PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

download PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

of 95

Transcript of PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    1/95

    PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS

    MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    Laporan Kerja Praktek

    Disusun oleh :

    MUHAMMAD NASRULAH AKBAR

    140410120087

    PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2015

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    2/95

    LEMBAR PENGESAHAN

    LAPORAN KERJA PRAKTEK

    Nama : Muhammad Nasrulah Akbar

    NPM : 140410120087

    Bidang : Ekologi Perairan

    Judul : Pengaruh Pencemaran terhadap Struktur Komunitas

    Makrozoobenthos di Sungai Citarum, Jawa Barat

    Tempat Penelitian : Sungai Citarum, Jawa Barat

    Waktu Penelitian : 21 - 24 November 2015

    Telah diperiksa dan disahkan

    Jatinangor, Desember 2015

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Sunardi, M. Si, Ph. D

    NIP. 19690530 199702 1 001

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    3/95

    i

    PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS

    MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    Oleh : Muhammad Nasrulah Akbar

    Dosen Pembimbing :Sunardi, M. Si., Ph.D

    ABSTRAK

    Sumber air permukaan utama di wilayah Bandung dan sekitarnya adalah Sungai

    Citarum. Sungai ini merupakan sungai utama terbesar dan paling panjang di wilayahJawa Barat. Namun demikian, sungai Citarum adalah salah satu dari sungai yang

    paling tercemar di Indonesia. Pencemaran sungai Citarum memengaruhi kehidupan

    organisme yang ada di dalamnya, khususnya makrozoobenthos. mengetahui

    pencemaran sungai Citarum dan pengaruhnya terhadap struktur komunitasmakrozoobenthos. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode survei

    yang meliputi penentuan lokasi pengamatan, menentukan titik-titik pengambilan

    sampel makrozoobenthos untuk mengetahui struktur komunitasnya serta pengambilandata sekunder seperti mencatat data fisik maupun kimia dan keadaan lingkungan di

    sungai Citarum untuk mengetahui tingkat pencemaran dan analisis regresi linier

    untuk mengetahui adanya pengaeruh pencemaran terhadap struktur makrozoobenthos.Terdapat 18 stasiun pengambilan sampel dan pengukuran parameter kualitas air. Jenis

    makrozoobenthos yang ditemukan pada delapan belas stasiun di Sungai Citarum

    terdapat 19 spesies dengan total individu sebanyak 851 ekor, yang terdiri dari 5 kelas

    dan 18 famili. Kelimpahan makrozoobenthos tertinggi pada sungai Citarum adalah

    kelas Clitellata kemudian Gastropoda. Hasil analisis sampel dengan indeks ekologitingkat keanekaragaman makrozoobenthos di sungai Citarum berdasarkan kriteria

    indeks Shannon-Wiener dalam kategori sedang dan pencemaran cukup berat (nilai

    Hrata-rata = 1.15). Untuk indeks keseragaman, nilai rata-rata pada tiap stasiun yangdidapat sebesar 0.39 dengan kriteria keseragaman rendah (E mendekati 0) dan

    dominansi jenis berada dalam tingkat sedang dengan nilai D rata-rata = 0.42. Dari

    hasil tersebut menunjukkan makrozoobenthos sungai Citarum berada pada strukturkomunitas yang kestabilannya sedang. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air

    menunjukkan sungai Citarum tergolong tercemar ringan sampai berat. Dari analisis

    regresi linier sederhana menunjukkan kofisien determinasinya, yaitu 0.104. Hal ini

    menggambarkan bahwa tingginya tingkat pencemaran yang telah diukur dari

    parameter kualitas air tidak memberikan banyak pengaruh terhadap strukturkomunitas makrozoobenthos dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.

    Kata Kunci : Pencemaran, M akrozoobenthos, Keanekaragaman, Keseragaman,

    Dominansi, Sungai Citarum, Regresi L in ier

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    4/95

    ii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

    atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja

    Praktek Bidang Ekologi Perairan yang berjudul Pengaruh Pencemaran terhadap

    Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Citarum yang dilaksanakan pada

    21-24 November 2015, bertempat di Sungai Citarum, Jawa Barat.

    Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

    menyelesaikan kegiatan Kerja Praktek Program Studi Sarjana Biologi, Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran serta untuk

    memberikan informasi mengenai tingkat pencemaran air dan hubungannya terhadap

    struktur komunitas pada Makrozoobenthos di sungai Citarum.

    Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna,

    mengingat terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki. Harapan penulis semoga

    laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca serta dapat

    menjadikan suatu amal kebaikan bagi kita semua.

    Jatinangor, Desember 2015

    Penulis

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    5/95

    iii

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan bantuan dari berbagai pihak,

    untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

    orangtua, saudara, keluarga tercinta, dan teman-teman yang telah memberikan doa,

    dukungan, nasihat, dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

    kuliah kerja lapangan ini dengan baik.

    Penulis juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya

    kepada Sunardi, M. Si, Ph. D. sebagai dosen pembimbing Kerja Praktek yang telah

    bersedia meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan, memperbaiki, dan

    memberi nasihat dari mulai persiapan Kerja Praktek, saat penelitian berlangsung

    sampai dalam penyusunan laporan ini. Terimakasih kepada Ayah nomor satu,

    Zakaria, yang selalu memberikan nasihat sederhananya, Mama paling juara, Rohani,

    yang selalu khawatir terhadap kesehatanpenulis, dan Kakak-Kakak tersayang yang

    sangat perhatian kepada penulis, Rika Zahroni, Ria Safitri, dan Nurrizma. Atas

    karena mengingat wajah mereka satu per satu, mengingat seluruh ucapan mereka, dan

    seluruh doa-doa dari mereka semua yang tak terucap, penulis dapat mendapatkan

    semangat dalam menyelesaikan laporan ini. Ucapan terimakasih juga penulis

    sampaikan kepada:

    1.

    Prof. Dr. Budi Nurani, M.S., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    6/95

    iv

    2. Dr. M. Nurzaman, M.Si., Kepala Departemen Program Studi Biologi Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

    3.

    Dr. Teguh Husodo, M.Si., Koordinator Program Studi Biologi Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

    4. Prof. Oekan S. Abdoellah, Ketua Penelitian ALG Rural-Urban Linkage

    5. Semua Pihak PPSDAL Unpad yang telah membantu proses berjalannya Kerja

    Praktek.

    6. Pak Aep yang telah membantu proses pengambilan dan identifikasi sampel.

    7.

    Rekan-rekan tim Kerja Praktek Sungai Citarum yang telah memberikan

    semangat, bantuan, dan dukungan.

    8. Seluruh pihak terkait dalam pelaksanaan Kerja Praktek ini yang tidak bisa

    disebutkan baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Semoga segala bantuan dan amal sholehnya mendapat balasan yang terbaik dari

    Allah Swt.

    Jazakumullah Khairan Katsiran. Aamiin

    Jatinangor, Desember 2015

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    7/95

    v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK .................................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

    UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................................ v

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii

    DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

    1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 3

    1.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 3

    1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 3

    1.5 Metode Penelitian ........................................................................................... 4

    1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN LOKASI .................................................................................... 5

    2.1 Sejarah Sungai Citarum .................................................................................. 5

    2.2 Letak Geografis .............................................................................................. 6

    2.3 Iklim, Morfologi, dan Topografi .................................................................... 7

    BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9

    3.1 Perairan ................................................................................................................ 9

    3.2 Pencemaran Sungai ........................................................................................... 10

    3.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Sungai ........................................... 12

    3.3.1 Parameter Fisika ......................................................................................... 13

    3.3.1.1 Suhu ..................................................................................................... 13

    3.3.1.2 Kecerahan............................................................................................. 13

    3.3.1.3 Konduktivitas ....................................................................................... 14

    3.3.1.4 Kecepatan Arus .................................................................................... 14

    3.3.1.5 Salinitas ................................................................................................ 15

    3.3.1.6 Substrat ................................................................................................ 15

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    8/95

    vi

    3.3.2 Parameter Kimia ......................................................................................... 16

    3.3.2.1 pH ......................................................................................................... 16

    3.3.2.2 DO (Dissolved Oxygen) ...................................................................... 17

    3.3.2.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand) ................................................. 18

    3.3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand) ...................................................... 18

    3.3.2.5 Nitrat (NO3-) ......................................................................................... 18

    3.3.2.6 Nitrit ..................................................................................................... 19

    3.3.2.7 Amoniak (NH3) .................................................................................... 19

    3.3.2.8 Fosfat (PO4) ......................................................................................... 20

    3.3.3 Parameter Biologi ....................................................................................... 20

    3.4 Makrozoobenthos .............................................................................................. 213.5 Struktur komunitas makrozoobenthos ............................................................... 22

