PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA...

127
PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP AGRESIVITAS POLISI LALU LINTAS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Universitas Islam Negeri Oleh: NURMALIA NIM: 106070002281 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Transcript of PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA...

Page 1: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP AGRESIVITAS

POLISI LALU LINTAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Psikologi

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Universitas Islam Negeri

Oleh:

NURMALIA

NIM: 106070002281

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP AGRESIVITAS POLISI LALU-LINTAS telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 07 September 2010 Sidang Munaqasyah Dekan/ Pembantu Dekan/ Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota : Penguji I Penguji II Gazi Salom, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 19711214 200701 1014 NIP. 19730710 200501 1006

Pembimbing I Pembimbing II Ikhwan Luthfi, M.Psi Miftahuddin, M.Si NIP. 19730710 200501 1006 NIP. 19730317 200604 1001

Page 3: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP AGRESIVITAS

POLISI LALU LINTAS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

NURMALIA

NIM: 106070002281

Di bawah bimbingan,

Pembimbing 1 Pembimbing II

Ikhwan Luthfi, M.Psi Miftahuddin, M.Si

NIP: 197307102005011006 NIP: 197303172006041001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 4: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurmalia

NIM : 106070002281

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi tentang

Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu

lintas” adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat. Adapun

kutipan-kutipan dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber

pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang

jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya

orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Jakarta, 03 September 2010

Nurmalia

Page 5: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

ABSTRAKSI

A. Fakultas Psikologi

B. September 2010

C. Nurmalia

D. Pengaruh Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu Lintas

E. Hal : 102 + lampiran

F. Dalam melaksanakan tugasnya, terkadang polisi lalu-lintas (Polantas) tidak terlepas dari perilaku agresif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku agresif diantaranya adalah lingkungan kerja fisik yang buruk. Karena bila dilihat dari pentingnya kehadiran Polantas dalam mengatur lalu-lintas, maka tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar waktu tugas para Polantas berada di jalan raya dengan lingkungan kerja fisik yang sangat buruk setiap harinya, seperti kadar polusi yang tinggi, suhu tinggi, serta kebisingan, dan bila seseorang berada dalam lingkungan kerja fisik yang buruk setiap harinya, maka kemungkinan akan menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak menyenangkan. Namun, seberapa jauh akibat yang akan ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara individu mempersepsikannya.

Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian tipe A dan tipe B. Kepribadian tipe A yang ditandai dengan adanya ketidaksabaran dan perasaan terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu, keterlibatan yang tinggi terhadap tugas atau pekerjaan, nafsu bersaing yang berlebihan, mudah tersinggung atau marah, serta agresif. Kepribadian tipe A dianggap memiliki kesamaan dengan ciri para anggota Polantas yang agresif dalam melaksanakan tugas di lapangan dibandingkan dengan kepribadian tipe B yang menunjukkan manifestasi yang sebaliknya, yaitu lebih sabar, santai, tenang, ambisinya rendah, mampu menahan diri, dan pasif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian terhadap agresivitas Polisi lalu lintas, serta ingin mengetahui besarnya sumbangan persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian terhadap agresivitas Polisi lalu lintas. Pendekatan yang digunakan adalah

Page 6: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah anggota Sat Patwal Polda Metro Jaya sebanyak 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah skala semantic differensial untuk skala persespsi tentang lingkungan kerja fisik, skala model likert untuk skala agresivitas, dan skala dikotomi untuk skala tipe kepribadian. Teknik pengolahan dan analisis dilakukan dengan analisis statistik multiple regression atau analisis regresi berganda.

Jumlah item valid untuk skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik adalah 33 item dengan reliabilitas sebesar 0.932, untuk skala tipe kepribadian jumlah item yang valid adalah 27 item dengan reliabilitas sebesar 0.827, sedangkan untuk skala agresivitas jumlah item yang valid 39 item dengan reliabilitas sebesar 0.884. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan teknik statistik multiple regression maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian terhadap agresivitas Polisi lalu-lintas. Hal ini berarti variabel persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 26.1% terhadap agresivitas Polantas. Adapun tipe kepribadian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas Polisi lalu-lintas, yakni memiliki kontribusi sebesar 23.4% dalam mempengaruhi agresivitas atau lebih besar dibandingkan persepsi tentang lingkungan kerja fisik terhadap agresivitas Polisi lalu-lintas.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan faktor-faktor lain seperti frustasi, provokasi, efek senjata, kekerasan di media, alkohol, obat-obatan, kesesakan, hormon, gender, dan harga diri. Karena variabel-variabel tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas individu yang kemungkinan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar.

G. Bahan bacaan : 32 Buku, 8 Jurnal, 1 Internet, 3 Artikel.

Page 7: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia
Page 8: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

MOTTO

Jangan katakan pada Allah kamu memiliki masalah besar, tapi

katakan pada masalah, bahwa kamu memiliki Allah Maha Besar.

Jalani hidup ini dengan keyakinan karena Allah bersama kita

selalu.

(Mala)

iv

Page 9: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayahanda dan Ibunda

Untuk Kakak, Adik

Serta untuk orang-orang yang kucintai

v

Page 10: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama proses penulisan skripsi, penulis menyadari banyak pihak-pihak yang sangat bermurah hati meluangkan waktu membantu kelancaran proses penulisan skripsi. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Jahja Umar, P.hD selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi fakultas Psikologi atas segala bimbingan dan fasilitas yang diberikan.

2. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi dan Bapak Miftahuddin, M.Si selaku pembimbing penulisan skripsi. Terima kasih atas bimbingan, saran, arahan, petunjuk, nasihat, dukungan, serta waktu luang yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dari awal hingga akhir.

3. Keluarga besar Bapak Manhal, terutama Ayahanda yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat merasakan pendidikan di Perguruan Tinggi. Kakak-kakakku tercinta: bang Anang, bang Mbad, dan ka Dian, terima kasih atas semangat dan dorongannya, Aldy, dan Fitri terima kasih atas tawa dan canda kalian yang mempu menghilangkan penat di kepala.

4. Mas Fikri terima kasih telah meluangkan waktunya untuk penulis dan juga terima kasih atas motivasinya.

5. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2006, khususnya kelas C terima kasih atas kebersamaan yang kita lalui bersama, kini saatnya kita memasuki babak baru yang lebih menantang, SEMANGAT!!!!!

6. Sahabat-sahabatku Nofika Sari, Nur Malasari, dan Marissa yang telah meluangkan waktunya dan memberikan perhatian dan motivasi serta bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya tiada kata yang dapat penulis sampaikan kecuali rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT meridhoi langkah kita.

Page 11: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

Jakarta, 03 September 2010

Nurmalia

Page 12: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

KATA PENGANTAR

Tiada untaian yang pantas untuk diucapkan kecuali ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmaan dan RahiimNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring penulis hanturkan kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan kepada kita semua sebagai umatnya. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Dalam menyusun skripsi ini tidak sedikit hambatan, rintangan, dan tantangan yang penulis temui, tetapi dibalik itu, kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari peranan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga semua hambatan, rintangan dan tantangan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu dalam pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, P.hD dan pembimbing

akademik, Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si yang telah membimbing penulis selama kuliah.

2. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi selaku pembimbing 1 dan Bapak Miftahuddin, M.Si selaku pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini yang telah sabar dan ikhlas meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan masukan-masukan kepada penulis.

3. Ayahanda dan ibunda yang telah banyak membantu dan memberi motivasi baik berupa moril maupun materil, pengorbanan, perhatian serta doa untuk penulis, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan Skripsi ini.

4. Ibu Padmi selaku kepala urusan operasional Sat. Patwal dan Bapak Edy selaku staf TAUD Subbag Renmin Ditlantas yang dengan ikhlas dan sabar membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.

5. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2006, semoga kesuksesan selalu menyertai kita.

6. Semua orang yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat kepada mereka.

Penulis berdoa kepada Allah SWT semoga kebaikan mereka semua diterima di sisi-Nya sebagai amal shaleh dan mendapat balasan kebaikan yang berlipat ganda, amin. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun bagi mahasiswa lain, khususnya mahasiswa Psikologi yang membahas tentang materi yang penulis teliti.

Jakarta, 03 September 2010

Nurmalia

Page 13: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………….. i Halaman Persetujuan……………………………………………………… ii Halaman Pengesahan …………………………………. …………………. iii Motto ……………………………………………………………………… iv Persembahan ……………………………………………………………… v Abstraksi ………………………………………………………………….. vi Kata Pengantar…………………………………………………………….. viii Ucapan Terima Kasih……………………………………………………... ix Pernyataan Bukan Plagiat ………………………………………………… x Daftar Isi…………………………………………………………………... xi Daftar Tabel……………………………………………………………….. xiv Daftar Gambar…………………………………………………………….. xvi BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………… 1- 15

1.1. Latar Belakang Penelitian …………………………….. 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………. 11

1.2.1. Pembatasan Masalah …………………………… 11

1.2.2. Perumusan Masalah ……………………………. 12

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………. 12

1.3.1. Tujuan Penelitian ……………………………..... 12

1.3.2. Manfaat Penelitian ……………………………... 13

1.4. Sistematika Penulisan ………………………………… 15

BAB 11 KAJIAN TEORI ………………………………………… 16-63

2.1. Agresivitas ……………………………………………. 16

2.1.1. Pengertian Agresivitas …………………………. 16

2.1.2. Teori-teori Agresi ……………………………… 17

2.1.3. Bentuk-bentuk Agresivitas …………………….. 26

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas .. 30

2.2. Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik…………….. 34

2.2.1. Pengertian Persepsi ……………………………. 34

2.2.2. Perubahan Persepsi ……………………………. 35

xi

Page 14: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

2.2.3. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik …………… 36

2.2.4. Pengertian Persepsi tentang Lingkungan

Kerja Fisik …………………………………… 37

2.2.5. Jenis-Jenis Lingkungan Kerja Fisik …………. 38

2.3. Kepribadian ……………………………………….... 49

2.3.1. Pengertian Kepribadian …………………….... 49

2.3.2. Pola Perilaku Kerpribadian Tipe A & Tipe B .. 50

2.4. Polisi Lalu Lintas ………………………………….. 54

2.4.1. Pengertian Polisi Lalu-lintas (Polantas) …….. 54

2.4.2. Tugas dan Fungsi Polisi Lalu Lintas …………55

2.5. Kerangka Berpikir …………………………….….....57

2.6. Hipotesis ……………………………………..……. .63

BAB 111 METODE PENELITIAN ………..…………………… 64- 80

3.1. Pendekatan Penelitian ……………………………… 64

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel...64

3.2.1. Populasi Penelitian ………………………......64

3.2.2. Sampel Penelitian ………………………........64

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ………………...65

3.3. Variabel Penelitian ………………………..………...66

3.3.1. Identifikasi Variabel Penelitian ……………...66

3.3.2 . Definisi Operasional Variabel Penelitian….....66

3.4. Pengumpulan Data…………………………………...68

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data …………………..68

3.4.2. Instrumen Penelitian ………………………....69

3.5. Uji Instrumen Penelitian …………………………….73

3.5.1. Uji Validitas ………………………………....73

3.5.2. Uji Reliabilitas ………………………………73

3.6. Hasil Uji Instrumen Penelitian ……………………...74

xi

Page 15: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………………77

3.8. Prosedur Penelitian …………………………………. 78

BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………. 81-93

4.1. Gambaran Umum Responden ………………………. 81

4.1.1. Responden Berdasarkan Usia ………………… 81

4.1.2. Responden Berdasarkan Status Perkawinan …. 82

4.1.3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 83

4.1.4. Responden Berdasarkan Jabatan/Pangkat ……. 84

4.1.5. Responden Berdasarkan Masa Kerja ……….... 85

4.2. Analisis Deskriptif ………………………………….. 86

4.2.1. Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik ……. 86

4.2.2. Tipe Kepribadian …………………………….. 87

4.2.3. Agresivitas …………………………………… 88

4.3. Hasil Uji Hipotesis ………………………………….. 89

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ……………. 94-102

5.1. Kesimpulan ………………………………………… 94

5.2. Diskusi ……………………………………………... 95

5.3. Saran ……………………………………………….. 101

5.3.1. Saran Teoritis ……………………………….. 101

5.3.2. Saran Praktis ………………………………... 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi

Page 16: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

xi

Page 17: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue Print Try Out Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik …………………………………………. 70

Tabel 3.2. Penilaian Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik …………………………………………. 71

Tabel 3.3. Blue Print Try Out Skala Tipe Kepribadian ……………………. 71 Tabel 3.4. Blue Print Try Out Skala Agresivitas ………………………….. 72 Tabel 3.5. Penilaian Skala Agresivitas …………………………………….. 73 Tabel 3.6. Kaidah Reliabilitas Guilford ………………………………….... 74 Tabel 3.7. Blue Print Revisi Skala Persepsi tentang

Lingkungan Kerja Fisik ………………………………………… 75

Tabel 3.8. Blue Print Revisi Skala Tipe Kepribadian ……………………... 76 Tabel 3.9. Blue Print Revisi Skala Agresivitas ………………………...….. 77 Tabel 4.1. Responden Berdasarkan Usia ………………………………….. 82 Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Status Perkawinan …………………… 82 Tabel 4.3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir …………………. 83 Tabel 4.4.Responden Berdasarkan Jabatan/ Pangkat ……………………… 84 Tabel 4.5. Responden Berdarkan Masa Kerja ……………………………... 85 Tabel 4.7. Kategorisasi Persepsi tentang

Lingkungan Kerja Fisik ………………………………………… 87

Tabel 4.8. Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian ……………………. 88 Tabel 4.9. Kategorisasi Agresivitas ……………………………………….. 89 Tabel 4.10. Nilai R Square (Koefisien Determinasi) .................................... 90 Tabel 4.11. Nilai Uji F (tabel lampiran Anova regresi linear ganda) ……… 91

xvi

Page 18: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

Tabel 4.12. Coefficients(a) ………………………………………………. 91 Tabel 4.13. Variables Entered/Removed(a) ……………………………... 93 Tabel 4.14. Model Summary (Hasil Stepwise) …………………………... 93

xvi

Page 19: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses episodic dari The General Aggression Model (Anderson & Bushman, 2002) ………………………………….. 21

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Pengaruh Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu-lintas …………………………. 63

Page 20: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Sejarah panjang kekerasan (tindakan agresi) aparat kepolisian nampaknya

tidak kunjung usai. Seringkali atas alasan menjaga keamanan dan ketertiban,

Kepolisian menggunakan kekerasan fisik maupun psikis terhadap masyarakat sipil

baik dalam penanganan kasus kejahatan maupun kasus non-kejahatan (seperti;

demo, sengketa tanah, pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain). Polisi sering

berlindung di balik Undang-Undang demi melegalkan tindakan semena-mena dan

kekerasan, yang pada kenyataannya sebagian besar tindakan tersebut terkesan

berlebihan dan dipaksakan. Misalnya, seperti tragedi yang terjadi di kampus

UNAS (Universitas Nasional), dapat dilihat bagaimana polisi menggunakan

pendekatan represif dalam menghadapi dan menangani aksi demonstrasi

mahasiswa yang menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.

Penggunaan pola pendekatan ini berakhir dengan penyerbuan aparat kepolisian ke

dalam kampus, terjadinya kekerasan terhadap mahasiswa, serta pengrusakan

sejumlah properti milik kampus (Al Araf, 2008).

Begitu pula dengan polisi lalu lintas (Polantas) sebagai bagian dari Polri

juga tidak terlepas dari perilaku kekerasan (tindakan agresi). Misalnya, seperti

seringkali polisi menggunakan kata-kata kasar untuk memberitahukan

pelanggaran yang dilakukan pengendara, bersikap arogan, bahkan tidak jarang

Page 21: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

2

mereka terbawa emosi bila pelanggar mencoba membela diri. Semua itu adalah

kepingan peristiwa yang memperkukuh bahwa praktik brutalitas polisi itu terus

berlanjut. Hal ini membuktikan bahwa masih kuatnya budaya militeristik di dalam

institusi kepolisian (http://citizennews.suaramerdeka.com).

Menurut Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),

selama tahun 2007 sampai 2008, mencatat ada 180 kasus kekerasan yang

dilakukan oleh aparat Kepolisian. Jumlah ini lebih besar daripada tindakan agresi

(kekerasan) oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang hanya 18 kasus.

Faktanya, tindakan agresi (kekerasan) tidak saja dilakukan antara aparat polisi

dengan warga masyarakat yang harusnya dilindungi, namun juga antara aparat

polisi dengan aparat keamanan lainnya (TNI) (Yuntho, 2008).

Akibat tindakan agresi (kekerasan), tugas utama polisi yang seharusnya

melindungi dan mengayomi masyarakat, namun dalam kenyataannya justru

sebaliknya membuat masyarakat tidak terlindungi dan tidak nyaman jika

bersentuhan langsung dengan aparat kepolisian. Tentunya bukan secara

institusional kepolisian yang bersalah, tetapi keberadaan personil yang melakukan

tindakan kriminal tersebut mau tidak mau telah mencermarkan nama baik

institusi.

Dari fenomena di atas, nampaknya perjalanan satu dasawarsa reformasi

belum cukup mendorong perubahan dan perbaikan kinerja Polri ke arah yang

lebih baik. Keluarnya UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagai bagian dari

tahapan reformasi Polri, juga tidak serta merta memperbaiki dan mendorong

Page 22: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

3

aparat polisi dapat bekerja dengan baik sesuai fungsi dan tugas yang dinyatakan di

dalam UU tersebut. Serta prinsip-prinsip yang seharusnya dijadikan sebagai

landasan kerja Kepolisian, seperti asas profesionalitas, Hak Asasi Manusia

(HAM), dan pendekatan kerja yang lebih humanis, dalam kenyataannya masih

terus diabaikan oleh aparatnya (Mabruri, 2008).

Karena itu, menjadi aneh bila polisi yang sudah memiliki Prosedur Tetap

(Protap) namun masih terjadi tindakan agresi polisi. Hal ini menjadi pertanyaan

apakah Protap yang salah, ataukah ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

agresivitas polisi?

Setidaknya terdapat beberapa faktor munculnya perilaku kekerasan

(tindakan agresi) yang dilakukan oleh oknum polisi, antara lain: 1) faktor frustasi

(Baron & Byrne, 2005), 2) provokasi (Baron & Byrne, 2005), 3) efek senjata

(Krahe, 2005), 4) kekerasan di media (Baron & Byrne, 2005), 5) alkohol & obat-

obatan (Baron & Byrne, 2005), 6) temperatur (Baron & Byrne, 2005) , 7)

kesesakan (Krahe, 2005), 8) polusi udara (Berkowitz, 1995), 9) kebisingan

(Krahe, 2005), 10) kepribadian (Baron & Byrne, 2005) , 11) hormon (Sarwono,

2002),12) gender (Baron & Byrne, 2005), dan 13) harga diri (Sarwono, 2002).

Dalam penelitian ini, aspek lingkungan kerja fisik dan pengaruh

kepribadian yang menjadi fokus penelitian. Aspek lingkungan kerja fisik penting

untuk melihat kinerja Kepolisian. Karena mengingat, selain tingkat ancaman dari

lingkungan kerja fisik dan resiko pekerjaan sangat tinggi, polisi bekerja selama 24

jam per hari dan tujuh hari dalam seminggu tanpa mengenal cuaca (Yuntho,

Page 23: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

4

2008). Selain itu, hasil studi ilmiah juga membuktikan bahwa kelemahan polisi di

dalam memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat justru disebabkan

karena keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung tugas-tugas Kepolisian

(Tongat, 1997). Memang fenomena yang terjadi di lapangan atau di jalan raya

tidak mencerminkan kenyamanan kerja yang optimal, dikarenakan lingkungan

kerja fisik sangat jauh dari kriteria kenyamanan tersebut, seperti suhu yang terlalu

panas, polusi, dan kebisingan. Dari lingkungan kerja fisik yang ada, menurut

peneliti hanyalah memenuhi batas minimal dimana seseorang hanya bisa bekerja

dengan tanpa kenyamanan yang diinginkan.

