Pengaruh Pemasakan Ubi Kayu terhadap … selalu tetap, seperti titik didih air (Corn Starch Research...
Transcript of Pengaruh Pemasakan Ubi Kayu terhadap … selalu tetap, seperti titik didih air (Corn Starch Research...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Kelarutan Pati
Pengaruh Pemasakan Ubi Kayu terhadap Kelarutan
Pati. -- - Yang dimaksud dengan kelarutan pati dalam per-
cobaan ini adalah kelarutan relatif pati ubi kayu di-
bandingkan kelarutan pati baku. Pemasakan sangat
nyata (P < 0.01) mempengaruhi kelarutan pati. Rataan ke-
larutan pati untuk O jar., 0.5 jam, 1.0 jam dan 1.5 jam
adalah 4.2 ng/cc, 102.8, 149.4 dan 979 ng/cc. Lama pe-
masakan mempunyai pensaruli sangat nyata (PC 0.01) ter-
hadap kelarutan pati dalan air. Hubungan lama pemasakan
dengan kelarutan pati merupakan garis kubik (PC 0.01)
yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil ini sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa pemasakan dapat
menyebabkan granula pati akan kehilangan kekompakannya
(Sakrani, 1976).
Perubahan fisik pada pemasakan pati dapat dilihat
dari kelarutan pati atau kekentalan larutan itu, Ke-
kentalan suspensi pati dalam air disebabkan oleh karena
pengambilan (uptake) air oleh granula pati yang mem-
benskak sehinyga seolah-olah granula pati ini bersatu
oleh adanya pati yang larut. Granula gandum yang di-
masak dalam uap di bawah tekanan atmosfer selama 20
menit menunjukkan derajat gelatinisasi sempurna dan
0 0.5 1.0 1.5 Lama Pemasakan (jam)
Gambar 4. Hubungan Lama Pemasakan dengan Kelarutan Pati Ubi Kayu dalam Air.
perbengkakan yang intensif (McNeil, 1975). Kekentalan
pati jagung yang telah dipanaskan merupakan suatu kurva,
ha1 ini disebabkan pada beberapa menit permulaan pemanas-
an granula pati akan membengkak dengan mengakibatkan ke-
kentalan bertambah, pemasakan yang lebih lama meskipun
temperatur tetap akan mengurangi kekentalan oleh karena
terjadi pemecahan. Temperatur yang lebih tinggi akan
73
mempercepat pemecahan granula. Beberapa zat seperti gula,
dekstrosa dan lemak dapat mempengaruhi gelatinisasi dan
pemecnhan granula. Juya temperatur untuk gelatinisasi
tidak selalu tetap, seperti titik didih air (Corn Starch
Research Foundation, 1964).
Pcrubahan kelarutan karbohidrat dalam rumen mem-
punyai pengaruh terhadap pencernaan karbohidrat dalam
rumen oleh kaxena kelarutan zat makanan dalam cairan
rumen merupakan kcharusan untuk penggunaan yang maksimal
(FIcNeil, 1575) , Menurut Sakrani (1976) pati umbi-umbian
lebih mudah menyebar dalam zir dari~ada pati granula.
D z r i hzsil percobaan ini apabila kitn lihat pada
Gambar i r terlihzt bahwa belurn ada penuruanan kelarutan
ubi kayu sampai perlakuan 1.5 jam, Jadi mungkin dengan
pemasakan 1.5 jcun ini belum tcrcapai gciatinisasi
maksimum pati ubi kayu. Vntuk mcncapai gelatinisasi
yang lebit scmpurna diperlukan waktu yzn5 lebih lama.
Hal ini juga jelas pada pengukuran gelatinisasi ubi kayu
'kering yang tclah mendapat perlakuan 0, 0.5, 1.0 dan 1.5
jam dengan menggunakan alat Brzbender Viscograph terlihat
pada kekentalan 10% hanya terdapat kurva gelatinisasi
pada ubi kayu kcring tanpq dimasak dan yang dimasak 0.5
jam sedangkan untuk yang t~lah dimasak 1.0 dan 1.5 jam
hanya terdapat kurva gelatinisasi pada kekentalan 15%.
Temperatur mulai tergelatinisasikan untuk ubi kayu kering
dengan perlakuan 0, 0.5, 1.0 dan 1.5 jam adalah 63O~,
6g0c, 4 8 O ~ dan 45O~.
Menurut Sakrani (1976) suhu awal gelatinisasi pati ' ' merupakan suhu pada saat energi panas yang diberikan sudah '
cukup kuat untuk mengi&angi atau menghilangkan gaya
kohesi molekul-molekul pati di dalarn granulanya. Hal ini .
berarti semakin kompak struktur granula pati, semakin
besar energi yang diperlukan untuk mengimbangi gaya
kohesinya sehingga suliu awal gelatinisasinya makin tinggi.
Dari titik awal temperatur mulai gelatinisasi terlihat
untuk waktu pemasakan 1.0 jam clan 1.5 jam titik awal
gelatinisasi lebih rendah daripada yany tanpa dimasak dan
yang dimasak 0.5 jam.
Percobaan 11. Fermentasi dalam Kondisi In Vitro
Pengaruh larca pemasakan ubi kayu terhadap pH cairan *
rumen, kadar K ,mania, jumlah asam lemak atsiri, kadar
asam laktat dan laju pembentukan protein mikroba dalam
kondisi - in vitro dapat dilihat pada Tabel 15, sedang pe-
ngaruh tingkat hemberian urea dapat dili'riat pada Tabel
pEi Cairan Rumen Domba Setelah Tiga Jam 1nkubasi.--
Rataan pE cairan rumen domba setelah tiga jam inkubasi
dapat dilihat pada Tabel 17.
Fer~entasi karbohidrat dalam rurnen akan menghasilkan
asam ctsiri yang dapat menurunkan pH setelah makan. Pe-
rubahan pH ini dikendalikan oleh kapasitas sangga air
liur. Jika hewan diberi makan sehari sekali, pH rumen
Tabel 15. Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap p H , N Amonia (EM), Asarn Lemak A t s i r i (mM) , Asam L a k t a t (mM) dan Laju Pembentukan P r o t e i n Mikroba (mg/jam/100 m l )
Lama Pemasakan (jam) No e Parameter Hman Hubungan
0 0.5 1.0 1.5
1, pK Dornba 6.60 6.55 6.52
2 . N m n i a (m) Dornba 14.6 13.4 11.8
Kex Sau 15.0 13.9 12.2
3. Asam lemak a t s i r i Domba 61.05 66.74 61.47 (mM) Kerbau 47.82 53.71 53.52
4. Asam l a k t a t (mM) Domba 0.47 0.54 0.71
5, Laju pembentukan Domba 135.9 115.9 159.0 protein mikroba (mg/ jm/ l )
Kerbau 94.7 ?4.4 123.4
6. 29 L inea r (PC 0.01)
11.7 L inea r ( P ( O . 0 1 )
11.1 Linear (PC 0.01)
72.03 L inea r (P< 0.01)
58.16 L inea r (PC 0.01)
1.24 Kuadrat ik (PC 0.01)
111.2 Kukik (P< 0.01)
76.0 Kubik (P(0.01)
A h
rl rl 0 0 . Q 0
x P I - Y
2.4 k -rl a 4J 01 C C -4 .d 7 4 u;
I 1
m 03 * 0
CQ m m
o m 0
P In r-i rl
P P . q3' P rl
c;o r-i D D
d m l-4
-7 rl . m CO
r-i u' . . P cr
1 a a .Q n 8 2
u; - w
a -4 c: 2 a Z
(V
n A
rl rl 0 0 . 0 0 4 v Pt PI W V
X 24 .rl .rl c, c, C C -rl -4
2 2 I S
m N m
D 0
w rl w m
N m N CO
O * U ' O u3 m
l. 4 N W . . W 0 w r-
w P s> W
e * cn U3 ln
m u' m N
0 .
U3 9 U3 =.i'
03 m u ' m
e 0
r - w w
3 a a 2 E a0 2
n
5 z E- a d .rl
k
5 *: v) 4J 4 a
0
m
I aJ C
a a%? E m a a a .m 4 E w
akan kembali normal beberapa jam ssebelum makanan diberi-
kan (Chou dan Walker, 1964).
p H cairan rumen percobaan ini sebelum diberi makan
atau 24 jam setelah diberi makan denyan ubi kcyu adalah
7.28 - + 0.12, setelah 24 jam pemberian ubi kayu satu persen UBM mencapai pH lebih tincjgi dari pH cairan rumen
domba setelah delapan jam pe~berian t~tes scbanyak
925 - + 23 y pada percobaan Plarty et al. (1973), yaitu -- 6,C8 - + 10, akan teta~i sama denqan pH cairnn rumen
setelah delapan jam pemljeria1-I 500 gram t e t e s melalui
fistula domba selama empat jank pada percobaan Narty et - al. juga yaitu 7,22 + 0.9. 7 -
Percobaan Chcu dan Walk~r (19C4j menunjukkan bahwa
pernberian hanya kentang pada domba akan menghasilkan pH
yang lebih tinggi daripada domba yang hanya diberi
butir-butiran. Pemberian kentancj menyebabkan pH masih
bereaksi alkalis seperti pada pembexian lecerna sedang-
kan pemberian butir-butiran seperti jagung dan padi
memberikan pH yang sama.
Hasil analisa statistik menperlihatkan bahwa lama
pemasakan ubi kayu sanght nyata (P < C.01) menurunkan pH cairan rumen domba, sedsngkan pemberian urea tidak nyata
mempcngaruhi pE. Jucja tidak ada intcraksinya.
Bubungan lama pemasakan dengan pH merupakan garis
linear (P < 0.01) (Gambar 5 ) . Makin lama pemasakan pH
makin menurun. Setiap kenaikan satu j a ~ llama pemasakan,
1 .0 1.5 Lama Pem.asakan (jam)
Gambar 5. Hubungan Lama Pemasakan Ubi Kayu dengan p H Cairan Rumen Dombao
pH akan menurun 0.194. Dengan u j i banding o r t o s o n a l
t e r l i h a t bahwa ub i kayu yang t i d z k dimasak nya ta
(P< 0.05) l eb ih t i n ~ g i pII-nya dar ipada ubi kayu yang d i -
masak. Antara yeng dimasak 0 .5 jam dengan yang dimasak
1 . 0 jam dan 1 , 5 jam s e r t a a n t a r a yang d inasak 1 . 0 j a m
dengan 1.5 jam juga berbcda pH-nya, Pemasakan 1.5 jam
menghasilkan pH yan5 pa l ing rendah. Pemasakan yang
l e b i h lama masih dapa t menurunkan pH c a i r a n rumen.