    3.6 Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan ................ 23

    BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 24

    4.1 Alat dan Bahan ............................................................................................. 24

    4.2 Metode Penelitian ......................................................................................... 26

    4.3 Prosedur Kerja .............................................................................................. 27

    4.3.2.1 Pengukuran Kedalaman ....................................................................... 29

    4.3.2.2 Pengukuran Kecerahan ........................................................................ 29

    4.3.2.3 Pengukuran Suhu Air dan Udara ......................................................... 29

    4.3.2.4 Pengukuran Arus .................................................................................. 29

    4.3.2.5 Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) ...................... 30

    4.3.2.6 Pengukuran Salinitas ............................................................................ 30

    4.3.2.7 Pengukuran Intensitas Cahaya ............................................................. 30

    4.3.3.1 Pengukuran Derajat Keasaman (pH).................................................... 31

    4.3.3.2 Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ................... 31

    4.3.3.3 Chemical Oxygen Demand (COD) ................................................... 31

    4.3.3.4 Nitrat (NO3-N) ...................................................................................... 33

    4.3.3.5 Nitrit (NO2-N) ...................................................................................... 34

    4.3.3.6 Ammonia (NH3-N) ............................................................................... 36

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    9/95

    vii

    4.3.3.7 Fosfat (PO4-P) ...................................................................................... 36

    4.4 Analisis Sampel ............................................................................................ 37

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 42

    5.1 Hasil .................................................................................................................. 42

    5.1.1 Kondisi Lingkungan ................................................................................... 42

    5.1.2 Kualitas Perairan Sungai Citarum tiap Stasiun ........................................... 47

    5.1.3 Makrozoobenthos di Sungai Citarum ......................................................... 53

    5.2 Pembahasan ....................................................................................................... 60

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 65

    6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 65

    6.2 Saran .................................................................................................................. 65DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 67

    LAMPIRAN ................................................................................................................. x

    Lampiran 1. Klasifikasi Jenis Makrozoobenthos Sungai Citarum ............................ x

    Lampiran 2. Analisis Sampel Makrozoobenthos Sungai Citarum .......................... xv

    Lampiran 3. Lampiran Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air................................ xix

    Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian .................................................................... xxii

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    10/95

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian Struktur Komunitas

    Makrozoobenthos di Sungai Citarum ...................................................................... 27

    Gambar 5.1 Komposisi Kelas Makrozoobenthos pada sungai Citarum .................. 56

    Gambar 5.2 Hubungan antara Nilai DO dengan Indeks Keanekaragaman ............. 58

    Gambar 5.3 Hubungan antara Nilai BOD dengan Indeks Keanekaragaman .......... 59

    Gambar 5.4 Hubungan antara Nilai COD dengan Indeks Keanekaragaman .......... 59

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    11/95

    ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Klasifikasi Air Berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL) ....................... 14

    Tabel 3.2 Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perarian ............................... 16

    Tabel 4.1 Daftar Alat dan Fungsinya ...................................................................... 24

    Tabel 4.2 Daftar Bahan dan Fungsinya ................................................................... 25

    Tabel 4.3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman ShannonWiener (H) (Wilhm,

    1975) ........................................................................................................................ 39

    Tabel 4.4 Klasifikasi hubungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) dan

    tingkat pencemaran perairan Lee et. al., (1978) ...................................................... 39

    Tabel 5.1 Lokasi Pengambilan Sampel ................................................................... 42

    Tabel 5.1 Kondisi Fisik Lingkungan Sekitar Stasiun .............................................. 43

    Tabel 5.2 Parameter Fisik Perairan ......................................................................... 47

    Tabel 5.3 Parameter Kimia Perairan ....................................................................... 49

    Tabel 5.4 Jenis dan Jumlah Makrozoobenthos yang Ditemukan pada Sungai

    Citarum .................................................................................................................... 54

    Tabel 5.5 Kelimpahan, Indeks Keragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks

    Dominansi Makrozoobenthos pada Tiap Stasiun .................................................... 56

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    12/95

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Sumber air permukaan utama di wilayah Bandung dan sekitarnya adalah Sungai

    Citarum. Sungai ini merupakan sungai utama terbesar dan paling panjang di wilayah

    Jawa Barat (Wangsaatmaja, 2004). Namun demikian, sungai Citarum adalah salah

    satu dari sungai yang paling tercemar di negara ini. Sungai Citarum memiliki peran

    penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di

    sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan kilometer jauhnya disana.

    Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi provinsi padat penduduk

    Jawa Barat dan Ibukota Jakarta. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh sektor

    industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam, farmasi, produk

    makanan dan minuman, dan lainnya. Limbah industri jauh lebih intens dalam hal

    konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang

    diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah

    ditetapkan (BPLHD Jawa Barat, 2010). Pada tahun 2004, dalam sebuah penelitian

    yang dilakukan oleh PT Indonesia Power dan Lembaga Ekologi Universitas

    Padjadjaran (sekarang PPSDAL Unpad) di Waduk Saguling, terungkap fakta bahwa

    kualitas air Sungai Citarum sudah tidak memenuhi standar kualitas air normal (Birry

    dan Meutia, 2012).

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    13/95

    2

    Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan

    dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk

    hidup,zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar

    yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Pencemaran air adalah masuknya

    mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,

    sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

    berfungsi sesuai peruntukannya.

    Kondisi sungai Citarum yang tercemar dapat memengaruhi kehidupan organisme

    air yang ada di dalamnya, khususmya organisme seperti makrozoobenthos. Setiap

    masukan yang berlebihan (buangan sampah dan limbah) yang tidak selalu hanya

    terdiri dari unsur hara tetapi terdapat pula senyawa beracun di dalam sungai tetap

    akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan organisme seperti makrozoobenthos.

    Menurut Sinaga dkk (1986), pengaruh buruk tersebut berupa mengecilnya

    keanekaragaman organisme makrozoobenthos. Dengan kata lain, perubahan-

    perubahan kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos, baik

    komposisi maupun besar populasinya (Wilhm, 1975).

    Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang pengaruh pencemaran terhadap

    struktur komunitas makrozoobenthos di sungai Citarum ini dilakukan agar dapat

    diketahui kelimpahan, dominansi, dan keanekaragaman jenis makroozobentos di

    sungai Citarum yang sudah tercemar tersebut. Dari keanekaragaman

    makrozoobenthos tersebut pula dapat ditentukan tingkat kondisi pencemaran dari

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    14/95

    3

    aliran sungai Citarum dari hulu (Gunung Wayang) sampai hilir (muara Cihampelas).

    Penelitian ini akan mendeskripsikan pengaruh pencemaran sungai Citarum terhadap

    struktur komunitas makrozoobenthos yang merupakan informasi penting dalam upaya

    pengelolaan ekosistem sungai mengingat pentingnya peranan sungai Citarum bagi

    manusia dan biota air lainnya.

    1.2Identifikasi Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan identifikasi

    masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana kualitas air di sungai Citarum.

    2.

    Bagaimana pengaruh tingkat pencemaran dengan struktur komunitas

    makrozoobenthos di sungai Citarum.

    1.3Maksud dan Tujuan

    Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui pencemaran sungai

    Citarum dan pengaruhnya terhadap Makrozoobenthos. Adapun tujuan penelitian ini

    adalah untuk mengetahui tingkat pencemaran air dan hubungannya terhadap struktur

    komunitas pada Makrozoobenthos yang ditinjau dari kelimpahan, dominansi, dan

    keanekaragaman jenis makroozobentos di sungai Citarum.

    1.4Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peneliti

    sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Selain itu, data yang

    dihasilkan dapat digunakan oleh instansi terkait mengenai mengetahui tingkat

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    15/95

    4

    pencemaran dari sungai Citarum dan hubungannya terhadap struktur komunitas pada

    Makrozoobenthos.

    1.5

    Metode Penelitian

    Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode survei yang meliputi

    penentuan lokasi pengamatan, menentukan titik-titik pengambilan sampel serta

    pengambilan data sekunder seperti mencatat data fisik maupun kimia dan keadaan

    lingkungan di sungai Citarum untuk mengetahui tingkat pencemaran. Sampel

    makroozobenthos dan kondisi lingkungan pada sungai Citarum diambil dengan

    delapan belas titik stasiun pengambilan sampel dari hulu sampai hilir. Sampel

    makrozoobenthos diambil dengan menggunakan jala surber. Jenis makrozoobenthos

    yang ditemukan di lapangan diidentifikasi dan dianalisis secara deskriptif untuk

    melihat keanekaragaman jenis ikan, kelimpahan, dan dominansi yang ada di suatu

    perairan. Pengukuran kualitas air muara di sungai Citarum tersebut dilihat dari

    parameter fisika-kimia dan pengaruhnya terhadap keanekaragaman makrozoobenthos

    yang ditemukan.

    1.6Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian dilakukan di Sungai Citarum sebagai lokasi pengambilan sampel.

