PENGARUH PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN …
Transcript of PENGARUH PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN …
PENGARUH PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP MINAT
MEMANFAATKAN KEMBALI RAWATJALAN RSUD TENRIAWARU BONE
NURMINAH YUSUF
P1806206548
MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai industri pelayanan jasa seyogyanya harus
mengikuti kaidah-kaidah pelayanan jasa. Sistem mutu untuk jasa harus
benar-benar tanggap terhadap aspek manusiawi. Jadi kepuasan pasien
menjadi tujuan utama dari jasa pelayanan rumah sakit. Untuk memenuhi
harapan pasien, maka pelayanan bermutu adalah kunci keberhasilan rumah
sakit tersebut. Pelayanan bermutu adalah pelayanan yang mengutamakan
customer satisfaction oriented akan menjadi pertimbangan utama pasien
dalam memilih suatu rumah sakit.
Saat ini, institusi pelayanan kesehatan menghadapi persaingan yang
semakin intensif. Hal tersebut disebabkan perubahan sistim pengelolaan
kesehatan dan semakin jenuhnya industri pelayanan kesehatan yang
ditandai dengan berlebihnya kapasitas yang dimiliki industri tersebut (Taylor,
1994). Untuk menciptakan atau mempertahankan daya saing, maka institusi
pelayanan kesehatan mencoba mengintegrasikan pendekatan medis
tradisional yang menekankan pada efektifitas hasil pengobatan dari
perspektif provider dengan prinsip-prinsip yang berorientasi pada pasien
dimana pertimbangan dan ketertarikan pasien sangat diperhitungkan
(Williams and Calman, 1991).
2
Konsekuensi dari paradigma konsumerisme tersebut adalah
pentingnya issu mengenai kua litas pelayanan dan kepuasan pasien bagi
insitusi pelayanan kesehatan. Pengaruh persepsi pasien mengenai kualitas
pelayanan terhadap keberhasilan institusi pelayanan kesehatan telah lama
dikaji dan dibuktikan secara empiris (Donabedian, 1996).
Secara umum pelayanan Rumah Sakit terdiri dari pelayanan rawat inap
dan jalan. Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien
Rumah Sakit yang menempatkan tempat tidur perawatan karena keperluan
observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik
lainnya. Secara umum pelayanan rawat inap Rumah Sakit dibagi menjadi
beberapa kelas perawatan yaitu: VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III serta
dibedakan atas beberapa ruang atau bangsal perawatan (Merkouris, 1999)
Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan medis yang utama di
Rumah Sakit dan merupakan tempat interaksi anatara pasien dan Rumah
Sakit berlangsung dalam waktu yang lama. Pelayanan rawat inap melibatkan
pasien, dokter dan perawat dalam hubungan yang sensitive yang
menyangkut kepuasan pasien , mutu pelayanan dan citra Rumah Sakit.
Semua itu sangat membutuhkan perhatian pihak manajemen Rumah Sakit
( Goodler. 1996). Berbagai kegiatan yang terkait dengan pelayanan rawat
inap di Rumah Sakit Yaitu: penerimaan pasien, pelayanan medik (dokter),
pelayanan perawatan oleh perawat, pelayanan penunjang medik, pelayanan
obat, pelayanan makan, serta administrasi keuangan (Junadi, 1995).
3
Asumsi dari masyarakat umum yang sering beredar tentang mutu
pelayanan rumah sakit kebanyakan menyatakan bahwa ada sebagian yang
kurang memperhatikan mutu. Umumnya orang memilih rumah sakit
pemerintah karena alasan tarif yang lebih murah dan ingin memperoleh
kesembuhan tampa memperhatikan mutu pelayanan seperti kenyamanan,
keramahan, kelengkapan, ketanggapan dan kehandalan petugas . Dalam
upaya peningkatan pelayanan kesehatan, masih banyak kendala yang
dihadapi oleh pengelolah Rumah Sakit seperti sumber daya manusia,
peralatan yang masih terbatas baik dari segi penggunaannya yang kurang
efisien serta pola organisasinya dan manajemen yang kurang dipatuhi oleh
pelaksana.
Hal ini juga disebabkan kondisi yang menunjukkan masalah kualitas di
Rumah Sakit, yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak
pemakai pelayanan kesehatan yang biasanya menjadi sasaran adalah sikap
dan tindakan perawat, sikap petugas administrasi, selain itu sarana yang
kurang memadai, kelambanan pelayanan, persediaan obat, tarif pelayanan
kesehatan, peralatan medis dan lain-lain (Depkes RI, 1993)
Pembeli atau pengguna jasa memutuskan memberikan suatu penilaan
terhadap produk atau jasa dan bertindak atas dasar itu. Apakah pembeli
puas setelah membelanjakan tergantung kepada penampilan yang
ditawarkan dalam hubungannya dengan harapan pembeli (Wijono,1999)
4
Dengan demikian tingkat kepuasan konsumen atau pasien adalah suatu
fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Ada
tiga tingkat kepuasan, bila penampilan sebanding dengan harapan maka
pelanggan puas. Apabila penampilan melebhi harapan, pelanggan amat
puas atau senang.
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen (pasien) terhadap suatu
produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika pasien puas, ia akan
menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk
atau jasa tersebut. Pelanggan yang puas tersebut juga cenderung akan
menceritakan hal-hal yang baik tentang produk atau jasa kepada orang lain.
Konsumen yang tidak puas beraksi sebaliknya. Mereka mungkin mengambil
tindakan publik, seperti mengajukan keluhan pada rumah sakit, pergi ke
pengacara, atau mengadu pada kelompok-kelompok lain ( seperti badan
usaha, swasta,atau pemerintah). Tinadakan pribadi dapat berupa
memutuskan untuk tidak menggunakan produk atau jasa tersebut atau
mengingatkan teman-teman (Kotler, 1997).
Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit adalah pelayanan
medik, penunjang medik dan penunjang non medik. Pelayanan kesehatan
merupakan tugas pokok rumah sakit dan lebih bersifat fungsional, semakin
spesialisasi dan ditandai dengan banyaknya tenaga profesional yang bekerja
untuk menghasilkan pelayanan yang professional. Walaupun pelayanan
medik merupakan primadona yang memegang peranan penting dalam
5
proses penyembuhan pasien, tetapi tidak akan berarti jika tidak didukung
oleh unsur-unsur lainnya.
Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru Kabupaten Bone
merupakan Rumah Sakit pemerintah klasifikasi tipe C yang merupakan
rumah sakit rujukan puskesmas yang ada di Kabupaten Bone. Salah satu
indikator keberhasilan kinerja rumah sakit adalah jumlah kunjungan baik
rawat inap maupun rawat ja lan yang meningkat. Jika ditinjau beberapa
tahun terakhir kecenderungan (trend) jumlah kunjungan rawat jalan RSUD
Tenriawaru Bone terus mengalami peningkatan, hal ini memberikan
gambaran adanya perbaikan kinerja dari tahun ke tahun. Data kunjungan
pasien rawat jalan ke RSUD Tenriawaru Bone dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 1 Jumlah Kun jungan Pasien ke RSUD Tenriawaru Bone
Tahun 2004 sampai 2007
no Tahun Jumlah kunjungan
Rawat Inap Rawat Jalan
1 2004 1.623 10.875
2 2005 1.849 13.419
3 2006 2.404 20.829
4 2007 3.597 10.313
Sumber : Data Sekunder, Registrasi RSUD Tenriawaru Bone
Tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa jumlah kunjungan pasien rawat
inap meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 1.623 kunjungan pasien tahun
6
2004 menjadi 3.597 tahun 2007. Sedangkan jumlah kunjungan pasien rawat
jalan pada tahun 2004 sebanyak 10.875 pasien, meningkat menjadi 13.419
pasien pada tahun 2005, menjadi 20.829 pasien pada tahun 2006 dan
menurun menjadi 10.313 kunjungan pada tahun 2007.
Menurunnya kunjungan ke rumah sakit dapat disebabkan oleh berbagai
faktor yaitu semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, adanya
dokter praktek swasta atau masyarakat kurang puas dengan pelayanan
petugas sehingga memilih fasilitas kesehatan lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Henny Hanna dkk (2004), menyatakan
bahwa faktor input pelayanan yaitu organisasi dan manajemen, lingkungan
fisik, standar operasional prosedur (SOP) tidak mendukung dalam pelayanan
salah satu unit rawat inap di RS Islam Jakarta, begitu pula dalam faktor
proses pelayanan, sikap petugas kesehatan dalam hal ini dokter, perawat,
dan petugas administrasi belum baik sehingga ha; ini berpengaruh terhadap
rendahnya rata-rat BOR dari RS Islam Jakarta yaitu 44,72 % pertahun
dimana parameter ideal BOR adalah 60-85%.
Penelitian yang dilakukan Chriswardani dkk (2006), menyatakan bahwa
sekitar 68,6% sampai 76,24% pasien merasa puas dengan pelayanan
administratif, dokter, perawat, makanan,, obat-obatan serta pelayanan
menjelang pulang. hal ini merupakan dimensi mutu dari pelayanan
kesehatan yang dapat mempengaruhi minat pasien untuk kembali
menggunakan pelayanan kesehatan yang sama di masa yang akan datang.
7
Kunjungan Rawat RSUD Tenriawaru Bone dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor seperti persepsi pasien terhadap pelayanan petugas, mutu
pelayanan yang mereka terima, yang pada akhirnya keputusan pasien untuk
memanfaatkan kembali rumah sakit tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan rawat jalan berorientasi pada
kebutuhan dan persepsi pasien. Dimana untuk memahami perilaku
konsumen dimulai dengan melihat persepsi pasien, karakteristik pasien dan
proses pengambilan keputusan sehingga menimbulkan keputusan untuk
memanfaatkan kembali RSUD Tenriawaru Bone..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan di RSUD
Tenriawaru Bone?
2. Apa pengaruh persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan
terhadap minat memanfaatkan kembali instalasi rawat jalan RSUD
Tenriawaru Bone?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis persepsi dan minat masyarakat mengenai pelayanan
kesehatan instalasi rawat jalan di RSUD Tenriawaru Bone
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan di
rumah sakit
b. Menganalisis pengaruh persepsi masyarakat terhadap minat
memanfaatkan kembali instalasi rawat jalan RSUD Tenriawaru Bone
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dalam aspek pengembangan kajian ilmu
manajemen, utamanya berkaitan dengan dimensi kualitas pelayanan
rumah sakit.
2. Sebagai dasar dalam upaya pengambilan kebijakan yang terkait
dengan perbaikan proses pelayanan pasien
3. Sebagai sumber data dan informasi tentang mutu pelayanan yang
dirasakan menurut pasien dan dokter
4. Agar peneliti mendapat pengetahuan dan pengalaman untuk penelitian
dalam upaya perbaikan mutu pelayanan perawatan kesehatan dan
yang terkait dengan tugas pada masa mendatang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1995), pengertian persepsi
dibagi atas dua bentuk, yaitu tanggapan (penerimaan) langsung dari
sesuatu dan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
pancainderanya.
