Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam Dan Kombinasinya Terhadap Ketersediaan Unsur n, p...
-
Upload
bintanghasan -
Category
Documents
-
view
388 -
download
6
description
Transcript of Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam Dan Kombinasinya Terhadap Ketersediaan Unsur n, p...
PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS KULIT KOPI, KOTORAN AYAM DAN KOMBINASINYA TERHADAP
KETERSEDIAAN UNSUR N, P DAN K PADA INCEPTISOL
Oleh
YUHANTI VIDHA ETIKA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TANAH PROGRAM STUDI ILMU TANAH
MALANG 2007
i
RINGKASAN
Yuhanti Vidha Etika. 0110430053-43. Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam Dan Kombinasinya Terhadap Ketersediaan Unsur N, P dan K pada Inceptisol. Dibawah bimbingan Yulia Nuraini dan Budi Prasetya.
Sebagai alternatif dalam pengelolaan limbah kulit kopi adalah dengan memanfaatkan sebagai pupuk organik. Biasanya limbah kulit kopi adalah sebagai pakan ternak yaitu sapi. Pemanfaatan sebagai pupuk sebaiknya melalui proses pengomposan terlebih dahulu agar lebih cepat terdekomposisi dan menyediakan tambahan unsur hara bagi tanah. Penelitian ini bertujuan antara lain a) Untuk mengetahui kualitas kompos kulit kopi dan kotoran ayam; b) Meningkatkan ketersediaan unsur N, P dan K dengan pemberian kompos. Hipotesis yang diajukan adalah : a) Kompos kulit kopi yang dikombinasikan dengan kotoran ayam mampu meningkatkan N,P dan K; b) Penambahan kompos kulit kopi yang dikombinasikan dengan kotoran ayam dapat meningkatkan ketersediaan unsur N,P dan K.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai dengan Maret 2007 di UPT Kompos dan Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah.
Penelitian ini menggunakan tanah Inceptisol dari daerah Lowokwaru, Malang. Percobaan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 10 perlakuan dengan 3 kali ulangan, yaitu K0 (kontrol); K1 (Kompos Kopi 8,25 ton/ha); K2 (Kompos Kopi 16,5 ton/ha); K3 (Kompos Kopi 33 ton/ha); K4 (Kompos Kotoran Ayam 8,25 ton/ha); K5 (Kompos Kotoran Ayam 16,5 ton/ha); K6 (Kompos Kotoran Ayam 33 ton/ha); K7 (Kompos Kopi 8,25 ton/ha + Kompos Kotoran Ayam 8,25 ton/ha); K8 (Kompos Kopi 16,5 ton/ha + Kompos Kotoran Ayam 16,5 ton/ha); K9 (Kompos Kopi 33 ton/ha + Kompos Kotoran Ayam 33 ton/ha). Percobaan dilakukan secara inkubasi dalam polibag selama 45 hari dan dipertahankan kondisi kapasitas lapangan, diamati pada 0, 15, 30 dan 45 hari setelah inkubasi (HSI).
Analisa yang dilakukan meliputi analisa dasar kompos, analisa dasar tanah dan analisa pada perlakuan tanah meliputi: pH, C-organik, N total, P total, P tersedia, K total , K tersedia, N tersedia dan C/N. Analisa data yang digunakan adalah analisa sidik ragam (α = 5 %), dilanjutkan uji Duncan (α = 5 %), kemudian uji korelasi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: a) Perlakuan penambahan kompos berpengaruh nyata terhadap kadar N, P dan K pada tanah; b) Penambahan kompos kotoran ayam pada K5 (Inceptisol + KKA 2) pada 30 HSI meningkatkan ketersediaan unsur N dan P lebih baik daripada kompos kulit kopi dan kombinasinya; c) Penambahan kompos kulit kopi pada K3 (Inceptisol + KK 3) pada 45 HSI meningkatkan ketersediaan unsur K lebih baik daripada kompos kotoran ayam dan kombinasi.
ii
SUMMARY
Yuhanti Vidha Etika. 0110430053-43. Effect Applying Coffee Husk Compost, Chicken Manure Compost and The Combination To The Nutrient Availability N, P and K in Inceptisol. Supervised by Yulia Nuraini and Budi Prasetya.
As an alternative to manage the waste coffee husk is use these as an organic fertilizer. Usually, coffee husk is a cow’s feed. To use these as an organic fertilizer is better to be a compost fertilizer before, because it will be decomposed and supplied soil nutrients faster. Adding any material as a starter, e.g: chicken manure, on composting is important to increase the quality. The objective of this research are: a) To assash the nutrient quality in combination coffee husk compost and chicken manure; b) To increase the nutrient available of N, P and K with adding coffee husk compost that combination with chicken manure. The hypothesis are: a) Coffee husk compost that combinated with chicken manure could increase N, P and K content in soil; b) Applying coffee husk compost that combinated with chicken manure could increase an nutrient available of N, P and K.
This research has been done on August, 2006 until March, 2007 at “UPT Kompos” and Soil chemistry laboratory of Soil Science Department.
This research use Inceptisol from Lowokwaru, Malang. It was use the Fully Randomized Design with 10 treatment with 3 replication. There are: K0 (control); K1 (Compost coffee husk 8,25 ton/ha); K2 (Compost coffee husk 16,5 ton/ha); K3 (Compost coffee husk 33 ton/ha); K4 (Compost chicken manure 8,25 ton/ha); K5 (Compost chicken manure 16,5 ton/ha); K6 (Compost chicken manure 33 ton/ha); K7 (Compost coffee husk + chicken manure 8,25 ton/ha); K8 (Compost coffee husk + chicken manure 16,5 ton/ha); K9 (Compost coffee husk + chicken manure 33 ton/ha). This research has been done under incubation condition in polibag during 45 day and observated at 0, 15, 30 and 45 day after incubation (DAI=HSI).
The variable of observation are: base compost analysis, base soil analysis, and destructive analysis are:pH, C-organic,Total of N, Total of P, available N, Total of K, available K, available N and C/N. Data analisys use Anova test (α = 5%), Duncan test (α = 5%) and correlation test.
The conclusions are : a) The treatment applying compost have significantly effect to the N, P and K content of soil; b) Applying chicken manure compost K5 (Inceptisol + KKA 2) in 30 HSI can increase nutrient availability of N and P better than compost coffee husk and combination; c) Applied coffee husk compost K3 (Inceptisol + KK 3) in 45 HSI can increase nutrient availability of K better than chicken manure compost and the combination.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kombinasinya Terhadap
Ketersediaan N, P dan K Pada Inceptisol” disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu (S1) di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang.
Penyusunan skripsi ini dapat terselenggara dengan baik berkat bantuan dari
beberapa pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Yulia Nuraini, MS. selaku dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan serta dorongan selama proses penyusunan skripsi ini sampai
pada persiapan menghadapi ujian sarjana.
2. Bapak Dr. Ir Budi Prasetya, MS. selaku dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan serta dorongan selama proses penyusunan skripsi ini sampai
pada persiapan menghadapi ujian sarjana.
3. Bapak Ir. Sunarto Ismunandar, MS dan bapak Dr. Ir. Zaenal Kusuma, MS selaku
dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan.
4. Bapak Dr. Ir. Mochtar Luthfi Rayes, M.Sc. selaku ketua Jurusan Tanah, yang
telah memberikan fasilitas kepada mahasiswa jurusan tanah.
5. Seluruh Staf Jurusan tanah yang telah banyak memberikan bantuan dan
kemudahan.
6. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan
dalam penyusunan skripsi ini baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat berguna bagi semua pihak.
Malang, September 2007
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 2 April 1982, dari pasangan
Drs. Djaswadi dan Laminatun, S.Pd. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Rejoso II Nganjuk pada
tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMPN 1
Jombang, dengan tahun kelulusan 1998 dan pada tahun 2001, berhasil menyelesaikan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Jombang. Selanjutnya pada tahun yang sama
penulis diterima di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
melalui jalur UMPTN (Ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Judul skripsi penulis yang digunakan untuk mencapai gelar S1 adalah “Pengaruh
Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kombinasinya Terhadap
Ketersediaan N, P dan K pada Inceptisol”.
v
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN..………………………………………………………………….. i
SUMMARY........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. iv
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………............. 1 1.2 Tujuan…………………………………………………………….............. 3 1.3 Hipotesis………………………………………………………….............. 3 1.4 Manfaat……………………………………………………………............ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inceptisol………………………………………………………….............. 4 2.2 Pengaruh Bahan Organik terhadap Sifat Biologi Tanah………….............. 4 2.3 Kompos……………………………………………………………............ 5 2.4 Limbah Kopi………………………………………………………............ 10 2.5 Pupuk Kandang............................................................................................ 12 2.6 Ketersediaan danMineralisasi Nitrogen dari Bahan Organik dalam Tanah. 12 2.7 Ketersediaan dan Peranan Fosfor dalam Tanaman...................................... 14 2.8 Ketersediaan dan Peranan Kalium dalam Tanah......................................... 15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu…………………………………………………........... 17 3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………............ 17 3.3 Metode Penelitian…………………………………………………............ 17 3.4 Pelaksanaan Penelitian……………………………………………............. 18 3.5 Analisa Data………………………………………………………............. 22
vi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Kompos......................................................................................... 23 4.2 Mineralisasi Nitrogen................................................................................... 24 4.3 Fosfor (P).................................................................................................... 33 4.4 Kalium (K)................................................................................................... 36 4.5 Hubungan Antara Sifat Tanah dan Bahan Organik..................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 42 5.2 Saran............................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………............ 43
LAMPIRAN............................................................................................................ 46
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Komposisi Fisik, Kandumgan Nutrisi, dan Kecernaan Protein Kulit Biji dan Kulit Buah Kopi....................................…………………………..................... 11 2. Kandungan Hara Pupuk Kandang, Sekam dan Limbah Kopi yang Sudah Hancur...................………………………………………………..................... 11
3. Kombinasi Perlakuan Kompos……………………………………................... 18 4. Analisa Dasar Tanah………………………………………………................... 19 5. Analisa Dasar Kompos……………………………………………................... 19 6. Parameter Pengamatan…………………………………………….................... 21 7. Tabel Hasil Analisis Kompos Kulit Kopi dan Kompos Kotoran Ayam dan
Kombinasi Kompos Kulit Kopi dan Kotoran Ayam.......................................... 23 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar N Total (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI...................................………………………………………….................. 26 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Amonium (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI…...................................……………………………………….................. 27 10.Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Nitrat (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI…..................................……………………………………….................. 30 11.Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar P Total (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI…...................................………………………………………................. 34 12.Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar P Tersedia (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI……...................................…………………………………….................. 36 13. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar K Total (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI…..................................………………………………………................. 37 14. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar K Tersedia (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI…………………………………………..................................................... 39 15. Korelasi.............................................................................................................. 41
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar N Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI.......... 25 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Amonium pada 0, 15, 30 dan 45 HSI...... 26 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Nitrat pada 0, 15, 30 dan 45 HSI............. 29 4. Pengaruh Perlakuan terhadap pH Tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI................. 31 5. Pengaruh Perlakuan terhadap P Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI..................... 33 . 6. Pengaruh Perlakuan terhadap P Tersedia pada 0, 15, 30 dan 45 HSI............... 35 7. Pengaruh Perlakuan terhadap K Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI.................... 36
8. Pengaruh Perlakuan terhadap K Tersedia pada 0, 15, 30 dan 45 HSI............... 38
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman Judul
1. Perhitungan Dosis Bahan Organik yang diberikan............................................. 46 2. Tabel Hasil Analisis Kompos............................................................................. 48 3. Tabel Hasil Analisis Dasar Tanah....................................................................... 49 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH Tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI......... 50 5. Tabel Anova Amonium, Nitrat dan N Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI............ 51 6. Tabel Anova pH Tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI............................................ 52 7. Tabel Anova Kadar C.Organik pada 0, 15, 30 dan 45 HSI................................ 53 8. Tabel Anova Nisbah C/N pada 0, 15, 30 dan 45 HSI......................................... 54 9. Tabel Anova P Total dan P Tersedia pada 0, 15, 30 dan 45 HSI...................... 55 10.Tabel Anova K Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI.............................................. 56 11.Tabel Anova K Tersedia................................................................................... 57
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan organik merupakan salah satu faktor penentu peningkat tingkat
kesuburan tanah. Banyak sifat tanah baik fisik, biologi dan kimia secara langsung
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik tanah. Pada umumnya jumlah bahan
organik dalam tanah relatif sedikit yaitu sekitar kurang dari 3–5 % dari berat
basah dan top soil tanah mineral (Setiabudhi, 1999). Oleh karena itu banyak
tanah-tanah yang tingkat kesuburannya sangat rendah, sehingga perlu dilakukan
penambahan bahan organik. Penambahan bahan organik diantaranya dapat
dilakukan dengan pemberian kompos, baik yang berasal dari kotoran hewan
maupun sisa-sisa limbah produksi pertanian misalnya limbah kulit kopi. Pada
umumnya limbah kulit kopi yaitu kulit kopi hanya dijadikan pakan ternak atau
dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengolahan misalnya pengomposan untuk
dikembalikan ke tanah.
Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak
terdapat di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam
rangka usaha memperbesar pendapatan negara dan meningkatkan penghasilan
pengusaha dan petani. Produksi kopi di Indonesia yang berkembang tersebut,
ternyata kurang diikuti dengan penanganan kopi pasca panen yang baik terutama
pada kulit kopinya yaitu berkisar antara 40 % sampai 55 % dari produksinya. Di
mana masih banyak petani yang membuang begitu saja kulit kopi di pekarangan
rumahnya maupun di kebun ataupun sawahnya tanpa mengompos kulit kopi
terlebih dahulu di mana seperti kita tahu kulit kopi sangat keras dan susah
didekomposisi.
Kulit kopi merupakan jenis bahan organik yang sulit didekomposisi. Oleh
karena itu pengembalian kulit kopi ke lahan pertanian harus diikuti dengan proses
pengomposan terlebih dahulu agar unsur-unsur yang dikandung kulit kopi tersebut
dapat tesedia bagi pertumbuhan tanaman.
2
Kulit kopi merupakan limbah pengolahan buah kopi yang mempunyai
banyak kegunaan. Tiap satu ton buah basah mengandung kulit kopi kering lebih
kurang 200 kg. Secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik seperti
karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat dalam bentuk senyawa
selulosa (45%), hemi-selulosa (25%), lignin (2 %), resin (45%), dan abu (0,5 %)
(Mulato, Atmawinata dan Yusianto, 1996). Selain itu kandungan kulit kopi yang
sudah hancur menurut Trisilawati dan Gusmaini (1999) adalah 1,88 % N; 2,04 %
K; 0,53 % Ca dan 0,39 % Mg.
Di dalam pengomposan diperlukan pendekomposisi yang baik untuk
mendukung proses pengomposan kulit kopi. Salah satu bahan yang diberikan
adalah kotoran hewan atau pupuk kandang agar dapat mempercepat proses
dekomposisi kulit kopi.
Dari hasil pengomposan yang berasal dari limbah kulit kopi
dikombinasikan dengan pupuk organik lain. Pupuk organik yang ditambahkan
adalah pupuk kandang yaitu dari kotoran ayam. Kandungan unsur hara dalam
kotoran ayam adalah yang paling tinggi, karena bagian cair (Urine) tercampur
dengan bagian padat. Kotoran ayam mengandung N tiga kali lebih besar daripada
pupuk kandang lain. Presentasi kandungan N, P dan K pada kotoran ayam adalah
N: 1,0 %; P: 9,5 %; dan K: 0,3 % (Sutanto, 2002). Dari kombinasi kompos dari
limbah kulit kopi dan pupuk kandang tersebut (Kotoran ayam) diharapkan mampu
memberikan masukan unsur hara dalam tanah, dan meningkatkan ketersedian
unsur N,P dan K sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu maka
penelitian dari pengomposan kulit kopi yang dikombinasikan dengan pupuk
kandang ini perlu dilakukan.
3
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kualitas kompos pada pemberian kulit kopi dan kotoran
ayam dan kombinasinya.
2. Meningkatkan ketersediaan unsur N, P dan K dalam tanah dengan
pemberian kompos kulit kopi, kompos kotoran ayam dan kombinasinya.
1.3. Hipotesis
1. Kompos dari kulit kopi, kompos kotoran ayam dan kombinasinya mampu
meningkatkan kadar N, P, K dalam tanah.
2. Pemberian kompos kulit kopi yang dikombinasikan dengan kotoran ayam
dapat meningkatkan ketersediaan unsur N, P dan K lebih baik daripada
kompos kulit kopi dan kompos kotoran ayam.
1.4. Manfaat
Dari hasil pengomposan kulit kopi yang dikombinasikan dengan pupuk
kandang, yaitu pupuk dari kotoran ayam maka akan dapat diketahui kandungan
yang ada di dalamnya yang dapat diinformasikan kepada petani sehingga dapat
memanfaatkan kulit kopi pada lahan pertaniannya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inceptisol
Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memiliki epipedon okrik
dan horizon albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai sifat penciri
lain (Contoh : horizon kambik), tetapi belum memenuhi syarat sebagai ordo tanah
yang lain. Inceptisol merupakan tanah muda tetapi lebih berkembang dari Entisol
(Inceptum permulaan). Inceptisol adalah tanah belum matang (Immature) dengan
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding tanah matang dan masih banyak
menyerupai bahan induknya (Hardjowigeno, 1993)
Tanah yang termasuk ordo inceptisol sifatnya beragam tergantung sifat
bahan induk dan tingkat perkembangannya. Inceptisol telah berkembang dengan
horison kambik. Santoso (1988) menerangkan bahwa horizon kambik adalah
horison yang pembentukannya baru permulaan, belum memenuhi persyaratan
seperti horison argilik atau horison lain dengan indikasi iluviasi masih lemah.
2.2 Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Biologi Tanah
Unsur karbon yang banyak terdapat di dalam bahan organik merupakan
substrat bagi mikroorganisme tanah, sehingga makin tinggi kadar bahan organik
tanah, makin tinggi pula populasi mikroorganismenya. Di samping itu, asam
humat dalam jumlah tertentu juga memacu perkembangan bakteri, ganggang, dan
jamur yang hidup di dalam tanah.
Pada kondisi rata-rata di lapangan 0,1- 2,0 % bahan organik tanah terdiri
atas mikroflora hidup pada semua fase, mulai fase spora (Istirahat) sampai fase
paling aktif memperbanyak sel. Dengan bahan organik kegiatan mikroorganisme
tanah meningkat, yang secara tidak langsung akan memperbaiki sifat fisika
maupun biologi tanah (Anonymous, 1996).
Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan
mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya akan bahan organik akan mempercepat
5
perbanyakan fungi, bakteri, mikro flora dan mikro fauna tanah lainnya
(Sutanto, 2002).
Bahan organik tanah adalah sumber utama energi atau menjadi bahan
makanan bagi aktivitas jasad mikro tanah. Penambahan bahan organik dengan
C/N rasio tinggi akan mendorong pembiakan jasad renik dan mengikat beberapa
unsur hara tanaman. Setelah C/N rasio turun, sebagian jasad mikro mati dan
melepaskan kembali unsur-unsur hara ke tanah. Makin banyak bahan organik,
maka makin banyak populasi jasad mikro dalam tanah (Suhardjo dan Sorpartini
dan Kurnia, 1993 dalam Bekti dan Surdianto, 2001).
2.3 Kompos
2.3.1 Pengertian Kompos
Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang
terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air
bila terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan dapat ditambah kapur,
sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap untuk digunakan
(Hardjowigeno, 1995).
Kompos adalah suatu produk yang sebagian besar terdiri dari sampah
buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian telah mengalami
pengeraman dalam suhu yang tinggi (Rinsema, 1986).
2.3.2 Peranan Kompos Bagi Tanah dan Tanaman
Kompos merupakan zat akhir suatu proses dekomposisi tumpukan sampah
seresah atau seresah tanaman dan adakalanya bangkai binatang. Pembuatan
kompos hakekatnya merupakan bahan organik dan membiarkan terurai menjadi
bahan pupuk (Sutedjo, 1987 dalam Kurniawati 2002). Kompos yang berkualitas
selain dapat dilihat pada warna yang kehitam-hitaman dan tidak berbau juga
mempunyai kandungan C/N rasio yang rendah, sehingga dapat diserap oleh
tanaman.
6
2.3.3 Proses Perubahan Kompos
Perubahan selama pembentukan kompos menurut Sutedjo (1987), adalah
sebagai berikut :
a. Karbohidrat (Selulosa, hemi selulosa dll) diubah menjadi CO2 dan air atau
CH4 dan H2 .
b. Protein diurai menjadi Amonium, CO2 dan air.
c. Berjenis-jenis unsur hara terutama N, P dan K akan terikat pada tubuh
jasad renik dan sebagian tersedia dalam tanah dan yang terikat akan
kembali ke tanah setelah mati.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu nilai C/N
bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja,
kelembaban dan aerasi, temperature dan tingkat keasaman (pH). Hal-hal yang
perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Nilai C/N bahan
Pengomposan dimaksudkan untuk menurunkan kadar karbon terhadap
nitrogen yang disebut C/N rasio. Semakin rendah nilai C/N bahan, maka waktu
yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat (Marsono dan Sigit, 2001).
2. Ukuran bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri.
Untuk itu, bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang
keras sebaiknya dicacah hingga ukuran 0,5-1 cm. Pencacah bahan yang tidak
keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur akan banyak
mengandung air sehingga kurang baik karena kelembabannya menjadi tinggi.
3. Komposisi bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat apabila ditambahkan
dengan kotoran hewan. Hal ini dikarenakan kotoran ayam mempunyai C/N rasio
yang sudah rendah, sehingga kadar unsur hara yang ada di dalam kotoran ayam
7
dapat membantu mempercepat dekomposisi (Nurjen, Sudiarso dan Nugroho,
2002).
4. Jumlah mikroorganisme
Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, Actinomycetes , dan
protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan
dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, maka proses
pengomposan akan lebih cepat. Populasi mikroorganisme sangat menentukan
kecepatan pelapukan bahan organic. Secara tidak langsung mereka akan bersaing
untuk mendapatkan energi dan oksigen dari pelapukan bahan organik
(Allison, 1973)
5. Kelembaban dan Aerasi
Umumnya mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar
40 % - 60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja
secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat
menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.
6. Temperatur
Temperatur optimal sekitar 30-500C (Hangat). Bila temperatur terlalu
tinggi mikroorganisme akan mati. Bila temperatur terlalu rendah mikroorganisme
belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme
dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk
menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan.
7. Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5 - 7,5 (Netral). Oleh
karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu
untuk menaikkan pH (Indriani, 2000 dalam Tyaswati, 2005).
Menurut Santoso (1998 dalam Kurniawati, 2002), tanda- tanda kompos
yang sudah jadi adalah sebagai berikut :
a. Rata-rata berumur satu bulan.
b. Volumenya menyusut menjadi sepertiga bagian dari volume awal.
c. Tidak berbau busuk.
8
d. Bagian-bagian bahan tidak tampak seperti semula.
e. Berbentuk butiran kecil seperti tanah berwarna kehitam-hitaman.
Kualitas atau mutu kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan
antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N ratio). C/N rasio tinggi (> 40), berarti
bahan penyusunan kompos belum terurai secara sempurna (Sutanto, 2002).
Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih
lama dibandingkan dengan dengan bahan ber-C/N rasio rendah. Kualitas kompos
dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Marsono, 2001).
Kadar unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi, tergantung dari jenis
bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kadar unsur hara
kompos antara lain : nitrogen 0,1-0,6 % ; fosfor 0,1-4 % ; kalium 0,8-1,5 % ; dan
kalsium 0,8-1,5 %. Dengan pH 7-7,3 dan kadar air 30-40 %. Sedangkan ciri fisik
kompos yang baik adalah berwarna gelap, tidak berbau, agak lembab, gembur dan
bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi (Novizan, 2002 dalam Tyaswati
2005).
2.3.4 Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan N, P, K Tanah
Tanah yang sangat miskin, sangat baik jika dipupuk dengan pupuk organik
atau kompos. Kompos dapat menambah daya menahan air dan kation-kation
tanah, di samping itu juga dapat memperbaiki struktur tanah
(Hardjowigeno, 1995).
Pengaruh kompos yang banyak pada penggunaannya adalah menyediakan
unsur hara yang diperlukan bagi tanaman, misalnya unsur hara makro
(N, P dan K). Selain meningkatkan unsur hara, kompos juga membantu mencegah
kehilangan unsur hara yang cepat hilang ( N, P, K), yang mudah hilang oleh
penguapan atau oleh perkolasi. Bahan organik dalam kompos dapat mengikat
unsur hara yang mudah hilang dan menyediakannya bagi tanaman
(Marsono, 2001).
Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat memberikan
tambahan bahan organik, hara, memperbaiki sifat fisik tanah, serta
mengembalikan hara yang hilang. Selain itu dapat memcegah kehilangan air
9
dalam tanah dan laju infiltrasi air. Bahan organik mempunyai peranan penting
dalam menentukan ketersediaan K dalam tanah ( Nugroho, Basuki dan Nasution,
1999).
Selain menjadi penggembur tanah, pupuk organik juga dapat digunakan
sebagai media bekembang biaknya mikroorganisme yang menguntungkan karena
mengandung bahan organik. Adanya bahan organik sebagai sumber energi yang
mudah tersedia menyebabkan pekembangan jasad mikro tanah berlangsung cepat
(Soemarno, 1993).
Pengaruh pupuk organik atau pupuk kompos terhadap sifat kimia tanah
adalah bahwa bahan organik mengandung unsur N, P dan K serta unsur-unsur
mikro ( Sarief, 1986).
Ketersediaan P pada larutan tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan
bahan-bahan organik ( Stevenson, 1994 dalam Kurniawati, 2000).
2.3.5 Keuntungan Menggunakan Kompos
Menurut Novizan (2002 dalam Tyaswati, 2005), beberapa keuntungan
menggunakan kompos adalah sebagai berikut :
1. Meskipun dalam jumlah yang reratif kecil, pupuk organik mampu
menyediakan unsur hara makro dan mikro.
2. Memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat
meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah, meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyerap air.
3. Mengandung asam humat (Humus) yang mampu meningkatkan kapasitas
tukar kation tanah.
4. Pada tanah asam, penambahan pupuk organik dapat membantu meningkatkan
pH tanah.
5. Membantu proses pelapukan bahan mineral.
6. Penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan air.
7. Pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan yang baik dapat
menekan penyakit tular tanah. Selain itu, senyawa organik yang terbentuk
dapat berperan sebagai zat pengatur tumbuh.
10
2.4 Limbah Kopi
2.4.1 Potensi Limbah Kulit Kopi
Kulit kopi merupakan limbah pengolahan buah kopi yang mempunyai
banyak kegunaan. Dalam bidang pertanian banyak digunakan untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pertanaman, seperti untuk kompos, mulsa dan persemaian,
sedang sisanya belum dipakai secara produktif sehingga mempunyai potensi
sebagai sumber pencemar lingkungan (Mulato dan Atmawinata dan Yusianto,
1996).
Seperti halnya kayu, secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik
seperti karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat dalam senyawa
selulosa (45 %), hemi-selulosa (25 %), lignin (25 %), resin (4,5 %), abu (0,5 %)
(Elias, 1979; Kumar, 1984 dalam Mulato dan Atmawinata danYusianto,1996).
Reaksi pembakaran senyawa organik yang terkandung dalam 1 kg kulit kopi
kering dengan oksigen akan melepaskan energi panas antara 3.100-3.300 kkal.
Sehingga, selain dapat dijadikan sebagai kompos, limbah kulit kopi juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti kayu bakar atau minyak sebagai sumber panas
pada pabrik pengeringan.
2.4.2 Potensi Kompos Limbah Kulit Kopi
Limbah kulit kopi merupakan sumber bahan organik yang tersedia cukup
melimpah di sentra produksi kopi. Menurut Desmayanti dan Muladi (1995) dalam
Sudiarto dan Gusmaini (2004), luas area perkebunan kopi di seluruh Indonesia
sekitar 1.158.369 ha dengan produksi 497.481 ton. Salah satu sentra perkebunan
kopi terbesar di Indonesia adalah di Rejang Lebong, Bengkulu. Dengan luas
mencapai 44.646 ha (Kantor Statistik Bengkulu, 1989). Potensi ketersediaan
limbah kulit kopi cukup besar. Rasio kandungan kulit kopi dan biji kopi adalah
48:52. Dari 48 % kandungan kulit kopi , 42 % berupa kulit buah dan 6 %kulit
biji.
11
Tabel 1 Komposisi Fisik, Kandungan Nutrisi, dan Kecernaan Protein Kulit Biji dan Kulit Buah Kopi (Desmayanti dan Muladi, 1995).
Hasil penelitian oleh Desmayanti dan Muladi (1995)
Limbah kulit kopi yang telah hancur menjadi bubuk mengandung
1,88 % N; 2,04 % K; 0,5 % Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini, 1999
dalam Sudiarto dan Gusmaini, 2004).
Pemanfaatan kulit kopi menjadi kompos dapat dicampur dengan bahan
organik lain seperti sekam padi, dan sisa tanaman lainnya. Dapat juga
ditambahkan pupuk kandang dan mikroba pengurai sebagai pemacu, serta bahan
lain seperti mikoriza arbuskula, kapur, urea dan abu dapur untuk memperkaya
kandungan hara kompos (Trisilawati dan Gusmaini, 1999).
Tabel 2 Kadar Hara Pupuk Kandang, Sekam dan Limbah Kopi yang Sudah Hancur (Trisilawati dan Gusmaini, 1999).
Jenis Bahan Organik C-org
( % ) N
( % ) P
( % ) K
( % ) Ca
( % ) Mg
( % ) C/N
Kotoran ayam 15,06 1,52 0,95 0,86 1,29 0,56 12 Sekam 27,12 0,86 0,04 0,18 0,23 0,06 10 Limbah kopi 24.86 1,88 0.12 2,04 0,53 0,39 13
Hasil penelitian oleh Trisilawati dan Gusmaini (1999)
2.5 Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah campuran kotoran hewan/ ternak dan urine. Pupuk
kandang dibagi menjadi dua macam, yalni pupuk kandang padat dan pupuk
Zat Nutrisi ( % ) Kulit Biji Kopi Kulit Buah Kopi Komposisi ( % dari buah kopi ) 42 6 Bahan kering 95,45 94,30 Energi Bruto ( Mj/ kg ) 19,90 18,76 Protein kasar 10,40 4,61 Lemak 2,13 0,46 Serat kasar 16,42 65,20 Abu 7,35 2,20 Kalsium 0,48 0,34 Fosfor 0,04 0,01 Protein 65,04 51,43
12
kandang cair (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Menurut Hardjowigeno (1995),
kotoran ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dibanding pupuk
kandang lain. Kandungan unsur hara dalam kotoran ayam paling tinggi karena
bagian cair (Urine) tercampur dengan bagian padatnya. Selain itu Lindyawati
(2002), menyatakan bahwa pupuk kandang berpengaruh terhadap peningkatan N
mineral tanah.
Pada proses pengomposan, kotoran ayam dapat menjadi starter yang
mempercepat proses tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian
Yusnaini et al. (1996), bahwa proses pengomposan yang dicampur dengan
kotoran ayam hasilnya lebih cepat matang daripada yang tidak menggunakan
kotoran ayam.
2.6 Ketersediaan dan Mineralisasi Nitrogen dari Bahan Organik dalam
Tanah
2.6.1 Proses Penyediaan N Dalam Tanah
Menurut Hardjowigeno (1995), Nitrogen dalam tanah terdapat dalam
berbagai bentuk yaitu : protein (Bahan organik), senyawa-senyawa amino,
ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3
-). Perubahan-perubahan bentuk nitrogen dalam
tanah dari bahan organik melalui beberapa proses yaitu aminisasi, amonofikasi
dan nitrifikasi.
Aminisasi, yaitu pembentukan senyawa amino dari bahan organik
(Protein) oleh bermacam-macam mikroorganisme. Reaksi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
Protein + Enzim R- NH2 + CO2 + Energi.
(Bahan organik) (Mikroorganisme)
Amonifikasi, yaitu pembentukan ammonium dari senyawa-senyawa amino
mikroorganisme, dengan reaksi sebagai berikut :
R – NH2 + HOH R – OH + NH3 + Energi.
13
NH3 + HOH NH4OH NH4 + + OH-
Nitrifikasi, yaitu perubahan dari ammonium menjadi nitri (Oleh bakteri
nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (Oleh bakteri nitrobakter). Hal ini dapat
ditunjukkan melalui satuan reaksi :
2 NH4+ + 3O2 Nitrosomonas 2 NO2
- + 4H+ + Energi.
2 NO2 - + O2 Nitrobakter 2 NO3 - + Energi.
2.6.2 Peranan N dari Bahan Organik dalam Tanah
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan
tanaman dan diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan
dengan unsur lain (Handayanto, 1998). Menurut Hardjowigeno (2003), N
berfungsi dalam pembentukan protein dan mendorong pertumbuhan vegetatif
tanaman.
Jika tanaman tumbuh pada tanah yang cukup N maka daun berwarna lebih
hijau, dan bila daun berwarna kekuningan, pertumbuhan tanaman terhambat dan
perkemnbangan akar jelek maka tanaman mengalami defisiensi unsur hara N
(Handayanto, 1998).
Menurut Poerwowidodo (1992), lebih lanjut dijelaskan pengaruh
penambahan dari nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut :
a. Menjadikan tanaman berwarna hijau.
b. Meningkatkan pertumbuhan daun dan batang.
c. Membantu dalam produksi biji.
d. Meningkatkan kandungan protein.
e. Mengurangi pengaruh udara dingin.
Apabila tanaman kekurangan N akan menyebabkan tanaman tumbuh
kerdil, pertumbuhan akar terbatas, daun-daun berubah kuning atau hijau
kekuningan dan cenderung gugur, pembelahan sel terhambat dan akibatnya
menyusutkan pertumbuhan. Namun demikian, jika kelebihan N juga tidak baik
bagi tanaman karena akan menyebabkan terlambatnya kematangan tanaman,
penebalan dinding sel, jaringan bersifat sukulen (Berair), batang lemah mudah
14
roboh, tanaman mudah terserang penyakit, kualitas produk kurang baik
(Rinsema, 1986; Poerwowidodo, 1992; Syekhfani, 1997; Hardjowigeno, 1995).
2.7 Ketersediaan dan Peranan Fosfor pada Tanaman
2.7.1 Proses Penyediaan P Dalam Tanah
Fosfor merupakan nutrisi kedua setelah N yang paling terbatas untuk
pertumbuhan tanaman, karena di dalam larutan tanah mengandung sejumlah P
yang sangat kecil yang dapat larut seperti orthofosfat HPO42- atau H2PO4- yang
berisi P seperti apatit dan Ca-, Mg-, Fe- dan Al- fosfat. Genangan labil yang
mengandung P yang diabsorbsi oleh koloid tanah dan Fe- dan Al- fosfat dalam
keseimbangan dengan fosfat dalam larutan, sehingga jumlah P dalam larutan
sangat rendah.
Siklus P dalam tanah merupakan sistem peredaran yang kompleks.
Mineral P dalam tanah mula-mula berasal dari batuan beku dan endapan fosil
yang pelapukannya dipengaruhi cuaca. P dalam tanah terdapat pada mineral
primer dan mineral sekunder, serta dalam bentuk organik. Sumber utama P berasal
dari pelapukan mineral primer, terutama mineral apatit, yang jumlahnya berkisar
kurang lebih 95 % dari total P dalam batuan beku (Lindsay et al,. 1989). Dalam
periode pelapukan apatit, unsur P akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. P
diserap oleh akar tanaman, dapat dimobilisasi oleh jasad mikro, dan dapat
difiksasi oleh berbagai fraksi Al, Fe dan Ca dalam tanah (Setijono, 1986).
2.7.2 Pengaruh P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur lain
yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus
mendapatkan unsur P dengan cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fungsi
penting P di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan
penyimpanan energi, pembelahan dan perbesaran sel serta proses-proses di dalam
15
tanaman lainnya. Oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup besar maka disebut
unsur hara makro, selain N dan K. Pada umumnya kadar P di dalam tanaman di
bawah kadar N dan K, yaitu sekitar 0,1 % hingga 0,2 %. Di dalam tanah P
terdapat dalam berbagai bentuk persenyawaan yang sebagian besar tidak tersedia
bagi tanaman. Sebagian besar pupuk yang diberikan ke dalam tanah, tidak dapat
digunakan tanaman karena bereaksi dengan bahan-bahan tanah lainnya sehingga
tidak dapat digunakan tanaman. Sehingga nilai efisiensi pemupukan P pada
umumnya rendah hingga sangat rendah (Winarso, 2005).
