Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

20
PENGARUH UTANG TERHADAP RETURN DAN RISIKO Utang yang lebih besar menimbulkan resiko yang lebih besar bagi pemberi hutang, sehingga biaya hutang menjadi lebih besar juga. Biaya utang yang besar tersebut merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap, biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi yang benar. Teori Asymmetric Information menerangkan bahwa di dalam pasar selalu ditemukan informasi yang tidak sama bagi pihak-pihak yang berbeda, sehingga dikatakan informasi yang didapat tidak sempurna. Penambahan utang baru misalnya, memberikan informasi bahwa perusahaan dapat dipercaya oleh pihak peminjam, sedangkan penerbitan saham baru dapat dianggap bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan dalam pandanaannya. TEORI STRUKTUR MODAL DALAM PASAR YANG SEMPURNA Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang yang sangat kompetitif. Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, informasi bisa diperoleh tanpa biaya, bunga pinjaman dan simpanan sama, serta aktiva tersebut bisa dibagi-bagi ( fully divisible ). Sebagai tambahan diasumsikan tidak ada pajak penghasilan ( income tax ). Secara intuitif kita bisa mengatakan bahwa apabila pasar modal tersebut adalah sempurna, maka variasi dalam struktur modal tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap perusahaan. Apabila perusahaan dinilai berdasarkan resiko sistematisnya, maka tingkat leverage (yaitu perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri) tidak akan

description

pasar modal

Transcript of Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Page 1: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

PENGARUH UTANG TERHADAP RETURN DAN RISIKO

Utang yang lebih besar menimbulkan resiko yang lebih besar bagi pemberi hutang,

sehingga biaya hutang menjadi lebih besar juga. Biaya utang yang besar tersebut

merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap, biaya yang

tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana tersebut untuk

investasi yang benar.

Teori Asymmetric Information menerangkan bahwa di dalam pasar selalu ditemukan

informasi yang tidak sama bagi pihak-pihak yang berbeda, sehingga dikatakan informasi

yang didapat tidak sempurna. Penambahan utang baru misalnya, memberikan informasi

bahwa perusahaan dapat dipercaya oleh pihak peminjam, sedangkan penerbitan saham baru

dapat dianggap bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan dalam pandanaannya.

TEORI STRUKTUR MODAL DALAM PASAR YANG SEMPURNA

Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang yang sangat kompetitif. Dalam

pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi,

informasi bisa diperoleh tanpa biaya, bunga pinjaman dan simpanan sama, serta aktiva

tersebut bisa dibagi-bagi ( fully divisible ). Sebagai tambahan diasumsikan tidak ada pajak

penghasilan ( income tax ). Secara intuitif kita bisa mengatakan bahwa apabila pasar modal

tersebut adalah sempurna, maka variasi dalam struktur modal tidak akan mempengaruhi

penilaian terhadap perusahaan. Apabila perusahaan dinilai berdasarkan resiko sistematisnya,

maka tingkat leverage (yaitu perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri) tidak

akan mempengaruhi. Tentu saja asumsi-asumsi yang telah dikemukakan diatas tidak akan

kita jumpai dalam dunia nyata. Tetapi untuk lebih mempermudah dalam memahami tentang

struktur modal ini, analisis kita awali dengan kondisi seperti yang dikemukakan diatas.

Asumsi-asumsi lain yang digunakan sebagai tambahan dalam mempermudah pemahaman

kita, antara lain :

1. Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan. Ini berarti bahwa

perusahaan tidak merubah keputusan investasinya.

2. Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan sebagai deviden. Ini

berarti bahwa kita tidak memasukkan unsur kerumitan faktor kebijakan deviden.

3. Hutang yang dipergunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa hutang yang jatuh

tempo akan diperpanjang lagi. Asumsi ini hanya untuk mempermudah perhitungan

biaya hutang ( cost of Debt ) dan membuat hutang dan modal sendiri comparable.

Page 2: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

4. Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya, apabila perusahaan

menambah hutang, maka modal sendiri dikurangi, demikian juga sebaliknya.

