Pengayaan Amnesia Pasca Trauma

27
1 BAB I LATAR BELAKANG Trauma kapitis atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala, baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis baik temporer maupun permanen. Cedera kepala lebih sering dialami kelompok usia produktif (terutama usia 15-24 tahun) dan usia lanjut (>65 tahun) (Tanto et al., 2014). Diperkirakan dari 1,7 juta orang di Amerika Serikat mengalami cedera kepala akibat trauma setiap tahunnya, dengan setidaknya 52.000 orang di meninggal karenanya. Cedera kepala mempunyai dampak emosi, psikososial dan ekonomi yang cukup besar (PERDOSSI, 2008). Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai sequelae jangka pendek maupun jangka panjang diantaranya meliputi gangguan kognitif, behavioral dan keterbatasan fisik (Kreutzer, 2003 ). Tingkat keparahan cedera kepala dapat ringan, yaitu adanya perubahan singkat dalam status mental atau kesadaran, hingga berat yang ditandai dengan periode tidak sadar yang memanjang atau amnesia paska trauma (Faul et al., 2010). Amnesia paska trauma atau yang dikenal dengan Post Traumatic Amnesia (PTA) merupakan marker yang sensitif untuk menentukan tingkat keparahan cedera kepala (Brown, 2005). Orang yang menderita Amnesia paska trauma akan mengalami ketidakmampuan untuk menetapkan memori baru ataupun memproses dan mengambil informasi baru. Amnesia paska trauma juga dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan oleh disorientasi, gangguan atensi, gagal mengingat kejadian dari hari ke hari, ilusi,

description

neurologi

Transcript of Pengayaan Amnesia Pasca Trauma

1

BAB I

LATAR BELAKANG

Trauma kapitis atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap

kepala, baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan

fungsi neurologis baik temporer maupun permanen. Cedera kepala lebih sering

dialami kelompok usia produktif (terutama usia 15-24 tahun) dan usia lanjut (>65

tahun) (Tanto et al., 2014). Diperkirakan dari 1,7 juta orang di Amerika Serikat

mengalami cedera kepala akibat trauma setiap tahunnya, dengan setidaknya

52.000 orang di meninggal karenanya. Cedera kepala mempunyai dampak

emosi, psikososial dan ekonomi yang cukup besar (PERDOSSI, 2008). Cedera

kepala dapat menimbulkan berbagai sequelae jangka pendek maupun jangka

panjang diantaranya meliputi gangguan kognitif, behavioral dan keterbatasan

fisik (Kreutzer, 2003 ). Tingkat keparahan cedera kepala dapat ringan, yaitu

adanya perubahan singkat dalam status mental atau kesadaran, hingga berat

yang ditandai dengan periode tidak sadar yang memanjang atau amnesia paska

trauma (Faul et al., 2010).

Amnesia paska trauma atau yang dikenal dengan Post Traumatic

Amnesia (PTA) merupakan marker yang sensitif untuk menentukan tingkat

keparahan cedera kepala (Brown, 2005). Orang yang menderita Amnesia paska

trauma akan mengalami ketidakmampuan untuk menetapkan memori baru

ataupun memproses dan mengambil informasi baru. Amnesia paska trauma juga

dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan oleh

disorientasi, gangguan atensi, gagal mengingat kejadian dari hari ke hari, ilusi,

dan salah dalam mengenali keluarga, teman dan juga staf medis (Kneafsey R.,

2004). Amnesia paska trauma biasanya terdiri dari amnesia anterograd, yaitu

ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang terjadi setelah cedera, dan

amnesia retrograd, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang terjadi

sebelum cedera. Amnesia paska trauma dapat berlangsung dalam hitungan jam,

hari, minggu bahkan lebih (Tanto et al., 2014). Sehingga, dibutuhkan

pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tepat dalam menangani masalah ini .

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN DESKRIPSI

2.1.1 Ingatan (Memory)

Ingatan adalah kemampuan otak untuk menerima, menyimpan,

dan mereproduksikan apa yang telah dipelajari atau dialami. Dalam

proses mengingat informasi terdapat 3 tahapan yaitu memasukkan

informasi (encoding), penyimpanan (storage) dan mengingat (retrieval

stage) (Tanto et al., 2014) . Ingatan dibagi menjadi dua kategori yaitu

ingatan eksplisit dan implisit. Ingatan eksplisit (deklaratif) adalah ingatan

yang diperoleh melalui suatu maksud tertentu, sedangkan ingatan implisit

(non deklaratif) adalah ingatan yang dicapai secara otomatis. Selain itu,

ingatan juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu memori primer (short

term memory/ memori jangka pendek) dan memori sekunder (long term

memory /memori jangka panjang) (Duus, 2012).