    Lokasi pengujian sampel dilakukan di Laboratorium PPSDAL. Penelitian

    dilaksanakan pada bulan November-Desember 2015.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    16/95

    5

    BAB II

    TINJAUAN LOKASI

    2.1Sejarah Sungai Citarum

    Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat dengan

    aliran sepanjang 297 km. Sungai yang hampir membelah Jawa Barat ini bersumber

    dari mata air Gunung Wayang (sebelah selatan Kota Bandung), mengalir ke Utara

    melalui Cekungan Bandung dan bermuara di Laut Jawa (Citarum.org, 2014). Sungai

    ini memasok air ke Pusat Listrik Tenaga Air di Waduk Jatiluhur (187 Megawatt).

    Citarum berasal dari dua kata, yaitu Cidan Tarum. Ci atau dalam Bahasa Sunda Cai,

    artinya air. Sedangkan, Tarum merupakan jenis tanaman yang menghasilkan warna

    ungu atau nila yang digunakan sebagai bahan pencelup alami pada kain tradisional

    (Citarum.org, 2014).

    Jumlah sungai besar yang ada di wilayah sungai Citarum kurang lebih 19 sungai

    yang bermuara di laut utara maupun bergabung dengan sungai lainnya. Sungai utama

    yang ada di WS Citarum adalah Sungai Citarum. Sungai Citarum sendiri berhulu dari

    Gunung Wayang (Kabupaten Bandung) dan bermuara di Muara Gembong

    (Kabupaten Bekasi). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang

    Penetapan Wilayah Sungai, Wilayah Sungai Citarum terdiri dari 19 DAS

    (Citarum.org, 2014).

    Terdapat tiga waduk besar, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur yang berfungsi

    sebagai pembangkit listrik dan pendukung sistem irigasi yang ada di kawasan

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    17/95

    6

    tersebut. Semua waduk tersebut berada dalam satu aliran Sungai Citarum dan berada

    di empat kabupaten (Cianjur, Bandung Barat, Purwakarta, dan Karawang)

    (Citarum.org, 2014).

    2.2Letak Geografis

    Secara Geografis Wilayah Sungai Citarum terletak pada 106 5136 - 107 51

    BT dan 7 19 - 6 24LS, dengan luas area 11.323 Km. Wilayah Sungai Citarum

    seluas kurang lebih 12.000 km2mencakup 13 wilayah administrasi Kabupaten/Kota

    di lingkungan Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung

    Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten

    Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang,

    Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Cimahi (Citarum.org,

    2014).

    Wilayah Sungai Citarum mempunyai batas wilayah sebagai berikut (Citarum.org,

    2014):

    1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

    2. Sebelah Selatan berbatasan dengan sebagian Kabupaten Cianjur dan sebagian

    Kabupaten Bandung

    3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebagian Kabupaten

    Indramayu dan sebagian Kabupaten Sumedang

    4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebagian Kabupaten

    Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    18/95

    7

    2.3Iklim, Morfologi, dan Topografi

    Kondisi Iklim Daerah Aliran Sungai Citarum sebagaimana umumnya wilayah di

    Jawa Barat, memiliki iklim tropis monsoon dengan suhu dan kelembaban udara yang

    relatif konstan sepanjang tahun. Iklim tropis monsoon dicirikan dengan terjadinya

    dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan

    Oktober-Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni-September. Bulan-bulan

    lainya merupakan masa transisi atau suhu rata-rata di dataran rendah sekitar 27C,

    sedangkan dibagian hulu sungai yang berada di dataran tinggi atau pegunungan, suhu

    udara minimum rata-rata 15,3C (Citarum.org, 2014).

    Curah hujan tahunan rata-rata bervariasi dari 1000 mm di daerah pesisir dan 4000

    mm di daerah pegunungan di bagian atas dari DAS. Hampir 70% dari curah hujan

    tahunan terjadi selama musim hujan. Distribusi curah hujan musiman terutama

    dipengaruhi oleh angin musim. Efek dari orografis pegunungan selatan mendominasi

    curah hujan (Citarum.org, 2014).

    Morfologi yang terbentuk di DAS Citarum adalah hasil kegiatan tektonik dan

    vulkanisme, dilanjutkan proses erosi dan sedimentasi. Kondisi morfologi DAS

    Citarum terbagi atas morfologi gunung api, perbukitan, dan dataran daerah hulu anak-

    anak sungai di DAS Citarum terbentuk dari morfologi gunung api yang memiliki

    kharakteristik relief landaibergunung, elevasi ketinggian 750 2300 m diatas

    permukaan air laut, kemiringan lereng di kaki 5%15%, di tengah 15%30%, dan

    di puncak 30% 90%. Pola aliran sungai sejajar dan radier, umumnya merupakan

    daerah resapan utama air tanah dangkal dan dalam serta tempat keluarnya mataair

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    19/95

    8

    pada lokasi tekuk lereng. Batuan penyusun berupa endapan gunung api muda dan tua,

    terdiri dari tufa, breksi, lahar, dan lava (Citarum.org, 2014).

    Topografi DAS Citarum digambarkan dalam bentuk lahan atau morfologi yang

    dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Wilayah

    Sungai Citarum bagian hulu nampak seperti cekungan raksasa yang lebih dikenal

    sebagai Cekungan Bandung, dengan elevasi berkisar antara 625-2.600 mdpl. DAS

    Citarum bagian tengah morfologi bervariasi antara dataran (elevasi 250-400 mdpl),

    perbukitan bergelombang lemah (elevasi 200-800 mdpl), perbukitan terjal (elevasi

    1.400-2400 mdpl) dan morfologi tubuh gunung api. DAS Citarum bagian hilir lebih

    didominasi oleh dataran, perbukitan bergelombang lemah dan terjal dengan variasi

    elevasi antara 200-1.200 mdpl. Seluruh sungai di Citarum mengalir dari selatan

    berhulu di Gunung Burangrang, Bukit Tunggul, dan Canggah ke arah utara yang

    bermuara di pantai utara (Laut Jawa) (Citarum.org, 2014).

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    20/95

    9

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Perairan Sungai

    Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang

    bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

    (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat dibedakan atas perairan tawar, payau,

    maupun asin (laut). Perairan darat meliputi sungai, rawa, danau, payau atau muara

    sungai. Sungai merupakan salah satu perairan lotik (berarus cepat) yang dipengaruhi

    oleh banyak faktor seperti aktivitas alam dan aktivitas manusia di Daerah Aliran

    Sungai(DAS). Menurut Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang sumberdaya

    air, bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

    merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

    menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke

    danau atau ke lautsecara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis

    dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas

    daratan.

    Sungai merupakan air permukaan yang bersifat mengalir. Air permukaan yang

    ada seperti sungai dan danau banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti

    tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan,

    keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan air, pengendali banjir,

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    21/95

    10

    ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi.

    Dilihat dari fungsinya sebagai tempat penampungan air maka sungai mempunyai

    kapasitas tertentu dan dapat berubah karena kondisi alami maupun antropogenik

    (Hendrawan, 2005).

    3.2 Pencemaran Sungai

    Berbagai macam aktivitas pemanfaatan sungai seperti kegiatan perikanan,

    pertanian, keperluan rumah tangga, industri dan transportasi pada akhirnya akan

    memberikan dampak terhadap sungai antara lain penurunan kualitas air, hal ini

    dikarenakan limbah yang dihasilkan dari berbagai macam kegiatan tersebut

    kebanyakan dibuang ke sungai atau tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

    Sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri (self purification) dari

    berbagai sumber masukan limbah, akan tetapi jika melebihi kemampuan daya dukung

    sungai (carrying capacity) akan menimbulkan masalah yang serius bagi perairan

    (Setiawan, 2009).

    Pencemaran adalah perubahan yang terjadi terhadap sifat-sifat fisika, kimia dan

    biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah, dan air. Menurut Peraturan

    Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

    Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat

    atau komponen lain yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan perubahan

    tatanan air dan menyebabkan penurunan kualitas air sehingga dapat merugikan bagi

    kehidupan organisme air. Bahan pencemar umumnya berupa limbah, seperti limbah

    industri, limbah pertanian dan limbah rumah tangga.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    22/95

    11

    Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan

    yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga

    mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam

    lingkungan, pencemaran dikelompokkan menjadi dua yaitu polutan alamiah dan

    polutan antropogenik (Effendi, 2003).

    Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (Designated

    benefical water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin

    berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku

    mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan

    menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).

    Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi

    airnya akan dapat dihitung berapa. beban pencemar yang dapat ditenggang oleh air

    penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dant tetap berfungsi sesuai dengan

    peruntukanya.

    Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk.

    membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu

    minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar

    Nasional, maupun standar perusahaan. Di dalam peraturan Pemerintah Republik

    Indanesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang kualitas dan pengendalian pencemaran air

    disebutkan bahwu mutu air telah diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang terdiri dari :

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    23/95

    12

    1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

    minum, dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

    sama dengan kegiatan tersebut.

    2. Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarna/sarana

    rekreasi air. pembudidayaan ikan air tawar. peternakan, air untuk mengairi

    pertanian, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

    dengan kegunaan tersebut.

    3. Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan

    air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain

    yang persyaratan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

    4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air

    yang sama dengan kegunaan tersebut.

