pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

96
PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARAGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008 TESIS Oleh TONNY LUMBAN TOBING 057012032/AKK S E K O L A H P A S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Tonny Lumban Tobing : Pengaruh Perilaku Penderita Tb Paru Dan Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan Tb Paru Pada Keluaraga Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008, 2008 USU Repository © 2008

Transcript of pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

Page 1: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA

KELUARAGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008

TESIS

Oleh

TONNY LUMBAN TOBING 057012032/AKK

S

EK O L A

H

PA

SC A S A R JANA

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

Tonny Lumban Tobing : Pengaruh Perilaku Penderita Tb Paru Dan Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan Tb Paru Pada Keluaraga Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008, 2008 USU Repository © 2008

Page 2: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU

PADA KELUARGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan/Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TONNY LUMBAN TOBING

057012032/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Page 3: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

Telah diuji pada Tanggal : 02 Desember 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, FIHA.FACC.Sp.PD.Sp.JP Anggota : 1. dr. Surya Dharma, MPH

2. Drs. Tukiman, MKM

3. dr. Taufik Ashar, MKM

Page 4: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Tonny Lumban Tobing Nomor Pokok : 057012032 Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.dr.Sutomo Kasiman, FIHA.FACC.SpPD.SpJP) (dr.Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota Ketua Program Studi Direktur (Dr.Drs.Surya Utama,MS) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.M.Sc) Tanggal lulus : 02 Maret 2009

Page 5: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DANKONDISI RUMAH TERHADAP PENCEGAHANPOTENSIPENULARAN TBPARU

PADA KELUARGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008

TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak teradapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahun saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2009

Tonny Lumban Tobing

Page 6: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

ABSTRAK

TB Paru merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Dan Banyak menyerang kelompok usia produktif. WHO (World Health Organization) tahun 1995, memperkirakan insiden TB Paru setiap tahun sebanyak 583.000 kasus dengan angka mortality sekitar 140.000 kasus. Penyakit TB Paru di Indonesia diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus TB Paru baru. Kasus TB Paru di Sumatera Utara tahun 2004 ditemukan 12.145 kasus BTA (+) dan di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2005 ditemukan sebanyak 5.303 kasus. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh perilaku penderita dan keluarga serta kondisi rumah dalam upaya pencegahan penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara. Jenis penelitian bersifat analitik dengan rancangan case control. Sampel dalam penelitian adalah penderita TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dengan kriteria kasus adalah penderita TB Paru sebanyak 100 orang dan kriteria kontrol adalah kelompok masyarakat yang tidak menderita TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 100 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian berdasarkan uji bivariat menunjukkan ada 8 (delapan) variabel yang memiliki hubungan secara signifikan yaitu sikap (p=0,000), kepadatan hunian (p=0,000), ventilasi (p=0,000), pencahayaan (p=0,000), pendidikan (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), pembinaan petugas (p=0,000), dukungan keluarga (p=0,000) dengan potensi penularan TB Paru. Variabel yang tidak memiliki hubungan signifikan adalah lantai rumah (p=0,128).

Hasil uji multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ditemukan bahwa faktor yang paling besar memberikan pengaruh terhadap potensi penularan TB Paru adalah pendidikan (Nilai B=1,819). Pengaruh variable Independen berdasarkan uji regresi logistik terhadap potensi Penularan TB Paru diprediksikan sebesar 67,1%. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara untuk meningkatan program pencegahan melalui berbagai macam cara promosi kesehatan, advokasi ke stake holder, peningkatan kerja sama lintas sektoral yang lebih kompherensif dan adekuat, meningkatkan peran petugas dalam melaksanakan strategi DOTS, memberdayakan masyarakat, meningkatkan kemitraan, dan kepada pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan sumber daya manusia, penyediaan peralatan dan perbekalan dalam pencegahan penularan TB Paru. Kata Kunci : TB Paru, Perilaku, Kondisi Rumah, Keluarga

vi

Page 7: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

ABSTRACT

Lung Tubercolusis is health problem of the people in the world and mostly attack those in a productive age group. In 1995, the World Health Organization (WHO) estimated that the incident of lung tubercolusis was 583,000 cases every year with the mortality rate of 140,000 cases. In Indonesia, it is estimated that there are 450,000 lung tubercolusis cases every year. 12,145 cases of BTA (+) were found in Sumatera Utara in 2004 and 5,303 cases were found in Tapanuli Utara district in 2005. The purpose of this analytical study with case control design is to analyze the influence of the behavior of lung Tubercolusis patient and family as well as home condition in an attempt to prevent the spread of lung Tubercolusis in Tapanuli Utara district. The samples for this study are the Lung Tubercolusis patients in Tapanuli Utara district in 2008 with the criteria that 100 Lung Tubercolusis patients belonged to the case group and 100 persons who are not suffering from Lung Tubercolusis belonged to control group. The data for this study were collected through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through Chi-square test.

The result of bivariate analysis shows that 8 variables which have significant relationship with the potential of Lung Tubercolusis spread are attitude (p = 0.000), population density (p = 0.000), ventilation (p = 0.000), lighting (p = 0.000), education (p = 0.000), knowledge (p = 0.000), workes’ development (p = 0.000) and family support (p = 0.000). the variable which does not have significant relationship is the floor of the house (p = 0.128).

The result of multivariate analysis using logistic regression test shows that the factor which has a biggest influence on the potential of Lung Tubercolusis spread is education (B = 1.819) . The influence of independent variable based on logistic regression test on the potential of Lung Tubercolusis spread was predicted for 67.1%.

It is suggested that Tapanuli Utara Health Service improve the prevention program through various kinds of ways such as health promotion, advocation to stake holder, more comprehensive and adequate inter-sectoral cooperation, improving the role of workers in implementing DOTS strategy, community empowerment, and partnership development. The district government of Tapanuli Utara is expected to pay more attention to human resources and supply and equipment provision in preventing the spread of Lung Tubercolusis.

Key Words : Lung Tubercolusis, Behavior, Home Condition, Family

vii

Page 8: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan

pemurah yang menjadi tumpuan hidup dan harapan penulis dalam menyelesaikan

tesis ini dengan judul “Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi

Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008”. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk

memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan S2 pada Sekolah

Pascasarjana USU Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih,

kepada Bapak Prof.dr. Sutomo Kasiman, FIHA. FACC. Sp.PD. Sp.JP dan Bapak

dr. Surya Dharma, MPH selaku pembimbing yang memberi perhatian, dukungan

dan pengarahan hingga selesai tesis ini.

Terimakasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada Bapak

Drs. Tukiman, MKM dan Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku tim penguji yang

telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

Di samping itu penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara Medan.

viii

Page 9: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah

Pascasarjana USU dan seluruh staf yang telah banyak membantu.

 

4. Bapak Dr.Viktor, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli

Utara.

5. Bapak Torang Lumban Tobing selaku Bupati Kabupaten Tapanuli Utara.

6. Ibu Ruminta Sitompul selaku Kepala IBI Kabupaten Tapanuli Utara.

7. Ayahanda G. Lumban Tobing yang telah banyak memberi dukungan secara moril

dan material selama penulis melakukan perkuliahan.

8. Istri tercinta Hetty M. Girsang dan anak-anakku tersayang chandra, citra, michael

yang selalu setia mendampingi dalam segala situasi. Terimakasih atas doa,

perhatian, dukungan dan semangat yang tiada henti demi keberhasilan penulis.

9. Sahabat handaitaulan yang memberikan dukungan moral dan spritual yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat

Indonesia, khususnya Kabupaten Taput.

Medan, Desember 2008

ix

Page 10: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

10 

 

RIWAYAT HIDUP

Nama : Tonny Lumban Tobing,

Tempat/Tanggal Lahir : Porsea, 07 September 1963

Agama : Kristen

Alamat : JL. Raja Johannes No. 92 Hutabarat Tarutung

Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) Orang

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1969 – 1975 : SD HKBP Medan

Tahun 1975 – 1979 : SMP Kesatria Medan

Tahun 1979 – 1982 : SMA N 5 Medan

Tahun 1983- 1996 : FK. UMI Medan

Tahun 2005 sekarang : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Medan, Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan.

RIWAYAT PEKERJAAN

1996 – 1999 : Kapus Parsingkaman Kec. Adian Koting Kab. Taput

2000 – 2001 : Kepala RSU. HKBP Nainggolan Samosir

2001– 2002 : Kapus Parlilitan Kec. Parlilitan Kab. Taput

2002 – 2005 : Kapus Butar Kec. Pagaran Kab. Taput

2005- sekarang : Kapus Siatas Barita Kec. Siatas Kab. Taput

x

Page 11: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

11 

 

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ............................................................................................... ......... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR......................................................................................... viii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ x DAFTAR ISI........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Permasalahan ....................................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4. Hipotesis .............................................................................................. 7 1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1. Etiologi ................................................................................................. 8 2.2. Epidemiologi TB Paru .......................................................................... 9 2.3. Penularan TB Paru ............................................................................... 10

2.3.1. Gejala Penyakit TB Paru ........................................................... 11 2.3.2. Diagnosis TB Paru .................................................................... 12 2.3.3. Tipe Penderita TB Paru ............................................................. 15

2.4. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan ..................................................... 17 2.4.1. Prinsip – Prinsip Pendidikan Kesehatan ................................... 17 2.4.2. Perilaku Kesehatan .................................................................... 23

2.5. Lingkungan Perumahan ....................................................................... 24 2.5.1. Ventilasi ..................................................................................... 24 2.5.2. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian ........................................... 25 2.5.3. Lantai Rumah ............................................................................ 26 2.5.4. Pencahayaan Ruangan ............................................................... 26

2.6. Landasan Teori .................................................................................... 27 2.7. Kerangka Konsep ................................................................................ 28

xi

Page 12: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

12 

 

BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 29

3.1. Jenis Penelitian .................................................................................... 29 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .............................................. 29 3.3. Populasi dan Sampel ............................................................................ 29 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 30 3.5. Definisi Operasional ............................................................................ 31 3.6. Metode Pengukuran Data .................................................................... 33 3.7. Metode Analisa Data ........................................................................... 33

BAB 4. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 35 4.1.1. Letak Geografis dan Astronomis ............................................. 35 4.1.2. Luas Wilayah ........................................................................... 36 4.1.3. Sosiodemografi ........................................................................ 36 4.1.4. Sarana dan Tenaga Kesehatan ................................................. 38

4.2. Analisis Univariat ............................................................................... 39 4.2.1. Faktor Predisposisi ................................................................... 40 4.2.2. Faktor Enabling ........................................................................ 43 4.2.3. Faktor Reinforcing .................................................................... 45

4.3. Analisis Bivariat ................................................................................. 46 4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru ....................................................... 47 4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru ....................................................... 48 4.3.3. Hubungan Sikap dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru ....................................................... 48 4.3.4. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru ....................................................... 49 4.3.5. Hubungan Ventilasi dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru........................................................ 50 4.3.6. Hubungan Pencahayaan Ruangan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru........................................................ 50 4.3.7. Hubungan Lantai Rumah dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru........................................................ 51 4.3.8. Hubungan Pembinaan Petugas dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru........................................................ 52

xii

Page 13: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

13 

 

4.3.9. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru........................................................ 52

4.4. Analisis Multivariat............................................................................... 53 BAB 5. PEMBAHASAN ..................................................................................... 56

5.1. Faktor Predisposisi ................................................................................ 56 5.2. Faktor Enabling..................................................................................... 58 5.3. Faktor Reinforcing ................................................................................ 61 5.4. Strategi Pencegahan Penyakit TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara . 63 5.5. Aplikasi Model Regresi Logistik .......................................................... 64 5.6. Keterbatasan Peneliti............................................................................. 65

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 67 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 67 6.2. Saran .................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69

xiii

Page 14: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

14 

 

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ............................. 31 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................................... 36 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................................................ 37 4.3. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................................................ 38 4.4. Jumlah Fasilitas Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ....................................... 39 4.5. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008............................. 40 4.6. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008............................. 41 4.7. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................. 41 4.8. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pengetahuan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................. 42 4.9. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Sikap di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................. 42 4.10. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Kepadatan Hunian di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008............................. 43 4.11. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Ventilasi di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................. 44 4.12. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pencahayaan Ruangan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008............................. 44

xiv

Page 15: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

15 

 

4.13. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Lantai Rumah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ............................. 45 4.14. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pembinaan Petugas di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ...................... 45 4.15. Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Dukungan Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ...................... 46 4.16. Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................ 47 4.17. Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................ 48 4.18. Hubungan Sikap dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................ 48 4.19. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ....... 49 4.20. Hubungan Ventilasi dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................ 50 4.21. Hubungan Pencahayaan Ruangan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ....... 50 4.22. Hubungan Lantai Rumah dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ........................ 51 4.23. Hubungan Pembinaan Petugas dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ....... 52 4.24. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 ....... 52 4.25. Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Dominan dalam Pencegahan Potensi Penularan dengan Nilai P < 0,25 .................... 54

xv

Page 16: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

16 

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Skema Modifikasi Teori Blum dan Green ...................................... 22 2.2. Kerangka Konsep ............................................................................ 28

xvi

Page 17: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

17 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian ....................................................................... 71 2. Master Data Penelitian ................................................................... 88 3. Surat Izin Penelitian ....................................................................... 90 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................... 92

 

xvii

Page 18: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

18 

 

BAB  1 

PENDAHULUAN 

 

1.1. Latar Belakang 

Derajat  kesehatan  merupakan  salah  satu  indikator  kemajuan  suatu  masyarakat. 

Faktor  yang mempengaruhi  derajat  kesehatan masyarakat  diantaranya  tingkat  ekonomi, 

pendidikan, keadaan lingkungan, kesehatan dan sosial budaya (Depkes RI, 2006) 

TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan 

keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi 

yang  disebabkan  oleh Mycobacterium  tuberculosis.  Penyakit  ini  ditularkan melalui  udara 

yaitu percikan  ludah, bersin dan batuk.  Penyakit  TB paru biasanya menyerang paru  akan 

tetapi dapat pula menyerang organ tubuh lain (Aditama, 2002). 

TB paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit TB paru 

banyak  menyerang  kelompok  usia  produktif.  Kebanyakan  berasal  dari  kelompok  sosial 

ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang rendah (Aditama, 1994). 

WHO  (World  Health  Organization)  tahun  1995, memperkirakan  insiden  TB  paru 

setiap tahun sebanyak 583.000 kasus dengan angka mortality sekitar 140.000 kasus. TB paru 

merupakan  penyebab  kematian  ketiga  terbesar  setelah  penyakit  kardiovaskuler  dan 

penyakit  saluran  pernapasan  dan  merupakan  nomor  satu  terbesar  penyebab  kematian 

dalam kelompok penyakit infeksi (Crofton, 2002). 

Page 19: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

19 

 

TB  paru  adalah  penyakit  yang  erat  kaitannya  dengan  ekonomi  lemah  dan 

diperkirakan  95%  dari  jumlah  kasus  TB  paru  terjadi  di  negara  berkembang  yang  relatif 

miskin. Menurut WHO  tahun  1999,  Indonesia merupakan  penyumbang  penyakit  TB  paru 

terbesar nomor  tiga di dunia  sebanyak 583.000 kasus  setelah  India  sebanyak 2  juta kasus 

dan Cina sebanyak 1,5 juta kasus (Depkes RI, 2002). 

