Pengembangan Imta (Integrated Multi Trophic Aquaculture ... · PDF filePangan dan Pertanian...
-
Upload
trinhnguyet -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of Pengembangan Imta (Integrated Multi Trophic Aquaculture ... · PDF filePangan dan Pertanian...
i
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PENGEMBANGAN IMTA (INTEGRATED MULTI TROPHIC
AQUACULTURE) BERBASIS EKOSISTEM LOKAL MELALUI
PENINGKATAN PRODUKSI DAN DIVERSIFITAS YANG RAMAH
LINGKUNGAN DI INDONESIA
BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT
Diusulkan oleh :
Ketua : Rico Wisnu Wibisono C14070036 2007
Anggota : Vikiet Aridhitio C14100034 2010
Titi Nur Chyati C14080025 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
HALAMAN PENGESAHAN
USULAN PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA
1. Judul Kegiatan : Pengembangan IMTA (Integrated Multi Trophic
Aquaculture) Berbasis Ekosistem Lokal melalui
Peningkatan Produksi dan Diversifitas yang Ramah
Lingkungan di Indonesia.
2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( √ ) PKM-GT
3. Bidang Ilmu : Pertanian
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Rico Wisnu Wibisono
b. NIM : C14070036
c. Jurusan : Budidaya Perairan (BDP)
d. Institut : Institut Pertanian Bogor (IPB)
e. Alamat Rumah : Wisma Wibisono, Cibanteng, Bogor, Jawa Barat.
f. No Tel./HP : 085717321441
g. Alamat email : [email protected]
5. Anggota Pelaksana Kegiatan: 2 orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr.Ir.Tatag Budiarti
b. NIP : 19631002 199702 1 001
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Taman Cimanggu, Jl. Soka 6/10 Bogor
d. No Tel./HP : 08129863163
Bogor, 4 Maret 2011
Menyetujui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
NIP. 19591222 198601 1 001
Ketua Pelaksana Kegiatan,
Rico Wisnu Wibisoono
NIM.C14070036
Mengetahui,
Wakil Rektor Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M. S
NIP. 19581228 198503 1 003
Dosen Pendamping
Dr.Ir.Tatag Budiardi
NIP. 19631002 199702 1001
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadiran rahmat dan karunia Allah Yang Maha Kuasa
yang selalu memberkahi setiap langkah kita, sehingga karya tulis ilmiah berjudul
“Pengembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) Berbasis
Ekosistem Lokal melalui Peningkatan Produksi dan Diversifitas yang Ramah
Lingkungan di Indonesia”. Atas telah terselesaikan karya tulis ini meskipun banyak
kekurangan dalam karya tulis.
Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai rasa peduli mahasiswa dalam
pelestarian potensi lokal untuk mitigasi pemanasan global, semoga karya tulis ilmiah
ini dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk memberikan solusi masalah pemansan
global. Ucapan terima kasih tidak lupa saya berikan kepada dosen pembimbing
Bapak Dr.Ir. Tataq Budiardi, Ibu Yuni sebagai Koord. Kemahasiswaan Depatemen
Budidaya Perairan , Bapak Dr. Odang Carman sebagai Ketua Departemen Budidaya
Perairan IPB, Bapak Oman Suderajat sebagai Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB atas bimbingannya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah untuk
mengikuti kompetisi Program Kreatifitas Mahasiswa yang dilaksanakan oleh DIKTI.
Demikian saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan semoga karya tulis
ilmiah ini dapat diterapkan dalam masyarakat , penulis mengetahui bahwa dalam
karya tulis ilmiah ini banyak terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun.
Bogor, Maret 2011
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... vi
RINGKASAN .............................................................................................................. vii
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................ 4
Manfaat .......................................................................................................................... 4
POTENSI PENGEMBANGAN IMTA (INTEGRATED MULTI TROPHIC
AQUACULTURE) .......................................................................................................... 5
Perkembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) ................................. 5
Potensi Pengembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) di
Indonesia ........................................................................................................................ 8
Strategi Aplikasi Implementasi IMTA di Indonesia ................................................ 10
KESIMPULAN ............................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................................. 14
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Produksi perikanan Indonesia tahun 1977-2008 ............................................ 2
Gambar 2. Perkembangan produksi marikultur di Indonesia Tahun 2002-2004 ............. 3
Gambar 3. Statistik produksi tepung ikan Dunia tahun 1976-2006 ................................ 4
Gambar 4. Matriks IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) ................................ 5
Gambar 5. Kegiatan IMTA di Laut Mediteranian integrasi salmon dan remis ............... 7
Gambar 6. Aplikasi sistem IMTA di Indonesia melalui ekosistem lokal ........................ 9
Gambar 7. Aplikasi strategi IMTA di Indonesia ............................................................ 10
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Estimasi kebutuhan ikan dunia per kapita pada tahun 2020 ............................ 1
Tabel 2. Nilai regulasi perubahan iklim pada jenis budidaya berbeda ............................ 6
vii
RINGKASAN
Perkembangan ekonomi dunia mengalami perubahan menjadi daerah Timur
yang dimulai dengan pertumbuhan ekonomi China yang pesat. Perubahan ekonomi
secara serta merta merubah arus informasi dan budaya dari Timur ke Barat. Budaya
warga China yang terbiasa dengan konsumsi ikan mengakibatkan permintaan akan
ikan terus meningkat pesat. Permintaan ikan selama ini dicukupi melalui
penangkapan ikan, namun semakin tahun lambat laun mengalami penurunan atau
“over fishing” sehingga sektor budidaya dipacu guna mengatasi permintaan akan
ikan. Pertumbuhan sektor budidaya laut semakin hari semakin pesat sehingga
produksinya meningkat, peningkatan produksi secara tidak langsung menyebabkan
pengeluaran limbah di Laut semakin tidak teratasi.
