SOP Sat Reskrim

105
1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang a. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah- langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman, sehingga diperoleh kesamaan persepsi; c. Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam menjalankan kegiatan penyidikan. 2. Dasar a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); b. Undang-undang Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri); c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian

Transcript of SOP Sat Reskrim

Page 1: SOP Sat Reskrim

1

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN

PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

a. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap

penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-

langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam

langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan

ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman,

sehingga diperoleh kesamaan persepsi;

c. Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak

yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur

(SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam

menjalankan kegiatan penyidikan.

2. Dasar

a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

b. Undang-undang Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);

c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian

Page 2: SOP Sat Reskrim

2

Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud :

Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan

bagi Penyidik Satuan Reserse Kriminal dalam melakukan

persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta

penyenggaraan Administrasi Penyidikan yang mendukung

pelaksanaan penyidikan tindak pidana.

b. Tujuan :

Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan

persepsi diantara para Penyidik Satuan Reserse Kriminal, agar

diperoleh kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana

di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.

4. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur di bidang Penyidikan ini meliputi

kegiatan Perencanaan dan Penganggaran Penyidikan, Pelaksanaan

Penyidikan (Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan,

Penggeledahan, dan Penyitaan), Penyelenggaraan Administrasi

Penyidikan, Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta

Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan

Reskrim Polres Limboto.

II. TUGAS POKOK

1. Tugas Pokok Penyidik :

a. Tugas Pokok Penyidik Sat. Reskrim adalah :

1) Penyidik Sat. Reskrim bertugas menyelenggarakan

penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan

Page 3: SOP Sat Reskrim

3

tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan

laboratorium forensik lapangan serta bertugas

menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan

administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

2) Dalam melaksanakan tugas di atas, Penyidik Sat. Reskrim

menyelenggarakan fungsi :

a) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus,

antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak

pidana tertentu di daerah hukum Polres Limboto ;

b) Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana umum, identifikasi, dan laboratorium

forensik lapangan;

c) Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja,

anak, dan wanita, baik sebagai pelaku maupun

korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d) Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan

pelayanan umum;

e) Pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan

operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS;

f) Penganalisasian kasus beserta penanganannya, serta

mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas

Sat. Reskrim;

g) Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana

khusus dan umum di lingkungan Polres dan ;

h) Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan

informasi dan dokumentasi program kegiatan Sat

Reskrim.

Page 4: SOP Sat Reskrim

4

III. VISI, MISI DAN TUGAS FUNGSI SAT. RESKRIM POLRES LIMBOTO

1. Visi :

Tergelarnya postur personil Sat Reskrim Polres Limboto yang

dipercaya masyarakat dalam memberikan pelayanan di bidang

penegakan hukum secara proporsional, professional, transparan dan

akuntabel melalui kemitraan dengan masyarakat.

2. Misi :

1) Pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan penyidik

baik di tingkat Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim

kewilayahan demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah

yang bersih;

2) Melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dalam

rangka penegakan hukum demi terwujudnya supremasi hukum;

3) Menerapkan perpolisian masyarakat pada tugas-tugas

penyidikan yang berbasis pada masyarakat patuh hukum;

4) Menjamin keberhasilan penaggulangan gangguan keamanan

dalam negeri melalui tugas-tugas penyidikan guna

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri;

5) Menegakkan hukum secara profesional, obyektif,

proporsional, transparan dan akuntabel melalui tugas-tugas

penyidikan untuk menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan;

6) Terbangunnya kerjasama dengan lembaga, Instansi dan

masyarakat melalui kemitraan dalam penegakan hukum;

7) Terwujudnya sistem rekrutmen personil Sat Reskrim Polres

Limboto yang bersih, transparan dan bebas dari intervensi

untuk mencegah resiko masuknya personel Polri yang

emosionalnya labil, tidak sabar, malas, korup, kolusi dan

sebagainya dalam rangka mewujudkan sosok reserse yang

profesional, bermoral dan mahir dalam melaksanakan tugasnya;

Page 5: SOP Sat Reskrim

5

8) Terwujudnya sarana operasional yang mendukung tugas-tugas

Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan;

9) Melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka

meningkatkan dan mengembangkan sumber daya serta sistem

untuk mendukung tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan;

10) Menyelenggarakan pembinaan dan penegakan terhadap profesi

penyidik Sat Reskrim Polres Limboto dalam rangka mewujudkan

sosok penyidik yang profesional dan mahir dalam melaksanakan

tugas;

11) Menyelenggarakan dukungan tehnologi Kepolisian di bidang

Reskrim sesuai sumber daya yang ada untuk kepentingan tugas

Kepolisian;

12) Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap

pembangunan sistem dan metode yang berlaku di lingkungan

Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.

IV. PELAKSANAAN

1. Personel

a. Penyidik Satuan Reserse Kriminal adalah personel Polri yang

bertugas di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto

dan Polsek yang telah memiliki Surat Keputusan sebagai

Penyidik;

b. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang

berada di lingkungan Satuan Reskrim yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan

sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;

c. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat

melakukan tugas penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No.

8 Tahun 1981 tentang KUHAP;

Page 6: SOP Sat Reskrim

6

d. Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan

Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, dan Surat

Perintah Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Petugas Lainnya adalah personel yang bertugas dan/atau

bekerja di lingkungan Polres Limboto dan atau setidak-tidaknya

di lingkungan Satuan Reskrim serta diberikan tugas oleh

Penyidik Sat. Reskrim untuk membantu atau mendukung

pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti pembuatan

administrasi penyidikan, penyusunan Berkas Perkara dan

sejenisnya.

2. Sarana-Prasarana yang Digunakan

a. Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan

penyidikan adalah yang tersedia di lingkungan Satuan

Reskrim;

b. Sarana dan Prasarana lain yang menunjang untuk

kepentingan penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat

persetujuan dari Atasan Penyidik.

3. Urutan Tindakan

a. Tindakan penyidikan mempedomani UU No. 8 Tahun 1981

tentang KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di

Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. Urut-urutan tindakan penyidikan sebagai berikut :

1) Membuat tata naskah (takah) yang terdiri dari :

a) Laporan Polisi;

b) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) apabila didahului

dengan penyelidikan;

c) Surat Perintah Penyidikan;

d) Surat Perintah Tugas

e) Rencana Penyidikan;

Page 7: SOP Sat Reskrim

7

f) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;

g) Gambar Skema Pokok Perkara; dan

h) Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan.

2) Menyusun rencana penyidikan dan penganggaran

penyidikan, meliputi :

a) Rencana Kegiatan;

b) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;

c) Target pencapaian kegiatan;

d) Skala prioritas penindakan; dan

e) Target penyelesaian perkara.

3) Melakukan upaya hukum dalam rangkaian kegiatan

penyidikan, meliputi :

a) Pemanggilan saksi-saksi;

b) Pemeriksaan saksi-saksi;

c) Penyitaan barang bukti;

d) Pemanggilan tersangka;

e) Penangkapan tersangka (jika diperlukan);

f) Pemeriksaan tersangka;

g) Menawarkan bantuan Penasihat Hukum terhadap

Tersangka yang tidak mampu, yang ancaman

hukumannya diatas 4 tahun

h) Penggeledahan (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti

dengan penyitaan (jika ditemukan barang bukti

baru);

i) Penahanan tersangka (jika diperlukan); dan

j) Pemeriksaan Ahli (jika diperlukan).

4) Menyelenggarakan Administrasi Penyidikan dengan

kegiatan meliputi :

a) Membuat Surat Perintah Penyidikan;

b) Membuat Surat Perintah Tugas;

c) Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan (SPDP);

Page 8: SOP Sat Reskrim

8

d) Membuat Surat Perintah Penyitaan;

e) Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri

setempat;

f) Membuat Berita Acara Penyitaan;

g) Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan

h) Mengajukan Surat Persetujuan Penyitaan ke

Pengadilan Negeri setempat (jika penyitaan yang

dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam

keadaan mendesak);

i) Membuat Surat Perintah Penggeledahan (jika

diperlukan);

j) Membuat Berita Acara Penggeledahan;

k) Mengajukan Surat Ijin Penggeledahan Rumah

dan/atau tempat tertutup lainnya ke Pengadilan

Negeri Setempat;

l) Mengajukan Surat Pemberitahuan Penggeledahan

Rumah dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila

penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin

geledah atau dalam keadaan mendesak)

m) Membuat Surat Panggilan;

n) Membuat Surat Perintah Penangkapan (jika

diperlukan);

o) Membuat Berita Acara Penangkapan;

p) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

Penangkapan kepada Keluarga Tersangka;

q) Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan);

r) Membuat Berita Acara Penahanan;

s) Membuat dan menyampaikan Pemberitahuan

Penahanan disertai Surat Perintah Penahanan kepada

Keluarga Tersangka;

t) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke

Kejaksaan Negeri setempat (jika masa penahanan

Page 9: SOP Sat Reskrim

9

penyidik telah berakhir dan masih diperlukan

perpanjangan penahanan);

u) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;

v) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan

perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan

Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat;

w) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan

ke Pengadilan Negeri setempat (jika masa

penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah

berakhir dan masih diperlukan perpanjangan

penahanan);

x) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;

y) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan

perpanjangan penahanan dengan disertai Surat

Penetapan Perpanjangan Penahanan dari

Pengadilan Negeri setempat;

z) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

Perpanjangan Penahanan berikut Surat Perintah

Perpanjangan Penahanan dan Surat Penetapan

Perpanjangan Penahanannya setiap kali ada

perpanjangan penahanan

5) Menyelenggarakan kegiatan penyidikan dengan urutan

kegiatan yang meliputi :

a) Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;

b) Menyusun rencana penyidikan dan rencana

kebutuhan anggaran;

c) Melakukan kegiatan penyidikan dalam bentuk

upaya hukum;

d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan

Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada :

(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga

Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;

Page 10: SOP Sat Reskrim

10

(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk

perkara kriminal khusus yang tidak memiliki

korban (victimless crime).

e) Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan :

(1) Tersangka, utamanya bagi penanganan /

penyidikan perkara tindak pidana khusus

sebelum dikirimkannya SPDP ; atau

(2) Ditemukan dua atau lebih alat bukti yang cukup

dan bersesuaian, sehingga dapat diteruskan

kegiatan penyidikannya atau tidak ditemukan

dua alat bukti yang cukup dan bersesuaian

sehingga dapat dihentikan penyidikannya.

(3) Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli sebagai

Alat Bukti

f) Melakukan upaya hukum lanjutan setelah ditentukan

tersangkanya atau penghentian penyidikan

apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup;

g) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan

Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Kedua, kepada :

(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga

Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;

(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk

perkara kriminal khusus yang tidak memiliki

korban (victimless crime).

h) Menyusun Berkas Perkara dan siap untuk

dilimpahkan ke Penuntut Umum;

i) Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan

kurang lengkap oleh Penuntut Umum dan

mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah

diperbaiki kepada Penuntut Umum;

j) Menyerahkan Berkas Perkara beserta barang

bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum;

Page 11: SOP Sat Reskrim

11

k) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan

Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada :

(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga

Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;

(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk

perkara kriminal khusus yang tidak memiliki

korban (victimless crime).

V. KETENTUAN LARANGAN DAN KEWAJIBAN

a. Larangan dalam Penyidikan

Penyidik Dilarang :

1) Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam

melaksanakan penyidikan;

2) Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan;

3) Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama,

dan/atau setelah kegiatan penyidikan;

4) Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik dengan

menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan

menunjukkan senjata (api).

b. Kewajiban Dalam Penyidikan :

1) Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak)

dalam kegiatan penyidikan;

2) Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor :

Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;

VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

a. Pengawasan

Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan dilakukan oleh :

Page 12: SOP Sat Reskrim

12

1) Atasan Penyidik, yaitu :

a) Kasat; dan/atau

b) Kaur Bin Ops.

2) Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah

Pengawasan Penyidik.

b. Pengendalian

Pengendalian penyidikan dilakukan dalam bentuk :

1) Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis antara

penyidik dan Atasan Penyidik;

2) Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan :

a) Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;

b) Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik;

c) Penyidik dengan mengikutsertakan Satuan lain yang

dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;

d) Penyidik dengan mengikutsertakan institusi pengawasan

di lingkungan internal Polres Limboto.

VII. ADMINISTRASI

1. Kelengkapan Administrasi

Segala administrasi adalah administrasi yang menunjang

terselenggaranya penyidikan, berupa :

a. Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun

1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundang-

undangan lainnya; atau

b. Administrasi Perkantoran yang menunjang kegiatan penyidikan

sebagaimana diatur oleh Hukum Administrasi dan/atau

Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya.

VIII. ANGGARAN

a. Anggaran penyidikan menyesuaikan dengan DIPA Polri untuk

program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres

Limboto ;

Page 13: SOP Sat Reskrim

13

b. Anggaran yang digunakan untuk kepentingan penyidikan

menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang

ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;

c. Penggunaan anggaran dalam kegiatan penyidikan sesuai dengan

standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.

IX. PENUTUP

1. Ketentuan Lain-Lain

a. Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan

kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :

1) Sangat sulit ;

2) Sulit ;

3) Sedang ; atau

4) Mudah

b. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya

Surat Perintah Penyidikan, meliputi :

1) 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara

sangat sulit;

2) 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;

3) 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang;

atau

4) 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.

c. Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan

oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;

d. Apabila penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria

tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan

tentang kesulitan dan/atau hambatan yang dihadapi dalam

bentuk Laporan Kemajuan kepada Atasan Penyidik (Kasat)

untuk mendapatkan persetujuan.

