PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN PENAMBAHAN …/Pengaruh-Variasi-Jenis...TERHADAP POROSITAS HASIL...
Transcript of PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN PENAMBAHAN …/Pengaruh-Variasi-Jenis...TERHADAP POROSITAS HASIL...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN
DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS
TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si
BERBASIS PISTON BEKAS
SKRIPSI
Oleh :
AGUNG DWI WIBOWO
K 2508001
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Nopember 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Agung Dwi Wibowo
NIM : K2508001
Jurusan/Program Studi : PTK/Pendidikan Teknik Mesin
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS
CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS
TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS
PISTON BEKAS” ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri. Selain itu
informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dengan skripsi ini hasil
japlakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 31 Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Agung Dwi Wibowo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN
DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS
TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si
BERBASIS PISTON BEKAS
Oleh :
AGUNG DWI WIBOWO
K2508001
SKRIPSI
Dijadikan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Nopember 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Sekripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Jumat
Tangal : 9 Nopember 2012
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Suwachid, M.Pd., M.T
Sekretaris : Drs. Yadiono, M.T
Anggota I : Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng.
Anggota II : Budi Harjanto, S.T., M.Eng.
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Agung Dwi Wibowo. “PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN
PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS
HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS”. Skripsi,
Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Oktober 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi jenis
cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting
Al-Si berbasis piston bekas dengan kandungan Si sebesar 9%. Penelitian ini
menggunakan tiga jenis cetakan yaitu cetakan pasir basah, cetakan pasir kering
dan cetakan logam. Variasi penambahan serbuk dry cell yang digunakan adalah
sebanyak 0,30%; 0,50% dan 0,70% berat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan analisis data deskriptif analitis. Data diperoleh dengan cara
menghitung besar porositas pada setiap spesimen serta pengambilan foto makro.
Dari hasil perhitungan porositas dibuat grafik untuk menganalisisnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa porositas tertinggi terjadi pada
variasi cetakan pasir basah dan penambahan serbuk dry cell bekas sebanyak
0,50% berat dengan porositas sebesar 3, 1447%. Porositas terendah terjadi pada
variasi cetakan logam dan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70% berat
dengan besar porositas sebesar 0,1635%. Berdasarkan hasil foto makro cetakan
logam yang dapat menghasilkan permukaan coran yang halus dibandingkan
dengan cetakan pasir.
Setelah dilakukan penelitian ini penggunaan cetakan logam dapat
menghasilkan coran dengan permukaan yang halus dan rendah porositas. Pada
penambahan serbuk dry cell 0,30% dan 0,50% menyebabkan peningkatan
porositas, sedangkan pada penambahan serbuk dry cell 0,70% dapat mengurangi
terjadinya porositas pada hasil coran. Hal tersebut terjadi pada semua jenis
cetakan.
Kata Kunci: porositas, serbuk dry cel, Al-Si, piston bekas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Agung Dwi Wibowo. EFFECT OF VARIATION TYPE MOLD AND
ADDITION OF POWDER DRY CELL PRODUCTS USED TO POROSITY
REMELTING OF Al-9%Si BASED PISTON USED. Skripsi, Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Ocktober 2012.
The purpose of this study is to determine the effect of variations in the
type of mold and the addition of dry cell powder marks on the porosity results
remelting of Al-Si piston-based scars with 9% Si.This study used three different
types of mold there were wet sand mold, dry sand mold and metal mold.
Variations addition of dry cell powder is used as much as 0,30%, 0,50% and
0,70% by weight.
The research method that used in this research is experiment method
with analytical descriptive data analysis. Data obtained by calculating the
porosity on each specimen and taking macro photos. From the calculated porosity
created graphs to analyze.
The results of this study show that the highest porosity occurs in the
variations wet sand mold and additions powder dry cell by weight as much as
0.50% porosity by 3,1447%. The lowest porosity occur in variations metal molds
and adding powder dry cell as much as 0,70% by the porosity of 0,1635%.
Trought macro photos, metal mold can product smooth surface than sand mold.
By this research, the use of metal molds can produce castings with a
smooth surface and low porosity. In addition dry cell powder 0,30% and 0,50%
led to increased porosity, while the addition cell dry powder 0,70% can reduce
the porosity in castings results. This happens in all kinds of molds.
Keywords:, porosity, dry cell powder, Al-Si, piston used
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. Ar Ro’du :11)
“Waktu yang terbaik adalah sekarang dan waktu yang terburuk adalah nanti.
Maka awali dan kerjakanlah sekarang.”
“Orang tua adalah segalanya, maka berikanlah yang terbaik buat orang tua kita”
“Jangan membayangkan hal-hal yang berlebihan, mungkin itu hanya rasa
ketakutan yang muncul dipikiran anda, berpikirlah positif kawan!”
(Dhiah P S)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
ALLAH SWT yang telah memberikanku rahmat, jalan, kemudahan,
petunjuk, kesehatan dan hidayahNya dalam menyelesaikan tugas ini..
Bapak dan Ibu Tercinta yang telah memberikan yang terbaik kepada ku.
Terimakasih Bapak Ibuku yang aku sayangi.
Kakak dan Adikku
Terimakasih semangat dan dukungannya.
Betty W
Terimakasih atas semangat, motivasi dan doa yang kau berikan.
Diaz, Dhiah, Insan dan Dian.
Terimakasih sahabat – sahabat terbaikku yang selalu ada dalam hidupku. Kalian
memang bagian yang terbaik dalam hidupku.
Darsono, Nur First, Isa, Febrian dan Roziq
Terimakasih atas semangat, perjuangan dan kerjasamanya.
Teman – teman Pendidikan Teknik Mesin’ 08.
Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rohmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS
CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS
TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-Si BERBASIS PISTON
BEKAS”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan dalam
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknik
Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan
tidak lepas dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS yang telah
memberikan persetujuan atas permohonan penyusunan skripsi.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS yang telah
memberikan persetujuan atas permohonan penyusunan skripsi.
4. Drs. Suwachid, M.Pd., M.T. selaku Pembimbing Akademik.
5. Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng selaku Dosen Pembimbing I, yang
selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran.
6. Budi Harjanto, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II, yang memberikan
motivasi dan bimbingan dengan penuh kesabaran.
7. Maruto Adhi P., S.T. Laboratorium Material, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah membantu dalam
pengujian spesimen penelitian ini.
8. Teman-teman seperjuangan PTM’08 terima kasih atas kerjasama dan
bantuannya.
9. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak. Apabila dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi ini terdapat kesalahan dan hal yang tidak berkenan, penulis
sampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 3
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
E. Tujuan ........................................................................................... 4
F. Manfaat ........................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Pustaka dan Penelitian yang Relevan .................................. 6
B. Kerangka Berfikir ............................................................................ 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 29
1. Tempat Penelitian...................................................................... 29
2. Waktu Penelitian ....................................................................... 29
B. Rancangan Penelitian ...................................................................... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 30
D. Pengumpulan Data .......................................................................... 36
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 44
B. Pembahasan ..................................................................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 68
B. Implikasi .......................................................................................... 68
C. Saran ................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 70
LAMPIRAN .............................................................................................. 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penelitian Kandungan Kimia Serbuk Dry cell Bekas ........................ 14
3.1. Jadwal Penelitian .................................................................................. 29
3.2. Jumlah (gr) Penambahan Serbuk Dry Cell Bekas ................................ 40
3.3. Jumlah Al-Si (gr) ................................................................................. 41
4.1. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Basah ......................................... 45
4.2. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Kering........................................ 46
4.3 Perhitungan Porositas Cetakan Logam ................................................. 46
4.4 Hasil Pengujian Porositas ...................................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Dry Cel ................................................................................................. 13
2.2. Cacat Porositas Gas .............................................................................. 22
2.3. Cacat Porositas Shrinkage .................................................................... 23
2.4. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan Cetakan Logam,
dengan Perbesaran 200x ...................................................................... 25
2.5. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan Cetakan Pasir,
dengan Perbesaran 200x ...................................................................... 25
2.6. Kerangka Berpikir ................................................................................ 28
3.1. Dapur Kowi .......................................................................................... 30
3.2 .Kipas Angin ......................................................................................... 31
3.3. Ladle ..................................................................................................... 31
3.4. Termometer Digital .............................................................................. 32
3.5. Temperature Probe .............................................................................. 32
3.6. Timbangan Digital ............................................................................... 33
3.7. Spectrometer Metal Scane.................................................................... 34
3.8. Canon EOS 60D ................................................................................... 34
3.9. Mesin Bubut ......................................................................................... 35
3.10. Piston Bekas ....................................................................................... 35
3.11. Dry Cel ............................................................................................... 36
3.12. Penimbangan Spesimen di Udara....................................................... 37
3.13. Penimbangan Spesimen di Air ........................................................... 38
3.14. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 40
3.15. Spesimen Uji ...................................................................................... 43
4.1. Proses Penimbangan Spesimen di Udara ............................................. 45
4.2. Proses Penimbangan Spesimen di Air ................................................. 45
4.3. Hubungan Penambahan Sebrbuk Dry Cell terhadap Porositas ............ 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
4.4. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0% ......................................................................................... 48
4.5. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,30% .................................................................................... 49
4.6. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,50% .................................................................................... 51
4.7. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,70% .................................................................................... 52
4.8. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0% ......................................................................................... 53
4.9. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,30% .................................................................................... 55
4.10. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,50% .................................................................................... 56
4.11. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk
Dry Cell 0,70% .................................................................................... 58
4.12. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry
Cell 0% ................................................................................................. 59
4.13. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry
Cell 0,30% ............................................................................................ 61
4.14. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry
Cell 0,50% ............................................................................................ 62
4.15. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry
Cell 0,70% ............................................................................................ 64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Logam merupakan salah satu materi alam yang memiliki peranan penting
dalam mendukung berbagai sektor kehidupan manusia. Untuk itu banyak hal yang
harus diketahui dan dipahami karena ternyata logam sangat kompleks dan
bervariasi dari jenis hingga sifat dan karakteristiknya. Bahan logam dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu logam besi (ferro) dan logam bukan
besi (non ferro). Logam ferro yaitu suatu logam paduan yang terdiri dari
campuran unsur karbon dengan besi, misalnya besi tuang, besi tempa dan baja.
Logam non ferro yaitu logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe) misalnya
tembaga, aluminium, timah dan lainnya. Bahan bukan logam antara lain asbes,
karet, plastik dan lainnya.
Penggunaan logam ferro seperti besi dan baja masih mendominasi dalam
perencanaan-perencanaan mesin maupun dalam bidang konstruksi. Begitu pula
pada penggunaan logam non ferro yang terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu
logam aluminium (Smith, 1995 :400). Hal ini terlihat dari urutan pengunaan
logam paduan aluminium yang menempati urutan kedua setelah pengunaan logam
besi atau baja, dan diurutan pertama untuk logam non ferro (Smith,1995).
Sekarang ini kebutuhan Indonesia pada aluminium per tahun mencapai 200.000
hingga 300.000 ton dengan harga US$ 3.305 per ton (Noorsy, 2007).