Percobaan Michelle Durand et al. (1974) memperlihat- -- kan bahwa pemasakan ubi kayu di bawah tekanan pada
temperatur 70'~ selama 90 detik pH yang rendah (5.76 + - 0.00), dibandingkan dengan pH ubi kayu yang tidak dimasak
(6.37 - + 0.004). Yerbedaan hasil Michelle Durand et al. -- .(1974) dengan penelitian ini kemungkinan disebabkan waktu
yang digu~akan untuk inkubasi oleh mere;:?- lebih lama,
tingkat gciatinisasi 2ati serta jumlah ubi kayu yang di-
gunakan juya berbeda. Berbeda densan hasii dari percoba-
an ini dan hasil dari Ilichell~ Durand (1974), Chou dan
Walker (1974) tidak inelihnt perubahan terhadap pH dengan
1)emasakan kentang. Dlenurut mereka haL ini disebabkan
tidak dilakukannya pengukuran pH pada waktu baru diberi
makan. Pada waktu itu pH kentans yany dimasak akan turun
dengan cepat dibandingkan dengan yang tidak dimasak.
Kadar N Pmonia.-- Rataan kadar br amonic akibat pe-
ngaruh lama pemanasan dan tingkat ~emberian urea dalam
ransum pada kondisi in vitro dapat dilihat pade Tabel 18 - untuk cairan rumen domba dan Tabel 19 untuk cairan runen
kerbau.
Lama pemasakan sangat nyata (~(0.01) dapat me-
ngurangi akumulasi N amonia baik pada cairan rumen domba
maupun pada cairan rumen kerbau. Hubungannya dengan
kadar amonia merupakan garis linear (P < 0 . Gi) (Ge&ar 6 ) ,
Untuk setiap satu jam lama pemasakan kadar N amonia pada
cairan rumen domba akan menurunkan sebanyak 1..90 mt4
r-l 01 i3 . a3 Ln
kerbau Y = 15-06 - 2.66 X - - - - dornba Y = 1 4 . 4 7 - 1.90 X
Lama Pemasakan (jam)
Gmbar 6. Fenyaruh L a m Pemasakan t e rhadap Kaaar N Pmonia,
c a i r a n rumen doinba, sedang untuk kerbau penurunannya
sebanyak 2.67 mid.
Iiasil p e n e l i t i a n IClichelle Durand e t a l . (1974) d a p a t -- rnenunjang k a s i l percobaan i n i . Hanya berbeda dalam cara
pemasakan, Miche l le Durand e t a l e (1974) t e l a h melakukan -7
penasakan urnhi-umbian termasuk u b i kayu denga.n tekanan
uap dan tempera tur 3 0 O ~ selama 90 d e t i k , Kenaikan
konsumsi N u r ea untuk u b i jalar yang dimasak ada l ah
s e k i t a r 4 0 - 50%- Menurut mereka, penggunaan N o l e h
84
mikroba pada ransum ubi kayu sama dengan jagung, sedang-
kan untuk ubi jalar didapat penggunaan urea yang lebih
rendah 10%. Untuk yam (Eioscorea cayenensis) lebih rendah
lagi yaitu berkurang 70%. Eelmer et -- al. (1971) mendapat-
kan hasil pemasakan, baik pada urea ditambah ubi kayu yang
dimasak maupun pada jagung yang dimasak, kadar N amonia
lebih rendah daripada yang tidak dimasak, Ubi kayu di-
tambah urea dimasak menurut mereka dapat meningkatkan
penggunaan urea yang lebih baik daripada jagung yang di-
masak.
Pengaruh penambahan urea terhadap kadar N amonia
nyata meningkatkannya (PC 0.01), hubungannya merupakan
garis linear (I? < 0.01) (Gamhar 7) pada cairan rumen
domba dan kuintik pada cairan rumen kerbau. Setiap pe-
nd bahan satu persen urea, kenaikan N amonia pada cairan
rumen domba adalah 2.34 miq. Pada cairan rumen kerbau
pemberian urea tiga persen ke dalam ransum menyebabkan
kadar amonia cairan rumen lebih rendah daripada pemberian
urea dua persen, Mungkin pada pemberian urea tiga persen
pembentukan mikroba rumen yang paling maksimal pada
kerbau.
Beberapa pendapat telah dikemukakan oleh pcneliti-
peneliti terdahulu mengenai kadar h amonia optimal untuk
pertduhan rriikrola rumen yang naksimal. Dalam percoba-
an ini ternyata kadar M amonia yang optimal dilihat dari
laju pembentukan protein mikroba yang maksimal adalah
- kerbau kuintik (P .( 8.01) - - .- domba Y = 7.2021 + 2.336 X
Gambar 7. Pengaruh Tingkat Pemberian Urea terhadap Kadar E Amonia
pada cairan rwnen domba pada pemberian urea empat persen
yaitu 23.800 mg per 100 ml cairan rumen (20 ,59 mM) ha1
ini sama dengan dengan hasil dari percobaan Mehrez -- et al.
(1977) pada percobaan dengan dorba yang diberi urea dan
jelai, yaitu rnendapatkan hasil 23,s mg per 100 ml cairan
rumen domba. Untuk cairan rumen kerbau hasil yang di-
dapat berbeda dengan untuk cairan rumen don-ba yaitu laju
pembentukan protein mikroba yang maksimal adalah pada
pemberian dua persen urea, ha1 ini karena tidak dilakukan
penganlatan l a j u pembentukan p r c t e i n pada perrtterian u r e a
t i g a p e r s e n , ;!ungkin ada p e r h d a a n dzllarr kesanggupan
penggunaan u rea a n t a r a k e r t a u dengan donha. Menurut
L o o s l i & ivlcDonald ( P S C b ) 6o~:t~z t i d a k s ~ e f i s i e n sapi dalam
menunjukkan resE;on t c rhauap pemk:erian u r e a iialam ransum
h i j a u a n L e r k u a l i t a s rendal:, I n i ka rcna d o c k s u l i t h idup
clari ransur) i r i jauan Lerkuczli tas rend~111. Guta rd i (1978)
menyatakan klaliwa b ~ r c a s a r k a n 11asi.l p e n r l i t i a n kerbau
l e b i h mampu d a r i p s c k s a p i Galam aknggunahan ~ ~ a k a n a n he r -
k u z l i t a s rkndah.
C1:~~r & Tor ley (1cj71) r cnya t akan 1.ahwa pE optivur?.
untuk h i d r o l . i s i s urca saalah 7 - 9 . A k t i v i t a s akan me-
nurun pada pt kuranq chri t igr; c t a u d i a t a s 9 . 0 . Dilihat
d a r i ph c a i r a n rumen cior~La dalam pe rco l aan i n i , ph masih
d a l a c b a t a s op t ima l untuk. n i ~ r o l i s i z y a i t u 7 . 2 8 + 0.12. - I lenurut c c r ~ k i l k t r acunan t f ; r j i ~ ~ i ;1pek ill l i a~as 5i amonia
rumen mencapai € C n..~ . Iieracunan i t u t c r j a d i setelah 30
meni t pemkerianp urea. ; ' I I~Jz scc2ra i n v ivo rc-reka msndapat- -- kan h a s i l p e n c l i t i a n pa& s ep i yang d i t e r i u r ea . Euapuluh
dua sampai dengan 30 mbnit s c t e l a h d i k r i k z n C.5 gram u r e a
p e r k i logrzm bobot Gadan, kauar p- an.onia s e t e l e l l mencapai
53.7 riig p e r 100 r r l ca i ra r l r u rxn . Dari ~ ~ r c o b a a n i n i pem- c -
4 h t r i c n 1iri:z pe r sen d n r i tcl1i.m kcr iny cjaplck btlun! mcncapai
kadar yanq berlai~ays untuk hewan ak?n t e t a p i t iciak ber -
n a n f a a t untuk hewan,
87
Menurut Roffler dan Satter (1973) dalam kondisi in - vitro, rataan kadar amonia rumen mempunyai hubungan yang
positif dengan kelebihan persentase protein kasar dalam
rumen. Bila protein ransum lebih dari 13% maka akan
lebih banyak amonia ada dalam rumen daripada yang diubah
ke protein mikroba. Apabila kadar protein rumen rendah,
nitrogen bukan protein dapat digunakan sangat efisien.
Dari penelitian mereka didapatkan petunjuk bahwa peng-
gunaan nitrogen bukan protein lebih besar apabila di-
gunakan untuk meningkatkan protein ransum dari 8% hingga
11% daripadz apabila digunakan untuk menaikan protein
ransum dari 10% ke 13%.
Asam Lsmak Atsiri, -.- Rataan kadar asam lemak
atsiri setelah tiga jam inkubasi pada cairan runen domba
dan kerbau dapat dilihat pada Tabel 20 dan Tabel 21.
Lama pcmasakan sangat nyata (P( 0,GI) menyebabkan
perbedaan kadar asam lemak atsirir baik pada cairan
rumen domba maupun pada cairan rumen kerbau, nerupakan
kubik (P < 0.01) pada domba dan linear ( P /, C 01) pada
kerbau.
Menurut McNeil (1975) pati dirornbak oleh enzim.
Pati yang telah mengalami gelatinisasi akan lebih cepat
dirombak. Perbedaan derajat gelatinisasi menyebabkan
perbedaan laju pencernaan oleh enzim. Derajat
gelatinisasi ini ditentukan oleh perubahan panas dan
tekanan. Liang (1975) mengadakan penelitian dengan
menentukan lama pemasakan dengan rnenggunakan tekanan
2 yang berbeda yaitu 1.8, 2,5, 3.2 dan 3.5 km/cm . Ter-
nyata makin berta~bah tekanan yang digunakan makin peka
pati jagung dan gandum terhadap serangan enzim. Lama
pemasakan dari satu hingga sepuluh menit hanya berguna
apabila sedikit air ditambahkan ke serealia tersebut
akan tetapi tidak berguna pada kadar air yang lebih
tingg i . Eiasil percobaan ini sesuai dengan kasil yang di-
dapat Szylit et al. (1978) bahwa pemasakan ubi kayu -- dapat meningkatkan kadar asam lemak atsiri. Szylit et - al. - (1978) mengadakan penelitian dalam kondisi in vitro - selama lina jam pada umbi-umbian yang dimasak dengan
penanak tekan aengan tekanan empat kilogram per
sentirneter persegi selama SO detik. Kadar asam lemak
atsiri ubi kayu yang dinasak 91.8 mi, berbeda sangat
nyata ( P < 0.01) dengan kaGar lemak atsiri ubi kayu yang
tidak dimasak, yaitu 7 4 , ; mEIl. Eebcrapa pendapat
peneliti terdahulu bahwa penasakar- dapat menambah ke-
rusakan granula pati sehingga kepekaan pati terhadap
damilase meningkat. Eerdasarkm has i l percobaan Szylit
et al, (1978) peningkatan kadar asam levak untuk umbi- -- umbian tidak sama, TJbi kayu 208, ubi jnlar (Ipomoa
batatas) 36% dan yam (Dioscorea cayenensis) 3 9 % , Hal
ini menurut Szylit et al. (147b) karena ada perbedaan -- dalam defraksi sinar X antcr pati umbi-umbian, Ubi kayu
91
dan ubi jalar (Ipomoa batatas) mempunyai tipe A sedang-
kan yam (Dioscorea cayenensis) dan kentang yang men-
punyai granula pati yang besar, adalah tipe B. Pati tipe
A seperti ubi kayu dan ubi jalar sangat mudah dipecah
oleh enzirnd arnilase Bacillus subtilis dan merupakan
sumber energi untuk pertumbuhan rnikroba. kial ini terjadi
pula denyan pati serealia, hanya pada ubi jalar akan me-
nyebabkan keasaman meninskcit. B c r G s d a dengan ini, pati
tipe B s~perti pati yam d m pati k~ntang kurang peka
terhadap d amilase dan nlenyebak-Aan kurarq menunjanq pem-
Lentukan protein rnikroba.