Sesuai dengan asumsi diatas, bahwa hutang bersifat permanen, maka kita dapat merumuskan

biaya modal dari masing-masing sumber dana sebagai berikut ini :

E

Ke =

S

Dimana : Ke = biaya modal sendiri ( cost of equity )

E = laba per lembar saham

S = nilai pasar modal sendiri

Sedangkan bagi kreditur, biaya modal yang mereka syaratkan disebut sebagai biaya hutang

( cost of Debt ).

F

Kd =

B

Dimana : Kd = biaya hutang ( cost of Debt )

F = beban bunga yang dibayarkan

B = Total nilai pinjaman ( hutang )

Berdasarkan kedua formulasi diatas, maka biaya modal perusahaan dapatlah diformulasikan

sebagai berikut :

S B

ko = ke ( ) + kd ( )

B + S B + S

O Laba Operasi

ko = =

V Nilai Perusahaan

Dimana : Nilai Perusahaan ( value of the firm ) adalah V = B + S

Page 3: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

PENDEKATAN TRADISIONAL

Pendekatan tradisional ini beranggapan bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan

tidak ada pajak, nilai perusahaan (value of the firm) atau biaya modal perusahaan bisa

berubah dengan cara merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Untuk lebih jelasnya perhatikan

ilustrasi perhitungan dibawah ini.

Misalkan, Perusahaan PT. XYZ mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan

akan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp. 10 juta. Andaikan tingkat

keuntungan yang dipersyaratkan oleh pemilik modal sendiri ( = ke ) adalah sebesar 20%,

maka value of the firm dan cost of Equity dapat dihitung sebagai berikut ini :

O Laba bersih operasi Rp. 10.000.000,-F Bunga 000,-E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 10.000.000,-ke Biaya modal sendiri ( 10 juta : 50 juta ) 0,20S Nilai modal sendiri( 10 juta : 0,20 ) Rp. 50.000.000,-B Nilai pasar hutang -V Nilai perusahaan Rp. 50.000.000,-ko Biaya modal perusahaan

= 0,20 ( 50 / 50 ) + 0 ( 0 / 50 ) 0,20atau= 10.000.000 / 50.000.000 0,20

Andaikata sekarang perusahaan PT XYZ berkeinginan untuk mengganti sebagian

modal sendiri dengan hutang ( debt ), dimana biaya hutang ( kd ) atau tingkat keuntungan

yang diminta oleh kreditur adalah sebesar 16%. Dengan penggunaan hutang ini, perusahaan

mempunyai kewajiban membayar bunga sebesar Rp. 4.000.000,- setiap tahunnya. Kalau laba

operasi tidak berubah, berapakah value of the firm dan biaya modal perusahaan ?

O Laba bersih operasi Rp. 10.000.000,-F Bunga 4.000.000,-E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 6.000.000,-ke Biaya modal sendiri (6 juta : 27.272 ) 0,22S Nilai modal sendiri ( 6 juta : 0,22 ) Rp. 27.272.700,-B Nilai pasar hutang ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,-V Nilai perusahaan Rp. 52.272.700,-ko Biaya modal perusahaan

= 0,22 (27.272 / 52.272) + 0,16 (25.000 / 52.272 ) 0,19atau= 10.000.000 / 52.272.700 0,19

Page 4: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Dari ilustrasi perhitungan diatas, tampak bahwa dengan menggunakan hutang, biaya

modal sendiri ( ke ) menjadi naik yakni sebesar 22% tetapi keadaan perusahaan menjadi lebih

baik karena nilai perusahaan menjadi lebih tinggi dan biaya modal perusahaan ( ko ) menjadi

menurun yakni dari sebesar 0,20 menjadi 0,19. Andaikata, sebelum perusahaan

menggunakan hutang mempunyai 1.000 lembar saham, maka harga sahamnya ( Rp. 50 juta :

1000 ) = Rp. 50.000,- per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian sahamnya dengan

hutang, maka harga sahamnya mengalami kenaikan yakni menjadi sebesar ( Rp. 27.272.700,-

: 500 ) = Rp 54.545,-

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penggunaan hutang ( debt ) dalam struktur

modal perusahaan akan berdampak pada naiknya harga saham perusahaan serta dapat

menurunkan biaya modal perusahaan.

PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER

Menurut Modigliani & Miller ( MM ), bahwa apa yang dikatakan dalam pendekatan

tradisional adalah tidak benar. MM dalam hal ini menunjukkan kemungkinan munculnya

“arbitrage process“ yang akan membuat harga saham (atau nilai perusahaan / value of the

firm) yang tidak menggunakan hutang (debt) maupun yang menggunakan hutang, akhirnya

sama.

Arbitrage process ini muncul karena investor akan lebih menyukai investasi yang

memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan

resiko yang sama pula. Dalam contoh diatas, pemodal bisa memperoleh keuntungan yang

sama tetapi dengan investasi yang lebih kecil, apabila memiliki saham PT XYZ yang tidak

memiliki hutang.

Misalkan apabila kita memiliki 20% saham PT XYZ yang menggunakan hutang

(Debt), maka nilai kekayaan yang kita miliki adalah sebesar (0,20 x Rp. 27.272.700,- ) = Rp

5.450.000,-.

Langkah dalam arbitrage process :

1. Jual saham PT. XYZ, dan kita akan memperoleh dana sebesar Rp. 5.450.000,-

2. Pinjam dana sebesar Rp. 5.000.000,-. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20% dari nilai

hutang PT. XYZ.

3. Beli 20% saham PT. ABC yang tidak memiliki hutang dalam struktur modalnya

senilai 0,20 x Rp. 50.000.000,- = Rp. 10.000.000,-

4. Dengan demikian kita dapat menghemat investasi sebesar Rp. 450.000,-

Page 5: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Apabila kita lihat sebelum menjual dan membeli, keuntungan yang diharapkan besarnya

sama, yakni :

Pada waktu memiliki saham PT. XYZ = 0,20 x Rp. 6.000.000,- = Rp. 1.200.000,-

Pada waktu membeli saham PT ABC :

- Keuntungan dari saham = 0,20 x Rp. 10.000.000,- = Rp. 2.000.000,-

- Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp. 5.000.000,- = Rp. 800.000,-

Keuntungan bersih Rp. 1.200.000,-

Sebenarnya kalau kita amati dengan mendasarkan pada pendekatan tradisional diatas,

maka disini kita akan menjumpai kejanggalan dalam masalah penggantian struktur modal

sendiri dengan hutang yang nilainya Rp. 25 juta menjadi Rp. 27,27 juta. Andaikata nilai

modal sendiri yang asalnya sebesar Rp. 50 juta kemudian berubah menjadi Rp. 25 juta karena

adanya penggantian dengan hutang yang nilainya Rp. 25 juta, maka seharusnya biaya modal

sendiri akan menjadi :

ke = E = 6 juta = 24%

S 25 juta

Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah :

ko = 24% ( 25 / 50 ) + 16% ( 25 / 50 )

= 20%

Hal ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (value of the firm) tidak berubah, dengan

adanya perubahan struktur modal tersebut. Karena pada pendekatan tradisional diasumsikan

biaya modal sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang

menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan yang tidak menggunakan

hutang.

Dalam kondisi pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa

biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S )

ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25 / 25 )

= 24%

Dimana : keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang

dalam komponen struktur modalnya.

Dari hasil perhitungan diatas, maka kita akan memperoleh hasil yang sama sebesar

24% seperti ditunjukkan dalam perhitungan sebelumnya diatas. Perhatikan bahwa biaya

hutang ( kd ) selalu lebih kecil dari modal sendiri ( keu ). Hal ini disebabkan karena pemilik

Page 6: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

modal sendiri menanggung resiko yang lebih besar dari pemberi kredit, disamping itu kita

berada dalam pasar modal yang kompetitif. Kondisi ini disebabkan karena :

1. Penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti

dibandingkan dengan pemberi kredit.

2. Dalam kondisi likuidasi, pemilik modal sendiri akan menerima bagian yang paling

akhir setelah kredit-kredit dilunasi.

Jadi tidaklah benar argumen yang dikemukakan oleh pendekatan traditional yang mengatakan

bahwa apabila perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity, perusahaan kemudian

berhasil menghimpun dana murah. MM kemudian berpendapat bahwa semua sumber

pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal

dibandingkan dengan dana pinjaman.

