PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDIOTORY...
Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDIOTORY...
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDIOTORY
INTELECTUALLY REPETITION (AIR) TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
SISWA SEKOLAH DASAR
(Quasi Eksperimen Kelas IV MI Pembangunan)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh :
One Sukowati
11150183000064
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ii
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi berjudul "Pengaruh Model Perrbelajaran Audiotory fntelecually Repetition (AIR)Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekola Dasar", disusunoleh One Sukowati, NIM. 11150183000064, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,Fakultas Ilrnu Tarbiyah danKeguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullatr Jakarta dantelah dinyatakan lulus dalarq Ujian Munaqasatr pada tanggal 27 Desember 2019 di hadapandewan penguji. Karena itu, penulis berhak mernperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalambidang Pendidikan Guru Madrasatr Ibtidaiyah (PGMI).
Jakarta, 27 Desember 2019
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia(Ketua■ ュusa″Prodi)
AseD Ediana Latip.M2⊇止 ~NIP。 1981066232009121003
Sよ"taris(Sekr∝
aris J― sarrodi)Rohmat Widivantoq M.Pd.NIP。 198909132018011002
Pen.nJl I
Dr.Lia KurlliawatiQ PIoPd
NIP。 197605212008012008
PenguJl II
Dr.Tita Khalis MarvaJn S.Si.。 M.KomNIP。 196909241999032003
Mengetahui,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
%ル
弔た。
nf otlao
1998032001
iii
iv
ABSTRAK
ONE SUKOWATI (NIM 11150183000064), Pengaruh Model Pembelajaran
Audiotory Intelectually Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK),
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model AIR
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar.
Penelitian ini dilaksanakan di MI Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran
2019/2020 dengan materi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan
operasi hitung campuran. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen
semu (Quasi Eksperimen) dengan rancangan penelitian One Group Pretest-
Posttest Design. Penarikan jumlah sample dalam penelitian ini terdiri dari 29
siswa kelas eksperimen dan 28 siswa kelas kontrol. Indikator kemampuan
pemecahan masalah yang digunakan adalah memahami masalah, merencanakan
pemecahan masalah, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusi yang
diperoleh dengan menyimpulkan hasil akhir penyelesaian masalah. Berdasarkan
hasil posttest kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan Model AIR lebih tinggi dari pada siswa yang tidak diajar dengan
menggunakan model AIR. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata posttest
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan model AIR
adalah sebesar 80,62 dan nilai rata-rata posttest kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang tidak diajar dengan model AIR adalah sebesar 73,00. Dari
hasil uji-t diperoleh hasil sebesar 0,005 pada taraf signifikansi 0,05 (0,005 ≤ 0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Auidotory
Intelectually Repetition (AIR) memberikan pengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar.
Kata Kunci : Model Pembelajaran AIR, Operasi Hitung Matematika,
Kemampuan Pemecahan Masalah
v
ABSTRACT
ONE SUKOWATI (NIM 11150183000064), The Effect of the Audiotory
Intelectually Repetition (AIR) Learning Model on the Mathematical Problem
Solving Ability of Elementary School Students. Thesis. Teacher Education in
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Faculty of Tarbiyah and Teacher Training (FITK),
Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2019.
This study aims to determine the effect of the use of the AIR model on the
mathematical problem solving abilities of elementary school students. This
research was conducted at the MI Pembanguna UIN Jakarta in the academic year
2019/2020 with the material addition, subtraction, multiplication, division, and
mixed count operations. The research method used is quasi-experimental (Quasi
Experiment) with One Group Pretest-Posttest Design research design. The
withdrawal of the sample size in this study consisted of 29 experimental class
students and 28 control class students. Indicators of problem solving abilities that
are used are understanding the problem, planning the problem solving, solving
the problem, and interpreting the solution obtained by concluding the final
outcome of the problem solving. Based on the results of the posttest the
mathematical problem solving ability of students taught with the AIR Model is
higher than students who are not taught using the AIR model. This can be seen
from the average posttest score of students' mathematical problem solving
abilities taught by the AIR model is 80.62 and the average value of the posttest's
mathematical problem solving abilities of students who are not taught with the
AIR model is 73.00. From the t-test results obtained by 0.005 at a significance
level of 0.05 (0.005 ≤ 0.05). Thus it can be concluded that the use of the Auidotory
Intelectually Repetition (AIR) model has an influence on the mathematical
problem solving ability of elementary school students.
Keywords: AIR Learning Model, Mathematical Operations, Problem Solving
Ability
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas karunia Allah SWT, sholawat serta salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulallah SAW, karena atas kuasa-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Audiotory Intelectually Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar di MI Pembangunan UIN Jakarta”.
Kesulitan dan berbagai rintangan yang menimbulkan rasa susah, putus asa dan
kekecewaan dalam penyusunan skripsi ini begitu mudah terhapus ketika penulis
menyadari begitu banyak pengalaman dan hikmah yang didapat dari awal hingga
akhir penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dengan sepenuh hati
bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis
semata, tetapi juga berkat bantuan, motivasi, dukungan orang-orang terdekat demi
kelancaran penyusunan skripsi ini. Dalam ruang yang terbatas ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. DR. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Asep Ediana Latip, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah, yang telah memberikan izin atas penyusunan
skripsi.
3. Rohmat Widiyanto, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan
sabar memberikan bimbingan, masukan serta mengarahkan penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
4. Fatkhul Arifin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang selalu sabar dan
bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta selalu memberikan
motivasi, arahan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Takiddin, M.Pd selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
memberikan motivasi dan bimbingan kepada mahasiswanya.
6. Bapak dan ibu dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah
memberikan ilmu pengetahuan beserta staf jurusan yang selalu
membantu penulis dalam proses administrasi.
7. Wahyudi, S.Pd, selaku kepala MI Pembangunan yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian dan memberikan
saran juga arahan.
8. Yon Sugiono, S.Pd, selaku kepada pusat penelitian dan pengembangan
yang telah memberikan saran, arahan, motivasi, dan membantu peneliti
melaksanakan penelitian di MI Pembangunan.
9. Lulu Rosmilia, S.Pd, selaku guru mata pelajaran matematika yang telah
memberikan waktu dan bantuan kepada peneliti untuk melakukan
penelitian dikelas IV.
10. Peserta didik MI Pembangunan kelas IV dan V tahun ajaran 2019/2020
yang telah memberikan kesempatan dan menyambut dengan baik peneliti
untuk melakukan penelitian dikelas tersebut.
11. Teristimewa ditujukan kepada kedua orang tua saya, yang tiada hentinya
mendoakan, mencurahkan kasih sayang, melindungi, perhatian serta
memberikan dukungan kepada penulis baik bersifat moril maupun
materil yang tiada tara, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Teruntuk adikku Rasty Mutia Sari dan Gilang Bangkit Priambodo terima
kasih atas do’a dan dukungannya, karena penulis merasakan semangat
dalam menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman seperjuangan PGMI angkatan 2015 kelas A dan kelas B,
dengan suka duka yang telah kita lalui bersama akan menjadi sebuah
kenangan indah untuk cerita anak cucu kita kelak.
14. Semua pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih
yang sebesar-besarnya.
viii
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 22 Oktober 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
E. Tujuan Penulisan .................................................................................. 8
F. Manfaat Penulisan ................................................................................ 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik ................................................................................. 10
1. Hakikat dan Tujuan Pembelajaran Matematika SD/MI ................. 10
a. Pengertian Pembelajaran Matematika SD/MI .......................... 10
b. Tujuan Pembelajaran Matematika SD/MI................................ 12
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ............................. 13
a. Pengertian Masalah Matematika .............................................. 13
b. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika ........................... 15
c. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ..... 16
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika ............................................. 18
e. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ........ 20
3. Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually,
and Repetition ................................................................................ 23
a. Pengertian Model Pembelajaran .............................................. 23
x
b. Pengertian Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually,
and Repetition .......................................................................... 24
c. Langkah-langkah Pembelajaran Audiotory,
Intelectually, and Repetition .................................................... 28
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran
Audiotory, Intelectually, and Repetition ................................. 31
4. Operasi Hitung Bilangan Cacah ..................................................... 32
a. Operasi Hitung Penjumlahan ................................................... 32
b. Operasi Hitung Pengurangan ................................................... 33
c. Operasi Hitung Perkalian ......................................................... 34
d. Operasi Hitung Pembagian ...................................................... 35
e. Operasi Hitung Campuran........................................................ 36
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................. 37
C. Kerangka Berfikir................................................................................. 39
D. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 42
B. Metode dan Desain Penelitian .............................................................. 42
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 43
1. Populasi .......................................................................................... 43
2. Sampel ............................................................................................ 44
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 44
E. Instrumen Penelitian............................................................................. 45
F. Uji Instrumen Penelitian ...................................................................... 45
1. Uji Validitas ................................................................................... 47
2. Uji Reabilitas .................................................................................. 48
3. Uji Tingkat Kesukaran Tes ............................................................ 49
4. Uji Daya Pembeda.......................................................................... 50
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 51
1. Uji Normalitas ................................................................................ 51
xi
2. Uji Homogenitas ............................................................................ 52
3. Uji Hipotesis .................................................................................. 52
H. Hipotesis Statistik ................................................................................ 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ....................................................................................... 54
1. Deskripsi Data Pretest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ............................................................ 55
2. Deskripsi Data Posttest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ............................................................ 62
3. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol untuk
Setiap Indikator ............................................................................... 69
B. Pengujian Prasyarat Analisis dan Pengujian Hipotesis ......................... 71
1. Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ............................................................ 73
2. Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ............................................................ 75
3. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................................... 77
C. Temuan Penelitian ................................................................................. 78
1. Proses Pembelajaran pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 80
2. Analisis Jawaban Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ............................................................ 84
D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian ........................................... 91
E. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 96
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................................... 97
B. Implikasi ............................................................................................... 98
C. Saran ..................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 99
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model AIR.................... 30
Tabel 3.1 : Desain Penelitian ......................................................................... 43
Tabel 3.2 : Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 45
Tabel 3.3 : Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika .................................................................... 46
Tabel 3.4 : Kriteria Reabilitas ........................................................................ 48
Tabel 3.5 : Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ........................................... 49
Tabel 3.6 : Interpretasi Nilai Daya Pembeda ................................................. 50
Tabel 4.1 : Hasil Statistik Deskriptif Pretest Kelas Eksperimen ................... 56
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen ........ 57
Tabel 4.3 : Hasil Statistik Deskriptif Pretest Kelas Kontrol .......................... 58
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol ............... 59
Tabel 4.5 : Perbandingan Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............. 61
Tabel 4.6 : Hasil Statistik Deskriptif Posttest Kelas Eksperimen .................. 63
Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen ........................................... 64
Tabel 4.8 : Hasil Statistik Deskriptif Posttest Kelas Kontrol......................... 66
Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Posttest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol .................................. 67
Tabel 4.10 : Perbandingan Hasil Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............. 70
Tabel 4.11 : Perbandingan rata-rata Posttest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol untuk setiap Indikator .................................................... 74
xiii
Tabel 4.12 : Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ....................................................................... 76
Tabel 4.13 : Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol........................................................................ 77
Tabel 4.14 : Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ........................................................................... 78
Tabel 4.15 : Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol.......................................................................... 78
Tabel 4.16 : Hasil Uji T-Test Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 80
Tabel 4.17 : Hasil Uji T-Test Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 81
Tabel 4. 18 : Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................ 93
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Lembar Kerja Siswa ................................................................. 4
Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berfikir ......................................................... 38
Gambar 4.1 : Gambar Grafik Histogram Hasil Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 58
Gambar 4.2 : Gambar Grafik Histogram Hasil Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol .......... 60
Gambar 4.3 : Gambar Histogram Hasil Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 66
Gambar 4.4 : Gambar Histogram Hasil Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol .......... 69
Gambar 4.5 : Perbandingan Nilai Rata-rata Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ....................................... 75
Gambar 4.6 : Suasana Belajar Kelas Eksperimen .......................................... 83
Gambar 4.7 : Suasana Belajar Kelas Kontrol................................................. 85
Gambar 4.8 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator
Kemampuan memahami Masalah ............................................ 87
Gambar 4.9 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator
Kemampuan Memahami Masalah ............................................ 87
Gambar 4.10 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator
Kemampuan Merencanakan Pemecahan Masalah ................... 89
Gambar 4.11 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator
Kemampuan Merencanakan Pemecahan Masalah ................... 89
Gambar 4.12 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator
Kemampuan Menyelesaikan Masalah ...................................... 90
Gambar 4.13 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator
xv
Kemampuan Menyelesaikan Masalah ...................................... 91
Gambar 4.14 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator
Kemampuan Menfasirkan Solusi yang Diperoleh .................... 92
Gambar 4.15 : Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator
Kemampuan Menfasirkan Solusi yang Diperoleh ...................... 92
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Wawancara Wali Kelas IV E
Lampiran 2 : Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lampiran 3 : Lembar Observasi Guru dalam Mengajar
Lampiran 4 : Kisi-kisi Instrumen Tes
Lampiran 5 : Soal Uji Instrumen Tes
Lampiran 6 : Kunci Jawaban Soal Uji Instrumen Tes
Lampiran 7 : Kriteria Penskoran Uji Instrumen Tes
Lampiran 8 : Korelasi Skor Butir dengan Skor Total
Lampiran 9 : Uji Reliabilitas Tes
Lampiran 10 : Uji Tingkat Kesukaran
Lampiran 11 : Uji Daya Pembeda
Lampiran 12 : RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 1
Lampiran 13 : RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 2
Lampiran 14 : RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 3
Lampiran 15 : RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 4
Lampiran 16 : RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 5
Lampiran 17 : RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 1
Lampiran 18 : RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 2
Lampiran 19 : RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 3
Lampiran 20 : RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 4
Lampiran 21 : RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 5
Lampiran 22 : LKS Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 1
xvii
Lampiran 23 : LKS Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 2
Lampiran 24 : LKS Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 3
Lampiran 25 : LKS Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 4
Lampiran 26 : LKS Kelas Eksperimen Pertemuan Ke- 5
Lampiran 27 : LKS Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 1
Lampiran 28 : LKS Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 2
Lampiran 29 : LKS Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 3
Lampiran 30 : LKS Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 4
Lampiran 31 : LKS Kelas Kontrol Pertemuan Ke- 5
Lampiran 32 : Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen
Lampiran 33 : Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol
Lampiran 34 : Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Eksperimen
Lampiran 35 : Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol
Lampiran 36 : Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lampiran 37 : Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lampiran 38 : Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lampiran 39 : Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lampiran 40 : Uji Hipotesis Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lampiran 41 : Uji Hipotesis Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting karena
pendidikan mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia bagi
pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan merupakan suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup
pengetahuan, sikap, serta ketrampilan secara bertahap. Poerwadarminta dalam
Tatang berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap
dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bahkan wajib hukumnya
menurut pandangan hukum Islam. Hal ini dibuktikan dengan wahyu pertama
yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk
disebarkan kepada umatnya yang telah mengisyaratkan manusia untuk
memperhatikan soal kegiatan belajar yaitu QS Al-Alaq (96) ayat 1 sampai
dengan ayat 5:
Artinya:2
1. Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq,
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah,
4. Yang mengajar manusia dengan pena,
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.
1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung:Pustaka Setia, 2012), h. 13.
2 Departemen Agama RI, Al Quran Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Diponogoro, 2010)
h. 597.
2
Definisi pendidikan menurut UUD 1945 nomor 20 tahun 2003 pasal 1,
menyatakan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara”. 3
Berdasarkan dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
arti pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, karena
dengan proses pendidikan manusia telah berusaha membekali dirinya untuk
mengembangkan kemampuan dasarnya dari berbagai aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik yang ada dalam dirinya menggunakan berbagai cara, usaha
dan dengan proses yang bertahap-tahap agar dapat menjalani kehidupannya
secara mandiri kelak. Salah satu faktor yang menjadi upaya peningkatan mutu
dalam dunia pendidikan adalah peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) yang didalamnya ikut melibatkan guru dan siswa pada setiap kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai arti dan hubungan
yang erat dengan pembelajaran. Ketika seseorang melakukan proses
pendidikan maka ada proses pembelajaran yang telah dilakukannya.
Pembelajaran sendiri memiliki arti sebagai suatu interaksi dan upaya
bimbingan dari guru kepada siswa dengan memberikan informasi dari
berbagai sumber belajar dan prinsip belajar agar terjadi suatu perubahan yang
diinginkan. Pembelajaran matematika adalah proses yang terjadi selama
kegiatan belajar mengajar dengan menjadikan matematika sebagai objek
kajian utama untuk dipelajari. Mata pelajaran matematika diberikan pada
tingkat sekolah dasar selain untuk mendapatkan ilmu matematika, juga untuk
mengembangkan daya berfikir siswa yang logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif, dan mengembangkan pola kebiasaan bekerjasama dalam memecahkan
masalah.
3 Ramayulis, op.cit., h.16.
3
Dalam pembelajaran matematika pemecahan masalah merupakan salah
satu kemampuan yang sangat penting, yang harus dimiliki siswa. Hal ini
didukung oleh fakta bahwa poin utama penilaian pada studi internasional
seperti Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan
Programme for International Student Assessment (PISA) adalah kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.4 Pentingnya pemecahan masalah
merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal
tersebut tidak boleh terlepaskan dari pembelajaran matematika. Kemampuan
pemecahan masalah matematika dibutuhkan agar siswa mampu berpikir
sistematis, logis, kritis serta gigih dalam memecahkan masalah kehidupan
yang dihadapinya. Sehingga siswa yang terampil memecahkan masalah
matematika diharapkan dapat menjadi pribadi yang produktif dan pekerja
keras.
Namun berdasarkan data Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 pembelajaran matematika di
Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Jauh tertinggal dibanding
Singapura, Thailand, dan Malaysia.5 Kemudian pada hasil studi PISA 2018 di
bidang matematika, Indonesia menduduki peringkat 73 dari 79 peserta
dengan rata-rata skor 379 dibawah rata-rata yaitu 489.6 Pada hasil studi
tersebut, salah satu kemampuan kognitif yang dinilai adalah kemampuan
pemecahan masalah matematika. Sehingga berdasarkan data Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for
International Student Assessment (PISA) dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia dalam bidang matematika
masih dibawah rata-rata.
4 Ira Silviana Rahman, Nerru Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti, Pengaruh Model
Pembelajaran Laps Heuristik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Jurnal Wacana
Akademika, 2(1), 2018, h. 49-60 5 TIMSS, International Study Center Lynch School of Education, (Boston:TIMSS, 2011),
h. 3 6 PISA, Programme for International Student Assessment (PISA) Result from PISA 2018,
(Indonesia: OECD, 2019), h. 18
4
Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa masing tergolong rendah, hal ini berdasarkan hasil observasi
peneliti dengan malakukan wawancara kepada guru mata pelajaran
matematika kelas IV MI Pembanguan UIN Jakarta serta peneliti
memperoleh informasi bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas IV belum seperti yang diharapkan. Sebagian besar siswa masih
bingung dalam memahami soal yang diberikan, kemampuan siswa dalam
merencanakan masalah masih rendah, masih banyak siswa yang bingung dan
keliru dalam menerjemahkan soal menjadi model matematika. Kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah masih rendah, masih banyak siswa yang
bingung bagaimana menghitung operasi hitung campuran dalam soal cerita.
Kemampuan siswa dalam menafsirkan solusi juga masih rendah karena siswa
tidak terbiasa menyimpulkan hasil akhir penyelesaian masalah, hanya
menuliskan hasil akhir menggunakan angka.
Peneliti juga melaksanakan tes studi pendahuluan pada kelas IV MI
Pembangunan UIN Jakarta. Berdasarkan hasil test pra penelitian berupa soal
cerita sebanyak 5 soal pokok bahasan operasi hitung campuran didapatkan
hasil bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM.
Rata-rata siswa masih belum terlalu paham bagaimana cara menyelesaikan
masalah atau pertanyaan yang ada didalam soal cerita tersebut. Dari 2 kelas
yang terdiri dari kelas IV E dan kelas IV F didapatkan rata-rata kelas IV E
yaitu 20,97 dan kelas IV F yaitu 21,57. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
melihat penyelesaian kemampuan pemecahan masalah siswa saat pretest pada
materi pokok operasi hitung campuran sebagai berikut:
Gambar 1.1
Lembar Kerja Siswa
5
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
siswa perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat
model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Menurut Polya indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu :
Siswa dapat memahami masalah, 2) Siswa dapat merencanakan penyelesaian
masalah, 3) Siswa dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah,
4) Siswa dapat menjelaskan atau menginterpretasikan hasil penyelesaian
masalah.7
Berdasarkan wawancara tersebut, peneliti juga mendapatkan informasi
bahwa model pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran adalah
model ceramah dan penugasan/latihan, dimana aktivitas belajar didominasi
dengan kegiatan menulis dan mendengarkan, dan hanya beberapa siswa yang
aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Selain itu, soal latihan yang
diberikan oleh guru biasanya hanya sebatas meniru dari contoh soal, dan
kurang melatih terhadap soal-soal pemecahan masalah berupa soal cerita
sehingga siswa hanya menghafal konsep tanpa memahaminya. Ketika siswa
diberikan soal pemecahan masalah, siswa sering mengalami kesulitan.
Berdasarkan penjelasan diatas, salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah pembelajaran
yang diterapkan oleh guru yang masih bersifat konvensional. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu model yang dapat menarik siswa dalam memahami materi
yang disampaikan, melatih siswa dalam memecahkan masalah dengan
pemberian soal-soal pemecahan masalah, dan memperkuat daya ingat siswa
melalui pengulangan dan penguatan. Salah satu model pembelajaran yang
tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah model pembelajaran Audiotory,
Intellectaually, and Repetition (AIR).
Menurut penelitian yang dilakukan Huda menyatakan bahwa salah satu
pembelajaran yang aktif dan inovatif untuk pemecahan masalah adalah model
7 Goenawan Roebyanto dan Sri Harmini, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya, 2017), h. 34.
6
pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetiton (AIR).8 Model pembelajaran
ini menyatakan suatu pembelajaran akan efektif untuk pemecahan masalah
jika memperhatikan tiga hal, yaitu Auditory, Intellectually, dan Repetiton.9
Hal tersebut didukung berdasarkan hasil penelitian oleh Suwarman yang
menyatakan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran Auditory,
Intellectually, Repetition (AIR) lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan pembelajaran biasa.10
Kemudian menurut penelitian Gunawan
didapatkan kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Auditory,
Intellectually, Repetiton (AIR) terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa lebih efektif dari pembelajaran matematika dengan
menggunakan model konvensional.11
Model pembelajaran AIR (Audiotory, Intellectaually, and Repetition)
adalah model pembelajaran yang memiliki 3 aspek utama pada proses
pembelajaran, yaitu: daya serap dan berbicara (Audiotory), proses berfikir dan
menciptakan gagasan berdasarkan kecerdasan yang dimiliki (Intellectually),
serta pengulangan yaitu dengan cara pemberian tugas atau kuis dengan tujuan
siswa dapat memperluas pemahaman tentang materi yang disapaikan oleh
guru (Repetititon). Sehingga melalui model pembelajaran ini, siswa dilatih
untuk memanfaatkan potensi yang sudah dimilikinya sebagai modalitas
belajar yaitu audiotory dan intellectually kemudian ditambah dengan
repetition yaitu untuk memperkuat pemahaman dan daya ingat siswa.
Shoimin dalam Martina berpendapat bahwa model pembelajaran AIR
memiliki kelebihan dibanding dengan pembelajaran konvensional, yaitu
8 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), h.13 9 Ibid.
10 Ramdhan F, Suwarman, dan Aulia Candra ,Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory,
Intellectually, And Repetition (AIR) Terhadap Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis Siswa,
Jurnal PRISMA, 1(2), 2017, h. 152-161. 11
Asep Gunawan, Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Audiotory, Intellectually,
And Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII
SMP N $ Sewon, Skripsi pada Universitas PGRI Yogyakarta, Yogyakarta, 2017, h. 12.
7
siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.12
Pada pembelajaran
konvensional aktivitas pembelajaran lebih bertumpu pada aktivitas audiotori
sehingga siswa lebih banyak mendengarkan materi yang disampaikan guru.
Adapun model pembelajaran AIR menggabungkan aktivitas audiotori dan
intelektual, dimana siswa selain mendengarkan penjelasan dari guru juga
terlibat aktif dalam diskusi memecahkan masalah. Selain itu pembelajaran
konvensional jarang melakukan pengulangan dan penguatan, sedangkan
dalam model pembelajaran AIR mengandung tahapan repetition dimana siswa
mendapatkan penguatan dan pengulangan untuk mengingat dan mempertajam
apa yang telah dipelajarinya. Sehingga melalui model Pembelajaran AIR ini
diharapkan dapat mempengaruhi dan berimplikasi pada kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan diatas, peneliti berusaha
untuk melakukan penelitian di sekolah dasar dengan judul: “Pengaruh
Model Pembelajaran Audiotory Intellectually Repetition (AIR) Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Klasifikasi masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa kurang terlatih untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah
matematika, karena soal yang diberikan guru tergolong soal rutin dan
kurang bervariasi.
2. Sebagian siswa masih pasif dalam proses pembelajaran.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang masih rendah
yaitu terdapat 4 indikator kemampuan pemecahan masalah belum seperti
yang diharapkan.
4. Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah dan
penugasan/latihan.
12
Martina Fitriana, Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually, Repetition
terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa ditinjau dari Kedisiplinan Siswa, Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(1), 2016, h. 59-68.
8
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya faktor keterbatasan yang dimiliki peneliti menyebabkan
ketidak mungkinan untuk meneliti setiap masalah yang terjadi. Tujuannya
agar penelitian ini lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang
diinginkan, maka penelitian ini hanya akan membahas permasalahan :
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran AIR.
Yaitu model pembelajaran yang mengoptimalkan tiga modalitas yaitu
Audiotory, Intellectually, dan Repetition.
2. Pada aspek kognitif dalam penelitian ini, dibatasi hanya pada kemampuan
pemecahan masalah matematika yaitu memahami masalah, merumuskan
masalah, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
3. Materi yang menjadi pokok bahasan adalah operasi hitung bilangan cacah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran
Audiotory Intellectually Repetition (AIR) terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa sekolah dasar?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat kita ketahui tujuan penulisan dari penelitian ini adalah : “Untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Audiotory
Intellectually Repetition (AIR) terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa sekolah dasar.
F. Manfaat Penelitian
Adapun harapan penulis yang didapatkan dari penelitian ini ialah sebagai
berikut:
9
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu menyumbangkan
pemikiran dalam memperkaya konsep praktek ataupun teoritik
perkembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi dunia pendidikan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran
bagi pemecahan masalah yang terkait dengan judul penelitian sehingga
berdampak pada hasil belajar yang diinginkan.
a. Bagi guru
Dapat aktif dan kreatif mengembangkan pengetahuannya dengan
menggunakan model pembelajaran Audiotory Intellectually
Repetition (AIR) dalam pembelajaran matematika agar tercipta
suasana belajar yang menyenangkan.
b. Bagi sekolah
Bagi Kepala Sekolah/Sekolah: dapat dijadikan sebagai instrument
peningkatan mutu guru, khusunya di MI Pembangunan UIN Jakarta,
sehingga akan berdampak positif terhadap mutu pembelajaran, serta
dapat meningkatkan kualitas Out put sekolah.
c. Bagi peneliti
Dapat memberikan gambaran dalam masalah pemanfaatan model
dalam pembelajaran. Selain itu, dapat menginspirasi peneliti lain
sebagai referensi dalam penggunaan model untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi operasi
hitung bilangan cacah.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1) Hakikat dan Tujuan Pembelajaran Matematika MI/SD
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian
mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam dunia
pendidikan. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang
mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. National
Research Council dari Amerika Serikat telah menyatakan:
“Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci
kearah peluang-peluang keberhasilan. Bagi seorang siswa,
keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karir yang
cemerlang. Bagi para warga negara, matematika akan menunjang
pengambilan keputusan yang tepat, dan bagi suatu negara, matematika
akan menyiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang
ekonomi dan teknologi.13
Beberapa pendapat para ahli mengenai
matematika diantaranya:14
1) Tinggih menyatakan bahwa matematika tidak hanya berhubungan
dengan bilangan-bilangan serta oprasi-oprasinya, melainkan juga
unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukan kuantitas
seperti itu belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu
yang ditujukan kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur.
2) Hudojo menyatakan bahwa matematika merupaka ide-ide abstrak
yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan
13
Hasratuddin, Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang Berbasis
Karakter, Jurnal Didaktik Matematika, 1(2), 2014, h.30-42. 14
Esti Yuli Widayanti, dkk, Pembelajaran Matematika MI Edisi Pertama, tt.p, 2009, h. 1.
11
penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika itu
merupakan kegiatan mental yang tinggi.15
3) James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis dan goemetri.16
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada
peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga
peserta didik memperoleh pengetahuan tentang matematika yang
dipelajari, cerdas, terampil, mampu memahami dengan baik bahan
yang diajarkan. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Frengky
mengungkapkan ada beberapa mata pelajaran yang dikenal sebagai
mata pelajaran yang menjadi stressor utama dalam proses belajar di
sekolah diantaranya adalah matematika. Menurut Wigfield & Meece
dalam Frengky menjelaskan mengenai sebab terjadinya kekhawatiran
terhadap mata pelajaran matematika, yaitu:17
(1) Orang‐orang yang
khawatir dengan matematika percaya bahwa mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan soal-soal matematika dengan tepat
(2) Mereka memiliki reaksi emosi yang negatif terhadap matematika
sehingga mereka takut dan tidak menyukai matematika secara terus‐
menerus.
Penyebab terjadinya hal tersebut yaitu kurangnya motivasi belajar
matematika, metode dan media yang monoton dan tidak bervariasi,
baik dari diri siswa maupun faktor guru itu sendiri. Pengaruh yang
ditimbulkan terutama pada rendahnya prestasi belajar siswa pada mata
15
Hasratuddin, op.cit., h.30-42 16
Hasratuddin, Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika, Jurnal
Pendidikan Matematika Paradikma, 6(2), t.t, h.130-141 17
Frengky, Model Pembelajaran Matematika Siswa Kelas Satu Sekolah Dasar, Jurnal
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 35 (2), t.t, h. 151-163
12
pelajaran matematika. Dalam hal ini seorang guru betul-betul harus
kreatif dan inovatif dalam menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan. Ilma turut berpendapat mengenai pembelajaran
matematika selama ini lebih berorientasi pada target dan kompetensi
penguasaan materi, sehingga pembelajaran yang demikian akan kurang
bermakna. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan target meteri telah terbukti berhasil
dalam kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang.18
b. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan merupakan unsur penting dari setiap kegiatan, maka dalam
kegiatan apapun, tujuan tidak bisa diabaikan. Begitupun dengan
aktifitas belajar mengajar yang juga memiliki tujuan sebagai arah dari
proses kegiatan. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada
hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat
dikuasai oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Depdiknas telah menyatakan bahwa tujuan pembelajaran mata
pelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan:19
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
18
Muslimin,dkk, Desain Pembelajaran Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Permainan
Tradisional Congklak Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Indonesia di Kelas IV Sekolah
Dasar, Jurnal Kreano, 3(2), 2012, h.100-112. 19
Sri Wardhani, Implikasi Karakteristik Matematika dalam Pencapaian Tujuan Mata
Pelajaran Matematika di SMP/MTs, (Yogyakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2010), h. 10.
13
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran matematika disekolah adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran
dalam pembelajaran matematika, memecahkan masalah,
mengomunikasikan gagasannya, serta memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan. Disamping dapat memberikan
kemampuan-kemampuan diatas, bidang studi matematika juga berguna
untuk menanamkan atau memperkuat sikap-sikap tertentu. Sikap-sikap
yang dapat ditumbuh kembangkan melalui bidang studi matematika
antara lain ialah sikap teliti (cermat), sikap kritis, sikap efisien, sikap
telaten, konsisten dan memiliki kebenaran yanag universal.
2) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
a. Pengertian Masalah Matematika
Masalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Masalah adalah segala sesuatu yang terjadi di luar batas
kemampuan yang dimiliki seseorang. Dapat dikatakan demikian
karena sesuatu dapat dikatakan masalah ketika penyelesaian sulit di
dapatkan dan membutuhkan pemikiran yang kuat. Beberapa pendapat
para ahli mengenai pengertian masalah diantaranya:20
20
Goenawan Roebyanto dan Sri Harmini, Pemecahan Masalah Matematika Untuk
PGSD, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2017), h. 3.
14
1. Beli mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah bagi
seseorang, apabila ia menyadari keberadaan situasi tersebut,
mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak
dengan segera dapat menemukan pemecahannya.
2. Gough mendefinisikan bahwa masalah adalah suatu tugas yang
apabila kita membacanya, melihatnya, atau mendengarnya pada
waktu tertentu, kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya
pada saat itu juga.
3. Baroody menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah
suatu soal yang di dalamnya tidak terdapat prosedur rutin yang
dengan cepat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
dimaksud.
4. Lester berpendapat bahwa masalah dapat diartikan sebagai suatu
situasi dimana individu atau kelompok terpanggil untuk melakukan
suatu tugas dimana tidak tersedia algoritma yang secara lengkap
menentukan penyelesaian masalah.21
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian masalah
yang telah dikemukakan diatas, dapat dapat disimpulkan bahwa
masalah merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang yang
memerlukan suatu pemecahan, serta di dalam menjawab permasalahan
tersebut tidak dapat langsung ditemukan jawabannya. Masalah dapat
ditemukan dalam berbagai hal, termasuk di dalam proses belajar.
Masalah dapat dialami oleh siapapun, tidak hanya orang dewasa tetapi
juga anak-anak dapat mengalami masalah. Salah satu masalah yang
dapat dialami oleh anak-anak atau siswa sekolah dasar, ialah pada
mata pelajaran yang mereka anggap sulit yaitu mata pelajaran
matematika. Pada mata pelajaran matematika siswa selalu dihadapkan
oleh suatu masalah, masalah yang dihadapkan berupa masalah yang
serupa pada kehidupan nyata siswa.
21
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD, (Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya, 2012), h. 116.
15
Masalah dalam matematika dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
masalah rutin dan masalah tidak rutin. Masalah rutin adalah masalah
yang dapat diselesaikan dan dikerjakan siswa dengan mudah. Masalah
rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang
sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari.22
Sedangkan masalah
tidak rutin adalah masalah yang sulit dikerjakan oleh siswa dan perlu
ketrampilan dalam memecahkannya.23
Sehingga untuk sampai pada
prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.24
Menurut hasil penelitian The National Assessment di Amerika Serikat
mengindikasikan bahwa siswa sekolah dasar pada umumnya
mengahadapi kesulitan dalam menghadapi soal tidak rutin yang
memerlukan analisis dan proses berpikir mendalam.25
Oleh karena itu
sebagai langkah untuk menghadapi suatu masalah pada mata pelajaran
matematika dibutuhkan beberapa upaya pemecahan masalah.
b. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan matematis
yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik di setiap sekolah dasar
dan menengah. Pemecahan masalah merupakan satu diantara tujuh
kemampuan matematika (pemahaman matematik, koneksi matematik,
komunikasi matematik, penalaran matematik, berfikir kritis matematik,
berfikir kreatif matematik).26
Hamdy mengatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan suatu aktifitas penting dalam kegiatan belajar
matematika. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika
tercermin dari pernyataan Branca, bahwa “pemecahan masalah
matematika merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran
22
Roebyanto, op.cit., h. 6. 23
Landysari Riffyanti dan Rubono Setiawan, Analisis Strategi Langkah Mundur dan
Bernalar Logis dalam Menentukan Bilangan dan Nilainya, Jurnal Pendidikan Matematika, 6(1),
2017, h. 115-127 24
Roebyanto, loc.cit. 25
Ibid. 26
Puji Rahmawati, Mengenal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Perbatasan, (Ponorogo:Uwais Inspirasi Indonesia, 2018) h. 27.
16
matematika, bahkan proses pemecahan masalah matematika
merupakan jantung matematika”.27
Beberapa pendapat para ahli
mengenai pengertian pemecahan masalah diantaranya:
1. Polya mengartikan “pemecahan masalah sebagai suatu usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu
tujuan yang tidak dapat segera dicapai”.28
2. Solso mendefinisikan pemecahan masalah adalah “suatu pemikiran
yang terarah secara langsung untuk melakukan suatu solusi atau
jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik”.29
3. Utari menegaskan bahwa pemecahan masalah dapat berupa
menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru.30
Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pemecahan masalah merupakan usaha nyata dalam rangka
mencari jalan keluar atau ide berkenaan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Pemecahan masalah matematika adalah suatu proses dimana
seseorang dihadapkan pada konsep, ketrampilan, dan proses
matematika untuk memecahkan masalah matematika.31
Melalui
pemecahan masalah matematika akan membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan menganalisis dan menggunakaannya dalam
situasi yang berbeda. Pemecahan masalah juga membantu siswa dalam
belajar tentang fakta, skill, konsep, dan prinsip-prinsip melalui ilustrasi
aplikasi objek-objek matematika.32
c. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Fatnar dan Anam mendefinisikan bahwa “kemampuan adalah
kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil pelatihan atau
27
Ibid, h. 28 28
Ibid. 29
Zahra Chairani, Metakognisi Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika,
(Yogyakarta:Deepublish, 2016), h.62. 30
Roebyanto, op.cit, h. 14. 31
Roebyanto, op.cit, h. 16. 32
Chairani, op.cit, h. 63.
17
praktik”.33
Kemudian Sakti juga berpendapat bahwa “kemampuan
dianggap sebagai kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, sehingga kemampuan tersebut
didapatkan melalui pelatihan”.34
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan yang
dimiliki seseorang dengan melakukan pelatihan.
Menurut Ahmad dan Asmaidah “kemampuan pemecahan masalah
merupakan suatu ketrampilan bermatematika yang sangat penting
untuk dikuasai siswa”.35
Gagne menyatakan bahwa kemampuan
pemecahan masalah merupakan salah satu tipe ketrampilan intelektual
yang lebih kompleks dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan
tipe ketrampilan intelektual lainnya.36
Kemudian Branca mengatakan
“kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa
karena (a) pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika; (b) pemecahan masalah meliputi metode, prosedur, dan
strategi yang merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika; dan (c) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar
dalam belajar matematika.37
Sujarwanto berpendapat bahwa
“kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang untuk
menemukan solusi melalui suatau proses yang melibatkan
pemerolehan dan pengorganisasian informasi”.38
Kemudian
Kesumawati juga berpendapat bahwa “kemampuan pemecahan
masalah matematis adalah kemampuan megidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan,
33
Ester Cronika Ritonga, Efektivitas Model Pembelajaran Problem Posing terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di SMP Negeri 3 Angkola Selatan, Jurnal
MathEdu, 1(2), 2018, h. 23-35. 34
Ibid. 35
Ibid. 36
Ira Silviana Rahman, Nerru Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti, Pengaruh Model
Pembelajaran Laps Heuristik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Jurnal Wacana
Akademika, 2(1)m 2018, h. 49-60. 37
Ritonga, loc.cit. 38
Syela Priyastutik, Huri Suhendri, dan Soeparlan Kasyadi, Pengaruh Kemandirian dan
Konsep Diri terhadap Pemecahan Masalah Matematika Siswa, Jurnal Kajian Pendidikan
Matematika, 4(1), 2018, h. 1-10
18
mampu membuat atau menyusun model matematika, dapat memilih
dan mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan
memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh”.39
Adapun kemampuan
pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan kemampuan siswa
dalam membaca dan memahami bahasa soal cerita, menyajikan dalam
model matematika, merencanakan perhitungan dari model matematika,
serta menyelesaikan perhitungan dari soal-soal yang tidak rutin. Oleh
karena itu, siswa dikatakan mampu memecahkan masalah
matematikanya jika mereka telah dapat memahami, memilih strategi
yang tepat, kemudian menerapkannya dalam penyelesaian masalah
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan
kemampuan dimana siswa berupaya mencari jalan keluar dengan
memahami unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan dan menyajikan
dalam model matematika serta menyelesaikan perhitungan dari soal-
soal yang tidak rutin dengan menggunakan pengetahuan dan
menggabungkan konsep-konsep yang telah diperoleh sebelumnya,
sehingga diperoleh jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Salah satu pembelajaran matematika yang dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa adalah
pembelajaran soal cerita. Dengan pemberian soal cerita akan
memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat memecahkan masalah
matematika karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.40
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Irawan dkk
39
Shefira Salsabila, Pengaruh Model Pembelajaran VAK terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas III SDIT At-Taufiq Al-Islami Tasikmalaya, Skripsi pada
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2018, h.9. 40
Kartika Handayani Z, Ananlisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika, Seminar Nasional Matematika, Universitas Negeri
Medan, Medan, 2017, h. 325-330.
19
menyimpulkan bahwa pengetahuan awal, kecerdasan logis matematis,
dan apresiasi matematika merupakan faktor-faktor yang sangat
berperan dalam kemampuan pemecahan masalah matematika.41
Tatag
juga berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan pemecahan masalah matematika , yaitu: pengalaman
awal, latar belakang matematika, keinginan dan motivasi, dan struktur
masalah.42
Selanjutnya, dalam sebuah seminar yang ditulis oleh Handayani
disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah matematika yaitu:43
1. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau
soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan terhadap
matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
2. Motivasi merupakan dorongan yang kuat dalam diri seseorang
(internal) seperti menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya bisa,
maupun dorongan dari luar (eksternal) seperti diberikan soal-soal
yang menarik dan menantang yang dapat mempengaruhi hasil
pemecahan masalah.
3. Kemampuan memahami masalah yaitu kemampuan siswa
terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda beda
tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
4. Keterampilan untuk menggunakan akal, fikiran, ide, dan
kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah, ataupun membuat
sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah
nilai dari hasil pekerjaannya tersebut. Keterampilan pada
41
Hanik Khasmawati, Rina Dwi Setyani, dan Nurina Happy, Analisis Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis pada Siswa Berkemampuan Tinggi pada Materi Aritmatika Soal,
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Semarang,
Semarang, 2018, h. 73-79. 42
Ibid. 43
Handayani Z, loc.cit.
20
dasarnya alan lebih baik bila terus diasah dan dilatih untuk
menaikkan kemampuan sehingga akan menjadi ahli atau
menguasai dari salah satu bidang keterampilan . Begitu halnya
dengan memecahkan masalah soal matematika yang juga
membutuhkan sebuah keterampilan.
Sementara itu, dalam seminar yang ditulis oleh Khasmawati
terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat pemecahan
masalah matematika siswa, yaitu:44
1. Siswa kurang teliti dalam memahami permasalahan yang
diberikan
2. Siswa kurang paham terhadap konsep materi
3. Siswa kurang paham terhadap rumus yang akan digunakan dalam
pemecahan masalah
4. Siswa tidak mempunyai ide dalam memecahkan masalah
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat pemecahan
masalah matematika siswa antara lain; pengalaman, keinginan dan
motivasi, serta kecerdasan logis matematika yang dimiliki siswa.
e. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika
diperlukan beberapa indikator. Adapun indikator tersebut menurut
Sumarmo antara lain: (1) mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, (2)
merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik, (3)
menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis
dan masalah baru) dalam atau diluar matematika, (4) menjelaskan atau
44
Khasmawati, loc.cit.
21
menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal, dan (5)
menggunakan matematika secara bermakna.45
Selanjutnya, menurut Lestari indikator kemampuan pemecahan
masalah matematika yaitu: (1) siswa dapat mengidentifikasi unsur-
unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang
diperlukan, (2) siswa dapat merumuskan masalah matematika atau
menyusun model matematika, (3) siswa dapat menerapkan strategi
untuk menyelesaikan masalah, dan (4) siswa dapat menjelaskan atau
menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah.46
Selanjutnya menurut Kusumawati, indikator kemampuan
pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut; (1)
Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan
mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan, (2) Mampu membuat atau
menyusun model matematika, meliputi kemampuan merumuskan
masalah situasi sehari-hari dalam matematika, (3) Memilih dan
mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi kemampuan
memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara penyelesaian
rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat digunakan dalam
pemecahan maslah tersebut, dan (4) mampu menjelaskan dan
memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, meliputi kemampuan
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan perhitungan, kesalahan
penggunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah
ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelaskan
kebenaran jawaban tersebut.47
45
Wirda Rahmani dan Nurbaiti Widyasari, Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Melalui Media Tangram, Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika
dan Matematika, 4(1), 2018, h. 17-24. 46
Karunia Eka Lestari, Mokhammad Ridwan Yudhanegara, Penelitian Pendidikan
Matematika, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015) Cet. I, h. 85 47
Siti Mawaddah dan Hana Anisah, Kemmapuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generaif di SMP,
Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 2015, h. 166-175.
22
Sementara itu, indikator dari tahap pemecahan masalah menurut
Polya adalah sebagai berikut: (1) Understanding the problem, (2)
Devising plan, (3) Carrying out the plan, (4) Looking Back. Kemudian
Hall juga membuat iktisar dari buku G Polya tersebut, dan merinci
bahwa: (1) Memahami masalah, meliputi mengidentifikasi apa yang
ditanyakan, syarat-syarat, apa yang diketahui (datanya), dan
menentukan solubility masalahnya, (2) Membuat sebuah rencana,
yang berarti menggambarkan pengetahuan sebelumnya untuk
kerangka teknik penyelesaian yang sesuai, dan menuliskannya
kembali masalahnya jika perlu, (3) Menyelesaikan masalah tersebut,
menggunakan teknik penyelesaian yang sudah dipilih, dan (4)
Mengecek kebenaran dari penyelesaiannya yang diperoleh dan
memasukkan masalah dan penyelesaian tersebut kedalam memori
untuk kelak digunakan dalam menyelesaikan masalah dikemudian
hari.48
Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka indikator
kemampuan pemecahan masalah matematika dalam penelitian ini
adalah 1) kemampuan siswa dalam memahami masalah yaitu dengan
mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari
soal, 2) kemampuan siswa dalam merencanakan pemecahan masalah
yaitu dengan menyusun model matematika yang sesuai dengan
informasi yang diketahui untuk menyusun informasi baru, 3)
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yaitu dengan
memilih teknik/strategi penyelesaian masalah dan menghitung
penyelesaian masalah, dan 4) kemampuan siswa dalam menafsirkan
solusi yang diperoleh dengan menyimpulkan hasil akhir penyelesaian
masalah.
48
Djamilah Bondan Widjajanti, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Mahasiswa Calon Guru Matematika, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, h. 402-413.
23
3) Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually, and Repetition
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan salah satu unsur penting dalam
pembelajaran. Dalam mengaplikasikan langkah-langkah model
pembelajaran terdapat pendekatan, strategi, metode, teknik yang
digunakan guru untuk menunjang pembelajaran. Model pembelajaran
merupakan wadah dalam melakukan segala bentuk kegiatan belajar
untuk mecapai tujuan pembelajaran.49
Berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran salah satunya ditentukan oleh model pembelajaran yang
diterapkan. Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian model
pembelajaran diantaranya:
1. Trianto mendefinisikan bahwa “model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial”.50
2. Alimah dan Marianti berpendapat bahwa “model pembelajaran
merupakan cara pembelajaran yang memiliki tujuan dan sintaks
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran.51
3. Arends menyatakan, “The term teaching model refers to a
particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system.”Istilah model pengajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
52
4. Joyce dan Well mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
49
Isro’atun dan Amelia Rosmala, Model-model Pembelajaran Matematika, (Jakarta:PT
Bumi Aksara, 2018), h. 26. 50
Muhammad Afandi, Evi chamalah, dan Oktariana Puspita Wardani, Model dan Metode
Pembelajaran di Sekolah, (Semarang:Unissula Press, 2013), h. 15. 51
Isro’atun, op.cit, h. 36. 52
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2009)
h. 22.
24
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran. 53
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan model
pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang digunakan untuk
mempermudah guru dalam proses pembelajaran melalui suatu
pendekatan dalam rangka membentuk kurikulum dan merancang
bahan-bahan pembelajaran di kelas.
b. Pengertian Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually, and
Repetition
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk
melatih kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika adalah model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and
Repetition (AIR). Model pembelajaran AIR merupakan salah satu
model pembelajaran cooperative learning yang menggunakan
pendekatan kontruktivis yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki oleh peserta didik.54
Teori yang mendukung model pembelajaran Audiotory, Intelectually,
and Repetition (AIR) salah satunya adalah aliran psikologis tingkah
laku serta pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan paham
kontruktivisme.55
Suherman mendefinisikan bahwa model
pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang menganggap
bahwa suatu pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tiga hal
53
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Model-model Pembelajaran,
(Jakarta:Kemendikbud, 2017), h. 13. 54
Riana Astuti, Yetri, dan Welly Anggraini, Pengaruh Model Pembelajaran AIR
Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Materi Kemagnetan Kelas IX SMPN 1
Penengahan Lampung Selatan, Jurnal of Science and Mathematics Education,1(2), 2018, h. 1-12. 55
Sri Rahayuningsih, Penerapan Model pembelajaran Matematika Model Audiotory
Intellectually Repetition (AIR), Jurnal of Educational Innovation, 3(2), 2017, h. 67-83.
25
yaitu Audiotory, Intelectually, and Repetition.56
Model pembelajaran
AIR adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan
belajar siswa dimana siswa secara aktif membangun sendiri
pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan cara
mengintegrasikan ketiga aspek (Audiotory, Intelectually, and
Repetition). Menurut Huda model pembelajaran AIR mirip dengan
SAVI dan VAK. Perbedaannya hanya terletak pada pengulangan
(repetisi) yang bermakna pendalaman, perluasan, dan pemantapan,
dengan cara pemberian tugas atau kuis.57
Pada model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and Repetition,
peserta didik ditempatkan sebagai pusat perhatian utama dalam
pembelajaran untuk secara aktif membangun pengetahuannya secara
mandiri maupun kelompok. Sedangkan guru bertugas sebagai
fasilitator yang bertugas mengidentifikasi tujuan pembelajaran,
struktur materi, dan ketrampilan dasar yang akan diajarkan kemudian
menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik, memberikan
pemodelan demonstrasi, memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk berlatih menerapkan konsep atau ketrampilan yang telah
dipelajari dan memberikan umpan balik.58
Model pembelajaran AIR
mengedepankan pada aktivitas siswa yang memuat tiga aspek yaitu
aspek Audiotory, Intelectually, and Repetition. Secara rinci akan
dijelaskan sebagai berikut.
1) Audiotory (belajar dengan mendengar)
Meier menyatakan bahwa audiotoris lebih kuat daripada
yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan
56
Gina Nur Azizah dan Rostina Sundayana, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
dan Sikap Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe AIR dan Probing Prompting,
Jurnal Pendidikan Matematika, 5(3), 2016, h. 305-314. 57
Desy Lutfianasari, Pengaruh Model Pembelajaran AIR Terhadap Hasil Belajar
Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Siswa Kelas VIII UPTD SMPN 1
Semen Kabupaten Kediri, Skripsi pada Universitas Nusantara PGRI Kediri, Kediri, 2017, h. 1-6. 58
Teti Misnawati, Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Melalui Model
Pembelajaran Audiotory Intelectually Repetition (AIR) Pada Materi Segi Empat Kelas VII SMPN
9 Haruai, Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial, 4(1), 2017, h.77-86.
26
menyimpan informasi audiotoris, bahkan tanpa kita sadari, belajar
audiotoris merupakan cara belajar standar bagi masyarakat.59
Menurut Suyatno dalam Anisa audiotory memiliki peranan yang
penting dalam proses pemerolehan informasi. Siswa yang
audiotoris lebih mudah belajar dengan cara berdiskusi dengan
orang lain.60
Kata Audiotory bermakna bahwa belajar haruslah
dengan melalui proses yang dimulai dengan mendengarkan,
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi mengemukakan
pendapat, dan menanggapi.
Menurut Meier beberapa contoh aktifitas audiotory di
dalam pembelajaran antara lain; (1) membaca dengan keras, (2)
mempraktikkan suatu keterampilan atau memperagakan sesuatu
sambil mengucapkan secara terperinci apa yang sedang dikerjakan,
(3) pembelajar dapat secara berpasang-pasangan membicarakan
secara terperinci apa yang baru mereka pelajari, dan (4) diskusi
secara berkelompok untuk memecahkan suatu masalah.61
Sehingga
untuk mengoptimalkan aspek audiotory ini, guru sebaiknya
membimbing siswa melakukan diskusi kelas, presentasi kelas,
membaca teks dengan keras, bertanya atau menjawab pertanyaan,
serta mendiskusikan ide secara verbal serta belajar kelompok.
2) Intelectually (belajar sambil berfikir)
Menurut Meier, Intellectually bukanlah pendekatan tanpa
emosi, rasionalistis, akademis, terkotak-kotak.62
Intelectually
bermakna bahwa kegiatan belajar haruslah menggunakan
kemampuan berfikir. Kata intelektual menunjukkan apa yang
59
Seviani Fitri dan Rukmono Budi Utomo, Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory,
Intelectually, and Repetition Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep di SMP Pustek Serpong,
Jurnal e-DuMath, 2(2), 2016, h. 193-201. 60
Anis Fatmawati, Penerapan Pendekatan Audiotory, Intelectually,, and Repetition (AIR)
pada Materi Pertidaksamaan di Kelas X-C SMAN 1 Kauman Tulungagung, Jurnal Ilmiah
Pendidikan Indonesia, 3(2), 2014, h. 20-35. 61
Misnawati, op.cit, h.77-86. 62
Astuti, loc.cit.
27
dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika
mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, nilai dari
pengalaman tersebut.63
Intelectually (berpikir) yang merupakan
proses learning by problem (minds-on) yang berarti melakukan
kemampuan berpikir yang perlu dilatih melalui latihan bernalar,
memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Menurut
Meiner, aspek Intellectually dalam belajar akan terlatih jika
pengajar mengajak peserta didik terlibat dalam aktivitas seperti
memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, mengerjakan
perencanaan kreatif, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan
menyaring informasi, dan merumuskan pertanyaan.64
3) Repetition (belajar dengan mengulang)
Repetition mempunyai arti pengulangan. Pengulangan
diperlukan dalam pembelajaran agar mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam dan luas. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Trianto “masuknya informasi ke dalam otak yang diterima
melalui proses pengindraan akan masuk ke dalam memori jangka
pendek”.65
Penyimpanan informasi ke dalam memori jangka
pendek memiliki jumlah dan waktu terbatas.66
Proses
mempertahankan ini dapat dilakukan dengan kegiatan pegulangan
informasi yang masuk ke dalam otak. Latihan pengulangan akan
membantu proses mengingat, karena semakin lama informasi
tersebut tinggal dalam memori jangka pendek, maka semakin besar
kesempatan memori tersebut ditransfer ke memori jangka
63
Fitri, loc.cit. 64
Hernik Pujiastutik, Penerapan Model Pembelajaran AIR Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Belajar Pembelajaran, Jurnal Proceeding Biology Educational
Conference, 13(1), 2016, h. 515-518. 65
Ibid, h. 515-518. 66
Misnawati, loc.cit.
28
panjang.67
Oleh karena itu, repetition diberikan untuk
mentransferkan informasi yang telah diperoleh ke dalam memori
jangka panjang. Pengulangan yang diberikan tidak berarti dalam
pertanyaan dan informasi yang sama, tetapi pengulangan dapat
diberikan dalam bentuk lain yang tidak membosankan.
Dalam pembelajaran, repetisi merupakan pendalaman,
perluasan, dan pemantapan siswa dengan pemberian tugas dan
kuis.68
Dengan pemberian tugas, materi akan lebih mudah diingat
siswa, siswa dapat menyelesaikan soal dengan memanfaatkan
pengetahuannya sehingga siswa akan terbiasa menggunakannya
dalam penyelesaian masalah.
Berdasarkan uaraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran AIR (Audiotory, Intelectually, and Repetition) adalah
model pembelajaran yang mengandung tiga spek utama dalam proses
pembelajaran yaitu: daya serap dan berbicara (audiotory), proses
berfikir dan menciptakan gagasan berdasarkan kecerdasan yang
dimiliki (intellectally), dan pengulangan dengan cara pemberian tugas
atau kuis agar siswa dapat memperluas pemahaman terhadap materi
yang disampaikan oleh guru (repeptition).
c. Langkah-langkah Pembelajaran Audiotory, Intelectually, dan
Repetition (AIR)
Langkah-langkah model pembelajaran AIR (Audiotory,
Intelectually, And Repetition) yaitu:69
1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 4-5 anggota.
2) Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru.
67
Ibid. 68
Azizah, loc.cit. 69
Helma Mustika dan Nuri Kinanti, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Audiotory,
Intelectually, And Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di
Kelas VIII SMPN 1 Pasir Penyu, Journal of Mathematics Education and Science, 3(2), 2018, h.
153-158
29
3) Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka
pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya
dipresentasikan di depan kelas (audiotory)
4) Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan
yang berkaitan dengan materi.
5) Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil
diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk
meyelesaikan masalah (intelecctually).
6) Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi
dengan cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap individu
(repetition)
Kemudian menurut Shohimin terdapat langkah-langkah
pembelajaran AIR (Audiotory, Intelectually, and Repetition),
diantaranya sebagai berikut:70
1) Pembagian kelompok
2) Penyampaian materi oleh guru
3) Diskusi dan presentasi (Audiotory)
4) Pemberian soal atau masalah
5) Penyelesaian masalah (Intelectually)
6) Pengulangan (Repetition)
Berdasarkan langkah-langkah diatas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and
Repetition dalam penelitian ini ditunjukkan oleh tabel berikut:
70
Martina Fitriana, Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually, Repetition
terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa ditinjau dari Kedisiplinan Siswa, Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(1), 2016, h. 59-68.
30
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model AIR
No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa AIR
1 Menyampaikan
apersepsi
Mendengarkan Audiotory
2 Menyampaikan tujuan
pembelajaran
Mendengarkan Audiotory
3 Memotivasi siswa Mendengarkan Audiotory
4 Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok yang
heterogen (yang terdiri
dari 4-5 siswa)
Mendengarkan Audiotory
5 Membagikan LKS
kepada siswa dan
menjelaskan materi
kepada siswa
Membaca,
memperlajari
materi
Audiotory
dan
intelectually
6 Meminta siswa
berdiskusi dbersama
kelompoknya untuk
mengerjakan LKS
Berdiskusi dengan
teman kelompok,
mengkonstruk
konsep
memecahkan
masalah
Audiotory
dan
intelectually
7 Membimbing dan
memberi bantuan siswa
yang mengalami
kesulitan
Bertanya kepada
guru jika
mengalami
kesulitan
Audiotory
8 Menunjuk kelompok
untuk
mempresentasikan hasil
Mempresentasikan
hasil diskusinya
dan siswa lain
Audiotory
31
No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa AIR
diskusi menanggapi
9 Memberikan umpan
balik
Mendengarkan Audiotory
10 Memberikan kuis Mengerjakan kuis Repetition
11 Membimbing siswa
membuat kesimpulan
Membuat
kesimpulan
Intelectually
12 Melakukan refleksi
pembelajaran
Menyampaikan
pendapat
Audiotory
13 Megakhiri
pembelajaran
Mendengarlan Audiotory
Sumber: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 2014
a. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran AIR (Audiotory,
Intelectually, And Repetition)
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan.
Seperti halnya model pembelajaran AIR. Beberapa kelebihan model
AIR diantaranya ialah sebagai berikut:71
1) Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengemukakan
pendapat (Audiotory)
2) Melatih siswa untuk menyelidiki, mengidentifikasi, dan
memecahkan masalah secara kreatif, sehingga siswa memiliki
kesempatan lebih banyak dalam menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan secara komprehensif. (Intelectually)
3) Melatih siswa untuk mengingat kembali materi yang telah
dipelajari. (Repetition)
4) Siswa lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran AIR yaitu terdapat
tiga aspek yang harus diintregasikan yakni Audiotory, Intelectually,
71
Teti Misnawati, Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Melalui Model
Pembelajaran Audiotory Intelectually Repetition (AIR) Pada Materi Segi Empat Kelas VII SMPN
9 Haruai, Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial, 4(1), 2017, h. 77-86.
32
And Repetition sehingga dalam pembelajaran ini membutuhkan waktu
yang lama, tetapi hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan
kelompok pada aspek Audiotory dan Intelectually. 72
4) Operasi Hitung Bilangan Cacah
Bilangan cacah adalah bilangan yang terdiri dari himpunan semua
bilangan asli yang dimulai dari { 0, 1, 2, 3, 4, 5, ....}. Himpunan bilangan
cacah biasanya dilanbangkan dalam huruf C.73
Operasi hitung bilangan
cacah berarti pengerjaan hitung pada semua bilangan cacah. Operasi
hitung dalam bilangan cacah meliputi:
a. Operasi Hitung Penjumlahan
Operasi penjumlahan adalah pengerjaan menjumlah pada bilangan
untuk menentukan hasil penjumlahan dari dua bilangan atau lebih.74
Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan soal operasi
penjumlahan bilangan cacah ialah sebagai berikut:75
1. Penjumlahan tanpa menyimpan
2.235 + 4542 = . . .
Penyelesaian :
2.235
4.542
+
6.777
Jadi, 2.235 + 4542 = 6.777
72
Ibid. 73
Afidah Khairunnisa, Matematika Dasar, (Jakarta:Rajawali Pers, 2015), h. 86 74
Burhan Mustaqim dan Ary Astuty, Ayo Belajar Matematika 2. (Pusat
Perbukuan:Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2009), h. 27
Jumlahkan bilangan pada
nilai tempat yang sama
Jumlahkan mulai dari
bilangan pada nilai tempat
terkecil
33
2. Penjumlahan dengan menyimpan
2.275 + 3.486 = . . .
Penyelesaian :
1 1
2.275
3.486
+
5.761
Jadi, 2.275 + 3.486 = 5.761
b. Operasi Hitung Pengurangan
Operasi pengurangan adalah pengerjaan mengurang pada bilangan
untuk menentuka hasil pengurangan dari dua bilangan atau lebih.76
Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan soal operasi
pengurangan bilangan cacah ialah sebagai berikut:
1. Pengurangan tanpa menyimpan
4.568 – 2.243 = . . .
