PENGARUH PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI, DAN NILAI...
Transcript of PENGARUH PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI, DAN NILAI...
PENGARUH PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI,
DAN NILAI CADANGAN DEVISA TERHADAP
PERGERAKAN YIELD OBLIGASI PEMERINTAH AFRIKA
SELATAN, BRAZIL, CHINA, INDIA, DAN INDONESIA
PERIODE 2010 – 2018
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun oleh:
Hilal Ayatullah
11150840000057
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI, DAN NILAI
CADANGAN DEVISA TERHADAP PERGERAKAN YIELD OBLIGASI
PEMERINTAH AFRIKA SELATAN, BRAZIL, CHINA, INDIA, DAN
INDONESIA PERIODE 2010 – 2018
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun oleh:
Hilal Ayatullah
11150840000057
Di bawah Bimbingan:
Pembimbing I
Pheni Chalid, Ph.D
NIP. 195605052000121001
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari Selasa, 25 Juni 2019 telah dilakukan Uji Komprehensif atas nama
mahasiswa.
1. Nama : Hilal Ayatullah
2. NIM : 11150840000057
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Pengaruh Pertumbuhan GDP, Tingkat Inflasi, dan
Nilai Cadangan Devisa terhadap Pergerakan Yield
Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China,
India, dan Indonesia Periode 2010 – 2018
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut diatas dinyatakan “LULUS” dan diberikan kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Juni 2019
1. Pheni Chalid, Ph.D (……………………….)
NIP. 195605052000121001 Penguji I
2. Zaenal Muttaqin MPP. (……………………….)
NIP. 197905032011011006 Penguji II
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hilal Ayatullah
NIM : 11150840000057
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain tanpa
menyebutkan sumber asli ataupun tanpa izin pemilik karya
3. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jika dikemudian hari ada tuntutan atas karya saya dan melalui pembuktian yang
dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah
melanggar persyaratan di atas, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan
yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya
Jakarta, 30 November 2019
Hilal Ayatullah
11150840000057
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, Selasa 31 Desember 2019 telah dilakukan ujian skripsi atas
mahasiswa:
Nama : Hilal Ayatullah
NIM : 11150840000057
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Judul Skripsi : Pengaruh Pertumbuhan GDP, Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan
Devisa terhadap Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika
Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia Periode 2010 – 2018
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkukan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 31 Desember 2019
1. Dr. M. Hartana I. Putra, M.Si (……………………….)
NIP. 196806052008011023 Ketua
2. Pheni Chalid, Ph.D (……………………….)
NIP. 195605052000121001 Sekretaris
3. Pheni Chalid, Ph.D (……………………….)
NIP. 195605052000121001 Pembimbing I
4. Dr. Lukman, M.Si (……………………….)
NIP. 196406072003021001 Penguji Ahli
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : Hilal Ayatullah
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Desember 1996
3. Alamat : Jl. Kelapa Dua Wetan 3 RT 06 RW 01 No.
107A, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta
Timur
4. Telepon : 089531100731
5. Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. SDN 01 Kelapa Dua Wetan 2003-2009
2. SMPN 9 Jakarta 2009-2012
3. SMAN 99 Jakarta 2012-2015
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015-2019
III. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Divisi Keilmuan HMJ Ekonomi Pembangunan UIN Jakarta, 2017
IV. Pengalaman Profesional
1. Peserta Program Magang Mahasiswa Bersetifikat (PMMB) di PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (20 Februari – 31 Agustus 2019)
vii
ABSTRACT
This study is aims to examine the influence level of GDP growth, inflation
rates, and foreign exchange reserves on the fluctuation of government bond yields
during 2010 - 2018. This study uses panel data analysis model with a Random
Effect Model (REM) approach. The sample regions at this study are members of
the G20 group of countries but which on still classified as middle income countries,
namely: South Africa, Brazil, China, India, and Indonesia.
The study finds as the followings: 1. GDP growth has a negative and
significant impact to the fluctuation of government bond yields, 2. The inflation
rate has a positive and significant impact to the fluctuation of government bond
yields, 3. Foreign exchange reserves have negative influence on the fluctuation of
government bond yields but it is not significant, and 4. Simultaneously, variable
GDP growth, inflation rate, and foreign exchange reserves have a significant
influence on the fluctuation of government bond yields.
Keyword: Bond Yield, GDP Growth, Inflation Rate, Foreign Exchange
Reserves, Random Effect Model
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa tingkat pengaruh dari
pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa terhadap fluktuasi
yield obligasi pemerintah sepanjang 2010 – 2018. Penelitian ini menggunakan
model analisis data panel dengan pendekatan Random Effect Model (REM). Sampel
wilayah pada penelitian ini adalah sejumlah anggota kelompok negara G20 namun
masih tergolong sebagai negara berpendapatan menengah, yaitu: Afrika Selatan,
Brazil, China, India, dan Indonesia.
Penelitian ini menemukan hasil sebagai berikut: 1. Pertumbuhan GDP
memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap fluktuasi yield obligasi
pemerintah, 2. Tingkat inflasi memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap
fluktuasi yield obligasi pemerintah, 3. Nilai cadangan devisa memberikan pengaruh
negatif terhadap fluktuasi yield obligasi pemerintah namun tidak bersifat signifikan,
dan 4. Secara simultan, variabel pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai
cadangan devisa memberikan pengaruh signifikan terhadap fluktuasi yield obligasi
pemerintah.
Kata kunci: Yield Obligasi, Pertumbuhan GDP, Tingkat Inflasi, Cadangan
Devisa, Random Effect Model
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Pertumbuhan GDP, Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan
Devisa Terhadap Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan,
Brazil, China, India, dan Indonesia Periode 2010 - 2018” guna memenuhi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, doa,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Ibu Fatmawati yang selalu memberikan dukungan,
semangat, dan doa kepada penulis selama mengerjakan skripsi.
2. Ketiga kakak penulis, Fatin Fikriyani, Rizka Riyana, dan Zahra Sa’adatun
Nisa yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan doa kepada penulis
selama mengerjakan skripsi.
3. Bapak Prof.Dr.Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
jajaran.
4. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, bimbingan, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi
penulis selama proses pengerjaan skripsi hingga selesai.
5. Bapak M.Hartana Inswandi Putra, M.Si. dan Bapak Deni Pandu, M.Sc.
selaku Kepala Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
6. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama proses
perkuliahan
7. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
x
8. Kepala Divisi, Wakil Kepala Divisi, Group Head of Banking Book and
Portfolio Management, dan rekan – rekan Divisi Treasury BRI, Bapak
Akhmad Fazri, Ibu Azizatun Azhimah, Bapak Teguh Sulistyono, Mas
Steven, Mas Tedi, Mas Deni, Mas Galuh, Mas Mumu, Mas Feby, Mbak
Yuli, Mbak Anin, Mbak Firda, dan seluruh staff Divisi Treasury BRI yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
9. Sahabat “Entropy” yang telah membantu, menemani, dan memotivasi
penulis sepanjang masa perkuliahan hingga proses penulisan skripsi. Terima
kasih kepada Feisal, Harits, Syaban, Ivan, Farras, Wahyu, Hady, Putri,
Desti, Satria, Alwan, Azam, Farith, Isma, Khaidar, Ipul, dan Zul
10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2015 Ekonomi Pembangunan
11. Teman-teman Program Magang Mahasiswa Bersertifikat yang telah
menjadi teman selama program magang Fatur, Nanda, Raihani, Tari, dan
Desti
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih kepada
kalian semua yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama
pengerjaan skripsi.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan di kemudian hari.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, November 2019
Hilal Ayatullah
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .............................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................................ vii
ABSTRAK.................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiv
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 11
A. Teori Terkait .................................................................................................... 11
1. Defisit Anggaran ........................................................................................... 11
2. Investasi ........................................................................................................ 14
3. Obligasi ......................................................................................................... 16
4. Yield .............................................................................................................. 19
5. Gross Domestic Product (GDP) ..................................................................... 22
6. Inflasi ............................................................................................................ 25
7. Cadangan Devisa ........................................................................................... 29
B. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................................ 32
C. Hubungan Antar Variabel ............................................................................... 39
1. Hubungan antara Pertumbuhan GDP dengan Yield Obligasi Pemerintah ........ 39
2. Hubungan antara Tingkat Inflasi dengan Yield Obligasi Pemerintah ............... 40
3. Hubungan antara Nilai Cadangan Devisa dengan Yield Obligasi Pemerintah .. 40
D. Kerangka Berpikir ........................................................................................... 41
xii
E. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 43
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 43
B. Metode Penentuan Sampel .............................................................................. 43
C. Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 44
D. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 45
E. Model Regresi Data Panel ................................................................................ 45
F. Estimasi Model Data Panel .............................................................................. 46
G. Pemilihan Model Data Panel ........................................................................... 47
H. Uji Asumsi Klasik ............................................................................................ 48
I. Uji Hipotesis ..................................................................................................... 49
J. Operasional Variabel Penelitian ...................................................................... 50
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 52
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................ 52
B. Temuan Hasil Penelitian .................................................................................. 60
1. Estimasi Model Data Panel ............................................................................ 60
2. Uji Asumsi Klasik ......................................................................................... 66
3. Uji Hipotesis.................................................................................................. 67
4. Analisis Ekonomi .......................................................................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 76
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 76
B. Saran ................................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 78
LAMPIRAN ................................................................................................................ 81
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tinjauan Kajian Terdahulu ................................................................. 32
Table 3.1 Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 50
Tabel 4.1 Uji Chow............................................................................................ 61
Tabel 4.2 Uji Hausman ...................................................................................... 61
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Data Panel................................................................... 62
Tabel 4.5 Interpretasi Random Effect Model ...................................................... 64
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas .................................................................. 67
Tabel 4.7 Hasil Uji t-Statistik ............................................................................. 68
Tabel 4.8 Hasil Uji F-statistik ............................................................................ 69
Tabel 4.9 Hasil Koefisien Determinasi ............................................................... 70
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 41
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Persentase Utang Pemerintah Terhadap GDP ...................................... 7
Grafik 4.1 Afrika Selatan ................................................................................... 52
Grafik 4.2 Brazil ................................................................................................ 54
Grafik 4.3 China ................................................................................................ 56
Grafik 4.4 India ................................................................................................. 57
Grafik 4.5 Indonesia .......................................................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Secara umum negara di dunia dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu negara
maju, berkembang, dan terbelakang. Dimana dari setiap kategori tersebut
biasanya mencerminkan pendapatannya. Negara maju cenderung memiliki
pendapatan tinggi, negara berkembang cenderung berpendapatan menengah,
dan negara terbelakang cenderung berpendapatan rendah. Tinggi rendahnya
pendapatan tentu akan berdampak pada kemampuan negara tersebut dalam
melakukan pembangunan ekonomi tiap tahunnya. Dengan terbatasnya
pendapatan yang dimiliki maka pembangunan yang dapat dilakukan juga
terbatas.
Pada dasarnya tinggi dan rendahnya pendapatan sebuah negara cenderung
ditentukan oleh sumber daya yang dimilikinya, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia serta kemampuan untuk mengelola sumber daya tersebut.
Namun sayangnya dua dari ketiga kategori diatas yaitu negara berkembang dan
terbelakang cenderung kurang mampu dalam hal memanfaatkan sumber daya
yang dimiliki secara maksimal atau bahkan miskin akan sumber daya.
Akibatnya keduanya sulit untuk melakukan pembangunan ekonomi secara
maksimal. Oleh karena itu, maka salah satu alternatifnya adalah dengan cara
menarik masuk dana investasi dari negara lain atau pihak swasta untuk menutup
kebutuhan dana pembangunan ekonomi.
Investasi sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas penanaman modal di suatu
tempat dengan harapan akan mendapatkan profit di kemudian hari. Dengan
semakin meningkatnya jumlah investasi, maka diharapkan masalah defisit dana
atau modal pembangunan dapat teratasi sehingga proses pembangunan ekonomi
yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan lancar. Selain itu, secara teori
investasi juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu nagara akibat
terserapnya tenaga kerja dan meningkatnya jumlah produksi. Namun, seorang
investor umumnya hanya akan melakukan investasi pada negara yang dirasa
2
dapat memberikan imbal hasil yang menarik serta adanya jaminan keamanan,
dimana hal tersebut cenderung sulit diberikan oleh negara terbelakang. Negara
terbelakang umumnya memiliki sumber daya yang minim sehingga sulit untuk
menjanjikan imbal hasil yang tinggi ditambah lagi tingkat angka kriminalitas
disana cenderung masih tinggi sehingga dapat mengancam keamanan dana
yang diinvestasikan. Akibatnya investor akan berpikir ulang untuk melakukan
investasi di negara terbelakang dan membuat negara terbelakang semakin sulit
untuk berkembang.
Secara teori, investasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu: investasi langsung dan
investasi tidak langsung. Investasi langsung dapat diartikan sebagai aktivitas
penanaman modal di suatu tempat dengan cara mendirikan perusahaan atau
industri. Sedangkan investasi tidak langsung dapat diartikan sebagai aktivitas
penanaman modal yang dilakukan dengan cara membeli surat-surat berharga
seperti saham dan obligasi. Membahas mengenai obligasi, obligasi sendiri dapat
diartikan sebagai surat utang jangka menengah hingga panjang yang dapat
dipindahtangankan, yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok
utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut
(Indonesia Stock Exchange 2018).
Kemudian, obligasi sendiri umumnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu obligasi
korporasi dan obligasi pemerintah. Pemerintah sebuah negara umumnya
menerbitkan obligasi untuk keperluan menutup defisit anggaran tahunan
negara. Defisit anggaran sendiri terjadi ketika jumlah pendapatan negara lebih
rendah dibandingkan dengan jumlah anggaran pengeluarannya. Pada umumnya
pemerintah sebuah negara memiliki 2 opsi dalam menutup defisit anggaran,
yaitu 1. Melakukan pinjaman langsung dan 2. Menerbitkan obligasi. Namun,
pilihan opsi kedua nampaknya lebih menguntungkan bagi pemerintah
dikarenakan pemerintah sendiri yang menentukan berapa nilai imbal hasil yang
akan diberikan serta kapan waktu jatuh tempo pembayaran obligasi tersebut
sehingga dapat lebih mudah disesuaikan dengan kondisi negara. Sedangkan jika
memilih opsi pertama, maka yang berhak menentukan nilai imbal hasil dan
3
kapan waktu jatuh tempo adalah pihak pemberi pinjaman dan biasanya pihak
pemberi pinjaman juga akan menambahkan sejumlah syarat-syarat lain yang
semakin membebankan pemerintah atau negara peminjam.
Selanjutnya jika membahas mengenai perdagangan obligasi, pada dasarnya
terdapat 2 komponen penting yang diperhatikan oleh investor sebelum
memutuskan memilih obligasi sebagai salah satu objek investasinya, yaitu
harga dan yield. Dalam prakteknya harga dan yield obligasi memiliki hubungan
terbalik, yaitu ketika harga naik maka yield akan turun dan sebaliknya. Yield
sendiri dapat diartikan sebagai nilai imbal hasil yang akan diperoleh oleh
investor obligasi ketika obligasi tersebut jatuh tempo. Selain itu, harga dan yield
obligasi juga cenderung bergerak fluktuatif tergantung jumlah permintaan dan
penawarannya. Namun kedua komponen tersebut akan lebih menguntungkan
jika penggunaannya disesuaikan dengan motif awal pembelian obligasi. Jika
tujuan awalnya adalah untuk aktivitas trading yang mana akan diperjualbelikan
dalam jangka waktu dekat atau menengah maka komponen harga cenderung
akan dijadikan sebagai pertimbangan utama seseorang sebelum memutuskan
untuk membeli obligasi atau tidak. Sedangkan jika tujuan awalnya adalah untuk
investasi hingga jatuh tempo maka nilai yield cenderung akan dijadikan sebagai
pertimbangan utama seseorang sebelum memutuskan untuk membeli obligasi
atau tidak. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika motif awalnya dalam membeli
obligasi adalah untuk aktivitas investasi, maka dapat dikatakan bahwa nilai
yield adalah faktor penentu utama kesuksesan pemerintah dalam
mengumpulkan dana pembangunan ekonomi melalui penerbitan obligasi.
Pada paragraf sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pergerakan yield itu
dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawaran di pasar. Dan berdasarkan
sejumlah penelitian terdahulu menjelaskan bahwa jumlah permintaan dan
penawaran obligasi itu bergantung pada kondisi sejumlah variabel ekonomi
negara penerbit obligasi serta dunia. Adapun sejumlah variabel ekonomi
tersebut antara lain: pertumbuhan GDP, inflasi, cadangan devisa, pergerakan
kurs, dan tingkat suku bunga,. Namun, dari sejumlah penelitan tersebut masih
sering terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa sejumlah
4
variabel ekonomi tersebut berpengaruh negatif terhadap yield obligasi dan ada
juga yang berpendapat bahwa sejumlah variabel ekonomi tersebut berpengaruh
positif terhadap yield obligasi serta dengan tingkat signifikansi yang beragam.
Perbedaan tersebut biasanya muncul ketika dilakukan pada lokasi penelitian
yang berbeda atau menggunakan metode penelitian yang berbeda.
Oleh karena itu penulis ingin mencoba melakukan pengujian ulang
mengenai pengaruh sejumlah variabel ekonomi terhadap yield obligasi pada
daerah penelitian yang berbeda dan dengan metode penelitian yang berbeda
pula. Dalam penelitian kali ini, peneliti ingin melakukan penelitian pada negara
Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia. Adapun alasan penulis
memilih kelima negara tersebut dikarenakan kelima negara tersebut adalah
anggota negara G20 yang mana perekonomiannya memiliki pengaruh cukup
besar terhadap fluktuasi perekonomian dunia sehingga penulis berasumsi
bahwa investor pasti akan lebih tertarik pada negara-negara tersebut sehingga
diprediksi fluktuasi yield-nya cenderung tinggi dan akan semakin
mempermudah penulis dalam melihat variabel ekonomi apa yang paling
memberikan pengaruh terhadap pergerakan yield. Selain itu, berdasarkan data
yang dirilis oleh World Bank pada tahun 2019 menyatakan bahwa kelima
negara tersebut termasuk kedalam negara berpendapatan menengah yang mana
penulis berasumsi bahwa negara dengan pendapatan menengah cenderung
masih kekurangan modal untuk melakukan pembangunan ekonomi secara
maksimal sehingga masih membutuhkan bantuan dana yang cukup besar dari
pihak luar. Akibatnya negara-negara tersebut akan menerbitkan nilai
outstanding obligasi yang besar tiap tahunnya untuk menutup kekurangan dana
pembangunan. Dengan semakin besarnya nilai outstanding obligasi yang
diterbitkan maka diharapkan dapat semakin mempermudah peneliti untuk
melihat pergerakan yield obligasi dikarenakan dengan besarnya jumlah obligasi
yang diterbitkan maka dapat meningkatkan intensitas transaksi obligasi
sehingga pergerakan yield juga semakin fluktuatif.
