PENGARUH PEMBERIAN JUS PEPAYA (Carica papaya L.)/Pengaruh... · perpustakaan.uns.ac.id...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN JUS PEPAYA (Carica papaya L.)/Pengaruh... · perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PEMBERIAN JUS PEPAYA (Carica papaya L.)
TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus)
YANG DIPAPAR PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MONIKA SITIO
G0007106
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya
L.) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar
Parasetamol
Monika Sitio, NIM/Semester : G0007106/VII, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Rabu, Tanggal 9 November 2010
Pembimbing Utama
Nama : Muthmainah, dr., M. Kes NIP : 19660702 199802 2 001 ………………….. Pembimbing Pendamping
Nama : Riza Novierta Pesik, dr., MKes NIP : 19651117 199702 2 001 ………………….. Penguji Utama
Nama : E. Listyaningsih S., dr., M.Kes NIP : 19640810 198802 2 001 ………………….. Anggota Penguji
Nama : Bambang W., dr., PHK, M.Pd NIP : 19481231 197609 1 001 …………………..
Surakarta, ………………………………...
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., MKes. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.
NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 9 November 2010
Monika Sitio
G0007106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Monika Sitio, G0007106, 2010, Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Parasetamol, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus pepaya terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan untuk membuktikan bahwa peningkatan dosis jus pepaya dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only controlled group design. Sampel berupa mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan + 20 g. Sampel diambil dengan teknik incidental sampling. Sampel sebanyak 28 mencit dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Mencit pada kelompok kontrol (KK) dan kelompok perlakuan 1 (KP1) diberi aquades, sedangkan kelompok perlakuan 2 (KP2) dan kelompok perlakuan 3 (KP3) diberi jus pepaya. Parasetamol diberikan pada kelompok KP1, KP2, dan KP3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, mencit dikorbankan dengan cara neck dislocation kemudian ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran histologis ginjal diamati dan dinilai berdasarkan jumlah kerusakan histologis yang berupa penjumlahan inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α = 0,05). Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara KK-KP1, KK-KP2, KK-KP3, KP1-KP2, KP1-KP3, dan KP2-KP3.
Simpulan Penelitian: Jus pepaya dapat mengurangi kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus pepaya dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit.
Kata kunci: jus pepaya, parasetamol, kerusakan sel ginjal mencit
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Monika Sitio, G0007106, 2010, The Influence of Papaya (Carica papaya L.) Juice to Renal Cell Damaging of Mice (Mus musculus) that be Induced by Paracetamol, Faculty of Medicine Sebelas Maret University Surakarta. Objective: Papaya has antioxidant as a protection of free radicals and reducing NAPQI which produced by paracetamol metabolism. The objective are to know the influence of papaya to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol and the increase of papaya dose can be also increase protection effect to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol. Methods: This was laboratory experimental research with post test only controlled group design. Samples in this research were twenty eight male mices (Mus musculus), Swiss webster type, 2-3 months old age and + 20 g of each weight. Samples divided into 4 groups, each group has seven mice. Mice for control group (KK) will not be given paracetamol and papaya, it was only given aquades 0,1 ml/20 g weight of mice for 14 days in a row. The first treatment group (KP1) will be given paracetamol with dose 0,1 ml/20 g weight of mice on the day 12, 13 and 14. The second treatment group (KP2) will be given papaya dose I which consist of 0,12 ml/20 g weight of mice for 14 days in a row and also paracetamol dose 0,1 ml/ 20 g weight of mice on day 12, 13 and 14. The third treatment group (KP3) will be given papaya dose II which consist of 0.24 ml/20 g weight of mice for 14 days in a row and also paracetamol dose 0,1 ml/ 20 g weight of mice on day 12, 13 and 14. Finally on day 15th, mice are sacrificed with neck dislocation. After that, we made preparation from the renal that stained by Hematoxillin Eosin (HE). Renal histological is observed and scored base on quantifying of renal histological damaging on pyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data were analized by One-Way ANOVA test (α= 0,05), and continued by Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) (α= 0,05). Results: Result of One-Way ANOVA showed that there was a significant of degree between 4 groups. Result of LSD method showed that there were a significant of degree between KK-KP1, KK-KP2, KK-KP3, KP1-KP2, KP1-KP3 and KP2-KP3 groups.
Conclusion: The feeding of papaya was able to decrease the renal cell damaging of mice (Mus musculus) and the increase of papaya dose was followed by the increase of protection effect to the renal cell damaging of mice which was induced by paracetamol. Keywords : papaya, paracetamol, renal cell damaging
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA Segala puji syukur bagi Allah atas berkat dan anugrah kehidupan yang
diberikanNya kepada penulis. Oleh Karena pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Parasetamol”. Biarlah segala yang bernafas memuji dan memuliakan namaNya melalui penyelesaian skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan oleh berbagai pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan indah pada waktuNya. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada:
1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini.
3. Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,masukan, saran, serta arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. E. Listyaningsih S., dr., MKes, selaku Penguji I yang telah berkenan menjadi penguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
4.5.Bambang Widjokongko, dr., PHK., M.Pd, selaku Penguji II yang telah berkenan menjadi penguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
5.6.Segenap keluarga tercinta, Bapak, Mama, Kakak, dan Abang atas segala doa, dukungan, dan motivasi dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
6.7.Teman-temanku, Tiur E.Situmorang, Tarida Dorothy, Sanny Kusuma Sari, Venny Yulianti Gana, Afifah Nur Rasyidah, Aldila Ayudia Amelia, Samuel H. Sinaga atas segala doa, bantuan, motivasi, serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
7.8.Keluarga seperjuangan VAGUS JAYA, keluarga PMK, serta teman-teman komedian 2007 yang terkasih.
