Pengelolaan Tanah Lahan Basah

7
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2015 Vol. 20 (3): 201 207 ISSN 0853-4217 http://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI  EISSN 2443-3462 DOI: 10.18343/jipi.20.3.201 Pengelolaan Lahan Basah Terpadu di Desa Mulia Sari  Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin (The Integrated Lowland Management in Mulia Sari, T anjung Lago Subdistrict, Banyuasin Regency) Ombun Rahmi 1 *, Robiyanto Hendro Susanto 2 , Ari Siswanto 2 (Diterima Juli 2015/Disetujui September 2015) ABSTRAK Lahan basah merupakan kawasan berkarakter sensitif terhadap perubahan. Pengelolaan tepat dan terpadu menjadi acuan penting setiap pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan lahan basah terpadu di Desa Mulia Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Populasi penelitian adalah petani di Desa Mulia Sari. Pengambilan sampel dilakukan secara acak ( random sampling  ) yang terdiri atas 21 orang responden. Data primer berupa karakteristik petani sebagai pengguna lahan basah dan kondisi sistem usahatani didapat melalui observasi dan wawancara terarah dengan metode kuesioner. Pendekatan kualitatif dipakai dalam teknik analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik petani sangat menentukan dalam pengelolaan lahan basah terpadu. 80  penduduk Desa Mulia Sari berprofesi sebagai petani dengan rata-rata usia petani antara 25  65 tahun. Pekerjaan bertani 75  digeluti laki-laki, hanya 4,7  perempuan yang menggeluti profesi petani. Tingkat pendidikan petani relatif rendah. Hampir 50  petani belum memenuhi wajib belajar sembilan tahun. 33  petani berpendidikan SD dan 47,61  berpendidikan setaraf SMP. Luas garapan petani berkisar 0,5  4 ha dan lebih dari 30  petani menyewa lahan. Usahatani di lahan basah harus memerhatikan sistem pengelolaan air dan lahan. Pengelolaan air dan lahan menjadi syarat utama dalam pengelolaan basah terpadu. Rata-rata petani telah memahami pentingnya mengupayakan pengelolaan basah terpadu untuk keberlanjutan usahatani di lahan basah. Pengelolaan lahan basah terpadu di Desa Mulia Sari dengan konsep usahatani berkelanjutan belum optimal dilaksanakan dan masih sebatas wacana pemerintah dan akademisi sehingga dibutuhkan kebijakan dan strategi edukasi yang sesuai dengan karakteristik petani dan ekosistem lahan basah. Kata kunci: Banyuasin, lahan basah, pengelolaan terpadu  ABSTRACT Lowland is the fragile land which is sensitive toward modification. The accurate and integrated management is substantially needed to utilize the lowland. This study analyzed the integrated lowland management in Mulia Sari Village, Tanjung Lago Subdistrict, Banyuasin Regency, South Sumatera Province. Sampling was chosen randomly consisted 21 respondens. Primary data: the farmers typical and farming system, were collected by using questionnaire while doing observation and purposive interviewing method. Qualitative approach was used to analyze the data. The result represented that the farmers typical substially determine the integrated lowland management. 80  people in Mulia Sari Village are farmers. Average farmers are between 25  65 years old. 75  farmers are male which is higher than female farmers that is 4.7  . More or less 50  farmers do not comply nine years learning programme. 33  of farmer’s educational level was only elementry school. Approximately, 47.61  graduated junior high school. They got land between 0.5  4 acre and more than 30  rented. The farming system of lowland need to consider water and land management. Both water and land management are the primary requirement in the integrated lowland management. The integrated lowland management in Mulia Sari Village is hardly to apply. It still needs strategic policy and elucidation which are compatib le with the farmer’s typical and the lowland ecosystem. Keywords: Banyuasin, integrated management, lowland  PENDAHULUAN Revitalisasi pembangunan pertanian menjadi ke- bijakan strategis Pemerintah Republik Indonesia untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejah- teraan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional memerlukan tambahan luas lahan pertanian sehingga pemerintah melakukan intensifikasi peng- gunaan lahan-lahan marginal. Upaya pemberdayaan lahan marginal dipicu kebutuhan nasional untuk me- ningkatkan produksi pangan agar dapat berswasem- bada beras (Sadono 2008). Kebutuhan peningkatan produksi padi dilakukan karena didorong pertum- buhan penduduk dan peningkatan kesejahteraan Program Magister Pengelolaan Lingkungan, Program Studi Manajemen Rawa Terpadu, Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Jln. Padang Selasa 524, Bukit Besar Palembang 30139. 2 Program Studi Pengelolaan Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Jln. Padang Selasa 524, Bukit Besar Palembang 30139. * Penulis Korespondensi: E-mail:  ombun.ddm@gm ail.com