Berikut ini adalah sedikit gambaran mengenai kondisi sejumlah variabel
ekonomi pada kelima negara yang dijadikan sebagai sampel penelitian.
5
Pertama, Negara Afrika Selatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh World
Bank, memperlihatkan bahwa rata-rata nilai pertumbuhan GDP Afrika Selatan
sepanjang periode 2010 hingga 2018 hanya sebesar 1.85%. Bahkan pada tahun
2016, nilai pertumbuhan GDP Afrika Selatan tidak mencapai 1% yaitu hanya
sebesar 0.4%. Sepanjang periode 2010 hingga 2018, nilai pencapaian
pertumbuhan GDP tertinggi di Afrika Selatan terjadi pada tahun 2011, yaitu
sebesar 3,28% (World Bank 2019). Selanjutnya, dari sisi inflasi, Afrika Selatan
memiliki nilai rata-rata tingkat inflasi sebesar 5,28% per tahun sepanjang
periode 2010 hingga 2018 dan memiliki tren yang cenderung terus menurun
dari tahun 2016 hingga 2018 (World Bank 2019). Terakhir, dari sisi nilai
cadangan devisa, Afrika Selatan memiliki nilai rata-rata cadangan devisa
sebesar 48 miliar USD per tahun sepanjang 2010 hingga 2018, dimana nilai
tersebut merupakan nilai rata-rata cadangan devisa terendah jika dibandingakan
dengan nilai rata-rata cadangan devisa keempat negara sampel penelitian yang
lain. Namun meskipun begitu, nilai cadangan devisa Afrika Selatan cenderung
terus mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2018 (World Bank 2019).
Kedua, Negara Brazil. Berdasarkan data stastistik yang diperoleh dari Word
Bank, memperlihatkan bahwa rata-rata nilai pertumbuhan GDP di Brazil
sepanjang periode 2010 hingga 2018 berada di angka 1,36% per tahun, dimana
angka tersebut bisa dibilang sangat kecil untuk negara yang masih berstatus
sebagai negara berkembang (World Bank 2019). Kemudian, dari sisi inflasi,
rata-rata tingkat inflasi di Brazil sepanjang periode 2010 hingga 2018 berada
diangka 6% per tahun dengan tren yang cenderung terus menurun dari tahun
2015 hingga 2018 (World Bank 2019). Adapun dari sisi nilai cadangan devisa,
Brazil memiliki nilai cadangan devisa rata-rata sepanjang periode 2010 hingga
2018 kurang lebih sebesar 356 miliar USD per tahun dan cenderung
memperlihatkan tren yang terus meningkat dari tahun 2015 hingga 2018 (World
Bank 2019).
Ketiga, Negara China. Berdasarkan data yang dirilis oleh World Bank,
memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pertumbuhan GDP China sepanjang
periode 2010 hingga 2018 berada di angka 7.79% per tahun dengan tren yang
6
cenderung terus mengalami penurunan sepanjang periode tersebut. Pada tahun
2010, angka pertumbuhan GDP China mencapai 10,6% per tahun, sedangkan
pada akhir tahun 2018, angka pertumbuhan GDP China hanya sebesar 6.6% per
tahun (World Bank 2019). Kemudian dari sisi inflasi, rata-rata tingkat inflasi di
China sepanjang periode 2010 hingga 2018 kurang lebih sebesar 2,56% per
tahun. Adapun sepanjang periode 2010 hingga 2018, tingkat inflasi tertinggi
yang dialami oleh China terjadi pada tahun 2011 dengan nilai sebesar 5,55%.
Sedangkan untuk tingkat inflasi terendahnya terjadi pada tahun 2015 dengan
nilai sebesar 1.44% (World Bank 2019). Selanjutnya, dari sisi nilai cadangan
devisa, data memperlihatkan bahwa nilai rata-rata cadangan devisa China
sepanjang tahun 2010 hingga 2018 kurang lebih sebesar 3,36 triliun USD
(World Bank 2019).
Keempat, Negara India. Berdasarkan data yang dirilis oleh World Bank,
india memiliki rata-rata pertumbuhan GDP sebesar 7.03% per tahun sepanjang
periode 2010 hingga 2018 dan cenderung mengalami tren yang terus menurun
dari tahun 2015 hingga 2018 (World Bank 2019). Kemudian dari sisi inflasi,
India memiliki nilai rata-rata tingkat inflasi tertinggi jika dibandingkan dengan
keempat negara sampel penelitian lainnya, yaitu sebesar 7,29% per tahun
sepanjang periode 2010 hingga 2018 (World Bank 2019). Terakhir, mengenai
nilai cadangan devisa, data memperlihatkan bahwa nilai rata-rata cadangan
devisa India tiap tahunnya kurang lebih sebesar 338 miliar USD sepanjang
periode 2010 hingga 2018. Adapun nilai cadangan devisa terbesar yang sempat
dimiliki oleh India yaitu terjadi pada tahun 2017 dengan nilai kurang lebih 412
miliar USD (World Bank 2019).
Kelima, Negara Indonesia. Berdasarkan data stastistik yang dirilis oleh
Word Bank, memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki nilai pertumbuhan
GDP rata-rata sepanjang periode 2010 hingga 2018 sebesar 5,46% per tahun
dan cenderung memiliki tren yang terus meningkat dari tahun 2015 hingga 2018
(World Bank 2019). Kemudian, dari sisi inflasi, Indonesia memiliki nilai rata-
rata tingkat inflasi yang cukup terkontrol sepanjang periode 2010 hingga 2018
yaitu berada di angka 4,94% per tahun dengan tren yang cenderung terus
7
menurun dari tahun 2013 hingga 2018 (World Bank 2019). Terakhir, dari sisi
nilai cadangan devisa, Indonesia memiliki nilai rata-rata tahunan cadangan
devisa kurang lebih sebesar 111 miliar USD sepanjang periode 2010 hingga
2018. Selain itu, nilai cadangan devisa Indonesia sepanjang periode tersebut
juga cenderung memiliki tren yang bergerak secara fluktuatif, yaitu berada pada
kisaran 96 miliar USD – 130 miliar USD per tahun (World Bank 2019).
Grafik 1.1 Persentase Utang Pemerintah Terhadap GDP
Sumber: (CEIC 2019)
Dan sebagai data pendukung tambahan, Grafik 1.1 memperlihatkan bahwa
kelima negara tersebut masih sering berhutang ke pihak swasta atau negara lain.
Dimana hal itu dapat dijadikan pertanda bahwa kelima negara tersebut benar
adanya masih kekurangan dana untuk aktivitas operasional sehari-hari atau
untuk modal pembangunan ekonomi tiap tahunnya. Dari grafik tersebut terlihat
bahwa persentase utang pemerintah terhadap GDP pada negara Indonesia,
China, Brazil, dan Afrika Selatan cenderung meningkat dari tahun 2015 hingga
2018. Hanya India yang cenderung memperlihatkan tren penurunan. Adapun
dari kelima negara tersebut, terlihat bahwa Brazil adalah negara yang memiliki
persentase utang pemerintah terhadap GDP terbesar dengan nilai mencapai
77,21% pada tahun 2018. Sedangkan persentase terendah di pegang oleh China
dengan nilai 16,62% pada tahun 2018. Namun meskipun nilainya hanya
27.46 28.35 29.4 29.78
65.569.86
74.0777.21
15.54 16.22 16.42 16.62
49.33 51.46 53.0256.71
46.47 46.88 45.14 45.62
101520253035404550556065707580
2015 2016 2017 2018
%
Persentase Utang Pemerintah Terhadap GDP
Indonesia Brazil China Afrika Selatan India
8
16.62%, sebenarnya nilai persentase tersebut tidaklah kecil jika melihat nilai
GDP China yang sangat besar.
Akhirnya berdasarkan barbagai penjelasan diatas, maka peneliti
memutuskan untuk menyusun skripsi dengan judul “PENGARUH
PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI, DAN NILAI CADANGAN
DEVISA TERHADAP PERGERAKAN YIELD OBLIGASI PEMERINTAH
PERIODE 2010 – 2018”
B. Rumusan Masalah
Terbatasnya jumlah pendapatan negara tentunya adalah sebuah
permasalahan yang dapat menghambat pembangunan ekonomi, dimana
umumnya hal tersebut dialami oleh negara berkembang dan terbelakang. Oleh
karena itu untuk melakukan pembangunan secara maksimal maka negara-
negara tersebut membutuhkan bantuan dana dari pihak swasta atau asing.
Bantuan dana tersebut dapat diperoleh dengan cara menerbitkan obligasi.
Pengumpulan dana bantuan melalui penerbitan obligasi juga dirasa lebih
menguntungkan bagi pemerintah dibandingakan melakukan pinjaman langsung
ke pihak swasta seperti IMF. Hal tersebut dikarenakan dengan lebih memilih
untuk menerbitkan obligasi maka pemerintah akan lebih leluasa dalam
mengatur nilai imbal hasil yang akan diberikan dan kapan waktu jatuh
temponya sehingga lebih mudah disesuaikan dengan kondisi negara.
Namun untuk memperoleh bantuan dana dengan cara menerbitkan obligasi
juga tidaklah mudah. Umumnya seorang investor hanya akan menanamkan
dana pada sektor investasi yang dapat memberikan nilai imbal hasil yang
menarik. Dalam dunia obligasi sendiri, nilai imbal hasil dari kepemilikan
obligasi digambarkan oleh nilai yield obligasi. Namun, dalam prakteknya nilai
yield cenderung bergerak secara fluktuatif sesuai dengan jumlah permintaan
dan penawaran di pasar. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi tantangan bagi
pemerintah untuk menjaga nilai yield obligasi tetap menarik di mata investor.
Adapun menurut sejumlah penelitian terdahulu bahwa jumlah permintaan dan
penawaran obligasi cenderung dipengaruhi oleh kondisi sejumlah variabel
ekonomi, seperti halnya nilai pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, tingkat suku
9
bunga, pergerakan kurs, dan nilai cadangan devisa negara. Namun dari
sejumlah penelitian tersebut, masih sering terjadi perbedaan pendapat ketika
penelitian tersebut dilakukan pada wilayah dan dengan metode penelitian yang
berbeda. Dari rumusan masalah tersebut maka peneliti ingin melakukan
penelitian ulang, namun pada negara yang berbeda, yaitu Afrika Selatan, Brazil,
China, India, dan. Indonesia. Dan berdasarkan rumusan masalah diatas maka
muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh variabel pertumbuhan GDP terhadap nilai yield
obligasi pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia
periode 2010 hingga 2018?
2. Bagaimana pengaruh variabel tingkat inflasi terhadap nilai yield obligasi
pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia periode
2010 hingga 2018?
3. Bagaimana pengaruh variabel nilai cadangan devisa terhadap nilai yield
obligasi pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia
periode 2010 hingga 2018?
4. Bagaimana pengaruh secara simultan dari variabel pertumbuhan GDP,
tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa negara terhadap nilai yield obligasi
pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia periode
2010 hingga 2018?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang akan menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendapatkan tingkat pengaruh dari variabel pertumbuhan GDP terhadap
nilai yield obligasi pada Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia
periode 2010 hingga 2018
2. Mengetahui tingkat pengaruh dari variabel tingkat inflasi terhadap nilai
yield obligasi pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan.
Indonesia periode 2010 hingga 2018
10
3. Menemukan tingkat pengaruh dari variabel nilai cadangan devisa terhadap
nilai yield obligasi pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan.
Indonesia periode 2010 hingga 2018
4. Memperoleh tingkat pengaruh secara simultan dari variabel pertumbuhan
GDP, tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa negara terhadap nilai yield
obligasi pada negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan. Indonesia
periode 2010 hingga 2018
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi Pemerintah Terkait
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan atau
referensi baru bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang lebih baik
dalam menjaga nilai yield obligasi supaya tetap menarik dimata investor
sehingga target pencapaian perolehan dana yang berasal dari penerbitan
obligasi dapat tercapai dan berdampak pada lancarnya proses pembangunan
ekonomi
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memperdalam
wawasan civitas akademik mengenai obligasi pemerintah serta memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan yield obligasi
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Terkait
1. Defisit Anggaran
Menurut (Anwar 2014) yang mengutip dari Suparmoko (2000),
menyatakan bahwa anggaran (budget) adalah sebuah keterangan terperinci
tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran yang diharapkan oleh
pemerintah sebuah negara dalam jangka waktu satu tahun kedepan. Disisi
pendapatan, umumnya pemerintah memperoleh pemasukan dari
penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, bantuan program, dan bantuan
proyek. Sedangkan untuk sisi pengeluaran, umumnya pengeluaraan
pemerintah ditujukan untuk aktivitas belanja pegawai, belanja barang,
subsidi, pembayaran bunga, dan pembayaran pokok hutang.
Pada dasarnya defisit anggaran terjadi ketika jumlah pengeluaran negara
lebih besar dari jumlah pendapatannya (Kunarjo 2001). Dimana hal tersebut
umumnya terjadi pada negara berkembang atau terbelakang yang ingin
melakukan pembangunan ekonomi secara masif, namun tidak didukung
dengan jumlah pendapatan yang cukup sehingga akhirnya memunculkan
anggaran pengeluaran yang lebih besar dari jumlah pendapatannya.
Adapun berdasarkan sejumlah sumber menyatakan bahwa defisit
anggaran dapat didefinisikan dalam beberapa konsep, sesuai dengan tujuan
dan model pencatatannya. Pertama, defisit konvensional. Defisit
konvensional adalah defisit yang diukur berdasarkan selisih antara total
belanja dengan total penghasilan termasuk hibah. Kedua, defisit moneter.
Defisit moneter adalah selisih antara total belanja pemerintah (di luar
pembayaran pokok utang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan
utang). Ketiga, defisit operasional, yaitu nilai defisit moneter yang diukur
dalam nilai riil dan bukan nilai nominal. Terakhir, defisit primer. Defisit
primer diartikan sebagai selisih antara pengeluaran pemerintah (tidak
termasuk pembayaran bunga utang) dengan seluruh penerimaan pemerintah
12
(tidak termasuk utang baru dan pembayaran cicilan utang) (Dornbusch
2008).
Kemudian, (Barro 1989) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya defisi anggaran, yaitu:
1) Aktivitas Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Tentunya dibutuhkan modal yang besar dalam mempecepat
pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah tidak mampu menutup modal
tersebut menggunakan dana yang tersedia di dalam negeri, maka
biasanya pemerintah akan meminjam dana dari luar negeri untuk
menghindari penutupan kekurangan dana dengan cara menaikkan pajak
karena hal tersebut tentunya akan membebankan warga negara.
2) Pemerataan Penghasilan Warga Negara
Salah satu tantangan pemerintah adalah menciptakan pemerataan
pendapatan. Jika kesenjangan pendapatan antara wilayah yang satu
dengan wilayah yang lain semakin tinggi. Maka hal tersebut dapat
memunculkan aksi protes dari warga negara yang hanya memperoleh
pendapatan rendah akibat minimnya fasilitas penunjang yang dibangun
oleh pemerintah di wilayah tersebut. Dimana hal tersebut tentunya dapat
mengancam kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh
karena itu, pemerintah membutuhkan dana ekstra untuk mewujudkan
pemerataan pendapatan di seluruh wilayah sehingga akhirnya semakin
memperbesar pengeluran pemerintah dan membuat defisit anggaran
semakin besar.
3) Melemahnya Nilai Tukar Mata Uang Negeri
Kasus ini akan cenderung berlaku pada negara yang sering
melakukan pinjaman langusng dalam bentuk mata uang asing. Ketika
nilai tukar mata uang dalam negeri semakin melemah sedangkan utang
harus dibayar dalam bentuk mata uang asing, maka jumlah uang yang
harus dikeluarkan pemerintah akan semakin besar untuk membayar
utang tersebut dan akhirnya semakin memperbesar nilai defisit
anggaran.
13
4) Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Ketika krisis terjadi maka tingkat pengangguran akan semakin
meningkat dan jumlah pendapatan pemerintah dari sektor pajak juga
akan semakin menurun akibat semakin melambatnya perekonomian.
Dan ketika semua itu terjadi maka beban pengeluaran pemerintah untuk
program-program pengentasan kemiskinan akan semakin besar dan
akhirnya berdampak pada semakin besarnya nilai defisit anggaran.
5) Realisasi yang Menyimpang dari Rencana
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dari yang telah
direncanakan dan cenderung lebih kecil dari perkiraan awal, maka
tentunya hal tersebut akan semakin memperbesar nilai defisit anggaran
jika nilai anggaran pengeluaran tidak dikurangi.
6) Pengeluaran Akibat Inflasi
Ketika tingkat inflasi tidak sesuai target yang direncanakan dan
cenderung lebih tinggi dari target awal, maka biaya pembangunan
proyek juga akan meleset dari rencana awal dan cenderung akan lebih
tinggi dari biaya yang telah dianggarkan sebelumnya. Dimana tentunya
hal tersebut akan berdampak pada semakin melebarnya nilai defisit
anggaran.
Selanjutnya, berikut ini adalah sejumlah cara yang umumnya dilakukan
pemerintah dalam menutup defisit anggaran belanja negara (Kunarjo 2001).
1) Dari sisi penerimaan
a. Meminjam dari perbankan dalam negeri
b. Menerbitkan obligasi
c. Meminjam dari luar negeri
d. Meningkatkan penerimaan pajak
e. Mencetak uang baru
2) Dari sisi pengeluaran
a. Mengurangi jumlah subsidi pada sektor konsumtif
b. Penghematan biaya pengeluaran rutin
c. Membuat skala prioritas pembangunan
14
d. Mengurangi pengeluaran pada sektor yang dirasa kurang produktif
dan tidak efisien
2. Investasi
Pada dasarnya investasi dapat didefinisikan sebagai aktivitas
penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan akan mendapatkan
profit di kemudian hari (Halim 2003). Adapun menurut (Hayati 2016),
investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas
yang dilakukan oleh seorang individu ataupun badan hukum dalam upaya
untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang
berwujud uang tunai, peralatan, aset tidak bergerak, hak atas kekayaan
intelektual, maupun keterampilan.
Dengan meningkatnya jumlah investasi yang masuk kedalam suatu
negara tentu hal tersebut merupakan angin segar bagi pemerintah yang
sedang giat melakukan pembangunan ekonomi. Dimana peningkatan
jumlah investasi tersebut tentunya dapat membantu pemerintah dalam
menanggulangi permasalahan defisit anggaran.