2.8 Ketersediaan dan Peranan Kalium dalam Tanah
2.8.1 Ketersediaan K di Dalam Tanah
Tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak
dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi. K ditemukan dalam jumlah
banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman
yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah). K
di dalam tanah dapat dibedakan menjadi :
1. Tidak tersedia bagi tanaman
a. Terdapat dalam mineral-mineral primer tanah seperti feldspar
(ortoklas, leusit), mika dan lain-lain.
b. Jumlahnya 90 %-98 % total K di tanah.
2. Tersedia
a. Terdiri dari K yang dapat dipertukarkan (Dijerap oleh koloid liat atau
humus) dan K dalam larutan (Bentuk ion K+).
b. Jumlahnya 1 %-2 % total K di dalam tanah.
3. Tersedia tetapi lambat
a. K yang tidak dapat dipertukarkan, diikat (Difiksasi) oleh mineral liat
illit (+ montmorillonit).
b. Tidak tercuci oleh air hujan, dapat berubah menjadi bentuk yang
tersedia.
16
c. Jumlah tergantung banyaknya mineral illit yang ada di dalam tanah.
Hilangnya K dari tanah yaitu dipengaruhi karena unsur tersebut diserap
oleh tanaman, terutama tanaman jenis leguminosae, tomat dan kentang. Selain itu
hilangnya unsur K dalam tanah karena adanya proses pencucian oleh air hujan
(Leaching) (Hardjowigeno, 1995).
2.8.2 Pengaruh K Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kalium merupakan unsur hara esensial tanaman, bahkan semua makhluk
hidup. Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan fungsi spesifiknya di dalam
tanaman, dan merupakan salah satu dari 3 unsur hara makro utama selain N dan
P.Ion K dalam tanaman berfungsi sebagai aktivator dari banyak enzim yang
berpartisipasi dalam beberapa proses metabolisme utama dalam tanaman. Kalium
diserap tanaman dari tanah dalam bentuk ion (K+). Tidak seperti halnya dengan N
dan P, unsur K di dalam tanaman tidak dalam bentuk senyawa organik. Fungsi
utamanya adalah erat hubungannya dengan metabolisme tanaman dari beberapa
proses yang terjadi di dalam tanaman. Kalium sangat vital dalam proses
fotosintesis. Apabila K defisiensi maka proses fotosintesis akan turun, akan tetapi
respirasi tanaman akan meningkat. Kejadian ini akan menyebabkan banyak
karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman tersebut digunakan untuk
mendapatkan energi untuk aktivitasnya sehingga pembentukan bagian-bagian
tanaman akan berkurang yang akhirnya pertumbuhan dan produksi tanaman
berkurang.
Fungsi penting K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada
efisiensi penggunaan air. Proses membuka dan menutup pori-pori daun tanaman,
stomata, dikendalikan oleh konsentrasi K dalam sel yang terdapat di sekitar
stomata. Kadar K tidak cukup (defisien) dapat menyebabkan stomata membuka
hanya sebagian dan menjadi lebih lambat dalam penutupan (Winarso, 2005).
17
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilaksanakan dengan pengambilan sampel tanah di daerah
Lowokwaru, Malang. Pengomposan dilakukan di laboratorium Kompos, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Setelah itu dilakukan
analisa tanah yang akan dilaksanakan di laboratorium Kimia Tanah, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, malang.
Penelitian akan dilaksanakan mulai pada bulan Agustus 2006 yang
diawali pada analisis dasar tanah dan pembuatan kompos pada Agustus 2006
sampai September 2006. Dilanjutkan analisis dasar kompos dan analisis tanah
pada Januari 2007 sampai Maret 2007. Sedangkan analisis data dilakukan pada
Februari 2007 sampai April 2007.
3.2 Bahan dan Alat
Pengambilan sample tanah yang akan dilakukan pada kedalaman 0-20 cm,
yaitu pada tanah Inceptisol. Adapun alat yang digunakan yaitu antara lain :
cangkul, sekop, pisau dan lain-lain.
Kemudian sampel tanah akan diberikan perlakuan yaitu dengan
menambahkan hasil kompos dari kulit kopi yang kemudian dikombinasikan
dengan pupuk kandang yaitu pupuk dari kotoran ayam.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dan di ulang 3 kali dengan komposisi perlakuan kompos dapat
dilihat pada Tabel 3.
18
Tabel 3. Kombinasi Perlakuan Kompos No Kode Perlakuan Pemberian dosis setara
(%) 1 K0 Tanah Inceptisol (kontrol) 2 K1 Kompos kopi (8,25 ton/ha) 0,5 % kompos 3 K2 Kompos kopi (16,5 ton/ha) 1 % kompos 4 K3 Kompos kopi (33 ton/ha) 2 % kompos 5 K4 Kompos kotoran ayam (8,25 ton/ha) 0,5 % kompos 6 K5 Kompos kotoran ayam (16,5 ton/ha) 1 % kompos 7 K6 Kompos kotoran ayam (33 ton/ha) 2 % kompos 8 K7 Kompos kopi + kompos kotoran ayam 0,5 % kompos 9 K8 Kompos kopi + kompos kotoran ayam 1 % kompos 10 K9 Kompos kopi + kompos kotoran ayam 2 % kompos
Percobaan ini akan dilaksanakan dengan menginkubasi sampel tanah pada
kondisi kapasitas lapang selama 45 hari. Pengambilan sampel tanah untuk
dianalisis dilakukan pada selang waktu yang berbeda, yaitu pada hari ke-0, 15, 30
dan 45 HSI, dan selama inkubasi dipertahankan dalam kondisi kapasitas lapangan.
Kemudian diukur tingkat ketersediaan N, P dan K pada masing-masing perlakuan.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan dan Analisa Dasar
Tanah yang digunakan adalah Inceptisol, diambil pada kedalaman 0-20 cm
selanjutnya diayak dengan ayakan 2 mm. Kompos yang digunakan adalah kulit
kopi dan kotoran ayam. Pengomposan dilakukan sesuai dengan kombinasi, untuk
100 % kompos adalah 1 kg. Sebelum dilakukan perlakuan, tanah dan bahan
kompos terlebih dahulu dilakukan analisis. Analisa dasar tanah dan kompos dapat
dilihat pada Tabel 4 dan 5
19
Tabel 4. Analisis Dasar Tanah dan Metode yang Digunakan
Parameter Pengamatan Metode pH Glass Electrode C-Organik Walkey-Black N-total Kjeldahl K-total HNO3- + HClO4- P-total HNO3- + HClO4- Tabel 5. Analisis Dasar Kompos dan Metode yang Digunakan Parameter Pengamatan Metode pH Glass Elektrode C-Organik Walkey-Black N-total Kjeldahl P-total HNO3- + HClO4- K-total HNO3- + HClO4- C/N Perhitungan
3.4.2 Pelaksanaan Pembuatan Kompos
Kompos yang digunakan adalah kulit kopi dan pupuk kandang ayam
dengan starter Biolink-5. Biolink-5 adalah kumpulan 5 macam mikroorganisme
yang bekerja sama dan berperan dalam pendegradasian limbah organik kompos.
Pengomposan dilakukan sesuai dengan perlakuan. Limbah kulit kopi ditimbang
dahulu lalu dioven, kemudian ditimbang berat keringnya untuk mengetahui kadar
airnya. Limbah kulit kopi kemudian dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil
antara 0,5-1 cm untuk memudahkan proses dekomposisi. Setelah itu kulit kopi
dengan jumlah 5 kg ditempatkan pada tempat yang sudah disediakan, yaitu plastik
berwarna hitam dengan tujuan agar tidak tembus dari sinar matahari. Kemudian
kulit kopi diberi Biolink-5 dengan perbandingan dengan air yaitu 1:10 ml.
Penggunaan biolink-5 dikarenakan biolink-5 mempercepat proses dikomposisi
pada bahan kompos yang basah. Dalam hal ini kulit kopi dalam keadaan basah
dan kotoran ayam dalam keadaan setengah basah. Pada Pongomposan kulit kopi
ini tidak perlu ditambahkan air karena bahan dari kulit kopi dalam keadaan masih
segar. Pemberian Biolink-5 yaitu dengan cara penyemprotan dengan tujuan agar
20
pemberian biolink-5 lebih merata. Setelah itu ditutup untuk mempercepat proses
dekomposisi. Setiap hari dilakukan pembalikan untuk diangin-anginkan beberapa
saat, kemudian ditutup kembali.
Proses pembuatan kompos dari kotoran ayam sama dengan proses
pembuatan kompos kulit kopi, dan dalam jumlah yang sama yaitu 5 kg.
Sedangkan jumlah untuk kombinasi kompos kulit kopi dan kotoran ayam yaitu
5 kg kulit kopi dan 5 kg kotoran ayam. Tetapi pada pembuatan kompos ini perlu
dilakukan penambahan air karena kotoran ayam dalam keadaan kering. Sebelum
ditambah air, kotoran ayam ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat
keringnya. Setelah itu ditambahkan air agar kotoran ayam menjadi lembab untuk
memudahkan proses dekomposisi. Setelah itu ditimbang berat basahnya, untuk
mengetahui prosentase penambahan airnya. Setelah itu kotoran ayam ditempatkan
pada tempat yang disediakan, lalu ditambahkan Biolink-5 kemudian ditutup untuk
proses fermentasi. Kemudian setiap hari dilakukan pembalikan untuk diangin-
anginkan beberapa saat kemudian ditutup kembali. Hal ini bertujuan untuk
memperbaiki pasokan oksigen selama tahap pematangan kompos. Kemudian
pengukuran suhu dilakukan setiap hari. Dalam waktu 1 bulan kompos sudah siap
dipanen setelah ada tanda-tanda kompos sudah jadi, yaitu: tidak berbau busuk,
bagian bahan tidak tampak seperti semula, berbentuk butiran kecil seperti tanah
berwarna kehitaman.
3.4.3 Percobaan Inkubasi
Tanah yang digunakan adalah Inceptisol yang lolos ayakan 2 mm.
Inkubasi dilakukan dengan cara menimbang tanah seberat 1 kg setara kering oven
ke dalam masing-masing polibag. Kemudian tanah dicampur dengan kompos
sesuai perlakuan setara dengan 8,25 ton/ha yaitu 5 g/polibag, 16,5 ton/ ha yaitu
10 g/ polibag dan 33 ton/ha yaitu 20 g/polibag (Lampiran 1).
Selanjutnya, tanah yang telah dicampur dimasukkan dalam polibag.
Kemudian ditambahkan air hingga mencapai 70 % kapasitas lapangan. Inkubasi
dilakukan selama 45 hari pada kisaran suhu ruangan, hanya diberi sedikit lubang
21
agar kondisi aerasinya tetap lancar. Pengamatan dilakukan pada 0, 15, 30 dan 45
hari setelah inkubasi (HSI).
3.4.4 Jadwal Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan Juli 2006 yaitu dengan pembuatan proposal.
Pembuatan kompos dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di Laboratorium UPT
Kompos Universitas Brawijaya. Analisis dasar tanah dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai September 2006 di Laboratorium Kimia tanah.
Inkubasi dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2007 di
Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah.
Analisis data dan penulisan hasil dan pembahasan dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Maret 2007.
3.4.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 0,15, 30 dan 45 HSI meliputi pH, C-Organik,
N-Total, P-Total, K-Total, N-Tersedia, P- Tersedia, K-Tersedia dan Nisbah C/N.
Macam analisis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter Pengamatan dan Metode yang Digunakan
Parameter Pengamatan Metode pH Glass Elektrode C-Organik Walkey-Black N-total Kjeldahl P-total HNO3- + HClO4- K-total HNO3- + HClO4- N-tersedia Kjeldahl P-tersedia Olsen K-tersedia NH4Oac 1 N pH 7 C/N Perhitungan
22
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan selanjutnya dianalisis dengan
Anova 5 % untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap berbagai variable
yang diamati, dilanjutkan uji Duncan 5 %. Kemudian untuk mengetahui keeratan
hubungaan antar parameter pengamatan dilakukan uji korelasi.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Kompos
Kompos yang dihasilkan dari masing-masing kombinasi bahan organik
yaitu kulit kopi dan kotoran ayam, memiliki kualitas yang berbeda-beda. Kualitas
kompos yang diamati meliputi: pH, C Organik, N total, P total, K total, Nisbah
C/N dan kadar air (Tabel 7).