Bila dilihat dari pentingnya kehadiran Polantas dalam mengatur lalu-lintas,

maka tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar waktu tugas para Polantas

berada di jalan raya dengan lingkungan kerja fisik yang sangat buruk setiap

harinya. Seperti kadar polusi yang tinggi, suhu tinggi, serta kebisingan, dan bila

seseorang berada dalam lingkungan kerja fisik yang buruk setiap harinya, maka

kemungkinan akan menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak menyenangkan.

Namun, seberapa jauh akibat yang akan ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung

pada bagaimana cara individu mempersepsikannya.

Oleh karena itu, mengenai nyaman dan ketidaknyamanan karyawan

terhadap lingkungan kerja fisiknya merupakan keadaan yang sifatnya subjektif

yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan

mengenai apa yang secara nyata diterima oleh karyawan dari lingkungan kerja

fisiknya dengan apa yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkanya sebagai hal

yang pantas atau berhak baginya.

Page 24: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

5

Kartono (2002) menyatakan bahwa unsur perasaan memang memiliki

peranan yang besar sekali dalam menentukan sikap. Misalnya, keluhan para

karyawan dalam menanggapi kondisi kerjanya seringkali bukan disebabkan

kondisi fisik yang benar-benar buruk dalam perusahaan, tetapi lebih disebabkan

oleh perasaan mereka yang beranggapan bahwa kondisi tersebut tidak seharusnya

demikian jeleknya, tetapi seharusnya bisa lebih baik, atau kondisi yang buruk

tersebut semestinya bisa dihindari. Karena itu, biasanya selain memperhatikan

kondisi fisik dan materil yang baik dalam perusahaan, psikologi perusahaan lebih

menekankan pada masalah-masalah psikologis, misalnya opini, prasangka,

motivasi kerja, emosi, sikap, termasuk persepsi karyawan.

Hal senada juga dinyatakan oleh Lazarus (dalam Bell, Greene, Fisher dan

Baum, 1978) bahwasanya suatu peristiwa dapat dinilai sebagai ancaman atau

tantangan oleh individu tergantung dari persepsi individu. Reaksi terhadap stres

sangat tergantung bagaimana individu menafsirkan atau menilai, baik secara sadar

atau tidak, arti dari peristiwa yang dialaminya. Hal ini berarti tekanan atau

gangguan dari lingkungan, tidak selalu mengakibatkan stres pada setiap individu.

Namun, tergantung pada bagaimana individu menilainya. Oleh karena itu, besar

kemungkinan bahwa tindak kekerasan Polantas terkait erat dengan persepsi

terhadap lingkungan kerja fisiknya yang penuh dengan stres.

Salah satu penelitian mengenai persepsi terhadap lingkungan kerja fisik

dilakukan oleh Syafrika dan Suyasa (2004), melalui studi korelasi mengenai

persepsi terhadap lingkungan fisik kerja dengan dorongan berperilaku agresif pada

polisi lalu lintas di Satlantas Kota Besar Jambi. Dari studi tersebut dapat

Page 25: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

6

disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara kebisingan dan polusi

dengan dorongan berperilaku agresif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

individu mempersepsikan kebisingan dan polusi sebagai sesuatu yang sangat

terasa dan tidak nyaman, maka akan semakin tinggi dorongan berperilaku agresif

individu tersebut. Sebaliknya semakin individu mempersepsikan kebisingan dan

polusi sebagai sesuatu yang tidak terasa dan nyaman, maka semakin rendah

dorongan berperilaku agresif individu tersebut.

Dengan demikian, lingkungan kerja yang baik, aman, bersih, dan sehat

akan membuat individu merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas-

tugas yang dibebankan kepadanya. Selain itu, kondisi kerja yang memadai akan

menjadi pendorong serta penunjang kegairahan dan efisiensi kerja, sedangkan

kondisi kerja yang melebihi toleransi kemampuan manusia untuk menghadapinya

akan menjadi sebab malapetaka bagi faktor manusianya. Namun, seberapa jauh

akibat yang akan ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara

individu mempersepsikannya.

Selain faktor persepsi tentang lingkungan kerja fisik, faktor manusia yang

dianggap turut berperan dalam perilaku agresif adalah faktor kepribadian, karena

kepribadian merupakan salah satu variabel person (variabel masukan) yang dapat

menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Selain itu, kepribadian ini juga dapat

mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam memori

yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arousal yang dapat

mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Variabel person (kepribadian) dapat

mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di

Page 26: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

7

dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan

pikiran, agresi, emosi, dan kecenderungan untuk bertingkah laku (Carnagey &

Anderson, 2004). Dengan demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya

akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi,

sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses

dan lebih siap untuk teraktivasi pada situasi lain, yang dapat membimbing tingkah

laku di masa yang akan datang.

Dalam teorinya Bushman (dalam Carnagey & Anderson, 2004),

menyatakan bahwa terdapat perbedaan individual dalam merespon stimulus

agresif dan ambigu yang disebabkan karena adanya perbedaan individu dalam

struktur memorinya. Menurut Bushman, hal ini disebabkan karena individu yang

memiliki sifat agresif yang tinggi memiliki jaringan asosiatif kognitif tentang

agresi yang lebih banyak dan lebih berkembang daripada individu yang memiliki

sifat agresif rendah. Perbedaan jaringan asosiatif ini menyebabkan individu

dengan sifat agresif tinggi lebih cepat mengakses konsep-konsep agresi, yang

dapat dengan mudah teraktivasi dengan hanya adanya sedikit situasi yang tidak

menyenangkan. Selain itu juga, individu dengan sifat agresif tinggi dapat

menginterpretasi hal-hal yang ambigu menjadi terasosiasi dengan konsep agresi

dibandingkan dengan individu yang memiliki sifat agresif rendah. Maksudnya

adalah individu dengan sifat agresif tinggi akan mengartikan hal-hal yang belum

pasti berhubungan dengan agresi, menjadi terkait dengan konsep-konsep agresi

yang dipunyainya.

Page 27: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

8

Steven & Mary (2005) mengatakan bahwa kepribadian bersifat stabil

sepanjang waktu dan memberikan pola perilaku yang konsisten pada individu.

Karena bersifat stabil dan konsisten itulah, individu yang memiliki sifat agresif

akan cenderung berperilaku agresif pada setiap situasi. Selain itu, karena sifatnya

yang permanen, maka dapat mempengaruhi keadaan temporer seseorang dalam

hal ini adalah keadaan psikologis individu yang pada akhirnya turut berperan

terhadap kemungkinan terjadi atau tidaknya perilaku agresif.

Hal senada juga diungkapkan oleh Houston & Vavak (dalam Sarafino,

1994) yang menyatakan bahwa kepribadian pelaku agresi merupakan kondisi yang

stabil. Sehingga ketika individu menampilkan perilaku agresif pada suatu situasi,

individu tersebut akan menampilkan perilaku agresif di situasi yang lain. Dari

penelitian longitudional yang dilakukan menunjukkan bahwa remaja yang terlibat

dalam perilaku agresif cenderung terlibat dalam perilaku antisosial pada saat

dewasa (Sarafino, 1994). Karena itu, kepribadian dapat digunakan untuk

menggambarkan, menjelaskan, dan dapat digunakan sebagai prediksi efektivitas

perilaku yang akan datang yang dapat membedakan antara individu yang satu

dengan yang lain (Larsen & Buss, 2005).

Dengan demikian, faktor psikologis tersebut dinilai esensial lebih

mendasar untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat prediksi dan

estimasi efektivitas sikap dan perilaku Polantas saat sekarang dan yang akan

datang. Selain itu, bahwa selama ini pembahasan dan penelitian dengan tema

permasalahan agresivitas Polantas di jalan raya yang dikaitkan dengan faktor

psikologis belum banyak diteliti. Atas dasar inilah penulis dengan segala

Page 28: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

9

keterbatasan yang ada mencoba mengungkap hubungan antara kepribadian

dengan perilaku agresif.

Menurut teori kepribadian, kepribadian seseorang mempengaruhi cara

individu dalam bereaksi, berpikir, merasa, berinteraksi dan beradaptasi dengan

orang lain, termasuk dalam membentuk perilaku agresif (Larsen & Buss, 2005).

Kepribadian itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam

sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan

pikirannya (Allport, 1960). Dalam teori-teori kepribadian, beberapa tokoh seperti

Morgan (1986) dan Mischel (2004) menyimpulkan bahwa kepribadian itu terdiri

dari struktur, antara lain adalah trait dan tipe (type). Trait adalah konsistensi

respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah

pengelompokkan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe

memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait. Contoh

dari tipe kepribadian antara lain introvert atau ekstrovert, tipe A atau B, dan lain-

lain.

Dalam perkembangan penelitian perilaku agresif, hasil penelitian Glass

(dalam Baron & Byrne, 2005) menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan

penting dalam perilaku agresif. Menurutnya bahwa kecenderungan seseorang

untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Individu yang

memiliki kepribadian tipe A cenderung lebih agresif dalam banyak situasi

daripada individu dengan kepribadian tipe B. Kepribadian tipe A digambarkan

sebagai individu yang memiliki sifat kompetitif, selalu terburu-buru, mudah

tersinggung, dan agresif. Sedangkan kepribadian tipe B digambarkan sebagai

Page 29: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

10

individu yang ambisinya tidak tinggi, cenderung tidak terburu-buru, dan tidak

mudah kehilangan kendali. Kepribadian tipe A inilah yang kemudian akan

menjadi fokus peneliti untuk diteliti, disebabkan karena belum banyak peneliti

yang mengkaji pengaruh kepribadian tipe A dengan perilaku agresif.

Penelitian terhadap agresivitas pernah dilakukan oleh Agung (2008)

melalui penelitian kualitatif mengenai agresi pada anggota TNI-AD yang berdinas

di Jakarta. Dari studi tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

dominan yang mempengaruhi anggota prajurit TNI-AD melakukan tindakan

agresi adalah provokasi, harga diri, kepribadian, dan proses belajar.

Dengan demikian, dari penjelasan di atas maka penulis ingin mencari tahu

seberapa besar pengaruh faktor kepribadian terhadap munculnya perilaku agresif

pada Polantas. Sehingga penulis memasukkan kepribadian sebagai variabel bebas

untuk menunjang variabel bebas lainnya yaitu persepsi tentang lingkungan kerja

fisik, sehingga dari keduanya dapat dilihat seberapa besar dan signifikankah

pengaruh keduanya terhadap variabel terikat yakni agresivitas Polantas.

Dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam apakah persepsi

tentang lingkungan kerja fisik dan kepribadian tipe A mempengaruhi agresivitas

Polantas. Selain itu, penulis juga tertarik untuk mengetahui lebih mendalam

mengenai perilaku agresif Polisi lalu-lintas, dan tingkat intensitas perilaku agresif

yang dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan di kota Jakarta, karena penegakkan

hukum yang dilaksanakan oleh satuan lalu-lintas tidak terlepas dari fenomena

tindak agresi dari para polantas.

Page 30: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

11

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada permasalahan:

a) Persepsi tentang lingkungan kerja fisik yaitu hasil interpretasi atau pandangan

subjek mengenai segala sesuatu yang ada di sekitar tempat kerja yang dapat

mempengaruhi performansi kerja subjek. Dalam penelitian ini, peneliti hanya

membatasi pada suhu, kebisingan, vibrasi atau getaran, polusi dan hygiene atau

kebersihan.

b) Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian tipe A dan

tipe B. Kepribadian tipe A ditandai dengan adanya ketidaksabaran dan

perasaan terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu, keterlibatan yang tinggi

terhadap tugas atau pekerjaan, nafsu bersaing yang berlebihan, mudah

tersinggung atau marah, dan agresif. Sedangkan kepribadian tipe B

menunjukkan manifestasi yang sebaliknya, yaitu lebih sabar, santai, tenang,

ambisinya rendah, mampu menahan diri, dan pasif.

c) Agresivitas yaitu segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti

seseorang baik secara fisik maupun mental dengan atau maksud tertentu

(Berkowitz, 1995). Dalam penelitian ini, adapun yang dimaksud perilaku

agresif yang dilakukan oleh Polantas yaitu perilaku agresif yang ditujukan

kepada pengguna jalan raya. Oleh karena itu, peneliti hanya membatasi pada

bentuk agresi fisik, dan agresi verbal yang dilakukan secara langsung. Agresi

fisik langsung dapat dilakukan dengan atau tanpa alat terhadap fisik lawan atau

Page 31: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

12

obyek sasaran secara langsung (memukul, menendang). Agresi verbal langsung

dapat berupa memaki, mengancam, yang dilakukan secara langsung.

a) Polantas yaitu badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan

keselamatan lalu lintas.

1.2.2. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Persepsi tentang Lingkungan

Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian secara bersama-sama terhadap Agresivitas

Polisi lalu-lintas?

2. Seberapa besar sumbangan yang diberikan Persepsi tentang Lingkungan Kerja

Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi lalu-lintas?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara Persepsi tentang Lingkungan

Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian secara bersama-sama terhadap Agresivitas

Polisi Lalu-lintas.

2. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan Persepsi tentang

Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi

Lalu-lintas.

Page 32: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

13

1.3.2. Manfaat Penelitian

1.3.2.1. Manfaat teoritis:

Dapat memberikan data empiris yang telah teruji secara ilmiah, sehingga

dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama psikologi sosial.

Serta dapat memberikan informasi dalam usaha meningkatkan SDM guna

memperbaiki kinerja Kepolisian Indonesia ke depan.

1.3.2.2. Manfaat praktis:

Diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat, institusi

kepolisian, dan anggota kepolisian lalu lintas khususnya, mengenai gambaran

agresi pada subjek anggota Polantas. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan subjek cenderung melakukan agresi. Sehingga kepada masyarakat

diharapkan untuk lebih berfikir positif terhadap anggota Polantas, dan menjalin

hubungan saling menghormati dan menghargai. Kemudian diharapkan para

anggota Polantas dapat mengontrol emosi dan amarahnya agar tidak ada lagi

kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polantas. Serta kepada institusi kepolisian

diharapkan dalam proses perekrutan dan seleksi calon anggota Polantas agar lebih

ketat dan selektif lagi, sehingga menghasilkan anggota-anggota yang terbaik

sesuai dengan yang diharapkan.

Selain itu, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

menanggulangi permasalahan tindakan agresi pada Polantas, dengan cara

menambahkan sarana dan prasarana atau dengan memberikan pelayanan

konsultasi kesehatan fisik dan psikis serta dengan mengadakan pelatihan-pelatihan

Page 33: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

14

mengenai pengendalian emosi serta pengendalian dan penilaian bahaya dari

lingkungan kerja fisik seperti kebisingan, temperatur, polusi udara, sehingga

mereka dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik.

1.4. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab, yang setiap babnya mempunyai sub-sub

tersendiri dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Merupakan kajian teori tentang agresivitas (pengertian agresivitas,

teori-teori agresi, bentuk-bentuk agresivitas, dan fakto-faktor yang

mempengaruhi agresivitas), persepsi tentang lingkungan kerja fisik

(pengertian persepsi, perubahan persepsi, pengertian lingkungan

kerja fisik, pengertian persepsi tentang lingkungan kerja fisik, dan

jenis-jenis lingkungan kerja fisik), kepribadian (pengertian

kepribadian, dan pola perilaku kerpribadian tipe A & tipe B),

kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III Metode penelitian, mencakup: pendekatan penelitian, pengambilan

sampel (populasi, sampel, serta teknik pengambilan sampel),

variabel penelitian (identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional variabel penelitian), pengumpulan data (teknik

pengumpulan data, dan instrumen penelitian), uji instrumen (uji

Page 34: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

15

validitas, dan uji reliabilitas), prosedur penelitian, dan teknik

analisa data.

BAB IV Hasil penelitian mencakup : gambaran umum subjek penelitian,

deskripsi data, dan hasil uji hipotesis.

BAB V Kesimpulan mencakup: kesimpulan, diskusi, dan saran.

Page 35: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

16

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Agresivitas

2.1.1 Pengertian Agresivitas

Agresivitas atau agresi merupakan bagian dari keseharian manusia sebagai

individu yang normal. Hampir tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia

memilikinya bahkan bayi pun memiliki sifat agresi tersebut. Namun,

pertanyaannya di sini apakah agresi yang dimiliki setiap individu itu sama

besarnya dan sama intensitas pemunculannya.

Berkowitz (1995) mendefinisikan “perilaku agresif sebagai segala bentuk

perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun

mental dengan atau maksud tertentu”. Jadi tindakan agresi adalah tindakan yang

memiliki tujuan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Myers (2005) bahwa yang dimaksud

dengan perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan

maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Suatu perilaku agresif harus

disertai dengan adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau

merugikan orang lain, dan jika suatu perbuatan dilakukan karena desakan situasi,

tidak ada pilihan lain, atau tidak sengaja, maka perbuatan tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai perilaku agresif.

Page 36: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

17

Sementara Baron dan Byrne (2005) berpendapat “bahwa agresi adalah

tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan yang menyakiti makhluk hidup lain

yang ingin menghindari perlakuan semacam itu”.

Dari beberapa penjelasan di atas kiranya dapat disimpulkan mengenai

definisi agresi itu sendiri serta istilah-istilah lain yang penggunaannya sering kali

bias, sebagai berikut:

Agresi adalah perilaku yang dimunculkan seseorang untuk mencapai

tujuan tertentu yang sifatnya menyakiti lawannya baik secara fisik maupun psikis

sehingga tidak dapat diterima secara sosial (agresi sebagai aksi).

Sedangkan agresivitas merupakan kecenderungan internal atau perasaan

ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pelaku terhadap tujuan tersebut yang

kemudian dikeluarkan dalam bentuk agresi. Jadi agresivitas merupakan penyebab

dari tingkah laku agresif (agresi sebagai reaksi).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa perilaku agresif adalah perilaku seseorang untuk menyakiti,

melukai, merugikan, atau merusak obyek tujuannya baik secara fisik maupun

psikis yang disertai dengan niat, intensi, motif, atau kesengajaan.

2.1.2 Teori-teori Agresi

Untuk menjelaskan mengenai perilaku agresif, peneliti mengemukakan

beberapa sudut pandang yang dikemukakan oleh Sarwono (2002), sebagai berikut:

Page 37: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

18

1. Teori Bawaan

a. Teori Psikoanalisa (Teori Naluri)

Teori psikoanalisa dari Sigmund Freud yang menyatakan bahwa

dalam diri manusia mempunyai potensi bawah sadar berupa suatu dorongan

untuk merusak diri atau thanatos. Dorongan tersebut awalnya ditujukan untuk

merusak diri sendiri. Namun, dalam perkembangannya dorongan tersebut

ditujukan untuk orang lain.

Teori naluri lainnya adalah yang dikemukakan oleh Konrad Lorenz.

Ethologist merupakan ilmu yang mempelajari tentang naluri dan perilaku

hewan. Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresi disebabkan oleh faktor

insting, dan perilaku agresi tersebut dilakukan dalam rangka adaptasi secara

evolusioner.

b. Teori Biologi

Teori biologi mencoba menjelaskan perilaku agresif, baik dari proses

faal maupun teori genetika. Sebagaimana yang diungkapkan Moyer, bahwa

perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan

susunan syaraf pusat. Teori ini juga beranggapan bahwa perilaku agresi

disebabkan oleh meningkatnya hormon testosteron. Hormon testoteron dalam

hal ini bukan pemicu langsung dari perilkau agresi, sehingga untuk

menimbulkan perilaku agresi perlu adanya pemicu dari luar (Helmi &

Soedardjo, 1998). Selain itu, menurut Santrock (1995) bahwa perilaku agresi

Page 38: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

19

dan kekerasan juga bisa disebabkan karena abnormalitas, misalnya kerusakan

jaringan otak atau abnormalitas kromosom supermale atau XYY.

c. Teori Sosio-biologi dari Wilson

Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresi berkembang karena

adanya kompetisi sosial, yaitu kompetisi terhadap sumber daya. Menurut teori

ini, perilaku agresi adalah sesuatu yang penting untuk adaptasi dalam

kehidupan (Krahe, 2005).

