Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma

download Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma

of 9

description

Karya Ilmiah Ir. Pastriyani E.T M.S

Transcript of Pengaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma

ngaruh Lama Masa Inkubasi Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum Terhadap Daya Hambat Perkembangan Jamur Patogen Fusarium Oxysporum Penyebab Penyakit Layu Tanaman Tomat Secara In Vitro Oleh : Pasetriyani Eddy Tarman Abstrak Percobaan dilakukan dilaboratorium Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pasirjati Bandung mulai bulan Januari sampai Februari 2006. Tujuan percobaab adalah untuk mendapatkan informasi tentang lamanya masa inkubasi jamur T.harzianum yang tepat dalam menghambat perkembangan jamur F.oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman tomat. Metode percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas enam perlakuan dan tiga ulangan dengan rincian sebagai berikut : A. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 3 hari B. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 4 hari C. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 5 hari D. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 6 hari E. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 7 hari F. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 8 hari Hasil percobaan menunjukkan bahwa lama masa inkubasi jamur Trichoderma sp selama 7 hari memberikan pengaruh yang terbaik dalam menekan perkembangan jamur Fusarium sp. Penyebab penyakit layu tanaman tomat. Pendahuluan 1. Latar Belakang Salah satu kendala dalam budidaya tanaman tomat adalah adanya serangan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Penyakit ini umumnya menyerang tanaman tomat pada daratan tinggi. Gejala pertama dari penyakit ini adalah menjadi pucatnya tulang daun terutama daun-daun sebelah atas kemudian diikuti dengan merunduknya tangkai daun, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan. Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun terutama daun sebelah bawah sehingga tanaman menjadi kerdil dan merana (Semangun, 2000). Jika tanaman yang sakit itu dipotong dekat pangkal batang akan terlihat suatu cincin coklat dari berkas pembuluh. Pada tanaman yang masih sangat muda, penyakit dapat menyebabkan matinya tanaman secara mendadak karena pada pangkal batang terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang. Pada tanaman dewasa yang terinfeksi masih dapat menghasilkan buah tetapi sedikit dan kecil-kecil (Endah, H.J. dan Novisan, 2002). Pengendalian penyakit layu ini masih mengandalkan penggunaan fungisida. Pada Perkembangan pengendalian penyakit akhir-akhir ini perhatian terhadap percemaran lingkungan mulai tampak sehingga penggunaan fungisida mulai dibatasi. Oleh karena itu pengendalian mulai dialihkan ke pengendalian biologis dengan menggunakan agens hayati, salah satunya menggunakan jamur Frichoderma sp. Jamur ini merupakan jamur tanah dapat dijadikan sebagai bahan pengendalian yang aman dan ramah lingkungan, kebanyakan saprofit dalam tanah dan kayu. Jamur ini dapat menghasilkan enzyme Beta (1,3) glukonose dan kitinase yang dapat menyebabkan degradasi dan lisis pada dinding sel Fusarium. Pertumbuhan miselium Trichoderma akan melilit dan memenuhi tempat di