Tabel 7. Tabel Hasil Analisis Kompos Kulit Kopi, Kompos kotoran Ayam dan Kombinasi Kompos Kopi dan Kotoran Ayam
No Kode pH
(H2O) C.Organik
(%) N.Total
(%) C/N P.Total
(%) K.Total
(%) KA
1 KK 6.2 28.59 2.56 11 0.59 3.38 31.352 KKA 6.7 10.66 1.35 8 2.78 0.52 24.983 KK+KKA 7.1 12.30 1.33 9 2.58 1.34 30.72
Keterangan: KK: Kompos kulit Kopi; KKA: Kompos Kotoran Ayam; KK+ KKA : Kombinasi Kompos Kulit Kopi dan Kotoran Ayam.
Kadar air kompos rendah yaitu 24.98 % - 31.35 %. Kadar air kompos
tertinggi adalah pada KK (Kompos kulit kopi) dan terendah adalah pada KKA
(Kompos kotoran ayam). Berdasarkan hasil analisis kimia yang telah dilakukan,
diperoleh nilai pH kompos masam hingga netral (6.2 - 7.1). Sedangkan menurut
Indriani (2000), nilai pH yang baik untuk kompos yaitu antara 6.5 sampai 7.5.
Sehingga kompos kulit kopi, kompos kotoran ayam dan kombinasinya
mempunyai pH yang baik. Nilai pH tertinggi pada KK+KKA (Kompos kombinasi
kulit kopi dan kotoran ayam), terendah pada KK (Kompos kulit kopi). Kadar N
total semua jenis kompos adalah tinggi dengan kisaran nilai 1.33 % - 2.56 %.
Kadar N total kompos tertinggi adalah KK dan terendah adalah KK+KKA. Kadar
C-organik kompos tinggi antara 10.66 % - 28.59 %, nilai tertinggi pada KK dan
terendah KKA. Kadar P total kompos rendah dengan kisaran nilai 0.59 % sampai
2.78 %. Kadar P total tertinggi pada KKA, dan terendah pada KK. Hal ini
disebabkan karena pada kotoran ayam sebelum diolah menjadi kompos,
mempunyai kadar P lebih tinggi daripada kulit kopi yaitu 0.28 % dan kulit kopi
24
0.12 %. Kadar K total kulit kopi sebelum dikompos adalah 2.04 % dan kotoran
ayam 0.86 %. Hal ini mempengaruhi kadar K total setelah diolah menjadi
kompos. Kadar K total kompos rendah pada kisaran nilai 0.52 % - 3.38 %, nilai
tertinggi pada KK dan terendah pada KKA.
Nisbah C/N pada kompos adalah rendah yaitu antara 8-11. Nilai tertinggi
pada KK dan terendah adalah KKA, sehingga proses dekomposisi pada KKA
lebih cepat dibandingkan dengan KK dan kombinasinya. Menurut Brady dan Weil
(2002), kecepatan dekomposisi suatu bahan dapat dilihat dari nisbah C/N-nya.
Bahan organik yang mempunyai nisbah C/N tinggi, maka proses dekomposisinya
akan lambat dibandingkan dengan bahan organik yang mempunyai nisbah C/N
lebih rendah. Hal ini dikarenakan nisbah C/N awal pada kulit kopi sebelum diolah
menjadi kompos lebih tinggi dari kotoran ayam yaitu 13 dan kotoran ayam 12.
Selain itu pada kulit kopi, walaupun masih dalam keadaan masih segar namun
keras sehingga membutuhkan waktu dekomposisi lebih lama dibandingkan
kotoran ayam dan kombinasinya.
4.2 Mineralisasi Nitrogen
Mineralisasi nitrogen merupakan proses perubahan nitrogen organik
menjadi nitrogen anorganik, yang melalui tahapan proses aminisasi, amonifikasi,
dan nitrifikasi. Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme
penyediaan hara, karena amonium dan nitrat merupakan bentuk tersedia bagi
tanaman.
4.2.1 N Total
Kadar N total menunjukkan jumlah keseluruhan nitrogen di dalam tanah,
termasuk di dalamnya protein, asam amino, amina dan N mineral. Dari hasil
pengamatan kadar N total pada 15 HSI lebih tinggi daripada 0, 30 dan 45 HSI
(Gambar 1). Hal ini dikarenakan dalam proses dekomposisi bahan organik,
mikroorganisme akan membantu proses asimilasi unsur hara salah satunya
nitrogen.
25
Pada 0 HSI kadar N total yaitu antara 0.12 % sampai 0.14 % dengan nilai
tertinggi pada K6 (Inceptisol + KKA 3) dan terendah pada K1 dan K8. Pada 15
HSI kadar N total meningkat yaitu dengan kisaran nilai antara 0.15 % - 0.17 %
dengan nilai tertinggi pada K9 (Inceptisol + KK 3 + KKA 3). Sedangkan pada 30
HSI mengalami penurunan antara 0.11 % sampai 0.14 %, dengan nilai terendah
pada K0 (Kontrol) dan tertinggi pada K3 (Inceptisol + KK 3). Penurunan kadar N
total diduga karena terjadi penguapan, karena pada penelitian ini hanya inkubasi
sehingga N total yang dihasilkan tidak langsung digunakan pada tanaman dan
menguap yang menyebabkan kadar N menurun. Selain itu penurunan kadar N
total diduga karena N dalam bentuk NO3- (Nitrat) mudah mengalami pencucian
(Leaching).
Perlakuan perpengaruh nyata terhadap N total pada 15 dan 45 HSI dan
berpengaruh sangat nyata pada 0 dan 30 HSI. Hal ini dikarenakan proses
dekomposisi berjalan cepat sehingga asimilasi nitrogen oleh mikroorganisme
meningkat. Tiap perlakuan pada proses inkubasi mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap kadar N total dalam tanah (Lampiran 5c)
Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap N Total Tanah pada 0, 15, 30 dan 45
HSI
00.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
N-T
otal
(%
)
26
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar N Total (%) pada 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar N Total (%) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 0.13 b 0.15 a 0.11 a 0.13 a K1 0.12 a 0.15 a 0.13 b 0.13 a K2 0.13 b 0.15 a 0.13 b 0.14 b K3 0.13 b 0.17 c 0.14 c 0.14 b K4 0.13 b 0.16 ab 0.13 b 0.13 a K5 0.13 b 0.16 ab 0.13 b 0.13 a K6 0.14 c 0.16 ab 0.13 b 0.14 b K7 0.13 b 0.16 ab 0.13 b 0.13 a K8 0.12 a 0.15 a 0.13 b 0.13 a K9 0.13 b 0.17 c 0.13 b 0.13 a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
4.2.2 Amonium
Proses amonifikasi yaitu proses nitrogen melepaskan amonia hasil
aminisasi dan mengubahnya menjadi amonium (NH4+). Setelah proses inkubasi
selama 45 hari, diperoleh hasil bahwa kadar amonium meningkat pada 30 HSI
dan menurun setelahnya. Hal ini diduga dikarenakan amonium yang dihasilkan
pada 45 HSI langsung diubah menjadi nitrat, sehingga pada 45 HSI kadar
amonium mengalami penurunan dibandingkan pada 30 HSI (Gambar 2).
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Amonium Tanah pada 0, 15, 30
dan 45 HSI
0
5
10
15
20
25
0 HS I 15 H SI 30 H SI 45 HS I
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
P engam atan
NH
4- (p
pm)
27
Selama proses inkubasi terjadi peningkatan kadar amonium sampai
dengan 30 HSI (Hari Setelah Inkubasi), kemudian terjadi penurunan pada 45 HSI
Kadar amonium pada 0 HSI antara 0.54 ppm - 7.04 ppm, dengan nilai tertinggi
pada K2 (Inceptisol + KK 2) dan nilai terendah pada K8 (Inceptisol + KK 2 +
KKA 2). Kadar amonium pada 15 HSI mulai meningkat dibandingkan dengan 0
HSI, yaitu antara 0.49 ppm -7.98 ppm, dengan nilai tertinggi pada K3 (Inceptisol
+ KK 3) dan terendah pada K7 (Inceptisol + KK 1 + KKA 1). Pada 30 HSI kadar
amonium mencapai kisaran tertinggi yaitu antara 6.50 ppm -24.13 ppm dengan
nilai tertinggi pada K5 (Inceptisol + KKA 2) dan terendah adalah K9
(Inceptisol + KK 3 + KKA 3). Pada 45 HSI kadar amonium menurun dengan
kisaran nilai antara 0.75 ppm - 14.40 ppm, tertinggi pada K8 dan terendah K7.
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar amonium pada 0, 15, 30 dan
45 HSI (Lampiran 5a). Selain itu, tiap perlakuan mempunyai pengaruh berbeda
terhadap kadar amonium (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Amonium (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI.
Perlakuan Rerata Kadar Amonium (ppm)
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI K0 2.15 a 4.15 abcd 8.70 a 12.70 d K1 2.93 ab 5.39 bcd 16.48 a 10.57 bcd K2 7.04 c 6.61 cd 16.48 a 9.28 bcd K3 2.85 ab 7.98 d 16.48 a 12.27 d K4 1.04 a 6.65 cd 16.48 a 2.97 a K5 2.81 ab 2.65 abc 24.13 b 4.64 ab K6 1.86 a 1.00 ab 15.45 a 5.66 abc K7 5.14 bc 0.49 a 16.48 a 0.75 a K8 0.54 a 1.47 ab 15.61 a 14.40 d K9 2.87 ab 1.01 ab 6.50 a 11.22 cd
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
Kadar amonium di awal inkubasi masih rendah diduga karena proses
mineralisasi nitrogen masih permulaan. Kadar ammonium pada 15 HSI mulai
meningkat karena proses amonifikasi dalam mineralisasi nitrogen mulai berjalan
lebih cepat daripada sebelumnya. Kadar amonium tertinggi pada 30 HSI,
menunjukkan bahwa amonifikasi pada waktu tersebut paling besar dibandingkan
28
pada 0, 15 dan 45 HSI. Kadar amonium mencapai jumlah tertinggi pada 30 HSI,
sedangkan nitrat pada 15 HSI. Hal ini diduga karena amonium pada 15 HSI yang
dihasilkan, langsung diubah menjadi nitrat. Menurut Soepardi (1983), amonium
mudah menghilang jika tidak langsung digunakan oleh tanaman, amonium akan
segera diubah menjadi nitrat. Kondisi penelitian ini adalah inkubasi tanpa
tanaman, sehingga amonium akan segera dioksidasikan melalui proses nitrifikasi
menjadi senyawa nitrat.
Selain itu, kondisi pH tanah yang cenderung netral pada 15 HSI yaitu
6.4 - 6.7 (Lampiran 4) merupakan kondisi ideal untuk mengubah amonium
menjadi nitrat melalui nitrifikasi. Sedangkan pada 30 HSI kadar amonium
meningkat, karena proses nitrifikasi melambat dan pada 45 HSI kadar amonium
mulai menurun. Pada penelitian Supartini (1975), pada kondisi alkali, nitrifikasi
agak terhambat dan nitrifikasi dapat berjalan kembali sampai konsentrasi
amonium cukup rendah.Pada 45 HSI kadar ammonium berubah menjadi nitrat
sehingga mengalami penurunan.
4.2.3 Nitrat
Nitrat (NO3-) merupakan bentuk lain nitrogen anorganik yang dihasilkan
dari proses nitrifikasi. Perlakuan yang diberikan berupa penambahan kompos
serta dosis yang berbeda menghasilkan kadar nitrat yang meningkat sampai pada
15 HSI, tetapi rata-rata kemudian mengalami penurunan setelah 30 HSI diduga
karena mengalami penguapan, karena nitrat tidak langsung digunakan oleh
tanaman (Gambar 3).
29
Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Nitrat Tanah pada 0, 15, 30 dan
45 HSI
Kadar nitrat yang dihasilkan selama proses inkubasi mengalami puncak
peningkatan pada 15 HSI, kemudian mengalami penurunan pada 30 HSI sampai
45 HSI. Pada 0 HSI kadar nitrat antara 9.28 ppm -19.18 ppm tertinggi pada K8
(Inceptisol + KK 2 + KKA 2) dan terendah pada K2 (Inceptisol + KK2). Pada 15
HSI kadar nitrat meningkat yaitu antara 0.06 ppm sampai 36.48 ppm, tertinggi
pada K5 (Inceptisol + KKA 2) dan terendah K0 (Kontrol). Pada 30 HSI kadar
nitrat mulai menurun antara 2.49 ppm - 24.90 ppm, tertinggi pada K6 (Inceptisol
+ KKA 3) dan terendah pada K8 (Inceptisol + KK 2 + KKA 2). Pada akhir
inkubasi 45 HSI kadar nitrat lebih tinggi dibandingkan 30 HSI, yaitu antara
12.43 ppm - 25.98 ppm. Kadar nitrat tertinggi dicapai oleh K9 (Inceptisol + KK 3
+ KKA 3) dan terendah pada K8.