Berdasarkan hal ini, maka MM kemudian mengemukakan argumennya “bahwa

dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pembelanjaan

(financing decision) menjadi tidak relevan“. Artinya, penggunaan hutang ataukah modal

sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran para pemegang saham (pemilik)

perusahaan.

PASAR MODAL SEMPURNA DAN ADA PAJAK

MM mengemukakan argumentasinya bahwa “keputusan pendanaan akan menjadi

relevan dalam kondisi pasar yang sempurna dan ada pajak“. Hal ini disebabkan karena pada

umumnya bunga yang dibayarkan (dari adanya hutang) bisa dipergunakan untuk mengurangi

penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). Dengan kata lain, apabila ada dua

perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang

(debt) dengan adanya beban bunga, sedangkan yang satunya lagi tidak menggunakan hutang,

maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan (income tax)

yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik

perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan (value of the firm) yang menggunakan hutang

akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang dalam struktur

permodalannya.

Untuk lebih memperjelas argumen dari MM tersebut, perhatikan contoh ilustrasi

perrhitungan dibawah ini :

Page 7: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

PT. DGE PT. KLM

Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,- Bunga 000,- Rp. 4.000.000,- Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,- Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,- Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp. 4.500.000,-

Dari ilustrasi perhitungan diatas, nampak bahwa PT. KLM membayar pajak yang

lebih kecil (lebih hemat) dari PT. DGE (dalam hal ini selisihnya sebesar Rp. 1 juta).

Persoalan yang kemudian muncul adalah : “Apakah penghematan pajak tersebut

merupakan manfaat?”. Jawabannya adalah “ya“. Masalahnya adalah“bagaimana

menghitung besarnya manfaat tersebut?“.

Apabila dipergunakan asumsi bahwa hutang bersifat permanen, maka PT. KLM akan

memperoleh manfaat yang berupa penghematan pajak sebesar Rp. 1 juta setiap tahun

selamanya. Berapakah nilai manfaat tersebut ? Nilai penghematan pajak bisa dicari dengan

perhitungan berikut ini :

∞ Rp. 1 juta

PV penghematan pajak = Σ

t=1 ( 1 + r )t

Dimana : PV = present value

r = tingkat bunga (biaya hutang / kd), dan karena n = ∞

PV penghematan pajak = Rp. 1 juta / kd

Karena itu kemudian MM berargumen bahwa nilai perusahaan yang menggunakan

hutang (debt) akan lebih besar daripada yang tidak menggunakan hutang. Selisihnya adalah

sebesar “present value penghematan pajak“. Atau secara lebih mudahnya dapat

diformulasikan sebagai berikut :

VL = VU + PV penghematan pajak

Dimana : VL = nilai perusahaan yang menggunakan hutang

VU = nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang

Page 8: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Andaikata biaya modal sendiri (keu) sebesar 20% dan biaya hutang (kd) adalah

sebesar 16% maka nilai perusahaan (value of the firm) PT. DGE adalah :

VU = Rp. 7.500.000,- / 0,20

= Rp. 37.500.000,-

Penghematan pajak = Rp. 1.000.000,- / 0,16

= Rp. 6.250.000,-

Dengan demikian maka nilai perusahaan (value of the firm) PT. KLM yang menggunakan

hutang didalam struktur permodalannya adalah :

VL = VU + PV penghematan pajak

= Rp. 37.500.000,- + Rp. 6.250.000,-

= Rp. 43.750.000,-

Perhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri pada PT. DGE adalah

sebesar Rp. 7.500.000,-. Dengan demikian nilai modal sendiri (S) PT. DGE adalah Rp.

37.500.000,- dan karena PT. DGE tidak menggunakan hutang dalam struktur permodalannya

(unleverage), maka berarti nilai perusahaan (value of the firm / V) adalah sebesar Rp.

37.500.000,-. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi dibawah ini.