Transcript of Pengelolaan Tanah Lahan Basah

Page 1: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 1/7

Page 2: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 2/7

202 JIPI, Vol. 20 (3): 201207

masyarakat di Indonesia yang merupakan negaraagraris. Program pembangunan pertanian hakekatnyaadalah rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melaya-ni, dan mendorong berkembangnya sistem agrobisnis,serta usaha-usaha agrobisnis berdaya saing, ber-kerakyatan, berkelanjutan, serta desentralistis untukmeningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan

rakyat (Sukadi 2007).Pemberdayaan lahan marginal seperti lahan basah

untuk pertanian merupakan bagian dari pembangunannasional. Pengertian lahan basah berdasarkankonvensi Ramsar adalah daerah-daerah rawa, payau,lahan gambut, dan perairan tetap atau sementaradengan air tergenang atau mengalir baik tawar,payau, atau asin termasuk wilayah perairan lautdengan kedalaman tidak lebih dari 6 m pada waktusurut (Triana 2012). Lahan basah memiliki karakterkhusus yang identik dengan air. Oleh karena itu,sistem penataan lahan dan penentuan jenis komo-ditas di lahan basah sangat bergantung pada tipelahan dan kondisi airnya (Najiyati et al. 2005).

Luas lahan basah di Indonesia diperkirakan 20,6

 juta ha atau sekitar 10,8 dari luas daratan Indonesia(Rahmawaty et al.  2014). Pada umumnya lahanbasah dikelola menjadi areal pertanian ataupun per-kebunan. Sebagian besar lahan basah dimanfaatkanmasyarakat untuk budi daya tanaman perkebunanseperti kelapa sawit, karet, disusul tanaman panganmeliputi padi, jagung, selanjutnya tanaman horti-kultura buah (Masganti et al. 2014). Sekitar 9,53 jutalahan basah di Indonesia berpotensi untuk lahanpertanian, dengan rincian 6 juta ha berpotensi untuktanaman pangan dan 4,186 juta ha telah direklamasiuntuk berbagai penggunaan terutama transmigrasi(Dakhyar et al.  2012). Luasnya lahan basah yangtelah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian danpemukiman menjadikan lahan ini dapat mengalamikerusakan jika tidak dikelola dengan tepat dan ter-padu. Penggunaan lahan basah harus direncanakandan dirancang secara cermat dengan asas tata gunalahan berperspektif jangka panjang (Hardjoamidjojo &Setiawan 2001).

Lahan basah menjadi sangat peka terhadapperubahan yang dilakukan manusia karena lahanbasah memiliki peran penting bagi kehidupan

manusia dan margasatwa lain. Fungsi lahan basahtidak hanya untuk sumber air minum dan habitatberaneka ragam makhluk, tapi memiliki fungsi eko-logis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi airlaut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global(Hardjoamidjojo & Setiawan 2001). Dengan demikian,kehati-hatian dan pengelolaan tepat guna sangatdiperlukan dalam pengelolaan lahan basah.

Pemanfaatan lahan basah untuk tanaman pertani-an seperti padi digalakkan di Kabupaten Banyuasin,Provinsi Sumatera Selatan. Sektor tanaman pangandikembangkan di kawasan eks transmigrasi KotaTerpadu Mandiri Telang II, yakni Desa Mulia Sari.

Kawasan ini merupakan salah satu daerah adminis-tratif Kecamatan Tanjung Lago.

Peningkatan daya dukung lahan basah untukpertanian harus menerapkan sistem usahatani ber-kelanjutan. Sistem usahatani berkelanjutan merupa-kan tujuan penerapan pengelolaan lahan basah ter-padu. Usaha pertanian yang intensif di Desa MuliaSari harus mempertimbangkan fungsi lahan basah.Pengelolaan terpadu lahan basah di Desa Mulia Sari

dapat dilakukan dengan mengatur pengelolaan lahandan tata air mikro ramah lingkungan. Penggunaanbahan-bahan anorganik seperti pupuk dan pestisidakimia hanya memberi kesuburan sementara yangdapat merusak kondisi fisik tanah dan air. Hasilproduksi pertanian tinggi juga bersifat sementara.