Page 14: SOP Sat Reskrim

14

X. KETENTUAN PENUTUP

a. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap

mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau

undang-undang tertentu yang mengatur hukum acaranya sendiri;

b. Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim

mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

c. Hal-hal yang belum ditentukan dan/atau diatur di dalam SOP ini,

maka penyidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang

berlaku.

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 15: SOP Sat Reskrim

15

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KINERJA PENYIDIK

PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I. Pendahuluan

1. Umum

a. Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri dalam

proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi

masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja

penyidik.

b. Harapan yang begitu besar terhadap Polri khususnya dalam

memproses suatu perkara pidana, membutuhkan prosedur

operasional standar untuk mempercepat pencapaian tingkat

kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan

tingkat kemampuan organisasi.

2. Dasar

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan

Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Page 16: SOP Sat Reskrim

16

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Penulisan Prosedur Operasional Standar ini dimaksudkan untuk

menginventarisasi langkah-langkah penyidik sesuai prosedur

yang berlaku, dalam upaya meningkatkan kinerjanya.

b. Tujuan

Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk :

1) Memudahkan penyidik dalam mengikuti langkah-langkah

proses penyidikan yang baku sesuai dengan undang-

undang dan prosedur yang berlaku.

2) Menjadi pedoman dalam proses penyidikan suatu perkara

pidana, termasuk memedomani KUHAP dan prosedur baku

sebagaimana yang telah diatur dalam petunjuk teknis

maupun petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian

Republik Indonesia.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Prosedur Operasional Standar ini meliputi

langkah-langkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai dari

Laporan Polisi diterima oleh penyidik/penyidik pembantu sampai

dengan dilimpahkannya berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum

hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut

dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.

II. Prosedur Berpenampilan

Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya

untuk berpenampilan sebagai berikut :

1. Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai ketentuan yang

berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto (dilarang

menggunakan celana berbahan jeans).

2. Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu

yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi

dan bersih serta tidak berjenggot.

Page 17: SOP Sat Reskrim

17

3. Dilarang merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang

ke Satuan Reskrim Polres Limboto.

4. Ruang pelayanan harus rapi, bersih dan nyaman ketika sedang

melayani masyarakat.

III. Prosedur Melayani Saksi Korban/Saksi Pelapor

Saksi Korban/Saksi Pelapor harus dilayani oleh penyidik/penyidik

pembantu sebagai berikut :

1. Saksi korban / saksi pelapor sebaiknya langsung dimintai

keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan alat bukti,

kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat

menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu.

2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap

saksi korban/saksi pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap di

ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi korban/saksi

pelapor menunggu berlama-lama.

3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan

minum di hadapan saksi korban/saksi pelapor, serta wajib

menunjukkan sikap empati dan simpati.

4. Penyidik/penyidik pembantu wajib mengikuti ketentuan KUHAP

selama melayani saksi korban/saksi pelapor serta tetap

proporsional, transparan dan akuntabel.

5. Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan

hasil penyidikan kepada pelapor melalui SP2HP (Surat

Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan).

6. Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan saksi korban/saksi

pelapor dapat direkam dengan menggunakan handycam atau

alat perekam gambar dan suara lainnya.

Page 18: SOP Sat Reskrim

18

IV. Prosedur Melayani Saksi

Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut :

1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi dengan terlebih

dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan

KUHAP.

2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap

saksi, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan

pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama.

3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan

minum di hadapan saksi.

4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi

lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.

5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku

di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.

6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta

tidak membentak-bentak atau menghardik saksi selama berjalannya

proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.

7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan

terhadap saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu

sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan

tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.

8. Jika memang diperlukan, selama proses pemeriksaan dapat direkam

dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan

penyidikan.

9. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik

menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama

penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi

terhadap perkara yang ditangani.

Page 19: SOP Sat Reskrim

19

V. Prosedur Melayani Ahli

Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani ahli yang akan dimintai

keterangannya sebagai berikut :

1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan terlebih dahulu

mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP.

2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap

ahli, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan

pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu berlama-lama.

3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan

minum di hadapan ahli.

4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya

selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.

5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di

lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.

6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta

tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya

proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.

7. Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam

dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan

penyidikan.

8. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik

menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama

penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi

terhadap perkara yang ditangani.

VI. Prosedur Melayani Tersangka

Dalam melayani tersangka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban

sebagai berikut :

1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih

dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan

KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka

yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.

Page 20: SOP Sat Reskrim

20

2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap

tersangka, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang

pelayanan pemeriksaan untuk mencegah tersangka menunggu

berlama-lama.

3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan

minum di hadapan tersangka.

4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya

selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.

5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di

lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.

6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta

tidak membentak-bentak atau menghardik tersangka apalagi

melakukan kekerasan fisik dan intimidasi terhadap tersangka selama

berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan

akuntabel.

7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan terhadap

Tersangka sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu

sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan

tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.

8. Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam

secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut

bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri /

mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik,

ketika proses pemeriksaan pada tingkat persidangan telah berjalan.

9. Untuk tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman

pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib

menunjuk penasehat hukum untuk tersangka sebagaimana

ketentuan dalam KUHAP.

VII. Kewajiban Penyidik/Penyidik Pembantu Sejak Menerima Laporan Polisi

Page 21: SOP Sat Reskrim

21

Seorang penyidik/penyidik pembantu sejak menerima Laporan Polisi

berkewajiban untuk :

1. Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.

2. Melengkapi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol

perkara sesuai kriteria kasus.

3. Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan

(SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan

kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.

4. Melakukan proses penyidikan secara professional, proporsional,

procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani.

5. Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami

hambatan dalam proses penyidikan.

6. Melakukan gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari

saksi menjadi tersangka.

7. Melakukan gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan

melakukan upaya paksa.

8. Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap

kesempatan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara

yang ditangani.

9. Mengajukan anggaran penyidikan serta mempertanggung

jawabkannya melalui pertanggungjawaban keuangan (Perwabku)

setelah proses penyidikan selesai.

VIII. Indikator Penyelesaian Perkara

Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu,

wajib untuk diselesaikan dengan indikator penyelesaian yaitu berkas

dinyatakan

lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terbitnya lembar P.21 atau

perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan

Penghentian Penyidikan (SP3).

Page 22: SOP Sat Reskrim

22

IX. Target Kinerja Bagi Setiap Penyidik/Penyidik Pembantu

Setiap penyidik/penyidik pembantu dalam menangani perkara yang

ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan

kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang

maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit

maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya.

X. PENUTUP

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan.

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 23: SOP Sat Reskrim

23

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN

PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan

Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu

disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam

melaksanakan upaya hukum pemanggilan.

Standar Operasional Prosedur ini merupakan pedoman bagi penyidik

dalam melaksanakn tugas pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam

proses penyidikan.

B. Tujuan

Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari

suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan baik

terhadap saksi, ahli maupun terhadap tersangka didalam proses

penegakan hukum baik pada tingkat penyidikan, penuntutan dan

peradilan.

Standar Operasional Prosedur ini dibuat bertujuan guna menghindari

pelanggaran hukum baik pelanggaran HAM maupun pelanggaran

terhadap hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur

dalam proses pemanggilan.

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur pemanggilan memuat petunjuk

tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, syarat materil

pembuatan surat panggilan, pengajuan atau penandatanganan surat

Page 24: SOP Sat Reskrim

24

panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, penyampaian surat

panggilan, serta bagaimana orang yang dipanggil apabila tidak memenuhi

panggilan tersebut.

Standar Operasional Prosedur ini berlaku bagi penyidik Polri khususnya

pada lingkungan Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.

D. Pengertian Pemanggilan

1. Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan saksi /

tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak

pidana yang terjadi.

2. Tenggang waktu yang wajar adalah antara tanggal, hari,

diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di

panggil diharuskan memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu

yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan

selambat – lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang

ditentukan dalam surat panggilan.

3. Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang dipanggil

sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat

panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan alasan

yang tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan.

4. Surat panggilan ke II adalah surat yang diterbitkan oleh penyidik

dalam menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang

dipanggil diyakini telah menerima panggilan pertama namun yang

bersangkutan tidak hadir dengan alasan-alasan yang patut dan

wajar.

5. Surat perintah membawa adalah surat perintah yang ditandatangani

oleh penyidik guna membawa saksi atau tersangka dikarenakan

yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat panggilan baik panggilan

kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar.

6. Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan yang isampaikan oleh

penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan /

lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada penyidik

dalam rangka proses pemanggilan.

Page 25: SOP Sat Reskrim

25

E . Petunjuk dan Koordinasi

1. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga

tinggi Negara dan pejabat pemerintahan.

a. Syarat formil :

1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112,

Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;

2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

3) Undang-undang yang dipersangkakan

4) Laporan Polisi

5) Surat Perintah Tugas

6) Surat Perintah Penyidikan

7) Buku Register surat panggilan

8) Agenda tanda terima surat panggilan

b. Langkah-langkah membuat surat panggilan :

1) Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ; dasar

pemanggilan, alasan, waktu pemanggilan, identitas lengkap

orang yang dipanggil, kapasitas yang dipanggil (saksi atau

tersangka), perkara apa.

2) Untuk waktu pemanggilan diberikan tenggang waktu yang

wajar (dengan memperhitungkan diluar kota /luar negeri),

apabila alamat tidak diketahui dicantumkan alamat terakhir

yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan);

3) Surat panggilan ditanda-tangani oleh Kasat Reskrim atau

pejabat yang berwenang/penyidik yang memanggil.

2. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka untuk Lembaga

Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah.

a. Syarat formil :

1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal

112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;

Page 26: SOP Sat Reskrim

26

2) Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27

Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;

3) Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor

8 tahun 2005;

4) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;

5) Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

6) Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Notaris;

7) Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005

tentang Desa.

b. Langkah-langkah membuat surat panggilan saksi dan tersangka

pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non

Pemerintah (Notaris).

1) Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggota-

anggota MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet,

Gubernur, Bupati / Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum

dipanggil mengajukan surat permohonan ijin kepada

Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui

Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.

2) Anggota DPRD/DPD tingkat I, sebelum dipanggil

mengajukan surat permohonan izin kepada Mentri Dalam

Negeri pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui

Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.

3) Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum

dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada

Gubernur Kepala Daerah melalui Kapolda.

4) Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa sebelum dipanggil

penyidik mengajukan surat permohonan izin kepada

Bupati/Walikota.

Page 27: SOP Sat Reskrim

27

5) Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim,

sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin

kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim.

6) Untuk pemanggilan Notaris, sebelum dipanggil penyidik

mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah, guna

mendapat persetujuan/ijin.

3. Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan.

a. Surat Panggilan diajukan secara berjenjang (diparaf oleh para

pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat

Reskrim atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang

memanggil.

b. Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada

register surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi.

c. Membuat surat guna mendapatkan ijin dalam rangka

pemanggilan (saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat

Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah, Non

Pemerintah (Notaris).

d. Penyampaian surat panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi dan tersangka :

F. PENUTUP

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan.

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 28: SOP Sat Reskrim

28

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan

Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu

disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam

melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan

pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang

dilaksanakan terhadap tersangka.

Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan

penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi

kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui

penangkapan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP

maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini

sebagai otorisasi operasional penyidik.

B. Tujuan

Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa

pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa

apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur

dalam undang-undang.

Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan,

untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah

tersangka melarikan diri.

Page 29: SOP Sat Reskrim

29

Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai

standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan

penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap

kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan

gugatan hukum atau hal-hal yang kontra produktif saat pelaksanaan

penyidikan.

Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk

terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi

baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan

petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal

yang berwenang.

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk

dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah

penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar

Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi

seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.

D. Definisi

1. Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini

adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP;

2. Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur

ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;

E. Petunjuk dan Koordinasi

Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan

perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam

proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan

ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara

lainnya.

Page 30: SOP Sat Reskrim

30

Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik /

petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara

lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala

Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa

lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan

lain-lain.

Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan

Syarat formal yang harus dipenuhi :

1) Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan

dasar dilakukan penangkapan yaitu :

a) Pasal 1 butir 2 KUHAP;

b) Pasal 1 butir 20 KUHAP;

c) Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP;

d) Pasal 17 KUHAP;

e) Pasal 18 KUHAP;

f) Pasal 19 KUHAP;

g) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

h) Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya

LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan

hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu

Undang-Undang Narkotika dan Teroris yang mengatur

berbeda dalam hal masa penahanan, serta Undang-

Undang ITE yang mengatur berbeda dalam hal

mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan

harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini

maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak

Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan;

i) Undang-Undang lain yang terkait;

j) Laporan Polisi;

k) Surat Perintah Penyidikan;

l) Surat Perintah Penggeledahan;

Page 31: SOP Sat Reskrim

31

m) Surat Perintah Penyitaan;

n) Surat Perintah Tugas.

2) Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat

pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada

keluarga tersangka;

3) Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang

mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.

Syarat materiil yang harus dipenuhi :

Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian

alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan

bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya

paksa (penangkapan).

Langkah-langkah Penangkapan :

1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan

gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan

penangkapan yang akan dilakukan;

2) Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan

briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan

termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi,

dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang

mungkin terjadi;

3) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat

Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu

kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang

mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang

berada di TKP;

4) Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait

baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW

untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan

dilakukan;

Page 32: SOP Sat Reskrim

32

5) Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja

sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;

6) Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka

untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka

langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk

menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang

dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan

dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan;

7) Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta

pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap;

8) Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita

Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan

dari Pengadilan Negeri;

9) Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama

segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita

acara pemeriksaan tersangka.

Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak

maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap

benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan

disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan

penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit

Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime,

metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari

perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan

informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari

terjadinya kerusakan barang bukti.

Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka

1) Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam

keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka,

untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan

tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada

kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau

Page 33: SOP Sat Reskrim

33

Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan

penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang

bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada

Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari

tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus

diserahkan kepada Penyidik untuk disita;

2) Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan

dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan

oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak

terkait untuk kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas

penangkapan;

3) Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar

yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan

oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah

penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan

yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal

ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan

dibantu oleh penyidik setempat;

4) Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara

harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh

penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK,

Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati,

dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin

Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten

atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis

Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui

Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan

diteruskan oleh Jaksa Agung.

F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Page 34: SOP Sat Reskrim

34

F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 35: SOP Sat Reskrim

35

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan

Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu

disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam

melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik

dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan.

B. Tujuan

Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari

penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan

obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan

terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam

hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP

atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal 21 ayat (4)

huruf b KUHAP, sedangkan alasan subyektif adalah adanya kekhawatiran

tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan

atau mengulangi perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP.

Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga

harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses

dapat mengganggu proses penyidikan.

Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar

bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah

antisipasi terhadap adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan

gugatan hukum.

Page 36: SOP Sat Reskrim

36

Standar Operasional Prosedur penahanan disusun untuk

mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (Penyidik,

Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal

antara lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya.

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan

koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan langkah–langkah

penahanan. Standar Operasional Prosedur Penahanan ini berlaku bagi

seluruh Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.

D. Definisi

1. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat

tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang –

undang.

2. Penangguhan Penahanan adalah ditundanya atau tidak

dilanjutkannya seorang tersangka/terdakwa baik dengan jaminan

orang atau jaminan uang berdasarkan syarat – syarat lain yang

ditentukan.

3. Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan

dari jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh

penyidik atau penuntut umum.

4. Pembantaran penahanan adalah penundaan penahanan sementara

terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat

jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai

dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.

5. Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka

dari rutan yang satu ke rutan yang lain dengan pertimbangan –

pertimbangan tertentu guna mempermudahkan penyelesaian

perkara.

Page 37: SOP Sat Reskrim

37

6. Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang

pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan atau

alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan

penyidikan.

E . PetunJuk dan koordinasi

Tindakan penahanan merupakan salah satu bagian dari rangkaian

penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam

proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan

hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya.

Dalam melaksanakan kegiatan penahanan akan melibatkan penyidik /

petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara

lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri dan Pejabat Rutan.

1. Penahanan di Rutan/Cabang Rutan

a. Syarat yang harus dipenuhi

1) Dalam Surat Perintah Penahanan harus mencantumkan

dasar dilakukan penahanan yaitu :

a) Pasal 1 butir 21 KUHAP

b) Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal

21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.

c) UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

d) Undang – Undang yang dipersangkakan.

e) Undang – Undang lain yang terkait;

f) Laporan Polisi;

g) Surat perintah penyidikan;

h) Surat Perintah Tugas;

2) Penyidik membuat surat pemberitahuan penahanan

tersangka kepada keluarga tersangka/penasehat hukum;

3) Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik

yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.

Page 38: SOP Sat Reskrim

38

b. Langkah – langkah penahanan di Rutan/Cabang Rutan :

1) Membuat Berita Acara penahanan sesaat segera setelah

melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada

tersangka.

2) Membuat Berita Acara Penolakan tanda tangan, apabila

tersangka menolak menanda tangani Berita Acara

Penahanan.

3) Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan

kepada tersangka untuk tanda tangan.

4) Surat perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka,

keluarga tersangka dan pejabat rutan.

5) Meminta Dokter Tahanan untuk memeriksa kesehatan

tersangka.

6) Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.

7) Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk

dimasukkan ke dalam rutan, dengan dituangkan dalam

Berita Acara Penyerahan Tersangka.

8) Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat

hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.

2. Perpanjangan penahanan

Surat perintah penahanan yang diterbitkan Kasatker selaku penyidik

sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua

puluh) hari.

Apabila selama 20 (dua puluh) hari penyidikannya belum selesai

dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat

meminta kepada JPU untuk menerbitkan Surat Perpanjangan

Penahanan yang berlaku paling lama 40 (empat puluh) hari dan

apabila masih belum selesai dan masih diperlukan penahanan

tersangka maka penyidik dapat meminta kepada pengadilan

Negeri untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang

berlaku selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan penahanan

Page 39: SOP Sat Reskrim

39

dari pengadilan negeri dapat diperpanjangkembali apabila

diperlukan.

Langkah – Langkah perpanjangan penahanan :

a. Penyidik mengirimkan surat permintaan perpanjangan

penahanan tersangka kepada Kejaksaan Negeri/Pengadilan

Negeri dengan mencantumkan rujukan :

1) Pasal 24 ayat (2) KUHAP

2) UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

3) Laporan Polisi;

4) SPDP;

5) Surat Perintah penahanan;

Dan melapirkan :

1) Resume singkat;

2) Laporan Polisi;

3) Surat Perintah penyidikan;

4) SPDP;

5) Surat Perintah Penahanan;

6) Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta

penetapan dari Pengadilan Negeri)

b. Dengan dasar surat perintah perpanjangan dari

JPU/penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut,

maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan

tersangka.

c. Penyidik membuat surat pemberitahuan perpanjangan

penahanan kepada keluarga tersangka atau penasehat hukum.

d. Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan

ditanda tangankan kepada tersangka.

e. Membuat Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila

tersangka menolak menanda tangani Berita Acara

Perpanjangan penahanan.

Page 40: SOP Sat Reskrim

40

f. Menyerahkan surat perpanjangan penahanan kepada

tersangka, keluarga tersangka / Penasehat hukum dan pejabat

rutan.

g. Memberitahukan kepada keluarga tersangka/penasehat hukum

dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.

3. Pengalihan Jenis Penahanan

Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak

dikhawatirkan akan melarikan diri serta tidak menyulitkan dalam

pengawasannya, atau dalam hal kehadiran tersangka sangat

diperlukan oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka

terhadap tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan.

Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan

rumah, penahan kota.

a. Persyaratan

1) Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis

penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat

hukumnya yang diketahui oleh RT/RW/Kepala desa.

2) Wajib untuk melapor diri kepada penyidik selama

menjalani penahanan.

b. Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan :

1) Apabila kasatker mengabulkan permohonan tersangka/

keluarganya/penasehat hukumnya, maka penyidik

membuat :

a) Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan

b) Berita Acara pengalihan jenis Penahanan

c) Surat Keterangan Wajib lapor

d) Resume Singkat

2) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis

penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh

tersangka dan penyidik.

Page 41: SOP Sat Reskrim

41

3) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis

penahanan kepada tersangka, keluarga tersangka dan

pejabat rutan.

4) Kasatker menugaskan anggota untuk melakukan

pengawasan terhadap tersangka

4. Pemindahan tempat penahanan

Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk

memindahkan penahanan tersangka dari satu rutan ke rutan lain

guna melancarkan penyidikan, maka penyidik dapat melakukan

pemindahan tempat penahanan, dengan langkah – langkah sebagai

berikut :

a. Penyidik mempertimbangkan alasan pemindahan tempat

penahanan.

b. Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat,

mudah dan murah.

c. Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan tersangka

yang ditahan sebagai prioritas utama

d. Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang

mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.

e. Menentukan waktu pemindahan tahanan.

f. Menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi

pemindahan tempat penahanan :

- Surat perintah tugas

- Surat Perintah penyerahan tersangka

- Berita acara penyerahan tersangka

- Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan

- Berita Acara pemindahan tempat penahanan

g. Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat

penahanan.

Page 42: SOP Sat Reskrim

42

5. Pembantaran Penahanan

a. Meminta Dokter untuk memeriksa kesehatan tersangka untuk

memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak.

b. Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk dilakukan

penahanan, maka penyidik melakukan pembantaran agar

tersangka dirawat/opname.

c. Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara

pembantaran

d. Selama masa perawatan/opname, penyidik melakukan

pengawasan dan pengamanan terhadap tersangka.

6. Penangguhan penahanan

Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau

orang

Jaminan Uang

a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau

penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan

dan syarat – syarat lainnya.

b. Pemohonan menyetorkan uang jaminan kepanitera

Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang

dilakukan oleh penyidik

c. Berdasarkan bukti setor uang, maka penyidik

mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.

Jaminan Orang

a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau

penasehat hukum dengan mencantumkan identitas

penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin

syarat – syarat lainnya.

b. Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan

surat perintah penangguhan penahanan.

Page 43: SOP Sat Reskrim

43

7. Penahanan Lanjutan

a. Membuat surat perintah penahanan lanjutan dan surat

pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka.

b. Mengajukan surat perintah penahanan lanjutan dan surat

pemberitahuan lanjutan kepada keluarga tersangka

c. Mencatat dalam register surat perintah penahanan lanjutan

dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga

tersangka

d. Melaksana kan penahanan lanjutan

e. Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan

kepada tersangka

f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila

tersangaka menolak menanda tangani berita acara penahanan

lanjutan

g. Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada

tersangka untuk ditanda tangani

h. Surat Perintah penahanan lanjutan disampaikan kepada

tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan

i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka

j. Menyerahkan tersangka kepada pajabat rutan untuk

dimasukkan kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita

acara penyerahan tersangka.

k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat

hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.

8. Pengeluaran Tahanan

a. Membuat Surat Perintah pengeluaran tahanan dan surat

pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga

tersangka

b. Mengajukan surat perintah pengeluaran tahanan dan surat

pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga

tersangka

Page 44: SOP Sat Reskrim

44

c. Mencatat dalam register surat perintah pengeluaran tahanan

dan surat pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada

keluarga tersangka

d. Melaksanakan pengeluaran tahanan

e. Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda

tangankan kepada tersangka

f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila

tersangka menolak menanda tangani.

g. Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada

tersangka untuk ditanda tangani

h. Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada

terangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan

i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka

j. Mengeluarkan tersangka dari Rutan

k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat

hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.

F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 45: SOP Sat Reskrim

45

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan

Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu

disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam

melaksanakan penyitaan barang bukti. SOP ini merupakan pedoman bagi

penyidik dalam melaksanakan tugas.

B. Tujuan

Tindakan penyitaan merupakan rangkaian atau bagian penyidikan.

Penyitaan dilakukan pertimbangan diperlukannya barang bukti terkait

dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian kasus dan sebagai

persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses

penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pembuktian terhadap tindak

pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap

proses dapat meruntuhkan pembuktian.

Standar operasional prosedur penyitaan ini dibuat sebagai standar

bagi penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti

dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan

proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional

prosedur penyitaan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik

didalam lingkungan internal polri (Penyidik, atasan penyidik dan petugas

penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain

Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa

lainya serta instansi lain yang terkait.

Page 46: SOP Sat Reskrim

46

C. Ruang lingkup

Standar operasional prosedur penyitaan memuat petunjuk dan

koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan

dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah

ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan

,terhadap benda tidak bergerak dan penyimpanan benda sitaan, standar

operasional penyitaan ini berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah

Polres Limboto.

D. Definisi

1. Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian

penyitaan dalam KUHAP.

2. Penggeledahan dalam standar prosedur ini adalah penggeledahan

rumah, maupun penggeledahan badan serta pakaian.

3. Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah

penangkapan dalam KUHAP.

4. Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur

ini adalah tertangkap tangan dalam KUHAP.

5. Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa

dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan

termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, lembaga Pembiayaan,

perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat,

lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang Valuta asing,

dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos.

6. Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu

barang atau benda sitaan dengan menggunakan garis polisi atau

segel.

7. Pemblokiran adalah suatu tindakan dimana suatu rekening,

sertipikat, situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan.

8. Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi benda atau tagihan

tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga

Page 47: SOP Sat Reskrim

47

diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan secara

langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk

mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang

halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau

diperuntukan melakukan tindak pidana dan benda lain yang

mempuanyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang

dilakukan.

9. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat

berpindah atau dipindahkan atau oleh Undang-undang dianggap

sebagai benda bergerak.

10. Benda tidak bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak

dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang

dianggap sebagai benda tidak bergerak.

E. Petunjuk dan koordinasi.

Tindakan penyitaan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara

yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses

kegiatan penyitaan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum

yang ada dalam KUHAP dan hukum lainnya.

Dalam pelaksanaan kegiatan penyitaan akan melibatkan penyidik/petugas

kepolisian lainnya maupun pihak luar institusi Kepolisian antara lain saksi,

Kepala desa/Kepala lingkungan, Penyedia jasa keuangan, Penyedia

barang dan jasa lainnya, Pengadilan Negeri, Pemilik atau yang menguasai

barang.

1. Penyitan dalam rangkaian kegiatan penggeledahan

a. Syarat yang harus dipenuhi:

1) Syarat formil:

(a) Dalam surat perintah penyitaan harus

mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :

(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;

(2) Pasal 5 ayat (1) huruf B angka 1, pasal 7 ayat

(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan

pasal 42 KUHAP;

Page 48: SOP Sat Reskrim

48

(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

(4) Undang-Undang yang di persangkakan;

(5) Undang-Undang lain yang terkait;

(6) Laporan Polisi;

(7) Surat perintah penyidikan;

(8) Surat perintah tugas.

(b) Penyidik membuat surat tanda penerimaan;

2) Syarat materill :

(a) Petugas yang melaksakan penyitaan adalah penyidik

yang mendapat perintah dalam surat Perintah

Penyidik.