Berdasarkan sumber pemberi dana, secara garis besar investasi atau
penanaman modal dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Penamanan Modal
Asing dapat didefinisikan sebagai jenis investasi yang sumber dananya
diperoleh dari investor luar negeri, sedangkan Penananamn Modal Dalam
Negeri adalah jenis investasi yang sumber dananya diperoleh dari investor
dalam negeri.
Kemudian, menurut (Sunariyah 2006) secara teori terdapat 2 jenis aset
yang biasa dipakai sebagai sarana investasi, yaitu:
1) Real asset
Real asset merupakan investasi yang dilakukan dalam bentuk aset-
aset yang memiliki wujud nyata, seperti: perak, emas, real estate
(perumahan), dan karya seni.
2) Financial asset
15
Financial asset merupakan investasi yang dilakukan pada berbagai
jenis sektor keuangan atau surat berharga, seperti: deposito, saham,
obligasi, dan reksadana.
Dalam dunia investasi sendiri terdapat sebuah konsep yang sangat
mendasar yang perlu untuk dipahami oleh setiap investor, yaitu high risk
high return. Dimana hal tersebut dapat diartikan semakin tinggi risiko yang
ditanggung oleh seorang investor maka nilai imbal hasil yang akan
diperolehnya juga semakin tinggi.
Membahas mengenai risiko, investasi juga bisa dikategorikan kedalam
3 jenis menurut potensi risiko yang di tanggung, yaitu:
1) Investasi berisiko rendah
Contohnya: deposito dan reksadana pendapatan tetap
2) Investasi berisiko sedang/menengah
Contohnya: obligasi syariah, reksadana campuran, dan pasar uang
3) Investasi berisiko tinggi
Contohnya: saham dan reksadana saham (Hayati 2016).
Berikut ini adalah beberapa jenis risiko yang cenderung akan muncul
jika memilih melakukan investasi pada sektor keuangan (finansial), antara
lain:
1) Interest Rate Risk, yaitu risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat
suku bunga, terutama dalam sistem keuagan
2) Market Risk, yaitu risiko yang timbul akibat perubahan kondisi tren
pasar dari suatu jenis investasi yang berpengaruh terhadap pilihan
investasi lainnya secara menyeluruh.
3) Business Risk, yaitu risiko yang timbul akibat memilih suatu jenis usaha
pada bidang industri tertentu.
4) Inflation Risk, yaitu risiko yang timbul akibat kenaikan harga-harga
secara menyeluruh.
16
5) Liquidity Risk, yaitu risiko untuk suatu jenis produk keuangan tertentu
yang memiliki karakter yang mudah berpindah tangan atau mudah
diperdagangkan.
6) Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang berhubungan dengan fluktuasi
nilai tukar valuta asing dan berpengaruh pada nilai imbal hasil yang akan
diperoleh.
7) Country Risk, yaitu risiko yang timbul akibat fluktuasi stabilitas politik
suatu negara (Hayati 2016).
3. Obligasi
Menurut (Hartono 2017) obligasi adalah sebuah perjanjian yang
mewajibkan penerbit obligasi untuk membayar kembali pokok pinjaman
ditambah dengan bunga pinjaman dalam jangka waktu tertentu yang telah
disetujui oleh kedua pihak yang bersangkutan. Sedangkan menurut
(Indonesia Stock Exchange 2018) obligasi dapat diartikan sebagai surat
utang jangka menengah hingga panjang yang dapat dipindahtangankan,
yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan
berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu
yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
Pada dasarnya obligasi dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan
pihak penerbitnya, yaitu:
1) Corporate Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh sebuah
perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek.
2) Government Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
pusat
3) Municipal Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah (Hartono 2017).
Sebuah perusahaan atau korporasi umumnya menerbitkan obligasi
untuk memperoleh modal tambahan sehingga perusahaan tersebut dapat
melakukan pengembangan usaha. Sedangkan untuk pemerintah pusat,
17
penerbitan obligasi umumnya ditujukan untuk menutup defisit anggaran
negara dan untuk mengatur tingkat inflasi negara dengan cara mengatur
jumlah uang yang beredar. Ketika pemerintah pusat menerbitkan obligasi
maka jumlah uang beredar tentu akan berkurang dan berakibat pada
menurunannya tingkat inflasi negara. Terakhir untuk pemerintah daerah,
penerbitan obligasi biasanya ditujukan untuk keperluan membiayai proyek-
proyek yang mangalami kekurangan dana.
Selain berdasarnya pihak penerbitnya, obligasi juga dapat dibedakan
berdasarkan jenis kupon yang diterapkan, yaitu:
1) Coupon Bonds
Coupon Bonds, adalah obligasi yang melakukan pembayaran kupon
secara regular disamping juga membayar pokok saat jatuh tempo.
Adapun yang termasuk kedalam jenis Coupon Bonds, yaitu:
a. Fixed Rate Bonds, yaitu obligasi yang memiliki suku bunga (kupon)
tetap sampai dengan jatuh tempo. Dan kupon tersebut akan
dibayarkan secara periodik sesuai perjanjian awal.
b. Floating Rate Bonds/Variable Rate Bonds, yaitu obligasi yang
tingkat bunganya disesuaikan secara periodik berdasarkan tingkat
bunga treasury bills atau rata-rata deposito berjangka bank-bank
tertentu.
2) Zero Coupon Bonds
Zero Coupon Bonds, yaitu obligasi yang tidak melakukan
pembayaran kupon secara periodik namun hanya membayar pokok saat
jatuh tempo. Obligasi jenis ini juga biasa disebut dengan discount paper
karena dibeli dengan potongan harga (DJPPR Kemenkeu 2019).
Adapun dalam konsep lain obligasi juga dapat dibagi menjadi 2
berdasarkan jaminannya, yaitu:
1) Secured Bonds
Peneribt obligasi akan menjamin pembayaran obligasi jenis ini
dengan menggunakan kekayaan tertentu yang dimiliki oleh penerbit
18
atau dengan cara melibatkan pihak ketiga sebagai pihak penjamin.
Adapun berikut ini adalah beberapa jenis dari Secured Bonds.
a. Guaranted Bonds, yaitu obligasi yang pembayaran bunga dan
pokoknya dijamin oleh pihak ketiga, sesuai pada perjanjian diawal.
b. Mortgage Bonds, yaitu obligasi yang pembayaran bunga dan
pokonya dijamin dengan menggunakan aset tetap yang dimiliki oleh
pihak penerbit, seperti bangunan atau tanah.
c. Collateral Trust Bonds, yaitu obligasi yang pembayaran bunga dan
pokoknya dijamin dengan menggunakan efek yang dimiliki oleh
pihak penerbit obligasi, seperti : saham atau reksadana.
2) Unsecured Bonds
Yaitu obligasi yang tidak memberikan jaminan kepada pemegang
obligasi
Selanjutnya, membahas mengenai karakteristik obligasi. Berikut ini
adalah sejumlah karakteristik yang umumnya melekat pada obligasi, antara
lain:
1) Nilai Nominal/Nilai Pari (Par Value)
Nilai nominal adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan
dikembalikan kepada pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut
telah jatuh tempo
2) Kupon
Kupon adalah besaran bunga yang akan dibayarkan secara periodic,
yang dinyatakan dalam bentuk persentase tehadap nilai pari obligasi.
3) Tenor
Yaitu jangka waktu dari pertama kali obligasi diterbitkan hingga
obligasi tersebut jatuh tempo
4) Jatuh Tempo (maturity)
Jatuh tempo adalah waktu dimana penerbit obligasi harus
mengembalikan seluruh nilai nominal yang tertera di obligasi ditambah
dengan nilai bunga yang telah dijanjikan sebelumnya.
19
5) Indenture
Yaitu surat kesepakatan hukum antara penerbit obligasi dengan
perwalian obligasi yang mewakili pemegang obligasi. Dimana surat
kesepakatan tersebut berisi peraturan secara spesifik perihal persetujuan
pinjaman, yang mencakup uraian dari obligasi, hak pemegang obligasi,
hak penerbit obligasi, dan tanggung jawab perwalian.
6) Peringkat Obligasi
Pada dasarnya setiap obligasi yang diterbitkan oleh korporasi
maupun pemerintah memiliki rating tertentu yang menggambarkan
tingkat risiko-nya. Dimana umumnya rating obligasi tersebut
diterbitkan oleh sebuah lembaga jasa pemeringkat yang telah dipercaya
kredibilitasnya. Dengan adanya rating tersebut, maka investor akan
lebih mudah dalam menilai tingkat risiko setiap obligasi yang tersedia
di pasar.
4. Yield
Menurut (Hartono 2017) Yield adalah imbal hasil dari obligasi. Adapun
menurut (DJPPR Kemenkeu 2019) Yield dapat dimaknakan sebagai
keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam bentuk persentase per
tahun. Yield sendiri secara teori memiliki hubungan negatif dengan harga
obligasi. Jadi ketika harga obligasi naik maka yield obligasi akan cenderung
turun dan sebaliknya.
Sedikit membahas mengenai harga obligasi. Pada dasarnya konsep
harga obligasi digambarkan dalam bentuk persentase dari nilai nominal
obligasi tersebut. Berbeda halnya dengan saham yang harganya
digambarkan dalam bentuk mata uang. Berikut ini adalah beberapa
kemungkinan posisi harga obligasi yang ditawarkan di pasar.
1) Par (nilai pari), yaitu posisi dimana harga obligasi sama dengan nilai
nominalnya. Contoh : Pemerintah Indonesia menawarkan sebuah
obligasi yang bernilai nominal Rp.20 juta dengan harga jual 100%,
20
maka dapat dikatakan bahwa harga obligasi tersebut senilai Rp.20 juta,
yaitu berasal dari 100% x Rp.20 juta = Rp.20 juta
2) At Premium (dengan premi), yaitu posisi dimana harga obligasi lebih
tinggi dari nilai nominalnya. Contoh : Pemerintah Indonesia
menawarkan sebuah obligasi yang bernilai nominal Rp.30 juta dengan
harga jual 110%, maka dapat dikatakan bahwa harga obligasi tersebut
adalah Rp.33 juta, yaitu berasal dari 110% x Rp.30 juta = Rp.33 juta.
3) At Discount (dengan discount), yaitu posisi dimana harga obligasi lebih
rendah dari nilai nominalnya. Contoh : Pemerintah Indonesia
menawarkan sebuah obligasi yang bernilai nominal Rp.40 juta dengan
harga jual 80%, maka dapat dikatakan bahwa harga obligasi tersebut
adalah Rp.32 juta, yaitu berasal dari 80% x Rp.40 juta = Rp.32 juta
(Tandelilin 2010)
Kembali membahas mengenai yield obligasi. Menurut (Tandelilin 2010)
terdapat beberapa jenis metode yang digunakan oleh investor dalam
mengukur besaran nilai yield obligasi, diantaranya:
1) Nominal Yield
Nominal Yield umumnya dikenal dengan istilah tingkat kupon.
Metode ini dihitung dengan cara membagi nilai pengahasilan tahunan
dengan nilai nominal obligasi.
Tingkat Kupon =Nilai Penghasilan Tahunan
Nilai Nominal Obligasi
2) Current Yield
Metode ini dihitung dengan cara membagi nilai pengahasilan
tahunan dengan harga obligasi terbaru.
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 =Nilai Penghasilan Tahunan
Harga Obligasi Terbaru
21
3) Yield To Maturity (YTM)
Yaitu tingkat pendaptan yang akan diperoleh oleh pemegang
obligasi ketika obligasi tersebut dipertahankan hingga jatuh tempo.
Adapun metode ini dihitung dengan cara sebagai berikut.
Dimana:
YTM* = Nilai Yield To Maturity
P = Harga obligasi pada saat ini (t=0)
n = Tenor obligasi
Ci = Nilai pendapatan bunga per tahun
Pp = Nilai nominal obligasi
4) Yield To Call (YTC)
Yaitu yield yang diperoleh pada obligasi yang dapat dibeli kembali
oleh penerbit obligasi sebelum jatuh tempo. Umumnya hal ini bisa
terjadi jika penerbit obligasi berani menawar obligasi tersebut diatas
harga pasar saat itu. Berikut ini adalah model perhitungan untuk metode
Yield To Call.
Dimana:
YTC* = Nilai Yield To Call
P = Harga obligasi pada saat ini (t=0)
n = Jumlah tahun sampai dengan yield to call terdekat
Ci = Nilai pendapatan bunga per tahun
Pc = Nilai call price obligasi
22
5) Realized (horizon) Yield
Yaitu menggambarkan tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh
investor pada sebuah obligasi jika obligasi tersebut dijual sebelum
waktu jatuh tempo. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk
menghitung Realized (horizon) Yield.
Dimana:
RY* = Nilai Realized (horizon) Yield
P = Harga obligasi pada saat ini (t=0)
n = Tenor obligasi
Ci = Nilai pendapatan bunga per tahun
Pf = Estimasi harga obligasi dimasa yang akan datang
5. Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB)
adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir (final) yang diproduksi
oleh sebuah negara dalam periode waktu tertentu (Mankiw 2010). Adapun,
menurut (Sulasmiyati 2018) yang mengutip dari Latumaerissa (2015), GDP
dapat diartikan sebagai total nilai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu negara dalam periode tertentu, termasuk barang dan jasa yang
diproduksi oleh perusahaan milik warga negara tersebut maupun milik
warga negara asing yang berdomisili di negara bersangkutan. Sedangkan,
menurut (Bank Indonesia 2016) GDP merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu negara tertentu dalam periode
tertentu.
Gross Domestic Product merupakan salah satu indikator penting untuk
mengetahui perkembangan perekonomian di suatu negara dalam suatu
periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku atau atas dasar harga konstan
(Bank Indonesia 2016).
23
GDP atas dasar harga berlaku memproyeksikan nilai tambah barang dan
jasa yang dikalkulasi menggunakan harga yang berlaku di setiap tahun.
GDP atas dasar harga berlaku umumnya dimanfaatkan untuk memlihat
pergerakan dan struktur ekonomi suatu negara.
Adapun GDP atas dasar harga konstan memproyeksikan nilai tambah
barang dan jasa yang dikalkulasi menggunakan harga yang berlaku pada
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar, sehingga dalam konsep ini yang
berubah hanyalah jumlah produksinya saja. GDP atas dasar harga konstan
umumnya dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan sumber daya yang
tersedia dalam memacu pertumbuhan ekonomi secara rill dari tahun ke
tahun (Bank Indonesia 2016).
Selain itu, GDP juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
harga, yaitu dengan cara menggunakan perhitungan deflator GDP
(perubahan harga implisit). Perubahan harga implisit adalah rasio antara
GDP atas dasar harga berlaku dengan GDP atas dasar harga konstan. Untuk
lebih jelasnya dapat melihat pada rumus dibawah ini (Bank Indonesia
2016).
𝐺𝐷𝑃 𝐷𝑒𝑓𝑙𝑎𝑡𝑜𝑟 =𝑁𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝐺𝐷𝑃
𝑅𝑒𝑎𝑙 𝐺𝐷𝑃 𝑥 100%
Kemudian, berdasarkan teori bahwa nilai GDP juga dapat dilihat
berdasarkan nilai GDP per penduduk atau biasa disebut dengan istilah GDP
per kapita. Dimana nilai GDP per kapita dapat diperoleh dengan cara
membagi nilai GDP nasional dengan jumlah penduduk yang berdomisili di
negara tersebut. Dengan menggunakan perhitungan GDP per kapita, maka
dapat dilihat rata-rata pendapatan atau pengeluaran setiap penduduk di
negara tersebut selama periode tertentu.
Selanjutnya, secara konseptual perhitungan GDP dapat dilakukan
dengan cara menggunakan 3 jenis pendekatan, antara lain
1) Pendekatan Pendapatan
24
Berdasarkan pendekatan pendapatan, nilai GDP dapat diperoleh
dengan cara menjumlahkan tingkat balas jasa bruto (belum dikurangi
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya) yang diperoleh oleh
sejumlah faktor produksi yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa
bentuk balas jasa yang umumnya digunakan untuk menghitung nilai
PDB, antara lain: upah atau gaji, biaya sewa tahah/bangunan, bunga
modal, dan profit. Kemudian, dalam pendekatan ini, GDP juga
mencakup nilai penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tidak
langsung dikurangi subsidi)
2) Pendekatan Pengeluaran
Berdasarkan pendekatan pengeluaran, nilai GDP dapat diperoleh
dengan cara menjumlahkan sejumlah nilai variabel ekonomi berikut ini,
antara lain: nilai pengeluran konsumsi rumah tangga dan lembaga non
profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), nilai pengeluaran
pemerintah, nilai investasi, perubahan inventori, dan nilai ekspor
dikurang impor (ekspor neto).
3) Pendekatan Produksi
Berdasarkan pendekatan produksi, nilai GDP dapat dihitung dengan
cara menjumlahkan seluruh nilai tambah (value added) atas barang dan
jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu negara selama
satu periode tertentu (umumnya per triwulan atau per tahun). Dimana
nilai tambah disini merupakan selisih antara nilai produksi (output)
dengan biaya antara (input) yang dapat berupa bahan dasar dan bahan
penunjang yang dimanfaatkan dalam proses produksi.
Berikutnya GDP juga dapat dikelompokkan ke dalam 7 komponen
berdasarkan penggunaannya, yaitu:
1) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua pengeluaran
untuk konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto
barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama periode
tertentu.
25
2) Pengeluaran lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT),
mencakup kegiatan dan pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga
nirlaba yang konsentrasi konsumernya adalah rumah tangga.
3) Pengeluaran pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja
pegawai, belanja dan biaya penyusutan barang, baik pemerintah pusat
maupun daerah. Tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan
jasa yang dihasilkan. Data yang digunakan merupakan realisasi APBN.
4) Nilai investasi domestik, mencakup pembuatan dan pembelian barang-
barang modal baru atau bekas yang berasal dari dalam maupun luar
negeri
5) Perubahan investor. Merupakan perubahan stok dikalkulasi dari GDP
hasil penjumlahan nilai tambah bruto sektoral dikurangi komponen
permintaan akhir lainnya.
6) Ekspor Barang dan Jasa, yaitu ekspor barang yang dinilai berdasarkan
harga free on board (fob).
7) Impor Barang dan Jasa, yaitu impor barang yang dinilai berdasarkan
konsep cost insurance freight (cif) (Bank Indonesia 2016).
6. Inflasi
Menurut (Mankiw 2010) inflasi disebut sebagai kenaikan harga yang
bersifat menyeluruh. Adapun menurut (Astiyah 2009) inflasi merupahan
suatu kecenderungan meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara
umum dan terus menerus. Sedangkan, (Ambarini 2015) berpendapat bahwa
inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-
menerus.
Dari sejumlah definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
suatu perekonomian dikatakan sedang mengalami inflasi jika ketiga
indikator berikut ini terpenuhi, antara lain:
1) Adanya kenaikan harga
Maksud dari kenaikan harga adalah bahwa harga saat ini lebih mahal
dari harga sebelumnnya.