PT. DGE PT. KLM

Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,- Bunga 000,- Rp. 4.000.000,- Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,- Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,- Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp. 4.500.000,- kd - 0,16 B ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,- Ke ( 4,5 juta : 18,750 juta ) 0,20 0,24 S ( 4,5 juta : 0,24 ) Rp. 37.500.000,- Rp. 18.750.000,- V Rp. 37.500.000,- Rp. 43.750.000,- ko 0,2000 0,1714

Biaya rata-rata tertimbang ( weighted average cost of capital ) dapat dihitung dengan

cara :

ko = Laba Operasi ( 1 – t ) / V

= [ 10.000.000 ( 1 – 0,25 ) ] / 43.750.000

= 0,1714

Page 9: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Cara kedua adalah dengan menghitung biaya rata-rata tertimbang ( weighted average cost of

capital ) atas dasar setelah pajak sebagai berikut ini :

ko = ke ( S / V ) + kd ( 1 – t ) ( B / V )

= 0,24 (18.750.000 /43.750.000) + 0,16(1–0,25)( 25.000.000/43.750.000 )

= 0,1714

Argumen yang dikemukakan oleh MM yang menunjukkan bahwa “perusahaan akan bisa

meningkatkan nilainya (value of the firm) kalau menggunakan hutang sebesar-besarnya

dalam struktur permodalannya (dalam keadaan ada pajak)“, tentu saja banyak mengundang

kritikan dan keberatan dari para praktisi keuangan. Keberatan ini muncul salah satunya

disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh MM yang menyiratkan bahwa dalam pasar

modal yang sempurna, biaya modal sendiri ( ke ) akan mengikuti rumus sebelumnya yakni :

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S ) ( 1 – t )

Dalam contoh kasus ini, berarti bahwa ke PT. KLM adalah

ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25.000.000 / 18.750.000 ) ( 1 – 0,25 )

= 24%

Apabila kita gambarkan pendapat MM, baik dalam keadaan tidak ada maupun ada pajak, mengenai perilaku biaya modal ( baik biaya modal sendiri, biaya hutang, maupun biaya modal perusahaan ) akan nampak seperti gambar dibawah ini.

Dari ilustrasi gambar mengenai perilaku biaya modal berdasarkan argumen MM

diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa dalam keadaan tidak ada pajak, maka biaya modal

perusahaan ( ko ) akan konstan, berapapun komposisi hutang yang dipergunakan dalam

struktur permodalannya. Sebaliknya, dalam keadaan ada pajak, maka ko akan makin menurun

dengan semakin besarnya komposisi hutang yang dipergunakan, turun mendekati biaya

hutang setelah pajak. Biaya modal sendiri meningkat secara linier, meskipun slope-nya

B/S B/S0 1.00 1.33

1620

24

12

2024

0

ke

kokd

ke ( 1 – t )

ko

ke

Tidak ada pajak Ada pajak

Page 10: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

berbeda antara keadaan tidak ada pajak dengan keadaan ada pajak. Biaya hutang ( kd )

diasumsikan konstan, berapapun proporsi hutang yang dipergunakan dalam struktur

permodalam perusahaan.

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN EXTREME LEVERAGE

Apa yang telah kita uraikan diatas menunjukkan bahwa penggunaan hutang akan

menguntungkan karena sifat tax deductibility of interest payment. Apabila diperhatikan

adanya ketidaksempurnaan pasar modal maka pemilik perusahaan (pemegang saham)

mungkin keberatan untuk menggunakan leverage yang ekstrim dalam struktur

permodalannya karena akan menurunkan nilai perusahaan.

Apabila pasar modal tidak sempurna, salah satu kemungkinan yang muncul adalah

adanya biaya kebangkrutan (bankcruptcy cost) yang cukup tinggi. Biaya kebangkrutan

(bankcruptcy cost) terdiri antara lain dari legal fee (biaya yang harus dibayar kepada para ahli

hukum untuk menyelesaikan claim), dan distress price (kekayaan perusahaan terpaksa dijual

dengan harga murah sewaktu perusahaan dinyatakan bangkrut). Semakin besar kemungkinan

terjadi kebangkrutan (bankcruptcy), dan semakin besar biaya kebangkrutannya (bankcruptcy

cost) semakin tidak menarik penggunaan hutang.