    3.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Sungai

    Faktor fisika dan kimia air merupakan parameter untuk menentukan kualitas suatu

    perairan. Parameter fisika berupa suhu, kecerahan, konduktivitas, kecepatan arus,

    salinitas serta tekstur substrat dan parameter kimia berupa DO, BOD, pH, COD,

    Nitrat, Nitrit, Amoniak, dan Phosphat. Secara alami keberadaan dan distribusi biota

    di perairan sungai dipengaruhi oleh aktivitas manusia, terutama yang menyebabkan

    perubahan faktor fisika dan kimia air, polusi dan pemasukan spesies baru ke dalam

    badan air sungai. Suatu ekosistem dikatakan baik jika faktor biotik dan abiotiknya

    saling mendukung.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    24/95

    13

    3.3.1 Parameter Fisika

    3.3.1.1 Suhu

    Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi

    perairan. Suhu juga berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme

    akuatik memiliki kisaran suhu tertentu untuk pertumbuhannya (Effendi, 2003).

    Menurut Fardiaz (1992), perubahan suhu akan menimbulkan beberapa dampak di

    antaranya adalah (1) jumlah oksigen terlarut dalam air menurun, (2) kecepatan reaksi

    kimia meningkat, (3) kehidupan ikan dan organisme air lainnya akan terganggu, (4)

    menyebabkan kepunahan biota akuatik yang sensitif terhadap suhu yang tinggi.

    Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan

    konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 23 kali lipat yang diikuti dengan

    penurunan kadar oksigen terlarut (Barus, 2004). Menurut Setiana (1996), suhu akan

    mempengaruhi tingkat ketersediaan oksigen dan nutrien dalam air. Perubahan suhu

    akan berpengaruh pula terhadap pola kehidupan dan aktivitas biologi dalam air,

    termasuk pengaruhnya terhadap penyebaran biota menurut batas kisaran toleransinya.

    3.3.1.2 Kecerahan

    Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara visual

    dengan menggunakan keping Secchi. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh

    kandungan bahan-bahan halus yang terdapat dalam air baik berupa bahan organik

    seperti plankton, jasad renik, detritus maupun bahan anorganik seperti partikel pasir

    dan lumpur. Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    25/95

    14

    berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada

    didalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan,

    sebaliknya apabila semakin jernih suatu badan air maka batas pandangan akan

    semakin jauh (Effendi, 2003).

    3.3.1.3 Konduktivitas

    Konduktivitas air bergantung pada jumlah ion-ion terlarut per-volumenya dan

    mobilitas ion-ion tersebut. Satuannya adalah (mho/cm, 250C). Konduktivitas

    bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas. Secara umum,

    faktor yang lebih dominan dalam perubahan konduktivitas air adalah temperatur.

    Untuk mengukur konduktivitas digunakan konduktivitimeter. Berdasarkan nilai

    DHL, jenis air juga dapat dibedakan melalui nilai pengukuran daya hantar listrik

    dalam mho/cm pada suhu 250C menunjukkan klasifikasi air sebagai berikut:

    Tabel 3.1 Klasifikasi Air Berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL)

    3.3.1.4 Kecepatan Arus

    Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemapuan badan

    air untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus digunakan

    untuk memperkirakan waktu suatu bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    26/95

    15

    tertentu (Effendi, 2003). Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan

    penyebaran organisme dan sumber makanan yang terdapat di perairan.

    3.3.1.5 Salinitas

    Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh

    organisme melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis.

    Semakin tinggi salinitas, semakin besar tekanan osmosisnya sehingga organisme

    harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas

    tertentu melalui mekanisme osmoregulasi (Koesoebiono, 1979), yaitu kemampuan

    mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal.

    Menurut Mudjiman (1981), kisaran salinitas yang dianggap layak bagi

    kehidupan organisme air seperti makrozoobentos berkisar 15-45, karena pada

    perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos

    seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan.

    3.3.1.6 Substrat

    Substrat dasar perairan merupakan salah satu faktor ekologis utama yang

    akan mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Menurut Nybakken

    (1998), substrat dasar merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan

    organisme.

    Karakteristik substrat dapat mempengaruhi struktur komunitas

    makrozoobenthos. Keadaan substrat di perairan penting untuk diketahui. Kehidupan

    organisme air juga bergantung pada bahan dan ukuran partikel dasar badan air.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    27/95

    16

    Organisme yang hidup pada substrat dasar suatu ekosistem air sangat tergantung pada

    tipe substrat dan kandungan bahan organik yang terdapat dalam substrat tersebut.

    Oleh karena itu analisis terhadap substrat baik berupa tipe maupun terhadap

    kandungan bahan organik penting untuk dilakukan (Suin, 2002).

    3.3.2 Parameter Kimia

    3.3.2.1 pH

    Sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

    menyukai pH sekitar 6,5 sampai 8. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi

    perairan, misalnya proses nitrifikasi yang akan berakhir pada pH yang rendah

    (Effendi, 2003).

    Menurut Effendi (2003), pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan yang

    dapat dilihat pada Tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perarian

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    28/95

    17

    Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai

    pH netral, dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH

    yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 8,5.

    Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan

    kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan

    metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan

    konsentrasi amoniak yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

    3.3.2.2 DO (Dissolved Oxygen)

    Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam

    ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen

    di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di

    dalam air pada temperatur 0oC sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan menurun

    jika temperatur air meningkat. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar

    antara 6 sampai 8 mg/l (Barus, 2004).

    Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara

    harian, musiman, pencampuran masa air, pergerakan masa air, aktivitas fotosintesis,

    respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Oksigen diperlukan dalam proses

    oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi berbagai organisme akuatik.

    Klasifikasi perairan berdasarkan oksigen terlarut menurut Lee et al., (1978),

    yaitu 6,5 tergolong tidak tercemar/tercemar sangat ringan.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    29/95

    18

    3.3.2.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

    Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang

    dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik

    yang diukur pada suhu 20oC (Barus, 2004). Menurut Yuliastuti (2011), semakin

    tinggi kandungan BOD dalam perairan mengindikasikan bahwa perairan tersebut

    telah tercemar. Kandungan BOD dikatakan masih rendah dan dapat dikategorikan

    sebagai perairan yang baik apabila berkisar antara 010 mg/l.

    3.3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

    Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen

    yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

    didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi

    CO2 dan H2O (Boyd, 1998). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam

    ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD

    tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan petanian. Nilai COD pada

    perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 29 mg/liter. Sedangkan pada

    perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter pada limbah industri dapat

    mencapai 60.000 mg/liter.

    3.3.2.5 Nitrat (NO3-)

    Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Keberadaan

    nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri dan

    pemupukan dari daerah pertanian. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    30/95

    19

    namun kadar nitrat dalam air dapat menjadi tinggi di daerah yang terdapat aktivitas

    pemupukan yang mengandung nitrogen (Alaerts, 1987).

    Menurut Effendi (2003), nitrat dapat digunakan untuk mengklasifikasikan

    tingkat kesuburan perairan. Kadar nitrat pada perairan oligotrofik berkisar 01 mg/l,

    perairan mesotrofik berkisar 15 mg/l, dan perairan eutrofik berkisar 550 mg/l.

    3.3.2.6 Nitrit

    Di perairan alami, nitrit (NO2) ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit,

    lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.

    (Alaerts, 1987). Nitrit merupakan bentuk antara oksidasi amonia ke nitrat atau

    reduksi nitrat ke amonia. Nitrit dapat masuk perairan melalui air limbah industri.

    Kandungan Nitrit pada suatu perairan untuk peruntukan air minum maupun perikanan

    dan pertenakan tak lebih dari 0,06 mg/l sesuai dengan baku mutu pada PP No. 82

    Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

    3.3.2.7 Amoniak (NH3)

    Adanya amoniak merupakan indikator masuknya buangan permukiman.

    Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik

    secara mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk (Sastrawijaya,

    2000). Menurut Effendi (2003), keberadaan amoniak sangat tergantung pada kondisi

    pH dan suhu perairan. Pada pH < 7 sebagian besar amoniak akan mengalami ionisasi

    sedangkan pada pH > 7 amoniak tidak terionisasi sehingga bersifat toksik.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    31/95

    20

    3.3.2.8 Fosfat (PO4)

    Kandungan fosfat dalam perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali

    pada perairan yang menerima limbah dari aktivitas rumah tangga dan industri tertentu

    serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu,

    perairan yang mengandung kadar fosfat yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

    eutrofikasi (Perkins, 1974).

    Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

    Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa kadar fosfat yang

    diperkenankan sebagai bahan baku air minum adalah 0,2 mg/l. Kadar fosfat dalam

    perairan alami umumnya berkisar antara 0,005 0,02 mg/l. Kadar fosfat melebihi

    0,1mg/l tergolong perairan yang eutrofik.