8.9.Seluruh staf bagian skripsi dan staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
9.10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu penulis dalam segala hal.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan, dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Surakarta, 9 November 2010
Monika Sitio
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ ..... 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... ..... 3
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... ..... 4
1. Pepaya ............................................................................................. 4
a. Taksonomi ................................................................................. 3
b. Deskripsi Tumbuhan ................................................................ 4
c. Kandungan Kimia ..................................................................... 5
d. Manfaat ...................................................................................... 7
e. Kandungan antioksidan buah pepaya ...................................... 8
2. Parasetamol ..................................................................................... 8
3. Struktur histologis ginjal ............................................................. 11
4. Mikroskopis kerusakan ginjal setelah pemberian
parasetamol................................................................................... 15
5. Mekanisme perlindungan jus pepaya terhadap kerusakan
ginjal akibat induksi parasetamol ............................................... 16
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................18
C. Hipotesis ..................................................................................... ..... 19
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................20
B. Lokasi Penelitian .............................................................................20
C. Subjek Penelitian ............................................................................ 20
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
D. Teknik Sampling ..............................................................................21
E. Desain Penelitian ....................................................................... ...... 21
F. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ 23
G. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 23
H. Alat dan Bahan Penelitian ................................................. .............. 26
I. Cara Kerja......................................................................... ................ 27
J. Teknik Analisis Data ........................................................................... 33
BAB IV. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 34
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 34
B. Analisis Data ...................................................................................35
BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ..... 38
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ......................................................................................... 42
B. Saran .......................................................................................... ..... 42
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................43
LAMPIRAN
viii
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Gizi Buah Pepaya Matang per 100 gram
Tabel 2. Rata-Rata Skor Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal
Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit
Tabel 3. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral
Tabel 5. Jumlah Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang Mengalami
Kerusakan dari Tiap 100 Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada
Masing-Masing Kelompok
Tabel 6. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok
Tabel 7. Sebaran Data Secara Deskriptif
Tabel 8. Hasil Uji Homogeneity of Variances
Tabel 9. Hasil Uji One-Way ANOVA
Tabel 10. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD
DAFTAR GAMBAR
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Gambar 1. Foto Buah Pepaya
Gambar 2. Histogram Perbandingan Skor Kerusakan Ginjal Antarkelompok
Gambar 3. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Kontrol (KK)
Gambar 4. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 1 (KP1)
Gambar 5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 2 (KP2)
Gambar 6. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 3 (KP3)
Gambar 7. Mencit yang Digunakan dalam Penelitian
Gambar 8. Pembuatan Jus Pepaya Gambar 9. Pengukuran Dosis Jus Pepaya Gambar 10. Mikroskop dan Slide Preparat yang Digunakan dalam Pengambilan
Data
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Konversi Dosis Hewan dan Manusia
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Lampiran 2. Volume Maksimum Bahan Uji pada Pemberian peroral Lampiran 3. Tabel Hasil Hitung Inti Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang
Mengalami Kerusakan pada Masing-Masing Kelompok
Lampiran 4. Hasil Uji s=Statistik One-Way Anova dengan Program SPSS 16
Lampiran 5. Foto Preparat
Lampiran 6. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Lampiran 7. Ethical Clearence
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pepaya (Carica papaya L.) dikenal sebagai tanaman multiguna, karena
hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar hingga daun bermanfaat bagi
manusia maupun hewan. Selain itu, buah pepaya kaya akan sumber gizi dan
harganya relatif murah. Tanaman pepaya sudah dimanfaatkan sebagai bahan
makanan, minuman berupa jus pepaya, bahan untuk perawatan, pakan ternak,
dan obat-obatan secara empiris, yang murah dan mudah didapat (Basa, 2008).
Beberapa penelitian tentang kandungan pepaya menunjukkan manfaatnya
sebagai antioksidan (Astawan, 2010). Namun, sejauh ini pengaruh pemberian
jus pepaya sebagai antioksidan (Carica papaya L.) dalam melindungi ginjal
belum diketahui.
Buah pepaya matang mengandung beta-karoten, beta-cryptoxanthin,
lutein dan zeaxanthin. Vitamin yang diperoleh dari pepaya juga cukup tinggi.
Kandungan vitamin A lebih banyak daripada wortel, vitamin C lebih tinggi
daripada jeruk. Selain itu, buah pepaya juga mengandung vitamin B kompleks
dan vitamin E. Komposisi mineral pada buah pepaya matang juga tinggi, yaitu
dominan potasium (257 mg/100 g) dan sangat sedikit sodium (3 mg/100 g)
(Harmanto, 2009).
Parasetamol termasuk obat bebas yang dapat diperoleh di apotek atau
toko obat tanpa harus menyerahkan resep dokter, sehingga penggunaannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sebagai obat rumah tangga sudah menjadi hal yang biasa (Goodman dan
Gilman, 2006). Walaupun parasetamol relatif aman digunakan pada dosis
terapi, namun bila penggunaannya overdosis dapat menimbulkan peningkatan
Radical Oxygen Species (ROS) dan menimbulkan kerusakan hepar dan ginjal
berupa nekrosis sentrilobular dan tubulus proksimalis pada manusia dan
hewan coba (Lucas et al., 2000).
Parasetamol diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 menjadi bahan
metabolit bernama N-acetyl-p-benzoquinon imine (NAPQI) yang reaktif
sehingga menekan glutation hepar kemudian berikatan kovalen dengan
protein. Ikatan kovalen ini berhubungan dengan toksisitas parasetamol yang
mengakibatkan kerusakan ginjal (James et al., 2003). Kerusakan ginjal yang
berat dapat berupa nekrosis yang menyebabkan gangguan fungsi pada ginjal
(Wilmana dan Gunawan, 2007).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian jus pepaya (Carica papaya,
L.) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang dipapar
parasetamol.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian jus pepaya (Carica papaya L.) dapat memberikan efek
proteksi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus)
yang dipapar parasetamol?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
2. Apakah peningkatan dosis jus pepaya dapat meningkatkan efek proteksi
terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek proteksi pemberian jus
pepaya (Carica papaya L.) terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit
(Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan dosis jus
pepaya (Carica papaya L.) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap
kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat pemberian
parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi ilmiah
serta bahan kajian mengenai pengaruh jus pepaya (Carica papaya L.)
sebagai nefroprotektor dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian
lebih lanjut dengan subjek manusia.
