PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TESIS minat … fileminat utam a Ilmu Biomedik Oleh: Didik...
Transcript of PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TESIS minat … fileminat utam a Ilmu Biomedik Oleh: Didik...
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR
DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Disusun untuk kualifikasi mencapai derajat Magister Kesehatan
pada Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
minat utama Ilmu Biomedik
Oleh:
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
S500809124
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR
DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Disusun untuk kualifikasi mencapai derajat Magister Kesehatan
pada Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
minat utama Ilmu Biomedik
Oleh:
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
S500809124
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR
DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Oleh:
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
S500809124
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. dr. Sugiarto, SpPD,
FINASIM
NIP.196205221989011001
………………...
………………
Pembimbing II
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM
NIP.196210221995031001
………………...
………………
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal 14 Agustus 2014
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Program Pascasarjana UNS
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM
NIP. 196210221995031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR
DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Oleh:
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
S500809124
Tim Penguji:
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr,
P.Fark, MARS
NIP. 194805311976031001
…………………………
Sekretaris dr. Suradi Maryono, SpPD-KHOM,
FINASIM
NIP. 194708121973107001
........................................
Anggota Penguji Dr. dr. Sugiarto, SpPD, FINASIM
NIP. 196205221989011001
........................................
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM
NIP. 196210221995031001
........................................
Mengetahui,
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS
NIP.196107171986011
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM
NIP. 196210221995031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
NIM : S 500809124
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul “Pengaruh
Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1
pada Pasien DM Tipe 2” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam tesis tersebut diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya
bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 24 Juli 2014
Yang membuat pernyataan
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillahirabbil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayahNya sehingga
penyusunan tesis yang berjudul Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor
dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien DM tipe 2 ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis I bidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang tinggi kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan
Pasca Sarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama
Biomedik.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, sebagai Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf atas kebijakannya yang
mendukung dalam penulisan penelitian tesis ini.
3. Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM, sebagai Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik sekaligus sebagai pembimbing
II yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis untuk pelaksanaan
serta penulisan tesis ini.
4. Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr. PFark, MARS, sebagai Sekretaris Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik sekaligus sebagai
Ketua Tim Penguji yang telah memberikan dorongan, masukan dan kritik
membangun kepada penulis untuk memperbaiki penulisan tesis ini.
5. R. Basoeki Soetardjo, drg. MMR, sebagai Direktur RSUD Dr. Moewardi beserta
seluruh jajaran staf direksi yang telah berkenan dan mengijinkan untuk menjalani
program pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
6. Dr. dr. Sugiarto, SpPD, FINASIM, selaku pembimbing I yang telah membimbing
dan memberi pengarahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberi kemudahan
dalam menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
7. Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. SpPD-KR, FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
kemudahan dan dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan PPDS I
Ilmu Penyakit Dalam.
8. Prof. Dr. HA. Guntur Hermawan, dr. SpPD-KPTI, FINASIM, selaku Kepala
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi yang telah
memberikan ijin dan bimbingan sehingga tugas penulisan tesis ini terwujud.
9. Prof. Dr. HM. Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH, FINASIM, selaku Ketua
Program Studi PPDS I Ilmu Penyakit Dalam yang telah mendidik dan
memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan.
10. dr. Suradi Maryono, SpPD-KHOM, FINASIM, yang telah memberikan ide,
kesempatan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberikan
kemudahan dalam menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
11. Drs. Sumardi, MM, selaku pembimbing statistik yang telah sabar membimbing
dan membrikan pengarahan dalam penyusunan tesis.
12. Seluruh staf pengajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi
Surakarta. Prof. Dr. HA. Guntur Hermawan, dr. SpPD-KPTI, FINASIM; Prof. Dr.
Zainal Arifin Adnan, dr. SpPD-KR, FINASIM; Prof. Dr. Djoko Hardiman, dr.
SpPD-KEMD, FINASIM; Prof. Dr. HM. Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH,
FINASIM; Suradi Maryono, dr. SpPD-KHOM, FINASIM; Sumarmi Soewoto, dr.
SpPD-KGER, FINASIM; Tatar Sumandjar, dr. SpPD-KPTI, FINASIM; Tantoro
Harmono, dr. SpPD-KGEH, FINASIM; Tri Yuli Pramana, dr. SpPD-KGEH,
FINASIM; P. Kusnanto, dr. SpPD-KGEH, FINASIM; Dr. Sugiarto, dr. SpPD,
FINASIM; Supriyanto Kartodarsono, dr. SpPD-KEMD, FINASIM; Supriyanto
Muktiatmojo, dr. SpPD, FINASIM; Dhani Redhono, dr, SpPD-KPTI, FINASIM;
Wachid Putranto, dr. SpPD, FINASIM; Arifin, dr. SpPD, FINASIM; Fatichati B,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
dr. SpPD; Agung Susanto, dr. SpPD; Arief Nurudin, dr. SpPD; Agus Joko
Susanto, dr. SpPD; Yulyani W, dr. SpPD; Sri Marwanta, dr. SpPD, MKES;
Aritantri, dr. SpPD; Bayu Basuki Wijaya, dr. SpPD, MKES; Eva Niamuzisilawati,
dr. SpPD, MKES; Evi Nurhayatun, dr. SpPD. MKES; R. Satrio, dr. SpPD. MKES
yang telah memberi dorongan, bimbingan dan bantuan dalam segala bentuk
sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini.
13. Seluruh teman sejawat Residen Penyakit Dalam yang telah memberikan dukungan
dan bantuan kepada penulis baik dalam penelitian ini maupun selama menjalani
pendidikan.
14. Perawat Poli Interna yang telah memberikan bantuan selama pengambilan sampel
dalam penelitian ini.
15. Laboratorium Klinik Prodia yang telah membantu dalam pengambilan dan
pengelolaan sampel penelitian .
16. Istri, anak-anak, orang tua, mertua, saudara dan keponakan yang telah
memberikan dorongan baik moril maupun meteriil selama menjalani pendidikan
PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu
dalam menjalani maupun dalam penelitian ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan tesis ini banyak
terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan
saran dan kritik dalam rangka perbaikan penulisan penelitian tesis ini.
Surakarta, Juli 2014
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Didik Supriyadi. 2014. Pengaruh simvastatin terhadap kadar tissue factor dan
plasminogen activator inhibitor-1 pada pasien DM tipe 2. TESIS. Pembimbing I: Dr.
Sugiarto, dr. SpPD, FINASIM, Pembimbing II: Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM.
Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab sekitar 70% kasus kematian,
terutama penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis dini, yang merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penderita DM tipe 2. Trombosis
merupakan tahap krusial perkembangan dan progresivitas aterosklerosis serta
kejadian kardiovaskuler sehubungan dengan aterosklerosis. Tissue factor (TF)
merupakan pemicu koagulasi yang paling kuat sedangkan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) merupakan inhibitor fibrinolisis. Pada DM tipe 2 terjadi
peningkatan kadar TF dan kadar PAI-1. Simvastatin menunjukkan sifat antitrombosis
dengan menekan TF, serta meningkatkan profibrinolisis dengan menekan PAI-1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simvastatin terhadap
kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah randomized double blind controlled trial,
melibatkan 24 pasien, 12 pasien kelompok kontrol diberikan plasebo dan 12 pasien
kelompok perlakuan diberikan simvastatin 20 mg/hari. Penelitian berlangsung selama
6 minggu. Analisis statistik dengan SPSS 17 for windows, signifikan bila p<0,05.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan, pada kelompok perlakuan didapatkan
penurunan kadar TF (pre vs post: 54,69±37,99 pM vs 31,62±1,58 pM; p=0,02) tetapi
tidak didapatkan perubahan kadar PAI-1 (pre vs post: 1,05±1,27 U/ml vs 1,29±1,08
U/ml; p=0,07). Pada kelompok kontrol tidak didapatkan perbedaan kadar TF dan
PAI-1 sebelum maupun sesudah perlakuan (TF pre vs post: 32,23±3,28 pM vs 34,34
±7,86 pM, p=0,29; PAI-1 pre vs post: 1,08±1,19 U/ml vs 2,1±2,67 U/ml, p=0,13).
Kesimpulan
Simvastatin menurunkan kadar TF tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar
PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
Kata kunci: simvastatin, tissue factor, plasminogen activator inhibitor-1, DM tipe 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Didik Supriyadi. 2014. The effect of simvastatin on the level of tissue factor and
plasminogen activator inhibitor-1 in patients with type 2 DM. THESIS. Supervisor I:
Dr. Sugiarto, dr. SpPD, FINASIM, Supervisor II: Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM.
Program Study of Medical Family, Post-graduate Program of Sebelas Maret
University Surakarta.
ABSTRACT
Background
Cardiovascular disease is responsible for about 70% cases of death, especially
coronary heart disease due to premature atherosclerosis, which is a major cause of
morbidity and mortality of patients with type 2 DM. Thrombosis is a crucial stage of
development and progression of atherosclerosis and cardiovascular events in relation
to atherosclerosis. Tissue factor (TF) is the most powerful trigger of coagulation,
while plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) is an inhibitor of fibrinolysis. The
level of TF and PAI-1 increased in type 2 DM. Simvastatin showed antithrombotic
properties by pressing TF, as well as improving profibrinolysis by pressing PAI-1.
Objectives
This study aims to determine the effect of simvastatin on the level of TF and
PAI-1 in patients with type 2 DM.
Methods
The method used was a double blind randomized controlled trial, involving 24
pateints, 12 patients were given placebo in the control group and 12 pateints were
given simvastatin 20 mg/day. The study lasted for 6 weeks. Statitical analysis with
SPSS 1 for windows, significant if p<0.05.
Results
The results showes that the treatment group obtained a decrease in the level of
TF (pre vs post: 54,69±37,99 pM vs 31,62±1,58 pM; p=0,02) but did not change the
level of PAI-1 (pre vs post: 1,05±1,27 U/ml vs 1,29±1,08 U/ml; p=0,07). In the
control group was not found differences in the level of TF and PAI-1 before and after
treatment (TF pre vs post: 32,23±3,28 pM vs 34,34±7,86 pM, p=0,29; PAI-1 pre vs
post: 1,08±1,19 U/ml vs 2,1±2,67 U/ml, p=0,13).
Conclusions
Simvastatin decreased TF level but had no effect on PAI-1 level in patients
with type 2 DM.
Key words: simvastatin, tissue factor, plasminogen activator inhibitor-1, type 2 DM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…………………………………… iii
PERNYATAAN……………………………………………………………... iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………. v
ABSTRAK…………………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xiv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xv
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xvi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………...... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 3
C. Tujuan Penelitian………………………………………………....... 3
1. Tujuan umum………………………………………………........ 3
2. Tujuan khusus………………………………………………....... 3
D. Manfaat Penelitian……………………………………………….... 4
1. Manfaat teoritis…………………………………………………. 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Manfaat terapan……………………………………………......... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
A. Kajian Teori……………………………………………………...... 5
1. Diabetes Melitus........................................................................... 5
a. Patogenesis komplikasi diabetes melitus................................ 6
a.1. Sumber ROS pada DM tipe 2.......................................... 7
a.2. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme
komplikasi DM.........................................................................
10
b. Implikasi klinis disfungsi endotel........................................... 13
c. Diabetes melitus, disfungsi endotel dan protrombosis............ 14
2. Tissue Factor (TF)………………………………………………. 17
a. Struktur protein TF.................................................................. 17
b. Ekspresi TF............................................................................. 19
3. Plasminogen Activator Inhibitor – 1 (PAI-1)................................ 23
a. Struktur protein PAI-1…………………………………......... 23
b. Ekspresi PAI-1……………………………………………… 24
4. Statin.............................................................................................. 26
a. Struktur, sumber dan sifat statin.............................................. 26
b. Farmakokinetik dan farmakodinamik statin........................... 26
c. Efek pleiotrofik statin.............................................................. 30
d. Efek samping statin................................................................. 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Penelitian Relevan…………………………………………………. 36
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS………………. 39
A. Kerangka Konseptual........................................................................ 39
B. Hipotesis Penelitian……………………………………………....... 41
BAB IV. METODE PENELITIAN…………………………………………. 42
A. Tempat dan Waktu………………………………………………… 42
B. Jenis Penelitian…………………………………………………….. 42
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling……………………............ 42
1. Populasi sasaran……………………………………………... 42
2. Populasi sumber……………………………………………... 42
3. Sampel...................................................................................... 43
4. Teknik pengambilan sampel.................................................... 45
D. Identifikasi dan Definisi Opersional Variabel................................... 45
1. Variabel tergantung.................................................................. 45
2. Variabel bebas.......................................................................... 46
3. Variabel perancu...................................................................... 46
4. Definisi operasional variabel.................................................... 46
E. Cara Kerja.......................................................................................... 47
F. Teknik Analisis Data......................................................................... 52
G. Alur Penelitian……………………………………………….......... 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB V. HASIL PENELITIAN....................................................................... 54
A. Karakteristik Subyek Penelitian........................................................ 54
B. Pengujian Variabel Utama................................................................ 64
C. Efek Samping................................................................................... 71
BAB VI. PEMBAHASAN............................................................................... 72
A. Hasil Utama...................................................................................... 72
1. Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar TF............................... 73
2. Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar PAI-1.......................... 76
B. Keterbatasan Penelitian.................................................................... 81
BAB VII. PENUTUP....................................................................................... 83
A. Kesimpulan...................................................................................... 83
B. Saran................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 84
LAMPIRAN.................................................................................................... 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Faktor risiko kardiovaskuler dan disfungsi endotel.............. 6
Gambar 2.2 Mekanisme terjadi komplikasi DM....................................... 7
Gambar 2.3 Rantai elektron transport di mitokondria.............................. 9
Gambar 2.4 Produksi ROS pada resistensi insulin.................................... 10
Gambar 2.5 Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme
komplikasi DM......................................................................
11
Gambar 2.6 Hubungan hiperglikemia dengan inflamasi........................... 13
Gambar 2.7 Hubungan inflamasi dengan sistem koagulasi dan
fibrinolisis..............................................................................
15
Gambar 2.8. Imunopatogenesis.................................................................. 17
Gambar 2.9 Induksi ekspresi dan aktivitas TF.......................................... 21
Gambar 2.10 Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF................ 22
Gambar 2.11 Efek statin terhadap aktivitas small G-protein...................... 32
Gambar 2.12 Efek pleiotrofik statin............................................................ 33
Gambar 2.13 Sifat antioksidan statin.......................................................... 34
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian.................................................. 39
Gambar 4.1 Alur penelitian....................................................................... 53
Gambar 5.1 Perubahan kadar TF sebelum (pre) dan sesudah (post)
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
simvastatin.............................................................................
67
Gambar 5.2 Perubahan PAI-1 sebelum (pre) dan sesudah (post)
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
simvastatin.............................................................................
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik statin................................................................ 30
Tabel 4.1 Definisi operasional variabel.................................................
Tabel 4.2 Pengenceran reagen............................................................... 50
Tabel 4.3 Assay mix............................................................................... 50
Tabel 5.1 Perbandingan variabel karakteristik umur, GDP pre, GDP
post, delta GDP, HbA1c dan BMI kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan.............................................................
58
Tabel 5.2 Perbandingan karakteristik jenis kelamin, lama sakit,
olahraga, insulin, OAD, hipertensi dan dislipidemia pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.......................
63
Tabel 5.3 Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah
Perlakuan pada Kelompok Kontrol………………………...
65
Tabel 5.4 Perbandingan kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah
perlakuan pada kelompok perlakuan...................................
66
Tabel 5.5 Perbandingan delta TF dan delta PAI-1 pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan.........................................
70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ADP : Adenosine Diphosphate
AGEs : Advanced Glycation End Products
ANG-II : Angiotensin-II
APC : Antigen Processing and Presenting Cell
AT-III : Antithrombin-III
CSF : Colony Stimulating Factor
DAG : diacylglycerol
DAMP : Damage Associated Molecular Pattern
DM : Diabetes Mellitus
ERK : Extracellular-Signal Regulated Kinase
FADH : Flavine Adenine Dinucleotide
FDP : Fibrin Degradation Product
FFA : Free Fatty Acid
GAPDH : Glyceraldehide-3-Phosphate Dehydrogenase
GLUT-1 : Glucosa Transporter-1
HMG-CoA : 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl-Coenzym A
ICAM-1 : Intercelluler Adhesion Molecule-1
IFN-γ : Interferon-γ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
IL-1 : Interleukine-1
JNK : c-Jun Terminal Kinase
LRE : LPS Responsive Region
MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase
MHC II : Major Histocompatibility Complex II
mTOR : Mammalian Target of Rapamycin
NA : Nicotinic Acid
NAD : Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADH : Reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
NF-ĸβ : Nuclear Factor-ĸβ
NO : Nitric oxide
OATP-2 : Organic Anion Transporter-2
PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor – 1
PARP : Poly ADP-Ribose Polymerase
PDI : Protein Disulfide Isomerase
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PGI-2 : Prostacyclin
PI-3K : Phosphatidil Inositol-3 Kinase
PKC : Protein Kinase C
PKC-β : Protein Kinase C type β
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
RCL : Reactive Centere Loop
ROS : Reactive Oxigen Species
SOD : Superoxide Dismutase
sTF : Extracelluler Soluble Form TF
TCA cycle : Tricarboxylic Acid Cycle
TF : Tissue Factor
TFPI : Tissue Factor Pathway Inhibitor
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
TGF-β : Tumour Growth Factor-β
Th1 : T helper type 1
TLR-9 : Toll Like Receptor-9
TNF : Tumour Necrosing Factor
t-PA : Tissue Plasminogen Activator
TXA : Thromboxane
u-PA : Urokinase Plasminogen Activator
VCAM-1 : Vascular Cell Adhesion Molecule-1
VSMC : Vascular Smooth Muscle Cell
vWF : Von Willibrand’s Factor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) dapat digambarkan sebagai kelainan metabolik
dengan multipel etiologi yang ditandai adanya hiperglikemia kronik dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein akibat defek sekresi insulin, aksi insulin
maupun kombinasi keduanya. Prevalensi diabetes di dunia, usia dewasa (antara 20-79
tahun) diperkirakan 6,4%, yaitu sekitar 285 juta penduduk pada tahun 2010 dan
diprediksi meningkat menjadi 7,7%, yaitu sekitar 439 juta penduduk pada tahun 2030
(Balasubramaniam et al., 2012). Biro Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun, dengan
asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan
terdapat 12 juta penderita diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural
(PERKENI, 2011).
Angka harapan hidup penderita DM menurun hampir delapan tahun
disebabkan karena meningkatnya mortalitas (Mohan et al., 2010). Penyakit
kardiovaskuler bertanggung jawab sekitar 70% kasus kematian, terutama penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis dini, yang merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penderita DM tipe 2 (Balasubramaniam et al., 2012). DM
tipe 2 berhubungan dengan kejadian aterosklerosis yang dipercepat, kerusakan
endotel dan tingginya kecenderungan terjadi komplikasi trombosis seperti penyakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pembuluh darah perifer, kejadian kardiovaskuler dan stroke (El-Hagracy et al., 2010).