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar nitrat pada 15, 30 dan 45 HSI
(Lampiran 5b). Tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
kadar nitrat (Tabel 10).
0
5
1 0
1 5
2 0
2 5
3 0
3 5
4 0
0 H SI 1 5 H SI 3 0 H SI 4 5 H SI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
NO
3- (p
pm)
30
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Nitrat (ppm) pada 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar Nitrat (ppm)
15 HSI 30 HSI 45 HSI K0 6.06 a 5.36 ab 18.11 abc K1 16.21 a 15.13 ab 18.06 abc K2 6.07 a 15.52 ab 12.43 a K3 6.95 a 19.95 b 22.29 bcd K4 8.28 a 7.04 ab 23.95 cd K5 36.48 b 10.47 ab 20.49 abc K6 21.78 a 24.90 c 24.56 cd K7 19.37 a 5.70 ab 14.15 ab K8 21.52 a 2.49 a 12.09 a K9 9.30 a 6.37 ab 25.98 d
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
Pada awal inkubasi, terutama pada 0 HSI nitrat rendah karena proses
nitrifikasi masih pada tahap permulaan. Kadar ammonium sebagai bahan awal
yang akan diubah menjadi nitrat dalam proses nitrifikasi masih sedikit. Pada 15
HSI kadar nitrat mencapai puncaknya dibandingkan dengan waktu pengamatan
seblum dan sesudahnya, karena pH tanah cenderung netral merupakan kondisi
ideal untuk nitrifikasi (Lampiran 4). Pada 30 HSI kadar nitrat mulai mengalami
penurunan. Kondisi pH tanah yang tinggi dapat juga mempengaruhi terjadinya
volatilisasi, yaitu hilangnya nitrat berubah menjadi gas NH3 bebas di atmosfer.
Pada 45 HSI kadar nitrat mengalami peningkatan dibandingkan pada 30 HSI.
Kadar nitrat sebagian besar perlakuan meningkat dari sebelumnya dan sebagian
turun. Hal ini dikarenakan proses nitrifikasi tiap kompos di dalam tanah berbeda-
beda dan terjadinya imobilisasi amonium.
Perlakuan yang diberikan kompos yang berasal dari bahan dan kombinasi
yang berbeda (KK, KKA dan KK + KKA) serta dosis yang berbeda
mempengaruhi cepat atau lambatnya proses mineralisasi nitrogen. Kompos KKA
(Lampiran 2) memiliki Nisbah C/N paling rendah dibandingkan dengan kompos
KK dan kompos KK + KKA. Menurut Brady dan Buckman (1990), kecepatan
dekomposisi bahan organik dapat juga dilihat dari nilai Nisbah C/N-nya. Bahan
31
organik dengan Nisbah C/N tinggi maka proses pelapukannya makin lambat
dibandingkan dengan yang mempunyai Nisbah C/N rendah.
Proses mineralisasi Nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor :
kelembaban tanah, pH, suhu, biomassa mikroorganisme, jumlah unsur hara
lainnya. Pada inkubasi yang telah dilakukan, faktor kelembaban dan suhu pada
keadaan homogen. Sedangkan faktor biomassa mikroorganisme dan jumlah unsur
hara lainnya dianggap sama jumlahnya.
Berdasarkan pengamatan nilai pH tanah selama inkubasi antara 5.9 - 6.7
yang merupakan kisaran agak masam hingga netral (Lampiran 4). Nilai pH tanah
mengalami peningkatan pada 15 HSI dari pH awal, kemudian menurun pada 30
HSI, kemudian meningkat lagi pada 45 HSI. Pengaruh perlakuan terhadap nilai
pH tanah selama inkubasi (Gambar 4). Perlakuan berpengaruh sangat nyata
terhadap nilai pH tanah pada 0 HSI dan 15 HSI (Lampiran 6 ).
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI.
Penurunan pH tanah pada 30 HSI karena adanya pelepasan asam-asam
organik hasil proses dekomposisi. Asam organik yang dilepaskan bereaksi dengan
air menghasilkan HCO3- dan H+. Sehingga semakin banyak asam organik, maka
pH tanah akan semakin rendah. Nilai pH tanah meningkat kembali pada 45 HSI
diduga karena adanya pelepasan kation-kation basa dari bahan organik ke dalam
5 .4
5 .6
5 .8
6 .0
6 .2
6 .4
6 .6
6 .8
0 H SI 1 5 H SI 3 0 H SI 4 5 H SI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
pH
32
larutan tanah sehingga tanah jenuh dengan kation-kation basa. Supartini (1975),
mengemukakan bahwa proses pelapukan akan membebaskan kation basa yang
menyebabkan pH tanah meningkat. Jika nilai pH tinggi dapat menyebabkan
terjadinya denitrifikasi yang merupakan salah satu penyebab hilangnya unsur
nitrat karena berubah menjadi nitrogen bebas di atmosfer.
4.2.4 C-Organik
Sedangkan Karbon merupakan unsur yang menyusun sebagian besar
bahan organik. Kadar C-organik pada 30 HSI mengalami peningkatan dibanding
pada 0 dan 15 HSI, dan lebih tinggi daripada di akhir inkubasi (45 HSI). Hal ini
dikarenakan selama proses dekomposisi, karbon dibebaskan oleh mikroorganisme
dalam bentuk CO2, CH4 dan bentuk lain yang mudah menguap (Brady dan
Buckman, 1990). Sehingga, jumlah karbon berkurang selama proses dekomposisi
karena diubah menjadi bentuk yang menguap dan tidak lagi terdapat dalam tanah
atau bahan organik.
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik tanah pada 30 HSI
(Lampiran 7). Proses dekomposisi berlangsung sampai pada 45 HSI. Tiap
perlakuan pada 30 HSI mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kadar
C-organik (Lampiran 7).
Nilai N total dan C-organik tersebut berpengaruh terhadap nilai nisbah
C/N-nya. Nisbah C/N mengalami penurunan pada inkubasi 15 HSI dibandingkan
pada awal inkubasi (0 HSI). Penurunan nisbah C/N tersebut menunjukkan proses
dekomposisi telah terjadi. Penurunan nisbah C/N dikarenakan terjadi penurunan
karbon dan peningkatan nitrogen sehingga bahan organik akan mudah terurai
lebih cepat. Hal ini dikarenakan selama proses dekomposisi, karbon dibebaskan
oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2, CH4 yang mudah menguap. Perlakuan
berpengaruh nyata terhadap nisbah C/N pada 30 HSI. Tiap perlakuan mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap nisbah C/N pada 30 HSI (Lampiran 8).
33
4.3 Fosfor (P)
4.3.1 P-total
Kadar P total menunjukkan jumlah keseluruhan fosfor di dalam tanah.
Oleh karena itu kadar P total menunjukkan jumlah yang lebih besar daripada P
tersedia. Perlakuan yang diberikan menghasilkan kadar P total yang meningkat
pada 15 HSI sampai 30 HSI dan mulai menurun pada 45 HSI (Gambar 5).
Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap P Total Tanah pada 0, 15, 30 dan 45
HSI
Dari hasil pengukuran kadar P total tertinggi pada 30 HSI dengan kisaran
nilai antara 246.48 ppm sampai 358.63 ppm, nilai tertinggi pada K5 (Inceptisol +
KKA 2) dan nilai terendah pada K2 (Inceptisol + KK 2). Pada awal inkubasi
(0 HSI) menunjukkan nilai P total terendah yaitu antara 231.75 ppm - 279.29
ppm. Dengan nilai tertinggi pada K3 (Inceptisol + KK 3) dan nilai teredah pada
K7 (Inceptisol + KK 1 + KKA 1). Pada 15 HSI kadar P total meningkat dengan
kisaran nilai antara 226.89 ppm sampai 313.55 ppm, dengan nilai tertinggi pada
K6 (Inceptisol + KKA 3) dan nilai terendah pada K0. Pada 45 HSI kadar P total
mengalami penurunan dibandingkan dengan 30 HSI yaitu dengan kisaran nilai
antara 286.68 ppm sampai 339.57 ppm, nilai terendah pada K0 dan tertinggi pada
K6 (Inceptisol + KKA 3).
050
100150
200250300
350400
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
P-To
tal
(ppm
)
34
Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar P total pada 0, 15, 30
dan 45 HSI. (Lampiran 9a). Tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap kadar P total (Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar P Total (ppm) pada 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar P Total (ppm) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 267.38 cde 226.89 a 269.20 ab 286.68 a K1 265.70 cde 228.99 a 252.15 ab 309.17 a K2 256.62 bcd 234.75 a 246.48 a 312.34 a K3 279.29 e 284.50 b 268.73 ab 326.33 a K4 265.55 cde 285.41 b 335.63 cd 327.58 a K5 252.39 bc 310.57 cd 358.63 d 335.60 b K6 270.02 de 313.55 d 348.69 d 339.57 b K7 231.75 a 264.71 ab 300.70 abc 327.65 a K8 254.39 bc 262.91 ab 312.01 bc 327.50 a K9 244.81 ab 293.21 bc 338.95 cd 318.85 a
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
Pada awal inkubasi, terutama pada 0 HSI P total rendah kemudian pada 15
sampai 30 HSI mulai mengalami peningkatan dan menurun setelahnya. Hal ini
dikarenakan terjadinya P total yang dihasilkan diubah menjadi P tersedia yang
menyebabkan kadar P total menurun.
4.3.2 P Tersedia
Kadar P tersedia menunjukkan jumlah kadar P anorganik di dalam tanah.
Pada pengamatan ke 15 HSI sampai 30 HSI kadar P tersedia menunjukkan
peningkatan dibandingkan pada 0 HSI. Kadar P tersedia mengalami penurunan
pada 45 HSI (Gambar 6).
35
Gambar 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap P Tersedia Tanah pada 0, 15, 30 dan 45
HSI
Pada 0 HSI kadar P tersedia yaitu antara 5.05 ppm - 15.66 ppm, tertinggi
pada K3 (Inceptisol + KK 3), terendah pada K7 (Inceptisol + KK l + KKA 1).
Pada 15 HSI kadar P tersedia mengalami peningkatan yaitu antara 5.05 ppm
sampai 28.62 ppm. Nilai tertinggi pada K5 (Inceptisol + KKA 2), dan terendah
pada K0. Pada 30 HSI, kadar P tersedia mengalami peningkatan tertinggi yaitu
4.56 ppm - 29.91 ppm, dengan nilai terendah pada K1 (Inceptisol + KK 1) dan
tertinggi pada K5. P tersedia mengalami penurunan pada 45 HSI dengan kisaran
nilai antara 9.12 ppm - 26.87 ppm, nilai tertinggi pada K6 (Inceptisol + KKA 3)
dan nilai terendah pada K2. Penurunan P tersedia diduga disebabkan lamanya
waktu inkubasi. Semakin lama dan makin banyak P yang ditambahkan, maka
semakin besar pula kemungkinan P untuk terfiksasi. Faktor lain yang
mempengaruhi tersedianya P untuk tanaman yang terpenting adalah pH tanah.
P paling mudah diserap tanaman pada pH netral yaitu 6-7 (Hardjowigeno, 1995).
Karena pada pH yang netral P dalam keadaan terlarut sehingga mudah diserap
(Lampiran 4).
Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar P tersedia pada 0, 15,
30 dan 45 HSI (Lampiran 9b). Tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda
terehadap kadar P tersedia (Tabel 12).