Survei  prevalensi  TB  paru  yang  dilaksanakan  di  beberapa  negara  seperti  Ethiopia 

189 per 100.000 penduduk BTA (+) pada kelompok umur di atas 14 tahun (2001), Cina 122 

per 100.000 penduduk dengan BTA  (+)  (2000), Philipina 3,1 BTA(+) dan 8,1 kultur  (+) per 

1.000 penduduk, dan Korea 70 BTA (+) per 100.000 penduduk (1995) (Gotama, 2002). 

Penyakit  TB  paru  juga merupakan masalah  kesehatan  di  Indonesia.  Diperkirakan 

setiap  tahun  450.000  kasus  baru  TB  paru,  dimana  sekitar  1/3  penderita  terdapat  di 

puskesmas,  1/3  di  pelayanan  rumah  sakit,  klinik  pemerintah  maupun  swasta  dan  1/3 

ditemukan  di  unit  pelayanan  kesehatan  yang  tidak  terjangkau  seperti  pengobatan 

tradisional.  Penderita  TB  paru  di  Indonesia  sebagian  besar  terjadi  pada  kelompok  usia 

produktif dan sosial ekonomi rendah (Depkes RI,2004). 

Upaya  penurunan  TB  paru  di  Indonesia  telah  di mulai  sejak  diadakan  simposium 

pemberantasan  TB  paru  di  Ciloto  tahun  1969.  Namun  sampai  sekarang  perkembangan 

penanggulangan TB paru belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal  ini  terlihat 

dari proporsi kematian akibat TB paru telah terjadi peningkatan dari tahun 1980, 1986, dan 

1992 secara berturut‐turut 8,4%, 8,6%, dan 9,4% (Depkes RI, 1995). 

Page 20: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

20 

 

Profil kesehatan  Indonesia  tahun 2004, cakupan penemuan kasus TB paru dengan 

BTA (+) sebanyak 128.901 kasus. Propinsi dengan Case Detection Rate (CDR) terbesar adalah 

Sulawesi Utara dengan ditemukan 3.056 kasus BTA  (+), Gorontalo ditemukan 1.088 kasus 

BTA (+), Sulawesi Selatan diperkirakan BTA (+) 9793 kasus (Depkes RI, 2004). 

Insiden dan prevalensi dari hasil survei TB paru tahun 2004, tampak ada perbedaan 

insiden  dan  prevalensi  antara  wilayah  di  Indonesia.  Insiden  BTA  (+)  bervariasi  yaitu 

64/100.000 penduduk untuk wilayah DI Yogyakarta dan Bali, 107/100.000 penduduk untuk 

propinsi di Pulau Jawa (kecuali DI Yogyakarta) 160/100.000 penduduk untuk Sumatera dan 

210/100.000  penduduk  untuk  propinsi‐propinsi  di  Wilayah  Indonesia  Timur  (Depkes  RI, 

2004). 

Kasus TB paru di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Profil Kesehatan  Indonesia 

tahun  2004  diperkirakan  BTA  (+)  14.310  kasus  dan  ditemukan  12.145  kasus  BTA  (+) 

(84,87%). Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2004, kasus TB paru 

sebanyak  12.145  orang  dengan  angka  kesembuhan  67,07%,  (8145  orang)  tahun  2005 

penderita TB paru sebanyak 14.548 orang dengan angka kesembuhan sebesar 53,98% (7853 

orang). 

Profil kesehatan Propinsi Sumatera Utara  tahun 2005, penyakit TB paru  terbanyak 

berada  di  Kabupaten  Tapanuli  Selatan  dengan  jumlah  kasus  sebanyak  5.303  orang, 

Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah kasus sebanyak 816 orang, Kabupaten Labuhan Batu 

dengan jumlah kasus sebanyak 809 orang. 

Page 21: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

21 

 

Profil Kesehatan Kab. Tapanuli Utara  tahun 2005, dilaporkan  jumlah penderita TB 

paru sebanyak 182 orang, tahun 2006 sebanyak 216 orang, tahun 2007 sebanyak 434 orang. 

Sedangkan  tahun  2008  dilaporkan  jumlah  penderita  TB  paru  sebanyak  534  orang. 

Peningkatan  TB  paru  di  Tapanuli  Utara  yang  signifikan  terjadi  pada  tahun  2007  sebesar 

101,8%.  Peningkatan  kasus  TB  paru  tersebut  dipengaruhi  oleh  berbagai  macam  faktor 

seperti perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah. 

Pengamatan  yang dilakukan  terhadap perilaku masyarakat di  Kabupaten  Tapanuli 

Utara  yang  tidak  patuh  dalam  pengobatan  TB  paru  membuat  bakteri  TB  paru  menjadi 

resisten pada tubuh. Pengawasan selama proses pengobatan yang berlangsung tidak dapat 

terlaksana  dengan  baik  oleh  keluarga  maupun  penderita  sendiri.  Penderita  merasa 

pengobatan  yang  dijalani  tidak  memberikan  dampak  yang  signifikan  sebagai  upaya 

penyembuhan penyakit TB paru yang di derita dalam waktu yang relatif singkat. 

Perilaku sebahagian masyarakat di Tapanuli Utara juga menganggap bahwa penyakit 

TB  paru  merupakan  penyakit  memalukan  sehingga  tidak  mau  segera  mengunjungi 

pelayanan kesehatan untuk segera mendapatkan pengobatan. Masyarakat di Tapanuli Utara 

yang  masih  memiliki  adat  istiadat  yang  kental  dan  terkadang  masih  ada  yang  percaya 

terhadap  kekuatan  gaib, menganggap bahwa penyakit  TB paru merupakan penyakit  yang 

disebabkan oleh kekuatan gaib sehingga penderita TB paru melakukan pengobatan secara 

tradisional. Perilaku masyarakat banyak memberikan peranan dalam penyebaran TB paru 

dan kegagalan dalam pengobatan secara tuntas, sehingga setiap tahunnya selalu ada kasus 

Page 22: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

22 

 

baru  yang  tercatat.  Selain  perilaku,  lingkungan  terutama  kondisi  rumah  juga  memiliki 

peranan  dalam  penyebaran  bakteri  TB  paru  ke  orang  yang  sehat.  Bakteri  TB  paru  yang 

terdapat di udara saat penderita TB paru bersin akan dapat bertahan hidup  lebih  lama jika 

keadaan udara  lembab dan  kurang  cahaya. Penyebaran bakteri  TB paru  akan  lebih  cepat 

menyerang orang  sehat  jika berada dalam  rumah yang  lembab, kurang  cahaya dan padat 

hunian. 

Sikap masyarakat di Tapanuli Utara yang beranggapan bahwa TB paru merupakan 

penyakit  batuk  biasa  yang  dapat  sembuh  dengan  sendirinya  dengan mengkonsumsi  obat 

batuk  biasa  yang  dijual  secara  bebas  juga  menghambat  upaya  penanggulangan  dan 

penyembuhan TB paru. Penderita TB paru yang   merasa batuknya merupakan batuk biasa 

datang  ke  puskesmas  setelah  bakteri  TB  paru  menyebar  ke  paru‐paru  dan  penderita 

semakin lemah. 

Menurut observasi  lapangan yang dilakukan pada bulan April 2008 kondisi  rumah 

masyarakat  di  Tapanuli  Utara  yang  kebanyakan  kurang  cahaya  baik  cahaya  matahari 

langsung  maupun  cahaya  buatan  menyebabkan  bakteri  TB  paru  dapat  bertahan  hidup 

selama 3 bulan. Dengan kondisi bakteri TB paru yang bertahan hidup selama 3 bulan dan 

rumah yang padat hunian mempunyai peluang besar untuk menimbulkan kasus baru dalam 

satu rumah. 

Berdasarkan  survei  awal  tahun  2008  dan  pengamatan  yang  dilakukan  peneliti 

terhadap  jumlah kasus TB paru, perilaku masyarakat dan kondisi  rumah di Tapanuli Utara 

maka  perlu  dilakukan  penelitian  yang  bersifat  preventif  dalam  upaya  penanggulangan 

Page 23: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

23 

 

penyakit  TB  paru  dengan memperhatikan  perilaku  penderita  TB  paru  dan  keluarga  serta 

kondisi rumah penderita sekaligus sebagai upaya penurunan dan penanggulangan kasus TB 

paru di Kabupaten Tapanuli Utara. 

1.2  Permasalahan 

Upaya  penanggulangan  TB  paru  telah  menjadi  program  nasional  dengan 

memberikan pengobatan gratis kepada penderita TB paru. Tetapi program tersebut belum 

dapat terlaksana secara optimal dengan adanya insiden baru setiap tahunnya. Di Kabupaten 

Tapanuli Utara penderita TB paru baru  selalu muncul  setiap  tahunnya meskipun program 

pemerintah  telah  dijalankan  secara  optimal.  Berdasarkan  kondisi  tersebut maka muncul 

suatu permasalahan  yaitu bagaimana  pengaruh perilaku dan  kondisi  rumah  dalam upaya 

pencegahan penularan TB paru di Kabupaten Tapanuli Utara. 

1.3.  Tujuan Penelitian 

Penelitian  ini  bertujuan  untuk  menganalisa  pengaruh  perilaku  penderita  dan 

keluarga  serta  kondisi  rumah  dalam  upaya  pencegahan  penularan  TB  paru  di  Kabupaten 

Tapanuli Utara. 

 

 

 

 

 

Page 24: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

24 

 

1.4  Hipotesis 

Ada  pengaruh  perilaku  penderita  dan  keluarga  serta  kondisi  rumah  masyarakat 

dalam upaya pencegahan penularan TB paru di Kabupaten Tapanuli Utara. 

1.5.  Manfaat Penelitian 

1. Sebagai  bahan  masukan  dan  evaluasi  dalam  menetapkan  serta  menentukan 

kebijakan  kesehatan  dalam  upaya  pencegahan  penularan  dan  penurunan  angka 

penyakit TB paru. 

2. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Page 25: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxv 

 

BAB  2 

TINJAUAN PUSTAKA 

 

2.1. Etiologi 

  Penyakit  TB  paru merupakan  penyakit  infeksi  yang  disebabkan  bakteri  berbentuk 

basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis dan dapat menyerang semua 

golongan umur. Penyebaran  TB paru melalui perantara  ludah  atau dahak penderita  yang 

mengandung basil tuberkulosis paru. 

  Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai 

Batang  Tahan  Asam  (BTA).  Bakteri  ini  pertama  kali  ditemukan  oleh  Robert  Koch  pada 

tanggal 24 Maret 1882,  sehingga untuk mengenang  jasanya bakteri  tersebut diberi nama 

baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru‐paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum 

(KP). 

Penyakit  TBC  biasanya  menular  melalui  udara  yang  tercemar  dengan  bakteri 

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak‐

anak  sumber  infeksi  umumnya  berasal  dari  penderita  TBC  dewasa. Bakteri  ini  bila  sering 

masuk dan terkumpul di dalam paru‐paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama 

pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh 

darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab  itulah  infeksi TBC dapat menginfeksi hampir 

seluruh organ  tubuh  seperti: paru‐paru, otak,  ginjal,  saluran pencernaan,  tulang,  kelenjar 

 

Page 26: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxvi 

 

getah bening, dan lain‐lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu 

paru‐paru.   

 

2.2. Epidemologi TB Paru 

  Survei prevalensi TB paru  tahun 2004 di  Indonesia dengan  jumlah  sampel 86.000 

rumah tangga menemukan bahwa pengetahuan masyarakat yang berada di pedesaan lebih 

rendah  di  banding  masyarakat  perkotaan  mengenai  gejala‐gejala  penyakit  TB  paru, 

penularan TB paru. Hasil survei juga menemukan bahwa sikap masyarakat pedesaan dalam 

pencarian pengobatan TB paru  lebih rendah dibanding masyarkat di perkotaan (Depkes RI, 

2004). 

  Penelitian  follow  up  yang  dilakukan Gotama  (2002),  di  Tangerang menyimpulkan 

bahwa  sanitasi perumahan yang  jelek, pemakaian  sumber air minum, dan air bersih yang 

tidak terlindungi menyebabkan peningkatan kasus TB paru sebesar 0,5%. 

  Penelitian  yang  dilakukan  Firdous  (2005)  di  poli  paru  Rumah  Sakit  Persahabatan 

jakarta  menemukan  bahwa  faktor‐faktor  yang  mempunyai  hubungan  bermakna  dengan 

kesembuhan /ketidaksembuhan orang yang sedang berobat TB paru adalah merokok (OR = 

7,78), penghasilan  (OR = 7,56), pengetahuan  tentang TB paru  (OR = 5,51),  sikap  terhadap 

proses poengobatan Tb paru (OR = 6,27), perilaku (OR  

= 6,83), keadaan rumah di pandang dari segi kesehatan (OR = 6,68), program OAT gratis drai 

pemerintah (OR = 4,15), PMO (OR = 4,52), keadaan gizi (OR = 9,95). 

 

Page 27: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxvii 

 

  Penelitian yang dilakukan Sukana (1998), di Daerah Tingkat II Kabupaten Tangerang, 

diperoleh angka ketaatan minum obat penderita dengan memberdayakan  tenaga anggota 

keluarga  lebih  baik/berbeda  makna  dibandingkan  dengan  tanpa  pemanfaatan  anggota 

keluarga tenaga PMO. Angka konversi BTA (+) setelah terapi intensif (2 bulan) adalah 81,8% 

dan 62,5% untuk kasus dengan PMO dari anggota keluarga  tanpa PMO,  sedangkan angka 

konversi BTA (‐) akhir terapi adalah masing‐masing 100%. Angka konversi dahak poenderita 

setelah terapi intensif pada akhir terapi antara dua kelompok tidak berbeda makna (P>0,05). 

2.3.  Penularan TB paru 

  Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA (+). Penularan terjadi pada 

waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri ke udara 

dalam bentuk droplet  (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan 

di  udara  pada  suhu  kamar  selama  beberapa  jam,  orang  dapat  terinfeksi  kalau  droplet 

tersebut  terhirup  ke  dalam  pernapasan.  Setelah  kuman  TB  paru masuk  kebagian  tubuh 

lainnya  melalui  sistem  peredaran  darah,  sistem  saluran  limfe,  saluran  nafas,  atau 

penyebaran langsung ke bagian‐bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002). 

  Daya  penularan  dari  seorang  penderita  ditentukan  oleh  banyaknya  kuman  yang 

dikeluarkan  dari  parunya.  Makin  tinggi  derajat  positif  hasil  pemeriksaan  dahak,  makin 

menular  penderita  TB  paru  tersebut.  Bila  hasil  pemeriksaan  dahak  negatif  (tidak  terlihat 

kuman) maka  penderita  tersebut  tidak menularkan.  Kemungkinan  seorang  terinfeksi  TB 

paru  ditentukan  oleh  konsentrasi  droplet  dalam  udara  dan  lamanya  menghirup  udara 

tersebut (Depkes RI, 2002). 