Szylit et -- ale (1978) mem~unyni kesirnpulan bahwa
pcngolahan dengan pemasakan akan menolong meningkatkan
nilai gizi pati yang mempunyai kristal tipe 0 . Akan
tetapi Chou & Walker (1964) mengadakan penelitian dengan
kentang yang dimasak untuk domba. Dalam kondisi in vivo -- tidak diciapat perbedaan dalam total asam lemak atsiri
dan kadarnya ssngat rendah. Hal ini menurut pendapat
mereka mungkin discbabkan waktu pengambilan cairan rumen
yang tidak tepat yaitu diarnlbil 24 jam setelah pemberian
nakan. Pada waktu itu diperkirakan kadar asam lernak
atsiri dalam rumen dalnm tingkat minimal, Pada umumnya
doxrba yam; diberi ransum jagung mempunyai kadar asam
lemak atsiri yang lebih tinggi daripada dopba yang diberi
kentang, Paaa dornba yang diberi kentang mentah, kadar
asarri lemak atsiri 2 - 4 - + 0.42 1nP4 dan yang dibrri jagung
92
kadar asam lemak atsiri 6.0 + 0.5 mP.I cairan rumen. Pe- - ngaruh pemasakan ubi kayu terhadap kadar asam lemak
atsiri telah diteliti juga oleh Michelle Durand (1974)
dengan cara pemasakan selama 90 detik pada panas tidak
lebih dari 7o0c, di bawah tekanan, Percobaan dilakukan
secara - in vitro dengan lama inkubasi Lima jam. Hasilnya
memperlihatkan bahwa ubi kayu yang diaasak kadar asam
atsirinya E3,8 mM d2n ubi kayu yang tidak dimasak kadar
asam atsirinya adalah 7-15 mM, Untuk yam atzu pati yang
mempunyai kristal tipe E yang telah dimasak kadar lemak
atsirinya 71.6 ml\I dan yang tidak dimasak, 52,3 IT,&^.
Nichelle Durand -- et al. (197C) ncmpcr~assiahkan apakah
perbedaan kepekaan tersladap fermentasi ini disebabkan
oleh karena pcrbedaan tipe kristalnya atau diseLahlan
perbedaan kandungan d a~ilasc pstinya, Selain itu ke-
pekaan akan fermentasi juqa dipengaruhi oleh ukuran dan
bentuk granula pati,
Hipotesa Karr -- et al. (1975) yang herlandaskan
beberapa hasil hanelitian tentang pemasakan bahan makan-
an berpati menegaskan bahwa selain dapat menyebabkan
fermentasi lebih cepat yzng terlihat dari pertumtzuhan
mikrota rumen, pemasakan itu juga lebih banyak meng-
hasilkan asar propionat, Akan t~tapi hasil penelitian-
nya dengan jagung yang dimasak 10 menit padc ternperatur
1 9 0 ~ ~ masih Lelum monunjang hipotesis itu. Chou c
Walkex (1964) mendapatkan nisbah propionat asetat lebih
93
tirlcjgi pada kentang yang dimasak. Dengar) GertanLallnya
asam p r o p i o n a t d a r i Laiaan nakanan b e r p a t i yang d i a a s a k
b e r a r t i k e e f i s i e n a n pengsunaan Ic>kih tinc,cji . Apatila ke-
empat pe r l akuan pemasakan uEJi kayu dalarz percobaan i n i
c i i u j i ~engaru ianya terkaday kadar asarp l enak a t s i r i dengan
pe r t and ingan ortogonzl, t e r n y a t a u i i kayu yang t i d a k d i -
masak s e u i k i t ~~en . j hz s i l l , a r l assr?. l enak a t s i r i (P < 0 .01 )
sedanykan p:iePas?--,.kan u t i hayu G.5 can 1.6 j a m ( P ( G . 0 5 )
dengarl 1 e ~ a s a k a r , 1.5 j a r dan pemasakan 1 . 0 jan berbeda
sangzttrrlynta (I: ( Cj. 01) &rigan p e m s a k a n 1 .5 jar,^ dalan;
n:enc,bnsill.;~r~ ssarq lcmak a t s i r i .
P'er L c , r i ? r , urtts; ny;:te (T ( C 05) menyebabksn perbeda-
an <;3.12r kadar asac lenak a t s i r i pada -a. Cahkan
pengaruhnya s a n g a t n a r i ~ a k (F < 0 . 0 1 ) pada kerhau. Peng-
cjunaan p r o t e i u catzu. u r c a y n n c x~ucisl~ diromhak dalam ruxren
s angn t diperrgaruidi o leh k ~ c c p a t d n f e r ~ c n t a s i k a r b o h i d r a t
yang ciiL~ri1:an ( C u t t e r y t. L k w i s , 3.L.76) . Lcbih banyak
sunber e n e r g i t c r s c u i a tiapa'c rn&ngakii~ai;k;~n l e h i h banyak
n i t r o g e n k-ukan p r o t e i n yang d a p a t membentuk nikroLa
(Mart in e t -- al., - 1981) . t l ~ l k t r L. 13adcr (1°C) rnenyatakan
bkrkurangnya e n i r g i yang t c r s c i i a u i c d a : kan ter tambah-
nya p ~ l i s a k h a r i d z dalar.. sel ~:: ikrof ,a . 1,uLunyan a n t a r a
t i n g k a t pe~1:tzrierz u r e a Zer,cgan k a c a r n s v l c ~ n l . a t s i r i
ao~S;a t ~ e r t e n t u k lauLik ( E ( 0. C5) pada kerlmu E-,crt cn tuk
k u i n t i h ( I * <u.OL) Lengar~ kertaii-Lahny;?. t i n g k e t pcr2kreri-
an u r e a s a ~ p a i ~ n ~ p a t pe r scn kzciar asnr: l~r-a-7,1_ n t s i r i a k a
Lerkurang . berkur~ncjnyci kizdar (lsa::; lemak a t s i r i uoclta
94
pada tingkat urea empat persen mungkin disebabkan lebih
banyak yang digunakan untuk pembentukan.protein mikroba.
Hal ini nampak pada laju pembentukan protein mikroba
untuk dovhap tertinggi pada empat persen urea.
Pada cairan rumen kerbau kadar asafi lemak atsiri
yang terendah didapat pada tingkat pemberian urea satu
persen. Interaksi antara tingkat pernberian urea dan
lama pemasakan silngat nyata (P (0.01), pada cairan rumen
domba maupun kerbnu. Ini berarti kadar asam lemak
atsiri yang didapat untuk setiap lama pemasakan ubi kayu
tergantung pada tingkat p~mberian urea.
Kadar Asam Laktat Cairan Rumen Domba.-- Rataan
kadar asam laktat cairan rumen domba setelah tiga jam
inkubesi dzpat dilihct pada %?be1 22. Lama pemasakan
meningkatkan (P( 0.01) kad~zr asam laktat cairan rumen
setelah tiga jam inkubasi. Hubungannya dengan asam
laktat berupa garis kuadratik (P ( 0.01) (Gambar 8) . Asam laktat merupakan tolak ukur peningkatan asam
propionat.
Dengan uji banding ortogonal, kadar asam laktat
cairan rumen yang diberi ubi kayu tidak dimasak nyata
(P (0.01) lebih rendah daripada yang dimasak 0.5 jam,
1.0 jan* dan 1.5 jam, Yang dimasak 0.5 jam lebih rendah
dari 1.0 jam dan 1.5 jarr yang dimasak 1.0 j a ~ lebih
rendah daripada yang dirnnsak 1.5 jam. Hasil dari per-
cobaan Mcrty & Demeyer (1973) dalam kondisi in vitro -
1 0 0.5 1.0 1.5 Lama Pemasakan
(jam)
Gambar 8. Hubungan antara Lama Pemasakan dengan Kadar Asam Laktat,
dengan ransum yang diberi tetes, setelah tiga jam
inkubasi mendapatkan nilai 0.45 mM., jadi hampir sama
dengan percobaan ransum yang diberi gaplek yang tidak
dimasak. Sedangkan percobaan -- in vivo Marty et -- al.
(1973) pada. domba yang diberi ransum tetes yang tinggi
yaitu dengan komposisi penguat : tetes 90%, tepung
ikan 3%, urea 2%, vitamin dan mineral 005%, KaC1 Q.5%,
mendapatkan asam laktat sebanyak 0.408 FM.
Percobaan Chou & Walker (1964) pada domba yang di-
beri kentang yang dimasak dan tidak dimasak, tidak mem-
berikan perbedaan terhadap asam laktat. Hal ini
menurut Chou & Walker (1964) karena hasil asam laktat
97
yang didapat secara -- in vivo ini sangat rendah. Kemungkin-
an disebabkan karena pengambilan cairan rumen dilakukan
setelah 24 jam pemterian makanan (dengan puasa 16 jam).
