait dengan peran-peran itu. Situasi-situasi orang dewasa dan cara mengasesnya disajikan dalam tabel berikut.Siswa mendeskripsikan dengan jelas pertanyaannya dan memberikan alasan atas arti pentingnyaSiswa menetapkan pertanyaan, tetapi tidak mendeskripsikan atau memberikan alasan atas arti pentingnyaSiswa tidak menetapkan pertanyaan

Bukti kuat akan adanya persiapan dan organisasiAda beberapa bukti akan adanya persiapan dan organisasiTidak ada bukti akan adanya persiapan atau organisasi

Penyampaiannya memikatPenyampaiannya agak memikatPenyampaiannya datar

Struktur kalimatnya tepatStruktur kalimatnya agak tepatStruktur kalimatnya banyak yang keliru

Kebanyakan situasi ini dapat diases dengan menggunakan tes asesmen performance,checklist, dan rating scales.4. Penilaian Potensi BelajarKebanyakan tes, baik kertas dan pensil maupun yang berorientasi performance, dirancang untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan pada titik waktu tertentu. Mereka belum tentu mengases potensi belajar atau kesiapan untuk belajar. Ide Vygotsky tentang zone of proximal development, yang dideskripsikan sebelumnya, telah mengingatkan para pakar pengukuran dan para guru untuk mempertimbangkan bagaimana potensi belajar seorang siswa diukur, khususnya potensi yang dapat ditingkatkan dengan bimbingan guru atau teman yang lebih maju. Tes-tes kesiapan untuk membaca dan bidang-bidang perkembangan bahasa lain sudah tersedia. Alat-alat asessment yang menyodorkan tugas-tugas mengatasi masalah kepada siswa, yang mendiagnosis kemampuan mereka untuk mengambil manfaat dari jenis pengajaran tertentu, juga ada. Akan tetapi, tugas-tugas asessment yang mengukur potensi belajar dikebanyakan bidang masih berada di tahap awal dan masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk itu.

5. Penilaian Usaha Kelompok Pada model cooperative learning telah dideskripsikan prosedur-prosedur asessment yang digunakan untuk mengases dan memberi reward kepada siswa, baik untuk hasil kerja individual maupun kelompok. Prosedur-prosedur ini juga dapat digunakan untuk PBL. Mengases usaha kelompok mengurangi kompetisi yang merugikan, yang sering kali terjadi dengan membandingkan siswa dengan teman-teman sebayanya, dan membuat pembelajaran dan asesmen berbasis sekolah lebih mirip dengan yang ditemukan dalam situasi kehidupan nyata.

H. IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MATEMATIKATahap 1: Pengajuan PermasalahanSeorang ibu dengan seorang puteri usia 7 tahun mendapat tunjangan asuransi sebesar Rp 20.000.000 sehubungan meninggal suaminya. Bantu ibu tersebut untuk merencanakan penggunaan dan pengalokasian uang tersebut secara maksimal sehingga si anak dapat membiayai puterinya masuk perguruan tinggi dengan kualitas yang baik, UNM misalnya.Tahap 2: Apa yang diketahui?Setiap kelompok mendiskusikan: Sianak berusia 7 tahun; artinya perlu 4 jenjang pendidikan atau 14 tahun: SD/MI: 6 tahun SMP/MTs: 3 tahun SMA/SMK?MA: 3 tahun PT: 4 tahun Dana yang tersedia adalah Rp20.000.000 Pekerjaan ibu tidak ada datanyaTahap 3: Apa yang tidak diketahui? Berapakah biaya pendidikan di masing-masing jenjang? Berapa besar? Dimana info ini dapat diperoleh? Berapakah biaya hidup selama kurun waktu tersebut? Berapa besar? Dimana info ini dapat diperoleh? Apakah dana yang tersedia cukup untuk keperluan itu? Berapa total biaya? Cukupkah? Apakah inflasi akan mempengaruhi dana tersebut? Berapa besar inflasi tahun lalu? Berapa besar inflasi tahun depan? Dimana info ini diperoleh? Dapatkah si ibu berusaha untuk mengelola dana? Apa yang dapat dilakukan? Apakah pengaruhnya terhadap si anak? Apakah pengaruhnya terhadap biaya hidup? Apa yang harus dilakukan dengan dana tersebut? Dagang? Berapa modalnya? Berapa keuntungannya? Dimana dapat diperoleh infonya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan biaya hidup? Deposito? Berapa persen bunganya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan hidup? Apa tugas masing-masing anggota?Tahap 4: Alternatif Pemecahan Usaha apa saja yang dapat dilakukan? Mungkin tidak dilakukan beberapa usaha? Usaha apa yang paling maksimal hasilnya? Apakah usaha yang maksimal tersebut dapat mengganggu kehidupan ibu dan anak?

Tahap 5: Laporan dan Presentasi Apa sistematikanya? Apa tugas masing-masing anggota?

Tahap 6: Pengembangan Materi dan Pembelajarannya Apa materi utama dari permasalahan ini? Apa materi prasyaratnya? Apa implikasi selanjutnya dari materi ini?

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANPembelajaran adalah suatu hal yang mutlak dalam proses pendidikan, baik pada lembaga formal maupun nonformal, sehingga perlu sebuah keputusan yang baik dalam desain pembelajaran. Pemilihan desain dan model yang tepat sangat berguna dalam menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa adalah (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah pendidik dituntut untuk dapat memahami secara utuh dari setiap dari setiap bagian dan konsep PBM dan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Siswa juga harus siap untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa menyiapkan diri untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir melalaui inquiri kolaboratif dan kooperatif dalam setiap tahapan PBM.Pemahaman para pendidik terhadap pembelajaran berbasis masalah perlu ditingkatkan karena tantangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang akan semakin kompleks dan menunutut setiap orang secara individual mampu menghadapinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang relevan. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan lebih efektif apabila individu, khususnya siswa dapat mengalaminya sendiri, bukan hanya menunggu materi dan informasi dari guru, tetapi berdasarkan pada usaha sendiri untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan dan kemudian mengintegrasikannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.

B. SARAN1. Untuk pembaca, makalah ini dapat dijadikan sumber bagi para pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Model Pembelajaran berbasis Masalah secara menyeluruh.2. Untuk penulis, makalah ini dapat bermanfaat sebagai alat pengukur pemahaman penulis tentang Model Pembelajaran berbasis Masalah.

DAFTAR PUSTAKAArends, Richard I. 2013. Belajar untuk Mengajar. Jakarta : Salemba Humanika.Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.Trianto, 2009. Mendesain Model-Model Pembelajaran Inofatif-Progresif. Jakarta: Kencana.