    3.3.3 Parameter Biologi

    Salah satu komponen biotik perairan yang sering dikaji dampaknya dari

    adanya aktivitas antropogenik pada sungai adalah makroinvertebrata bentik seperti

    benthos. Fauna tersebut merupakan komponen penting dalam uji biologis

    (bioassessment) guna evaluasi keseluruhan kualitas dari sumber daya air, fungsi

    ekologis, ketersediaan pakan untuk perikanan, maupun pengaruh spesifik dari

    aktivitas antropogenik. Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem sungai

    telah mendorong berkembangnya konsep indikator biologi guna mengetahui status

    kesehatan dari sebuah ekosistem perairan (Sastrawijaya, 2000).

    Pola penyebaran beberapa jenis benthos umumnya dipengaruhi oleh

    kecepatan arus, kondisi fisika-kimia perairan dan kondisi substrat dasar perairan.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    32/95

    21

    Selain itu, keberadaan dan kepadatan benthos juga dipengaruhi oleh makanan

    maupun tingkat predasi pemangsanya. Sifat kimia perairan yang mempengaruhi

    keberadaan hewan benthos adalah kandungan gas terlarut, kandungan bahan organik,

    pH dan kandungan hara (Setyobudiandi dkk., 2009).

    3.4 Makrozoobenthos

    Salah satu biota air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar

    perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang adalah makrozoobenthos.

    Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen

    dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan

    organisme hewani yang disebut zoobenthos (Odum, 1993).

    Dalam siklus hidupnya, beberapa makrozoobenthos hanya hidup sebagai benthos

    dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau

    sebaliknya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai benthos pada stadia

    dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagai benthos pada stadia larva

    (Nybakken, 1992).

    Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan

    makrozoobentos, di mana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi

    makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya

    akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai

    organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka

    pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi

    hewan bentos (Koesbiono, 1979).

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    33/95

    22

    3.5 Struktur komunitas makrozoobenthos

    Komunitas adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu tempat.

    Menurut Odum (1994), komunitas biotik adalah kumpulan dari populasiyang hidup

    dalam daerah tertentu atau habitat fisik tertentu dan merupakan satuan yang

    terorganisir serta mempunyai hubungan timbal balik. Komunitas mempunyai

    tingkatan trofik yang sama di seluruh dunia tetapi spesies yang menyusun masing-

    masing komunitas tersebut berbeda sesuai dengan daerah geografisnya (Nybakken,

    1988). Struktur komunitas mempunyai tiga unsur pokok, yaitu jumlah macam

    spesies, jumlah individu dalam masing-masing dan total individu dalamkomunitas.

    Pada umumnya komunitas mempunyai struktur spesies yang khas, yang terdiri dari

    beberapa spesies yang berlimpah jumlahnya dan sejumlah besarspesies yang masing-

    masing jumlah individunya sedikit.

    Nybakken (1988) menyebutkan bahwa setiap spesies dalam komunitas

    mempunyai daya toleransi tertentu terhadap faktor lingkungan. Bila di suatu daerah

    terdapat faktor lingkungan yang melampaui batas toleransi suatu spesies, maka pada

    daerah ini spesies tersebut tidak akan ditemui. Setiap spesies juga mempunyai

    kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur. Apabila konsentrasiunsur-unsur yang

    dibutuhkan ini jumlahnya di bawah kebutuhan minimum spesies, maka spesies

    tersebut akan menghilang. Di samping itu, jika salah satufaktor lingkungan melewati

    batas toleransi spesies, maka spesies tersebut akantersingkirkan.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    34/95

    23

    3.6 Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan

    Makrozoobenthos merupakan organisme air yang sebagian besar atau seluruh

    hidupnya berada di dasar perairan. Makrozoobenthos sering digunakan untuk

    menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu badan

    perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup

    makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan organisme air yang mudah

    terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar fisik maupun kimia.

    Suatu perairan yang sehat atau belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu

    yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan

    tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang

    mendominasi (Odum, 1994).

    Menurut Odum (2005), distribusi dan keanekaragaman makrozoobentos dapat

    menunjukkan kualitas perairan sungai. Dalam suatu perairan yang belum tercemar,

    jumlah individu relatif merata dari semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu

    perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada

    spesies yang mendominasi. Makrozoobenthos salah satu penyusun komponen biotik

    yang dapat menentukan kelangsungan ekosistem sungai di masa yang akan datang.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    35/95

    24

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1Alat dan Bahan

    4.1.1 Alat

    Berikut ini daftar alat-alat yang diperlukan serta fungsinya dalam melakukan

    penelitian Struktur Komunitas Makroozobenthos di Sungai Citarum dapat dilihat

    pada tabel 4.1, sebagai berikut:

    Tabel 4.1 Daftar Alat dan Fungsinya

    No. Nama Alat Fungsi

    1. Alat Tulis Menuliskan data hasil pengamatan

    2. Botol sampel Tempat menyimpan sampel air

    3. Buku Catatan Mencatat data hasil pengamatan

    4. Coolbox Untuk menjaga sampel makrozoobenthos tetap

    segar

    5. DO meter Menghitung kadar oksigen terkandung dalam

    air

    6. Ember Tempat sampel makrozoobenthos sementara

    7. GPS Menentukan lokasi pengamatan

    8. Gayung Mengambil sampel air dan sedimen

    9. Jala Surber Mengambil sampel makrozoobenthos di aliran

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    36/95

    25

    sungai

    10. Kertas label Memberi label pada botol sampel dan ziplock

    11. Lempeng Secchi Mengukur kecerahan air

    13. Lux Meter Menghitung intensitas cahaya

    14. SCT Meter Mengukur salinitas, konduktivitas dan

    temperatur air

    15. Sterofoam Mengukur arus air

    16. Stopwatch Menghitung waktu tempuh sterofoam

    16. Tali Rafia Mengikat termometer

    18. Termometer Mengukur suhu

    19. Tongkat berskala Mengukur kedalaman perairan

    20. Ziplock Tempat sampel Makrozoobenthos

    4.1.2 Bahan

    Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian Struktur Komunitas

    Makroozobenthos di Sungai Citarum sebagai berikut:

    Tabel 4.2 Daftar Bahan dan Fungsinya

    No. Nama Bahan Fungsi

    1. Formalin 4 % Mengawetkan sampel makrozoobenthos

    2. Sampel air Objek penelitian untuk analisis parameter

    fisika dan kimia

    3. Substrat Objek penelitian

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    37/95

    26

    4.2Metode Penelitian

    Studi pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survei

    untuk menentukan titik-titik lokasi pengambilan sampel air dan makrozoobenthos di

    aliran sungai Citarum hulu sampai hilir. Studi pendahuluan ini dilakukan agar

    mendapatkan tempat yang representatif, dapat diakses oleh peneliti, dan aman saat

    melakukan pengambilan sampel. Sampel makroozobenthos dan kondisi lingkungan

    pada sungai Citarum diambil dengan delapan belas titik stasiun pengambilan sampel

    dari hulu sampai hilir, yaitu Mata Air Situ Cisanti (Stasiun 1), Mata Air Citarum

    (Stasiun 2), Badan Sungai Citarum (Stasiun 3), Badan Sungai Citarum (Stasiun 4),

    Muara Sungai Cirawa (Stasiun 5), Muara Sungai Cihejo (Stasiun 6), Muara Sungai

    Cikitu (Stasiun 7), Badan Sungai Citarum (Stasiun 8), Muara Sungai Cikaro (Stasiun

    9), Badan Sungai Citarum dii Majalaya (Stasiun 10), Badan Sungai Citarum,

    Wangisagara (Stasiun 11), Muara Sungai Cirasea (Stasiun 12), Muara Sungai Citarik

    (Stasiun 13), Muara Sungai Cikeruh (Stasiun 14), Muara Sungai Cikapundung

    (Stasiun 15), Sungai Cisangkuy (Stasiun 16), Muara Sungai Ciwidey (Stasiun 17),

    dan Badan Sungai Citarum Batujajar (Stasiun 18). Selanjutnya dapat dilihat lebih

    jelas dari peta lokasi di bawah ini terkait titik stasiun pengambilan sampel (Gambar

    4.1), yaitu:

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    38/95

    27

    Gambar 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian Struktur Komunitas

    Makrozoobenthos di Sungai Citarum

    4.3Prosedur Kerja

    4.3.1 Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

    Pengambilan makrozoobenthos dilakukan di bagian tepi setiap stasiunnya.

    Pengambilan makrozoobenthos menggunakan jala surber dengan ukuran luasan (40 x

    25 cm) yang dilengkapi dengan jaring penampung dengan ukuran mata jaring

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    39/95

    28

    dilakukan secara berlawanan dengan arah aliran air agar organisme makrozoobenthos

    dapat tertampung dalam jaring. Jala surber diletakkan di dasar perairan selama kurang

    lebih 5 menit untuk menjaring biota yang hanyut ke dalam jaring dan substrat dalam

    bingkai jala surber digali untuk menangkap makrozoobenthos yang bersembunyi di

    balik substrat.