2. Teori Lingkungan

a. Teori Frustasi-Agresi Klasik

Teori yang dikemukakan oleh Dollard dan Miller ini menjelaskan

bahwa frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu dorongan yang tujuan

utamanya adalah menyakiti beberapa orang atau objek terutama yang

dipersepsikan sebagai penyebab frustasi. Frustasi sendiri adalah hambatan

terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian, agresi merupakan

pelampiasan dari perasaan frustasi.

b. Teori Frustasi-Agresi Baru

Dalam perkembangannya, kemudian terjadi beberapa modifikasi

terhadap teori Frustasi-Agresi Klasik. Teori ini mensinyalir bahwa tidak setiap

perilaku agresif disebabkan frustasi, karena masih ada faktor lain yang memicu

perilaku agresif. Selain itu, teori ini menyatakan bahwa kekuatan dorongan

agresi yang disebabkan oleh frustasi, tergantung besarnya kepuasan yang

Page 39: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

20

diharapkan dan tidak dapat diperoleh. Tepatnya jika orang tiba-tiba dihalangi

untuk mencapai tujuannya, akan meningkatlah kecenderungannya untuk

menyakiti orang lain, tergantung:

1. Tingkat kepuasan yang diharapkan,

2. Seberapa jauh gagal memperoleh kepuasan,

3. Seberapa sering terhalang untuk mencapai tujuan.

3. Teori Belajar Sosial

Teori ini berpendapat bahwa perilaku agresif yang dilakukan oleh individu

diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atau observasi atas perilaku

yang ditampilkan oleh individu-individu yang menjadi model. Teori ini

beranggapan bahwa agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, semakin

sering mendapatkan penguatan akan semakin besar kemungkinan perilaku agresif

dapat terjadi.

4. Teori Kognisi

Teori kognisi berintikan pada proses yang terjadi pada kesadaran dalam

membuat penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian,

dan pembuatan keputusan (Sarwono, 2002).

Banyak tokoh berusaha mendapatkan pemahaman tambahan mengenai

faktor-faktor yang memainkan peran dalam kemunculan perilaku agresi. Di

antaranya adalah Anderson dan Bushman (dalam Carnagey & Anderson, 2004)

Page 40: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

21

yang berusaha menjelaskan melalui salah satu pendekatan General Aggression

Model (GAM). GAM merupakan gabungan dari teori-teori agresi terdahulu. GAM

mendeskripsikan proses episodik dari agresi yang terdiri dari beberapa tahapan.

Berikut ini adalah bagan yang dapat menjelaskan tahapan tersebut :

Inputs

Routes

Outcomes

Person Situation

Social Encounter Present Internal State:

Affect

Cognition - - - Arousal

Thoughtful Action

Impulsive Action

Appraisal & Decision Processes

Bagan 2.1 Proses episodic dari The General Aggression Model (Anderson & Bushman, 2002)

Dari bagan di atas dapat terlihat bahwa terdapat dua variabel input

(masukan) yang dapat menyebabkan terjadinya tingkahlaku agresif. Variabel

person (orang) adalah semua faktor yang dibawa oleh seseorang ke dalam situasi

tertentu (Carnagey & Anderson, 2004), seperti trait yang mendorong individu

untuk melakukan agresi, jenis kelamin, sikap dan belief tertentu terhadap

kekerasan, dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sedangkan variabel situasi

meliputi faktor-faktor di dalam lingkungan yang mengelilingi individual,

Page 41: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

22

termasuk faktor-faktor di dalam lingkungan yang dapat mempengaruhi tindakan

seseorang, seperti aggressive cues, provokasi, frustasi, ataupun suhu udara tinggi

yang tidak nyaman. Variabel situasi ini dapat mengaktivasi konsep-konsep yang

berhubungan dengan agresi di dalam memori (Carnagey & Anderson, 2004).

Kedua macam variabel masukan tersebut dapat mempengaruhi hasil akhir

tingkah laku melalui present internal state (keadaan internal saat ini) yang mereka

ciptakan. Keadaan internal tersebut adalah cognition, affect, dan arousal. Variabel

masukan dapat mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih

mudah diakses di dalam memori (Carnagey & Anderson, 2004). Sifat

pengaksesan konsep agresi ini adalah sementara atau malah menetap. Ketika

sebuah konsep diakses secara terus menerus, waktu pengaktifannya akan

menurun. Hal ini berarti hanya akan dibutuhkan sedikit energi untuk

mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut

menjadi semakin mudah untuk diakses di lain waktu.

Variabel masukan juga dapat mempengaruhi kognisi dengan mengaktivasi

aggressive script (Huesmann, dalam Carnagey & Anderson, 2004). Script

didefinisikan sebagai struktur pengetahuan semantik dan episodik yang besar yang

terakumulasi di memori dan membimbing interpretasi dan pemahaman tentang

pengalaman sehari-hari (Aschraft, 1994). Script agresif akan membuat bias

interpretasi dari situasi dan respon yang mungkin dari situasi dengan cara-cara

yang dapat menimbulkan agresi (Carnagey & Anderson, 2004). Akses yang

berulang-ulang dari script agresif juga dapat membuat script agresif tersebut lebih

Page 42: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

23

siap untuk teraktivasi pada situasi lain, yang dapat membimbing tingkah laku di

masa yang akan datang.

Selain mempengaruhi kognisi, variabel masukan juga dapat

mempengaruhi affect seseorang, seperti aggression-related feelings (perasaan

yang berhubungan dengan agresi) tentang anger & hostility (Anderson & Dill,

dikutip dalam Carnagey & Anderson, 2004). Contohnya, pada orang yang

memiliki sifat sgresif yang tinggi, sedikit situasi yang tidak menyenangkan akan

mengakibatkan kemarahan pada orang tersebut. Keadaan internal yang ketiga

adalah arousal yang juga dipengaruhi oleh variabel orang dan situasi. Beberapa

orang cepat sekali mengalami arousal, dan beberapa faktor situasi dapat secara

sementara meningkatkan arousal.

Tidak hanya variabel masukan dapat mempengaruhi kognisi, afek, dan

arousal, tapi ketiga keadaan internal tersebut juga dapat mempengaruhi satu sama

lain dan merupakan aspek yang saling berhubungan (Anderson & Bushman,

dikutip dalam Carnagey & Anderson, 2004). Aktivasi pada satu aspek akan

cenderung dapat mempengaruhi kedua aspek lainnya. Cognition dan affect dapat

dilihat sebagai bagian dari memori yang dapat diaktifkan melalui proses

spreading activation, yang jika salah satu terakses, maka akan memudahkan

pengaksesan yang lainnya (Anderson & Bushman, dikutip dalam Carnagey &

Anderson, 2004). Misalnya hostile cognition dapat membuat hostile feeling lebih

mudah untuk diakses, dan juga sebaliknya.

Page 43: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

24

Proses selanjutnya, individu akan melakukan appraisal (penilaian) dan

kemudian akan memilih tingkah laku yang sesuai sebelum tingkah laku itu

muncul. Appraisal bisa dilakukan secara otomatis (automatic appraisal), yaitu

evaluasi pada lingkungan dan keadaan internal yang dilakukan secara cepat

dengan sedikit kesadaran (Anderson & Dill, dikutip dalam Carnagey & Anderson,

2004). Appraisal yang otomatis ini akan mengakibatkan tindakan yang impulsif.

Misalnya, ketika ditampar maka orang akan secara otomatis menilai lingkungan

tersebut mengancam dan dapat membuat marah. Appraisal juga bisa dilakukan

secara terkontrol (controlled appraisal) yang dilakukan lebih pelan dan lebih

membutuhkan sumber kognitif daripada automatic appraisal. Controlled

appraisal akan menghasilkan tindakan yang lebih dipikirkan. Kedua tindakan

impulsive dan yang dipikirkan bisa menjadi agresif atau tidak agresif.

Tingkah laku agresif atau tidak agresif yang dimunculkan oleh seseorang

kemudian diikuti oleh reaksi dari lingkungan, dimana biasanya berupa respon

orang lain dari tingkah laku tersebut (Carnagey & Anderson, 2004). Social

encounter dapat mengubah variabel masukan tergantung dari respon lingkungan.

Social encounter juga dapat memodifikasi variabel situasi, orang, atau keduanya,

yang kemudian dapat menghasilkan reinforcement ataupun inhibition dari tingkah

laku serupa di masa yang akan datang.

2.1.3 Bentuk-bentuk Agresivitas

Berdasarkan sifatnya, Berkowitz (1995) membagi agresi ke dalam dua

macam, yaitu :

Page 44: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

25

1. Agresi Instrumental

Yaitu agresi yang terjadi pada saat seseorang merasa tersinggung dan ia

berusaha menyakiti orang lain.

2. Agresi Emosional

Yaitu perilaku agresif yang memiliki tujuan lain selain menyakiti

korban, antara lain dimaksudkan sebagai upaya mempertahankan kekuasaan,

dominasi atau status sosial seorang individu. Menyakiti korban hanyalah

media untuk meraih tujuan-tujuan tersebut.

Sedangkan dari jenisnya, Berkowitz membagi agresi menjadi dua macam:

1) Agresi Langsung

Agresi langsung, yakni melibatkan aksi yang ditujukan secara langsung

kepada target yang memunculkan amarah (baik dalam bentuk agresi fisik

maupun verbal), bentuk agresi fisik langsung yaitu seperti; memukul, atau

menendang, sedangkan agresi verbal langsung, yaitu pernyataan verbal yang

dimaksudkan untuk menyakiti orang yang sedang dievaluasi, seperti; memaki

atau mengancam.

2) Agresi Tidak Langsung

Agresi tidak langsung, yakni melibatkan aksi tidak langsung yang

ditujukan kepada target yang memunculkan amarah, tanpa menyakiti target

secara frontal. Misalnya, menceritakan kejelekan target kepada orang lain.

Page 45: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

26

Sementara Freedman & Peplau (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi

menjadi dua macam, yaitu:

1. Agresi Prososial

Agresi prososial adalah tindakan agresi yang sebenarnya diatur atau

disetujui oleh norma sosial, seperti polisi memukul penjahat.

2. Agresi Antisosial

Agresi antisosial adalah tindakan melukai orang lain di mana tindakan

itu secara normatif dilarang oleh norma masyarakat, seperti orang yang

punya kekuasaan bertindak sewenang-wenang terhadap warga miskin dan tak

berdaya.

Senada dengan pendapat Berkowitz, Buss (1973) mengklasifikasikan

perilaku agresif secara lebih lengkap, yaitu: perilaku agresif secara fisik atau

verbal, secara aktif atau pasif, dan secara langsung atau tidak langsung. Tiga

klasifikasi tersebut masing-masing akan saling berinteraksi, sehingga

menghasilkan delapan bentuk perilaku agresif, yaitu :

1. Agresi fisik aktif langsung, seperti menusuk, menembak, memukul orang lain.

2. Agresi fisik aktif tidak langsung, seperti membuat jebakan untuk mencelakakan

orang lain.

3. Agresi fisik pasif langsung, seperti tidak mau memberikan jalan kepada orang

lain.

Page 46: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

27

4. Agresi fisik pasif tidak langsung, seperti menolak untuk melakukan sesuatu,

menolak mengerjakan perintah orang lain.

5. Agresi verbal aktif langsung, seperti mencaci maki orang lain.

6. Agresi verbal aktif tidak langsung, seperti menyebarkan gossip tentang orang

lain.

7. Agresi verbal pasif langsung, seperti tidak setuju dengan pendapat orang lain,

tetapi tidak mau mengatakan, tidak mau menjawab pertanyaan orang lain.

8. Agresi verbal pasif tidak langsung, seperti menolak untuk berbicara dengan

orang lain.

Dari berbagai bentuk perilaku agresi yang telah diuraikan di atas, maka

secara garis besar bentuk perilaku agresif dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

bagian, yaitu:

a. Berdasarkan Arahnya

Berdasarkan arahnya, agresi dibedakan atas agresi aktif dan agresi pasif.

Agresi aktif ditujukan pada pihak lain, seperti menyerang orang lain atau

merusak barang milik orang lain, sedangkan agresi pasif ditujukan pada diri

sendiri seperti melukai atau menyakiti diri sendiri.

b. Berdasarkan Caranya

Berdasarkan caranya, agresi dibedakan atas agresi langsung dan agresi

tidak langsung. Agresi secara langsung berarti perilaku agresif ditujukkan

Page 47: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

28

dengan jelas atau dapat diamati dan sebaliknya agresi secara tidak langsung

berarti perilaku agresif yang dilakukan secara diam-diam atau tidak tampak.

c. Beradasarkan Macamnya

Berdasarkan macamnya, agresi dibedakan atas agresi fisik, verbal, dan

non-verbal. Agresi fisik dapat dilakukan dengan atau tanpa alat terhadap fisik

lawan atau obyek sasaran. Agresi verbal dapat berupa gunjingan, menyebarkan

gosip, mencela, memaki, mengucapkan kata-kata kasar, dan lain-lain. Adapun

agresi non-verbal adalah bahasa tubuh, seperti mencibir dan merengut.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, untuk mengetahui gambaran

agresivitas, maka penulis mengelompokkan perilaku agresif ke dalam dua bentuk

yaitu : perilaku agresif verbal dan perilaku agresif fisik (non verbal) yang

dilakukan secara langsung. Bentuk-bentuk perilaku agresif tersebut akan dijadikan

dimensi dalam penyusunan skala agresivitas dalam penelitian ini, antara lain :

1. Perilaku agresif verbal

Yaitu segala bentuk perilaku yang dilakukan dengan menggunakan ucapan

atau perkataan yang ditujukan secara langsung kepada target yang

memunculkan amarah. Secara verbal dapat ditunjukkan melalui bentuk-bentuk

seperti : berkata kasar, memaki, menghina, mengancam dengan perkataan, dan

membentak.

Page 48: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

29

2. Perilaku agresif fisik

Yaitu segala bentuk perilaku yang menggunakan aktivitas fisik yang

ditujukan secara langsung kepada target yang memunculkan amarah. Bentuk

perilaku tersebut antara lain : memukul, menendang, dan meninju.

Adapun dampak perilaku agresif menurut Sarwono (2002) antara lain;

a. Agresi yang dilakukan berturut-turut dalam jangka lama, dapat mempunyai

dampak pada perkembangan kepribadian.

b. Agresi dapat berlanjut dari generasi ke generasi. Ibu yang agresif cenderung

mempunyai anak yang agresif terhadap anaknya pula.

c. Mempunyai harga diri yang rendah.

d. Depresi, setiap orang dapat mengalami kemunduran, ketidakpuasan, dan putus

asa jika perilaku agresif menimpanya.

e. Cacat fisik, perilaku agresif dapat menimbulkan cacat fisik terhadap korban

agresi. Cacat fisik dari perilaku agresif ini dapat berlangsung seumur hidup dan

sulit untuk disembuhkan.

f. Cidera, selain cacat fisik, perilaku agresif juga dapat menimbulkan cidera.

Cidera yang dialaminya tidak sampai seumur hidup, hanya bagian-bagian

tubuh tertentu saja yang mengalami cidera dan dapat disembuhkan.

g. Kematian, perilaku agresif juga bisa mengakibatkan seseorang atau makhluk

lainnya langsung meninggal. Kematian dapat terjadi terhadap korban agresi

Page 49: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

30

yang sebelumnya mengalami penyiksaan-penyiksaan atau langsung dibunuh

oleh pelaku agresi dengan menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

Banyak sekali faktor yang dapat memicu terjadinya perilaku agresif. Untuk

lebih memahami tentang faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

seseorang untuk melakukan perilaku agresif. Berikut di bawah ini akan dijelaskan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas. Adapun beberapa

pandangan dari beberapa tokoh, antara lain:

1. Frustasi

Frustasi merupakan situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam

usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan

untuk bebas bertindak dalam mencapai tujuan tersebut (Baron & Byrne, 2005).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli mengenai

frustasi agresi menghasilkan kesimpulan bahwa individu yang memiliki

pengaharapan yang tinggi terhadap sesuatu cenderung lebih agresif ketika

mengalami kegagalan dalam usahanya mendapatkan apa yang diharapkannya

(Myers, 2005).

2. Provokasi

Provokasi adalah perkataan atau tindakan yang dianggap menghina atau

mengancam keselamatan individu yang melakukan agresi. Provokasi dapat

mencetuskan agresi karena provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai

Page 50: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

31

ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya

yang diisyaratkan oleh ancaman itu (Baron & Byrne, 2005).

3. Efek senjata

Dalam penelitian Berkowitz dan LePage (dalam Krahe, 2005) yang

menguji tentang efek senjata terhadap kecenderungan perilaku agresif pada

individu menghasilkan kesimpulan bahwa individu yang berhubungan dengan

senjata cenderung menjadi lebih agresif dari pada individu yang tidak

berhubungan dengan senjata.

4. Kekerasan di media

Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkan agresi pada anak-anak

atau orang dewasa. Anak-anak yang menonton film dan acara televisi yang

mengandung kekerasan, makin tinggi tingkat agresi mereka ketika remaja atau

dewasa. Dengan demikian, makin banyak menonton kekerasan dalam acara TV

makin besar tingkat agresif mereka terhadap orang lain, makin lama mereka

menonton, makin kuat hubungannya tersebut (Baron & Byrne, 2005).

5. Alkohol dan obat-obatan

Percobaan-percobaan di laboratorium juga membuktikan bahwa alkohol

merangsang agresivitas. Gustafson (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan

orang yang mengonsumsi alkohol dosis tinggi yang cukup untuk membuat

mereka mabuk, ditemukan bertindak lebih agresif, dan merespon provokasi

secara lebih kuat, daripada mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Dengan

demikian, alkohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf

agresivitas juga tinggi.

Page 51: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

32

6. Temperatur

Suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku

sosial berupa peningkatan agresivitas. Sebagaimana penelitian yang dihasilkan

oleh Anderson (dalam Baron & Byrne, 2005) Suhu udara tinggi cenderung

akan meningkatkan agresi. Hal senada juga dinyatakan oleh Grifft (dalam

Sarwono, 2002) bahwa udara yang sangat panas lebih cepat memicu

kemarahan dan agresi.

7. Kesesakan (crowding)

Kesesakan dapat meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif

terutama bila sering timbul kejengkelan, dan frustasi/ afek negatif karenanya

(Krahe, 2005).

8. Polusi udara

Polusi udara, bau tidak enak, dan bahkan pemandangan menjijikan

ternyata meningkatkan hukuman yang diberikan, atau kekerasan yang

ditunjukan terhadap orang lain. Jelaslah, tekanan psikologis juga tidak

menyenangkan, dan hal itu pun bisa menyebabkan agresi (Berkowitz, 1995).

9. Kebisingan

Kebisingan dilaporkan dapat meningkatkan perilaku agresif. Dalam

kapasitasnya sebagai pengintensif perilaku yang sedang berlangsung,

kebisingan dapat menguatkan kecenderungan perilaku agresif yang sudah

muncul pada si pelaku. Tetapi, tampaknya bukan kebisingan itu sendiri yang

memfasilitasi agresi, melainkan kenyataan bahwa kebisingan sering kali

merupakan kejadian aversif yang tidak dapat dikontrol. Bila kebisingan itu

Page 52: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

33

dipersepsi sebagai dapat dikontrol, maka dampaknya terhadap perilaku agresif

akan berkurang secara substansial (Krahe, 2005).

10. Kepribadian

Kepribadian seseorang mempengaruhi cara individu dalam bereaksi,

berpikir, merasa, berinteraksi dan beradaptasi dengan orang lain, termasuk

dalam membentuk perilaku agresif (Larsen & Buss, 2005). Menurut Glass

(dalam Baron & Byrne, 2005) bahwa orang-orang dengan kepribadian tipe A

(yang bersifat kompetitif, selalu terburu-buru, mudah tersinggung, dan agresif)

cenderung lebih agresif daripada orang dengan kepribadian tipe B (ambisinya

tidak tinggi, cenderung tidak terburu-buru, dan tidak mudah kehilangan

kendali).

11. Penyebab hormon

Perilaku agresif juga bisa disebabkan oleh meningkatnya hormon

testosteron (Sarwono, 2002).

12. Gender

Peran gender atau jenis kelamin yang dikembangkan oleh Harris (dalam

Baron & Byrne, 2005) yang menyatakan pria secara umum cenderung lebih

banyak melakukan perilaku agresif daripada wanita.

13. Harga diri

Baumerster, Smart & Boden (dalam Sarwono, 2002) menjelaskan bahwa

harga diri yang tinggi justru memberi peluang lebih besar untuk agresif.