26
2) Kenaikan harga bersifat umum
Maksud dari bersifat umum adalah bahwa kenaikan harga pada
komoditi tertentu diikuti oleh kenaikan harga komoditi lainnya.
3) Berlangsung secara terus-menerus atau berkelanjutan
Artinya bahwa kenaikan harga tersebut terjadi secara terus menerus
atau berkelanjutan (tidak bersifat sesaat).
Jadi, ketika terdapat fenomena kenaikan harga komoditas namun hanya
terjadi pada komoditi tertentu saja atau tidak bersifat umum maka fenomena
tersebut tidak termasuk kedalam kategori inflasi. Kemudian jika terdapat
fenomena kenaikan harga komoditi secara umum namun tidak bersifat
terus-menurus atau hanya bersifat sementara akibat adanya event tertentu
seperti lebaran, maka fenomena tersebut juga tidak termasuk kedalam
kategori inflasi.
Menurut (Ambarini 2015) bahwa inflasi dapat dibedakan berdasarkan
beberapa jenis berdasarkan sejumlah kategori. Antara lain:
1) Berdasarkan tingkat keparahannya, antara lain:
a. Inflasi ringan, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan dibawah 10%
dalam 1 tahun
b. Inflasi sedang, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan diantara 10%
- 30% dalam setahun
c. Inflasi beras, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan diatas 30% -
100% dalam setahun
d. Hiper inflasi, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan diatas 100%
dalam setahun
2) Berdasarkan tingkat laju inflasi, antara lain:
a. Mild inflation < 10% per tahun
b. Moderate inflation 10% -< 30% per tahun
c. High inflation 30% - 100% per tahun
d. Sky rockering / hyper inflation > 100% per tahun
3) Berdasarkan sifatnya, antara lain:
27
a. Greeping inflation, yaitu inflasi yang bersifat merayap, laju inflasi
rendah / ringan (< 10% per tahun)
b. Galloping inflation, yaitu inflasi moderat. Tinggi, jangka pendek,
akseleratif, dobel digit, tripel digit.
c. Hyper inflation, yaitu inflasi yang terjadi dengan sangat cepat.
4) Berdasarkan asal-usul inflasi, antara lain:
a. Domestic inflation, Inflasi ini cenderung disebabkan karena adanya
sejumlah aktivitas ekonomi yang terjadi di dalam negeri seperti
defisit APBN, gagal panen, dan bencana alam.
b. Imported inflation, Inflasi ini terjadi dikarenakan adanya pengaruh
kenaikan harga dari luar negeri, terutama kenaikan harga barang-
barang impor yang umumnya digunakan sebagai bahan baku
produksi, akibatnya biaya produksi dalam negeri akan naik dan
menyebabkan perusahaan tersebut terpaksa untuk menaikkan harga
jual barangnya.
5) Berdasarkan kebijakan pemerintah, antara lain:
a. Underlying domestic / core / inertial inflation, yaitu inflasi yang
terjadi karena adanya kenaikan harga barang yang ditentukan oleh
pemerintah, serperti: bahan bakar minyak dan sembako.
b. Policy induced inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena kebijakan
moneter dan fiskal yang bersifat ekspansif.
Berikut ini adalah sejumlah teori tentang inflasi, antara lain:
1) Teori Kuantitas (Irving Fisher)
Berdasarkan teori ini, bahwa ketika jumlah penawaran uang
meningkat maka tingkat harga secara umum juga akan meningkat.
2) Teori Keynes
Berdasarkan teori ini, bahwa inflasi terjadi karena ada sebagian
orang yang menginginkan untuk hidup diluar batas kemampuan
ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki
28
di antara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian lebih
besar dari yang seharusnya disediakan oleh masyarakat tersebut.
3) Teori Strukturalis
Menurut teori ini, bahwa inflasi yang terjadi pada negara
berkembang disebabkan oleh sejumlah kondisi struktur ekonomi negara
tersebut yang kurang baik, diantaranya: ketidakelastisan penerimaan
ekspor, ketidakelastisan penawaran atau produksi di negara tersebut
(Ambarini 2015).
Adapun, berikut ini adalah sejumlah faktor penyebab munculnya inflasi
disuatu negara, antara lain:
1) Demand-Pull Inflation
Demand-Pull Inflation terjadi ketika jumlah permintaan total
meningkat sedangkan jumlah output produksi sudah maksimal namun
cenderung masih tidak dapat memenuhi seluruh permintaan yang ada.
Hal tersebut akan menyebabkan fenomena kelangkaan. Ketika terjadi
kelangkaan maka persaingan untuk mendapatkan output tersebut akan
semakin kekat sehingga harga akan cenderung naik
2) Cost-Push Inflation
Cost-Push Inflation terjadi ketika biaya produksi meningkat akibat
kenaikan harga faktor produksi. Ketika hal itu tejadi maka jumlah
produksi cenderung akan berkurang seiring dengan menurunnya
kemampuan produksi. Ketika jumlah produksi berkurang maka
pembagian beban biaya produksi pada setiap hasil produksi akan
meningkat dan menyebabkan harga output cenderung akan naik
(Ambarini 2015).
Pada dasarnya inflasi akan memberikan efek terhadap aktivitas
pemerintahan maupun kondisi politik. Berikut ini adalah sejumlah efek
yang akan ditimbulkan oleh inflasi, antara lain:
1) Efek terhadap pendapatan
29
Inflasi cenderung akan memangkas nilai pendapatan rill seseorang,
baik yang berasal dari upah kerja, bunga simpanan (deposito), atau
imbal hasil investasi.
2) Efek terhadap efisiensi
Inflasi cenderung akan meningkatkan biaya produksi sehingga
membuat aktivitas produksi menjadi kurang efisien.
3) Efek terhadap output
Ketika Inflasi terjadi maka ada kecenderungan kenaikan harga
bahan baku produksi. Ketika itu terjadi maka kemampuan produksi
perusahaan cenderung akan turun dan membuat jumlah output yang
dapat dihasilkan juga akan ikut menurun (Nopirin 2010).
Dan berikut ini adalah beberapa kebijakan yang umumnya dilakukan
oleh pemerintah untuk mengatasi atau mengurangi tingkat inflasi, antara
lain:
1) Kebijakan fiskal ekspansif
Kebijakan fiskal ekspansif umumnya dilakukan pemerintah dengan
cara meningkatkan nilai subsidi harga sejumlah komoditas sehingga
harga dipasar dapat ditekan.
2) Kebijakan moneter kontraktif
Kebijakan moneter kontraktif umumnya dilakukan pemerintah
dengan cara menaikkan suku bunga simpanan sehingga menarik pelaku
ekonomi untuk meningkatkan nilai simpanannya di bank, dimana hal
tersebut dapat membuat jumlah uang beredar semakin sedikit sehingga
dapat menekan laju inflasi
3) Kebijakan lainnya, seperti menetapkan harga eceran tertinggi
7. Cadangan Devisa
Cadangan devisa juga biasa disebut dengan istilah international
reserves and foreign currency liquidiry (IRFCL) atau official reserve assets.
Menurut (Gandhi 2006) yang mengutip dari IMF, bahwa cadangan devisa
30
dapat didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh
otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu, guna membiayai
ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas
moneter dengan melakukan intevensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan
lainnya.
Cadangan devisa dituntut harus bisa dipergunakan kapanpun ketika
diperlukan, maka dari itu umumnya cadangan devisa berwujud mata uang
asing, emas, atau tagihan jangka pendek kepada bukan penduduk yang
bersifat likuid (bisa dicairkan sebelum jangka waktu satu tahun) atau mudah
diperjualbelikan. Jadi jika ada aset yang tidak dikuasai pemerintah atau
terikat persyaratan tertentu untuk jangka waktu yang lebih dari satu tahun
maka tidak termasuk sebagai cadangan devisa (Gandhi 2006).
Berikut ini adalah sejumlah konponen detail dari cadangan devisa
(Gandhi 2006), antara lain :
1) Emas moneter (monetary gold)
Emas moneter adalah persediaan emas yang dimiliki oleh otoritas
moneter berupa emas batangan yang sudah memenuhi standar
internasional, emas murni, dan mata uang emas yang tersedia baik di
dalam negeri maupun luar negeri.
2) Special Drawing Rights (SDR)
SDR merupakan fasilitas alokasi dana yang diberikan oleh IMF
kepada anggotanya. Adapun tujuan dari diciptakannya SDR adalah
untuk menambah likuiditas internasional.
3) Reserve Position in the Fund (RPF)
RPF adalah cadangan devisa dari suatu negara yang berada di
rekening IMF dan memperlihatkan posisi kekayaan dan tagihan negara
tersebut kepada IMF sebagai hasil transaksi negara tersebut dengan
IMF.
4) Valuta asing (foreign exchange)
a. Uang kertas asing (convertible currencies) dan simpanan (deposito)
31
b. Surat berharga : penyertaan, saham, obligasi, dan instrument pasar
uang lainnya
c. Derivatif keuangan
5) Tagihan lainnya
Pencatatan nilai cadangan devisa umumnya didasarkan pada harga
pasar, yaitu kurs pasar yang berpengaruh ketika terjadi transaksi. Harga
pasar untuk tagihan seperti penyertaan dan SDR ditentukan oleh IMF.
Transaksi emas moneter ditentukan oleh harga pasar yang mendasarinya.
Sedangkan mengenai penilaian posisi cadangan devisa dipergunakan harga
pasar yang berpengaruh pada akhir periode (Gandhi 2006).
Kemudian, berikut ini adalah sejumlah tujuan dari kepemilikan
cadangan devisa oleh suatu negara, antara lain:
1) Sebagai alat kebijakan moneter terutama untuk menstabilkan fluktuasi
nilai tukar.
2) Untuk meningkatkan kepercayaan pelaku pasar bahwa negara sanggup
memenuhi kewajibannya terhadap pihak luar negeri.
3) Menolong pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan kewajiban
untuk melunasi utang luar negeri.
4) Membiayai transaksi yang tercantum di dalam neraca pembayaran.
5) Memperlihatkan bahwa negara memiliki kekayaan dalam bentuk aset
eksternal untuk menjamin mata uang dalam negeri.
6) Sebagai cadangan dana yang dapat dipergunakan ketika terjadi keadaan
darurat.
7) Sebagai salah satu sumber investasi (Gandhi 2006).
32
B. Tinjauan Kajian Terdahulu
Tabel 1.1 Tinjauan Kajian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Tiyas Ardian
Saputra dan
Prasetiono
(2014)
Analisis Faktor-
Faktor yang
Mempengaruhi
Yield Obligasi
Konvesional Di
Indonesia (Studi
Kasus Pada
Perusahaan
Listed di BEI)
Yield Obligasi; BI
Rate; Inflasi; GDP
Indonesia; Peringkat
Obligasi
Regresi Linier
Berganda
BI rate dan inflasi memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap yield
obligasi. Sedangkan GDP
dan peringkat obligasi
memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap
yield obligasi. Terakhir,
secara bersama-sama
variabel BI rate, inflasi,
GDP, dan peringkat obligasi
memiliki dampak yang
signifkan terhadap yield
obligasi.
33
2 Devi Yuliawati
dan A.A. Gede
Suarjaya
(2017)
Pengaruh Umur
Obligasi,
Tingkat Suku
Bunga, dan
Inflasi Pada
Imbal Hasil
Obligasi
Pemerintah Di
BEI
Imbal Hasil
Obligasi; Umur
Obligasi; Tingkat
Suku Bunga; Inflasi
Regresi Linier
Berganda
Umur obligasi dan Inflasi
berpengaruh tidak
signifikan terhadap imbal
hasil obligasi. Sedangkan,
tingkat suku bunga
memberikan pengaruh
positif dan signifikan
terhadap imbal hasil
obligasi
3 Ahmad Idham
(2014)
Analisis Faktor
Determinan
Yang
Mempengaruhi
Yield Obligasi,
Studi Empiris
Pemerintah
Indonesia,
Yield Obligasi;
Cadangan Devisa;
Inflasi; BI Rate;
Nilai Tukar; Harga
Minyak
VECM Cadangan devisa, BI rate,
dan Kurs memiliki pengaruh
positif dan signifikan
terhadap yield obligasi
pemerintah; sedangkan
inflasi (IHK) dan Harga
Minyak memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
34
2009;1 –
2013;12
terhadap yield obligasi
pemerintah.
4 Rio Putri
Paramita dan
Irene Rini
Demi
Pangestuti
(2016)
Determinan
Yield Obligasi
Pemerintah
Tenor 5 Tahun
Dengan
Menggunakan
Model Egarch
Pada Negara
Indonesia,
Malaysia,
Thailand, dan
Filipina
Yield Obligasi;
Tingkat Suku
Bunga; Harga
Minyak; Nilai
Tukar; Cadangan
Devisa
EGARCH Harga minyak dan nilai
tukar memiliki pengaruh
positif dan signifikan pada
yield obligasi pemerintah
untuk seluruh negara sampel
penelitian; tingkat suku
bunga memiliki pengaruh
positif dan signifikan
terhadap yield obligasi
pemerintah Indonesia dan
Thailand; inflasi memiliki
pengaruh positif dan
signifikan pada yield
obligasi pemerintah
Malaysia dan Thailand;
tingkat cadangan devisa
35
memiliki pengaruh negatif
dan signifikan pada yield
obligasi pemerintah
Indonesia dan Thailand.
5 Ichsan Ghazali
Syamni
Nurlela (2013)
Dampak BI Rate,
Tingkat Suku
Bunga, Nilai
Tukar, Dan
Inflasi Terhadap
Nilai Obligasi
Pemerintah
Nilai Obligasi
Pemerintah; BI Rate;
Tingkat Suku
Bunga; Nilai Tukar;
Inflasi
Regresi Linier
Berganda
Secara parsial hanya nilai
tukar yang tidak signifikan
mempengaruhi nilai obligasi
pemerintah
6 Yu Hsing
(2015)
Determinants of
the Government
Bond Yield in
Spain: A
Loanable Funds
Model
Yield Obligasi
Pemerintah;
Treasury Bill Yield;
Yield Obligasi US 10
Tahun; Pertumbuhan
GDP; Tingkat
Inflasi; Kurs
EGARCH Rasio utang pemerintah
terhadap GDP, treasury bill
yield, tingkat inflasi, yield
obligasi US 10 tahun, dan
krisis utang pemerintah
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap yield
36
EUR/USD; Rasio
Utang Pemerintah
terhadap GDP;
Krisis Utang
Pemerintah
obligasi pemerintah;
sedangkan pertumbuhan
GDP dan nilai kurs
EUR/USD memiliki
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap yield
obligasi pemerintah
7 Lena
Malesevic
Perovic (2015)
The impact of
fiscal position on
government bond
yields in CEE
countries
Yield Obligasi
Pemerintah, Rasio
Utang Pemerintah
terhadap GDP,
Rasio Defisit
terhadap GDP,
Pertumbuhan GDP,
Inflasi, Tingkat Suku
Bunga Pasar Uang
Regresi Linier
Berganda
Rasio utang pemerintah
terhadap GDP dan tingkat
suku bunga pasar uang
memiliki pengaruh positf
dan signifikan terhadap
yield obligasi pemerintah;
sedangkan rasio defisit
terhadap GDP,
pertumbuhan GDP, dan
inflasi memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
37
terhadap yield obligasi
pemerintah
8 Joseph W.
Gruber dan
Steven B.
Kamin (2012)
Fiscal Positions
and Government
Bond Yield in
OECD Countries
Yield Obligasi
Pemerintah; Tingkat
Suku Bunga Pasar
Uang; Pertumbuhan
GDP; inflasi; Total
Utang Pemerintah
Regresi Linier
Berganda
Tingkat suku bunga pasar
uang, pertumbuhan GDP,
inflasi, dan total utang
pemerintah memiliki
pengaruh positf dan
signifikan terhadap yield
obligasi pemerintah
9 Sri Hari Naidu
A., Phanindra
Govari, dan
Bandi
Kamaiah
(2016)
Determinants of
sovereign bond
yields in
emerging
economics: Some
panel inferences
Yield Obligasi
Pemerintah; Yield
US Treasury 10
tahun; Rasio Utang
Pemerintah terhadap
GDP; Tingkat Suku
Bunga Rill; Indeks
Volatilitas; Fed
Dynamic Ordinary
Least Squares
(DOLS)
Yield US treasury 10 tahun,
rasio utang pemerintah
terhadap GDP, tingkat suku
bunga rill, dan indeks
volatilitas ditemukan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap yield
obligasi pemerintah; fed
rate dan harga minyak
38
Rate; Harga Minyak,
Inflasi
ditemukan memberikan
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap yield
obligasi pemerintah; inflasi
ditemukan memberikan
pengaruh negatif namun
tidak signifikan terhadap
yield obligasi pemerintah.
10 S. A. Bhat, G.
Shanmugasund
aram, dan P.
Fahad (2016)
Impact of
Interest Rate,
Exchange Rate,
and Consumer
Price Index on
Government
Bond Return of
India
Yield Obligasi
Pemerintah; Tingkat
Suku Bunga; Nilai
Tukar; Indeks Harga
Konsumer (inflasi)
Ordinary Least
Square (OLS)
Tingkat suku bunga dan
nilai tukar memilki
pengaruh negatif terhadap
yield obligasi pemerintah;
indeks harga konsumer
(inflasi) memiliki pengaruh
positif terhadap yield
obligasi pemerintah
39
C. Hubungan Antar Variabel
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, bahwa peneliti
ingin melakukan penelitian tentang pengaruh dari variabel Pertumbuhan GDP,
Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan Devisa terhadap Pergerakan Yield Obligasi
Pemerintah periode 2010 – 2018. Berikut ini adalah sejumlah penjabaran
singkat mengenai hubungan antar variabel penelitian.
1. Hubungan antara Pertumbuhan GDP dengan Yield Obligasi Pemerintah
Pertumbuhan GDP adalah salah satu indikator ekonomi yang sering
digunakan untuk mengukur tingkat kecepatan pergerakan ekonomi suatu
negara. Ketika pertumbuhan GDP tinggi maka itu adalah pertanda bahwa
pergerakan ekonomi sedang bergerak secara cepat. Sedangkan cepat dan
tidaknya pergerakan ekonomi cenderung ditentukan oleh aktivitas ekonomi,
seperti: konsumsi, produksi dan pembangunan ekonomi. Ketika aktivitas
konsumsi dan produksi bergerak sacara lancar maka pajak yang diperoleh
dari adanya aktivitas konsumsi dan produksi juga akan lancar sehingga
pendapatan negara tidak terganggu atau berkurang. Sedangkan, ketika
aktivitas pembangunan ekonomi sedang giat dilakukan maka itu adalah
pertanda bahwa kedepannya perekonomian negara tersebut cenderung akan
semakin baik seiring dengan semakin berkualitasnya sumber daya manusia
dan fasilitas pendukung yang tersedia.