    Selain itu, apabila terdapat batu pada bingkai jala surber, maka batu tersebut

    akan disisihkan untuk kemudian diambil makrozoobenthos yang menempel pada

    bebatuan tersebut. Setelah itu, jala surber diangkat dan makrozoobenthos yang

    terbawa di dalam jaring surber diletakkan ke saringan benthos untuk kemudian

    dipindahkan ke dalam plastik ziplock yang telah diberi label berdasarkan titik stasiun

    dan setelah itu diberi beberapa tetes larutan formalin 4% untuk mengawetkan

    organisme untuk kemudian diidentifikasi.

    Selanjutnya, sampel di identifikasi di Laboratorium dengan cara mengamati

    bentuk dan struktur tubuh sampel makrozoobenthos dengan bantuan Lup (kaca

    pembesar) kemudian dicocokkan dengan buku acuan identifikasi Dharma B. (1988),

    Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells); Marwoto, dkk (2011), Keong Air

    Tawar Pulau Jawa (Moluska, Gastropoda).

    4.3.2 Parameter Fisika

    Pengukuran parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan

    (in situ) yaitu : kedalaman, kecerahan, suhu, arus, konduktivitas, salinitas, total

    dissolved solid dan intensitas cahaya. Dari pengukuran air di lapangan, sebagai

    pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA (2005).

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    40/95

    29

    4.3.2.1 Pengukuran Kedalaman

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala.

    Tongkat dimasukkan ke dalam air hingga menyentuh dasar kemudian tandai

    pada batas air lalu diukur.

    4.3.2.2 Pengukuran Kecerahan

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lempeng Secchi yang

    dimasukkan ke dalam perairan. Pengukuran dihentikan saat pertama kali

    lempeng Secchi tidak terlihat karena kekeruhan perairan. Kemudian ukur

    kedalamannya dengan mengukur panjang tali yang tenggelam.

    4.3.2.3 Pengukuran Suhu Air dan Udara

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa.

    Pada pengukuran suhu udara, termometer dibiarkan selama 5 menit di udara.

    Sedangkan pada suhu air, termometer dicelupkan ke dalam perairan dan

    didiamkan selama 5 menit.

    4.3.2.4 Pengukuran Arus

    Pengukuran arus dan debit air diukur dengan melemparkanstereofoam

    yang diikat dengan tali rafia sepanjang 2 m ke dalam air pada jarak tertentu,

    lalu dicatat menggunakan stopwatch berapa besarnya waktu yang ditempuh

    oleh stereofoam tersebut untuk menempuh jarak yang telah ditentukan.

    Selanjutnya hitung lebar sungai dari batas air paling pinggir. Lalu ukur

    kedalaman sungai tersebut.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    41/95

    30

    4.3.2.5 Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL)

    Konduktivitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter

    (Salinity, Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air sampel

    dengan mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah

    parameter konduktivitas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala

    DHL.

    4.3.2.6 Pengukuran Salinitas

    Salinitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,

    Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam sampel air dengan

    mencelupkan elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah

    parameter salinitas tas dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala

    salinitas.

    4.3.2.7 Pengukuran Intensitas Cahaya

    Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter. Bagian sensor

    cahaya pada luxmeter diletakkan pada sumber cahaya dan tunggu beberapa saat

    sampai angka digital stabil.

    4.3.3 Parameter Kimia

    Pengukuran parameter kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan

    (in situ), yaitu derajat keasaman dan oksigen terlarut. Dari pengukuran air di

    lapangan, sebagai pedoman analisis dan metode pengukuran digunakan buku APHA

    (2005).

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    42/95

    31

    4.3.3.1 Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

    Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elemen

    pH meter dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu

    catat angka yang tertera pada layar.

    4.3.3.2 Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

    Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan DO meter. Elemen

    DO meter dicelupkan pada air, ditunggu sampai muncul angka pada layar lalu

    catat angka yang tertera pada layar.

    4.3.3.3Chemical Oxygen Demand (COD)

    1. Persiapan contoh uji

    a. Homogenkan contoh uji

    b.Cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO420 % sebelum digunakan;

    2. Pengawetan contoh uji

    Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan

    menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam

    pendingin pada temperatur 4C 2C dengan waktu simpan maksimum yang

    direkomendasikan 7 hari.

    3.

    Pembuatan larutan kerja

    Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan

    minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang

    pengukuran.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    43/95

    32

    4. Prosedur Pengujian

    a.Proses digestion.Pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion

    solutiondan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam

    tabung atau ampul. Lalu tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen.

    Letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan

    refluks selama 2 jam.

    b.Pembuatan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai

    berikut:

    Hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk

    penggunaan alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600

    nm atau 420 nm;

    Ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap

    kadar COD;

    Buat kurva kalibrasi dari data di atas dan tentukan persamaan garis lurusnya;

    Jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi

    langkah pada langkah poin kedua sampai dengan langkah poin ketiga di atas

    hingga diperoleh nilai koefisien r 0,995.

    c. Pengukuran Sampel Uji. Tahapannya adalah sebagai berikut :

    Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk

    mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup

    contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    44/95

    33

    Biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar

    jernih

    Gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;

    Ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420

    nm);

    Hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;

    Lakukan analisa duplo.

    Rumus perhitungan COD :

    Keterangan :

    C= nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L)

    f= faktor pengenceran

    (SNI 06-6989.2-2004)

    4.3.3.4 Nitrat (NO3-N)

    Dari 25 ml contoh air yang telah disaring, diuapkan.. Kemudian

    didinginkan dan ditambahkan ke dalamnya.1 ml phenol disulfunic acid

    diuapkan selama setengah menit di dalam pemanas air. Setelah dingin

    tambahkan 5 ml NH4OH 10%, dan encerkan dengan akuades sampai volume

    menjadi 25 ml. Tunggu 10 menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer

    dengan panjang gelombang 425m.

    COD = Cxf

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    45/95

    34

    Kadar NO3-N (mg/l) :

    a. Penentuan larutan standar NO3-N

    Ambil 24 ml akuades, tambahkan ke dalamnya 1 ml larutan standar

    NO3-N (5 mikrogram per ml), uapkan kemudian tambahkan 1 ml phenol

    dusulfunic acid, uapkan selama setengah menit di dalam penangas air. Setelah

    dingin tambahkan 5 ml NH4OH 10%, dan encerkan dengan akuades sampai

    volume menjadi 25 ml. Tunggu 10 menit, kemudian ukurlah dengan

    spektrofotometer dengan panjang gelombang 425m.

    (SNI 06-6989.26-2005)

    4.3.3.5 Nitrit (NO2-N)

    Ambil 25 ml contoh air yang telah disaring, tambahkan 1 ml sulfonilic

    acid, kemudian kocok dan tunggu 5 menit. Setelah itu tambahkan 0,5 ml

    larutan naftilamine dan 0,5 ml larutan Na-Asetat (27,5%) dan tunggu selama

    15 menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer dengan panjang

    gelombang 525m.

    Kadar NO2-N (mg/l) :

    x x 5 mikrogram

    x x 5 mikrogram

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    46/95

    35

    a. Penentuan larutan standar NO2-N

    Ambil 24 ml akuades, tambahkan ke dalamnya 1 ml larutan standar

    NO2-N (5 mikrogram per ml) dan ditambahkan pula 1 ml sulfunilic acid,

    kemudian kocok dan tunggu 5 menit. Setelah itu tambahkan 0,5 ml larutan

    naftilamine dan 0,5 ml larutan Na-Asetat (27,5%) dan tunggu selama 15

    menit, kemudian ukurlah dengan spektrofotometer dengan panjang

    gelombang 525m.

    Keterangan :

    Larutan Sulfonilic Acid : 1,5 gram sulfonilic acid di dalam 175 ml H2O, lalu

    tambahkan 50 ml HCl padat. Dinginkan dan buat

    volume 250 ml dengan H2O.

    Larutan Alfa-Naftil Amine : 1,5 gram alfa-naftilamine di dalam volume tertentu H2O.

    Lalu tambahkan 1,5 ml HCl pekat. Buat volume sampai

    250 ml dengan H2O.

    Na-Asetat (27,5%) : 27,2 gram Na-Asetat dalam 100 ml H2O.

    (SNI 06-6989.26-2005)

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    47/95

    36

    4.3.3.6 Ammonia (NH3-N)

    Ambil 25 ml contoh air yang telah disaring, kemudian tambahkan 1 ml

    larutan Siegnette dan 0,5 ml larutan Nessler, tunggu selama 10 menit

    kemudian ukur kadarnya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang

    425m.

    Kadar NH3-N (mg/l) :

    Keterangan :

    Larutan Siegnette : 392 gram KHa (CO2.CH.OH)2 + 4 gram NaOH + 3 gram KOH,

    lalu larutkan dengan akuades sampai volume 1000 ml

    Lautan Nessler : 10 gram HgJ2+ 5 gram KJ, larutkan dengan 10 ml NaOH 20%.

    (SNI 06-6989.26-2005)

    4.3.3.7 Fosfat (PO4-P)

    Ambil 25 ml, contoh air yang telah disaring, kemudian tambahkan:

    0,25 ml larutan reduktor nCl2dan 1,0 ml larutan NH4-molibdat. Tunggu 10

    menit. Ukurlah dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 650 mu.