2.1.2 Gangguan Amnestik (Amnesia)

Gangguan amnestik (amnesia) sering dijumpai pada pasien yang

mengalami cedera kepala. Amnesia adalah suatu keadaan di mana

terjadi kehilangan atau gangguan daya ingat yang bersifat parsial maupun

lengkap. Amnesia dapat berupa amnesia anterograd di mana pasien tidak

dapat mengingat apapun yang terjadi setelah munculnya amnesia,

ataupun amnesia retrograd di mana pasien tidak mampu mengingat

kembali masa lalu yang sebelumnya diingat (Gill, 2007).

2.1.3 Trauma Kapitis

Trauma kapitis atau cedera kepala merupakan trauma mekanik

terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,

fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen (Tanto et al.,

2014) Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama

trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu

lintas sebanyak 20%, kecelakaan secara umum 19%, kekerasan 11%.

Cedera kepala dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau cedera

pada otak. Cedera otak dapat dibedakan menjadi cedera otak primer dan

sekunder. Kerusakan primer merupakan kerusakan otak yang timbul saat

3

cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan

deformitas jaringan (Sastrodiningrat, 2007). Kerusakan ini dapat bersifat

fokal atau difus. Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul

sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh

hipoksia, iskemik, pembengkakkan otak dan peningkatan TIK (Japardi,

2002)

Cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan derajat

kesadarannya serta berdasarkan klinis. Berdasarkan derajat kesadaran,

cedera kepala dibagi menjadi (Konsensus nasional, 2006)

Cedera kepala ringan, ditandai dengan:

o GCS 13-15

o Tidak didapatkan kelainan pada CT scan otak

o Tidak memerlukan tindakan operasi

o Tidak ada hilang kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari

10 menit

o Keluhan pusing, sakit kepala, muntah, amnesia retrograde

dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

neurologis

Cedera kepala sedang, ditandai dengan:

o GCS 9-12

o Ditemukan kelainan pada CT Scan otak

o Kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit

o Keluhan sakit kepala, muntah, kejang, dan amnesia

retrograd. Pemeriksaan neurologis didapatkan kelumpuhan

saraf dan anggota gerak.

o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial

Cedera kepala berat

o GCS<9

o Terjadi penurunan kesadaran secara progresif

o Gejalanya serupa dengan cedera kepala sedang hanya

dalam tingkat yang lebih berat

4

Berdasarkan klinis, trauma kapitis dibagi menjadi:

Komosio serebri (Gegar otak) (Markam, 2002)

Komosio serebri adalah keadaan di mana penderita

setelah mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang

menurun sejenak. Gejala yang dapat dilihat adalah:

o Penderita tidak sadar sejenak, kurang lebih 10 menit

o Wajah pucat

o Kadang disertai dengan muntah

o Tidak ada Amnesia paska Trauma atau Post Traumatic

Amnesia (PTA)

Kontusio serebri (Memar otak) (Sjahrir, 2004)

Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan

oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan interstisial

nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan

dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap.

2.1.4 Amnesia Paska Trauma

Amnesia Paska Trauma atau Post Traumatic Amnesia (PTA)

adalah salah satu gangguan memori yang biasanya terjadi paska trauma

kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau

sedang, pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa

terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami

sequele setelah periode ini (Baddeley,2004), yang mengganggu

pekerjaan atau aktivitas sosial. PTA dipertimbangkan sebagai suatu

marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis dan sebagai

suatu prediktor outcome yang berguna (Feinstein,2002).