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk menggunakan jus pepaya (Carica papaya L.) sebagai
salah satu alternatif protektor untuk kerusakan sel ginjal yang mudah,
murah, dan terjangkau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
A. Pepaya (Carica papaya L.)
1. Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
(Wikipedia Indonesia, 2006)
2. Deskripsi Tumbuhan
Gambar 1. Foto Buah Pepaya (David H., 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili
Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat
bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Coasta Rica. Tanaman
pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub-
tropis, di daerah-daerah basah dan kering, atau di daerah-daerah
dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya
merupakan buah yang bermutu dan bergizi tinggi (Prihatman,
2000).
Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga
ketinggian 100 m dpl. Tanaman ini lebih senang tumbuh di lokasi
yang banyak hujan (cukup tersedia air), curah hujan 1000-2000
mm per-tahun dan merata sepanjang tahun. Di daerah yang
beriklim kering, musim hujannya 2-5 bulan, dan musim
kemaraunya 6-8 bulan, tanaman pepaya masih mampu berbuah,
asalkan kedalaman air tanahnya 50-150cm (Sunarjono, 2004).
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang, tumbuh hingga setinggi
5-10m dengan daun-daunan yang berbentuk serupa spiral pada
batang pohon bagian atasnya (Wikipedia Indonesia, 2006).
3. Kandungan Kimia
Adapun kandungan kimia buah pepaya masak (100 gr)
adalah: kalori 46 kal, kalsium 23 mg , hidrat arang 12,2 gram,
fosfor 12 mg, besi 1,7 mg, protein 0,5 mg, dan air 86,7 gram.
Sedangkan kandungan buah pepaya muda (100 gr): kalori 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kalori, lemak 0,1 gram, protein 2,1 gram, hidrat arang 4,9 gram,
kalsium 50 mg, fosfor 16 mg, besi 0,4 mg, dan air 92,4 gram
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005).
Tabel 1. Komposisi Gizi Buah Pepaya Matang per 100 gram
Komponen nutrisi Kandungan gizi
Vitamin C 187,87 mg
Vitamin A 863,36 IU
Vitamin E 3,40 mg
Sumber: World's Healthiest Foods, 2004
Di samping itu, buah pepaya juga mengandung unsur
antibiotik, yang dapat digunakan untuk pengobatan. Buah pepaya
juga mengandung unsur yang dapat membuat pencernaan makanan
lebih sempurna (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,
2005). Pepaya mengandung papain yaitu sejenis enzim yang dapat
membantu dalam pencernaan protein (enzim protease) (Clickwok,
2000).
Buah pepaya matang sangat unggul dalam hal beta-karoten
(276 mikrogram/100 g), beta-cryptoxanthin (761 mikrogram/100
g), serta lutein dan zeaxanthin (75 mikrogram/100 g). Beta-karoten
merupakan provitamin A dan antioksidan yang sangat ampuh
untuk menangkal serangan radikal bebas. Sementara beta-
cryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin lebih banyak berperan
sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya kanker dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berbagai penyakit degeneratif (Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, 2005).
4. Manfaat
Pepaya (Carica papaya L.) dikenal sebagai tanaman
multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar
hingga daun bermanfaat bagi manusia maupun hewan. Tanaman
pepaya sudah dimanfaatkan sebagai bahan makanan, minuman
berupa jus pepaya, bahan untuk perawatan, pakan ternak, dan obat-
obatan secara empiris, yang murah dan mudah didapat (Basa,
2008).
Buah pepaya kaya akan antioksidan beta-karoten, vitamin A,
vitamin C, dan vitamin E yang berperan sebagai zat antikanker
(Wijayakusuma, 2005). Selain itu, pepaya juga mengandung
sejumlah mineral seperti kalium dan magnesium, yang dibutuhkan
tubuh, terutama untuk menetralisir asam lambung (Wirakusumah,
1999).
Adapun cara penggunaan pepaya sebagai obat, untuk
pemakaian luar, yaitu pepaya direbus lalu airnya digunakan untuk
mencuci bagian yang sakit, atau getah dioleskan pada bagian yang
sakit. Sedangkan untuk pemakaian dalam, gunakan 30-60 gram
bahan segar yang direbus atau dihaluskan menjadi jus
(Wijayakusuma, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
5. Kandungan antioksidan buah pepaya
Antioksidan secara kimia merupakan senyawa yang mampu
memberikan elektron, berperan mengikat berbagai jenis oksidan.
Secara biologi, antioksidan adalah senyawa yang dapat meredam
dampak negatif oksidan, yaitu bersifat mencegah pembentukan
radikal bebas dan memperbaiki kerusakannya (Widjaja, 1997).
Kandungan antioksidan yang dikandung oleh buah pepaya adalah
beta-karoten, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E (Astawan,
2010).
B. Parasetamol
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin
dengan efek antipiretik. Di Indonesia, asetaminofen lebih dikenal dengan
nama parasetamol (Wilmana, 2007; Katzung, 2002). Obat ini adalah
penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak
memiliki efek antiinflamasi yang bermakna (Katzung, 2002). Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Wilmana, 2007). Obat
ini cukup aman pada dosis terapi (1,2 gr/hari untuk dewasa) (Katzung,
2002).
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Absorbsinya tergantung kecepatan pengosongan lambung
(Katzung, 2002). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam
waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Dalam
plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dimetabolisme enzim mikrosom hati (Wilmana, 2007). Di dalam hati,
60% dikonjugasi dengan asam glukoronat, 35% asam sulfat dan 3%
asam sistein (Goodman dan Gilman, 2006). Secara normal, 90%
parasetamol mengalami glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat yang
sesuai sedangkan sisanya 3-8% dimetabolisme melalui jalur sitokrom
P450. Jalur glukuronidasi dan sulfasi tidak dapat digunakan lagi ketika
asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan akan beralih ke jalur
sitokrom P450. Konjugasi melalui jalur sitokrom P450 menghasilkan
senyawa N-asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang merupakan
metabolit intermediet parasetamol yang sangat aktif, elektrofilik, dan
bersifat toksik bagi hati dan ginjal (Goodman dan Gilman, 2006).
Hepatotoksisitas tidak akan terjadi selama glutathione tersedia untuk
konjugasi parasetamol tersebut. Glutathione yang terpakai akan lebih
cepat dari regenerasinya dengan berjalannya waktu dan akhirnya akan
terjadi pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI.
Metabolit ini akan berikatan kovalen dengan gugusan nukleofilik yang
terdapat pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria
yang dapat menyebabkan toksisitas pada ginjal. Reaksi antara NAPQI
dengan makromolekul memacu terbentuknya Radical Oxygen Specie)
(ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang
berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi
terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
NAPQI mengandung ion superoksida/radikal bebas oksigen/O2-
yang merupakan oksidan bagi sel dan melalui reaksi Fenton dan Haber
Weiss terbentuklah Radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil sangat
reaktif dan toksik terhadap sel tubuh karena merusak senyawa-senyawa
penting tubuh yaitu asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein
(Tjokroprawiro, 1993).
Radikal hidroksil juga dapat berikatan dengan asam lemak tak
jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid, dan kolesterol) yang merupakan
penyusun membran sel, sehingga asam lemak tak jenuh akan mengalami
peroksidasi membentuk lipid peroxide. Lipid peroxide akhirnya akan
terpecah-pecah menjadi beberapa Malondialdehid (MDA). MDA
tersebut sangat toksik dan merusak dengan akibat kematian sel
(Tjokroprawiro, 1993).
Efek samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol
adalah nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus renalis dan
hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 gr
(150-250 mg/kg BB). Dosis 20-25 gr atau lebih dapat menyebabkan
akibat fatal. Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan
pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang
hebat dan 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati.
Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Goodman dan
Gilman, 2006). LD-50 mencit adalah 338 mg/kg BB mencit
(Alberta, 2006). Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
parasetamol memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui
sitokrom P450 sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus proksimal
ginjal (Zlatkovic et al., 1998).
C. Struktur Histologis Ginjal
Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa
metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh, termasuk toksin dan
zat asing lainnya seperti metabolit obat-obatan dan makanan tambahan
(Guyton dan Hall, 2007).
Ginjal rentan terhadap efek toksik obat-obatan dan bahan-bahan
kimia karena:
a. Ginjal menerima 25 persen dari curah jantung, sehingga sering dan
mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskuler.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
peningkatan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price dan Wilson,
2004).
Struktur mikroskopik ginjal terdiri dari korteks dan medula.
Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata.
Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang
membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian
lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dari nefron dan duktus koligens. Medula ginjal hanya mengandung
tubuli bagian lurus dan segmen-segmen tipis nefron (Lengkung Henle)
(Junqueira et al.,2005).
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap ginjal mempunyai
sekitar satu juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang
mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal (Price dan Wilson, 2004).
Korpuskulum ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai
kapiler glomerulus. Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel
epitel parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari
kapsula sedangkan sel-sel epitel viseral jauh lebih besar dan membentuk
bagian dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari rumbai kapiler.
Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit
di antara sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler.
Sel endotel berkontak kontinu dengan membrana basalis. Sel-sel endotel,
membrana basalis, dan sel-sel viseral merupakan tiga lapisan yang
membentuk membrana filtrasi glomerulus. Sel-sel mesangial adalah sel-
sel endotel yang membentuk suatu jaringan kontinu antara lengkung-
lengkung kapiler glomerulus dan diduga juga berfungsi sebagai jaringan
penyokong. Sel-sel mesangial ini bukan merupakan bagian dari
membrana filtrasi (Price dan Wilson, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Glomerulus tersusun oleh suatu anyaman kapiler yang berasal dari
cabang-cabang arteriol aferen glomerulus. Jaringan ikat dari arteriol
aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan digantikan oleh sel
mesangial. Glomerulus merupakan daerah sentral sel-sel mesangial dan
lapisan-lapisan dari kapsula Bowman dengan membran dasar yang
bersangkutan (Gartner dan Hiatt, 2007).
Aparatus jukstaglomerulus merupakan kumpulan sel-sel khusus
(termasuk juga beberapa sel jaringan penyambung) di dekat katub
vaskuler setiap glomerulus. Aparatus ini dianggap sebagai pengatur
pengeluaran renin (Price dan Wilson, 2004).
Tubulus proksimal ginjal berperan dalam mekanisme absorbsi dan
ekskresi. Sel-sel tubulus proksimal mempunyai tanda-tanda sel yang
bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak mitokondria untuk
menyokong proses transpor aktif yang sangat cepat dan cukup tepat
(Guyton dan Hall, 2007). Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling
sering mengalami kerusakan akibat toksikan (Wilmana, 2007). Hal ini
terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui
urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus proksimal
ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal meningkat
(Price dan Wilson, 2004). Selain itu, sebagian besar sitokrom P450 juga
dapat dijumpai (Wilmana, 2007).
Sebagian besar tubulus proksimal berada di korteks ginjal.
Diameternya ± 60 µm dan panjangnya ± 14 mm. Tubulus proksimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
terdiri dari pars konvulata yang berada di dekat korpuskulum ginjal dan
pars rekta yang berjalan turun di medulla dan korteks, kemudian
berlanjut menjadi lengkung Henle di medulla. Sel-sel tubulus proksimal
berbentuk kuboid selapis dengan batas sel yang tidak jelas dengan
sitoplasma eosinofilik dan bergranula dan inti sel yang besar, bulat dan
berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap ke
lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang yang disebut brush
border. Pada bagian basal sel tampak adanya garis-garis basal yang
disebut basal striation (Gartner dan Hiatt, 2007).
Dilihat dari topografi tubulus proksimal dan tubulus distal yang
berdekatan, maka karakteristik masing-masing tubulus sebagai berikut:
a. Tubulus distal memiliki lebih banyak nukleus per unit daripada
tubulus proksimal, sedangkan tubulus proksimal memiliki
nukleus yang lebih heterokromatik daripada tubulus distal.
b. Tubulus proksimal memiliki nukleus yang kecil, bulat, dan
terletak lebih ke arah basal atau parabasal dan epitel berbentuk
kuboid.
c. Lumen pada tubulus proksimal mengandung semacam serabut
yang disebut brush border.
d. Tubulus distal jarang ditemukan dibandingkan tubulus kontortus
proksimal, jumlah sel yang membatasi lumen lebih banyak, dan
lumen tubulus ini lebih lebar, nukleus lebih ke sentral sampai
parabasal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
e. Tubulus distal memiliki sedikit sitoplasma, epitel berbentuk
kuboid yang lebih pipih dibanding tubulus proksimal.
f. Dari segi pewarnaan, tubulus proksimal lebih eosinofilik
dibandingkan tubulus distal
(Junquiera, 2005)
D. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol
Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat
dari pemberian parasetamol dengan dosis toksik (Goodman dan Gilman,
2006). Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada tubuh yang
hidup. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada inti sel. Perubahan
inti menurut Saleh (1979) di antaranya adalah :
a. Hilangnya gambaran kromatin
b. Inti menjadi keriput, tidak vesikuler lagi
c. Inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (pyknosis)
d. Inti terbagi atas fragmen-fragmen, robek (karyorrhexis)
e. Inti tidak lagi mengambil warna banyak karena itu pucat dan
tidak nyata (karyolysis).
Pada nekrosis tubuler akut nefrotoksik terjadi nekrosis segmen-
segmen pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan
membrana basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi
supresi akut fungsi ginjal (Robbins dan Kumar, 1995). Secara histologis
ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar,
brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
jaringan nekrotik. Hal ini terjadi karena sel epitel tubulus ginjal peka
terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat kontak dengan
zat-zat yang diekskresi oleh ginjal. Inti pada sel yang nekrosis sama
sekali menghilang dengan berjalannya waktu. Sitoplasma berubah
menjadi masa asidofil suram bergranula. Apabila penderita dapat
bertahan selama seminggu, regenerasi epitel akan tampak sebagai bentuk
aktivitas mitosis pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang masih ada
(Robbins dan Kumar, 1995).
E. Mekanisme Perlindungan Jus Pepaya terhadap Kerusakan Ginjal
Akibat Induksi Parasetamol
Kandungan utama jus pepaya yang berperan dalam mencegah
kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik adalah
antioksidan. Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok
antioksidan dan dapat ditemukan pada buah pepaya antara lain vitamin
A, vitamin C, vitamin E, dan beta-karoten (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, 2005).
Total antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus
reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya
stres oksidatif (Almatsier, 2004).
Beta-karoten mempunyai peran dalam meningkatkan enzim
glutation S transferase (GST). Enzim GST dapat meningkatkan kadar
glutathione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kekosongannya di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi
NAPQI. Hal ini dapat berperan penting dalam megurangi konsentrasi
radikal peroksil. Karena beta-karoten efektif pada konsentrasi rendah
oksigen, beta-karoten dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang
efektif pada konsentrasi tinggi oksigen (Astawan, 2010; Frank, 1995).
Vitamin E secara khusus berperan menghambat peroksidasi lipid
dan pembentukan lipid peroxide oleh radikal hidroksil yang dibentuk
NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal bebas. Sebagai
antioksidan, vitamin C telah diteliti merupakan penyetabil keberadaan
vitamin E (Almatsier, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan: : memacu
: menghambat
Vit. A Vit. C
Parasetamol dosis berlebih
Ikatan kovalen dgn makromolekul (nukelofilik)
Meningkatkan NAPQI
(elektrofilik)
Deplesi glutathione
Bioaktivasi sitokrom P450
Kerusakan makromolekul
Lipid peroxide
Radical Oxygen Species (ROS)
Stres oksidatif
Meningkatkan enzim GST
Nekrosis sel epitel tubulus proksimal
Kerusakan ginjal
Vit. E
Beta-karoten
Meningkatkan Total Antioxidant Status
(TAS)
Jus Pepaya
Meningkatkan kadar glutathione
tubuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Jus pepaya (Carica papaya L.) memiliki efek proteksi terhadap kerusakan
histologist sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis jus pepaya (Carica papaya) dapat meningkatkan efek
proteksi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus)
yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB III
METODE PENELITIAN
F. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan
yaitu berupa hewan coba di laboratorium.
G. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
H. Subyek Penelitian
Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster
berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.
Sampel : jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer
yaitu :
(k-1)(n-1) > 15
(4-1)(n-1) > 15
3 ( n-1) > 15
3n > 15+3
n > 6
Keterangan :
k : Jumlah kelompok
n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan
sebanyak 7 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4
sehingga penelitian ini membutuhkan 28 mencit dari populasi yang ada.
I. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling.
J. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah The post test only control group
design (Taufiqqurohman, 2003).
KK : (-) O0
KP1: (X 1) O1
KP2: (X 2) O2
KP3 : (X 3) O3
Keterangan :
KK = Kelompok kontrol tanpa diberi jus pepaya maupun
parasetamol.
KP1 = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi
jus pepaya.
KP2 = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan jus
pepaya dosis I.
KP3 = Kelompok perlakuan III yang diberi parasetamol dan jus
pepaya dosis II.
(-) = Pemberian aquades per oral 0,2 ml/ 20 g BB mencit per hari
selama 14 hari berturut-turut.
Sampel Mencit 28 ekor
Bandingkan dengan uji
statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(X1) = Pemberian aquades per oral sebanyak 0,2 ml/ 20 g BB
mencit per hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari
ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol per oral 0,1 ml/ 20 g
BB mencit per hari.
(X 2) = Pemberian jus pepaya per oral dosis I 0,12 ml/ 20 g BB
mencit per hari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari
ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol per oral dosis
0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari 1 jam setelah pemberian
jus pepaya.
(X 3) = Pemberian jus pepaya per oral dosis II yaitu 0,24 ml/ 20 g
BB mencit per hari selama 14 hari berturut-turut, dimana
hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol per oral
dosis 0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari 1 jam setelah
pemberian jus pepaya.
O0 = Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars
konvulata korteks ginjal kelompok kontrol.
O1 = Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars
konvulata korteks ginjal KP1.
O2 = Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars
konvulata korteks ginjal KP2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
O3 = Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars
konvulata korteks ginjal KP3
Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dilakukan pada hari ke-15.
K. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas:
Pemberian jus pepaya
2. Variabel terikat:
Kerusakan sel ginjal mencit
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan:
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan,
dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan:
Kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal mencit.
L. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas:
Pemberian jus pepaya (Carica papaya L)
Yang dimaksud dengan pemberian jus pepaya pada penelitian ini
adalah pemberian jus pepaya kepada mencit yang dilakukan secara
per oral dengan sonde lambung dalam 2 dosis.