Dalam kondisi itu, tidak diharapkan tinggi, kecuali
apabila pelepasan zat makanan yang mudah difermentasikan
terlamk-at. Elasil Ckou & Walker (1964) ini jug2 mem-
perlihatkan bahwa kadar asam laktat sangat dipengaruhi
individu hewan, Pada hewan nomor satu yang diberi kentang
tanpa dimasak dan dimasak adalah 1.0 mg/100 ml dan 1,l mg/
100 rnl atau 0.11 ITG? dan 0.12 m., Pada domba nomor tiga,
kentang yang tanpa dimasak dan dirnasak menghasilkan asam
laktat 1.1 dan 0.9 mg/100 rnl atau 0,12 IFF dan 0.10 mM,
Pengarub tingkat pevberian urea terhadap kadar asam
laktat dalam cairan rumen domk-a sangat nyatz. (P < 0.01). Hubungannya berbentuk kuintik (P (0-01). Dari hesil
rataan kadar asam laktat terlihat pada pemberian satu
persen urea, kadar asam. laktat masih tinggi dan menurun
kembali pada pemherian ernpat persen urea. Kemunykinan
dalam ha1 ini, pada pemberian empat persen urea ke-
efisienan pemanfaatan asam laktat untuk mikroba mencapai
maksimal, Menurut Van Mcvel et al. (1970) penentuan -- mikroba dengan nletoda radio icotop P~~ akan sesuai hasil-
nya dengan penentuan sscara teoritis dari produksi asam
atsiri dan asam laktat yaitu 30 g/mol VFA dan 15 g/rrol
asam laktat. Eerdasarkan perhitungan itu, asam laktat
memegang peranan penting dalarr pemtcntukan rnikrobz rumen
yaitu separuhnya dari es2m atsiri.
98
L a j u Pe~3hentukan P r o t e i n Fflikroha Furen. --- Rataan
l a j u p e ~ k en tukan p r o t e i n nik.roba r u r e n pada c7or?ia dan
k e r t a u clapat d i l i h a t cacla ? a t e l 2 3 dan 2 4 .
Laria pemasakarr s a n q a t n y n t a (P < Q , (11) nexnpenqaruhi
l a ju pe~kentul rar r y r o t e i n r - i k r o l a rur;:en 1-a i l - pada t?o~l- a
rvaupun ~ a d a kerl-at1 . " e n u r ~ ~ t "'eyer (1 !: C 3 ) y e ~ a s a k a n
jagunq li inqga 2.7 9 % q c ! l a t i n i s a r i akan r e n a i b !-can ~ e ~ b e n t u k -
a n p r o t e i n n?i.l:roE- a 5fi%, Soii.anak.z.n F-e rca~~ar lmr t b a s i l pe-
n e l i t i a n 8 a r i S h ~ l t z e t a l , (lC72) s c c a r a i r + v i v o pada -- -- 0 d o n l a , p e r a s s I a n u r e a - c a s s a v a clenaan t e n ~ e r a t u r 170 C
cienqan t eknnan 13.L kg/cn2 hanya n y n t a r ~ v c ~ r e n q a r u 3 i !-
vikrof a pada C d a n 2 4 j a ~ ~ setelah per?F e r i a n I-?al:anan,
sedangkan pad& X - 5 cq.a12 > j a ~ setelah per-.! e r i a n mskanan
t i d a l , menyebabkan per?: e<aan ter '~aGa3- pcrl efitukar, E.
m i k r o h , P c n c l i t i a n F r i q q ~ 7 ) ;>scla jaqrncr yanc c l i -
ola:: ~ ~ l e n j a d i e ~ p i n q c l e n c ~ ~ n panar2 uay m c ~ b e r i k a n k.%sil
l e b i h k1ai.k c l a l a ~ p e n t - e ~ t u k a n r r o t c i r r-il.rof a i l a r i ~ a d a
dengar? " d r y rbller" o:alaunun t i r l a k n y a t a . P a 1 . a ~ h a 1 i n i
f a k t o r f i s i k dan k i n i a d . a r i kahan r a k a n a n aPan ~ c r u k a h
l a j u p c n g i s i a n r w c n , keeepa tan pencernaan , i s i runen ,
l a j u rakanan, ukuran p a r t i l t e l , s e k r e s i s a l i v a dar? s e r u a -
nya r e n u r u t rriqcrge mer:yunyai I!ul,unqan C..~ngan pep2 e ~ t u k a r .
? r o t e i n ~ . i l ; r o t a ,
Den~jDn u j i banczing o r t o n o n z l p e n ~ a r u ! , Iz~a ycrqasakan
ul i kayu pa22 l a ju p e ~ l r c n t ~ l k n r r rrikro! C: rrunr dovl ;il s a n g a t
nyota ( F ' ( O o GI-) . F e n q a r u l ~ v e ~ k c r i a n u T - i k"-a~:l yanq t i Z a k
d h i ~ ~ s ~ k . t e r h a c k ~ l a j u n e ~ " c . ~ t u l . m , protcir ~ i I ' r c ; ] :I T I IT~T!
Take1 23. Rataan Laju Pembentukan P r o t e i n Mikroba Rumen pada Domba (mg/100 ml cairan rumen/jarn)
Lanra Pe-, Taraf Urea (%) masakan Rataan (jam) 0 1 2 3 4 5
33.65 37-44 50.63 68.51 60.61 59.45 -
Rataan 8 . 4 1 9.36 12.65 17,13 15-20 14-86
Keterangan -- : Huruf yang berbeda dzlam b a r i s yang sama menyatakan berbeda sanga t nya ta (P < 0-01) ,
Tabel 24 . Rataan Laju Pembentukan P r o t e i n Mikroba Rumen pada Kerbau (mg/100 m l c a i r a n rumen/ jam)
Lama Pe- Tarnf Urea ( % ) masakan - ( j a m ) 0 2 4 5
Ra t a a n
0 9.58 LO. 18 6 . 4 2 11*69 37.87 9.47
0 . 5 8.81 7,67 6,OS 8 0 8 0 29.73 7 . 4 3
1.0 5.52 19,20 17.67 6 ,85 49.24 12 ,31
1 . 5 2,74 15.56 7.61 . 4.47 30-38 7.59
- --
Rataan 6.46 13-15 9.44 7.75
menyebabkan perhedaan dengan yang dimasak 0 .5 j a m , 1 j a m
dan 1 , 5 j a m , juga d i a n t a r a yang dimasak, Ubi kayu yang
dimasak Z jar. d a p a t rnenghasilkan ? r o t e i n mikro la p a l i n g
t i n g g i . H a l i n i d i t u n j a n g dengan kadar 14 a m n i a yang
dalam a s a m l a k t a t rendah,
Tingkat penher ian u rea s a n g a t nya t a (P ( 0.01) mem-
pengaruhi pembentukan-pe&:entukan mikroba ba ik pada domba
maupun pada kerbau , ~ e n g a n u j i banding ortocjonal per-
bedaan s a n g a t nya t a a n t a r e per lakuan tanpa d i b e r i u r e a
dengan yang d i b e r i u r c a , YemGerian u rea empat persen
pads dcrnba dan pada kerLau dengan percberian u rea dua
persen menycbabkan lsju r=eden tukan p r o t e i n mikrobe yarlg
t e r t i n g g i o Dar i h a s i l p e n e l i t i a n Chamberlian (1475)
101
efisiensi pembentukan protein mikroba rumen pada domba
yang diberi ampas gula bit dan jelai sangat rendah
daripada yang diberi hijauan. Hal ini disebabkan ke-
mungkinan suplai amonia dalam rumen untuk ~encapai pem-
bentukan protein mikroba yang maksimal kurang, bcrdasar-
kan hasil penelitian yang disitir Chamberlian kebutuhan
amonia cairan rumen untuk mencapai maksirnal pcrtumbuhan
rnikroba rumen adalah 9,14 mM.
Intcraksi antara lama pemasakan ubi kayu dcnga~
tingkat pemberian urea sanyat nyata (P < 0.01) mem- pengaruhi laju pembentuknn protein mikroba. Berdasarkan
pcrcobaan ini laju pembentukan protein mikroba rumen
yang paling tinggi adalah pada pemasakan ubi kayu satu
jam dengan tingkat pemberian urea empat persen didapat
laju pembentukan protein mikroba 24 mg/lCO rnl cairan
rumen doma, sedan9 pzda cairzn rumen kerbau laju pen--
bentukan protein mikroba yang paling tinggi adalah pada
pemasakan ubi kayu satu jam dengan tingkat pemberian
urea dua persen yaitu sebanyak 19.20 mg/100 ml cairan
rumen ptzr jan. Hal ini ditunjang dengan rendahnya kadar
amonia, asam atsiri dan asam lnktat.
.baju pemlentukan protein mikroba dari percobaan ini
samc dmgan hasil yancj didapat oleh Van ?:eve1 -- ct 21,
(1973)- Dalam percobaan mereka digunakan glukosa sebagai
sumber enorgi dan kerangka karhon serta l<H4RC0 sebagai 3
sumber N, Laju pembentukan mikroba rumen didapat
102
20 mg/100 ml cairan rumen per jamp sedangkan hasil pe-
nelitian lain yang dikutip mereka adalah 29 mg/100 ml
cairan rumen per jam. Walker & Mader (1968) mendapatkan
pertahahan mikroba rumen 18 mg/100 ml cairan rumen per
jam.
Hasil pembentukan protein mikroba rumen domba rata-
rata lebih tinggi daripa.da kerbau. Hasil penelitian me-
ngenai laju pembentukan protein mikroba pada kerbau
(Abunawan -- et ale. 1976) dibandingkan dengan laju pem-
bentukan protein mikroba sapi (Suwardi, 1972) didapat
hasil yang letih rendah juga. Menurut El Hag (1976)
masih sangat sedikit penelitian yang nemlr'erikan informasi
mengenai perbedaan kemampuan pencernaan Ci antara species.
Beberapa peneliti terdahulu mendc?monstrasikan bahwa tidak
ada perbedaan kemampuan pencernaan dari kambing, domba
dan sapi, akan tetapi pengetahuan berdasarkan hasil
penelitien sekarang menurut El Hag (1976) menunjukkan
adanya perbedaan dalam penygunaan mzkanan olsh kambing,
donka, sapi dan kerbau, kecuali dalam pencernsan lemak, Q.
Percobaan 111, Peneernaan Bahan Kering dan Eahsn
Organik daiam Cairan Rumen Pomba dengan Metoda Tilley &
Terrv
Penccrnaan Fahan Kcring dengan Il~todt Tilley &
Terry -- Rataan peneernzan bahan kering dengan netoda
lilley & Terry dapat dilihat pada Tabel 25 sedang pen-
XaLel 25, P e n c e r n a a n Bahan Kering pada Domba d e n g a n Metoda l i l l e y & Terry
- Lama Fe- S ingka t Urea ( % )
R a t a a n
- -
1 9 7 , 2 9 209.49 217.68 233.76 2 4 3 , 0 3 227.26
Rc?. t a a n 49-32 52-37 54,42 57.69 60-76 56.79
cernaan bahan organik pada Tabel 26. Lama pemasakan
sangat nyata (P < 0-01) meningkatkan pencernaan bahan kering dan bahan organik ubi kayu, masing-masing merupa-
kan garis linear (P (0.01). Setiap satu jam kenaikan
waktu pemasakan ubi kayu pencernaan bahan kering me-
ningkat 7,86% dan pencernaan bahan .organik meningkat
8.00% (Gambar 9). Peningkatan pencernaan bahan kering
dan bahan organik ini kemungkinan disebabkan penalkan
pencernaan pati, oleh karena pati merupakan sebagian
besar yaitu 85.18% dari bahan kering ubi kayu, Pati
ini akan dipecahkan oleh enzim yang berasal dari hewan
itu sendiri atau dari mikro pada alat pencernaan.