 

Page 28: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxviii 

 

  Perlu  diketahui  bahwa  basil  tuberkulosis  dalam  paru  tidak  hanya  keluar  ketika 

penderita  TB  paru  batuk.  Basil  tuberkulosis  juga  dapat  keluar  bila  penderita  bernyanyi, 

bersin  atau  bersiul. Di  Jepang  dan  Inggris  telah  ada  beberapa  kali  laporan menunjukkan 

penularan  tuberkulosis pada murid  sekolah,  terutama  yang duduk di barisan depan  yang  

tertular dari guru yang mengajar di depan kelas (Aditama, 1994). 

  Hal  penting  yang  perlu  diketahui  bahwa  tidak  semua  orang  yang  terhirup  basil 

tuberkulosis akan mejadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil tuberkulosis. Risiko 

orang  terinfeksi TB paru untuk menderita TB Paru pada ARTI  (Annual Risik of Tuberculosis 

Infenction)  sebesar  1%.  Hal  ini  berarti  diantara  100.000  penduduk  rata‐rata  terjadi  100 

penderita TB paru baru  setiap  tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif  (Depkes RI, 

2002). 

2.3.1  Gejala Penyakit TB Paru 

  Gejala penyakit pada penderita TB paru dapat dibagi menjadi gejala  lokal di paru 

dan  gejala pada  seluruh  tubuh  secara umum. Gejala di paru  tergantung pada banyaknya 

jaringan  paru  yang  sudah  rusak  karena  gejala  penyakit  TB  paru  ini  berkaitan  bagaimana 

bentuk kerusakan paru yang ada (Aditama, 1994). 

  Gejala paru seseorang yang dicurigai menderita TB paru dapat berupa: 

1. Batuk lebih dari 3 minggu 

2. Batuk berdarah 

3. Sakit di dada selama lebih dari 3 minggu 

 

Page 29: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxix 

 

4. Demam selama lebih dari 3 minggu 

  Semua gejala tersebut diatas mungkin disebabkan penyakit lain, tetapi bila terdapat 

tanda‐tanda yang manapun diatas, dahak perlu dilakukan pemeriksaan (Crofton, 2002) 

Gejala tubuh penderita tuberkulosis secara umum dapat berupa; 

1. Keadaan  umum,  kadang‐kadang  keadaan  penderita  TB  paru  sangat  kurus,  berat 

badan menurun, tampak pucat atau tampak kemerahan 

2. Demam,  penderita  TB  paru  pada malam  hari  kemungkinan mengalami  kenaikan 

suhu badan secara tidak teratur 

3. Nadi, pada umumnya penderita TB paru meningkat seiring dengan demam 

4. Dada,  seringkali  menunjukkan  tanda‐tanda  abnormal.  Hal  paling  umum  adalah 

krepitasi halus di bagian atas pada satu atau kedua paru. Adanya suara pernapasan 

bronkial  pada  bagian  atas  kedua  paru  yang menimbulkan Wheezing  terlokalisasi 

disebabkan oleh tuberkulosis (Crofton, 2002). 

2.3.2.  Diagnosis TB Paru 

  Diagnosis  TB  paru  ditegakkan  berdasarkan  gejala  klinik,  pemeriksan  jasmani 

radiologi  dan  pemeriksaan  laboratorium.  Di  Indonesia,  pada  saat  ini  uji  tuberkulin  tidak 

mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB paru pada orang dewasa, sebab sebagian 

besar masyarakat  Indonesia sudah  terinfeksi Mycobacterium  tuberculosis karena  tingginya 

prevalensi  TB  paru.  Uji  tuberkulin  positif  hanya  menunjukkan  bahwa  orang  yang 

bersangkutan pernah terpapar Mycobacterium tuberculosis (Depkes RI, 2004). 

1. Gejala Klinik 

 

Page 30: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxx 

 

  Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu, gejala respiratorik dan 

gejala sistemik. 

a. Gejala respiratorik dapat berupa 

1) Batuk lebih atau sama dengan 3 minggu 

2) Batuk darah 

3) Sesak napas 

4) Nyeri dada 

b. Gejala sistemik 

1)  Demam 

2)  Gejala  sistemik  lain:  malaise,  keringat  malam,  anoreksia,  berat  badan 

menurun. 

2. Pemeriksaan Jasmani 

  Pemeriksaan  jasmani akan dijumpai sangat tergantung  luas dan kelainan struktural 

paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya atau sulit sekali menemukan kelainan. 

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah  lobus superior terutama daerah apex dan 

segmen  posterior,  serta  daerah  apex  lobus  inferior.  Pada  pemeriksaan  jasmani  dapat 

ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas lemah, ronkhi basa, tanda‐

tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum (Aditama, 2002). 

3. Pemeriksaan Radiologik 

   Pemeriksaan radiologi standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. 

Pemeriksaan  lain atas  indikasi:L  foto apiko‐lordotik, oblik, CT scan. Pada pemeriksaan  foto 

 

Page 31: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxi 

 

toraks  tuberkulosis  dapat  memberi  gambaran  bermacam‐macam  bentuk  (multiforom). 

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: 

a. Bayangan  berawan/nodular  di  segmen  apikal  dan  posterior  lobus  atas  paru  dan 

segmen superior lobus bawah. 

b. Kapitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan berawan atau nodular. 

c. Bayangan bercak milier. 

d. Efusi pleura unilateral. 

Gambaran radiologist yang dicurigai lesi TB inaktif: 

a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas 

b. Kalsifikasi atau fibrotik 

c. Fibrothorax dan atau penebalan pleura 

4. Pemeriksaan laboratorium 

  Pemeriksaan  laboratorium  dapat  berupa  pemeriksaan  bakteriologi,    pemeriksaan 

darah dan uji tuberkulin. 

a. Pemeriksaan bakteriologik 

  Pemeriksaan  bakteriologi  untuk menemukan  kuman  tuberkulosis mempunyai  arti 

yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahkan untuk pemeriksaan bakteriologi 

ini dapat berasal dari sputum, bilasan bronkhitis, jaringan paru, cairan pleura 

b. Pemeriksaan darah 

  Hasil  pemeriksaan  darah  rutin  kurang menunjukkan  indikator  yang  spesifik  untuk 

tuberkulosis.  Laju Endap Darah  (LED)  jam pertama dan  kedua dibutuhkan. Data  ini dapat 

 

Page 32: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxii 

 

dipakai sebagai  indikator  tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologi penderita, 

sehingga dapat digunakan untuk  salah  satu  respon  terhadap pengobatan penderita  serta 

kemungkinan  sebaga  predeteksi  tingkat  penyembuhan  penderita.  Demikian  pula  kadar 

limfosit dapat menggambarkan biologik/daya tahan tubuh penderita, yaitu dalam keadaan 

supresi/tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal 

tidak menyingkirkan tuberkulosis. 

 

c. Uji Tuberkulin 

Pemeriksaan  ini  sangat  berarti  dalam  usaha mendeteksi  infeksi  TB  paru  di  darah 

dengan prevalensi  tuberkulosis  rendah. Di  Indonesia dengan prevalensi  tuberkulosis  yang 

tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti apalagi pada 

orang  dewasa.  Uji  ini  akan  mempunyai  makna  bila  didapatkan  konversi  dari  uji  yang 

dilakukan sebelumnya atau apabila ada kepositifan uji yang di dapat besar sekali atau timbul 

bulae. 

2.3.3.  Tipe Penderita TB Paru 

  Tipe  penderita  ditetntukan  berdasarkan  riwayat  pengobatan  sebelumnya.  Ada 

beberapa tipe penderita, yaitu: 

1. Kasus baru 

Adalah  penderita  yang  belum  pernah  diobati  dengan  OAT  atau  sudah  pernah 

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). 

 

Page 33: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxiii 

 

2. Kambuh (Relaps) 

Adalah  penderita  TB  paru  yang  sebelumnya  pernah  mendapat  pengobatan 

tuberkulosis  dan  telah  dinyatakan  sembuh  kemudian  kembali  lagi  berobat  dengan  hasil 

pemeriksaan dahak BTA positif. 

3. Pindahan (Transfer In) 

Adalah penderita yang  sedang mendapat pengobatan di  suatu kabupaten/kota  lain 

dan kemudian pindah berobat ke kabupaten/kota  lain. Penderita pindahan  tersebut harus 

membawa surat rujukan/pindah. 

4. Lalai 

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan 

atau  lebih,  kemudian  datang  kembali  berobat.  Umumnya  penderita  tersebut  kembali 

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 

5. Lain‐lain 

a. Gagal 

  Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif 

pada akhir bulan ke‐5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih). 

b. Kronis 

  Adalah  penderita  dengan  hasil  pemeriksaan  basil  BTA  positif  setelah  selesai 

pengobatan ulang kategori 2 (depkes RI, 2002). 

Program penanggulangan Tuberkulosis (DepKes 2002). 

 

Page 34: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxiv 

 

Strategi : 

1. Paradigma Sehat 

a.  Meningkatkan  penyuluhan  untuk  menemukan  kontak  sedini    mungkin,  serta 

meningkatkan cakupan program. 

b.  Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat. 

c.  Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu. 

2. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO 

a.  Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. 

b.  Diagnosa TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. 

c.  Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis  (OAT)  jangka pendek dengan 

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). 

d.  Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. 

e.  Pencatatan  dan  pelaporan  secara  baku  untuk  memudahkan  pemantauan  dan 

evaluasi program penanggulangan TBC. 

3. Peningkatan mutu pelayanan. 

a.  Pelatihan seluruh tenaga pelaksana. 

b.  Ketetapan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. 

c.  Kualitas labolatorim diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check). 

 

Page 35: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxv 

 

d.  Untuk  menjaga  kualitas  pemeriksaan  labolatorium,  dibentuklah  KPP  (Kelompok 

Puskesmas Pelaksana)  terdiri dari 1  (satu) PRM  (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) 

dan  beberapa  PS  (Puskesmas  Satelit). Untuk  daerah  dengan  geografis  sulit  dapat 

dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri). 

e.  Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan. 

f.  Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus. 

g.  Keteraturan  menelan  obat  sehari  –  hari  diawasi  oleh  pengawas  oleh  Pengawas 

Menelan Obat  (PMO). Keteraturan pengobatan    tetap merupakan  tanggung  jawab 

petugas kesehatan. 

h.  Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar. 

2.4.  Pendidikan dan Perilaku Kesehatan 

2.4.1.  Prinsip‐Prinsip Pendidikan Kesehatan 

Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting 

untuk menunjang program‐program kesehatan  lain,  tetapi pada kenyataannya pengakuan 

ini  tidak  didukung  oleh  kenyataan.  Program‐program  pelayanan  kesehatan  kurang 

melibatkan  pendidikan  kesehatan, meskipun  ada  tetapi  kurang  efektif. Argumentasi  yang 

dikemukakan untuk hal  ini adalah karena pendidikan kesehatan  itu  tidak segera dan  tidak 

jelas memperlihatkan hasilnya. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan itu tidak segera 

membawa manfaat bagi masyarakat, yang dapat dengan mudah dilihat atau diukur, karena 

 

Page 36: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxvi 

 

pendidikan  adalah  behavior  investment  jangka  panjang.  Hasil  investment  pendidikan 

kesehatan  baru  dapat  dilihat  beberapa  tahun  kemudian.  Dalam  waktu  yang  pendek 

(immediate  impact)  pendidikan  kesehatan  hanya  menghasilkan  perubahan  atau 

peningkatan  pengetahuan masyarakat,  sedangkan  peningkatan  pengetahuan  saja,  belum 

berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan. 

Pengetahuan  kesehatan  akan  berpengaruh  kepada  perilaku,  sebagai  hasil  jangka 

menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan 

akan berpengaruh kepada meningkatnya  indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran 

(outcome)  pendidikan  kesehatan.  Hal  ini  berbeda  dengan  program  kesehatan  yang  lain, 

terutama program pengobatan yang dapat  langsung memberikan hasil (immediate  impact) 

terhadap penurunan kesakitan. 

Menurut H.L. Blum di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang sudah maju.  

Belum  menyimpulkan  bahwa  lingkungan  mempunyai  andil  yang  paling  besar  terhadap 

status kesehatan, dan berturut‐turut disusul oleh perilaku, memberikan andil nomor dua,  

dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil 

terhadap suatu kesehatan (Notoatmodjo,2002). 

Bagaimana  proporsi  pengaruh  faktor‐faktor  tersebut  terhadap  status  kesehatan 

dinegara‐negara  berkembang  terutama  di  Indonesia,  belum  ada  penelitiannya.  Bila 

dilakukan penelitian, mungkin perilaku mempunyai kontribusi yang  lebih besar. Meskipun 

variabel  ekonomi  di  sini  belum mewakili  seluruh  variabel  lingkungan,  tetapi  paling  tidak 

pengaruh perilaku lebih besar daripada variabel lain. 

 

Page 37: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxvii 

 

Selanjutnya  Green  dan  Marshall  (2005)  menjelaskan  bahwa  perilaku  itu 

dilatarbelakangi  atau dipengaruhi oleh  tiga  faktor pokok  yakni  :  faktor‐faktor predisposisi 

(predisposing  factors),  faktor‐faktor  yang mendukung  (enabling  factor)  dan  faktor‐faktor 

yang  memperkuat  atau  mendorong  (reinforcing  factor).  Oleh  sebab  itu,  pendidikan 

kesehatan  sebagai  faktor  usaha  intervensi  perilaku  harus  diarahkan  kepada  ketiga  faktor 

pokok tersebut. 

Faktor  predisposisi  adalah  faktor  yang  dapat  mempermudah  atau 

mempredisposisikan  terjadinya  perilaku  pada  diri  seseorang  atau masyarakat.  Beberapa 

komponen yang termasuk faktor predisposisi yang berhubungan langsung dengan perilaku, 

antara  lain  pengetahuan,  sikap,  kepercayaan,  nilai‐nilai,  dan menyadari  kemampuan  dan 

keperluan  seseorang  atau masyarakat  terhadap  apa  yang  dilakukannya. Hal  ini  berkaitan 

dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu tindakan ,    (Green 

dan Marshall, 2005).  

Sebagai contoh perilaku masyarakat  untuk memeriksakan kesehatannya akan lebih 

baik,  jika masyarakat  tahu apa manfaat periksa kesehatan  tahu  siapa dan dimana periksa 

kesehatan  tersebut  dilakukan.  Demikian  pula,  perilaku  tersebut  akan  dipermudah  jika 

masyarakat yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif  terhadap periksa kesehatan. 

Kepercayaan,  tradisi,  sistem,  nilai  di  masyarakat  setempat  juga  dapat  mempermudah 

(positif) atau mempersulit (negatit) perilaku seseorang, (Notoatmodjo, 2005). 

Pada  umumnya,  faktor  enabling  memudahkan  penampilan  seseorang  atau 

masyarakat  untuk  melakukan  suatu  tindakan.  Faktor  ini  meliputi  sumber‐sumber  daya 

 

Page 38: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxviii 

 

pelayanan  kesehatan  dan masyarakat  yaitu  ketersediaan,  kemudahan,  dan  kesanggupan. 

Termasuk  juga  keadaan  fasilitas  orang  untuk  bertindak  seperti  ketersediaan  transportasi 

atau  ketersediaan program  kesehatan.  Faktor  enabling  juga meliputi  keterampilan orang, 

organisasi, atau masyarakat untuk melaksanakan perubahan perilaku, (Green dan. Marshall, 

2005). 