(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari

tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana, benda yang telah digunakan secara

langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk

mempersiapkannya, benda yang dipergunakan

untuk menghalang - halangi penyidikan tindak

pidana, benda yang khusus atau diperuntukan

melakukan tindak pidana, dan benda lain yang

mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan, yang bersesuaian dengan

keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.

b. Langkah-langkah penyitaan :

1) Penyidik menunjukan surat perintah tugas dan surat

penggeledahan kepada orang yang akan digeledah atau

orang yang menguasai tempat tertutup;

2) Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama

penggeladahan, terhadap penggeledahan yang tidak

disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan

kepala desa atau kepala lingkungan;

Page 49: SOP Sat Reskrim

49

3) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta

jenis benda/barang yang akan disita dengan di saksikan

oleh 2 (dua) orang saksi;

4) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam surat

Tanda Penerimaan (STP);

5) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang di sita;

6) Penyidik memasukan barang yang disita ke dalam kantong

barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang

tidak dimasukan dalam kantong di segel;

7) Peyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada

pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;

8) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita acara

Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari

Pengadilan Negeri. Terhadap penggeledahan yang

menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung

dilakukan penyitaan, sedang terhadap benda tidak

bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan di

segel/blokir.

c. Langkah penyimpanan benda sitaan :

1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpanan

barang bukti (Sat tahti);

2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan

dengan petugas penyimpanan barang bukti dan di

buatkan Berita acara serah terima.

2. Penyitaan dalam rangkaian kegiatan penangkapan

a. Syarat yang harus dipenuhi :

1) Syarat formil :

(a) Dalam Surat Perintah Penyitaan harus

mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :

(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;

Page 50: SOP Sat Reskrim

50

(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat

(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan

pasal 42 KUHAP;

(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;

(5) Undang-Undang lain yang terkait;

(6) Laporan Polisi;

(7) Surat Perintah Penyidikan;

(8) Surat Perintah Tugas.

(b) Penyidik membuat Surat Tanda Terima.

2) Syarat Materil :

(a) Petugas yang melakukan penyitaan adalah penyidik

yang mendapat surat Perintah penyidikan.

(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari

tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana, benda yang telah digunakan secara

langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk

mempersiapkannya, benda yang dipergunakan

untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak

pidana, benda yang khusus atau diperuntukan

melakukan tindak pidana, dan benda lain yang

mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan

keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.

b. Langkah-Langkah Penyitaan :

(1) Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas dan Surat

Perintah Penangkapan kepada tersangka;

(2) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta

jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan

oleh 2 (dua) orang saksi;

Page 51: SOP Sat Reskrim

51

(3) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat

Tanda Penerimaan (STP);

(4) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita.

Penyidik memasukkan benda sitaan kedalam kantong

barang bukti dan disegel;

(5) Penyidik memasukkan barang yang disita kedalam

kantong barang bukti yang disegel, terhadap

barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam

kantong disegel;

(6) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada

tersangka yang memiliki atau menguasai benda/barang

sitaan;

(7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara

Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari

Pengadilan Negeri.

c. Penyimpanan benda sitaan :

1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan

barang bukti (Kasat Tahti)

2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan

dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan

Berita Acara Serah Terima

3. Penyitaan dalam rangkaian kegiatan tertangkap tangan

a. Syarat yang harus dipenuhi :

1) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;

2) Penyidik membuat Berita Acara Serah Terima Barang

Bukti.

b. Langkah-langkah penyitaan :

1) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta

jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan

oleh 2 (dua) orang saksi;

Page 52: SOP Sat Reskrim

52

2) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat

Tanda Penerimaan (STP);

3) Penyidik mendokumentasikan benda /barang yang disita;

4) Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong

barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang

tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;

5) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada

tersangka selaku pemilik/yang menguasai benda/barang

sitaan;

6) Penyidik menyerahkan Berita Acara Serah Terima Barang

Bukti apabila yang menangkap tangan bukan Penyidik;

7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara

Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari

Pengadilan Negeri.

c. Langkah Penyimpanan benda sitaan :

1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan

barang bukti (Kasat Tahti);

2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan

dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan

Berita Acara Serah Terima.

4. Penyitaan terhadap barang bukti yang sudah diketahui/ditentukan

oleh penyidik

a. Syarat yang harus dipenuhi :

1) Syarat Formil :

(a) Terhadap barang bukti benda tidak bergerak

memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan

dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(b) Membuat Surat Perintah Penyitaan harus

mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :

(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;

Page 53: SOP Sat Reskrim

53

(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat

(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan

pasal 42 KUHAP;

(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;

(5) Undang-Undang lain yang terkait;

(6) Laporan Polisi;

(7) Surat Perintah Penyidikan;

(8) Surat Perintah Tugas;

(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(c) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan ;

2) Syarat Materil :

(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah

penyidik yang mendapat perintah dalam Surat

Perintah penyidikan.

(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari

tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana, benda yang telah dipergunakan secara

langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk

mempersiapkannya, benda yang dipergunakan

untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak

pidana, benda yang khusus atau diperuntukan

melakukan tindak pidana, dan benda lain yang

mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan

keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.

b. Langkah-langkah Penyitaan :

1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat

Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau

orang yang menguasai barang bukti yang akan disita;

Page 54: SOP Sat Reskrim

54

2) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta

jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan

oleh 2 (dua) orang saksi;

3) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat

Tanda Penerimaan (STP);

4) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita;

5) Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong

barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang

tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;

6) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada

Pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;

7) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan.

c. Penyimpanan benda sitaan

1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan

barang bukti (Kasat Tahti);

2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan

dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan

Berita Acara Serah Terima.

5. Penyitaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemblokiran

harta kekayaan

a. Syarat yang harus dipenuhi :

1) Syarat Formil :

(a) Memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan

dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(b) Membuat surat perintah penyitaan harus

mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :

(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;

(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat

(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan

pasal 42 KUHAP;

(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

Page 55: SOP Sat Reskrim

55

(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;

(5) Undang-Undang lain yang terkait;

(6) Laporan Polisi;

(7) Surat Perintah Penyidikan;

(8) Surat Perintah Tugas;

(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(10) Penyidik membuat Berita Acara Penitipan dan

Perawatan Barang Bukti

2) Syarat Materil :

(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah

penyidik yang mendapat perintah dalam Surat

Perintah penyidikan.

(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari

tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana, benda yang telah dipergunakan secara

langsung untuk melakukan tindak pidana atau

untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan

untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak

pidana, benda yang khusus atau diperuntukan

melakukan tindak pidana, dan benda lain yang

mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan

keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.

b. Langkah-langkah penyitaan :

1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat

Perintah Penyitaan kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan

tempat harta kekayaan berada;

2) Penyidik mengkoordinasikan dengan pihak penyedia jasa

keuangan bahwa setelah dilakukan penyitaan, harta

kekayaan yang telah disita akan dititipkan atau tetap

berada dipihak Penyedia Jasa Keuangan;

Page 56: SOP Sat Reskrim

56

3) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara;

4) Penyidik memberikan salinan Berita Acara Penitipan dan

Perawatan Barang Bukti kepada pihak Penyedia Jasa

Keuangan.

6. Langkah penyitaan terhadap benda tidak bergerak

a. Syarat yang harus dipenuhi

1) Syarat Formil :

(a) Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua

Pengadilan Negeri setempat.

(b) Membuat surat perintah penyitaan harus

mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :

(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;

(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat

(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan

pasal 42 KUHAP;

(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;

(5) Undang-Undang lain yang terkait;

(6) Laporan Polisi;

(7) Surat Perintah Penyidikan;

(8) Surat Perintah Tugas;

(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat;

(10) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;

2) Syarat Materil :

(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah

penyidik yang mendapat perintah dalam Surat

Perintah Penyidikan;

(b) Memasang plang penyitaan sesuai Surat Izin/Surat

Izin Khusus dari Pengadilan Negeri setempat;

Page 57: SOP Sat Reskrim

57

(c) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari

tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan

langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang

bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi

atau alat bukti lain.

b. Langkah-langkah penyitaan

1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat

Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau

menguasai barang bukti yang akan disita;

2) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat

Tanda Penerimaan (STP);

3) Penyidik menyegel benda yang disita dan memasang

Plang penyitaan dengan posisi yang mudah terlihat;

4) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada

pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;

5) Penyidik mendokumentasikan benda yang disita;

6) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 58: SOP Sat Reskrim

58

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan

Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu

disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam

melaksanakan Penggeledahan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik

dalam melaksanakan tugas penggeledahan yang wajib untuk

dilaksanakan.

Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan

penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi

kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui

penggeledahan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP

maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini

sebagai otorisasi operasional penyidik

B. Tujuan

Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian atau bagian dari

penyidikan. Penggeledahan dilakukan dengan pertimbangan untuk

mencari barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi

untuk pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Penggeledahan dilaksanakan oleh penyidik/penyidik pembantu/penyelidik

dengan berawal dari praduga bahwa pada tempat tinggal, tempat

tertutup lainnya, pakaian, badan, atau tempat lain yang ada

hubungannya dengan tersangka guna mencari dan menemukan barang

bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi.

Page 59: SOP Sat Reskrim

59

Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang

benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian.

Standar Operasional Prosedur penggeledahan ini dibuat sebagai standar

bagi penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dalam melakukan tindakan

penggeledahan untuk mencari barang bukti dan sebagai langkah

antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan Proses yang dapat

mengakibatkan gugatan hukum.

Standar Operasional Prosedur penggeledahan didesain untuk

mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan Polri (penyidik/penyidik

pembantu/penyelidik dan atasan penyidik) maupun dalam lingkungan

eksternal antara lain Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri.

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur Penggeledahan membuat petunjuk

dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah

penggeledahan dalam rangkaian tindakan penyidik untuk melakukan

tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam

hal yang diatur dalam KUHAP. Standar Operasional Prosedur

penggeledahan ini berlaku bagi seluruh penyidik Polri di wilayah Polres

Limboto.

D. Definisi

1. Pengertian penggeladahan dalam Standar Operasional Prosedur ini

adalah pengertian penggeledahan dalam KUHAP.

2. Penggeledahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah

penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian maupun

penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam

KUHAP.

3. Pengertian penggeledahan rumah dalam Standar Operasional

Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan rumah dalam KUHAP.

Page 60: SOP Sat Reskrim

60

4. Pengertian penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan

dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian

penggeledahan badan dalam KUHAP.

E. Petunjuk dan Koordinasi

Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian proses pembuktian

perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam

proses kegiatan penggeledahan, penyidik melakukan berdasarkan

ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum lainnya.

Dalam pelaksanaan kegiatan penggeledahan akan melibatkan

penyidik/penyidik pembantu dan petugas Kepolisian lainnya maupun pihak

diluar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Desa / Kepala

Lingkungan, penghuni rumah dan Pengadilan Negeri.

1. Penggeledahan rumah, halaman rumah dan tempat tertutup lainnya,

pakaian dan badan

a. Syarat formal yang harus dipenuhi :

1) Dalam Surat Perintah Penggeledahan harus

mencantumkan dasar dilakukan penggeledahan yaitu :

a) Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan

penjelasan tentang apa yang dimaksud

penggeledahan;

b) Pasal 5 (1) huruf b pa sal 7 (1) huruf d pasal 11,

pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang

kewenangan penyidik/penyidik pembantu dalam hal

penggeledahan.

c) Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata

cara penggeledahan.

d) Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan

penggeledahan tanpa izin dari Ketua PN serta

tindakan yang tidak diperkenankan.

Page 61: SOP Sat Reskrim

61

e) Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan

penggeledahan rumah diluar daerah hukum

penyidik/penyidik pembantu.

f) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

g) Undang-Undang yang dipersangkakan;

h) Undang-Undang lain yang terkait;

i) Laporan Polisi;

j) Surat Perintah Penyidikan;

k) Surat Perintah Tugas.

2) Petugas yang melaksanakan penggeledahan adalah

penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah

penyidikan;

3) Ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri;

4) Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat

melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat

surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera

sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta

persetujuan Ketua Pengdilan Negeri yang bersangkutan;

5) Penggeledahan yang secara khusus diatur oleh Undang-

Undang yang mengharuskan dimintakan izin lebih dulu

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, maka

peyidik/penyidik pembantu terlabih dahulu memenuhi

ketentuan dimaksud misalnya Undang-Undang RI Nomor

11 Tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektrik.

b. Syarat materiil yang harus dipenuhi

Penggeledahan dilakukan dengan mempertimbangkan

persesuaian alat bukti yang telah ditemukan penyidik/penyidik

pembantu meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

petunjuk, keterangan tersangka dengan hasil olah TKP.

Adapun bentuk-bentuk alat bukti dimaksud meliputi

Page 62: SOP Sat Reskrim

62

keterangan-keterangan yang diberikan saksi-saksi yang

dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi, berita acara

pemeriksaan ahli (pemeriksaan forensik), petunjuk, berita acara

pemeriksaan dan pengolahan TKP serta berita acara

pemeriksaan tersangka.

c. Langkah-langkah penggeledahan

1) Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas, Surat

Perintah Penggeledahan dan Surat Izin Pengeledahan

Rumah dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat

kepada orang yang akan digeledah atau orang yang

menguasai tempat tertutup serta penyampaian maksud

bahwa akan dilakukan penggeledahan;

2) Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama

penggeledahan, terhadap penggeledahan yang tidak

disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan

Kepala Desa atau Ketua Lingkungan.