Sejak tahun 1980 kebutuhan aluminium pada komponen otomotif seperti
piston, blok mesin, kepala silinder dan katup terus meningkat sampai sekarang.
Khususnya di Indonesia limbah piston per tahun mencapai 6.765,5 ton. Untuk
mengurangi konsumsi aluminium tersebut perlu dilakukan daur ulang limbah
aluminium. Apabila bisa didaur ulang akan menghemat material aluminium baru
dan memberi masukan bagi pengembangan bidang ilmu teknologi material.
Remelting merupakan salah satu metode pengecoran daur ulang dengan
melebur kembali material logam yang telah ada. Keuntungan remelting ini di
antaranya harganya yang relatif murah dan dapat dilakukan oleh industri
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
meskipun hanya skala home industry. Kendala yang sering terjadi dalam proses
remelting adalah kecacatan (porositas). Kecacatan yang sering terjadi adalah
cacat porositas gas maupun cacat porositas shrinkage yang disebabkan karena
adanya pembentukan gas ketika logam cair dituang dan adanya hidrogen yang
ikut terlarut. Porositas disebabkan pula oleh cairan logam yang kotor oleh terak
(slag).
Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya
dituang ke dalam cetakan dan kemudian dibiarkan membeku, sehingga terbentuk
suatu benda yang sesuai dengan bentuk model atau pola cetakan. Penggunaan
jenis cetakan yang tepat dapat meningkatkan hasil produksi baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Jenis cetakan yang sering digunakan dalam industri pengecoran
antara lain cetakan pasir dan cetakan logam.
Jenis cetakan pasir yaitu jenis cetakan dengan menggunakan pasir
sebagai bahan cetakan. Proses pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir ini
sendiri tidak lain adalah menuangkan logam cair kedalam rongga dari cetakan
pasir. Cetakan ini dibuat dengan jalan memadatkan pasir yang berupa pasir alam
atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan logam (permanent)
adalah jenis cetakan dengan menggunakan logam sebagai bahan cetakan. Logam
yang digunakan sebagai bahan cetakan adalah besi cor paduan.
Inklusi merupakan problem serius dalam memproduksi hasil coran (Neff,
2002). Inklusi yang dimaksud adalah gas hidrogen yang dapat larut pada
Aluminium cair yang dapat menyebabkan porositas pada pengecoran. Dari hasil
pengamatan sebuah home industry pengecoran aluminium di Karanganyar, Jawa
Tengah dijumpai penggunaan serbuk dry cell bekas sebanyak 150 gram pada 70
kilogram logam aluminium cair hasil remelting. Penambahan serbuk dry cell
bekas berdampak pada kebersihan cairan logam aluminium dari terak (slag)
sehingga produk coran yang dihasilkan lebih bersih dan terlihat halus. Telah ada
penelitian-penelitian logam yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penambahan dry cell sebagai degasser. Namun belum diketahui manfaat secara
fisis maupun mekanis dampak penambahan dry cell tersebut pada proses
remelting aluminium dari barang bekas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka penulis mengadakan
penelitian yang berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN
PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS
HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam
penelitian ini antara lain:
1. Penggunaan material logam aluminium yang mengalami peningkatan,
sehingga diperlukan solusi untuk mengurangi penggunaan material logam
tersebut.
2. Remelting merupakan salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan
material logam aluminium yang mempunyai kendala yaitu terjadinya
kecacatan porositas.
3. Setiap jenis cetakan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yang
berpengaruh pada kecacatan pada hasil coran.
4. Penambahan serbuk dry cell bekas berdampak pada kebersihan cairan logam
aluminium dari terak (slag) sehingga produk coran yang dihasilkan lebih
bersih dan terlihat halus. Belum diketahui pengaruh penambahan serbuk dry
cell terhadap cacat porositas hasil remelting aluminium silikon berbasis piston
bekas.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas dan menyimpang dari permasalahan,
maka ada beberapa pembatasan masalah dalam penelitian masalah ini, yaitu:
1. Serbuk dry cell yang dipakai adalah jenis dry cell tipe R 20 S.
2. Bahan remelting aluminium adalah dari limbah piston sepeda motor.
3. Sifat fisis yang dianalisis adalah cacat porositas.
4. Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan
cetakan logam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh variasi jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell
bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas?
2. Adakah jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas yang optimal
terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas?
E. Tujuan
Tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui pengaruh jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas
terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis limbah piston bekas.
2. Mengetahui jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas yang optimal
terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis limbah piston bekas.
F. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pengecoran
dalam rangka memperbaiki kualitas produk-produk pengecoran.
b. Sebagai inovasi dalam pengembangan metode pengecoran dengan metode
remelting.
c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu:
a. Memberikan ilmu pengetahuan tentang dampak variasi jenis cetakan
terhadap terhadap porositas hasil remelting Al-Si dengan bahan piston
bekas.
b. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan dry cell bekas
terhadap porositas hasil remelting Al-Si dengan bahan piston bekas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan
1. Kajian Teori
a. Pengecoran
1) Pengertian Pengecoran
Pengecoran adalah suatu proses pembuatan benda kerja dari logam
dengan jalan mencairkan logam tersebut pada temperatur tertentu,
kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mendingin dan
membeku.
Ada empat faktor yang merupakan ciri-ciri pengecoran:
a) Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak.
b) Terjadinya perpindahan panas selama pembekuan dan
pendinginan dari logam dalam rongga cetak.
c) Adanya pengaruh material cetakan.
d) Pembekuan logam dari kondisi cair.
2) Alur Pengecoran
Secara garis besar, proses pengecoran logam memiliki langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Proses Peleburan Logam dalam Dapur Peleburan
Proses peleburan logam adalah proses memasak bahan logam ke
dalam dapur peleburan hingga mencair. Dalam pelaksanaannya
memerlukan kalor yang sangat tinggi untuk mencairkan logam
tersebut. Titik lebur masing-masing logam juga berbeda-beda.
Macam-macam dapur peleburan logam secara umun yaitu:
(1) Dapur Kowi
(2) Dapur Siemens Martin
(3) Dapur Bessemer
(4) Dapur Kupola
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Dalam pemilihan dapur perlu mempertimbangkan jenis bahan
logam yang dicairkan, bahan bakar yang dipakai, dan kapasitas
yang dibutuhkan.
b) Proses Pembuatan Model/Pola
Pola adalah benda tiruan benda kerja yang akan dicetak, dengan
memberikan toleransi ukuran untuk pengerutan, memberi
kelebihan ukuran untuk proses penyesuaian (allowance for
machining), dan memudahkan pelaksanaan pengecoran serta
sudut kemiringan untuk memudahkan menarik model dari rangka
bawah( draft), maupun rangka atas (cup).
Pola memiliki peranan yang sangat penting dalam pembuatan
benda coran, karena pola sangat mempengaruhi hasil coran yang
inginkan. Salah satunya adalah pola mempengaruhi berhasil
tidaknya kita dalam membuat cetakan. Pembuatan pola
merupakan langkah awal dalam membuat produk yang sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pembuatan pola biasanya menghabiskan waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan proses-proses lainnya dalam pengecoran.
Dalam pembuatan pola memerlukan ketelitian dan kecematan.
Ketelitian dan kecermatan tersebut merupakan kunci utama yang
menentukan kualitas dan spesifikasi produk yang akan dihasilkan.
Oleh karena itu, pembuatan pola tidak boleh dikerjakan dengan
tergesa-gesa dan kasar.
Bahan-bahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan
pola sangat beragam antara lain kayu, resin sintesis dan logam.
Pada pengecoran khusus sering menggunakan plaster atau sering
disebut dengan paraffin.
c) Proses pembuatan cetakan
Bahan untuk pembuatan cetakan adalah pasir yang mengandung
kadar lempung tertentu, air, tepung tapioka, dan bentonik.
Beberapa pasir cetak mengandung tanah liat sebagai pengikat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sedangkan yang lain mengandung pengikat khusus. Cetakan pasir
dibuat dengan tangan dapat pula dengan mesin pencetak.
Pemilihan jenis cetakan dan proses pembuatannya mempunyai
beberapa faktor yang perlu diperhatikan, di antaranya:
(1) Biaya peralatan dan bahannya.
(2) Biaya kerja akhir cetakan agar siap pakai.
(3) Ketepatan ukuran dan dimensi coran.
(4) Pengendalian cetakan (polusi dan daur ulang bahan).
(5) Biaya akhir coran, pemotongan, pengelasan, perlakuan panas
dan pemesinan.
(6) Hasil guna dari cetakan.
(7) Luas lokasi bengkel pengecoran.
Secara garis besar cetakan pasir tersebut dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu:
(1) Cetakan jenis basah dengan cara sand casting sistem press.
(2) Cetakan kering terdiri dari cetakan sistem tempel (tapel;
Jawa) dan Sand casting.
d) Proses Penuangan
Penuangan adalah proses memasukkan cairan logam kedalam
rongga cetak yang terdapat pada cetakan. Proses ini merupakan
puncak dari pembuatan tuangan walaupun berlangsung dalam
waktu yang sangat pendek. Dalam proses ini logam cair yang
dikeluarkan dari tanur akan diterima oleh ladel pembawa dan
kemudian dituangkan kedalam cetakan dengan nggunakan kowi
(gayung) penuang. Kowi penuang biasanya berbentuk kerucut
atau silinder. Ladel pembawa dan kowi penuang tersebut terbuat
dari plat baja dan bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api.
e) Pembongkaran dan Pembersihan Coran
Setelah proses penuangan selesai dan logam mengalami
pembekuan dalam waktu yang cukup di dalam cetakan
selanjutnya kotak-kotak cetakan dikosongkan atau dibongkar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
benda-benda coran dibersihkan dari pasir, serta tukang cetak
menyingkirkan saluran tuang dan penambah dengan martil atau
untuk benda coran yang besar digunakan alat potong mesin.
Benda-benda tuang dibawa ke tempat-tempat pembersihan untuk
menyingkirkan bram-bram yang melekat pada benda hasil coran.
f) Pemeriksaan Hasil Coran
Pemeriksaan hasil coran dilakukan untuk memelihara kualitas dari
coran, untuk menekan biaya dengan mengetahui terlebih dahulu
produk yang cacat. Menurut Surdia (2000: 195-202), Pemeriksaan
coran yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan rupa yang
bertujuan untuk meneliti: ketidakteraturan, inklusi retak, retakan
dan sebagainya yang terdapat pada permukaan. Pemeriksaan cacat
dalam yang bertujuan untuk meneliti adanya cacat seperti rongga
udara, rongga penyusutan, inklusi, retakan dan sebagainya dalam
hasil coran dengan jalan tanpa merusak atau mematahkan yaitu
dengan (sinar radiografi, kekuatan supersonik, dan magnit).
Pemeriksaan bahan yang bertujuan untuk memeriksa ketidak
teraturan bahan yang diteliti dengan cara pengujian yang telah
ditetapkan. Pemeriksaan merusak yang dilakukan dengan cara
mematahkan atau memotong produk hasil coran untuk
memastikan kualitas produk.
b. Cetakan
Cetakan adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat cairan
logam yang akan dibentuk oleh model. Pembuatan cetakan dalam proses
pengecoran merupakan hal yang sangat penting dan harus sesuai dengan
modelnya masing-masing.