Trombosis merupakan tahap krusial perkembangan dan progresivitas aterosklerosis
serta kejadian kardiovaskuler sehubungan dengan aterosklerosis. Pemicu trombosis
ada dua, yaitu akibat rupturnya plak aterosklerosis sehingga protein prokoagulan
terpapar dengan darah yang akan memicu koagulasi darah, dan akibat kontak antara
darah dengan endotel yang rusak (Krysiak et al., 2010; El-Hagracy et al., 2010).
Tissue factor merupakan pemicu kaskade koagulasi yang paling kuat dan
didapatkan peningkatan kadarnya pada DM dan sindrom koroner akut (Meerarani et
al., 2007) sedangkan PAI-1 merupakan inhibitor fisiologis utama untuk t-PA (tissue
plasminogen activator) dan u-PA (urokinase plasminogen activator) sehingga
menghambat fibrinolisis (Ludwig et al., 2005). Pada DM terjadi peningkatan kadar
TF (Zoccai et al., 2003; Alzahrani dan Ajjan, 2010; El-Hagracy et al., 2010) dan
peningkatan kadar PAI-1 (Zoccai et al., 2003; Creager et al., 2003; Schneider dan
Sobel, 2005; Dunn dan Grant, 2005; Virella dan Virella, 2005; Ludwig et al., 2005;
Alzahrani dan Ajjan, 2010; Krysak et al., 2010).
Statin, suatu HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-Coenzym A) reduktase
inhibitor mempunyai berbagai efek terhadap hemostasis dan fibrinolisis. Statin
menunjukkan sifat antitrombosis dengan menekan ekspresi dan aktivitas TF, serta
meningkatkan faktor profibrinolisis t-PA dengan menekan sintesis PAI-1 (Mason,
2003).
Penelitian in-vitro mendapatkan hasil yang meyakinkan bahwa simvastatin
mampu menurunkan kadar TF dan PAI-1 (Krysak et al., 2003), tetapi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
klinis dengan simvastatin terhadap PAI-1 mendapatkan hasil yang bervariasi, serta
belum ada penelitian yang mengukur efek simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1
sekaligus dalam satu penelitian meskipun TF merupakan pemicu utama kaskade
koagulasi sedangkan PAI-1 merupakan inhibitor kuat proses fibrinolisis dimana
keduanya berperan sinergistik dalam proses trombosis. Berdasarkan kesenjangan
tersebut diatas maka disusunlah penelitian ini untuk mengetahui pengaruh simvastatin
terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2.
2. Apakah simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simvastatin terhadap
faktor-faktor protrombosis pada pasien DM tipe 2
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2.
b. Mengetahui pangaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM
tipe 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis:
Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap faktor-faktor protrombosis
pada pasien DM tipe 2.
2. Manfaat terapan:
Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada
pasien DM tipe 2, yang mana keduanya bekerja sinergistik terhadap kejadian
trombosis yang berperan penting dalam perkembangan progresivitas
aterosklerosis dan kejadian klinik sehubungan rupturnya plak aterosklerosis.
Bila didapatkan penurunan kadar TF dan PAI-1 pada penelitian ini, maka
simvastatin dapat digunakan untuk menekan kejadian penyakit kardiovaskuler
yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada DM tipe 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya (Bennet dan Knowler, 2006; ADA, 2010). DM tipe 2 merupakan tipe
terbanyak, yaitu sekitar 90% total pasien diabetes (Ludwig et al., 2005; Bennet dan
Knowler, 2006).
Pandangan tradisional tentang aterosklerosis sebagai akibat patologis deposisi
lipid didalam dinding arteri, telah di re-definisi dengan teori yang lebih kompleks
dimana disfungsi endotel sebagai pemeran utama (Mannarino dan Pirro, 2008).
Disfungsi endotel berperan dalam patogenesis dan manifestasi klinis aterosklerosis,
telah dibuktikan berhubungan dengan DM tipe 2 dan resistensi insulin pada penelitian
ekperimental dan klinis (Van der Oever et al., 2010; Tabit et al., 2010;
Balasubramaniam et al., 2012; Bambang, 2012).
Diabetes melitus tipe 2, tidak hanya didapatkan hiperglikemia saja tetapi juga
disertai dislipidemia, resistensi insulin, hipertensi dan obesitas, yang kesemuanya
merupakan gambaran sindroma metabolik (Skrha, 2007). Beberapa faktor risiko
seperti oxLDL, hipertensi, angiotensin II, merokok, homosistein dan DM dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
merangsang enzim NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate) oksidase
pada mitokondria sehingga akan terjadi stres oksidatif akibat peningkatan ROS
(reactive oxygen species) yang akan menyebabkan disfungsi endotel seperti tampak
pada gambar 2.1 (Bambang, 2012).
Gambar 2.1. Faktor risiko kardiovaskuler dan disfungsi endotel.
(dikutip dari Bambang, 2012 modifikasi dari Gibbons, 1997).
a. Patogenesis komplikasi DM
Empat mekanisme terjadinya komplikasi pada DM; polyol pathway, AGEs
pathway, PKC pathway dan hexosamine pathway, bukan merupakan proses yang
berjalan sendiri-sendiri akan tetapi suatu kesatuan proses dengan faktor pemicu yang
sama yaitu ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2008; Van den
Oeven et al., 2010). Produksi ROS yang berlebihan akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara ROS (oksidan) dengan scavenger system (antioksidan) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berlanjut dengan terpicunya empat mekanisme komplikasi DM seperti tampak pada
gambar 2.2 (Skrha, 2007; Van den Oeven et al., 2010).
Gambar 2.2. Mekanisme terjadi komplikasi DM. (dikutip dari Van den Oeven et al., 2010).
a.1. Sumber ROS pada DM tipe 2
Peningkatan masukan glukosa ke sel endotel melalui GLUT-1 (glucosa
transporter-1) akan menyebabkan meningkatnya metabolisme glukosa sehingga
terjadi hiperaktivasi rantai transport elektron di mitokondria sehingga terjadi
Hiperglikemia
Hexosamine
pathway
AGE
pathway
DAG/PKC
pathway
Polyol
pathway
Stress oksidatif
Mitokondria
ROS
Komplikasi DM
Disfungsi endotel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
overproduksi ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2008; Van den
Oeven et al., 2010; Tabit et al., 2010). Pada kondisi fisiologis, produksi ROS melalui
rantai respirasi ini hanya sekitar 5%, yaitu terbentuk O2-
(superoksida) (Beltowski,
2005).
Rantai transport elekron di mitokondria secara sederhana digambarkan
sebagai berikut. Ketika glukosa dimetabolisme melalui siklus Kreb (TCA cycle;
tricarboxylic acid cycle) akan dihasilkan donor elektron dalam bentuk NADH
(reduced nicotinamide adenine dinucleotide) dan FADH2 (flavine adenine
dinucleotide). Elektron dari NADH masuk ke kompleks I sedangkan FADH2 ke
kompleks II, kemudian berturut-turut ke coenzim Q, kompleks III, sitokrom C,
kompleks IV dan terakhir ke molekul O2 yang akan direduksi menjadi air. Rangkaian
reaksi tersebut merupakan pompa proton yang akan menyebabkan terjadinya
perbedaan gradien. Perbedaan gradien tersebut menimbulkan energi yang akan
memutar ATP sintase sehingga terbentuk ATP (Mayes dan Botham, 2003; Brownlee,
2005; Brownlee et al., 2008).
Pada kondisi hiperglikemia, akan terbentuk lebih banyak NADH dan FADH2
akibat peningkatan metabolisme glukosa melalui siklus Kreb, yang pada titik batas
tertentu akan terjadi blokade transport elektron di kompleks III sehingga terjadi
penumpukan elektron di coenzim Q. Elektron ini akan direaksikan dengan molekul
O2 sehingga terbentuk O2-
(superoksida). Bila produksi O2-
melebihi kemampuan
SOD (superoxide dismutase) maka akan terbentuk ROS seperti tampak pada gambar
2.3 (Brownlee, 2005; Brownlee et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 2.3. Rantai elektron transport di mitokondria. (dikutip dari Brownlee et al., 2008).
Mekanisme diatas menjelaskan terbentuknya ROS akibat hiperglikemia yang
mendasari komplikasi mikrovaskuler DM, sedangkan yang mendasari komplikasi
makrovaskuler DM adalah ROS akibat adanya resistensi insulin (Brownlee, 2005).
Resistensi insulin menyebabkan peningkatan pelepasan FFA (free fatty acid) dari
jaringan lemak. Pada sel endotel makrovaskuler, tidak pada mikrovaskuler,
peningkatan FFA akan menyebabkan peningkatan oksidasi FFA di mitokondria.
Karena oksidasi asam lemak dan oksidasi asetil CoA yang berasal dari FFA
menghasilkan donor elektron yang sama dengan oksidasi glukosa, yaitu NADH dan
FADH2 maka peningkatan oksidasi FFA akan menyebabkan peningkatan produksi
ROS dengan mekanisme yang sama seperti pada hiperglikemia seperti tampak pada
gambar 2.4 (Brownlee et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Gambar 2.4. Produksi ROS pada resistensi insulin. (dikutip dari Brownlee et al., 2008).
a.2. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM
Peningkatan produksi ROS, yaitu O2-
(superoxide) pada rantai transport
elektron di mitokondria merupakan kunci aktivasi empat mekanisme komplikasi DM.
Produksi O2-
akibat hiperglikemia akan menurunkan aktivitas GAPDH
(glyceraldehide-3-phosphate dehydrogenase) sebesar 66% akibat ribosilasi poli ADP
pada GAPDH oleh enzim PARP (poly ADP-ribose polymerase). Enzim PARP ini
aktif karena rusaknya DNA akibat ROS (Van den Oever et al., 2010).
Enzim PARP merupakan enzim yang bertugas untuk memperbaiki kerusakan
DNA dan akan aktif bila ada kerusakan struktur DNA. Ketika teraktivasi, akan
memecah NAD (nicotinamide adenine dinucleotide) menjadi NA (nicotinic acid) dan
ADP-ribose (adenosine diphosphate). PARP kemudian memicu polimerisasi ADP-
ribose yang akan terakumulasi pada GAPDH sehingga mengganggu aktivitas enzim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
ini dalam glikolisis dan berakibat terakumulasinya metabolit glikolisis seperti tampak
pada gambar 2.5 (Brownlee et al., 2008).
Gambar 2.5. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM. (dikutip dari Schalkwijk dan Stehouwer, 2005).
Akumulasi glyceraldehide-3-phosphate akan mengaktivasi AGEs pathway
dan PKC pathway karena prekursornya yaitu methylglyoxal (prekursor AGEs) dan
diacylglycerol (DAG, prekursor PKC), terbentuk dari glyceraldehide-3-phosphate.
Metabolit yang lebih atas lagi yaitu fructose-6-phosphate akan mengaktivasi
hexosamine pathway dan metabolit tertinggi yaitu glukosa akan mengaktivasi polyol
pathway (Schalkwijk dan Stehouwer, 2005; Brownlee et al., 2008). Hiperglikemia
juga akan meningkatkan produksi ROS selain dari rantai transport elektron di
mitokondria, yaitu hiperglikemia akan mengaktivasi enzim NADPH oksidase dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
uncouple eNOS serta akan menekan aktivitas enzim katalase dan SOD (superoxide
dismutase). AGEs pathway juga berperan meningkatkan ROS (Schalkwijk dan
Stehouwer, 2005; Van den Oever et al., 2010). Tampak jelas terjadi lingkaran setan
produksi ROS pada diabetes melitus.
Reactive oxygen species pada konsentrasi rendah dapat berfungsi sebagai
signal molekul yang berperan pada aktivitas seluler seperti pertumbuhan sel dan
respon adaptasi. Pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan stres oksidatif, celluler
injury dan apoptosis. ROS dapat mempengaruhi banyak jalur signal seluler seperti G-
protein, protein kinase, ion channel dan faktor transkripsi. Pada akhirnya, ROS yang
timbul akibat hiperglikemia dapat menginduksi aktivasi dan disfungsi endotel dengan
berbagai mekanisme seperti peroksidasi membran lipid, aktivasi NF-ĸβ dan
menurunkan aktivitas NO (Van den Oever et al., 2010).
Hiperglikemia mengakibatkan disfungsi metabolik melalui peningkatan
produksi superoksida pada mitokondria yang akan mengaktivasi enzim PARP
sehingga terjadi penumpukan metabolit glikolisis seperti DAG, metylglyoxal,
hexosamine dan polyol pathway (a). Stres oksidatif akibat hiperglikemia akan
diperkuat lagi oleh kelebihan produksi DAG dan penurunan NADH+
/ reduced
gluthatione (GSH) yang akan mengaktivasi reseptor AGE (RAGE). Stres oksidatif
akan menurunkan kemampuan mediator protektif (bioavailabilitas NO) dan akan
meningkatkan aktivasi NF-ĸβ sehingga terjadi peningkatan produksi sitokin
proinflamasi (b), seperti tampak pada gambar 2.6 (Funk, Yurdagul dan Orr , 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar 2.6. Hubungan hiperglikemia dengan inflamasi.
(dikutip dari Funk, Yurdagul dan Orr , 2012).
b. Implikasi klinis disfungsi endotel
Endotel berfungsi mempertahankan homeostasis vaskuler melalui kompleks
interaksi multipel antar sel pada lumen dan dinding pembuluh darah. Pertama, endotel
mengatur tonus vaskuler dengan menyeimbangkan antara vasodilator dan
vasokonstrikor. Kedua, endotel mengontrol blood fluidity and coagulation dengan
memproduksi faktor-faktor yang mengatur aktivitas platelet, kaskade koagulasi dan
fibrinolisis. Ketiga, endotel mempunyai kemampuan memproduksi sitokin dan
molekul adhesi yang mengatur proses inflamasi (Widlansky et al., 2003).
Disfungsi endotel merujuk pada kondisi menurunnya kemampuan endotel
untuk mempertahankan homeostasis vaskuler, baik pada kondisi basal ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
setelah stimulasi, sehingga terjadi perburukan fungsi organ (Van den Oever et al.,
2010; Balasubramanian et al., 2012).
Disfungsi endotel akan memicu endotel untuk mengekspresikan sitokin
proinflamasi, yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6 dan TGF-β1. Bila proses ini tidak terkontrol
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan aterosklerosis dan komplikasi
pada target organ, yaitu ginjal, jantung, pembuluh darah koroner dan serebral (Van
den Oever et al., 2010; Bambang, 2012).
c. Diabetes melitus, disfungsi endotel dan protrombosis
Endotel memproduksi molekul protrombosis seperti TF, PAI-1, thromboxane
dan vWF (von Willibrand’s factor) dalam kondisi seimbang dengan produksi
molekul antitrombosis seperti NO, heparin, tPA dan trombomodulin. Pada DM,
keseimbangan tersebut bergeser ke kondisi protrombosis dan antifibrinolisis. Hal ini
terjadi akibat menurunnya sinyal melalui PI-3K pathway tetapi tidak terjadi gangguan
sinyal yang melalui MAPK pathway yang merupakan ciri khas resistensi insulin pada
DM tipe 2. Terjadi juga peningkatan aktivitas NADPH oksidase sehingga produksi
superoksida (O2-) meningkat (Balasubramaniam et al., 2012). ROS akan menurunkan
NO dan mengaktivasi NFĸβ sehingga mengaktivasi transkripsi gen untuk produksi
VCAM-1, e-selectin, ICAM, IL-1, IL-6, IL-8, TF, PAI dan iNOS (Van den Oever et
al., 2010; Funk, Yurdagul dan Orr, 2012).
Hubungan antara inflamasi dengan koagulasi sangat kompleks, inflamasi akan
menggeser keseimbangan hemostasis kearah koagulasi dan jauh dari antikoagulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
sebaliknya koagulasi tidak hanya terbentuk fibrin dan aktivasi trombosit tetapi juga
mengakibatkan pengaktifan sel endotel vaskuler yang berperan untuk aktivasi lekosit
(Guntur, 2008; Suradi, 2011).
Proses inflamasi secara langsung berhubungan dengan aktivasi sistem
koagulasi dan fibrinolisis dengan cara mengaktifkan NF-ĸβ (nuclear factor-ĸβ).
Interleukin-6 nampaknya sebagai sitokin utama yang melibatkan pengaktifan
koagulasi dengan meningkatnya TF sedangkan TNF-α sebagian besar dilibatkan pada
disregulasi jalur antikoagulasi dengan menghambat TFPI (tissue factor pathway
inhibitor) dan AT III (antithrombin III) serta menekan fibrinolisis melalui
peningkatan PAI-1 seperti tampak pada gambar 2.7 (Guntur, 2008).
Gambar 2.7. Hubungan inflamasi dengan sistem koagulasi dan fibrinolisis.
(dikutip dari Guntur, 2008 sitasi Levi et al., 1999)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Balasubramaniam et al. (2012) mendukung penjelasan diatas dan menyatakan
bahwa protrombosis pada DM akibat adanya disregulasi pada sistem koagulasi dan
fibrinolisis, yaitu meningkatnya aktivitas sistem koagulasi yang ditandai dengan
peningkatan kadar TF, F VII, trombin, tingginya kadar IL-6 dan fibrinogen, tetapi
disisi lain terjadi penurunan aktivitas fibrinolisis akibat peningkatan PAI-1
(Balasubramaniam et al., 2012).
Penjelasan singkat hubungan DM dengan protrombosis dapat dijelaskan
dengan imunopatogenesis (Guntur, 2000) sebagai berikut; hiperglikemia bertindak
sebagai DAMP (damage associated molecular pattern) akan ditangkap oleh APC
(antigen processing and presenting cell) melalui TLR 9 (toll like receptor) dan akan
mempresentasikannya melalui MHC II (major histocompatibility complex II) yang
akan menggeser keseimbangan kearah Th1 yang akan memproduksi CSF (colony
stimulating factor) dan IFN-γ (interferon-γ). CSF akan mengaktifkan netrofil,
sedangkan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag mengeluarkan sitokin proinflamasi
seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8. Kondisi inilah yang disebut sebagai low grade
inflamation pada DM yang akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi
peningkatan produksi TF dan PAI-1 oleh endotel seperti tampak pada gambar 2.8
(Guntur, 2000).
Diabetes melitus tidak hanya menyebabkan perubahan kuantitas faktor-faktor
yang berpengaruh pada koagulasi dan fibrinolisis tetapi juga menyebabkan perubahan
kualitas struktur jendalan (clot/trombus) yang terbentuk. Percobaan dengan plasma-
purified fibrinogen 150 pasien DM tipe 2 dibandingkan 50 kontrol sehat, ditemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
jendalan/clot pasien DM lebih padat, ukuran pori-pori lebih kecil, benang fibrin lebih
tebal dan percabangan lebih banyak. Hal ini karena terjadi modifikasi post translation
pada fibrinogen. Akibatnya jendalan/clot pada DM lebih sulit dilisiskan dibanding
kontrol (Alzahrani dan Ajjan, 2010).