Budidaya dengan pendekatan ekosistem merupakan salah satu solusi dalam
menerapkan budidaya berkelanjutan dan ramah lingkungan. Budidaya semacam ini
secara tidak langsung pernah dilakukan misalnya sistem budidaya rumput laut,
bandeng dan udang galah di Tambak maupun sistem lain yang terintegrasi. IMTA
(Integrated Multi Trophic Aquaculture) merupakan sistem budidaya dengan
pendekatan ekosistem, sistem ini memiliki perbedaan dengan polikultur karena
pemanfaatan organisme bertindak sesuai dengan fungsinya dalam ekosistem. IMTA
merupakan budidaya dengan pendekatan ekosistem yang dapat diterapkan baik pada
perikanan air tawar maupun air laut.
Perkembangan IMTA telah banyak dilaksanakan baik dengan dua atau lebih
jenis organisme. Organisme yang dibudidayakan dalam IMTA pada dasarnya terdiri
dari karnifora, detritifor, filter feeder dan penyerap limbah inorganik. IMTA dapat
diterapkan hampir diseluruh belahan dunia baik di Tropis maupun Subtropis. IMTA
memiliki keunggulan yaitu meningkatkan nilai ekonomi, mereduksi limbah hasil
budidaya dan menjaga keamanan pangan melalui diversifikasi produk.
Penerapan IMTA di Indonesia berbasis pada ekosistem lokal dengan
penerapan spesies lokal. Organisme karnivora seperti kerapu, kakap dan baronang
telah dibudidayakan, pakan yang diberikan sebagian besar menjadi limbah. Limbah
dimanfaatkan dalam bentuk padatan oleh hewan detritus seperti abalone, teripang dan
bulu babi. Sisa limbah dalam bentuk partikel dimanfaatkan oleh fileter feeder seperti
kerang hijau dan kerang darah. Sedangkan sisa limbah inorganic dimanfaatkan oleh
rumput laut sebagai nutrien, sehingga mampu mereduksi limbah yang ada.
Pelaksanaan IMTA di Indonesia harus dilaksanakan oleh berbagai pihak karena
peluangnya sehingga mampu menciptkan perikanan budidaya yang ramah lingkungan
dan berkelanjutan.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan China sebagai sentra baru perekonomian dunia memberikan
sebuah dampak bagi perekonomian Dunia. Peningkatan ekonomi suatu Negara atau
sebagai kekuatan baru ekonomi menyebabkan berpindahnya arus informasi dan
budaya. Pada decade tahun 1990 an Amerika serikat dan sekutunya sebagai Negara
penguasa memberikan dampak budaya dari barat ke bagian timur, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya makanan cepat saji yang berasal dari peternakan karena kultur
ataupun budaya mereka yang lebih menyukai hewan teresterial ketimbang ikan.
Keadaan saat ini China sebagai kekuatan baru perekonomian dunia memberikan
dampak pada arus informasi dan hal ini berdampak pula pada pertukaran budaya
terutama kultur mereka yang terbiasa mengonsumsi ikan, hal ini dapat terlihat pada
tabel 1 dimana terjadi peningkatan dan estimasi kebutuhan ikan dunia. Menurut
Davy dan De Silve (2010) bahwa peningkatan kebutuhan ikan dunia per kapita
mengalami peningkatan mencapai 17,2% dan kebutuhan ikan pada tahun 2020
mencapai 123.519.591 ton.
Tabel 1. Estimasi kebutuhan ikan dunia per kapita pada tahun 2020 (Davy dan De
Silve.2010)
Pemenuhan kebutuhan perikanan secara umum berasal dari penangkapan dan
budidaya perikanan. Penangkapan sebagai salah satu sektor penting dari komoditas
perikanan memberikan sumbangsih yang tidak sedikit namun berdasarkan, Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia menyatakan sekitar 75% dari perikanan Laut dunia telah
mengalami eksploitasi penuh dan sisanya 25% berada pada posisi tangkap kurang
atau dengan kata lain kondisi perikanan tangkap mengalami eksploitasi yang
berlebihan yang lebih dikenal dengan “overfishing” (FAO. 2002). Namun di
Indonesia aktivitas penangkapan cenderung mengalami peningkatan, menurut data
Kementrian Kelautan dan Perikanan menyatakan terjadinya peningkatan jumlah unit
penangkapan sebesar 7,98% dari 1.164.508 menjadi 1.265.440 unit pada tahun 2006-
2008 ( KKP,2009).
Terjadinya eksploitasi yang berlebihan dari sumberdaya perikanan merupakan
dampak dari permintaan ikan yang tinggi pada tabel 1. Indonesia sebagai Negara
pengekspor ikan peringkat 14 dunia, sejak tahun 2003 hingga 2007 terus menerus
2
mengalami peningkatan sebesar 7,41% per tahun atau secara tidak langsung
eksploitasi sumberdaya perikanan sebesar angka tersebut (KKP,2009). Pemenuhan
akan ikan didukung oleh penargetan konsumsi ikan per kapita Indonesia pada 2014
mencapai 33,9 kg, dengan asumsi laju penduduk sebesar 6 % per lima tahun maka
dapat diprediksikan peningkatan kebutuhan ikan domestik meningkat dari 6,9 juta ton
pada 2009 menjadi 8,3 juta ton pada 2014 (Poernomo, 2009).