0
5
1 0
1 5
2 0
2 5
3 0
0 H SI 1 5 H SI 3 0 H SI 4 5 H SI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
P-Te
rsed
ia (p
pm)
()
36
Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar P Tersedia (ppm) pada 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar P Tersedia (ppm) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 6.11 a 5.06 a 5.12 a 11.99 ab K1 12.66 b 5.42 a 4.56 a 9.37 a K2 11.13 a 9.08 a 5.58 ab 9.12 a K3 15.66 c 10.62 a 8.17 ab 13.61 abc K4 8.55 a 15.08 abc 19.94 c 19.31 cd K5 8.49 a 28.62 e 29.91 e 27.68 de K6 5.17 a 26.70 de 26.47 e 26.87 e K7 5.05 a 14.05 abc 10.20 ab 19.25 abc K8 7.73 a 22.56 cde 15.56 b 17.33 abc K9 7.79 a 20.49 bcd 19.80 c 18.20 bc
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
4.4 Kalium (K)
4.4.1 K Total
K total merupakan jumlah keseluruhan Kalium (K) di dalam tanah. Dari
hasil pengamatan, kadar K total mengalami peningkatan mulai dari awal inkubasi
(0 HSI) sampai akhir inkubasi (45 HSI) (Gambar 7).
Gambar 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap K Total tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
00.10.20.30.40.50.60.70.80.9
1
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
K -T
otal
(%
)
37
Kadar K total pada 0 HSI mempunyai kisaran nilai antara 0.39 % sampai
0.89 % dengan nilai terendah pada K0 (Kontrol) dan tertinggi pada K3
(Inceptisol + KK 3). Pada 15 HSI mengalami peningkatan yaitu antara 0.59 %
sampai 0.98 %, nilai terendah pada K0 dan nilai tertinggi pada K9 (Inceptisol +
KK 3 + KKA 3). Pada 30 HSI mempunyai nilai antara 0.61 % - 0.98 %, dengan
nilai terendah pada K0 (Kontrol) dan nilai tertinggi pada K3 (Inceptisol + KK 3).
Sedangkan pada 45 HIS mengalami penurunan, dengan kisaran nilai antara
0.59 % sampai 0.92 %, dengan nilai terendah pada K4 (Inceptisol + KKA 1), nilai
tertinggi pada K3 (Inceptisol + KK 3). Penurunan K total diduga karena adanya
pencucian serta aerasi yang jelek yang dapat mempengaruhi penurunan kadar
K dalam tanah, karena sifat K yang tidak mobil. Perlakuan berpengaruh nyata
terhadap kadar K total pada awal inkubasi (0 HSI) sampai pada akhir inkubasi
(45 HSI) (Lampiran 10). Tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap kadar K total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI (Tabel 13).
Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar K Total (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar K Total (%) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 0.39 a 0.59 a 0.61 a 0.63 a K1 0.56 ab 0.82 b 0.87 d 0.75 b K2 0.77 d 0.84 b 0.91 e 0.78 c K3 0.89 e 0.95 c 0.98 f 0.92 d K4 0.45 ab 0.65 a 0.67 abc 0.59 a K5 0.46 ab 0.63 a 0.73 c 0.60 a K6 0.53 b 0.70 ab 0.71 bc 0.63 a K7 0.52 b 0.66 a 0.65 ab 0.61 a K8 0.64 c 0.81 b 0.63 a 0.69 ab K9 0.80 d 0.98 c 0.89 e 0.74 b
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
4.4.2 K Tersedia
K tersedia mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah kadar K total. Kadar K tersedia mengalami kenaikan mulai dari awal
38
inkubasi (0 HSI) sampai pada akhir inkubasi (45 HSI). Nilai tertinggi dicapai pada
45 HSI dan terendah pada 0 HSI. Hal ini diduga karena kadar K di dalam tanah
ditemukan dalam jumlah banyak dan hanya digunakan sebagian kecil oleh
tanaman. Dalam percobaan ini hanya melakukan inkubasi tanpa menanam, maka
kadar K tersedia juga akan selalu meningkat. Selain itu faktor kehilangan K salah
satunya adalah adanya pencucian, dalam penelitian inkubasi seminimal mungkin
tidak ada pencucian. Sehingga kadar K tersedia cenderung meningkat (Gambar 8).
Gambar 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap K Tersedia Tanah pada 0, 15, 30 dan 45
HSI
Pada 0 HSI kadar K tersedia mempunyai kisaran nilai antara 0.22 ppm
sampai 0.63 ppm dengan nilai tertinggi pada K3 (Inceptisol + KK 3) dan terendah
pada K0. Pada 15 HSI kadar K tersedia yaitu antara 0.22 ppm - 0.83 ppm dengan
nilai tertinggi pada K3 dan nilai terendah pada K0 (Kontrol). Pada 30 HSI kadar
K tersedia yaitu 0.20 ppm - 0.67 ppm, dengan nilai terendah pada K4 (Inceptisol
+ KKA 1) dan tertinggi pada K3. Sedangkan pada 45 HSI kadar K tersedia
dengan kisaran antara 0.23 ppm - 0.69 ppm, nilai tertinggi pada K3 dan terendah
pada K0.
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar K tersedia pada 0, 15, 30 dan
45 HSI (Lampiran 11). Tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap nilai K tersedia pada 0, 15, 30 dan 45 HSI (Tabel 14).
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Pengam atan
K -T
erse
dia
(ppm
)
39
Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar K Tersedia (ppm) pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan Rerata Kadar K Tersedia (ppm) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 0.22 a 0.22 a 0.33 cd 0.23 a K1 0.43 de 0.43 de 0.41 de 0.44 d K2 0.42 d 0.42 d 0.48 e 0.51 e K3 0.63 f 0.63 f 0.67 f 0.69 f K4 0.30 ab 0.30 ab 0.20 a 0.26 ab K5 0.29 ab 0.29 ab 0.24 ab 0.27 ab K6 0.33 bc 0.33 bc 0.29 abc 0.34 c K7 0.35 bcd 0.35 bcd 0.31 bc 0.30 bc K8 0.41 cd 0.41 cd 0.36 cd 0.35 c K9 0.48 e 0.48 e 0.48 e 0.49 de
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
4.5 Hubungan Antara Sifat Tanah dan Bahan Organik
Korelasi nyata antara pH dan nisbah C/N adalah negatif (r = -0.32*). Hal
ini menunjukkan bahwa peningkatan pH menyebabkan penurunan terhadap
nisbah C/N, akibatnya dekomposisi berjalan lebih cepat. pH juga mempunyai
korelasi nyata dengan P-tersedia (r = 0.39*), dengan P-total (r = 0.51**) serta
dengan amonuim (r = -0.62**). Bahan organik berkorelasi nyata dengan nisbah
C/N (r = 0.43**), N-total (r = 0.32*), K-total (0.41**) dan amonium (r = 38*).
Korelasi nyata antara nisbah C/N dengan N-total mempunyai nilai negatif
(-0.66**) dan dengan P-total (-0.58**),dimana peningkatan kadar bahan organik
menyebabkan penurunan kadar N-total dan P-total. Korelasi antara bahan organik
dengan amonium (r =0.50**).
Korelasi nyata antara N-total dan P-total adalah nyata (r = 0.51**) dan
dengan K-total (r =33*). Hal ini menunjukkan pahawa peningkatan N-total diikuti
pula dengan peningkatan K-total dan P-total. P- tersedia berkorelasi nyata dengan
P-total (r =0.80**) dan korelasi yang terjadi antara P-total dan amonium adalah
negatif (r = -0.35*).
40
P-total berkorelasi negatif dengan amonium (r = -0.56**). Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan P-total diikuti dengan penurunan kadar
amonium. Peningkatan P-total berpengaruh pada dekomposisi yang menyebabkan
amonium menurun. Korelasi antara K-tersedia dengan K-total (r = 0.89**), hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan K-tersedia diikuti pula dengan peningkatan K-
total.
Korelasi nyata antara amonium dengan nitrat (r = 0.45**). Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan amonium diikuti pula dengan peningkatan
nitrat. Hal ini disebabkan karena amonium yang dihasilkan diubah menjadi nitrat.
Ini ditunjukkan juga dari grafik kadar amonium dan nitrat pada tiap pengamatan.
Kadar amonium yang dihasilkan melalui amonifikasi meningkat sehingga nitrat
yang dihasilkan melalui nitrifikasi juga meningkat.
41
Tabel 15: Korelasi Antar Variabel
Parameter pH BO
C-
organik C/N N-total P-tersedia P-total
K-
tersedia K-total NH4+ NO3-
pH 1
BO -0.202 1
C-organik -0.205 1.000 1
C/N -0.328* 0.433** 0.442** 1
N-total 0.304 0.327* 0.318* -0.669** 1
P-tersedia 0.397* 0.051 0.046 -0.148 0.242 1
P-total 0.512** -0.166 -0.171 -0.581** 0.519** 0.802** 1
K-tersedia -0.159 0.206 0.203 -0.054 0.219 -0.118 -0.092 1
K-total -0.067 0.415** 0.412** 0.003 0.339* -0.059 -0.101 0.894** 1
NH4+ -0.622** 0.385* 0.393* 0.500** -0.256 -0.350* -0.568** 0.095 0.118 1
NO3- -0.123 -0.033 -0.034 0.110 -0.163 0.061 0.300 -0.104 -0.182 0.452** 1
Keterangan: * Korelasi erat (a = 0.05) ** Korelasi sangat erat ( a = 0.01)
41
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pengaruh kombinasi kompos kulit kopi dan kotoran
ayam terhadap ketersediaan unsur N, P dan K pada tanah Inceptisol, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penambahan kompos kotoran ayam meningkatkan ketersediaan unsur N, P lebih baik daripada kombinasi antara kompos kulit kopi dan kompos kotoran ayam maupun kompos kulit kopi saja pada 30 HSI.
2. Penambahan kompos kulit kopi meningkatkan ketersediaan unsur K lebih baik daripada kompos kotoran ayam dan kombinasi antara kompos kulit kopi dan kompos kotoran ayam pada 45 HSI.
3. Penambahan kompos 30 HSI pada kotoran ayam pada K6 mampu meningkatkan ketersedian unsur N: 5,12 ppm, kompos kulit kopi pada K3: 4,70 ppm dan kombinasi pada K9: 1,07 ppm. Unsur P: 12,32 ppm pada kotoran ayam K5, 2,27 ppm pada kombinasi K9 dan 1,43 ppm pada kulit kopi K3; dan unsur K pada 45 HSI yaitu K: 2,07 ppm pada kulit kopi K2, 1,36 ppm kombinasi K9 dan 1,01 ppm pada kotoran ayam K6.
4. Perlakuan kombinasi bahan organik dalam bentuk kompos kopi dan kompos
kotoran ayam, kompos kulit kopi dan kompos kotoran ayam mempunyai
pengaruh nyata terhadap kadar N, P dan K pada tanah.
5.2 SARAN
Saran yang diajukan dari penelitian ini yaitu :
Perlu dilakukan analisis dengan waktu inkubasi yang lebih lama untuk
mengetahui pengaruh peningkatan dan penurunan kadar N, P dan K pada
tanah.
43
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, P. M. 1993. Tropical Soil and Fertilizer Use. Longman Group UK Limited. England
Allison, F. E. 1973. Developmen in Soil Science 3: Soil Organic Matter and Its
Role in Corp Production. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam
Ambarsari A, Sri Widodo dan Sutrilah. 2002. Studi Komparatif Usahatani Kopi
Robusta Organik dengan Non Organik di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Agrosains Vol 17 ( 1 ), 143-155
Anonimous. 1996. Sampah [Online]. Available at http:// jala. Sampah. or. id
(Verified 10 Juni 2006). Bekti, E dan Surdianto, Y. 2001. Pupuk Kompos Untuk Meningkatkan Produksi
Padi Sawah. Seri Tanaman Pangan, No 005, Desember 2001 Buckman, H.O dan B.C, Brady. 1990. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman.
Bhatara Aksara. Jakarta Desmayanti,Z dan Muladi. 1995. Pemanfaatan Limbah Kopi dalam Ransum
Ayam Pedaging. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian XII(3): 7-9 dalam Erwiyono dan Wibawa. 1996. Pemanfaatan Bahan Organik In Situ Untuk Efisiensi Budidaya Jahe Yang Berkelanjutan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23 ( 2 ). 2004. Bogor
Elias, L.G. 1979. Chemical Composition of Coffe-Berry by Product. p.11-16 In
J.E. Braham and R. Bressani ( Eds ). Coffe Pulp Composition Technology and Utilization. International Development Research Centre. Ottawa. Dalam Mulato, S.Atmawinata, O. dan Yusianto. 1996. Perancangan Dan Pengujian Tungku Pembakaran Kulit Kopi Sistem Fluidasi. Pelita Perkebunan.Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao, vol 12 (2) .