Menurut Kimble, et.al (1984), bahwa persepsi adalah merupakan
interpretasi terhadap informasi yang ditangkap oleh pancaindera, sesuatu
yang bersifat mengembangkan kreatifitas dan membantu memberikan
makna bagi pengalaman pancaindera tersebut. Salah satu aspek penting
yang berperan dalam diri seseorang ketika ia mempersepsi sesuatu
adalah pengetahuan yang dimiliki sebelumnya tentang apa yang sedang
dipersepsi, yaitu pengetahuan kebudayaan yang diperoleh melalui proses
belajar dari lingkungan sosialnya yang sifatnya agak menetap. Sehingga
persepsi merupakan suatu proses aktif, dimana orang yang sedang
mempersepsi sering melebihi informasi yang baru didapatnya untuk
membentuk suatu kesan dari ciri-ciri personal yang tak terlihat dan
kekuatan lingkungan yang mempengaruhi perilaku manusia, karena
10
orang yang mempersepsi tidak berada di dalam lingkungan sosial yang
kosong (Munir, 2001).
Kotler (1997) menyatakan, bahwa persepsi adalah proses yang
dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan
informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia
(Triviani, 2004).
Menurut Devito (1997), persepsi adalah proses dengan mana kita
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita.
Persepsi meliputi penginderaan (sensasi) melalui alat-alat indera, atensi
dan interpretasi. Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak
lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman dan pengecapan.
Reseptor inderawi adalah penghubung antara otak manusia dan
lingkungan sekitar.
James menyatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang
berbentuk berupa data-data yang didapat melalui indera, hasil
pengolahan dan ingatan. Dikatakan selanjutnya, persepsi dihayati melalui
ilusi atau mispersepsi atau trick atau tipuan dan juga bukan salah
tanggapan. Ilusi itu sebenarnya pengalaman aktual berupa data masukan
yang tidak diterjemahkan sebagaimana adanya dan ada tambahan
berupa pengolahan otak dari hasil-hasil pengalaman yang lalu
(Widayatun, 1999).
11
Persepsi merupakan keadaan yang integrated dari individu yang
bersangkutan terhadap stimulus yang diterimanya, maka apa yang ada
dalam diri individu, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif pula
dalam persepsi individu. Agar dapat individu menyadari dan
mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu :
a. Adanya objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat
indera, dapat datang dari dalam, yang langsung mengenai syaraf
penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus.
Di samping itu harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu
otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan
respons diperlukan syaraf motoris.
c. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu
diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama
sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.
2. Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi adalah karena adanya objek/stimulus
yang merangsang untuk ditangkap oleh pancaindera (objek tersebut
menjadi perhatian pancaindera), kemudian stimulus/objek perhatian
12
dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya “ kesan “ atau jawaban
(response) adanya stimulus, berupa kesan atau response dibalikkan ke
indera kembali berupa “tanggapan“ atau persepsi atau hasil kerja indera
berupa pengalaman hasil pengolahan otak.
Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena dan yang terpenting
fenomena dari persepsi ini adalah perhatian (attention), yaitu suatu
konsep yang diberikan pada proses persepsi yang menseleksi input-input
tertentu untuk diikutsertakan dalam pengalaman yang kita sadari/kenal
dalam suatu waktu tertentu dengan ciri terfokus dan margin serta
berubah-ubah (Widayatun, 1999).
Dalam proses persepsi banyak rangsangan sampai kepada kita
melalui pancaindera kita, namun kita tidak dapat mempersepsi semua itu
secara acak. Alih-alih, kita mengenali objek-objek tersebut sebagai
spesifik dan kejadian-kejadian tertentu sebagai memiliki pola tertentu.
Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita adalah suatu proses aktif
yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan yang
kita terima (Mulyana, 2002).
Proses pengideraan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan
proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari persepsi yang
akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus
melalui alat inderanya melalui reseptor. Alat indera merupakan
penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Suryabrata, 1987).
13
Ada empat aspek dari persepsi yang dapat membedakan persepsi
dari berpikir, adalah :
a. Hal-hal yang diamati dari sebuah rangsang bervariasi tergantung pola
dari keseluruhan di mana rangsang tersebut menjadi bagiannya
b. Persepsi bervariasi dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu
c. Persepsi bervariasi tergantung dari arah (fokus) alat-alat indera
d. Persepsi cenderung berkembang ke arah tertentu dan sekali terbentuk
kecenderungan itu biasanya akan menetap (Sarwono, 2003).
3. Faktor-Faktor Mempengaruhi Proses Persepsi
Persepsi terjadi apabila dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
rinci faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Ada empat karakteristik
dari faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi
seseorang, yaitu :
a. Faktor ciri khas dari objek ransangan, yang terdiri dari :
1) Nilai, yaitu ciri-ciri dari stimuli seperti nilai bagi subjek
mempengaruhi cara stimuli tersebut dipersepsi.
2) Arti emosional, yaitu sampai seberapa jauh stimulus tertentu
merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang
bersangkutan.
3) Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari satu stimulus
yang mengakibatkan stimulus tersebut dipersepsi lebih akurat.
14
4) Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat
kesadaran, minat, emosional dan lain-lain.
b. Faktor pribadi, termasuk dalam ciri khas individu seperti tingkat
kesadaran, minat, emosional dan lain-lain.
1) Faktor pengaruh kelompok, dalam suatu kelompok manusia,
respon orang lain akan memberi arah terhadap tingkah laku
seseorang.
2) Faktor latar belakang kultural, orang dapat memberikan sesuatu
persepsi yang berbeda terhadap subjek yang sama karena latar
belakang kultural yang saling berbeda.
Sedangkan faktor-faktor yang menentukan persepsi antara lain :
a. Norma
Norma menyangkut konsep dasar yang mempengaruhi proses mental
yang menonjol dalam kesadaran seseorang pada saat adanya suatu
stimuli. Norma dipengaruhi oleh faktor internal, seperti kebudayaan,
kebiasaan serta agama/kepercayaan dan faktor eksternal, seperti cara
bergaul, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
b. Nilai
Nilai menyangkut konsep terhadap suatu stimuli berdasarkan pada
suatu kepercayaan dan kebiasaan berbasis budaya yang dianut
individu.