Gambar 1. Produksi perikanan Indonesia tahun 1977-2008 (Poernomo, 2009)
Berdasarkan pada gambar 1 diatas menyajikan bahwa selama ini sektor
perikanan tangkap merupakan sektor perikanan yang mampu memenuhi permintaan
pasar, namun perikanan tangkap terus mencapai fase stagnan karena ekspoitasi yang
berlebihan. Oleh karena itu perikanan budidaya sebagai salah satu sektor yang
mendukung dalam pemenuhan protein ikan dan berupaya pada peningkatan
produktivitas. Gambar 1 menyajikan sebuah kontsibusi perikanan pada beberapa
tahun terakhir sehingga sektor budidaya perlu dikembangkan dengan konsep yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Budidaya Perikanan sebagai bagian dari sektor perikanan dan merupakan
salah satu solusi dalam mengatasi permintaan perikanan yang terus menerus
mengalami peningkatan. Budidaya Laut di Indonesia telah lama dan banyak dikenal
salah satunya dengan pemanfaatan keramba jaring apung dan keramba jaring tancap,
namun pemanfaatan kedua jenis budidaya ini sebagian besar masih diperairan karang
atau pesisir sehingga secara tidak langsung dari marikultur merusak daerah karang
dan pencemaran di Laut yang mengakibatkan kerusakan habitat ataupun ekosistem
laut. Kerusakan ini terjadi akibat dari limbah yang tidak termanfaatkan sehingga
menyebabkan racun pada organisme di sekitar budidaya, sebagai akibat dari
monokultur budidaya laut. Oleh karena itu, melalui IMTA diharapkan mampu
mereduksu limbah yang dihasilkan dari budidaya laut.
3
Gambar 2. Perkembangan produksi marikultur di Indonesia tahun 2002-2004 (BPS,
2009)
Berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (2009) menyajikan sebuah
kesimpulan terjadinya peningkatan produksi akuakultur terutama dalam budidaya laut
selama 6 tahun terakhir mencapai 8 kali dari produksi tahun 2002 mencapai 234.900
ton menjadi 1.966.000 ton tahun 2008. Peningkatan jumlah produksi tidak semata
meningkatkan jumlah wilayah budidaya dan peningkatan ekonomi, namun juga
peningkatan dari limbah. Peningkatan limbah dapat dilihat dari jumlah pakan yang
diberikan dengan asumsi bahwa konversi pakan ikan adalah 1,5 dan jumlah protein
pakan adalah 30% maka jumlah limbah yang dikeluarkan pada tiap proses dalam N
feses sebayak 15728 ton dan N dalam bentuk metabolisme sebesar 22019,2 ton atau
total N sebesar 37747.2 ton (Crab et al. 2007). Oleh karena itu sebanyak 37747.2 ton
limbah N dibuang ke perairan setiap tahun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi dan bila terjadi pada ekosistem danau dapat menyebabkan up welling.
Marikultur atau budidaya laut dan budidaya ikan lainnya memerukan pakan.
Pakan ikan dibuat dengan bahan baku yaitu tepung ikan karena ikan hanya mampu
mengkonversi dari protein ikan menjadi protein bagi ikan kultur. Tepung ikan selama
ini berasal dari ikan hasil tangkapan, namun semakin berjalanya waktu mengalami
kecendrungan menurun seperti yang terlihat pada gambar 3. Penurunan kuantitas
tepung ikan dapat memberikan dampak buruk pada industri budidaya oleh karena itu
pemanfaatan dan efesiensi pakan merupakan solusi terbaik untuk mencegah
terjadinya eksploitasi ikan yang berlebihan dan perikanan yang berkelanjutan.
4
Gambar 3. Statistik produksi tepung ikan dunia tahun 1976-2006 (FAO, 2010)
Implementasi perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat
dilaksanakan, sekaligus menjawab tantangan pemenuhan akan kebutuhan hasil
perikanan yang meningkat. IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) untuk
mengoptimalkan hasil perikanan melalui pemanfaatan sistem budidaya dengan
pendekatan alamiah ekosistem laut sehingga mengopimalkan reduksi limbah,
efesiensi pakan dan diversifikasi produk. IMTA adalah salah satu bentuk dari
budidaya laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme
trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi
terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (White, 2007
dalam Jianguang et al, 2009). IMTA diterapkan sebagai solusi terhadap mitigasi
limbah yang dikeluarkan dalam marikultur dan peningkatan efesiensi dari pakan
sehingga tidak mencemari lingkungan.
Tujuan
Tujuan dari Progam Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) adalah
memberikan gagasan terhadap perkembangan IMTA (Integrated Multi Trophic
Aquaculture) untuk pembangunan budidaya Laut yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan dengan pemanfaatan ekosistem lokal di Indonesia.
Manfaat
Manfaat dari yang ingin dicapai dalam gagasan adalah sebagai perencanaan
pembangunan perikanan Laut berbasis budidaya yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan dengan pendekatan ekosistem lokal melalui IMTA (Integrated Multi
Trophic Aquaculture).