Ketika pendapatan negara bergerak secara lancar dan adanya ekspektasi
peningkatan kualitas perekonomian kedepannya tentu itu akan membuat
investor semakin percaya diri untuk melakukan investasi di negara tersebut,
termasuk investasi dalam bentuk obligasi negara. Ketika tingkat
kepercayaan investor naik, maka tentunya tingkat permintaan obligasi juga
akan naik dan membuat harga obligasi juga ikut naik sedangkan yield
cenderung akan menurun. Jadi dapat diasumsikan bahwa ketika tingkat
pertumbuhan ekonomi semakin tinggi maka yield obligasi cenderung akan
semakin rendah
40
2. Hubungan antara Tingkat Inflasi dengan Yield Obligasi Pemerintah
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang secara
menyeluruh dan berkelanjutan. Menurut Tandelilin bahwa peningkatan
inflasi dapat berdampak pada penurunan nilai rill pendapatan bunga obligasi
yang akan diperoleh oleh investor. Oleh karena itu, ketika inflasi naik,
investor cenderung akan mengharapkan nilai yield yang lebih tinggi.
Dengan adanya risiko penurunan nilai rill pendapatan bunga obligasi
tentunya akan berdampak pada penurunan tingkat permintaan obligasi
sehingga membuat harga obligasi semakin turun, sedangkan nilai yield
obligasi semakin naik. Jadi dapat diasumsikan bahwa ketika inflasi naik
maka yield obligasi cenderung akan naik.
3. Hubungan antara Nilai Cadangan Devisa dengan Yield Obligasi Pemerintah
Cadangan devisa dapat diartikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang
dikuasi oleh otoritas moneter dan cenderung bersifat likuid atau mudah
diperjualbelikan. Umumnya cadangan devisa dimanfaatkan untuk aktivitas
pembayaran transaksi impor ekspor barang dan jasa. Namun selain itu,
cadangan devisa juga dapat digunakan untuk menunjang kebijakan moneter
dan membayar hutang pemerintah. Oleh karena itu, maka dapat dikatakan
bahwa ketika nilai cadangan devisa yang dimiliki semakin tinggi maka
tingkat kemampuan pemerintah dalam membayar hutang-hutangnya juga
akan semakin tinggi, termasuk hutang dari penerbitan obligasi. Dengan
semakin tingginya kemammpuan pemerintah dalam membayar hutang
maka tentunya akan membuat investor semakin percaya kepada pemerintah
sehingga jumlah permintaan obligasi meningkat dan berakibat pada
semakin tingginya harga obligasi. Dimana ketika harga obligasi naik maka
nilai yield cenderung akan turun. Jadi dapat diasumsikan bahwa ketika nilai
cadangan devisa semakin tinggi maka nilai yield akan semakin rendah.
41
D. Kerangka Berpikir
PENGARUH PERTUMBUHAN GDP, TINGKAT INFLASI, DAN
NILAI CADANGAN DEVISA TERHADAP PERGERAKAN YIELD
OBLIGASI PEMERINTAH AFRIKA SELATAN, BRAZIL, CHINA,
INDIA, DAN INDONESIA PERIODE 2010 – 2018
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Pertumbuhan GDP
(X1)
Tingkat Inflasi
(X2)
Nilai Cadangan Devisa
(X3)
Yield Obligasi Pemerintah
(Y)
Teori
1. Teori Obligasi oleh
Jogiyanto dan Tandelilin
2. Teori Pertumbuhan
Ekonomi oleh Mankiw
dan Dornbusch
3. Teori Inflasi oleh
Mankiw dan Nopirin
4. Teori Cadangan Devisa
oleh Gandhi
Penelitian Terdahulu
1. Tiyas Adian Putra dan Prasetiono
2. Ahmad Idham
3. Devi Yuliawati dan A.A. Gede S.
4. Rio Putri P. dan Irene Rini Demi
5. Yu Hsing
6. Lena Malesevic Perovic
7. Josep W. Gruber, dkk
8. Sri Hari Naidu A., dkk
9. S. A. Bhat, dkk
Parsial
Simultan
Uji Chow Uji Hausman Uji Lagrange Multiplier
Random Effect Model (REM)
Uji R2 Uji F-statistik Uji t-statistik
Kesimpulan dan Saran
Alat Analisis : Panel Data
Uji Multikolinieritas
42
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penellitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara dari sebuah
permasalahan yang sedang diteliti. Berikut ini adalah sejumlah hipotesis
penelitian yang dibuat oleh penulis.
1. Diduga ada pengaruh signifikan dari Pertumbuhan GDP terhadap
Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China, India,
dan Indonesia periode 2010 – 2018
2. Diduga ada pengaruh signifikan dari Tingkat Inflasi terhadap Pergerakan
Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan
Indonesia periode 2010 – 2018
3. Diduga ada pengaruh signifikan dari Nilai Cadangan Devisa terhadap
Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China, India,
dan Indonesia periode 2010 – 2018
4. Diduga secara simultan ada pengaruh signifikan dari Tingkat Perumbuhan
GDP, Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan Devisa terhadap Pergerakan
Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan
Indonesia periode 2010 – 2018
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang
berorientasi pada data-data yang bersifat angka dan diolah menggunakan
metode statistik (Sugiyono 2017). Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang bersifat tahunan selama periode 2010 – 2018. Dalam
penelitian ini terdapat satu variabel dependen dan tiga variabel independen.
Adapun yang mewakili sebagai variabel dependen adalah Yield Obligasi
Pemerintah, sedangkan yang mewakili sebagai variabel independen adalah
Pertumbuhan GDP, Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan Devisa. Adapun yang
menjadi sampel wilayah dalam penelitian ini adalah sejumlah negara
berpendapatan menengah yang terdaftar sebagai anggota negara G20, yaitu:
Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam menentukan sampel penelitian, penulis menggunakan teknik
purposive sampling, dimana dalam menentukan sampel penelitian didasarkan
pada sejumlah pertimbangan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti hanya ingin melakukan pengujian pada sejumlah
negara yang tergabung kedalam kelompok negara G20 namun masih tergolong
sebagai negara berpendapatan menengah.
Negara G20 terkenal memiliki ruang lingkup perekonomian berskala besar
yang dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap fluktuasi perekonomian
dunia. Dimana penulis berasumsi bahwa hal tersebut dapat menjadi daya tarik
lebih bagi investor untuk lebih memilih melakukan investasi pada negara G20
dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, dengan besarnya ruang lingkup
perekonomian yang dimiliki oleh negara G20 maka ada kecenderungan
munculnya kebutuhan faktor produksi dan fasilitas penunjang ekonomi yang
lebih kompleks. Akibatnya pemerintah membutuhkan dana pembangunan lebih
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
44
Bertambahnya kebutuhan dana pembangunan mungkin bukan masalah bagi
negara berpendapatan tinggi yang cenderung memiliki kelebihan dana. Namun
bagi negara berpendapatan menengah yang cenderung dari awal sudah memiliki
masalah defisit anggaran, tentu penambahan kebutuhan dana pembangunan
merupakan masalah bagi negara tersebut. Penambahan kebutuhan dana
pembangunan tentu dapat semakin memperbesar nilai defisit anggaran negara
tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan jumlah pendapatan
negara dengan mendorong masuknya investasi dari pihak asing maupun swasta
untuk menutup nilai defisit anggaran yang semakin besar tersebut sehingga
kebutuhan dana pembangunan dapat terpenuhi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti berasumsi bahwa negara G20
yang masih berpendapatan menengah cenderung akan menerbitkan obligasi
pemerintah dengan nilai yang besar untuk menutup besarnya nilai defisit
anggaran yang dimiliki. Dengan semakin besar nilai obligasi yang diterbitkan
ditambah status negara tersebut merupakan bagian dari negara G20 yang
cenderung memiliki pasar yang luas dan beragam sehingga lebih menarik di
mata investor dibandingkan dengan negara lain maka hal tersebut berpotensi
menyebabkan semakin tingginya intensitas permintaan dan penawaran obligasi
pemerintah negara tersebut di pasar. Ketika intensitas permintaan dan
penawaran obligasi semakin tinggi maka hal tersebut akan menyebabkan nilai
yield obligasi semakin berfluktuasi. Ketika hal tersebut terjadi, penulis berharap
dapat semakin jelas dalam melihat besaran pengaruh dari variabel independen
yang digunakan terhadap pergerakan yield obligasi pemerintah.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi untuk
mengumpulkan data. Metode dokumentasi sendiri adalah metode pengumpulan
data dengan cara mengambil data dari sejumlah dokumen atau catatan yang
dipublikasikan oleh pihak tertentu. Peneliti memperoleh data mengenai Yield
Obligasi Pemerintah dari Bloomberg. Sedangkan data mengenai Pertumbuhan
45
GDP, Tingkat Inflasi, dan Nilai Cadangan Devisa diperoleh peneliti dari Word
Bank.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis memanfaatkan E-Views 9.0 sebagai alat
pengolahan data. Adapun jenis data yang digunakan bersifat data panel.
Pengertian dari data panel adalah data yang berasal dari gabungan data cross
section (data silang) dengan data time series (data runtut waktu). Berikut ini
adalah sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh data panel (Suliyanto, 2011),
antara lain:
1. Data panel memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi karena melibatkan
beberapa individu dalam beberapa waktu sehingga dapat digunakan untuk
mengestimasi karakteristik dari setiap individu berdasarkan
heterogenitasnya.
2. Data panel mampu menyediakan data yang lebih bervariasi, lebih
informatif, serta memiliki tingkat kolinearitas yang rendah dikarenakan
dilakukan penggabungan data cross section dan data time series.
3. Data panel tepat digunakan sebagai studi penyesuaian dinamis karena
didasari pada observasi cross section yang berulang kali.
4. Data panel dapat mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat
diobservasi oleh data cross section murni dan data time series murni.
5. Data panel dapat dimanfaatkan untuk menganalisis model-model perilaku
yang rumit
E. Model Regresi Data Panel
Berdasarkan teori, penelitian terdahulu dan kerangka berpikir maka dapat
dibuat model persamaan regresi data panel pada penelitian ini sebagai berikut.
Keterangan:
YOit = α + β1PGDPit + β2INFit + β3LN_DEVit + εit
46
YO_10it = Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun di negara i pada
periode t
α = Intersep/Konstanta
PGDPit = Pertumbuhan GDP di negara i pada periode t
INFit = Tingkat Inflasi di negara i pada periode t
LN_DEVit = Logaritma Natural Nilai Cadangan Devisa negara i pada periode t
β1,β 2,β 2 = Koefisien regresi
εit = error term
F. Estimasi Model Data Panel
Secara teori terdapat tiga pendekatan yang biasa diaplikasikan ketika
melakukan estimasi regresi menggunakan model data panel, yaitu: Common
Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model
(FEM).
1. Common Effect Model
Common Effect Model (CEM) adalah model pendekatan yang paling
sederhana dalam estimasi regresi data panel. Hal tersebut dikarenakan
dalam model ini hanya mengkombinasikan data cross section dengan data
time series. Kemudian model ini juga tidak memperdulikan dimensi
individu dan waktu sehingga model ini bisa disebut sebagai model Ordinary
Least Square versi data panel yang memanfaatkan teknik kuadrat terkecil
dan menyebabkan intersep dalam model ini dianggap tetap.
2. Fixed Effect Model
Model ini memperkirakan bahwa ketidaksamaan antar individu mampu
diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Model ini memanfaatkan teknik
variable dummy untuk mengungkap perbedaan intersep antar individu,
dimana perbedaan tersebut terjadi akibat adanya perbedaan karakteristik
antar individu. Namun meskipun begitu, slope tiap individu tetaplah sama.
47
Modei ini juga sering disebut dengan Least Square Dummy Variable
(LSDV) dikarenakan penggunaan variable dummy dalam estimasinya.
3. Random Effect Model
Model ini memperkirakan bahwa variabel gangguan mungkin saling
berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model ini perbedaan
intersep diakomodasi oleh error terms tiap individu. Adapun keuntungan
dari penggunaan model ini adalah menghilangkan masalah
heteroskedastisitas. Selain itu, model ini juga umumnya disebut dengan
Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square
(GLS).
G. Pemilihan Model Data Panel
Dalam menentukan pilihan model pendekatan data panel terbaik, maka
diperlukan sejumlah pengujian, diantaranya:
1. Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk membantu dalam memilih model terbaik
diantara Common Effect Model atau Fixed Effect Model. Berikut ini adalah
hipotesis dari Uji Chow, yaitu diduga Fixed Effect Model lebih baik dari
Common Effect Model
Jika nilai probabilitas Redundant Fixed Effect Test lebih kecil dari
tingkat signifikansi α = 5% (0.05) maka hipotesis diterima. Namun jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) maka
hipotesis ditolak. Dan ketika hipotesis diterima maka diperlukan pengujian
lanjutan, yaitu Uji Hausman.
2. Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk membantu dalam memilih model terbaik
diantara Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Berikut ini adalah
hipotesis dari Uji Hausman, yaitu diduga Random Effect Model lebih baik
dari Fixed Effect Model
48
Jika nilai probabilitas Correlated Random Effect lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5% (0.05) maka hipotesis ditolak. Namun jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) maka
hipotesis diterima. Dan ketika hipotetsis diterima maka diperlukan
pengujian lanjutan, yaitu Uji Lagrange Multiplier.
3. Uji Lagrange Multiplier
Uji Lagrange Multiplier dilakukan untuk membantu dalam memilih
model terbaik diantara Random Effect Model atau Common Effect Model.
Berikut ini adalah hipotesis Uji Lagrange Multiplier, yaitu diduga Random
Effect Model lebih baik dari Common Effect Model
Jika nilai probabilitas Cross-section Breusch-Pagan lebih kecil dari
tingkat signifikansi α = 5% (0.05) maka hipotesis diterima. Namun jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.05) maka
hipotesis ditolak.
H. Uji Asumsi Klasik
Pada model regresi data panel, tidak semua uji asumsi klasik perlu
dilakukan. Dalam regresi data panel hanya perlu melakukan uji
heteroskedastisitas dan multikolinieritas (Basuki 2015).
1. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat
persamaan atau perbedaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Jika terdapat persamaan, maka disebut
homoskedastisitas. Sedangkan jika terdapat perbedaan, maka disebut
heteroskedastisitas. Dimana model regresi yang baik digunakan adalah yang
bersifat homoskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya masalah
heteroskedastisitas dapat menggunakan metode Glejser dengan
meregresikan semua variabel bebas terhadap nilai multak residualnya. Jika
terdapat pengaruh variabel bebas yang signifikan terhadap nilai mutlak
residualnya maka itu pertanda terdapat masalah heteroskedastisitas.
49
2. Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk mendeteksi apakah ada
hubungan yang sempurna antara variabel bebas satu dengan variabel bebas
lainnya dalam sebuah model regresi linier berganda. Dimana model regresi
yang baik untuk digunakan adalah ketika seluruh variabel bebas bersifat
independen atau tidak saling berhubungan.
Adapun menurut (Gujarati 2006) terdapat sejumlah indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas, antara lain:
a. Nilai R2 lebih tinggi dari 0,8 namun hanya sedikit hasil dari uji t-statistik
yang signifikan atau bahkan tidak ada yang signifikan.
b. Hasil uji F-statistik menunjukkan nilai yang signifikan, namun tidak
didukung oleh hasil uji t-statistik tiap variabel bebas yang juga
signifikan.
Adapun untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dapat dilakukan
dengan cara melihat nilai koefisien korelasi dari variabel bebas. Jika nilai
koefisien korelasi lebih dari 0.8 maka itu pertanda adanya masalah
multikolinieritas (Gujarati 2006).
I. Uji Hipotesis
1. Uji t-statistik
Uji t-statistik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel independen secara parsial dalam menjelaskan keberagaman
variabel dependen. Jika hasil regresi menunjukkan bahwa nilai probabilitas
setiap variabel independen menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α = 5%
atau 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen tersebut
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan jika
nilai probabilitas dari setiap variabel independen menunjukkan nilai yang
lebih besar dari α = 5% atau 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel
independen tersebut tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.
50
2. Uji F-statistik
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara simultan seluruh
variabel independen yang ada dapat mempengaruhi variabel dependen. Jika
hasil regres menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik lebih kecil
dari α = 5% atau 0,05 maka dapat dikatakan bahwa secara simultan seluruh
variabel independen tersebut mampu mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan. Sedangkan jika nilai probabilitas F-statistik menunjukkan
nilai yang lebih besar dari α = 5% atau 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
secara simultan seluruh variabel independen tersebut tidak memberikan
pengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
3. Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi atau Uji R2 dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar variabel independen secara simultan dapat menggambarkan
perubahan yang terjadi pada variabel dependen. Jika hasil regesi
menunjukkan nilai R-squared yang cenderung besar atau mendekati 1 maka
itu menandakan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel dependen
semakin dapat digambarkan oleh pergerakan yang terjadi pada seluruh
variabel independen. Sedangkan jika nilai R-squared cenderung kecil atau
mendekati angka 0 maka itu adalah pertanda bahwa perubahan yang terjadi
pada variabel dependen semakin tidak dapat digambarkan oleh pergerakan
yang terjadi pada seluruh variabel independen (Firdaus 2018).
J. Operasional Variabel Penelitian
Table 3.1 Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Satuan Sumber
Yield Obligasi
Pemerintah
Yield Obligasi Pemerintah
adalah nilai imbal hasil yang
akan diperoleh oleh investor
Persen
(%)
Bloomberg
51
ketika memiliki atau memegang
obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah, khususnya
pemerintah pusat
Pertumbuhan
GDP
Pertumbuhan GDP (Gross
Domestic Product) merupakan
nilai selisih perubahan GDP dari
tahun ke tahun
Persen
(%)
World Bank
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi adalah nilai yang
menggambarkan tingkat
kenaikan harga barang secara
menyeluruh dan berkelanjutan
Persen
(%)
World Bank
Nilai Cadangan
Devisa
Nilai Cadangan Devisa adalah
seluruh aktiva luar negeri yang
dikuasai oleh otoritas moneter
dan dapat digunakan setiap
waktu, guna membiayai
ketidakseimbangan neraca
pembayaran atau dalam rangka
stabilitas moneter dengan
melakukan intervensi di pasar
valuta asing dan untuk tujuan
lainnya
USD World Bank
52
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Afrika Selatan
Afrika Selatan merupakan salah satu negara yang berlokasi di Benua
Afrika. Berdasarkan data yang dirilis oleh (World Bank 2019) menunjukkan
bahwa India termasuk kedalam kategori negara berpendapatan menengah.