Amnesia paska trauma didefinisikan oleh Russel dan Smith

sebagai periode setelah trauma kapitis di mana informasi tentang

kejadian yang berlangsung tidak tersimpan (Levin, 1997). Russel dan

Smith kemudian memperhalus konsep amnesia paska trauma untuk

memfokuskan pada gangguan penyimpanan informasi kejadian yang

berlangsung. Russel dan Smith telah membuat suatu taksonomi

keparahan trauma kapitis berdasarkan amnesia paska trauma sebagai

berikut :

5

Kategori Keparahan

Trauma KapitisGCS Durasi PTA

Ringan 13-15 < 1 jam

Sedang 9-12 1 – 24 jam

Berat 3-8 1 - 7 hari

Sangat berat - > 7 hari

Pada keadaan akut trauma kapitis maka gangguan memori

mempunyai peranan penting. Amnesia paska trauma dapat meliputi

kejadian sebelum trauma (retrograde amnesia) atau setelah trauma

(anterograd amnesia). Lamanya amnesia dapat digunakan sebagi

patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Pasien umumnya hanya

terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi yang lainnya.

Dalam istilah neuropsikiologi kognitif, amnesia paska trauma

adalah suatu gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai

ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi

dalam konteks temporospatial yang spesifik. Akan tetapi, fase

penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga dikarakteristikkan

oleh gangguan atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari

mulai letargi sampai agitasi. Amnesia paska trauma dikarakteristikkan

oleh adanya disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian

dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman,

ataupun staf medis (Rosenbaum,2006).

2.2 PATOFISIOLOGI AMNESIA PASKA TRAUMA

Dasar patologi amnesia paska trauma masih tidak jelas, meskipun

korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal

dari hemisfer dibanding dengan diencephalic. Memori dan new learning

dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal

formation (gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan

diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent

mideline nuclei of thalamus (Cantu,2001). Sebagai tambahan, lesi pada

lobus frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behaviour,

termasuk iritabilitas, aggresiveness, dan hilangnya inhibisi dan

6

judgement. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus

frontalis kanan pada atensi (Mardjono,2003).

Trauma kapitis dapat bersifat primer ataupun sekunder. Cedera

primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak

kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari

tengkorak dan otak. Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera

otak adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan

berulang terhadap otak segera setalah trauma kapitis. Jika tekanan

shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson menjadi lebih

banyak, durasi hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan

penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya adalah

koma yang diikuti oleh PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan trauma

kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA (Gillroy,2000).

2.3 KLASIFIKASI AMNESIA PASKA TRAUMA

Amnesia paska trauma dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang

pertama adalah retrograd, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw,

sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat

kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat sebelum trauma kapitis.

Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif.

Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anterograd yang

merupakan suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah

kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang

tidak akurat. Memori anterograd merupakan fungsi terakhir yang paling

sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran (Cantu,2001).

Amnesia anterograd dan retrograd mengenai periode waktu yang

bervariasi setelah dan sebelum cedera, dan dapat pula inkomplit,

menyisakan yang disebut dengan pulau memori di antara jeda memori

amnestik. Orang yang mengalami amnesia retrograd biasanya memiliki

kemampuan memanggil (recall) kejadian yang sangat lama dengan lebih

baik (Duus,2012).

7

2.4 GEJALA KLINIS AMNESIA PASKA TRAUMA

Gejala utama ditandai dengan ketidakmampuan untuk

mempelajari informasi baru atau gangguan pada kemampuan untuk

mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingatnya. Gejala tersebut

harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi sosial

dan pekerjaannya. Pada trauma kepala onset gejala biasanya mendadak.

2.5 INSTRUMEN PEMERIKSAAN AMNESIA PASKA TRAUMA

2.5.1 Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT)

Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang,

Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT) merupakan yang paling

banyak digunakan. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari,

meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik

untuk menggambarkan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai

orientasi total tercapai. Jika dari hasil tes didapatkan skor lebih dari 78

pada tiga kali tes berturut-turut maka dapat diindikasikan “out of PTA”

(Nathan et al., 2007)

8

2.5.2 Neurobehavioral Rating Scale (NRS)

NRS awalnya dikembangkan untuk memeriksa perubahan

perilaku akibat trauma. Tes ini terdiri dari wawancara yang berstruktur

yang menitikberatkan pada laporan pasien sendiri terhadap gejala, self-

appraisal, planning, dan beberapa aspek tertentu dari fungsi kognitif,

meliputi orientasi, memori, reasoning, dan atensi. Pemeriksa

mengevaluasi respon spesifik dan penggabungan dengan observasi

behavioral untuk menentukan level tiap-tiap 27 subskala, dengan memilih

1 dari 7 tingkatan, berkisar dari 1= tidak ada sampai dengan 7=sangat

berat. Total skor dari NRS merupakan penjumlahan dari skor 27

subskala. Pemeriksaan NRS memiliki korelasi baik terhadap tingkatan

keparahan trauma maupun tingkat kronisitas dari trauma kapitis

(Masur,2004).