5
POTENSI PENGEMBANGAN IMTA (INTEGRATED MULTI TROPIHC
AQUACULTURE)
Perkembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture)
IMTA adalah salah satu bentuk dari budidaya Laut dengan memanfaatkan
penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme trofik rendah (seperti kerang dan
rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi terhadap limbah dari organisme
tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (White, 2007 dalam Jianguang et al, 2009). IMTA
berbeda dengan polikultur karena polikultur adalah membudidayakan lebih dari satu
spesies tanpa memperhatikan kegunaan spesies dalam ekosistem, sedangkan IMTA
menitikberatkan pada kemampuan spesies dalam menjaga keseimbangan ekosistem
sehingga setiap spesies tertentu memiliki fungsi yang berbeda misalnya sebagai
karnivore, herbivore, detritus dan filter feeder (penyerap partikel) sehingga
keseimbangan ekosistem mampu terjaga dengan baik. IMTA dapat digunakan hampir
seluruh wadah budidaya baik laut maupun darat karena konsep keseimbangan
ekosistem yang diterapkan.
Gambar 4. Matriks IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) (Theirry Chopin,
2009 dalam Jinguang et al, 2009)
IMTA adalah sebuah solusi ramah lingkungan dan keberlanjutan dari
akuakultur atau budidaya perikanan. Matriks IMTA pada gambar 4 diatas
menjelaskan tentang sistem IMTA yang berasal dari pakan ikan. Pakan ikan yang
diberikan dalam wadah tidak semuanya mampu dikonversi menjadi daging dan
sisanya menjadi amoniak dan CO2 dari insang sebagai hasil metabolisme dan feses
dari hasil sisa penyerapan oleh tubuh. Sisa feses atau limbah sisa pakan dapat
dimanfaatkan oleh hewan pemakan sisa atau detritus seperti teripang, abalone, lobster
dan bulu babi. Limbah dalam bentuk suspense atau small POM dimanfaatkan oleh
hewan filter feeder seperti kerang-kerangan. Limbah dalam bentuk inorganik atau
dalam bentuk larutan yang tidak dimanfaatkan oleh hewan dijadikan nutrisi bagi
rumput laut untuk tumbuh dan berkembang. Secara tidak langsung terjadinya
tranformasi dari suatu senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan menjadi senyawa yang
termanfaatkan bagi organisme lain.
6
Keunggulan sistem IMTA dapat diketahui berdasarkan ekonomi, lingkungan
dan keamanan pangan bagi organisme budidaya dan manusia. Pemanfaatan IMTA di
China memberikan keuntungan ekonomi yang diaplikasikan di provinsi Qingdao
selama 2 tahun menghasilkan 900 kg dengan hasil sebesar 70.000 yuan/ 1600 m2 atau
10.000 US dolar/ 1600 m2 sehingga budidaya dengan IMTA sangat menguntungkan
karena diversifikasi produknya sangat banyak dan bernilai ekonomis tinggi (Jinguang
et al, 2009). Keuntungan ekonomi dari IMTA di kanada memiliki keuntungan yang
jauh lebih untung dibandingkan dengan sistem monokultur pada ikan salmon (Ridler
et al, 2007). Dampak IMTA di China terhadap lingkungan dapat dilihat pada tabel 2
dibawah dan IMTA secara tidak langsung mengurangi perubahan iklim global dengan
mereduksi 1,37 juta MT karbon dan 96.000 MT Nitrogen pada budidaya rumput laut
dan kerang pada tahun 2006 (Jinguang et al, 2009). Keamanan pangan secara global
mampu terpenuhi 15 juta MT hasil laut terhadap manusia (Jinguang et al, 2009) dan
penerapan IMTA dapat mereduksi kemungkinan penyebaran penyakit dan
penularannya baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus dengan budidaya
kerang (Mytilus edelis) terhadap ikan salmon di Subtropis (Pietrack et al, 2009).
Tabel 2. Nilai regulasi perubahan iklim pada jenis budidaya berbeda (Jinguang et al,
2009)
IMTA telah ditetapkan diberbagai Negara salah satunya di Kanada. IMTA di
Kanada memanfaatkan remis, salmon dan rumput laut. Pemanfaatan Limbah dari sisa
pakan salmon maupun dari feses dapat diserap oleh remis dalam bentuk suspensi atau
small POM dan remis akan mengalami metabolisme dalam bentuk amoniak dan
penambahan amoniak dapat berasal dari ikan sebagai hasil metabolisme. Sedangkan
limbah inorganik dalam bentuk amoniak akan dimanfaatkan oleh rumput laut sebagai
nutrien dalam fotosintesis sehingga rumput laut mampu tumbuh dan berkembang (
Jinguang et al. 2009).
7
IMTA di Laut Mediteranian digunakan sebagai salah satu solusi untuk
mengatasi oligotrofik yang terjadi pada ekosistem di Laut Mediteranian, Olbia dan
Sardinia, Israel. IMTA yang dilakukan adalah integrasi budidaya antara ikan
salmonid dengan remis. Sistem ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan sistem
yang ada di Kanada, namun meningkatkan keseburan dari oligotrofik karena tidak
adanya organisme yang mampu memanfaatkan limbah inorganik. IMTA di Laut
mediteranian cukup baik hasilnya karena mampu menghasilkan ikan dan remis yang
dimana hasil suspensi ataupun limbah dapat dimanfaatkan oleh organisme lain,
namun kekurangan sistem ini tidak ada yang memanfaatkan limbah inorganik karena
tujuannya adalah dengan meningkatkan oligotrofik namun tidak mencapai blooming
dari plankton. IMTA Laut Mediteranian di Israel dapat terlihat pada gambar 5.
