PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED …digilib.unila.ac.id/21421/2/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED …digilib.unila.ac.id/21421/2/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN
SELF CONFIDENCE SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016)
Oleh
FITRIYANTI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN
SELF CONFIDENCE SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016)
Oleh
FITRIYANTI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model problem
based learning terhadap kemampuan komunikasi matematis dan self confidence
siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 20
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan jumlah 244 siswa dan
terdistribusi ke dalam delapan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII
F dan VIII G yang dipilih dengan teknik purposive random sampling. Desain yang
digunakan adalah posttest only control group design. Data penelitian ini diperoleh
melalui tes kemampuan komunikasi matematis dan skala self confidence.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah problem based learning ber-pengaruh
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, namun tidak berpengaruh
terhadap self confidence siswa.
Kata kunci: Problem Based Learning, Komunikasi Matematis, Self Confidence
PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN
SELF CONFIDENCE SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016)
Oleh
Fitriyanti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jakarta, pada 20 Februari 1995. Penulis adalah anak
pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hamizar dan Ibu Asmara Dewi.
Penulis memiliki adik kembar bernama M. Riski Pratama dan M. Kurniawan
Pratama.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di RA Tunas Harapan
Kotabumi, Lampung Utara pada tahun 2000. Kemudian penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Negeri 4 Kalibalangan Kecamatan Abung Selatan pada
tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 7 Kotabumi pada
tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Kotabumi pada
tahun 2012.
Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) pada tahun 2015 di Pekon
Antar Brak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus dan Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Limau, Kabupaten Tanggamus. Selama
menjalani studi, penulis aktif di beberapa organisasi kampus yaitu sebagai Korps
Muda BEM (KMB) VIII BEM U KBM Unila Periode 2012-2013, Wakil
Bendahara Umum Himasakta FKIP Unila periode 2014-2015, Bendahara Umum
viii
Medfu FKIP Unila Periode 2014-2015 dan Anggota Komisi Keuangan DPM U
KBM Unila periode 2015-2016. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Statistika Dasar dan Desain Pembelajaran Matematika. Selain itu,
penulis juga merupakan peserta PKM-M yang mendapatkan dana hibah dari Dikti
pada PKM Tahun 2015.
MOTTO
Put Allah in every single step you
take and you’ll never
be disappointed
Persembahan
Segala Puji bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurnasholawat serta salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW
Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda cintadan kasih ku kepada:
Ayahku Hamizar dan Ibuku tercinta Asmara Dewi,yang telah memberikan kasih sayang, semangat,
dan doa yang selalu mengiringi langkahkusehingga anakmu ini bisa sampai pada titik ini.
Kedua adik kembarku,M. Riski Pratama dan M. Kurniawan Pratama
serta keluarga besar yang terus memberikan dukungandan doanya padaku.
Para pendidik yang memberikan ilmunyadengan tulus dan penuh kesabaran.
Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengansegala kekuranganku, telah memberi warna dan cerita
dalam hidupku.
Almamater Universitas Lampung tercinta.
xi
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Self Confidence Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII
Semester Ganjil SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015-2016)”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda tercinta Hamizar, Ibunda tercinta Asmara Dewi, kedua adik
kembarku M. Riski Pratama dan M. Kurniawan Pratama, keluarga kecil yang
selalu menjadi tempat berteduh, memberikan banyak cinta dan kasih sayang
dengan tulus dan penuh kesabaran, bimbingan dan nasihat, semangat, doa,
serta kerja keras yang tak kenal lelah demi keberhasilan penulis.
2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing I yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan dengan
sabar terhadap berbagai permasalahan yang ada sehingga skripsi ini menjadi
lebih baik.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan dengan sabar terhadap berbagai
permasalahan yang ada sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
xii
4. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Pembahas dan Ketua Jurusan PMIPA yang
telah memberikan kritik dan saran yang bersifat kritis dan membangun serta
memberikan kemudahan sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya.
8. Ibu Dra. Hj. Listidora, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 20 Bandarlampung
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.
9. Ibu Hj. Muryati, S.Pd., selaku guru mitra di SMP Negeri 20 Bandarlampung
yang telah memberikan bimbingan, dan motivasi selama penelitian.
10. Siswa-siswi kelas VIII F dan VIII G SMP Negeri 20 Bandarlampung tahun
pelajaran 2015-2016 atas kerjasamanya selama penelitian.
11. Keluarga besarku khususnya Bapak Burhanudin, S.Pd., Ibu Apriana, S.Pd.
Indah Sesaria Kirana, dan M. Pajri Aditia yang telah memberikan doa,
motivasi, dan dukungan.
12. Sahabat-sahabat Sholeha Khadijah: Evalia Nova Rianti, Linda Nurfitriyani,
Rini Haswin Pala, Yuliana, Heni Yusnani, Dewi Mutiasari, Mila Alifia
Hamdalah, dan Dyana Astuti atas segala kenangan, motivasi, do’a serta
dukungan yang telah diberikan.
xiii
13. Teman-temanku di Pendidikan Matematika angkatan 2012: Devi, Titi, Della,
Nuy, Nidya, Zachra, Reysti, Iis, Lela, Suci, Tania, Resa, Ruben, Ricky,
Burhan, Agata, Eja, Resti, Utary, Arum, Erma, Arbai, Rina, Yuni, Lusi, Maya,
Tika dan teman-teman yang lain yang tak bisa kusebutkan satu-persatu atas
dukungan, motivasi, do’a, bantuan, serta kebersamaannya selama ini.
14. Sahabatku selamanya: Rena Marinta, Henny Indah P., Audina Rizky Agustin,
Putri Widya Utami, dan Sartika Safitri atas kebersamaannya selama ini.
15. Asisten praktikum tersetiaku: Ayu Nirmala Dewi, Elok Waspadany, Depi
Puspita Arum, dan Lelly Diana atas kebersamaannya hingga menyusun tugas
akhir ini.
16. Teman-teman organisasi tercintaku: Malinda, Indri, Riya, Nova, Vivi, Izu,
Niken, Dira, Risko, Rian, Ferdi, Adam, Kinasih, Dede, Istiqomah, Niddia dan
semua punggawa Himasakta FKIP Unila 2013-2014 dan 2014-2015, Ana, Ari,
Udin, dan seluruh Medfu-ers periode 2014-2015, Nina dan KMB VIII BEM U
KBM Unila, dan skuad DPM U KBM Unila periode 2015-2016 atas semua
pelajaran, pengalaman dan kebersamaannya selama ini.
17. Kakak tingkat angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011 serta adik tingkat
angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas kebersamaannya selama ini.
18. Keluarga baruku, teman KKN-KT FKIP Unila 2015 Pekon Antar Brak,
Kecamatan Limau: Nikmaturrahmah MS, Tri Wahyuni, Annisa Pratiwi, Dani
Rasanzani, Ridwan Kusuma, Bunga Triwahyuni, Bustomi, dan Ardila Desga
atas kebersamaannya, semangat, dan motivasi yang diberikan.
19. Keluarga besar SMP Negeri 1 Limau, Kabupaten Tanggamus atas semua
kesempatan, pengalaman, dan kebersamaannya selama menjalani KKN-KT.
xiv
20. Sekelik Bidikmisi Universitas Lampung tahun 2012 atas kebersamaannya
selama ini.
21. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
22. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Februari 2016
Penulis,
Fitriyanti
xv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xviii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .............................. 10
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
2.1.1 Pengaruh ..................................................................................... 10
2.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis .......................................... 10
2.1.3 Self Confidence ........................................................................... 13
2.1.4 Problem Based Learning ............................................................ 15
2.2 Kerangka Pikir................................................................... .................... 18
2.3 Anggapan Dasar..................................................................................... 21
2.4 Hipotesis Penelitian................................................................................. 21
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 22
3.1 Populasi dan Sampel .............................................................................. 22
xvi
3.2 Desain Penelitian .................................................................................. 23
3.3 Instrumen Penelitian .............................................................................. 23
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................ 30
3.5 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis...................................... 31
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 38
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 38
4.2 Pembahasan............................................................................................ 43
V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 48
5.1 Simpulan ................................................................................................ 48
5.2 Saran ...................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49
LAMPIRAN....................................................................................................... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Distribusi Guru Matematika Kelas VIII SMP Negeri 20Bandarlampung ................................................................................ 22
Tabel 3.2 Desain Penelitian.............................................................................. 23
Tabel 3.3 Aspek Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis.................... 24
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas .......................................................................... 26
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda............................................................... 27
Tabel 3.6 Daya Pembeda Instrumen Tes Berdasarkan Hasil Uji Coba............ 28
Tabel 3.7 Interpretasi Tingkat Kesukaran ........................................................ 28
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Berdasarkan Hasil Uji Coba ..... 29
Tabel 3.9 Aspek Penilaian Self Confidence...................................................... 30
Tabel 3.10 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis.............. 33
Tabel 3.11 Uji Normalitas Data Self Confidence ............................................... 33
Tabel 3.12 Uji Homogenitas Data Self Confidence............................................ 34
Tabel 4.1 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa............................ 38
Tabel 4.2 Data Persentase Pencapaian Indikator Kemampuan KomunikasiMatematis ......................................................................................... 39
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann Whitney U Data Kemampuan KomunikasiMatematis ......................................................................................... 40
Tabel 4.4 Data Self Confidence Siswa ............................................................. 41
Tabel 4.5 Data Persentase Pencapaian Indikator Self Confidence Siswa......... 41
Tabel 4.6 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Self Confidence................ 42
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ............................................................... 54
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PBL ...................... 58
Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ....... 74
Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS)....................................................... 90
Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 117
Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ........................ 118
Lampiran B.3 Kunci Jawaban dan Pedoman Pemberian Skor TesKemampuan Komunikasi Matematis........................................ 119
Lampiran B.4 Form Validasi Instrumen Tes ................................................... 122
Lampiran B.5 Kisi-Kisi Skala Self Confidence ............................................... 123
Lampiran B.6 Instrumen Non Tes (Skala Self Confidence) ............................. 124
Lampiran B.7 Pedoman Pemberian Skor Skala Self Confidence ..................... 126
Lampiran C.1 Perhitungan Reliabilitas Intrumen Tes...................................... 128
Lampiran C.2 Perhitungan Daya Beda dan Tingkat Kesukaran IntrumenTes ............................................................................................. 129
Lampiran C.3 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ............................... 130
Lampiran C.4 Rekapitulasi Pencapaian Indikator KemampuanKomunikasi Matematis ............................................................. 133
Lampiran C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi MatematisKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 134
Lampiran C.6 Uji Non Parametrik Data Kemampuan KomunikasiMatematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ..................... 136
xix
Lampiran C.7 Data Self Confidence ................................................................. 138
Lampiran C.8 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Self Confidence.................. 141
Lampiran C.9 Uji Normalitas Data Self Confidence Kelas Eksperimen KelasKontrol ...................................................................................... 142
Lampiran C.10 Uji Homogenitas Data Self Confidence Kelas Eksperimendan Kelas Kontrol ..................................................................... 145
Lampiran C.11 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Self Confidence KelasEksperimen dan Kelas Kontrol ................................................. 146
Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ............................................ 150
Lampiran D.2 Daftar Hadir Seminar Proposal Mahasiswa .............................. 151
Lampiran D.3 Surat Izin Penelitian .................................................................. 152
Lampiran D.4 Surat Telah Melaksanakan Penelitian ....................................... 153
Lampiran D.5 Daftar Hadir Seminar Hasil Mahasiswa.................................... 154
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu proses penting yang harus dilalui manusia.
Melalui proses pembelajaran dalam pendidikan, seseorang dibimbing untuk
mengembangkan pola pikir serta kepribadiannya menjadi pribadi yang kompeten
dan berakhlak mulia agar dapat memainkan berbagai peran di dalam lingkungan
kehidupannya masing-masing. Oleh karena itu, setiap orang harus memperoleh
pendidikan.
UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. Hal ini diimplementasikan pemerintah melalui terselenggaranya
sistem pendidikan nasional yang terdiri dari rangkaian pendidikan formal mulai
dari sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi, yang didukung
dengan program wajib belajar 9 tahun. Berbagai pelajaran diajarkan dijenjang
tersebut diantaranya ilmu agama, sastra, sains, sosial, dan matematika.
Diantara pelajaran tersebut, matematika merupakan salah satu pelajaran yang
penting. Matematika menjadi penunjang berbagai ilmu lain sehingga tidak sedikit
ilmu dan pengetahuan yang penemuan dan perkembangannya bergantung pada
matematika. Hal ini sesuai dengan Kline dalam Suherman (2003: 17) yang
menyatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
2
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam. Selain itu, matematika tidak lepas dari kehidupan sehari-hari.
Hampir semua aspek dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan matematika,
contohnya adalah transaksi jual beli. Belajar matematika juga melatih seseorang
untuk berfikir rasional dan menggunakan logika. Hal ini sejalan dengan Hudoyo
(2003: 35) yang menyatakan bahwa matematika adalah alat untuk mengem-
bangkan cara berfikir sehingga sangat diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
maupun dalam menghadapi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melihat betapa pentingnya matematika terutama dalam kehidupan sehari-hari,
maka matematika perlu diajarkan. Cockroft dalam Abdurrahman (2003: 253)
menge-mukakan bahwa matematika perlu diajarkan karena: 1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan
jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan,
dan 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menan-
tang. Hal ini diwujudkan melalui terselenggaranya pembelajaran matematika.
Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan KTSP dalam Depdiknas
(2006: 346) menyatakan bahwa belajar matematika bertujuan agar peserta didik
mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan
masalah, mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai
3
kegunaan matematika dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran
matematika, salah satu aspek yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan
komunikasi matematis.
Kemampuan komunikasi matematis menurut Izzati (2010: 721) merupakan
kemampuan menggunakan bahasa matematika untuk mengeksperesikan gagasan
dan argumen dengan tepat, singkat dan logis. Kemampuan komunikasi matematis
merupakan salah satu aspek dalam standar proses pembelajaran matematika
menurut rekomendasi National Council of Teacher Mathematics (NCTM) (2000:
12). Indikator standar proses komunikasi yang direkomendasikan NCTM meliputi
1) mengatur dan menggabungkan ide matematis siswa melalui komunikasi, 2)
mengkomunikasikan ide matematis siswa secara koheren dan jelas kepada siswa
lain, guru, maupun dengan yang lainnya, 3) menganalisis dan mengevaluasi ide
dan strategi matematis orang lain, dan 4) menggunakan bahasa matematika untuk
menyatakan ide matematis dengan tepat.