9

KUISIONER : NEUROBEHAVIORAL RATING SCLAE (NRS)Dari setiap pertanyaan di bawah ini, pilih salah satu yang paling sesuai dari 7 pilihan berikut :1= Tidak dijumpai 2= Sangat ringan 3= Ringan 4= Sedang5= Sedang/Berat 6= Berat 7= Sangat Berat

1. Tidak perhatian / penurunan kesadaranTidak dapat mempertahankan perhatian, mudah terpecah perhatian, tidak dapat memperhatikan lingkungan sekitar, kesulitan mengarahkan perhatian, penurunan kesadaran.

2. Gejala FisikKeluhan yang disadari atau menerangkan gejala fisik dan mengenai kesehatan jasmani secara umum.

3. Gangguan orientasiKebingungan atau kurangnya pengenalan untuk orang, tempat dan waktu.

4. AnsietasKekhawatiran, ketakutan, kepedulian yang berlebihan terhadap masa sekarang atau masa depan

5. Kurangnya ekspresiGangguan dalam menemukan kata-kata, kesukaran menamai benda, berhenti dalam obrolan, pembicaraan yang penuh usaha, dan tanpa tata bahasa, terpotong pembicaraan.

6. Kemunduran emosiKurangnya interaksi spontan, mengurung diri, kurangnya berhubungan dengan orang-orang lain

7. Gangguan konsepsualBingung dalam proses pikir, tidak nyambung, disorientasi, gangguan komunikasi sosial, preservasi

8. DisinhibisiKomentar dan atau tindakan sosial yang tidak tepat, atau tidak sesuai dengan situasi, gejolak amarah.

9. Rasa bersalahMenyalahkan diri sendiri, rasa malu, menyalahkan tindakan di masa lampau

10. Defisit memoriKesulitan untuk mempelajari informasi baru, cepat melupakn kejadian yang baru saja terjadi.

11. AgitasiManifestasi gerakan dari aktifitas yang berlebihan

12. Tilikan yang akuratPendapat pribadi yang berlebihan, penilaian diri sendiri yang tidak sesuai dengan penilaian dari pemeriksa dan keluarga

13. Mood depresiveKesedihan, murung dan pesimis

14. Sikap permusuhan / tidak kooperatifRasa permusuhan, mudah tersinggung, suka berkelahi, meremehkan, melawan yang tidak berwenang.

15. Penurunan inisiatifKurangnya inisiatif normal pada pekerjaan normal atau waktu luang, tidak dapat menyelesaikan tugas, enggan menerima tantangan baru

16. KecurigaanTidak percaya, menganggap bahwa orang lain mempunyai

10

maksud jahat dan tujuan diskriminasi17. Cepat lelah

Cepat merasa lelah saat melakukan tugas kognitif atau kegiatan kompleks

18. Tingkah laku halusinasiPersepsi tanpa rangsangan normal dari luar

19. Kemunduran motorikGerakan atau berbicara yang melambat

20. Isi pikiran yang tidak biasaIsi pikiran yang tidak lazim, aneh, ganjil

21. Afek tumpulNada emosi yang menurun, penurunan intensitas perasaan, datar.

22. KegairahanNada emosional yang berlebihan, peningkatan reaktifitas

23. Rencana yang tidak baikCita-cita yang tidak realistis, rencana yang tidak baik untuk masa depan, tidak dapat menyadari kekurangan

24. Mood yang labilPerubahan yang mendadak dari mood yang tidak sesuai dengan situasi

25. KeteganganEkspresi tubuh dan wajah yang tegang, tanpa adanya keperluan untuk beraktifitas berlebihan dari anggota gerak

26. Kekurangan pemahamanKesulitan untuk mengerti instruksi pada perintah tunggal dan tahap banyak

27. Gangguan artikulasi bicaraGangguan artikulasi, berubahnya bunyi yang mempengaruhi kecerdasan

TOTAL SKOR :