Proses pembuatan cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan
tangan sampai mesin yang paling modern. Pembuatan cetakan dengan
menggunakan tangan dilakukan apabila produksinya dalam jumlah yang
kecil, sedangkan untuk bentuk coran yang sulit dan dalam jumlah yang
besar dapat dilakukan dengan menggunakan mesin. Pasir cetak harus lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
halus, karena untuk mendapatkan permukaan yang rata. Pasir cetak tidak
perlu tahan panas yang tinggi karena suhu pengecoran untuk paduan
aluminium rendah. Untuk memperkuat cetakan atau mempermudah operasi
pembuatan cetakan, pasir dicampur dengan pengikat khusus yaitu tanah liat,
air-kaca, semen, resin fenol, resin furan atau minyak pengering. Untuk
menghindari terjadinya oksidasi pada cairan paduan aluminium pada waktu
penuangan, kadar air dalam cetakan harus serendah mungkin.
Dalam pembuatan cetakan diperlukan pola yang digunakan untuk
pembuatan cetakan benda coran, pola ini dibuat dengan menyerupai benda
yang diinginkan, pola dibuat dari kayu, karena dengan kayu memudahkan
pembuatan pola dan ongkos pembuatan yang murah. Kadang-kadang pola
dibuat dari logam seperti magnesium, aluminium, maupun besi atau baja.
Pola logam digunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda cor,
terutama dalam masa produksi, sehingga unsur pola bisa lebih lama dan
produktifitas lebih tinggi.
Menurut Suhardi (1987: 35), untuk jenis cetakan ditinjau dari
bahan cetakan yang dipakai dibagi menjadi dua yaitu cetakan pasir dan
cetakan logam.
1) Cetakan Pasir
Pengecoran dengan cetakan pasir adalah proses pengecoran dengan
menggunakan pasir sebagai bahan yang digunakan untuk membuat
cetakan. Proses pengecoran ini merupakan suatu proses yang paling
dikenal dan dipakai. Proses ini sendiri tidak lain adalah menuangkan
logam cair kerongga dari cetakan pasir, sehingga diperlukan bahan
cetakan yang mampu menahan temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur logam yang dituangkan. Cetakan ini dibuat dengan jalan
memadatkan pasir yang berupa pasir alam atau pasir buatan yang
mengandung tanah lempung.
Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan,
karena memiliki beberapa keunggulan antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
a) Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti
baja, nikel dan titanium
b) Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan
ukuran besar
c) Dapat mencetak benda cor dengan bentuk yang sangat rumit.
Klasifikasi cetakan pasir yaitu:
a) Cetakan pasir basah
Cetakan pasir basah adalah yang paling murah karena berikatan
dengan tanah liat. Tanah liat adalah Aluminium silika yang
terdehidrasi dengan sebuah struktur berlapis. Bahan ini cukup
kuat, namun akan menjadi getas dalam kondisi kering. Bahan ini
mudah dibentuk jika ditambah air. Air terserap pada lapis-lapis
pasir sehingga memungkinkan terjadinya gerakan realtif.
Proses pembuatan cetakan pasir basah adalah dengan mencampur
pasir dengan tanah liat dalam presentase yang diperlukan, namun
kualitas yang superior biasanya dicapai ketika tanah liat
berkualitas ditambahkan pada pasir kuarsa murni. Dengan 2%
sampai dengan 3% air dan melalui pencampuran didapatkan
campuran pasir yang sudah siap diubah dan dicetak. Kata “basah”
dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak itu masih cukup
mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke
cetakan itu.
Keunggulan cetakan pasir basah adalah mempunyai karakteristik
yang mudah dibentuk dan proses pembuatannya lebih cepat.
Kelemahan cetakan pasir basah adalah uap lembab dalam pasir
dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa coran, tergantung
pada logam dan geometri coran.
b) Cetakan pasir kering
Cetakan pasir kering, dibuat dengan menggunakan bahan
pengikat tanah liat, kemudian cetakan dikeringkan dalam sebuah
oven atau dengan bantuan panas lain sehingga cetakan benar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
benar kering. Pengeringan cetakan dalam oven dapat memperkuat
cetakan dan mengeraskan permukaan rongga cetakan.
Cetakan pasir kering menghasilkan benda-benda coran yang
sangat bersih dan sedikit gas yang dihasilkan. Hal ini merupakan
suatu metode yang lebih aman, terutama pada pengecoran dengan
suhu yang lebih tinggi.
2) Cetakan Permanen atau Cetakan Logam
Pengecoran dalam cetakan logam dilaksanakan dengan menuangkan
logam cair ke dalam cetakan logam seperti pada cetakan pasir (Tata
Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1976: 248). Proses penuangannya, logam
cair mengalir melalui pintu cetakan, dimana tidak menggunakan
tekanan kecuali tekanan yang berasal dari tinggi cairan logam dalam
cetakan. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan penuh gaya
berat walaupun kadang-kadang diperlukan tekanan pada logam cair
selama atau setelah penuangan.
Bahan cetakan terutama dipakai besi cor, namun paduan baja paling
banyak digunakan. Cara ini dapat membuat coran yang mempunyai
ketelitian dan kualitas yang tinggi. Akan tetapi, biaya pembuatan
cetakan adalah tinggi sehingga apabila umur cetakan itu dibuat
panjang, baru produksi yang ekonomis mungkin dilaksanakan.
Di dalam cetakan logam perlu memberikan bahan pelapis permukaan
cetakan agar memudahkan proses pembebasan cetakan dan
mengurangi keausan cetakan serta menurunkan kecepatan coran
sehingga terhindar dari cacat-cacat. Bahan pelapis yang digunakan
untuk melapisi permukaan cetakan logam adalah bahan anorganik
yang bersifat tahan api, seperti tanah lempung atau grafit.
Cetakan logam merupakan cetakan yang dapat memberikan hasil
coran dengan ketelitian ukuran coran yang sangat baik kalau
dibanding pengecoran dengan cetakan pasir dan memiliki permukaan
coran yang halus, menghasilkan struktur yang rapat serta sifat mekanis
dan sifat tahan tekanan yang sangat baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Secara metalurgi pengaruh pendinginan cetakan logam menghasilkan
logam coran dengan butir-butir yang halus, sehingga memberikan
kekuatan maksimum. Hal ini karena semakin cepat pendinginannya
maka semakin halus butir kristal dendrite, sehingga semakin kuat baik
kekerasan maupun kekuatan tariknya. Kekurangan dari cetakan logam
adalah tidak sesuai dengan jumlah produksi yang kecil karena biaya
produksi yang mahal, sukar untuk membuat coran yang berbentuk
rumit, pembutan cetakan logam sukar dan mahal, ukuran benda kerja
terbatas, serta tidak dapat dipakai untuk pengecoran baja.
c. Dry cell (Baterai Kering)
Baterai kering adalah suatu sumber energi listrik yang diperoleh
dengan konversi langsung dari energi kimia dan memiliki elektrolit yang
tidak dapat tumpah, dan dapat dipakai dalam segala posisi.
Baterai adalah perangkat yang mampu menghasilkan tegangan DC,
yaitu dengan cara mengubah energi kimia yang terkandung di dalamnya
menjadi energi listrik melalui reaksi elektro kimia, Redoks (Reduksi–
Oksidasi). Baterai terdiri dari beberapa sel listrik, sel listrik tersebut menjadi
penyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia. Komposisi yag
terkandung dalam baterai kering dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1. Dry Cell
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Baterai kering ditemukan oleh Leclanche yang mendapat hak paten
atas penemuan itu pada tahun 1866. Sel Leclanche terdiri atas suatu silinder
zink yang berisi pasta dari campuran batu kawi (MnO2), salmiak (NH4Cl),
karbon (C), dan sedikit air (jadi sel ini tidak 100% kering). Zn berfungsi
sebagai anoda, sedangkan katoda digunakan elektroda inert, yaitu grafit yang
dicelupkan di tengah-tengah pasta. Pasta itu sendiri berfungsi sebagai
oksidator.
Tabel 2.1 berikut ini menunjukan hasil penelitian kandungan pada
serbuk dry cell .
Tabel 2.1. Penelitian Kandungan Kimia Serbuk Dry cell Bekas (Agita
Wirasmara, 2006)
Hasil Penelitian Kandungan Serbuk Dry cell Bekas
No. Kandungan Jumlah
1 NH4Cl 5,95 % berat
2 NH3 0,25 % berat
3 MnO2 7,86 % berat
4 MnO2O3 62,28 % berat
5 Zn 0,18 % berat
6 C 2,76 % berat
7 ZnCl2 15,6 % berat
8 H2O 4,85 % berat
d. Aluminium (Al)
1) Sejarah Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809
sebagai suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh
H.C. Oersted. tahun 1825. Secara industri tahun 1886, paul Herbult di
Perancis dan C.M. Holl di Amerika Serikat secara terpisah telah
memperoleh logam Aluminium dari alumina dengan cara elektrolisis
dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult masih
dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium
sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan yang kedua setelah
besi dan baja, yang tertinggi di antara logam non ferro. Produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
aluminium tahunan di dunia mencapai 15 juta ton per tahun pada
tahun 1981.
Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi
yang baik dan hantaran listrik yang baik . Untuk meningkatkan
kekuatan mekanik aluminiun digunakan dan fisisnya, aluminium
sering digunakan dalam bentuk paduan seperti dengan menambahkan
Cu, Mg, Si, Mn, Zn, dan Ni. Secara satu persatu atau bersama-sama,
memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi,
ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya. Material
ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk
peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material
pesawat terbang, mobil, kapal laut, dan konstruksi.
2) Paduan Aluminium
Aluminium banyak digunakan secara luas sebagai bahan industri, juga
dalam industri pengecoran logam. Aluminium merupakan logam non
ferro yang memiliki ketahanan korosi yang baik serta sebagai
penghantar panas dan listrik yang baik pula. Dalam bidang teknik
aluminium memiliki kelemahan yaitu kekerasan, batas cair dan
regangannya rendah, sehingga menyebabkan aluminium murni tidak
dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Pembuatan aluminium paduan
merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kelemahan tersebut.
Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak
kehilangan sifat ringan dan sifat – sifat mekanisnya dan mampu
cornya diperbaiki dengan menambah unsur–unsur lain. Unsur–unsur
paduan itu adalah tembaga, silikon, silisium, magnesium, mangan,
nikel, dan sebagainya yang dapat mengubah sifat paduan aluminium.
Macam–macam unsur paduan aluminium dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a) Paduan Al-Si
Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si
yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat
silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit
diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai
dengan 0,15% sampai dengan 0,4%Mn dan 0,5 % Mg. Paduan
yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment),
quenching, dan aging dinamakan silumin γ, dan yang hanya
mendapat perlakuan aging saja dinamakan silumin β. Paduan Al-Si
yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg , Cu dan
Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. (Tata Surdia dan
Saito Shinroku, 1992).
b) Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam
usaha mengembangkan paduan aluminium yang kuat yang
dinamakan duralumin. Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang
mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg serta dapat mengeras dengan
sangat dalam beberapa hari oleh penuaan dalam temperatur biasa
atau natural aging setalah solution heat treatment dan quenching.