1
LPS bp
CD 14
IL 6
TNF -
IL -1
IL 8
APC
CD 4+TCR
IFN -
SUPER ANTIGEN
IL - 10
IL - 4
IL - 5
IL - 6
Ig
NO ICAM -1
a
g
IMUNOPATOGENESIS
TH - 2TH - 1B cell
CD 8+
LPSIMUNO.COM
SEPSIS
MOD
SHOCK
SEPTIC
IL-2
CSF
Compl.
N
NK
(Guntur, 2000)
C3a, C5a
PGE 2
TLR 4
TLR2
C7a
TF-VIIA ↑PaI-1↑
1
Gambar 2.8. Imunopatogenesis.
(dikutip dari Guntur, 2008).
2. Tissue Factor (TF)
a. Struktur protein TF
Tissue factor disebut juga thromboplastine atau factor III; merupakan
glikoprotein transmembran dengan berat molekul 47 kDa terdiri dari 263 polipeptida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
asam amino rantai tunggal, diklasifikasikan sebagai CD 142 (reseptor sitokin klas II)
dengan 219 asam amino ekstraseluler N-terminus, 23 asam amino transmembran dan
21 asam amino intraseluler C-terminus (Tremoli et al., 1999; Steffel et al., 2006;
Monroe, 2010; Breintenstein et al., 2010; Chu, 2011). Regio ekstraseluler
mengandung binding domain FVII/VIIa. Extracelluler soluble form (sTF) dapat
dilepaskan dari sel endotel sebagai respon terhadap sitokin proinflamasi. Domain
intraseluler dapat mengalami serine phosphorylation yang dapat merubah fungsinya,
sebagai contoh domain sitoplasmik dapat menekan ekspresi TF akibat tertekannya
fosforilasi Erk1/2 ( Chu, 2011).
Gen yang bertanggung jawab untuk produksi TF terletak pada kromosom
1p21-p22, tersusun atas enam exon dan lima intron dengan panjang sekitar 12 kb
(kilo basa). Exon pertama untuk bagian promoter (signal peptide), kedua sampai
kelima untuk domain ekstraseluler sedangkan exon keenam untuk domain
transmembran dan sitoplasmik (Tremoli et al., 1999; Monroe, 2010). Bagian
promoter memungkinkan gen ini diatur oleh rangsangan (seperti pada monosit,
makrofag, sel endotel) ataupun produksi terus menerus (seperti pada fibroblast, sel
epitel). Lima Sp1 untuk produksi basal TF di banyak sel dan dua enhancer
didapatkan pada bagian promoter. Proksimal enhancer untuk induksi oleh growth
factor dan phorbol ester dan distal enhancer untuk induksi oleh LRE (LPS responsive
region) yang terdiri dari dua AP-1 yang berikatan dengan c-fos/c-jun heterodimer dan
satu ĸβ yang akan dikenali oleh c-rel/p65 heterodimer, termasuk famili faktor NF-
ĸβ/rel transcription (Tremoli et al., 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Ekspresi TF secara terus-menerus didapatkan pada beberapa sel seperti
fibroblas, otot polos dan sel epitel, tetapi pada penelitian kultur sel didapatkan hasil
bahwa bagian prmoter TF dapat diinduksi oleh LPS, IL-1β dan TNF-α (Maly et al.,
2007). Sitokin proinflamasi ini akan menginduksi fosforilasi IĸBα sehingga terjadi
translokasi NF-ĸβ ke nucleus, berikatan dengan urutan gen DNA tertentu sehingga
terjadi aktivasi trasnkripsi gen TF (Tremoli et al., 1999).
b. Ekspresi TF
Tissue factor biasanya dalam bentuk inaktif (encrypted) dan akan teraktivasi
menjadi bentuk aktif (crypted) bila ada kerusakan vaskuler (vascular injury) akibat
paparan PDI (protein disulfide isomerase) dengan PS (phosphatidylserine). Inflamasi
(LPS, ILs, TNF-α, CRP, C pneumoniae), IFN, MCP-1, ICAM, p-selectin, CD40/40L,
PDGF, oxLDL, Lp(a), angiotensin II, plasmin, complement anaphylatoxin C5a,
antiphospholipid antibody, AGEs dan hipoksia akan mengakibatkan upregulasi
aktivasi TF (Chu, 2011). Secara umum, ekspresi TF diperantarai oleh aktivasi kinase
sinyal intraseluler seperti PKC, MAPK (Erk, p38) dan komponen sinyal yang lain
seperti faktor transkripsi AP-1, NF-ĸβ, Erg-1 (Tremoli et al., 1999; Steffel et al.,
2006; Breintenstein et al., 2010; Chu, 2011).
Downregulasi ekspresi TF bila ada paparan HMG-CoA reduktase inhibitor,
cyclooxygenase inhibitor, paclitaxel, phosphatidylcholine, nikotinamide, NO, soluble
guanylate cyclase, hydroxyurea, etil piruvat, DMSO (dimethyl sulfoxide), ACE
inhibitor, adiponekin, retinoic acid, all trans retinoic acid, vitamin D3, PPARα
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
agonist, pentoksifilin, indobufen, phenolics/resveratrol derivative, amiodarone,
metformin, peningkatan sinyal cAMP, dan PI-3K/Akt/PKB. Short hairpin RNA, miR-
19, hairpin ribozyme dan antisense ODN menekan translasi dan ekspresi TF mRNA
(Chu, 2011).
Sel endotel, pada kondisi fisiologis, hanya sedikit sekali mengekspresikan TF.
Akan tetapi sitokin seperti TNF-α, IL-1β, CD40 ligand, biogenik amin seperti
histamin, serotonin dan mediator seperti trombin, oxLDL serta VEGF dapat
menginduksi ekspresi TF bila berikatan dengan reseptornya seperti tampak pada
gambar 2.9. Stimulasi ini akan mengaktivasi MAPK (mitogen activated protein
kinase) p38, ERK (extracellular-signal regulated kinase) dan JNK (c-jun terminal
kinase) (Steffel et al., 2006; Breintenstein et al., 2010). TNF-α, histamin dan trombin
akan mengaktivasi melalui MAPK p38, ERK dan JNK, sedangkan VEGF
mengaktivasi melalui MAPK p38 dan ERK. TNF-α dan VEGF juga diketahui
mengaktivasi ekspresi TF melalui PKC (Steffel et al., 2006) dan trombin juga
mengaktivasi melalui Rho-kinase pathway (Breintenstein et al., 2010). Sinyal
transduksi tersebut akan mengaktivasi gen TF pada bagian promoter dengan
mengaktivasi faktor transkripsi seperti AP-1, NF-ĸβ dan EGR-1, sehingga terjadi
upregulasi TF mRNA (Steffel et al., 2006). Dalam hal aktivasi melalui NF-ĸβ,
aktivasi MAPK akan mengakibatkan degradasi protein inhibitor Iĸβ sehingga terjadi
translokasi NF-ĸβ ke nukleus (Breintenstein et al., 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar 2.9. Induksi ekspresi dan aktivitas TF.
(dikutip dari Steffel et al., 2006).
Regulasi negatif ekspresi TF dilakukan oleh PI-3K pathway, berbeda dengan
MAPK dan PKC yang mengaktivasi ekspresi TF. Stimulasi sel endotel dengan TNF-
α, trombin ataupun VEGF akan menginhibisi PI-3K disatu sisi tetapi justru
mengaktivasi MAPK disisi lain, sehingga terjadi peningkatan ekspresi TF. Telah
diketahui keterlibatan downstream target PI-3K seperti Akt dan GSK-3β (glycogen
synthase kinase-3β), dimana Akt menghambat aktivasi MAPK sedangkan GSK-3β
mengatur pada tingkat transkripsi gen. Downstream target PI-3K yang lain seperti
mTOR (mammalian target of rapamycin) dan p70S6 menghambat pada tingkat
translasi TF (Breintenstein et al., 2010).
Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF tampak pada gambar 2.10
dimana stimulasi MAPK (p38, ERK, JNK) dan PKC akan mengaktivasi pada tingkat
transkripsi sehingga terjadi peningkatan TF mRNA dan selanjutnya peningkatan
ekspresi TF. Sedangkan PI-3K akan menghambat ekspresi TF pada tingkat transkripsi
oleh Akt dan tingkat translasi oleh mTOR dan p70S6 (Breintenstein et al., 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 2.10. Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF. (dikutip dari Breintenstein et al., 2010).
Tissue factor tidak hanya ditemukan pada sel vaskuler saja tetapi juga
ditemukan dalam darah, yang disebut circulating atau blood-borne TF (Steffel et al.,
2006). Sumber blood-borne TF adalah monosit, eosinofil, platelet, MPs
(microparticles) dan asTF (alternative splicing TF). Monosit merupakan sumber
utama blood-borne TF (Bogdanov dan Osterud, 2010; Breintenstein et al., 2010).
Vaidyula et al telah membuktikan pada sukarelawan sehat bahwa kombinasi
hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada kadar seperti DM tipe 2 akan meningkatkan
ekspresi TF pada monosit dan meningkatkan interaksi antara monosit dengan platelet.
Lebih lanjut juga melaporkan pada pasien DM tipe 2, terjadi peningkatan basal blood-
borne TF dan TF mRNA pada monosit (Bogdanov dan Osterud, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Mediator proinflamasi yang berasal dari Th1 (T helper type 1) seperti IFN-γ
(interferon-γ) dan TNF-α akan menginduksi ekspresi TF pada monosit. Transformasi
makrofag menjadi sel busa (foam cell) juga akan meningkatkan ekspresi TF.
Sedangkan mediator yang berasal dari Th2 seperti IL-4, IL-10 dan IL-13 mencegah
Th1 menginduksi ekspresi TF (Breintenstein et al., 2010).
3. Plasminogen Activator Inhibitor – 1 (PAI-1)
a. Struktur protein PAI-1
Plasminogen activator inhibitor-1 adalah glikoprotein rantai tunggal dengan
berat molekul ± 50 kDa yang merupakan anggota famili serpin (serine proteinase
inhibitor) (Aso, 2007). Bentuk matur yang disekresi terdiri dari 379 asam amino dan
mengandung ± 13% karbohidrat. Pusat reaksi inhibisi PAI-1 terletak pada reactive
centere loop (RCL) yang mengandung Arg346
–Met 347
pada carboxy terminus
sebagai pseudosubstrat target protease serin (Binder et al., 2002; Hajjar, 2010).
Serpin ini aktivitasnya tidak stabil, supaya aktivitasnya stabil maka akan membentuk
komplek dengan vitronectin yang merupakan komponen plasma dan matrik
periseluler (Hajjar, 2010).
Gen PAI-1 terletak pada lengan panjang kromosom 7 (q21,3 – q22) terdiri
dari sembilan ekson dengan panjang 12,2 kb (kilo basa) (Aso, 2007; Hajjar, 2010).
Terdapat dua jenis mRNA PAI-1 pada manusia dengan panjang yang berbeda, yaitu
2,3 kb dan 3,3 kb. mRNA yang panjang dengan akhiran 3’ mengandung AT-rich
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
sequence, bertanggung jawab untuk stabilitas mRNA. Urutan dengan akhiran 5’ yang
lebih pendek, mengandung TATA box (transcription initiation site) dan regulatory
element, sehingga bagian ini disebut bagian promoter (Binder et al., 2002; Aso,
2007).
b. Ekspresi PAI-1
Ekspresi PAI-1 dapat ditingkatkan pada tingkat transkripsi oleh banyak faktor
seperti growth factor dan sitokin (TGF-β1, IL-1, FGF, VEGF), hormon
(glukokortikoid, insulin), mediator inflamasi (TNF-α, LPS), metabolit glukosa dan
lipid (glukosa, FFA, triglycerol, VLDL), faktor yang mengatur tonus vaskuler
(angiotensin II), bahan kimia (phorbol ester), dan faktor lingkungan/fisik (ROS,
hipoksia, stres, luka) (Huang dan Lee, 2005). Ekspresi PAI-1 ditekan oleh forskolin
dan endothelial growth factor ketika ada heparin (Hajjar, 2010).
Sejumlah elemen pengatur ekspresi gen PAI-1 telah ditemukan pada bagian
promoter, diantaranya dua elemen Sp1 (pada -42 dan -73) yang memperantarai
respon terhadap glukosa, HIF (hypoxia responsive element, pada -194), VLDL
elemen (pada -672/-657), SMAD 3 dan 4 (pada -280, -580, -730) yang memperantarai
respon terhadap TGF-β. CCAAT enhancer (pada -226) yang memperantarai
upregulasi oleh IL-1 dan IL-6. TNF-α meningkatkan PAI-1 melalui NF-ĸβ binding
site yang terletak pada -14,7 kb. Polimorfisme 4G/5G (pada -653 ) juga berperan pada
ekspresi PAI-1 meskipun masih diperdebatkan (Kruithof, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Jalur sinyal transduksi yang berperan dalam respon PAI-1 terhadap inflamasi
telah diketahui, yaitu MAPK pathway dan NFĸβ. Stimulus ekstraseluler seperti
sitokin proinflamasi, growth factor, TLR (toll like receptor) ligand dan ligand dari G-
protein receptor akan mengaktivasi kaskade fosforilasi, yaitu MAP3K akan
mengaktivasi MAP2K yang selanjutnya mengaktivasi MAP kinase melalui MAPK
p38, ERK dan c-jun-N-terminal kinase (JNK), yang akan mengaktivasi faktor
transkripsi. IL-1 dan LPS mengaktivasi melalui NFĸβ, aktivasi Iĸ-kinase akan
memfosforilasi Iĸβ, selanjutnya terjadi pelepasan NFĸβ ke nukleus dibagian
promoter. MAPK dan NFĸβ saling berinteraksi pada beberapa titik seperti MAP3K2,
MAP3K3 dan MAP3K7 (TAK1) sehingga mampu memfosforilasi Iĸβ dan
menginduksi pelepasan NFĸβ (Kruithof, 2008).
Plasminogen activator inhibitor-1 plasma berada tiga bentuk molekul yang
berbeda, yaitu aktif, inaktif (cleaved) dan laten. Bentuk aktif berada dalam sirkulasi
dengan half life 10 menit, untuk segera dirubah menjadi bentuk laten. PAI-1
menunjukkan variasi mengikuti irama sirkadian dengan konsentrasi puncak pada pagi
hari dan segera menurun kadarnya pada siang hari (Aso, 2007). Bentuk aktif mampu
berikatan dengan plasminogen activator (PA), baik itu t-PA (tissue type plasminogen
activator) ataupun u-PA (urokinase type plasminogen activator) sehingga menjadi
bentuk inaktif (cleaved) yang stabil dan segera dibuang melalui liver (Aso, 2007).
Bentuk laten mempunyai stabilitas yang baik akan tetapi tidak mempunyai aktivitas
inhibitor karena tidak mempunyai reactive center loop (Binder et al., 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4. Statin
a. Struktur, sumber dan sifat statin
Statin adalah obat yang paling efektif dan paling dapat ditoleransi dengan baik
untuk mengatasi peningkatan LDL-C (low-density lipoprotein cholesterol). Obat ini
merupakan kompetitif inhibitor HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzim A)
reduktase, enzim yang bertanggung jawab merubah HMG-CoA menjadi mevalonat
yang merupakan langkah penentu kecepatan biosintesis kolesterol (Tamargo et al.,
2007; Goodman dan Gillman, 2008; Sadowitz et al., 2010). Statin mempunyai
struktur mirip HMG-CoA yang dapat menghambat HMG-CoA reduktase dengan cara
mengikat sisi aktif enzim tersebut sehingga tidak dapat berikatan dengan substrat
aslinya (Tamargo et al., 2007; Yanez et al., 2008). Hal ini akan berakibat HMG-CoA
tidak dapat dirubah menjadi mevalonat dan akan terjadi penurunan sintesis kolesterol
terutama di hepatosit (Yanez et al., 2008).
Statin berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu statin produk alamiah
yang berasal dari metabolit jamur, dan produk sintetik. Produk alamiah disebut juga
statin generasi pertama memiliki decaline ring/hexahydronaphtalene ring, seperti
lovastatin, pravastatin dan simvastatin, sedangkan produk sintetik disebut juga
generasi kedua memiliki fluorophenyl group, seperti fluvastatin, atorvastatin dan
rosuvastatin (Beltowski, 2005; Tamargo et al., 2007). Produk sintetik mempunyai
efek yang lebih kuat, tetapi juga memiliki efek samping yang lebih buruk yaitu
rhabdomyolysis (Fenton et al., 2005). Statin generasi ketiga yang merupakan produk
sintetik, yaitu cerivastatin, telah ditarik dari pasaran sejak tahun 2001 karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menyebabkan rhabdomyolysis yang fatal (Beltowski, 2005; Fenton et al., 2005),
dilaporkan 31 pasien meninggal karena penyakit ginjal akut akibat rhabdomyolysis
(Stancu dan Sima, 2001).
Struktur statin dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu analog HMG-CoA,
struktur hydrophobic ring yang berikatan dengan HMG-CoA redukatase dan side ring
group yang menentukan solubilitas statin (Sadowitz et al., 2010). Atorvastatin,
fluvastatin, lovastatin, pitavastatin, cerivastatin dan simvastatin adalah lipofilik statin,
sedangkan pravastatin dan rosuvastatin adalah hidrofilik statin (Tamargo et al., 2007;
Sadowitz et al., 2010). Lipofilik statin dapat dengan mudah menembus membran sel
di semua organ, akumulasinya di hepatosit karena difusi pasif, sedangkan akumulasi
hidrofilik statin di liver melalui carrier-mediated uptake. Distribusi lipofilik statin
jauh lebih luas dibandingkan hidrofilik statin sehingga efek pleiotrofik lipofilik statin
lebih banyak dibandingkan hidrofilik statin (Sadowitz et al., 2010).
b. Farmakokinetik dan farmakodinamik statin
Absorbsi intestinal statin bervariasi antara 30-50% (Goodman dan Gillman,
2008). Absorbsi lovastatin meningkat bila disertai makan, sedangkan pravastatin,
absorbsinya menurun bila disertai makanan. Statin yang lain, absorbsinya tidak
dipengaruhi makanan. Pemberian statin sebaiknya pada malam hari karena sintesis
kolesterol endogen paling tinggi saat malam (Knopp, 1999). Semua statin diberikan
sudah dalam bentuk active β-hydroxy acid, kecuali simvastatin dan lovastatin yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
masih dalam bentuk inactive lactone sehingga perlu dirubah menjadi bentuk active β-
hydroxy acid di liver (Goodman dan Gillman, 2008; Stancu dan Sima, 2001).