Faktor  enabling  menjadi  target  langsung  dari  organisasi  masyarakat  atau 

perkembangan  organisasi  dan  intervensi  training  dalam  suatu    program  dan  terdiri  dari 

somber daya dan keahlian baru yang diperlukan untuk melakukan tindakan  kesehatan dan 

tindakan  kemasyarakatan  yang  diperlukan    untuk  mengubah  lingkungan.  Sumber  daya 

meliputi organisasi, individu dan kemudahan dari fasilitas 

pelayanan kesehatan, sekolah dan klinik. Keahlian kesehatan perorangan seperti pendidikan 

kesehatan sekolah, merupakan tindakan kesehatan khusus. Keahlian dalam rnempengaruhi 

masyarakat, digunakan untuk tindakan sosial dan perubahan masyarakat dalam melakukan 

tindakan kesehatan, (Green dan Marshall, 2005). 

Menurut  Notoatmodjo  (2005),  faktor  enabling  adalah  faktor  pemungkin  atau 

pendukung  seperti  fasilitas,  sarana,  atau  prasarana  yang  mendukung  atau  yang 

memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.  

Faktor  reinforcing  adalah  konsekuensi  dari  determinan  perilaku,  dengan  adanya 

umpan balik  (feedback) dan dukungan  sosial. Faktor  reinforcing meliputi dukungan  sosial, 

pengaruh  dan  informasi  serta  feedback  oleh  tenaga  kesehatan.  Dalam  pengembangan 

program kesehatan, sumber daya yang mendukung sangat tergantung pada tujuan dan jenis 

 

Page 39: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xxxix 

 

program. Dalam program kesehatan kerja, sumber daya manusia adalah pekerja, supervisor, 

pemimpin; dan anggota keluarganya dapat 

menjadi  penguat    program.  Dalam  perencanaan  perawatan  pasien,  sebagai  penguat 

(reinforcement)  adalah  perawat  pasien,  dan  anggota  keluarganya,  (Green  dan  Marshall 

2005). 

Reinforcing dapat positif atau negatif,  tergantung dari  sikap dan perilaku orang di 

dalam lingkungannya (Green dan Marshall, 2005).  

Pendapat Blum dan Green dapat dimodifikasi sebagai berikut : 

Keturunan 

 

Pelayanan             Status Lingkungan 

Kesehatan         Kesehatan 

                                                     

                                                      Perilaku 

 

 

 

Predisposing Factors 

(pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, 

Enabling Factors 

(ketersediaan sumber‐sumber/fasilitas)

Reinforcing Factors 

(sikap dan perilaku 

 

 

Page 40: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xl 

 

 Pemeberdayaan Pada Masyarakat Pemasaran Sosial Pengembangan Organisasi

 

Komunikasi 

Dinamika 

Training Pengembangan organisasi 

 

 

 Pendidikan Kesehatan 

 

 

                          Sumber : Notoadmodio (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. 

Gambar 2.1.: Skema Modifikasi Teori Blum dan Green 

 

 

Dari  skema  tersebut  dapat  ditarik  suatu  kesimpulan  bahwa,  peranan  pendidikan 

kesehatan  adalah  melakukan  intervensi  faktor  perilaku,  sehingga  perilaku  individu, 

kelompok  atau  masyarakat  sesuai  dengan  nilai‐nilai  kesehatan.  Dengan  perkataan  lain 

pendidikan kesehatan adalah suatau usaha untuk menyediakan kondisi  

psikologis  dari  sasaran,  agar  mereka  berperilaku  sesuai  dengan  tuntutan  nilai‐nilai 

kesehatan (Notoatmodjo. S, 2003). 

2.4.2. Perilaku Kesehatan 

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang 

bersangkutan.  Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah  suatu aktivitas dari manusia 

 

Page 41: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xli 

 

itu  sendiri.  Oleh  sebab  itu,  perilaku  manusia  mempunyai  bentangan  yang  sangat  luas, 

mencakup : berbicara, berjalan, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan 

internal  seperti  berpikir,  persepsi  dan  emosi  juga  merupakan  perilaku  manusia.  Untuk 

kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dibedakan 

oleh  organisme  tesebut  baik  dapat  diamati  secara  langsung  atau  tidak  langsung 

(Notoatmodjo. S, 2003). 

Perilaku  dan  gejala  perilaku  yang  tampak  pada  kegiatan  organisme  tersebut 

dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan 

bahwa faktor genetik dan  lingkungan  ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup, 

termasuk  perilaku  manusia.  Heriditas  atau  faktor  keturunan  adalah  merupakan  konsep 

dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk  itu untuk selanjutnya. Di sisi  lain, 

lingkungan  adalah merupakan  kondisi  atau  lahan untuk perkembangan perilaku  tersebut. 

Suatu  mekanisme  pertemuan  antara  kedua  faktor  tersebut  dalam  rangka  terbentuknya 

perilaku disebut proses belajar. 

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah  suatu  respon  seseorang  terhadap  stimulus yang 

berkaitan  dengan  sakit  dan  penyakit,  sistem  pelayanan  kesehatan,  makanan,  serta 

lingkungan.  Batasan  ini  mempunyai  dua  unsur  pokok,  yakni  respon  dan  stimulus  atau. 

perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan 

sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan di 

sini terdiri 4 (empat) unsur pokok, yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan 

lingkungan (Notoatmodjo. S, 2003). 

 

Page 42: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlii 

 

2.5.   Lingkungan Perumahan 

  Faktor  lingkungan  memegang  peranan  penting  dalam  menentukan  terjadinya 

proses  interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses  terjadinya penyakit. 

Secara garis besar lingkungan perumahan terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial. 

  Lingkungan  fisik perumahan berpengaruh  terhadap manusia baik  secara  langsung 

maupun tidak terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik meliputi 

udara,  kelembaban,  air,  pencemaran  udara,  pencahayaan,  ventilasi  rumah,  dan  lain 

sebagainya. 

2.5.1.  Ventilasi 

  Ventilasi  adalah  suatu  usaha  untuk  memelihara  kondisi  atmosphere  yang 

menyenangkan  dan menyehatkan  bagi manusia  di  dalam  rumah.  Atmosphere  yang  ideal 

adalah bila udaranya kering tapi sejuk dan sirkulasi gerakan angin yang terus menerus. Inilah 

sebenarnya  fungsi ventilasi, menyediakan udara segar dan melenyapkan udara yang  jenuh 

dan tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi khemis. 

  Mc.  Nall  dalam  buku  perumahan  sehat  karangan  Pandapotan  Lubis,  bahwa 

temperatur optimal di dalam rumah adalah 73 – 770F (23 – 250C), kelembaban antara 20 – 

60%. Josef Lubart menganjurkan batas antara 680F dengan kelembaban relatif 50% sampai 

dengan 760F. 

  Udara  yang  bersih  merupakan  komponen  utama  di  dalam  rumah  dan  sangat 

diperlukan  oleh  manusia  untuk  hidup  secara  sehat.  Sirkulasi  udara  berkaitan  dengan 

 

Page 43: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xliii 

 

masalah  ventilasi. Untuk  itu  luas  ventilasi  alamiah  yang  permanen  seharusnya  dirancang 

10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999). 

  Penelitian yang dilakukan Sumarjo (2004) di Kabupaten Banjarnegara mendapatkan 

bahwa ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian TB paru dengan nilai OR = 6,176, p = 

0,003.  

2.5.2. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian 

  Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai  fungsinya. Penentuan 

bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan standar minimal jumlah ruangan. 

Sebab  rumah  tinggal  harus  mempunyai  ruangan  yaitu  kamar  tidur,  kamar  tamu,  ruang 

makan, dapur, kamar mandi dan kakus. 

  Studi  terhadap  kondisi  rumah menunjukkan  hubungan  yang  tinggi  antara  koloni 

bakteri  dan  kepadatan  hunianper  meter  persegi  sehingga  efek  sinergis  yang  diciptakan 

sumber  pencemar  mempunyai  potensi  menekan  reaksi  kekebalan  bersama  dengan 

terjadinya  peningkatan  bakteri  patogen  dengan  kepadatan  hunian  pada  setiap  keluarga. 

Dengan  demikian  bakteri  TBC  dirumah  penderita  TB  paru  semakin  banyak,  bila  jumlah 

penghuni  semakin  banyak  jumlahnya.  Jadi  ukuran  rumah  yang  kecil  dengan  jumlah 

penghuni  yang  padat  serta  jumlah  kamar  yang  sedikit  akan memperbesar  kemungkinan 

penularan TB paru melalui droplet dan kontak langsung. 

  Untuk  menilai  kepadatan  penghuni  dalam  rumah,  konsep  dari  Fakultas  Teknik 

Universitas Indonesia (FT. UI, 1998) menggunakan luas rumah per penghuni yang dibedakan 

 

Page 44: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xliv 

 

dalam  5  kategori  yaitu  ≤  3,9m2/orang,  4‐5  m2/orang,  5‐6,9m2/orang,  7‐8m2/orang  dan 

≥9m2/orang. Depkes RI  (1999) menetapkan bahwa  luas  ruang  tidur minimal 8 meter, dan 

tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur. 

  Penelitian  Daryatno  tahun  2000  di  Semarang  mendapatkan  bahwa  kepadatan 

hunian ada kaitan dengan kejadian tersangka TB paru. Penelitian yang dilakukan Sugiharto 

tahun 2004  juga menemukan bahwa ada hubungan kepadatan hunian ruang  tidur dengan 

kejadian TB paru dengan nilai OR = 3,161, 0 = 0,001. 

2.5.3. Lantai Rumah 

  Kualitas  tanah pada perumahan harus memenuhi  syarat  sebagai berikut: a)  timah 

hitam  (Pb) maksimal  300 mg/kg,  b)  arsenik  total maksimal  100 mg/kg,  c)  cadmium  (Cd) 

maksimal 20 mg/kg dan Benzo pyrene maksimal 1 mg/kg (Depkes RI, 1999). 

  Komposisi  tanah  tergantung  kepada  proses  pembentukan,  iklim,  jenis  tumbuhan 

yang ada, suhu, air yang ada. Tanah merupakan sumber daya alam yang mengandung bahan 

organik dan anorganik yang mampu mendukung hara dan air  yang perlu ditambah untuk 

pengganti yang habis pakai (Modul Kuliah pasca sarjana, 2005). 

2.5.4.  Pencahayaan Ruangan 

  Bakteri TBC akan mati  jika  terpapar cahaya matahari secara  langsung memerlukan 

waktu  sekitar  6‐8  jam  dan  cahaya  ruangan  yang  kurang  sekitar  2  –  7  hari.  Sputum  yang 

mengandung bakteri TBC di dalam ruangan yang gelap dapat hidup berminggu‐minggu atau 

berbulan‐bulan (Default dalam Crofton, 2002). 

 

Page 45: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlv 

 

 

  Pencahayaan  alam  dan/atau  buatan  langsung  maupun  tidak  langsung  dapat 

menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Depkes RI, 

1999). 

2.6. Landasan Teori 

  MacMahon dan Pugh (1970) dalam Murti (2003) mengemukakan bahwa setiap efek 

atau  penyakit  tak  pernah  tergantung  kepada  sebuah  faktor  penyebab,  tetapi  tergantung 

kepada  sejumlah  faktor  dalam  rangkaian  kausalitas  sebelumnya.  Faktor‐faktor  yang 

memudahkan  terjadinya  efek  disebut  promotor  sedangkan  yang  menghambat 

terjadinya efek disebut inhibitor.   

  Penyakit  TB  paru merupakan  penyakit  infeksi  yang  disebabkan  bakteri  berbentuk 

basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis dan dapat menyerang semua 

golongan umur. Penyebaran  TB paru melalui perantara  ludah  atau dahak penderita  yang 

mengandung basil tuberkulosis paru. 

  Penyebaran penyakit TB paru dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain lingkungan 

sanitasi perumahan seperti pencahayaan, ventilasi, kepadatan hunian,  lantai rumah, status 

gizi, daya tahan tubuh. 

 

 

 

Page 46: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlvi 

 

 

2.7. Kerangka Konsep  

  Berdasarkan uraian  latar belakang dan  studi kepustakaan maka peneliti membuat 

suatu kerangka konsep penelitian seperti di bawah ini. 

 

 

 

 

   

Faktor Predisposisi 

1. Umur 2. Pendidikan   3. Pengetahuan 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru

Faktor Enabling 

1. Kepadatan Hunian 2. Ventilasi 3. Pencahayaan ruangan 

i h

 

 

 

Faktor Reinforcing 

1. Dukungan Keluarga 

 

 

     

      Gambar 2.2. Kerangka Konsep 

 

 

Page 47: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlvii 

 

AB  3 

METODE PENELITIAN 

 

3.1.  Jenis Penelitian 

Penelitian  ini merupakan  penelitian  bersifat  analitik  dengan  rancangan  penelitian 

yang  digunakan  adalah,  cross  sectional  yang  mempelajari  hubungan  antara  faktor 

independen dengan faktor dependen.  

3.2.   Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 

  Penelitian dilakukan di Kabupaten Tapanuli Utara karena berdasarkan  survei awal 

yang dilakukan  jumlah  kasus  TB paru meningkat  selama  tahun  2008  sebanyak 534 orang 

dibandingkan pada  tahun 2007  sebanyak 436 orang. Waktu penelitian dimulai bulan April 

2008 berlangsung selama 6 (enam) bulan. 

3.3.   Populasi dan sampel 

3.3.1.   Populasi  

  Populasi dalam penelitian  adalah penderita  TB paru di  Kabupaten  Tapanuli Utara 

tahun 2008 sebanyak 534 orang. 

 

 

 

Page 48: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlviii 

 

)1,0(5341534

2+=n

3.3.2. Sampel 

Sampel  penelitian  adalah  populasi  yang  memenuhi  kriteria  inklusi  dan  kriteria 

eksklusi  yang  dapat mewakili  keberadaan  dari  suatu  populasi  yang  benar.  Besar  sampel 

penelitian  ini  didapat melalui  perhitungan  dengan menggunakan  rumus  Toro  Yamani,  di 

dalam Notoadmodjo 2005, sebagai berikut: 

)(1 2dNNn

+=  

Keterangan :   n = besar sampel 

    N = besar populasi 

    d = tingkat kepercayaan dalam penelitian adalah 10%. 

 

    

   

Sampel  dalam  penelitian  ini  dengan  menggunakan  rumus  berdasarkan  besar  jumlah 

populasi,  maka  sampel  yang  akan  digunakan  sebanyak  100  kasus.  Pengambilan  sampel 

dilakukan dengan kriteria inklusi yaitu telah menderita batuk lebih dari 3 minggu, menderita 

demam  lebih dari 3 minggu, dan bersedia untuk dilakukan wawancara, sedangkan kriteria 

eksklusi jika responden meninggal atau pindah dan tidak mau untuk dilakukan wawancara. 

 

 

 

Page 49: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xlix 

 

3.4.    Metode Pengumpulan Data 

1.   Data Primer 

  Pengumpulan  data  langsung  dari  hasil  wawancara  terhadap  responden  yaitu: 

dengan  menggunakan  instrument  penelitian  berupa  kuesioner.  Data  primer  yang 

dikumpulkan  adalah  semua  data  yang  termasuk  variabel  independen  dan  variabel 

dependen. 