Dosis I: 122 mg/20 g BB mencit/hari, diberikan pada mencit KP2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Dosis II: 244 mg/20 g BB mencit/hari diberikan pada mencit KP3.
Menurut penelitan yang telah dilakukan peneliti, dosis I 122 mg
buah pepaya yang dihaluskan dapat disetarakan dengan 0,12 ml dan
dosis II 244 mg buah pepaya yang dihaluskan setara dengan 0,24 ml.
Pemberian jus pepaya ini diberikan selama 14 hari berturut-turut.
Jus pepaya dibuat dari buah pepaya yang matang dari pohon jenis
pepaya bangkok. Pembuatan jus pepaya yang dihaluskan ini diambil
dari seluruh daging pepaya.
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel terikat :
Kerusakan sel ginjal
Yang dimaksud dengan kerusakan sel ginjal adalah besarnya skor
kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi
parasetamol setelah diberi pepaya. Besarnya skor kerusakan histologis
dinilai dengan cara menghitung skor kerusakan yang terjadi pada sel
epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars konvulata
korteks ginjal. Dari tiap mencit dibuat 2 irisan jaringan ginjal kanan dan
2 irisan jaringan ginjal kiri kemudian dibuat preparat dan dari tiap ginjal
diambil salah satu preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan.
Pada tiap preparat irisan jaringan ginjal, diambil secara acak 1 daerah di
pars konvulata korteks ginjal. Dari 100 sel epitel tubulus proksimal
yang ada pada setiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus
proksimal yang mengalami kerusakan. Masing-masing irisan ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
yang diamati kemudian dihitung jumlah inti sel yang mengalami
piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hasil penghitungan masing-masing
pola nuklear nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai
kerusakan histologis masing-masing ginjal.
Maka rumus besarnya skor kerusakan histologis:
P + Kr + Kl
Keterangan :
P : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.
Kr :Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.
Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis.
Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat
dikendalikan melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus
musculus) dengan galur Swiss webster.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
4) Suhu udara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu
udara berkisar antara 25-28o C.
5) Berat badan.
Berat badan hewan percobaan + 20 gram.
6) Jenis makanan.
Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air
PAM.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis,
dan keadaan awal ginjal mencit.
1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian
perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit
dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.
2) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian
ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum
perlakuan ginjal-nya sudah mengalami kelainan.
M. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat.
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit.
b. Timbangan hewan.
c. Timbangan obat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum,
meja lilin).
e. Sonde lambung.
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
g. Mikroskop cahaya medan terang.
h. Gelas ukur dan pengaduk.
i. Kamera digital
2. Bahan.
Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
a. Parasetamol.
b. Makanan hewan percobaan (pellet).
c. Aquades.
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan
HE.
e. Jus Pepaya.
N. Cara Kerja
a. Penentuan Dosis dan Pembuatan Jus Pepaya
Dalam 100 g buah pepaya matang terdapat kandungan beta-
karoten sebanyak 276 µg. Dosis harian untuk manusia adalah 130 µg
beta-karoten (Health Canada, 2007). Seratus tiga puluh mikrogram
beta-karoten setara dengan 130µg x 100 g/276 µg = 47,10 g.
Adapun konversi dosis manusia ke mencit adalah 47,10 g buah
pepaya x 0,0026 = 0, 122 g ≈ 122 mg. Dosis yang akan diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
adalah dua macam, yaitu dosis I = 122 mg dan dosis II = 244 mg.
Pada penelitian yang telah dilakukan peneliti, dosis I 122 mg setara
dengan 0,12 ml dan dosis II 244 mg setara dengan 0,24 ml.
Jus pepaya diperoleh dari olahan daging buah pepaya jenis
pepaya bangkok yang matang dari pohon. Pengolahan jus pepaya
tersebut adalah dengan mengambil sebanyak daging buah pepaya
yang kemudian dihaluskan. Pengambilan daging pepaya tersebut
dilakukan dari berbagai sisi buah pepaya tersebut. Jus pepaya
diberikan dalam bentuk sajian yang segar dan baru setiap hari selama
14 hari berturut-turut.
b. Penentuan dosis dan pengenceran parasetamol
LD-50 untuk mencit secara peroral yang telah diketahui
adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 g BB mencit. Dosis
parasetamol yang digunakan untuk menimbulkan efek kerusakan
ginjal berupa nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa
menyebabkan kematian mencit adalah dosis 3/4 LD-50 perhari
(Alberta, 2006). Dosis yang digunakan adalah 338 mg/kg BB × 0,75
= 253,5 mg/kg BB = 5,07 mg/20 g BB mencit. Parasetamol 500 mg
dilarutkan dalam aquades hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml
larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada
hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini
dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sel epitel tubulus proksimal di daerah pars konvulata korteks ginjal
tanpa menimbulkan kematian pada mencit. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, pemberian parasetamol dengan dosis 5,07 mg/20 g BB
mencit dapat menyebabkan kerusakan sel epitel tubulus proksimal
tanpa mengakibatkan kematian pada mencit.
c. Persiapan mencit
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi,
keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis
dan dilakukan perlakuan.
d. Pengelompokan Subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya
subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan
masing-masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun
pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:
a. KK = Kelompok kontrol diberi aquadest per oral sebanyak 0,2
ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut-
turut.
b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades per oral
sebanyak 0,2 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14
hari berturut-turut dan pada hari ke 12, 13, dan 14 juga
diberi parasetamol 0,1ml/ 20 g BB mencit per oral per
hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c. KP2 = Kelompok perlakuan II diberi jus pepaya per oral
dengan dosis 0,12 ml/ 20 g BB mencit per hari selama
14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13, dan 14
diberikan juga parasetamol per oral dengan dosis
0,1ml/ 20 g BB mencit per hari setelah 1 jam pemberian
jus pepaya.
d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi jus pepaya dosis II per
oral yaitu 0,24 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14
hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13, dan 14
diberikan juga parasetamol per oral dosis 0,1 ml/ 20 g
BB mencit per hari setelah 1 jam pemberian jus pepaya.
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan jus pepaya, mencit
dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung.
Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian jus
pepaya agar jus pepaya terabsorbsi terlebih dahulu. Diluar waktu
puasa dan perlakuan, mencit diberi makan berupa pellet dan minum
air PAM ad libitum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Skema Pemberian Perlakuan
A.
e. Pengukuran hasil.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan
percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini
dilakukan pada hari ke-15 agar efek dari perlakuan masih tampak
nyata. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan ginjal kiri, kemudian
Sampel 28 ekor mencit
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan 1
Kelompok perlakuan 2
Dipuasakan selama + 5 jam
Aquades 0,1 ml Jus pepaya 0,12 ml/ 20 g BB
Setelah + 1 jam
Parasetamol dengan dosis 0,1ml/ 20 g BB pada hari ke- 12, 13, 14.
Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat pada hari ke-15.
Kelompok Perlakuan 3
Jus pepaya 0, 24 ml/ 20 g BB
Aquades 0,1 ml
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dibuat 2 irisan dari tiap ginjal secara frontal pada daerah pertengahan
ginjal (untuk keseragaman) dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7
µm. Jarak antara irisan satu dengan yang lain adalah + 25 irisan.
Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan
pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Dari masing-masing ginjal
diambil salah satu preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan.
Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan
dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan,
kemudian ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars
konvulata korteks ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran
400 kali untuk mengamati sel epitel tubulus proksimal ginjal.
Selanjutnya, pengamatan dilakukan dengan perbesaran 1000 kali
untuk melihat dan membedakan inti sel yang piknosis, karioreksis,
dan kariolisis dengan lebih jelas.
Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena
pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar
sitokrom P450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan
toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan.
Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang
mengalami kerusakan, maka dari tiap irisan ditentukan secara acak 1
daerah di pars konvulata korteks ginjal kemudian pada tiap daerah
tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang
mengalami kerusakan dari tiap 100 sel epitel tubulus proksimal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
ada di daerah tersebut. Setiap jenis kerusakan (nekrosis) inti sel
tersebut, yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisis diberi nilai 1. Jika
pada suatu daerah di pars konvulata korteks ginjal kiri terdapat 5 sel
epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 10 sel dengan inti
karioreksis, dan 4 sel dengan inti kariolisis, maka skor kerusakan
histologis pada daerah ginjal kiri tersebut adalah:
5 + 10 + 4 = 19
Setiap mencit diperoleh 2 nilai skor yang merupakan skor
preparat ginjal kanan dan kiri. Setiap kelompok mencit mempunyai
jumlah total 14 nilai skor (jumlah mencit tiap kelompok 7 ekor dan
masing-masing mencit mempunyai 2 skor preparat).
H. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh akan diuji menggunakan uji statistik
One-Way ANOVA (α = 0,05). Jika terdapat perbedaan yang
bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple
Comparisons. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05
(Riwidikdo, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa data rasio yaitu skor kerusakan
histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal. Hasil pengamatan jumlah inti
sel epitel tubulus proksimal ginjal yang mengalami piknosis, karioreksis,
dan kariolisis untuk masing-masing kelompok dan skornya disajikan pada
lampiran 3 tabel 5. Rata-rata skor kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal untuk masing-masing kelompok mencit dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 2. Rata-Rata Skor Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit
Kelompok Rata-Rata Skor Standar Deviasi KK 26.86 2.71
KP1 82.00 3.46
KP2 51.57 2.77
KP3 40.71 1.94 Rata-rata skor kerusakan yang paling tinggi adalah pada kelompok
P1 yaitu 82.00 ± 3.46 dan rata-rata skor kerusakan paling rendah adalah
pada kelompok kontrol (KK) yaitu 26.86 ± 2.71.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambaran histologis (fotomikrograf) tubulus proksimal pars
konvulata korteks ginjal mencit yang ditandai dengan piknosis,
karioreksis, dan kariolisis KK dapat dilihat pada lampiran 5 gambar 3, KP1
pada lampiran 5 gambar 4, KP2 pada lampiran 5 gambar 5, dan KP3 pada
lampiran 5 gambar 6.
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, pertama kali diuji apakah
ada perbedaan skor rata-rata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal
yang bermakna antara keempat kelompok dengan uji One-Way ANOVA.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Product and Service Solution) 16.0 for Windows.
Syarat menggunakan uji One-Way ANOVA:
1. Variabel data berupa variabel numerik/kontinu (rasio/interval). Data
pada penelitian ini adalah skor kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang dinyatakan dengan skala rasio.
2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji Kolmogorov-
Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada
nilai alfa. Misal, alfa = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data
harus > 0,05.
3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan
uji Homogeneity of Variances, dimana untuk varians data yang sama
akan memiliki nilai p > nilai alfa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4. Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka dapat digunakan uji
hipotesis alternatif yaitu berupa uji hipotesis non-parametrik Kruskall-
Wallis.
Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran
data normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorov-Smirnov
(sampel > 50) atau uji Saphiro-Wilk (sampel < 50). Penelitian ini
menggunakan 56 sampel, maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk menentukan apakah sebaran data normal atau tidak.
Nilai p dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov berturut-turut untuk
kelompok kontrol, perlakuan 1, perlakuan 2 dan perlakuan 3 adalah 0,161;
0,200; 0,200 dan 0,078, dimana keempat nilai di atas lebih besar dari alfa
(0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa sebaran data keempat kelompok
perlakuan tersebut adalah normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat
dilihat pada lampiran 4, tabel 6.
Syarat kedua untuk menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi,
selanjutnya dilakukan uji Homogeneity of Variances untuk mengetahui
apakah varians data sama atau tidak.
Gambaran data secara deskriptif dapat dilihat pada lampiran 4,
tabel 7 dan hasil uji Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran
4, tabel 8. Nilai p yang didapatkan dari uji Homogeneity of Variances
adalah 0,483 di mana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
bahwa varians data antar kelompok sama. Syarat ketiga untuk
menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi sehingga uji One-Way
ANOVA bisa dilakukan.
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 4, tabel 9.
Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat
perbedaan skor rata-rata kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal
ginjal yang bermakna antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1,
kelompok perlakuan 2 dan kelompok perlakuan 3.
Uji statistik kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple
Comparisons dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji LSD.