Gambar 5. Kegiatan IMTA di Laut Mediteranea integrasi salmon dan remis (Angel
dan Freeman, 2009).
Perkembangan IMTA yang berasal dari negeri sub tropis yang cenderung
dengan iklim dingin diawali dari Skotlandia dengan budidaya salmon dalam keramba
jaring lingkar atau hydrodinamik yang diintegrasikan dengan bulu babi dan kelp.
Sistem ini diperkenalkan Coppin (2009) dalam Jinguang et al (2009)dengan sistem
yang lebih kompleks dan ramah lingkungan. Sistem ini merupakan sebuah integrasi
antara ikan sebagai karnivor dalam suatu ekosistem seperti ikan salmon dan hasilnya
yang berupa sisa metabolisme dan sisa pakan akan dimanfaatkan oleh bulu babi
(Diadema sp) sebabagai invertebrata detritus dalam ekosistem laut dan pemanfaatan
kelp adalah sebagai organisme yang memanfaatkan bahan inorganik sebagai hasil
buangan dari budidaya ikan. Sistem IMTA salmon, bulu babi dan kelp ini
memerlukan waktu yang lama dalam mereduksi limbah karena ketiadaan organisme
biofilter yang mampu memanfaatkan limbah tersuspensi sehingga budidaya dengan
pendekatan ekosistem alami akan tercapai.
IMTA didaerah subtropik mengalami perkembangan tidak hanya di utara,
namun juga bagian selatan yaitu Selandia Baru yang memiliki sistem lebih kompleks.
Sistem IMTA yang diterapakan adalah sistem IMTA Theiry Coppin yang
memanfaatkan pendekatan budidaya dengan ekosistem sehingga mampu menjaga
keseimbangan alam. Intergrasi antara trofik level tinggi dalam hal ini ikan salmon
sebagai karnifora yang diberi pakan, pakan yang diberikan hanya 35 % yang
8
terretensi menjadi daging sisanya akan terbuang sebagai sisa matbolisme oleh insang
dalam bentuk karbondioksida dan urigenital dalam bentuk urin atau amoniak serta
sisa pakan yang tidak termanfaatkan. Hasil dari metabolisme yang berbentuk larutan
akan dimanfaatkan kembali oleh rumput laut, sehingga terjadi siklus pergantian
limbah serta sisa feses dan pakan dimanfaatkan oleh detritus seperti teripang,
sedangkan sisanya berbentuk suspense dimanfaatkan oleh kerang sehingga dalam
suatu kawasan marikultur yang ramah lingkungan dan berbasis ekosistem (Philip
Heath, 2009 dalam Jinguang et al. 2009).
Potensi Pengembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) di
Indonesia
Potensi dalam pengembangan IMTA di Indonesia dapat diterapkan melalui
sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ataupun Keramba Jaring Tancap (KJT) yang
telah banyak diterapkan di Indonesia. Sistem ini dapat dimodifikasi dengan
melakukan pendayagunaan berbagai organisme dalam suatu ekosistem, ekosistem
yang digunakan merupakan ekosistem alamiah ataupun habitat asli dari organisme
tersebut. IMTA di Indonesia sangat tepat dilaksanakan pada daerah pesisir atau
karang karena daerah tersebut merupakan wilayah budidaya yang sangat sesuai
dengan teknologi budidaya KJA dan KJT. Organisme yang dapat dimanfaatkanpun
sangat beragam tergantung wilayah dari kepulauan tersebut misalnya untuk daerah
karang terdapat kerapu, kakap merah dan ikan Napoleon, sebagai organisme
karnivora atau tingkat trofik level tinggi. Setiap aktivitas perikanan memberikan
limbah, oleh karena itu limbah dapat dimanfaatkan orgnisme lain disekitar ataupun
yang secara alamiah terdapat pada daerah tersebut seperti bulu babi, teripang dan
abalone. Kemudian dilakukan pula pemanfaatan dari jenis kerang sebagai trofik level
tingkat rendah pemakan atau filter feeder, kerang yang dimanfaatkan tidak hanya
kerang yang dapat dikonsumsi melainkan kerang mutiara yang memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Sedangkan limbah dalam bentuk inorganik dapat dimanfaatkan
dalam bentuk nutrisi oleh rumput Laut dengan metode longine ataupun metode rakit
yang sesuai dengan karakteristik.
Keadaan umum Indonesia hampir seluruh budidaya baik laut dan tawar secara
intensive merupakan monokultur sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perubahan ekosistem alamiah menjadi tercemar, sehingga diharapkan dengan adanya
pendekatan berbasis ekosistem melalui IMTA dapat mereduksi limbah yang
diproduksi. IMTA berbasis budidaya laut di Indonesia telah berkembang namun
hanya dapat ditemukan secara parsial misalnya masyarakat Cirebon dan Indramayu
yang memiliki tambak hanya membudidayakan ikan bandeng dengan rumput laut
ataupun ditambah dengan udang galah sebagai pemakan sisa hasil pencernaan seperti
feses dan pakan, sedangkan rumput laut selain sebagai sumber oksigen bagi ikan pada
siang hari dan mampu memanfaarkan limbah inorganik sebagai nutrient bagi
budidaya rumput laut. IMTA yang lebih kompleks dilaksanakan di Bali terutama
pada bagian teluk yang memiliki arus yang tenang dan sesuai untuk budiddaya KJA.
