PENGARUH PEMANASAN

5
TINJAUAN PUSTAKA Dengan memasak daging yang benar dapat mempengaruhi proses penyerapan jalur pencernaan yang lebih cepat daripada penyerapan protein yang mengakibatkan mudahnya untuk mengunyah. Kadang kala, suatu makanan menjadi susah dicerna karena pada saat pemasakan, protein menggumpal yang disebabkan oleh enzim proteolitik in vitro. Tetapi, pada saat mengolah daging dibutuhkan kelembutan pada daging, dengan cara pemberian panas yang mengakibatkan serat kolagen dari jaringan ikat menjadi gelatin. Buah-buahan dan sayuran hijau dapat dimakan mentah dalam jumlah yang terbatas (Davidson dan Passmore, 1966). Pada pemberian perlakuan blansing dapat mengakibatkan kehilangan nutrisi yang terbesar (40% mineral dan vitamin 35% gula, dan 20% protein rusak), perubahan warna akibat degradasi klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning hijau, perubahan cita rasa yang larut atau volatil, perubahan fisik atau 3

description

LAPORAN EVALUASI GIZI PADA PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

Transcript of PENGARUH PEMANASAN

5

TINJAUAN PUSTAKA

Dengan memasak daging yang benar dapat mempengaruhi proses penyerapan jalur pencernaan yang lebih cepat daripada penyerapan protein yang mengakibatkan mudahnya untuk mengunyah. Kadang kala, suatu makanan menjadi susah dicerna karena pada saat pemasakan, protein menggumpal yang disebabkan oleh enzim proteolitik in vitro. Tetapi, pada saat mengolah daging dibutuhkan kelembutan pada daging, dengan cara pemberian panas yang mengakibatkan serat kolagen dari jaringan ikat menjadi gelatin. Buah-buahan dan sayuran hijau dapat dimakan mentah dalam jumlah yang terbatas

(Davidson dan Passmore, 1966).

Pada pemberian perlakuan blansing dapat mengakibatkan kehilangan nutrisi yang terbesar (40% mineral dan vitamin 35% gula, dan 20% protein rusak), perubahan warna akibat degradasi klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning hijau, perubahan cita rasa yang larut atau volatil, perubahan fisik atau biokimia yang mengakibatkan perubahan tekstur (dicegah dengan suhu yang rendah). Pada bahan pangan yang mengandung karoten terjadi perubahan warna karoten yang dikarenakan adanya panas yang menginduksi perubahan struktur konjugasi karoten, proporsi warna merah meningkat dan warna kuning menurun

(Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Proses pengolahan panas untuk meninaktifkan sebagian mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam pangan disebut pasteurisasi. Selain pengolahan panas, harus dilakukan pengawetan seperti fermentasi, pendinginan, mempertahankan kondisi anaerob untuk meningkatkan mutu produk pangan seperti sari buah yang asam dimana lingkungannya tidak cocok untuk pertumbuhan mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Kerusakan zat gizi dapat diakibatkan oleh pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan niaga

(Harris dan Karmas, 1975).

Pengeringan merupakan metode tertua dan paling sederhana yang dilakukan. Dalam keadaan bahan kering mengakibatkan bakteri yang tumbuh lebih sedikit jika dibandingkan dengan keadaan produk pangan yang lembab. Pengeringan konsentrat zat yang larut dalam air (gula) yang dalam larutan pekat berguna untuk mencegah pertumbuhan jamur dan ragi. Proses pengeringan juga dapat meningkatkan kualitas dan rasa pada daging dan ikan. Pengeringan asap juga dapat meningkatkan mutu yang contohnya adalah ham, bacon, dan sosis (Mottram, 1979).Blanching merupakan perlakuan yang digunakan pra-treatment untuk menginaktifkan enzim yang bertanggung jawab untuk menjaga kualitas dari kerusakan sayuran olahan. Blansing biasanya dapat dilakukan di bawah suhu tinggi atau kondisi suhu rendah. Namun, blansing mirip dengan proses termal lainnya, blansing dan pengeringan telah terbukti mempengaruhi isi dari beberapa senyawa nutrisi dan bioaktif sayuran termasuk vitamin C (Santos, dkk., 2012).

Teknologi pemanasan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi mikroba pada makanan yang bersifat patogen. Perlakuan panas dapat dilakukan pada pengolahan sari buah untuk mengurangi kontaminasi mikroba. Adapun kerugian pada produk bahan pangan yang dihasilkan dari proses pemanasan yang berupa penurunan kadar nutrisi dan juga penurunan kualitas sensori, dimana industri pengolahan pangan mengembangkan perlakuan pengawetan untuk mengurangi

kerusakan yang diakibatkan oleh panas yang berlebihan (Chintya dan Nisa, 2015).

Fitokimia, antioksidan (vitamin C dan vitamin E), dan polifenol berada dalam buah-buahan dan sayur-sayuran dimana berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Perlakuan blanching merupakan perlakuan awal yang dilakukan pada produk pasca panen misalnya pada sayur dan buah dengan mengalirkan uap air panas untuk 1-10 menit pada suhu 75-95oC. Perlakuan blansing pada produk

pasca panen biasanya dilakukan dengan pemanasan ringan melalui air. Adapun kerugian dari perlakuan blansing adalah dapat kehilangan nutrisi seperti vitamin dan senyawa fenolik yang stabil (Patras, dkk., 2010).

Penanganan pasca panen perlu dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan dan memperpanjang mutu produk pangan yang disebut dengan pemanasan atau sterilisasi. Sterilisasi pun dapat mengakibatkan kerusakan nutrisi, jika suhu dan waktu tidak tepat. Tujuan dari pemanasan suhu tinggi adalah membunuh seluruh mikroorganisme yang berbeda dengan blansing yang hanya membunuh sebagian mikroorganisme. Dengan perlakuan pemanasan dapat memperbaiki nilai nutrisi dan mendapatkan nilai warna, aroma, rasa, dan tekstur yang disukai (Zakaria, dkk., 2011).3