Pengelolaan tanah dan air ramah lingkunganmerupakan kunci dari pengelolaan lahan basahterpadu di Desa Mulia Sari. Kesalahan dalam pe-ngolahan tanah dan pemeliharaan saluran dalampengaturan tata air mikro berpotensi menurunkanproduktivitas lahan basah seperti konsumsi bahan-bahan kimia berkepanjangan. Produktivitas lahanbasah dapat menurun akibat degradasi kesuburantanah, sifat fisika, dan biologi tanah (Maftuah et al. 2011; Masganti 2013; Maftuah et al.  2014; Masgantiet al. 2014). Pengelolaan sumber daya tanah dan airdi lahan basah harus mengintegrasikan pengelolaanlingkungan ekosistem lahan basah.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pe-ngelolaan lahan basah terpadu di Desa Mulia Sari,Kecamatan Tanjung Lago, Provinsi SumateraSelatan. Pengelolaan lahan basah terpadu merupa-kan upaya yang dilakukan dengan mengnyinergikanseluruh aspek karakter petani untuk meningkatkankesinambungan pertanian, kesejahteraan masyarakat,dan lingkungan lahan basah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatifdengan strategi observasi dan wawancara terarahdengan kuesioner sebagai alat pengumpul dataprimer. Observasi dan analisis percakapan melaluiwawancara terarah merupakan metode untuk memer-hatikan proses, peristiwa, dan otentisitas pengelolaanlahan basah yang dilakukan responden di lokasi

penelitian (Somantri 2005). Desa Mulia Sari,Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin,Provinsi Sumatera Selatan merupakan lokasi peneliti-an yang dipilih dengan beberapa dasar pertimbangan,yaitu: a) Desa Mulia Sari ditetapkan sebagai pusatKota Terpadu Mandiri (KTM); b) Desa Mulia Sarimerupakan sentra administrasi dan pengelolaan lahanbasah khusus lahan pertanian; dan c) Rata-rataorganisasi petani banyak mendapat pelatihan danpendidikan dari pemerintah dan akademisi. Populasipenelitian adalah petani Desa Mulia Sari. Sampeldiambil secara acak (random sampling ) dan terpilih 21responden yang mewakili petani Desa Mulia Sari.

Responden mewakili petani baik dari segi pengetahu-an tentang kondisi petani di masing-masing dusun di

Page 3: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 3/7

JIPI, Vol. 20 (3): 201207 203

Desa Mulia Sari. Responden merupakan tokohmasyarakat, tokoh organisasi petani, ataupun pengu-rus pengelolaan air yang terdapat di Desa Mulia Sarisehingga dianggap mampu menjelaskan pengelolaanlahan basah yang diterapkan. Data primer yangdibutuhkan pada penelitian ini adalah umur, tingkatpendidikan, dan sistem usahatani (Cahyono &

Tjokropandojo 2013). Data sekunder diperoleh daridokumentasi, buku, jurnal, rencana pembangunandan pengembangan wilayah, disertasi, dan tugasakhir yang berkaitan dengan tema penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani di Lahan Basah

Petani di lahan basah memiliki beberapa karak-teristik yang memberi pengaruh terhadap pengelolaanlahan basah. Karakteristik petani dilihat dari umur,

 jenis kelamin, tingkat pendidikan, luas garapan, pe-ngalaman dalam bidang usaha, sikap terhadapprofesi, dan perubahan (Cahyono & Tjokropandojo2013). Sikap petani terhadap profesi dan perubahandalam pengelolaan lahan ditinjau dari sistemusahatani.

Pertanian menjadi denyut nadi masyarakat Desa

Mulia Sari. Hampir 80 responden berprofesi sebagaipetani. Tingginya persentase masyarakat yangberprofesi sebagai petani di Desa Mulia Sari mem-buktikan sektor pertanian memiliki peranan pentingdalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Sektor pertanian masih memberikan lapangan pe-

kerjaan dan bahan pangan bagi penduduk di pe-desaan (Sadono 2008). Terbukanya lahan pertaniandapat dipastikan menyerap tenaga kerja. Rata-rata

usia petani di Desa Mulia Sari berumur 2565 tahun.Usia rata-rata petani merupakan usia produktif untukbertani yang cenderung mengandalkan kemampuan

fisik. 75 pekerjaan bertani digeluti oleh laki-laki dan

lebih dari 10  ditekuni oleh perempuan. Kecilnya

presentase perempuan sebagai petani karena 4,7 dari responden perempuan memiliki pekerjaan lainseperti pegawai, wiraswasta, dan lain sebagainya.