Penelitian yang menyatakan bahwa pemasakan dapat
meningkatkan keefisienan serealia dan umbi-umbian telah
dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak selalu sama oleh
karena sangat banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
Penentuan secara laboratorium sangat menolong sebelum
dicobakan pada ternaknya. Osman et al. (1966) amencoba -- mengukur pencernaan pati dari jawawut dan jelai dalam
kondisi - in vitro dengan menggunakan larutan pankreatin
0.05%. Jawawut dan jelai dirnasak dengan tekanan
atmosfir selama 20 menit atau selama satu menit di
bawah bermacam-macam tekanan. lernyata dengan tekanan
uap 1.4 dan 2.8 kg per cm2 pencernaan pati sangat nyata
(P < 0.01) berkurang , sedang dengan tekanan 4.2 kg per
- . a l z l * e e e O O W N L O m m L D
2 cm . Juga Liang (1969) meneliti secara laboratorium
pengaruh waktu dan tekanan terhadap pencernaan kepekaan
pati serealia terhadap serangan enzim. Hasil yang di-
dapat adalah pada tingkat kadar air yzng rendah penarbah-
an waktu pemasakan dapat meningkatkan pencernaan pati,
sedangkan pada tingkat kadar air yang tinggi penambahan
waktu pemasakzn dari satu menit menjadi 10 menit mem-
punyai pengaruh sedikit pad2 gandum, sedang pada jagung
merugikan.
Pencernaan % *
I
D : Pencernaan bahan kering . - - - ; Pencernaan bahan organik
1 Lama Pemasakan
Gambar 9. Eubunqan Pencernaan Bahan Kering dan Eahan Organik dengan Lama Pemasakan.
107
White e t a l . (1973) mencoba pemasakan dengan pem- -- bakar l i s t r i k ( e l e c t r o r o a s t e r ) pada tempera tur lr19OcI
h a s i l yang d i d a p a t secara i n v i t r o dengan enzim - a n i l o g l u k p s i d a s c t e r n y a t a bakan ke r ing yang menghilang
dalam rumen (d ry matter d i sappearance) Lerkurang.
Mereka Oerpendapat bahwa y e l a t i n i s a s i dengan panas
k e r i n g menyebabkan p a t i t i d a k semudah t e r c e r n a p a t i yang
dipanaskan s e c a r a basah. Percobaan t e rhadap urnhi-umbian
telaln dilakukcln oleh ld ichc l le Durand e t al. (1974) -- dengan h a s i l yang disimpulkan bahwa pemasakan menyebab-
f kan i n t e n s i t a s a k s i w - arr i lose yang t i n g g i .
Kemungkinan l a i n p ~ n i n g k a t a n pencernaan bahan
ke r ing dan hakan organik dengan metoda T i l l e y & Terry
i n i d isebabkan adznya peningkatan pancernaan p r o t e i n
mikroba yang t t r b e n t u k selama f e r m e n t a s i dalam penentuan
T i l l e y & l e r r y . Penlbentukan p r o t e i n mikroba l e b i h
t i n g g i diciapat d a r i u b i kayu yang sudah mendapat
per lakuan pemasakan, mikroba rumen i n i kemudian akan
t e r c e r n a o l e h peps in , sehingga menyebabkan pencernaan
p r o t e i n l e b i h t i n g g i . H a l i n i d i t u n j a n g dengan h a s i l
d a r i l a j u p~mbentukan p r o t e i n mikroba baliwa pemasakan
d a p a t meningkatkan l a j u pernh~ntukan p r o t e i n mikroba
rurcen . Pengaruh pcmbcrian u rea s a n y a t nya t a ( P (0 .01 )
dapa t menyebabkan peningkatan pencernaan bahan ke r ing
dan bahan o rgan ik , masing-masing mempunyai hubungan
108
yang l i n e a r (P < 0.01) . S e t i a p penambahan s a t u persen
u rea pencernaan bahan kc r ing na ik 1.88% dan daya ce rna
bahan organik na ik 1 ,47% (Sambar 1 0 ) . Dar i percobaan
i n i d a p a t d i l i h a t pemberian l i m a persen u rea pencernaan
bahan ke r ing maupun bahan organik cenderung menurun
walaupun dengan u j i Banding o r t o g o n a l t i d a k nya t a ber-
beda . Masil i n i s ~ s u a i dengan h a s i l percobaan White
(1973) dimanz pcmsakan u rea sebanyak 10 rng ke dalam
inkuhas i da~at neningkatkan "dry matter diseppearanck".
Bahan k e r i n g jagung yang digunakan White sebanyak 250
mg, jadi u r e z yang digunakan a d a l a h empat p t r s e n d a r i
bahan ke r ing jagung.
Pencernaan %
*,,, : Pencernaan bahan o rgan ik
: Pencernaan bahan ke r ing
Tingkat Urea
Garnbar 10. Cuk~ungan Pencernaan Bahan Kering dan Bahan Organik dengan Tingkat Femberian Urea,
Dari beberapa percobaan pada jagung yang t e l a h d i -
panaskan dengan pe rk i r aan d e r a j a t kepekaan te rhadap
amilosc. yang sama, rnakn maksirnal penggur,aan urea ada-
l a h k i r a - k i r a t i g a sarnpai enpa t pe r sen , Penambahan urea
hingga 2 2 % t c r n y a t a menykbabkan kee f i s i enan pcnggunaan
urea rntnurun s e c a r a d r a s t i s dengan ber tarbahnya per-
bandingan urka (Michelle Durand, 1976) .
Feneernaan rumput ya jah daiam kond i s i - i n v i t r o i n i
rendah s c k a l i y a i t u untul. pcncernaan bahan ke r ing a d a l a h
29.66 - + 0.2% dan untuk pencernnan bahan organik ada lah
18 .27 - + 6 . 2 % , ha1 i n i kcmungkinan disebabkan rumput
g a j a h i n i sudah t e r l a l u tua sehingga s ~ b a g i a n besa r d a r i
rumput g a j a h i n i dalam bentuk z a t yang sukar d i ce rna
s e p e r t i Pignin.
Percobaan pada H e w a n I Percokaan I V dan V
Konsumsi Eahan Keriny . = - Lana pemasakan t i d a k
nya ta menyebabkan perbedaan konsumsi bahan ke r ing ransum.
Hal i n i sama dengan h a s i l d a r i Wilson dan Wood (1966)
dengan meningkatkan d e r a j a t y e l a t i n i s a s i jagung 0 , 15,
30 dan 45% juga t i d a k merubah konsumsi. Rataan mengenai
pengaruh lama pemasakan dan penambakan urea d a l a r ransum
dapa t d i l i h a t pada Tabel 27. Penambahan urea l ima gram
nyatcl (PC 6.05) dapa t m~ningka tkan konsumsi t ahan ker ing ,
akan t e t a p i ha1 i n i s c s u a i dengan h a s i l d a r i S t ~ p h e n s o n
(1981.) dimana penambahzn urea 1 2 gram per h a r i pada domba
Tabel 2 7 . Konsumsi Bahan Kering Domba yang Diberi/Tanpa Dibe r i Urea
Lama Pemasakan (jam) Periode Eu j u r Sangkar Rataan
0 0.5 1.0 1 .5
I Tanpa urea + 5 gram urea
I1 Tanpa urea +- 5 gr .m urea
111 Tanpa. urea + 5 gram u rea
I V Tanpc urea + 5 gram urea
Tanpa u r e a 257,8400 279.2625 265.1200 246.5075 263.1825~ Rataan + 5 gram urea 282,4100 273.5800 292.4200 286.2900 283.81b
Keterangan : Huruf yan berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nya ta (P ?0.05)
111
yang sedang laktasi dapat meningkatkan konsumsi rumput
kualitas rendah, berbeda dengan hasil dari percobaan Van
Horn et al. (1967) pada pemberian 2.2 dan 2.7% sangat -- nyata menekan konsumsi bahan kering penguat. Adanya
perbedaan hasil ini kemungkinan Van Horn hanya meng-
hitung konsumsi dari penguat, dalam percobaan ini di-
hitung konsumsi seluruhnya. Juga cara pemberian ransum
dalam percobaan ini berbeda dengan percobaan Van Horn,
dalam percobaan ini pemberian hijauan dilaksanakan
setelah campuran penguat yang terdiri dari campuran ubi
kayu + urea + tepung tulang + garam termakan habis. Periode nyata mempengaruhi konsumsi bahan kering
baik pada bujur sangkar yang tanpa diberi urea (PC0.05)
maupun pada bujur sangkar yang diberi urea (P (0.01)
(Gambar 11). Hal ini kemungkinan domba-domba ini masih
belum cukup waktu untuk beradaptasinya terhadap rumput
gajah kering pada domba yang tanpa diberi urea, sedang
pada domba yang diberi tambahan urea sangat nyata
(P < 0.01), kemungkinan selain waktu adaptasi yang masih kurang terhadap rumput gajah kering juga adaptasi
terhadap ureanya. Menurut percobaan Van Horn et al. -- (1967) pada pemberian leg% urea ditambah 4.7% tetes,
konsumsi nyata berkurang selarna 24 hari, ha1 ini menurut
Van Eorn adalah waktu adaptasi dari hewan. Setiap
minggu konsumsi bahan kering dari ransum tanpa urea naik
Gram
304.4 300.0 1
& : tanpa urea - - - -: + 5 gram urea
Feriode
Gambar 11. Hubungan Periode dengan Konsumsi Bahan Kering pada Ransum Tanpa Urea dan dengan Urea.
27.5 gram sedangkan untuk ransum yang diberi lima gran
urea penambahan konsumsi bahan kering 16.5 gram.
Pencernaan Secara v i ~ . - - E a s i l r a t a a n percoba-
an bahan ke r ing , bahan organik , p r o t e i n , serat k a s a r dan
e n e r g i d a r i Percobaan V dapa t d i l i h a t pada Tabe1.28.