2.  Data Sekunder 

  Data  sekunder diperoleh,  catatan hasil pemeriksaan  sputum dan  formulir  laporan 

puskesmas  dan  rumah  sakit  serta  data‐data  yang  ada  di  dinas  kesehatan  Kabupaten 

Tapanuli Utara. 

  Ancok (Singarimbun,1987) menyatakan bahwa alat ukur dilakukan sahih apabila alat 

ukur tersebut dapat mengukur konsep yang sebenarnya ingin diukur. 

 Apabila  peneliti  menggunakan  kuesioner  sebagai  instrumen  untuk  pengumpulan  data, 

maka kuesioner tersebut harus dapat mengukur konsep yang hendak diukur. Untuk menguji 

keterandalan instrumen, dilakukan uji ketepatan (validitas) dan uji ketelitian (reliabilitas). 

 

3.5.  Definisi Operasional 

Tabel 3.1. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 

 

Variabel Independent 

Sub 

Variabel Defenisi  Alat Ukur  Hasil Ukur  Kriteria  Skala 

Faktor  Umur  Usia responden penelitian di hitung 

Kuesioner  1. 17 – 20 thn 2. 21 – 30 thn 

  Ordinal 

 

Page 50: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

 

dari tanggal lahir sampai dengan ulang tahun terakhir 

3. 31 ‐  40 thn 4. 40 – 50 thn 5. > 50 thn 

Jenis Kelamin 

Identitas yang menunjukkan perbedaan responden  

Kuesioner  0 = perempuan 

1 = laki‐laki 

  Nominal 

Predisposisi 

Pendidikan  Pendidikan fomal 

tertinggi yang 

pernah dijalani oleh 

responden dengan 

mendapat ijazah 

Kuesioner  1. Tidak Sekolah 

2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. DIII/PT 

Rendah 

 

 

Tinggi 

Ordinal 

  Pengetahuan  Segala sesuatu yang diketahui responden tentang penyakit TB paru 

Kuesioner  Jawaban benar < 35%. 

Jawaban benar ≥35 % 

Kurang 

 

 

Baik 

Ordinal 

  Sikap  Suatu tindakan atau perilaku reponden dalam mengatasi atau mampu melaksanakan pelanggulangan penyakit TB Paru. 

Kuesioner  Jawaban benar < 35%. 

Jawaban benar ≥ 35 % 

Kurang 

 

 

Baik 

Ordinal 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 51: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

li 

 

Lanjutan Tabel 3.1. 

 

Kepadatan Hunian 

Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah:  

1.  2‐3 orang 

2.  4‐5 orang 

3.  > 5 orang 

 

 

Kuesioner  1. Baik 2. Kurang    

  Nominal 

 

 

 

Ventilasi  Kondisi rumah yang memiliki sirkulasi udara keluar masuk yang cukup dengan luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai. 

Kuesioner  1. Ya 2. Tidak      

  Nominal 

Pencahayaan sinar 

matahari 

Kondisi masuknya cahaya matahari yang dapat menerangi keseluruh ruangan 

Kuesioner  1. Ya 2. Tidak  

  Nominal 

 

 

 

Faktor Enabling 

 

 

Lantai Rumah 

Kondisi keadaan ubin yang digunakan responden sebagai dasar rumah 

Kuesioner  1. Ya 2. Tidak 

  Nominal 

Faktor Reinforcing 

Pembinaan Petugas 

Ada tidaknya bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan petugas 

kesehatan terhadap responden 

Kuesioner  1. Ada 2. Tidak Ada 

  Nominal 

  Dukungan  Ada tidaknya  Kuesioner  1. Ada 2. Tidak Ada 

  Nominal 

 

Page 52: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lii 

 

Keluarga  dukungan keluarga terhadap responden 

Variabel Dependent 

Pencegahan Potensi 

penularan TB Paru 

Adalah suatu kegiatan yang dilakukan responden dalam penanganan pelanggulangan penyakit TB Paru 

Kuesioner  Jawaban benar < 35%. 

Jawaban benar 35‐70% 

Jawaban benar ≥70 % 

Kurang 

 

Sedang 

 

Baik 

Ordinal 

 

3.6.  Metode Pengukuran data 

  Untuk  mengukur  tingkat  pengetahuan,  sikap  dan  tindakan  dengan  mengunakan 

kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan kategori : 

a.  Kurang 

b.  Cukup 

3.7.  Metode Analisa Data 

  Metode analisa data yang digunakan adalah regresi logistic berganda pada          α = 

0,05  bertujuan  untuk mengetahui  pengaruh  faktor  karakteristik,  perilaku  (pengetahuan, 

sikap dan  tindakan). Kondisi  rumah  (kepadatan hunian, ventilasi, pencahahayaan  ruangan, 

lantai rumah).  

3.7.1.  Analisis Univariat  

Untuk melihat  distribusi  variabel  independen meliputi  karakteristik,  perilaku  dan 

sanitasi rumah yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi. 

 

Page 53: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

liii 

 

3.7.2.   Analisis Bivariat  

Analisis  bivariat  digunakan  untuk  melihat  hubungan  variabel  independen 

(pengetahuan, sikap, kepadatan hunian, ventilasi   pencahayaan ruangan dan  lantai rumah) 

dengan  variabel  dependen  (pencegahan  potensi  TB  Paru),   menggunakan  uji  Chi  kuadrat 

dengan α  =  0.05.  

3.7.3.  Analisis Multivariat  

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas

dengan variabel terikat yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis bivariat,

melalui analisis regresi logistik berganda (Multiple Logistic Regression) untuk

mencari faktor risiko yang paling dominan pada beberapa variabel yang dilakukan

secara bersama-sama terhadap terjadinya TB paru. Tahapan analisis multivariat yang

akan dilakukan adalah sebagai berikut (Murti, 1997):

1. Melakukan analisis pada model univariat pada setiap variabel dengan tujuan

untuk mengestimasi peranan masing-masing variabel.

2. Melakukan pemilahan variabel yang potensial untuk dimasukkan dalam

model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap signifikan adalah variabel

yang mempunyai nilai p kurang dari 0,05 (p<0,05)

3. Penentuan faktor-faktor penyebab TB paru, variabel yang akan dimasukkan

adalah variabel yang mempunyai nilai p kurang dari 0,05.

 

 

 

Page 54: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

liv 

 

BAB 4 

HASIL PENELITIAN 

 

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian  

 

4.1.1. Letak Geografis dan Astronomis 

 

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan  salah  satu Kabupaten di Propinsi  Sumatera 

Utara  terletak  di  wilayah  pengembangan  dataran  tinggi  Sumatera  Utara  berada  pada 

ketinggian  antara  300‐1.500 meter  di  atas  permukaan  laut.  Topografi  dan  kontur  tanah 

Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu datar 3,15%, landai 26,86%, miring 25,62% 

dan terjal 44,35%. 

Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 10° 20°  ‐20° 41° 

Lintang Utara dan 98° 05°‐ 99° 16° Bujur Timur. Sedangkan secara geografis letak Kabupaten 

Tapanuli Utara di apit atau berbatasan langsung dengan 5 Kabupaten yaitu:  

1.  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir 

2.  Sebelah Timur berbatasan Kabupaten Labuhan Batu 

3.  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan 

4.  Sebelah  Barat  berbatasan  dengan  Kabupaten  Humbang  Hasundutan  dan      

Tapanuli Tengah. 

 

Page 55: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lv 

 

Letak Geografis dan Astronomis Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan 

karena berada jalur lintas dari beberapa Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. 

 4.1.2 Luas Wilayah 

Luas  wilayah  Kabupaten  Tapanuli  Utara  sekitar  3.800,31  km2  terdiri  dari  luas 

dataran 3.793,71 km2   dan  luas perairan Danau Toba 6,60 km2. Terdiri dari 15 Kecamatan, 

225 Desa/Kelurahan (214 Desa dan 11 Kelurahan). Kecamatan yang paling luas di Kabupaten 

Tapanuli  Utara  adalah  Kecamatan  Garoga  sekitar  567,58  km2    atau  14,96%  dari  luas 

Kabupaten dan Kecamatan yang terkecil  luasnya yaitu Kecamatan Muara sekitar 79,75 km2 

atau 2,10%. 

4.1.3. Sosiodemografi 

Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 262.642 jiwa yang terdiri dari : 

laki‐laki 130.429 jiwa, dan perempuan 132.213 jiwa.  

 

Page 56: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lvi 

 

Tabel 4.1.     Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Jumlah Penduduk No  Kelompok Umur (Tahun) 

Laki‐laki  %  Perempuan  % 

1  < 1     3.901      2,99    3.913     2,96 

2  1 – 4   12.353      9,47  11.468     8,67 

3  5 – 14  36.197   27,76  33.765   25,54 

4  15 – 44  53.722   41,19  51.861   39,23 

5  45 – 64  18.342   14,06  21.433   16,21 

6  ≥ 65    5.914     4,53    9.773     7,39 

  Jumlah  130.429  100,00  132.213  100,00 

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten  

 

Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur 

menurut  jenis  kelamin  laki‐laki  di  Kabupaten  Tapanuli Utara  tahun  2008  yang  terbanyak 

adalah pada kelompok umur 15‐44 tahun yaitu 53.722 orang atau sekitar 41,19% dan yang 

terkecil  pada  kelompok  umur  <1  tahun  yaitu  3.091  atau  sekitar  2,99%    dan  pada  jenis 

kelamin perempuan yang terbanyak pada kelompok umur      15‐44 tahun yaitu 51.861 atau 

sekitar 39,23% dan terkecil pada kelompok umur <1 tahun yaitu 3.913 atau sekitar 2,96%. 

Tabel 4.2.  Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten   Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

 

Page 57: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lvii 

 

No  Tingkat Pendidikan  Jumlah  % 

1  Tidak Sekolah   105.345    40,11 

2  SD     53.106    20,22 

3  SLTP     56.784    21,62 

4  SLTA     42.180    16,06 

5  DIII/PT       5.227      1,99 

        Total    262.642  100,00 

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten  

 

Tabel  4.2  diatas  dapat  dilihat  bahwa  jumlah  penduduk  berdasarkan  tingkat 

pendidikan  di  Kabupaten  Tapanuli Utara  Tahun  2008  terbanyak  pada  tingkat  pendidikan 

tidak  sekolah  sebesar  105.345  atau  sekitar  40,11%  dan  yang  terkecil  pada  DIII/PT  yaitu 

sebesar 5.227 atau sekitar 1,99%. 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 58: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lviii 

 

 

 

4.1.4. Sarana dan Tenaga Kesehatan  

Tabel  4.3  Jumlah  Tenaga  Kesehatan Menurut  Kecamatan  di  Kabupaten  Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

   No          Kecamatan  Dokter  %  Bidan   %  Perawat  % 

1. Parmonangan  3  4,68  4  1,01  9  4,33 

2. Adian Koting  2  3,13  15  3,82  9  4,33 

3. Sipoholon   7  10,94  65  16,53  21  10,10 

4. Tarutung  4  6,25  38  9,67  16  7,69 

5. Siatas Barita  4  6,25  19  4,84  10  4,81 

6. Pahae Julu  1  1,56  16  4,07  7  3,37 

7. Pahae Jae  5  7,81  18  4,58  3  1,44 

8. Purbatua  2  3,13  6  1,53  2  0,96 

9. Simangumban  2  3,13  5  1,27  3  1,44 

10. Pangaribuan  4  6,25  16  4,07  13  6,25 

11. Garoga  1  1,56  11  2,80  6  2,88 

12. Sipahutar  ‐  ‐  24  6,11  4  1,92 

13. Siborong‐borong  3  4,68  46  11,71  17  8,17 

14. Pagaran  2  3,13  16  4,07  11  5,29 

15. Muara  2  3,13  15  3,82  13  6,25 

 

Page 59: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lix 

 

16. Dinas Kesehatan  3  4,68  ‐  ‐  6  2,88 

17. Rumah Sakit Umum  19  29,69  79  20,10  58  27,89 

Total  64  100,0  393  100,0  208  100,0 

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Utara  

Berdasarkan  tabel  4.3  diatas  dapat  diketahui  bahwa  jumlah  tenaga  kesehatan 

dokter menurut  kecamatan  di  Kabupaten  Tapanuli  Utara  adalah  64  orang,  perawat  208 

orang, Bidan 393 orang. 

Tabel 4.4 Jumlah Fasilitas Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

No  Kecamatan Rumah Sakit 

Umum Puskesmas 

Biasa Puskesmas Rawat Inap 

Puskesmas Pembantu 

Polindes  Posyandu 

1. Parmonangan  ‐  2  ‐  4  10  24 

2. Adian Koting  ‐  1  ‐  6  8  17 

3. Sipoholon   ‐  2  ‐  5  33  36 

4. Tarutung  1  1  ‐  5  13  39 

5. Siatas Barita  ‐  1  ‐  4  3  15 

6. Pahae Julu  ‐  1  ‐  4  13  24 

7. Pahae Jae  ‐  ‐  1  1  10  17 

8. Purbatua  ‐  1  ‐  1  ‐  14 

9. Simangumban  ‐  1  ‐  ‐  ‐  9 

10. Pangaribuan  ‐  1  1  7  10  36 

11. Garoga  ‐  ‐  1  6  8  23 

 

Page 60: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lx 

 

12. Sipahutar  ‐  ‐  1  3  12  35 

13. Siborong‐borong  ‐  1  ‐  6  13  34 

14. Pagaran  ‐  ‐  1  4  9  21 

15. Muara  ‐  1  ‐  3  14  18 

  Total  1  13  5  59  156  362 

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Taput  

Berdasarkan  tabel  4.4  diatas  dapat  diketahui  bahwa  jumlah  rumah  sakit  di 

Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007 sebanyak 1 unit, puskesmas biasa 13 unit, puskesmas 

rawat inap 5 unit, pustu 59 unit, polindes 156 unit dan posyandu 362 unit. 

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi

frekuensi atau besarnya proporsi baik pada kasus maupun kontrol pada masing-

masing variabel yang diteliti.

4.2.1. Faktor Predisposisi

Hasil  analisis  univariat  pada  faktor  predisposisi  (umur,  jenis  kelamin,  pendidikan, 

pengetahuan dan sikap) dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.5 di bawah ini: 

Tabel 4.5.  Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Kelompok  Umur  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

 

Page 61: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxi 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

 

Umur (Tahun) 

N  %  N  % 

17‐20   ‐   ‐  1  2,5 

21‐30  7  11,7  5  12,5 

31‐40  15  25  6  15 

41‐50  17  28,3  7  17,5 

>50  21  35  21  52,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada tabel 4.5 Proporsi kelompok umur pada responden dengan tingkat pencegahan 

TB Paru kurang dapat dilihat   bahwa  sebagian besar  responden berumur diatas 50  tahun 

yaitu  sebesar  35%  dan  tidak  ada  responden  yang  berunur  17‐20  tahun.  Pada  responden 

dengan tingkat pencegahan TB Paru baik yang terbanyak adalah pada kelompok umur > 50 

tahun (52,5%) dan terendah pada kelompok umur 17 – 20 tahun (2,5%). 