Penyebabnya antara lain adalah karena orang dengan harga diri tinggi merasa

lebih percaya diri, kalau berkonflik dengan orang lain ia akan berada di pihak

Page 53: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

34

yang menang, dan bahwa selaku orang yang nilainya lebih tinggi dari orang

lain, ia merasa berhak untuk agresif kepada orang lain.

2.2. Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

2.2.1. Pengertian Persepsi

Robbins (2001) menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses seseorang

dalam mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar dapat memberi arti

terhadap lingkungan sekitarnya.

Sedangkan Rakhmat (2000) menyatakan bahwa persepsi adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh

dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi berhubungan

dengan pemberian makna pada stimuli inderawi. Di dalam prosesnya, pemberian

makna terhadap informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga

atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.

Persepsi merujuk kepada cara kita menyadari benda-benda, manusia, dan

peristiwa-peristiwa. Penilaian meliputi semua cara kita menarik kesimpulan

mengenai apa yang telah diamati. Ada dua cara mempersepsi yang amat berlainan

yakni mengamati melalui indera (sensing) dan mengamati melalui perasaan

(intuiting) dan ada dua cara penilaian yang amat berlainan_penilaian melalui

pikiran (thinking) dan penilaian melalui perasaan (feeling). Bila orang berbeda

secara sistematis dalam cara mereka mempersepsi, masuk akal untuk

mempercayai bahwa mereka akan menunjukkan tipe gaya pengoperasian yang

berlainan pula.

Page 54: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

35

Jadi, berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan, maka

dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari pengorganisasian dan

pengintegrasian terhadap stimulus-stimulus yang diterima oleh panca indera agar

dapat memberi arti terhadap lingkungan sekitar.

2.2. 2. Perubahan Persepsi

Menurut Sarwono (1992) persepsi itu bukan sesuatu yang statis, melainkan

bisa berubah-ubah. Proses perubahan pertama disebabkan oleh proses faal

(fisiologik) dari sistem syaraf pada indera-indera manusia. Jika suatu stimulus

tidak mengalami perubahan, misalnya, maka akan terjadi adaptasi atau habituasi,

yaitu respon terhadap stimulus itu makin lama makin lemah. Habituasi

menunjukkan kecenderungan faali dari reseptor yang menjadi kurang peka setelah

banyak menerima stimulus. Misalnya, jika seseorang mendekati tempat dimana

banyak timbunan sampah, maka mula-mula ia akan mencium bau busuk sampah

yang sangat menusuk sehingga reaksinya adalah menutup hidungnya. Akan tetapi,

setelah beberapa saat bau itu seolah-olah tidak tercium lagi. Dipihak lain, adaptasi

adalah berkurangnya perhatian jika stimulus muncul berkali-kali. Kalau seseorang

mendengar ketokan palu di ruang sebelah, mula-mula ia akan terkejut dan merasa

bising (di luar batas persepsi optimal). Akan tetapi, kalau ketokan-ketokan itu

berlangsung terus berkali-kali untuk jangka waktu lama, orang itu seakan-akan

tidak memperhatikannya lagi sehingga suara ketokan itu tidak mengganggunya

lagi (masuk dalam batas persepsi optimal karena terjadinya peningkatan ambang

toleransi). Dapat ditambahkan di sini, bahwa stimulus yang muncul secara teratur

lebih mudah diadaptasi daripada stimulus yang munculnya tidak teratur.

Page 55: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

36

Proses perubahan kedua adalah proses psikologik. Proses perubahan

persepsi secara psikologik antara lain dijumpai dalam pembentukan dan

perubahan sikap. Pada umumnya sikap digambarkan sebagai kesiapan seseorang

untuk bereaksi secara tertentu terhadap suatu objek tertentu. Mc Guire

menyatakan sikap adalah respon manusia yang menempatkan objek yang

dipikirkan ( objects of thought) ke dalam suatu dimensi pertimbangan (dimention

of judgements).

Objek yang dipikirkan adalah segala sesuatu (benda, orang, hal, isu) yang

bisa dinilai oleh manusia. Dimensi pertimbangan adalah semua skala positif-

negatif seperti dari baik ke buruk, dari enak ke tidak enak dan seterusnya.

2.2.3. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik

Banyak faktor yang mempengaruhi manusia dalam bekerja. Salah satu

faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang adalah lingkungan kerja fisik.

Nitisemito (1988) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai segala sesuatu

yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya pewarnaan, kebersihan,

pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, dan kebisingan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Lianto & Kurniawan (dalan Syafrika &

Suyasa, 2004) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah semua faktor atau hal

di tempat kerja yang bisa menimbulkan akibat kepada tenaga kerja.

Page 56: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

37

Sedangkan menurut Munandar (2001), lingkungan kerja adalah keadaan

yang memberi kenyamanan atau ketidaknyamanan pada pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya, seperti ruang kerja dengan peralatan tertentu serta

fasilitas yang digunakan.

Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kinerja seorang karyawan. Seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja

fisik yang mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan

kinerja yang baik, sebaliknya jika seorang karyawan bekerja dalam lingkungan

kerja fisik yang tidak memadai dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal

akan membuat karyawan yang bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga

kinerja karyawan tersebut akan rendah (Schultz & Sydney, 2006).

Jadi, berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang.

2.2.4. Pengertian Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

Persepsi tentang lingkungan kerja fisik merupakan proses psikologi yang

kompleks yang berhubungan dengan proses penginderaan, pengorganisasian, dan

proses interpretasi serta penilaian terhadap kondisi material.

Definisi persepsi tentang lingkungan kerja yang lebih teoritis dan

operasional dibuat oleh Gibson (dalam Bell, et.al., 1978) yang menyatakan bahwa

persepsi tentang lingkungan kerja adalah serangkaian hal dari lingkungan yang

Page 57: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

38

dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi

dan memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan.

Karena itu, semakin individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya

sebagai sesuatu yang sangat terasa mengganggu dan tidak nyaman, maka semakin

tinggi dorongan berperilaku agresif individu tersebut. Sebaliknya semakin

individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang tidak

terasa dan nyaman, maka menyebabkan gangguan baik pada fisik maupun psikis.

Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi

terhadap lingkungan kerja fisik adalah hasil dari interpretasi atau pandangan

subjek mengenai segala sesuatu yang ada disekitar tempat kerja yang dapat

mempengaruhi performansi kerja subjek.

2.2.5. Jenis-jenis Lingkungan Kerja Fisik

Banyak hal-hal yang tercakup dalam lingkungan kerja fisik. Munandar

(2001) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal yang ada di

sekitar tempat kerja dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan, lokasi, dan

rancangan gedung, suhu sampai jumlah cahaya dan suara yang menimpa meja

kerja atau ruang kerja seseorang. Jenis-jenis lingkungan kerja fisik lainnya akan

dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Suhu

Manusia menginderakan suhu di alam sekitarnya. Kondisi suhu di

lingkungan sekitar manusia atau di atmosfer dinamakan ambient temperature

Page 58: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

39

(suhu lingkungan) (Sarwono, 1992). Kelembaban, arus udara, dengan jumlah,

ukuran, dan suhu dari obyek dan bahan yang ada di tempat kerja semuanya

mempengaruhi reaksi orang terhadap suhu udara. Perbedaan fisiologis masing-

masing orang dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap persepsi

kenyamanan. Karena begitu banyak variabel yang mempengaruhi persepsi

manusia mengenai suhu, maka salah satu bidang penelitian dalam aspek kondisi

kerja ini diarahkan untuk mendapatkan cara yang dapat diandalkan untuk

mengukur apa yang dinamakan suhu efektif. Suhu efektif adalah suhu yang

dirasakan (bukan suhu dari pembacaan termometer) (Jewell & Siegall, 1998).

Karena reaksi tubuh sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh

harus tetap sekitar 37° C. Jika suhu tubuh lebih rendah dari 25° C atau lebih tinggi

dari 55° C, orang akan mati. Karena itu dalam tubuh ada organ tertentu yang

bertugas mempertahankan suhu tubuh ini. Organ itu adalah hypothalamus. Kalau

suhu lingkungan meningkat, hypothalamus akan merangsang pembesaran pori-

pori kulit, percepatan peredaran darah, pengeluaran keringat, dan reaksi-reaksi

tubuh lain yang bertujuan untuk mengurangi panas tubuh yang berlebihan. Kalau

upaya reaksi tubuh gagal mempertahankan suhu tubuh, kemungkinan akan terjadi

hal-hal sebagai berikut;

1) Heat exhaustion: rasa lelah yang sangat kuat akibat panas disertai dengan rasa

mual, mau muntah, sakit kepala, dan gelisah.

2) Heat stroke: delirium (mengigau), koma (tidak sadar), dan akhirnya

meninggal dunia akibat otak terserang panas berlebihan.

Page 59: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

40

3) Heat aesthenia: jenuh, sakit kepala, gelisah, mudah tersinggung, nafsu makan

kurang, dan tidak bisa tidur (insomnia) dengan sebab tidak jelas.

4) Serangan jantung: jantung bekerja terlalu kuat mengedarkan darah ke seluruh

tubuh untuk menurunkan suhu (Sarwono, 1992).

Senada dengan pendapat Sarwono, Shofwati & Satar (2009) menjelaskan

bahwa bekerja pada lingkungan yang panas dapat memberi dampak kepada

pekerja baik fisik maupun mentalnya, dampak-dampak tersebut antara lain:

1) Respon mental awal: meningkatnya iritasi, marah, agresi, perubahan suasana

hati dan depresi.

2) Respon fisik: meningkatnya aktifitas jantung, berkeringat, ketidakseimbangan

kandungan antara cairan dan garam dalam tubuh, dan perubahan aliran darah

di kulit.

3) Gabungan respon fisik dan mental: kurangnya efisiensi dalam menjalankan

tugas-tugas yang berat, tugas-tugas yang perlu keahlian dilakukan dengan

tidak baik, gampang lelah, kurangnya kosentrasi yang mengakibatkan

meningkatnya tingkat kesalahan.

Bell, Fisher, dan Loomis (1978) menyatakan bahwa efek dari suhu

lingkungan yang tinggi terhadap tingkah laku sosial adalah peningkatan

agresivitas. Pada tahun 1968 misalnya, US Riot Commision pernah melaporkan

bahwa dalam musim-musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa

lebih banyak terjadi di AS daripada musim-musim lain.

Page 60: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

41

Selain itu, suhu yang ekstrim di tempat kerja sangat erat hubungannya

dengan dua faktor, yaitu sifat kerja yang dilakukan (kerja mental atau kerja

kognitif) dan lamanya seseorang mengalami suhu ekstrim tersebut (Jewell &

Siegall, 1998).

Beberapa penelitian lainnya mencoba menjajagi hubungan antara cuaca

panas dengan tingkah laku bermusuhan dan agresif. Baron & Lawton (dalam

Anastasi, 1993) menyuguhkan bukti bahwa bila kepada orang-orang ditunjukkan

suatu model yang agresif, maka mereka cenderung menampakkan rasa marah dan

tingkah laku agresif pada suhu yang panas daripada bila suhu itu sejuk.

Baron & Byrne (2005) juga menambahkan bahwa cuaca panas lebih dapat

mempengaruhi tingkah laku. Banyak fakta-fakta yang menunjukkan bahwa pada

saat suhu meningkat, respon negatif interpersonal meningkat dan respon positif

menurun. Sebagai contoh, data penelitian Anderson, dkk tentang mempelajari

suhu panas dan agresi; dari laboratorium sampai catatan polisi atas penyerangan

fisik. Dimana dalam penelitiannya mereka menghubungkan antara suhu dan

agresivitas menunjukkan bahwa kekerasan dan kriminalitas lebih sering terjadi

pada saat terjadinya peningkatan suhu.

b. Kebisingan

Lingkungan di sekitar manusia penuh dengan gelombang-gelombang

suara. Selama gelombang-gelombang suara itu tidak dirasakan mengganggu

manusia, maka namanya adalah bunyi (voice) atau suara (sound). Jika gelombang-

gelombang suara itu dirasakan sebagai gangguan, maka namanya adalah bising

Page 61: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

42

atau berisik (noise). Dengan demikian, bising dapat didefinisikan secara

sederhana, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki (Sarwono, 1992).

Kebisingan atau suara terdiri dari perubahan tekanan atmosfir yang relatif

kecil. Perubahan tersebut dideteksi oleh gendang pendengar dan dibawa ke sel-sel

rambut dalam telinga bagian dalam. Sel rambut ini mengkonversikan perubahan

tekanan menjadi pulse listrik yang dikirim ke otak. Otak ini kemudian dapat

memproses pulse listrik ini menjadi suara yang bermakna. Jumlah kerusakan yang

disebabkan oleh kebisingan tergantung pada jumlah energi yang diterima dari

waktu ke waktu (Shofwati &Satar, 2009).

Bising biasanya dianggap sebagai bunyi atau suara yang tidak diinginkan,

yang mengganggu, yang menjengkelkan. Bising dapat dipersepsikan berbeda

antara individu yang satu dengan individu yang lain. Suara sangat mengganggu

bagi satu orang, mungkin dirasakan tidak mengganggu bagi yang lain. Karena

bising itu tidak dikehendaki, sifatnya adalah subjektif dan psikologik. Subjektif

karena sangat bergantung pada orang yang bersangkutan. karena sifatnya yang

mengganggu itu, secara psikologik, bising adalah penimbul stress (Sarwono,

1992).

Satuan dasar untuk mengukur bising adalah desibel (db) yang secara teknis

mengukur tingkat tekanan suara. Satu desibel adalah besarnya tekanan suara di

tingkat ambang pendengaran (hearing threshold) pada frekuensi 1000 Hertz (=

1000 cycle per detik), yaitu tekanan minimal yang masih dapat kita dengarkan

sebagai bisikan lembut (Bell, et.al.,1978).

Page 62: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

43

Lianto & Kurniawan (dalam Syafrika & Suyasa, 2004) jenis bising dapat

dikategorikan menjadi bising mantap dan bising tidak mantap. Bising mantap

dapat berupa;

a) Bising mantap tanpa nada diskrit, misalnya suara mesin AC, dan suara air

terjun

b) Bising mantap dengan nada diskrit, misalnya suara gergaji, mesin poles, dan

mesin turbo jet.

Bising tidak mantap dapat berupa;

a) Bising yang berfluktuasi, misalnya bising lalu-lintas kendaraan bermotor di

jalan raya.

b) Bising Intermittent, misalnya bising pesawat terbang, atau kereta api, atau

mobil yang lewat.

Menurut Sarwono (1992) kalau suara bising itu dapat diperkirakan

datangnya atau berbunyi secara teratur, kesan gangguan yang ditimbulkannya

akan lebih kecil daripada jika suara itu datang tiba-tiba atau tidak teratur.

Sependapat dengan Anastasi (1993) yang mengungkapkan bahwa bunyi yang

terdengar secara kontinu terasa kurang mengganggu daripada bunyi yang tidak

ajek.

Ada berbagai macam kombinasi kebisingan. Ada suara keras tetapi bisa

diperkirakan dan bisa dikontrol, ada suara tidak keras tetapi tiba-tiba dan tidak

bisa dikontrol, dan sebagainya. Akan tetapi, yang paling mengganggu adalah yang

Page 63: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

44

keras tiba-tiba atau tak teratur dan tak terkontrol. Tidak adanya kendali pada

kebisingan ini menimbulkan stres yang jika berlangsung lama pada akhirnya bisa

menimbulkan reaksi learned helplessness (ketidakberdayaan yang dipelajari).

Artinya, orang menjadi tidak berdaya dan membiarkan saja bising itu walaupun

stresnya bertambah besar (Sarwono, 1992).

Ciri-ciri bising yang lain dan memiliki potensi mengganggu ialah

kekenalan, nada, dan keharusan adanya bising pada pekerjaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa bunyi-bunyi yang tidak dikenal lebih mengganggu daripada

bunyi-bunyi yang telah dikenal. Nada yang sangat tinggi dan nada yang sangat

rendah lebih mengganggu dan menjengkelkan daripada nada-nada dari rentang

tengah. Bunyi menjadi kurang mengganggu jika merupakan bagian dari pekerjaan

yang dilakukan. Pekerja yang harus menggunakan gergaji listrik dalam

pekerjaannya tidak merasa terganggu oleh suara alat gergajinya dibandingkan

dengat para pekerja lain yang bekerja di dekatnya yang melakukan pekerjaan lain

(Munandar, 2001).

Menurut Munandar (2001) dalam kehidupan sekarang ini bising

merupakan keluhan yang banyak didengar. Orang merasa kebisingan oleh

banyaknya suara yang ditimbulkan oleh ramainya lalu-lintas, suara mesin, dan

sebagainya. Bising dalam lingkungan demikian membuat kita mudah marah,

gelisah, tidak bisa tidur, bahkan dapat membuat kita menjadi tuna rungu. Akibat-

akibat lain dari tingkat bising yang tinggi adalah:

Page 64: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

45

a) Timbulnya perubahan fisiologis. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang-

orang yang mendengar bising pada tingkat 95-110 desibel, terjadi penciutan

dari pembuluh darah, perubahan detak jantung, dilatasi dari pupil-pupil mata.

Penyempitan dari pembuluh darah tetap berlangsung beberapa waktu setelah

tidak ada bising lagi dan mengubah persediaan darah untuk seluruh tubuh.

Satu paparan (exposure) yang bersinambung terhadap bising yang keras dapat

meningkatkan tekanan darah dan dapat mengakibatkan sakit jantung. Bising

yang keras juga meningkatkan ketegangan otot.

b) Adanya dampak psikologis. Bising dapat mengganggu kesejahteraan

emosional. Mereka yang bekerja pada lingkungan yang ekstrim bising lebih

agresif, penuh curiga, dan cepat jengkel dibandingkan dengan mereka yang

bekerja dalam lingkungan yang lebih sepi.

Selain itu, Shofwati & Satar (2009) memaparkan dampak dari kebisingan

yang tinggi dan kebisingan yang rendah, antara lain:

a) Efek paparan kebisingan tinggi: penurunan kemampuan mendengar, naiknya

tekanan darah, peningkatan denyut jantung, stres sehingga lekas marah, sakit

kepala, depresi, dan mengurangi konsentrasi,

b) Efek paparan kebisingan rendah: stres, lekas marah, sakit kepala, moody,

insomnia, gangguan reaksi psikomotorik, kehilangan konsentrasi,

terganggunya komunikasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Cohen (dalam Bell, et.al., 1978) bahwa

paparan kebisingan yang tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, menimbulkan

Page 65: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

46

rasa muak, ketidakstabilan, kecemasan,dan perubahan mood. Munandar (2001)

menambahkan paparan (exposure) terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah,

sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkosentrasi. Akibat

paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku, misalnya penurunan unjuk

kerja/produktivitas, terjadinya kecelakaan, penurunan perilaku membantu,

bersikap lebih negatif terhadap orang lain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka,

dan agresi terbuka. Dengan demikian, suara gaduh sangat berpengaruh pada emosi

karyawan dan sebagai sumber stres. Sementara Glass & Singer (dalam Bell, et.al.,

1978) menyatakan bahwa suara gaduh berpengaruh terhadap efisiensi produksi

kerja. Namun, efek dari bunyi terasa mulai mengganggu apabila individu tidak

dapat mengendalikan bunyi.

c. Vibrasi

Shofwati & Satar ( 2009), menyatakan bahwa vibrasi merupakan getaran

yang beralih dari benda-benda fisik ke tubuh seseorang yang dapat menyebabkan

resiko kesehatan seperti sistem tubuh baik psikomotor, fisiologis, dan psikologis.

Hal senada juga diungkapkan oleh Munandar (2001) bahwasanya vibrasi

atau getaran yang beralih dari benda-benda fisik ke badan dapat memberi

pengaruh yang tidak baik pada unjuk kerja. Dalam penelitian dari Sutherland dan

Cooper ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak menyenangkan karena adanya

getaran dinilai sebagai pembangkit stres oleh 37% pekerja.