sekitar hifa dari jamur inang dan menyebabkan hifa pathogen akan mudah sekali menjadi kosong, runtuh dan akhirnya hancur (Cook dan Baker dalam Waluyo, 2004). Efektifitas jamur Trichoderma sebagai agen pengendali Hayati Fusarium pada tanaman tomat ditentukan oleh jamur spora Trichoderma. Jumlah spora ditentukan oleh lamanya masa inkubasi pada saat pertumbuhan Trichoderma pada media tumbuh Potato Dextrose Agar (PDA). Masa inkubasi adalah periode antara penetrasi dengan mulai terbentuknya spora dalam hal ini adalah periode antara inokulasi (peletakan inokulum pada media tumbuh) dengan mulai terbentuknya spora. Lamanya masa inkubasi yang tepat pada saat penumbuhan Trichoderma akan diperoleh jumlah spora yang ideal dalam menekan jumlah spora dan viabilitas/daya kecambah pathogen Fusariumpada tanaman tomat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh lamanya masa inkubasi jamur Trichoderma terhadap daya hambat penyakit layu Fusarium sehingga produksi tomat dapat ditingkatkan. 2. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas dapat dikemukakan masalah sebagai berikut : 1. Apakah lama masa inkubasi Trichoderma berpengaruh terhadap jumlah spora dan viabilitas/daya kecambah jamur Fusarium asa tanaman tomat invitro ? 2. Berapa lama masa inkubasi jamur Trichoderma yang efektif dalam menekan perkembangan jamur pathogen Fusarium ? 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalh untuk mendapatkan informasi tentang lamanya masa inkubasi yang tepat dalam menekan perkembangan jamur Fasarium asal tanaman tomat in vitro. Tinjauan Pustaka Fusarium dapat bertahan lama di dalam tanah. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur Fusarium menginfeksi akar tanaman inang terutama melalui lukaluka lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Pengangkutan air dan hara terganggung sehingga menyebabkan tanaman layu. Pada waktu udara lembab, jamur akan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada tempat akar yang terinfeksi (Semangun, 2000). Upaya pengendalian Fusarium banyak menemui kesulitan. Pengendalian dengan menggunakan fungisida belum memberikan hasil yang optimal karena Fusarium dalam bentuk klamidospora dapat dorman beberapa tahun di dalam tanah walapun tanpa tanaman inang. Oleh karena itu alternative lain adalah pengendalian secara biologis dengan menggunakan jamur Trichorderma sebagai antagonis (Nasution, 1996). Trichorderma masuk ke dalam Class Deuteromycetes, Ordo Moniales. Pada biakan murni jamur ini mebnetuk koloni bertumpuk (Semangun, 1990). Jamur ini efektif untuk mengendalikan pathogen dalam tanah karena menghasilkan antibiotic, cepat menguasai ruangan dan hara dan bersifat parasit (Baker dan Cool dalam Hersanti dkk, 2000). Yulianti (2000) menyatakan bahwa jamur ini tidak bersifat patogenik terhadap tanaman. Dari penelitian Sudantha (1993) melaporkan bahwa jamur Trichorderma secara invitro mampu menekan jamur Sclerotium oryzae dan efektif menekan jamur Fusarium penyakit layu tanaman tomat. Mekanisme kerja jamur Trichorderma adalah melalui hifa yang menetrasi struktur jamur pathogen (inang) dalam keadaan dorman atau memparasit hifa jamur pathogen (inang) yang aktif tumbuh sehingga pada akhirnya hifa Trichorderma tumbuh sejajar dengan inangnya kemudian

membentuk cabang-cabang yang melingkari seluruh permukaan hifa inang (Martanto, 2000). Jumlah spora merupakan factor yang mempengaruhi terhadap infeksi. Makin tinggi kepadatan hifa makin banyak spora yang dihasilkan. Banyaknya hifa yang tumbuh dan bersinggungan dengan permukaan akar memacu keberhasilan infeksi terhadap pathogen (Hepper dalam Winarsih dan Baon, 1999). Jumlah spora jamur ditentukan oleh lamanya masa inkubasi. Laju infeksi meningkat dengan makin lamanya masa inkubasi dan mkin banyaknya spora. Hasil uji pendahuluan di Laboratorium, ternyata jumlah spora jamur Trichorderma meningkat pada masa inkubasi tiga hari dan jumlah yang optimum pada masa inkubasi tujuh hari. Di bawah masa inkubasitiga hari pembentukan hifa dan jumlah spora masih sedikit sedangkan masa inkubasi lebih dari 7 hari jumlah spora mulai menurun karena kadar nutrisi pada media tumbuh mulai berkurang. Dengan demikian dapat dikemukakan bila masa inkubasi terlalu lama daya hambatnya sudah menurun, demikian juga bila terlalu sebentar pertumbuhan jamur Trichorderma sp masih pembentukan hifa dan jumlah spora masih sedikit sehingga kurang efektif dalam menghambat perkembangan patogen. Bahan dan Metode Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Proteksi Tanaman Perkebunan di Pasirjati Kecamatan Jatiendah Km 10 Ujungberung, pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut dan dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2006. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu percobaan (eksperimen) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 6 perlakuan dan 3 ulangan. Variasi perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut : A. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 3 hari B. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 4 hari C. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 5 hari D. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 6 hari E. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 7 hari F. Medium PDA + Fusarum + Trichoderma dengan masa inkubasi 8 hari Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilakukan pengujian uji beda nyata dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 5 %. 3. Pelaksanaan Percobaan a. Pengumpulan Specimen Pengumpulan specimen dilakukan dengan mencari tanaman tomat kultivar Intan yang terserang pathogen Fusarium oxysporum dengan gejala seperti pucatnya tulang-tulang daun, terutama daun sebelah atas, tangkainya merunduk atau layu secara keseluruhan. b. Pembuatan Medium PDA Sebanyak 39 gram serbuk PDA (Potato Dektrose Agar) yang sudah siap pakai dilarutkan dalam 1 liter akuades, kemudian dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk smpai homogen. Larutan dimasukkan dalam Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan alumunium poil lalu disterilkan pada autoklaf suhu 121 C selama 30 menit. Medium PDA dikeluarkan dan