Seluruh statin yang diserap akan melalui metabolisme pertama di liver, tetapi
mekanisme masuk ke liver berbeda-beda. Atorvastatin, pravastatin dan rosuvastatin
melalui OATP-2 (organic anion transporter-2), sedangkan bentuk lipofilik lactone
dari simvastatin dan lovastatin dengan cara difusi (Goodman dan Gillman, 2008).
Liver merupakan organ target statin, persentase dosis statin yang berada di liver
sebagai berikut; fluvastatin dan lovastatin > 70%, simvastatin > 80%, pravastatin >
46%, sedangkan atorvastatin dan cerivastatin belum ada data (Stancu dan Sima,
2001). Akibat dari metabolisme pertama di liver menyebabkan bioavailabilitas statin
bervariasi antara 5-30% dari dosis yang diberikan. Di plasma, semua statin dan
metabolitnya berikatan dengan protein > 95%, kecuali pravastatin dan metabolitnya
yang hanya 50% berikatan denga protein plasma (Goodman dan Gillman, 2008).
Konsentrasi statin di plasma setelah pemberian oral mencapai puncak setelah
1-4 jam. Waktu paruh komponen induk 1-4 jam, kecuali atorvastatin dan rosuvastatin
yang mencapai 20 jam, yang berperan semakin kuat efek menurunkan kolesterolnya.
Biotransformasi statin terjadi di liver dan lebih dari 70% diekskresi melalui liver yang
selanjutnya dibuang melalui feses (Goodman dan Gillman, 2008). Rute ekskresi
utama melalui empedu setelah mengalami biotransformasi di liver, sebagian kecil di
ekskresi melalui ginjal sehingga konsentrasinya akan lebih tinggi pada pasien
penyakit ginjal dan perlu dosis yang lebih kecil pada pasien dengan penyakit liver.
Kontraindikasi semua statin untuk diberikan pada wanita hamil karena bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
teratogenik, tetapi statin tidak mempengaruhi steroidogenesis di adrenal dan gonadal
(Knopp, 1999). Karakteristik statin disajikan pada tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.1. Karakteristik Statin (Knopp, 1999)
Karakteristik Lovastatin Pravastatin Simvastatin Atorvastatin Fluvastatin
Dosis Max
(mg/hari)
80 40 80 80 40
Penurunan
LDL
34 34 41 50 24
Penurunan
TG
16 24 18 29 10
Peningkatan
HDL
8,6 12 12 6 8
Waktu paruh
(jam)
2 1-2 1-2 14 1,2
Efek makanan
thd absorbsi
meningkat menurun tidak
berpengaruh
tidak
berpengaruh
dpt
diabaikan
Waktu
pemberian
pagi/malam sbl tidur malam malam sbl tidur
Tembus SSP ya tidak ya tidak Tidak
Ekskresi renal
(%)
10 20 13 2 < 6
Metabolisme
hepar
sitokrom P-
450 3A4
sulfation sitokrom P-
450 3A4
sitokrom P-
450 3A4
sitokrom P-
450 2C9
Statin menghambat biosintesis kolesterol, yaitu pada jalur konversi HMG-
CoA menjadi mevalonat. Ketika sintesis kolesterol dihambat maka hepatosit akan
merespon dengan meningkatkan sintesis HMG-CoA dan meningkatkan reseptor LDL
pada permukaan hepatosit, sehingga ambilan LDL meningkat (Goodman dan
Gillman, 2008; Yanez et al., 2008). Hal ini akan menurunkan kadar LDL kolesterol
dari 55% menjadi 22%. Oleh karena itu, efek statin terutama meningkatkan ambilan
LDL kolesterol plasma dibandingkan penurunan sintesis kolesterol (Yanez et al.,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2008). Statin juga dapat menurunkan kadar LDL dengan cara menurunkan produksi
VLDL di hepar sehingga prekursor LDL (VLDL dan IDL) akan menurun.
Mekanisme ini merupakan penyebab penurunan trigliseride akibat statin dan
bertanggung jawab pada penurunan sekitar 25% LDL kolesterol pada pasien familial
hiperkolesterolemia homozigot yang diterapi dengan 80 mg atorvastatin atau
simvastatin (Goodman dan Gillman, 2008).
c. Efek pleiotrofik statin
Statin, selain mempunyai kemampuan menurunkan kadar LDL kolesterol
tetapi juga mempunyai efek-efek yang lain. Efek statin selain menurunkan kadar
kolesterol seringkali disebut sebagai efek pleiotrofik, yang diambil dari bahasa
Yunani; pleio berarti banyak, dan tropos berarti sifat (Kotyla, 2010; Yanez et al.,
2008). Efek ini terjadi segera setelah dimulai terapi dan seringkali mendahului efek
penurunan kolesterol (Kotyla, 2010).
Mekanisme efek pleiotrofik statin berhubungan dengan inhibisi sintesis
isoprenoid intermediates jalur mevalonat seperti isopentenyl adenosine,
farnesylpyrophosphate dan geranyl-geranyl pyrophosphate. Intermediate ini
berfungsi sebagai pengait protein ke lipid di membran sel (lipid anchors) untuk
modifikasi paska translasi sejumlah protein yang terlibat dalam jalur transduksi sinyal
intraseluler termasuk heterotrimeric G proteins dan small guanosine-triphosphate
(GTP)-binding protein, seperti Ras, Rho dan Rac1 (Tamargo et al., 2007). Small
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
molecular weight G-protein tersebut terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi,
apoptosis, migrasi, kontraksi dan pengaturan trankripsi gen (McFarlane et al., 2002).
Pengaitan (anchoring) small G-protein ke membran sel membutuhkan
phrenylation; Ras membutuhkan farnesylation sedangkan Rho membutuhkan
geranylgeranylation. Small G-protein berada di sitoplasma dalam bentuk inaktif
berikatan dengan GDP (guanosine diphosphate), untuk menjadi aktif membutuhkan
phrenylation sehingga GDP menjadi GTP (guanosine triphosphate), kemudian terjadi
translokasi ke membran sel yang akan menimbulkan aktivitas biologisnya
(McFarlane et al., 2002). Statin akan menghambat proses phrenylation dengan
menghambat pembentukan farnesylation dan geranylgeranylation small G-protein
dengan cara menghambat konversi HMG-CoA menjadi mevalonat sehingga tidak
terbentuk substrat untuk proses phrenylation seperti tampak pada gambar 2.11
(McFarlane et al., 2002; Paul dan Gahtan, 2003, Wolfrum et al., 2003; Tamargo et
al., 2007; Yanez et al., 2008; Kotyla, 2010; Sadowitz et al., 2010).
Isoprenoids penting untuk mempertahankan fluiditas membran, pertumbuhan
dan proliferasi sel, ekspresi gen, assembly cytoskeletal dan motilitas sel, pengambilan
lipid dan protein, nuclear transport dan pertahanan host. Efek pleiotrofik statin
meliputi memperbaiki disfungsi endotel, modulasi fungsi autonom, stabilisasi plak,
antioksidan, antiinflamasi, antitrombotik dan kardioprotektif (Tamargo et al., 2007).
Ras berhubungan dengan migrasi dan proliferasi VSMC serta penumpukan
fatty streaks. Berbagai penelitian membuktikan, inhibisi aktivasi Ras akan
menurunkan progresi aterosklerosis dan hiperplasi neointima (Sadowitz et al., 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Ras terletak diatas (upstream) jalur MAPK sehingga inhibisi Ras maka akan terjadi
inhibisi MAPK (Paul dan Gahtan, 2003).
Gambar 2.11. Efek statin terhadap aktivitas small G-protein.
(dikutip dari McFarlane et al., 2002).
Rho mempunyai aktivitas biologis yang sangat luas, meliputi pengaturan actin
cytoskeleton, migrasi seluler, perkembangan neuronal, morfogenesis, transkripsi gen
dan stabilitas mRNA serta divisi dan adhesi sel. Juga berperan pada struktur dan
fungsi vaskuler. Secara singkat, efek Rho terhadap VSMC dan sel endotel adalah
proaterogenik (Sadowitz et al., 2010).
Rac mengaktifkan NADPH oksidase pada SMC dan endotel, merupakan
sumber utama ROS pada dinding vaskuler. Peningkatan produksi ROS akan berakibat
terjadinya disfungsi endotel dan perkembangan aterosklerosis. Wassmann et al
melaporkan bahwa atorvastatin menurunkan produksi ROS yang dipicu oleh
angiotensin II dan EGF (endothelial growth factor). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
atorvastatin tersebut menurunkan Rac di membran dan meningkatkan Rac di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
sitoplasmik sehingga terjadi penurunan aktivitas NADPH oksidase (Paul dan Gahtan,
2003).
Kureishi et al melaporkan bahwa statin dapat mengaktivasi Akt yang penting
dalam metabolisme dan apoptosis. Akt merupakan bagian jalur PI-3K, aktivasi Akt
oleh statin akan menghambat apoptosis dan meningkatkan produksi eNOS pada sel
endotel (Wolfrum et al., 2003). Aktivasi PI-3K akan merubah keseimbangan kearah
antiapoptosis (Bcl-2) sehingga tidak terjadi aktivasi caspase-9 (Wolfrum et al., 2003).
Aktivasi Akt mengakibatkan peningkatan ekspresi GLUT-4 (glucose transporter-4)
yang akan mengatasi resistensi insulin dan peningkatan produksi eNOS dengan cara
melepas ikatan eNOS-caveolin dan mengikatkan eNOS dengan calmodulin
(McFarlane et al., 2002). Efek pleiotrofik tersebut dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Efek pleiotrofik statin.
(Tamargo et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Statin mempunyai kemampuan antioksidan sehingga mampu menghambat
aktivitas IKK (inhibitor ĸβ kinase) dan NF-ĸβ. Akibatnya NF-ĸβ tetap akan terikat
dengan IKβ (inhibitor ĸβ) sehingga tidak bisa mengaktivasi target gen dan tidak
terjadi produksi sitokin seperti tampak pada gambar 2.13 (Guntur, 2008).
Gambar 2.13. Sifat antioksidan statin.
(dikutip dari Guntur, 2008).
d. Efek samping statin
Statin secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling
penting adalah toksisitas ke liver dan otot. Miopati dapat terjadi bila inhibitor
sitokrom P-450 atau inhibitor metabolisme statin yang lain diberikan bersamaan
dengan statin sehingga terjadi peningkatan kadar statin dalam darah (Stancu dan
Sima, 2001). Lovastatin, simvastatin, atorvastatin, dimetabolisme oleh sitokrom P-
450 3A4; fluvastatin oleh sitokrom P-450 2C9; sedangkan pravastatin tidak melalui
sitokrom P-450 tatapi melalui proses sulfation. Obat yang menghambat sitokrom P-
450 akan meningkatkan kadar statin sehingga efek samping juga akan meningkat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sedangkan obat yang menginduksi sitokrom P-450 akan menurunkan kadarnya
sehingga menurunkan aktivitas biologisnya (Knopp, 1999).
Hepatotoksisitas terjadi kurang dari 1% pasien yang diberikan statin dosis
tinggi dan lebih jarang lagi pada dosis rendah (Knopp, 1999). Hepatotoksisitas berat
sangat jarang terjadi, hanya satu kasus persejuta orang pemakai statin pertahun
(Goodman dan Gillman, 2008). Bahkan kebanyakan hepatologis sudah tidak
menganggap statin menyebabkan hepatotoksis yang signifikan. Para ahli tersebut
menyimpulkan peningkatan aminotransferase sehubungan terapi statin bukan
merupakan bukti kerusakan liver (Bader, 2010).
Efek samping yang paling signifikan terkait pemakaian statin adalah miopati.
Insiden miopati sangat rendah (0,01%) tetapi resiko miopati dan rhabdomyolysis
meningkat sesuai dengan peningkatan kadar statin di plasma. Faktor yang
menghambat katabolisme statin seperti usia lanjut (>80 tahun), gangguan hepar dan
renal, periode perioperatif dan hipotiroidisme akan meningkatkan resiko tersebut.
Obat-obat seperti fibrat terutama gemfibrozil, siklosporin, digoxin, warfarin,
antibiotik golongan makrolide, mibefradil dan antijamur golongan azole juga
meningkatkan resiko miopati (Goodman dan Gillman, 2008).
Meta-analisis terhadap tujuh penelitian RCT (randomized control trial) yang
melibatkan 29.395 pasien dengan terapi intensif dan kurang intensif statin, diikuti
selama minimal satu tahun, didapatkan efek samping peningkatan aminotransferase
hanya 1% dan miopati hanya 0,05%. Dan disimpulkan terapi statin aman dan
ditoleransi baik (Josan et al., 2008). Pemakaian statin pada wanita hamil dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
menyusui sebaiknya dihindari karena keamanannya belum jelas (Goodman dan
Gillman, 2008).
B. Penelitian Relevan
Krysiak et al., 2003, melakukan meta-analisis terhadap pemakaian statin dan
melaporkan ada empat penelitian dengan simvastatin. (1) Simvastatin 20-40 mg
selama 12 bulan pada 30 subyek dengan coronary arterial disease (CAD) dengan
kadar kolesterol ≥ 4,0 mmol/L didapatkan tidak didapatkan penurunan signifikan
PAI-1 dan tPA. (2) Simvastatin 20-40 mg selama 2 tahun pada 111 subyek dengan
kadar kolesterol total ≥ 3,5 mmol/L dan resiko CAD tinggi justru didapatkan
peningkatan signifikan kadar PAI-1. (3) Simvastatin 20 mg selama 8 minggu pada 16
subyek post menopause dengan hiperkolesterol dan CAD didapatkan penurunan tidak
signifikan PAI-1, terjadi penurunan signifikan setelah pemberian terapi pengganti
hormon. (4) Simvastatin 20-40 mg selama 14 minggu pada 13 subyek CAD dan kadar
LDL > 130 mg/dL didapatkan penurunan tidak signifikan kadar PAI-1. Beragamnya
metode penelitian yang dipakai menentukan hasil penelitian seperti pemilihan
subyek, dosis, lama pemberian, saat pengambilan sampel dan faktor-faktor seperti
kadar trigliseride, ox-LDL, glukosa darah, resistensi insulin serta obesitas (Krysial et
al., 2003).
Penelitian pada 63 subyek hiperkolesterol selama 4 dan 12 minggu
menggunakan simvastatin 20 mg/hari dan fluvastatin 40 mg/hari didapatkan
kecenderungan peningkatan kadar fibrinogen mulai 4 minggu pada kedua kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dan setelah 12 minggu terjadi peningkatan signifikan fibrinogen pada kelompok
simvastatin meskipun terdapat penurunan bermakna LDL dan kolesterol total pada
kedua kelompok. Efek terhadap fibrinogen tidak berkorelasi dengan penurunan profil
lipid dan jenis kelamin. Pada penelitian ini dieksklusi pemakaian antilipidemia,
antikoagulan, antitrombotik, ACE inhibitor, CCB dan NSAID dalam 3 bulan sebelum
penelitian (Okopien et al., 2004).
Perlakuan dengan simvastatin 20 mg/hari sampai 12 bulan pada 26 subyek
DM tipe 2 didapatkan penurunan signifikan fragmen protrombin (F1+2) dan PAI-1
setelah 6 minggu. Kadar A1c, glukosa puasa dan insulin tidak dipengaruhi oleh
simvastatin. Terdapat korelasi positif antara PAI-1 dengan trigliseride dan LDL. Pada
penelitian ini kadar A1c antara 7-10%, tidak membedakan jenis kelamin, obat
antihipertensi tetap dilanjutkan tetapi pemakaian antilipidemia dan kontrasepsi oral
dieksklusi (Ludwig et al., 2005).
Penelitian pada 125 subyek dengan risiko tinggi kardiovaskuler non DM
selama 12 minggu dengan pioglitazone 30 mg/hari, simvastatin 20 mg/hari dan
kombinasi pioglitazone-simvastatin didapatkan penurunan signifikan PAI-1 pada
kelompok pioglitazone dan kombinasi pioglitazon-simvastatin. Tidak terdapat
penurunan pada kelompok simvastatin. Penelitian ini mengeksklusi pemakaian
antilipidemia dalam 1 bulan sebelum penelitian sedangkan antihipertensi dan
antitrombotik tidak diekslusi (Hanefeld et al., 2007).
Simvastatin 20 mg/hari selama 4 dan 12 minggu pada 25 subyek
hiperkolesterol dan 28 subyek gula darah puasa terganggu didapatkan penurunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
signifikan kadar PAI-1 dan fibrinogen mulai minggu keempat. Penelitian ini
mengeksklusi pemakaian antilipidemia, antihipertensi (ACE inhibitor dan CCB),
steroid, NSAID dan pemakaian kontrasepsi oral serta terapi pengganti hormon.
Simvastatin diminum malam hari sebelum tidur dan pengambilan sampel di pagi hari
antara jam 8-9 pagi (Krysiak et al., 2010).
Penelitian ini mengkonfirmasi hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang
secara klinis hasilnya masih bervariasi tetapi dengan memperbaiki metodologi
penelitian seperti membatasi usia yang tidak terlalu muda/tua, memilih subyek laki-
laki sehingga tidak dipengaruhi kadar hormonal, simvastatin diminum pada jam
19.00-22.00, kadar A1c > 7%, tidak konsumsi antilipidemia/antitrombotik minimal 1
bulan sebelum penelitian dan pengambilan sampel di pagi hari antara jam 08.00-
09.00. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu obat antidiabetes
(OAD/insulin), antihipertensi tetap dilanjutkan tetapi dikendalikan dengan
randomisasi.
Pemakaian simvastatin karena obat ini murah, mudah didapat, bersifat
lipofilik sehingga mendukung efek pleiotrofiknya serta merupakan produk alamiah
(metabolit jamur) sehingga lebih aman karena efek sampingnya lebih kecil dibanding
produk sintetis. ADA 2009 membagi simvastatin menjadi dua berdasar dosisnya,
yaitu terapi standar (20 mg) dan terapi agresif (40 mg). Pada penelitian ini dipilih
simvastatin 20 mg berdasarkan faktor keamanan karena semakin tinggi dosis statin
maka efek sampingnya semakin kuat dan dengan dosis tersebut diyakini sudah
memberikan efek seperti yang diharapkan berdasarkan penelitian sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
Keterangan:
1. : meningkat (DM)
2. : menurun (simvastatin)
3. : menghambat (simvastatin)
DM tipe 2
AGE pathway
ROS
NF-ĸβ
Low grade inflammtion
Disfungsi endotel
PKC pathway Hexosamine pathway Polyol pathway
Simvastatin
TF PAI-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga mengakibatkan
hiperglikemia. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan ROS melalui
tiga mekanisme, yaitu: meningkatnya aktivitas fosforilasi oksidatif, uncouple eNOS
yang meningkat dan peningkatan aktivitas NADPH oksidase. Peningkatan fosforilasi
oksidatif dibedakan dua jalur, yaitu pada endotel mikrovaskuler dan makrovaskuler.