Studi tentang logam paduan ini telah banyak dilakukan salah
satunya adalah Nishimura yang telah berhasil dalam menemukan
senyawa terner yang berada dalam keseimbangan dengan Al, yang
kemudian dinamakan senyawa S dan T. Ternyata senyawa S
(Al2CuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada temperatur
biasa. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg dipakai sebagai bahan dalam
industri pesawat terbang (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).
c) Paduan Al-Mn
Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat aluminium tanpa
mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan
yang tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan
standar AA adalah paduan Al 3003 dan Al 3004. Komposisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan
komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg.
Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan
korosi tanpa perlakuan panas (Tata Surdia dan Saito Shinroku,
1992).
d) Paduan Al-Mg
Paduan dengan 2% sampai dengan 3 % Mg dapat mudah ditempa
dan dirol. Paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai
sebagai bahan tempaan. Paduan Al 5052 adalah paduan yang paling
kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan
regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083
yang dianil adalah paduan antara ( 4,5 % Mg ) kuat dan mudah
dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki
LNG (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).
e) Paduan Al-Mg-Si
Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat
diperoleh paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini
mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan
dengan paduan – paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik
mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya.
Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka – rangka konstruksi,
karena paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan yang cukup
baik tanpa mengurangi hantaran listrik, maka selain dipergunakan
untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga (Tata
Surdia dan Saito Shinroku, 1992).
f) Paduan Al-Mn-Zn
Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan
mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan
dengan penambahan kira – kira 0,3 % Mn atau Cr dimana butir
kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta
retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang dunia
ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah
dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri
dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn
sekarang dinamakan paduan Al7075. Paduan ini mempunyai
kekuatan tertinggi diantara paduan Pengggunaan paduan ini paling
besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara, disamping itu
juga digunakan dalam bidang konstruksi (Tata Surdia dan Saito
Shinroku, 1992).
Adapun pengaruh unsur-unsur yang terkandung dalam paduan
aluminium di antaranya:
a) Unsur Si (silikon)
Unsur Si pada paduan aluminium dapat meningkatkan kekerasan
dan mereduksi cacat cracking (retak).
b) Unsur Mn (mangan)
Unsur Mn pada paduan aluminium dapat mereduksi unsur cacat
shrinkage dan meningkatkan hasil coran tanpa cacat.
c) Unsur Fe (besi)
Unsur Fe pada paduan aluminium dapat meningkatkan kekuatan,
machinability, dan mengurangi cacat cracking (retak) serta
menambah kekuatan terhadap beban kejut.
d) Unsur Cu (tembaga)
Unsur Cu pada paduan aluminium dapat menambah ketahanan
korosi dan menurunkan castability.
e) Unsur Mg (magnesium)
Unsur Mg pada paduan aluminium dapat menambah ketahanan
terhadap korosi, mengurangi cacat cracking (retak) serta
menambah kekuatan.
f) Unsur Zn (seng)
Unsur Zn pada paduan aluminium dapat meningkatkan fluiditas
logam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
g) Unsur C (karbon)
Unsur C pada paduan aluminium berperan meninkatkan sifat
mekanik pada logam yang hampir dua kali lipat dari keadaan
murni.
h) Unsur S (sulfur)
Unsur S pada paduan aluminium bermanfaat sebagai perlindungan
terhadap korosi.
i) Unsur Pb (Timbal)
Unsur Pb pada paduan aluminium sebagai unsur paduan untuk
meningkatkan machinability.
(Davis, 1988: 744).
3) Peleburan Al
Temperatur tuang pada aluminium cair sangat penting untuk
diperhatikan, karena aluminium yang terlalu tinggi temperaturnya
sangat rentan terjadi oksidasi. Oksidasi ini dapat menyebabkan
terjadinya gelembung udara yang memicu terjadinya porositas coran.
Sebaliknya bila aluminium cair temperaturnya terlalu rendah akan
cepat terjadi pembekuan sehingga rongga cetakan tidak dapat terisi
penuh. Hal tersebut mengakibatkan produk yang gagal (reject
product).
Aluminium cair ketika memiliki temperatur yang tinggi menghasilkan
hidrogen. Menurut reaksinya: 2Al + 3HO2 2AlO3 + 3H. Hidrogen
ini diperoleh dari udara yang banyak mengandung uap air. Hidrogen
yang terjadi dari reaksi tersebut di atas akan terlarut dalam aluminium
cair, dan kelarutan hidrogen tersebut akan meningkat seiring dengan
laju kenaikan suhu dari aluminium. Hidrogen ini mengakibatkan cacat
porositas pada coran aluminium. Oleh karena itu, temperatur
aluminium yang akan dituangkan perlu diperiksa suhunya untuk
mencegah semakin meningkatnya cacat pada produk cor.
Temperatur tuang sangat perlu untuk diperhatikan. Pada beberapa
jenis logam, Temperatur tuang ini sangat berpengaruh signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
terhadap kualitas hasil coran. Seperti halnya Aluminium bila suhu
tuang sekitar 700°C sampai dengan 800°C maka logam cair tersebut
akan mengalami proses oksidasi sehingga slag yang dihasilkan lebih
banyak. Dalam hal ini akan merugikan pihak yang melakukan proses
pengecoran karena slag ini merupakan kotoran logam yang tidak
terpakai.
4) Pembekuan Al
Proses yang ada dalam pembekuan logam ini adalah adanya kontak
langsung maupun tidak langsung karena adanya perpindahan panas.
Misalnya perpindahan panas tersebut adalah secara konveksi antara
coran dengan udara di luar karena rongga permeabilitas cetakan. Dan
secara konduksi adalah antara coran dengan cetakan. Dalam hal ini
cetakan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembekuan logam.
Untuk setiap jenis cetakan memiliki kecepatan membekukan logam
berbeda-beda. Pada cetakan logam, cetakan pasir, dan cetakan kering.
Faktor yang lain yang mempengaruhi pembekuan logam adalah aliran
logam dalam cetakan dan perpindahan panas selama pembekuan.
Pendinginan logam ini sangat berpengaruh terhadap ukuran, bentuk,
keseragaman dan komposisi butiran Kristal selama proses pembekuan.
Ketika cairan logam dituangkan ke dalam cetakan maka akan terjadi
penyerapan panas antara dinding cetakan dengan logam. Laju
pembekuan diawali dari sisi paling luar yang kontak langsung dengan
cetakan. Panas laten yang dilepas selama pembekuan melambat
seiring dengan kecepatan pembekuan. Bagian dari pembekuan
tergantung tipe paduan yang dicor. Logam paduan akan mambeku
dengan rentan waktu tertentu, hal itu tidak sama dengan logam murni.
Dengan kata lain pembekuan diawali dari daerah di bawah garis
liquidus dan pembekuan berakhir bila temperatur logam cair berada
pada garis solidus. Logam cair yang berada dalam rentang tersebut
dinamakan kondisi fase bubur (mushy zone).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
e. Remelting
Bahan baku pengecoran pada industri kecil tidak selamanya
menggunakan bahan murni (aluminium ingot), tetapi menggunakan
aluminium skrap atau reject materials dari pengecoran sebelumnya. Proses
peleburan logam yang sebelumnya pernah dicor dinamakan remelting.
Remelting merupakan salah satu metode pengecoran daur ulang dengan
melebur kembali material logam yang telah ada. Keuntungan dari remelting
ini diantaranya harganya yang relatif murah dan dapat dilakukan oleh industri
meskipun hanya skala home industry. Reject materials juga lebih efisien
memanfaatkan bahan aluminium yang telah ada. Hasilnya tidak sebagus
pengecoran dengan bahan murni namun masih dapat digunakan untuk benda
coran yang mendapat perlakuan gaya yang tidak begitu besar. Untuk benda
coran pelek misalnya, dalam penggunaannya sering mendapatkan beban
kejut.
Peleburan aluminium paduan dengan metode remelting dapat
dilakukan di dalam dapur kowi karena aluminium mempunyai titik lebur yang
tidak terlalu tinggi. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi
kehilangan karena oksidasi, maka perlu dilakukan pemotongan logam
menjadi potongan kecil yang diberi panas mula.
f. Porositas
Porositas merupakan cacat produk cor yang dapat menurunkan
kualitas hasil coran. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan
Aluminium adalah perbedaan suhu yang sangat tinggi antara cetakan dengan
logam cair yang dituang. Proses pembekuan diawali pada bagian logam cair
yang lebih dahulu mengenai dinding cetakan. Hal ini diakibatkan oleh suhu
dinding cetakan yang sangat rendah dibandingkan dengan suhu logam cair.
Pembekuan yang cepat dan proses pendinginan yang tidak merata
mengakibatkan sejumlah gas terperangkap, sehingga terbentuk pori. Porositas
oleh gas dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan
pengaruh yang buruk pada kesempurnaan dan kekuatan dari benda tuang
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Cacat ini dapat dihindari dengan penuangan logam yang cukup
temperaturnya, mengontrol jumlah gas yang dihasilkan oleh material
(pengurangan unsur Si dan P akan sangat membantu), dan pemberian
degasser. Cacat porositas yang terjadi pada pengecoran logam yaitu:
1) Cacat Porositas Gas
Davis (1988) menyatakan, “Cacat porositas gas disebabkan karena
adanya pembentukan gas ketika logam cair dituangkan. Cacat
porositas gas berbentuk bulat akibat tekanan gas ini pada proses
pembekuan” (hlm. 457). Ukuran cacat porositas gas sebesar ± 2 mm
sampai 3 mm, lebih kecil bila dibandingkan dengan cacat porositas
shrinkage. Bentuk cacat gas seperti yang terlihat pada gambar 2.2
berikut:
Gambar 2.2. Cacat Porositas Gas
2) Cacat Porositas Shrinkage
Cacat porositas shrinkage mempunyai bentuk yang tidak bulat
(irregular) seperti yang ditunjukan pada gambar 2.3. Ukurannya lebih
besar jika dibandingkan dengan cacat porositas gas. Penyebab adanya
cacat porositas shrinkage adalah adanya gas hidrogen yang terserap
dalam logam cair selama proses penuangan, gas yang terbawa dalam
logam cair selama proses peleburan, dan pencairan yang terlalu lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
0,5 mm
Gambar 2.3. Cacat Porositas Shrinkage
g. Piston
Piston yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah torak
adalah komponen penting dalam kendaraan bermotor, karena piston
memegang peranan penting dalam proses pembakaran dalam ruang bakar.
Material untuk piston merupakan material dengan spesifikasi khusus dan
biasanya digunakan bijih aluminium untuk membuat paduannya.
Piston bekerja tanpa henti selama mesin hidup. Komponen ini
menerima temperatur dan tekanan tinggi sehingga mutlak harus memiliki
daya tahan tinggi. Oleh karena itu, pabrikan kini lebih memilih paduan
auminium silikon (Al-Si). Paduan ini diyakini mampu meradiasikan panas
yang lebih efisien dibanding material lainnya, karena paduan ini memiliki
daya tahan terhadap korosi dan abrasi, koefisien pemuaian yang rendah, dan
juga mempunyai kekuatan yang tinggi.