Page 66: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

47

Menurut Shofwati & Satar (2009), dengan periode waktu yang singkat

terpapar getaran dengan frekuensi antara 2-20 Hz pada 1m/sec2, seseorang dapat

merasakan beberapa gejala yaitu antara lain;

1. Abdominal pain

2. Perasaan ketidaknyamanan seperti sakit kepala

3. Dada sakit

4. Nausea

5. Hilangnya keseimbangan

6. Kontraksi otot dengan penurunan kinerja di tempat kerja

7. Sesak nafas

8. Pengaruh pada bicara

Dengan demikian, sebagian dari getaran-getaran tersebut sampai ke tubuh

dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh, yaitu

dapat mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan serta

gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot, dan

sebagainya.

d. Polusi

Polusi disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia, seperti

mengendarai mobil, pembakaran batu bara, rokok, dan sebagainya, yang

Page 67: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

48

menyebabkan udara mengalami peningkatan jumlah partikel dan gas yang dapat

menimbulkan efek negatif bagi manusia. Gas-gas dan uap yang ada di sekitar

tubuh akan diserap oleh tubuh lewat pernafasan dan dapat mempengaruhi

berbagai fungsi jaringan tubuh, sehingga dapat menyebabkan masalah kesehatan,

seperti; gangguan penglihatan, pendengaran, ingatan, Parkinson, epilepsi, sakit

kepala, kelelahan, insomnia, depresi, dan gangguan psikotik lainnya. Adapun

keadaan tersebut lebih banyak disebabkan oleh tingginya polutan yang berupa CO

(Karbon Monoksida) (Bell, et.al., 1978). Selain itu, polusi udara juga dapat

mempengaruhi performansi kerja seseorang. Sebagaimana penelitian yang

dilakukan oleh Beard & Wertheim (dalam Bell, et.al., 1978) menjelaskan bahwa

seseorang yang terkonsentrasi CO (Karbon Monoksida) pada 50 ppm – 250 ppm

akan berpengaruh terhadap performansi kerja mereka. Polusi udara juga dapat

mempengaruhi kegiatan sosial dan menimbulkan perilaku agresif.

Dengan demikian, dari berbagai penelitian menyatakan bahwa polusi

udara seperti karbon monoksida dapat menurunkan tingkat konsentrasi, koordinasi

sensorimotor, memori, agresi, dan kemampuan memecahkan masalah.

e. Kebersihan (Hygiene)

Lianto & Kurniawan (dalam Syafrika dan Suyasa, 2004) mengemukakan

bahwa suatu lingkungan kerja yang bersih akan membuat seseorang bekerja

dengan senang dan lebih bersemangat.

Page 68: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

49

Sementara lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan pembangkit

stres bagi pekerja sehingga dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang

(Munandar, 2001).

2.3. Kepribadian

2.3.1 Pengertian Kepribadian

Banyak faktor yang mempengaruhi manusia dalam bekerja. Salah satu

faktor yang mempengaruhi adalah kepribadian.

Allport (1960) mengungkapkan kepribadian sebagai“the dynamic

organization within the individual of those psychophysical systems that determine

his characteristic behavior and thought”. Bahwa kepribadian adalah sebuah

organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan

karakteristik perilaku dan pikirannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh McCurdy (dikutip dalam Sarwono,

2003) kepribadian adalah integrasi interes-interes yang menyebabkan individu

yang bersangkutan cenderung untuk bertingkah laku tertentu.

Sementara Larsen & Buss (2005) menjelaskan bahwasanya kepribadian

merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan relatif menetap dan

mempengaruhi individu dalam berinteraksi, beradaptasi dengan orang lain dan

lingkungan sosialnya baik secara fisik maupun psikis.

Sependapat dengan Larsen & Buss, Steven & Mary (2005) menyatakan

bahwasanya kepribadian merupakan pola perilaku yang relatif stabil sepanjang

Page 69: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

50

waktu dan memberikan pola perilaku yang konsisten pada individu di dalam

menjelaskan kecenderungan perilaku seseorang.

Jadi, berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa kepribadian adalah suatu kesatuan komponen dalam individu yang khas

yang merupakan peramalan dalam menentukan perilaku seseorang ketika

mengahadapi medan hidupnya.

2.3.2 Pola Perilaku Kerpribadian Tipe A & Tipe B

Pada tahun 1950-an, dua orang dokter peneliti penyakit jantung, Friedman

dan Rosenman mengembangkan suatu pendekatan untuk meramalkan munculnya

penyakit jantung pada manusia, yaitu dengan cara melihat reaksi-reaksi tingkah

laku individu terhadap rangsangan lingkungan. Ditemukan bahwa faktor-faktor

beresiko terhadap penyakit jantung koroner seperti kolesterol, tekanan darah, dan

keturunan tidak dapat meramalkan terjadinya penyakit jantung koroner. Menurut

mereka ada faktor-faktor lain yang mempunyai peran penting dalam penyakit

jantung koroner. Dengan mewawancarai dan mengamati para pasien, mereka

menemukan suatu ciri-ciri khas atau pola perilaku tertentu. Dengan adanya

perbedaan yang signifikan dalam segi perilaku dan emosi pada orang yang

menderita penyakit jantung dengan orang yang tidak memiliki penyakit jantung.

Mereka mengatakan bahwa individu yang menderita penyakit jantung

memperlihatkan suatu gaya perilaku yang disebutnya TABP (Type A Behavior

Pattern) dibandingkan dengan orang yang tidak menderita penyakit jantung. Type

A Behavior Pattern (TABP) diartikan sebagai :

Page 70: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

51

“An action-emotion complex that can be observed in any person who is aggressively involved in a chronic, incessant struggle to achieve and more in less time, and if required to do so, against the opposing efforts of other person ” (Friedman dan Rosenman dalam Rice, 2000).

Friedman dan Rosenman (dalam Mischel, 2004) menandai perilaku tipe A

menjadi tiga karakteristik. Ketiga karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Competitive Achievment Striving (Dorongan kuat untuk bersaing)

Individu dengan kepribadian tipe A memiliki sifat kompetitif atau

memiliki orientasi bersaing yang kuat. Individu tipe ini kemungkinan banyak

terlibat dalam banyak kegiatan, mempunyai banyak komunitas, dan sangat

bertanggung jawab atas tugas mereka sehingga seringkali aspek lain terabaikan

(Friedman dan Rosenman, dalam Mischel, 2004). Mereka memiliki

kesungguhan usaha dengan dorongan tinggi untuk mengerjakan sesuatu lebih

dari apa yang dikerjakan orang lain atau ambisius dan juga memiliki kebutuhan

untuk menguasai situasi (Larsen & Buss, 2005) dan merasa khawatir akan

statusnya, karena mereka cenderung memiliki self-esteem yang tinggi (Schultz

& Sydney, 2006).

2. Exaggerated Sense Time Urgency (Perasaan diburu waktu)

Individu dengan kepribadian tipe A memiliki sifat yang tidak sabaran dan

mudah jengkel atau marah jika terjadi keterlambatan dan melihat orang lain

melakukan sesuatu secara lamban atau terhadap situasi yang dianggap dapat

menghambat dirinya (Friedman dan Rosenman, dalam Mischel, 2004). Waktu

merupakan sesuatu yang penting sehingga mereka melakukan sesuatu dengan

Page 71: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

52

cepat dan mereka cenderung melakukan banyak hal dalam jumlah waktu yang

sedikit. Seringkali meraka melakukan dua kegiatan dalam satu waktu atau pada

saat yang bersamaan, seperti makan sambil membaca buku (Larsen & Buss,

2005).

3. Aggressiveness and Hostility (Sifat agresif dan perasaan bermusuhan)

Individu dengan kepribadian tipe A pada umumnya tidak terlalu agresif

daripada orang lain, akan tetapi mereka bisa menjadi lebih agresif ketika

mereka berada dalam keadaan yang dapat mengancam kekuasaan atau tugas

mereka, seperti, adanya kritikan atau desakan waktu (Friedman dan Rosenman,

dalam Mischel, 2004). Mereka juga memiliki hostility yang lebih tinggi

dibandingkan individu dengan kepribadian tipe B. Hostility diartikan sebagai

kecenderungan untuk merespon frustasi yang dirasakan oleh individu dalam

usaha mencapai tujuan dengan kemarahan, agresivitas. Keadaan frustasi ini

membuat mereka bertindak tidak ramah atau berbuat jahat (Larsen & Buss,

2005).

Friedman dan Rosenman (dalam Rice, 1999) menyebutkan ciri-ciri

individu dengan kepribadian tipe A sebagai berikut:

a) Senang bekerja keras, terus menerus berusaha dalam berpikir ataupun

menyelesaikan tugas sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin,

tidak suka menganggur atau bersalah jika santai, serta tidak senang dengan

tugas atau sesuatu yang relatif mengulang.

Page 72: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

53

b) Agresif, berambisi, dan memiliki daya saing yang kuat. Namun, ambisi

mereka seringkali disertai dengan rasa permusuhan.

c) Berbicara secara eksplosif atau meledak-ledak, suka menyuruh orang lain

untuk dapat menyelesaikan apa yang dikatakannya.

d) Tidak sabar menghadapi orang atau situasi yang dianggap menghambat

dirinya.

e) Selalu berorientasi pada tugas atau kegiatan, selalu menetapkan target atau

tujuan serta batasan waktu sehingga terus-menerus merasa dikejar oleh

waktu. Fungsi mental dan fisik bekerja dengan cepat sehingga dalam

melakukan apapun cenderung tergesa-gesa.

f) Selalu berusaha keras untuk melawan orang, barang, atau kejadian yang

menghambatnya atau menentangnya.

g) Memiliki acuan keberhasilan yang tinggi dan akan berusaha mendapatkan

penghargaan.

h) Seringkali tidak menyangka bahwa perasaan tertekan atau stress yang

dialaminya merupakan akibat dari perilakunya sendiri dan bukan akibat dari

lingkungan.

Pola kepribadian tipe B meliputi orang-orang yang mempunyai gaya

perilaku yang berlawanan dengan kepribadian tipe A. Kepribadian tipe B

memiliki sifat yang santai (rileks), sabar, tenang, tanpa adanya perasaan bersalah

atau khawatir jika tidak melakukan sesuatu, dan tidak merasa tertekan dengan

Page 73: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

54

batasan waktu. Individu dengan kepribadian tipe B tidak terburu-buru oleh waktu,

tidak mudah marah, berbicara dan bersikap dengan lebih tenang (Smet, 1994).

Individu dengan kepribadian tipe B pada umumnya lebih bersifat tidak ingin

repot-repot (easy going), kurang kompetitif, tenang, dan jarang merasa terganggu

dan mengalami stres (Morgan, 1986). Individu dengan kepribadian tipe B mampu

menahan diri, pasif, jarang bersikap tidak sabar, dan tidak mudah

mengembangkan gangguan-gangguan yang berkaitan dengan stres.

Individu dengan kepribadian tipe B jarang menciptakan stres bagi dirinya

sendiri, hal ini berbeda dengan kepribadian tipe A. hal ini terlihat dari adanya sifat

kompetitif yang kuat di dalam kepribadian tipe A dan sifat ini dapat membuat diri

mereka di bawah tekanan yang banyak serta adanya ketidakramahan yang dapat

memancing banyak konflik dengan orang lain. Smith (dalam Weiten dan Lyod,

1997) mengatakan bahwa individu yang memiliki ketidakramahan yang tinggi

akan banyak mendapatkan masalah, kejadian yang negatif, lebih banyak konflik

dalam perkawinan mereka, dan lebih besar stres yang mereka rasakan

dibandingkan dengan individu yang tingkat hostilenya rendah.

2.4. Polisi Lalu Lintas

2.4.1. Pengertian Polisi Lalu-Lintas (Polantas)

Menurut Momo (dalam Gaussyah, 2003) mengemukakan bahwa istilah

polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani “Politeia”, yang berarti seluruh

pemerintahan Negara kota. Istilah polisi dipakai untuk menyebut bagian dari

Page 74: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

55

pemerintahan dan masih dalam arti yang luas, yang meliputi semua pemeliharaan

obyek-obyek kemakmuran dan kesejahteraan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan polisi

adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban

umum atau menangkap orang yang melanggar undang-undang.

Jadi, Polisi Lalu Lintas (Polantas) adalah badan pemerintah yang bertugas

memelihara keamanan dan keselamatan lalu lintas.

2.4.2. Tugas dan Fungsi Polisi Lalu Lintas

Menurut Karyadi (dalam Yungki, 1995) tugas Polisi Lalu Lintas meliputi

segala usaha, pekerjaan dan kegiatan mengenai pendidikan, pelaksanaan dan

penegakan peraturan di bidang keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di

jalan umum.

Di dalam salah satu tugas dan fungsinya, disebutkan bahwa Polri berusaha

mencegah serta meniadakan gangguan, hambatan, dan ancaman di bidang lalu

lintas agar terjamin keamanan, ketertiban, serta kelancaran lalu-lintas di jalan

umum. Adapun tugas Polri Lalu lintas di jalan adalah sebagai berikut;

1. Mengintensifkan dan memantapkan kewaspadaan, kesiapan, serta ketanggap-

segeraan operasional dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman dibidang

Kambticar Lantas guna;

Meningkatkan kadar stabilitas Kamtibcar lantas yang mantap dan

dinamis.

Page 75: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

56

Mengamankan dan mensukseskan pembangunan nasional di bidang

lalu lintas.

Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam rangka pembinaan

Kamtibcar Lantas.

2. Melaksanakan deteksi dini terhadap setiap kemungkinan timbulnya keresahan

masyarakat pemakai jalan yang mengarah kepada gangguan masyarakat pada

umumnya.

3. Mengadakan penelitian terhadap faktor korelatif masalah lalu lintas terutama

yang bersumber pada masalah manusia, jalan, kendaraan, maupun lingkungan.

4. Menanggulagi setiap bentuk gangguan Kamtibcar terutama yang berhubungan

dengan kemacetan, pelanggaran, dan kecelakaan lalu lintas.

5. Melaksanakan koordinasi lintas sektoral di bidang lalu lintas.

6. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dibidang pemberian SIM, STNK

dan BPKB yang sekaligus sebagai sarana registrasi dan identifikasi bagi Polri

dalam menjamin keamanan dan perlindungan dari berbagai bentuk

kriminalitas.

Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut di atas, Polri berfungsi sebagai

berikut;

1. Penegakkan Hukum Lalu lintas

a. Penegakkan hukum bidang preventif

Pengaturan lalu-lintas

Penjagaan lalu-lintas

Dan patroli lalu lintas

Page 76: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

57

b. Penegakkan hukum lalu-lintas bidang represif

Penindakan pelanggaran (tilang) lalu lintas

Penyidikan kecelakaan lalu lintas

Bukti pelanggaran lalu lintas tertentu

Pengadaan fasilitas surat-surat kelengkapan pengendara kendaraan

bermotor.

2. Pendidikan Masyarakat tentang Lalu lintas

Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas adalah segala kegiatan yang

meliputi segala usaha untuk menumbuhkan pengertian, dukungan dan pengikut

sertaan masyarakat aktif dalam usaha menciptakan Kamtibcar.

3. Police Traffic Engineering

Police Trafic Engineering adalah segala kegiatan yang meliputi

penyelidikan atau penelitian terhadap faktor penyebab gangguan, hambatan

Kamtibcar Lantas serta memberikan sasaran-sasaran berupa langkah-langkah

perbaikan, penanggulangan dan pengembangan kepada instansi-instansi yang

berhubungan dengan masalah lalu lintas jalan.

4. Registrasi/ identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor.

2.5. Kerangka Berpikir

Tindakan agresi polisi bukanlah hal yang baru. Fenomena ini banyak

terjadi, namun hal ini kurang mendapatkan perhatian dari institusi Kepolisian dan

pemerintah. Tindakan agresi yang dilakukan biasanya dilakukan oleh polisi

Page 77: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

58

terhadap masyarakat sipil. Perilaku ini tidak terlepas dari penggabungan Polri

dengan TNI di masa lalu. Dimana watak represif-militeristik polisi di masa lalu

masih melekat. Padahal sebelumnya, muncul harapan baru dari rakyat bahwa

polisi akan berubah menjadi sosok baru, sosok yang humanis ketika

dideklarasikan lepas dari ABRI/TNI tahun 2000. Upaya pemisahan Polisi dari

ABRI /TNI ini seharusnya membawa konsekuensi di mana polisi bukan lagi

institusi militer, melainkan merupakan institusi sipil. Sejalan dengan itu, institusi

Polri dan juga aparatnya harus meninggalkan sifat-sifat militeristik yang selama

ini dilakukan. Namun, tuntutan ini nampaknya belum disadari betul sebagai satu

keharusan dan sekaligus kebutuhan yang menjadi penting untuk dilakukan

(Mabruri, 2008).

Karena itu, menjadi aneh bila polisi yang sudah memiliki Prosedur Tetap

(Protap) namun masih terjadi tindakan agresi polisi. Hal ini menjadi pertanyaan

apakah Protap yang salah, ataukah ada faktor lain yang mempengaruhi agresivitas

polisi?

Pada dasarnya agresivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1)

frustasi (Baron & Byrne, 2005), 2) provokasi (Baron & Byrne, 2005), 3) efek

senjata (Krahe, 2005), 4) kekerasan di media (Baron & Byrne, 2005), 5) alkohol,

obat-obatan (Baron & Byrne, 2005), 6) temperatur (Baron & Byrne, 2005) , 7)

kesesakan (Krahe, 2005), 8) polusi udara (Berkowitz, 1995), 9) kebisingan

(Krahe, 2005), 10) kepribadian (Baron & Byrne, 2005) , 11) hormon (Sarwono,

2002),12) gender (Baron & Byrne, 2005), dan 13) harga diri (Sarwono, 2002).

Page 78: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

59

Alasan yang melatarbelakangi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh

polisi ini pada dasarnya kurang diperhitungkan. Berbagai macam alasan

dikemukakan oleh para pelaku kekerasan agar tindakan mereka dapat diterima,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Jenderal Da'i Bachtiar (dalam Al Araf, 2008)

“bahwa masih banyaknya polisi yang menjalankan tugas menggunakan cara-cara

militer (militeristik), salah satunya dikarenakan oleh dampak dari penggabungan

Polri dengan TNI di masa lalu”, sampai merupakan inti dari pekerjaan

kepolisian/budaya kerja kepolisian. Alasan lain dari pelaku kekerasan menurut

hasil penelitian Tongat (1997) bahwa kelemahan polisi di dalam memberikan

pelayanan terbaiknya kepada masyarakat disebabkan karena keterbatasan sarana

dan prasarana yang mendukung tugas-tugas Kepolisian. Kemudian hasil penelitian

ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yuntho (2008) yang

mengemukakan bahwa faktor munculnya perilaku kekerasan (tindakan agresi)

yang dilakukan oleh oknum polisi, salah satunya disebabkan karena selain tingkat

ancaman dari lingkungan kerja fisik dan resiko pekerjaan sangat tinggi, polisi

bekerja selama 24 jam per hari dan tujuh hari dalam seminggu tanpa mengenal

cuaca.

Dengan demikian, kekerasan yang banyak terjadi dikalangan polisi

kemungkinan besar dilakukan karena adanya faktor lingkungan kerja fisik mereka

yang buruk. Di mana faktor lingkungan ini merupakan salah satu dari variabel

situasi yang dapat mempengaruhi persepsi dan tingkah laku seseorang.

Lingkungan kerja yang baik, aman, bersih, dan sehat akan membuat individu

merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

Page 79: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

60

kepadanya. Seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang

mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang

baik, sebaliknya jika seorang karyawan bekerja dalam lingkungan kerja fisik yang

tidak memadai dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan membuat

karyawan yang bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga kinerja

karyawan tersebut akan rendah. Namun, seberapa jauh akibat yang akan

ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara individu

mempersepsikannya.

Jika karyawan mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu

yang tidak terasa dan nyaman (persepsi itu berada dalam batas-batas optimal),

maka menyebabkan gangguan baik pada fisik maupun psikis, maka karyawan

dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang.

Keadaan ini biasanya ingin dipertahankan oleh karyawan karena menimbulkan

perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya, jika objek-objek yang

di sekitar lingkungan dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal (terlalu

panas, terlalu bising, kurang dingin, dan sebagainya) maka karyawan akan

mengalami stres. Bahkan pada suatu titik akan terjadi gangguan mental yang lebih

serius, dan ini bisa membuat karyawan yang bersangkutan menjadi malas, cepat

lelah, keputusasaan, kebosanan, perasaan tidak berdaya, menurunnya prestasi

sampai pada titik terendah, sehingga kinerja karyawan tersebut akan rendah, dan

tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindakan agresi. Unsur perasaan

memang memiliki peranan yang besar sekali dalam menentukan sikap (Kartono,

2002).