Pada endotel mikrovaskuler terjadi peningkatan masukan glukosa melalui GLUT-1
sehingga terjadi peningkatan aktivitas siklus Kreb, hal ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi NADH dan FADH2 yang kemudian akan masuk ke
proses fosforilasi oksidatif. Bila NADH dan FADH2 yang masuk berlebihan maka
pada batas tertentu akan terjadi blokade di kompleks III sehingga terjadi penumpukan
elektron di coenzim Q. Elektron ini selanjutnya akan direaksikan dengan molekul O2
sehingga akan terbentuk superoksida (O2-). Bila produksi superoksida melebihi
kemampuan SOD (antioksidan) maka akan terbentuk ROS. Kejadian pada endotel
makrovaskuler terjadi akibat langsung adanya resistensi insulin, hal ini akan
menyebabkan lipolisis sehingga terjadi peningkatan FFA. Karena oksidasi asam
lemak dan oksidasi asetil CoA yang berasal dari FFA menghasilkan donor elektron
yang sama dengan hasil oksidasi glukosa yaitu NADH dan FADH2 maka
peningkatan oksidasi FFA akan menyebabkan peningkatan produksi ROS dengan
mekanisme yang sama seperti pada kondisi hiperglikemia.
Peningkatan ROS akan berlanjut dengan dua mekanisme, yaitu: pertama, ROS
akan menyebabkan kerusakan DNA. Tubuh berusaha memperbaiki dengan
mengaktivasi PARP tetapi disisi lain aktivasi enzim ini akan menyebabkan gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
pada enzim GADPH yang penting dalam proses glikolisis. Hal ini akan menyebabkan
terakumulasinya metabolit glikolisis yang akan memicu polyol pathway, AGE
pathway, hexosamine pathway dan PKC pathway. AGE pathway dan PKC pathway
akan lebih meningkatkan produksi ROS. Kedua, ROS akan mengaktivasi NFĸβ.
Aktivasi AGE pathway, hexosamine pathway dan PKC pathway juga akan
mengativasi NFĸβ. Aktivasi NFĸβ akan menyebabkan peningkatan sitokin
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8 sehingga terjadi kondisi yang disebut
low grade inflammation. Hal ini yang akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga
akan memicu peningkatan TF dan PAI-1.
Simvastatin berperan dengan menekan produksi ROS dan menghambat
aktivasi NF-ĸβ. Penurunan produksi ROS karena tidak aktifnya enzim NADPH
oksidase akibat hambatan produksi Rac oleh simvastatin. Hambatan aktivasi NFĸβ
terjadi karena simvastatin mampu mengaktivasi PI3K/Akt/GLUT-4, simvastatin
menekan aktivasi MAPK akibat hambatan produksi Ras dan simvastatin menghambat
produksi Rho sehingga mengganggu modifikasi paska translasi. Secara sederhana
simvastatin mampu menekan aktivasi NF-ĸβ sehingga produksi sitokin pro-inflamasi
menurun, terjadi perbaikan disfungsi endotel yang berujung dengan penurunan kadar
TF dan PAI-1.
B. Hipotesis Penelitian
1. Simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2.
2. Simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta, sub-bagian
Hematologi bekerja sama dengan sub-bagian Endokrinologi dalam hal pengambilan
sampel karena sampel penelitian ini merupakan pasien sub- bagian Endokrinologi.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 6 minggu.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan
metode randomized double blind controlled trial.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi sasaran:
Pasien DM tipe 2.
2. Populasi sumber:
Pasien DM tipe 2 yang kontrol rutin tiap bulan di Poli Endokrinologi RSUD
dr. Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3. Sampel:
Diambil 24 subyek pasien DM tipe 2 yang berobat di poli endokrinologi
RSUD dr. Moerwardi Surakarta, memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta
bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani blangko persetujuan.
Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus untuk penelitian analitik
numerik tidak berpasangan (Sopiyudin, 2010).
2
n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ) S
X1 –X2
Keterangan:
Zα : deviat baku alfa
Zβ : deviat baku beta
S : simpang baku gabungan
X1 –X2: selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Data kepustakaan didapatkan nilai:
Mean antigen TF pada pasien DM tipe 2: 193,4 ± 90,6 ng/mL, pada kontrol
sehat: 72,89 ± 31,28 ng/mL, n1=80, n2=30 (El-Hagracy et al., 2010).
Mean antigen PAI-1 pada pasien DM tipe 2: 60,6 ± 6,4 μg/mL, pada kontrol
sehat: 42,4 ± 4 μg/mL, n1=26, n2=11 (Ludwig et al., 2005).
Data yang ditetapkan peneliti sebagai berikut:
Kesalahan tipe I: 5% sehingga didapatkan Zα = 1,64
Kesalahan tipe II: 10% sehingga didapatkan Zβ = 1,28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Hasil perhitungan X1-X2 untuk TF sebesar 120,5 ng/mL
Hasil perhitungan X1-X2 untuk PAI-1 sebesar 18,2 μg/mL
Hasil perhitungan simpang baku gabungan TF: 79,2
Hasil perhitungan simpang baku gabungan PAI-1: 5,8
Perhitungan besar sampel untuk TF:
2
n1 = n2 = 2 (1,64 + 1,28) x 79,2
91
n1 = n2 = 7,4 dibulatkan menjadi 8 pasien untuk masing-masing kelompok.
Perhitungan besar sampel untuk PAI-1:
2
n1 = n2 = 2 (1,64 + 1,28) x 5,8
7
n1 = n2 = 1,7 dibulatkan menjadi 2 pasien untuk masing-masing kelompok.
Perhitungan diatas menunjukkan besar sampel minimal tiap kelompok untuk
penelitian TF sebesar 8 subyek sedangkan PAI-1 sebesar 2 subyek.
Penelitian ini merupakan uji klinis dengan mempertimbangkan kemungkinan
terjadi drop out maka ditetapkan angka drop out sebesar 10% (Sri Rejeki Harun dkk,
2011). Dengan mempertimbangkan minimal besar sampel dan drop out maka diambil
sampel sebesar 24 pasien DM tipe 2 (n=12 pasien untuk tiap kelompok) sehingga
besar sampel telah cukup memadai dan memenuhi formulasi besar sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Kriteria inklusi:
a. DM tipe 2 usia 30-59 tahun
b. Tidak merokok
c. HbA1c ≥ 7 %
d. Telah menderita DM lebih dari 5 tahun
e. Menandatangani informed consent
Kriteria eksklusi:
a. Riwayat AMI (acute myocard infark) kurang dari tiga bulan
b. Menderita CHF (congestive heart failure)
c. Riwayat bedah/trauma kurang dari tiga bulan
d. Menderita penyakit hati/ginjal/keganasan
e. Pemakaian antikoagulan
d. Pemakaian antilipidemia dan anti trombotik 1 bulan sebelum penelitian
4. Teknik sampling:
Simple random sampling dengan program Open Epi versi 2.3.
D. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel tergantung
Tissue factor (TF)
Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2. Variabel bebas:
Simvastatin
3. Variabel perancu:
Bersifat kuantitatif:
Umur, HbA1c, BMI, GDP pre, GDP
post, delta GDP
Bersifat kualitatif:
Jenis kelamin, lama sakit, olah raga,
insulin, OAD, hipertensi dislipidemia
4. Definisi Operasional Variabel
Parameter Definisi Instrumen Satuan
Data
Skala
Data
TF Adalah glikoprotein yang
merupakan pemicu kaskade
koagulasi utama dari jalur
ekstrinsik. Kadarnya meningkat
pada kondisi inflamasi dan
disfungsi endotel sehingga mudah
terjadi trombosis.
ELISA
(Kit: human
tissue factor
chromogenic
activity,
Assaypro LLC;
CT1002b)
pM Rasio
PAI-1 Adalah glikoprotein yang
menghambat proses fibrinolisis.
Kadarnya meningkat pada kondisi
inflamasi dan disfungsi endotel
sehingga trombus yang terbentuk
tidak dapat dilisiskan.
ELISA
(Kit: human
PAI-1 actibind,
Technoclone
GmbH;
TC16075)
U/mL Rasio
Simvastatin Adalah obat antilipidemia dari
golongan statin, merupakan produk
alamiah dari metabolit jamur,
mempunyai efek anti-oksidan dan
anti-inflamasi sehingga mampu
memperbaiki kondisi inflamasi dan
disfungsi endotel. Pada penelitian
ini digunakan dosis 20 mg/hari.
- mg Nominal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
E. Cara Kerja
Subyek yang terpilih sebagai sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok uji dan kelompok kontrol masing-masing n=12. Proses pengambilan
sampel dan membaginya menjadi dua kelompok menggunakan program komputer
Open Epi versi 2.3. Selama penelitian berlangsung, regimen terapi tidak dirubah.
1. Perlakuan:
a. Kelompok uji: simvastatin 20 mg/hari, diminum antara jam 19.00 –
22.00, selama 6 minggu.
b. Kelompok kontrol: plasebo, diminum antara jam 19.00 – 22.00, selama 6
minggu.
c. Simvastatin dan plasebo dikemas dengan warna yang sama. Peneliti dan
subyek tidak mengetahui isinya, pihak ketiga (bagian Farmasi) yang
mengetahui.
2. Monitoring:
a. Dilakukan monitoring tiap dua minggu untuk mengetahui efek samping
yang timbul dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Dicari adanya
konstipasi, flatulensie, dispepsia, nyeri abdomen, mialgia dan keluhan
lain terkait efek samping pemakaian simvastatin/plasebo.
b. Bila ada indikasi akan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium
seperti SGOT, SGPT, bilirubin total/I/II, ureum, kreatinin dan kreatin
kinase serta pemeriksaan EKG 12 lead.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Indikasi untuk penghentian perlakuan bila didapatkan miopati yang
nyata, peningkatan SGOT/SGPT tiga kali batas atas normal dan kreatin
kinase sepuluh kali nilai teratas (Krysiak et al., 2010).
d. Dilakukan penghitungan jumlah obat tiap kali kontrol, dikatakan patuh
bila jumlah obat yang minum 90 – 110 % (Krysiak et al., 2010).
e. Selama perlakuan, subyek akan dieksklusi bila terdapat salah satu dari
berikut ini; kepatuhan minum obat < 80% atau > 120%, efek samping
serius dari obat yang diteliti dan masuk rumah sakit (Tharavanij et al.,
2010).
3. Tindakan bila ada efek samping:
a. Penanganan efek samping sesuai indikasi.
b. Melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Etik secepatnya.
4. Teknik pengambilan darah dan penanganan spesimen:
a. Pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.
b. Pemeriksaan darah tersebut dilakukan setelah puasa selama 12 jam.
c. Dilakukan pemeriksaan TF dan PAI-1 dengan mengambil sampel darah
melalui vena antecubiti pada ruangan yang tenang dengan temperatur
terkontrol (24 – 25 0C) antara jam 08.00 – 09.00 pagi untuk menghindari
fluktuasi sirkadian kadar TF dan PAI-1.
d. Proses penanganan spesimen untuk TF, ambil darah dengan tabung sitrat
sebanyak 3 cc kemudian bolak-balik perlahan-lahan 10 kali hingga
homogen. Sentrifugasi 3000 g selama 10 menit, segera pisahkan plasma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
masukkan kedalam 3 sampel cup @ 0,3 cc plasma. Beri identitas, nama,
tanggal dan jeins pemeriksaan. Simpan di – 20 0C (stabillitas 3 bulan).
e. Proses penanganan spesimen untuk PAI-1, ambil darah dengan tabung
sitrat sebanyak 3 cc kemudian bolak-balik perlahan-lahan 10 kali hingga
homogen. Sentrifugasi 2500 g selama 15 menit, segera pisahkan plasma
masukkan kedalam 3 sampel cup @ 0,3 cc plasma. Beri identitas, nama,
tanggal dan jenis pemeriksaan. Simpan di – 20 0C (stabillitas 6 bulan).
f. Pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan setelah semua sampel sebelum dan
sesudah perlakuan terkumpul semua, untuk menghindari rusaknya kit
TF/PAI-1 bila pemeriksaan dilakukan tidak secara bersamaan.
g. Pemrosesan darah untuk diambil plasmanya, penyimpanan plasma pada
suhu – 20 0C dan pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan dengan bekerja
sama dengan Laboratorium Klinik Prodia. Alat untuk pemeriksaan TF
dan PAI-1 dengan Microplate Reader 680 series.
5. Teknik pemeriksaan TF:
a. Preparasi reagen:
1. Larutkan TF standard dengan 1,2 mL air destilasi untuk menghasilkan
larutan 250 pM. Siapkan pengenceran bertingkat larutan standard
(250 pM) 1:2 dengan sample diluent untuk menghasilkan 125; 62,5;
31,25 dan 15,63 pM. Sample diluent digunakan sebagai zero standard
(0 pM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 4.1. Tabel pengenceran reagen
Titik Standar Pengenceran TF (pM)
P1 1 bagian standar (250 pM) 250,0
P2 1 bagian P1 + 1 bagian sampel diluent 125,0
P3 1 bagian P2 + 1 bagian sampel diluent 62,50
P4 1 bagian P3 + 1 bagian sampel diluent 31,25
P5 1 bagian P4 + 1 bagian sampel diluent 15,63
P6 sampel diluent 0,000
2. FVII: tambahkan dengan 1,2 mL reagent grade water.
3. FX: tambahkan 1,2 mL reagent grade water.
4. FXa substrat: tambahkan 1,1 mL reagent grade water.
b. Prosedur kerja:
1. Siapkan reagen dan sampel pada suhu ruang sebelum digunakan.
2. Siapkan larutan assay mix seperti dibawah ini.
Tabel 4.2. Tabel assay mix
Reagen n=1
Assay diluent 50 μL
FVII 10 μL
FX 10 μL
3. Tambahkan 70 μL larutan assay mix diatas ke dalam setiap well.
4. Masukkan 10 μL TF standard dan sampel kedalam well. Homogenkan.
5. Tambahkan 20 μL larutan FXa substrat kedalam setiap well.
6. Baca absorbsinya pada panjang gelombang 405 nm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
6. Teknik pemeriksaan PAI-1:
a. Preparasi reagen:
1. Siapkan reagen dan sampel pada suhu ruang sebelum digunakan.
2. Washing buffer: larutkan 1 bagian washing buffer concentrate dengan
9 bagian air destilasi. Homogenkan.
3. Larutkan kalibrator dan kontrol dengan 200 μL air destilasi.
4. Larutkan konjugat:1 bagian konjugat dengan 50 bagian buffer.
b. Prosedur kerja:
1. Buang isi dari tiap well dan cuci dengan menambahkan 200 μL wash
buffer kedalam masing-masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 4
kali (total pencucian sebanyak 5 kali). Setelah pencucian terakhir,
buang isi dari well, buang sisa wash buffer dengan mengetuk-ketukkan
plate secara terbalik pada lap kertas yang bersih.
2. Masukkan 25 μL kalibrator, kontrol kedalam well.
3. Masukkan 75 μL larutan konjugat kedalam well.
4. Tutup well dengan plate sealer, inkubasi selama 45 menit suhu 37 oC.
5. Lakukan pencucian seperti tahap 1.
6. Masukkan 100 μL larutan substrat kedalam well.
7. Tutup well dengan plate sealer dan inkubasi selama 15 menit pada
suhu ruang (20-25 oC)
8. Masukkan 100 μL larutan stop kedalam well.
9. Baca absorbsi panjang gelombang 450 nm dalam waktu 10 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
F. Teknik Analisis Data
Data disajikan dalam bentuk mean ± SD kemudian dianalisis menggunakan
SPSS 17 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui beda mean antara kelompok simvastatin
dan plasebo sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t sampel tidak berpasangan
bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji mann whitney). Untuk
mengetahui beda mean antara sebelum dengan sesudah perlakuan dalam satu
kelompok digunakan uji t sampel berpasangan bila distribusi data normal (bila tidak
normal digunakan uji wilcoxon).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
G. Alur Penelitian
Gambar 4.1. Alur penelitian
DM tipe 2
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
Randomisasi
Kelompok Uji Kelompok Kontrol
Simvastatin 20 mg
(6 minggu)
Analisa Statistik
Plasebo
(6 minggu)
Sebelum perlakuan:
TF dan PAI-1
Sebelum perlakuan:
TF dan PAI-1
Setelah perlakuan:
TF dan PAI-1
Setelah perlakuan:
TF dan PAI-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
pemberian simvastatin terhadap kadar Tissue Factor (TF) dan Plasminogen Activator
Inhibitor-1 (PAI-1) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Subyek penelitian
berjumlah 24 orang dibagi dalam dua kelompok sampel yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan dimana masing-masing berjumlah 12 orang. Kelompok
perlakuan mendapatkan perlakuan dengan pemberian simvastatin, sedangkan
kelompok kontrol diberikan plasebo.
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan karakteristik
subyek penelitian untuk masing-masing kelompok sampel. Selain deskripsi singkat
tentang karakteristik subyek penelitian, sekaligus dilihat sejauh mana tingkat
homogenitas karakteristik subyek penelitian itu berdasarkan kelompok sampel.
Karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kuantitatif, uji homogenitas
dilakukan menggunakan uji beda 2 mean sampel independent dimana jenis ujinya
didasarkan pada distribusi data variabel karakteristik itu. Jika distribusi data variabel
bersifat normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik
parametrik yaitu uji t untuk beda 2 mean sampel independent. Namun apabila
distribusi data bersifat tidak normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis
analisis statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Pengujian normalitas atas data-data variabel penelitian itu baik variabel
karakteristik demografis dan klinis maupun variabel utama yang menjadi fokus
penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Kemudian untuk
karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kualitatif, uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan uji Chi Kuadrat.
Variabel karakteristik demografis dan klinis subyek penelitian ini yang
bersifat kuantitatif meliputi umur responden, GDP pre, GDP post, delta GDP, HbA1C
dan BMI, dimana semua variabel-variabel itu berdistribusi normal, sehingga
pengujian homogenitas atas variabel-variabel dimaksud menggunakan uji beda 2
mean uji t sampel independent. Uraian pengujian homogenitas masing-masing
variabel kuantitatif itu adalah:
1. Umur Responden
Umur responden penelitian rata-rata 53,75 tahun untuk kelompok kontrol
dengan standar deviasi 6,31 tahun dan sebesar 55,50 tahun untuk kelompok perlakuan
dengan standar deviasi sebesar 4,64 tahun. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel
independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -0,77 dengan probabilitas
0,45(p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada
derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua
kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel
karakteristik umur bersifat homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. GDP pre
Nilai GDP pre rata-rata mencapai 199,17 untuk kelompok kontrol dengan
standar deviasi sebesar 106,19 dan untuk kelompok perlakuan rata-rata sebesar
194,50 dengan standar deviasi sebesar 72,00. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel
independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -1,37 dengan probabilitas
0,18(p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada
derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata GDP post antar kedua
kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel
karakteristik GDP pre bersifat homogen.