15
Pada dasarnya masyarakat (tiap suku) mempunyai kepercayaan
yaitu sikap untuk menerima suatu persyaratan atau pendirian tanpa
menunjukkan sikap pro dan anti. Seringkali suatu kepercayaan
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana anggota-
anggotanya mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Tidak
jarang pula kepercayaan-kepercayaan kelompok ini (group belief)
ditambahkan oleh pihak yang berwenang atau pemimpin masyarakat
yang disebarluaskan ke anggota masyarakat lainnya. Pengalaman
menunjukkan pula bahwa lebih sulit untuk mengubah kepercayaan
kelompok daripada kepercayaan individu, karena kepercayaan
individu sifatnya subyektif dan relatif sedangkan kepercayaan
kelompok memiliki intensitas yang lebih kuat karena didukung oleh
individu-individu lain yang besar jumlahnya, apalagi jika kepercayaan
tersebut didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki
kredibilitas di masyarakat.
Kepercayaan masyarakat tentang apa yang dianggap
benar/baik dan apa yang tidak baik/salah disebut nilai. Nilai sosial
mencerminkan budaya suatu masyarakat dan berlaku bagi sebagian
besar anggota masyarakat penganut kepercayaan tersebut. Jika
seorang individu menerima suatu kepercayaan tertentu, maka dia
dapat menjadikannya sebagai tujuan hidup. Guna mengatur perilaku
individu dalam kelompok agar sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku,
16
dibuatlah norma-norma tertentu, yang berupa peraturan yang disetujui
oleh anggota masyarakat, yang menguraikan secara rinci tentang
perilaku yang harus atau justru tidak boleh dilakukan dalam suatu
keadaan atau kedudukan tertentu. Norma sosial kadang-kadang juga
mencakup jenis sanksi atau imbalan yang akan diberikan kepada
mereka yang melanggar atau mematuhi peraturan tersebut.
c. Faktor Fungsional
Menyangkut kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang
termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal
(Sarwono, 2003).
Mulyana (2002) menyatakan, bahwa persepsi manusia sebenarnya
terbagi dua, yaitu : persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan
persepsi terhadap manusia (persepsi sosial), yang keduanya memiliki
perbedaan-perbedaan yang meliputi :
1. Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan
persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non
verbal.
2. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan
persepsi terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam
(perasaan, motivasi, harapan dan sebagainya).
3. Objek tidak bereaksi atau bersifat statis, sedangkan manusia bersifat
dinamis sehingga lebih sulit dan kompleks.
17
Persepsi adalah inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak
akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah
yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan
yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu,
semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan sebagai
konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau
kelompok identitas. Sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti
persepsi, yang identik dengan penyandian-balik ( decoding ) dalam
proses komunikasi (Mulyana, 2002).
Notoatmodjo (2003) menyatakan, bahwa persepsi (perception)
merupakan praktek/tindakan pada tingkat pertama, yaitu mengenal dan
memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
Atas dasar tindakan, maka situasi yang semula kurang/tidak
seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini
berarti bahwa antara objek yang dilihat sesuai dengan penghayatannya,
di mana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional
dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai, maka individu menolak dan
reaksi yang timbul adalah sikap apatis atau acuh tak acuh.
Keseimbangan ini dapat kembali jika persepsi dapat diubah melalui
komponen kognisi. Terjadinya keseimbangan ini akan melalui perubahan
sikap, di mana tiap komponen ( kognisi, afeksi dan konasi ) mengolah
masalahnya secara baik (Mar’at, 1984).
18
B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Kesehatan
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang
lingkup yang sagat luas. Benyamin Bloom (dalam Ngatimin, 2005)
seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3
domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk
kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan
adalah meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari :
a). ranah kognitif (cognitive domain), b). ranah afektif (affective domain),
dan c). ranah psikomotor (psychomotor domain)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa
dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu
terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya.
Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut,
dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek
terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang
telah diketahui dan didasari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan
respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau
sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam
kenyataan stimulus yang diterima oleh sub jek dapat langsung
menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau
19
berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna
stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain (practice) seseorang tidak
harus didasari oleh pengetahuan atau sikap.
Duncan (1981) dalam Indrawijaya (1999) menyatakan, bahwa
proses kognisi dimulai dengan persepsi seseorang terhadap rangsangan
yang datang dari luar. Apa yang diterima olehnya memperoleh arti melalui
proses belajar, yaitu membandingkan pengalaman masa lampau dengan
apa yang sedang diamatinya. Melalui proses belajar ia membandingkan
beberapa kemungkinan pilihan cara pemecahannya, untuk kemudian
sampai pada pilihan tertentu. Pilihan tertentu itulah nantinya akan
tercermin dalam perilakunya, yang nampak nyata dalam tindakannya.
Tindakannya ini selanjutnya menjadi dasar pengetahuannya dalam
melakukan proses persepsi selanjutnya.
Kotler (1997) menggambarkan, bahwa seseorang yang termotivasi
siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi
oleh persepsinya mengenai situasi. Dua orang dengan motivasi sama
dan dalam situasi yang sama mungkin mengambil tindakan yang jauh
berbeda karena memandang situasi secara berbeda. Orang memandang
situasi dengan cara berbeda, karena kita semua belajar lewat arus
informasi yang melalui lima indera, yaitu: penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan. Akan tetapi, kita masing-masing
20
menerima, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi sensori
ini dengan cara sendiri-sendiri (Triviani, 2004).
Becker (dalam Notoatmodjo, 2003) mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior)
sebagai berikut :
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Kegiatan tersebut berupa tindakan-
tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih
makanan, sanitasi.