Page 80: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

61

Kegelisahan dan rasa ketidaknyamanan dari persepsi tentang lingkungan

kerja yang dihasilkan inilah yang mendorong seorang Polantas untuk melakukan

tindakan yang tidak berarti (perifer) dan yang tidak dapat diterima secara sosial,

maksudnya adalah melakukan tindakan agresi.

Dengan demikian, semakin individu mempersepsikan lingkungan kerja

fisiknya sebagai sesuatu yang sangat terasa mengganggu dan tidak nyaman, maka

semakin tinggi dorongan berperilaku agresif individu tersebut. Sebaliknya

semakin individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang

tidak terasa mengganggu dan nyaman, maka menyebabkan gangguan baik pada

fisik maupun psikis.

Kepribadian merupakan salah satu variabel person (variabel masukan)

yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Selain itu, kepribadian ini

dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam

memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arousal yang dapat

mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Variabel person (kepribadian) dapat

mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di

dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan

pikiran, agresi, emosi, dan kecenderungan untuk bertingkah laku (Carnagey &

Anderson, 2004). Dengan demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya

akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi,

sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses di

lain waktu.

Page 81: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

62

Bushman (dalam Carnagey & Anderson, 2004), menyatakan bahwa

terdapat perbedaan individual dalam merespon stimulus agresif dan ambigu yang

disebabkan karena adanya perbedaan individu dalam struktur memorinya.

Menurut Bushman, hal ini disebabkan karena individu yang memiliki sifat agresif

yang tinggi memiliki jaringan asosiatif kognitif tentang agresi yang lebih banyak

dan lebih berkembang daripada individu yang memiliki sifat agresif rendah.

Perbedaan jaringan asosiatif ini menyebabkan individu dengan sifat agresif tinggi

lebih cepat mengakses konsep-konsep agresi, yang dapat dengan mudah

teraktivasi dengan hanya adanya sedikit situasi yang tidak menyenangkan. Selain

itu juga, individu dengan sifat agresif tinggi dapat menginterpretasi hal-hal yang

ambigu menjadi terasosiasi dengan konsep agresi dibandingkan dengan individu

yang memiliki sifat agresif rendah. Maksudnya adalah individu dengan sifat

agresif tinggi akan mengartikan hal-hal yang belum pasti berhubungan dengan

agresi, menjadi terkait dengan konsep-konsep agresi yang dipunyainya.

Ciri-ciri kepribadian yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

perilaku agresif banyak macamnya, salah satunya adalah kepribadian tipe A. Dari

beberapa teori tentang kepribadian tipe A didapat bahwa kepribadian tipe A

adalah individu yang mempunyai kecenderungan giat bekerja, suka menuntut,

agresif, ambisi, orientasi bersaing kuat, berbicara eksploratif, tidak sabar, mudah

tersinggung, mudah marah, berjuang keras melawan orang lain (Friedman dan

Rosenman dalam Rice, 1999).

Kepribadian tipe A tampaknya bila dikaitkan dengan agresivitas Polisi lalu

lintas ada pengaruh implikasi yang nyata. Disebabkan kepribadian tipe A lebih

Page 82: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

63

tidak tahan terhadap tekanan-tekanan yang muncul. Mereka cenderung lebih

mudah tersinggung dan mudah marah, sehingga hal itu bisa memancing mereka

untuk melakukan tindakan agresi. Sebaliknya, kepribadian tipe B lebih tahan

terhadap tekanan-tekanan yang muncul. Mereka cenderung lebih mampu menahan

diri, sabar, dan berbicara secara lembut.

Untuk lebih jelasnya, dapat digambarkan melalui kerangka berpikir di

bawah ini;

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Pengaruh Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu-lintas

Persepsi tentang

Lingkungan Kerja Fisik Agresivitas

Tipe Kepribadian

2.6. Hipotesis

Hipotesis alternatif (Ha):

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang lingkungan kerja

fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama terhadap agresivitas

Polisi lalu-lintas?

Hipotesis nihil (Ho):

Ho1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang lingkungan

kerja fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama terhadap agresivitas

Polisi lalu-lintas?

Page 83: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

64

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari

masing-masing variabel independen (persepsi tentang lingkungan kerja fsisik dan

tipe kepribadian) terhadap Agresivitas. Oleh karena itu, pendekatan yang

digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan

kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan hasil kesimpulan statistik beserta

analisisnya.

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Sevilla, 1993). Populasi

dalam penelitian ini adalah anggota Sat. Patwal (Satuan Patroli dan Wilayah) di

Kepolisian Polda Metro Jaya yang berjumlah 350 orang.

3.2.2. Sampel Penelitian

Sedangkan sampel adalah himpunan atau elemen yang akan diteliti dan

dianggap dapat menggambarkan populasinya (Sevilla, 1993). Adapun

karakteristik sampel yang akan diambil adalah :

Page 84: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

65

1. Polisi lalu-lintas di Kepolisian Polda Metro Jaya pada bagian Sat. Patwal

(Satuan Patroli dan Kawal) dengan alasan karena waktu mereka banyak

dihabiskan di lapangan atau di jalan raya.

2. Masih aktif bertugas saat pengambilan sampel berlangsung.

Dengan mempertimbangkan pada kenyataan akan besarnya jumlah populasi

yang akan diteliti dan adanya berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian,

maka dalam menentukan jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100

orang. Hal ini didasarkan pada pendapat Gay ( Dalam Sevilla, 1993) menawarkan

ukuran minimum yang dapat diterima adalah 30 subjek. Semakin besar jumlah

sampel maka kemungkinan terpilihnya sampel menyimpang akan lebih kecil.

Selain itu, jika jumlah sampel cukup besar, maka distribusi frekuensi akan lebih

mendekati normal.

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

non-acak atau non-probability sampling dimana semua anggota atau subyek

penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel,

dimana pengambilan sampel didasarkan pada hal-hal tertentu yang dikenakan ke

dalam sub kelompok (Sevilla, 1993). Sedangkan teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sampel purposive yaitu suatu teknik

pengambilan sampel yang digunakan oleh seorang peneliti jika peneliti memiliki

pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Sevilla,

1993).

Page 85: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

66

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Kerlinger (1990) variabel ialah sesuatu yang nilainya berubah-

ubah atau berbeda-beda. Nilai karakteristik suatu elemen merupakan nilai variabel

dan biasanya menunjukkan suatu variabel dipergunakan bilangan atau nilai (X, Y,

Z).

Dalam penelitian ini terdiri dari 3 variabel, yaitu independen variabel atau

variabel bebas terdiri dari 2 (variabel) dan dependen variabel atau variabel terikat

terdiri dari 1 (variabel).

Independent variabel (variabel bebas) :

Persepsi lingkungan kerja fisik (X 1).

Tipe kepribadian (X2).

Dependent variabel :

Agresivitas (Y).

3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel bebas (IV)

Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi tentang

lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian.

Page 86: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

67

b. Definisi Operasional Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik (X1)

Persepsi tentang lingkungan kerja fisik adalah skor yang diperoleh dari

skala yang mengungkap persepsi tentang lingkungan kerja fisik, yang diukur

melalui 5 komponen, seperti yang diungkapkan Munandar (2001) yaitu: (a)

suhu, (b) kebisingan, (c) vibrasi atau getaran, (d) polusi, dan (e) hygiene atau

kebersihan.

b. Definisi Operasional Tipe Kepribadian (X2)

Tipe kepribadian adalah skor yang diperoleh melalui pengembangan

instrument, menggunakan skala dikotomi dengan tipe jawaban “Ya” dan

“Tidak” yang diukur melalui karakteristik yang diungkapkan oleh Friedman

dan Rosenman (dalam Rice, 1999), yaitu kompetitif, ambisius, tanggung

jawab, pekerja keras, tergesa-gesa/terburu-buru, tidak sabar, sinisme,

kemarahan dan agresi.

Variabel Terikat (DV)

Variabel terikat adalah objek dari suatu studi atau penelitian, variabel

terikat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah agresivitas.

a. Definisi Operasional Agresivitas (Y)

Agresivitas adalah skor yang diperoleh dari skala yang mengungkap

serangkaian perilaku agresif, yang diukur melalui 2 komponen perilaku yang

diungkapkan oleh Berkowitz (1995) yaitu agresi yang dilakukan secara langsung

baik fisik maupun verbal.

Page 87: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

68

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket.

Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala,

dimana skala adalah suatu perangkat simbol atau angka-angka yang ditetapkan

menurut aturan individu atau tingkah laku mereka (Kerlinger, dikutip oleh Sevilla,

1993). Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 macam skala yaitu Skala

Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik, Skala Tipe Kepribadian, dan Skala

Agresivitas Polantas. Seluruh item dalam kuesioner ini berjumlah 161 item, 41

item mewakili persepsi tentang lingkungan kerja fisik dari teori Munandar (2001),

55 item mewakili kepribadian tipe A dari teori Friedman dan Rosenman (1999,

2000), dan 65 item mewakili agresivitas dari teori Berkowitz (1995).

Menurut Sevilla (1993) banyak peneliti yang memberikan penekanan pada

kecenderungan responden untuk mengamankan dan menempatkan jawaban

mereka di tengah sebagai angka netral. Hal ini disebut pengaruh ‘kecenderungan

sentra’, individu tersebut selalu menghindari perilaku atau pengungkapan ekstrim.

Dengan demikian tidak digunakan jawaban yang bersifat netral atau ragu-ragu

guna mendorong responden memutuskan jawaban yang bersifat positif atau

negatif.

Oleh sebab itu, skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik dan Skala

Agresivitas dalam penelitian ini menggunakan enam dan empat alternatif

jawaban, dimana meniadakan kategori jawaban di tengah karena dapat

Page 88: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

69

menimbulkan kecenderungan untuk menjawab di tengah terutama subjek yang

ragu-ragu tersebut. Sementara untuk Skala Tipe Kepribadian, dalam penelitian ini

menggunakan skala dikotomi sebagaimana didasarkan pada penelitian terdahulu

yang telah dilakukan oleh Friedman dan Rosenman.

3.4.2. Instrumen Penelitian

a. Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik (X1)

Pada skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik, penulis menggunakan

skala yang dibuat oleh Syafrika dan Suyasa dalam jurnalnya yang berjudul

Persepsi terhadap Lingkungan Fisik Kerja dan Dorongan Berperilaku Agresif

pada Polisi Lalu Lintas, tahun 2004, yang indikatornya didasarkan pada aspek-

aspek yang diberikan oleh Munandar (2001) yaitu ; a) suhu, (b) kebisingan, (c)

vibrasi atau getaran, (d) polusi, dan (e) hygiene atau kebersihan. Skala ini tersusun

dari empat puluh satu (41) butir pernyataan-pernyataan. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 89: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

70

Tabel 3.1 Blue Print Try Out Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

NO DIMENSI INDIKATOR Item Total

1 Suhu Menyebalkan, tidak disukai, buruk, tidak sehat, membuat tegang, panas, dan tidak nyaman.

1, 4, 6, 7, 2, 5, 3

7

2 Kebisingan Bising, tidak sehat, menyebalkan, negative, membuat tegang, buruk, tidak disukai, tidak nyaman, dan memiliki intensitas tinggi

8, 15, 12, 16, 10, 13, 11, 9, 14

9

3 Vibrasi/getaran Sangat terasa, tidak nyaman, membuat tegang, buruk, menyebalkan,tidak disukai, tidak sehat, dan memiliki intensitas tinggi.

17, 21, 20, 22, 19, 18, 24, 23

8

4 Polusi Menyebalkan, tidak sehat, tidak disukai, buruk, membuat tegang, berkabut, memiliki intensitas tinggi, sangat terasa, dan tidak nyaman, membahayakan.

28, 33, 27, 29, 31, 30, 34, 25, 26, 32

10

5 Kebersihan Kotor, menyebalkan, tidak disukai, tidak sehat, membuat tegang, buruk, dan tidak nyaman,

35, 41, 36, 39, 40, 38, 37

7

TOTAL 41 41

Skala ini menggunakan skala semantik diferensial dari Osgood. Skala ini

juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda

maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinu yang jawaban “sangat

positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban “sangat negatif” terletak di

bagian kiri garis, atau sebaliknya. Adapun tipe jawaban terdiri atas 6 rentangan

yang masing-masing kategori memiliki nilai tertentu. Adapun skor untuk masing-

masing pilihan adalah sebagai berikut :

Page 90: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

71

Tabel 3.2 Tabel Penilaian Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

UNFAVORABEL 1 2 3 4 5 6 FAVORABEL

FAVORABEL 6 5 4 3 2 1 UNFAVORABEL

b. Skala Tipe Kepribadian (X2)

Pada skala tipe kepribadian, penulis menggunakan skala yang dibuat

sendiri oleh peneliti dan komponen objeknya didasarkan pada aspek-aspek

pengelompokkan yang diungkapkan oleh Friedman dan Rosenman (dalam Rice,

1999). yaitu kompetitif, ambisius, tanggung jawab, pekerja keras, tergesa-

gesa/terburu-buru, tidak sabar, sinisme, kemarahan dan agresi. Skala yang

digunakan oleh penulis dalam metode pengumpulan data untuk skala tipe

kepribadian menggunakan skala Dikotomi dengan 2 kategori jawaban yaitu “Ya”

dan “Tidak”. Dimana jawaban “Ya” diskor untuk kepribadian tipe A dan diberi

nilai 1, sedangkan untuk jawaban “Tidak” diskor untuk kepribadian tipe B dan

diberi nilai 0.

Tabel 3.3.

Blue Print Try Out Skala Tipe Kepribadian

NO DIMENSI INDIKATOR Item Total Tipe

Kepribadian

- Kompetitif - Ambisius - Tanggung jawab - Pekerja keras - Tergesa-gesa

- Tidak sabar - Sinisme - Kemarahan dan

agresi

2, 15, 16, 22, 27, 28 9, 13, 25, 30, 39, 44 1, 11, 24, 35, 45, 47 6, 40, 48, 49, 50, 51 7, 8, 10, 17, 20, 21, 26 42,43 3, 5, 19, 23, 29, 52 12, 18, 41, 53, 54, 55 4, 14, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 46

6 6 6 6 9 6 6 10

TOTAL 55 55

Page 91: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

72

c. Skala Agresivitas (Y)

Pada skala agresivitas, penulis mengunakan skala yang dibuat sendiri oleh

peneliti dan komponen objeknya didasarkan pada aspek-aspek pengelompokkan

jenis-jenis bentuk perilaku agresif dari Berkowitz (1995), yang diukur melalui

bentuk agresi secara langsung baik fisik maupun verbal, dimana sebelumnya telah

dimodifikasi sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.4. Blue Print Try Out Skala Agresivitas

NO DIMENSI INDIKATOR Item Fav. Item

Unfav. Total

1 Fisik

- Memukul - Menampar - Menendang - Meninju - Mendorong dengan

keras

1 , 8, 21,58 2, 40 3, 14, 54 34, 56 4, 28

10, 42 9, 18 33, 39 41, 46 32, 35

23

2 Verbal

- Menghina - Memaki - Sebutan buruk/

name calling - Pemerasan - Membentak - Mengancam - Berteriak - Meniup pluit dengan

keras

5, 31 6, 27, 36, 45 13, 23, 44 16, 24, 50 11, 38, 48 19, 43 17, 49, 60 26, 51, 62

15, 29 47, 59 37, 52, 64 12, 63, 65 55, 53, 57 7, 61 22, 25 20, 30

42

TOTAL 36 29 65

Skala agresivitas ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari 4

kategori jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat

Tidak Setuju (STS). Item-item tersebut terdiri dari item favorabel dan

unfavorabel. Untuk item favorabel, pilihan jawaban Sangat Setuju (SS) diberi

Page 92: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

73

nilai 4, Setuju (S) diberi nilai 3, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Sangat Tidak

Setuju (STS) diberi nilai 1. Sedangkan untuk item unfavorabel, pilihan jawaban

Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1, Setuju (S) diberi nilai 2, Tidak Setuju (TS)

diberi nilai 3, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 4. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.5 Penilaian Skala Agresivitas

Pilihan SS S TS STS Favorabel 4 3 2 1 Unfavorabel 1 2 3 4

3.5. Uji Instrumen Penelitian

3.5.1. Uji Validitas

Untuk mengetahui validitas instrumen (uji validitas) dimana skor tiap item

dikorelasikan dengan skor total. Untuk menghitungnya penulis menggunakan

program SPSS Versi 13.0.

3.5.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana suatu hasil pengukuran relatif

konsisten apabila pengukuran diulangi 2 kali atau lebih atau dapat dipercaya

(apabila dalam beberapa kali pengukuran diperoleh hasil yang relatif sama).

Untuk menghitung reliabilitas alat pengumpulan data (uji reliabilitas) digunakan

teknik Alpha Cronbach, dengan perhitungan menggunakan program SPSS Versi

13.0.

Page 93: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

74

Tinggi atau rendahnya yang dihasilkan dari kaidah reliabilitas Guilford

dan pendapat Azwar (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien

reliabilitas yang mendekati 1,00 berarti semakin baik, sebaliknya koefisien yang

semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya. Hal

tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.6 Kaidah Reliabilitas Guilford

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat reliabel > 0.9 Reliabel 0.7 – 0.9

Cukup reliabel 0.4 – 0.7 Kurang reliabel 0.2 – 0.4 Tidak reliabel < 0.2

3.6. Hasil Uji Instrumen Penelitian

Setelah item-item skala dibuat, peneliti mengujicobakan skala tersebut.

Dalam tahap uji coba peneliti memberikan 161 item yang terdiri dari 41 item pada

skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik, 55 item pada skala tipe kepribadian,

dan 65 item pada skala agresivitas.

Berikut ini adalah blue print skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik,

tipe kepribadian, dan agresivitas pasca try out:

Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik (X1)

Hasil uji validitas dan reliabilitas dengan mempergunakan sistem

komputerisasi SPSS versi 13.0. Dari perhitungan tersebut diperoleh 33 item yang

valid. Adapun nilai reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0.932. Berdasarkan

Page 94: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

75

Guilford angka tersebut termasuk dalam kategori sangat reliabel. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.7 Blue Print Revisi Skala Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

NO DIMENSI INDIKATOR Item Total 1 Suhu Menyebalkan, tidak disukai,

buruk, tidak sehat, membuat tegang, panas, dan tidak nyaman.

1*, 4*, 6*, 7*, 2*, 5*, 3*

7

2 Kebisingan Bising, tidak sehat, menyebalkan, negatif, membuat tegang, buruk, tidak disukai, tidak nyaman, dan memiliki intensitas tinggi

8*, 15*, 12*, 16*, 10*, 13*, 11*, 9*, 14

8

3 Vibrasi/getaran Sangat terasa, tidak nyaman, membuat tegang, buruk, menyebalkan, tidak disukai, tidak sehat, dan memiliki intensitas tinggi.

17*, 21, 20, 22*, 19, 18*, 24*, 23

4

4 Polusi Menyebalkan, tidak sehat, tidak disukai, buruk, membuat tegang, berkabut, memiliki intensitas tinggi, sangat terasa, tidak nyaman, dan membahayakan.