3) Bila menemukan barang bukti yang terkait tindak pidana

disita, langsung diberikan Surat Tanda Penerimaan (STP)

dan dibuatkan berita acara penggeledahan dengan

blangko yang telah disiapkan.

4) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada atasan penyidik

dan dibuatkan berita acara penggeledahan.

5) Dalam penggeledahan hal tertangkap tangan tidak perlu

Surat Perintah Penggeledahan dan surat izin

penggeledahan dari Ketentuan Pengadilan Negeri

setempat, dua hari setelah penggeledahan segera

dibuatkan BA penggeledahan dan membuat surat

persetujuan tentang telah dilakukan penggeledahan

kepada ketua Pengadilan Negeri.

Page 63: SOP Sat Reskrim

63

F. Penutup

1. Standar Operasional Prosedur tentang penggeledahan ini

dikeluarkan untuk dijadikan pedoman didalam pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana.

2. Format administrasi penyidikan berpedoman kepada Buku Petunjuk

Administrasi yang berlaku.

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 64: SOP Sat Reskrim

64

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO I. Umum

a. Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan

kegiatan akhir dalam proses penyidikan tindak pidana yang

dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.

b. Proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas

perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara

cermat dan teliti agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun

rapih dan sistimatis.

c. Untuk dapat melaksanakan pembuatan resume, penyusunan isi

berkas perkara dan penyerahan berkas perkara yang optimal, perlu

dibuat standarisasi.

d. Untuk kepentingan tersebut dikeluarkan ketentuan berupa Standar

Operasional Prosedur ini.

II. Maksud dan Tujuan

a. Maksud Penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan standar bagi

para penyidik dalam melakukan penyelesaian akhir dan proses

penyidikan tindak pidana yang ditangani.

b. Untuk memperoleh keseragaman dalam melaksanakan

pemberkasan sampai dengan penyerahan berkas perkaranya.

Page 65: SOP Sat Reskrim

65

III. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini meliputi tatacara

standar dalam proses pembuatan resume, penyusunan berkas dan

pelaksanaan penyerahan berkas perkara, serta penyerahan tanggung

jawab atas tersangka dan barang bukti.

IV. Pengertian.

a. Berkas perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau

keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak

pidana dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh

penyidik/penyidik pembantu.

b. Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak

pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan tertentu

penulisan tertentu

c. Berita Acara adalah Catatan atau tulisan yang bersifat otentik yang

memuat kegiatan tertentu dalam penyidikan dibuat dalam bentuk

tertentu oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu atas kekuatan

sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penyidik

atau Penyidik Pembantu dan orang yang diperiksa.

d. Penyusunan berkas perkara adalah kegiatan penempatan urutan

lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi

berkas perkara yang disusun dalam satu berkas perkara.

e. Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara

dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan

yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara.

f. Penyerahan berkas perkara, adalah tindakan penyidik untuk

menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab

atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum atau ke

Pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat sesuai dengan

ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 66: SOP Sat Reskrim

66

g. Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya Berkas

Perkara dari Penuntut Umum kepada Penyidik karena adanya

kekurangan isi/materi Berkas Perkara yang perlu dilengkapi sesuai

petunjuk yang diberikan.

V. Dasar

a. Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1), Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

b. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

RI.

c. Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Acara Pidana.

d. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010

tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun

1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

e. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.01.PW.07/1982 tentang

pedoman pelaksanaan KUHAP.

f. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman,

Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Nomor KMA/003/SKB/II/1998,

M.02.PW.07.03.Th-1998, Kep/007/JA/2/1998 Dan Pol Kep / 02 / B

/ 1998 Tahun 1998 tentang pemantapan keterpaduan dalam

penanganan dan penyelesaian perkara-perkara pidana.

g. Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan, dan Buku

Petunjuk Administrasi proses penyidikan Tindak Pidana, No. Pol. :

Skep/1205/1X/2000, tanggal 11 September 2000.

h. Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan

dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Page 67: SOP Sat Reskrim

67

VI. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Penyelesaian Berkas Perkara

b. Penyerahan Berkas perkara

c. Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti

Penyelesaian Berkas Perkara

a. Pembuatan Berita Acara Pendapat / Resume

1) Persyaratan

a) Syarat formal

(1) Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1),

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP;

(2) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(3) Undang-Undang yang dipersangkakan;

(4) Undang-Undang lain yang terkait;

(5) Laporan Polisi;

(6) Surat Perintah Penyidikan;

(7) Surat Perintah Tugas.

b) Syarat materiil

(1) Dasar : Laporan Polisi

(2) Fakta-fakta

(a) Memuat tindakan yang telah dilakukan

(b) Barang bukti yang disita

(c) Keterangan-keterangan saksi dan/atau Ahli.

(3) Pembahasan : Memuat gambaran kostruksi tindak

pidananya didasarkan pada hubungan yang logis

antara fakta-fakta dengan keterangan-keterangan

diperoleh,untuk dilakukan analisa meliputi :

Page 68: SOP Sat Reskrim

68

(a) Analisa kasus:

- Hubungan yang logis antara fakta-fakta

yang ada dengan keterangan yang

diperoleh baik dari tersangka maupun

saksi/ahli

- Hubungan keterangan yang satu dengan

keterangan lainnya

- Hubungan yang logis antara barang bukti

yang ada dengan fakta maupun

keterangan-keterangan yang diperoleh

- Terjadinya hubungan/persentuhan antara

tersangka, korban, barang bukti dan

saksi-saksi di TKP.

- Atas dasar konstruksi unsur-unsur pasal

dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta

yang dibahas dalam analisa kasus.

(b) Analisa yuridis :

Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur

pasal yang dipersangkakan berdasarkan

fakta yang dibahas dalam analisa kasus.

(c) Kesimpulan:

Memuat pendapat penyidik berdasarkan

pembahasan yang telah dilakukan tentang

sangkaan perbuatan pidana yang dilakukan

oleh tersangka dan apakah perbuatan yang

dilakukan tersangka telah memenuhi unsur

unsur pasal dalam undang-undang atau tidak.

2) Langkah-langkah

a) Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume dilakukan

oleh Kanit atau Penyidik dibawah pengawasan Kanit.

Page 69: SOP Sat Reskrim

69

Resume berisi tentang: Dasar Laporan Polisi, Uraian

perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus

delicty, fakta-fakta, Analisa Fakta, Analisa Yuridis, serta

Kesimpulan.

b) Berita Acara Pendapat/Resume adalah merupakan

ringkasan seluruh tindakan penyidik yang telah

dilakukan dalam melakukan penanganan terhadap

perkara. Oleh karena itu dalam fakta-fakta keterangan

saksi-saksi maupun tersangka bukan memindahkan /

menyalin isi Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi

berisi tentang ringkasan keterangan dari saksi maupun

tersangka.

c) Setelah Resume selesai dibuat, Penyidik menyerahkan

kepada Kanit. Kanit melakukan penelitian terhadap

Resume berkaitan dengan syarat formilnya yaitu:

Dasar Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang

disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta serta

syarat penulisan Resume itu sendiri. Selain itu Kanit

melakukan pengecekan terhadap syarat materiilnya

yaitu korelasi antara analisa fakta dengan analisa

yuridisnya terkait dengan pemenuhan unsur pasal.

d) Selesai melakukan pengecekan terhadap syarat formil

dan materiil Resume, Penyidik dan Kanit membubuhkan

tanda tangannya pada Resume yang telah dibuat.

b. Penyusunan Berkas Perkara

Penyusunan Berkas Perkara dilakukan dengan mempedomani

Naskah Sementara Pedoman Penyidikan Tindak Pidana sesuai

Skep Kabareskrim Polri No. Pol : Skep/82/XII/2006/Bareskrim

tanggal 15 Desember 2006, meliputi :

1) Penyidik melakukan penyusunan Berkas Perkara dengan urut-

urutan :

Page 70: SOP Sat Reskrim

70

a) Sampul Berkas Perkara.

b) Daftar Isi Berkas Perkara.

c) Resume.

d) Laporan Polisi

e) Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan

f) Surat Perintah Penyidikan.

g) Surat Perintah Tugas

h) Pencegahan/Penangkalan dari Imigrasi

i) Pencegahan/Penangkalan dari Jaksa Agung RI

j) Daftar Pencarian Orang.

k) Surat Perintah Penangkapan

l) Berita Acara Penangkapan

m) Surat Perintah Penahanan

n) Berita Acara Penahanan

o) Surat Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka.

p) Surat Perintah Penangguan penahanan

q) Berita Acara Penangguhan Penahanan

r) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan

s) Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan

t) Surat Perintah Pembantaran Penahanan.

u) Berita Acara Pembantaran Penahanan.

v) Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Kejaksaan

w) Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Pengadilan

x) Surat Perintah perpanjangan penahanan

y) Berita Acara Perpanjangan Penahanan

z) Surat Perintah Pengeluaran Penahanan

aa) Berita Acara Penggeluaran Penahanan

bb) Surat Perintah Pengge ledahan

cc) Berita Acara Penggeledahan

dd) Surat Persetujuan Penggeledahan dari Ketua PN

ee) Surat Perintah Penyitaan

ff) Surat Persetujuan Penyitaan/ Ijin Khusus Penyitaan dari

Page 71: SOP Sat Reskrim

71

Ketua PN

gg) Surat Tanda Penerimaan (STP) Barang-Bukti.

hh) Berita Acara Penyitaan

ii) Surat Panggilan

jj) Surat Perintah membawa tersangka /saksi

kk) Berita Acara Saksi-Saksi

ll) Berita Acara Keterangan Ahli

mm) Foto Copy Identitas (KTP/SIM/Pasport) Tersangka

nn) Berita Acara Tersangka

oo) Dokumen-Dokumen Barang Bukti

pp) Daftar Saksi.

qq) Daftar Tersangka

rr) Daftar Barang-Bukti.

ss) Dokumen lainnya yang perlu dilampirkan.

2) Setelah selesai dilakukan penyusunan berkas perkara,

penyidik melakukan penelitian terhadap isi berkas perkara

berkaitan dengan kelengkapan formil seperti tanda tangan

dan cap/stempel kesatuan pada setiap lembar administrasi

penyidikan maupun, berita acara yang telah dibuat, serta

kelengkapan materiilnya.

3) Setelah diteliti, penyidik mengajukan berkas perkara yang

telah disusun namun belum dijilid kepada Kanit untuk diteliti

kembali berkaitan dengan kelengkapan formil, materiil

maupun syarat penyusunan berkas perkara (vide Petunjuk

Teknis Penyidikan Tindak Pidana). Selain itu penyidik

mengajukan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke

Penuntut Umum kepada Kanit untuk otentikasi paraf di kolom

konseptor

4) Selanjutnya Kanit membubuhkan tanda tangan pada Sampul

Berkas Perkara (bagian dalam) dan kemudian mengajukan

Page 72: SOP Sat Reskrim

72

berkas perkara yang belum dijilid dengan Surat Pengantar

Pengiriman Berkas Perkara kepada Penuntut Umum secara

berjenjang kepada :

a) Urmin, untuk melakukan penelitan terhadap Surat

Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut

Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada

kolom Urmin.

b) Kaur Bin Ops, untuk melakukan penelitan terhadap

Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke

Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan

paraf pada kolom Kaur Bin Ops.

c) Kasat Reskrim, wajib membaca Resume yang memuat

fakta-fakta penyidikan, Pembahasan mengenai

pembuktian Tindak Pidana yang dipersangkakan dan

Analisis Yuridis dan konstruksi hukum penerapan pasal

yang dipersangkakan, kemudian bila telah disetujui

maka untuk otentikasi Kasat membubuhkan paraf pada

arsip Surat serta membubuhkan tanda tangan pada

Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum.

d) Apabila dalam proses penelitian kembali Berkas Perkara

ditemukan adanya koreksi yang diperlukan dalam setiap

tahapan yang dilalui, maka Berkas Perkara dikembalikan

lagi kepada penyidik untuk diperbaiki.

5) Setelah Kasat menandatangani Surat Pengiriman Berkas

Perkara ke Penuntut Umum, penyidik menggandakan Berkas

Perkara menjadi 4 (empat) rangkap kemudian menjilid dan

me-lak Berkas Perkara serta memberikan nomor register

Berkas.

Penyerahan Berkas Perkara Kepada Penuntut Umum

Penyerahan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Page 73: SOP Sat Reskrim

73

a. Membuat surat pengantar pengiriman berkas perkara ke Penuntut

Umum (sesuaikan levelering) dengan melampirkan Berkas

perkaranya.

b. Mengirim berkas perkara kepada JPU dengan menggunakan surat

pengantar dan buku Register Pengiriman Berkas Perkara.

c. Bukti Pengiriman/Tanda Terima dari TU atas pengiriman berkas

perkara.

d. Koordinasi dengan JPU.

e. Penelitian Berkas Perkara oleh JPU.

f. Pengembalian Berkas Perkara dari JPU kepada Penyidik (P.18 dan

P.19).

g. Pemenuhan petunjuk JPU.

h. Buat surat pengantar pengiriman kembali berkas perkara kepada

JPU.

i. Pengiriman Kembali Berkas perkara kepada JPU dengan

menggunakan surat pengantar dan buku register pengiriman

berkas perkara.

j. Bukti pengiriman/ tanda terima pengiriman kembali berkas perkara.

Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum (P.21)

dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada

Penuntut Umum, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

a. Membuat surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.

b. Meneliti kembali/mempersiapkan tersangka dan barang-bukti

yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada JPU.

c. Koordinasi dengan JPU untuk menentukan waktu penyerahan

Tersangka dan Barang bukti.

d. Mempersiapkan transportasi dan akomodasi untuk penyerahan

tersangka dan barang bukti kepada JPU.