Profesi bertani tidak menuntut para petani untukmendapatkan pendidikan tinggi. Mayoritas petani

berpendidikan SD atau SMP sebagaimana dijelaskanpada Gambar 1. Rata-rata petani belum memenuhiwajib belajar sembilan tahun. Petani yang berpendidi-

kan SD sebanyak 33. Jumlah petani berpendidikan

SMP lebih banyak sebesar 47,61. Kondisi tersebutbertolak belakang dengan petani yang telah me-ngenyam pendidikan SMA dan Sarjana.

Rendahnya kualifikasi pendidikan petani menjadisalah satu indikator sulitnya menjalin komunikasi dankepercayaan antar petani maupun antara petani danpemerintah. Kesulitan dalam menjalin komunikasiantar petani menjadikan petani bersikap apatis.Contoh sikap apatis petani terbukti dari cara pengelo-

laan lahan basah.Sikap apatis petani terlihat dari rasa pesimis

sehingga tidak mudah untuk mengubah sistem usaha

tani yang diterapkan petani. Sangat sulit untuk me-

ngajak petani menerapkan pengembangan usahataniberkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ling-kungan lahan basah. Pemerintah melalui PPL ataupun akademisi telah menggalakkan sistem pengelola-an lahan basah berkelanjutan melalui pelatihan danpendidikan seperti Sekolah Lapangan Terpadu.Melalui pelatihan ini, PPL dan lembaga swadayaberupaya memberikan pendidikan lingkungan tentangpenggunaan bahan-bahan organik dalam pengolahantanah. Sistem pengelolaan lahan basah berkelanjutanmenitikberatkan pada pengelolaan lahan dan tata airramah lingkungan.

 Akan tetapi petani pesimis terhadap penggunaan

bahan-bahan alami sehingga petani membutuhkanwaktu cukup lama untuk menerapkan inovasi-inovasiusahatani ramah lingkungan sebagai contoh pengura-ngan konsumsi pupuk kimia pada pengolahan lahandi awal masa tanam. Penggunaan bahan-bahanorganik seperti sekam dan pupuk kandang dipercayaakan menurunkan hasil produktivitas tanaman bahkanpetani berpikir akan terancam gagal panen. Sulitnyamengajak petani untuk menggunakan bahan organikdalam pengelolaan lahan basah mengakibatkanpetani membutuhkan pembuktian keberhasilan sistemusahatani ramah lingkungan sebelum menerapkan dilahan pribadi petani.

Pada umumnya petani menggunakan pupuk danpestisida kimia. Gambaran tentang penggunaanbahan-bahan kimia dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebanyak 47,62  petani menggunakan urea, NPK/

ponsca, dan pestisida non organik. Hanya 30,10 petani yang mulai mengombinasikan penggunaanbahan-bahan organik dengan kimia. Sebaliknya, per-sentase petani pengguna bahan-bahan kimia kurang

dari 15. Kondisi ini menggambarkan sangat tidakmudah bagi petani untuk mulai mengelola lahanbasah hanya dengan menggunakan bahan organiksaja. 

Kondisi Sistem Usahatani di Lahan Basah

Sistem usahatani di lahan pasang surut sangatberbeda dengan lahan pertanian lainnya. Usahatani

Gambar 1 Tingkat pendidikan petani di Desa Mulia Sari.  

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

SD SMP SMA Sarjana

Tingkat Pendidikan (%)

Page 4: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 4/7

204 JIPI, Vol. 20 (3): 201207

adalah upaya seseorang mengalokasikan sumberdaya seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan pe-ngelolaan secara efektif dan efisien dengan tujuanuntuk menghasilkan output  yang lebih besar daripadainput   (Luntungan 2012). Produksi di lahan pertanianpasang surut sangat tergantung pada pengelolaanlahan dan sistem tata air. Sistem usahatani di lahan

basah membutuhkan usahatani terpadu khususnyadalam pengelolaan lahan dan tata mikro yang menjadifaktor penentu keberhasilan usahatani di lahan basah.

Pengelolaan Lahan

Penduduk Desa Mulia Sari merupakan masyarakattransmigrasi. Masing-masing kepala keluarga men-dapatkan tanah seluas 2 ha. Tanah tersebut berlokasidi lahan basah yang pada umumnya diolah menjadilahan persawahan.