Dalam hal adanya biaya kebangkrutan, biaya modal sendiri akan naik dengan tingkat

yang makin cepat, tidak lagi mengikuti persamaan dalam pasar modal yang sempurna seperti

dikemukakan sebelumnya dibawah ini.

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S ) ( 1 – t )

Misalkan dengan menggunakan contoh perhitungan sebelumnya, apabila biaya

kebangkrutan dipertimbangkan maka bisa terjadi biaya modal sendiri akan lebih besar dari

24%. Sebagai akibatnya, penggunaan hutang yang besar meskipun memperoleh manfaat dari

penghematan pajak, akhirnya akan menaikkan biaya modal sendiri ( ko ).

Misalkan perusahaan akan menggunakan B/S = 2,00. Anggaplah bahwa biaya modal sendiri

masih tetap sebesar 20%, maka :

ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 2.00 ) ( 1 – 0,25 )

= 26%

Apabila kd tidak berubah, maka biaya modal perusahaan akan sebesar :

ko = 16% ( 1 – 0,25 ) ( 2 / 3 ) + 26% ( 1 / 3 )

= 16,67%

Andaikan sekarang misalkan ke naik menjadi 30% ( tidak lagi sebesar 26% ), apa yang

akan terjadi dengan biaya modal perusahaan ( ko ).

Page 11: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

ko = 16% ( 1 – 0,25 ) ( 2 / 3 ) + 30% ( 1 / 3 )

= 18,00%

Ini berarti bahwa biaya modal rata-rata sudah lebih besar apabila dibandingkan dengan

sewaktu B/S = 1.33. Artinya, struktur modal yang menggunakan hutang sampai dua kali lipat

modal sendiri (yaitu B/S = 2) dinilai lebih jelek daripada apabila B/S hanya sebesar 1.33.

Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan leverage yang ekstrim akan sangat merugikan

pihak kreditur.

Keberatan juga mungkin diajukan oleh pemberi kredit. Apabila perusahaan berbentuk

PT dan pemilik melakukan diversifikasi usaha, maka ada kecenderungan untuk menggunakan

hutang sebesar-besarnya. Hal ini dikarenakan oleh penggunaan hutang yang tinggi akan

menggeser resiko ke kreditur.

Sebagai contoh, andaikan ada seorang pemodal yang memiliki dana sebesar Rp. 1000

juta yang akan mendirikan perusahaan berupa PT. Dan kemudian perusahaan akan

mengadakan investasi, untuk kepentingan ini ia memerlukan dana Rp. 1000 juta. Seandainya

ia menanamkan seluruh dananya, maka modal sendirinya akan sebesar Rp. 1000 juta.

Misalkan kemudian ia hanya menyetorkan dananya hanya sebesar Rp. 100 juta sebagai modal

sendiri dan sisanya sebesar Rp. 900 juta dibiayai dengan oleh kreditur berupa hutang, maka

ratio hutang terhadap modal sendiri akan sebesar 900%. Kemudian, andaikan prediksi

mengenai pendapatan dari investasi tersebut merosot hanya sebesar Rp. 600 juta.

Dari ilustrasi diatas dapatlah dijelaskan bahwa seandainya perusahaan memiliki

modal sendiri sebesar 100%, maka kerugihan yang ia tanggung menjadi sebesar Rp. 400 juta.

Akan tetapi karena struktur modalnya terdiri dari Rp. 900 juta berupa hutang dan Rp. 100 juta

berupa modal sendiri, maka kerugian yang ia tanggung hanya sebesar Rp. 100 juta ( yaitu

maksimum sebesar modal sendiri yang ia setor ) sedangkan yang Rp. 300 juta ditanggung

oleh kreditur. Dengan kondisi yang demikian ini, oleh karenanya para kreditur akan enggan

untuk memberikan kredit yang besar yang melebihi dari jumlah modal sendiri yang dimiliki

dalam struktur permodalannya, kecuali ada jaminan tambahan.