 

Page 62: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxii 

 

Tabel 4.6.  Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Jenis  Kelamin  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik  

Jenis Kelamin N  %  N  % 

Laki‐laki  20  33,3  15  37,5 

Perempuan  40  66,7  25  62,5 

Total  60  100,0  40  100 

 

Tabel 4.6 diatas juga dapat dilihat bahwa proporsi sebagian besar responden dengan 

tingkat  pencegahan  TB  paru  kurang  berjenis  kelamin  laki‐laki  yaitu  20  orang  (33,3%) 

sedangkan perempuan 40 orang (66,7%). 

Tabel 4.7.  Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik  

Pendidikan N  %  N  % 

Rendah  40  66,7  17  42,5 

Tinggi  20  33,3  23  57,5 

Total  60  100,0  40  100 

  

 

Page 63: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxiii 

 

Pada  tabel  4.7  diatas  dapat  dilihat  bahwa  proporsi  terbanyak  pada  tingkat 

pencegahan potensi penularan TB Paru kurang adalah Pendidikan  responden yang  rendah 

(tidak  sekolah,  SD  dan  SLTP)  sebanyak  40  orang  (66,7%)  dan  tinggi  (SLTA  dan  DIII/PT) 

sebanyak 20 orang (33,3%), sedangkan pada tingkat pencegahan potensi penularan TB Paru 

baik  lebih banyak pendidikan yang tinggi yaitu 23 orang (57,5%) dan pendidikan rendah 17 

orang (42,5%). 

 

 

Tabel 4.8.  Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Pengetahuan  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

 

Pengetahuan 

N  %  N  % 

Kurang  42  70  19  47,5 

Baik  18  30  21  52,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

Pada  tabel  4.8 dapat di  lihat bahwa proporsi berdasarkan pengetahuan  responden 

pada  tingkat  pencegahan  TB  paru  kurang  terbanyak  adalah  responden  yang  memiliki 

pengetahuan kurang yaitu 42 orang  (70%) dan yang   memiliki pengetahuan baik sebanyak 

18 orang  (30%). Sedangkan pada  tingkat pencegahan TB paru baik yang  terbanyak adalah 

responden  yang memiliki  pengetahuan  baik  yaitu  21  orang  (52,5%)  dan  yang   memiliki 

pengetahuan kurang  19 orang (47,5%). 

 

Page 64: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxiv 

 

Tabel 4.9.  Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Sikap  di  Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik  

Sikap N  %  N  % 

Kurang  39  65  14  35 

Baik  21  35  26  65 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada  tabel  4.9  dapat  di  lihat  bahwa  proporsi  berdasarkan  sikap  responden  pada 

tingkat pencegahan TB Paru kurang yang terbanyak adalah responden yang memiliki sikap 

yang  kurang  yaitu  39  orang  (65%)  dan  pada  responden  yang   memiliki  sikap  yang  baik 

sebanyak 21 orang (35%). Sedangkan pada responden dengan tingkat pencegahan TB Paru 

baik terbanyak yang memiliki sikap baik yaitu 26 orang  (65%) dan sikap kurang sebanyak 14 

orang (35%). 

4.2.2. Faktor Enabling  

Hasil  analisis  univariat  pada  faktor  Enabling  (kepadatan  hunian,  ventilasi, 

pencahayaan ruangan dan lantai rumah) dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.10 di bawah 

ini: 

 

 

Page 65: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxv 

 

Tabel 4.10.  Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Kepadatan Hunian  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

Kepadatan Hunian 

N  %  N  % 

Tidak Memenuhi Syarat 

40  66,7  15  37,5 

Memenuhi Syarat  20  33,3  25  62,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada  tabel  4.10  dapat  di  lihat  bahwa  proporsi  berdasarkan  kepadatan  hunian 

responden  pada  tingkat  pencegahan  penularan  TB  Paru  yang  terbanyak  adalah  pada 

kategori  tidak memenuhi syarat  (>4 orang) yaitu 40 orang  (66,7%) dan pada kategori baik 

(<4  orang)  sebanyak  20  orang  (33,3%).  Sedangkan  pada  tingkat  pencegahan  TB  Paru 

terbanyak pada kategori baik yaitu 25 orang  (62,5%) dan yang kurang  sebanyak 15 orang 

(37,5%). 

 

 

 

 

 

Page 66: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxvi 

 

 

Tabel 4.11.   Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Ventilasi di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik  

Ventilasi N  %  N  % 

Tidak Cukup  45  75  22  55 

Cukup  15  25  18  45 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada  tabel  4.11 dapat di  lihat bahwa proporsi berdasarkan  ventilasi pada  tingkat 

pencegahan  penularan  TB  Paru  kurang  yang  terbanyak  adalah  pada  kategori  tidak  cukup 

yaitu 45 orang  (75%) dan pada kategori yang cukup  sebanyak 15 orang  (25%). Sedangkan 

pada tingkat pencegahan penularan TB Paru baik terbanyak pada kategori tidak cukup yaitu 

22 orang (55%) dan yang cukup 18 orang (45%). 

Tabel 4.12.  Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pencahayaan Ruangan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

 

Pencahayaan  

Ruangan  N  %  N  % 

 

Page 67: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxvii 

 

Kurang  55  91,7  26  65 

Baik  5  8,3  14  35 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada  tabel 4.12 dapat di  lihat bahwa proporsi berdasarkan pencahayaan  ruangan 

pada tingkat pencegahan TB Paru kurang yang terbanyak adalah pada kategori kurang yaitu 

55 orang  (91,7%) dan pada  kategori  yang baik  sebanyak 5 orang  (8,3%).  Sedangkan pada 

tingkat pencegahan TB Paru baik terbanyak pada kategori kurang yaitu 26 orang (65%) dan 

yang baik 14 orang (35%). 

Tabel 4.13.   Distribusi  Tingkat  Pencegahan  TB  Paru  Berdasarkan  Lantai  Rumah  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

 

Lantai   Rumah 

  N  %  N  % 

Tanah  28  46,7  22  55 

Permanen  32  53,3  18  45 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

Pada  tabel  4.13  dapat  di  lihat  bahwa  proporsi  berdasarkan  lantai  rumah  pada 

tingkat  pencegahan  TB  Paru  kurang  yang  terbanyak  adalah  permanen  yaitu  32  orang 

 

Page 68: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxviii 

 

(53,3%) dan tanah sebanyak 28 orang (46,7%). Sedangkan pada tingkat pencegahan TB Paru 

baik terbanyak adalah tanah yaitu 22 orang (55%) dan permanen sebanyak 18 orang (45%). 

4.2.3. Faktor Reinforcing  

Hasil analisis univariat pada  faktor  reinforcing  (pembinaan petugas dan dukungan 

keluarga) dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.14 di bawah ini: 

Tabel 4.14.  Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Pembinaan Petugas di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik 

 

Pembinaan Petugas 

N  %  N  % 

Tidak Ada  27  45  9  22,5 

Ada  33  55  31  77,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

 

Pada tabel 4.14 dapat di lihat bahwa proporsi berdasarkan pembinaan petugas pada 

tingkat pencegahan TB Paru kurang yang terbanyak adalah pada kategori ada yaitu 33 orang 

(55%) dan pada kategori tidak ada sebanyak 27 orang (45%). Sedangkan pada pencegahan 

TB Paru baik  terbanyak adalah pada kategori ada yaitu 31 orang  (77,5%) dan  tidak ada 9 

orang (22,5%). 

 

Page 69: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxix 

 

Tabel 4.15.  Distribusi Tingkat Pencegahan TB Paru Berdasarkan Dukungan Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi  Penularan TB Paru 

Kurang  Baik  

Dukungan Keluarga  N  %  N  % 

Tidak Mendukung  31  51,7  10  25 

Mendukung  29  48,3  30  75 

Total  60  100,0  40  100,0 

 

 

Pada tabel 4.15 dapat di lihat bahwa proporsi berdasarkan dukungan keluarga pada 

tingkat  pencegahan  TB  Paru  kurang  yang  terbanyak  pada  kategori mendukung  yaitu  31 

orang  (51,7%)  dan  pada  kategori  yang  tidak  mendukung  sebanyak  10  orang  (25%). 

Sedangkan pada tingkat pencegahan TB Paru baik terbanyak adalah yang mendukung yaitu 

29 orang (48,3%) dan yang tidak mendukung sebanyak 30 orang (75%). 

4.3. Analisis Bivariat 

Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti dengan 

potensi  penularan  TB  Paru,  hubungan  faktor  predisposisi  (pendidikan,  pengetahuan  dan 

sikap), hubungan faktor kondisi rumah  (kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan ruangan 

dan  lantai  rumah)  dan  hubungan  faktor  reinforcing  (pembinaan  petugas  dan  dukungan 

keluarga) yang dihitung satu per satu. Uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat  ini 

adalah  uji  Chi‐Square  dengan  derajat  kepercayaan  95%  (α  =  5%).  Berdasarkan  hasil  uji 

 

Page 70: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxx 

 

statistik akan diperoleh nilai p dan OR. Untuk nilai p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang 

bermakna antara variabel yang diteliti dengan variabel potensi penularan TB Paru. 

Hasil analisis bivariat pada faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan dan sikap), 

faktor kondisi rumah (kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan ruangan dan lantai rumah) 

dan hubungan faktor reinforcing (pembinaan petugas dan dukungan keluarga) dapat dilihat 

secara rinci pada tabel 4.16 di bawah ini: 

4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru  

Sebagian besar responden baik yang kasus maupun kontrol mempunyai pendidikan 

rendah (dibawah SLTA). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:  

Tabel  4.16.  Hubungan  Pendidikan  dengan  Pencegahan  Potensi  Penularan  TB  Paru  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Pendidikan 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Rendah  40  66,7  17  42,5 

Tinggi  20  33,3  23  57,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

2,706     1,185‐6,176      0,017 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,017, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan potensi 

 

Page 71: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxi 

 

penularan  TB  Paru.  Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  2,7  (95%  CI  =  1,185‐6,176), 

artinya potensi penularan TB Paru 2.7 kali lebih besar pada yang berpendidikan rendah. 

 

4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru  

Tabel 4.17.  Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Pengetahuan 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Kurang  42  70  19  47,5 

Baik  18  30  21  52,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

2,579  1,124‐5,918  0,024 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,024, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat  disimpulkan  bahwa  ada  hubungan  yang  signifikan  antara  pengetahuan  dengan 

potensi penularan TB Paru. Analisa  lebih  lanjut diperoleh nilai OR = 2,5  (95% CI = 1,124‐

5,918), artinya potensi penularan TB Paru 2,5 kali  lebih besar pada yang berpengetahuan 

rendah. 

 

 

 

Page 72: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxii 

 

4.3.3. Hubungan Sikap dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Tabel 4.18.  Hubungan Sikap dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru  

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Sikap 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Kurang  39  65  14  35 

Baik  21  35  26  65 

Total  60  100,0  40  100,0 

3,119        1,491‐7,979    0,003 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,003, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat  disimpulkan  bahwa  ada  hubungan  yang  signifikan  antara  sikap  dengan  potensi 

penularan  TB  Paru.  Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  3,1  (95%  CI  =  1,491‐7,979), 

artinya potensi penularan TB Paru 3,1 kali lebih besar pada yang bersikap kurang. 

4.3.4. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kategori kepadatan hunian yang baik apabila jumlah anggota keluarga di dalam satu 

rumah < 4 orang dan kategori yang kurang apabila  jumlah anggota keluarga > 4 orang. Hal 

ini dapat dilihat pada tabel berikut : 

 

 

 

Page 73: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxiii 

 

 

 

Tabel 4.19.  Hubungan  Kepadatan  Hunian  dengan  Pencegahan  Potensi  Penularan  TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Kepadatan Hunian 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Tidak Memenuhi Syarat 

40  66,7  15  37,5 

Memenuhi Syarat  20  33,3  25  62,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

3,333  1,446‐7,686  0,004 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,004, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang  signifikan antara kepadatan hunian dengan 

potensi  penularan  TB  Paru. Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  3,3(95%  CI  =  1,446‐

7,686), artinya potensi penularan TB Paru 3,3 kali  lebih besar pada kepadatan hunian yang 

tidak memenuhi syarat. 

 

 

4.3.5. Hubungan Ventilasi dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Tabel 4.20.  Hubungan  Ventilasi  dengan  Pencegahan  Potensi  Penularan  TB  Paru  di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Page 74: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxiv 

 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Ventilasi 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Tidak Cukup  45  75  22  55 

Cukup  15  25  18  45 

Total  60  100,0  40  100,0 

2,455      1,045‐5,766     0,037 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,037, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat  disimpulkan  bahwa  ada  hubungan  yang  signifikan  antara  ventilasi  dengan  potensi 

penularan  TB  Paru.  Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  2,4  (95%  CI  =  1,045‐5,766), 

artinya potensi penularan TB Paru 2,4 kali lebih besar pada ventilasi yang tidak cukup. 

4.3.6. Hubungan Pencahayaan Ruangan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Tabel 4.21.  Hubungan Pencahayaan Ruangan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Pencahayaan sinar matahari 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Kurang  55  91,7  26  65 

Tidak  5  8,3  14  35 

Total  60  100,0  40  100,0 

5,923      1,928‐18,201     0,001 

 

Page 75: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxv 

 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,000, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat  disimpulkan  bahwa  ada  hubungan  yang  signifikan  antara  pencahayaan  ruangan 

dengan  potensi  penularan  TB  Paru.  Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  5,9  (95%  CI 

=1,928‐18,201), artinya potensi penularan TB Paru 5,9 kali  lebih besar pada pencahayaan 

ruangan yang kurang baik. 

4.3.7. Hubungan Lantai Rumah dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Tabel 4.22.   Hubungan Lantai Rumah dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kurang  Baik Lantai Rumah 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Tanah  28  46,7  22  55 

Permanen  32  53,3  18  45 

Total  60  100,0  40  100,0 

0,716       0,321‐1,599     0,414 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,414, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat disimpulkan bahwa  tidak ada hubungan yang signifikan antara  lantai rumah dengan 

potensi  penularan  TB  Paru. Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  0,7  (95%  CI  =0,321‐

1,599), artinya potensi penularan TB Paru tidak berbeda antara lantai permanen dan tanah. 

 

Page 76: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxvi 

 

 

 

 

4.3.8. Hubungan Pembinaan Petugas dengan Pencegahan Potensi Penularan   TB Paru  

Tabel 4.23.   Hubungan    Pembinaan  Petugas  dengan  Pencegahan  Potensi  Penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kasus  Kontrol Pembinaan Petugas 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Tidak Ada  27  45  9  22,5 

Ada  35  58,3  31  77,5 

Total  60  100,0  40  100,0 

2,460 

  

 4,190‐17,686 

 

0,000 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,000, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pembinaan petugas dengan 

potensi penularan TB Paru. Oleh karena ρ pada uji chi square kecil dari 0,25 maka variabel 

ini akan diikut sertakan dalam analisis multivariat. Analisa  lebih  lanjut diperoleh nilai OR = 

8,6  (95% CI  = 4,190‐17,686),  artinya potensi penularan  TB Paru 8,6  kali  lebih besar pada 

pembinaan petugas yang kurang baik. 