Pada awal dibuka Desa Mulia Sari sebagaikawasan transmigrasi, rata-rata petani transmigrandari Jawa tidak memahami cara pengelolaan lahanpersawahan di lahan basah. Kesulitan petani meng-garap lahan mengakibatkan petani mengalami gagalpanen. Kondisi ini menjadi faktor utama petani diDesa Mulia Sari menjual areal persawahan kepadamasyarakat transmigrasi lainnya, penduduk lokal, danorang Tionghoa yang berdomisili di luar Desa MuliaSari. Kondisi ini mempersempit kepemilikan danpenguasaan lahan pertanian (Jamal et al.  2002).Masalah kepemilikan lahan telah terjadi semenjakpenjajahan Belanda. Berdasarkan hasil survei peme-rintah Belanda hampir separuh petani hanyamenguasai lahan kurang dari 0,5 ha (Jamal et al. 2002). Rata-rata petani di Desa Mulia Sari memilikilahan seluas 0,5 ha. Hanya sebagian kecil dari petaniyang memiliki lahan pribadi lebih dari 4 ha sehingga

lebih dari 30  petani menyewa lahan basah untukmeningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

Pengolahan tanah di Desa Mulia Sari harus di-sesuaikan dengan karakteristik lahan basah. Karakterpengolahan lahan basah sangat berbeda denganlahan irigasi yang terdapat di daerah Jawa dan Bali.Tingkat kesuburan lahan basah lebih rendah di-bandingkan lahan sawah irigasi. Namun tipologi lahanini memiliki sumber air yang memberikan pengaruhterhadap teknik pengelolaan. Menurut Widjaja et al. 

(1997) sifat tanah dan air pada lahan basah berkaitandengan tanah sulfat masam dengan senyawa pirit,tanah gambut, air pasang besar dan kecil, ke dalamair tanah, kemasaman air yang menggenangi lahan.Oleh karena itu, pengelolaan lahan basah harusmemerhatikan pengelolaan tanah dan air. Tujuanpengelolaan lahan dan air adalah untuk mengatur

pengoptimalan pemanfaatan sumber daya lahan(Widjaja et al. 1997).

Memaksimalkan hasil produksi pertanian lahanbasah harus didukung dengan mempertahankan ke-lestarian ekosistem lahan itu sendiri. Upaya pelestari-an dilakukan dengan menerapkan sistem usahataniberkelanjutan dengan menggunakan bahan-bahanorganik. Penggunaan pupuk dan pestisida organikdiharapkan akan mengurangi jumlah penggunaanpupuk dan pestisida berbahan kimia.

Mekanisme pengolahan lahan di Desa Mulia Sarimulai menerapkan sistem ramah lingkungan denganmemadukan pemanfaatan bahan-bahan organik dananorganik yang mengandung  Amelioran.  Amelioran adalah bahan untuk meningkatkan kesuburan melaluiperbaikan kondisi fisik dan kimia tanah (Najiyati et al. 2005). Zat ini sangat penting untuk menyuburkanlahan marginal di dalam tanah lahan basah yangmemiliki kadar pirit atau keasaman tinggi. Untukmeningkatkan unsur hara tanah, beberapa bahan Amelioran  seperti berbagai jenis kapur (dolomit, batufosfat, dan kaptan), tanah mineral, lumpur, pupukkompos/bokasi, pupuk kandang (kotoran ayam, sapi,dan kerbau), dan abu (Najiyati et al. 2005). Petani diDesa Mulia Sari mengunakan bahan yang mengan-dung Amelioran sebelum proses penaburan benih.

Petani mulai memanfaatkan sisa tanaman padiberupa jerami untuk menjaga kesuburan tanah. PadaGambar 3 dapat dilihat proses pengolahan tanahdengan memanfaatkan sisa panen. Jerami sisa panenditambahkan dengan zat pembusuk organik kemudiantanah dibolak-balikkan sehingga proses pembusukan jerami berfungsi sebagai pupuk alami berupa pupukkompos. Penggunaan kompos alami dapat mengura-ngi tingkat keasaman (pirit) lahan sehingga untukmenstabilkan kadar asam lahan, petani mulai me-ngurangi penggunaan dolomit atau kapur dan urea.Rata-rata petani di Desa Mulia Sari mengombinasikan

Gambar 2 Tingkat penggunaan pupuk dan pestisida diDesa Mulia Sari. 