Page 74: SOP Sat Reskrim

74

e. Menyerahkan tersangka dan barang bukti dilengkapi dengan surat

pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.

f. Membuat berita acara serah terima tersangka dan barang bukti

yang ditandatangani oleh penyidik dan JPU.

g. Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas penyerahan tersangka

dan barang bukti kepada pimpinan.

VII. Penyelenggaraan Administrasi Umum mempedomani Jukmin

yang berlaku di lingkungan Poiri.

VIII. Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan mempedomani

Naskah Sementara Pedoman Penyelenggaraan Administrasi

Penyidikan Tindak Pidana.

XIV. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 75: SOP Sat Reskrim

75

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT/PUBLIC COMPLAIN

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO I. Pendahuluan

1. Umum

a. Dalam rangka menampung, melayani dan menangani keluhan

masyarakat, dengan meningkatkan citra pelayanan cepat,

tepat, profesional, akuntabel, selaras dengan Transparansi

penyidikan;

b. Sebagai langkah penjabaran transparansi penyidikan, guna

meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Kesatuan Reskrim

Polri semua tingkat, perlu menampung keluhan masyarakat

dengan membentuk wadah penerimaan komplain masyarakat

(Public Complain);

c. Agar pengaduan komplain masyarakat mendapatkan pelayanan

yang cepat, tuntas dan memberikan kepastian dibuat Standard

Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan dan Penanganan

Pengaduan Komplain Masyarakat (Public Complain) guna

dipedomani oleh Penyidik Polri.

2. Dasar

a. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana;

b. Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI;

Page 76: SOP Sat Reskrim

76

c. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/22/VI/2004 tentang

Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Kep/30/VI/2003 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan organisasi pada

tingkat Mabes Polri;

d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

Pol.: 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik

Kepolisian Republik Indonesia tanggal 6 November 2006;

e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana;

f. Pedoman pengawas penyidikan (naskah sementara) tanggal 1

Januari 2008.

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

SOP ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman terhadap

penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat

/ Public complain di Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.

b. Tujuan

SOP ini bertujuan agar setiap penerimaan dan pengaduan

komplain masyarakat/Public complain dapat ditangani secara

cepat, tuntas dan memberikan kepastian.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup SOP ini meliputi penerimaan dan penanganan

pengaduan komplain masyarakat/Pubilc complain dari berbagai

sumber yang masuk pada Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah

diterima laporannya, dituangkan dalam Laporan Polisi, ditangani oleh

Penyidik Polri, (tidak termasuk perkara SP3, dalam persidangan

pidana dan yang sudah mendapat keputusan/memperoleh kekuatan

hukum yang tetap/incrach).

Page 77: SOP Sat Reskrim

77

5. Pengertian

a. Pengaduan komplain masyarakat adalah pengaduan yang

disampaikan oleh masyarakat yang datang langsung atau

melalui surat, SMS, e-Mail atau telepon diterima Sat Reskrim

Polres Limboto, yang sudah diterima laporannya tertuang dalam

Laporan Polisi dan ditangani oleh penyidik Sat Reskrim (tidak

termasuk perkara yang sudah dihentikan penyidikannya, dalam

proses sidang pengadilan pidana, atau perkara yang sudah

mendapat keputusan / memperoleh kekuatan hukum yang

tetap/Incrach);

b. Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat selanjutnya

disebut Petugas adalah Personil Sat Reskrim yang ditunjuk

berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim ditugaskan untuk

menerima, merespon pengaduan komplain masyarakat;

c. Pengawas Penyidik adalah Personil Sat Reskrim Polres Limboto

yang ditunjuk berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim,

ditugaskan untuk menindaklanjuti, menangani pengaduan

komplain masyarakat;

d. Atasan penyidik adalah atasan penyidik secara hirarkhi pada Sat

Reskrim.

II. Mekanisme Penerimaan Dan Penanganan

1. Pada prinsipnya pengaduan komplain masyarakat yang diterima dari

masyarakat yang datang langsung dan atau melalui Instansi, Badan,

Lembaga diluar Polri, disalurkan dari Kapolres, Wakapolres, guna

dilakukan tindaklanjut penanganan komplain masyarakat yang

dikoordinasi oleh Kaur Bin Ops;

2. Pengaduan Komplain Masyarakat meliputi 2 jenis yaitu: datang

langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto dan atau melalui surat dari

berbagai sumber atau melalui SMS atau e-Mail, atau telepon.

Page 78: SOP Sat Reskrim

78

a. Datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto.

1) Pengaduan Komplain Masyarakat yang datang langsung

ke Sat Reskrim Polres Limboto, diterima langsung oleh

Petugas penerima pengaduan masyarakat dan segera

diklarifikasi kepada/dengan penyidik yang menangani

perkaranya atau Pengawas Penyidik, dengan hasil

klarifikasi dapat berupa :

a) Kepada pengadu disampaikan rekomendasi/saran :

(1) Dipertemukan langsung dengan Penyidik yang

menangani, bila perkaranya ditangani oleh Sat

Reskrim Polres Limboto;

(2) Perlu waktu untuk dilaksanakan gelar perkara;

(3) Perlu supervisi atau diminta laporan kemajuan;

(4) Dapat diketahui langsung melalui sarana

SPPKP.

b) Dibuat rekomendasi kepada Kasat Reskrim melalui

Kaur Bin Ops, dapat berupa :

(1) Perlu klarifikasi, pendalaman, mengecek

langsung kepada Penyidik yang menangani

perkara dijembatani oleh Pengawas Penyidik;

(2) Dimintakan laporan kemajuan perkembangan

perkara;

(3) Perlu dilakukan gelar perkara;

(4) Perlu dilakukan supervisi.

2) Hasil tindak lanjut :

a) Dilaporkan kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin

Ops ;

b) Dibuat arahan Kasat Reskrim kepada Kanit langkah

tindak lanjut penanganan perkara yang diadukan

complain;

c) Dibuat surat balasan atau jawaban kepada Instansi,

Badan, Lembaga , sesuai masalah yang diadukan;

Page 79: SOP Sat Reskrim

79

d) Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada pengadu /

pelapor, (SP2HP ditanda tangani oleh Kasat).

3) Apabila pengadu komplain, mengadukan perkara yang

penanganannya oleh Satuan Kewilayahan, akan direspon

dengan meminta laporan kemajuan penanganan perkara,

atau diundang gelar perkara di Sat Reskrim Polres Limboto

atau dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di

Kewilayahan (Polsek), dan akan ditindak lanjuti,

disampaikan jawaban kepada pengadu komplain.

b. Pengaduan Komplain melalui surat dari berbagai sumber

(Masyarakat, Lembaga/Instansi/Departemen dan Satuan Kerja

Lingkup Polda).

1) Komplain surat dari berbagai Sumber diteruskan kepada

Sat Reskrim :

a) Dari Masyarakat (Perorangan, Perseroan, Kuasa

Hukum/Advokat, LSM);

b) Dari Masyarakat kepada Presiden, Departemen /

Kementerian (Setneg RI, Seskab, Polhukam,

Depdagri, Depkumham, dst);

c) Dari Masyarakat kepada Institusi/Badan/Lembaga

Non Departemen (DPR-RI, KOMNAS HAM,

OMBUDSMAN, MK, KOMPOLNAS, dst);

d) Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Mabes

Polri (Irwasum Polri, Divisi Binkum Polri, Divisi

Propam Polri, dst).

e) Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Polda

Gorontalo.

Page 80: SOP Sat Reskrim

80

2) Diterima dari Direktorat Reserse Kriminal Polda Gorontalo.

a) Surat pengaduan komplain yang diterima dan sudah

ada petunjuk/arahan dalam disposisi dari Kapolres,

Wakapolres, dilakukan tindaklanjut sesuai prosedur

sebagai berikut :

(1) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk mempelajari,

menganalisis, menangani dan mengkordina-

sikan dengan penyidik ;

(2) Dilakukan gelar perkara di Dit Reskrim Polda

Gorontalo;

(3) Dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di

Satuan Kewilayahan;

(4) Diminta laporan perkembangan penanganan

perkara;

(5) Menanggapi komplain dengan membuat surat

sebagai jawaban;

(6) Bila bobot perkara yang diadukan komplain

cukup untuk direspon oleh Satuan Kewilayahan,

maka surat pengaduan komplain dilimpahkan

ke Satuan Kewilayahan untuk direspon dan

ditindak lanjuti.

b) Hasil tindak lanjut.

(1) Dilaporkan kepada Direktur Reserse Kriminal

Polda Gorontalo;

(2) Dilaporkan kepada Kapolda/Wakapolda (bila

dianggap perlu diketahui dan diambil

kebijakan);

(3) Disampaikan penjelasan kepada Instansi/

Lembaga / Badan / Departemen yang

mengaharapkan informasi sebagai jawaban;

(4) Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada

pelapor / pengadu.

Page 81: SOP Sat Reskrim

81

(5) Disampaikan penjelasan kepada Pengadu

sebagai jawaban.

c. Pengaduan Komplain melalui SMS, E-MAIL dan Telepon.

a) Penerimaan pengaduan komplain melalui SMS dan E-

Mail.

(1) Petugas menerima dan membuka SMS, E-Mail,

serta diprint (print out), dibuatkan pengantar

dalam bentuk Nota Dinas;

(2) Ajukan kepada Kaur Bin Ops atau dapat diajukan

kepada Kasat Reskrim untuk mendapatkan

petunjuk / disposisi;

(3) Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan

Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik (apabila

perkaranya ditangani di Sat Reskrim);

(4) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross

cek/klarifikasi dengan penyidik, atau klarifikasi,

minta laporan kemajuan penanganan perkara,

apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan;

(5) Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu

1 – 2 minggu.

b) Penerimaan pengaduan komplain melalui Telepon.

(1) Petugas menerima telepon, dicatat kemudian

dituangkan dalam Nota Dinas diajukan kepada

Kasat Reskrim untuk mendapatkan petunjuk /

disposisi;

(2) Pengaduan Komplain memuat :

(a) Identitas pengadu komplain (nama lengkap,

pekerjaan dan alamat);

(b) Komplain berhubungan dengan perkara

apa, No LP/Bukti Laporan/STPL, ditangani

Page 82: SOP Sat Reskrim

82

Kesatuan Kepolisian mana, serta Tim

Penyidik atau Penyidik;

(c) Yang dikomplain permasalahan apa,

hubungannya dengan penanganan perkara.

(3) Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan

Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik Sat

Reskrim Polres Limboto (apabila perkaranya

ditangani di Sat Reskrim Polres Limboto);

(4) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek /

klarifikasi dengan penyidik Sat Reskrim Polres

Limboto atau klarifikasi/minta laporan

perkembangan penanganan perkara, apabila

perkaranya ditangani oleh Kewilayahan;

(5) Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu

1 – 2 minggu.

c) Hasil tindak lanjut.

(1) Petugas penerima komplain melaporkan tertulis

kepada Kaur Bin Ops dan diteruskan kepada Kasat

Reskrim;

(2) Diteruskan Laporan kepada Kapolres, Wakapolres

(bila perlu diketahui untuk mendapatkan arahan /

kebijakan);

(3) Disampaikan penjelasan kepada pengadu komplain

sebagai jawaban melalui surat atau melalui SMS,

atau E-mail;

(4) Surat Jawaban harus dicatat dalam Register dan

diberi Nomor, tanggal, tertanda/ditanda tangani

dan stempel kesatuan kepolisian.

Page 83: SOP Sat Reskrim

83

III. Tempat, Ruang Dan Sarana, Personil / Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat.

1. Tempat dan Ruang Penerimaan Pengaduan Komplain Masyarakat;

a. Di Satuan Reskrim

Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain

Masyarakat berada di Ruang Piket Sat Reskrim Polres Limboto

dan ruangan penerimaan bergabung dengan Ruang Pengawas

Penyidikan atau Ruangan lain yang sudah ditentukan,

didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.

b. Di Kesatuan Kewilayahan.

1) Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain

Masyarakat berada di Polsek;

2) Ruang Penerimaan pengaduan komplain masyarakat yang

telah ditentukan berada pada Unit Reskrim Polsek,

didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.

2. Untuk keseragaman penyebutan, pertama kali ditetapkan nama :

Ruang “PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT (PUBLIC COMPLAIN)”

3. Personil/Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat.

a. Pada Sat Reskrim Polres Limboto ;

1) Petugas adalah personil Sat Reskrim Polres Limboto

ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kasat Reskrim terdiri

2 (dua) orang berpangkat Brigadir Polisi/PNS golongan II;

2) Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat pada

poin 1), melaksanakan tugas dari jam 08.00 – 15.00 Wita.

b. Tingkat Polsek

a) Petugas adalah personil Unit Reskrim Polsek ditunjuk

berdasarkan Surat Perintah Kapolsek;

b) Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat,

melaksanakan tugas dari 08.00 – 15.00 Wita.

Page 84: SOP Sat Reskrim

84

IV. Pengawasan Dan Pengendalian

1. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai

menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau

Pengawas penyidik yang ditunjuk bertanggung jawab melaporkan

secara tertulis kepada Kasat Reskrim;

2. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai

menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau

Pengawas penyidik yang ditunjuk pada Kesatuan Kewilayahan,

bertanggung jawab melaporkan secara tertulis :

a. Kepada Kapolda melalui Direktur Reserse Kriminal Polda

Gorontalo;

b. Kepada Kapolres melalui Kasat Reskrim dan.