2. Perilaku sakit (illnes behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengindentifikasikan penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-
usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh
terhadap kesehatan atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum
mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
21
Dengan demikian perilaku manusia mencakup aspek yang sangat
luas, baik yang bersifat eksternal misalnya cara berjalan, berpakaian,
bereaksi, dan sebagainya, mampu yang bersifat internal misalnya berfikir,
persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya. Dalam hidup dan kehidupan
manusia, mereka selalu berada dalam posisi saling membutuhkan dan
berinteraksi sesama mereka. Dan interaksi ini khususnya dalam bidang
kesehatan, setiap manusia sebagai individu akan menunjukkan
pengalaman perilaku masing-masing yang mengacu pada nilai budaya di
mana ia berasal atau dibesarkan. Semakin kompleks tatanan sosial
dalam budaya asal mereka, semakin kompleks pula pengalaman perilaku
sehat itu bagi diri, keluarga dan warga sekitarnya (Ngatimin, 2005).
Dilihat diri segi pencegahan/ pengobatan penyakit, perangsang
(stimilus) yang berhubungan dengan reaksi yang muncul (perilaku
kesehatan) terdiri atas empat unsur yaitu sakit, penyakit, sistem
pelayanan kesehatan dan memberikan respon terhadap penyakit, baik
secara pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap terhadap penyakit yang di
dalam dan diluar dirinya), maupun secara aktif (tindakan yang dilakukan
oleh manusia sehubungan dengan penyakitnya tersebut). Keempat unsur
stimulus yang membentuk perilaku seseorang adalah sesuai dengan
tingkat prinsip pencegahan penyakit (Leavell and Clark dalam Ngatimin,
2005 ), yaitu : (i) perilaku yang berhubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior); (ii) perilaku
22
berhubungan dengan pencegahan penyakit (health prevention) - (iii)
perilaku yang dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior);
dan (iv) perilaku yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior).
Kecepatan pencarian pengobatan dan kepatuhan dalam berobat
memegang peranan yang sangat menentukan dalam mencapai
kesembuhan yang optimal. Kecepatan pencarian pengobatan dan
keteraturan berobat dalam gilirannya sangat tergantung kepada
bagaimana pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi dari penderita
(masyarakat secara umum) terhadap penyakit, yang pada ujungnya
muncul sebagai perilaku dari penderita. Dengan demikian hasil
kesembuhan yang optimal memerlukan terbentuknya perilaku yang
menunjang hal tersebut. Perubahan perilaku dari yang tidak atau kurang
menunjang menjadi perilaku yang menunjang, memerlukan ransangan
(stimulus) yang sistematis dalam jangka waktu tertentu (dan biasanya
cukup lama). Perubahan perilaku semacam ini tentunya sangat penting
yang merupakan penyakit kronis dan pengobatannya memerlukan waktu
yang lama serta biaya pengobatan yang cukup mahal.
Menurut Ngatimin (2005), sejalan dengan pengamalan perilaku
konteks budaya, pengamalan perilaku setiap individu sangat erat
hubungannya dengan "belief” kepercayaan, sebagai bagian dari nilai
budaya yang bersangkutan. Mengacu pada aspek budaya ini, derajat
23
kesehatan masyarakat dan berbagai tindakan untuk hidup sehat sangat
tergantung pada tingkat teknologi yang dimiliki dan diamalkan dalam
budaya ini. Selanjutnya melalui perilaku pencarian pengobatan setelah
jatuh sakit menuju sehat kembali, tindakan trial and error dalam banyak
hal ditempuh. Sebagai sesuatu yang dilaksanakan dengan coba-coba
tanpa dukungan ilmu yang memadai, tidak jarang trial and error
berakhir dengan salah diantara dua kemungkinan, 1) celaka dalam
bentuk sakit bertambah berat bahkan dapat terdiri kematian ataupun 2)
beruntung dan sembuh karena kebetulan cocok. Salah satu model
pendekatan yang berorientasi pada masalah pencegahan keparahan dan
kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit yang telah dikemukakan oleh
Ngatimin (2005). Model pendekatan ini dikenal dengan disability oriented
approach (DOA). Penggunaan DOA dalam pengobatan dan
penanggulangan penyakit bertujuan untuk merubah persepsi penderita
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya bahwa " Penyakit jika
tidak ditangani dengan cepat dapat mematikan (Ngatimin, 2005).
Model kepercayaan kesehatan adalah suatu bentuk penjabaran
dari berbagai model sosio-psikologis seseorang dalam mencari
pengobatan atau pencegahan penyakit. Munculnya model ini didasarkan
pada kenyataan bahwa masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan-
kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha
24
pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh
provider (petugas kesehatan)..
Persepsi tentang kualitas pelayanan dilahirkan suatu penilaian
yang menyeluruh (global judgement) berdasarkan pengalaman yang
diperoleh konsumen, antara lain pengalaman yang diperoleh konsumen,
antara lain pengalaman dalam kontak jasa melalui service encounters,
the evidence of service, image and price, kemudian dibandingkan
dengan pelayanan yang diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi
pembanding yang pada akhirnya menentukan tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan. Dalam upaya promosi kesehatan diperlukan adanya
informasi untuk menyamakan persepsi dalam melaksanakan program,
sehingga diharapkan masyarakat dapat merubah perilaku seperti
dikemukakan Nyswander (Ngatimin,2005), perubahan perilaku seseorang
terhadap kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan dirinya
menerima dan melaksanakan proses of change, bagi diri, keluarga dan
masyarakat, proses ini sangat dipengaruhi oleh persepsi terhadap
kesehatan yang terdiri atas 4 komponen:
1. pengetahuan
2. pengalaman
3. sosialisasi
4. cakrawala.