Berdasarkan pemaparan tersebut, kemampuan komunikasi matematis penting
dimiliki oleh siswa. Namun hasil Programme International for Student Assesment
(PISA) tahun 2012 dalam Chester (2014: 8) menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa Indonesia masih rendah. Berdasarkan rata-rata skor
literasi matema-tika, Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara yang
berpartisipasi dan memperoleh skor 375 dari rata-rata skor yang ditetapkan
Organisation for Econo-mic Co-operation and Development (OECD) yaitu 494.
Kemampuan komunikasi termasuk salah satu aspek yang diamati dalam PISA.
Salah satu penyebabnya menurut Wardhani dan Rumiati (2011: 1-2) adalah pada
4
umumnya siswa Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan
karakteristik seperti pada soal-soal PISA yang menuntut argumentasi dalam
penyelesaiannya.
Selain kemampuan komunikasi matematis, ada aspek lain yang juga patut
diperhatikan dalam pembelajaran yaitu affective siswa, salah satunya self
confidence. Self confidence menurut Royal Melbourne Institute of Technology
(RMIT) (2009: 3) diartikan sebagai kepercayaan yang dimiliki individu dalam
meraih kesuksesan dan kompetensi, mempercayai kemampuan mengenai diri
sendiri dan dapat menghadapi situasi di sekelilingnya. Siswa yang memiliki self
confidence yang tinggi akan mempercayainya dirinya mampu menyelesaikan
masalah yang ada dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar. Namun hasil Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) dalam Mullis, Martin, Foy dan Arora (2011: 338)
menunjukkan bahwa tingkat self confidence siswa Indonesia masih rendah.
Salah satu hal yang perlu kita soroti untuk mengetahui penyebab rendahnya
kemampuan komunikasi dan self confidence siswa adalah proses pembelajaran.
Sekolah di Indonesia pada umumnya masih menerapkan sistem pembelajaran
konvensional yaitu pembelajaran langsung yang berpusat pada guru (teacher
centered). Menurut Amir (2009: 5) pada proses pembelajaran tersebut,
pengetahuan cenderung dipindahkan dari guru ke siswa tanpa siswa membangun
sendiri pengetahuan tersebut. Dalam kondisi seperti ini, tidak jarang guru hanya
memberikan catatan pelajaran kemudian menjelaskannya sehingga siswa menjadi
pasif karena hanya mendengarkan dan mencatat pelajaran yang diberikan oleh
5
guru. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan sedikitnya kesempatan
siswa mengekspresikan ide matematika secara mandiri, sehingga aktivitas
komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Siswa menyelesaikan
soal hanya mengikuti algoritma yang sudah ada. Oleh karena itu pembelajaran
yang berpusat pada guru dianggap tidak cocok lagi digunakan, sebab siswa tidak
kreatif dalam mengekspresikan ide-ide mereka, dan hanya diberi informasi yang
berkenaan dengan materi. Siswa hendaknya dapat membangun sendiri konsep
berpikirnya yang berkaitan dengan ide-ide dan konsep matematika.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis dan self confidence ini juga terjadi
di SMP Negeri 20 Bandarlampung yang memiliki karakteristik yang sama dengan
sekolah-sekolah lain pada umumnya. Pembelajaran yang diterapkan di sekolah
yaitu teacher centered, membuat siswa menjadi pasif dan kurang bisa
menyelesaikan permasalahan matematika yang diberikan. Hasil pengamatan
pembelajaran dan wawancara dengan guru bidang studi matematika menunjukkan
bahwa siswa di SMP tersebut masih sulit dalam menyelesaikan soal dalam bentuk
soal cerita yaitu kemampuan menyajikan masalah yang ada ke dalam bentuk
ekspresi atau ide-ide matematika. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa
untuk menyajikan pernyataan matematika dalam bentuk ekspresi matematika
masih rendah. Hal ini berkaitan dengan salah satu indikator kemampuan
komunikasi matematis yaitu kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Selain itu,
masih banyak siswa yang tidak berani untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya di depan kelas karena merasa tidak percaya diri. Bahkan ada
6
beberapa siswa yang tidak menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan diri, optimis, dan rasa tanggung jawab
siswa terhadap apa yang diberikan kepadanya masih rendah sehingga bisa
disimpulkan bahwa self confidencenya juga masih rendah.
Menurut Ching dan Gallow dalam Amir (2009: 3), pembelajaran dengan
pendekatan teacher centered dianggap tradisional dan perlu diubah. Peningkatan
kemampuan komunikasi matematis dan self confidence siswa dapat dilakukan
dengan menerapkan pembelajaran yang membiasakan siswa untuk meng-
konstruksi sendiri idenya serta memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan idenya dengan guru ataupun teman sekelas. Model
pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui
masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupannya sehari-hari sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan siswa menjadi lebih mudah untuk
memahami konsep-konsep yang diajarkan serta mengkomunikasikan ide-idenya.
Salah satu alternatif untuk mendukung hal tersebut menurut Amir (2009: 12)
adalah menerapkan model problem based learning dimana peserta didik
dilibatkan untuk memecahkan suatu masalah melalui fase-fase ilmiah. Langkah-
langkah problem based learning adalah mengorientasi siswa pada masalah,
mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing pengalaman individual/
kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
7
Fase-fase problem based learning memberikan peluang siswa untuk mening-
katkan kemampuan komunikasi matematis dan self confidencenya. Misalnya pada
fase mengorganisasi siswa untuk belajar, siswa dituntut mengkomunikasikan
permasalahan yang disajikan ke dalam ekspresi matematika. Kemudian dalam
mengevaluasi hasil pemecahan masalah, siswa juga dituntut berpikir objektif dan
rasional. Dan pada fase menyajikan hasil karya, siswa dituntut memiliki
kepercayaan diri dalam menyampaikan hasil karyanya. Hal ini sejalan dengan
Selcuk dalam Hastuti (2014: 4) yang menyatakan bahwa problem based learning
membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu problem based
learning melatih siswa untuk bisa berpikir rasional dan percaya diri yang
merupakan indikator self confidence. Pengetahuan yang diperoleh melalui tahap-
tahap menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari akan
membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan komunikatif.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perlu diadakan penelitian mengenai
pengaruh penerapan model problem based learning terhadap kemampuan
komunikasi matematis dan self confidence siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan masalah
yaitu: “Apakah terdapat pengaruh penerapan model problem based learning
terhadap kemampuan komunikasi matematis dan self confidence siswa?”.
8
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian berikut:
1. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti problem
based learning lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
2. Apakah self confidence siswa yang mengikuti problem based learning lebih
tinggi daripada self confidence siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan
model problem based learning terhadap kemampuan komunikasi matematis dan
self confidence siswa. Tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kemampuan komunikasi matematis dan self confidence siswa yang
mengikuti problem based learning dengan kemampuan komunikasi matematis
dan self confidence siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam
pendidikan matematika berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis
siswa, model problem based learning dan self confidence siswa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi saran untuk praktisi pendidikan dalam memilih model
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self
9
confidence siswa serta menjadi sarana mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
bidang pendidikan matematika.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:
1. Pengaruh merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang secara langsung atau
tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan.
2. Model problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan matematis yang
kontekstual sebagai konteks bagi siswa untuk belajar dan untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
3. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan penyampaian ide
atau gagasan baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis dengan
menggunakan istilah matematika dan berbagai representasi yang sesuai serta
memperhatikan kaidah-kaidah matematika.