9
Sistem IMTA yang diterapkan di Bali menggunkan ikan, rumput laut, oyster pada
budidaya KJA dan memberikan hasil yang baik serta optimalisasi dalam pemanfaatan
pakan (SeaPlant nett. 2009). Secara tidak langsung pendekatan berdasarkan kepada
ekosistem telah dilaksanakan dalam berbagai kegiatan budidaya.
Penerapan IMTA di Indonesia yang dilaksanakan pada daerah budidaya laut
yang memanfaatkan KJA dan KJT sebagai wadah budidaya bagi organisme kultur.
Organisme kultur berasal Ekosistem lokal yang terdapat dalam suatu daerah dapat
dilaksankan sebagai penyusun dalam sistem IMTA, karena ekosistem lokal memilki
adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan organisme introduksi dari luar.
Ekosistem lokal perlu dijaga guna menjaga keseimbangan alam, introduksi dari luar
akan memberikan pengaruh buruk terhadap kerusakan ekosistem seperti penyebaran
penyakit dan pada dasarnya organisme dalam ekosistem laut Indonesia memiliki
kemampuan beradaptasi yang baik pada daerahnya. Penerapan IMTA pada gagasan
ini dilaksanakan pada perairan karang ataupun Teluk yang memiliki arus yang
relative tenang. Organisme yang berasal dari ekosistem lokal yang dimanfaatkan
adalah ikan kerapu, kakap dan baronang, karena ketiga ikan ini memiliki nilai
ekonomis yang tinggai serta pembenihan dari ikan karang ini telah diketahui sehingga
pasokan benih sebagai unsur budidaya telah terpenuhi. Organime dalam ekosistem
lokal yang bertindak sebagai detritifor adalah bulu babi, teripang dan abalone yang
mampu memanfaatkan sisa pakan dan feses pada budidaya KJA dan KJT, karena
secara alami ketiga jenis organisme tersebut terdapat di Indonesia terutama abalone
yang telah berhasil dibudidayakan di Balai Budidaya Laut, Lombok. Kerang hijau
dan kerang darah telah mampu dibudidayakan secara baik hampir diseluruh perairan
di Indonesia sehingga dalam pemanfaatanya tidak megalami kesulitan terutama
terkait pembenihan, kemampuan kerang sebagai filter feeder dapat memanfaatkan
partikel tersuspensi. Tumbuhan laut seperti rumput laut yang mudah dibudidayakan
di Indonesia seperti Euchema sp dan Gracilaria sp memiliki nilai ekonomis yang
tinggi dan dapat berguna sebagai penyerap inorganik atau limbah dalam bentuk
larutan dalam sistem budidaya sehingga dapat termanfaatkan. Sistem IMTA yang
diterapkan di Indonesia dapat terlihat pada gambar 6 dibawah.
`Gambar 6. Aplikasi Sistem IMTA di Indonesia melalui Ekosistem Lokal
10
Keramba Jaring Apung pada sistem ini membudidayakan spesies ikan karang
karnifora seperti kerapu, kakap dan baronang. Spesies ikan kerapu bebek dan kerapu
macan secara alami berada pada perairan karang memiliki harga jual yang tinggi dan
ikan kerapu memiliki pertumbuhan yang lambat, oleh karena itu dalam
membudidayakan biasanya dilakukan beberapa kali pendederan, namun melalui
IMTA sistem kerapu monokultur dapat diatasi dengan hasil dari rumput laut dan
kerang yang memiliki pertumbuhan cepat. Nutrien dalam bentuk feses dan sisa pakan
akan diberikan dalam bentuk padatan kemudian akan secara langsung oleh teripang
atau bulu babi maupun secara tidak langsung melalui penumbuhan rumput laut dan
benthos kemdian dimanfaatkan oleh abalone dan teripang. Sedangkan sisa hasil
berupa suspense dan fitoplankton dimanfaatkan oleh kerang-kerangan sehingga
seluruh limbah dapat dimanfaatkan.
Jenis orgnisme dalam ekosistem lokal Indonesia untuk invertebrta detritifor
sangat banyak yaitu jenis teripang pandan (Thelonota ananas), putih (Holothuria
scabra) dan koro (Microtlele nobelis) yang banyak ditemui pada perairan pulau
Banyak, Nanggroe Aceh Darussalam yang telah mampu dibudidayakan hampir
diseluruh wilayah Indonesia dan memiliki harga yang tinggi dipasaran dunia (BRR,
2007). Jenis abalone yang bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah jenis abalone
(Haliotis asinina) yang dibudidayakan di Balai Budidaya Laut di Lombok dan jenis
bulu babi landak banyak ditemukan diperairan secara alamiah sehingga dapat
dimanfaatkan secara langsung pada ekosistem budidaya IMTA. Jenis rumput laut
yang digunakan adalah Euchema sp dan Gracilaria sp yang secara alamiah ada di
perairan Indonesia dan telah dibudidayakan oleh masyarakat baik dalam bentuk
longline maupun rakit (BRR, 2007).