3. GDP post
Nilai GDP post rata-rata untuk kelompok kontrol mencapai 157,50 dengan
standar deviasi 6,31 dan sebesar 55,50 untuk kelompok perlakuan dengan standar
deviasi sebesar 4,64. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent
menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -0,77 dengan probabilitas 0,45 (p >
0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat
signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok
sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel
karakteristik GDP post bersifat homogen.
4. Delta GDP
Nilai perubahan GDP atau delta GDP pada kelompok kontrol memiliki nilai
rata-rata sebesar 41,67 dengan standar deviasi sebesar 62,03 dan pada kelompok
perlakuan rata-rata sebesar 39,82 dengan standar deviasi sebesar 46,76. Hasil analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar
0,08 dengan probabilitas 0,94 (p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean
yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata
umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan
kata lain variabel karakteristik perubahan GDP (delta GDP) bersifat homogen.
5. HbA1c
Nilai HbA1c pada kelompok kontrol rata-rata adalah sebesar 9,14 dengan
standar deviasi sebesar 3,19 dan pada kelompok perlakuan rata-rata adalah sebesar
10,42 untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi sebesar 2,95. Hasil analisis
uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -
1,02 dengan probabilitas 0,32 (p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean
yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata
umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan
kata lain variabel karakteristik HbA1c bersifat homogen.
6. BMI
Nilai BMI rata-rata untuk kelompok kontrol mencapai 25,77dengan standar
deviasi 4,52 dan untuk kelompok perlakuan rata-rata sebesar 25,10 dengan standar
deviasi sebesar 2,82. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent
menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar 0,43dengan probabilitas 0,67(p >
0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat
signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel
karakteristik BMI bersifat homogen.
Berdasarkan uji homogenitas tersebut di atas nampak bahwa semua variable
karakteristik yang bersifat kuantitatif ternyata homogen.
Tabel 5.1. Perbandingan Variabel Karakteristik Umur, GDP pre, GDP post,
delta GDP, HbA1c dan BMI Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Variabel Kontrol Perlakuan Uji t Beda 2 Mean
Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai t P value
Umur (tahun) 53,75 6,31 55,50 4,64 -0,77 0,45
GDP pre 199,17 109,19 234,33 74,76 -0,94 0,36
GDP post 157,50 59,59 194,50 72,00 -1,37 0,18
Delta GDP 41,67 62,03 39,83 46,76 0,08 0,94
HbA1c 9,14 3,19 10,42 2,95 -1,02 0,32
BMI 25,77 4,52 25,10 2,82 0,43 0,67
GDP (mg/dl); HbA1C (%); BMI (kg/m2)
Variabel-variabel karakteristik yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini
meliputi jenis kelamin, lama sakit, olahraga, insulin, OAD, hipertensi dan
dislipidemia. Hasil uji homogenitas variabel karakteristik kualitatif tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Subyek penelitian laki-laki pada kelompok kontrol mencakup 41,7 persen
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 58,3 persen. Sedangkan pada
kelompok perlakuan, proporsi obyek dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 33,3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
persen dan yang perempuan adalah 66,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi
dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,18 dengan
probabilitas 0,67 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak
signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi jenis
kelamin laki-laki maupun perempuan antar kedua kelompok sampel itu dapat
dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel
karakteristik jenis kelamin bersifat homogen.
2. Lama Sakit
Variabel lama sakit dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (i) 5 – 10 tahun, dan
(ii) > 10 tahun. Proporsi subyek penelitian yang lama sakitnya 5 – 10 tahun dan > 10
tahun pada kelompok kontrol sama besar yaitu masing-masing 50,00 persen. Pada
kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang lama sakitnya 5 – 10 tahun
mencapai 58,3 persen dan yang memiliki lama sakit > 10 tahun adalah 41,72 persen.
Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat
mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,17 dengan probabilitas 0,68 (p>0,05). Hasil itu
menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5
persen, yang berarti bahwa proporsi lama sakit 5 – 10 tahun maupun > 10 tahun antar
kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau
dengan kata lain variabel karakteristik lama sakit bersifat homogen.
3. Olahraga
Variabel olahraga dalam penelitian ini dikategorikan: (i) rutin olahraga, dan
(ii) tidak rutin olahraga. Proporsi subyek penelitian yang menyatakan olahraga rutin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
pada kelompok kontrol meliputi 75,0 persen sedangkan proporsi yang tidak berolah
raga rutin sebesar 25,0 persen. Sedangkan pada kelompok perlakuan, proporsi subyek
penelitian yang menyatakan olahraga rutin adalah sebesar 91,7 persen dan yang tidak
berolah raga rutin hanya 8,3 persen saja. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan
menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 1,20 dengan probabilitas
0,27 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada
derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi rutin olahraga dan tidak
rutin olahraga antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara
meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik olahraga bersifat homogen.
4. Insulin
Variabel insulin dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya (diberi
insulin), dan (ii) tidak (tidak diberi insulin). Proporsi subyek penelitian yang
menyatakan ya (diberi insulin) pada kelompok kontrol meliputi 33,3 persen
sedangkan proporsi yang tidak (tidak diberi insulin) sebesar 66,7 persen. Sedangkan
pada kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya (diberi
insulin) adalah sebesar 33,3 persen juga dan yang tidak (tidak diberi insulin) juga
66,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat
mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,00 dengan probabilitas 1,00 (p>0,05). Hasil itu
menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5
persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau tidak (diberi insulin) antar kedua
kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan
kata lain variabel karakteristik insulin bersifat homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
5. OAD
Variabel OAD dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya, dan (ii)
tidak. Proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya pada kelompok kontrol meliputi
91,7 persen sedangkan proporsi yang tidak sebesar 8,3 persen. Pada kelompok
perlakuan, proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 83,3 persen
dan yang tidak sebesar 16,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan
menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,38 dengan probabilitas
0,54 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada
derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau tidak pada OAD
antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan
atau dengan kata lain variabel karakteristik OAD bersifat homogen.
6. Hipertensi
Variabel hipertensi dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya
(mengalami hipertensi), dan (ii) tidak (tidak mengalami hipertensi). Proporsi subyek
penelitian yang menyatakan ya pada kelompok kontrol meliputi 33,3 persen
sedangkan proporsi yang tidak sebesar 66,7 persen. Sedangkan pada kelompok
perlakuan, proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 25,00
persen dan yang tidak sebesar 75,0 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi
dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,20 dengan
probabilitas 0,65 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak
signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau
tidak (mengalami hipertensi) antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik hipertensi
bersifat homogen.
7. Dislipidemia
Variabel dislipidemia dalam penelitian ini dikategorikan tiga, yaitu: (i) ya, (ii)
tidak, dan (iii) tidak diketahui. Proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya pada
kelompok kontrol meliputi 75,0 persen, dan yang tidak sebesar 16,7 persen, serta
sisanya sebesar 8,3 persen termasuk tidak diketahui. Adapun pada kelompok
perlakuan, proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 58,3 persen
dan yang tidak sebesar 16,7 persen, serta sisanya sebesar 25,0 persen tidak diketahui.
Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat
mendapatkan nilai χ2 sebesar 1,25 dengan probabilitas 0,54 (p>0,05). Hasil itu
menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5
persen, yang berarti bahwa proporsi ya, tidak, dan tidak diketahui antar kedua
kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan
kata lain variabel karakteristik dislipidemia bersifat homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 5.2. Perbandingan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Sakit, Olahraga,
Insulin, OAD, Hipertensi dan Dislipidemia pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan
Variabel Karakteristik Kontrol Perlakuan Uji Chi Square
n % n % Χ2 P value
Jenis Kelamin Laki-laki 5 41,7 4 33,3
0,18 0,67 Perempuan 7 58,3 8 66,7
Lama Sakit 5 – 10 tahun 6 50,0 7 58,3
0,17 0,68 >10 tahun 6 50,0 5 41,7
Olahraga Rutin OR 9 75,0 11 91,7
1,20 0,17 Tdk Rutin OR 3 25,0 1 8,3
Insulin Ya 4 33,3 4 33,3
0,00 1,00 Tidak 8 67,7 8 67,7
OAD YA 11 91,7 10 83,3
0,38 0,54 Tidak 1 8,3 2 16,7
Hipertensi Ya 4 33,3 3 25,0
0,20 0,65 Tidak 8 66,7 9 75,0
Dislipidemia
Ya 9 75,0 7 58,3
1,25 0,54 Tidak 2 16,7 2 16,7
Tidak Diketahui 1 8,3 3 25,0
Berdasarkan hasil analisis di atas maka nampak bahwa semua variabel
karakteristik yang kualitas bersifat homogen. Sehingga secara keseluruhan variabel
karakteristik demografis maupun klinis dalam penelitian ini bersifat homogen,
sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian variabel-variabel utama penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
B. Pengujian Variabel Utama
Pembuktian hipotesis ada pengaruh pemberian simvastatin terhadap Tissue
Factor (TF) dan Plasminogen Activator Inhibator-1 (PAI-1) dilakukan dengan dua
cara, yaitu: (i) Menguji beda 2 mean kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah
dilakukan perlakuan untuk masing-masing kelompok sampel dengan uji beda 2 mean
untuk sampel berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada kelompok perlakuan
akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak
terjadi perbedaan yang signifikan karena pada kelompok ini tidak diberikan
perlakuan; dan (ii) Menguji beda 2 mean variabel perubahan kadar TF (delta TF) dan
perubahan PAI-1 (delta PAI-1) dengan uji beda 2 mean untuk sampel independent.
Dengan langkah ini diharapkan ada perbedaan signifikan beda 2 mean kedua variabel
perubahan tersebut (delta TF dan delta PAI-1) antar kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol, karena kelompok perlakuan diharapkan mengalami perubahan
setelah perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak berubah setelah perlakuan.
Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan
pengujian normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik yang
akan digunakan untuk pengujian beda 2 mean dimaksud.
Cara pertama, perhitungan beda 2 mean variabel kadar TF sebelum dan
sesudah perlakuan pada kelompok kontrol menggunakan uji beda 2 mean dengan uji
Willcoxon Signed Ranks Test dan untuk variabel PAI-1 menggunakan uji beda 2
mean dengan uji t sampel berpasangan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel TF dan
PAI-1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol menunjukkan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Dengan
demikian berarti variabel kada TF dan PAI-1 pada kelompok kontrol tidak mengalami
perubahan setelah adanya perlakuan.
Tabel 5.3. Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan
pada Kelompok Kontrol
Variabel
Sebelum Sesudah Uji t Beda 2 Mean
Rata-
rata
Std
Deviasi
Rata-
rata
Std
Deviasi
Nilai
Statistik
P value
TF (pM) 32,23 3,28 34,34 7,86 Z = -1,07 0,29
PAI-1 (U/ml) 1,08 1,19 2,10 2,67 t = -1,66 0,13
Selanjutnya pada pengujian beda 2 mean sampel berpasangan variabel kadar
TF sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan pemberian
simvastatin menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi
sebesar 5 persen (p<0,05), namun untuk variabel PAI-1 menunjukkan hasil pengujian
yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Hal itu dapat
diartikan bahwa setelah mendapatkan perlakuan, variabel kadar TF berubah
mengalami penurunan secara meyakinkan sedangkan variabel PAI-1 dapat
dinyatakan tidak mengalami penurunan secara meyakinkan. Penurunan variabel kadar
TF itu dapat dilihat dari nilai rata-rata sebelum perlakuan sebesar 54,69 dengan
standar deviasi 37,99 mengalami penurunan sesudah perlakuan dengan nilai rata-rata
menjadi 31,62 dengan standar deviasi sebesar 1,588. Sedangkan variabel PAI-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sesudah perlakuan tidak mengalami perubahan yang signifikan dapat dilihat dari nilai
rata-rata sebelum perlakuan sebesar 1,05 dengan standar deviasi 1,29 dan setelah
perlakuan berubah bernilai rata-rata sebesar 1,71 dengan standar deviasi 1,08. Hasil
perbandingan kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
perlakuan simvastatin itu dapat disajikan dalam table berikut.
Tabel 5.4. Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan
pada Kelompok Perlakuan
Variabel
Sebelum Sesudah Uji t Beda 2 Mean
Rata-
rata
Std
Deviasi
Rata-
rata
Std
Deviasi
Nilai
Statistik
P value
TF (pM) 54,69 37,99 31,62 1,58 Z = 12,37 0,02*
PAI-1 (U/ml) 1,05 1,29 1,71 1,08 t = -2,02 0,07
Keterangan : * Signifikan pada derajat 5 persen.
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Simvastatin
berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM Tipe 2” benar-benar terbukti secara
meyakinkan. Namun demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Simvastatin
berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM Tipe 2” belum dapat dibuktikan
secara meyakinkan. Perbandingan perubahan variabel TF dan PAI-1 setelah
mendapatkan perlakuan pemberian simvastatin dengan sebelum mendapatkan
perlakuan pada masing-masing kelompok sampel dapat digambarkan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
(a) (b)
Gambar 5.1. Perubahan Kadar TF Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post)
Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Simvastatin
Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar TF tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun
pada kelompok perlakuan Simvastatin kadar TF semua cenderung mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan (treatment),
yaitu pemberian Simvastatin pada pasien kelompok perlakuan ini.
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(a) (b)
Gambar 5.2. Perubahan PAI-1 Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post)
Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Simvastatin
Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan PAI-1 tetap atau menurun walaupun ada yang meningkat, namun pada
kelompok perlakuan PAI-1selain ada yang mengalami peningkatan namun ada yang tetap atau bahkan meningkat setelah
mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian Simvastatin pada pasien kelompok perlakuan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Cara kedua, pembuktian hipotesis itu juga dapat dilakukan dengan
menggunakan pengujian atas variabel perubahan TF (delta TF) dan perubahan PAI-1
(delta PAI-1). Variabel perubahan TF (delta TF) merupakan selisih TF sebelum
perlakuan dengan TF sesudah perlakuan, sedangkan variabel perubahan PAI-1 (delta
PAI-1) merupakan selisih PAI-1 sebelum perlakuan dengan PAI-1 sesudah perlakuan.
Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu positif menunjukkan adanya
penurunan setelah ada perlakuan, dan sebaliknya jika rata-rata variabel perubahan
(delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu mengalami peningkatan.
Rata-rata variabel delta TF pada kelompok perlakuan positif yang berarti
setelah ada perlakuan pemberian simvastatin kadar TF mengalami penurunan,
sementara pada kelompok kontrol nilai rata-rata variabel delta TF negatif yang berarti
cenderung meningkat setelah ada perlakuan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel
delta TF dengan menggunakan uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney
menunjukkan adanya perbedaan rata-rata delta TF yang signifikan pada derajat
signifikansi 5 persen (p<0,05). Hal itu berarti bahwa mean delta-TF pada kelompok
kontrol dan perlakuan berbeda secara meyakinkan. Dengan kata lain dapat dijelaskan
bahwa dengan adanya perlakuan pemberian simvastatin benar-benar ada
kecenderungan kuat dapat menurunkan kadar Tissue Factor (TF).
Rata-rata variabel delta PAI-1 pada kelompok perlakuan bernilai negatif yang
berarti variabel PAI-1 itu mengalami peningkatan setelah pemberian perlakuan
berupa Simvastatin, sedangkan pada kelompok kontrol juga bernilai negatif yang
berarti variabel PAI-1 itu tetap cenderung mengalami peningkatan setelah pemberian
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
perlakuan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel delta PAI-1menggunakan uji beda 2
mean dengan uji t sampel indepent menunjukkan adanya perbedaan rata-rata delta
PAI-1 secara tidak meyakinkan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p>0,05).
Hal itu berarti bahwa dengan pemberian simvastatin sebagai perlakuan kadar PAI-1
masih cenderung mengalami peningkatan yang tidak signifikan.
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Simvastatin
berpengaruh terhadap kadar TF pada Pasien DM Tipe 2”benar-benar terbukti secara
meyakinkan. Namun demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Simvastatin
berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada Pasie DM Tipe 2”ternyata tidak terbukti
secara meyakinkan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel delta TF dan delta PAI-1
adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5. Perbandingan Delta TF dan Delta PAI-1 pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan
Variabel
Kontrol Perlakuan Uji t Beda 2 Mean
Rata-
rata
Std
Deviasi
Rata-
rata
Std
Deviasi
Nilai
Statistik
P value
Delta TF (pM) -2,11 6,76 23,98 37,26 Z = -2.80 0,010*
Delta PAI-1 (U/ml) -1,01 2,11 -0,65 1,12 t = -0,53 0,64
Keterangan : * Signifikan pada derajat 5 persen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
C. Efek Samping
Selama penelitian berlangsung tidak didapatkan efek samping berarti dan
seluruh subyek penelitian dapat mengikuti tahapan dari awal sampai akhir tanpa
didapatkan drop out.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Hasil Utama
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian simvastatin 20 mg/hari selama
6 minggu mampu menurunkan kadar TF (tissue factor) yang merupakan pemicu
kaskade koagulasi utama tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar PAI-1
(plasminogen activator inhibitor-1) yang merupakan penghambat proses fibrinolisis
pada pasien DM tipe 2.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga terjadi hiperglikemia
kronis. Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan produksi ROS.
Ketidakseimbangan antara oksidan (ROS) dengan antioksidan akan mengakibatkan
stress oksidatif pada sel endotel sehingga sel ini kehilangan fungsi normalnya, suatu
kondisi yang disebut dengan disfungsi endotel (Van den Oeven et al., 2010; Funk,
Yurganul dan Orr, 2012; Balasubramanian et al., 2012). Salah satu fungsinya adalah
menjaga fluiditas darah dengan menjaga keseimbangan sistem koagulasi dan
fibrinolisis dimana pada DM tipe 2 terjadi kecenderungan terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi dan penurunan aktivitas fibrinolisis yang ditandai dengan
peningkatan TF dan PAI-1 akibat aktivasi NF-ĸβ (Guntur, 2000; Guntur, 2008; Van
den Oeven et al., 2010; Suradi, 2011; Funk, Yurganul dan Orr, 2012;
Balasubramanian et al., 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Simvastatin merupakan kompetitif inhibitor enzim HMG-CoA reduktase.
Inhibisi pada enzim ini tidak hanya menurunkan sintesis kolesterol tetapi juga
menurunkan produksi isoprenoid seperti RhoA, Rac dan Ras. Komponen tersebut
memungkinkan perlekatan sinyal modifikasi paska translasi GTP binding protein Ras
dan Ras-like proteins ke membrane sel. Inhibisi pada Rho, Ras dan Rac yang lokasi
dan fungsinya tergantung isoprenilasi diyakini sebagai proses kunci yang
memperantarai efek pleiotrofik statin sehingga mempunyai efek anti inflamasi, anti
oksidan, anti trombotik, meningkatkan produksi NO dan memperbaiki disfungsi
endotel (Ostadal, 2012; Undas et al., 2014).