0

10

20

30

40

50

Tingkat Penggunaan Pupuk danPestisida dalam %

Bahan OrganikKimiaKombinasi (organik dan kimia)

Gambar 3 Pengolahan lahan dengan memanfaatkan sisahasil panen padi/jagung. 

Page 5: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 5/7

JIPI, Vol. 20 (3): 201207 205

penggunaan bahan kimia dan organik. Sebesar

47,62  petani telah mengurangi penggunaan bahankimia baik untuk pupuk dan pestisida dengan kom-binasi bahan organik dan kimia. Proses pengelolaanlahan dengan sistem ini dilakukan di RT 3 Dusun I,RT 5 Dusun II, RT 13 Dusun IV, dan RT 14 Dusun IV.

Petani di Desa Mulia Sari juga mulai meninggalkanpola pengolahan lahan dengan sistem membakar sisahasil panen. Petani mulai memiliki kesadaran bahwadengan membakar sisa hasil panen terutama di lahankering atau di musim kemarau dapat mengakibatkanasap yang dapat mengganggu kesehatan masyara-kat. Kebakaran lahan basah jauh lebih berbahaya danmerugikan dibandingkan kebakaran hutan biasakarena kebakaran di lahan basah sangat sulit di-padamkan mengingat bara api dapat berada di bawahpermukaan tanah dan akan menimbulkan asap tebal(Najiyati et al.  2005). Meskipun pembakaran lahanbasah merupakan metode pembersihan lahan yangmudah dan murah, akan tetapi masyarakat petaniDesa Mulia Sari lebih menggunakan pembersihanlahan dengan memanfaatkan jerami atau sekamsebagai pupuk alami tanah.

Namun persentase petani yang masih mengguna-kan bahan-bahan kimia untuk menunjang produktivi-tas lahan lebih tinggi dibandingkan petani yang

mengombinasikan pengelolaan lahan, yakni 52,38.Para petani ini masih berorientasi kepada hasilproduksi maksimal. Rendahnya tingkat kesadaranpetani merepresentasikan bahwa para petani mem-perlakukan lahan basah sebagai barang dagangandengan memisahkan fungsi ekosistem lahan basah

terhadap makhluk lain dan menisbikan sistem usahatani berkelanjutan yang akan memicu kerusakanekosistem lahan basah (Rachman 2013). Sebagianbesar petani di Desa Mulia Sari sangat bergantungkepada beberapa zat kimia seperti urea, NPK, SP-36,dan KCL. Alasan mendasar petani adalah untukmeningkatkan unsur hara dan memacu pertumbuhantanaman. Pada dasarnya para petani lebih memilihuntuk berpikir praktis dengan memanfaatkan urea,NPK, SP-36, dan KCL. Konsep praktis para petanimerupakan rasa malas dan tergiur dengan hasilproduksi tinggi. Hal ini terbukti dengan rata-rata panen

47,5 ton/ha/panen dengan pendapatan kotor ber-

kisar Rp9.000.000,0030.000.000,00/ha/panen.Meskipun petani menyadari dampak negatif sepertikerusakan tanah, kekeringan, penurunan tingkat ke-suburan lahan, bahkan kerusakan permanen ekosis-tem lahan basah. Namun petani di Desa Mulia Sarienggan untuk beralih menggunakan bahan ramahlingkungan dalam pengelolaan lahan basah. 

Pengelolaan Tata Air Mikro

Desa Mulia Sari memiliki topografi lahan basahyang identik sebagai lahan yang selalu tergenang air.Karakteristik spesifik hidrotopografi lahan menjadipedoman dalam pengelolaan usahatani di Desa Mulia

Sari. Sistem pengairan tadah hujan dan pengairanteknis menjadi pola pengelolaan tata air mikro. Sistemtata air di lahan basah terbagi atas beberapa tipologi,

yakni tipologi A, B, C, dan D. Klasifikasi lahan basahberdasarkan hidrotopografi adalah (Hardjoamidjojo &Setiawan 2001):- Lahan kategori A: lahan dapat dialiri melalui air

pasang baik pasang maksimum (spring tide) mau-pun pasang minimum (neap tide). 

- Lahan kategori B: lahan dapat dialiri selama pasang

tinggi saja dan berlangsung antara 68 bulan dalamsatu tahun.

- Lahan kategori C: lahan tidak dapat dialiri secarateratur melalui air pasang tetapi air tanah dapatdikendalikan pada kondisi muka tanah atau men-capai zona perakaran tanaman satu tahun.