    Kadar PO4-P :

    x x 5 mikrogram

    x x 5 mikrogram

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    48/95

    37

    Pembuatan larutan reduktor SnCl2

    Timbang SnCl2 sebanyak 100 mg, kemudian tambahkan 2 ml HCl

    pekat, 1 ml CuSO4 2%, dan 7 ml akuades.

    Pembuatan larutan standar PO4-P:

    Ambil 24 ml akuades, tambahkan 1 ml larutan standar PO4-P 5

    mikrogram per milliliter, kemudian tambahkan ke dalamnya berupa: 1,0 ml

    larutan NH4-molibdat dan 0,25 ml larutan reduktor SnCl2. Tunggu 10 menit.

    Kemudian ukur kadarnya dengan spektrofotometer dengan panjang

    gelombang 650 mu.

    (SNI 06-6989.26-2005)

    4.4Analisis Sampel

    Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis makrozoobenthos

    dengan persamaan sebagai berikut:

    4.4.1 Kelimpahan Makrozoobenthos

    Kelimpahan Makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu

    Makrozoobenthos per satuan luas (m2). Sampel Makrozoobenthos yang telah

    diidentifikasi, dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus (Odum, 1993):

    =10.000

    Di mana :

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    49/95

    38

    K = Indeks kelimpahan jenis (ind/m2)

    a = Luas tangkapan jala surber (cm2)

    b = Jumlah total individu makrozoobenthos yang tertangkap (ind)

    4.4.2 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H)

    Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener digunakan untuk mengetahui

    keanekaragaman makrozoobenthos. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    dihitung menggunakan rumus (Odum,1993):

    Keterangan:

    Pi = rasio antara jumlah individu jenis-i (ni) dengan jumlah individu komunitas

    (N).

    H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    ni = Jumlah individu species ke-i

    N = Jumlah total individu

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    50/95

    39

    Tabel 4.3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman ShannonWiener (H)

    (Wilhm, 1975)

    Tabel 4.4 Klasifikasi hubungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H)

    dan tingkat pencemaran perairan Lee et. al., (1978)

    4.4.3 Indeks Keseragaman

    Keseragaman (equibilitas) merupakan salah satu komponen utama

    keanekaragaman yang menyatakan pembagian individu yang merata di antara jenis.

    Indeks keseragaman dihitung untuk mengetahui pola dominansi suatu jenis atau

    beberapa kelompok jenis dalam suatu komunitas organisme.

    Di mana:

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    51/95

    40

    E = Indeks keseragaman

    H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    H = Indeks keanekaragaman maksimum yaitu ln S (dimana S adalah

    jumlah spesies dalam komunitas)

    Kriteria Keseragaman (Krebs, 1985):

    E < 0,4 = keseragaman jenis rendah

    0,4 < E < 0,4 = keseragaman jenis sedang

    E > 0,6 = keseragaman jenis tinggi

    4.4.4 Indeks Dominansi

    Untuk mengetahui adanya dominansi satu jenis atau beberapa kelompok jenis

    dalam suatu komunitas, selain menggunakan indeks keseragaman juga dilakukan

    dengan perhitungan indeks dominansi. Indeks dominansi menyatakan derajat dimana

    dominansi dipusatkan dalam satu, beberapa, atau banyak jenis. Dengan arti lain,

    indeks dominansi dihitung untuk menentukan spesies tertentu yang mendominansi

    suatu komunitas (Odum, 1993).

    Di mana:

    D = Indeks Dominansi

    ni = jumlah individu jenis ke-i

    N = jumlah keseluruhan individu

    Kriteria (Odum, 1993):

    E < 0,4 = dominansi rendah

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    52/95

    41

    0,4 < E < 0,4 = dominansi sedang

    E > 0,6 = dominansi tinggi

    Menurut Odum (1993), nilai dominansi mendekati 0 maka dominansi rendah

    atau tidak ada yang mendominansi dan jika nilai dominansi mendekati 1 maka

    dominansi tinggi atau ada yang mendominansi.

    4.4.5 Metode Regresi Linier

    Analisa regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan

    hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang lain. Variabel bebas

    digambarkan dalam grafik sebagai sumbu X. Variabel yang dipengaruhi digambarkan

    dalam sumbu Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel acak (random), namun

    variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak (Sudjana, 1986). Pada penelitian

    ini, metode regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh dan hubungan antara

    parameter kualitas air sungai Citarum dengan kelimpahan makrozoobenthos.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    53/95

    42

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil

    5.1.1 Kondisi Lingkungan

    Sampel makroozobenthos dan kondisi lingkungan pada sungai Citarum

    diambil dengan delapan belas titik stasiun pengambilan sampel, yaitu (Tabel 5.1):

    Tabel 5.1 Lokasi Pengambilan Sampel

    Titik Sampling/ Stasiun Lokasi

    1 Mata Air Cisanti

    2 Mata Air Citarum

    3 Badan Sungai Citarum

    4 Badan Sungai Citarum

    5 Muara Sungai Cirawa

    6 Muara Sungai Cihejo

    7 Muara Sungai Cikitu

    8 Badan Sungai Citarum, Cibeureum

    9 Muara Sungai Cikaro

    10 Badan Sungai Citarum di Majalaya

    11 Badan Sungai Citarum, Wangisagara

    12 Muara Sungai Cirasea

    13 Muara Sungai Citarik

    14 Muara Sungai Cikeruh

    15 Muara Sungai Cikapundung

    16 Sungai Cisangkuy

    17 Muara Sungai Ciwidey

    18 Badan Sungai Citarum Batujajar

    Berdasarkan pengamatan kondisi fisik di lingkungan sekitar stasiun, didapatkan

    hasil sebagai berikut:

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    54/95

    43

    Tabel 5.1 Kondisi Fisik Lingkungan Sekitar Stasiun

    Kondisi Fisik St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9

    Cuaca Mendung Hujan Hujan Hujan Hujan Mendung

    (Hujan

    gerimis)

    Mendung

    (Hujan

    gerimis)

    Mendung Cerah

    Bau air Tidak berbau Tidak berbau Berbau Tidak berbau Berbau Sedikit berbau Tidak berbau Tidak berbau Berbau

    Warna air Jernih Jernih Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh

    Kondisi dan

    aktivitas

    sekitar sungai

    Area

    sekelilingmerupakan

    area

    perkebunan

    teh

    Lokasi

    sampling

    merupakan

    objek wisata

    warga sekitar

    seperti untuk

    memancing

    Vegetasisekitar:

    tanaman sayur

    Sekitar lokasi

    merupakanarea pertanian

    berbagai

    macam

    tanamanseperti

    bawang

    (Allium cepa)

    dan wortel

    (Daucus

    carota)

    Vegetasi

    sekitar: pohon

    pisang (Musaparadisiaca),

    Paku-pakuan

    Sekitar lokasi

    terdapattempat pabrik

    pencucian

    wortel sehinga

    terdapatlimbah

    organik wortel

    Terdapat

    peternakan

    sapi dan ayam.

    Terdapat area

    pertaniandiantaranya

    yang dominan

    adalah bawang

    (Allium cepa)

    Terdapat

    cukup banyak

    sampah

    anorganik

    Vegetasi

    sekitar:

    Bambu

    (Bambusa

    sp.), Tithonia

    diversifolia,

    talas-talasan

    (Aracaceae),

    pohon pisang

    (Musaparadisiaca),

    dan Caliandra

    sp.

    Terdapat

    beberapasampah baik

    jenis organik

    maupun

    sampahanorganik

    Terdapat area

    pertanian

    berbagai

    macam

    tanaman

    pertanian

    Sekitar sungai

    terdapatbeberapa jenis

    sampah baik

    organik

    maupunanorganik

    Sekitar sungaimerupakan

    area pertanian

    Sekitar sungai

    terdapatbeberapa jenis

    sampah baik

    organik

    maupunanorganik

    Dekat denganpemukiman

    warga, jalan

    raya

    Vegetasi

    sekitar: pisang

    (Musa

    paradisiaca),tomat

    (Solanum

    lycopersicum),

    nangka

    (Artocarpus

    heterophyllus)

    Sekitar sungai

    merupakanarea pertanian

    tanaman

    jagung

    Terdapat

    beberapa

    sampah baikjenis organik

    maupun

    sampah

    anorganik

    Dekat dengan

    pemukiman

    warga, jalanraya

    Terdapat

    beberapasampah baik

    jenis organik

    maupun

    sampahanorganik

    Dekat dengan

    pemukiman

    dan jalan raya

    Vegetasi

    sekitar sungai

    didominasi

    oleh tanaman

    Poaceae.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    55/95

    44

    Kondisi Fisik St.10 St. 11 St. 12 St. 13 St. 14 St.15 St. 16 St. 17 St. 18

    Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Hujan

    (Gerimis)

    Bau air Berbau Tidak berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau

    Warna air Keruh Keruh Keruh Hitam Hitam Keruh Hitam Keruh Hitam

    Kondisi dan

    aktivitas

    sekitar sungai

    Banyak

    terdapat

    sampahanorganik dan

    organik

    Terletak dekatdengan

    beberapa

    pabrik tekstil,pemukiman

    warga serta

    jalan raya

    Vegetasi

    sekitar: bambu

    (Bambusasp.)

    dan Poaceae

    Tempat

    aktivitas

    manusiaseperti mandi

    dan bekerja

    menambang

    pasir

    Terletak dekat

    jalan raya danpemukiman

    warga

    Vegetasi

    sekitar

    didominasi

    bambu

    (Bambusa sp.)