1. Pengaruh simvastatin terhadap kadar TF
Penelitian pertama yang menunjukkan statin berpengaruh pada sistem
koagulasi dilakukan oleh Colli et al., 1997. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
simvastatin dan fluvastatin menurunkan TF mRNA expression and activity pada
kultur monosit/makrofag manusia yang distimulasi LPS. Penurunan TF tersebut
terjadi karena simvastatin mampu menekan aktivasi NF-ĸβ (Violi et al., 2013; Undas
et al., 2014).
Penelitian Ferro et al., 1997, menemukan penurunan kadar TF expression and
activity sebesar tiga kali lipat pada monosit yang distimulasi LPS dengan subyek
hiperkolesterolemia yang diterapi simvastatin 20 mg/hari. Sejumlah penelitian pada
binatang dengan statin membuktikan penurunan kadar TF berhubungan dengan
tertekannya proses inflamasi, tidak akibat penurunan kolesterol. Penelitian dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
subyek manusia sebagai berikut; Andre et al., 2009 menyatakan bahwa statin
menurunkan ekspresi TF pada plak aterosklerotik yang diambil dari arteri koronaria.
Cortellaro et al., 2002 mendapatkan hasil bahwa pemberian atorvastatin selama 4-6
bulan didapatkan penurunan kadar TF antigen sebesar 29% dan TF activity sebesar
56% pada plak aterosklerotik yang diambil saat endarterectomy (Undas et al., 2014).
Hambatan pada sintesis isoprenoid merupakan kunci mekanisme kerja statin
menginhibisi TF. Statin menurunkan kadar TF melalui inhibisi geranylgeranylation
Rho/Rho kinase pathway, yaitu enzim yang bertugas upregulasi ekspresi TF pada
kultur sel endotel dan monosit melalui aktivasi NF-ĸβ (Violi et al., 2013). Statin juga
mempunyai aktivitas anti-oksidan, dimana statin mampu menekan produksi ROS
dengan menekan aktivitas NADPH oxidase. Hal ini terjadi karena salah satu
komponen NADPH oxidase adalah Rac sehingga ganggauan sintesis Rac oleh statin
akan menghambat kerja enzim tersebut (Ankur et al., 2011; Ostradal, 2012). Secara
sederhana dikatakan bahwa statin mempunyai aktivitas anti-oksidan dan anti-
inflamasi dengan mekanisme dasar menghambat aktivasi NF-ĸβ (Guntur, 2000;
Guntur, 2008; Ankur et al., 2011; Ostradal, 2012; Violi et al., 2013).
Tissue factor mengawali koagulasi jalur ekstrinsik yang berperan dalam
kesatuan integral koagulasi darah, pembentukan trombin (FIIa) dan formasi tombus
yang sangat erat hubungannya dengan trombosis dan disfungsi kardiovaskuler. Sinyal
tersebut akan mengaktivasi mediator koagulasi (FVIIa, FXa dan FIIa: active serine
protease) dan terbentuknya fibrin, yang kesemuanya adalah proinflamasi. TF juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
terlibat dalam proses kesembuhan luka, perkembangan embrionik, angiogenesis,
adhesi/migrasi sel, innate immunity dan kondisi patologis lain (Chu JA, 2011).
Activated FVII (FVIIa) berinteraksi dengan TF membentuk komplek
bimolekul TF-FVIIa. Komplek ini akan mengaktivasi FIX dan FX yang akan
mengkonversi protrombin menjadi trombin dengan bantuan FVa dan Ca2+
.
Terbentuknya trombin akan menyebabkan terbentuknya fibrin, aktivasi platelet dan
terbentuk trombus (Breintenstein et al., 2010).
Tissue factor tidak hanya berperan pada trombosis saja, tetapi mempunyai
peran multifungsi karena kompleks TF-FVIIa mampu mempengaruhi sinyal seluler,
transkripsi gen dan sintesis protein. Aktivasi PAR-2 (protease activated receptor-2)
menjadi perantara sinyal TF-FVIIa tersebut akan memicu proses proaterogenik
seperti kemotaksis monosit dan fibroblas, inflamasi, proliferasi dan migrasi VSMC
(vascular remodelling), angiogenesis (menyebabkan plak menjadi tidak stabil),
induksi stres oksidatif pada makrofag dan apoptosis (Borissoff et al., 2011).
Tissue factor meningkatkan ekspresi VEGF (vascular endothelial growth
factor) dan berperan pada angiogenesis. Perekrutan microvessel ke plak aterosklerosis
akan meningkatkan progresi plak sehingga plak menjadi tidak stabil dan akhirnya
terjadi rupture ruptur. (Steffel et al., 2006; Breintenstein et al., 2010; Borissoff et al.,
2011; Chu JA, 2011).
Pada penelitian ini kami mendapatkan penurunan kadar TF activity sebesar
42,23% pada pasien DM tipe 2 dengan pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 6
minggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2. Pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1
Statin tidak hanya mempengaruhi sistem koagulasi tetapi juga aktivitas
fibrinolisis. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa pemberian statin meningkatkan
kadar aktivitas dan sintesis tPA (tissue plasminogen activator) dan secara bersamaan
menurunkan kadar, aktivitas dan sintesis PAI-1 (Ostradal, 2012; Violi et al., 2013).
Downregulasi statin terhadap PAI-1 tergantung pada inhibisi Rho family proteins dan
mungkin mengaktivasi PI-3K/Akt signaling pathway (Violi et al., 2013; Undas et al.,
2014).
Para peneliti, secara in vitro sepakat bahwa statin mampu mengaktivasi
fibrinolisis dengan menurunkan PAI-1 tetapi uji klinis mendapatkan hasil yang
kurang menyakinkan (Ostradal, 2012 sitasi Krysiak et al., 2003). Penelitian lain
dengan simvastatin 20 mg/hari pada 26 subyek DM tipe 2 selama 12 bulan
mendapatkan hasil penurunan fragmen protrombin (F1+2) dan PAI-1 setelah 6
minggu (Ludwig et al., 2005). Tetapi hasil penelitian tersebut kurang menyakinkan
karena ada kelemahan pada penelitian tersebut, yaitu 64% subyek pada penelitian
tersebut mengkonsumsi OAD golongan glitazone. Obat ini menurut penelitian
Hanefeld et al., 2007 mampu menurunkan PAI-1 pada 125 subyek pasien dengan
resiko kardiovasuler non DM. Pada penelitian tersebut dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu pioglitazone 30 mg/hari, simvastatin 20 mg/hari dan kombinasi pioglitazone-
simvastatin. Didapatkan penurunan kadar PAI-1 pada kelompok pioglitazone dan
kombinasi pioglitazone-simvastatin, tetapi tidak didapatkan penurunan PAI-1 pada
kelompok simvastatin (Hanefeld et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Penelitian klinis lain dengan pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 12
minggu pada 25 subyek hiperkolesterol dan 28 subyek gula darah puasa terganggu
didapatkan hasil penurunan PAI-1 yang bermakna dimana terapi selama 12 minggu
lebih kuat penurunannya dibanding terapi selama 4 minggu meskipun demikian
kadarnya masih lebih tinggi dibanding kontrol (Krysiak et al., 2010). Penelitian
terbaru dari Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA) pada 6814 subyek pria
dan wanita sehat tanpa penyakit kardiovaskuler saat awal penelitian, kohort sejak
tahun 2002, didapatkan hasil peningkatan kadar fibrinogen sebesar 2% dan
peningkatan PAI-1 sebesar 22% pada pengguna statin dibanding yang tidak
mengkonsumsi statin (Adam et al., 2013).
Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) merupakan inhibitor kuat proses
fibrinolisis dan kadarnya meningkat pada kondisi klinis sehubungan dengan penyakit
kardiovaskuler. Penurunan fibrinolisis akibat peningkatan PAI-1 akan berakibat
penumpukan fibrin dalam dinding pembuluh darah sehingga terbentuk
aterotrombosis. PAI-1 merupakan protein fase akut yang juga terlibat dalam inflamasi
vaskuler sehingga PAI-1 tidak hanya terlibat sistemik tetapi juga berperan secara
lokal terhadap kejadian kardiovaskuler (Aso Y, 2007).
Fibrinolisis teraktivasi ketika terbentuk fibrin yang diikuti dengan
penumpukan plasminogen dan tPA pada permukaan fibrin. Selama proses fibrinolisis,
fibrin yang tidak terlarut akan dihancurkan oleh plasmin menjadi fibrin degradation
product (FDP). Plasmin berasal dari plasminogen yang dikonversi menjadi bentuk
aktifnya (plasmin) oleh tPA dan uPA. Plasmin yang berperan sentral dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
fibrinolisis. Proses fibrinolisis ini dikendalikan oleh dua inhibitor, yaitu PAI-1 yang
merupakan inhibitor utama tPA/uPA, dan α2PI (α2 plasmin inhibitor) yang
menghambat langsung plasmin (Huang dan Lee, 2005; Aso Y, 2007; Hajjar KA,
2010).
Plasmin merupakan proteinase yang tidak hanya berperan dalam
menghancurkan fibrin, tetapi dapat juga mendegradasi glikoprotein dan preteoglikan
ECM (extracellular matrix) seperti laminin, fibronectin dan vitronectin. Plasmin juga
mengaktifkan proteinase yang lain seperti MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 (matrix
extracellular) serta mengaktivasi dan melepaskan growth factor dari ECM seperti
TGF-β, FGF dan VEGF sehingga plasmin berperan dalam meningkatkan degradasi
ECM dan migrasi sel (Huang dan Lee, 2005; Aso Y, 2007; Hajjar KA, 2010;
Schneider dan Sobel, 2012).
Ekspresi PAI-1 yang berlebihan akan menekan migrasi VSMC ke tunika
intima sehingga mencegah obstruksi lumen. Sebaliknya, peningkatan PAI-1 akan
menyebabkan pembentukan neointima pada dinding arteri akibat akumulasi fibrin
sehingga terjadi penyempitan lumen. Konstantinides et al menjelaskan ambiguitas ini,
bahwa pada tahap awal remodelling vascular sebelum terbentuk trombin dan fibrin,
PAI-1 mencegah migrasi dan proliferasi VSMC dan menstabilkan ECM; tetapi pada
tahap lanjut, ketika telah terbentuk trombus, PAI-1 akan menyebabkan terbentuknya
neointima yang akan menyempitkan lumen arteri karena pertumbuhan plak, penipisan
fibrous cap dan berisiko ruptur plak (Aso Y, 2007; Schneider dan Sobel, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan Krysiak et al., 2010 yang
menghasilkan penurunan PAI-1 pada pemberian simvastatin dibandingkan dengan
MESA Study oleh Adam et al., 2013 yang justru menemukan peningkatan PAI-1
pada pemberian simvastatin dapat dijelaskan melalui sifat ambiguitas PAI-1.
Subyek penelitian Krysiak et al., 2010 diambil dari pasien-pasien yang sudah
mengalami aterosklerosis dengan mengukur ketebalan arteri carotis comunis dengan
USG. Dengan kata lain, pasien tersebut sudah berada pada proses remodelling
vascular tahap lanjut dimana kadar PAI-1 yang tinggi akan menurunkan kadar
plasmin sehingga terjadi penurunan kemampuan degradasi fibrin yang berakhir
dengan pembentukan neointima di dinding pembuluh darah dan pertumbuhan plak.
Di sisi lain, rendahnya kadar plasmin akibat tingginya PAI-1 akan mencegah migrasi
VSMC sehingga fibrous cap menipis. Pertumbuhan plak dan menipisnya fibrous cap
akan menyebabkan rentan terjadinya ruptur plak. Pada kondisi kadar PAI-1 yang
tinggi, pemberian simvastatin akan mengembalikan ke kondisi homeostasis dengan
menurunkan kadar PAI-1 sehingga terjadi peningkatan kadar plasmin. Hal ini akan
menyebabkan degradasi fibrin meningkat sehingga tidak terjadi pembentukan
neointima di dinding pembuluh darah dan mencegah pertumbuhan plak. Di sisi lain,
terjadi migrasi VSMC sehingga fibrous cap menebal. Kombinasi dua hal tersebut
akan mencegah ruptur plak.
Kondisi yang bertolak belakang terjadi pada MESA study oleh Adam et al.,
2013, dimana subyek penelitian tersebut adalah pasien sehat yang tidak ada riwayat
penyakit kardiovaskuler pada saat ikut penelitian di tahun 2002. Pasien-pasien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tersebut diikuti secara kohort sampai sekarang. Dengan kata lain, subyek penelitian
MESA study adalah pasien yang belum ada atau kalaupun ada proses remodelling
vascular terjadi pada tahap awal yang belum terbentuk trombin dan fibrin. Pada
kondisi demikian PAI-1 dibutuhkan untuk menjaga kondisi homeostasis, yaitu
mencegah migrasi VSMC dan menstabilkan matrik ekstraseluler, sehingga patensi
lumen pembuluh darah tetap terjaga. Dengan demikian, pemberian simvastatin tidak
akan banyak mempengaruhi kadar PAI-1, karena vaskuler masih dalam kondisi
homeostasis.
Pada penelitian ini kami tidak menemukan perbedaan kadar PAI-1 sebelum
dan sesudah pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 6 minggu pada pasien DM tipe
2. Penelitian kami sama seperti MESA study yang tidak menunjukkan penurunan
kadar PAI-1 pada pemberian statin, tetapi justru terjadi peningkatan kadar PAI-1
meskipun tidak bermakna.
Statin mampu mempengaruhi fibrinolisis meskipun secara tidak langsung
yaitu mempengaruhi struktur fibrin sehingga mempercepat lisis clot dan
meningkatkan permeabilitas clot. Undas et al., 2009 menemukan meningkatnya
kecepatan lisis clot sebesar 11,2% dan peningkatan permeabilitas clot sebesar 4,4%
pada pemberian simvastatin 40 mg/hari selama 3 bulan pada subyek dengan kadar
kolesterol dibawah 3,4 nM. Undas et al., 2006 menemukan pemendekan waktu
fibrinolisis dan peningkatan permeabilitas fibrin pada subyek dengan riwayat infark
miokard yang diberikan atorvastatin 40 mg/hari dan simvastatin 40 mg/hari selama
28 hari (Marchi, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Statin menyebabkan penurunan kadar TF sehingga terjadi penurunan kadar
trombin. Fibrin yang terbentuk pada kondisi kadar trombin rendah, mempunyai
komposisi serat lebih tebal dengan pori-pori lebih besar dan lebih sedikit cabang-
cabangnya bila dibandingkan fibrin yang terbentuk pada kadar trombin tinggi. Hal
tersebut yang menyebabkan peningkatan lisis dan permeabilitas clot pada subyek
dengan terapi statin (Marchi, 2011).
Kami setuju pendapat Undas et al., 2014 yang menyatakan bahwa statin
mempunyai efek anti-koagulan predominan melalui downregulasi TF dan
peningkatan ekspresi TM (thrombomodulin) endotel sehingga menurunkan kadar
trombin. Efek tersebut ditambah dengan aktivitas profibrinolisis dan antiplatelet statin
(Undas et al., 2014).
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang kami lakukan membuktikan bahwa simvastatin mampu
menurunkan kadar TF tetapi tidak mampu menurunkan kadar PAI-1 pada pasien DM
tipe 2. Hal ini terjadi karena PAI-1 mempunyai sifat ambiguitas yang tergantung
pada kondisi remodelling vascular. Pada tahap awal remodelling vascular dimana
belum terbentuk trombin dan fibrin, PAI-1 dibutuhkan untuk mempertahankan
patensi lumen pembuluh darah. Tetapi pada tahap lanjut dimana telah terbentuk
trombin, PAI-1 akan menyebabkan ruptur plak.
Subyek penelitian kami adalah pasien DM tipe 2 yang semuanya tanpa
riwayat komplikasi kardiovaskuler sehingga pemberian simvastatin tidak banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
berpengaruh terhadap kadar PAI-1. Ini adalah keterbatasan penelitian kami, untuk
selanjutnya kami menyarankan untuk menambah satu kelompok perlakuan
simvastatin, yaitu pada DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler untuk lebih
mengetahui sifat ambiguitas PAI-1. Sehingga untuk penelitian yang akan datang kami
menyarankan ada tiga kelompok perlakuan yaitu; DM tipe 2 tanpa komplikasi
kardiovaskuler + plasebo, DM tipe 2 tanpa komplikasi kardiovaskuler + simvastatin
dan DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler + simvastatin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Simvastatin menurunkan kadar TF (tissue factor) pada pasien DM tipe 2.
2. Simvastatin tidak berpengaruh terhadap kadar PAI-1 (plasminogen activator
inhibitor-1) pada pasien DM tipe 2.
B. Saran
1. Simvastatin dapat digunakan untuk menurunkan kecenderungan trombosis yang
merupakan tahap krusial perkembangan aterosklerosis pada pasien DM tipe 2.
2. Penelitian yang akan datang harus memperhatikan sifat ambiguitas PAI-1, yaitu
dengan membandingkan pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien
DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler dengan yang tanpa komplikasi
kardiovaskuler.
3. Dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sample yang lebih besar dengan
melibatkan multisenter dan jangka waktu yang lebih lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2010. Standards of Medical Care in Diabetes-2010. Diabetes Care, 33(1): S11-
S61.
Adam N, Lutsey P, Folsom A, Herrington D, Sibley C, Zakali N et al. 2013. Statin
Theraphy and Level of Hemostatic Factors in a Healthy Population: The
Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. J Thromb Haemost, 11(6): 1078-84.
Alzahrani SH, Ajjan RA. 2010. Coagulation and Fibrinolysis in Diabetes. Diabetes &
Vascular Disease Research, XX(X): 1-14.
Ankur R, Seema R, Gurfateh S, Ashok K and Khan M. 2011. Cardioprotection with
Simvastatin: An Appraisal. IRJP, 2(6): 23-7.
Aso Y. 2007. Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1) in Vascular Inflammation and
Thrombosis. Frontiers in Bioscience, 12(5): 2957-66.
Bader T. 2010. The Myth of Statin-Induced Hepatotoxicity. Am J Gastroenterol, 105:
978-80.
Balasubramaniam K, Viswanathan G, Marshall SM and Zaman AG. 2012. Increased
Atherothrombotic Burden in Patients with Diabetes Mellitus and Acute
Coronary Syndrome: A Review of Antiplatelet Therapy. Cardiology Research
and Practice, 909154: 1-18.
Bambang P. 2012. Hipertensi. Dalam Agung S, Wachid P, Restu F dan Diding HP.