Tabel 28. Rataan Pencernaan Bahan Kering, Bahan Organik, P r o t e i n , S e r a t Kasar dan Energi
Lama Pe- Daya Bujur Sangkar masakan Cerna Rataan ( j a m ) ~a t + 3% Urea + 4 % Urea
BK 51.94 54.30 53.12 BO 55.87 58.09 56.98
R a t aan P r 66.12 70.53 68.32 S K 58.35 59.10 En 27.82 30-76 29.29
Keterangan : BK = bahan ke r inq ; BO = bahan organik P r = p r o t e i n ; S K = serat k a s a r ; En = e n e r g i . Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nya ta pada P (0.05.
114
Lama pemasakan t i d a k nya ta nempengaruhi pencernaan
. p r o t e i n dan e n e r g i , akan t e t a p i cenderung (P ( 0.10) me-
nyebabkan perbedaan bahan organik pada pemberian urea
t i g a persen dan nya ta (P ( 0.05) mempengaruhi pencernaan
bahan ke r ing dan s e r a t kasa r pada ransum dengan pemberi-
an u r e a t i g a persen. Lama pemasakan hingga s a t u j a m me-
nyebabkan menurunnya pencernaan s e r a t kasa r dan daya
cerna bahan kerinl; akan t e t a p i pencernaan bahan ker ing
dan serat kasa r i n i akan na ik kembali pada pemasakan 1.5
jam. Dengan u j i banding or togonal t e r n y a t a ub i kayu
t i d a k dimasak t i d a k nyata berbeda dengan yang dimasak
0.5 jam, yang dimasak 0.5 j a m berbeda nya ta (P.<0.05)
dengan yang dimasak 1-0 j a m dan 1.5 jam sedang yang d i -
masak 1.0 jam berbeda nya ta dengan yang dimasak.
Hubungan lama pemasakan dengan daya ce rna bahan
ker ing merupakan kubik (I? < 0.01) dan dengan pencernaan
s e r a t kasa r merupakan kuadra t ik (P < 0.01) (Gambar 12) . Pemasakan ub i kayu hingga s a t u jam akan nenurunkan penL
cernaan bahan ke r ing , ha1 i n i disebabkan menurunnya
pencernaan s e r a t kasars Plenurunnya pencernaan s e r a t
kasa r disebabkan pada t i n g k a t pemasakan s a t u jamp p a t i
akan l e b i h mudah d i f e r s e n t a s i . Menurut P a r r o t e t a l . -- (1969) pemasakan akan menyebabkan p a t i akan l e b i h mudah
d i f e r m e n t a s i sedang pcncernaan ce rna s e r a t kasa r me-
Pencernaan
Lama Pernasakan ( jaq)
Garnbar 12. Hubungan Lama Pemasakan dcngan Pencernaan pada Ransum yang D i - b e r i Tiga Persen Urea.
P a t i merupakan k a r b o h i d r a t yang p a l i n g e f e k t i f
s ebaga i sumber e n e r g i dan kerangka karhon untuk pem-
bentukan mikroba runen, t e t a p i p a l i n g huruk pengaruhnya
t e rhadep pencernaan s e l u l o s a ( H e l m e r e t a l . , 1969) . -- Beberapa p e n e l i t i t e l a h nendapatkan pengaruh pemasakan
t e rhadap day?. ce rna z a t makanan berbeda-beda. Percoba-
an Hale (1965) dengan pemasakan t i g a dan l i m a meni t
pada ruangan yang beruap dengan temperatur 8 2 O ~ belum
dapat meningkatkan kegunaan dari jawawut. Garret (1965),
Parrot (1969), White (1973) juga mendapatkan bahwa pe-
masakan jawawut, jelai dan jagung tidak mengubah pen-
cernaan zat-zat makanan kecuali untuk serat kasar ter-
jadi penurunan pencernaan,
Kemudian Hale (1966) mencoba memasak jawawut dengan
uap air pads temperatur 9 9 O ~ selama 25 menit, didapat
kenaikan pencernaan bahan kering dan bahan ekstrak tiada
N, sedangkan pencernaan serat kasar juga menurun.
Husted et -- al. (1968) juga mendapatkan pemasakan jawawut
dapat menurnkan pencernaan serat kasar dan meningkatkan
dan pencernaan energi dan bahan ekstrak tiada M,
Buchanan-Smith (1968) pemasakan pada gandum hanya nyata
meningkatkan pencernaan bahan organik yang tidak
mengandung nitrogen pada sapi, sedang pada domba dapat
menurunkan pencernaan bahan yang mengandung nitrogen.
Shultz (1972) memberikan campuran urea-cassava yang
tidak dimasak dan yang dinasak pada temperatur 1 7 0 ~ ~
dengan tekanan maksimum 18.6 kg/cm2 selama empat jam dan
dikeringkan sebelum diberikan pada anak domba yzng diberi
rumput kualitas rendah Digitaria decwbens (protein 4.9%).
Hasil didapat adalah pencernaan bahan organik naik dari
59,3% menjadi 63.0% dan pencernaan selulosa naik dari
66.0% menjadi 68.3%* Dari percobaan lama penasakan 1.5
jam hanya menaikkan pencernaan bahan organik dari 56.66%
117
hingga 61.78%. Apabila dilihat dari segi pencernaan zat
makanan ini pencernaan yang lebih baik diperlukan waktu
pemasakan yang lebih dari 1.5 jam.
Penambahan urea menjadi empat persen nyata (P <0.05)
dapat meningkatkan pencernaan protein dan cenderung
(P < 0.10) dapat meningkatkan daya pencernaan bahan kering . K~naikan pencernaan protein kasar ini kemungkinan disebab-
kan oleh pemanfaatan urea untuk membentuk protein yang
lebih banyak, ha1 ini ditunjang dengan hasil ,penelitian
in vitro dimana kadar amonia yang optimal untuk pem- - bentukan protein mikroba rumen adalah pada empat persen
urea. Stiles (1970) mcnggunakan urea lima persen untuk
campuran.pati + urea yang dieampur dan dimasak campuran-
nya sebelum diberikan pada ternak. Menurut Stiles
(1970) untuk eampuran pati + urea (starea) ataupun
campuran butir-butiran + urka yang dimasak bersama-sama
sebelum diberikap pada ternak sedikit lebih superior
daripada butir-butiran yang dimasak dahulu baru ditambah
urea sebelum diberikan pada ternak, keuntungan dari
campuran yang dimasak lebih dahulu ini adalah adanya
reaksi pati clan urea yang akan mempengaruhi laju pelapas-
an ambnia dari urea sehingga p~rubahan untuk mikroba
protein lebih efisien, juga lebih disukai ternak.
Pcriode nyata (P < 0 ~ 0 5 ) menyebabkan perbedaan terhadap pencernaan bahan kering, bahan organik dan serat
kasar, Dalam ha1 ini adaptasi utama adalah terhadap
118
pencernaan serat k a s a r ( s anga t nya t a P (0 .01) merupakan
k u a d r a t i k : Y = 4.80 X* - 23.66 X + 81.99 (Gambar 13)
pada b u j u r sangkar dengan pemberian t i g a pe r sen kemudian
a d a p t a s i t e rhadap u r e a dimana pada empat persen u rea
p e r i o d e cenderung (P C0.10) dapa t meninykatkan pencerna-
an p r o t e i n .
Neraca Nitroyen.-- Rataan neraca n i t r o g e n d a r i
Percobaan I V dan V d a p a t d i l i h a t pada Tabel 29. Lama
pemasakan t i d a k nya t a mer-pengaruhi ne raca n i t r o g e n b a i k
pada ransum tanpa u r e a a t a u pada ransum yang d i tamlah
u r e a l i m a gram (9 .6%) d a r i Percobaan I V maupun yang d i -
tambah t i g a persen u r e a dan empat persen u rea pada
Percobaan V. Walaupun t i d a k nya ta t a p i pengaruh pe-
masakan 1 .5 j a m masih d a p a t meningkatkan neraca pada
pemberian n i t r o g e n pada pemberian u rea t i g a persen
(Percobaan V) d a r i 0.1151 gram menjadi 0.5671 gram.
H a l i n i sama dengan h a s i l percobaan S z y l i t z -- e t a l . (1978)
pada unggas, menurut S z y l i t z walaupun pemasakan t i d a k
menyebabkan perbedaan nya ta pada neraca n i t r o g e n akan
t e t a p i t e t a p ~ e n i n g k a t k a n neraca n i t r o g e n .
Pada pemberian u rea yang l e b i h t i n g g i maka pengaruh
pemasakan tc rhadap neraca n i t r o g e n sudah t i d a k nya t a ,
kenungkinan dalarn ha1 i n i bcrkurangnya asam lemak a t s i r i
yang b e r a s a l d a r i s ~ r a t kasa r . B a k t e r i yang mencerna
serat k a s a r pacm empat p e r s m u r e a ada l ah sama banyak
Gambar 13. Hubungan a n t a r a Per iode dengan Fencernaan S e r a t Kasar.
sedancj paan t i g a perscn urea b a k t e r i i n i nya ta l e b i h
banyak pada 1 .5 jam pemasakan, Rataan neraca n i t r o g e n
pada domba yang d i b e r i ransum tanpa u rea ada lah nega t i f
dan pada kelompok yang d i b e r i u rea p o s i t i f i n i s e s u a i
dengan hasil percobaan Psn tenot e t a l . (1955) dan Martin -- e t a l . (1981) y a i t u pada domba yang d i b e r i ransum ber- -- k u a l i t a s rendah dan ~umber e n e r g i tetes memberikan h a s i l
Tabel 29. Meraca Nitrogen
Lama Pe- Percobaan I V Percobaan V masakan (jam) Tanpa Urea +5 gram Urea 3% Urea 4% Urea
Rataan -0.2453 2 . 2 4 3 3 0.3220 0,6535
neraca n i t r o g e n yang n e g a t i f , t e t a p i s e t e l a h ditambahkan
n i t r o g e n a t a u b i u r e t sebagai sumber n i t r o g e n maka neraca
n i t r o g e n menjadi p o s i t i f . Kalau d i l i h a t d a r i h a s i l per-
cobaan - i n v i t r o pada c a i r a n rumen domba yang tanpa d i -
b e r i u r e a mcmpunyai kadar amonia c a i r a n rumen 7,091 mE!
masih belurr~ mencukupi penyediaan N yang t e r s e d i a untuk
pembent kan p r o t e i n mikroba dan i n i menyebabkan n i t rogen
yang n e g a t i f . Penambahan urea dalam ransum sangat nyata
( P < 0.01) dapa t meningkatkan n i t r o g e n d a r i -0.2453 gram
untuk domba yang d i b e r i ransum tanpa tambahan urea men-
jadi*2.2433 gram pe r h a r i untuk dom.ba yang d i b e r i ransum
dengan tambahan u rea l i m a gram a t a u 9 .6% d a r i bahan
ke r ing uk- i kayu .