Sementara penyebab utama kerusakan komponen ini adalah ausnya
piston yang disebabkan oleh kurang disiplinnya pemakai kendaraan dalam
merawat kendaraan terutama dalam pengecekan oli mesin. Jika oli mesin di
bawah standar volume yang harus dipenuhi maka piston akan mudah aus
karena pelumasannya kurang. Piston yang mengalami kerusakan pada
akhirnya tidak dapat bekerja sesuai fungsinya sehinnga akan menjadi limbah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Untuk mengurangi penggunaan logam aluminium maka limbah piston bekas
tersebut dapat dimanfaatkan dengan cara mendaur ulang (remelting).
2. Penelitian yang Relevan
Adapun beberapa penelitian yang relevan dan dijadikan referensi
pada penelitian ini antara lain:
a. Penelitian deskriptif analisis Masyrukan (2010) yang menganalisis sifat
fisis dan mekanis aluminium (Al) paduan daur ulang dengan
menggunakan cetakan logam dan cetakan pasir. Bahan yang digunakan
adalah daur ulang aluminium bekas dan pengujian yang dilakukan adalah
kekerasan, struktur mikro dan komposisi kimia. Pada penelitian tersebut
menyatakan bahwa dari pengamatan struktur mikro pada kedua spesimen
uji, terbentuk beberapa fasa yang dapat diamati, yang antara lain: fasa Al
(berwarna terang), fasa AlSi (kelabu terang) dan fasa CuAl2 (berwarna
kelabu gelap kecoklatan). Terlihat pada aluminium paduan yang dicetak
dengan cetakan logam distribusi fasa AlSi dan CuAl2 lebih merata,
dengan struktur butiran lebih halus (kecil) dan jarak antar butiran yang
rapat. Dengan distribusi dan struktur butiran demikian maka akan dapat
meningkatkan nilai kekerasan dari coran yang dihasilkan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa metode pengecoran dengan menggunakan cetakan
logam menghasilkan distribusi fasa yang lebih merata bila dibandingkan
dengan menggunakan cetakan pasir. Hasil pengujian struktur mikro dapat
dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
14 µm
Al-Si
Gambar 2.4. Struktur Mikro Spesimen Aluminium daur Ulang dengan
Cetakan Logam, dengan Perbesaran 200x
14 µm
Gambar 2.5. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan
Cetakan Pasir, dengan Perbesaran 200x
b. Pada penelitian yang dilakukan oleh Agita Wirasmara (2006) tentang
studi pengaruh penambahan serbuk baterai bekas pada pengecoran
aluminium dengan cetakan pasir. Penelitian ini menggunakan spesimen
Al seri 413.0 dan penambahan serbuk dry cell dengan persentase berat
yaitu 0,15%, 0,25%, dan 0,30%. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
belum ada penambahan serbuk dry cell yang optimal untuk menciptakan
produk cor tanpa cacat. Serbuk baterai cenderung berperan sebagai
fluxing berupa higroscopic flux yang lembab, hal tersebut dikarenakan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dalam serbuk baterai bekas mengandung hidrogen sebanyak 4,85 %
berat. Higroscopic flux yang lembab menyebabkan penyerapan hidrogen
yang dapat menimbulkan timbulnya cacat porositas shrinkage.
Pengamatan struktur mikro pada spesimen penambahan serbuk baterai
bekas ditemukan ukurun butir relatif lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran butir ingot.
c. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (1997) yang meneliti
sifat kuat tarik paduan Al-Cu-Si dengan cetakan permanen (logam) dan
cetakan pasir. Paduan aluminium yang digunakan mengandung 5%Si
sampai dengan 10% Si, 0,5 sampai dengan 1% Zn, 3% Cu dan 0,4% Mg.
pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik. Pada penelitian ini
menyatakan bahwa dengan cetakan logam baik melalui proses aging atau
tanpa aging menghasilkan sifat yang lebih baik dari cetakan pasir.
Fenomena ini sangat erat hubungannya dengan perbedaan butir dendrit,
makin cepat pendinginan cetakan logam makin halus kristal dendrit dan
makin kuat. Untuk mengetahui pengaruh jenis cetakan (cetakan logam
dan cetakan pasir), semua spesimen dibuat melalui proses pengecoran
selain dengan cetakan logam juga dengan cetakan pasir. Spesimen dibagi
menjadi dua bagian yaitu untuk proses aging dan sebagai as-cast (non
aging). Perlakuan selanjutnya seluruh spesimen dilakukan pengujian kuat
tarik dan metalografi.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Ferencz Peti dan Lucian Grama (2011)
yang meneliti kemungkinan penyebab terjadinya cacat porositas pada
proses die casting. Ada dua cacat prositas yang diteliti dalam penelitian
ini yaitu cacat porositas gas dan cacat porositas shrinkage. Faktor
penyebab cacat porositas dikelompokan pada beberapa kategori
diantaranya parameter penuangan, volume logam, permukaan cetakan,
konstruksi cetakan dan suhu tuang logam. Untuk mengetahui cacat
porositas adalah dengan memotong spesimen dan menggosoknya sampai
mengkilat, kemudian diberi sinar-X. Cara menganalisisnya menggunakan
mikroskop dengan tomografi komputer. Cacat porositas dapat dicegah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dengan cara yang simple yaitu dengan melakukan proses yang baik dan
setup sejak awal untuk tetap di bawah kontrol dengan menjamin stabilitas
proses. Kestabilan proses dapat dijamin dengan memonitor dan menjaga
di bawah kontrol proses parameter.
Hubungan beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah
penggunaan cetakan pasir dan cetakan permanen yang mempunyai pengaruh
terhadap sifat fisis dan mekanik paduan Aluminium daur ulang. Hasil
penelitian penambahan serbuk dry cell belum menunjukkan perbandingan
yang signifikan dan belum diketahuinya penambahan serbuk dry cell yang
optimal untuk menghasilkan produk cor tanpa cacat, sehingga pada penelitian
ini menambahkan variasi penambahan serbuk dry cell yaitu sebesar 0,30%;
0,50% dan 0,70% berat Aluminium. Cacat porositas dapat menurunkan
kualitas hasil coran yang disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga juga
perlu untuk diteliti.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat ditentukan kerangka
berpikir sebagai berikut:
Aluminium merupakan jenis logam yang jumlahnya terbesar nomor dua
di dunia. Aluminium termasuk unreinforces resources maka perlu dilakukan
penghematan. Remelting adalah mengolah kembali logam bekas yang merupakan
satu dari terobosan penghematan bahan aluminium dengan konsekuensi hasil
coran yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan minim terjadi cacat
porositas. Sebagai alternatifnya di home industry memakai serbuk dry cell bekas
sebagai bahan degasser. Dalam dry cell terdapat unsur Mn yang dikenal sebagai
oksidator kuat yang mereduksi unsur lain. Selain itu terdapat unsur C yang
mempengaruhi kekerasan logam, namun masih banyak unsur lain yang terdapat di
dry cell yang dimungkinkan mempengaruhi hasil remelting selain keuntungan di
atas karena secara fisik bahan bekas lebih kotor karena unsur ikutan. Proses
pengecoran merupakan proses penuangan logam yang sudah dicairkan ke dalam
cetakan. Penggunaan jenis cetakan yang tepat dapat meningkatkan hasil produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Jenis cetakan yang sering digunakan
dalam industri pengecoran antara lain cetakan pasir dan cetakan logam. Suhu
penuangan yang ideal, persentase degasser alternatif yang tepat, dan keadaan
cetakan akan sangat berpengaruh terhadap hasil remelting dari limbah piston
bekas dalam penelitian ini.
Ada dua variabel pokok yang dipakai dalam penelitian ini yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
penambahan serbuk dry cell dan jenis cetakan. Variabel terikatnya adalah sifat
fisis hasil remelting piston bekas, meliputi cacat porositas. Untuk lebih jelasnya
hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar 2.6
di bawah ini:
X
X
X
X
Y
1
11
12
13
X
X
X
X2
21
22
23
Gambar 2.6. Kerangka Berfikir
Keterangan :
X1 = variasi jenis cetakan (variabel bebas 1)
X11 = jenis cetakan pasir basah
X12 = jenis cetakan pasir kering
X13 = jenis cetakan logam
X2 = variasi penambahan serbuk dry cell (variabel bebas 2)
X21 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,30% berat
X22 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% berat
X23 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70% berat
Y = cacat porositas (variabel terikat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di:
a. Pembuatan spesimen uji di Laboratorium Pendidikan Teknik Mesin JPTK
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Pengujian persentase berat dan porositas spesimen uji di Laboratorium
Material, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Pengujian komposisi bahan di Laboratorium Logam Ceper, Politeknik
Manufaktur Ceper.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai
dengan bulan 0ktober 2012. Jadwal pelaksanaan penelitian seperti yang terlihat
pada Tabel 3.1 berikut ini:
Table 3.1. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Penelitian Tanggal Penelitian
1 Pengajuan Judul 11 April 2012
2 Pembuatan Proposal 21 April 2012 sampai 27 Juli 2012
3 Seminar Proposal 2 Agustus 2012
4 Revisi Proposal 3 Agustus 2012 sampai 16 Agustus 2012
5 Perijinan 27 Agustus 2012 sampai 6 September 2012
6 Penelitian 17 Agustus 2012 sampai 20 September 2012
7 Analisis Data 22 September 2012 sampai 7 Oktober 2012
8 Penulisan Laporan 8 Oktober 2012 sampai 23 Oktober 2012
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilakukan di
laboratorium dengan perlengkapan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Menurut Sudjana “Desain eksperimen adalah langkah-langkah lengkap yang perlu
diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang semestinya
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diperlukan dapat diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisa obyektif dan
kesimpulan yang berlaku untuk persoalan-persoalan yang sedang dibahas” (1991):
1). Penelitian ini menggunakan desain eksperimen faktorial, diamana eksperimen
yang semua taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan dalam eksperimen itu.
Pada penelitian ini ada dua variable bebas, maka yang digunakan yaitu X1 dan X2.
Faktor pertama (X1) adalah variasi jenis cetakan yang terdiri dari cetakan
pasir basah, cetakan pasir kering, dan cetakan logam. Faktor yang kedua (X2)
merupakan variasi penambahan serbuk dry cell bekas yaitu 0,30%; 0,50%; dan
0,70% berat. Pada masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali replikasi (r = 3).
Replikasi dilakukan pada kesembilan sampel yang diujicobakan, maka secara
umum jumlah data pengukuran dapat ditentukan dari hubungan r x 3 x 3 = 27
data.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah :
a. Dapur Peleburan Al
Dapur ini menggunakan dapur sistem kowi, yaitu dapur yang terbuka
dengan bahan bakar yang tidak tertutup. Kowi terbuat dari bahan baja yang
dilas. Bahan bakar dapur ini menggunakan arang kayu. Dapur peleburan
dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1. Dapur Kowi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Kipas Angin
Kipas angin seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2 berikut berfungsi
untuk meniupkan udara bertekanan untuk membantu pada proses
pembakaran. Pada proses peleburan dengan bahan bakar padat (kokas atau
arang kayu) diperlukan udara yang bertekanan untuk asupan gas oksigen
pada proses pembakarannya sehingga panas pada dapur peleburan dapat
merata.