PERSONAL TAX

Gambaran mengenai struktur modal yang dijelaskan diatas, sama sekali belum memasukkan

pajak pribadi ( personal tax ), yakni pajak yang harus dibayar oleh pemodal manakala mereka

menerima pembayaran deviden atau bunga obligasi dari perusahaan dan hasil penjualan

saham atau obligasi yang mereka miliki.

Page 12: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

Andaikan sekarang personal tax ditentukan sebesar 25%, bagaimana dampaknya bagi para

pemegang saham ? Kalau kemudian PT. KLM mengambil kebijakan akan membagikan

deviden secara keseluruhan, maka para pemegang saham akan menerima sebesar : ( 1 – 0,25 )

( 4.500.000 ) = Rp. 3.375.000, dan bukannya sebesar Rp. 4.500.000,- seperti nampak dalam

contoh perhitungan sebelumnya. Demikian juga kalau pemodal memiliki obligasi PT. KLM

maka apabila sewaktu PT. KLM membagikan bunga obligasi, penghasilan bersih yang

diterima oleh pemilik obligasi adalah sebesar : ( 1 – 0,25 ) ( Rp. 4.000.000, - ) = Rp.

3.000.000,- dan bukannya sebesar Rp. 4.000.000,-.

Contoh pengenaan personal tax diatas, tentunya akan mempunyai dampak yang sama bagi

para pemodal. Dengan demikian, preferensi atas penggunaan hutang masihlah tetap berlaku.

Masalahnya sekarang adalah : bagaimana laba itu akan dibagikan, apakah seluruh laba akan

dibagikan ataukah hanya sebagaian saja yang akan dibagikan sebagai deviden ? Apakah

besarnya tarif pajak untuk capital gain dan deviden berbeda ?

Andaikan asumsi dalam pertanyaan diatas berlaku, maka preferensi atas hutang mungkin

tidak akan selalu berlaku. Dalam contoh diatas, dapatlah dijelaskan kalau pemegang saham

akan menerima penghasilan bersih yang lebih besar apabila mereka memiliki saham, maka

mereka akan lebih menyukai membeli saham dibandingkan dengan obligasi. Implikasinya

adalah perusahaan akan lebih mudah menerbitkan saham baru daripada obligasi. Bahkan

dalam kondisi dimana personal tax yang dibayarkan besarnya sama, para pemegang saham

masih akan lebih baik memilih alternatif saham daripada obligasi. Masalahnya adalah bahwa

para pemegang saham dapat menunda pembayaran pajak atas capital gains dengan

memutuskan untuk tidak membagikan devidennya terlebih dahulu. Sedangkan dalam

alternatif obligasi, pembayaran bunga atas obligasi tidak akan mungkin dapat dilakukan

penundanaan.

AGENCY COST THEORY

Agency theory menyatakan bahwa dalam menentukan struktur modal perlu pula

dipertimbangkan biaya yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan kepentingan antara

pemilik dengan pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan teori ini struktur modal

berpengaruh positif terhadap kemungkinan kebangkrutan, nilai lebih arus kas, nilai likuidasi,

target take over, dan reputasi manager. Struktur modal berpengaruh yang lebih besar bagi

pemberi hutang, sehingga biaya hutang menjadi lebih besar juga. Biaya hutang yang besar

tersebut merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap,

Page 13: Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Revisi

biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana

tersebut untuk investasi yang benar.

Teori tersebut menegaskan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh insentif dan

perilaku dari pembuat keputusan (pihak manajemen). Jensen dan Meckling mengemukakan

adanya dua potensi konflik, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur, dan

konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen.

1. Konflik antara Pemegang Saham dengan Kreditur Kreditur menerima uang dalam

jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham

bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih

memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali hutangnya, dan

pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba

yang banyak. Cara perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah

melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek

yang berisiko itu berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi

bila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat

dari ketidak-mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya. Untuk

mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang (debt

agency cost), dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu

pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam

proyek baru (seperticapital rationing).

2. Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen Pihak manajemen tidak

selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham, tetapi agak

mengarah kepada kepentingan dirinya sendiri. Akibatnya, pemegang saham

menanggung biaya keagenan ekuitas (equity agency cost) untuk memantau kegiatan

pihak manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik

untuk mengaudit perusahaan.