121
Menurut Michelle Durand (1976) untuk butir-butiran
yang telah dimasak dengan uap akan mendapatkan hasil yang
paling baik apabila diberi tambahan urea lima persen,
akan tetapi dengan alasan ekonomis perbandingan urea clan
bahan makanan butir-butiran secara komersial digunakan
lebih tinggi yaitu 12 hingga 22%. Dalam kondisi ini pem-
Gentukan protein mikroba tidak nyata bertambah. Hasil
dari percobaan ini menyokong pendapat Michelle Durand
tersebut, Lerzca nitrogen pada kelompok urea empat
persen lebih tinggi (P < 0 .05 ) daripada neraca nitrogen
pada kelompok domkia dengan ransum yang diberi urea tiya
persen yaitu 0.3220 gram per hari untuk domba yang diberi
urea tiga persen menjadi 0.6535 gram per hari untuk domba
yang diberi ransum urea empat persen. Hasil yang didapat
oleh Euttery dan Lewis (1976) dari Universitas Nottingham,
Inggeris pada do~ha yang diberi 3.5% urea dari penguat
yang hanya terdiri dari tetes 92%, urea 3.5% dan "mineral
supplement" 4.5% neraca nitrogen yang didapat adalah
0.5 qram per hari.
Periode sangat nyata (P /, 0.01) mempengaruhi neraca
nitrogen pada Percobaan IV dan Percobaan V dalam ha1 ini
adanya adaptasi dari hewan terhadap ransum. Juga hewan
nyata (F (0.01) pada Fercobaan V, jadi dalarn ha1 ini oleh
karena hewan berasal dari ransum yang berteda-beda ke-
mungkinan kentanpuannya terhadap ransum yang sama akan
btrbeda-beda.
122
Bobot Badan.-- Rataan bobot badan domba dari Per-
cobaan IV dan V selama penelitian dapat dilihat pada
T a t e l 30.
Pemasakan ubi kayu tidak mempengaruhi pertumbuhan
bobot badan domlaa baik pada Percobaan IV maupun pada Per-
cokaan V. Akan tetapi apabila kita membandingkan bobot
badan pada akhir percobaan dengan bobot badan semula maka
akan terlihat bahwa pada hewan yang tanpa diberi urea
penberian ubi kayu yang dimasak satu jam masih dapat memo
pertahankan Lotot badan semula, pada hewan yang diberi
urea lima gram, hampir sama sekalai tidak dapat memper-
tahankan bobot Gadan semula. Sedangkan pada pemberian
urea tiga dan empat persen mcsih ada pertumbuhan walaupun
secara statistik tidak nyata, pemasakan uhi kayu 1.5 jam
pada pemberian urea tiga persen merupakan yang terbaik,
juga pada pemberian empat persen urea pemasakan ubi kayu
satu jam sama dengan 1,s jam dalam meningkatkan bobot
tadan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan
hewan tidak nyata, pertama waktu penelitian untuk meng-
ukur pertumbuhan tsrlalu pendek, kedua keterbatasan hewan
yang digunakan dalam percobaan dan ketiga ransum yang di-
bttrikan belun: memenuhi kekutuhan domba. Susunan zat
makanan dalam ransum dapat dilihat pnda Tabel 31.
'label 3 1 , Susunan Zat Makanan Ransum Domba (dalam persen)
Percobaan I V Percobaan V
Z a t Makanan Kebutuh- an 'anpa 5 gram 3% Urea 4% Urea
Urea Urea
8.73 6.42 6.80 P r o t e i n 6.6-10.0 4 .82
Lemak 1 . 2 4 1.22 1.25 2-49
S e r a t kasa r
B e t M
Fenambakan u b i kayu tanpa u r e a dalam rumput ber-
k u a l i t a s rendah t i d a k menyebabkan perbaikan pertumbuhan
domba, juga pemberian lima gram (9.6% d a r i bahan ke r ing
u b i kayu) t i d a k mempunyai pengaruh te rhadap pertumbuhan
domba walaupun dengan penambahan l ima gram urea kadar
p r o t e i n ransum menjadi 8.73% sedangkan penambahan urea
t i g a persen dan empat persen d a r i bahan ke r ing u b i kayu
hanya dapa t meningkatkan p r o t e i n ransum domba menjadi
6.42% dan 6.80%. W i l l i a m e t -- a l . (1969) t e l a h mencoba
menggunakan u rea pada h i j auan b e r k u a l i t a s rendah untuk
s a p i dengan membuat perbandingan a n t a r a BetM dengan
Nitrpgen d a r i 11 : '1 hingga 55 : 1, h a s i l yang opt imal
untuk r e t e n s i N adalah 28 : 1. D a l a m percolaan dengan
domba i n i a p a b i l a d i l i h a t d a r i perbandingan B e t N :
Nitrogen maka perbandingan yang d i d a p a t ada lah 5 4 : 1
125
untuk ransum yang tidak diberi urea, 29 : 1 untuk ransum
yang diberi lima gram urea, 39 : 1 untuk ransum yang di-
beri tiga persen urea dan 41 : 1 untuk ransum yang diberi
empat persen urea. Hasil yan- paling bail. apabila dilihat
dari segi retensi N adalah pada perbandingan EetN : N
dalam ransum yang diberi lima gram urea yaitu 23 : I jadi
hasil pada domba ini harnpir sama dengan pada sapi dari
percobaan William -- et al. tersebut. Akan tetapi retensi N
yang tinggi ini 'tidak dbertai derlgan pertumbuhan hewan
yang baik. Apabila dilihat Gari segi pertumbuhan hewan,
maka pemberian urea tiga persen dan empat persen lebih
baik daripada pemherian urea lima gram. Hal ini sama
dengan hasil yang didapat Michelle Durand -- et al, (1976)
untuk ~umber karbohidrat yang berasal dari serealia yang
telah dipanaskan, penggunaan urea yang maksimal aZalah tiga
sampai empat persen dari serealisasi. 14enurut mereka ubi
kayu mempunyai tipe kristal yang sama dengan jagung yaitu
tipe A, oleh karena itu dalan penggunaan amonia ubi kayu
sama dengan jagung walaupun kandungan amilosa ubi kayu
lebih rendah dari jagung akan tetapi kandungan amilosa
sendiri tidak menyebabkan penggunaan pati ubi kayu lebih
rendah daripada jagung, Pemberian urea sebanyak tiga
persen dan empat persen pada rumput berkualitas rendah
dengan tambahan sumber karbohidrat dari ubi kayu ini belum
dapat mencukupi kebutuhan protein anak domba, ini disebab-
kan konsumsi bahan kering yang rendah dari domba, seharus-
126
nya konsumsi bahan kering sekitar lima persen dari bobot
tubuh domba atau sebanyak 0.5 kg bahan kering ransum.
Dalan percobaan ini bahan kering rumput gajah yang ber-
kualitas rendah ini hanya dapat dikonsumsi 0.3 kg, oleh
karena itu sebaiknya pada anak domba ini diberi tambahan
penguat lebih banyak.
Konsumsi energi tercerna dalan pcrcobaan ini dapat
dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Konsumsi Energi Tercerna (kkal/ekor/ hari)
Lama Pemasakan (jam) 3% Urea 4% Urea
Rataan 267.87 371.87
Lama pemasakan tidak nyata menyebabkan perbedaan
konsumsi energi tercerna ransum, akan tetapi pemberian
urea dalam ransum nyata (P < 0.05) menyebabkan perbedaan
konswsi energi tercerna. Hal ini disebabkan naiknya
konswnsi bahan kering pada peningkatan pemberian urea.
Hebutuhan energi tercerna berdasarkan lT.C (1968) dengan
DE = 130 w~~~~ adalah 717.6 kkal per ekor per hari. Konsumsi
127
e n e r g i t e r e e r n a untuk ransum dengan t i g a persen u rea ada-
l a h 267.87 kka l dan dengan empat persen u rea ada l ah 371.87
k k a l , j a d i masih jauh d i bawah kebutuhan h idup pokok, ha1
i n i s e l a i n disebabkan rendahnya konsumsi rumput g a j a h
ke r ing juga e n e r g i t e r c e r n a rumput g a j a h ke r ing i n i s a n g a t
rendah.
Yercobaan V I . Perubahan dalam Rumen In Vivo
Volume, Tota l Uahan Kering dan La ju Cai ran Rumen
Domba. -- Hasil p e n e l i t i a n volume, t o t a l bahan ke r ing dan
l a j u c a i r a n rumen domba d a p a t d i l i h a t pada Tabel 3 3 .
Tabel 3 3 . Volume Cai ran Rurnen, Total Bahan Kering dan Laju Cairan ke Luar Rumen Domba
Volume Cai ran T o t a l Lahan Laju C a i r - Lama Pemasakan Rumen Domba Kering an Rumen ( j a m ) ( m l ) (gram) ( m l / j a m )
-
Rataan
Volume rumen domba l o k a l , t o t a l bahan ke r ing dan l a j u
c a i r a n rumen t i d a k nya t a d ipengaruhi pemasakan u b i kayu.
Menurut U l y a t t (1964) mengatakan bahwa perbedaan volume
128
cairan rumen terutama yaitu sekitar 62% disebabkan per-
bedaan hewan, 22% disebabkan perbedaan waktu (hari) dan
J4% disebabkan metoda pengambilan. Basil percobaan
Ulyatt untuk volume cairan runen domba yang digernbalakan
berkisar antara 3-77 liter hingga 8.130 liter dengan total
bahan kering antara 210 - 1 020 gram dan laju cairan ke luar rumen 590 rnililiter per jam. Dibandingkan dengan
pengukuran Michalowski dan E4uszynski (1970 ) pada domba
lokal Merino Polandia yang diberi ransum penguat 004
kilogram dan rumput kewing 0.4 kilogram untuk volume cair-
an rumen tidak berbeda yaitu 3 - 4.5 liter akan tetapi Michalowski dan Muszynski mendapat laju cairan rumen lebih
tinggi. Dalam ha1 ini kemungkinan perbedaan disebabkan
adanya perbedaan jumlah penguat yang diberikan, pada per-
cobaan Michalowski dan Muszynski jauh lebih banyak. Waktu
yang diperlukan untuk makanan di dalam rumen dalam per-
cobaan ini sekitar 17-76 jam. Pengukuran waktu yang di-
perlukan untuk makdnan di dalarc rumen dengan menggunakan
PEG ini didapat lebih cepat dari hasil penelitian yang
dikutip Hungate (1966) dengan menggunakan indikator
silika, Hungate mendapatkan waktu yang diperlukan makanan
dalam rmcn domba 18,33 jam. Ferbedaan laju kecepatan
partikel kecil dalam cairan dengan partikel "digestan yang
lebih besar telah diteiiti peneliti lain yang dikutip
Hungate dengan menggunakan lignin dan polietilen glikol.