2.5.3 Westmead PTA Scale (WPTAS)

Pada WPTAS terdapat beberapa pertanyaan, yang terdiri dari 7

pertanyaan orientasi dan 5 pertanyaan memori, yang disusun secara

objektif untuk menilai periode PTA. Seseorang dikatakan “out of PTA”

jika dapat mencapai nilai sempurna saat pemeriksaan selama 3 hari

berturut-turut (Marosszeky et al., 1997)

11

1. How old are you?

2. What is your date of birth?

3. What month are we in?

4. What time of day is it? (morning, afternoon,

night)

5. What day of the week is it?

6. What year are we in?

7. What is the name of this place?

8. Have you seen my face before?

9. What is my name?

10. What were the 3 pictures that i showed

you yesterday?

2.5.4 Rancho Los Amigos Scale

Rancho Los Amigos Scale digunakan untuk menggambarkan

tahap awal perbaikan fungsi kognitif

12

Level I No response

· Appears to be in a deep sleep

· Unresponsive to any stimulation

Level II Generalized Response

· Reacts inconsistently and nonpurposefully tostimulation

· Delayed and limited responses

· Responses may include change of heart rate, pulse, respiration, body

movements or vocal sounds

Level III Localized Response

· Inconsistent responses but more purposeful behavior-examples include

turning head toward a sound, focusing on an object

· Follows simple commands

· Pulls away from pain

· Responds to familiar persons

Level IV Confused-Agitated

· Is in heightened state of activity

· Severely decreased ability to understand information

· Detached from surroundings

· Reacts in a highly emotional, spontaneous, nonintentional manner

· Bizarre behavior

· Restless, thrashes about, shows sensitivity to movement, light, & noise

· Inappropriate verbal expressions, may confabulate

· This stage of recovery is alarming to families but is actually a positive

change. It signals a shift from no responsiveness to uncontrolled

responsiveness.

Level V Confused-Inappropriate

· Less agitation

· Remains confused and disoriented

· Severe short term memory loss

· Communicates at a simple level

· Verbal expression is often inappropriate and marked by confabulation

· May wander

· Requires assistance to initiate activity including ADL’s

· Becomes agitated when challenged by complex tasks

Level VI Confused-Appropriate

13

· Shows goal directed behavior

· Dependent on structure and direction from others for initiating activity

such as ADL’s

· Oriented to time and place

· Does not wander

· Improved ability to attend to tasks

· Increased appropriate verbal interactions

· Confused in unfamiliar settings

· Delayed responses

Level VII Automatic-Appropriate

· Performs routine, self-care tasks with minimal confusion

· Oriented to place and time

· Poor recall of daily events

· Impaired judgment, reasoning and planning abilities

· Poor initiation

· Inappropriate social behaviors

· Limited insight and safety awareness

· May require constant supervision

Level VIII Purposeful-Appropriate: Stand-by Assistance

· Fully oriented

· Recalls past and recent events

· Learns new information, including compensatory strategies

· Reasons and problem solves in less familiar settings

· May require supervision or assistance in complex tasks

· Depression may be noted as awareness of abilities/ limitations increases

Level IX Purposeful-Appropriate: Stand-by Assistance on Request

· Independently shifts between tasks and completes them accurately

· Uses compensatory strategies for cognitive impairments

· Initiates and completes familiar tasks with assistance when requested

· Is aware and acknowledges injury related impairments but requires

stand-by assistance to anticipate a problem before it occurs

· May have low frustration tolerance

· Self-monitors appropriateness of social

interaction with stand-by assistance.

Level X Purposeful, Appropriate: Modified Independent

14

· Handles multiple tasks simultaneously

· Maintains own assistive memory devices

· Initiates and completes familiar and unfamiliar tasks but may require

more than usual time

· Anticipates impact of injury related difficulties on ability to complete tasks

· Aware of consequences of action and decisions

· Recognizes the needs and feelings of others

· Periodic periods of depression may occur

· May become irritable or frustrated when sick, fatigued or under

emotional stress

· Social interaction consistenly appropriate

2.6 PENATALAKSANAAN AMNESIA PASKA TRAUMA

Secara umum, pasien paska trauma harus dikenalkan pada

lingkungan yang familiar dengan menggunakan benda atau gambar,

lingkungan juga harus tenang. Pasien tidak boleh dibiarkan terstimulasi

secara berlebihan (Wartenberg,2007). Yang dimaksud dengan stimulus

adalah semua yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan yang dapat

membuat pasien berpikir. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya:

menghindari televisi, radio, telpon serta meminimalkan kebisingan. Selain

penatalaksaan secara umum, edukasi terhadap keluarga juga perlu

dilakukan. Edukasi yang dimaksud (Trevor Powell,2010) adalah :