3. Petugas dan pengawas penyidik membuat rekap setiap bulan

sebagai pertanggungjawaban atas pelayanan kepada masyarakat

berkaitan dengan penerimaan dan penanganan pengaduan komplain

masyarakat, serta tindak lanjutnya.

V. Administrasi

1. Administrasi berkaitan dengan penerimaan pengaduan complain

masyarakat, penanganan dan tindak lanjut atau Surat Jawaban

kepada pengadu komplain, mempedonani dan menyesuaikan

dengan petunjuk Administrasi umum Polri dan atau Administrasi

penyidikan Polri, serta dicatat dalam register;

2. Kebutuhan sarana prasarana, ATK dan dukungan Anggaran

kesatuan-kesatuan Reskrim sesuai tingkatan.

Page 85: SOP Sat Reskrim

85

VI. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 86: SOP Sat Reskrim

86

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

PEDOMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SP2HP

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO

I. Pendahuluan

1. Umum

a. Harus disadari bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan

oleh penyidik Polri selama ini dirasakan masih jauh dari

harapan masyarakat, hal ini ditandai dengan masih adanya

komplain atau pengaduan terhadap terjadinya penyalah-

gunaan wewenang, keterlambatan penyelesaian perkara dan

sebagainya. Kondisi seperti ini merupakan salah satu indikator

belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan pelayanan

Polri yang belum memenuhi harapan masyarakat;

b. Sejalan dengan era globalisasi dan transparansi (keterbukaan

informasi publik), kecendrungan semakin meningkatnya

tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri, maka Polri dalam

hal ini penyidik dituntut untuk terus meningkatkan

kemampuan (profesionalisme) dan mereformasi birokrasi

dalam proses penyidikan untuk membangun kepercayaan

masyarakat (trust building);

c. Untuk mengimplementasikan Program Kerja Akselerasi

Tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional dan

dipercaya masyarakat, maka Sat Reskrim Polres Limboto dan

jajarannya dituntut untuk segera merubah mindset dan

Page 87: SOP Sat Reskrim

87

perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

pencari keadilan dari yang selama ini terkesan dilakukan

dengan cara pendekatan kekuasaan (minta dilayani) menjadi

pendekatan yang sifatnya pro-aktif (melayani) sehingga pada

gilirannya akan terbangun kepercayaan ( trust building )

masyarakat terhadap kinerja Polri khususnya Reserse;

d. Dalam upaya percepatan membangun dan meraih

kepercayaan masyarakat tersebut, serta dalam rangka

mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis, Kapolri

telah merumuskan kebijakan dalam bentuk Reformasi

Birokrasi dengan me-launching Program Quick Wins Fungsi

Reskrim yaitu : “PEMBERIAN PELAYANAN KEPADA PIHAK

YANG SEDANG MEMPERJUANGKAN KEADILAN DALAM

PROSES PENYIDIKAN SECARA BERKESINAMBUNGAN

MELALUI PEMBERIAN SURAT PEMBERITAHUAN

PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP)”.

Sebagai konsekwensi dari ditetapkannya Program Unggulan

Quick Wins tersebut, maka setiap proses penyidikan dimulai

sejak diterimanya Laporan Polisi sampai dengan Pelimpahan

Berkas Perkara ke JPU harus dilaksanakan secara

profesional, proporsional, obyektif dan transparan yang

kesemua kegiatannya tergambar dalam “strive for

excellence” (pelayanan kepada masyarakat yang unggul /

prima);

e. Guna kelancaran pelaksanaan dari Program Quick Wins

melalui penerbitan SP2HP, Olah TKP dan Penanggulangan

Teror oleh Fungsi Reskrim dalam setiap proses penyidikan

diperlukan pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu

di seluruh jajaran Sat Reskrim Polres Limboto.

Page 88: SOP Sat Reskrim

88

2. Dasar

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

R.I;

c. Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 37 / X / 2008 tanggal 27

Oktober 2008 tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi

Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya

Masyarakat;

d. Surat Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: STR/33/RA/I/2009

tanggal 14 Januari 2009 tentang Mekanisme dan Tahapan

Pemberian Pelayanan kepada pihak yang sedang

memperjuangkan Keadilan dalam Proses Penyidikan melalui

SP2HP.

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman bagi

para penyidik/penyidik pembantu dalam mememberikan

pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan selama proses

penyidikan atas perkara yang dilaporkan dengan

menginformasikan setiap tahap perkembangan hasil

penyidikan yang telah dilakukan melalui pengiriman SP2HP.

b. Tujuan

Terwujudnya mekanisme penyidikan yang profesional,

proporsional, obyektif, transparan dan akuntabel serta tidak

diskriminatif sehingga dapat memberikan jaminan adanya

kejelasan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang

berperkara.

Page 89: SOP Sat Reskrim

89

4. Ruang Lingkup

Pedoman pelaksanaan program quick wins ini meliputi petunjuk

tentang tata cara pemberian surat pemberitahuan perkembangan

hasil penyidikan (SP2HP) kepada pelapor/korban yang harus

dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu sesuai tahapan-

tahapan dan waktu yang telah ditetapkan.

5. Asas-asas dan pengertian-pengertian

a. Asas- asas

1) Legalitas, yaitu setiap tindakan penyidikan senantiasa

berdasarkan peraturan perundang-undangan;

2) Proporsional, yaitu setiap penyidik melaksanakan

tugasnya sesuai legalitas kewenangannya masing-

masing;

3) Kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik

dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan

keadilan;

4) Kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih

mengutamakan kepentingan umum dari pada

kepentingan pribadi dan/atau golongan;

5) Efektifitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam

proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung

tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan

sebagaimana diatur dalam peraturan-pratuaran /

perkap Kapolri yang berlaku;

6) Kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan

dan ketrampilan yang prima dalam melaksanakan tugas

penyidikan;

7) Transparan yaitu, setiap tindakan penyidik

memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat

informatif bagi pihak-pihak terkait;

Page 90: SOP Sat Reskrim

90

8) Akuntabilitas yaitu, setiap penyidik dapat memper

tanggung jawabkan tindakannya secara yuridis,

administrasi dan tehknis.

b. Pengertian-pengertian

1) Cepat yaitu pelapor/pengadu terlayani dengan segera

dan profesional sesaat setelah menyampaikan

laporannya dengan kretaria sebagai berikut :

a) Adanya kesigapan, kesiapan, dan sikap proaktif

dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat

yang menyampaikan laporan/pengaduan;

b) Penyidik segera membuatkan laporan polisi dan

memberikan surat tanda bukti laporan (STBL)

kepada pelapor;

c) Penyidik segera mendatangi TKP untuk laporan

kasus yang memerlukan olah TKP;

d) Penyidik segera memeriksa pelapor/saksi yang

ada dan dituangkan kedalam BAP;

e) Penyidik melakukan penelitian terhadap laporan

yang diterima untuk menentukan status laporan

tersebut;

f) Atasan penyidik segera mengirimkan SP2HP

kepada pelapor mengenai status laporan,

identitas penyidik yang menangani dan rencana

tindak lanjut proses laporan tersebut.

2) Tepat yaitu segala upaya/tindakan yang dilakukan

penyidikan didasari profesional, proporsional, sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan kreteria

sebagai berikut :

a) Tindakan penyidikan yang terarah dan terukur

didasari 3T (tepat sasaran, tepat alasan dan

tepat dasar hukumnya);

Page 91: SOP Sat Reskrim

91

b) Setiap tindakan penyidikan didukung oleh

administrasi penyidikan;

c) Tindakan upaya paksa oleh penyidik dilakukan

sesuai urutan tindakan-tindakan yang telah diatur

dalam juklak/juknis yaitu dimulai dari tindakan

persuasif sampai dengan tindakan represif.

3) Transparan yaitu adanya keterbukaan dalam proses

penyidikan melalui penyampaian pemberitahuan

perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dan

pelaksanaan pengawasan penyidikan dari seluruh

tahapan tahapan penindakan yang dilakukan oleh

penyidikan baik melalui surat maupun gelar perkara,

kegiatan yang dilakukan :

a) Dalam penerimaan laporan petugas membacakan

kembali isi laporan yang diterima dan dipahami

oleh pelapor kemudian ditanda tangani bersama;

b) Selama dalam proses penelitian laporan,

penyelidikan dan penyidikan pelapor

mendapatkan informasi perkembangan

penyidikan melalui SP2HP;

c) Sejak proses kepenyidikan sudah diawasi oleh

Pengawas Penyidik.

4) Akuntabel yaitu segala tindakan yang telah dilakukan

sesuai dengan prosedur, terukur, tindakan tidak

bertentangan dengan hukum dan dapat dipertanggung

jawabkan kepada publik/umum;

5) Perkara mudah yaitu apabila :

a) Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih

dalam wilayah satu Kecamatan dengan kantor

penyidik;

Page 92: SOP Sat Reskrim

92

b) Barang buktinya mudah didapat;

c) Petunjuk yang ada terdapat kesesuaian antara

keterangan para saksi, tersangka dan barang

bukti yang ditemukan;

d) Tidak memerlukan keterangan ahli, namun

apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hokum

penyidik;

e) Tersangkanya tertangkap tangan/menyerahkan

diri / keberadaan dan identitasnya diketahui serta

mudah ditangkap;

f) TKP mudah dijangkau dan masih dalam keadaan

utuh serta tidak diperlukan olah TKP atau tidak

diperlukan juga bantuan tehnis dalam olah TKP;

g) Tidak diperlukan peranan lembaga lain dalam

proses penyidikan/kalau diperlukan tersedia

dalam wilayah hukum penyidik.

6) Perkara sedang yaitu apabila :

a) Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih

dalam wilayah satu Kabupaten dengan kantor

penyidik;

b) Barang buktinya mudah didapat dan ada

petunjuk yang berkaitan dengan keterangan

saksi, barang bukti dan tersangka;

c) Tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila

diperlukan ahli tersedia di wilayah hukum

penyidik;

d) Tersangka tidak terganggu kesehatannya,

keberadaan dan identitasnya sudah diketahui

serta mudah ditangkap, tidak merupakan

bagian dari kejahatan terorganisir, jumlahnya

tidak lebih dari 3 orang;

Page 93: SOP Sat Reskrim

93

e) TKP mudah dijangkau dan masih utuh serta

diperlukan olah TKP dan bantuan tehnis dalam

olah TKP;

f) Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dalam

proses penyidikan dan peran lembaga lain.

7) Perkara sulit yaitu apabila :

a) Tempat tinggal saksi berada dalam satu Provinsi

dengan kantor penyidik, jumlahnya kurang dari 2

orang, saksi bukan merupakan sumber pertama,

saksi berhubungan dengan lembaga lain dan

untuk melakukan pemeriksaan saksi diperlukan

prosedur birokrasi khusus;

b) Sangat diperlukan bukti surat dan untuk

mendapatkannya diperlukan izin khusus;

c) Terdapat sebagian petunjuk yang berkaitan

dengan keterangan para saksi dengan barang

bukti namun belum mengarah pada tersangka

atau sebaliknya;

d) Diperlukan beberapa keterangan ahli, sedangkan

ahli tersebut belum tersedia diwilayah penyidik;

e) Tersangka belum diketahui identitasnya atau

tersangka terganggu kesehatannya atau

tersangka dilindungi kelompok tertentu atau

tersangka memiliki jabatan tertentu yang dalam

pemeriksaan diatur oleh Undang-Undang atau

jumlah tersangkanya lebih dari 4 orang;

f) TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik

dan TKP sudah dalam keadaan tidak utuh,

diperlukan pengolahan TKP, diperlukan bantuan

tehnis untuk olah TKP, diperlukan pengamanan

khusus terhadap TKP dan TKP lebih dari satu

lokasi dalam wilayah hukum penyidik;

Page 94: SOP Sat Reskrim

94

g) Barang bukti sulit didapat, barang bukti

memerlukan pemeriksaan secara forensik/ahli,

barang bukti memerlukan pengamanan khusus,

barang bukti memerlukan pengangkutan dan

atau memerlukan tempat penyimpanan khusus;

h) Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dan

peran dari lembaga lain.

8) Perkara sangat sulit yaitu apabila :

a) Tempat tinggal saksi berada di luar provinsi atau

luar negeri, atau alamatnya tidak jelas (daerah

terpencil), jumlah saksi kurang dari 2 orang atau

saksi berhubungan dengan lembaga lain;

b) Adanya birokrasi perizinan dalam menghadirkan

saksi atau saksi diperlukan pengamanan khusus

atau saksi dalam keadaan sakit-sakitan;

c) Bukti-bukti berupa surat atau dokumen sulit

ditemukan atau untuk mendapatkan bukti

diperlukan izin khusus atau bukti perlu diperiksa

secara forensik;

d) Petunjuk yang ada belum memperlihatkan

keterkaitan antara keterangan para saksi,

tersangka dan barang bukti;

e) Sangat diperlukan keterangan ahli dimana ahli

tersebut harus didatangkan dari luar provinsi

atau luar negeri;

f) Tersangka belum diketahui identitasnya, atau

tersangka terganggu kesehatannya atau

dilindungi oleh kelompok tertentu, jumlah

tersangka lebih dari 4 orang, memerlukan izin

khusus untuk memeriksa tersangka atau

tersangka merupakan bagian dari sindikat

Page 95: SOP Sat Reskrim

95

kejahatan atau warga negara asing atau

tersangka melarikan diri;

g) TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik

atau tidak utuh diperlukan pengolah TKP,

diperlukan bantuan tehnis olah TKP, diperlukan

pengamanan khusus TKP atau TKP lebih dari 1

yuridiksi (wilayah hukum penyidik);

h) Barang bukti sulit didapat atau memerlukan

pemeriksaan secara forensik atau memerlukan

pengamanan khusus atau memerlukan

pengangkutan alat angkut khusus atau barang

bukti mudah rusak;

i) Untuk mengungkap kasusnya diperlukan

peralatan khusus dan peran dari lembaga lain.