Strategi Aplikasi Implementasi IMTA di Indonesia
Gambar 7. Aplikasi Strategi IMTA di Indonesia
11
Gambar 7 menyajikan aplikasi startegi dalam penerapan IMTA di Indonesia.
IMTA di Indonesia dapat dikembangkan dalam bentuk industri perikanan budidaya
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Oleh karena itu diperlukan Industri hulu
yang baik yaitu industri pakan, pembenihan dan obat, ketiganya merupakan bagian
dari sistem akuakultur tetapi terdapat perbedaan dari industri akuakultur biasa yaitu
pada pakan dimana dalam industri IMTA seluruh kegiatannya dapat mengefesienkan
pakan sehingga pakan tidak terbuang percuma. Industri IMTA tidak hanya efesien
dalam pakan, namun juga dalam pembuangan limbah dimana keseluruhan limbah
diolah menjadi bentuk baru organisme dengan harga jual yang tinggi.
Bagian tulang punggung merupakan kerja sama antara berbagai komponen
dalam mendukung IMTA diantaranya adalah Lembaga permodalan sebagai salah satu
lembaga penting dalam mendukung kegiatan usaha atau industri IMTA meliputi
Bank, Koperasi dan BUMN. Lembaga permodalan akan lebih mudah dalam
memberikan pinjaman atau dana usaha karena keterjaminan kontinuitas produksi dari
IMTA dan perusahaan swasta dapat pula memberikan CSR (Corporate Social
Responsibility) pada masyarkat di daerah pesisir, karena selain progam
pemberdayaan masyarkat pesisir sekaligus menerapkan budidaya perikanan ramah
lingkungan. Berikutnya Lembaga Penelitian dan Pengembangan dalam melaksanakan
progam ini perlu dilakukannya integrasi antara pemerintah dalam hal ini KKP
(Kementrian Kelautan dan Perikanan) Indonesia melalui BRKP (Balai Riset Kelautan
dan Perikanan), Balai Budidaya lainnya yang menyokong gerakan IMTA, LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan Perguruan Tinggi sehingga keseluruh
elemen dalam riset dan pengembangan mampu mengembangkan inovasi baru pada
masyarakat dan teknologi baru yang sesuai. Lembaga Hukum dan Pengamanan
seperti TNI dan POLRI diperlukan dalam menjaga keamanan dalam sistem IMTA
terkait pengamanan eksternal karena sistem IMTA berbasis laut maka TNI AL
beserta Polisi Laut harus menjaga keamanan dan ketertiban terkait dengan konflik
antar kepentingan dan penjarahan hasil budidaya baik oleh penjarah dalam dan luar
negeri.
Lembaga Perdagangan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga
keutuhan IMTA karena IMTA memerlukan penjaminan pasar yang didapatkan oleh
lembaga perdagangan. Lembaga Perdagangan yang terkait dengan IMTA adalah
KADIN (Kantor Dagang Indonesia), aparat beacukai dan perpajakan dan para
perusahaan eksportir hasil laut. Ketiga komponen tersebut harus berjalan secara
sinergis dengan melakukan koordinasi dibawah KADIN sehingga perdagangan terjadi
secara tertib. Perizinan dan pajak dari hasil IMTA diatur oleh beacukai dan penjualan
dilakukan oleh para eksportir atau perusahaan dengan pengawasan KADIN.
Lembaga Pengawas, Pendamping dan Pelatihan dapat diberikan oleh
pemerintah secara langsung kepada masyarakat misalnya melalui Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan pemberian penyuluh perikanan yang
disebarkan ke wilayah IMTA untuk melakukan pendampingan dan pelatihan.
Pelaksanaan tersebut harus diawasi oleh KKP melalui Direktorat Jenderal Budidaya
Perikanan dengan melakukan pengawasan mutu produk, pengawasan biosecurity dan
12
lainnya. Setelah seluruh lembaga pendukung bekerja sama maka industri di hilir akan
dilakukan melalui pengolahan untuk menjadi bentuk dengan kualitas yang baik
sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan industri perdagangan memiliki
peran penting baik dalam bentuk penjaminan usaha dan keamanan sehingga banyak
usaha perdagangan dalam memasarkan produk IMTA. Seluruh elemen yang terkait
dapat bekerja dengan baik dengan adanya peraturan atau kebijakan pemerintah pusat
dan daerah sehingga kelegalan dalam menjaga sistem IMTA ini mampu mendorong
terbentuknya budidaya perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
KESIMPULAN
Sistem IMTA dapat diimplementasikan di Indonesia melalui pemanfaatan
ekosistem lokal yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapu, teripang,
abalone, bulu babi, kerang dan rumput laut melalui kerja sama berbagai elemen baik
pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga terbentuk budidaya perikanan yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Angel and Freeman. 2009. Prospect fo IMTA in an oligotrophic ecosystem: the
Mediteranian experience. Haifa University, Haifa, Israel.
Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi(BRR).2007. Laporan Akhir Penyusunan
Budidaya Laut di Pulau Banyak dan Simeleu. Jakarta: PT. Awamura Internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik Produksi Marikultur Indonesia 2002-
2008. Jakarta: BPS.
Craber et al. 2007. Nitrogen removal technique in aquaculture for a sustainable
production. Aquculture 270(1-4): 1-14.