Selain itu, negara ini juga masuk kedalam kelompok negara G20. Berikut
ini adalah sejumlah gambaran mengenai kondisi variabel ekonomi negara
Afrika Selatan termasuk nilai pergerakan yield obligasi pemerintah Afrika
Selatan tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018.
Grafik 4.1 Afrika Selatan
Sumber: World Bank dan Bloomberg
Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai yield obligasi pemerintah Afrika
Selatan dengan tenor 10 tahun cenderung menurun dari tahun 2010 hingga
2012 dan pada tahun 2012 merupakan titik terendah dari nilai yield
sepenjang periode 2010 hingga 2018, yaitu sekitar 6,38%. Kemudian dari
tahun 2012 hingga 2015 nilai yield cenderung terus meningkat hingga
menyentuh titik tertingginya sepanjang periode penelitian yaitu pada tahun
2015 dengan nilai sekitar 9,77%. Dan selanjutnya dari tahun 2015 hingga
$43,000,000,000
$45,000,000,000
$47,000,000,000
$49,000,000,000
$51,000,000,000
0
2
4
6
8
10
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cu
rren
t U
SD
%
Afrika Selatan
Yield Obligasi tenor 10 Tahun Tingkat Inflasi
Pertumbuhan GDP Cadangan Devisa
53
2018 nilai yield cenderung kembali turun. Pada tahun 2018, nilai yield
ditutup pada tingkat 8,88% (Bloomberg 2019).
Kemudian, mengenai pergerakan pertumbuhan GDP, terlihat bahwa
dari tahun 2010 hingga 2018 pertumbuhan GDP Afrika Selatan cenderung
terus mengalami penurunan. Dimana pada tahun 2016 merupakan tahun
dengan nilai pertumbuhan GDP terendah sepanjang periode tersebut dengan
nilai sekitar 0,4% (World Bank 2019).
Selanjutnya dari sisi tingkat inflasi, terlihat bahwa tingkat inflasi Afrika
Selatan dari tahun 2010 hingga 2016, hanya sempat mengalami penurunan
pada tahun 2015. Sedangkan dari tahun 2016 hingga 2018, tingkat inflasi
Afrika Selatan cenderung memperlihatkan tren yang menurun (World Bank
2019).
Terakhir, jika melihat dari sisi nilai cadangan devisa terlihat bahwa dari
tahun 2010 hingga 2012 nilai cadangan devisa Afrika Selatan cenderung
terus meningkat hingga menyentuh angka sekitar 50,69 miliar USD. Namun
dari tahun 2012 hingga 2015 nilai cadangan devisa cenderung kembali turun
hingga menyentuh angka sekitar 45,89 miliar USD. Dan setelah itu,
cenderung kembali naik lagi sepanjang periode 2016 hingga 2018. Dimana
pada tahun 2018, nilai cadangan devisa Afrika Selatan berada di angka
51,64 miliar USD (World Bank 2019).
2. Brazil
Brazil merupakan salah satu negara yang berlokasi di Benua Amerika.
Negara ini juga termasuk kedalam kategori negara dengan pendapatan
menengah (World Bank 2019). Selain itu, negara ini juga masuk sebagai
salah satu anggota dari negara G20. Berikut ini adalah sejumlah gambaran
mengenai kondisi variabel ekonomi negara Brazil termasuk nilai pergerakan
yield obligasi pemerintah Brazil tenor 10 tahun sepanjang periode 2010
hingga 2018.
54
$280,000,000,000
$300,000,000,000
$320,000,000,000
$340,000,000,000
$360,000,000,000
$380,000,000,000
-4
1
6
11
16
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cu
rren
t U
SD
%
Brazil
Yield Obligasi tenor 10 Tahun Tingkat Inflasi
Pertumbuhan GDP Cadangan Devisa
Grafik 4.2 Brazil
Sumber: Word Bank dan Bloomberg
Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai yield obligasi pemerintah Brazil
tenor 10 tahun cenderung menurun dari tahun 2010 hingga 2012. Dimana
nilai yield pada tahun 2012 merupakan nilai yield terendah sepanjang
periode 2010 hingga 2018 dengan nilai sekitar 9,18%. Setelah tahun 2012,
nilai yield cenderung kembali meningkat hingga tahun 2015 dan pada tahun
2015 merupakan titik dimana nilai yield mencapai posisi tertingginya
sepanjang periode penelitian, yaitu sebesar 16,49%. Dan kemudian, nilai
yield kembali turun hingga menyetuh angka 9,32% pada tahun 2018
(Bloomberg 2019).
Kemudian dari sisi pertumbuhan GDP terlihat bahwa dari tahun 2010
hingga 2015 pertumbuhan GDP Brazil cenderung terus mengalami
penurunan hingga angka minus, yaitu -3,54% pada tahun 2015 dan angka
tersebut merupakan nilai terendah sepanjang periode penelitian. Namun
setelah itu, nilai pertumbuhan GDP Brazil mulai kembali merangkak naik
hingga menyentuh angka 1,12% pada tahun 2018. Penuruan pertumbuhan
GDP hingga menyentuh angka minus tentu merupakan pertanda sedang
lesunya aktivitas perekonomian Brazil kala itu. Namun peneliti belum tau
pasti alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Diperlukan penelitian lebih
mendalam untuk mengungkap penyebabnya (World Bank 2019).
Selanjutnya dari sisi tingkat inflasi, terlihat bahwa tingkat inflasi Brazil
dari tahun 2010 hingga 2015 cenderung terus meningkat hingga tahun 2015,
55
dimana pada tahun 2015 merupakan titik tertinggi dari tingkat inflasi yang
dialami oleh Brazil sepanjang periode 2010 hingga 2018, yaitu sebesar
9,03%. Namun setelah itu, tingkat inflasi Brazil cenderung terus
memperlihatkan tren penurunan hingga mencapai titik 3,66% pada tahun
2018 (World Bank 2019).
Terakhir, membahas mengenai pergerakan nilai cadangan devisa pada
negara Brazil, terlihat bahwa nilai cadangan devisa Brazil cenderung
memperlihatkan tren yang terus meningkat dari tahun 2010 hingga 2018.
Dimana pada tahun 2018 nilai cadangan devisa Brazil mencapai 374,7
miliar USD (World Bank 2019).
3. China
China merupakan salah satu negara yang berlokasi di Benua Asia. China
juga termasuk kedalam negara berpendapatan menengah (World Bank
2019). Dan juga merupakan salah satu negara yang tergabung dalam
kelompok negara G20.
Berdasarkan data yang dirilis oleh World Bank bahwa China merupakan
negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dimana jumlah
penduduknya sekitar 1,39 miliar jiwa pada tahun 2018. Dengan jumlah
penduduk sebanyak itu, pada tahun 2018 nilai nominal GDP China
mencapai 13,6 triliun USD.
Berikut ini adalah sejumlah gambaran mengenai kondisi variabel
ekonomi negara China termasuk nilai pergerakan yield obligasi pemerintah
China tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018.
56
Grafik 4.3 China
Sumber: Worid Bank dan Bloomberg
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa nilai yield obligasi
pemerintah China tenor 10 tahun cenderung bergerak stagnan di kisaran
2,8% – 4,7%. Dengan rata-rata nilai yield sebesar 3,6% sepanjang periode
penelitian. Nilai yield terendah terjadi pada tahun 2015, yaitu sebesar
2,862%, sedangkan nilai yield tertinggi terjadi pada tahun 2013, yaitu
sebesar 4,63% (Bloomberg 2019).
Kemudian dari sisi pertumbuhan GDP, terlihat bahwa tren
pertumbuhan GDP China cenderung terus menurun dari tahun 2010 hingga
2018. Dimana pertumbuhan GDP China pada tahun 2018 hanya sebesar
6,6%, cukup jauh jika dibandingkan dengan pertumbuhan GDP China pada
tahun 2010 yang mencapai 10,64% (World Bank 2019).
Selanjutnya, dari sisi tingkat inflasi, terlihat bahwa pada tahun 2011
tingkat inflasi China naik cukup tinggi jika dibandingkan dengan tingkat
inflasi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 tingkat inflasi China sekitar
3,17%, namun pada tahun 2011 tingkat inflasi China naik cukup tinggi
hingga mencapai angka sekitar 5,55%. Namun setelah 2011, tingkat inflasi
China cenderung terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2018
tingkat inflasi China berada pada angka 2,07% (World Bank 2019).
Terakhir, dari sisi nilai cadangan devisa, terlihat bahwa dari tahun
2010 hingga 2014 nilai cadangan devisa China terus melonjak naik hingga
$2,900,000,000,000
$3,400,000,000,000
$3,900,000,000,000
1
3
5
7
9
11
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cu
rren
t U
SD
%China
Yield Obligasi tenor 10 Tahun Tingkat Inflasi
Pertumbuhan GDP Cadangan Devisa
57
menyentuh angka sekitar 3,9 triliun USD. Namun, setelah itu nilai cadangan
devisa China cenderung terus memperlihatkan tren yang menurun hingga
tahun 2018, dimana pada tahun 2018 nilai cadangan devisa China sekitar
3,17 triliun USD (World Bank 2019).
4. India
India adalah salah satu negara yang berlokasi di Benua Asia. Negara ini
juga termasuk kedalam kelompok negara berpendapatan menengah (World
Bank 2019). Selain itu, India juga terdaftar sebagai salah satu anggota dari
kelompok negara G20.
Secara data statistik yang dirilis oleh World Bank menunjukkan bahwa
jumlah penduduk India mencapai 1,35 miliar jiwa pada tahun 2018. Hal
tersebut membuat India dinobatkan sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbanyak setelah China. Namun meskipun India memiliki
jumlah penduduk yang hampir sama dengan China, data menunjukkan
bahwa nilai nominal GDP India jauh berbeda jika dibandingkan dengan
nilai nominal GDP China pada tahun 2018, dimana pada tahun 2018 nilai
GDP India hanya sekitar 2,73 triliun USD.
Berikut ini adalah sejumlah gambaran umum mengenai kondisi variabel
ekonomi negara India termasuk nilai pergerakan yield obligasi pemerintah
India tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018.
Grafik 4.4 India
$290,000,000,000
$310,000,000,000
$330,000,000,000
$350,000,000,000
$370,000,000,000
$390,000,000,000
$410,000,000,000
$430,000,000,000
2
4
6
8
10
12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cu
rren
t U
SD
%
India
Yield Obligasi tenor 10 Tahun Tingkat Inflasi
Pertumbuhan GDP Cadangan Devisa
58
Sumber: World Bank dan Bloomberg
Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai yield obligasi India tenor 10 tahun
cenderung bergerak stagnan sepanjang periode 2010 hingga 2013, yaitu
berada dikisaran 7,9% - 8,8%. Kemudian setelah tahun 2013, nilai yield
cenderung bergerak turun secara perlahan hingga menyentuh angka sekitar
6,51% pada tahun 2016. Dan selanjutnya nilai yield kembali merangkak
naik hiingga menyentuh angka sekitar 7,37% pada tahun 2018 (Bloomberg
2019).
Adapun dari sisi pergerakan pertumbuhan GDP, terlihat bahwa pada
2011 nilai pertumbuhan GDP India sempat anjlok cukup dalam hingga
mencapai angka 5,24%, cukup jauh jika dibandingkan dengan nilai
pertumbuhan GDP pada tahun 2010 yang mencapai sekitar 8,5%. Namun
setelah 2011, nilai pertumbuhan GDP cenderung kembali naik hingga
menyentuh angka sekitar 8,17% pada tahun 2016. Dan kemudian nilai
pertumbuhan GDP kembali turun hingga tahun 2018, dimana pada tahun
2018 nilai pertumbuhan GDP India sekitar 6,98% (World Bank 2019).
Selanjutnya, jika dilihat dari sisi pergerakan tingkat inflasi terlihat
bahwa tingkat inflasi India dari tahun 2010 hingga 2017 cenderung
mengalami penurunan, meskipun pada tahun 2012 hingga 2013 sempat
mengalami kenaikan namun tidak lebih tinggi dari tahun 2010. Pada tahun
2017 merupakan titik terendah dari tingkat inflasi India sepanjang periode
penelitian, yaitu sekitar 2,49%. Namun kemudian pada tahun 2018, tingkat
inflasi India kembali naik hingga menyentuh angka sekitar 4,86% (World
Bank 2019).
Terakhir, dari sisi nilai cadangan devisa, terlihat bahwa nilai cadangan
devisa India sepanjang periode 2010 hingga 2013 cenderung bergerak
stagnan yaitu berada pada kisaran 298 – 300 miliar USD. Namun setelah
periode tersebut, nilai cadangan devisa India melonjak naik secara
signifikan hingga menyentuh angka sekitar 412 miliar USD. Dan kemudian
pada tahun 2018 nilai cadangan devisa India sedikit terdepresiasi hingga
menyetuh angka sekitar 399 miliar USD (World Bank 2019).
59
5. Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di Benua Asia tepatnya di
kawasan Asia Tenggara. Negara ini juga termasuk kedalam kategori negara
dengan pendapatan menengah (World Bank 2019). Selain itu, Indonesia
juga merupakan salah satu negara yang tergabung dalam kelompok negara
G20. Berikut ini adalah sejumlah gambaran mengenai kondisi variabel
ekonomi negara Indonesia termasuk nilai pergerakan yield obligasi
pemerintah Indonesia tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018.
Grafik 4.5 Indonesia
Sumber: World Bank dan Bloomberg
Dari grafik diatas terlihat bahwa pergerakan yield obligasi pemerintah
Indonesia tenor 10 tahun cenderung bergerak cukup fluktuatif. Dari tahun
2010 hingga 2012 nilai yield cenderung turun hingga menyetuh angka
5,19%, dimana angka tersebut merupakan titik terendah sepanjang periode
2010 - 2018. Kemudian, dari tahun 2012 hingga 2015 nilai yield cenderung
kembali naik hingga menyentuh angka 8,99% pada tahun 2015, dimana itu
merupakan titik tertinggi yield sepanjang periode 2010 - 2018. Selanjutnya
dari tahun 2015 hingga 2017 nilai yield cenderung kembali turun hingga
menyentuh angka 6,32%. Dan akhirnya pada tahun 2018 nilai yield kembali
naik hingga menyentuh angka 8,02% (Bloomberg 2019).
$95,000,000,000
$105,000,000,000
$115,000,000,000
$125,000,000,000
$135,000,000,000
3
4
5
6
7
8
9
10
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cu
rren
t U
SD
%
Indonesia
Yield Obligasi tenor 10 Tahun Tingkat Inflasi
Pertumbuhan GDP Cadangan Devisa
60
Adapun dari sisi pertumbuhan GDP, terlihat bahwa nilai pertumbuhan
GDP Indonesia dari tahun 2010 hingga 2018 cederung mengalami
penurunan. Pada tahun 2010 nilai pertumbuhan GDP Indonesia berada pada
tingkat 6,22% sedangkan pada tahun 2018 nilai pertumbuhan GDP
Indonesia berada pada tingkat 5,17% (World Bank 2019).
Kemudian, dari sisi tingkat inflasi, terlihat bahwa tingkat inflasi
Indonesia dari tahun 2010 hingga 2012 cenderung mengalami penurunan.
Kemudian, dari tahun 2012 hingga 2015 tingkat inflasi Indonesia cenderung
kembali naik dan pada tahun 2013 merupakan titik tertinggi dari tingkat
inflasi Indonesia sepanjang periode 2010 hingga 2018 yaitu berada pada
tingkat 6,41%. Dan pada tahun 2015 hingga 2018 tingkat inflasi Indonesia
cenderung kembali turun hingga menyentuh titik terendahnya sepanjang
periode penelitian yaitu pada tahun 2018 dengan tingkat inflasi sekitar 3,2%
(World Bank 2019).
Terakhir, dari sisi nilai cadangan devisa, terlihat bahwa pada tahun 2010
merupakan nilai cadangan devisa terendah yang dimilki oleh Indonesia
sepanjang tahun 2010 – 2018, yaitu sekitar 96,2 miliar USD. Kemudian jika
membahas mengenai tren-nya, terlihat bahwa nilai cadangan devisa
Indonesia dari tahun 2010 hingga 2017 cenderung meningkat dan mencapai
nilai tertingginya pada tahun 2017 yaitu sekitar 130,2 miliar USD.
Sedangkan pada tahun 2018, nilai cadangan devisa Indonesia kembali turun
sekitar 10 miliar USD dibandingkan dengan nilainya pada tahun 2017
(World Bank 2019).
B. Temuan Hasil Penelitian
1. Estimasi Model Data Panel
Berikut ini sejumlah hasil pengujian yang dilakukan untuk menentukan
model regresi data panel tebaik, diantara Common Effect Model (CEM),
Fixed Effect Model (FEM), atau Random Effect Model (REM). Dimana
pengujian yang dilakukan terdiri dari uji chow, uji hausman, dan uji
lagrange multiplier.
61
a. Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk memilih Common Effect Model (CEM)
atau Fixed Effect Model (FEM). Berikut ini adalah hipotesis dari uji
chow, yaitu diduga Fixed Effect Model lebih baik dari Common Effect
Model
Dan berikut ini adalah hasil estimasi yang ditunjukkan oleh uji
chow.
Tabel 4.1 Uji Chow
Effects Test Statistic d.f Prob.
Cross-section F 15.114912 (4,37) 0.0000
Cross-section Chi-square 43.583423 4 0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0
Berdasarkan tabel 4.1 memperlihatkan bahwa nilai probabiliatas
Cross-section F sebesar 0.0000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari
tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < 0.05). Oleh karena itu hipotesis
diterima sehingga dianggap bahwa Fixed Effect Model lebih baik
daripada Common Effect Model. Dikarenakan hipotesis diterima maka
perlu dilakukan pengujian lanjutan, yaitu Uji Hausman.
b. Uji Hausman
Uji Chow dilakukan untuk memilih Fixed Effect Model (FEM) atau
Random Effect Model (REM). Berikut ini adalah hipotesis dari uji
hausman, yaitu diduga Random Effect Model lebih baik dari Fixed Effect
Model
Dan berikut ini adalah hasil estimasi yang ditunjukkan oleh uji
hausman.
Tabel 4.2 Uji Hausman
Test Summary Chi-sq statistic Chi-sq. d.f. Prob.
Cross-section random 7.057703 3 0.0701
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0
62
Dari tabel 4.2 terlihat bahwa nilai prob. Cross-section random
memiliki nilai sebesar 0.0701, dimana nilai tersebut lebih besar dari
tingkat signifikansi α = 5% (0.0701 > 0.05). Oleh karena itu hipotesis
diterima sehingga dianggap bahwa Random Effect Model lebih baik
daripada Fixed Effect Model.