Setiap perilaku menantang mungkin dikarenakan efek dari cedera

dan tidak boleh ditanggapi secara personal

Stimulasi terlalu banyak pada PTA dapat meningkatkan tingkat

kebingungan dan penderitaan pada orang tersebut. Penting bagi

keluarga untuk menjaga kegiatan di sekitar individu. Sebaiknya

pasien dengan PTA menghindari untuk bertemu dengan banyak

orang yang mengakibatkan terlalu banyak informasi yang digali

sekaligus untuk menghindari kebingungan pada pasien.

Penderita PTA kurang memiliki kapasitas belajar, karena itu

sebaiknya kerika berinteraksi dengan pasien menggunakan

percakapan dan instruksi yang sederhana dan sebaiknya bisa

berbicara dengan cara yang tenang dan meyakinkan.

15

2.6.1 Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)

Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu

pasien diminta untuk menggambarkan ketiga gambar itu. Jika pasien

tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak

tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya.

2.6.2 Word Recall Task (WRT)

Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata

setelah diberikan pengarahan. Jika pasien tidak dapat mengulangnya

maka pemeriksa membantu mengingatnya sampai bisa.

16

Gumm et al., 2014

17

Gumm et al., 2014

18

2.7 PROGNOSIS POST TRAUMATIC AMNESIA (PTA)

PTA yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari

good recovery, sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari

adalah prediktif untuk disabilitas sedang sampai berat. 71% PTA yang

kurang dari 7 hari telah kembali bekerja dalam waktu 6 bulan setelah

cedera kepala, sedangkan pada PTA yang lebih dari 7 hari, hanya 27%

yang dapat kembali bekerja (Levin,1197)

19

BAB III

RINGKASAN

Amnesia paska trauma atau Post Traumatic Amnesia (PTA) merupakan

gangguan memori yang biasanya terjadi setelah adanya trauma kapitis/cedera

kepala. Trauma kapitis dapat menyebabkan terjadinya cedera otak sehingga

terjadi shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap

otak. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson

menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan

penyembuhan melambat. amnesia paska trauma dapat diklasifikasikan menjadi 2

tipe, yaitu amnesia retrograd, yaitu hilangnya kemampuan secara total atau

parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat sebelum

trauma kapitis, dan amnesia anterograd, yaitu suatu defisit dalam membentuk

memori baru setelah trauma yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi

yang tidak akurat.

Pemeriksaan amnesia paska trauma dapat dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu pertama, Galveston Orientation and Amnesia Test (GOAT), pada

pemeriksaan ini terdapat beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan. Jika dari

hasil pemeriksaan didapatkan skor lebih dari 78 pada tiga kali tes berturut-turut

maka dapat diindikasikan “out of PTA”. Kedua, Neurobehavioral Rating Scale

(NRS), tes ini terdiri dari suatu wawancara yang berstruktur yang menitikberatkan

pada laporan pasien sendiri terhadap gejala, self-appraisal, planning, dan

beberapa aspek tertentu dari fungsi kognitif, meliputi orientasi, memori,

reasoning, dan atensi.Ketiga, Westmead PTA Scale (WPTAS), terdapat

beberapa pertanyaan, yang terdiri dari 7 pertanyaan orientasi dan 5 pertanyaan

memori, yang disusun secara objektif untuk menilai periode amnesia paska

trauma. Dan yang terakhir adalah Rancho Los Amigos Scale untuk menilai level

fungsi kognitif.

Penatalaksanaan amnesia paska trauma meliputi penatalaksanaan

umum, yaitu pasien paska trauma harus dikenalkan pada lingkungan yang

familiar dengan menggunakan benda atau gambar, lingkungan juga harus

tenang tidak boleh dibiarkan terstimulasi secara berlebihan. Edukasi terhadap

keluarga pasien juga perlu diberikan terkait dengan penatalaksanaan PTA.