Davy.F.B dan De Silve. S. 2010. Succes Story Aquaculture In Asia. Springer, New
York. FAO, 2002. The state of the world fisheries and aquaculture 2002. FAO,
Rome: FAO, 150 pp. Jinguang et al. 2009. Development IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) in
Sungo Bay, China. Yellow Sea Fisheries Research Institute, Qingdao,
China.
13
KKP. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Jakarta: Kementrian
Kelautan dan Perikanan Nasional, Pusat Data, Statistik dan Informasi.
Pietrack et al. 2009. Potential disease risks and benefits on a cold water IMTA farm.
Aquaculture Research Institute, University of Maine.
Purnomo A H. 2009. Pangan dari ikan: kondisi sekarang dan prediksi ke depan.
Seminar Hari Pangan Sedunia, Jakarta.
.
SeaPlant nett. 2009. Coral Triangle Aquaculture : 3 Opportunity Market in China.
Bali: Yayasan South East Asia SeaPlant Network.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Tim
Ketua Tim
1. Nama/NIM : Rico Wisnu Wibisono/ C14070036
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Februari 1990
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Hobi : Silat dan Membaca
Institusi : Institut Pertanian Bogor
Alamat Asal : Jl.Wadasari III, Kec. Pondok Betung, Tangerang
Alamat Bogor : Wisma Nusantara, Badoneng, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor
Telp. : 02519102658
Riwayat Pendidikan
TK Nurini 1995-1996
SDI Al-Amjad 1996-2002
SLTPN 12 Jakarta 2002-2004
SMAN 46 Jakarta 2004-2007
S1 Budidaya Perairan, IPB 2007 – sekarang
Pengalaman Organisasi
Rohis SLTPN 12 2002-2004
Wakil Ketua Merpati Putih SMAN 46 2004-2007
Jakarta Community 2007-2008
Ketua Merpati Putih IPB 2009-2010
Divisi Olahraga dan Seni BEM FPIK 2009-2011
Prestasi
1.Juara I Kejuaraan Pencak Silat Se-Kabupaten Bogor 2008
2. Juara III Kejuaraan Daerah Pencak Silat se-Jawa barat (Sukabumi Open) 2008
3. Juara I Kejuaraan Pencak Silat Antar Perguruan Se-Kota Bogor 2009
4. Juara I Kejuaraan Pekan Mahasiswa Daerah Jawa Barat 2008
5. Juara III Kejuaraan Pencak Silat Antar Perguruan Tinggi Se-Indonesia 2010
6. Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Bali 2010
7 Finalis Pekan Olahraga Mahasiswa Nasioanl di Palembang 2010
8. Presentator Aceh Development International Conference 2010 dan 2011 di
Universitas Kebangsaan Malaysia
9. Presentator Marine Environment International Conference in University of
Lisbon, Portugal.
Ketua Kelompok
RicoWisnu Wibisono
C14070036
15
Anggota Tim
1. Nama Lengkap/ NIM : Vikiet Ardhitio / C14100034
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Februari 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jabatan dalam PKM : Anggota
Agama : Islam
Hobi : -
Institusi : Institut Pertanian Bogor
Alamat Asal : Jl. Raya Cisolok Rt 03/03 Pelabuhan Ratu Sukabumi
Alamat Sekarang : Asrama putra TPB IPB gedung C1 kamar 94
Riwayat pendidikan :
SDN 2 Ciawi 1998 – 2004
SMPN 1 Cisolok 2004 – 2007
SMAN 1 Cisolok 2007 – 2010
S1 Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor 2010 - sekarang
Pengalaman Organisasi :
Pramuka 2004-2007
OSIS 2007-2010
MPK 2004-2007
IPS (IPB Political School) 2010-2011
BEM KM IPB 2010-2011
Anggota Kelompok
Vikiet Ardhitio
C14100034
2. Nama : Titi Nur Chayati
NRP : C14080025
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Agustus 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Asal :Jln.Jatipadang Utara RT 12/02 No. 10, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan 12540
Alamat Bogor : Fechouse, Babakan raya IV, Kec. Dramaga,
Kab. Bogor
Telp. : 085691004880
16
Riwayat Pendidikan :
SDN Jatipadang 06 1996-2002
SLTPN 2 Depok 2002-2005
SMAN 60 Jakarta 2005-2008
S1 Matematika, IPB 2008 – sekarang
Pengalaman Organisasi
1. Ketua PMR SMPN 2 Depok 2004-2005
2. Bendahara Umum SMAN 2 Depok 2006-2007
3. Kadiv. IPA Karya Ilmiah Remaja 2005-2006
Anggota Kelompok
Titi Nur Chayati `
C14080025
17
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping
Nama lengkap dan gelar : Dr.Ir. Tatag Budiardi, Msi
Tempat dan tanggal lahir : Nganjuk, 02 November 1963
NIP : 19631002 199702 1 001
Jabatan/golongan : Penata Muda, III/a
Unit kerja : Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Alamat kantor : Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, Jl. Agatis Kampus IPB, Darmaga, Bogor
(16680). Telp. 0251-8628755
Alamat rumah : Jl. Soka VI/10 Perumahan Taman Cimanggu
Bogor. Telp 0251-8344910/ 08129863163
Pendidikan : Doktor (Ilmu Perairan) -IPB ( 2008 )
Magister Sains (Ilmu Perairan) -IPB (1998 )
Sarjana ( Budidaya Perairan) –IPB (1987)
Dosen Pendamping
Dr.Ir. Tatag Budiardi, Msi
19631002 199702 1 001