4. Self confidence adalah kemampuan diri sendiri dalam menyelesaikan tugas
dan memilih cara penyelesaian yang baik dan efektif serta kepercayaan diri
atas kemampuan yang dimiliki siswa dalam mengambil keputusan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengaruh
Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul
yang dapat memberikan perubahan terhadap apa yang ada di sekelilingnya.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 89), pengaruh adalah
daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang membentuk
perbuatan seseorang.
Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan
suatu tindakan atau kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan.
2.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis
Izzati (2010: 721) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis
merupakan kemampuan menggunakan bahasa matematika untuk meng-
eksperesikan gagasan dan argumen dengan tepat, singkat dan logis. Sedangkan
menurut The Intended Learning Outcomes dalam Armiati (2009: 271),
kemampuan komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara
11
koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui
kemampuan komunikasi matematis ini siswa dapat mengembangkan pemahaman
matematika jika menggunakan bahasa matematika yang benar untuk menulis
tentang matematika, mengklarifikasi ide-ide dan belajar membuat argumen serta
merepresentasikan ide-ide matematika secara lisan, gambar dan simbol.
Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan yang penting dalam matematika
sehingga perlu dikembangkan. Baroody dalam Ansari (2009: 4) menyatakan
bahwa sedikitnya ada dua alasan penting perlu dikembangkannya kemampuan
komunikasi dalam pembelajaran matematika, pertama adalah matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, dan menyelesaikan
masalah atau mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk
mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas, kedua adalah
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika
juga sebagai wahana interaksi antarsiswa dan juga sebagai sarana komunikasi
guru dan siswa.
Standar isi yang terdapat pada KTSP menguraikan bahwa komunikasi matematis
merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa selain
kemampuan pemahaman konsep, kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan koneksi matematis. Berdasarkan hal tersebut, seorang
siswa dikatakan mampu dalam komunikasi secara matematis apabila ia mampu
mengkomunikasikan gagasan matematik dengan simbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
12
Ada beberapa indikator dalam kemampuan komunikasi matematis yang dapat
dicermati. Standar kurikulum NCTM tentang komunikasi matematis, menyatakan
bahwa indikator kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari:
1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, 2) kemampuan
memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara
lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya, 3) kemampuan dalam
menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-
model situasi.
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut, NCTM
menyarankan agar komunikasi difokuskan pada tugas-tugas matematika yang
bermakna. Guru seharusnya mengidentifikasi dan menggunakan tugas-tugas yang
berkaitan penting dengan ide matematika, dapat diselesaikan dengan berbagai
metode, memenuhi banyak contoh, dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengartikan, menyelidiki, dan melakukan perkiraan/dugaan.
Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang dikemukakan oleh
Satriawati dalam Azizah (2011), yaitu: 1) Written Text yaitu memberikan
jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau
persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkret, grafik dan aljabar, menjelaskan
dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari,
mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat
konjektur, menyusun argumen dan generalisasi, 2) Drawing, yaitu merefleksikan
13
benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika, 3)
Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka kemampuan komunikasi matematis
adalah kemampuan penyampaian ide atau gagasan baik secara lisan, visual,
maupun dalam bentuk tertulis dengan menggunakan istilah matematika dan
berbagai representasi yang sesuai serta memperhatikan kaidah-kaidah matematika.
Kemampuan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah kemampuan komunikasi matematis dalam bentuk tertulis yang meliputi
written text, drawing dan mathematical expression.
2.1.3 Self Confidence
Self confidence diartikan sebagai kepercayaan yang dimiliki individu dalam
meraih kesuksesan dan kompetensi, mempercayai kemampuan mengenai diri
sendiri dan dapat menghadapi situasi di sekelilingnya (RMIT, 2009: 3). Menurut
Fishbein & Ajzen dalam Parson, Croft & Harrison (2011: 53), “self-confidence is
a belief”, kepercayaan diri adalah sebuah keyakinan. Keyakinan menurut
Scoenfeld dalam Hannula, Maijala, & Pehkonen (2004: 17) adalah pemahaman
dan perasaaan individu yang membentuk konsep individu dan terlibat dalam
perilaku matematika.
Kepercayaan diri adalah unsur penting dalam meraih kesuksesan. Menurut Molloy
dalam Hapsari (2011: 5), kepercayaan diri adalah merasa mampu, nyaman dan
puas dengan diri sendiri, dan pada akhirnya tanpa perlu persetujuan dari orang
14
lain. Sedangkan kepercayaan diri menurut Ghufron dan Risnawita (2011: 35),
adalah keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik
pribadi yang di dalamnya terdapat kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung
jawab, rasional dan realistis. Pembentuk utama dari kepercayaan diri siswa dalam
pembelajaran matematika menurut Jurdak (2009: 111) adalah interaksi siswa
dengan guru juga siswa dengan sesama siswa. Guru dan metode pembelajaran
yang diterapkannya di kelas akan berpengaruh langsung pada kepercayaan diri
siswa, saat siswa dihadapkan pada situasi yang menantang dan perasaan yang
menyenangkan maka kepercayaan diri siswa pun akan meningkat.
Menurut Lauster dalam Ghufron & Risnawati (2011: 35-36), aspek-aspek
kepercayaan diri meliputi: 1) keyakinan kemampuan diri yaitu keyakinan diri
untuk mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya, 2) optimis
yaitu selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan
kemampuannya, 3) objektif yaitu memandang permasalahan sesuai dengan
kebenaran yang semestinya, bukan menurut dirinya, 4) bertanggung jawab yaitu
kesediaan untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya,
dan 5) rasional dan realistis yaitu analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan
suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan
sesuai dengan kenyataan.
Preston (2007: 14) menyebutkan aspek-aspek pembangun kepercayaan diri adalah
kesadaran diri, niat, berpikir positif dan rasional, berpikir kreatif pada saat akan
bertindak, bertindak. Menurut Surya (2010: 261-264), aspek psikologis yang
mempengaruhi dan membentuk percaya diri, yaitu gabungan unsur karakteristik
15
citra fisik, citra psikologis, citra sosial, aspirasi, prestasi, dan emosional, antara
lain: 1) pengendali diri, 2) suasana hati yang sedang dihayati, 3) citra fisik, 4) citra
sosial, dan 5) citra diri ditambah aspek keterampilan teknis, yaiu kemampuan
menyusun kerangka berpikir dan keterampilan berbuat dalam menyelesaikan
masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka self confidence adalah kemampuan
diri sendiri dalam menyelesaikan tugas dan memilih cara penyelesaian yang baik
dan efektif serta kepercayaan diri atas kemampuan yang dimiliki siswa dalam
mengambil keputusan dilihat dari kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung
jawab, rasional, dan realistis.
2.1.4 Problem Based Learning
Problem based learning menurut Sudarman (2007: 69) adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran. Sedangkan menurut Sutirman (2013: 39), problem based
learning adalah proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistematik
untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang akan diperlukan
dalam kehidupan nyata.
Problem based learning menurut Checkly dalam Apriono (2011: 1) adalah suatu
sarana yang relevan untuk pembelajaran, dimana masalah nyata menjadi
kajiannya, mereka menyelidiki, sunguh-sunguh mendalami, apa yang mereka
16
perlukan untuk mengetahui dan ingin mengetahui. Sedangkan menurut Lloyd-
Jones, Margeston, dan Bligh dalam Huda (2013: 271), problem based learning
mempunyai 3 elemen dasar yang seharusnya muncul dalam pelaksanaannnya
yaitu menginisiasi masalah awal, meneliti isu-isu yang diidentifikasi sebelumnya,
dan memanfaatkan pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah.