Handayanto, Eko. 1998. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
44
Kurniawati, D. 2002. Pengaruh Penambahan Berbagai Pupuk hayati, Abu dan Kapur terhadap Kecepatan kematangan dan Kualitas Kompos pada Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis di Wajak. Malang. Skripsi Jurusan Tanah fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
Lindsay, W.L. 1979. Chemical Equilibria In Soil. John Wiley and Son. New York Lindyawati, D. 2002. Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang terhadap
Mineralisasi N dan P dari Biomassa Tumbuhan Dominan di Lahan Berkapur Malang Selatan. Skrpisi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Marsono dan Sigit, P. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi. PT Penebar
Swadaya. Jakarta Nugroho, A, Basuki, N dan Nasution, A. 1999. Pengaruh Pemberian Pupuk
Kandang dan Kalium Terhadap Produksi dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays saccharata) pada Lahan Kering. Habitat Vol 10 No 105 Februari 1999. Fakultas Pertanian. Universitas brawijaya. Malang
Nurjen, M, Sudiarso dan Nugroho, A. 2002. Peranan Pupuk Kotoran Ayam dan
Pupuk Nitrogen (Urea) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau (Phaseolus radiatus. L) Varietas Sriti. Agrivita Vol 24 No 1 Februari 2002. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Poerwowidodo, M. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung. Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bharata Aksara. Jakarta Rosmarkam, A dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.
Yogyakarta. Santoso, B. 1988. Panduan Taksonomi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya. Malang. Santoso, B. H. 1998. Pupuk Kompos. Kanisius. Yogyakarta. Dalam Kurniawati,
D. 2002. Pengaruh Penambahan berbagai Pupuk Hayati, Abu dan Kapur Terhadap Kecepatan Kematangan dan Kualitas Kompos Pada Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis di Wajak, Malang. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Sarief, E.S. 1986. Kesuburan Tanah Dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka
Buana. Bandung. Setijono, S. 1996. Intisari Kesuburan Tanah. IKIP Malang. Malang
45
Soemarno. 1993. N-Tanah, Bahan Organik dan Pengelolaannya. Universitas Brawijaya. Malang.
Supartini. 1975. Siol Chemistry. Penataran PPS Bidang Ilmu Tanah dan
Pemupukan ke I 16 Desember 1974 - 15 Januari 1975. Departemen Pertanian Pengendali Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah.
Sutanto, R. 2002. Penerapam Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan
Pengembangannnya. Kanisius. Yogyakarta Syekhfani. 1997. Hara- Air- Tanah- Tanaman. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang. Trisilawati, O dan Gusmaini. 1999. Penggunaan Pupuk Organik Bagi
Pertumbuhan Dan Produksi Jahe. Buletin Gakuryoku. Hlm. 251-257. dalam Sudiarto dan Gusmaini. 1996. Pemanfaatan Bahan Organik In Situ Untuk Efisiensi Budidaya Jahe Yang Berkelanjutan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23 ( 2 ). 2004. Bogor.
Tyaswati, G. 2005. Pengelolaan Sampah Kantin di Kampus Universitas
Brawijaya. Malang. Skripsi Jurusan Tanah fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Penerbit Gava Media. Yogyakarta Yusnaini, S., H. Noviansyah, S. G. Nugroho. 1996. Pengaruh Pencampuran
Kotoran Ternak dan Inokulasi Cendawan Trichoderma terhadap Kecepatan Pengomposan Onggok (Limbah Padat Industri Tapioka) dan Kualitas Komposnya. Jurnal Tanah Tropika tahun II No.2: 34-40.
46
Lampiran 1: Perhitungan Dosis Bahan Organik yang Diberikan
Tanah Inceptisol Lowokwaru
BI = 0,825 g/ cm3 C-Org = 1,37 % BO = 1,72 x C-Org = 1,72 x 1,37 % = 2,36 % = 2 %
HLO (Hektar Lapisan Olah) = Luas x BI x Kedalaman Lapisan Olah = 108 cm2 x 0,825 g/ cm3 x 20 cm = 16,5. 108 g = 1,65. 109 g = 1650000 kg = 16,5. 105 kg Bahan Organik yang Ditambahkan 0,5 % = 0,5 % x 1,65. 109 g = 8,25. 106 g/ ha = 8,25. 103 kg/ ha = 8,25 ton/ ha Bahan Organik yang Ditambahkan 1% = 1 % x 1,65. 109 g = 1,65. 107 g/ ha = 1,65. 104 kg/ha = 16,5 ton/ ha Bahan Organik yang Ditambahkan 2% = 2 % x 1,65. 109 g = 3,3. 107 g/ ha = 33 ton/ ha Bobot tanah tiap polibag setara 1000 g kering oven Bobot kompos per polibag untuk dosis (8,25 ton/ ha) = Berat tanah per polibag/ HLO* dosis = 1 kg/ 16,5. 105 kg x 8,25 .103 kg = 0,005 kg = 5 g
47
Lampiran 1: Lanjutan Bobot kompos per polibag untuk dosis (16,5 ton/ ha) = 1 kg/ 16,5. 105 kg x 16,5. 104 kg = 0,01 kg = 10 g Bobot kompos per polibag untuk dosis (33 ton /ha) = 1 kg/16,5. 105 kg x 3,3. 104 kg = 0,02 kg = 20 g
48
Lampiran 2: Tabel Hasil Analisis Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kompos Kulit Kopi dan Kotoran Ayam No Kode pH
(H2O) *) C.Organik
(%) *) N.Total
(%) *) C/N *) P
(%) *) K
(%) *) KA
1 KK 6.2 R 28.59 T 2.56 T 11 R 0.59 R 3.38 R 31.35 2 KKA 6.7 S 10.66 T 1.35 T 8 R 2.78 R 0.52 R 24.98 3 KK+KKA 7.1 S 12.30 T 1.33 T 9 R 2.58 R 1.34 R 30.72
Keterangan : KK : Kompos Kulit Kopi KKA : Kompos Kotoran Ayam KK+KKA : Kompos Kulit Kopi + Kompos Kotoran Ayam R : Rendah S : Sedang T : Tinggi *) : Klasifikasi Berdasarkan Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah FP universitas Brawijaya
49
Lampiran 3: Tabel Hasil Analisis Dasar Tanah
No Analisis Metode Nilai Keterangan * 1 pH (H2O) Glass Electrode 6.99 Netral 2 C-organik (%) Walkey-Black 1.37 Rendah 3 N- total (%) Kjeldahl 0.09 Sangat rendah 4 P- total (mg/kg) HNO3- + HClO4- 43.42 Sangat tinggi 5 K- total (ml ekv/100g) HNO3- + HClO4- 4.85 Sangat rendah
Keterangan : *) Klasifikasi Berdasarkan Staf Pusat Penelitian Tanah,1983 dalam Hardjowigeno, 1987.
50
Lampiran 4: Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai pH Tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
Perlakuan pH Tanah 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 5.9 6.6 6.6 6.6 K1 6.3 6.5 6.5 6.5 K2 6.4 6.5 6.4 6.5 K3 6.3 6.5 6.4 6.5 K4 6.2 6.6 6.5 6.5 K5 6.2 6.7 6.6 6.7 K6 6.4 6.7 6.5 6.5 K7 6.3 6.6 6.5 6.6 K8 6.3 6.4 6.5 6.5 K9 6.2 6.7 6.5 6.5
Kategori : Agak Masam : 5.6 - 6.5 Netral : 6.6 -7.5 Agak Alkalis : 7.6 - 8.5 Alkalis : > 8.5 Berdasarkan Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 1987
51
Lampiran 5: Tabel Anova pada 0, 15, 30 dan 45 HSI a. Amonium (NH4
+)
SK
0 HSI
15 HSI
30 HSI
45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 5.290* 9 4.367* 9 4.419* 9 5.929**Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
b.Nitrat (NO3
-)
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 1.462 9 6.818** 9 4.874* 9 4.434* Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
c. N Total
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45
HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 43.000** 9 5.481* 9 10.905** 9 4.222*Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 ** berbeda nyata pada taraf 0.01
52
Lampiran 6: Tabel Anova pH tanah pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 10.067** 9 10.476** 9 1.400 9 1.602Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 ** berbeda nyata pada taraf 0.01 Pengaruh Perlakuan Terhadap pH pada 0 dan 15 HSI Perlakuan Rerata pH 0 HSI 15 HSI
K0 5.90 a 6.55 bc K1 6.25 bc 6.45 ab K2 6.35 c 6.50 b K3 6.25 bc 6.50 b K4 6.20 b 6.55 bc K5 6.20 b 6.70 d K6 6.35 c 6.65 cd K7 6.30 bc 6.55 bc K8 6.30 bc 6.35 a K9 6.20 b 6.70 d
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
53
Lampiran 7: Tabel Anova Kadar C-organik pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 3.866 9 0.941 9 4.665* 9 2.417Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 Pengaruh Perlakuan Terhadap C-organik pada 30 HSI
Perlakuan Rerata Kadar
C.Organik (%) 30 HSI
K0 1.21 ab K1 1.22 ab K2 1.18 a K3 1.23 abc K4 1.30 cde K5 1.26 bcde K6 1.25 abcd K7 1.28 bcde K8 1.31 de K9 1.34 e
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
54
Lampiran 8: Tabel Anova Nisbah C/N pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 3.866 9 0.941 9 4.665* 9 2.417Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 Pengaruh Perlakuan Terhadap Nisbah C/N pada 30 HSI Perlakuan Rerata Nisbah C/N 30 HSI
K0 1.21 ab K1 1.22 ab K2 1.18 a K3 1.23 abc K4 1.30 cde K5 1.26 bcde K6 1.25 abcd K7 1.28 bcde K8 1.31 de K9 1.34 e
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
55
Lampiran 9: Tabel Anova pada 0, 15, 30 dan 45 HSI a. P Total
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 8.461** 9 7.328** 9 7.460** 9 4.038**Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
b. P Tersedia
SK
0 HSI 15 HSI 30 HSI 45
HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 8.623** 9 7.271** 9 17.914** 9 6.969**Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 ** berbeda nyata pada taraf 0.01
56
Lampiran 10: Tabel Anova Kadar K Total pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
SK
0
HSI 15
HSI 30
HSI 45
HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 47.996** 9 23.604** 9 156.438** 9 74.253** Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 ** berbeda nyata pada taraf 0.01 Pengaruh Perlakuan Terhadap K Total pada 30 HSI Perlakuan Rerata Kadar K Total (%) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 0.39 a 0.59 a 0.61 a 0.63 a K1 0.56 ab 0.82 b 0.87 d 0.75 b K2 0.77 d 0.84 b 0.97 e 0.92 c K3 1.13 e 1.12 c 1.45 f 1.53 d K4 0.45 ab 0.65 a 0.67 abc 0.59 a K5 0.46 ab 0.63 a 0.73 c 0.60 a K6 0.53 b 0.70 ab 0.71 bc 0.63 a K7 0.52 b 0.66 a 0.65 ab 0.61 a K8 0.64 c 0.81 b 0.63 a 0.69 ab K9 0.83 d 1.21 c 0.94 e 0.74 b
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.
57
Lampiran 11: Tabel Anova Kadar K Tersedia pada 0, 15, 30 dan 45 HSI
SK
0
HSI 15
HSI 30
HSI 45
HSI db F hit db F hit db F hit db F hit Perlakuan 9 34.675** 9 34.675** 9 63.961** 9 200.420**Galat 20 20 20 20 Total 29 29 29 29
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 0.05 ** berbeda nyata pada taraf 0.01 Pengaruh Perlakuan Terhadap K Tersedia pada 30 HSI Perlakuan Rerata Kadar K Tersedia (ppm) 0 HSI 15 HSI 30 HSI 45 HSI
K0 0.22 a 0.22 a 0.33 cd 0.23 a K1 0.43 de 0.43 de 0.41 de 0.44 d K2 0.42 d 0.42 d 0.48 e 0.51 e K3 0.83 f 0.83 f 0.95 g 1.22 f K4 0.30 ab 0.30 ab 0.20 a 0.26 ab K5 0.29 ab 0.29 ab 0.24 ab 0.27 ab K6 0.33 bc 0.33 bc 0.29 abc 0.34 c K7 0.35 bcd 0.35 bcd 0.31 bc 0.30 bc K8 0.41 cd 0.41 cd 0.36 cd 0.35 c K9 0.51 e 0.51 e 0.60 f 0.49 de
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %.