perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH DOSIS .../Pengaruh...YANG DIINDUKSI MINYAK GORENG...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH DOSIS .../Pengaruh...YANG DIINDUKSI MINYAK GORENG...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH DOSIS EKSTRAK ETANOL PROPOLIS TERHADAP KADAR
ALANIN TRANSAMINASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)
YANG DIINDUKSI MINYAK GORENG PEMANASAN BERULANG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Asih Novea K.
G.0008058
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Pengaruh Dosis Ekstrak Etanol Propolis terhadap
Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus)
yang Diinduksi Minyak Goreng Pemanasan Berulang
Asih Novea K., G.0008058, Tahun 2011
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari , Tanggal Juni 2011
Pembimbing Utama
Kisrini, dra., M.Si., Apt.
NIP : 19550804 198303 2 001
Pembimbing Pendamping
Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes
NIP : 19650718 199802 1 001
Penguji Utama
Prof. Dr. dr. Muchsin Douwes,
MARS., AIFO
NIP : 19480531 197603 1 001
Anggota Penguji
Yul Mariyah, dra., M. Si., Apt
NIP : 19510329 198303 2 001
Tim Skripsi
Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.Clin Epid.
NIP: 19761225 200501 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juni 2011
Asih Novea K.
NIM. G.0008058
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Asih Novea K, G.0008058, 2011. Pengaruh Dosis Ekstrak Etanol Propolis terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Minyak Goreng Pemanasan Berulang. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis ekstrak etanol propolis terhadap kadar ALT tikus putih yang diinduksi minyak goreng pemanasan berulang. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah eksperimen laboratorik dengan rancangan penelitian post test only control group design. Subjek dari penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus), berumur 6-8 minggu dengan berat 200 gram. Subjek dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan. Seluruh kelompok perlakuan diinduksi dengan minyak goreng 0,7 ml/200 gram BB/hari. Kemudian kelompok kontrol positif diberi vitamin C 18 mg/200 gram BB/hari, kelompok perlakuan 1 diberi dosis ekstrak etanol propolis 3 mg/200 gram BB/hari, kelompok perlakuan 2 diberi dosis ekstrak etanol propolis 6 mg/200 gram BB/hari dan kelompok perlakuan 3 diberi dosis ekstrak etanol propolis 12 mg/200 gram BB/hari. Pada hari ke-15 perlakuan, dilakukan pengambilan sampel darah dari pleksus retroorbitalis tikus untuk pengukuran kadar ALT. Kemudian data dianalisis menggunakan uji One way ANOVA. Hasil Penelitian: Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji One way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar ALT yang nyata antara kelima kelompok perlakuan (p = 0,000). Post Hoc Test menunjukkan kelompok perlakuan 1 dan 2 memiliki efektivitas yang sama dengan kelompok kontrol (+) dalam menurunkan kadar ALT. Sedangkan kelompok perlakuan 3 kurang efektif dalam menurunkan kadar ALT dibandingkan kelompok kontrol (+). Simpulan Penelitian: Ekstrak etanol propolis berpengaruh terhadap penurunan kadar ALT tikus putih yang diinduksi minyak goreng pemanasan berulang. Dosis ekstrak etanol propolis yang paling efektif untuk menurunkan kadar ALT adalah 6 mg/200 gram BB tikus putih/hari. Kata kunci: ekstrak etanol propolis, ALT, minyak goreng pemanasan berulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Asih Novea K, G.0008058, 2011. The Effect of Extract Ethanolic Propolis Dosage to the Serum Alanin Transaminase (ALT) Level in White Rats (Rattus norvegicus) Induced by Deep Frying Oil. Objective: The purpose of this research is to find out whether the dosage of extract ethanolic propolis has an effect to the serum ALT level in white rats (Rattus norvegicus) induced by deep frying oil. Methods: This research is a laboratoric experiment using experimental randomized control group post test only design. Subjects of this research are 25 male white rats (Rattus norvegicus), 6-8 weeks of age and 200 grams of body weight. Subjects were divided into five groups. All groups were induced by 0,7 ml/200 gram body weight/day of deep frying oil. Furthermore the positive control group received 18 mg/200 gram body weight/day of vitamin C, the first group received 3 mg/200 gram body weight/day of extract ethanolic propolis, the second group received 6 mg/200 gram body weight/day of extract ethanolic propolis and the third group received 12 mg/200 gram body weight/day of extract ethanolic propolis. On the fifteenth day of treatment, blood samples were collected from the retroorbitalis plexus of white rats for the measurement of serum ALT level. Data was then analyzed by using One way ANOVA. Results: The statistical analysis by using One way ANOVA shows a significant difference in serum ALT level among the five groups of treatment with p value = 0,000. Post Hoc Test shows that the first group and the second group have the same effectivity as the positive control group to decrease the serum ALT level. Meanwhile the third group is less effective than the positive control group to decrease the serum ALT level. Conclusion: The extract ethanolic propolis has an effect to decrease the serum ALT level in white rats induced by deep frying oil. The most effective dosage to decrease the serum alanin transaminase (ALT) level in white rats induced by deep frying oil is 6 mg/200 gram of body weight/day. Key words: extract ethanolic propolis, ALT level, deep frying oil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dosis Ekstrak Etanol Propolis terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Minyak Goreng Pemanasan Berulang”. Penyusunan skripsi ini digunakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR, selaku Dekan FK UNS
Surakarta. 2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Kisrini, dra., M.Si., Apt., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 4. Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping , yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis. 5. Prof. Dr. dr. Muchsin Douwes, MARS., AIFO selaku Penguji Utama yang
telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Yul Mariyah, dra., M.Si., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan
kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Dosen dan staf Laboratorium Farmokologi FK UNS yang telah banyak
membantu penyusunan skripsi ini. 8. Kedua orang tuaku tercinta (Drs. Sukamdah dan Supini) atas doa, motivasi
dan cinta kasih yang telah engkau berikan. Kakakku tersayang (Mbak Penny dan Mas Wahyu) atas suntikan semangat dan jemputanya di stasiun Tugu. Adik kembarku (Hasan dan Husein) atas kelucuan kalian. Keluarga besarku, mbah kakung dan putri, pakdhe dan budhe, paklik dan bulik, keponakan dan sepupu yang telah memberikan doa restu dan dukungan, baik material, moral, maupun spiritual. Kalian semua membuatku berani bermimpi dan berlari tanpa lelah untuk terus mewujudkan semuanya. Aku cinta kalian semua.
9. Sahabat-sahabat terbaikku di kos Anissa (Nunik, Tika, Indi, Bani, Riani, Mustiqa, Rini, Rizky, Zahra, Dahniar), di kos Mufida dan di kos cendekia (Ninis, Rini, Lia, Mbak Mega, Mbk Sari, Mbak Mulky, Ica, Ira, Via) atas dukungan dan kebersamaannya selama ini, baik di waktu senang dan sedih.
10. Nunik Wijayanti W. sebagai partner yang hebat dalam penelitian payung ini. 11. Pak Sigit, Pak Atmoko dan staf laboratorium klinik Rahanu yang telah
berpartisipasi dan membantu jalannya penelitian skripsi. 12. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Juni 2011
Asih Novea K.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI halaman
PRAKATA ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 7
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 7
1. Propolis ........................................................................................... 7
2. Hati .................................................................................................. 12
3. Minyak Goreng Pemanasan Berulang sebagai Radikal Bebas ........ 15
4. Antioksidan ..................................................................................... 19
5. Aktivitas Antioksidan Propolis sebagai Hepatoprotektor............... 20
B. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 23
C. Hipotesis ............................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 25
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 25
B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
C. Subjek Penelitian ................................................................................... 25
D. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................. 25
E. Rancangan Penelitian ............................................................................. 27
F. Identifikasi Variabel .............................................................................. 28
G. Definisi Operasional Variabel ............................................................... 28
H. Alat dan Bahan ....................................................................................... 29
I. Penentuan Dosis ..................................................................................... 30
J. Cara Kerja ............................................................................................... 31
K. Teknik Analisis ....................................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 37
A. Data Hasil Penelitian ............................................................................. 37
B. Anlisis Data Penelitian ........................................................................... 39
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 42
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 49
A. Simpulan ................................................................................................ 49
B. Saran ....................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Kandungan Senyawa Kimia Rata-rata Propolis……………9
Tabel 2. Rerata Kadar ALT Tikus Putih………………………………………..37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih………………………….......38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kadar ALT Tikus Putih pada Pengukuran Hari ke-15
Lampiran 2. Uji Normalitas Distribusi
Lampiran 3. Uji Homogenitas dan Uji One way ANOVA Kadar ALT
Lampiran 4. Hasil Post Hoc Test
Lampiran 5. Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada
Hewan Uji
Lampiran 6. Konversi Dosis untuk Manusia dan Berbagai Jenis Hewan
Lampiran 7. Pembuatan Ekstrak
Lampiran 8. Surat Keterangan Pemesanan Ekstrak dari LPPT UGM
Lampiran 9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium Histologi
FK UNS
Lampiran 10. Surat Keterangan Pengukuran Kadar ALT
Lampiran 11. Brosur Cara Kerja Pengukuran Kadar ALT
Lampiran 12. Ethical Clearance
Lampiran 13. Foto-foto Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Dosis Ekstrak Etanol Propolis terhadap
Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang
Diinduksi Minyak Goreng Pemanasan Berulang
Asih Novea K., NIM : G.0008058, Tahun: 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari , Tanggal Juni Tahun 2011
Pembimbing Utama
Nama : Kisrini, dra., M.Si., Apt. NIP : 19550804 198303 2 001 ……………………… Pembimbing Pendamping
Nama : Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes NIP : 19650718 199802 1 001 .……………………... Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. dr. Muchsin Douwes, MARS., AIFO NIP : 19480531 197603 1 001 ……………………… Anggota Penguji
Nama : Yul Mariyah, dra., M. Si., Apt NIP : 19510329 198303 2 001 ……………………… Surakarta, Juni 2011 Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makanan yang digoreng sangat disukai dan dikonsumsi secara luas oleh
berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dari segala tingkat usia. Bahan
makanan yang digoreng menempati porsi yang cukup besar dari menu
makanan sehari-hari (Ketaren, 1986). Menggoreng merupakan suatu cara
memasak bahan pangan yang banyak dilakukan di Indonesia dengan
menggunakan minyak goreng sebagai penghantar panas untuk mematangkan
bahan makanan (Winarno, 1999).
Selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami berbagai
reaksi kimia utama, yaitu oksidasi dan polimerisasi. Oksidasi minyak goreng
akan menghasilkan peroksida lipid (LPO) sebagai produk primer yang akan
terdekomposisi menjadi epoksida, aldehida jenuh, aldehida tidak jenuh, keton
dan hidrokarbon. Sedangkan polimerasi akan membentuk senyawa polimer
menyerupai gum (gummy material) yang mengendap di dasar wadah
penggoreng. Pemanasan minyak goreng secara berulang akan mempercepat
proses destruksi akibat peningkatan kadar peroksida pada tahap pendinginan
yang akan terdekomposisi saat pemanasan kembali (Halliwell dan Gutteridge,
1999).
Peroksida lipid (LPO) yang dihasilkan selama proses menggoreng
merupakan radikal bebas bersifat autokatalisis. Dengan perantara LPO, asam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lemak tak jenuh dapat mendegradasi membran sel melalui serangkaian reaksi
berantai untuk menghasilkan lipid hidroperoksida yang akan terdekomposisi
membentuk berbagai produk toksik (Zhao et al., 2009). Menurut Sunityoso et
al (1998), jika produk toksik ini terkumpul pada membran sel hepatosit akan
menyebabkan terjadinya degenerasi hingga nekrosis hepatosit. Kerusakan
hepatosit tersebut berhubungan erat dengan berbagai abnormalitas biokimiawi
yang ditandai dengan adanya kebocoran enzim intraseluler ke dalam sirkulasi,
seperti Aspartat Transaminase (AST) dan Alanin Transaminase (ALT)
(Kumar et al., 2004). Peningkatan aktivitas dari AST dan ALT dalam serum
merupakan indikasi telah terjadi kebocoran seluler dan hilangnya integritas
fungsional dari membran sel hepatosit (Rajesh et al., 2004). Dari kedua enzim
tersebut, ALT dianggap lebih spesifik daripada AST karena ALT paling
banyak ditemukan di dalam hati, sedangkan AST juga dapat ditemukan di
jantung, otot rangka, otak dan ginjal (Widyatmoko, 2009).
Berbagai antioksidan, vitamin dan produk alami telah diteliti untuk
dapat mencegah terjadinya kerusakan oksidatif akibat radikal bebas
(Bhandarkar dan Khan, 2004). Antioksidan berperan penting dalam
menghambat dan memakan radikal peroksidatif sehingga dapat memberikan
proteksi terhadap efek buruk dari radikal bebas. Peran tersebut dapat
digunakan sebagai strategi penting untuk pencegahan berbagai penyakit
(DeFeudis et al., 2003; Wang et al., 2004).
Propolis sebagai salah satu produk alami mulai banyak diteliti oleh
beberapa ilmuwan karena diduga memiliki efek proteksi terhadap kerusakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
oksidatif akibat radikal bebas (Bhadauria et al., 2007). Propolis adalah
senyawa lengket seperti lem yang dihasilkan lebah Apis mallifera dari
berbagai tumbuhan sesuai dengan lokasi geografis lebah berada. Propolis
yang dikumpulkan dicampur dengan lilin lebah dan β glukosida yang
disekresikan dari kelenjar saliva lebah. Propolis digunakan lebah sebagai lem
untuk menyegel sarang lebah yang terbuka dan untuk membunuh hewan
penginvasi dari luar (Bonhevi et al., 1994; Meyer, 1956; Greenaway et al.,
1990). Propolis dilaporkan memiliki aktivitas antimikrobial, fungisidal,
antiviral, imunostimulator, antiinflamatori, antioksidan dan sitostatik
(Burdock, 1998). Terdapat lebih dari 300 senyawa, terutama flavonoid, fenol
dan ester diduga berperan dalam aktivitas yang dimiliki propolis (Simoes et
al., 2004). Senyawa bioaktif yang ada pada propolis dapat melindungi
kerusakan oksidatif dengan cara menetralisir secara langsung oksidan reaktif,
meningkatkan kapasitas pertahanan antioksidan endogen dan memodulasi
keadaan redoks seluler (Moskaug et al.,2005). Senyawa bioaktif tersebut
didapatkan di dalam ekstrak etanol propolis melalui proses ekstraksi.
Ekstrak merupakan sediaan pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang
diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan pelarut yang cocok kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diatur untuk ditetapkan
standarnya. Potensi yang terkandung di dalam ekstrak mencapai 2 sampai 6
kali berat bahan mentah obat yang dipakai sebagai bahan pada permulaan
pembuatan (Ansel, 1989). Dengan menggunakan Etanol (70% volume)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sebagai pelarut dapat dihasilkan bahan aktif yang optimal, dimana bahan
pengotornya hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstrasi. Etanol
(70% volume) dapat memberikan perlindungan terhadap kontaminasi
mikroba dan membantu mencegah pemisahan bahan yang diekstraksi bila
didiamkan (Voigt, 1994).
Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh dosis ekstrak etanol propolis
terhadap kadar ALT tikus putih yang diberi minyak goreng pemanasan
berulang dengan suhu tinggi. Walaupun beberapa penelitian sebelumnya
sudah pernah dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol propolis
terhadap kadar ALT tikus putih, namun senyawa yang digunakan untuk
menginduksi terjadinya kerusakan hati dalam penelitian ini berbeda.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ezzat et al (2009) menggunakan
efek toksisitas dari senyawa Ochratoxin A untuk menginduksi terjadinya
kerusakan hati. Bhadauria et al (2007) melakukan penelitian yang sama
dengan menggunakan penginduksi karbontetraklorida (CCl4) sebagai zat yang
menimbulkan kerusakan pada hati. Zhao et al (2009) meneliti efek
antioksidan ekstrak etanol propolis dengan menggunakan zat penginduksi
merkuri (HgCl2). Lin et al (1999) menemukan bahwa ekstrak etanol propolis
dengan dosis 30 mg/Kg BB dapat menurunkan kadar ALT tikus yang sel
hatinya dipapar dengan alkohol kronis secara signifikan. Pada penelitian ini
digunakan minyak goreng pemanasan berulang dengan suhu tinggi sebagai
penginduksi kerusakan hati. Alasan penggunaan tersebut berhubungan
dengan fenomena pemakaian minyak goreng yang luas di kalangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
masyarakat Indonesia, baik oleh ibu rumah tangga dan pedagang makanan
sehingga dari penelitian ini diharapkan akan ditemukan dosis ekstrak etanol
propolis paling efektif sebagai antioksidan alternatif alami yang dapat
melindungi hati dari bahaya akibat radikal bebas yang timbul selama proses
menggoreng.
B. Rumusan Masalah
Apakah dosis ekstrak etanol propolis berpengaruh terhadap kadar
Alanin Transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
minyak goreng pemanasan berulang?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis ekstrak
etanol propolis terhadap kadar Alanin Transaminase (ALT) tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diinduksi minyak goreng pemanasan berulang.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh dosis ekstrak etanol propolis terhadap kadar Alanin
Transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
minyak goreng pemanasan berulang dengan suhu tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Aspek Aplikatif:
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan
dosis ekstrak etanol propolis yang paling efektif untuk mencegah
kerusakan hepar akibat radikal bebas yang timbul selama proses
menggoreng.
b. Penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi tahap penelitian lebih lanjut
dalam mengembangkan pemanfaatan ekstrak etanol propolis sebagai
antioksidan alami alternatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Propolis
a. Definisi
Propolis adalah senyawa lengket seperti lem yang dikumpulkan
oleh lebah madu Apis mallifera dengan kelenjar mandibulanya dari
bagian kuncup daun berbagai sumber tumbuhan. Lebah mencerna resin
yang telah dikumpulkan, kemudian menambahkan enzim β glukosida
dari kelenjar salivanya. Sementara itu material yang terdigesti sebagian
dicampur dengan lilin lebah dan digunakan untuk melapisi sarang lebah
sebagai perlindungan terhadap kondisi yang kering, hewan-hewan
penginvasi dari luar dan untuk mengawetkan bangkai dari hewan yang
mati di dalam sarang (Pietta et al., 2002; Bruschi et al., 2006). Produksi
rata-rata propolis tiap tahun (10-300 gram/sarang) bervariasi tergantung
pada jenis lebah, iklim, jenis tumbuhan dan mekanisme pengumpulan
yang digunakan (Krell, 1996; Lin et al., 1999; Kumazawa et al., 2003).
Sesuai dengan tempat tumbuhan berasal dan musim saat dipanen,
propolis memiliki warna yang bervariasi dari kuning sampai coklat
(Krell, 1996; Canas, 2002; Bracho, 2003). Panen propolis pada daerah
tropis dilakukan saat permulaan musim hujan (Krell, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Komposisi senyawa kompleks pada propolis terutama terdiri
atas lilin, resin, air, senyawa inorganik, senyawa fenol dan minyak
esensial. Komposisi dari propolis tergantung pada sumber tumbuhan
tempat lebah mengambil resin (Burdock, 1998). Sejauh ini, melalui
analisis kimia beberapa senyawa polifenolik telah berhasil diidentifikasi
dari propolis yang dikumpulkan oleh Apis mallifera. Senyawa polifenol
utama adalah flavonoid, asam fenolik, ester, aldehida fenolik, alkohol
dan keton (Bankova et al., 1992). Propolis dilaporkan memiliki
aktivitas antimikrobial, fungisidal, antiviral, imunostimulator,
antiinflamatori, antioksidan dan sitostatik (Burdock, 1998).
b. Kandungan Senyawa Kimia
Propolis mengandung lebih dari 180 senyawa kimia. Komponen
utama propolis adalah resin dan balsam yang di dalamnya terdapat
flavonoid dan asam fenolik atau ester (50%), senyawa dengan
kandungan lilin yang tinggi (7,5-35%), minyak volatil (10%), tepung
sari (5%) dan kontaminan (4,4-19,5%). Dalam jumlah yang kecil,
propolis juga mengandung terpen, tannin, dan elemen dari sekresi
kelenjar lebah serta kontaminan. Dari keseluruhan kandungan tersebut,
komponen yang paling aktif adalah flavonoid yang meliputi flavon,
flavonol, flavonon dan flavononol. Komposisi kandungan senyawa
kimia rata-rata dari propolis berdasarkan penelitian Krell (1996) dan
Durk (1997) disajikan dalam tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 1. Komposisi Kandungan Senyawa Kimia Rata-rata dari Propolis
Komposisi (%) Kandungan Senyawa dan Karakteristik
Resin 45-55 Flavonoid, asam fenolik dan ester
Lilin 7,55-35 Lilin lebah, serat tumbuhan
Oil esensial 5-10 Senyawa volatil
Asam
Lemak
5 Kebanyakan dari lilin dan tergantung pada asal
tumbuhan
Tepung sari 5 Protein tepung sari asam amino bebas dan
prolin
Senyawa
organik lain
dan mineral
5 14 elemen sisa yang sebagian besar terdiri atas
Fe, Zn, dan elemen lain yaitu Au, Ag, Cs, Hg,
K, keton, lakton, quinon, steroid, asam benzoat
ester, vitamin B1, B2, B3, B6
c. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing
bahan obat, menggunakan pelarut yang cocok kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diatur untuk ditetapkan standarnya. Ekstrak merupakan sediaan poten,
biasanya potensinya sampai 2 sampai 6 kali berat bahan mentah obat
yang dipakai sebagai bahan pada permulaan pembuatan. Kandungannya
terutama dari bahan mentah obat, dengan bagian terbesar adalah zat
yang tidak aktif dan komponen yang menyusun bahan mentah obat
dihilangkan. Fungsinya untuk menyediakan sejumlah kecil dan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kesesuaian bagi bentuk fisik yang mantap, aktivitas obat dan sifat dari
bahan-bahan baku tumbuhan yang ditunjukkan oleh ekstrak (Ansel,
1989).
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut. Pemilihan pelarut
yang akan digunakan dalam ekstraksi dari bahan mentah obat tertentu
berdasarkan pada daya larut zat aktif dan zat tidak aktif serta zat yang
tidak diinginkan juga tergantung pada tipe preparat farmasi yang
diperlukan. Campuran hidroalkohol mungkin merupakan pelarut yang
serba guna dan paling luas pemakaiannya. Hidroalkohol kerjanya
merupakan gabungan keduanya yaitu pelarut air dan alkohol dan karena
keduanya mudah bercampur, memungkinkan kombinasi yang fleksibel
dari kedua bahan tersebut membentuk campuran pelarut yang paling
sesuai untuk mengekstraksi bahan aktif dari obat khusus. Pelarut
hidroalkohol pada umumnya memberikan perlindungan yang terpadu
terhadap kontaminasi mikroba dan membantu mencegah pemisahan
bahan yang diekstraksi bila didiamkan (Ansel, 1989). Alkohol yang
dipakai adalah jenis etanol karena tidak menyebabkan pembengkakan
membran sel sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
Dengan etanol (70% volume) dapat dihasilkan suatu bahan aktif yang
optimal, dimana bahan pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam
cairan pengekstraksi (Voigt, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi.
Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti
sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam
metode ekstraksi serta kepentingan dalam memperoleh ekstrak
mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan
faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode
ekstraksi. Perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih
banyak daripada proses maserasi. Perkolasi juga lebih mahal dalam
pelaksanaannya karena memerlukan peralatan yang khusus dan waktu
yang lebih banyak. Maserasi merupakan proses paling tepat dimana
obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut
sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang
mudah larut akan melarut. Maserasi dilakukan pada temperature 15oC
sampai 20oC dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan melarut.
Pada kenyataannya sering digunakan kombinasi dari proses maserasi
dan perkolasi dalam mengekstraksi bahan mentah obat. Bahan mentah
obat mula-mula dimaserasi untuk melunakkan jaringan tanaman dengan
melarutkan lebih banyak zat aktifnya, kemudian dilakukan proses
perkolasi untuk memisahkan ekstrak dari ampas (Ansel, 1989).
Pada ekstrak tumbuhan dengan konsentrasi etanol yang berbeda-
beda jika bahan pengekstraksinya diuapkan sebagian atau seluruhnya,
maka diperoleh ekstrak, yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya
menjadi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1) Ekstrak encer: sediaan seperti itu memiliki konsistensi madu dan
dapat dituang. Saat ini sudah tidak terpakai lagi.
2) Ekstrak kental: sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30% sehingga
menyebabkan suatu instabilitas sediaan obat akibat serbuan bakteri.
3) Ekstrak kering: sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah
digosokkan, kandungan airnya tidak lebih dari 5%.
4) Ekstrak cair: dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair yang
dibuat sedemikian hingga 1 bagian obat sesuai dengan 2 bagian
ekstrak cair. Ekstrak cair dan ekstrak kering adalah komponen
yang paling banyak tersedia (Voigt, 1994).
2. Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata
sekitar 1500 gram atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati
merupakan organ lunak yang lentur. Hati memiliki permukaan superior
yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung merupakan atap dari
ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama
yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis hepatis. Permukaan hati
diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di bawah peritoneum
terdapat jaringan ikat padat disebut kapsula Glisson, yang memiliki bagian
paling tebal pada daerah porta hepatis. Porta hepatis adalah alur pada hati
tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya
duktus hepatika. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur yang disebut
lobulus, berbentuk heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
(hepatosit) berbentuk kubus tersusun radial mengelilingi vena sentralis.
Diantara lempengan hepatosit terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang
dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer, yang fungsi utamanya adalah
menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah (Price dan Wilson,
2006).
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu.
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus
halus. Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang
dihantarkan oleh vena porta pasca absorbsi di usus, yaitu karbohidrat,
protein dan lemak. Hati merupakan tempat produk sisa metabolisme
didetoksifikasi melalui proses deaminasi asam amino yang menghasilkan
urea dan diekskresikan oleh ginjal. Bersama-sama dengan limpa, hati
terlibat dalam penghancuran sel-sel darah merah. Hati bertanggungjawab
dalam mensintesis dan mensekresikan bilirubin serta mensintesis
lipoprotein dan plasma protein, termasuk albumin, protrombin, fibrinogen
dan faktor-faktor pembekuan darah lain (Burkitt et al., 1993). Hati
bertugas mempertahankan kadar glukosa darah dengan mengambil dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menyimpan glukosa darah dalam bentuk glikogen melalui proses
glikogenesis, dan memecah kembali glikogen menjadi glukosa saat
diperlukan melalui proses glikogenolisis. Hati juga dapat membentuk
glukosa dari sumber non karbohidrat seperti asam amino melalui proses
glukoneogenesis. Kebanyakan fungsi biokimiawi yang dijalankan oleh hati
tersebut menggunakan produk dari sistem digestivus. Semua produk
makanan yang telah diabsorbsi dalam usus kecuali lipid, lewat secara
langsung dari usus menuju hati melalui vena porta hepatis untuk
selanjutnya mengalami detoksifikasi dari racun-racun yang berbahaya bagi
tubuh (Giannini et al., 2005).
Kelainan dan penyakit pada hati sering diikuti dengan
abnormalitas biokimia dari beberapa fungsi hati. Salah satu bentuk
kelainan pada hati adalah kerusakan hati akut dan kronik, yang akan
berakibat pada peningkatan konsentrasi amino transferase pada serum.
Enzim AST dan ALT merupakan enzim-enzim transaminase yang sangat
umum digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati seperti mengetahui
terjadinya toksisitas pada hati dan perubahan arsitektur membran sel-sel
hati. Keduanya berperan dalam mengkatalis pemindahan gugus amina dari
asam amino glukogenik menjadi senyawa intermediet pada siklus asam
sitrat (Edem dan Akpanabiatu, 2006). ALT terletak hanya pada sitoplasma
sel. Sedangkan AST terletak pada sitoplasma sel (20%) dan mitokondria
(80%). Baik ALT dan AST memiliki konsentrasi tinggi dalam hati. AST
juga terdapat secara difus pada jantung, musculoskeletal, ginjal dan sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
darah merah. Berbeda dengan ALT yang memiliki konsentrasi rendah di
muskuloskeletal dan ginjal. Oleh karena itu, peningkatan kadar ALT
dalam serum lebih spesifik untuk kerusakan hati daripada AST (Giannini
et al., 2005).
3. Minyak Goreng Pemanasan Berulang sebagai Radikal Bebas
Minyak dan lemak termasuk lipid netral (Ketaren, 1986). Minyak
dan lemak berperanan sangat penting dalam gizi kita yaitu sebagai sumber
energi, citarasa, serta sumber vitamin A, D, E dan K (Winarno, 1984).
Minyak goreng banyak digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak
goreng yang paling banyak digunakan adalah minyak kelapa sawit.
Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya
terdiri atas 35-40% asam palmitat, 38-40% asam oleat dan 6-10% asam
linoleat serta kandungan mikronutriennya seperti karotenoid, tokoferol,
tokotrienol, dan fitosterol (Sartika, 2009).
Selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami berbagai
reaksi kimia, yaitu hidrolisis, isomerisasi, oksidasi dan polimerisasi pada
asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa sawit.
Kerusakan minyak karena pemanasan berulang pada suhu tinggi
disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Oksidasi minyak goreng
akan menghasilkan peroksida lipid sebagai produk primer, selanjutnya
dekomposisis peroksida lipid akan menghasilkan epoksida, aldehida jenuh,
aldehida tidak jenuh keton dan hidrokarbon (Halliwell dan Gutteridge,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1999). Pembetukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi
karena reaksi polimerisasi tambahan dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini
terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy material)
yang mengendap di dasar wadah penggoreng. Jika minyak dipanaskan
berulang-ulang pada suhu yang tinggi maka proses destruksi minyak akan
bertambah cepat akibat meningkatnya kadar peroksida pada tahap
pendinginan dan peroksida tersebut akan mengalami dekomposisi jika
minyak goreng tersebut dipanaskan kembali (Ketaren, 1986).
Menurut penelitian Oeij et al (2007) mendapatkan bahwa
senyawa-senyawa yang terbentuk selama proses pemanasan minyak kelapa
sawit dengan suhu tinggi dan dilakukan berulang-ulang akan
menyebabkan nekrosis hepatosit. Di samping itu, zat-zat toksik lain yang
terbentuk dapat menginduksi pembentukan senyawa oksigen reaktif.
Senyawa oksigen reaktif dapat memicu terjadinya peroksidasi lipid dari
asam lemak tidak jenuh jamak yang terdapat dalam membran sel hepatosit
sehingga menimbulkan kerusakan membran sel hepatosit.
Lipid peroksidasi merupakan salah satu rangkaian reaksi yang
dapat mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dalam sel dan jaringan.
Mekanisme dari radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel telah
dikemukakan pada penemuan baru-baru ini (Slater, 1984; Halliwel dan
Gutteridge, 1999). Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom atau
molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan
pada orbita paling luar, termasuk diantaranya adalah atom hidrogen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
logam-logam transisi dan molekul oksigen (Hess dan Manson, 1984;
Slater, 1984; Halliwel dan Gutteridge, 1999;). Oksigen adalah molekul
kimia utama yang terlibat dalam pembentukan radikal bebas. Radikal
bebas yang terbentuk dari molekul oksigen disebut dengan reactive oxygen
species yang selanjutnya akan mengakibatkan berbagai kerusakan
oksidatif pada sel.
Untuk menstabilkan jumlah elektronnya, radikal bebas
melangsungkan berbagai reaksi kimia. Reaksi kimia yang digunakan oleh
radikal bebas untuk menstabilkan jumlah elektronnya terdiri dari empat
tipe reaksi. Reaksi kimia yang pertama adalah abstraksi hidrogen, dimana
radikal bebas berinteraksi dengan molekul lain yang memiliki hidrogen
atom bebas. Akibatnya radikal bebas berikatan dengan atom hidrogen dan
menjadi stabil, sedangkan donor hidrogen berubah menjadi radikal bebas.
Reaksi berikutnya adalah adisi, dimana radikal bebas berikatan dengan
molekul yang stabil sehingga gabungan keduanya akan membentuk radikal
bebas. Reaksi ketiga adalah terminasi, dimana dua radikal bebas
berinteraksi satu dengan yang lain untuk mendapatkan bentuk yang lebih
stabil. Reaksi keempat adalah disproporsionasi, dimana dua radikal bebas
yang identik bereaksi satu dengan yang lainnya, dengan salah satu radikal
menjadi donor elektron untuk radikal yang lain sehingga terbentuk dua
molekul yang lebih stabil (Wu et al., 2003).
Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan radikal
bebas secara kimiawi bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti
protein, gugus tiol non protein, lipid, karbohidrat dan nukleotida (Suyatna,
1989). Terhadap protein, radikal bebas dapat menyebabkan fragmentasi
dan cross-linking sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Terhadap
lipid menyebabkan reaksi peroksidasi yang akan mencetuskan proses
autokatalitik yang akan menjalar sampai jauh dari tempat semula.
Terhadap nukleotida radikal bebas akan menyebabkan terjadinya
perubahan struktur DNA atau RNA sehingga terjadi mutasi atau
sitotoksisitas.
Menurut Slater (1984) Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif
didahului oleh kerusakan membran sel dengan terjadi serangkaian proses
reaksi. Awalnya terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan
komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen
karbohidrat membran plasma) sehingga terjadi perubahan struktur dari
fungsi reseptor. Kemudian terjadi oksidasi gugus tiol pada komponen
membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas
membran terganggu. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran
yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (poly unsaturated
fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek
langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah
fluiditas, struktur, fungsi membran dan cross linking. Dalam keadan lebih
ekstrim akhirnya akan menyebabkan nekrosis/kematian sel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4. Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang menetralkan radikal bebas dan
mencegah reaksi yang ditimbulkannya (Sies, 1996). Secara alami setiap sel
telah diberi mekanisme proteksi yang cukup terhadap akibat buruk yang
ditimbulkan oleh radikal bebas, yaitu dengan adanya superoksida
dismutase (SOD), glutathion peroksidase, glutathion reduktase,
thioredoksin, tiol dan ikatan disulfida. Asam askorbat (vitamin C) di dalam
tubuh juga termasuk mekanisme proteksi sel normal terhadap radikal
bebas. α-Tocopherol (vitamin E) adalah nutrien esensial yang berfungsi
sebagai antioksidan pemutus reaksi berantai yang mencegah
perkembangan reaksi radikal bebas pada seluruh membran sel tubuh.
Antioksidan non enzimatis lain termasuk karotenoid, flavonoid, polifenol,
α-lipoic acid dan gluthation. Antioksidan dapat menetralisisr radikal bebas
dan reaksi yang ditimbulkan olehnya melalui berbagai tingkatan yang
berbeda. Antioksidan dapat berperan dalam tahap prevensi, intersepsi dan
reparasi. Antioksidan preventif berusaha untuk menghentikan
pembentukan radikal bebas dari oksigen. Termasuk di dalamnya adalah
superoksida dismutase (SOD) yang mengkatalisis dismutasi dari
superoksida menjadi hidrogen peroksida sehingga dapat diuraikan oleh
katalase menjadi air dan oksigen (Cadenas dan Packer, 1996; Sies, 1996).
Intersepsi radikal bebas oleh antioksidan terutama dengan cara memakan
(scavenging) radikal bebas tersebut. Termasuk di dalamnya adalah
berbagai macam antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, gluthathion,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
senyawa tiol, karotenoid dan flavonoid. Pada tingkat reparasi akan
melibatkan perbaikan enzim-enzim yang telah rusak (Halliwel dan
Aruoma, 1993; Sies, 1996).
5. Aktivitas Antioksidan Propolis Sebagai Hepatoprotektor
Propolis merupakan sumber antioksidan alami yang melindungi
minyak dan serum lipoprotein dalam tubuh dari oksidasi (Krell, 1996).
Khasiat antioksidan propolis karena aktivitas anti radikal yang dimilikinya
(alkoksi radikal, superoksida) dan efek inhibisi pada ion tembaga serta
kemampuannya untuk mengoksidasi Low Density Lipoprotein (LDL).
Propolis memiliki efek antioksidan dengan cara mengurangi konsentrasi
lipid hidroperoksida. Beberapa komponenya yang diabsorbsi dapat masuk
ke dalam sirkulasi, kemudian berperan sebagai antioksidan hidrofilik dan
meningkatkan konsentrasi vitamin C dalam jaringan (Sun et al., 2000).
Efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol propolis terhadap
berbagai zat toksik telah berhasil diteliti pada golongan tikus. Lin et al
(1999) menemukan bahwa 30 mg/Kg BB ekstrak propolis secara
signifikan mencegah peningkatan enzim mikrosomal hati dan serum
transaminase yang diteliti pada tikus yang diinduksi dengan alkohol secara
kronis. Sementara itu efek hepatoprotektif berbagai konsentrasi ekstrak
etanol propolis terhadap kerusakan hepar yang diinduksi ekonazole dosis
toksik dapat diamati dari penurunan kadar AST dan ALT yang jelas
terlihat dan dengan pengamatan mikroskopis yang menunjukkan perbaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sel hepatosit (Sugimoto et al., 1999). Dengan cara yang sama
menggunakan induksi D-galaktosamine, propolis mencegah kenaikan
serum AST dan ALT pada dosis 30 mg/Kg BB. Dari hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa propolis mempunyai efek memperbaiki disfungsi
hepatis.
Mahran et al (1996) menyatakan bahwa efek hepatoprotektif dari
propolis diduga kuat karena propolis memiliki peran sebagai antioksidan
dan dapat memakan (scavenging) radikal bebas sehingga mampu menjaga
kadar intraselular glutasi yang telah tereduksi. Rodriguez et al (1997)
melaporkan bahwa ekstrak propolis merah dari Cuba dapat menurunkan
peningkatan aktivitas dari ALT dan Malonildehida dalam serum tikus
yang diinduksi dengan galaktosamin. Menurut penelitian Mani et al
(2006) terdapat penurunan aktivitas enzim ALT yang signifikan setelah
pemberian propolis secara oral pada mencit yang hatinya dirusak
menggunakan Ochratoxin A. Liu et al (2004) mempostulasikan bahwa
efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol propolis kemungkinan besar
karena kemampuan propolis dalam menghambat pembentukan lipid
peroksida (LPO) pada membran sel dan radikal bebas lainnya serta
kemampuan dalam memakan radikal bebas.
Pemberian propolis mampu melindungi hati melalui eliminasi
lipid peroksida (LPO). Flavonoid dan fenol yang terkandung di dalam
propolis memberikan proteksi melalui perannya sebagai antioksidan
terhadap patogenesis yang ditimbulkan oleh LPO (Molina et al., 2003),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Senyawa tersebut juga berfungsi sebagai chelator efektif untuk beberapa
ion metal toksik (Afanasev et al., 1989). Efek antioksidan propolis dapat
melindungi kerusakan jaringan akibat LPO. Quercetin dalam propolis
diketahui dapat menghambat pembentukan LPO dengan memakan radikal
bebas (Terao dan Piskula, 1999).
Propolis memiliki lebih dari 300 senyawa kimia, utamanya adalah
flavonoid, fenol dan ester. Ketiga senyawa tersebut berperan penting
dalam aktivitas biologis yang dimiliki propolis (Simoes et al., 2004). Dari
berbagai penelitian terhadap efek antioksidan yang dimiliki propolis,
Moskaug et al (2005) merumuskan bahwa beberapa senyawa bioaktif
yang ada pada propolis dapat melindungi kerusakan oksidatif akibat
radikal bebas dengan cara menetralisir secara langsung oksidan reaktif,
meningkatkan kapasitas pertahanan antioksidan endogen dan memodulasi
keadaan redoks seluler. Hal tersebut dimungkinkan karena propolis
memiliki kemampuan masuk melewati membran sel kemudian terkumpul
di sisi hidrofilik dan hidrofobik membran untuk melindungi sel terhadap
stress oksidatif dengan memakan radikal bebas yang menempel pada
membran tersebut. Dengan cara ini akan terjadi proses stabilisasi membran
plasma dan perbaikan kerusakan jaringan akibat radikal bebas yang
dibentuk oleh berbagai macam zat toksik (Sharma dan Kumar, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
B. Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
C. Hipotesis
Dosis ekstrak etanol propolis berpengaruh terhadap kadar Alanin
Transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi minyak
goreng pemanasan berulang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar
dengan jenis kelamin jantan, umur 6-8 minggu, berat badan kurang lebih 200
gram, dan sehat.
D. Teknik Sampling
Sampel diambil dari populasi tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
galur Wistar dengan jenis kelamin jantan dengan kriteria inklusi tikus putih
jantan (Rattus norvegicus), berat badan ± 200 gram, berumur sekitar 6-8
minggu, dan kondisi sehat (aktif, tidak cacat). Sedangkan kriteria eksklusi
adalah tikus putih yang mati dalam masa penelitian. Bila ada tikus putih yang
drop-out selama masa perlakuan, diganti dengan tikus putih lain sesuai kriteria
inklusi, sehingga jumlah tikus putih sesuai dengan yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dengan teknik simple random sampling, tikus putih kemudian
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
1. Kelompok kontrol negatif: perlakuan dengan pemberian minyak goreng
pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
2. Kelompok kontrol positif: perlakuan dengan pemberian vitamin C dosis 18
mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng pemanasan
berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
3. Kelompok perlakuan 1: perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol
propolis dosis 3 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng
pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
4. Kelompok perlakuan 2: perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol
propolis dosis 6 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng
pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
5. Kelompok perlakuan 3: perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol
propolis dosis 12 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng
pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah
kelompok diatas. Karena terdapat 5 kelompok maka berdasarkan rumus
Federer jumlah sampel minimal adalah:
(n-1)(t-1) ≥ 15
Keterangan :
n = jumlah sampel tiap kelompok perlakuan
t = jumlah kelompok perlakuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
t = 5, maka didapatkan :
(n - 1)(5 - 1) ≥ 15; 4n – 4 ≥ 15; 4n ≥ 19; n ≥ 4,75
Berdasarkan hasil perhitungan di atas jumlah sampel tikus putih yang
digunakan pada penelitian ini adalah 5 ekor tikus putih untuk tiap kelompok,
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus).
E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental
randomized control group pos test only design.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
F. Identifikasi Variabel
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : dosis ekstrak etanol propolis
2. Variabel terikat : kadar ALT tikus putih
3. Variabel luar :
a. Dapat dikendalikan :
1) makanan dan minuman
2) jenis kelamin
3) usia
4) berat badan
b. Tidak dapat dikendalikan :
1) sistem imun hewan uji
2) kondisi psikologis hewan uji
G. Definisi Operasional Variabel
1. Ekstrak etanol propolis
Ekstrak etanol propolis adalah ekstrak yang diperoleh dengan cara
mengekstrak propolis mentah dari peternakan lebah di daerah Gejen Kerjo
RT 3 RW 2 Karanganyar-Solo melalui bantuan LPPT Universitas Gajah
Mada.
Skala ukuran variabel ini adalah interval
2. Kadar ALT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kadar ALT adalah kadar yang ditentukan dengan mengukur serum
darah tikus putih (Rattus norvegicus) menggunakan alat spektrofotometer
pada hari ke-15 setelah perlakuan.
Skala ukuran variabel ini adalah rasio
3. Minyak goreng pemanasan berulang
Minyak goreng pemanasan berulang adalah minyak goreng yang
diperoleh dengan cara memanaskan minyak goreng kelapa sawit sebanyak
10 kali pada suhu 200 oC (Oeij et al., 2007).
H. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makan
2. Timbangan hewan
3. Sonde lambung
4. Spuit injeksi
5. Tabung mikrokapiler
6. Tabung reaksi 5 ml
7. Tabung ependorf
8. Pipet mikro
9. Spektrofotometer
10. Homogenizer
11. Pemanas water bath
12. Vacuum rotary evaporator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Ekstrak etanol propolis
2. Minyak Goreng pemanasan berulang
3. Vitamin C
I. Penentuan Dosis
1. Perhitungan dosis minyak goreng pemanasan berulang
Dosis minyak goreng dari kelapa sawit pemanasan berulang yang
diberikan pada mencit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel hati
adalah 0,5 ml/100 gram BB mencit atau 0,1 ml/20 gram BB mencit (Oeij et
al.,2007). Faktor konversi mencit (20 gram) ke tikus (200 gram) adalah 7,0
(Suhardjono, 1995). Maka, dosis minyak goreng kelapa sawit pemanasan
berulang yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 0,1 ml x 7,0 = 0,7
ml/200 gram BB tikus putih/hari.
2. Perhitungan dosis ekstrak etanol propolis
Berdasarkan penelitian Lin et al. (1999) dosis ekstrak etanol
propolis yang diberikan pada tikus sehingga dapat menyebabkan penurunan
kadar ALT secara signikan adalah adalah 30 mg/Kg BB. Berat tikus putih
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 gram, sehingga didapatkan
3 dosis ekstrak etanol propolis:
a. Dosis I = 1/2 x 200/1000 x 30 mg = 3 mg/2 ml/200 gram BB tikus
putih/hari
b. Dosis II = 200/100 x 30 mg = 6 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
c. Dosis III = 2 x 200/100 x 30 mg = 12 mg/2 ml/200 gram BB tikus
putih/hari
3. Perhitungan dosis vitamin C
Dosis vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan pada
manusia adalah 1000 mg. Faktor konversi dari manusia ke tikus putih
adalah 0,018 (Suhardjono, 1995). Maka dosis vitamin C yang digunakan
dalam penelitian ini adalah: 1000 mg x 0,018 = 18 mg/2 ml/200 gram BB
tikus putih/hari (Dawson et al., 1999).
J. Cara Kerja
1. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Histologi Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Dilakukan adaptasi pada hewan coba dengan tempat
penelitian selama1 minggu.
2. Tikus putih ditimbang dan dilakukan pengelompokan secara random
menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus
putih:
a. Kelompok kontrol negatif
b. Kelompok kontrol positif
c. Kelompok perlakuan 1
d. Kelompok perlakuan 2
e. Kelompok perlakuan 3
3. Cara membuat ekstrak etanol propolis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi.
Propolis dicuci dengan aquades sampai bersih untuk menghilangkan madu.
Propolis yang sudah bersih dikeringkan dalam almari pengering suhu 450C
selama 48 jam. Kemudian ditambahkan ethanol 70%, direndam selama 3
jam, diblender selama 30 menit, didiamkan selama 24 jam, lalu disaring.
Prosedur tersebut diulangi sebanyak 3 kali. Filtrat hasil penyaringan
diuapkan dengan vacuum rotary evaporator, pemanas water bath suhu
700C. Dari proses tersebut akan didapatkan ekstrak kental yang dituang
dalam cawan porselin. Selanjutnya ekstrak kental dalam cawan porselin
dipanaskan dengan pemanas water bath suhu 700C sambil terus diaduk
sehingga didapatkan ekstrak etanol propolis. Ekstrak etanol propolis ini
diberikan peroral sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung. Dalam
penelitian ini digunakan tiga dosis ekstrak etanol propolis, yaitu 3mg/2
ml/200 gram BB/hari, 6 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dan 12 mg/2
ml/200 gram BB tikus putih/hari. Ekstrak etanol propolis ini diberikan
selama 14 hari.
4. Cara membuat larutan uji.
a. Dosis I ekstrak etanol propolis, 3 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
dibuat sebanyak 100 ml sehingga dibutuhkan ekstrak etanol propolis
sebanyak 3 mg x 100/2 = 150 mg. Kemudian ekstrak etanol propolis
dilarutkan dalam 100 ml air dengan suspending agent Carboxymethyl
cellulose (CMC) 1%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Dosis II ekstrak etanol propolis, 6 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
dibuat sebanyak 100 ml sehingga dibutuhkan ekstrak etanol propolis
sebanyak 6 mg x 100/2 = 300 mg. Kemudian ekstrak etanol propolis
dilarutkan dalam 100 ml air dengan suspending agent Carboxymethyl
cellulose (CMC) 1%.
c. Dosis III ekstrak etanol propolis, 12 mg/2 ml/200 gram BB/hari dibuat
sebanyak 100 ml sehingga dibutuhkan ekstrak etanol propolis sebanyak
12 mg x 100/2 = 600 mg. Kemudian ekstrak etanol propolis dilarutkan
dalam 100 ml air dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose
(CMC) 1%.
d. Dosis vitamin C, 18 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari dibuat
sebanyak 100 ml sehingga dibutuhkan vitamin C sebanyak 18 mg x
100/2 = 900 mg. Kemudian vitamin C dilarutkan dalam 100 ml air
dengan suspending agent Carboxymethyl cellulose (CMC) 1%.
5. Kelompok kontrol negatif diberi minyak goreng kelapa sawit pemanasan
berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari selama 14 hari. Minyak
goreng diberikan per oral sehari sekali.
6. Kelompok kontrol positif diberi vitamin C. Vitamin C yang digunakan
dalam penelitian ini adalah vitamin C tablet @ 50 mg. Tablet vitamin C ini
dilarutkan dalam aquades dan diberikan peroral sekali dalam sehari
menggunakan sonde lambung dengan dosis 18 mg/2ml/200 gram BB tikus
putih/hari. Selain itu, juga diberi minyak goreng kelapa sawit pemanasan
berulang dosis 0,7 ml/ 200 gram BB tikus putih/hari selama 14 hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
7. Kelompok perlakuan 1 diberi ekstrak etanol propolis dosis 3 mg/2 ml/200
gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng pemanasan berulang dosis 0,7
ml/200 gram BB/ hari selama 14 hari.
8. Kelompok perlakuan 2 diberi ekstrak etanol propolis dosis 6 mg/2 ml/200
gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng pemanasan berulang dosis 0,7
ml/200 gram BB tikus putih/ hari selama 14 hari.
9. Kelompok perlakuan 3 diberi ekstrak etanol propolis dosis 12 mg/2 ml/200
gram BB tikus putih/hari dan minyak goreng pemanasan berulang dosis 0,7
ml/200 gram BB tikus putih/ hari selama 14 hari.
10. Pada hari ke-15, dilakukan pengukuran kadar ALT tikus putih pada
masing-masing kelompok.
11. Cara mengukur kadar ALT.
Pengambilan darah tikus dilakukan dengan menggunakan
mikrokapiler melalui pleksus retroorbitalis. Sampel darah dimasukkan ke
dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serumnya.
Tabung reaksi yang berisi darah tanpa antikoagulan didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar, kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm
selama 15 menit. Serum di atas sel-sel darah yang menggumpal selanjutnya
diambil dengan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf.
Kemudian dilakukan pengukuran kadar ALT menggunakan reagen (kit).
Dengan menggunakan kit ALT, kuvet I sebagai blanko diberi 100 ml
aquades dan 1000 ml reagen I. Setelah dicampur dan diinkubasi 5 menit
pada suhu 37 ºC. Masing-masing kuvet dicampur ditambah 250 ml reagen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
II. Setelah tercampur dan diinkubasi 1 menit pada suhu yang sama,
ditentukan Optical density (OD) nya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 365 nm. Pembacaan OD diulang 3 kali dengan interval waktu 1
menit. Delta absorben / menit selanjutnya dikalikan faktor konversi sebesar
3971 untuk mendapatkan kadar ALT. Kadar ALT normal pada tikus putih
adalah 17,5-30,2 IU/L (Widyatmoko,2009).
12. Membandingkan rata-rata kadar ALT tikus putih pada tiap kelompok,
kemudian melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
K. Teknik Analisis
Data yang berupa kadar ALT dianalisis normalitas distribusinya
dengan menggunakan Saphiro Wilk tes. Kemudian dilakukan uji parametrik
komparatif menggunakan One Way ANOVA yang dilanjutkan dengan Post
Hoc Test berupa uji LSD. Data akan diolah dengan menggunakan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 17,0 for Windows:
1. Saphiro Wilk tes.
Tes ini adalah tes normalitas distribusi. Tes ini dilakukan lebih dahulu
agar didapatkan hasil bahwa data terdistribusi secara normal. Karena
jumlah sampel dalam tiap kelompok perlakuan (n) kurang dari 50, maka uji
normalitas yang dipakai adalah Saphiro Wilk tes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Uji One way ANOVA (Analysis of Variance)
Uji ini digunakan untuk membandingkan rerata kelima kelompok
perlakuan sekaligus sehingga dapat diketahui apakah kelima kelompok
perlakuan memiliki rerata kadar ALT yang berbeda atau tidak (α = 0,05).
Hipotesis:
H0: rerata kelima kelompok perlakuan adalah sama
H1: rerata kelima kelompok perlakuan adalah tidak sama
3. Uji Least Significance Difference (LSD)
Uji LSD digunakan untuk membandingkan rerata kadar ALT antar
kelompok perlakuan sehingga dapat diketahui kelompok mana yang
berbeda secara signifikan atau tidak dengan kelompok lain (α = 0,05)
Hipotesis:
H0: perbedaaan rerata kadar ALT antar kelompok yang dibandingkan tidak
signifikan
H1: perbedaaan rerata kadar ALT antar kelompok yang dibandingkan
signifikan
Pengambilan keputusan:
Jika nilai probabilitas (p) < 0,05, maka H0 ditolak.
Jika nilai probabilitas (p) > 0,05, maka H0 diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian pengaruh dosis ekstrak etanol propolis terhadap kadar
Alanin Transaminase (ALT) tikus putih yang diinduksi minyak goreng
pemanasan berulang adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Rerata Hasil Pengukuran Kadar ALT pada Tiap Kelompok
Kelompok N Rerata ± SD (U/L)
Kelompok perlakuan (-)
Kelompok perlakuan (+)
Kelompok perlakuan 1
Kelompok perlakuan 2
Kelompok perlakuan 3
5
5 5 5 5
128,80 ± 14,255 75,80 ± 11,649
92,80 ± 14,738 85,40 ± 16,134 102,00 ± 17,000
(Data Primer, 2011, Lampiran 1)
Keterangan:
kelompok kontrol (-) : diberi perlakuan dengan minyak goreng
pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200 gram BB
tikus putih/hari.
kelompok kontrol (+) : diberi perlakuan dengan vitamin C dosis 18 mg/2
ml/200 gram BB tikus putih/hari dan minyak
goreng pemanasan berulang dosis 0,7 ml/200
gram BB tikus putih/hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
kelompok perlakuan 1 : diberi perlakuan dengan ekstrak etanol propolis
dosis 3 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
dan minyak goreng pemanasan berulang dosis
0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
kelompok perlakuan 2 : diberi perlakuan dengan ekstrak etanol propolis
dosis 6 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
dan minyak goreng pemanasan berulang dosis
0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
kelompok perlakuan 3 : diberi perlakuan dengan ekstrak etanol propolis
dosis 12 mg/2 ml/200 gram BB tikus putih/hari
dan minyak goreng pemanasan berulang dosis
0,7 ml/200 gram BB tikus putih/hari
Grafik dari tabel 1 di atas, dapat disajikan sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa rerata kadar ALT paling
tinggi terdapat pada kelompok kontrol (-) sebesar 128,80 U/L. Rerata kadar
ALT paling rendah didapatkan pada kelompok kontrol (+) sebesar 75,80 U/L.
Rerata kadar ALT kelompok perlakuan 1 sebesar 92,80 U/L, kelompok
perlakuan 2 sebesar 85,40 U/L dan kelompok perlakuan 3 sebesar 102,00
U/L. Dari ketiga kelompok perlakuan, kelompok perlakuan 2 memiliki rerata
kadar ALT paling rendah.
B. Analisis Data
Data penelitian sebelum dilakukan uji One way ANOVA harus
diketahui apakah terdistribusi secara normal dan memiliki varian data yang
sama. Uji normalitas data dilakukan dengan Saphiro Wilk tes. Kriteria ujinya
adalah bila nilai signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi
secara normal. Sebaliknya, bila nilai p lebih kecil dari 0,05 maka data tidak
terdistribusi secara normal. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel pada
Lampiran 2. Dari tabel pada Lampiran 2, dapat dilihat kelima kelompok
sampel mempunyai nilai p masing-masing sebesar 0,565; 0,952; 0,912; 0,958
dan 0,134. Nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data ALT
terdistribusi secara normal.
Syarat selanjutnya sebelum dilakukan uji One way ANOVA adalah
varian data harus sama. Oleh karena itu perlu dilakukan uji kesamaan varian
(Homogeneity of variances). Uji kesamaan varian ini dilakukan dengan uji
Levene (Levene test). Kriteria ujinya adalah varian dikatakan sama bila nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
signifikansinya (p) lebih besar dari 0,05. Sebaliknya, varian dikatakan tidak
sama, bila nilai p lebih kecil dari 0,05. Hasil uji disajikan dalam tabel pada
Lampiran 3. Terlihat dalam tabel nilai p adalah 0,987. Nilai ini lebih besar
dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa varian datanya sama.
Data terdistribusi secara normal dan varian datanya sama maka dapat
dilakukan uji One way ANOVA. Kriteria ujinya adalah nilai ALT diantara
variasi dalam perlakuan dikatakan ada perbedaan yang nyata, bila nilai p
lebih kecil dari 0,05. Sebaliknya tidak ada perbedaan yang nyata bila nilai p
lebih besar dari 0,05. Hasilnya disajikan dalam tabel pada Lampiran 3. Dalam
tabel pada Lampiran 3, terlihat nilai p sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari
0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan nilai ALT yang nyata
diantara kelima kelompok perlakuan yang diteliti.
Uji One way ANOVA menunjukkan ada perbedaan yang nyata, maka
perlu dilakukan uji lanjutan (Post Hoc Test) untuk menentukan kelompok
perlakuan yang mampu memberikan nilai ALT terbaik (paling rendah). Post
Hoc Test yang sesuai adalah uji LSD (Least Significance Difference). Kriteria
ujinya adalah pasangan perlakuan yang diuji dikatakan ada perbedaan nilai
ALT yang nyata bila nilai p lebih kecil dari 0,05. Sebaliknya, dikatakan tidak
ada perbedaan nilai ALT yang nyata, bila nilai p lebih besar dari 0,05 . Hasil
uji disajikan dalam tabel pada Lampiran 4. Pada tabel terlihat kadar ALT
kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 berbeda secara
nyata dengan kadar ALT kelompok kontrol negatif (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol propolis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
maupun vitamin C mempunyai efek menurunkan kadar ALT pada tikus yang
diinduksi dengan minyak goreng pemanasan berulang. Dari tabel terlihat
kadar ALT antara kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 tidak berbeda secara nyata
satu sama lain (p > 0,05). Hal ini berarti dosis ekstrak etanol propolis pada
kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 sama-sama mempunyai efek menurunkan
kadar ALT. Selanjutnya dapat dilihat bahwa kadar ALT kelompok kontrol
positif dengan kelompok perlakuan 1 dan 2 tidak berbeda secara nyata (p >
0,05). Hal ini berarti dosis ekstrak etanol propolis pada kelompok perlakuan 1
dan 2 memiliki efektivitas yang sama dengan dosis vitamin C pada kelompok
kontrol positif. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk kelompok perlakuan 3
karena kadar ALT antara kelompok kontrol positif dengan kelompok
perlakuan 3 berbeda secara nyata (p < 0,05) sehingga efektivitasnya lebih
rendah dibandingkan dengan dosis vitamin C pada kelompok kontrol positif.
Dengan melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok perlakuan 2
mempunyai efek menurunkan kadar ALT paling baik karena kadar ALT
kelompok perlakuan 2 tidak berbeda secara nyata dengan kelompok kontrol
positif (p > 0,05) dan memiliki rerata kadar ALT paling rendah yaitu sebesar
85,40 U/L (Gambar1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54 4253
42
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
pendekatan post test only control group design yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dosis ekstrak etanol propolis dalam menurunkan kadar Alanin
Transaminase (ALT) tikus putih yang diinduksi minyak goreng pemanasan
berulang. Perlakuan pada tikus putih diberikan selama 14 hari dan pada hari ke-15
dilakukan pengambilan darah tikus untuk pemeriksaan kadar ALT. Setelah
dilakukan analisis statistik melalui beberapa tahapan didapatkan hasil yang
mendukung hipotesis peneliti bahwa dosis ekstrak etanol propolis berpengaruh
terhadap kadar ALT tikus putih yang diinduksi minyak goreng pemanasan
berulang.
Berdasarkan uji normalitas distribusi didapatkan bahwa nilai signifikansi
(p) dari kelima kelompok perlakuan lebih besar dari 0,05 yang berarti data ALT
terdistribusi secara normal. Uji homogenitas dengan Leven test menunjukkan nilai
p sebesar 0,987 (lebih besar dari 0,05) sehingga dapat diketahui bahwa varian data
sama. Kemudian dari uji komparatif One way ANOVA didapatkan nilai p sebesar
0,000 (kurang dari 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nilai ALT yang nyata
diantara kelima kelompok perlakuan yang diteliti. Dari hasil uji One way ANOVA
tersebut dapat diketahui bahwa hipotesis alternatif yang diajukan peneliti dapat
diterima sehingga untuk mengetahui lebih lanjut tentang kelompok perlakuan
yang dapat memberikan hasil ALT terbaik (ALT paling rendah) dilanjutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dengan Post Hoc Test dengan uji Least Significance Difference (LSD). Dari Post
Hoc Test uji LSD didapatkan perbedaan kadar ALT yang nyata antara kelompok
kontrol positif, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 dengan kelompok kontrol negatif
(Lampiran 4). Perbedaan ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin C pada
kelompok kontrol positif dan pemberian ekstrak etanol propolis pada kelompok
perlakuan 1, 2 dan 3 mampu menurunkan tingginya kadar ALT akibat induksi
minyak goreng pemanasan berulang pada tikus putih. Peningkatan kadar ALT
akibat induksi minyak goreng pemanasan berulang dapat dilihat dari rerata
kelompok kontrol negatif yaitu sebesar 128,80 (Lampiran 1). Tingginya rerata
kadar ALT pada kelompok kontrol negatif karena tikus putih pada kelompok ini
hanya diberi minyak goreng pemanasan berulang tanpa diberi vitamin C maupun
ekstrak etanol propolis.
Minyak goreng yang dipanaskan secara berulang pada suhu yang tinggi
akan mengalami berbagai reaksi kimia utama yaitu oksidasi dan polimerisasi.
Oksidasi asam lemak tak jenuh pada minyak goreng akan menghasilkan lipid
peroksida. Sedangkan polimerisasi akan menghasilkan senyawa seperti gum yang
mengendap di dasar wadah penggoreng. Menurut Halliwel dan Gutteridge (1999),
lipid peroksida bertindak sebagai radikal bebas yang mencetuskan rangkaian
reaksi yang disebut reaksi peroksidasi lipid. Hasil peroksidasi lipid pada asam
lemak tak jenuh jamak yang menyusun membran sel hepatosit akan berefek
langsung terhadap kerusakan membran sel hepatosit, antara lain dengan
mengubah fluiditas, struktur, fungsi dan cross linking. Dalam keadaan lebih
ekstrim akhirnya akan menyebabkan nekrosis hepatosit (Slater, 1984). Kerusakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
membran sel hepatosit ini berhubungan erat dengan berbagai abnormalitas
biokimiawi yang ditandai dengan adanya kebocoran enzim intraseluler ke dalam
sirkulasi (Kumar et al., 2004). Enzim utama yang akan meningkat jika kebocoran
ini terjadi adalah Alanin Transaminase (ALT) karena lokasinya paling banyak
ditemukan di hati (Widyatmoko, 2009).
Hasil Post Hoc Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar ALT
yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif
dengan nilai p sebesar 0,000 (Lampiran 4). Hal ini disebabkan kelompok kontrol
positif selain diinduksi dengan minyak goreng pemanasan berulang juga
mendapatkan dosis vitamin C. Menurut Sies (1996) vitamin C merupakan
antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas sekaligus mencegah reaksi yang
ditimbulkannya. Antioksidan ini dapat menetralisir radikal bebas serta reaksi yang
ditimbulkannya melalui berbagai tingkatan yang berbeda yaitu prevensi, intersepsi
dan reparasi. Antioksidan preventif berusaha untuk menghentikan pembentukan
radikal bebas dari oksigen (Cadenas dan Packer, 1996; Sies, 1996). Intersepsi
radikal bebas oleh antioksidan terutama dengan cara memakan radikal bebas
tersebut (scavenging). Pada tingkat reparasi akan melibatkan perbaikan enzim-
enzim yang telah rusak (Halliwel dan Aruoma, 1993; Sies, 1996).
Perbedaan ALT yang bermakna juga terdapat antara kelompok kontrol
negatif dengan kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 dengan nilai p berturut-turut
sebesar 0,001; 0,000; 0,010 (Lampiran 4). Perbedaan yang bermakna ini
menunjukkan bahwa pemberian dosis ekstrak etanol propolis pada kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
perlakuan 1, 2 dan 3 dapat menurunkan peningkatan kadar ALT pada tikus putih
akibat induksi dengan minyak goreng pemanasan berulang.
Propolis merupakan sumber antioksidan alami yang melindungi minyak
dan serum lipoprotein dalam tubuh dari oksidasi (Krell, 1996). Propolis memiliki
efek antioksidan dengan cara mengurangi konsentrasi lipid peroksida. Selain itu,
beberapa komponenya yang diabsorbsi dapat masuk ke dalam sirkulasi, kemudian
berperan sebagai antioksidan hidrofilik dan meningkatkan konsentrasi vitamin C
dalam jaringan (Sun et al., 2000). Dengan mekanisme yang ditimbulkan propolis
ini kerusakan membran sel akibat radikal bebas dapat dikurangi.
Propolis memiliki lebih dari 300 senyawa kimia, utamanya adalah
flavonoid, fenol dan ester yang berperan penting dalam aktivitas biologis yang
dimiliki propolis (Simoes et al., 2004). Dari berbagai penelitian terhadap efek
antioksidan yang dimiliki propolis, Moskaug et al (2005) merumuskan bahwa
beberapa senyawa bioaktif yang ada pada propolis dapat melindungi kerusakan
oksidatif akibat radikal bebas dengan cara menetralisir secara langsung oksidan
reaktif, meningkatkan kapasitas pertahanan antioksidan endogen dan memodulasi
keadaan redoks seluler. Hal tersebut dimungkinkan karena propolis memiliki
kemampuan masuk melewati membran sel kemudian terkumpul di sisi hidrofilik
dan hidrofobik membran untuk melindungi sel terhadap stress oksidatif dengan
memakan radikal bebas yang menempel pada membran tersebut. Dengan cara ini
akan terjadi proses stabilisasi membran plasma dan perbaikan kerusakan jaringan.
Aktivitas antioksidan propolis dalam penelitian ini selaras dengan
beberapa penelitian sebelumnya yang membuktikan aktivitas antioksidan propolis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
memakai induksi kerusakan hati yang berbeda-beda. Rodriguez et al (1997)
melaporkan bahwa ekstrak propolis merah dari Cuba dapat menurunkan
peningkatan aktivitas dari ALT dan Malonildehida dalam serum tikus yang
diinduksi dengan galaktosamin. Mani et al (2006) menemukan adanya penurunan
aktivitas enzim ALT yang signifikan setelah pemberian propolis secara oral pada
mencit yang hatinya dirusak menggunakan Ochratoxin A. Sementara itu, Lin et al
(1999) menemukan bahwa 30 mg/Kg BB ekstrak propolis secara signifikan
mencegah peningkatan enzim mikrosomal hati dan serum transaminase pada tikus
yang diinduksi dengan alkohol secara kronis.
Hasil Post Hoc Test menunjukkan perbedaan ALT yang tidak bermakna
antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan 1 dan 2 yang
ditunjukkan dengan nilai p yang lebih besar dari 0,05 yaitu berturut-turut 0,086
dan 0,320 (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa efek antioksidan dosis
ekstrak etanol propolis pada kelompok perlakuan 1 dan 2 sama dengan efek
antioksidan vitamin C pada kelompok kontrol positif. Namun, terdapat perbedaan
ALT yang bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan
3 dengan nilai p sebesar 0,011 (Lampiran 4). Hal ini bukan berarti dosis ekstrak
etanol propolis yang diberikan pada kelompok perlakuan 3 tidak memiliki efek
antioksidan dalam menurunkan kadar ALT, hanya saja dosis pada kelompok ini
efektifitasnya dibandingkan vitamin C masih lebih rendah. Meskipun begitu, dosis
pada kelompok perlakuan 3 sudah menunjukkan efek antioksidan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dibuktikan dengan nilai p yang
bermakna yaitu sebesar 0,010 (Lampiran 4). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
peningkatan dosis ektrak etanol propolis tidak selalu diiringi dengan penurunan
kadar ALT yang signifikan. Hubungan dosis ekstrak etanol propolis dengan efek
yang ditimbulkannya dapat dijelaskan berdasarkan farmakodinamik obat. Menurut
konsep farmakodinamik, obat untuk dapat menimbulkan efek harus berikatan
dengan reseptor membentuk kompleks obat-reseptor. Menurut teori okupansi
reseptor yang dikemukakan oleh Alfred Joseph Clark dalam (Setiawati et al.,
2007) hubungan dosis obat dengan efek yang ditimbulkan sebanding dengan
jumlah reseptor yang diduduki oleh obat tersebut yang digambarkan sebagai
grafik berbentuk hiperbola. Pada grafik tersebut terdapat Emax yaitu efek maksimal
yang ditimbulkan oleh suatu konsentrasi dosis. Peningkatan dosis obat tidak akan
berarti lagi jika Emax telah tercapai karena menurut prinsip teori okupansi reseptor,
pada tahap ini semua reseptor yang ada telah diduduki oleh obat. Kemungkinan
dosis yang menimbulkan Emax pada penelitian ini adalah dosis ke-2 (6 mg/200
gram BB tikus putih/hari) sehingga dosis ke-3 sebesar 12 mg/200 gram BB tikus
putih/hari menjadi tidak efektif lagi dalam menurunkan kadar ALT tikus putih.
Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan penurunan aktivitas
antioksidan pada kelompok perlakuan 3 adalah adanya variasi kepekaan tikus
putih terhadap senyawa antioksidan dalam ekstrak etanol propolis. Variasi ini
bersifat individual dan mungkin tergantung pada sistem imun hewan uji dan
kondisi psikologis hewan uji. Dalam penelitian ini, kedua hal tersebut termasuk
dalam variabel luar yang tidak dapat dikendalikan. Selain itu terdapat faktor-
faktor non teknis yang berpengaruh, yaitu keterampilan peneliti dalam melakukan
sonde lambung, ketepatan dalam mengukur volume ekstrak yang akan diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dan ketelitian dalam mempertimbangkan pengaruh perbedaan berat badan tikus
putih terhadap dosis yang diberikan.
Melihat hasil tersebut, jika dibandingkan efektivitas antara kelompok
perlakuan 1, 2 dan 3 maka kelompok 2 adalah yang paling efektif karena selain
memiliki efek antioksidan yang sama dengan vitamin C (p lebih besar dari 0,05),
kelompok perlakuan 2 juga memiliki rerata kadar ALT yang paling rendah yaitu
sebesar 85,40 U/L (Gambar 1). Selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan dasar
sementara dalam menentukan dosis ekstrak etanol propolis yang paling efektif
dalam mencegah kerusakan hepatosit tikus putih akibat induksi dengan minyak
goreng pemanasan berulang yaitu dengan menggunakan dosis sebesar 6 mg/200
gram BB tikus putih/hari. Agar hasil ini dapat direkomendasikan ke manusia,
maka dosis dikonversi dengan dikalikan faktor konversi dari tikus ke manusia.
Menurut Suhardjono (1995) faktor konversi dari tikus dengan berat 200 gram ke
manusia dengan berat 70 kg adalah 56 sehingga dosis yang dibutuhkan menjadi
336 mg/70 Kg BB/hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Ekstrak etanol propolis berpengaruh terhadap penurunan kadar Alanin
Transaminase (ALT) tikus putih yang diinduksi minyak goreng pemanasan
berulang, tetapi semakin besar dosis tidak berbanding lurus dengan
pengaruh yang ditimbulkan.
2. Dosis ekstrak etanol propolis paling efektif dalam menurunkan kadar
Alanin Transaminase (ALT) tikus putih yang diinduksi minyak goreng
pemanasan berulang adalah 6 mg/200 gram BB tikus putih/hari.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode ukur lebih
spesifik yaitu dengan pengukuran kadar Malonildehida (MDA) sehingga
dapat menilai aktivitas antioksidan ekstrak etanol propolis secara tepat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap struktur histologis
hepatosit sehingga dapat dilihat pengaruh dosis ekstrak etanol propolis
terhadap berbagai gambaran histologis hepatosit tikus putih yang diinduksi
minyak goreng pemanasan berulang.