4.3.9. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru  

 

Page 77: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxvii 

 

Tabel 4.24.  Hubungan Dukungan  Keluarga  dengan  Pencegahan  Potensi    Penularan  TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 

 

Tingkat Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Kasus  Kontrol Dukungan Keluarga 

N  %  N  % 

 

OR 

 

95% CI 

 

ρ 

Tidak Mendukung  31  51,7  10  25 

Mendukung  29  48,3  30  75 

Total  60  100,0  40  100,0 

3,207  1,335‐7,706  0,008 

 

Hasil analisis chi  square di dapat nilai  ρ value = 0,008, berarti pada  α = 5%  (0,05) 

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan 

potensi  penularan  TB  Paru. Analisa  lebih  lanjut  diperoleh  nilai OR  =  3,2  (95%  CI  =1,335‐

7,706),  artinya  potensi  penularan  TB  Paru  3,2  kali  lebih  besar  pada  keluarga  yang  tidak 

mendukung. 

4.4. Analisis Multivariat  

Analisis  multivariat  bertujuan  untuk  untuk  melihat  beberapa  variabel  yang 

berpengaruh dengan potensi penularan TB Paru. Pada penelitian  ini digunakan uji  regresi 

logistik  berganda  untuk  mencari  hubungan  yang  paling  dominan  terhadap  potensi 

penularan TB Paru. 

 

Page 78: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxviii 

 

Tahap pertama, variabel yang memiliki nilai ρ value ≥ 0,25 akan dikeluarkan secara 

berurutan dimulai dari ρ value terbesar, dengan alasan penggunaan standar nilai ρ value ≥ 

0,25 adalah karena penetapan nilai standart dengan ρ value  ≥ 0,05 seringkali gagal dalam 

menjelaskan  variabel‐variabel  yang dianggap penting. Dengan penggunaan nilai  ρ  value  ≥ 

0,25 beberapa variabel yang secara terselubung sesungguhnya sangat penting dimasukkan 

di dalam analisa multivariat (Murti, 2003). 

Tahap selanjutnya hasil analisa tahap pertama dilakukan uji kembali yang memiliki 

nilai  ρ  value  ≥  0,05  akan  dikeluarkan  secara  berurutan  dimulai  dari  ρ  value  terbesar 

(Backward selection) sehingga ditemukan suatu model yang sesuai. 

 

 

Tabel 4.25.   Uji  Regresi  Logistik  Untuk  Identifikasi  Variabel  Dominan  Dalam Pencegahan Potensi Penularan TB Paru dengan nilai P < 0,25 

 

Variabel  Nilai B OR 

Adjusted p  CI 95% dari OR Adjusted 

Pendidikan  0,953  2,594  0,073  0,914‐7,360 

Pengetahuan  0,795  2,213  0,151  0,748‐6,549 

Sikap  1,381  3,977  0,011  1,379‐11,472 

Kepadatan hunian  0,696  2,006  0,201  0,690‐5,830 

Ventilasi  1,215  3,370  0,032  1,112‐10,207 

 

Page 79: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxix 

 

Pencahayaan  0,814  2,257  0,247  0,570‐8,940 

Pembinaan Petugas  1,232  3,429  0,045  1,028‐11,436 

Dukungan Keluarga  0,821  2,272  0,134  0,777‐6,648 

Constan  ‐12,052       

Persen Pengaruh (overall percentage): 72% 

 

Hasil uji regresi  logistik berdasarkan tabel 4.25 yang merupakan uji tahap pertama 

maka  selanjutnya dilakukan uji untuk  tahap kedua dengan mengeluarkan  secara bertahap 

nilai ρ value  ≥ 0,25 (*), yang di mulai dari nilai ρ value terbesar (backward selection). Pada 

uji tahap pertama, tidak ada ditemukan nilai variabel ρ value  ≥ 0,25. 

Maka uji regresi logistik berdasarkan tabel 4.25 diatas ρ value  ≤ 0,05 di dapatkan 

model terbaik dalam menentukan variabel yang paling berhubungan dengan angka potensi 

penularan  TB  Paru.  Hasil  model  hubungan  ke  delapan  variabel  tersebut  dengan  angka 

potensi  penularan  TB  Paru  adalah:  Y=  ‐12,052  +  1,381X1  (Sikap)  +  1,232X2  (Pembinaan 

Petugas)  +  1,215X3  (Ventilasi)  +  0,953  X4  (pendidikan)  +  0,821X5  (Dukungan  Keluarga)  + 

0,814X6 (Pencahayaan Ruangan) + 0,795 X7 (Pengetahuan) + ,696X8 (Kepadatan Hunian)  

Dapat  diketahui  bahwa  secara  keseluruhan  model  regresi  logistik  ini  dapat 

memprediksikan  besar/kecilnya,  tinggi/rendahnya  hubungan  faktor‐faktor  risiko  yang  ada 

terhadap potensi penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara. 

 

 

Page 80: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxx 

 

BAB 5 

PEMBAHASAN 

 

Tuberkulosis  adalah  penyakit  menular  langsung  yang  disebabkan  kuman 

tuberculosis  (Mycobacterium Tuberculosis). Di  Indonesia diperkirakan  terjadi penambahan 

penderita baru tuberculosis (TB) paru baru sebesar 583.000 setiap tahun dengan perkiraan 

kematian  sebesar  140.000  setiap  tahun.  Berdasarkan  profil  kesehatan  Propinsi  Tapanuli 

Utara tahun 2005 bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun 2005‐

2008. 

5.1 Faktor Predisposisi  

 5.1.1 Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Pendidikan  mempunyai  hubungan  yang  signifikan  dengan  potensi  penularan  TB 

Paru dimana nilai ρ value < 0,05 (0,000) dan nilai OR sebesar 2,7 artinya potensi penularan 

TB  Paru  2,7  kali  lebih  besar  pada  yang  berpendidikan  rendah.  Hal  ini  ditandai  dengan  

sebagian besar penduduk Kabupaten Tapanuli Utara berpendidikan rendah (40,11% ). 

Kegiatan intervensi yang dilakukan berupa kerjasama lintas sektoral dengan Dinas 

Pendidikan  untuk  lebih  meningkatkan  promosi  kesehatan  dengan  memberi  materi 

pendidikan kesehatan di sekolah seperti penyakit TB Paru. 

 

 

Page 81: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxi 

 

5.1.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

 Pengetahuan mempunyai hubungan yang  signifikan dengan potensi penularan TB 

Paru dimana nilai ρ value < 0,05 (0,000) dan nilai OR sebesar 2,5 artinya potensi penularan 

TB Paru 2,5 kali  lebih besar pada yang berpengetahuan kurang. Hal  ini disebabkan karena 

sebagian besar masyarakat di Kabuapten Tapanuli Utara berpendidikan rendah dan hal  ini 

dapat di  lihat pada tabel 4.2 bahwa masyarakat yang berpendidikan rendah (tidak sekolah, 

SD, dan SLTP) sebesar 81.95%. Pendidikan rendah akan menjadi potensi yang besar dalam 

penularan penyakit TB paru. Pendidikan rendah juga mengakibat pengetahuan rendah. 

Hasil    penelitian  ini  sesuai  dengan  teori  perilaku  kesehatan  bahwa  pengetahuan 

dapat  mendasari  sesorang  untuk  bertindak  termasuk  untuk  bertindak  melakukan 

pencegahan penularan TB Paru. 

Untuk  meningkatkan  pengetahuan  masyarakat  tentang  pencegahan  potensi 

penularan TB Paru memang harus dilakukan, khususnya masyarakat di Kabupaten Tapanuli  

Utara  yang  berisiko  untuk  tertular  TB  Paru.  Kegiatan  yang  dilakukan  berupa  penyuluhan 

yang di lakukan secara simultan oleh petugas TB Paru baik di tingkat puskesmas,  puskesmas 

pembantu dan bidan desa kepada masyarakat dan yang sangat penting adalah mengaktifkan 

kembali kader kesehatan desa. 

 

 

 

 

Page 82: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxii 

 

5.1.3 Hubungan Sikap dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Sikap  mempunyai  hubungan  yang  signifikan  dengan  potensi  penularan  TB  Paru 

dimana nilai  ρ value < 0,05  (0,000) dan nilai OR  sebesar 3,1 artinya potensi penularan TB 

Paru 3,1 kali lebih besar pada yang bersikap kurang.  

Penelitian Depkes RI  (2004) menyatakan bahwa sikap masyarakat pedesaan dalam 

pencarian pengobatan TB Paru lebih rendah dibanding dengan masyarakat perkotaan. 

Intervensi  dalam  rangka  merubah  sikap  masyarakat  yang  kurang  mendukung 

menjadi  sikap  yang  mendukung  dapat  dilakukan  sejalan  dengan  upaya  peningkatan 

pengetahuan masyarakat melalui media penyuluhan  (promosi kesehatan) yang melibatkan 

peran  serta  aktif  masyarakat  termasuk  tokoh  masyarakat,  tokoh  agama  dan  organisasi 

swadaya masyarakat (LSM) serta organisasi kepemudaan. 

5.2. Faktor Enabling 

5.2.1. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

 Kepadatan hunian mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi penularan 

TB  Paru  dimana  nilai  ρ  value  <  0,05  (0,000)  dan  nilai  OR  sebesar  3,3  artinya  potensi 

penularan TB Paru 3,3 kali lebih besar pada kepadatan hunian yang kurang.  

Kepadatan  hunian  akan  memudahkan  terjadinya  penularan  penyakit  TB  Paru  di 

dalam rumah tangga. Bila dalam satu rumah tangga terdapat satu orang penderita TB Paru 

aktif  dan  tidak  diobati  secara  benar maka  akan menginfeksi  anggota  keluarga  terutama 

 

Page 83: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxiii 

 

kelompok yang rentan seperti bayi dan balita, semakin padat huni suatu rumah tangga maka 

semakin besar resiko penularan. 

5.2.2. Hubungan Ventilasi dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

  Ventilasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi penularan TB Paru 

dimana nilai ρ value < 0,05  (0,000) dan nilai OR sebesar 2,4   artinya potensi penularan TB 

Paru 2,4 kali lebih besar pada ventilasi yang kurang.  

Rumah yang gelap dan  lembab dapat mengganggu  sistem penghawaan dan udara 

segar ke dalam rumah, kondisi lingkungan udara yang bersih dan berdebu akan menunjang 

dekontaminasi udara di rumah tersebut. 

Udara  yang  bersih  merupakan  komponen  utama  didalam  rumah  yang  sangat 

diperlukan  oleh manusia  untuk  hidup  secara  sehat  untuk  itu  luas  ventilasi  alamiah  yang 

permanen seharusnya di rancang 10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999). 

Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  Sumarjo  (2004),  di  Kabupaten 

Banjarnegara mendapatkan bahwa ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru 

(OR) 6,176 dan p=0,003. 

Kegiatan intervensi yang dilakukan meningkatkan penyuluhan tentang rumah sehat 

di kalangan penderita TB Paru dan lebih memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan. 

5.2.3. Hubungan Pencahayaan Sinar Matahari dengan Pencegahan Potensi Penularan 

TB Paru 

 

Page 84: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxiv 

 

 Pencahayaan sinar matahari mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi 

penularan  TB  Paru  dimana  nilai  ρ  value  <  0,05  (0,000)  dan  nilai OR  sebesar  5,9  artinya 

potensi penularan TB Paru 5,9 kali lebih besar pada pencahayaan yang kurang. 

Hal  ini disebabkan karena sinar matahari dapat membunuh basil TB, sehigga  tidak 

ada kesempatan terjadi infeksi kembali pada penderita yang menghuni rumah tersebut. 

Transmisi  penularan  TB  Paru  umumnya  terjadi  di  ruangan,  dimana  droplet  nuclei 

dapat tinggal dalam udara untuk waktu yang  lama. Hal  ini kemungkinan dapat disebabkan 

karena kuman‐kuman TB yang dikeluarkan oleh penderita yang ada di dalam ruangan dapat 

mati karena terkena sinar matahari langsung. 

Hasil  penelitian  ini  sejalan  dengan  penelitian  Musadad  (2002),  di  Kabupaten 

Tangerang bahwa masuknya sinar matahari  langsung kedalam  rumah berhubungan secara 

bermakna dengan kejadian penularan TB Paru kontak serumah dengan nilai OR=3,50. 

Kegiatan  intervensi yang dilakukan adalah penyuluhan perihal pentingnya ventilasi 

rumah dalam mencegah potensi penularan TB paru di masyarakat, membiasakan diri untuk 

membuka  jendela  di  pagi  hari  sehingga  memungkinkan  cahaya  matahari  dapat  masuk 

kedalam  rumah  secara  langsung  terutama  pada  keluarga  penderita  TB  paru  agar  tidak 

meluas dan menularkan kepada orang lain. 

5.2.4. Hubungan Lantai Rumah dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Lantai rumah tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi penularan 

TB  Paru  dimana  nilai  ρ  value  >  0,05  (0,128)  dan  nilai  OR  sebesar  0,7  artinya  potensi 

 

Page 85: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxv 

 

penularan  TB  Paru  tidak  berbeda  antara  lantai  permanen  dan  tanah.  Hal  ini  dapat  di 

sebabkan lantai rumah permanen belum tentu dapat mencegah potensi penularan TB Paru. 

Hasil  penelitian  ini  sejalan  dengan  penelitian  Musadad  (2002),  di  Tangerang 

mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara lantai rumah dengan penularan TB Paru 

dengan p value = 1,000 dan nilai OR = 1,03. 

Kegiatan  intervensi  yang  dilakukan  adalah  memotivasi  masyarakat  untuk 

memperbaiki  ventilasi  rumah,  membiasakan  diri  untuk  membuka  jendela  di  pagi  hari 

sehingga memungkinkan  cahaya matahari  dapat masuk  kedalam  rumah  secara  langsung 

terutama pada keluarga penderita TB paru agar tidak meluas dan menularkan kepada orang 

lain. 

5.3. Faktor Reinforcing 

5.3.1. Hubungan Pembinaan Petugas dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

  Pembinaan  petugas  mempunyai  hubungan  yang  signifikan  dengan  potensi 

penularan  TB  Paru  dimana  nilai  ρ  value  <  0,05  (0,000)  dan  nilai OR  sebesar  2,4  artinya 

potensi penularan TB Paru 2,4 kali lebih besar pada pembinaan petugas yang kurang baik. 

 Hal  ini  kemungkinan  dapat  terjadi  karena  pembinaan  petugas  belum  aktif  di 

masyarakat  dalam  upaya  pencegahan  potensi  penularan  TB  Paru  melalui  penyuluhan‐

penyuluhan dan pendidikan kesehatan. 

 

Page 86: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxvi 

 

Keterampilan  petugas  merupakan  aktivitas  petugas  ketika  berkomunikasi  secara 

langsung, melakukan komunikasi secara  lisan dani syarat. Memberikan pengertian melalui 

penyuluhan  kepada  penderita  TB  Paru  sehingga  penderita  benar‐benar mengerti  tentang 

penyakit TB Paru dan dapat meminimalkan penularan kepada orang lain. 

Kegiatan  intervensi  yang  dilakukan  adalah  meningkatkan  keterampilan  petugas 

dengan memberikan pembinaan melalui pelatihan dan studi banding ke tempat lain. 