(editors). Hipertensi (Patogenesis, Kerusakan Target Organ dan
Penatalaksanaan). Cetakan 1, UNS Press. Surakarta, h 3-58.
Beltowski J. 2005. Statin and Modulation of Oxidative Stress. Toxicology
Mechanisms and Methods, 15: 61-92.
Bennet PH, Knowler CW. 2006. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and Glucose Homeostasis. In R. Kahn, GC. Weir, GL. King, AC.
Moses, RJ. Smith and AM. Jacobson (editors). Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th
Ed, Lippincott Williams and Wilkins, Boston, Massachucets, pp 332-38.
Binder BR, Christ G, Gruber F, Grubic N, Hufnagl P, Krebs M, Mihaly J and Prager
GW. 2002. Plasminogen Activator Inhibitor 1: Physiological and
Pathophysiological Roles. News Physiol Sci, 17: 56-61.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Bogdanov VL and Osterud B. 2010. Cardiovascular Complication of Diabetes
Mellitus: The Tissue Factor Perspective. Thrombosis Research, 125: 112-18.
Borissoff JI, Spronk HM and Cate H. 2011. The Hemostatic System as A Modulator
of Atherosclerosis. NEJM, 364: 1746-60.
Breitenstein A, Camici GG and Tanner FC. 2010. Tissue Factor: Beyond Coagulation
in The Cardiovascular System. Clinical Science, 118: 159-72.
Brownlee M, Aiello LP, Cooper ME, Vinik AI, Nesto RW and Boulton JM. 2008.
Complication of Diabetes Mellitus. In HM. Kronenberg, S. Melmed, KS.
Polonsky and PR. Larsen (editors). Williams Textbook of Endocrinology, 11th
Ed, Saunders Elsevier, Canada, pp 1417-31.
Brownlee M. 2005. The Pathobiology of Diabetic Complications, A Unifying
Mechanism. Diabetes, 54(6): 1615-24.
Chu JA. 2011. Tissue Factor, Blood Coagulation and Beyond: An Overview.
International Journal of Inflammation, 367284: 1-30.
Dunn EJ, Grant PJ. 2005. Atherothrombosis and The Metabolic Syndrome. In CD.
Byrne and SH. Wild (editors). The Metabolic Syndrome. John Wiley & Sons,
Ltd. England, pp180-95.
Eldor R and Raz I. 2009. American Diabetes Association Indications for Statins in
Diabetes, Is there evidence? Diabetes Care, 32(S2): S384-90.
El-Hagracy RS, Kamal GM, Sabry IM, Saad AA, El Ezz NF and Nasr HA. 2010.
Tissue Factor, Tissue Factor Pathway Inhibitor and Factor VII Activity in
Cardiovascular Complicated Type 2 Diabetes Mellitus. Oman Medical
Journal, 25(3): 173-77.
Farkouh ME. 2008. Diabetes and Cardiovascular Disease. In V. Fuster, RA. Rourke,
RA. Walsh and PP. Wilson (editors). Hurst’s The Heart, 12th
Ed, McGraw-
Hill Companies. USA, pp 185-201.
Feener EP, Dzau VJ. 2006. Pathogenesis of Cardiovascular Disease In Diabetes. In
R. Kahn, GC. Weir, GL. King, AC. Moses, RJ. Smith and AM. Jacobson
(editors). Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th
Ed, Lippincott Williams and
Wilkins, Boston, Massachucets, pp 868-84.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Fenton II JW, Brezniak DV, Ofosu FA, Shen GX, Jacobson JR and Garcia JGN.
2005. Statin and Thrombin. Current Drug Targets-Cardiovas & Haemat Dis,
5(2):115-20.
Fenton II JW, Jeske WP, Catalfamo JL, Brezniak DV, Moon DG and Shen GX. 2002.
Statin Drugs and Dietary Isoprenoids Downregulate Protein Prenylation in
Signal Tranduction and Are Antithrombotic and Prothrombolytic Agents.
Biochemistry (Moscow), 67(1): 85-91.
Funk SD, Yurdagul A and Orr W. 2012. Hyperglycemia and Endothelial Dysfunction
in Atherosclerosis: Lesson from Type 1 Diabetes. International Journal of
Vascular Medicine, 56954: 1-19.
Goodman and Gilman. 2008. Drug Therapy for Hypercholesterolemia and
Dyslipidemia. In Brunton L, Parker K, Blumental D and Buxton I (editors).
Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. Mc Graw-
Hill Companies. USA, pp 611-15.
Guntur H. 2000. Imunopatobilogi Sepsis dan Penatalaksanaannya. Presentasi
pengukuhan guru besar FK UNS Juli 2003.
Guntur H. 2008. Koagulasi Intravaskuler Diseminata. Dalam SIRS, Sepsis dan Syok
Septik. UNS Press, Surakarta, h 95-104.
Guntur H. 2008. The Role of Antioxidant. KONAS PAPDI Padang 10 Juli 2008.
Hadi AR, Suwaidi JA. 2007. Endothelial Dysfunction in Diabetes Mellitus. Vascular
Health and Risk Management, 3(6): 853-76.
Hajjar KA. 2010. Fibrinolysis and Thrombolysis.In MA. Lichtman, TJ. Kipps, U.
Selighson, K. Kaushansky and JT. Prchal (editors). Williams Hematology, 8th
Ed, McGraw-Hill Companies. USA, pp 504-65.
Hannefeld M, Marx N, Pfutzner A, Baurecht W, Lubben G, Karagiannis E et al.
2007. Anti-Inflammatory Effect of Pioglitazone and/or Simvastatin in High
Cardiovascular Risk Patients With Elevated High Sensitivity C-Reactive
Protein. J Am Coll Cardiol, 49:290-7.
Huang TS and Lee CC. 2005. Plasminogen Activator Inhibitor-1: The Expression,
Biological Function, and Effect on Tumorigenesis and Tumor Cell Adhesion
and Migration. J. Cancer Mol, 1(1): 25-36.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Josan K, Majumar SR and McAlister FA. 2008. The Efficacy and Safety of Intensive
Statin Therapy: A Meta-Analysis of Randomized Trials. CMAJ, 178(5): 576-
84.
Knopp RH. 1999. Drug Treatment of Lipid Disorders. NEJM, 341(7): 498-508.
Kotyla P. The Role of 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme A Reductase
Inhibitors (Statins) in Modern Rheumatology. Ther Adv Musculoskel Dis,
2(5): 257-69.
Kruithof EK. 2008. Regulation of Plasminogen Activator Inhibitor Type I Gene
Expression by Inflammatory Mediators and Statins. Thromb Haemost; 100:
969-75.
Krysiak R, Dymek G and Okopien B. 2010. Hemostatic Effect of Simvastatin in
Subject with Impaired Fasting Glucose. Pharmacological Reports, 62: 1090-
98.
Krysiak R, Okopien B and Herman ZS. 2003. Effect of HMG-CoA Reductase
Inhibitors on Coagulation and Fibrinolysis Processes. Drugs, 63(17): 1821-54.
Ludwig S, Dharmalingam S, Nesmith SE, Ren S, Zhu F, Ma GM et al. 2005. Impact
of Simvastatin on Hemostatic and Fibrinolytic Regulators in Type 2 Diabetes
Mellitus. Diabetes Research and Clinical Practice, 70: 110-18.
Maly MA, Tomasov P, Hajek P, Blasko P, Hrachovinova I, Salaj P and Veselka J.
2007. The Role of Tissue Factor in Thrombosis and Hemostasis. Physiol Res,
56: 685-95.
Mannarino E, Pirro M. 2008. Endothelial Injury and Repair: A Novel Theory for
Atherosclerosis. Angiology, 59(2): 69S-72S.
Marchi RC. 2011. Statin Therapy: Effect on Plasma Fibrinogen Level and
Fibrinolysis. J Nutr Disorder Ther. S6: 001: 1-7.
Mason J. 2003. Statins and Their Role in Vascular Protection. Clinical Science, 105:
251-66.
Mayes PA and Botham KM. 2003. The Respiratory Chain & Oxidative
Phosphorylation. In RK. Murray, DK. Granner, PA. Mayes and VW. Rodwell
(editors). Harper’s Illustrated Biochemistry, 26th
Ed, Lange Medical
Books/McGraw-Hill. USA, pp 92-111.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
McFarlane SI, Muniyapa R, Fransisco R and Sowers JR. 2002. Pleiotropic Effect of
Statins: Lipid Reduction and Beyond. J Clin Endocrinol Metab, 87(4): 1451-
58.
Meerarani P, Moreno PR, Cimmino G and Badimon JJ. 2007. Atherothrombosis:
Role of Tissue Factor, Link between Diabetes, Obesity and Inflammation.
Indian Journal of Experimental Biology, 45(1): 103-10.
Mohan V, Venkratraman JV and Pradeepa R. 2010. Epidemiology of Cardiovascular
Disease in Type 2 Diabetes: The Indian Scenario. J Diabetes Sci Technol,
4(1): 158-66.
Monroe DM. 2010. Molecular Biology and Biochemistry of The Coagulation Factors
and Pathways of Hemostasis. In MA. Lichtman, TJ. Kipps, U. Selighson, K.
Kaushansky and JT. Prchal (editors). Williams Hematology, 8th
Ed, McGraw-
Hill Companies. USA, pp 809-56.
Nedeljkovic ZS, Gokce N and Loscalzo J. 2003. Mechanisms of Oxidative Stress and
Vascular Dysfunction. Postgrad Med J, 79:195-200.
Okopien B, Krysak R, Madej A, Belowski D, Zielenski M, Kowalski J et al. 2004.
Effect of Simvastatin and Fluvastatin on Plasma Fibrinogen Levels in Patients
with Primary Hypercholesterolemia. Pol J Pharmacol, 56: 781-87.
Ostradal P. 2012. Statin as First-line Theraphy for Acute Coronary Syndrome?. Exp
Clin Cardiol, 17(4): 227-36.
Paul DP, Gahtan V. 2003. Noncholesterol-Lowering Effect of Statins. Vasc Endovasc
Surg, 37: 301-13.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta, h 1-8.
Ruberg FL, Loscalzo J. 2002. Prothrombotic Determinants of Coronary
Atherothrombosis. Vascular Medicine, 7: 289-99.
Sadowits B, Maier KG and Gahtan V. 2010. Statin Therapy-Part I: The Pleiotropic
Effect of Statin in Cardiovascular Disease. Vascular and Endovascular
Surgery, 44(4): 21-51.
Schalkwijk CG and Stehouwer DC. 2005. Vascular Complications in Diabetes
Mellitus: The Role of Endothelial Dysfunction. Clinical Science, 109: 143-59.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Schneider and Sobel. 2012. PAI-1 and Diabetes: A Journey from the Bench to the
Bedside. Diabetes Care, 35: 1961-67.
Schneider DJ, Sobel BE. 2005. Diabetes and Atherosclerosis. In MT. Johnstones and
A. Veves (editors). Diabetes and Cardiovascular Disease, 2nd
Ed, Humana
Press Inc, Totowa, New Jersey, pp 119-34.
Skrha J. 2007. Diabetes and Vascular Disease: From Pathogenesis to Treatment are
Vascular Effect of Hypoglycemic and Hypolipidemic Drugs Independent of
Their Metabolic Effect? Diabetes and Meaabolic Syndrom: Clinical Research
& Reviews, 1: 61-9.
Sopiyudin D. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3, Salemba Medika. Jakarta.
Sri RH, Sukman P, Imran C dan Sudigdo S. 2011. Uji Klinis,. Dalam Sudigdo S dan
Sofyan I (editor). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 4, Sagung
Seto. Jakarta, h 187-217.
Stancu C and Sima A. 2001. Statin: Mechanism of Action and Effect.
J.Cell.Mol.Med, 5(4): 378-87.
Steffel J, Luscher TF and Tanner FC. 2006. Tissue Factor in Cardiovascular
Diseases: Molecular Mechanisms and Clinical Implications. Circulation, 113:
722-31.
Suradi M. 2011. Penatalaksanaan Koagulasi Intravaskular Diseminata pada
Penderita Sepsis. Dalam National Workshop: The 4th
Indonesian SEPSIS
Forum, Surakarta, 14 Januari 2011, Sunana Hotel Solo, UNS Press, Surakarta,
h 58-91.
Tabit CE, Chung WB, Hamburg NM and Vita JA. 2010. Endothelial Dysfunction in
Diabetes Mellitus: Molecular Mechanisms and Clinical Implications. Rev
Endocr Metab Disord, 11(1): 61-74.
Tamargo J, Caballero R, Gomez R, Nunez L, Vaquero M and Delpon E. 2007. Lipid-
Lowering Therapy with Statin, A New Approach to Antiarrhytmic Therapy.
Pharmacology and Therapeutics, 114: 107-26.
Tharanavij T, Wongtanakarn S, Lerdvuthisopon N, Pharm ST, Pharm PY,
Sritipsukho P. 2010. Lipid Lowering Efficacy between Morning and Evening
Simvastatin Treatment: A Randomized Double-Blind Study. J Med Assoc
Thai, 93 (suppl 7): S109-S113.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tremoli E, Camera M, Toschi V and Colli S. 1999. Tissue Factor in Atherosclerosis.
Atherosclerosis, 144: 273-83.
Undas A, Ziedin KB and Mann K. 2014. Anticoagulant Effect of Statin and Their
Clinical Implications. Thrombosis and Haemostasis, 111(3): 1-7.
Van den Oever AM, Raterman HG, Nurmohamed MT and Simsek S. 2010.
Endothelial Dysfunction, Inflammation and Apoptosis in Diabetes Mellitus.
Mediators of Inflammation, 792393: pp 1-15.
Violi F, Calvieri C, Ferro D and Pignatelli P. 2013. Statin as Antithrombotic Drugs.
Circulation, 127: 251-7.
Virella MF and Virella G. 2005. Diabetes and Atherosclerosis. In MT. Johnstones
and A. Veves (editors). Diabetes and Cardiovascular Disease, 2nd
Ed, Humana
Press Inc, Totowa, New Jersey, pp 236-57.
Widlansky ME, Gokce N, Keaney JF, and Vita JA. 2003. The Clinical Implications
of Endothelial Dysfunction. JACC, 42(7):1149-60.
Wolfrum S, Kristin S and Liao JK. 2003. Endothelium-Dependent Effect of Statin.
Arterioscler Thromb Vasc Biol, 23: 729-36.
Yanez MR, Agulla J, Gonzalez RR, Sobrino T and Castillo J. 2008. Review: Statin
and Stroke. Therapeutic Advances in Cardiovascular Disease, 2(3): 157-66.
Zoccai GG, Abbate A, Liuzzo G and Biasucci LM. 2003. Atherothrombosis,
Inflammation and Diabetes. JACC, 41(7): 1071-77.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Lampiran 1
LEMBAR PEMBERIAN INFORMASI PENELITIAN
Saya, dr. Didik Supriyadi, residen Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr.
Moewardi Surakarta akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Simvastatin
terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien
DM tipe 2” mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam penelitian tersebut.
Penelitian ini membutuhkan 24 subyek penelitian dengan jangka waktu
keikutsertaan masing-masing subyek selama 6 minggu. Penelitian ini telah dinyatakan
laik etik oleh Panitia Kelaikan Etik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, No
173/XII/ERC/2013 tertanggal 20 Desember 2013.
A. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2
- Mengatahui pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2
B. Manfaat penelitian
Simvastatin merupakan satu obat dengan banyak manfaat, penelitian ini dirancang
untuk membuktikan pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM
tipe 2, bila didapatkan penurunan kadarnya maka obat ini dapat digunakan untuk
menekan resiko trombosis pada pasien DM.
C. Keuntungan bagi subyek
Bapak/ibu/saudara dapat mengetahui kadar TF dan PAI-1nya, faktor yang
berperan pada kejadian penyakit kardiovaskuler seperti stroke, penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah tepi dan lain-lain komplikasi diabetes mellitus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
D. Protokol penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
- Bapak/ibu/saudara akan diwawancarai oleh dokter/peneliti seputar penyakit yang
diderita, riwayat pengobatan, obat-obat yang dikonsumsi dan lain-lain yang
diperlukan dalam penelitian ini.
- Bapak/ibu/saudara akan diperiksa oleh dokter/peneliti.
- Pada hari yang telah ditentukan bapak/ibu/saudara akan diambil darahnya untuk
diperiksa kadar tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-1.
- Bapak/ibu/saudara akan diberi obat simvastatin 20 mg atau plasebo (obat tanpa
simvastatin) yang harus diminum satu tablet tiap hari pada jam 19.00 (jam 7
malam).
- Setelah minum obat tersebut selama 6 minggu maka bapak/ibu/saudara akan
diambil lagi darahnya, diukur kadar tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-
1 kemudian akan dibandingkan dengan kadar sebelumnya.
- Selama penelitian berlangsung, bapak/ibu/saudara tetap meminum obat yang
biasa diminum sehari-hari. Obat-obat yang tidak boleh diminum akan dijelaskan oleh
peneliti secara langsung.
E. Efek samping
Simvastatin adalah obat yang sering digunakan sehari-hari untuk menurunkan
kadar kolesterol. Dosis yang digunakan pada penelitian ini sebesar 20 mg, dosis ini
merupakan dosis kecil yang biasa dipakai sehari-hari. Simvastatin merupakan produk
alami, bukan sintetik sehingga lebih aman digunakan. Meskipun demikian pada
beberapa orang dapat terjadi reaksi alergi, untuk itu bapak/ibu/saudara bila mengalami
gatal-gatal, mual/muntah, pegal/nyeri/kram otot-otot ataupun kejadian yang tidak nyaman
setelah minum obat tersebut diharapkan memberitahukan ke peneliti untuk
ditindaklanjuti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
F. Kerahasiaan
Seluruh informasi yang bapak/ibu/saudara berikan berkaitan dengan penelitian
akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan
dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
G. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Bapak/ibu/saudara bebas memilih untuk ikut/tidak dalam penelitian ini tanpa ada
unsur paksaan. Bapak/ibu/saudara juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah
pikiran setiap saat tanpa dikenai denda apapun.
H. Informasi tambahan
Bapak/ibu/saudara diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum
jelas sehubungan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi efek samping atau
membutuhkan penjelasan lebih lanjut, bapak/ibu/saudara dapat menghubungi peneliti, dr.
Didik Supriyadi pada no hp 0823 2801 0464.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Setelah memperoleh informasi baik secara lisan dan tulisan mengenai penelitian
yang dilakukan oleh dr. Didik Supriyadi dengan judul “Pengaruh Simvastatin
terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien
DM Tipe 2”, dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai manfaat,
tindakan yang akan dilakukan, keuntungan dan kemungkinan ketidaknyamanan yang
mungkin akan dijumpai, maka saya:
Nama : …………………………………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………………………………….
Identitas : …………………………………………………………………………….
Setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
Tanda tangan Saksi
(nama terang)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Lampiran 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user