    Terletak dekat

    dengan

    pemukimanwarga, pabrik

    kecil

    pembuatan

    batu bata sertaarea

    persawahan

    Merupakan

    salah satu

    penyumbangpencemar ke

    Sungai

    Citarum dari

    pabrik tekstil

    yang ada di

    daerah

    Majalaya.

    Vegetasi

    sekitar :Poaceae,

    bambu

    (Bambusa sp.)dan pisang

    (Musa

    paradisiaca)

    Terlihat sangat

    banyak

    sampah,bahkan lebih

    banyak

    dibanding

    lokasisampling

    sebelumnya

    Terdapat TPS

    pula dibantaran

    (samping)

    lokasi

    Vegetasi

    sekitar :perkebunan

    pisang (Musa

    paradisiaca)serta area

    pertanian

    tanamankangkung

    (Ipomoea sp.)

    Dekat dengan

    pemukiman,

    jalan rayaserta pabrik

    kecil tempat

    pembuatan

    batu bata

    Ditemukan

    banyaksampah, baik

    organik

    maupunanorganik

    Vegetasi

    sekitar :

    Poaceae, serta

    area pertanian

    tanaman

    kangkung

    (Ipomoea sp.)

    Dekat dengan

    pemukiman

    warga,beberapa

    pabrik tekstil

    serta jalan

    raya dan areapertanian

    tanaman

    sayur-sayuran

    Ditemukanbanyak

    sampah, baik

    organikmaupun

    anorganik

    Vegetasi

    sekitar: bambu

    (Bambusasp.)

    dan Poaceae

    Terletak dekat

    dengan

    pemukimanwarga

    Salah satu

    sumberpencemar dari

    limbah

    industri yangada di daerah

    Banjaran

    Ditemukan

    sampah

    namun tidak

    sebanyak

    lokasi

    sebelumnya

    Terdapat

    aktivitas

    warga sedangmenggunakan

    perahu

    Dekat dengan

    pemukiman

    warga danjalan raya

    Sekitar lokasi

    terdapat

    banyak

    sampahorganik dan

    anorganik

    Terdapat

    beberapa

    pabrik tekstil

    di bantaran

    sekitar lokasi

    Vegetasi

    sekitar :

    bambu

    (Bambusa sp.)

    dan pisang(Musa

    paradisiaca)

    Terletak di

    dekat jalan

    raya dan aliran

    menuju waduk

    saguling

    Ditemukan

    banyaksampah, baik

    organik

    maupunanorganik

    Vegetasi

    sekitar :

    Poaceae, serta

    area pertanian

    tanaman

    kangkung

    (Ipomoea sp.)

    dan singkong

    (Manihot

    esculenta)

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    56/95

    45

    Pada pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik dan kimia pada titis

    sampling dilakukan pada tanggal 21-24 November 2015. Pada hari pertama dilakukan

    pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik dan kimia pada stasiun 1 sampai

    stasiun 3. Perbedaan kondisi fisik lingkungan terlihat jelas dari lokasi pengambilan

    sampel, di mana pada stasiun 1 merupakan mata air sungai cisanti dengan kondisi air

    terlihat lebih jernih dibandingkan pada stasiun 2 dan 3, di mana pada stasiun 2 dan 3

    lokasi pengambilan sampel berada dekat dengan area pertanian dan khusus pada

    stasiun 3 terdapat pertenakan sapi dan ayam dan tempat pencucian wortel di mana

    membuang limbah kotoran ternak dan limbah cucian wortel ke aliran sungai citarum

    sehingga kondisi air sungainya pun menjadi keruh.

    Sedangkan, hari kedua dilakukan pengambilan sampel dari stasiun 4 sampai

    stasiun 8. Pada stasiun 4 sampai stasiun 8 terlihat perbedaan kondisi lingkungan yang

    cukup signifikan di mana lokasi sampling semakin menuju hilir (ke stasiun 8) kondisi

    air semakin keruh dan berada dekat dengan pemukiman warga maupun jalan raya dan

    semakin banyak ditemukan sampah organik maupun anorganik. Perbedaannya pada

    stasiun 5 dan 6 kondisi air sungai berbau, hal ini dimungkinkan limbah domestik

    yang mengalir pada sungai citarum.

    Pada hari ketiga dilakukan pengambilan sampel dan pengukuran parameter fisik

    dan kimia pada stasiun 9 sampai stasiun 14. Pada stasiun 9 sampai stasiun 14 terlihat

    kondisi air yang secara dominan keruh sampai berwarna hitam dan berbau. Hal ini

    dikarenakan, pada lokasi sampling di setiap stasiun ditemukan banyak sampah

    organik dan anorganik dan banyak buangan limbah domestik akibat aktivitas warga

    yang bermukim di sekitar lokasi sampling. Khususnya pada stasiun 10, di mana

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    57/95

    46

    terdapat industri teksil yang dimungkinkan membuang limbah industri ke aliran

    sungai. Dan pada stasiun 12 yang merupakan saluran limbah pabrik tekstil yang

    berasal dari daerah Majalaya. Berbeda dengan stasiun 11 yang memiliki kondisi air

    yang tidak berbau, hal ini dikarenakan kondisi sekitar sampling yang masih terdapat

    banyak vegetasi tumbuhan dan tidak terdapat aktivitas industri.

    Pada hari terakhir pengambilan sampel dilakukan pada stasiun 15 sampai stasiun

    18. Secara keseluruhan, kondisi dari tiap stasiun memiliki air yang dominan keruh

    sampai berwarna hitam dan berbau. Di sekitar stasiun juga terdapat aktivitas manusia

    dan buangan limbah domestik serta industri yang berasal dari industri tekstil maupun

    dari pemukiman warga. Kondisi pada stasiun 18 merupakan lokasi sampling terakhir

    di mana berdekatan dengan waduk saguling sehingga stasiun 18 merupakan tempat

    akumulasi limbah yang terbawa dari aktivitas warga maupun industri yang berasal

    dari daerah-daerah sebelum maupun di sekitar badan sungai Citarum Batujajar.

    Pencemaran terjadi apabila air buangan yang diterima sungai memberikan

    dampak terhadap penurunan kualitas air. Air sungai tercemar dapat terlihat dari fisik

    airnyam yaitu semula jernih (warna alamiah) menjadi keruh atau kehitam-hitaman

    bahkan sering menimbulkan bau yang tidak enak. Dikarenakan limbah secara spesifik

    dapat menimbulkan bau dan perubahan warna serta rasa (Southwick, 1976). Oleh

    karena itu, terjadi degradasi kualitas air dari stasiun 1 sampai stasiun 18.

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI CITARUM, JAWA BARAT

    58/95

    47

    5.1.2 Kualitas Perairan Sungai Citarum tiap Stasiun

    Hasil pengukuran parameter fisika-kimia pada tiap stasiun pengambilan sampel perairan sungai Citarum yang pada

    tanggal 2124 November 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2 dan tabel 5.3

    Tabel 5.2 Parameter Fisik Perairan

    No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8 Stasiun 9

    1 Suhu Udara (oC) 21 20 21 24 23 24 23 24 29

    2 Suhu Air (oC) 23.05 25.1 23.1 21 21.5 22.85 23.8 22.4 25.6

    3Intensitas Cahaya

    (lux)17600 4000 2000 23433 22.600 16100 3700 3600 10.200

    4 Konduktivitas 133.3 162.9 193.3 186.4 186.2 170.6 181.1 176.6 188.8

    5 Transparansi 20 cm Dangkal Dangkal 25 cm Dangkal 30 cm 20 cm 22 cm 33 cm

    6Kecepatan arus

    (m/s)

    0,2 0,07 0,58 0,3 0,625 0 0,7 0,93 0

    7 Lebar sungai (m) 1.4 1.9 1.8 6 0,8 5 5.7 9.5 1.6

    8 Dalam sungai (cm) 20 26.7 15 28.5 12.33 20 6 20 11.25

    9 Tipe Substrat BerlumpurBerbatu,

    pasirBerlumpur

    Batu besar,

    pasir

    Batu besar,

    pasir

    Batu besar,

    pasir

    Batu besar,

    pasir

    Batu besar,

    pasir

    Berbatu,

    lumpur,

    pasir

    10 Salinitas () 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02

  • 7/25/2019 PENGARUH PENCEMARAN TERHADAP STRU