Amir (2009: 12) menyatakan bahwa problem based learning banyak diadopsi
untuk menunjang pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sanjaya
(2009: 220) mengidentifikasi beberapa kelebihan problem based learning salah
satunya yaitu dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Sugiyanto (2009: 157) menyatakan bahwa problem based learning didasarkan
pada premis situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa tertarik untuk menyelidiki.
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting, yang
pertama yaitu situasi mestinya autentik yang berarti bahwa masalahnya harus
dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip disiplin
akademis tertentu. Kedua, masalah itu mestinya tidak jelas/tidak sederhana
sehingga menciptakan misteri atau teka-teki. Ketiga, masalah itu seharusnya
bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.
Kemudian masalah itu mestinya cakupannya luas sehingga memberikan
kesempatan kepada guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi tetap
dalam batas-batas yang layak bagi pelajarannya dilihat dari segi waktu, ruang, dan
keterbatasan sumber daya. Dan yang terakhir masalah yang baik harus
mendapatkan manfaat dari usaha kelompok, bukan justru dihalanginya.
17
Ada 5 tahapan dalam pembelajaran model problem based learning dan perilaku
yang dibutuhkan guru yang dinyatakan oleh Sugiyanto (2009: 159). Fase pertama
dalam problem based learning yaitu memberikan orientasi tentang permasa-
lahannya kepada siswa, guru membahas tujuan pelajaran, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Pada fase mengorganisasikan siswa
untuk meneliti, guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisa-
sikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahanya. Selanjutnya pada
fase memandu investigasi mandiri dan kelompok, guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari
solusi. Pada fase mengembangkan dan mempresentasikan hasil, guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan
dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain. Terakhir guru
mendampingi siswa pada fase menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi
masalah. Selcuk dalam Hastuti (2014: 4) menyatakan bahwa problem based
learning membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu problem based
learning melatih siswa untuk bisa berpikir rasional dan percaya diri yang
merupakan indikator self confidence. Pengetahuan yang diperoleh melalui tahap-
tahap menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari akan
membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan komunikatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka problem based learning adalah
suatu model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada permasalahan-
permasalahan matematis yang kontekstual sebagai konteks bagi siswa untuk
belajar dan memperoleh pengetahuan dan konsep yang dari materi pelajaran.
18
2.2 Kerangka Pikir
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan sehingga dalam proses
pembelajaran pada dasarnya guru bukan hanya sekedar mentransfer kepada siswa.
Lebih dari itu, di dalam proses pembelajaran terutama pembelajaran matematika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memikirkan
gagasan-gagasan yang diberikan sehingga siswa tidak hanya mengandalkan
kemampuannya. Pembelajaran matematika seharusnya merupakan kegiatan
interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa, dan siswa-guru untuk memperjelas
pemikiran dan pemahaman terhadap suatu gagasan. Seorang guru perlu menyadari
bahwa pola interaksi yang selama ini berlangsung dalam proses pembelajaran
tidak selalu dapat berjalan lancar. Bahkan pola interaksi yang terjadi selama ini
terkadang dapat menimbulkan kebingungan, salah pengertian atau kesalahan
konsep yang diterima siswa. Kesalahan pola interaksi seseorang guru akan
dirasakan siswanya sebagai penghambat pembelajaran, dan begitu pula
sebaliknya. Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematis merupakan
kemampuan yang penting dan mendasar dalam pembelajaran khususnya
pembelajaran matematika yang harus dibangun dan dikembangkan siswa.
Pada model problem based learning, siswa dihadapkan pada permasalahan-
permasalahan dalam dunia nyata yang dijadikan konteks bagi siswa untuk belajar
atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan yang
harus mereka selesaikan dalam kelompok-kelompok kecil jika dibutuhkan. Tahap
model problem based learning dimulai dari orientasi siswa pada masalah,
mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual
19
maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Tahap pertama adalah orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan,
mengajukan demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih sehingga
membantu mengembangkan self confidence siswa.
Tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik untuk belajar. Pada tahap ini
guru membantu peserta didik untuk mengorganisasi tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa akan dikelompokkan secara
heterogen dan mulai berdiskusi tentang masalah yang disajikan dalam LKS.
Selama diskusi siswa dituntut untuk mengomunikasi permasalahan yang disajikan
ke dalam bentuk ekspresi matematika. Siswa juga dituntut untuk bisa berdiskusi
dengan teman sekelompoknya mengenai gagasan yang dimiliki. Dengan ini self
confidence dan kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkat setelah
siswa mendapat problem based learning.
Tahap ketiga yaitu membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada
tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah. Disinilah guru berperan dalam membantu siswa mengembangkan
kepercayaan dirinya dengan tetap memberi kontrol ketika berlangsungnya diskusi.
Tahap selanjutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada
tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan
20
karya serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Pada tahap
ini akan terlihat bagaimana pengaruh model problem based learning terhadap
kemampuan komunikasi matematis dan self confidence siswa karena siswa akan
terlibat aktif dalam presentasi serta memberikan pertanyaan atau komentar. Dan
pada tahap terakhir yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah, guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pada model problem based learning
terdapat tahap-tahap pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self confidence yang
tidak didapatkan dalam pembelajaran konvensional. Hal ini karena dalam
pembelajaran konvensional guru menjelaskan materi dan siswa hanya
mendengarkan, mencatat, dan diberikan latihan soal yang penyelesaiannya mirip
dengan contoh soal, sehingga siswa tidak diberi kesempatan menunjukkan
kemampuannya dalam bentuk gagasan/ide matematika. Selain itu, kurangnya
interaksi antar teman pada pembelajaran konvensional menjadikan siswa kurang
memiliki kepercayaan diri atas kemampuan yang dimiliki yang menyebabkan
rendahnya self confidence siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning
diduga dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan komunikasi dan self
confidence siswa atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan
komunikasi matematis dan self confidence siswa yang diajarkan dengan problem
based learning dan pembelajaran konvensional.
21
2.3 Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1. Semua siswa kelas VIII semester ganjil SMPN 20 Bandarlampung tahun
pelajaran 2015-2016 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kuri-
kulum tingkat satuan pendidikan.
2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis dan self
confidence siswa selain model pembelajaran dikontrol sehingga memberikan
pengaruh yang sangat kecil dan dapat diabaikan.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Umum
Model problem based learning berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi
matematis dan self confidence siswa.
2. Hipotesis Khusus
a. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti problem based
learning lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional.
b. Self confidence siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi
daripada self confidence siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
22
III. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 20
Bandarlampung semester ganjil tahun pelajaran 2015-2016 yang berjumlah 244
siswa dan terdistribusi ke dalam delapan kelas yaitu kelas VIII A hingga kelas
VIII H. Distribusi guru yang mengajar matematika berdasarkan Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Distribusi Guru Matematika Kelas VIII di SMP Negeri 20Bandarlampung
No Nama Guru Kelas yang Diajar1. Dra. Ratih Listyaningsih VIII A, B, C, dan D2. Muryati, S.Pd. VIII E, F, G, dan H
Sampel dipilih dengan teknik purposive random sampling, yaitu memilih secara
acak dua kelas yang diajar oleh guru yang sama dengan pertimbangan sebelum
penelitian dilakukan kedua kelas tersebut mendapat perlakuan yang sama
sehingga memiliki pengalaman belajar yang sama. Berdasarkan teknik
pengambilan sampel, terpilih kelas VIII G dengan jumlah 30 siswa sebagai kelas
kontrol yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional dan kelas VIII F
dengan jumlah 29 siswa sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang mengikuti
problem based learning. Kedua kelas tersebut memiliki kemampuan yang hampir
sama berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran matematika.