Penyelesaian :
4.568
2.243
-
2.325
Jadi, 4.568 – 2.243 = 2.325
76
Ibid, h. 28
Jumlahkan bilangan pada pada nilai
tempat yang sama mulai dari nilai
tempat terkecil
5+6=11. Tulis 1 di tempat satuan,
simpan 1 di tempat puluhan
1+7+8=16. Tulis 6 ditempat
puluhan, simpan 1 ditempat ratusan.
1+2+4=7. Tulis 7 di tempat ratusan.
2+3=5. Tulis 5 ditempat ribuan.
Kurangkan bilangan pada
nilai tempat yang sama
Kurangkan mulai dari
bilangan pada nilai tempat
terkecil
34
2. Pengurangan dengan menyimpan
5.547 - 2.839 = . . .
Penyelesaian :
4 15 3 17
5.547
2.839
-
2.708
Jadi, 5.547 - 2.708 = 2.708
c. Operasi Hitung Perkalian
Perkalian adalah salah satu dari empat operasi dasar di dalam
aritmatika dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian pembagian).
Operasi hitung perkalian bilangan cacah pada dasarnya dapat
didefinisikan sebagai penjumlahan berulang.77
Jika a dan b adalah
bilangan cacah, maka a x b dapat didefinisikan sebagai b +b + b + ... +
b (sebanyak a kali). Secara konseptual, a x b tidak sama dengan b x a,
akan tetapi jika dilihat dari hasil kalinya, maka a x b = b x a.78
Adapun
langkah-langkah dalam menyelesaikan soal operasi perkalian bilangan
cacah ialah dengan cara bersusun pendek. Contoh: Tentukan hasil dari
56 x 8 = . . .
77
Sri Subariah, Inovasi Pembelajaran Matematika SD, (Jakarta:Depdiknas, 2006), h. 31 78
Khairunnisa, Op.Cit, h. 89.
Kurangkan bilangan pada
nilai tempat yang sama mulai
dari nilai tempat terkecil
7 tidak bisa dikurangi 9.
Pinjam 1 puluhan dari 4, jadi
17 – 9 = 8
(4-1)-3 = 0
5 tidak bisa dkurangi 8.
Pinjam 1 puluhan dari 5. Jadi,
15 – 8 = 7
(5 - 1) – 2 = 2
35
Penyelesaian
56
8 x
448
Jadi, 56 x 8 = 448
d. Operasi Hitung Pembagian
Operasi pembagian merupakan kebalikan dari operasi perkalian,
oleh karena itu penguasaan perkalian menjadi mutlak agar anak dapat
menguasai operasi pembagian.79
Operasi pembagian dapat dipandang
sebagai suatu bentuk operasi perkalian dengan salah satu faktornya
belum diketahui. Jika sebuah bilangan cacah a dibagi bilangan cacah b
maka akan menghasilkan bilangan cacah c (dilambangkan dengan a :
b = c), maka konsep perkalian yang bersangkutan adalah c x b = a.80
Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan soal operasi
pembagian bilangan cacah ialah dengan cara bersusun pendek.
Contoh:
Tentukan hasil dari 24 : 2 = . . .
Cara berususun:
12
2 24
2
4
4
0
79
Subariah, loc.cit. 80
Afidah, op.cit. h. 90
8 x 6 = 48
8 ditulis sebagai satuan, 4
disimpan
8 x 5 = 40.
40 + angka yang disimpan = 40
+ 4 = 44
2 :2 = 1, tulis angka 1
diatas.
1 x 2 = 2
4 :2 = 2. Tulis angka 2 di
atas
2 x 2 = 4
Karena hasilnya 0, maka
pembagian selesai
36
e. Operasi Hitung Campuran
Operasi hitung campuran adalah operasi atau pengerjaan hitungan
yang melibatkan lebih dari dua bilangan dan lebih dari satu operasi.81
Dalam proses menyelesaikan soal operasi hitung campuran pada
bilangan cacah yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian,
dan pembagian, mempunyai tingkatan dalam urutan pengerjaannya
seperti diuraikan sebagai berikut:82
1. Operasi penjumlahan dan pengurangan adalah setingkat, maka
urutan pengerjaannya dimulai dari kiri.
2. Operasi perkalian dan pembagian adalah setingkat, maka urutan
pengerjaannya dimulai dari kiri.
3. Operasi perkalian dan pembagian berasal dari penjumlahan dan
pengurangan berulang, maka mempunyai tigkatan yang lebih
tinggi, sehingga tingkatan operasi perkalian dan pembagian harus
didahulukan daripada penjumlahan dan pengurangan.
4. Jika dalam operasi hitung campuran terdapat tanda kurung, maka
operasi yang didalamnya dikerjakan paling awal.
Perhatikan contoh berikut:
1. 10 + (15 x 3) – 16 : 2 = 10 + 45 – 8
= 55 – 8
= 47
2. 150 – 20 x 4 + 48 : 4 = 150 – 80 + 12
= 70 + 12
= 82
81
Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 30 82
Marwiyanto, Matematika untuk SD dan MI Kelas 3I, (Jakarta: Piranti Darma
Kalokatama, 2008), h. 46
Kerjakan
terlebih dahulu
Kerjakan
terlebih dahulu
37
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Agar dapat mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian
hasil penelitian yang sesuai dengan apa yang akan peneliti lakukan
diantaranya adalah:
1. Dalam jurnal Science and Mathematics Education Volume 1 No. 2 Bulan
Juni Tahun 2018 oleh Riana Astuti, Yetri, dan Welly Anggraini dalam
penelitiannnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory,
Intellectually, And Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Berfikir Kritis
Siswa pada Materi Kemagnetan IX SMPN 1 Penengahan Lampung
Selatan”. Dari hasil perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kritis peserta didik yang mendapatkan perlakuan
dengan menggunakan pembelajaran AIR (Auditory Intellectually
Repetition) meningkat lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kemampuan
berpikir kritis peserta didik yang mendapatkan perlakuan dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.83
2. Dalam jurnal Wacana Akademika Volume 2 No 1 Tahun 2018 oleh Ira
Silviana Rahman, Nerru Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti dalam
penelitiannnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran LAPS
Heuristik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah”. Berdasarkan hasil
uji hipotesis diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan model LAPS Heuristik dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.84
3. Penelitian yang dilakukan oleh Shefira Salsabilla pada tahun 2018 dengan
judul “Pengaruh Model Pembelajaran VAK terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kelas III SD IT AT Taufiq Al Islamy
Tasikmalaya” menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemecahan
83
Riana Astuti, Yetri, dan Welly Anggraini, Pengaruh Model Pembelajaran AIR
Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Materi Kemagnetan Kelas IX SMPN 1
Penengahan Lampung Selatan, Jurnal of Science and Mathematics Education,1(2), 2018, h. 1-12. 84
Ira Silviana Rahman, Nerru Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti, Pengaruh Model
Pembelajaran LAPS Heuristik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Jurnal Wacana
Akademika, Vol. 2, No. 1, 2018, h. 48-60.
38
masalah siswa kelas III SD IT AT Taufiq Al Islamy dengan menggunakan
model VAK pada pokok bahasan bangun datar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran VAK mempunyai
pengaruh yang sedang terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas III SD IT At-Taufiq Al-Islamy Tasikmalaya.85
4. Dalam jurnal PRISMA Volume VI No 2 bulan Desember Tahun 2017 oleh
Ramdhan F, Suwarman, dan Aulia Candra dalam penelitiannnya yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory, Intellectually, and
Repetition (AIR) Terhadap Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa”. Berdasarkan pengujian hipotesis pada kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan
model AIR lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran
konvensional.86
85
Shefira Salsabila, Pengaruh Model Pembelajaran VAK terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas III SDIT At-Taufiq Al-Islami Tasikmalaya, Skripsi pada
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2018, h.64. 86
Ramdhan F, Suwarman, dan Aulia Candra ,Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory,
Intellectually, And Repetition (AIR) Terhadap Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis Siswa,
Jurnal PRISMA, 1(2), 2017, h. 152-161.
39
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan masalah yang telah ditemukan, maka kerangka
berfikir dalam penelitian ini yaitu:
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
Dapat diatasi dengan model pembelajaran AIR, dengan tahapan:
Audiotory Intelectually Repetition
Mengidentifikasi
kecukupan unsur
Membuat
model
matematika
Memilih dan
menerapkan
strategi
penyelesaian
Memeriksa dan
menjelaskan
hasil
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa rendah
Hasil
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meningkat
Mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika pada
indikator
40
Berdasarkan Bagan kerangka berfikir pada Gambar 2.1 dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan satu diantara tujuh
kemampuan matematika (pemahaman matematik, koneksi matematik,
komunikasi matematik, penalaran matematik, berfikir kritis matematik,
dan berfikir kreatif matematik). Dalam pembelajaran matematika
pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang sangat
penting, yang harus dimiliki siswa. Untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa, perlu dikembangkan keterampilan dalam
memahami masalah, merumuskan masalah, menyelesaikan masalah, serta
menafsirkan hasil solusi dari yang diperoleh dengan menyimpulkan hasil
akhir penyelesaian masalah.
Namun diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
pada siswa kelas IV belum maksimal, hal ini terjadi karena pembelajaran
yang diterapkan oleh guru yang masih bersifat konvensional. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu model yang dapat menarik perhatian siswa dalam
memahami materi yang disampaikan, melatih siswa dalam memecahkan
masalah dengan pemberian soal-soal pemecahan masalah, dan
memperkuat daya ingat siswa melalui pengualangan dan penguatan. Salah
satu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah
model pembelajaran Audiotory, Intellectaually, and Repetition (AIR).
Model pembelajaran AIR (Audiotory, Intellectaually, and Repetition)
adalah model pembelajaran yang memiliki 3 aspek utama pada proses
pembelajaran, yaitu: daya serap dan berbicara (Audiotory), proses berfikir
dan menciptakan gagasan berdasarkan kecerdasan yang dimiliki
(Intellectually), serta pengulangan yaitu dengan cara pemberian tugas atau
kuis dengan tujuan siswa dapat memperluas pemahaman tentang materi
yang disapaikan oleh guru (Repetititon). Sehingga melalui model
pembelajaran ini, siswa dilatih untuk memanfaatkan potensi yang sudah
dimilikinya sebagai modalitas belajar yaitu audiotory dan intellectually
kemudian ditambah dengan repetition yaitu untuk memperkuat
pemahaman dan daya ingat siswa.
41
Model pembelajaran AIR memiliki kelebihan dibanding dengan
pembelajaran konvensional, yaitu siswa lebih berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.87
Pada pembelajaran konvensional aktivitas pembelajaran
lebih bertumpu pada aktivitas audiotori sehingga siswa lebih banyak
mendengarkan materi yang disampaikan guru. Adapun model
pembelajaran AIR menggabungkan aktivitas audiotori dan intelektual,
dimana siswa selain mendengarkan penjelasan dari guru juga terlibat aktif
dalam diskusi memecahkan masalah. Selain itu pembelajaran
konvensional jarang melakukan pengulangan dan penguatan, sedangkan
dalam model pembelajaran AIR mengandung tahapan repetition dalam
bentuk kuis yang menyenangkan dimana siswa mendapatkan penguatan
dan pengulangan untuk mengingat dan mempertajam apa yang telah
dipelajarinya. Sehingga melalui model Pembelajaran AIR ini diharapkan
dapat mempengaruhi dan berimplikasi pada kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir maka hipotesis yang
diajukan pada penelitian ini adalah: “Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran
Audiotory Intellectaually Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar”.
87
Martina Fitriana, Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually, Repetition
terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa ditinjau dari Kedisiplinan Siswa, Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(1), 2016, h. 59-68.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2019/ 2020.
Penelitian mengambil tempat di MI pembangunan UIN Jakarta. Dipilih MI
pembangunan UIN Jakarta tersebut karena kondisi yang cukup mendukung
penelitian.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi
Experimen. Quasi Eksperimen adalah suatu metode yang mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.88
Pada penelitian kali ini desain yang akan digunakan adalah One Group
Pretest-Posttest Design yaitu suatu pengukuran yang terdapat pretest sebelum
diberi perlakukan, dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih
akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi
perlakuan.89
Pada penelitian ini, peneliti hanya ingin mengetahui seberapa
berpengaruhnya model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and Repetition
(AIR) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, sehingga
pemakai rancangan ini dapat mengukur pengaruh kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada materi operasi hitung bilangan cacah dengan
cara membandingkan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Dalam pelaksanaannya, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu
kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran Audiotory, Intelectually,
and Repetition (AIR), sedangkan kelompok kontrol yaitu kelas yang diajar
88
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012),h. 86. 89
Ibid, h. 83.
43
dengan tidak menggunakan model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and
Repetition (AIR).90
Adapun desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Posttest
(R) E X1 Y1
(R) K X2 Y1
Keterangan :
E : Kelompok Eksperimen
K : Kelompok Kontrol
X1 : Derajad hasil belajar menggunakan model pembelajaran AIR
X2 : Derajad hasil belajar tanpa menggunakan model pembelajaran AIR
Y1 : Derajad hasil belajar setelah diberi perlakuan
Setelah selesai mempelajari pokok bahasan dengan perlakuan masing-
masing, kedua kelompok diberi tes yang sama (Posttest). Hasil tes kemudian
diolah sehingga dapat diketahui apakah terdapat pengaruh model
pembelajaran Audiotory, Intelectually, and Repetition (AIR) terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah genralisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.91
Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas kelas IV MI Pembangunan
UIN Jakarta. yang mempelajari materi operasi hitung bilangan cacah yang
berjumlah 60 orang.
90
Ibid, h. 85 91
Ibid, h. 89
44
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.92
Sampel ini diambil dari populasi terjangkau dengan
teknik Cluster Random Sampling, yaitu mengambil sampel secara acak
dari objek yang sangat luas.93
Oleh karenanya penulis mengambil sampel
dari siswa-siswi kelas IV dimana jumlah sampel yang diambil berasal dari
dua kelas yang berjumlah 57 orang. Dua kelas ini nantinya akan dibagi
kedalam kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pemilihan
kelompok kelas berdasarkan secara acak. Terpilihlah kelas IV E dengan
jumlah siswa 29 orang sebagai kelas eksperimen dan IV F dengan jumlah
siswa 28 orang sebagai kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.94
Cara yang peneliti lakukan pada penelitian kali ini dengan menggunakan
wawancara, tes, dan observasi. Wawancara dilakukan peneliti untuk
melakukan studi pendahuluan dalam menemukan suatu permasalahan. Tes
yang diberikan adalah tes sebelum pembelajaran dilakukan (Pretest) dan
setelah pembelajaran (Posttest). Pretest dilakukan dengan tujuan untuk
mengukur kemampuan awal siswa sebelum mendapatkan pembelajaran.
Sementara itu, posttest dilakukan untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah siswa setelah mendapatkan pembelajaran. Jenis tes yang digunakan
yaitu berupa tes uraian sebanyak 5 butir soal Selain itu, peneliti juga
menggunakan alat pendukung data hasil penelitian yaitu lembar observasi
yang berfungsi untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran
Audiotory, Intelectually, and Repetition (AIR). Untuk lebih jelas mengenai
teknik pengumpulan data, disajikan pada tabel berikut:
92
Ibid, h. 90. 93
Ibid, h. 245. 94
Ibid, h. 253.
45
Tabel 3.2
Teknik Pengumpulan Data
Sumber
Data Jenis Data
Teknik
Pengumpulan Data Instrumen
Siswa Kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa
sebelum diterapkan
perlakuan pada kelas
kontrol dan eksperimen
Melaksanakan tes
awal (pretest)
Soal essay
Siswa Kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa
setelah diterapkan
perlakuan pada kelas
kontrol dan eksperimen
Melaksanakan tes
akhir (posttest)
Soal essay
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes kemampuan pemecahan
masalah matematika. Tes ini diberikan sesuai dengan indikator kemampuan
pemecahan masalah matematika yaitu 1) Kemampuan siswa dalam
memahami masalah, 2) Kemampuan siswa dalam merencanakan pemecahan
masalah, 3) Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, dan 4)
Kemampuan siswa dalam menafsirkan solusi yang diperoleh dengan
menyimpulkan hasil akhir penyelesaian masalah. Kisi-kisi ini diharapkan
mampu memberikan hasil akhir yang sesuai dengan keempat indikator
kemampuan pemecahan masalah tersebut. Tes kemampuan pemecahan
masalah matematika diberikan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah
matematika. Berikut kisi-kisi instrumen kemampuan pemecahan masalah
matematika:
46
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : IV (Empat)
Materi Pokok : Operasi Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian,
Pembagian, dan Operasi Hitung Campuran
Kompetensi Dasar
Indikator
Pencapaian
Indikator
Pemecahan
Masalah
Bentuk
Soal
No.
Butir
Soal
4.3 Menyelesaikan
masalah penaksiran
dari jumlah, selisih,
hasil kali, dan hasil
bagi dua bilangan
cacah maupun
pecahan dan desimal
4.3.1 Mengidentifikasi
penjumlahan,
pengurangan,
perkalian,
pembagian, dan
operasi hitung
campuran pada
bilangan cacah.
Menghitung
penjumlahan,
pengurangan,
perkalian,
pembagian, dan
operasi hitung
campuran pada
bilangan cacah.
1. Menuliskan
informasi dari
soal
2. Menentukan
rumus untuk
menjawab soal
3. Mensubstitusika
n nilai yang
diketahui dalam
rumus dan
menghitung
penyelesaian
masalah
4. Menafsirkan
solusi yang
diperoleh
dengan
menyimpulkan
hasil akhir
Uraian 1, 2, 3,
4, 5
47
Tes nantinya akan diberikan kepada kedua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen sebagai kelompok yang diberi pengajaran dengan model
pembelajaran Audiotory, Intelectually, and Repetition (AIR) pada operasi
hitung bilangan cacah. Kelompok kontrol sebagai kelompok yang tidak diberi
pengajaran dengan model pembelajaran Audiotory, Intelectually, and
Repetition (AIR) pada materi penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan operasi hitung campuran.
F. Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur.95
Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas pada tes
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Teknik yang
digunakan untuk mengetahui validitas instrumen soal uraian dengan
menggunakan rumus korelasi formula product moment, yakni: 96
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
r xy : Koefisien korelasi product moment
N : Banyaknya responden
ΣXY : Jumlah dari perkalian X dan Y
ΣX : Jumlah X
ΣY : Jumlah Y
Σx2 : Jumlah dari X kuadarat
(ΣX)2 : Hasil dari jumlah X yang dikuadratkan
ΣY2 : Jumlah dari Y kuadrat
(ΣY)2 : Hasil dari jumlah Y yang dikuadratkan
95
Ibid, h. 135 96
Asep Saepul Hamdi dan E. Bahruddin, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam
Pendidikan, (Yogyakarta:Deepublish,2014), h.73 .
48
Soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel = 0,576
dengan tingkat signifikansi 0,05 atau 5%. Berdasarkan uji korelasi dengan
software Anantes dari 10 butir soal kemampuan pemecahan masalah
matematika yang diuji cobakan pada kelas V MI Pembangunan diperoleh
hasil bahwa soal valid pada ada nomor 4, 6, 7, 8, 9, dan 10.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabilitas adalah instrument yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data
yang sama.97
Dengan kata lain, instrument yang reliabilitas adalah
instrumen yang tepat, stabil untuk bisa dijadikan alat ukur. Rumus yang
digunakan untuk menghitung reliabilitas adalah rumus Alpha Cronbach
yaitu sebagai berikut:
Keterangan :
ɑ : Nilai reliabilitas.
k : Jumlah item 1 pertanyaan
Σσ2
i : Jumlah varians masing-masing item.
σ2
i : Varian total
Tabel 3.4
Kriteria Reliabilitas
Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi
0,91 – 1,00
0,71 – 0,90
0,41 – 0,70
0,21 – 0,40
< 0,20
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
97
Sugiyono, op.cit., h, 135
49
Untuk mempermudah perhitungan uji reliabilitas maka peneliti
menggunakan bantuan software Anantes. Berdasarkan uji reliabilitas
diperoleh reliabilitas instrument tersebut sebesar 0,94 termasuk pada
kategori sangat tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
instrumen ini layak digunakan dalam penelitian.
3. Uji Tingkat Kesukaran Tes
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah ataupun terlalu
menyulitkan bagi siswa. Soal yang terlalu mudah tidak akan merangsang
siswa untuk berusaha menjawab soal. Sebaliknya soal yang sulit membuat
siswa menyerah dalam mengerjakannya.98
Soal yang baik adalah soal yang
mempunyai tingkat kesukaran tes yang seimbang. Indeks tingkat
kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang
besarnya berkisar 0,00 - 1,00.Untuk dapat menentukan tingkat kesukaran
tiap-tiap butir soal digunakan rumus:
Tabel 3.5
Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi
0.00 – 0.29
0.30 – 0.70
0.71 – 1.00
Sukar
Sedang
Mudah
Dalam proses perhitungan, peneliti menggunakan software Anates.
Hasil uji coba terhadap instrumen soal yang telah diujikan sebanyak 10
98
Arikunto S, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 207.
50
soal terdapat 7 soal termasuk kategori sedang dan 3 soal termasuk kategori
mudah.
4. Uji Daya Pembeda
Uji daya pembeda dilakukan untuk perhitungan yang dapat
menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar
peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta
didik yang sudah, belum atau tidak memahami materi yang diujikan.99
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal adalah
rumus:100
Keterangan:
DP : Daya pembeda
BA : Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
BB : Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar
JA : Banyaknya siswa kelas atas
JB : Banyaknya siswa kelas bawah
Tabel 3.6
Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi
0.00 – 0.19
0.20 – 0.39
0.40 – 0.69
0.70 – 1.00
Kurang Baik
Cukup
Baik
Sangat Baik
99
Hamzah B Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, Edisi 1, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), h. 152. 100
Ali Hamzah, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014), h.241.
51
Berdasarkan hasil hitung daya pembeda dari 6 soal yang valid dan
reliabilitas nomor 4 memiliki daya pembeda dengan kategori cukup,
nomor 10 memiliki daya pembeda dengan kategori baik, dan nomor 6,7,8,
dan 9 memiliki daya pembeda dengan kategori sangat baik.
G. Teknik Analisis Data
Anilisis data dalam penelitian kuantitatif merupakan kegiatan setelah
seluruh data terkumpul, yaitu dengan mengelompokkan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis.101
Analisis data digunakan
untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian atau untuk menguji
hipotesis yang diajukan melalui penyajian data. Dalam penelitian ini, sebelum
dilakukannya pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian
prasyarat analisis terhadap seluruh hasil data posttest berupa tes kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang telah terkumpul. Adapun
pengujian yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah suatu variabel
mempunyai data yang normal atau tidak. Untuk menguji normalitas
data dalam penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji Shapiro-
Wilk digunakan dalam penelitian kali ini dikarenakan peneliti nantinya
akan menguji sampel kecil yaitu kurang dari 50 orang. Uji Shapiro-
Wilk dapat dikatakan normal atau tidak,dapat dilihat berdasarkan hasil
melihat angka probobilitas, dengan ketentuan:102
1. Jika nilai probobilitas > 0,05 maka Ho diterima data berdistribusi
normal.
2. Jika nilai probobiltas< 0,05 maka Ho ditolak data berdistribusi
tidak normal.
101
Sugiyono, op.cit, h.147 102
Tri Cahyono, Statistik Uji Normalitas, (Purwokerto: Yasamas, 2015), h. 24
52
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam
variable X dan Y bersifat homogen atau tidak. Uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan One-way Anova dengan bantuan Uji
Homogenity of Variance test. Dasar pengambilan keputusan :103
1. Jika nilai probobilitas < 0.05, maka dikatakan bahwa data tidak
homogen.
2. Jika nilai probobilitas > 0.05, maka dikatakan bahwa data
homogen.
c. Uji Hipotesis.
Pengujian hipotesis penelitian dapat dilakukan apabila dua
persyaratan tersebut telah terpenuhi, yaitu data berdistribusi normal
dan homogen, maka teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Independent Sample T-Test dengan bantuan
program SPSS ver.22 yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan rata-rata dari dua populasi. Dasar pengambilan keputusan
yaitu kedua sampel dikatakan memiliki perbedaan yang signifikan jika
signifikansi atau nilai probabilitas (Sig.(2-tailed)) lebih kecil 0,05. Jadi
H0 ditolak apabila nilai probabilitas lebih kecil jadi 0,05 atau sig.(2-
tailed)<0,05 sedangkan H0 diterima apabila nilai probabilitas lebih
besar jadi 0,05 atau sig.(2-tailed) >0,05.
H. Hipotesis Statistik
Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 > µ2
103
Hamdi, op.cit, h.119
53
Keterangan:
Ho : Tidak Terdapat Pengaruh model pembelajaran Audiotory, Intelectually
Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Sekolah Dasar
Ha : Terdapat Pengaruh model pembelajaran Audiotory, Intelectually
Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Sekolah Dasar.
µ1 : Nilai rata-rata hasil tes awal (pretest, sebelum dibriikan perlakuan).
µ2 : Nilai rata-rata hasil tes ahkir (posttest, sesudah diberikan perlakuan).
97
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis serta pembahasan,
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas eksperimen yang menggunakan model AIR lebih
tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas kontrol yang tidak menggunakan model AIR. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata posttest kelas eksperimen sebesar 80,62 dan
kelas kontrol sebesar 73,00.
Selain itu, berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji-t
menyatakan bahwa hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
mendapat signifikansi 0,005. Sesuai dengan kriteria 0,005 ≤ 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, berarti menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil posttest kelas
eksperimen dankelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
AIR memiliki pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas IV MI Pembangunan UIN Jakarta dalam materi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan operasi hitung
campuran dalam bentuk soal cerita.
B. Implikasi
Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan
pada BAB IV, maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran AIR dapat meningkatkan pemecahan
masalah matematika dan menyelesaikan masalah dalam bentuk soal
cerita. Hal ini diperkuat dengan hasil tes akhir (posttest) pada kelas
ekperimen jauh berbeda dengan hasil pada kelas kontrol karena model
pembelajaran AIR merupakan model pembelajaran yang
98
mengedepankan pada aktivitas siswa yang memuat tiga aspek yaitu
aspek Audiotory, Intelectually, and Repetition.
2. Hasil penelitian ini sebagai masukan guru dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Salah satunya
adalah guru dapat menggunakan model pembelajaran AIR ini dalam
pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran khususnya pada materi operai hitung campuran dalam
bentuk soal cerita yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan pengalaman yang terjadi selama
penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran-saran berikut ini :
1. Metode AIR bagi guru yaitu guru dapat aktif dan kreatif mengembangkan
pengetahuannya dengan menggunakan model pembelajaran Audiotory
Intellectually Repetition (AIR) dalam pembelajaran matematika agar tercipta
suasana belajar yang menyenangkan.
2. Metode AIR bagi dapat dijadikan sebagai instrument peningkatan mutu
guru, khusunya di MI Pembangunan UIN Jakarta, sehingga akan berdampak
positif terhadap mutu pembelajaran, serta dapat meningkatkan kualitas Out
put sekolah.
3. Metode AIR bagi peneliti lain yaitu dapat memberikan gambaran dalam
masalah pemanfaatan model dalam pembelajaran. Selain itu, dapat
menginspirasi peneliti lain sebagai referensi dalam penggunaan model untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi
operasi hitung bilangan cacah.
99
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Muhammad, Evi Chamalah, dan Oktariana Puspita Wardani. Model dan
Metode Pembelajarn di Sekolah. Semarang:Unissula Press, 2003.
Afrilina, Firda. “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Corong Berhitung Terhadap
Pemahaman Konsep Siswa Pada Materi Perkalian dan Pembagian”.
Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta. 2017.
Amir, Almira. Pembelajaran Matematika SD dengan Menggunakan Media
Manipulatif. Forum Pedagogik. 6(1), 2014. 72-89.
Arikunto S. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Arnidha, Yunni. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Operasi
Hitung Bilangan Cacah. Jurnal E-DuMath. 1(1), 2015. 52-63.
Astuti, Riana, Yetri, dan Welly Anggraini. Pengaruh Model Pembelajaran AIR
Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Materi Kemagnetan
Kelas IX SMPN 1 Penengahan Lampung Selatan. Jurnal of Science and
Mathematics Education. 1(2), 2018. 1-12.
Azizah, Gina Nur dan Rostina Sundayana. Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis dan Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Kooperatif tipe
AIR dan Probing Prompting. Jurnal Mosharafa. 5(3), 2016. 305-314.
Cahyono, Tri. Statistik Uji Normalitas. Purwokerto: Yasamas, 2015.
Chairani, Zahra. Metakognisi Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika.
Yogyakarta:Deepublish, 2016.
Departemen Agama RI. Al Quran Tajwiddan Terjemah. Bandung: Diponogoro,
2010.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Model-model
Pembelajaran. Jakarta:Kemendikbud, 2017.
F, Ramdhan, Suwarman, dan Aulia Candra. Pengaruh Model Pembelajaran
Audiotory, Intellectually, And Repetition (AIR) Terhadap Peningkatan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Jurnal PRISMA. 1(2). 2017. 152-
161.
Fatmawati, Anis. “Penerapan Pendekatan Audiotory, Intelectually,, and
Repetition (AIR) pada Materi Pertidaksamaan di Kelas X-C SMAN 1
100
Kauman Tulungagung”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Indonesia. 3(2). 2014.
20-35.
Fitri, Seviani dan Rukmono Budi Utomo. Pengaruh Model Pembelajaran
Audiotory, Intelectually, and Repetition Terhadap Kemampuan
Pemahaman Konsep di SMP Pustek Serpong. Jurnal e-DulMath. 2(2).
2016. 193-201.
Fitriana, Martina. Pengaruh Model Pembelajaran Audiotory, Intelectually,
Repetition terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa ditinjau dari
Kedisiplinan Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika. 2(1). 2016. 59-68
Frengky. Model Pembelajaran Matematika Siswa Kelas Satu Sekolah Dasar.
Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. 35(2). t.t.
151-163.
Gunawan, Asep. “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Audiotory,
Intellectually, And Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP N $ Sewon”. Skripsi pada
Universitas PGRI Yogyakarta. Yogyakarta. 2017.
Hamdi, Asep Saepul dan E. Bahruddin. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
dalam Pendidikan. Yogyakarta:Deepublish, 2014.
Hamzah, Ali. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014.
Handayani Z, Kartika. “Ananlisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika”. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Matematika. 6 Mei. Medan: Universitas Negeri Medan,
2017.
Hasratuddin. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal
Pendidikan Matematika Paradikma. 6(2). t.t. 130-141.
Hasratuddin. Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang
Berbasis Karakter. Jurnal Didaktik Matematika. 1(2). 2014. 30-42.
101
Heruman. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Hidayat, Wahyu dan Ratna Sariningsih, Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika dan Adversity Quotient Siswa SMP Melalui Pembelajaran
Open Ended. Jurnal Nasional Pendidikan Matematika. 2(1). 2018. 109-
118.
Huda, Miftahul. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Isro’atun dan Amelia Rosmala. Model-model Pembelajaran Matematika.
Jakarta:PT Bumi Aksara, 2018.
Khairunnisa, Afidah. Matematika Dasar, Jakarta:Rajawali Pers, 2015.
Khasmawati, Hanik, Rina Dwi Setyani, dan Nurina Happy, “Analisis Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis pada Siswa Berkemampuan Tinggi pada
Materi Aritmatika Soal”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika. 11 Agustus.
Semarang:Universitas PGRI Semarang, 2018.
Lestari, Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara. Penelitian
Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama. 2015.
Lutfianasari, Desy . “Pengaruh Model Pembelajaran AIR Terhadap Hasil Belajar
Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Siswa Kelas
VIII UPTD SMPN 1 Semen Kabupaten Kediri”. Skripsi pada Universitas
Nusantara PGRI Kediri. Kediri. 2017.
Marwiyanto. Matematika untuk SD dan MI Kelas 3I. Jakarta: Piranti Darma
Kalokatama, 2008.
Mawaddah, Siti dan Hana Anisah. Kemmapuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Generaif di SMP. Jurnal Pendidikan Matematika. 3(2).
2015. 166-175.
Misnawati, Teti. Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Melalui Model
Pembelajaran Audiotory Intelectually Repetition (AIR) Pada Materi Segi
Empat Kelas VII SMPN 9 Haruai. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial.
4(1). 2017. 77-86.
Muslimin,dkk. Desain Pembelajaran Pengurangan Bilangan Bulat Melalui
Permainan Tradisional Congklak Berbasis Pendidikan Matematika
102
Realistik Indonesia di Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Kreano. 3(2). 2012.
100-112.
Mustaqim, Burhan dan Ary Astuty. Ayo Belajar Matematika 2. Pusat
Perbukuan:Departemen Pendidikan Nasional Jakarta. 2009.
Mustika, Helma dan Nuri Kinanti. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Audiotory, Intelectually, And Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa di Kelas VIII SMPN 1 Pasir Penyu.
Journal of Mathematics Education and Science. 3(2). 2018.153-158.
Nurur, Fadliyatun. “Peningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Campuran Melalui
Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas V di MI
Muhammadiyah Suruh 02”. Skripsi pada STAIN Salatiga. Salatiga. 2014.
PISA. Programme for International Student Assessment (PISA) Result from PISA
2018. Indonesia: OECD, 2019.
Priyastutik, Syela, Huri Suhendri, dan Soeparlan Kasyadi. Pengaruh
Kemandirian dan Konsep Diri terhadap Pemecahan Masalah Matematika
Siswa. Jurnal Kajian Pendidikan Matematika. 4(1). 2018. 1-10.
Pujiastutik, Hernik. Penerapan Model Pembelajaran AIR Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Belajar Pembelajaran. Jurnal
Proceeding Biology Educational Conference. 13(1). 2016. 515-518
Rahayuningsih, Sri. Penerapan Model pembelajaran Matematika Model
Audiotory Intellectually Repetition (AIR). Jurnal of Educational
Innovation. 3(2). 2017. 67-83.
Rahmah, Nur dan Asnidar. Hubungan Penguasaan Perkalian dan Pembagian
Dasar terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP PMDS
Putra Palopo. Jurnal Elemen. 1(1). 2015. 57-69.
Rahman, Ira Silviana, Nerru Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti. Pengaruh
Model Pembelajaran LAPS Heuristik terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah. Jurnal Wacana Akademika. 2(1). 2018. 49-60
Rahmani, Wirda, dan Nurbaiti Widyasari. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Melalui Media Tangram. Jurnal Penelitian
Pendidikan Matematika dan Matematika. 4(1). 2018. 17-24
Rahmawati, Puji . Mengenal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Perbatasan. Ponorogo:Uwais Inspirasi Indonesia, 2018.
Ramayulis. “Dasar-dasar Kependidikan”. Jakarta:Kalam Mulia. 2015.
103
Riffyanti, Landysari dan Rubono Setiawan. Analisis Strategi Langkah Mundur
dan Bernalar Logis dalam Menentukan Bilangan dan Nilainya. Jurnal
Pendidikan Matematika. 6(1). 2017. 115-127.
Ritonga, Ester Cronika. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Posing terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di SMP Negeri 3
Angkola Selatan. Jurnal MathEdu. 1(2). 2018. 23-35.
Roebyanto, Goenawan dan Sri Harmini. Pemecahan Masalah Matematika.
Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2017.
Rostika, Deti dan Herni Junita. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa SD dalam Pembelajaran Matematika dengan Model DMR. Jurnal
Pendidikan Dasar. 9(1). 2017. 35-46.
Rusydi, Akhmad, Indri Yani, dan Novandra Sagita. Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VI SD pada Materi Volume
Kubus dan Balok Menggunakan Alat Peraga Vokuba. Jurnal Pelangi.
8(1). 2015. 24-33.
Salsabila, Shefira. “Pengaruh Model Pembelajaran VAK terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kelas III SDIT At-Taufiq Al-Islami
Tasikmalaya”. Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta. 2018
Subariah, Sri. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:Depdiknas, 2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2012.
Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung:Pustaka Setia, 2012.
TIMSS. International Study Center Lynch School of Education. Boston:TIMSS,
2011.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Kencana,
2009.
Ugi, La Eru, Djadir, dan Muhammad Darwis. Ananlisis Kesalahan Siswa pada
Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat dan Alternatif Pemecahannya.
Jurnal Daya Matematis. 4(1). 2016. 34-50.
104
Uno, Hamzah B dan Satria Koni. Assesment Pembelajaran. Edisi 1. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Wardhani, Sri. Implikasi Karakteristik Matematika dalam Pencapaian Tujuan
Mata Pelajaran Matematika di SMP/MTs. Yogyakarta:Departemen
Pendidikan Nasional, 2010.
Wafiqni, Nafia dan Asep Ediana Latip. Psikologi Perkembangan Anak Usia
MI/SD. Jakarta: UIN PRESS. 2015.
Widayanti, Esti Yuli, dkk. Pembelajaran Matematika MI Edisi Pertama. tt.p.
2009.
Widjajanti, Djamilah Bondan. “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Mahasiswa Calon Guru Matematika”. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. 5 Desember.
Yogyakarta:UNY. 2009.
Winarni, Endang Setyo dan Sri Harmini. Matematika untuk PGSD. Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya, 2012.