25
Secara umum persepsi berperan pada perubahan perilaku, dimana
tanpa kesamaan persepsi pada suatu objek sulit untuk menerangkan
objek itu kepada yang bersangkutan. Bagi setiap upaya kesehatan,
persepsi berperan pada kenyataan bahwa setiap upaya kesehatan akan
diterima sebagai inovasi. Melalui kesamaan persepsi serta kemampuan
berkomunikasi yang baik, masyarakat yang menerima upaya kesehatan
itu sebagai inovasi mampu termotivasi (Ngatimin, 2005)
C. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan
Perspektif mutu pelayanan kesehatan (Pohan,2003) adalah
1. Pasien
Pasien melihat pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu
pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
Pandangan pasien sangat penting karena pasien yang merasa puas akan
mematuhi pengobatan dan mau datang mau berobat kembali. Dimensi
mutu yang berhubungan dengan kepuasan pasien akan mempengaruhi
kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
2. Petugas Kesehatan
Pemberi pelayan kesehatan mengkaitkan pelayanan kesehatan
yang bermutu dengan tersedianya peralatan, protokol, kebebasan profesi
dalam setiap melakukan pelayanan kesehatan dengan teknologi dan
bagaimana hasil pelayanan kesehatan itu.
26
3. Penyandang Dana
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa
pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan
yang efektif dan efisien.
Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu sesingkat
mungkin sehingga biaya pelayanan kesehatan akan menjadi efisien.
Kemudian digalakkan upaya promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit agar penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin
berkurang.
4. Pemilik Sarana Pelayanan Kesehatan
Mempunyai persepsi bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu
sebagai pelayanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang
mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif
yang terjangkau oleh pasien, yaitu pada tingkat biaya dimana belum
terdapat keluhan pasien dan masyarakat.
5. Administrator Pelayanan Kesehatan
Meskipun tidak langsung memberikan pelayanan kesehatan,
namun ikut bertanggungjawab dalam persoalan mutu pelayanan
kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, pengelolaan keuangan dan logistik
kadang-kadang kurang mendapat prioritas sehingga menimbulkan
masalah dalam pelayanan kesehatan.
27
Mutu pelayanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaitu:
pertama, aspek teknis dari penyediaan pelayanan kesehatan itu sendiri dan
kedua, dari aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan yang
terjadi antara pemberi pelayanan kesehatan dan yang menerima pelayanan
kesehatan.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut, maka dalam menentukan
pelayanan kesehatan, perlu melibatkan pendapat profesi pelayanan
kesehatan untuk mengetahui apa kebutuhan pasien, yaitu yang disebut
aspek teknis penyediaan pelayanan kesehatan.
Kemudian bagaimana pandangan pasien terhadap pelayanan
kesehatan yang telah diterimanya dalam rangka memenuhi pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhannya, seperti apa yang telah
ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan dan sebagai akibat interaksi
pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, yang disebut sebagai aspek
kemanusiaan.
Untuk melihat tingkat keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat
dilihat dari berbagai aspek, yaitu: pemanfaatan sarana pelayanan, mutu
pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan (DepKes RI,1999)
D. Tinjauan Umum Tentang Minat Memanfaatkan Kembali
Minat adalah sikap yang membuat orang senang akan obyek
tertentu. Pelanggan yang puas terhadap pelayanan yang diterima akan
28
berdampak pada penggunaaan ulang jasa pelayanan yang telah diterimanya.
Hal ini sejalan dengan teori selera yang antara lain dikemukakan oleh
Mangkunegoro (1988) bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan
dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan
menggunakan barang-barng atau jasa yang dapat dipenuhi lingkungan.
Perilaku konsumen dapat dijadikan kiat kerangka dasar untuk
menghubungkan kualitas pelayanan, kepuasan dan minat konsumen untuk
menggunakan pelayanan yang sama apabila mereka merasa puas dengan
pelayanan yang telah diterima.
Pelanggan yang sudah terbiasa akan suatu produk atau jasa khusus
tidaklah selalu sama, beberapa dikarenakan pemilihan alternatif yang buruk.
Beberapa lagi berhubungan dengan suka atau tidak suka, menolak tetapi
sebenarnya menyukai, dan beberapa yang fanatik yang tidak lagi
mempertimbangkan pilihan lain. Loyalitas pelanggan dapat saja merupakan
sesuatu yang mengejutkan dan tidak bisa dipertanyakan.
Kotler (1997) mengatakan bahwa pengalaman masa lampau
memiliki pengaruh langsung terhadap minat mendatang. Jadi minat
seseorang untuk membeli sesuatu dipengaruhi oleh sikap dan norma
subyektif, tetapi minatnya untuk kembali membeli sangat dipengaruhi oleh
pengalamannya pada masa lampau waktu membeli atau memakai jasa yang
29
sama. Perilaku lampau merupakan prediktot terbaik bagi perilaku
mendatang.
Menurut Wijono (1997) untuk menambah kesuksesan suatu
pelayanan kesehatan dimana pelanggan akan senantiasa melanjutkan untuk
membeli dan menggunakan kembali jasa pelayanan kesehatan dimasa
datang, maka manajer rumah sakit harus menyediakan jasa pelayanan yang
memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut nilai pelanggan.
Mowen (1995) mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan konsumen
dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh stimulus. Dengan perkataan lain,
seseorang merasa terlibat atau tidak terhadap sebuah produk ditentukan
oleh apakah dia merasa penting atau tidak dalam pengambilan keputusan
pembelian produk.
Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian
suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan
dan keinginan yang oleh Assael disebut need arousal.Selanjutnya jika sudah
disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka konsumen akan mencari
informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkannya. Proses
pencarian informasi ini akan dilakukan dengan mengumpulkan semua
informasi yang berhubungan dengan produk yang diinginkan. Dari informasi
yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas alternatif-alternatif yang
tersedia. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi
Dengan menggunakan berbagai kriteria yang ada dalam benak konsumen,
30
salah satu merek akan produk dipilih untuk dibeli. Bagi konsumen yang
mempunyai keterlibatan tinggi terhadap produk yang diinginkannya, proses
pengambilan keputusan akan mempertimbangkan berbagai hal (Pawitra,
2003)
Dengan dibelinya produk tertentu, proses evaluasi belum berakhir
karena konsumen akan selalu melakukan evaluasi pasca pembelian. Proses
evaluasi ini menentukan apakah konsumen merasa puas atau tidak atas
keputusan pembeliannya. Seandainya konsumen merasa puas, maka
kemungkinan untuk melakukan pembelian kembali pada masa depan akan
terjadi, sementara itu jika konsumen tidak puas atas keputusan membelinya,
dia akan mencari kembali berbagai informasi produk yang dibutuhkannya.
Proses ini akan terus berulang sampai konsumen merasa terpuaskan atas
keputusan membeli produknya.
E. Tinjauan tentang Rumah Sakit
1. Pengertian
Rumah sakit adalah organisasi kesehatan dan sosial yang berfungsi
untuk menyediakan pelayanan kesehatan terpadu baik pada pasien di
dalam rumah sakit maupun masyarakat disekitarnya.
Rumah sakit adalah sebuah sistem terpadu (komprehensif), bukan
merupakan suatu konglomerasi dari setiap pelayanan. Sebagaimana
31
sebuah sistem, maka rumah sakit, terdiri dari beberapa sub sistem yang
saling terkait.
2. Fungsi
Adapun fungsi rumah sakit umum meliputi;
a. Menyelenggarakan pelayanan medis
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan, dan
g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
Pada dasarnya ada empat fungsi rumah sakit (Trisnantoro, 2004)
yaitu;
a. Pelayanan pasien
b. Pelayanan komunitas berupa kerjasama dengan pihak lain di luar
rumah sakit yang biasanya berupa upaya promotif, preventif dan
rehabiliatif
c. Pendidikan, terutama pada rumah sakit besar yang berfungsi sebagai
tempat pendidikan, dan
d. Penelitian.
Dari keempat fungsi tersebut pelayanan pasien merupakan fungsi
yang utama dari sebuah rumah sakit. Pelayanan pasien ini selain merupakan
32
fungsi utama tentunya harus dilaksanakan dengan mutu yang sebaik-
baiknya, karena pada dasarnya pelayanan pasien itu ditujukan untuk suatu
penyembuhan/pemulihan dalam waktu yang diharapkan cepat.
3. Karakteristik
Rumah sakit adalah organisasi yang unik, kompleks dan memiliki
karakteristik yang membedakannya dengan jasa pelayanan lainnya.
Adapun karakteristik atau ciri rumah sakit (Pudjirahardjo, 2002) adalah:
a. Bersifat padat modal dan padat sumber daya manusia (SDM) dan SDM
merupakan komponen utama proses produksi rumah sakit
b. Sifat produk (output) rumah sakit yang sangat heterogen, sehingga
menyulitkan dalam penyediaan faktor produksi (input) dan proses
produksi
c. ”Bahan baku ” dari industi jasa kesehatan adalah manusia. Dalam
industri rumah sakit, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan
proses dan biaya yang seefisien mungkin.
d. Dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer) tidak
selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang
diobati rumah sakit, akan tetapi kadang-kadang bukan mereka sendiri
yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Bagi
karyawan perusahaan misalnya, mereka akan pergi ke rumah sakit
yang telah ditentukan oleh kebijakan kantornya. Pasien juga masuk
rumah sakit tertentu karena dokternya mengatakan demikian. Di luar
33
negeri pihak asuransi yang menentukan rumah sakit mana yang boleh
didatangi oleh pasien. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan
dilakukan juga tidak tergantung kepada pasiennya, tetapi tergantung
kepada dokter yang merawatnya. Jadi jelasnya, kendati pasien adalah
mereka yang memang berobat di suatu rumah sakit, tetapi keputusan
menggunakan pelayanan rumah sakit belum tentu ada di tangan
pasien.
e. Dokter bukan saja sebagai pemberi pelayanan medik, tapi juga
konsumen rumah sakit
f. Secara historis peran dokter adalah dominan. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan kewenangan yang sekarang sering menimbulkan
benturan kepentingan dengan profesi lain.
g. Pasien rumah sakit sangat bervariasi dalam aspek pendidikan, sosial,
ekonomi, budaya dan lain-lain. Sistem nilai dan harapan mereka
tentang rumah sakit juga sangat bervariasi.
Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan bentuk upaya
pelayanan kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi, yaitu usaha yang walau
bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapat surplus keuangan
dengan cara pengelolaan yang profesional dengan memperhatikan prinsip-
prinsip ekonomi. Dahulu rumah sakit merupakan tempat yang selalu
memberikan pertolongan kepada orang sakit yang sifatnya murni sosial
dan selalu mengalami defisit keuangan (Djojodibroto,2002)
34
Sasaran yang hendak dicapai dalam membangun rumah sakit yang
mampu mandiri dalam pembiayaan melalui pengelolaan langsung dana
yang diperoleh dari jasa pelayanan dan dari berbagai sumber dana lainnya.
Agar sasaran tersebut dapat tercapai maka diperlukan cara pengelolaan
yang mengikuti prinsip-prinsip manajemen.
Menurut Keputusan Menkes RI No. 983/SK/MENKES/XI/92, rumah
sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Misi khusus rumah sakit umum adalah
adalah aspirasi yang ditetapkan dan ingin dicapai oleh pemilik rumah sakit.