23
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan
post-test only control group design. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas
yaitu model problem based learning dan dua variabel terikat yaitu kemampuan
komunikasi matematis dan self confidence. Menurut Furchan (2007: 368) desain
pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Desain Penelitian
KelompokPerlakuan
Pembelajaran PosttestE X OK C O
Keterangan:E : kelas eksperimenK : kelas kontrolX : model problem based learningC : model pembelajaran konvensionalO : tes kemampuan komunikasi matematis dan skala (non tes)
self confidence
3.3 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis instrumen penelitian yaitu instrumen tes
dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa soal tes kemampuan komunikasi
matematis yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa, dan instrumen non tes berupa skala self confidence yang digunakan untuk
mengukur tingkat self confidence siswa terhadap pembelajaran matematika.
24
3.3.1 Instrumen tes
Instrumen tes yang digunakan berupa soal uraian yang terdiri dari tiga butir soal
pada pokok bahasan Teorema Phytagoras. Tes ini diberikan kepada siswa yang
mengikuti problem based learning maupun pembelajaran konvensional secara
individual untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen
tes kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan pada tiga aspek pengukuran yaitu drawing (menggambar), written
texts (menulis), dan mathematical expression (ekspresi matematika). Adapun
indikator pengukuran dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Aspek Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis
No. Aspek Indikator
1 Menggambar (Drawing)Menggambarkan situasi masalah danmenyatakan solusi masalahmenggunakan gambar.
2 Menulis (Written texts)Menjelaskan ide, situasi, dan relasimatematika secara tulisan.
3 Ekspresi matematika(Mathematical expression)
Menggunakan bahasa matematikasecara tepat.
Sebelum penyusunan soal tes kemampuan komunikasi matematis, terlebih dahulu
dibuat kisi-kisi soal tes kemampuan komunikasi matematis yang terdapat pada
Lampiran B.1. Sedangkan Pedoman penskoran soal tes kemampuan komunikasi
matematis terdapat pada Lampiran B.3. Untuk memperoleh data yang akurat,
maka diperlukan instrumen yang memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu
memenuhi kriteria valid, reliable dan memiliki daya beda dan tingkat kesukaran
yang sesuai.
25
1. Validitas Instrumen
Validitas dalam penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes
kemampuan komunikasi matematis diketahui dengan cara menilai kesesuaian isi
yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi matematis dengan indikator
kemampuan komunikasi matematis yang telah ditentukan. Instrumen tes
dikategorikan valid jika butir-butir soal tes sesuai dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator pembelajaran, serta bahasa yang digunakan dapat
dipahami siswa.
Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan
kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa
dilakukan dengan menggunakan daftar cek (check list) oleh guru. Pengujian
validitas instrumen tes dalam penelitian ini dilakukan oleh guru mata pelajaran
matematika kelas VIII di SMP Negeri 20 Bandarlampung dengan asumsi bahwa
guru tersebut mengetahui dengan benar Kurikulum SMP. Selanjutnya dilakukan
uji coba soal yang dilakukan di luar sampel penelitian kemudian hasilnya
dianalisis untuk mengetahui realibilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda.
Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa instrumen tes yang digunakan
untuk memperoleh data penelitian telah memenuhi validitas isi atau dinyatakan
valid (Lampiran B.4). Setelah semua butir soal dinyatakan valid maka selanjutnya
soal tersebut diujicobakan pada siswa diluar kelas sampel yaitu kelas IX B. Data
yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan
software Microsoft Excel untuk mengetahui reliabilitas, daya pembeda, dan
tingkat kesukaran butir soal.
26
2. Reliabilitas Tes
Rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas dalam penelitian ini adalah
rumus Alpha dalam Arikunto (2010: 109) sebagai berikut:
= − 1 1 − ∑keterangan:
: koefisien reliabilitas yang dicarin : banyaknya butir soal∑ : jumlah varians skor tiap-tiap item
: varians total
Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas diinterpretasikan berdasarkan pendapat
Arikunto (2010: 75) seperti yang terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas
Koefisien relibilitas (r11) Kriteria0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah0,00 < r11 ≤ 0,20 Sangat rendah
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah instrumen yang memiliki
reliabilitas yang tinggi atau sangat tinggi. Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh koefisien reliabilitas tes yaitu 0,86 dengan interpretasi reliabilitas sangat
tinggi sehingga instrumen tes yang digunakan dinyatakan reliable dan layak
digunakan untuk memperoleh data penelitian yaitu data kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran C.1.
27
3. Daya Pembeda
Daya pembeda instrumen dihitung dengan terlebih dahulu mengurutkan data
siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai terendah, kemudian diambil 27%
siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebagai kelompok atas dan 27% siswa
yang memperoleh nilai terendah sebagai kelompok bawah. Menurut Arifin (2011:
133) daya pembeda soal uraian dihitung menggunakan rumus:
= −Keterangan:DP : nilai daya pembeda
: rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok atas: rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok bawah: skor maksimum tiap butir soal
Pengelompokan siswa menjadi kelompok atas dan kelompok bawah disesuaikan
dengan nilai yang diperoleh siswa. Hasil perhitungan indeks daya pembeda
diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
Nilai Interpretasi≥ 0,40 Butir sangat baik0,30 ≤ ≤ 0,39 Butir baik, tetapi bisa saja diperbaiki0,20 ≤ ≤ 0,29 Butir sedang, biasanya membutuhkan perbaikan≤ 0,19 Butir jelek, harus ditolak/diperbaiki dengan revisi
Dalam penelitian ini, butir soal yang digunakan adalah soal memiliki nilai daya
pembeda lebih dari 0,2 yaitu soal yang memiliki daya pembeda cukup sampai
sangat baik. Setelah dilakukan uji coba terhadap instrumen tes, didapatkan daya
pembeda butir soal yang disajikan pada Tabel 3.6. Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.
28
Tabel 3.6 Daya Pembeda Instrumen Tes Berdasarkan Hasil Uji Coba
No Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi Kesimpulan1 0,38 Baik Dipakai2 0,37 Baik Dipakai3 0,64 Sangat baik Dipakai
Dari Tabel 3.6 terlihat bahwa semua soal sudah memenuhi kriteria daya pembeda
yang diinginkan yaitu memiliki indeks daya pembeda lebih dari 0,2 maka soal
tersebut sudah layak digunakan.
4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Menurut Sudijono (2011: 372) rumus yang digunakan untuk menghitung
tingkat kesukaran suatu butir soal adalah sebagai berikut.