28*, 33*, 27, 29, 31, 30*, 34*, 25*, 26*, 32*

7

5 Kebersihan Kotor, menyebalkan, tidak disukai, tidak sehat, membuat tegang, buruk, dan tidak nyaman.

35*, 41*, 36*, 39*, 40*, 38*, 37*

7

TOTAL 33 33 Ket : * Item yang valid

Skala Tipe Kepribadian (X2)

Hasil uji validitas dan reliabilitas dengan mempergunakan sistem

komputerisasi SPSS versi 13.0. Dari perhitungan tersebut diperoleh 27 item yang

valid. Adapun nilai reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0.827. Berdasarkan

Page 95: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

76

Guilford angka tersebut termasuk dalam kategori reliabel. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8 Blue Print Revisi Skala Tipe Kepribadian

NO DIMENSI INDIKATOR Item Total Tipe

Kepribadian - Kompetitif - Ambisius - Tanggung jawab - Pekerja keras - Tergesa-gesa

- Tidak sabar - Sinisme - Kemarahan dan

agresi

2, 15, 16, 22*, 27, 28 9*, 13, 25*, 30, 39*, 44 1, 11*, 24*, 35*, 45*, 47* 6, 40*, 48*, 49*, 50, 51* 7, 8, 10*, 17, 20, 21, 26, 42*, 43 3*, 5*, 19*, 23*, 29, 52* 12*, 18, 41, 53*, 54*, 55 4, 14*, 31, 32, 33*, 34*, 36, 37*, 38, 46

1 3 5 4 2 5 3 4

TOTAL 27 27 Ket : * Item yang valid

Skala Agresivitas (Y)

Sama halnya dengan skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan

skala tipe kepribadian, skala agresivitas ini pun juga telah diuji validitas dan

reliabilitas dengan mempergunakan sistem komputerisasi SPSS versi 13.0. Dari

perhitungan tersebut diperoleh item valid sebanyak 39 item, dengan nilai

reliabilitas sebesar 0.884. Berdasarkan Guilford angka tersebut termasuk dalam

kategori reliabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 96: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

77

Tabel 3.9 Blue Print Revisi Skala Agresivitas

NO DIMENSI INDIKATOR Item Fav. Item

Unfav. Total

1 Fisik

- Memukul - Menampar - Menendang - Meninju - Mendorong dengan

keras

1 *, 8*, 21*,58* 2, 40 3*, 14*, 54 34*, 56 4*, 28

10*, 42 9, 18 33*, 39 41*, 46* 32*, 35

13

2 Verbal

- Menghina - Memaki - Sebutan buruk/ name

calling - Pemerasan - Membentak - Mengancam - Berteriak - Meniup pluit dengan

keras

5*, 31* 6*, 27, 36*, 45 13*, 23*, 44 16*, 24, 50* 11*, 38*, 48* 19, 43 17*, 49*, 60* 26, 51*, 62*

15, 29* 47*, 59* 37*, 52*, 64 12*, 63, 65 55, 53, 57* 7*, 61 22*, 25* 20, 30

26

TOTAL 24 15 39 Ket : * Item yang valid

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat

pengaruh yang signifikan masing-masing variabel terhadap agresivitas, dan untuk

mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing variabel

terhadap agresivitas, penulis menggunakan metode statistika karena datanya

berupa angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam

hal ini berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik

analisis multiple regression atau analisis regresi berganda untuk mengetahui besar

dan arah hubungan antara variabel X1 (Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik)

dan X2 (Tipe Kepribadian) dengan variabel Y (Agresivitas). Analisis multi regresi

adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih

Page 97: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

78

satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-

prinsip korelasi dan regresi (Kerlinger, 1990).

Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini adalah :

Y= a+b1X1+b2X2

Keterangan: Y : Nilai yang diprediksi (DV) yang dalam hal ini adalah agresivitas X : Nilai variabel prediktor (IV) a : Koefisien variabel b : Konstanta Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi,

yaitu :

1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependen

variabel (DV) yang bisa diterangkan oleh independen variabel (IV).

2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien

regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari

independen variabel (IV) yang bersangkutan.

3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi

tentang berapa harga Y jika nilai setiap independen variabel (IV) diketahui.

3.8. Prosedur Penelitian

Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan oleh penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini, diantaranya yaitu:

Page 98: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

79

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel

penelitian, melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan

landasan teoritis yang tepat, menentukan, menyusun, dan menyiapkan ukur yang

akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala persepsi tentang lingkungan kerja

fisik, tipe kepribadian, dan agresivitas Polantas yang kemudian dilakukan

pengecekkan oleh pembimbing terlebih dahulu. Setelah skala dikatakan baik,

maka penulis melakukan uji coba (try out) instrumen dan langkah selanjutnya

ialah mendatangi lokasi untuk penelitian yaitu Polda Metro Jaya serta mengurus

surat perizinan penelitian.

2. Pengujian alat ukur (Try Out)

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji

instrumen kepada 40 orang anggota Sat. Patwal Kepolisian Polda Metro Jaya yang

kemudian tidak diikutsertakan dalam penelitian yang sesungguhnya. Try out

dilaksanakan pada tanggal 03 Agustus 2010.

3. Tahap pelaksanaan penelitian

Penelitian ini melibatkan 100 responden dari jumlah populasi sebanyak

350 orang anggota Sat. Patwal Kepolisian Polda Metro Jaya. Pelaksanaan

penelitian dilakukan sejak tanggal 09 Agustus 2010 sampai dengan tanggal 10

Agustus 2010.

Page 99: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

80

4. Tahap pengolahan data

Hasil data yang diperoleh di lapangan dari skala yang telah diisi oleh

responden diberi kode. Data tersebut dihitung dan ditabulasikan, sehingga

kemudian dibuat dalam bentuk tabel data. Selanjutnya dianalisa secara kuantitatif

yaitu menggambarkan data dengan angka-angka yang dipisah-pisahkan menurut

kategori tertentu untuk memperoleh kesimpulan dan gambaran secara umum.

Page 100: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

81

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Responden

Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan usia, status

perkawinan, pendidikan terakhir, jabatan dan masa kerja. Pada penelitian ini,

penulis menggunakan sampel sebanyak 100 anggota Sat. Patwal (Satuan Patroli

dan Kawal) dari populasi sebanyak 350 anggota Sat. Patwal Kepolisian Polda

Metro Jaya.

4.1.1 Responden Berdasarkan Usia

Dalam mengelompokkan responden berdasarkan usia, peneliti

membaginya berdasarkan jarak dari usia termuda sampai usia tertua, dimana usia

tertua dikurangi usia termuda. Adapun usia termuda yaitu 22 tahun, sedangkan

usia tertua yaitu 48 tahun.sehingga luas sebarannya adalah 26. Dikarenakan dalam

penelitian ini skor usia dibagi ke dalam 3 kategori, maka luas sebaran dibagi 3 dan

didapat rentangan sebesar 8. Adapun tujuan dari pengelompokkan ini yaitu agar

masing-masing kelompok usia memiliki proporsi yang sama. Di bawah ini tabel

yang menggambarkan responden berdasarkan usia :

Page 101: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

82

Tabel 4.1. Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase {%}

22-29 tahun

30-37 tahun

Di atas 38 tahun

57

36

7

57%

36%

7%

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

mayoritas responden dalam penelitian ini yakni berkisar pada usia 22-29 tahun

yakni berjumlah 57 orang atau 57%. Kemudian disusul responden dengan usia 30-

37 tahun berjumlah 36 orang atau 36%, dan responden dengan usia di atas 38

tahun berjumlah 7 orang atau 7%.

4.1.2. Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Di bawah ini merupakan tabel yang menggambarkan responden

berdasarkan status perkawinan.

Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Status

Perkawinan Frekuensi Presentase (%)

Belum Kawin 44 44 % Sudah Kawin 56 56 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel di atas, responden yang belum kawin berjumlah 44 atau

44 %, sedangkan responden yang sudah kawin berjumlah 56 atau 56 %. Ini berarti

Page 102: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

83

bahwa mayoritas responden berstatus sudah kawin dengan jumlah perbandingan

yang sedikit.

4.1.3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan

pendidikan terakhir.

Tabel 4.3. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Jenjang

Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

SMU 85 85 % S-1 15 15 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tingkat pendidikan pada penelitian ini responden yang

pendidikannya SMU atau sederajat lebih banyak dibandingkan dengan responden

yang tingkat pendidikannya sarjana. Responden yang berpendidikan SMU yakni

sebanyak 85 atau 85 %, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan S-

1berjumlah 15 atau 15 % dari total responden yang ada. Jadi dapat diambil

kesimpulan bahwa responden berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini

didominasi oleh responden yang berpendidikan SMU atau sederajat. Hal ini

terjadi karena sebagian besar petugas Polantas yang direkrut memang didasarkan

pada pendidikan SMU atau sederajat.

Page 103: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

84

4.1.4. Responden Berdasarkan Jabatan/ Pangkat

Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan

jabatan/ pangkat mulai dari pangkat yang terendah sampai dengan pangkat yang

tertinggi :

Tabel 4.4. Responden Berdasarkan Jabatan/ Pangkat

Jabatan/ Pangkat Frekuensi Presentase (%) BRIPDA (Brigadir Dua) 15 15 % BRIPTU (Brigadir Satu) 46 46 % BRIGADIR (Brigadir) 31 31 % BRIPKA (Brigadir Kepala) 6 6 % AIPTU (Ajun Inspektur Satu) 2 2 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel di atas, responden dengan pangkat BRIPDA (Brigadir

Dua) berjumlah 15 orang atau 15 %. Responden dengan pangkat BRIPTU

(Brigadir Satu) berjumlah 46 orang atau 46 %. Responden dengan pangkat

BRIGADIR (Brigadir) berjumlah 31 orang atau 31 %, Responden dengan pangkat

BRIPKA (Brigadir Kepala) berjumlah 6 orang atau 6 %. Sedangkan responden

dengan pangkat AIPTU (Ajun Inspektur Satu) berjumlah 2 orang atau 2 %.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa responden dalam penelitian

ini mayoritas berpangkat BRIPTU (Brigadir Satu), kemudian disusul oleh subjek

yang berpangkat BRIGADIR (Brigadir), BRIPDA (Brigadir Dua), BRIPKA

(Brigadir Kepala) dan AIPTU (Ajun Inspektur Satu) dari total keseluruhan

responden sebanyak 100 orang.

Page 104: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

85

4.1.5. Responden Berdasarkan Masa Kerja

Proses kuantifikasi dilakukan dengan mengolah angka-angka data mentah

dari masa kerja polantas dengan menggunakan statistik deskriptif,

menggambarkan nilai rata-rata, median, modus, simpangan baku dan distribusi

frekuensi.

Banyaknya data masa kerja yang masuk berjumlah 100 buah. Berdasarkan

hasil perhitungan, diperoleh nilai rata-rata skor variabel masa kerja = 8.4050,

modus = 4, median = 8.000, standar deviasi = 4. 87971, varian = 23.812,

minimum = 2, dan maximum = 23. Distribusi frekuensi skor masa kerja yang

sudah dikelompokkan terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.5. Responden Berdarkan Masa Kerja

No. Interval Kelas Frekuensi Presentase (%) 1 2-4 33 33 % 2 5-7 14 14 % 3 8-10 26 26 % 4 11-13 15 15 % 5 14-16 5 5 % 6 17-19 2 2 % 7 Di atas 20 5 5 % ∑ 100 100 %

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa kelompok skor masa kerja

8-13 tahun sebagian berada di atas harga rata-rata yakni sebanyak 41 (41 %)

responden, kelompok skor masa kerja 2-7 tahun yakni sebanyak 47 (47 %)

responden berada di bawah rata-rata, sedangkan kelompok skor masa kerja di atas

14 tahun yakni sebanyak 12 (12%) responden berada di atas kelompok rata-rata.

Page 105: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

86

4.2. Analisis Deskriptif

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud membuat kategorisasi dari

variabel persepsi tantang lingkungan kerja fisik, tipe kepribadian, dan agresivitas

berdasarkan tingkatannya. Untuk itu terlebih dahulu peneliti mengetahui skor

terendah dan skor tertinggi untuk masing-masing variabel.

4.2.1 Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

Untuk menentukan tingkat persepsi tentang lingkungan kerja fisik, penulis

membuat kategorisasi jenjang, yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok-

kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut

yang diukur (Azwar, 2008).

Skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik ini terdiri dari 33 item

dengan 6 kategori jawaban (skor 1 sampai dengan 6). Untuk mengetahui jenjang

kontinum tersebut penulis menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap

responden. Rentang dibagi menjadi dua interval dengan kategori positif, dan

negatif. Adapun skor minimumnya adalah 33 dan maksimumnya 198, sehingga

luas sebarannya adalah 165. dan mean teoritisnya adalah:

μ= (33x2) + (33x5)/2

= 66+165/2

=115.5 dibulatkan 116

Page 106: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

87

Dari 33 item skala persepsi tentang lingkungan kerja fisik, nilai terendah

teoritisnya adalah 33, nilai tengah 116, dan nilai tertingginya adalah 198.

Penggunaan cara ini dimaksudkan agar masing-masing kategori memiliki proporsi

yang sama, sehingga didapatkan hasil yang adil dan tidak memihak. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Tabel Kategorisasi Persepsi tentang Lingkungan Kerja Fisik

Kategori Nilai N %

Positif ≥ - 116 35 35% Negatif ≤ - 116 65 65%

Jumlah 100 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat persepsi tentang lingkungan

kerja fisik responden berada pada kisaran negatif sebanyak 65 orang (65%), dan

untuk kategori positif sebanyak 35 orang (35%). Dengan demikian dapat diambil

kesimpulan bahwa, mayoritas responden mempersepsikan lingkungan kerja

fisiknya sebagai sesuatu yang negatif.

4.2.2 Tipe Kepribadian

Selanjutnya peneliti bermaksud membuat kategorisasi dari variabel tipe

kepribadian berdasarkan tingkatannya. Untuk itu terlebih dahulu peneliti membagi

responden penelitian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki

kepribadian tipe A dan tipe B.

Responden penelitian yang tergolong ke dalam tipe kepribadian adalah

responden yang mendapatkan nilai total 14-25 untuk skala tipe kepribadian.

Page 107: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

88

Sedangkan responden penelitian yang tergolong ke dalam kepribadian tipe B

adalah responden yang mendapatkan nilai total 1-13 untuk skala tipe kepribadian.

Setelah jumlah total untuk skala tipe kepribadian diketahui, maka dapat diketahui

jumlah responden yang memiliki kepribadian tipe A dan tipe B. Tabel di bawah

ini akan menggolongkan responden berdasarkan tipe kepribadian :

Tabel 4.8 Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian

No Kategorisasi

Tipe Kepribadian Frekuensi Presentasi

1 A 56 56 % 2 B 44 44 % Total 100 100

Berdasarkan data pada tabel hasil penelitian di atas, terlihat bahwa

frekuensi responden terbanyak ditemui pada kategori tipe kepribadian A yaitu

sebanyak 56 orang (56%) dari total keseluruhan responden sebanyak 100 orang.

4.2.3 Agresivitas

Selanjutnya peneliti bermaksud membuat kategorisasi dari variabel

agresivitas berdasarkan tingkatannya. Untuk itu terlebih dahulu peneliti

mengetahui skor terendah dan skor tertinggi untuk masing-masing variabel.

Untuk mengetahui tingkatan agresivitas penulis menggunakan kategorisasi

rentang yang dibagi ke dalam dua interval dengan kategori tinggi, dan rendah.

Adapun jumlah item pada skala agresivitas adalah sebanyak 39 item pernyataan,

dengan 4 kategori jawaban (skor 1 sampai dengna 4). Adapun skor minimumnya

Page 108: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

89

adalah 39 dan maksimumnya 156, sehingga luas sebarannya adalah 117. dan mean

teoritisnya adalah :

μ= (39x2) + (39x3)/2

= 78+117/2

=97.5 dibulatkan 98

Dari 39 item skala agresivitas, nilai terendah teoritisnya adalah 39, nilai

tengah 98, dan nilai tertingginya adalah 156. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Tabel Kategorisasi Agresivitas

Kategori Nilai N %

Tinggi ≥ - 98 52 52 % Rendah ≤ - 98 48 48 %

Jumlah 100 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat agresivitas berada pada

kisaran tinggi sebanyak 52 orang (52%), sedangkan untuk kategori rendah

sebanyak 48 orang (48%). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa,

sampel pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang agresivitas tinggi

dengan perbandingan yang sedikit.

4.3. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus Regresi

berganda yaitu untuk mencari hubungan persepsi tentang lingkungan kerja fisik

dan tipe kepribadian secara bersama-sama terhadap agresivitas. Lalu peneliti

Page 109: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

90

menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara

variabel dengan cara mencari nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi

merupakan suatu nilai yang menggambarkan seberapa besar perubahan antar

variasi dari variabel dependen. Untuk penghitungannya dilakukan dengan

menggunakan program SPSS versi 13. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.10. Nilai R Square (Koefisien Determinasi)

N R R Square

100 0.511 0.261

Berdasarkan data yang diperoleh melalui tabel di atas terlihat koefisien

determinasi R Square (R2) menunjukkan nilai sebesar 0.261 atau 26.1%. Hal ini

berarti 26.1% variabel agresivitas dapat dijelaskan oleh variasi persepsi tentang

lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian. Sedangkan sisanya 73.9% dijelaskan

oleh faktor-faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini diantaranya yaitu ;

frustasi, provokasi, efek senjata, kekerasan di media, alkohol, obat-obatan,

kesesakan, hormon, gender, dan harga diri.

Dengan kata lain terdapat kemungkinan adanya faktor-faktor lain

yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap agresivitas Polantas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh dari

independen variabel terhadap dependen variabel.

Page 110: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

91

Gambar di bawah ini menggambarkan tentang nilai uji F :

Tabel 4.11. Nilai Uji F (tabel lampiran Anova regresi linear ganda)

N F hitung Df 1 Df 2 Sig.

100 17.155 2 97 0.000

Sementara dari uji F, diperoleh F hitung sebesar 17.155 dan signifikansi =

0.000 atau jauh lebih kecil dari alpha = 5%, ini berarti hipotesis nihil (Ho) yang

menyatakan tidak ada pengaruh antara persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan

tipe kepribadian secara bersama-sama terhadap agresivitas Polantas ditolak.

Maka, model regresi dapat dipakai untuk memprediksi agresivitas. Atau dapat

dikatakan, persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian secara

bersama-sama berpengaruh terhadap agresivitas Polantas atau Ha diterima.

Kemudian peneliti melihat koefisien regresi masing-masing variabel dari

output SPSS 13, seperti tabel dibawah ini:

Tabel 4.12. Coefficients(a)

Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta

t

Sig.

1 (Constant) 80.931 6.588 12.284 .000 PLKF -.089 .047 -.175 -1.899 .060 Kepribadian 1.108 .239 .428 4.642 .000

a Dependent Variable: Agresivitas

Pada tabel coefficients dapat diperoleh persamaan garis regresi, dimana

dapat diketahui koefisien regresi dari masing-masing variabel. Maka persamaan

regresinya adalah: Agresivitas (Y) = 80.931+ -0.089 X1 (PLKF) + 1.108 X2 (tipe

Page 111: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

92

kepribadian).

Dengan model persamaan ini, dapat diperkirakan agresivitas dengan

persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian. Nilai koefisien

positif menunjukkan hubungan positif, dan sebaliknya jika nilai koefisien negative

maka menunjukkan hubungan negatif.

Dengan persamaan ini dapat diprediksi bahwa agresivitas akan berubah

sebesar -0.089 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada persepsi tentang

lingkungan kerja fisik, dan berubah sebesar 1.108 untuk setiap perubahan yang

terjadi pada tipe kepribadian.

Sementara itu, dari data tabel pada kolom beta diketahui bahwa nilai

probabilitas pada tabel sig. Tipe kepribadian sebesar 0.000 < 0,05 maka Ha

diterima yaitu ada sumbangan tipe kepribadian terhadap agresivitas Polantas,

sedangkan Ho ditolak. Ini berarti variabel yang paling besar pengaruhnya dan

signifikan terhadap agresivitas dari kedua independent variabel yang di uji peneliti

dalam mengukur agresivitas Polantas adalah variabel tipe kepribadian. Maka

dapat disimpulkan bahwa semakin individu memiliki tipe kepribadian A maka

individu tersebut akan cenderung lebih agresif dalam banyak situasi.

Selanjutnya melalui perhitungan statistik metode stepwise juga diperoleh

informasi bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya adalah tipe kepribadian.

Berikut ini tabel hasil perhitungan statistik pengaruh variabel persepsi tentang

lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian terhadap agresivitas dengan bantuan

SPSS versi 13.0:

Page 112: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

93

Tabel 4.13. Variables Entered/Removed(a) Model Variables Entered Variables Removed Method 1

Kepribadian .

Stepwise (Criteria: Probability-of-F-to-enter <= .050, Probability-of-F-to-remove >= .100).

a Dependent Variable: Agresivitas

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel yang lebih besar

mempengaruhi agresivitas Polantas adalah tipe kepribadian, sedangkan persepsi

tentang lingkungan kerja fisik terhadap agresivitas Polantas dikeluarkan dari tabel

karena hanya memberikan kontribusi yang kecil.