5.3.2. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pencegahan Potensi Penularan TB Paru 

Dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan potensi penularan 

TB  Paru  dimana  nilai  ρ  value  <  0,05  (0,000)  dan  nilai  OR  sebesar  3,2  artinya  potensi 

penularan TB Paru 3,2 kali lebih besar pada responden yang keluarganya tidak mendukung. 

Keluarga  adalah  orang  terdekat  dengan  responden,  perilaku  keluarga  yang  sehat 

merupakan  salah  satu  motivasi  pencapaian  keberhasilan  dalam  pencegahan  potensi 

penularan TB Paru dengan baik. 

Adapun  dukungan  keluarga  seperti  pengawas  minum  obat,  menemani  anggota 

keluarga  yang  menderita  TB  Paru  untuk  melakukan  pemeriksaan  ulang,  memberikan 

semangat agar tidak putus menjalani pengobatan. 

 

Page 87: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxvii 

 

5.4. Strategi Pencegahan Penyakit TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara  

5.4.1. Kandidat Model dengan P value ≤ 0,25 

 Analisis  multivariat  dilakukan  terhadap  beberapa  variabel  yang  memenuhi 

persyaratan berdasarkan analisa bivariat  (ρ value  ≤ 0,25). Variabel yang memenuhi  syarat 

adalah  8  (delapan)  variabel,  seperti  terlihat  pada  tabel  4.25.  Variabel  prediktor  yang 

dilakukan yang dilakukan uji regresi  logistik secara backward selection adalah : pendidikan, 

pengetahuan, sikap, kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan ruangan, pembinaan petugas 

dan dukungan keluarga. 

 Melalui  uji  regresi  logistik  secara  backward  selection  dimana  seluruh  kandidat 

model dimasukkan secara bersama‐sama dan selanjutnya didapatkan hasil ρ value. Variabel 

yang  ρ  value  >  0,05  dikeluarkan  secara  bertahap  sampai mendapatkan  hasil  akhir  yaitu 

apabila tidak ada lagi variabel yang ρ value nya > 0,05. 

5.4.2. Kandidat Model dengan P value ≤ 0,05 

 Semua  variabel  memiliki  ρ  value  ≤  0,05  akan  menjadi  kandidat  model  potensi 

penularan  TB  Paru.  Variabel  prediktor  yang menjadi  kandidat model  (fit model)  adalah  : 

sikap  (X1), pembinaan petugas  (X2), ventilasi  (X3), pendidikan  (X4), dukungan keluarga  (X5), 

pencahayaan (X6), pengetahuan (X7) dan kepadatan hunian (X8). 

Kedelapan  variabel  ini  secara  bersama‐sama  berpengaruh  terhadap  potensi 

penularan TB Paru di Kabupaten Tapanuli Utara, dengan derajat kepercayaan 95% (ρ value = 

 

Page 88: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxviii 

 

0,000).  Pengaruh  ke  delapan  variabel  tersebut  terhadap  penularan  TB  Paru  dapat  di 

prediksikan sebesar 72% (overall percentage). 

Persamaan regresi logistic yang merupakan suatu model matematis (fit model) yang 

menunjukkan  pengaruh  antara  penularan  TB  Paru  (Y)  dengan  variabel‐variabel  yang 

berhubungan (Xn) sebagai berikut : 

Y= ‐12,052 + 0,953 X1 + 0,795 X2 + 1,381X3 + 0,696X4 + 1,215X5 + 0,814X6  +  1,232X7  + 

0,821X8 

di mana :   Y   =  Pencegahan potensi penularan TB Paru 

  X1   =    Sikap 

  X2   =   Pembinaan petugas 

                X3   =   Kepadatan hunian 

      X4   =   Pendidikan 

      X5   =   Dukungan keluarga 

      X6   =   Pencahayaan 

  X7  =  Pengetahuan 

  X8  =  Pendidikan 

 

5.5. Aplikasi Model Regresi Logistik 

 Aplikasi model regresi  logistik  tersebut, maka persamaan diatas dapat di  turunkan 

dalam  bentuk  perhitungan matematis  tentang  probabilitas.  Perhitungan  probabiliti  (P)  di 

 

Page 89: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

lxxxix 

 

pergunakan untuk memprediksi kemungkinan atau peluang orang yang bertempat tinggal di 

Tapanuli Utara untuk risiko tertular TB Paru. Rumus probabilitas (P) sebagai berikut : 

87654321 X696,0X795,0X814,0X821,0X953,0X215,1X232,1X381,1052,12)yprobabilit( e11P ++++++++−+

=  

Aplikasi model  logistik  ini mempergunakan  asumsi  ada  atau  tidak  ada  hubungan, 

apabila terdapat hubungan antara perilaku dan kondisi rumah terhadap potensi penularan 

TB Paru, maka nilai Xn (faktor risiko) = 1, apabila tidak tedapat hubungan antara perilaku dan 

kondisi rumah terhadap potensi penularan TB Paru maka nilai Xn (faktor risiko) = 0.  

Contoh  :  Perhitungan  untuk mengetahui  probabilitas  penularan  TB  Paru  dengan  perilaku 

dan kondisi rumah (X1 =1, X4 =1, X5 =1 X7=1, X8=1) dan faktor risiko lainnya tidak ada (X2 =0, X3 

=0, X6 =0). Maka probabilitasnya sebagai berikut : 

87654321 X696,0X795,0X814,0X821,0X953,0X215,1X232,1X381,1052,12)yprobabilit( e11P ++++++++−+

=  

P =  72% 

5.6. Keterbatasan Peneliti  

a. Aspek Desain Penelitian 

  Penelitian  ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti potensi penularan 

TB  Paru.  Penelitian  ini  hanya  menunjukkan  besarnya  hubungan  (kemaknaan)  faktor 

pemapar dalam hubungannya dengan pencegahan potensi penularan TB paru. Upaya yang 

dilakukan  untuk mengurangi bias dalam penelitian  ini dengan menganalisis  variabel  yang 

 

Page 90: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xc 

 

memberikan pengaruh terhadap pencegahan potensi penularan TB paru berdasarkan hasil 

pengamatan awal penulis sebelum melakukan penelitian 

b. Aspek Peneliti 

  Penguasaan  ilmu  pengetahuan  peneliti  tentang  pencegahan  penularan  TB  paru 

masih  banyak  kekurangan. Walaupun  peneliti  telah  berusaha  untuk memperkaya  bacaan 

melalui  kunjungan  ke  perpustakaan,  pencarian  informasi  melalui  browsing  internet, 

membentuk  kelompok  diskusi  sebelum  penelitian  ini  di  mulai  dan  saat  penelitian 

berlangsung. 

 Disamping  itu  dana,  sarana  dan  pengalaman  yang  kurang  dimiliki  peneliti 

menyebabkan  kurang  sempurnanya  penelitian  ini.  Penelitian  ini  merupakan  penelitian 

epidemiologis retrospektif kasus kontrol yang dapat menentukan seberapa besar hubungan 

antara dua variabel yang diteliti. 

c. Recall Bias 

Recall  bias  adalah  salah  satu  kelemahan  utama  studi  kasus  kontrol  karena 

kemampuan responden mengingat kejadian yang telah berlaku sangat terbatas. Salah satu 

upaya peneliti untuk mengurangi bias ini adalah mencari responden yang dalam dua tahun 

terakhir  menderita  TB  Paru,  membuat  pertanyaan  yang  lebih  sederhana  untuk  mudah 

dimengerti oleh responden. 

d. Interviewer Bias 

 

Page 91: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xci 

 

  Interviewer  bias  adalah  bias  yang  bersumber  dari  pewawancara  sendiri.  Hal  ini 

diakibatkan  pemahaman  seorang  pewawancara  berbeda  dengan  pewawancara  lain, 

sehingga pemahaman  tentang satu pertanyaan di kuesioner mungkin saja berbeda. Untuk 

mengatasi hal  ini peneliti sudah melakukan pelatihan  terhadap pewawancara di  lapangan, 

uji  coba  kuesioner  untuk  menguji  validitas  dan  reliabilitas  kuesioner,  maka  diharapkan 

terjadi kesamaan pemahaman terhadap pertanyaan yang ditujukan kepada responden. 

 

 

 

Page 92: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xcii 

 

BAB 6 

KESIMPULAN DAN SARAN 

 

6.1.  Kesimpulan  

 Berdasarkan  hasil  dan  pembahasan  yang  dilakukan  pada  bab  sebelumnya maka 

dapat disimpulkan bahwa : 

1. Ternyata dari  tiga  variabel  faktor predisposisi  yang dianalisa  secara bivariat  yaitu: 

pendidikan,  pengetahuan  dan  sikap  yang  diteliti  di  Kabupaten  Tapanuli  Utara 

semuanya memiliki hubungan yang bermakna dengan potensi penularan TB Paru 

2. Faktor enabling yang dianalisa secara bivariat, ditemukan tiga variabel yang terbukti 

berhubungan  secara  signifikan  terhadap  potensi  penularan  TB  Paru  yaitu: 

kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan. 

3. Faktor  reinforcing  yang  dianalisa  secara  bivariat,  di  temukan  dua  variabel  yang 

terbukti berhubungan  secara  signifikan  terhadap potensi penularan TB Paru yaitu: 

pembinaan petugas dan dukungan keluarga. 

4. Berdasarkan  hasil  uji  multivariat,  didapatkan  delapan  variabel  yang  menjadi 

prediktor  yaitu:  sikap,  pembinaan  petugas,  ventilasi,  pendidikan,  dukungan 

keluarga, pencahayaan, pengetahuan dan kepadatan hunian dengan faktor dominan 

adalah sikap. 

 

 

Page 93: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xciii 

 

 

6.2.  Saran  

1. Perlunya  upaya  peningkatan  pengetahuan  dan  sikap  masyarakat  tentang  upaya 

pencegahan dan penanggulangan penyakit TB paru melalui penyuluhan‐penyuluhan, 

simulasi dan penberdayaan arisan  ibu‐ibu dengan memasukkan konsep pencegahan 

penyakit  TB  paru,  pemutaran  film  bertajuk  pencegahan  dan  penanggulangan 

penyakit TB paru 

2. Perlunya dilakukan  sosialisasi dan penyuluhan  tentang  rumah  sehat  sebagai upaya 

pencegahan penyakit TB paru pada masyarakat oleh petugas kesehatan 

3. Untuk Dinas Kesehatan, perlunya upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan 

derajat kesehatan secara khusus mengenai penyakit TB paru 

4. Dinas  Kesehatan  melakukan  capacity  building  petugas  untuk  meningkatkan 

pembinaan masyarakat khususnya mengenai TB paru oleh petugas kesehatan 

5. Peningkatan  kerja  sama  lintas  sektoral  khususnya  dinas  pekerjaan  umum  dalam 

pembangunan perumahan sesuai standar kesehatan. 

 

Page 94: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xciv 

 

DAFTAR PUSTAKA 

 

 

Aditama,  T.,  1994.  Tuberkulosis  Paru  :  Masalah  dan  Penanggulangannya.  Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. 

 

Aditama,  T.,  2002.  Tuberkulosis;  Diagnosis,  Terapi  dan  Masalahnya.  Edisi  ke  empat. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta. 

 

Crofton, J., 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi Kedua. Widya Medika. Jakarta. 

 

Depkes  RI.,  2002.  Pedoman Nasional  Penanggulangan  Tuberkulosis.  Cetakan  Kedelapan. Jakarta. 

 

Depkes  RI.,  2002.  Keputusan  Menteri  Kesehatan  Republik  Indonesia  Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999  Tentang  Persyaratan  Kesehatan  Perumahan. Cetakan ke II. Jakarta. 

 

Depkes RI., 2004. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 

 

Dinas  Kesehatan  Propinsi  Sumatera  Utara.,  2005.  Profil  Kesehatan  Kabupaten  Tapanuli Utara. Medan. 

 

Dinas  Kesehatan  Kabupaten  Tapanuli  Utara.,  2006.  Profil  Kesehatan  Tapanuli  Utara. Medan. 

 

 

Page 95: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xcv 

 

Dinas Kesehatan RI., 1995. Survey Kesehatan dan Rumah Tangga tahun 1995. Balitbangkes. Jakarta. 

 

Gotama  I.,  2002.  Pengembangan  Model  Pemberantasan  Penyakit  Berbasis  Lingkungan Melalui  Pendekatan  Kota  Sehat  di  Kabupaten  Tangerang.  Balitbangkes. www.e‐litbangkes.or.id Diakses Tanggal 24 Mei 2007. 

 

Green.  I.,  2005.  Health  Program  Planning:  An  Educational  And  Ecological  Approach. Marshall Kreuter. Fourth Edition. Boston. 

 

Harwinta,  dkk.,  2005.  Modul  Kuliah  :  Kesehatan  Lingkungan.  Sekolah  Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. 

 

Herryanto, dkk., 2001. Riwayat Pengobatan Penderita. TB Paru Meninggal di Kabupaten Bandung. Balitbangkes. www.e‐litbangkes.com Diakses Tanggal 24 Mei 2007. 

Murti, B., 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Cetakan Pertama Edisi Pertama. Gajah Mada Press. Yogyakarta. 

 69

Musaddad,  A.,  2002.  Hubungan  Faktor  Lingkungan  Rumah  dengan  Kejadian  Penularan Penyakit  Tuberkulosis  Paru. www.e‐litbangkes.or.id Diakses  Tanggal  24 Mei 2007. 

 

Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 

 

Phelan, P., 1982. Respiratory Illness Childhood. Second Edition. Alden Press. Oxford. 

 

 

Page 96: pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap ...

xcvi 

 

 

Riduwan,  M.,  2003,  Skala  Pengukuran  Variabel‐variabel  Penelitian.  Cetakan  Kedua, Penerbit Alfabeta. Jawa Barat. 

 

Sastroasmoro,  S.,  1995.  Dasar‐dasar  Metodologi  Penelitian  Klinis.  Penerbit  Binarupa Aksara. Jakarta. 

 

Setiono, K., 1998. Editor. Manusia, Kesehatan dan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung. 

 

Sukana,  B.,  2000.  Penelitian  Pengobatan  Penderita  TB  Paru  dengan  Memberdayakan Tenaga Anggota Keluarga di Tangerang. Balitbangkes. www.e‐litbangkes.or.id Diakses Tanggal 24 Mei 2007. 

 

......................,  1998.  Faktor  Lingkungan  Perumahan  Penduduk  Penderita  TBC  Terhadap Angka Bakteri TBC di DT II Kab. Tangerang Jawa Barat. Balitbangkes. www.e‐litbangkes.or.id Diakses Tanggal 24 Mei 2007. 

 

...................,  1997.  Pengaruh  Lingkungan  Perumahan  Penduduk  Penderita  TB  Paru Terhadap Angka Bakteri  Tahan Asam  (BTA)  pada  Perumahan  di DT  II  Kab. Tangerang  Jawa Barat. Balitbangkes. www.e‐litbangkes.or.id Diakses Tanggal 24 Mei 2007. 

 

Wibowo,  C.,  2004. Kasus  Kontak  Tuberkulosis  Paru Rumah  Sakit Umum  Pusat Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali. www.e‐litbangkes.or.id Diakses Tanggal 24 Mei 2007.