=Keterangan :TK : Tingkat kesukaran suatu butir soal
: Jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal yang diperoleh: Jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal diinterpretasi berdasarkan kriteria
indeks kesukaran yang dijelaskan Sudijono (2011: 372) seperti pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilai InterpretasiTK = 0,00 Sangat Sukar
0,00 < TK 0,30 Sukar0,30 < TK 0,70 Sedang0,70 < TK < 1,00 Mudah
TK = 1,00 Sangat Mudah
29
Dalam penelitian ini, butir soal yang digunakan adalah soal yang memiliki
interpretasi mudah, sedang, atau sukar. Setelah dilakukan uji coba terhadap
instrumen tes, didapatkan tingkat kesukaran butir soal yang disajikan pada Tabel
3.8. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Berdasarkan Hasil Uji Coba
No Soal Indeks Tingkat Kesukaran Interpretasi Kesimpulan1 0,52 Sedang Dipakai2 0,44 Sedang Dipakai3 0,40 Sedang Dipakai
Dari Tabel 3.8 terlihat bahwa semua soal sudah memenuhi kriteria tingkat
kesukaran yang diinginkan yaitu sedang maka soal tersebut sudah layak
digunakan.
3.3.2 Instrumen Non Tes
Instrumen non tes yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self
confidence yang diberikan kepada siswa yang mengikuti problem based learning
dan pembelajaran konvensional. Tingkat self confidence siswa diukur dengan
menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS) yang
dibentuk dalam 12 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif. Skala self
confidence yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada lima aspek
pengukuran yaitu keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung
jawab serta rasional, dan realistis. Adapun indikator pengukuran dapat dilihat
pada Tabel 3.9.
30
Tabel 3.9 Aspek Penilaian Self Confidence
No. Aspek Indikator
1Keyakinankemampuan diri
Kemampuan siswa untuk menyelesaikan sesuatudengan sungguh-sungguh
2 Optimis Sikap dan prilaku siswa yang selalu berpandanganbaik tentang dirinya dan kemampuannya
3 Objektif Kemampuan siswa menyelesaikan permasalahansesuai dengan fakta
4Bertanggungjawab
Kemampuan siswa untuk berani menanggung segalasesuatu yang telah menjadi konsekuensinya
5Rasional danrealistis
Kemampuan siswa untuk menganalisis suatu masalahdengan logis dan sesuai dengan kenyataan
Diadaptasi dari Lauster (Ghufron & Risnawati, 2011: 35-36)
Penyusunan skala self confidence diawali dengan membuat kisi-kisi kemudian
dilakukan uji validitas konstruk skala self confidence dengan mengkonsultasikan-
nya kepada dosen untuk diberikan pertimbangan dan saran mengenai kesesuaian
antara indikator self confidence dengan pernyataan yang diberikan. Self
confidence siswa tentang pembelajaran matematika adalah skor total yang
diperoleh siswa setelah memilih pernyataan pada skala self confidence yang sesuai
dengan indikator yang telah ditentukan. Kisi-kisi dan pedoman penskoran skala
self confidence selengkapnya terdapat pada lampiran B.6.
3.4 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur pada penelitian ini, yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Melakukan observasi untuk melihat karakteristik populasi yang ada.
b. Menentukan sampel penelitian.
c. Menyusun proposal penelitian.
31
d. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen tes ataupun non tes yang
akan digunakan dalam penelitian.
e. Melakukan uji coba dan merevisi instrumen penelitian jika diperlukan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Melaksanakan problem based learning pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
b. Memberikan posttest kemampuan komunikasi matematis dan skala self
confidence setelah perlakuan.
3. Tahap akhir
a. Mengumpulkan data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa dan
data hasil skala self confidence matematis siswa.
b. Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh.
c. Membuat laporan penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh setelah melaksanakan problem based
learning di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol
adalah data kemampuan yang dicerminkan dengan nilai tes kemampuan komuni-
kasi matematis siswa dan skor skala self confidence siswa. Data ini berupa data
kuantitatif. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
32
3.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:
Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan Uji chi-kuadrat menurut
Sudjana (2005: 272-273) sebagai berikut:
= ( – )Keterangan:
= frekuensi pengamatan= frekuensi yang diharapkan= banyaknya pengamatan
Statistik di atas berdistribusi chi-kuadrat dengan dk = (k – 3). Kriteria pengujian
adalah terima H0 jika < dengan χ = χ ( ∝)( ) dengan
taraf nyata α = 0,05. Setelah dilakukan pengujian normalitas pada data kemam-
puan komunikasi matematis didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelompok Penelitian Banyaknya SiswaEksperimen 29 12,04
7,81Kontrol 30 20,27
Pada Tabel 3.10 terlihat bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki
> sehingga Ho ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
data kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas
33
kontrol tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan
selengkapnya uji normalitas data dapat dilihat pada Lampiran C.5.
Selanjutnya dilakukan pengujian normalitas pada data self confidence siswa dan
didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Uji Normalitas Data Self Confidence
Kelompok Penelitian Banyaknya SiswaEksperimen 29 9,38
9,49Kontrol 30 8,40
Pada Tabel 3.11 terlihat bahwa < sehingga Ho diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa data self confidence siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Perhitungan selengkapnya uji normalitas data self confidence siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran C.9.
3.5.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua data memiliki
varians yang sama atau tidak. Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap data
kemampuan komunikasi matematis siswa diketahui bahwa diketahui bahwa data
kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak
berasal dari populasi yang berdistribusi normal sehingga tidak dilakukan uji
homogenitas terhadap data kemampuan komunikasi. Sedangkan data self
confidence kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi normal sehingga selanjutnya dilakukan uji homogenitas terhadap
data self confidence.
34
Adapun hipotesis untuk uji ini adalah:
Ho : = (kedua sampel berasal dari populasi yang homogen)
H1 : ≠ (kedua sampel tidak berasal dari populasi yang homogen)
Uji homogenitas pada penelitian ini menggunakan uji Fisher. Menurut Sudjana
(2005: 249-250) langkah-langkah pengujian homogenitas data adalah:
=Kriteria pengujian adalah H0 diterima jika < dengan =
( , ) yang diperoleh dari daftar distribusi F dengan taraf signifikansi
0,05 dan derajat kebebasan masing-masing sesuai dk pembilang dan penyebut.
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil uji homogenitas data self
confidence yang disajikan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Uji Homogenitas Data Self Confidence
KelompokPenelitian
Varians FHitung FKritis
Eksperimen 71,291,25 2,09
Kontrol 57,25
Pada Tabel 3.12 terlihat Fhitung < Fkritis sehingga Ho diterima. Jadi dapat
disimpulkan bahwa data self confidence siswa dari kedua kelompok berasal
dari populasi yang homogen. Perhitungan selengkapnya uji homogenitas data
self confidence dapat dilihat pada Lampiran C.10.
35
3.5.3 Uji Hipotesis Penelitian
1. Uji Hipotesis Kemampuan Komunikasi Matematis
Setelah dilakukan uji normalitas terhadap data kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, diketahui bahwa kedua sampel tidak
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Russefendi (1998: 401)
apabila data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka uji
hipotesis menggunakan uji non parametrik. Dalam penelitian ini, uji non
parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney-U karena kedua kelompok
data saling bebas.
Adapun hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut:
H0 : 1 = 2 (Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti problem
based learning sama dengan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
H1 : 1 > 2 (Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti problem
based learning lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
Dalam Russefendi (1998: 398), langkah-langkah pengujiannya adalah:
Pertama, skor-skor pada kedua kelompok sampel harus diurutkan dalam
peringkat. Selanjutnya, menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
= + ( + 1)2 −
36
= + ( + 1)2 −Keterangan:na = jumlah sampel kelas eksperimennb = jumlah sampel kelas kontrol
= Rangking unsur a= Rangking unsur b
Karena terdapat dua rumus uji statistik, maka rumus uji statistik yang digunakan
adalah rumus uji statistik yang memiliki nilai lebih kecil untuk dibandingkan
dengan tabel U.
Menurut Saleh (1986: 15) jika dan keduanya berjumlah ≥ 8, maka nilai
statistik U akan mendekati distribusi normal, sehingga perhitungan tes
statistiknya:
= ( )dengan Mean = ( ) = dan =
( )Keterangan:( ) = Nilai harapan mean
= Standar deviasi
Dalam penelitian ini, uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney U dengan
kriteria uji adalah jika Zhitung < Zkritis maka Ho diterima.
2. Uji Hipotesis Self Confidence
Berdasarkan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diketahui
kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen maka
selanjutnya dilakukan uji hipotesis yaitu uji kesamaan dua rata-rata.
37
Hipotesis uji yang digunakan sebagai berikut:
H0: = (Self confidence siswa yang mengikuti problem based learning
sama dengan self confidence siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional).
H1: > (Self confidence siswa yang mengikuti problem based learning
lebih tinggi daripada self confidence siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional).
Uji kesamaan dua rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t
karena varians kedua populasi tidak diketahui namun telah diasumsikan sama
berdasarkan hasil uji homogenitas. Menurut Sudjana (2005: 243) untuk menguji
hipotesis menggunakan rumus:= ̅ ̅dengan
Keterangan:1 = rata-rata skor pada kelas eksperimen2 = rata-rata skor pada kelas kontroln1 = banyaknya subyek kelas eksperimenn2 = banyaknya subyek kelas kontrol12 = varians kelompok eksperimen22 = varians kelompok kontrol2 = varians gabungan
Pada taraf signifikansi 5% dengan dk = ( 221 nn ) dan peluang (1 − ) maka
Ho diterima jika diperoleh < ( ∝)( 1+ 2−2).
2
11
21
222
2112
nn
snsns
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa
penerapan model problem based learning berpengaruh terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa namun tidak berpengaruh terhadap self confidence
siswa.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Kepada guru, untuk menerapkan model problem based learning untuk
mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pem-
belajaran matematika di kelas.
2. Kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang pengaruh
penerapan model problem based learning terhadap salah satu aspek
psikologis siswa yaitu self confidence disarankan melakukan penelitian dalam
jangka waktu yang lebih lama.
49
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta: Rineka Cipta.
Amir, M. Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Leaning.Jakarta: Prenada Media Group.
Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh:Pena.
Apriono, Djoko. 2011. Problem Based Learning (PBL): Definisi, Karakteristik,dan Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila. JurnalPendidikan dan Pengajaran Unirow, No 1: 11-17.
Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. SeminarNasional Matematika dan Pendidikan Matematika 5 Desember 2009. FMIPAUNY. Tersedia di https://core.ac.uk/. Diakses pada 20 Oktober 2015.
Azizah, Siti Maryam Noer. 2011. Pengaruh Penerapan Model PembelajaranKooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa (skripsi). Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah. Tersedia dihttp://repository.uinjkt.ac.id/. Diakses pada 20 Oktober 2015.
Chester, Mitchell D. 2014. PISA 2012 Results. Massachusetts Department ofElementary and Secondary Education. Tersedia di http://www.doe.mass.edu/.Diakses pada 14 Oktober 2015.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/Pusat Bahasa. 2001. Kamus BesarBahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: DirektoratJendral Perguruan Tinggi Depdiknas.
Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta:Pustaka Belajar.
50
Gitariana, I Dewa Gede Wahyu. 2014. Penerapan Model Pembelajaran ProblemBased Learning Berbantuan Media Online untuk Meningkatkan KemampuanKomunikasi Matematika Siswa. Jurnal Online Vol 2, No 1 Th 2014. Tersedia dihttp://ejournal.undiksha.ac.id/. Diakses pada 4 Januari 2016.
Ghufron, Nur dan Risnawati, Rini. 2011. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hannula, M.S., Maijala, M. & Pehkonen, E. 2004. Development of UnderstandingSelf-Confidence in Mathematics; Grades 5–8. Group for the Psychology ofMathematics Education. Vol. 3, pp 17-24. Tersedia dihttp://www.kurims.kyoto-u.ac.jp/. Diakses pada 20 Oktober 2015.
Hapsari, Mahrita Julia. 2011. Upaya Meningkatkan Self Confidence Siswa dalamPembelajaran Matematika Melalui Model Inkuiri Terbimbing. SeminarNasional Matematika dan Pendidikan Matematika 3 Desember 2011.Prosiding. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/. Diakses pada 20 Oktober 2015.
Hastuti, Windha Puri. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi MatematikMelalui Strategi Problem Based Learning. Artikel Publikasi Ilmiah. Tersediadi http://eprints.ums.ac.id/. Diakses pada 17 Februari 2016.
Huda, Miftahul. 2013. Model Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Hudoyo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan PembelajaranMatematika. Malang: UM Press.
Izzati, Nur. 2010. Komunikasi Matematik dan Pendidikan Matematika Realistik.Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 27 November2010. FMIPA UNY. Tersedia di https://bundaiza.files.wordpress.com/. Diaksespada 20 Oktober 2015.
Jurdak, Murad. 2009. Toward Equity in Quality in Mathematics Education. NewYork: Springer Science+Business Media, LI.C.
Marsa, K.A. Bernardo Satria. 2014. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalahuntuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self Confidence.Jurnal Online Vol. 2 No.6 Th 2014 Tersedia di http://jurnal.fkip.unila.ac.id/.Diakses pada 4 Januari 2016.
Mullis, I. V.S., Martin, M. O., Foy, P., dan Arora, A.. 2012. TIMSS 2011International Results in Mathematics. Boston: TIMSS & PIRLS InternationalStudy Center. Tersedia di http://timss.bc.edu/. Diakses pada 20 Oktober 2015.
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA: TheNCTM.
51
Parson, S., Croft, T., & Harrison, M. 2011. Engineering Students Self-Confidencein Mathematics Mapped onto Bandura’s Self-Efficacy: Engineering EducationVol: 6 issue 1. Loughborough University.
Preston, D. L. 2007. 365 Steps to Self-Confidence. UK: How To Books Ltd.
Raharjo, Jajo Firman. 2015. Pencapaian Kemampuan Komunikasi MatematikaSiswa Melalui Pengembangan Pembelajaran Matematika Model Problem-Based Learning Siswa SMA. Jurnal Online Vol. 2 No.1 Th. 2015 pp 137-238.Tersedia di http://www.fkip-unswagati.ac.id/. Diakses pada 4 Januari 2016.
Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIPBandung Press.
Saleh, Samsubar. 1986. Statistik Nonparametrik.Yogyakarta: BPFE-yogyakarta.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untukMengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 02 No. 02.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja GrafindoPersada: Jakarta.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata PadiPresindo.
Suherman, Erman. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan EvaluasiPendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, Teknik.Bandung: Transito.
Surya, Hendra. 2010. Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul.Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sutirman. 2013. Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Wardhani, Sri dan Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar MatematikaSMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Badan PengembanganSumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Tersediadi http://p4tkmatematika.org/. Diakses pada 15 Oktober 2015.