Organisasi rumah sakit mempunyai sejumlah sifat-sifat yang secara
serentak tidak dipunyai organisasi lain pada umumnya. Karakteristik itu
adalah:
1. Sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah profesional
2. Tugas-tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan tugas
kelompok manajerial
3. Beban kerja tidak bisa diatur
4. Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam
5. Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien
harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental,
aspek sosiokultural, dan aspek spiritual harus mendapat perhatian
penuh.
35
6. Pelayanan berjalan terus menerus 24 jam sehari
Akibat dari sifat pelayanan yang terus menerus adalah:
1. Keharusan penyediaan tenaga yang selalu setiap waktu
2. Keharusan adanya peralatan yang selalu setiap, aliran listrik yang
boleh terhenti
3. Pengawasan yang terus menerus
4. Harus selalu tersedia dana operasional setiap saat
5. Pelayanannya bersifat emergensi, harus segera dilakukan
Upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas sangat erat
hubungannya dengan sasaran Rumah Sakit dan ini berguna untuk
menentukan arah perkembangan organisasi tersebut.
a. Daya Guna
Dalam arti terbatas, efisiensi atau bagaimana cara menggunakan
dana yang tersedia sebaik mungkin dalam rangka mencapai tujuan
efisiensi dipengaruhi oleh sistem akuntansi bahkan juga struktur
organisasi.
b. Hasil guna (efektifitas)
Dalam arti terbatas, efektif adalah bagaimana caranya untuk
mencapai tujuan (hasil) yang semaksimal mungkin dengan sarana
yang tersedia. Efektif ini berhubungan dengan produktivitas, kualitas
harga yang semurah mungkin dan fungsi sosial.
36
4. Pembagian rumah sakit
Jika ditinjau dari kepemilikannya, maka rumah sakit di Indonesia
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Rumah sakit pemerintah
Rumah sakit pemerintah disini dibagi menjadi dua macam
yaitu rumah sakit milik pemerintah pusat dan rumah sakit milik
pemerintah daerah. Pada dasarnya, ada dua macam rumah sakit
pemerintah pusat yaitu langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
misalnya rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan rumah
sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo di Makassar, serta yang dikelola oleh
departemen alain seperti rumah sakit milik departemen pertambangan
dimanana Depkes hanys merumuskan kebijakan pokok bidang
kesehatan saja, sedangkan pengelolaannya oleh departemen yang
bersangkutan. Rumah sakit milik pemerintah daerah berdasarkan
Undang-undang pokok pemerintah daerah No. 5 tahun 1974
merupakan rumah sakit yang berada di daerah dan dikelola oleh
pemerintah daerah.
2. Rumah sakit swasta
Sesuai dengan Undang-undang kesehatan No. 23 tahun
1992, beberapa rumah sakit yang berada di Indonesia dikelolah oleh
pihak swasta. Pemerintah mewajubkan rumah sakit swasta
37
menyediakan 20% dari tempat tidurnya untuk masyarakat golongan
tidak mampu (Azrul 1996)
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan beberapa macam. Jiak ditinjau
dari pemiliknya maka rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas dua
macam yaitu : rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta
sedangkan ditinjau dari kemampuan yang dimiliki rumah sakit di
Indonesia dibedakan atas lima macam yaitu :
a. Rumah sakit kelas A
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan sub spesialis luas sebagai tempat rujukan tertinggi
b. Rumah sakit kelas B
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
sepesialis dan sub spesialis terbatas dan merupakan tempat
pelayanan rujukan dari rumah sakit Kabupaten.
c. Rumah sakit kelas C
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis terbatas yang terdiri dari empat pelayanan spesialis yaitu
spesialis penyakit dalam, spesialis bedah, spesialis anak dan spesialis
kandungan.
d. Rumah sakit kelas D
Rumah sakit yang hanya mampu memberikan pelayanan kedokteran
38
umum dan kedokteran gigi dan merupakan yang bersifat transisi.
e. Rumah sakit kelas E
Rumah sakit khusus yang menyelenggarakan hanya satu pelayanan
misalnya rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jiwa, rumah
sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak.
F. Kerangka Teori
Memahami perilaku konsumen dimulai dengan melihat ransangan,
tanggapan pemasaran dan lingkungan yang memasuki kesadaran pembeli,
selanjutnya karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan
menimbulkan keputusan tertentu.
Demikian pula halnya pada produk pelayanan Rawat Jalan di Rumah
Sakit. Pemanfaatan pelayanan atau kunjungan Rawat Jalan sangat
dipengaruhi dari persepsi pelanggan, oleh karena proses membeli atau
menentukan pilihan dimulai jauh sebalum pembelian yang sesungguhnya
dan mempunyai konsekwensi yang jauh setelah pembelian terjadi.
Masyarakat yang menderita suatu penyakit akan berusaha mengobati
dirinya dengan menggunakan obat yang dijual di warung-warung atau apotik.
Jika belum sembuh akan mencari fasilitas pelayanan seperti Puskesmas.
setelah obat puskesmas tidak memberikan efek yang lebih baik maka akan
ke rumah sakit untuk periksa lebih lengkap.
39
Pengobatan di rumah sakit akan melibatkan petugas kesehatan mulai
dari petugas administrasi, dokter, kemudian petugas apotik untuk penebusan
obat. Untuk pasien dengan kondisi penyakit lebih parah maka dianjurkan
untuk dirawat inap, sedangkan penyakit pasien yang masih ringan akan
berobat jalan.
G. Kerangka Konsep
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar . Kerangka Konsep
H. Hipotesis Penelitian
1. Persepsi masyarakat mengenai pelayanan kesehatan berpengaruh
terhadap minat memanfaatkan kembali instalasi rawat jalan RSUD
Tenriawaru Bone
Minat Memanfaatkan
Kembali Instalasi Rawat Jalan
RSUD Tenriawaru
Pemahaman Masyarakat
Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
RSUD Tenriawaru
Bone