Selain itu, dapat dilakukan Picture Recall (PRL) and Picture RecognitionTask

(PRT) yaitu pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu

20

menggambarkan ketiga gambar itu, langkah lainnya dengan Word Recall Task

(WRT) yaitu pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah

diberikan pengarahan. Prognosis amnesia paska trauma dapat dikatakan baik

jika waktu berlangsungnya kurang dari 14 hari.

21

DAFTAR PUSTAKA

Baddeley, A. 2004. The Essential Handbook of Memory Disorder for Clinicians. York : John Willey : Sons Publishing Limited

Baehr, M. & Frotscher, M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi Duus. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Brown. “Clinical Elements that Predict Outcome After Cederatic Brain Injury,” Journal of Neurocedera 2005: 1040-1051.

Cantu, R.C. 2001. “Posttraumatic Retrograde and Anterograde Amnesia : Pathophysiologi and Implication in Grading and Safe Return to Play,” Journal of Athietic Training. 36:244-248

Feinstein, A. 2002. “Posttraumatic Amnesia and Recall of a Traumatic Event Following Traumatic Brain Injury,” Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences. 14:25-30

Gill. 2007. Hughes ‘Outline of Modern Psychiatry. York : John Willey and Sons Publishing Limited

Gillroy, J. 2000. Basic Neurology. New York : 3rd ed McGraw-HillJapradi, I. 2002. Cedera Kepala. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Kelompok

GramediaKneafsey R., Gawthorpe D. “Head Injury: Long ‐ Term Consequences for Patients

and Families and Implications for Nurses,” Journal of Clinical Nursing 2004 13(5): 601-608

Konsensus nasional. 2006. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

Kreutzer. 2003. “Moderating Factors Return to Work and Job Stability after Cederatic Brain Injury,” Journal of Head Cedera Rehabilitation 2003: 128-138

Levin, H.S. 1997. Memory Dysfunction After Head Injury. In : Feinberg. T.E. Farah M.J. (eds). Behavioral Neurology and Neuropsychology. Pp. 479-88. McGraw-Hill Companies. United States of America.

Mardjono M. Sidartha P. Mekanisme Trauma Susunan Saraf. Neurologi Klinis Dasar ed 9, Jakarta : Dian Rakyat, 2003: 249-260

Markom,S. 2002 .Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara.Masur, H. 2004. Scales and Score in Neurology : Quantification of Neurological

Deficits in Research and Practice.pp 267-69. Theme New York Rosenbaum, J. 2006. Psychiatric Clinical Skills. Philadelphia : Elsovler Mosby.

230Sastrodiningrat A.G. 2007. Pemahaman Indikator Dini Dalam Menemukan

Prognosa Cedera Kepala Berat. USU: MedanSjahrir, H. 2004. Ilmu Penyakit Saraf. Neurologi Khusus. USU : Medan Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E.A. 2014. Kapita Selekta

Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media AesculapiusTrevor Powell. 2006. Head Injury – a Practical Guide. www.headway.org.uk.

Diakse tanggal 5 Juni 2015 pukul 12.30Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2008. Konsensus

Nasional Penanganan Cedera Kapitis dan Cedera Spinal. Jakarta : Perdossi

Faul M, Xu L, Wald MM, Coronado VG. 2010. Traumatic Brain Injury in the United States: EmergencyDepartment Visits, Hospitalizations and Deaths 2002–2006. Atlanta (GA): Centers for Disease Control and Prevention,National Center for Injury Prevention and Control.

22

Nathan Zasler; Douglas Katz, MD; Ross D. Zafonte. 2007. Brain Injury Medicine: Principles and Practice. Demos Medical Publishing.

Marosszeky, N.E.V., Ryan, L., Shores, E.A., Batchelor, J. & Marosszeky, J.E. 1997. The PTA Protocol: Guidelines for using the Westmead Post-Traumatic Amnesia (PTA) Scale. Sydney: Wild & Wooley.

Gumm K., Liersch K., Carey L. 2014. TRAUMA SERVICE GUIDELINES: Post Traumatic Amnesia Screening and Management. The Royal Melbourne Hospital.

Wartenberg.K.E.2007. Trauma In : Brust J.C.M (ed). Current Diagnosis and Treatment in Neurology. Pp 175-90. McGraw-Hill Companies. Inc. United States of America