- Lahan kategori D: Lahan tidak dapat dialiri melaluiair pasang atau surut dan air tanah sering berada jauh dari zona perakaran tanaman setahun (>70 cmdi bawah permukaan tanah).

Pembuatan saluran pengelolaan air di lahan basahperlu memerhatikan hidrotopografi lahan tersebut.Pengelolaan air di Desa Mulia Sari hanya dilakukanpada tingkat air mikro yang merupakan pengaturantata air pada saluran tersier dan cacing yang me-ngarah ke lahan sawah masing-masing petani.Pengelolaan air di saluran tersier dan saluran cacingdilakukan petani secara swadaya di lahan pribadipetani. Pengelolaan saluran dilakukan dengan mem-bersihkan saluran secara swadaya untuk menjagakelancaran proses keluar masuk air dari salurantersier ke saluran cacing. Kebersihan saluran perludijaga karena proses keluar masuknya air melaluisaluran tersier dan cacing berguna untuk menstabil-kan kadar asam lahan (Widjaja et al. 1997).

Tipologi lahan A dan B terdapat di selatan DesaMulia Sari. Pada umumnya saluran tersier di lokasi inimemiliki pintu-pintu air yang berfungsi untuk mengaturkeluar masuknya air pada waktu pasang dan surut.Pintu-pintu air di selatan Desa Mulia Sari masih dapatdifungsikan sebagai jalur keluar masuk air padamusim hujan dan musim kemarau. Tipologi lahan Cdan D dapat ditemui di utara Desa Mulia Sari. Kondisitipologi lahan yang sangat jarang dialiri air terutamapada waktu pasang menjadikan saluran-salurantersier tidak berfungsi sebagaimana mestinya. PadaGambar 4 dapat dilihat kondisi tata air mikro di DusunIII dan IV Desa Mulia Sari. Kondisi faktual ini

menjadikan petani di RT 616 lebih mengandalkan airhujan sebagai sumber pengairan lahan. Saluran

tersier yang tidak berfungsi di lahan C dan Dmenjadikan petani tidak memiliki rasa tanggung jawabdalam memelihara saluran tersier. Saluran tersierdibiarkan rimbun penuh semak dan sampah ataudijadikan kakus tradisional.

Petani pada dasarnya memahami pentingnyapengelolaan tata air pada pertanian lahan basah,namun pemeliharaan saluran dan pintu air tidakpernah dilakukan karena perancangan saluran danpintu air tidak sesuai dengan tipologi lahan. Swadayapetani untuk melakukan perbaikan dan pemeliharaan

infrastruktur saluran tidak pernah terbangun karenapara petani sangat bergantung dengan bantuanpemerintah. Ironisnya, petani enggan untuk me-

Page 6: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 6/7

206 JIPI, Vol. 20 (3): 201207

ngumpulkan dana guna memperbaiki pintu-pintu airyang sudah rusak. Salah satu pertimbangan masya-rakat petani adalah saluran dan pintu air tidak mem-beri pengaruh terhadap lahan pertanian karenaberada pada tipologi lahan C dan D. 

KESIMPULAN

Pemanfaaatan lahan basah sebagai lahan per-tanian seharusnya dikelola dengan sistem usahataniberkelanjutan dengan menekankan pada kelangsu-ngan ekosistem lahan basah.

Untuk menerapkan pengelolaan lahan basahterpadu ditentukan oleh karakteristik petani di lahanbasah. Faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,luas garapan, dan sistem usahatani menjadi faktorpenentu dalam membangun kesadaran akan penting-

nya pengelolaan lahan basah terpadu. Usia produktifpetani kurang ditunjang oleh pendidikan sehinggapola komunikasi yang efisien dan efektif untuk mem-berdayakan potensi petani sangat sulit untukdibangun. Konsep pengelolaan lahan dan air secaraumum belum dikelola dengan mempertimbangkankelestarian ekologi lahan basah. Pengelolaan lahanbasah terpadu di Desa Mulia Sari, KecamatanTanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, ProvinsiSumatera Selatan yang mengusung konsep keberlan- jutan belum optimal dilaksanakan dan baru sebataswacana pemerintah dan akademisi.

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampumembuat kebijakan dan strategi edukasi yang sesuaidengan karakteristik petani dan ekosistem lahanbasah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada PusbindiklatrenBAPPENAS RI sebagai pemberi beasiswa padaprogram DD-Integrated Lowland Development andManagement Planning 2013/2014 untuk gelar dalamnegeri. Terima kasih disampaikan kepada Prof.Dr.Ir.