Konsentrasi PEG menurun lebih cepat selama delapan jam
129
pertama oleh karena partikel yang lebih besar masih dalam
keadaan campuran ruminansi. Setelah delapan jam kecepatan
.digests berdasarkan PEG dan lignin akan sama. Jumlah
makanan yang dikonsumsi sehari untuk 0, 0.05, 1.0 dan 1.5
jam pemasakan ubi kayu adalah 1.53, 1.33, 1.45 dan 1.17
kali volume rumen atau rata-rata 1,35 kali volume rumen,
hasil ini lebih tinggi dari hasil yang dikemukakan Hungate
(1966), untuk domba yang diberi 250 gram hijauan kering
dan 150 gram cassava dengan menggunakan indikator lignin
didapat hasil 1.03.
Pengaruh Pemasakan terhadap p H , Kadar Amonia, Kadar
Asam Lemak Atsiri dan Kadar Asam Laktat Setelah Tiaa Jam
Pemberian Makan.-- Femasakan mempunyai pengaruh terhadap
pH cairan rumen setelah tiga jam pemberian makan nyata
(P ( 0-05) , akan tetapi tidak nyata mempengaruhi kadar
amonia N, kadar asam lemak atsiri dan kadar asam laktat
(Tabel 3 4 ) -
Rataan hasil pemberian ubi kayu terhadap asam iemak
atsiri dan asap laktat lebih tinggi dari hasil penelitian
Chow & Walker (1964) untuk domba yang diberi kentang yang
tidak dimasak dan dimasak setelah 24 jam pemberian makan,
kadar asam lemak atsiri 0.041 Y dan 0.021 PI dan kadar
laktat 0.109 ml dan 0.120 mP4 untuk yang tidak dimasak dan
dimasak sedang pH cairan rumennya 7.3 dan 7.4,
n ln 0
0 a a a +J +J " 2 a a
5 2 h h c C
a X X X 4J a a a a a a
-4 . rl a 2 E-l
- rl i9 L+
P w e P
c n w rl CV 0 . 0
W Q I 0 a
rl 03 ln DJ
m o d CV 0 . * . a s 0 a
rl
In m e QI
c o r l rl cv e e
a m o o 4
I- CV ln Ln
W M d N D e
w m o o rl
h
- f X a 4J
a % 4 X
-4 a, a C d d 0
E- I a e I U)- V)
Z a a -4
& k & & a a-r l a - a a m
3: a a*) Z 2 a w a w -
C a X a 5: C a - rl &
4 a, PI
C a rl a, 4J a, Cn
E
a P . rl c+ a a a a C a 24 a m a lz a, PI
C
2 a 2' 0 ) PI
cy m .-I a, a a t-l
X - rl 4J m -4 c, a 4J cn a V) - rl rl a C 4
h
E a .n - 0
3 a V1 a
PI
a 2 l=J
m
rl
. G r l
8 m o
0
k a, 4J Q, E a k a PC
I. 3 1
!!arty dan Fender ickx (1973) n e m p e l a j a r i s i f a t buffer
c a i r a n rumm domba yang d i b e r i r a n s u n yang mngandung
tetes dan u r e a dirrana c e i r a n runen d i a ~ b i l s e t i a p dua jam
s e l a v a d e l a ~ a n jar s e t e l a h pemkerian makan d i d a p a t n i l a i
r a t a a n FE, asarc l ~ m a k ~ t s i r i t o t a l d m zsap l a k t a t 6 .77 ,
C! .076 @. 40C rt"'l, Yenurut , " ' ~ r t y dan 1-endcr ickx adz tiga
f a k t o r yanq merpunyai s i f a t penyarmga u ~ t u k c a i r a n rup.en
y n i t u sekresi s a l i v a , asart le~a3. a t s i r i t o t a l dan kadar
f o s f o r a n o r q a n i k , Kqdar asam laktat junlahnya r e l a t i f
sangct s e d i k i t d i b a n d i n ~ k a n a szr. lermk a t s i r i . Pengaruh
pcrnaenkan n y a t s (T" ( p , 0 5 ) ncnyel aklkan pcrl edaan pII c a i r a n
rumcn, r x r u n a k a n sua tu l i n c a r (P < C -01) delrcr~n rurws
r c g r e s i Y = C O G ! ) a Q , 2 Y denqar p ~ n q e r t i a n Y = p H c a i r a n
runen cZnn " acJ>lah l am p s r ~ s a l - ~ n n . pi e ~ i r a n rumen d o ~ b a
yang d i k c r i ul-i kpLgru tanpa 2.inasak I@=-!, i h r ~ n r i a h (F C . 05)
d a r i p a d n yanq d i ~ a s n k kerunqkinnn diseP.at kc?n g a s a t i g a
jar s e t e l a h p e r b e r i a r rzn:-uv a r i 1 o L i : i s u h i kayu t i d a k
dirnnsak b z r u ~ c n c a p n i w a k s i ~ ~ l sc~ lznykan h i c l r o l i s i s u r e a
ter j a d i selielur.nya, s c \ ~ i n ( ~ c n t i d a k t e r d a p a t k e s e l a r a s a n
dalzrr: penh en t~aknn p r o t e i n miliroE.n r u r e n ( I a i c h e l l e Durand,
1972) E z 1 i n i juga ? . a p t k i t e likt d ? r i kadar asam
lerrak a t s i r i yang r c l a t i f l e k i h t i n g q i , v:alaupun s e c a r a
s t a t i s t i k ~ t i d a k n y a t a ,
"Tenurut Chow C; T, ' c lk~r (1 364 ) pzrii)sakan pado ken tang
r e r a m t i d ~ k r ~ n y e ~ a k k a n perkcdnan kadar asnn l e v a h a t s i r i
t o t a l pat?? dosrl- P , nkan t c t a p l nyet;: r7enyef zi:Ptc7n pcrl- edcan
132
persentase perbandingan asam asetat, asam propionat dan
asam butirat pada domba yang diberi kentang tanpa dimasak
dan dimasak 67 : 14 : 19 dan 68 : 24 : 7 . Perbedaan
persentase perbandingan ini rnenyebabkan perbedaan ke-
efisienan penggunaan energi, Keefisienan penggunaan
energi C2 dalam tubuh lebih kurang 5 9 . 2 % , C4 = 7 6 . 4 %
sedangkan Cj = 8 6 . 5 % . Selain itu peningkatan asam
propionat biasanya disertai dengan penurunan produksi
senyawa karbon ganjil lain yaitu CH4, sehingga penggunaan
energi bahan makanan akan lebih efisien lagi karena energi
makanan Lerkurang sebagai gas CB4 (Toha Sutardi -- et al.,
1 9 8 3 ) .
FZenurut Chaaberlain -- et al. ( 1 9 7 6 ) perbandingan molar
asam propionat yang tinggi dan daya cerna selulosa yang
rendah mempunyai korelasi dengan laju pembentukan protein
mikroba yang tinggi. Jadi kemungkinan dengan pemasakan
ini didapat laju pembentukan protein mikroba yang lebih
tinggi, ini juga ditunjang dengan kadar M amonia selama
enam jam percobaan nyata pada P<0.10 menurun dengan pe-
masakan, sedang volume cairan rumen sama sehingga total N
amonia juga akan menurun dengan adanya pemasakan.
Pengarvh Waktu Setelah Pemberian Makanan terhadap pH
Kadar Arnonia dan Kadar Asam Lemak Atsiri,-- Rataan pH,
kadar amonia dan asam lemak atsiri terdapat pada Tabel 35.
w rl QI 0 in c n w m m W W b W crV)
arm rl m a r l m c u d wr-i rl N N ,-I
m In Q rl CO w m m q U ' - - = Y C O m w - 3 '
m r l r-i CQd l-t ad 4 - 3 r l m m rl D 0 0 - 0 0 * * . . O 0 0 0
W 0 W M 0 WCO 0 W e 0 tzCO O d rl
N CI rl II. rl m a N I n * w + I n m l n
COm rl w m r l d ' r l r-i w - r r-i or-i rl 0 . . . D . 0 0 0 0 0 0 0 .
w r l o w m o w m s w w o c-m o N FI r l
I= x B 1 a 0 - A
r l k
2 6': 5 m - r l
;C a m c , a w ~ a
(d -4 E: X 0 a E E a a,
l-4 -4
2 ~ - 2 a rd m
EC a m c , a x 4 a
a3 CV ln
w l n rl 4 .
W N O l-l
134
Waktu setelah pemberian makanan sangat nyata (I? c0.01)
menyebabkan perbedaan pH cairan runen dan kadar N amonia.
Pada enam jam setelah pemberian makanan pH cairan rumen
paling rendah dan pada waktu 24 jam setelah pemberian makan
pH kembali normal. Juga kadar N amonia paling rendah di-
dapat pada enam jam setelah pemberian makanan dan kadar
amonia maksimal didapat 1,5 jam setelah pemberian makanan.
Bertambahnya kadar M amonia setelah 24 jam atau sebelum
diberi makan, disebabkan oleh berkurangnya penggunaan
amonia dan disebabkan juga adanya penggunaan protein dari
ransum, Fermentasi protein makan biasanya sempurna enam
sampai delapan jam setelah pemberian makanan dan pertarnbah-
an N amonia terjadi setelah waktu tersebut (Hungate, 1966).
Hasil penelitian pada anak sapi yang diberi ransum
emping jagung dan urea, kadar amonia dalam rumen menurun
antara 1.5 sampai 5,5 jam setelah pemberian makan dengan
diikuti kenaikan kadar asam ribonucleat ( R N A ) , dari pe-
nelitian ini yang menyebabkan penurunan kadar N amonia ini
adalah terutama bertambahnya pertumbuhan mikroba rumen
(McDonald & Warner, 1975). Dari kejadian ini pemberian
ransum dengan kadar protein kasar normal dan mengandung
urea, p'elepasan urea dengan urealysis yang cepat biasanya
masih berguna untuk rnikroba rumen pada beberapa jam
setelah pemberian makanan. Pemberian urea yang terus
merierus atau sering dalam dosis kecil untuk mencegah pem-
bentukan rwnen amonia yang tinggi tidak akan meningkatkan
penggunaan N pada anak domba.