Hasil uji LSD dapat dilihat pada lampiran 4, table 10. Dari uji LSD
didapatkan nilai p adalah 0,000 pada antarkelompok perlakuan (p <0,05),
jadi dapat diketahui adanya perbedaan yang bermakna antarkelompok
perlakuan, yaitu antara KK-KP1, KK-KP2, KK-KP3, KP1-KP2, KP1-KP3,
dan KP2-KP3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB V
PEMBAHASAN
Sel epitel tubulus proksimal ginjal secara normal berbentuk kuboid selapis
dengan batas sel yang tidak jelas, sitoplasma eosinofilik bergranula dan inti sel
besar, bulat, berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap
ke lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang yang disebut brush border
(Gartner dan Hiatt, 2007).
Sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang dipapar dengan
parasetamol dosis toksik akan mengalami kerusakan yang digambarkan dengan
inti sel yang piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Pemberian parasetamol dosis
toksik ditambah jus pepaya menunjukkan hasil berupa kerusakan sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian parasetamol
tanpa pepaya. Hal ini disebabkan jus pepaya memiliki efek nefroprotektif terhadap
efek toksik parasetamol. Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding
terhadap kelompok perlakuan dengan parasetamol dan kelompok perlakuan
dengan parasetamol dan pepaya. Kelompok kontrol hanya diberikan aquades
sebagai plasebo.
Kelompok kontrol juga memperlihatkan gambaran inti piknosis,
karioreksis, dan kariolisis. Hal ini terjadi karena adanya proses apoptosis yang
secara fisiologi dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu
mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru
melalui proses regenerasi (Iber dan Latham, 1994). Selain itu, pengaruh variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
luar yang tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebab adanya gambaran
inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis pada kelompok kontrol.
Hasil uji One-Way ANOVA didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05)
sehingga H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan yang bermakna dari nilai rata-rata
skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal antara keempat
kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok
KK-KP1, KK-KP2, KK-KP3, KP1-KP2, KP1-KP3, KP2-KP3.
Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari skor
rata-rata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal antara kelompok KK dan
kelompok KP1. Hal ini terjadi karena kelompok KP1 mengalami kerusakan sel
epitel tubulus proksimal ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol dosis toksik
mampu menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal akibat NAPQI
yang reaktif dan toksik. NAPQI mengandung ion superoksida/radikal bebas
oksigen/O2- yang merupakan oksidan bagi sel. NAPQI akan bereaksi dengan
gugus nukleofilik pada protein, DNA, dan mitokondria, serta menimbulkan stres
oksidatif sehingga dapat menyebabkan kematian sel (Katzung, 1998; Wilmana,
2001; Rubin et al., 2005).
Kelompok KP2 merupakan kelompok perlakuan yang diberi jus pepaya
dosis 0,12 ml/20 g BB mencit dan parasetamol. Hasil analisis kerusakan sel epitel
tubulus proksimal ginjal pada kelompok KP2 menunjukkan perbedaan bermakna
dengan kelompok KK dan kelompok KP1. Hal ini berarti pemberian jus pepaya
dengan dosis 0,12 ml/20 g BB mencit dapat mengurangi kerusakan sel epitel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tubulus proksimal ginjal mencit akibat pemberian parasetamol, tetapi tidak dapat
mengembalikan sel epitel tubulus proksimal ginjal ke kondisi seperti kelompok
KK.
Hasil kelompok KP3 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
kelompok KP1 dan kelompok KK. Hal ini berarti pemberian jus pepaya dengan
dosis 0,24 ml/20 g BB mencit sebelum pemberian parasetamol mampu
mengurangi jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi
parasetamol, tetapi belum dapat mengembalikan sel epitel tubulus proksimal
ginjal ke kondisi seperti kelompok KK. Hal ini dapat disebabkan dosis II jus
pepaya yang diberikan yaitu 0,24 ml/20 g BB mencit masih kurang optimal untuk
melindungi sel ginjal dari kerusakan yang ditimbulkan oleh parasetamol.
Derajat kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada kelompok KP2
lebih besar daripada kelompok KP3. Hal ini berarti peningkatan dosis jus pepaya
dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel epitel tubulus proksimal
ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
Jus pepaya dapat mengurangi kerusakan sel epitel tubulus proksimal
ginjal yang dipapar parasetamol karena mengandung zat antioksidan. Jus pepaya
mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan menghambat efek toksik
parasetamol. Antioksidan yang dimiliki pepaya, antara lain vitamin A, C, E, dan
beta-karoten. Antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada molekul
radikal bebas dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat
mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Menurut hasil penelitian Astawan (2010) dan Frank (1995), beta-karoten
mempunyai peran dalam meningkatkan enzim Glutation S Transferase (GST).
Enzim GST dapat meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar
glutathione akan mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan dapat
digunakan untuk konjugasi NAPQI. Hal ini dapat berperan penting dalam
megurangi konsentrasi radikal hidroksil.
Selain itu, Almatsier (2004) menyatakan bahwa vitamin E secara khusus
berperan menghambat peroksidasi lipid dan pembentukan lipid peroxide oleh
radikal hidroksil yang dibentuk NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal
bebas. Sebagai antioksidan, vitamin C diteliti merupakan penyetabil keberadaan
vitamin E. Hasil penelitian yang didapatkan para peneliti tersebut mendukung
hasil penelitian ini bahwa jus pepaya dapat memberikan efek proteksi terhadap
kerusakan sel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:
1. Jus pepaya memberikan efek proteksi terhadap kerusakan sel epitel
tubulus proksimal ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis jus pepaya dari dosis I (0,12 ml/20 g BB mencit)
menjadi dosis II (0,24 ml/20 g BB mencit) dapat meningkatkan efek
proteksinya terhadap kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal
mencit yang diinduksi parasetamol meskipun belum dapat mencapai
derajat normal.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis
dan lama pemberian jus pepaya yang lebih bervariasi sehingga dapat
diketahui dosis dan lama pemberian jus pepaya yang paling tepat dan
efektif untuk mengurangi kerusakan sel ginjal.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif
dalam jus pepaya yang paling berperan sebagai nefroprotektor.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan parameter lain
misalnya dengan parameter biomolekuler seperti: marker MDA,
H2O2, O2- atau glutathione.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43