Gambar 3.2. kipas Angin
c. Ladle
Ladle adalah alat bantu untuk mengambil logam cair dari tungku dan
menuangkan cairan logam ke dalam cetakan. Bahan untuk membuatnya
dari stainless steel atau baja. Alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3
di bawah ini:
Gambar 3.3. Ladle
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d. Termometer Digital
Termometer digital seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.4 di bawah
digunakan untuk mengetahui suhu aluminium cair pada proses peleburan.
Termometer digital yang digunakan adalah termometer digital dengan dual
input KRISBOW tipe KW06-283. Termometer digital ini mampu
mengukur suhu -500C sampai dengan 1300
0C.
Gambar 3.4. Termometer Digital
e. Temperature Probe
Temperature probe adalah kabel untuk mendeteksi suhu aluminium cair
yang dihubungkan dengan termometer digital. Alat ini merupakan bagian
dari termometer digital sebagai kabel input. Temperature probe yang
digunakan adalah KRISBOW tipe KW06-298 dengan kemampuan deteksi
suhu antara 00C sampai dengan 800
0C. Gambar temperature probe pada
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut:
Gambar 3.5. Temperature Probe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
f. Cetakan
Pada penelitian ini cetakan yang diguanakan adalah cetakan pasir basah,
cetakan pasir kering dan cetakan logam.
g. Timbangan Digital
Timbangan digital yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan
digital dengan ketelitian 0,001 gr dan beban maksimal penimbangan
500gr. Timbangan ini digunakan untuk meninmbang serbuk dry cell dan
menimbang spesimen dalam pengujian porositas,Gambar timbangan dapat
dilihat pada Gambar 3.6 di bawah ini:
Gambar 3.6. Timbangan Digital
h. Spectrometer Metal Scane
Spektrometer Metal Scan merupakan alat untuk mengetahui komposisi
unsur-unsur penyusun bahan. Unsur yang dapat terdeteksi base aluminium,
yaitu Si, Fe, Cu, Mn, Mg, Cr, Ni, Zn, Sn, Ti, Pb, Be, Ca, Sr, V, Zr. Dengan
menggunakan alat ini dapat diketahui kadar silikon pada hasil remelting
Al-Si piston bekas yang hasilnya nanti digunakan untuk menentukan
densitas teoritisnya. Alat Spektrometer Metal Scan dapat dilihat pada
Gambar 3.7 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 3.7. Timbangan Digital
i. Kamera
Kamera yang digunakan pada penelitian ini adalah Canon EOS 60D
seperti pada Gambar 3.8 dibawah ini. Kamera digunakan untuk
pengambilan foto makro permukaan spesimen Al-Si hasil remelting. Hasil
foto makro permukaan tersebut digunakan untuk mendukung dalam
menganalisis porositas.
Gambar 3.8. Canon EOS 60D
j. Arang
Arang kayu merupakan bahan bakar yang digunakan pada proses
peleburan piston bekas dalam dapur peleburan.
k. Mesin Bubut
Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang dalam proses kerjanya
bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat
(tools) sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut. Penelitian ini
menggunakan mesin bubut “GAP BED LATHE - GUANGZHOU
MACHINE TOOLS WORKS” buatan China menggunakan kecepatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
spidel sebesar 700 rpm dan pahat jenis baja HSS untuk menghaluskan
permukaan atas dan bawah spesimen yang nantinya akan di foto makro.
Mesin bubut yang digunakan dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9. Mesin Bubut Konvensional
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Piston Bekas
Piston bekas merupakan salah satu komponen dalam suatu kendaraan
bermotor yang sudah tidak dipakai sebagaimana fungsinya. Dalam
penelitian ini, menggunakan piston bekas sepeda motor seperti pada
Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Piston Bekas
b. Dry cell
Dry cell yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan dry cell
bekas tipe R 20 seperti pada Gambar 3.11 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 3.11. Dry Cell
D. Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
Ada beberapa variabel dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas atau disebut juga variabel independen merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Jenis variabel bebas dalam penelitian
ini adalah:
1) Variasi jenis cetakan (cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan
cetakan logam)
2) Variasi penamabahan serbuk dry cell 0,30%; 0, 50% dan 0,30%.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
terikatnya adalah cacat porositas Al-Si berbasis piston bekas.
c. Varibel Kontrol
Variabel kontrol adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki
berbagai aspek atau unsur di dalamnya, yang berfungsi untuk mengendalikan
agar variabel terikat yang muncul bukan karena variabel lain, tetapi benar-
benar karena variabel bebas yang tertentu. Pengendalian variabel ini
dimaksudkan agar tidak merubah atau menghilangkan variabel bebas yang
akan diungkap pengaruhnya. Dalam penelitian ini variabel kontrolnya adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
1) Serbuk batu baterai bekas yang digunakan adalah baterai jenis dry cell tipe
R 20 S.
2) Bahan yang dicairkan adalah dari Al Si limbah piston sepeda motor.
3) Spesimen uji berupa balok dengan ukuran 30 mm x 30 mm x 10 mm.
4) Pasir yang digunakan untuk membuat cetakan adalah pasir kali.
5) Dapur yang dipakai adalah dapur kowi dari bahan baja.
6) Cairan logam diaduk sebelum dituangkan.
2. Pengumpulan Data
a. Hasil Studi Porositas
Pengujian porositas spesimen dilakukan dengan melakukan
pengujian densitas terlebih dahulu. Densitas adalah perbandingan massa
terhadap volume. Pengujiannya dilakukan dengan teori Archimedes, yaitu
menimbang spesimen diudara dan dimasukkan ke dalam fluida. Pada
penimbangan di dalam air berat akan berkurang sebesar berat fluida yang
dipindahkan. Proses penimbangan spesimen dapat dilihat pada gambar 3.12
dan gambar 3.13 berikut:
Gambar 3.12. Penimbangan Spesimen di Udara
Tutup timbangan
Spesimen
Timbangan digital
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar 3.13. Penimbangan Spesimen di Dalam Air
Setiap spesimen ditimbang dua kali yaitu di udara dan di dalam air.
Hasil penimbangan spesimen digunakan untuk menghitung densitas dari
masing-masing spesimen dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan:
ρm = densitas mesasurement (gr/m3)
W udara = berat spesimen di udara (gr)
W air = berat spesimen di air (gr)
Setelah densitas dari setiap spesimen diketahui, porositas specimen
dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan:
P = Porositas
ρm = densitas mesasurement (gr/m3)
ρth = densitas teoritis (gr/m3)
Tali benang
Tutup timbangan
Timbangan digital
Spesimen
Tabung berisi fluida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Dari perhitungan porositas tersebut dapat diketahui bahwa semakin
besar persentase porositas maka menunjukan semakin banyak porositas yang
terjadi pada spesimen, sehingga diperoleh data porositas maksimum dan
minimum.
b. Hasil Studi Foto Makro
Setelah pengujian porositas selesai setiap spesimen difoto makro.
Sebelum diambil fot makronya, permukaan specimen di bubut terlebih dahulu
sehingga porsitas mudah diamati. Pengambilan foto makro menggunakan
kamera Canon EOS 60D dengan cara foto diambil pada jarak 15 cm dari
permukaan datar benda kerja ke lensa kamera. Dari foto makro diperoleh
gambar permukaan spesimen yang mengalami porositas. Foto makro ini
merupakan pengamatan visual yang berfungsi untuk mendukung analisis
porositas hasil remelting Al-Si piston bekas.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.14 sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Penuangan
Analisis data
Pengujian
Spesimen
Remelting
Piston bekasSerbuk bekas sebanyak 0,30%; 0,50; dan 0,70% berat
dry cell Piston Bekas
Cetakan LogamCetakan Pasir KeringCetakan Pasir Basah
Kesimpulan dan saran
Selesai
Mulai
Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian
1. Persiapan Bahan
a. Serbuk Dry Cell
Persiapan yang dilakukan adalah menimbang serbuk dry cell disesuaikan
dengan berat Al. Secara matematis penambahan serbuk serbuk dry cell
dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini:
Table 3.2. Jumlah (gr) Penambahan Serbuk Dry Cell Bekas
Persentase Penambahan Dry
Cell
Jumlah Berat Dry Cell (gr)
0% x 800 gr Al 0
0,30% x 800 gr Al 2,4
0,50% x 800 gr Al 4,0
0,70% x 800 gr Al 5,6
Berat Total = 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b. Piston Bekas
Al yang digunakan dalam proses remelting adalah Al piston bekas sepeda
motor. Piston bekas ini digunakan sebagai bahan baku. Piston bekas
tersebut dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara dicuci dengan
bensin dan dikeringkan. Berat total Al yang dibutuhkan dapat dilihat pada
Tabel 3.3 di bawah ini:
Table 3.3. Jumlah Al-Si (gr)
Persentase Penambahan Dry
Cell
Jumlah Berat Al (gr)
0% 800
0,30% 800
0,50% 800
0,70% 800
Berat Total Al = 3200
2. Remelting
Proses remelting adalah kegiatan melebur kembali bahan yang pernah
dilebur, dalam hal ini piston bekas sebagai bahannya. Langkah-langkah proses
remelting adalah:
a. Piston bekas yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam kowi.
b. Memasukkan bahan bakar. Dalam penelitian ini menggunakan bahan
bakar padat yaitu sejenis arang kayu. Api dinyalakan dan bagian atas kowi
ditutup agar panas yang dihasilkan oleh pembakaran arang kayu dapat
dipakai secara optimal untuk memanaskan logam aluminium.
c. Piston bekas dilebur ± ½ jam dan bersamaan dengan proses tersebut kipas
angin dinyalakan. Jika bahan bakar berangsur-angsur habis maka segera
ditambahkan bahan bakar untuk menghindari penurunan temperatur
pembakaran. Temperatur diperiksa dengan bantuan termometer digital.
Hal ini dilakukan agar aluminium yang dilebur benar-benar melebur sesuai
pada titik didihnya.
d. Saat akan menuju temperatur yang dikehendaki, aluminium dibersihkan
dari kotoran atau slag.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
e. Saat aluminium dari piston bekas telah mencapai suhu yang dikehendaki
(660°C), dilakukan penambahan serbuk dry cell bekas dengan tiap-tiap
persentase yang sudah ditentukan.
f. Aluminium dibersihkan dari kotoran atau slag.
g. Langkah selanjutnya adalah mematikan kipas angin, sehingga proses
remelting aluminium dari piston bekas telah selesai.
3. Pembuatan Cetakan
a. Cetakan Pasir Basah
Cetakan ini dibuat dengan bahan pasir cetak dengan bahan pengikat tanah
liat sebagai bahan pengikatnya. Cetakan dibuat dengan ukuran seperti pada
ukuran spesimen uji yaitu 30 mm x 30 mm x 10 mm dan diberi toleransi
ukuran perhitungan penyusutan sebesar 1mm.
b. Cetakan Pasir Kering
Cetakan pasir kering proses pembuatannya sama dengan cetakan pasir
basah. Perbedaan antara pasir kering dengan pasir basah adalah pasir
kering sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan
menggunakan kompor atau bantuan panas matahari. Ukurannya sama
dengan cetakan pasir basah.
c. Cetakan Logam
Cetakan logam dibuat dengan bahan plat besi dengan ketebalan 6 sampai
dengan 8 mm. Proses pembuatan cetakan logam ini dengan menggunakan
las untuk membentuknya.