Berdasarkan sejumlah hasil pengujian diatas maka dapat diputuskan
bahwa model regresi data panel terbaik untuk penelitian kali ini adalah
Random Effect Model. Dan berikut ini adalah gambaran hasil estimasi data
penel menggunakan Random Effect Model.
Tabel 4.3 Hasil Estimasi Data Panel
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 24.58180 11.33588 2.168496 0.0360**
PGDP -0.224806 0.094012 -2.391258 0.0215**
INF 0.258722 0.096973 2.667991 0.0109**
LN_DEV -0.648582 0.426511 -1.520667 0.1360
R-squared 0.337772
Adjusted R-
squared 0.289316
F-statistic 6.970735
Prob(F-
statistic) 0.000676
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0 **Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%
63
Dari tabel hasil estimasi model data panel diatas maka dapat dibuat
persamaan regresi sebagai berikut.
YO_10 = 24.58180 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
Dimana,
YO_10 : Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
PGDP : Pertumbuhan GDP
INF : Tingkat Inflasi
LN_DEV : Logaritma Natural Nilai Cadangan Devisa
Berdasarkan hasil estimasi dan persamaan diatas maka dapat
diinterpretasikan sebagai berikut. Pertama, terlihat bahwa variabel
pertumbuhan GDP memiliki nilai koefisien sebesar -0.224806, itu
menandakan bahwa setiap kenaikan pertumbuhan GDP sebesar 1 satuan,
maka akan menurunkan nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 sebesar
0.224806. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan GDP memberikan
dampak negatif terhadap nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun.
Selain itu, dari hasil estimasi juga memperlihatkan bahwa variabel
pertumbuhan GDP memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0215, dimana nilai
tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0215 < 0,05)
sehingga dapat disimpulkan juga bahwa variabel pertumbuhan GDP
memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan nilai yield obligasi
pemerintah tenor 10 tahun dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Kedua, terlihat bahwa variabel tingkat inflasi memiliki nilai koefisien
sebesar 0.258722, itu menandakan bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi
sebesar 1 satuan, maka akan meningkatkan nilai yield obiligasi pemerintah
tenor 10 tahun sebesar 0.258722. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat
inflasi berdampak positif terhadap nilai yield obligasi pemerintah tenor 10
tahun. Selain itu, dari hasil estimasi juga memperlihatkan bahwa variabel
tingkat inflasi memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0109, dimana nilai
tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0109 < 0,05)
64
sehingga dapat disimpulkan juga bahwa variabel tingkat inflasi memberikan
pengaruh signifikan terhadap perubahan nilai yield obligasi pemerintah
tenor 10 tahun dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Ketiga, terlihat bahwa variabel logaritma natural nilai cadangan devisa
memiliki nilai koefisien sebesar -0.648582, itu menandakan bahwa setiap
kenaikan nilai cadangan devisa sebesar 1 satuan, maka akan menurunkan
nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun sebesar -0.648582. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai cadangan devisa berdampak negatif terhadap nilai
yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Namun, dari hasil estimasi
tersebut memperlihatkan bahwa variabel logaritma natural nilai cadangan
devisa memiliki nilai probabilitas sebesar 0.1360, dimana nilai tersebut
lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.1360 > 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai cadangan devisa tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap perubahan nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun
dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%
Tabel 4.4 Interpretasi Random Effect Model
Variable Coefficient Individual Effect Prob.
C 24.58180 0.0360**
PGDP? -0.224806 0.0215**
INF? 0.258722 0.0109**
LN_DEV? -0.648582 0.1360
Random Effect (Cross)
AFRIKASELATAN--C -1.104266 23.47753
BRAZIL--C 2.786248 27.36805
CHINA--C -1.098281 23.48352
65
INDIA--C 0.116916 24.69872
INDONESIA--C -0.700618 23.88118
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0 **Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%
a. Afrika Selatan
Berdasarkan tabel 4.5 maka model persamaan regresi untuk negara
Afrika Selatan dapat dirumuskan sebagai berikut.
YO_10 = 23.47753 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
Dari persamaan diatas maka dapat dijelakan bahwa ketika variabel
PGDP, INF, dan LN_DEV naik sebesar 1 satuan, maka nilai YO_10
negara Afrika Selatan akan naik sebesar 23,47753.
b. Brazil
Berdasarkan tabel 4.5 maka model persamaan regresi untuk negara
Brazi dapat dirumuskan sebagai berikut.
YO_10 = 27.36805 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
Dari persamaan diatas maka dapat dijelakan bahwa ketika variabel
PGDP, INF, dan LN_DEV naik sebesar 1 satuan, maka nilai YO_10
negara Brazil akan naik sebesar 27,36805.
c. China
Berdasarkan tabel 4.5 maka model persamaan regresi untuk negara
China dapat dirumuskan sebagai berikut.
YO_10 = 23.48352 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
66
Dari persamaan diatas maka dapat dijelakan bahwa ketika variabel
PGDP, INF, dan LN_DEV naik sebesar 1 satuan, maka nilai YO_10
negara China akan naik sebesar 23,48352.
d. India
Berdasarkan tabel 4.5 maka model persamaan regresi untuk negara
India dapat dirumuskan sebagai berikut.
YO_10 = 24.69872 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
Dari persamaan diatas maka dapat dijelakan bahwa ketika variabel
PGDP, INF, dan LN_DEV naik sebesar 1 satuan, maka nilai YO_10
negara India akan naik sebesar 24,69872.
e. Indonesia
Berdasarkan tabel 4.5 maka model persamaan regresi untuk negara
Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut.
YO_10 = 23.88118 - 0.224806PGDP + 0.258722INF - 0.648582LN_DEV + ε
Dari persamaan diatas maka dapat dijelakan bahwa ketika variabel
PGDP, INF, dan LN_DEV naik sebesar 1 satuan, maka nilai YO_10
negara Indonesia akan naik sebesar 23,88118.
2. Uji Asumsi Klasik
Berdasarkan pada hasil pengujian diatas, terlihat bahwa model yang
paling tepat digunakan adalah Random Effect Model (REM). Dimana secara
teori, Random Effect Model telah menggunakan metode Generalized Least
Square (GLS) yang memiliki asumsi sudah bersifat homoskedastik. Oleh
karena itu, tidak diperlukan uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
a. Uji Multikolinieritas
67
Berikut ini adalah hasil yang ditunjukkan setelah melakukan
pengujian multikolinieritas pada penelitian ini.
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas
PGDP INF LN_DEV
PGDP 1.000000 -0.262276 0.507964
INF -0.262276 1.000000 -0.373419
LN_DEV 0.507964 -0.373419 1.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0
Berdasarkan dari hasil uji multikolinieritas diatas, terlihat bahwa
nilai koefisien dari setiap variabel independen tidak ada yang lebih besar
dari 0,8. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
masalah multikolinieritas dalam penelitian ini.
3. Uji Hipotesis
a. Uji t-statistik
Uji t-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tiap
variabel independen, yaitu: pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai
cadangan devisa terhadap yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun.
Dimana pengujian dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas tiap
variabel independen dan dibandingkan dengan tingkat signifikansi α =
5% (0,05).
Berikut ini adalah sejumlah hipotesis penelitian uji t-statistik yang
sebelumnya telah dibuat oleh penulis, antara lain:
1) Diduga ada pengaruh signifikan dari Pertumbuhan GDP terhadap
Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China,
India, dan Indonesia periode 2010 – 2018
2) Diduga ada pengaruh signifikan dari Tingkat Inflasi terhadap
Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China,
India, dan Indonesia periode 2010 – 2018
68
3) Diduga ada pengaruh signifikan dari Nilai Cadangan Devisa
terhadap Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah Afrika Selatan,
Brazil, China, India, dan Indonesia periode 2010 – 2018
Tabel 4.6 Hasil Uji t-Statistik
Variable Coefficient t-Statistic Prob.
C 24.58180 2.168496 0.0360**
PGDP -0.224806 -2.391258 0.0215**
INF 0.258722 2.667991 0.0109**
LN_DEV -0.648582 -1.520667 0.1360
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0
**Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%
Berdasarkan hasil uji t-statistik yang tergambar dalam tabel 4.7,
maka hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Variabel pertumbuhan GDP memiliki nilai probabilitas sebesar
0,0215, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α
= 5% (0,0215<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan GDP berpengaruh signifikan terhadap yield obligasi
pemerintah tenor 10 tahun periode 2010 – 2018 dengan tingkat
kepercayaan sebesar 95%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa hipotesis penelitian untuk variabel pertumbuhan GDP
diterima.
2) Variabel tingkat inflasi memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0109,
dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%
(0,0109<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh signifikan terhadap yield obligasi pemerintah tenor 10
tahun periode 2010 – 2018 dengan tingkat kepercayaan sebesar
69
95%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
untuk variabel tingkat inflasi diterima.
3) Variabel logaritma natural nilai cadangan devisa memiliki nilai
probabilitas sebesar 0.1360, dimana nilai tersebut lebih besar dari
tingkat signifikansi α = 5% (0.1360>0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai cadangan devisa tidak berpengaruh
signifikan terhadap yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun periode
2010 – 2018 dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian untuk variabel
nilai cadangan devisa ditolak.
b. Uji F-statistik
Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh secara
simultan dari seluruh variabel yang digunakan, yaitu: pertumbuhan
GDP, tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa terhadap yield obligasi
pemerintah tenor 10 tahun. Adapun pengujian dilakukan dengan cara
melihat nilai probabilitas F-statistik yang ditunjukkan didalam hasil
output regresi data panel pada penelitian ini dan kemudian dibandingkan
dengan tingkat signifikansi α = 5% (0,05).
Berikut ini adalah hipotesis penelitian uji F-statistik yang
sebelumnya telah dibuat oleh penulis, yaitu diduga secara simultan ada
pengaruh signifikan dari Tingkat Perumbuhan GDP, Tingkat Inflasi,
dan Nilai Cadangan Devisa terhadap Pergerakan Yield Obligasi
Pemerintah Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia periode
2010 – 2018
Tabel 4.7 Hasil Uji F-statistik
F-statistic Prob(F-statistic)
6.970735 0.000676
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0
**Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%
70
Berdasarkan hasil uji F-statistik yang ditunjukkan oleh tabel 4.8,
diperlihatkan bahwa nilai probabilitas dari F-statistik adalah sebesar
0,000676, dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α =
5% (0,000676<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
simultan seluruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya, yaitu: yield
obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Oleh karena itu, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis untuk uji F-statistik diterima.
c. Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (Uji R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan dari seluruh variabel independen yang
digunakan, yaitu: pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai cadangan
devisa dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel
dependen, yaitu: yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Dimana
untuk melihat nilai dari koefisisen determinasi bisa dilakukan dengan
cara melihat nilai R-squared (jika hanya menggunakan satu variabel
independen) atau Adjusted R-squared (jika menggunakan sejumlah
variabel independen) yang ditampilkan dalam hasil output regresi data
panel penelitian ini.
Tabel 4.8 Hasil Koefisien Determinasi
R-squared 0.337772
Adjusted R-squared 0.289316
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan E-views 9.0 **Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh tabel 4.9, maka terlihat
bahwa nilai Adjusted R-squared adalah sebesar 0,289316 atau
28,93%. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan GDP,
tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa secara bersama-sama hanya
71
mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada yield obligasi
pemerintah tenor 10 tahun sebesar 28,93%, sedangkan sisanya sekitar
71,07% (100% - 28,93%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
digunakan dalam penelitian ini.
4. Analisis Ekonomi
a. Pertumbuhan GDP terhadap Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
Pertumbuhan GDP umumnya digunakan sebagai indikator tingkat
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat
digunakan sebagai alat ukur kecepatan pergerakan ekonomi. Ketika
tingkat pertumbuhan ekonomi meningkat maka itu adalah pertanda
bahwa perekonomian suatu negara sedang bergerak dengan cepat.
Sedangkan cepat dan tidaknya pergerakan ekonomi cenderung
ditentukan oleh sejumlah variabel ekonomi, seperti: tingkat konsumsi,
tingkat produksi dan tingkat pembangunan ekonomi. Ketika aktivitas
konsumsi dan produksi bergerak sacara lancar maka pajak yang
diperoleh dari adanya aktivitas konsumsi dan produksi juga akan lancar
sehingga pendapatan negara tidak terganggu atau berkurang.
Sedangkan, ketika aktivitas pembangunan ekonomi sedang giat
dilakukan maka itu adalah pertanda bahwa kedepannya perekonomian
negara tersebut cenderung akan semakin baik seiring dengan semakin
berkualitasnya sumber daya manusia dan fasilitas pendukung yang
tersedia.
Ketika pendapatan negara bergerak secara lancar dan adanya
ekspektasi peningkatan kualitas perekonomian kedepannya tentu itu
akan membuat investor semakin percaya diri untuk melakukan investasi
di negara tersebut, termasuk investasi dalam bentuk obligasi negara.
Ketika tingkat kepercayaan investor naik, maka tentunya tingkat
permintaan obligasi juga akan naik dan membuat harga obligasi juga
ikut naik sedangkan yield cenderung akan menurun. Jadi dapat
72
diasumsikan bahwa ketika tingkat pertumbuhan ekonomi semakin
tinggi maka yield obligasi cenderung akan semakin rendah
Kemudian, berdasarkan hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
variabel pertumbuhan GDP dan yield obligasi pemerintah tenor 10
tahun memiliki hubungan yang negatif dengan nilai koefisien sebesar -
0.224806. Jadi ketika pertumbuhan GDP naik sebesar 1 satuan maka
nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun cenderung akan turun
sebesar 0.224806 dan sebaliknya. Dimana hasil tersebut sesuai dengan
penjelasan analisis pada paragraf sebelumnya. Selain itu, hasil
penelitian ini juga didukung oleh sejumlah penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh (Hsing 2015) dan (Perović 2015) yang menyebutkan
bahwa pertumbuhan GDP memberikan pengaruh negatif terhadap nilai
yield obligasi. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Gruber and Kamin 2012), yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan GDP memberikan dampak positif terhadap nilai
yield obligasi.
b. Tingkat Inflasi terhadap Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang secara
menyeluruh dan berkelanjutan. Menurut Tandelilin bahwa peningkatan
inflasi dapat berdampak pada penurunan nilai rill pendapatan bunga
obligasi yang akan diperoleh oleh investor. Oleh karena itu, ketika
inflasi naik, investor cenderung akan mengharapkan nilai yield yang
lebih tinggi. Dengan adanya risiko penurunan nilai rill pendapatan
bunga obligasi tentunya akan berdampak pada penurunan tingkat
permintaan obligasi sehingga membuat harga obligasi semakin turun,
sedangkan nilai yield obligasi cenderung semakin naik. Jadi dapat
diasumsikan bahwa ketika inflasi naik maka yield obligasi cenderung
akan naik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, memperlihatkan
bahwa tingkat inflasi memiliki hubungan positif dengan nilai yield
73
obligasi pemerintah tenor 10 tahun dengan nilai koefisien sebesar
0,258722. Jadi ketika tingkat inflasi naik sebesar 1 satuan maka nilai
yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun cenderung akan naik sebesar
0.224806 dan sebaliknya. Dimana hasil tersebut sesuai dengan
penjelasan analisis pada paragraf sebelumnya yang berasumsi bahwa
ketika tingkat inflasi naik maka nilai yield obligasi cenderung juga akan
naik.
Adapun hasil penelitian ini didukung oleh sejumlah penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh (Saputra and Prasetiono 2014); (Hsing
2015); (Gruber and Kamin 2012); (Bhat, Shanmugasundaram and Fahad
2016), yang menyebutkan bahwa tingkat inflasi memberikan dampak
positif terhadap nilai yield obligasi. Namun hasil penelitian ini
bertentangan dengan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
(Idham 2014); (Perović 2015); (Naidu, Goyari and Kamaiah 2016),
yang menyebutkan bahwa tingkat inflasi memberikan dampak negatif
terhadap nilai yield obligasi.
c. Nilai Cadangan Devisa terhadap Yield Obligasi Pemerintah Tenor 10
Tahun
Cadangan devisa dapat diartikan sebagai seluruh aktiva luar negeri
yang dikuasi oleh otoritas moneter dan cenderung bersifat likuid atau
mudah diperjualbelikan. Umumnya cadangan devisa dimanfaatkan
untuk aktivitas pembayaran transaksi impor ekspor barang dan jasa.
Namun selain itu, cadangan devisa juga dapat digunakan untuk
menunjang kebijakan moneter dan membayar hutang pemerintah. Oleh
karena itu, maka dapat dikatakan bahwa ketika nilai cadangan devisa
yang dimiliki semakin tinggi maka tingkat kemampuan pemerintah
dalam membayar hutang-hutangnya juga akan semakin tinggi, termasuk
hutang dari penerbitan obligasi. Dengan semakin tingginya
kemammpuan pemerintah dalam membayar hutang maka tentunya akan
membuat investor semakin percaya kepada pemerintah sehingga jumlah
74
permintaan obligasi meningkat dan berakibat pada semakin tingginya
harga obligasi. Dimana ketika harga obligasi naik maka nilai yield
cenderung akan turun. Jadi dapat diasumsikan bahwa ketika nilai
cadangan devisa semakin tinggi maka nilai yield akan semakin rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, memperlihatkan
bahwa nilai cadangan devisa memiliki hubungan negatif dengan nilai
yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun dengan nilai koefisien sebesar
-0,648582. Jadi ketika nilai cadangan devisa naik sebesar 1 satuan maka
nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun cenderung akan turun
sebesar 0,648582 dan sebaliknya, meskipun hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai cadangan devisa tidak berpengaruh signifikan
terhadap yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Namun meskipun
begitu, hasil tersebut masih sesuai dengan penjelasan analisis pada
paragraf sebelumnya yang berasumsi bahwa ketika nilai cadangan
devisa naik maka nilai yield obligasi cenderung akan turun.
Penulis memprediksi bahwa hasil tidak signifikan tersebut muncul
dikarenakan penulis menggunakan data penel yang merupakan
gabungan data dari sejumlah negara yang tentunya memiliki perbedaan
karakteristik dalam aspek budaya, hukum, sosial, dan politk yang dapat
berdampak pada besaran tingkat pengaruh dari nilai cadangan devisa di
tiap negara terhadap permintaan obligasi pemerintah yang berpengaruh
terhadap fluktuasi yield obligasi tersebut. Selain itu, penulis juga
menduga bahwa hasil tidak signifikan muncul karena penulis hanya
menggunakan nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun sebagai
variabel dependen, ada kemungkinan hasil akan berbeda jika dilakukan
penelitian dengan menggunakan tenor yield obligasi yang berbeda.
Adapun, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh (Paramita and Pangestuti 2016), yang menyebutkan
bahwa nilai cadangan devisa memberikan dampak negatif terhadap nilai
yield obligasi pemeritah di negara Indonesai dan Thailand. Namun hasil
penelitian ini bertentangan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
75
oleh (Idham 2014), yang menyebutkan bahwa nilai cadangan devisa
memberikan dampak positif terhadap nilai yield obligasi.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dijelaskan sebelumnya
maka dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut.