6. Kegiatan a. Tahap penerimaan/penelitian laporan

1) Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) menerima

laporan/pengaduan dari masyarakat;

2) Untuk kasus-kasus tertentu dimana diperlukan bukti

surat / dokumen, pelapor membawa bukti foto copy /

dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana / kasus

yang dilaporkan / diadukan;

3) Pelapor membuat surat penyataan yang menyatakan

bahwa laporan tersebut belum pernah dilaporkan atau

ditangani oleh polisi;

4) Laporan/pengaduan diserahkan dari SPK kepada Piket

Sat Reskrim;

5) Saksi/pelapor dimintai keterangan sementara oleh Piket

Sat Reskrim dan dituangkan ke dalam BAP;

6) Piket Reskrim membawa laporan/pengaduan ke Urmintu

untuk diregister dan oleh Urmintu menelaah serta

mempelajari untuk selanjutnya didistribusikan ke Kasat

Reskrim;

Page 96: SOP Sat Reskrim

96

7) Kemudian Kasat mendisposisikan meneruskan ke salah

satu unit dalam lingkungan kerja satuan fungsinya

untuk menangani / proses laporan tersebut;

8) Selambat-lambatnya 3 hari setelah laporan diterima oleh

Kanit atau tim penyidik yang di tugaskan untuk

menangani laporan tersebut, pelapor diberi tahu dengan

mengirim surat pemberitahuan perkembangan penelitian

laporan (format A1) yang isinya menjelaskan bahwa :

a) laporan pengaduan saudara telah kami terima

dan akan segera kami tindak lanjuti dengan

penyelidikan oleh (disebutkan nama dan identitas

nama penyidik) yang menangani serta nomor

teleponnya atau HP yang dapat dihubungi

sewaktu-waktu diperlukan;

b) pada akhir kalimat format A1 dibuat catatan

memuat motto Polri : “KAMI SIAP MELAYANI

ANDA DENGAN CEPAT, TEPAT, TRANSPARAN

DAN AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN“

b. Tahap penyelidikan

1) Seterimanya laporan polisi penyidik melakukan

penyelidikan dan melaporkan hasilnya kepada atasan

penyidik, selanjutnya atasan penyidik memimpin gelar

hasil penyelidikan guna menentukan dapat tidaknya

hasil penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan;

2) Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi tindak

pidana, selanjutnya atasan penyidik menentukan

klasifikasi ke sulitan perkara (ringan, sedang, sulit dan

sangat sulit)

3) Kasus ringan dan kasus sedang waktu penyelidikan 14

hari bila waktu penyelidikan masih kurang dapat

diperpanjang lagi penyidik mengirimkan SP2HP kepada

pelapor;

Page 97: SOP Sat Reskrim

97

4) Kasus sulit dan sangat sulit dengan waktu penyelidikan

30 hari dan dapat diperpanjang lagi penyelidikan

penyidik mengirimankan SP2HP kepada pelapor.

c. Tahap penindakan dan pemeriksaan

1) Kasus ringan dengan waktu penyidikan paling lama 30

hari, pengiriman SP2HP yang diberikan kepada pelapor

sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada hari ke 15 dan hari ke

30;

2) Kasus sedang dengan waktu penyidikan dilakukan paling

lama 60 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada

pelapor sebanyak 4 (empat) kali yaitu pada hari ke 15,

30, 45, dan hari ke 60;

3) Kasus sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling

lama 90 hari, Pengiriman SP2HP diberikan kepada

pelapor sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada hari ke 15,

30, 45, 60, 75, dan hari ke 90;

4) Kasus sangat sulit dengan waktu penyidikan dilakukan

paling lama 120 hari, pengiriman SP2HP diberikan

kepada pelapor sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada hari

ke 20, 40, 60, 80, dan hari ke 100;

5) Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat

diselesaikan oleh penyidik dapat mengajukan

perpanjangan waktu penyidikan melalui pengawas

penyidikan kepada yang memberi perintah penyidikan.

d. Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara

1) Pada saat penyelesaian dan pelimpahan berkas perkara

tahap pertama penyidik memberikan SP2HP kepada

Pelapor;

2) Apabila dalam penelitian berkas perkara penuntut umum

(JPU) mengembalikan berkas perkara (P.19) maka

Page 98: SOP Sat Reskrim

98

penyidik memberitahukan kepada pelapor melalui

SP2HP dan setelah dilakukan pelimpahan kembali diikuti

pemberitahuan kepada pelapor dalam bentuk SP2HP;

3) Pada saat penyerahan berkas perkara tahap kedua

penyidik menyampaikan SP2HP kepada pelapor;

4) Data penyampaian/pemberitahuan SP2HP mulai dari

tahap penilaian laporan/pengaduan, penyidikan,

penindakan dan pemeriksaan sampai dengan

pelimpahan berkas perkara (tahap I dan tahap II)

teregister.

e. Pengiriman SP2HP kepada pelapor kedua, ketiga dan

seterusnya berisi tentang perkembangan hasil penyidikan,

namun setiap SP2HP isinya tidak sama dengan SP2HP yang

telah dikirim sebelumnya (ada perkembangan hasil lidik/sidik

yang telah dilakukan);

f. Disamping masyarakat pelapor mendapatkan SP2HP juga

dapat mengakses setiap perkembangan kasus yang

dilaporkan melalui website bareskrim polri dan sms 1112.

II. Pengawasan Dan Pengendalian

1. Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan quick wins

fungsi Reskrim dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat

Kanit, Kaur bin ops sampai dengan Kasat;

2. Kewenangan penandatanganan SP2HP diatur sebagai berikut :

a. Untuk tingkat Polres ditandatangani oleh Kasat/Wakasat

Reskrim/Kaurbinops dengan tembusan kepada Kapolres /

WakaPolres;

c. Untuk tingkat Polsek ditandatangani oleh Kapolsek/Waka

Polsek.

Page 99: SOP Sat Reskrim

99

3. Untuk memonitor setiap perkembangan hasil penyidikan, dilakukan

melalui sistem penilaian dan pengawasan kinerja penyidik yang

dituangkan dalam map kontrol.

III. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316

Page 100: SOP Sat Reskrim

100

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO

RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR GELAR PERKARA

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO

I. Pendahuluan

1. Umum.

a. Penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari

penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan ketentuan

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Merupakan sarana pengawasan dan pengendalian, gelar

perkara mempunyai fungsi untuk kepentingan

pertanggung jawaban managemen bagi Kepala Kesatuan

di satu sisi dan kepentingan pertanggungjawaban teknis /

taktis serta juridis bagi atasan Penyidik dan Penyidik

Pembantu.

c. Penyidikan mengalami hambatan dalam proses penyidikan

maka dilakukan gelar perkara untuk membedah perkara

guna menentukan langkah-langkah penyidikan

selanjutnya.

2. Dasar.

a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Page 101: SOP Sat Reskrim

101

b. Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Maksud dan tujuan

a. Maksud

Maksud pembuatan Standar Operasional Prosedural

(SOP) Gelar Perkara ini sebagai pedoman dan petunjuk

untuk para Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam

melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana sehingga

diperoleh keseragaman tentang kegiatan-kegiatan pokok

yang harus dilaksanakan.

b. Tujuan

1) Untuk mewujudkan keterpaduan intern dan ekstern

dan menuntaskan penanganan perkara yang terjadi.

2) Merupakan alat kontrol terhadap Para Penyidik /

Penyidik Pembantu agar tetap dinamis dan

seimbang dalam koridor batas kewenangan sesuai

aturan perundang-undangan yang ada.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam Gelar Perkara meliputi Persyaratan-

persyaratan dalam Gelar Perkara, Jenis perkara, Pejabat yang

berwewenang menyelenggarakan gelar, Peserta gelar,

Pelaksanaan gelar dan laporan setelah gelar.

5. Pengertian Gelar Perkara

Gelar Perkara adalah upaya Penyidik/Penyidik Pembantu berupa

bedah perkara dan tindakan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam

rangka percepatan penyelesaian proses penyidikan.

Page 102: SOP Sat Reskrim

102

II. Persyaratan

1. Jenis Perkara.

Jenis perkara yang digelar adalah :

a. Ada masalah yang dihadapi oleh penyidik :

1) Penyidik / Penyidik Pembantu menghadapi kesulitan

atau ragu dalam :

a) Menentukan apakah perkara merupakan tindak

pidana atau bukan (twilight).

b) Menentukan pasal, UU yang dipersangkakan.

c) Melakukan tindakan/upaya paksa terhadap

tersangka atau barang bukti (penggeledahan,

penyitaan, penangkapan, penahanan dan

peningkatan status saksi menjadi tersangka).

2) Proses penyidikan telah berlangsung lama/waktunya

berlarut-larut (lebih dari 3 bulan) tanpa kemajuan.

3) Proses penyidikan memasuki tahapan penting atau

kritis dari tahap penyelidikan ke tahap penindakan

dan pemeriksaan atau tahap penyelesaian dan

penyerahan Berkas Perkara atau Penyidikan akan

dihentikan/dilanjutkan kembali.

4) Perkara yang disidik juga disidik oleh Penyidik dari

Kesatuan / Instansi lain yang juga memiliki

kewenangan.

5) Gelar Perkara dilaksanakan terhadap semua berkas

perkara yang ditangani yakni pada saat awal

menerima Laporan Polisi, sebelum dilakukan upaya

paksa dan sebelum menaikan status saksi menjadi

tersangka.

b. Perkara yang berbobot

1) Pembuktian perkara cukup sulit dan rumit

2) Perkara terkait berbagai Aspek / kebijakan atau

Page 103: SOP Sat Reskrim

103

kepentingan Negara / Instansi, hubungan antar

Negara / Dunia Internasional, kepentingan lembaga

tertentu (Politik, Ekonomi, Sosial, Agama, Pertanahan).

3) Perkara melibatkan tokoh penting / mempunyai

pengaruh luas di masyarakat.

4) Tersangka merupakan Warga Negara Asing atau

tunduk pada Undang-undang Hukum acara di luar

Peradilan Umum.

c. Komplain masyarakat

Adanya Komplain masyarakat terhadap tindakan Penyidik /

Penyidik Pembantu yang menangani perkara dan kuat

dugaan terjadi penyimpangan teknis / taktis dan atau

kekeliruan penerapan pasal Undang-undang dalam

penyidikan.

d. Putusan Pengadilan

Adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan tindakan

penyidik / Penyidik Pembantu tidak syah.

2. Penggelar

a. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.

b. Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu.

c. Kepala Kesatuan yang sekarang secara Struktural

membawahi Penyidik / Penyidik Pembantu.

3. Peserta Gelar Perkara.

Peserta gelar yang berhak menghadiri Gelar Perkara disesuaikan

dengan kepentingan dan kebutuhan.

a. Polri (Intern).

1) Kepala Kesatuan atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.

2) Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani

perkara bertindak selaku pimpinan Gelar Perkara.

Page 104: SOP Sat Reskrim

104

3) Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara

sebagai pemapar.

4) Irwasda

5) Propam

6) Bidkum

7) Notulen yang bertugas mencatat semua kegiatan dan

tanya jawab Gelar Perkara.

b. Instansi di luar Polri (Ekstern).

1) Pimpinan dan pejabat-pejabat tertentu dalam rangka

Criminal Justice System (CJS).

2) Pejabat-pejabat tertentu lainnya yang ada

hubungannya dengan pemeliharaan keamanan.

Peserta Gelar Perkara harus terpilih dan dapat dipercaya

tidak mempunyai hubungan kepentingan dengan pihak-

pihak yang terlibat di dalam perkara.

4. Pimpinan dan Penanggung jawab.

Penyelenggaraan Gelar Perkara dipimpin oleh Kepala Kesatuan,

sedang tanggung jawab penyelenggaraan Gelar Perkara secara

fungsional berada pada Kasat Reskrim/Pawasdik.

III. PELAKSANAAN GELAR PERKARA.

1. Sebelum pelaksanaan.

a. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara

menyusun dan mengajukan rencana gelar perkara kepada

yang bertugas mengatur Gelar Perkara (Pawasdik).

b. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara

menyiapkan bahan/materi paparan Gelar Perkara.

c. 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan, para Peserta telah

menerima undangan Gelar Perkara.

d. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara

menentukan Notulen yang bertugas mencatat lengkap

Page 105: SOP Sat Reskrim

105

semua kegiatan Gelar Perkara.

2. Saat pelaksanaan.

a. Pembukaan.

b. Paparan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani

perkara.

c. Pembahasan / Diskusi.

d. Kesimpulan dan Penutup.

Gelar perkara yang diminta oleh Satuan lain (Mabes Polri, Polda,

Propam, Binkum dan Irwasda)pelaksanaannya atas permintaan

secara tertulis dan harus didampingi oleh Atasan Penyidik atau

Pawasdik.

3. Laporan Setelah Gelar Perkara.

a. Notulen menyusun laporan pelaksanaan Gelar Perkara

dengan melampirkan catatan notulen, copy/materi paparan

Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara,

kesimpulan dan rekomendasi hasil Gelar Perkara serta

daftar hadir peserta.

b. Laporan Gelar Perkara setelah ditanda tangani oleh

Pimpinan Gelar, Notulen dan Penyidik/Penyidik Pembantu

yang menangani perkara kemudian disampaikan kepada

Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara untuk

dilaksanakan.

IV. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan

panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316