Robiyanto H. Susanto, M.Agr.Sc. dan Ir. Ari Siswanto,MCRP.,Ph.D. sebagai penulis korespodensi.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono S, Tjokropandojo DS. 2013. PeranKeorganisasian Petani dalam MendukungKeberlanjutan Pertanian sebagai Basis

Pengembangan Ekonomi Lokal. JurnalPerencanaan Wilayah dan Kota. 2(1): 1523.

Dakhyar N, Hairani A, Indrayati L. 2012. ProspekPengembangan Penataan Lahan Sistem Surjan diLahan Rawa Pasang Surut. Jurnal Agrovigor . 5(2):

113118.

Hardjoamidjojo S, Setiawan BI. 2001. Pengembangandan Pengelolaan Air di Lahan Basah. Buletin

Keteknikan Pertanian. 15(1): 4047.

Jamal E, Syahyuti, Hurun AM. 2002. Reforma Agrariadan Masa Depan Pertanian. Jurnal Litbang

Pertanian. 21(4): 133139.

Luntungan AY. 2012. Analisis Tingkat PendapatanUsahatani Tomat Apel di Kecamatan TompasakoKabupaten Minahasa. Jurnal Pembangunan

Ekonomi dan Keuangan Daerah. 7(3): 125.

Maftuah E, Maas A, Syukur A, Purwanto BH. 2011.Potensi Bahan Amelioran Insitu dalamMeningkatkan Ketersediaan Hara. ProsidingKongres Nasional HTI X: Tanah Untuk Kehidupan

yang Berkualitas Buku I: 330340.

Maftuah E, Noor M, Hartatik W, Nursyamsi D. 2014.

Pengelolaan dan Produktivitas Lahan Gambutuntuk Berbagai Komoditas Tanaman. (belumdipublikasikan).

Masganti. 2013. Teknologi Inovatif PengelolaanLahan Suboptimal Gambut dan Sulfat MasamUntuk Peningkatan Produksi Tanaman Pangan.Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. 6(4):

187197.

Masganti, Wahyunto, Ai D, Nurhayati, Rachmiwati Y.2014. Karakteristik dan Potensi PemanfaatanLahan Gambut Terdegrasi di Provinsi Riau. Jurnal

Sumberdaya Lahan. 8(1): 5966.

a b

Gambar 4 Kondisi tata air mikro (a) Dusun III dan Dusun IV (b). 

Page 7: Pengelolaan Tanah Lahan Basah

8/18/2019 Pengelolaan Tanah Lahan Basah

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-tanah-lahan-basah 7/7

JIPI, Vol. 20 (3): 201207 207

Najiyati S, Muslihat L, Suryadiputra INN. 2005.Panduan Pengelolaan Lahan Gambut UntukPertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change,Forest and Peatlands in Indonesia. Bogor (ID).Wetlands International  –  Indonesia Programmedan Wildlife Habitat Canada.

Rachman NF. 2013. Rantai Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan Meluas. Jurnal

BHUMI . 12(37): 114.

Rahmawaty, Rauf A, Siregar AZ. 2014. KajianSebaran Lahan Gambut sebagai Lahan Padi diPantai Timur Sumatera Utara. Warta KonservasiLahan Basah Wetlands International-Indonesia.

22(3): 1011.

Sadono D. 2008. Pemberdayaan Petani: ParadigmaBaru Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jurnal

Penyuluhan. 4(1): 6574.

Somantri GR. 2005. Memahami Metode Kualitatif.

Jurnal Makara, Sosial Humaniora. 9(2): 5765.

Sukadi. 2007. Kajian Peran Kelembagaan Kelompoktani dalam Mendapatkan Modal Usaha AgribisnisBawang Merah di Desa Tirtohargo, KecamatanKretek, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa

Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 3(2):156164.

Triana. 2012. Pertemuan Regional Asia KonvensiRamsar November 2011 dan PersiapanConference of The Parties (COP) XI Juni 2012 diRumania. Warta Konservasi Lahan Basah

Wetlands International-Indonesia. 20(1): 89.

Widjaja-Adhi IPG, Ratmini NPS, Swastika IW. 1997.Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan PasangSurut . Proyek Penelitian Pengembangan PertanianRawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian danPengembangan Pertanian.