Tabel 4.14. Model Summary (Hasil Stepwise)

N R R Square

100 0.484 0.234

Berdasarkan tabel di atas, dengan menggunakan metode stepwise maka

besar sumbangan yang diberikan variabel tipe kepribadian tanpa variabel persepsi

tentang lingkungan kerja fisik didapat nilai R Square (R2) sebesar 0.234, ini

berarti besarnya sumbangan yang diberikan variabel tipe kepribadian pada

agresivitas Polantas yaitu sebesar 23.4% kemudian sisanya sebesar 76.6%

disumbangkan oleh faktor-faktor yang tidak terukur yang dapat mempengaruhi

agresivitas Polantas. Faktor-faktor tersebut yaitu seperti : frustasi, provokasi, efek

senjata, kekerasan di media, alkohol, obat-obatan, kesesakan, hormon, gender,

dan harga diri.

Page 113: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

94

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab ini memaparkan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang

penelitian serta saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data serta pengujian hipotesis yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini berdasarkan dari hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang lingkungan kerja

fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama terhadap agresivitas Polisi

lalu-lintas. Dengan demikian semakin negatif persepsi tentang lingkungan

kerja fisik maka semakin tinggi pula agresivitas Polantas, dan semakin

individu memiliki kepribadian tipe A maka individu tersebut akan cenderung

lebih agresif dalam banyak situasi.

2. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa persepsi tentang lingkungan kerja

fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama berpengaruh terhadap

agresivitas Polantas. Besarnya pengaruh yang dihasilkan adalah sebesar

26.1%, dan sisanya sebesar 73.9% berasal dari variabel lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini. Dari kedua variabel tersebut diketahui bahwa yang

memberikan hubungan positif ialah tipe kepribadian sebesar 23.4%. Jadi,

Page 114: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

95

dalam penelitian ini didapatkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh yang

besar terhadap agresivitas Polantas adalah variabel tipe kepribadian.

5. 2. Diskusi

Dari hasil penelitian telah didapat bahwa ada pengaruh yang signifikan

antara persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian secara

bersama-sama terhadap agresivitas Polantas. Sementara dari uji F, diperoleh F

hitung sebesar 17.155 dan signifikansi = 0.000 atau jauh lebih kecil dari alpha =

5%, ini berarti hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan tidak ada pengaruh antara

persepsi tentang lingkungan kerja fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama

terhadap agresivitas Polisi lalu-lintas ditolak. Maka, model regresi dapat dipakai

untuk memprediksi agresivitas. Atau dapat dikatakan, persepsi tentang lingkungan

kerja fisik dan tipe kepribadian secara bersama-sama berpengaruh terhadap

agresivitas Polisi lalu-lintas.

Hasil penelitian ini berarti mendukung asumsi-asumsi dari teori yang telah

dikemukakan sebelumnya, yaitu antara lain teori yang dinyatakan oleh Carnagey

& Anderson (2004) yaitu teori General Aggression Model (GAM). Teori ini

menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik sebagai salah satu dari variabel situasi

atau variabel masukan yang merupakan salah satu faktor-faktor yang dapat

memainkan peranan penting dalam kemunculan perilaku agresi. Variabel situasi

ini dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam

memori. Variabel masukan ini juga dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku

melalui keadaan internal saat ini yang mereka ciptakan. Keadaan internal tersebut

adalah cognition, affect, dan arousal. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa yang

Page 115: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

96

tidak menyenangkan akan menstimulasi perasaan negatif. Perasaan negatif akan

menstimulasi secara otomatis berbagai fikiran, ingatan, respon fisiologis, dan

reaksi motorik yang berasosiasi dengan reaksi melawan atau menyerang. Asosiasi

ini menimbulkan perasaan marah dan takut. Semakin buruk lingkungan kerja fisik

yang dialami oleh individu, maka semakin tinggi perasaan negatif yang timbul

sehingga semakin memicu reaksi melawan atau menyerang, dan menimbulkan

perasaan marah bagi individu tersebut.

Gibson (dalam Bell, 1978) yang menyatakan bahwa persepsi tentang

lingkungan kerja adalah serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh

orang-orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi dan memiliki peran

yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan. Karena itu, semakin

individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang sangat

terasa mengganggu dan tidak nyaman, maka semakin tinggi dorongan berperilaku

agresif individu tersebut. Sebaliknya semakin individu mempersepsikan

lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang tidak terasa dan nyaman, maka

menyebabkan gangguan baik pada fisik maupun psikis.

Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syafrika

dan Suyasa (2004) mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara

melalui studi mengenai persepsi terhadap lingkungan fisik kerja dan dorongan

berperilaku agresif pada polisi lalu lintas di Satlantas Kota Besar Jambi. Dari studi

tersebut menghasilkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap

lingkungan fisik kerja dan dorongan berperilaku agresif pada Polantas. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin individu mempersepsikan lingkungan kerjanya

Page 116: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

97

sebagai sesuatu yang sangat terasa dan tidak nyaman, maka akan semakin tinggi

dorongan berperilaku agresif individu tersebut. Sebaliknya semakin individu

mempersepsikan lingkungan kerjanya sebagai sesuatu yang tidak terasa dan

nyaman, maka semakin rendah dorongan berperilaku agresif individu tersebut.

Sementara itu tipe kepribadian akan meningkatkan agresivitas Polantas

sebesar 1.108 dan memiliki kontribusi sebesar 23,4% dalam mempengaruhi

agresivitas atau lebih besar dibandingkan persepsi tentang lingkungan kerja fisik

terhadap agresivitas Polisi lalu-lintas.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Larsen & Bush (2005)

bahwa kepribadian seseorang dapat mempengaruhi cara individu dalam bereaksi,

berpikir, merasa, berinteraksi dan beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam

membentuk perilaku agresif.

Kepribadian bersifat stabil sepanjang waktu dan memberikan pola perilaku

yang konsisten pada individu. Karena bersifat stabil dan konsisten itulah, individu

yang memiliki sifat agresif akan cenderung berperilaku agresif pada setiap situasi.

Selain itu, karena sifatnya yang permanen, maka dapat mempengaruhi keadaan

temporer seseorang dalam hal ini adalah keadaan psikologis individu yang pada

akhirnya turut berperan terhadap kemungkinan terjadi atau tidaknya perilaku

agresif (Steven & Mary, 2005).

Carnagey & Anderson (2004) dalam teori General Aggression Model

(GAM) berpendapat bahwa kepribadian sebagai salah satu dari variabel person

atau variabel masukan dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku melalui

Page 117: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

98

keadaan internal saat ini yang mereka ciptakan. Keadaan internal tersebut adalah

cognition, affect, dan arousal. Variabel masukan (kepribadian) ini dapat

mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di

dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan

pikiran, agresi, emosi, dan kecenderungan untuk bertingkah laku. Jaringan

asosiatif kognitif menyebabkan adanya hubungan yang berarti antara konsep-

konsep dalam memori. Ketika sebuah konsep diakses secara terus-menerus, waktu

pengaktifannya akan menurun. Hal ini berarti bahwa hanya akan dibutuhkan

sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep

agresi tersebut manjadi semakin mudah untuk diakses di lain waktu. Semakin

sebuah konsep cepat dapat diakses, maka akan semakin sering digunakan untuk

memproses dan menginterpretasi informasi sosial. Dengan demikian individu

yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk

mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut

menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada

situasi lain, yang dapat membimbing tingkah laku di masa yang akan datang.

Contohnya seseorang yang memiliki sifat agresif yang tinggi sedikit situasi yang

tidak menyenangkan akan mengakibatkan kemarahan pada orang tersebut.

Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bushman

(Carnagey & Anderson, 2004) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan

individual dalam merespon stimulus agresif dan ambigu yang disebabkan karena

adanya perbedaan individu dalam struktur memorinya. Menurut Bushman, hal ini

disebabkan karena individu yang memiliki sifat agresif yang tinggi memiliki

Page 118: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

99

jaringan asosiatif kognitif tentang agresi yang lebih banyak dan lebih berkembang

daripada individu yang memiliki sifat agresif rendah. Perbedaan jaringan asosiatif

ini menyebabkan individu dengan sifat agresif tinggi lebih cepat mengakses

konsep-konsep agresi, yang dapat dengan mudah teraktivasi dengan hanya adanya

sedikit situasi yang tidak menyenangkan. Selain itu juga, individu dengan sifat

agresif tinggi dapat menginterpretasi hal-hal yang ambigu menjadi terasosiasi

dengan konsep agresi dibandingkan dengan individu yang memiliki sifat agresif

rendah. Maksudnya adalah individu dengan sifat agresif tinggi akan mengartikan

hal-hal yang belum pasti berhubungan dengan agresi, menjadi terkait dengan

konsep-konsep agresi yang dipunyainya.

Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Glass

(dalam Baron & Byrne, 2005) yang menyimpulkan bahwa faktor kepribadian

berperan penting dalam perilaku agresif. Menurutnya bahwa kecenderungan

seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Individu

yang memiliki kepribadian tipe A cenderung lebih agresif dalam banyak situasi

daripada individu dengan kepribadian tipe B. Kepribadian tipe A digambarkan

sebagai individu yang memiliki sifat kompetitif, selalu terburu-buru, mudah

tersinggung, dan agresif. Sedangkan kepribadian tipe B digambarkan sebagai

individu yang ambisinya tidak tinggi, cenderung tidak terburu-buru, dan tidak

mudah kehilangan kendali.

Selain itu, penelitian terhadap agresivitas pernah dilakukan oleh Agung

(2008) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Dalam

penelitian mengenai agresi pada anggota TNI-AD. Dari studi tersebut didapatkan

Page 119: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

100

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi agresivitas seseorang yang paling

dominan mempengaruhi anggota prajurit TNI-AD melakukan tindakan agresi

adalah kepribadian.

Kemudian dari hasil penelitian diketahui bahwa perilaku agresif Polantas

yang paling nyata terlihat lebih ke arah perilaku agresif verbal, seperti memaki,

membentak, menghina, berteriak, dan pemerasan, dibandingkan perilaku agresif

fisik seperti menampar, memukul, menendang, dan meninju. Hal ini kemungkinan

terjadi karena adanya batasan norma dan kode etik kepolisian. Walaupun pada

dasarnya prosedur baku pelaksanaan tugas kepolisian mengijinkan adanya tindak

kekerasan ketika menjalankan tugas, namun pelaksanaanya harus disesuaikan

dengan keadaan yang terjadi sehingga Polantas yang menggunakan tindak

kekerasan dalam bentuk agresif fisik sangat kecil jumlahnya. Hal ini juga

kemungkinan disebabkan sikap Polantas yang dituntut untuk menjaga wibawa dan

kesadaran Polantas bahwa semakin tingginya pengetahuan masyarakat terutama

mengenai hukum sehingga Polantas tidak dapat menggunakan kekuasaannya

secara sewenang-wenang.

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, penulis menyadari

bahwa secara keseluruhan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan

keterbatasan tersebut, penulis mencoba berbagi pengalaman dan memberikan

saran sebagai pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait yaitu saran

teoritis dan saran praktis. Berikut uraiannya:

Page 120: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

101

5.3.1. Saran Teoritis

1. Peneliti menyadari sekali dalam penelitian ini masih banyak kekurangan

terutama dalam proses penelitian, karena tidak dapat mengontrol variabel yang

dapat mengganggu atau mengurangi ketepatan hasil penelitian seperti kondisi

fisik, atau kesehatan. Selain itu juga, peneliti dalam pengambilan data dalam

penelitian ini kurang memperhatikan jadwal kegiatan Polantas, karena mereka

adalah orang-orang yang sangat sibuk yang sewaktu-waktu mereka dapat

diperintahkan untuk melakukan tugas mendadak. Maka bagi peneliti selajutnya

yang berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama,

disarankan untuk mempertimbangkan hal ini.

2. Sebaiknya dalam responden penelitian ini lebih diperluas klasifikasinya,

misalnya dari Polantas pada bagian GATUR (Penjagaan dan Pengaturan).

Sehingga responden penelitian dapat mewakili tujuan yang ingin dicapai.

3. Pada penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat menambahkan

variabel bebas lainnya yaitu frustasi, provokasi, efek senjata, kekerasan di

media, alkohol, obat-obatan, kesesakan, hormon, gender, dan harga diri.

Karena variabel-variabel tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

agresivitas individu yang kemungkinan dapat memberikan kontribusi yang

lebih besar.

5.3.2. Saran Praktis

Dalam hal praktis, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

Page 121: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

102

1. Setiap Polantas agar dapat melakukan pencegahan sehingga dapat

meminimalisir kemungkinan efek negatif yang dapat timbul akibat kondisi

kerja fisik, misalnya dengan menggunakan pelindung mulut (masker), dan

pelindung telinga (ear plug).

2. Kepada institusi kepolisian, diharapkan dapat mengerti dan lebih memenuhi

kebutuhan yang dibutuhkan oleh Polantas. Upaya untuk meningkatkan kondisi

anggota adalah suatu hal yang mutlak diperlukan, misalnya dengan

penambahan sarana dan prasarana, atau dengan memberikan pelayanan

konsultasi fisik dan psikologis. Selain itu juga penting untuk diadakannya

pelatihan-pelatihan mengenai persepsi dan pengendalian emosi (ESQ).

Sehingga para Polantas memiliki kepribadian yang baik dan dapat mengontrol

emosi dan amarahnya, serta dapat menjalankan tugasnya lebih baik di dalam

masyarakat.

3. Sesungguhnya, salah satu hal yang paling baik dilakukan intuk menghindari

efek negatif dari pekerjaan Polantas adalah dengan membuat kondisi kerja fisik

senyaman mungkin. Namun, hal itu sangat sulit dilakukan tanpa adanya

bantuan dari pihak lain terutama masyarakat. Untuk itu kepada masyarakat

juga diharapkan kesadarannya baik yang berhubungan dengan penggunaan

lalu-lintas, misalnya dengan mentaati peraturan lalu-lintas, dengan mengurangi

membuat polusi seperti menggunakan bahan bakar dengan oktan tinggi, dan

dengan tidak memodifikasi knalpot yang dapat membuat bising lingkungan.

Page 122: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

103

Page 123: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

DAFTAR PUSTAKA

Agung W. Andaru. (2008). Agresi pada anggota tentara nasional indonesia angkatan darat (TNI-AD). Jakarta: FPSI Gunadarma.

Al Araf. (2008, Juli-Agustus). Polisi dan penegakan HAM. Analisis dokumentasi

HAM: Polisi antara UNAS dan MONAS. Jakarta: ELSAM.

Alex S. Nitisemito. (1988). Manajemen personalia: Manajemen sumber daya

manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Allport, Gordon W. (1960). Personality a psychological interpretation. New

York: Henry Holt and Company. Anastasi, Anne. Fields of applied psychology. Bidang-bidang psikologi terapan.

Aryatmi Siswohardjono, Paula Hartianta, Ika Pattinasarany, Esther Dharmanta, dan Aloysius Soesilo (terj).1993. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

A.S, Munandar. (2001). Psikologi industry dan organisasi. Jakarta: Penerbit

universitas Indonesia. Avin Fadilla Helmi & Soedardjo. (1998). Beberapa perspektif perilaku agresi.

Buletin Psikologi. No. 2, 9-15. Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi ke sepuluh. Jakarta:

Erlangga. Bell, Paul P.,Fisher, Jeffrrey D., & Loomis, Ross J. (1978). Environmental

psychology. Toronto: W B. Saunders Company. Bell, Paul A.,Greene ,Thomas C., Fisher, Jefrey D.,&Baum Andrew. (2001).

Enviromental psychology (5th ed). USA: Wadsworth Group/Thomson Learning.

Page 124: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

Berkowitz, Leonard. (1995). Agresi 1, sebab dan akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Buss, Arnold. (1973). Psychology man in perspective. Toronto: Wiley

International Edition. Carnagey, N.L., dan Anderson, C.A. (2004). Violent video game exposure and

aggression: A literature review. Minerva psichiatr . Vol.45, No.1-18

Emerson Yuntho. (2008, Juli-Agustus). Polisi: Di antara kekerasan dan korupsi.

Analisis dokumentasi HAM: Polisi antara UNAS dan MONAS. Jakarta: ELSAM.

Gufron Mabruri. (2008, Juli-Agustus). Melihat peran polri dalam kasus UNAS

dan MONAS. Analisis dokumentasi HAM: Polisi antara UNAS dan MONAS. Jakarta: ELSAM.

Ine Syafrika., & P. Tommy Y.S. Suyasa. (2004). Persepsi terhadap lingkungan

fisik kerja dan dorongan berperilaku agresi. Insan. Vol. 6, No. 3. Iting Shofwati., dan Yuli P. Satar. (2009). Hygiene industri. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. Jalaluddin Rakhmat. (2000). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Jewell, L.N., dan Siegall, Marc. (1998). Psikologi industri/ organisasi modern:

Psikologi terapan untuk memecahkan berbagai masalah di tempat kerja, perusahaan, industri, dan organisasi. Jakarta: Penerbit Arcan.

Kartini Kartono. (2002). Psikologi sosial untuk manajemen perusahaan dan

industri. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kerlinger, Fred N. Foundations of behavioral research. Third edition. Asas-asas

penelitian behavioral. Landing R. Simatupang (terj). 1990. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 125: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku agresif: Buku panduan psikologi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Larsen, Randy J., & Buss., David M. (2005). Personality psychology: Domains of

knowledge about human nature. Second Edition. New York: McGraw Hill. Muhammad Gaussyah. (2003). Makna dan Implikasi kedudukan Polisi Sebagai

Alat Negara di dalam Kerangka Penegakan Hukum dan Ketertiban dalam Masyarakat . Kanun. No. 35. Hal. 64.

McShane, Steven L., & Von Glinow, Mary Ann. (2005). Organizational

behavior. Third Edition. New York: Irwin McGraw Hill. Mischel, Walter. (2004). Introduction to personality: Toward an integration (7th

ed). Toronto : John Wiley & Sons, Inc.

Morgan, Thomas Clifford. (1986). Introduction to psychology; International

Edition. Singapore: McGraw Hill.

Myers, David G. (2005). Social psychology (8thed). Toronto: McGraw Hill. Rice, Philip L. (1999). Stress and health. Third edition. California: Brooks/Cole

Publishing Company. Rice, Virginia H. (2000). Type A behavior pattern and cardiovascular health.

Dalam Erika Friedmann & sue Ann Thomas (Eds.), Handbook of stress, coping, and health: Implications for nursing research, theory, and practice (h. 395). New Delhi: Sage Publication, Inc.

Robbins, Stephen P. (2001). Organizational behavior (9th ed). New Jersey:

Prentice Hall. Saifuddin Azwar. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta; Pustaka

Pelajar.

Page 126: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

Santrock, John W. Life-span development. Perkembangan masa hidup. Juda Damanik dan Achmad Chusairi (terj). 1995. Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.

Sarafino, Edward P. (1994). Health psychology: Biopsychosocial interactions.

Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sarlito. W Sarwono. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia. ________________. (2002). Psikologi sosial: Individu dan teori-teori psikologi

sosial. Jakarta: Balai Pustaka. ________________. (2003). Pengantar umum psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Smet, Bart. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia. Sevilla, Consuelo G. An introduction to research method. Pengantar metode

penelitian. Alimuddin Tuwu (terj). 1993. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Schultz, Duane P., dan Schultz, Sydney E. (2006). Psychology and work today:

An introduction to industrial and organizational psychology (9thed). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Tongat. (1997). Polisi, penegakan hukum dan permasalahannya. Legality, vol 6. Weiten, Wayne., Llyod, Margaret A. (1997). Psychology applied to modern life:

Adjustmen in the 90s (5th ed). California: Brooks/Cole Publishing Company.

Yungki Aldrin. (1995). Perbedaan Skema Mengenai Polisi Lalu Lintas antara Mahasiswa yang Pernah dan Tidak Pernah Melakukan Denda Damai. Jakarta: FPSI UI.

Page 127: PENGARUH PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN KERJA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5326/1/NURMALA... · Anggota Sat. Patwal Polda Metro Jaya terima kasih telah bersedia

http://citizennews.suaramerdeka.com