1. Tingkat perumbuhan GDP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
nilai yield obligasi pemerintah negara Afrika Selatan, Brazil, China, India,
dan Indonesia dengan tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018.
Jadi ketika pertumbuhan GDP naik maka akan menyebabkan penurunan
yang terjadi pada nilai yield obligasi pemerintah.
2. Tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai yield
obligasi pemerintah negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan
Indonesia dengan tenor 10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018. Jadi
ketika tingkat inflasi naik maka akan menyebabkan peningkatan yang
terjadi pada nilai yield obligasi pemerintah.
3. Nilai cadagan devisa berpengaruh negatif terhadap nilai yield obligasi
pemerintah negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia tenor
10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018 namun tidak bersifat
signifikan. Jadi ketika nilai cadangan devisa naik maka akan menyebabkan
penurunan yang terjadi pada nilai yield obligasi pemerintah.
4. Secara simultan tingkat perumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai
cadangan devisa berpengaruh signifikan terhadap nilai yield obligasi
pemerintah negara Afrika Selatan, Brazil, China, India, dan Indonesia tenor
10 tahun sepanjang periode 2010 hingga 2018. Jadi dapat disimpulkan
bahwa perubahan atau pergerakan yang terjadi pada variabel tingkat
perumbuhan GDP, tingkat inflasi, dan nilai cadangan devisa akan
mempengaruhi perubahan nilai yield obligasi pemerintah tenor 10 secara
nyata.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Terkait
77
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
GDP dan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap pergerakan nilai
yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Oleh karena itu, disarannya
kepada pemerintah terkait untuk sebaiknya lebih peduli dalam menjaga
posisi pertumbuhan GDP dan tingkat inflasi tetap stabil sehingga tidak
menimbulkan goncangan hebat pada nilai yield obligasi pemerintah yang
dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan dan ketertarikan investor pada
obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Jika pemerintah dapat menjaga pertumbuhan GDP tetap menarik
dengan tingkat inflasi yang cenderung rendah dan stabil, maka hal tersebut
tentu dapat membantu kelancaran pemerintah dalam upaya mengumpulkan
dana pembangunan dengan cara menerbitkan obligasi. Ketika semua itu
berjalan dengan lancar maka permasalahan defisit anggaran cenderung
dapat terselesaikan sehingga proses pembangunan ekonomi dapat dilakukan
secara lancar dan maksimal setiap tahunnya.
2. Bagi Akademisi
Dari sejumlah hasil dan penjelasan yang terdapat pada bab pembahasan,
memperlihatkan bahwa masih terdapat sejumlah penelitian yang memiliki
hasil penelitian yang berbeda dengan hasil penelitian ini. Oleh karena itu,
mungkin dapat dilakukan penelitian lebih dalam lagi mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan munculnya perbedaan hasil tersebut.
Selain itu, berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada penelitian
ini memperlihatkan bahwa sejumlah variabel independen yang digunakan
ternyata hanya mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada nilai yield
obligasi pemerintah sebesar 28,93%. Oleh karena itu, disarankan kepada
pihak akademisi untuk dapat melakukan penelitian lanjutan dengan cara
menambahkan sejumlah variabel independen lain yang kemungkinan besar
dapat mempengaruhi lebih terhadap pergerakan yield obligasi pemerintah
sehingga dapat diketahui lebih detail mengenai variabel-variabel yang
mampu menjelaskan perubahan lebih besar pada nilai yield obligasi
pemerintah.
78
DAFTAR PUSTAKA
Ambarini, Lestari. 2015. Ekonomi Moneter. Bogor: IN MEDIA 2015.
Anwar, Khoirul. 2014. "Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi
Makro di Indonesia." Jejaring Administrasi Publik 588-603.
Astiyah, Suseno & Siti. 2009. "Inflasi." Bank Indonesia. Maret. Accessed Oktober
8, 2019. https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi-dan-
publik/kebanksentralan/Documents/22.%20Inflasi.pdf.
Bank Indonesia. 2016. Gross Domestic Product (GDP). Maret. Accessed Oktober
8, 2019. https://www.bi.go.id › 14. PDB-Gross Domestic Product
(GDP)_Inggris.pdf.
Barro, Robert J. 1989. "The Ricardian Approach to Budget Deficits." Journal of
Economic Perspectives 37-54.
Basuki, A.T. 2015. Regresi Model PAM, ECM, Dan Data Panel Dengan E-views
7. Yogyakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Bhat, Shariq Ahmad, G. Shanmugasundaram, and P. Fahad. 2016. "IMPACT OF
INTEREST RATE, EXCHANGE RATE, AND CONSUMER PRICE
INDEX ON GOVERNMENT BOND RETURNS OF INDIA." Research
Dimensions 1-4.
Bloomberg. 2019. Brazil Government Generic Bond 10 Year. Jakarta.
Bloomberg. 2019. China Govt Bond Generic Yield 10 Year. Jakarta.
Bloomberg. 2019. India Govt Bond Generic Yield 10 Year. Jakarta.
Bloomberg. 2019. Indonesia Govt Bond Generic Yield 10 Year. Jakarta.
Bloomberg. 2019. South Africa Govt Bond 10 Year Note Generic Yield. Jakarta.
CEIC. 2019. Government Debt: % of GDP. Accessed Oktober 6, 2019.
https://www.ceicdata.com/en/indicator/government-debt--of-nominal-gdp.
DJPPR Kemenkeu. 2019. DAFTAR ISTILAH. Accessed Oktober 7, 2019.
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/uploads/files/dmodata/in/8Pojok_Eduk
asi/2Daftar_Istilah/Daftar_Istilah_SUN.pdf.
DJPPR Kemenkeu. 2019. ISTILAH UMUM TERKAIT DENGAN INVESTASI
PADA SURAT UTANG NEGARA. Accessed Oktober 8, 2019.
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/uploads/files/dmodata/in/6Publikasi/5B
rosur/Istilah%20Umum%20SUN.pdf.
79
Dornbusch, Rudiger. 2008. Makroekonomi Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Media Global Edukasi.
Firdaus, Muhammad. 2018. APLIKASI EKONOMETRIKA UNTUK DATA PANEL
DAN TIME SERIES. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Gandhi, Dyah Virgoana. 2006. "Pengelolaan Cadangan Devisa di Bank indonesia."
Bank Indonesia. Maret. Accessed Oktober 8, 2019.
https://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-
kebanksentralan/Documents/17.%20Pengelolaan%20Cadangan%20Devisa
%20di%20bank%20Indonesia.pdf.
Gruber, Joseph W., and Steven B. Kamin. 2012. "Fiscal Positions and Government
Bond Yields in OECD Countries." Journal of Money, Credit and Banking
1563 - 1587.
Gujarati, Damodar N. 2006. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Halim, Abdul. 2003. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. 2017. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Yogyakarta:
BPFE.
Hayati, Mardhiyah. 2016. "INVESTASI MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM." Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam 66-78.
Hsing, Yu. 2015. "Determinants of the Government Bond Yield in Spain: A
Loanable Funds Model." International Journal of Financial Studies 3 (3):
1-9.
Idham, Ahmad. 2014. Analisis Faktor Determinan yang Mempengaruhi Yield
Obligasi (Studi Empiris Pemerintah Indonesia 2009:1-2013:12).
Yogyakarta: Skripsi Universitas Gajah Mada.
Indonesia Stock Exchange. 2018. Surat Utang (Obligasi). Accessed Oktober 2,
2019. https://www.idx.co.id/produk/surat-utang-obligasi/.
Kunarjo. 2001. "Defisit Anggaran Negara." Majalah Perencanaan Pembangunan
1-10.
Mankiw, N. Gregory. 2010. Macroeconomics. New York: Worth Publishers.
Naidu, Sri Hari, Phanindra Goyari, and Bandi Kamaiah. 2016. "Determinants of
sovereign bond yields in emerging economies: Some panel inferences."
Theoretical and Applied Economics 101-118.
Nopirin. 2010. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE.
Paramita, Rio Putri, and Irene Rini Demi Pangestuti. 2016. "DETERMINAN
YIELD OBLIGASI PEMERINTAH TENOR 5 TAHUN DENGAN
80
MENGGUNAKAN MODEL EGARCH PADA NEGARA INDONESIA,
MALAYSIA, THAILAND, DAN FILIPINA." DIPONEGORO JOURNAL
OF MANAGEMENT 1-14.
Perović, Lena Malešević. 2015. "The impact of fiscal positions on government bond
yields in CEE countries." Economic Systems 301-316.
Saputra, Tiyas Ardian, and Prasetiono. 2014. "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUH YIELD OBLIGASI KONVENSIONAL DI
INDONESIA (Studi Kasus Pada Perusahaan Listed di BEI)." Jurnal Studi
Manajemen & Organisasi 67-77.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulasmiyati, Irene Sarah Larasati & Sri. 2018. "PENGARUH INFLASI, EKSPOR,
DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO
(PDB)(Studi Pada Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand)." Jurnal
Administrasi Bisnis 8-16.
Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Tandelilin, Eduardus. 2010. PORTOFOLIO dan INVESTASI Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: KANISIUS.
World Bank. 2019. GDP growth (annual %). Accessed Oktober 5, 2019.
https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?view=chart.
World Bank. 2019. Inflation, consumer prices (annual %). Accessed Oktober 5,
2019. https://data.worldbank.org/indicator/FP.CPI.TOTL.ZG?view=chart.
World Bank. 2019. Total Reserves (includes gold, current US$). Accessed Oktober
5, 2019.
https://data.worldbank.org/indicator/FI.RES.TOTL.CD?view=chart.
World Bank. 2019. "World Bank list of economies (June 2019)." World Bank. Juni.
Accessed Oktober 8, 2019. https://databank.worldbank.org › data ›
download › site-content › CLASS.
81
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penelitian
Negara Tahun
Yield
Obligasi
Pemerintah
Tenor 10
Tahun
(%)
(PGDP)
Pertumbuhan
GDP
(%)
(INF)
Tingkat
Inflasi
(%)
Nilai
Cadangan
Devisa
(USD)
Afrika Selatan 2010 8,156 3,039730814 4,063538973 43.819.545.749
Afrika Selatan 2011 8,204 3,284168142 5,017157733 48.748.260.246
Afrika Selatan 2012 6,789 2,213354808 5,723943662 50.688.078.405
Afrika Selatan 2013 7,906 2,485200500 5,776404135 49.708.174.894
Afrika Selatan 2014 7,969 1,846991604 6,136020151 49.121.568.380
Afrika Selatan 2015 9,795 1,193732801 4,509208278 45.887.065.757
Afrika Selatan 2016 8,924 0,399087930 6,594604415 47.180.127.301
Afrika Selatan 2017 8,721 1,414512626 5,181082233 50.722.891.363
Afrika Selatan 2018 8,885 0,787055570 4,504577493 51.642.041.967
Brazil 2010 12,168 7,528225830 5,038726901 288.574.623.537
Brazil 2011 12,607 3,974423079 6,636369353 352.010.222.756
Brazil 2012 9,166 1,921175986 5,403553391 373.160.977.540
Brazil 2013 10,876 3,004822669 6,204335948 358.816.422.466
Brazil 2014 12,364 0,503955740 6,329152227 363.570.226.085
Brazil 2015 16,511 -3,545763390 9,029807186 356.464.980.327
Brazil 2016 11,401 -3,305454310 8,739128300 364.984.039.092
Brazil 2017 10,256 1,063861259 3,446367832 373.955.518.686
Brazil 2018 9,235 1,117579180 3,664850284 374.709.673.448
China 2010 3,911 10,63614046 3,175327981 2.913.711.711.315
82
China 2011 3,440 9,550914090 5,553897059 3.254.674.063.563
China 2012 3,590 7,859627493 2,619526165 3.387.512.973.774
China 2013 4,620 7,768615284 2,621049027 3.880.368.265.253
China 2014 3,650 7,299518921 1,921643416 3.900.039.302.991
China 2015 2,860 6,905316670 1,437024514 3.405.253.363.888
China 2016 3,060 6,736675253 1,999999998 3.097.658.421.378
China 2017 3,902 6,757007611 1,593137255 3.235.681.607.213
China 2018 3,310 6,645125479 2,074788902 3.168.216.331.199
India 2010 7,919 8,497586876 11,98938992 300.480.168.786
India 2011 8,567 5,241314225 8,858360966 298.739.463.091
India 2012 8,050 5,456387552 9,312445605 300.425.517.447
India 2013 8,825 6,386106401 10,90764331 298.092.478.741
India 2014 7,857 7,410227605 6,353194544 325.081.035.128
India 2015 7,761 7,996253786 5,872426595 353.319.061.013
India 2016 6,515 8,169526505 4,941026458 361.694.321.972
India 2017 7,326 7,167888861 2,490886999 412.613.792.020
India 2018 7,369 6,982333556 4,860699467 399.167.159.227
Indonesia 2010 7,606 6,223854181 5,134204008 96.210.980.584
Indonesia 2011 6,027 6,169784208 5,35604779 110.136.597.662
Indonesia 2012 5,191 6,030050653 4,279499996 112.797.627.833
Indonesia 2013 8,452 5,557263689 6,412513302 99.386.826.239
Indonesia 2014 7,796 5,006668426 6,394925408 111.862.594.562
Indonesia 2015 8,993 4,876322300 6,363121131 105.928.847.089
Indonesia 2016 7,973 5,033069183 3,525805157 116.369.601.851
Indonesia 2017 6,319 5,067406366 3,80879807 130.215.330.383
Indonesia 2018 8,025 5,171270328 3,198346416 120.660.974.091
83
Lampiran 2: Hasil Estimasi Model Data Panel
A. Common Effect Model
Dependent Variable: YO_10
Method: Panel Least Squares
Date: 11/01/19 Time: 13:02
Sample: 2010 2018
Periods included: 9
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 45
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 11.81864 5.881182 2.009569 0.0511
PGDP -0.492743 0.096714 -5.094824 0.0000
INF 0.477568 0.119705 3.989530 0.0003
LN_DEV -0.160789 0.221469 -0.726014 0.4720
R-squared 0.650485 Mean dependent var 7.752133
Adjusted R-squared 0.624911 S.D. dependent var 2.856893
S.E. of regression 1.749690 Akaike info criterion 4.041441
Sum squared resid 125.5180 Schwarz criterion 4.202034
Log likelihood -86.93243 Hannan-Quinn criter. 4.101309
F-statistic 25.43517 Durbin-Watson stat 0.985781
Prob(F-statistic) 0.000000
B. Fixed Effect Model
Dependent Variable: YO_10
Method: Panel Least Squares
Date: 11/01/19 Time: 13:04
Sample: 2010 2018
Periods included: 9
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 45
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 75.80052 65.59539 1.155577 0.2553
PGDP -0.207674 0.111649 -1.860058 0.0708
INF 0.180502 0.122537 1.473043 0.1492
LN_DEV -2.576032 2.461205 -1.046655 0.3020
Effects Specification
84
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.867309 Mean dependent var 7.752133
Adjusted R-squared 0.842205 S.D. dependent var 2.856893
S.E. of regression 1.134855 Akaike info criterion 3.250699
Sum squared resid 47.65219 Schwarz criterion 3.571883
Log likelihood -65.14072 Hannan-Quinn criter. 3.370433
F-statistic 34.54897 Durbin-Watson stat 1.939346
Prob(F-statistic) 0.000000
C. Random Effect Model
Dependent Variable: YO_10?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/01/19 Time: 13:08
Sample: 1 9
Included observations: 9
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 45
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 24.58180 11.33588 2.168496 0.0360
PGDP? -0.224806 0.094012 -2.391258 0.0215
INF? 0.258722 0.096973 2.667991 0.0109
LN_DEV? -0.648582 0.426511 -1.520667 0.1360
Random Effects (Cross)
AFRIKASELATAN--C -1.104266
BRAZIL--C 2.786248
CHINA--C -1.098281
INDIA--C 0.116916
INDONESIA--C -0.700618
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 1.283610 0.5613
Idiosyncratic random 1.134855 0.4387
Weighted Statistics
R-squared 0.337772 Mean dependent var 2.191405
Adjusted R-squared 0.289316 S.D. dependent var 1.411221
S.E. of regression 1.189688 Sum squared resid 58.02968
F-statistic 6.970735 Durbin-Watson stat 1.695921
Prob(F-statistic) 0.000676
85
Unweighted Statistics
R-squared 0.547149 Mean dependent var 7.752133
Sum squared resid 162.6282 Durbin-Watson stat 0.605146
D. Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 15.114912 (4,37) 0.0000
Cross-section Chi-square 43.583423 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: YO_10
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/19 Time: 05:18
Sample: 2010 2018
Periods included: 9
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 45
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 11.81864 5.881182 2.009569 0.0511
PGDP -0.492743 0.096714 -5.094824 0.0000
INF 0.477568 0.119705 3.989530 0.0003
LN_DEV -0.160789 0.221469 -0.726014 0.4720
R-squared 0.650485 Mean dependent var 7.752133
Adjusted R-squared 0.624911 S.D. dependent var 2.856893
S.E. of regression 1.749690 Akaike info criterion 4.041441
Sum squared resid 125.5180 Schwarz criterion 4.202034
Log likelihood -86.93243 Hannan-Quinn criter. 4.101309
F-statistic 25.43517 Durbin-Watson stat 0.985781
Prob(F-statistic) 0.000000
86
E. Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 7.057703 3 0.0701
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
PGDP -0.207674 -0.224806 0.003627 0.7761
INF 0.180502 0.258722 0.005612 0.2964
LN_DEV -2.576032 -0.648582 5.875619 0.4265
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: YO_10
Method: Panel Least Squares
Date: 11/22/19 Time: 05:22
Sample: 2010 2018
Periods included: 9
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 45
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 75.80052 65.59539 1.155577 0.2553
PGDP -0.207674 0.111649 -1.860058 0.0708
INF 0.180502 0.122537 1.473043 0.1492
LN_DEV -2.576032 2.461205 -1.046655 0.3020
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.867309 Mean dependent var 7.752133
Adjusted R-squared 0.842205 S.D. dependent var 2.856893
S.E. of regression 1.134855 Akaike info criterion 3.250699
Sum squared resid 47.65219 Schwarz criterion 3.571883
Log likelihood -65.14072 Hannan-Quinn criter. 3.370433
F-statistic 34.54897 Durbin-Watson stat 1.939346
Prob(F-statistic) 0.000000
87
F. Multikolinieritas Test
PGDP INF LN_DEV
PGDP 1.000000 -0.262276 0.507964
INF -0.262276 1.000000 -0.373419
LN_DEV 0.507964 -0.373419 1.000000