4. Penuangan Al-Si yang telah Dilebur
Proses penuangan coran dilakukan pada cetakan pasir basah, pasir kering
dan cetakan logam yang telah disesuiakan dengan ukuran spesimen uji. Sistem
yang dipakai adalah sistem open riser (lubang tuang terbuka).
5. Spesimen Uji
Spesimen berbentuk balok, dengan ukuran 30 mm x 30 mm x 10 mm
seperti yang terlihat pada gambar 3.4. Hal tersebut dilakukan agar mempermudah
dalam proses pengujian dan memperoleh hasil spesimen yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 3.14. Spesimen Uji
6. Analisis Data
Metode penileitian yang digunakan dalam pemelitian ini adalah metode
eksperimen dengan analisis data deskriptif analitis. Data-data untuk menghitung
porositas diperoleh melalui penimbangan spesimen , perhitungan porositas dan
pengambilan foto makro tiap spesimen. Data-data yang terkumpul dalam proses
penelitian, kemudian dianalisis dengan cara melukiskan, membandingkan dan
merangkum pengamatan dari penelitian yang dilakukan, sehingga diperoleh data
porositas maksimal dan porositas minimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh data pengaruh jenis
cetakan dan penambahan serbuk dry cell terhadap porositas hasil remelting Al-Si
berbasis piston bekas. Penelitian di bidang pengecoran ini menggunakan jenis
cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan logan serta memvariasikan
penambahan serbuk dry cell sebesar 0,30%; 0,50% dan 0,70%. Pada penambahan
serbuk dry cell sebesar 0% digunakan sebagai pembanding dalam menganalisis
data porositas. Hasil penelitian dan pembahasan yang akan diuraikan meliputi:
analisis hasil studi porositas dan analisis studi foto makro.
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan yang akan diuraikan meliputi: hasil
perhitungan porositas dan foto makro.
1. Hasil Studi Porositas
Perhitungan porositas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
porositas yang terjadi pada spesimen remelting Al-Si piston bekas. Porositas
dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
ρm = x ρ air
P = (1 - ) x 100%
Keterangan:
ρm = densitas mesasurement (gr/m3)
ρth = densitas teoritis ( Al-9% Si =2,650 gr/m3)
(ASM International. Aluminum-Silicon Casting Alloys, 2004)
W udara = berat spesimen di udara (gr)
W air = berat spesimen di air (gr)
P = Porositas
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Penimbangan spesimen menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0,001 gr. Proses penimbangan dilakukan dua kali yaitu di udara dan
di air. Proses penimbangan spesimen dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2
berikut:
Gambar 4.1. Proses Penimbangan Spesimen di Udara
Gambar 4.2. Proses Penimbangan Spesimen di Air
Hasil pengujian porositas terlihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.
Tabel 4.1. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Basah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 4.2. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Kering
Tabel 4.3. Perhitungan Porositas Cetakan Logam
Keterangan: R = Replika
Berdasarkan tabel perhitungan porositas pada cetakan pasir basah,
cetakan pasir kering dan cetakan logam di atas dapat diketahui bahwa ada
perbedaan nilai porositas setiap penambahan serbuk dry cell. Pada
penambahan serbuk dry cell sebesar 0%; 0,30%; 0,50% terjadi peningkatan
nilai porositas, tetapi pada penambahan serbuk dry cell sebesar 0,70% terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
penurunan nilai porositas. Penurunan nilai porositas tersebut merupakan nilai
porositas yang paling rendah di antara variasi penambahan serbuk dry cell.
Nilai porositas tertinggi terjadi pada penambahan serbuk dry cell sebesar
0,50%.
Dari jenis cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan
logam yang mengalami porositas paling besar adalah cetakan pasir basah,
sedangkan nilai porositas yang paling rendah terjadi pada cetakan logam.
Untuk lebih jelasnya kenaikan dan penurunan nilai porositas dapat dilihat
pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3 berikut:
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Porositas
No. Penambahan Serbuk Dry
Cell
Cetakan Pasir
Basah
Cetakan Pasir
Kering
Cetakan
Logam
1 0% P=0,7044% P=0,4151% P=0,3521%
2 0,30% P=1,7233% P=1,1447% P=0,7421%
3 0,50% P=3,1447% P=1,9509% P=1,0692%
4 0,70% P=0,6667% P=0,3377% P=0,1635%
Gambar 4.3. Hubungan Penambahan Serbuk Dry cell terhadap Porositas
2. Hasil Foto Makro
Pembahasan pengaruh jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell
tidak hanya menggunakan perhitungan seperti di atas, tetapi juga
menggunakan foto makro de. Berikut ini hasil foto makro dari setiap
spesimen dengan variasi masing-masing:
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0% 0,30% 0,50% 0,70%
Cetakan Pasir Basah
Cetakan Pasir Kering
Cetakan Logam
Poro
sita
s(%
)
Penambahan Serbuk Dry Cell
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
a. Hasil Foto Makro Jenis Cetakan Pasir Basah
1) Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
Replika 1, P = 0,6415%
Replika 2, P = 0,6415%
Replika 3, P = 0,8301%
Gambar 4.4. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
Berdasarkan pengamatan foto makro pada Gambar 4.4 dapat
dideskripsikan bahwa porositas terjadi pada permukaan spesimen
replika 1, replika 2 dan replika 3. Pada spesimen replika 1 dan 2
mempunyai nilai porositas yang mendekati sama yaitu sebesar
porositas gas
porositas gas
porositas gas porositas gas
porositas gas porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
0,6415%. Bentuk porositas yang terjadi mempunyai panampang
porositas yang lebih besar daripada prositas pada spesimen replika 3.
Pada spesimen replika 3 dengan nilai porositas sebesar 0,8301%
mempunyai bentuk porositas kecil-kecil, tetapi dengan jumlah yang
banyak dibandingkan dengan spesimen replika 1 dan 2. Porositas rata-
rata pada variasi ini adalah 0,7044%.
2) Penambahan Serbuk Dry cell 0,30%
Replika 1, P = 1,7358%
Replika 2, P = 1,7736%
Replika 3, P =1,6604%
Gambar 4.5. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,30%
porositas gas
porositas gas
porositas gas
porositas shrinkage
porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Berdasarkan pengamatan pada Gambar 4.5 di atas porositas yang
terjadi di spesimen pada cetakan pasir basah dengan penambahan
serbuk dry cell sebanyak 0,30% menunjukkan peningkatan porositas
dari spesimen pada cetakan pasir basah dengan 0% penambahan
serbuk dry cell. Nilai prositas replika 1 sebesar 1,7358%, replika 2
sebesar 1,7736%, dan replika 3 sebesar 1,6604%. Dari perhitungan
porositas tersebut porositas rata-ratanya adalah 1,7233%. Permukaan
spesimen mempunyai porositas yang menyerupai titik-titik hitam yang
posisinya berkelompok .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,50%
Replika 1, P = 3,0566%
Replika 2, P = 3,4717%
Replika 3, P = 2,9057%
Gambar 4.6. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,50%
Pada hasil foto makro seperti pada Gambar 4.6 di atas, spesimen pada
cetakan pasir basah dan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0.50%
menunjukkan porositas dengan jumlah porositas yang paling tinggi.
Porositas yang terjadi mempunyai penampang yang lebih besar
daripada penampang pada spesimen sebelumnya. Nilai porositas yaitu
porositas gas
porositas gas
porositas gas
porositas gas
porositas gas
porositas shrinkage
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
replika 1 sebesar 3,056%, replika 2 sebesar 3,4717% dan replika 3
sebesar 2,9057%. Untuk porositas rata-ratanya adalah 3,1447%. Nilai
ini merupakan nilai porositas yang paling tinggi.
4) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Replika 1, P = 1,1321%
Replika 2, P = 0,2642%
Replika 3, P =0,6038%.
Gambar 4.7. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Berdasarkan pengamatan foto makro spesimen pada cetakan pasir
basah dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70% seperti
porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
yang terlihat pada Gambar 4.7 di atas, spesimen replika 1, replika 2
dan replika 3 menunjukkan penurunan jumlah porositas. Porositas
tersebut merupakan porositas gas menyerupai titik hitam dengan jarak
yang cukup renggang. Porositas untuk masing-masing replika yaitu
replika 1 sebesar 1,1321%, replika 2 sebesar 0,2642%, dan replika 3
sebesar 0,6038%.
b. Hasil Foto Makro Jenis Cetakan Pasir Kering
1) Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
Replika 1, P= 0,5660%
Replika 2, P = 0,1887%
Replika 3, P = 0,4905%
Gambar 4.8. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
porositas gas
porositas gas
porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan pengamatan Gambar 4.8 di atas foto makro pada cetakan
pasir kering dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0% dapat
dilihat porositas yang terjadi pada pemukaan spesimen menyerupai
titik-titik hitam dengan posisi yang berkelompok. Bentuk permukaan
pada spesimen ini lebih halus daripada permukaan spesimen dengan
cetakan pasir basah. Pada spesimen replika 2 mempunyai penampang
yang berbeda dengan replika 1 dan 3. Jumlah porositasnya lebih
sedikit. Porositasnya yaitu replika 1 sebesar 0,5660%, replika 2
sebesar 0,1887% dan replika 3 sebesar 0,4905%. Porositas rata-rata
sebesar 0,4151%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,30%
Replika 1, P = 1,1321%
Replika 2, P = 1, 0566%
Replika 3, P = 1,2453%
Gambar 4.9. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,30%
Pada Gambar 4.9 menunjukkan foto makro spesimen pada cetakan
pasir kering dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,30%.
Dari pengamatan gambar tersebut titik-titik hitam yang dilingkari
merupakan porositas, posisinya agak berjauhan antara satu sama lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Nilai porositas masing-masing spesimen yaitu replika 1 sebesar
1.1321%, replika 1,0566 dan replika 3 sebesar 1,2453%. Berdasarkan
perhitungan porositas tersebut prositas rata-ratanya adalah 1,1447%.
3) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,50%
Replika 1, P = 1,7358%
Replika 2, P = 2,7547%
Replika 3, P =1,9623%
Gambar 4.10. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,50%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Berdasarkan pengamatan foto makro spesimen pada cetakan pasir
kering dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% seperti
yang terlihat pada Gambar 4.10 di atas, porositas (pada gambar yang
dilingkari) mengalami peningkatan jumlahnya dengan bentuk porositas
yang lebih besar dan jelas. Permukaan spesimen lebih kasar daripada
permukaan pada spesimen sebelumnya. Porositas untuk masing –
masimg replika yaitu replika 1 sebesar 1,7358%, replika 2 sebesar
2,7547% dan replika 3 sebesar 1,9623%. Porositas rata-rata sebesar
1,9509%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Replika 1, P = 0,2641%
Replika 2, 0,4528%
Replika 3, 0,4151%
Gambar 4.11. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Berdasarkan hasil foto makro spesimen pada cetakan pasir kering
dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70 % seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.11 menunjukkan bahwa terjadi penurunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
porositas. Porositas hampir tidak terlihat. Nilai porositas replika 1
sebesar 0,2641%, replka 2 sebesar 0,45285 dan replika 3 sebesar
0,4151% serta porositas rata-ratanya sebesar 0,3377%.
c. Hasil Foto Makro Jenis Cetakan Logam
1) Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
Replika 1, P = 0,3396%
Replika 2, P = 0,2641%
Replika 3, P = 0,4528%
Gambar 4.12. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0%
porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Berdasarkan pengamatan foto makro spesimen pada cetakan logam
dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0% seperti yang terlihat
pada Gambar 4.12 di atas, permukaan spesimen terlihat lebih halus.
Porositas hampir tidak kelihatan karena porositas yang terjadi
berbentuk sangat kecil-kecil dan merata. Besar porositas untuk
spesimen replika 1 sebesar 0,3396%, replika 2 sebesar 0,2641% dan
replika 3 sebesar 0,4258%. Porositas rata-ratanya sebesar 0,3521%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2) Penambahan Serbuk Dry cell 0,30%
Replika 1, P = 0,6415%
Replika 2, P = 0,8679%
Replika 3, P = 0,7170%
Gambar 4.13. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,30%
Gambar 4.13 menunjukkan hasil foto makro spesimen pada cetakan
logam dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,30%. Dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
pengamatan foto makro tersebut menunjukkan adanya porositas pada
permukaan spesimen. Porositas yang terjadi berbentuk sangat kecil-
kecil dan merata. Ada beberapa porositas yang terlihat jelas sperti
yang terlihat pada replika 3. Porositas untuk masing-masing replika
yaitu replika 1 sebesar 0,6415%, replika 2 sebesar 0,8679% dan
replika 3 sebesar 0,7170%. Porositas rata-ratanya sebesar 0,7421%.
3) Penambahan Serbuk Dry cell 0,50%
Replika 1, P = 0,9811%
Replika 2, P =1,1692%
porositas
Replika 3, P = 1,0566%
Gambar 4.14. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,50%
porositas gas
porositas gas
porositas gas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 4.14 menunjukkan foto makro spesimen pada cetakan logam
dengan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50%. Berdasarkan
pengamatan foto makro tersebut porositas terlihat secara jelas dan
merata pada permukaan spesimen. Akibat porositas yang merata
permukaan spesimen terlihat kasar. Porositas pada variasi ini
merupakan porositas yang tertinggi pada cetakan logam. Nilai
porositasnya yaitu replika 1 sebesar 0,9811%, replika 2 sebesar
1,1698% dan replika 3 sebesar 1,0566%. Berdasarkan data
perhitungan porositas tersebut porositas rata-ratanya sebesar
1,0692%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
4) Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Replika 1, P = 0,3019%
Replika 2, P = 0,1132%
Replika 3, P = 0,0754%
Gambar 4.15. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan
Penambahan Serbuk Dry Cell 0,70%
Berdasarkan pengamatan foto makro spesimen pada cetakan logam
dengan penambahan serbuk dry cell sebesar 0,70% seperti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
terlihat pada Gambar 4.15 di atas, permukaan spesimen mempunyai
permukaan yang sangat halus dan porositas hampir tidak terlihat. Dari
hasil ini menunjukan bahwa porositas pada spesimen cetakan logam
dengan penambahan serbuk dry cell sebesar 0,70% adalah porositas
yang paling rendah dari semua spesimen pada penelitian ini. Nilai
porositasnya yaitu replika 1 sebesar 0,3019%, replika 2 sebesar
0,1132% dan replika 3 sebesar 0,0754%. Porositas rata-ratanya
sebesar 0,1635%.
B. Pembahasan
Pembahasan yang akan diuraikan pada penelitian ini meliputi: analisis
hasil studi uji komposisi bahan, analisis hasil studi porositas dan analisis studi
foto makro.
1. Pembahasan Hasil Perhitungan Porositas
Hasil perhitungan porositas dapat dilihat pada Tabel 4. 2, Tabel 4.3
dan Tabel 4.4. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh data sebagai berikut:
a. Pada variasi jenis cetakan pasir basah nilai porositas yang paling tinggi
terjadi pada penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% dengan
porositas rata-rata 3,1447% dan porositas paling rendah terjadi pada
penambahan serbuk dy cell sebanyak 0,70% dengan porositas rata-rata
0,6667%. Porositas mengalami peningkatan mulai dari penambahan
serbuk dry cell 0%, 0,30% dan 0,50%. Pada penambahan serbuk dry cell
sebanyak 0,70% mengalami penurunan porositas.
b. Pada variasi jenis cetakan pasir kering porositas yang paling tinggi terjadi
pada penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% dengan porositas rata-
rata 1,9509% dan porositas paling rendah terjadi pada penambahan
serbuk dy cell sebanyak 0,70% dengan porositas rata-rata 0,3377%.
Porositas mengalami peningkatan mulai dari penambahan serbuk dry cell
0%, 0,30% dan 0,50%. Pada penambahan serbuk dry cell sebanyak
0,70% mengalami penurunan porositas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
c. Pada variasi jenis cetakan logam nilai porositas yang paling tinggi terjadi
pada penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% dengan porositas rata-
rata 1,0692% dan porositas paling rendah terjadi pada penambahan
serbuk dy cell sebanyak 0,70% dengan porositas rata-rata 0,1635%.
Porositas mengalami peningkatan mulai dari penambahan serbuk dry cell
0%, 0,30% dan 0,50%. Pada penambahan serbuk dry cell sebanyak
0,70% mengalami penurunan porositas.
Berdasarkan data di atas penambahan serbuk dry cell sebanyak
0,30% dan 0,50% menyebabkan peningkatan porositas baik pada cetakan
pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan logam. Hal ini disebabkan
karena serbuk dry cell bekas cenderung berperan sebagai fluxing berupa
hygroscopic flux yang lembab dan berfungsi sebagai pengikatan pengotor
menjadi slag. Hygroscopic flux yang lembab menghasilkan penyerapan
hidrogen dalam leburan hasil dekomposisi air. Diketahui bahwa serbuk dry
cell bekas yang digunakan mengandung unsur H2O = 4,85 % (Tabel 2.1).
Adanya penyerapan hidrogen memungkinkan hidrogen tersebut terlarut dalam
logam cair. Hidrogen merupakan gas yang mempegaruhi adanya cacat
porositas dalam aluminium dan paduannya karena kelarutannya lebih besar
dalam keadaan cair daripada dalam keadaan padat.
Pada penambahan serbuk dry cell sebesar 0,70% terjadi penurunan
porositas yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur
Mn yang terkandung dalam serbuk dry cell. Diketahui bahwa di dalam serbuk
dry cell terdapat unsur MnO3O2 = 62,28 % berat dan MnO2 = 7,86 % berat
(Tabel 2.1). Unsur Mn memiliki oksidator kuat yang dapat mereduksi unsur
lain. Unsur Mn merupakan sumber terpenting dalam pembentukan slag.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Elvis (2010), penurunan porositas
pada peneltian ini disebabkan oleh kemampuan Mangan (Mn) untuk
menetralkan penyusutan dan kontraksi panas (deformasi) selama proses
pembekuan. Selama pembekuan terjadi proses pengisian dimana Mn akan
melingkungi butir dendrit dan bersirkulasi ke semua sistem struktur. Bagian
dari struktur yang tidak terisi atau dialiri Mn akan muncul sebagai porositas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Kekosongan ini disebabkan oleh Mn yang terbentuk sedikit, sehingga tidak
mampu mengisi semua rongga yang ada. Unsur Mn juga mempunyai sifat
sebagai oksidator kuat yang dapat mereduksi unsur lain pada paduan
aluminium. Salah satunya unsur hirogen yang direduksi menjadi butiran-
butiran gas yang halus dan kecil, sehingga meningkatkan hasil coran tanpa
cacat.
2. Pembahasan Hasil Foto Makro
Berdasarkan pengamatan foto makro semua spesimen, dapat
dibandingkan bahwa di antara cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan
cetakan logam, spesimen pada cetakan logamlah yang menghasilkan
permukaan coran paling halus. Spesimen yang dicetak dengan cetakan logam
juga mempunyai nilai porositas yang lebih kecil daripada cetakan pasir basah
dan kering. Cetakan logam mempunyai karakteristik permukaan cetakan yang
halus dan memiliki kecepatan pendinginan yang lebih cepat dibandingkan
dengan cetakan pasir, sehingga menghasilkan bentuk struktur yang lebih
halus. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Masyrukan (2010) tentang
pengaruh cetakan logam dan cetakan pasir terhadap aluminium paduan
menyatakan bahwa cetakan logam menghasilkan distribusi fasa Al-Si yang
lebih merata dengan struktur butiran yang lebih halus dan merata. Pengecoran
dengan menggunakan cetakan pasir menghasilkan distribusi dan fasa Al-Si
yang cenderung lebih besar dan jarak antar butirannya meregang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh jenis cetakan dan
penambahan serbuk dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si
berbasis piston bekas yang telah diuraikan pada BAB IV dengan mengacu pada
perumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan pengamatan foto makro pada semua spesimen menunjukkan
bahwa pengecoran cetakan logam yang dapat menghasilkan coran dengan
permukaan halus, sedangkan pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir
basah menghasilkan coran dengan permukaan yang paling kasar. Dari
penambahan serbuk dry cell bekas yang menghasilkan coran dengan porositas
terendah adalah 0,70% berat dan yang menghasilkan coran dengan porositas
tertinggi adalah penambahan serbuk dry cell bekas sebanyak 0,50% berat.
2. Penggunaan cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas yang paling
optimal untuk meghasilkan hasil coran dengan porositas terendah adalah
dengan menggunakan cetakan logam dan penambahan serbuk dry cell bekas
sebanyak 0,70% berat.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh landasan teori yang
telah dikemukakan, tentang pengaruh jenis cetakan dan penambahan serbuk dry
cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas dapat
diterapkan ke dalam beberapa implikasi yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Di dalam penelitian ini menyelidiki pengaruh jenis cetakan dan
penambahan serbuk dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si
berbasis piston bekas. Jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas
terbukti mempengaruhi terjadinya porositas pada hasil remelting Al-Si piston
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
bekas. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian
selanjutnya, yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pendukung dalam dunia
industri pengecoran dengan metode remelting serta memberi masukan dalam
menentukan cetakan dan penambahan serbuk dry cell yang optimal. Dengan
menggunakan jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell yang tepat dapat
meningkatkan produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan implikasi yang
ditimbulkan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui sifat mekanik dan fisik lain
misalnya kekerasan, kekasaran dan keausannya, sehingga dapat memberikan
informasi yang lebih lengkap.
2. Adanya penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan remelting lainnya
seperti tembaga, perunggu dan logam aluminium paduan lainnya.
3. Serbuk dry cell dapat digunakan sebagai bahan degasser pada poses
pembuatan piston dari bahan piston bekas.