dituangkan pada cawan petri steril masing-masing 1o ml dan dibiarkan membeku. c. Pemurnian Kultur Fusarium oxysporum Bagian batang specimen yang didapat dibersihkan dengan alcohol 70%, dipotong tipis selanjutnya diisolasikan pada media PDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-5 hari. Setelah tumbuh dilakukan identifikasi di bawah mikroskop. Bila sudah diperoleh Fusarium oxysporum dilakukan pemurnian dengan cara mengambil jamur bagian ujung dengan menggunakan jarum ose, selanjutnya diisolasikan pada media PDA baru yang sudah steril kemudian diinkubasi. Pemurnian dilakukan 2-3 kali sampai diperoleh isolate murni yang betulbetul bebas dari jamur kontaminan. d. Penyediaan Trichoderma sp Biakan murni Trichoderma sp diisolasikan pada media PDA steril pada cawan petri lalu diinkubasikan dengan waktu yang berbeda-beda, mulai umur 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari dan 8 hari. e. Inokulasi Trichoderma sp dan Fusarium oxysporum Fusarium oxysporum ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi PDA selama 7 hari atau sampai cawan petri penuh dengan Fusarium oxysporum. Kemudian dengan alat boor gabus garis tengah 5 mm koloni F.oxysporum dicetak. Inokulum F. oxysporum dari media PDA awal dipindah atau ditumbuhkan ke medium PDA baru dalam cawan petri, dan dalam waktu yang bersamaan didekat koloni F. oxysporum dengan jarak 1 cm ditumbuhkan juga jamur antagonis yaitu Trichoderma sp yang diambil dari Trichoderma yang telah ditumbuhkan pada cawan petri dari berbagai tingkatan umur (3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari dan 8 hari) esuai perlakuan. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar. f. Pengamatan 1. Pengamatan Penunjang Pengamatan dilakukan untuk mengetahui lama masa inkubasi Trichoderma sp terhadap jumlah spora dan vabilitas/daya kecambah Trichoderma sp pada media PDA. a. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah spora jamur Trichoderma sp. Jumlah spora jamur Trichoderma sp dihitung pada masa inkubasi 3 hari sampai dengan 8 hari. Pada setiap tingkatan umur tersebut dilakukan penghitungan spora dengan cara sebagai berikut : Isolat Trichoderma sp sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam blender lalu ditambah akuades sebanyak 100 ml kemudian dihancurkan untuk memndapat supensi jamur. Jumlah spora suspense dihitung dalam 5 kotak besar yang masing-masing terdiri dari 16 petak kecil atau sama dengan 80 kotak kecil dengan cara menghitung spora pada setiap petak, dilakukan secara diagonal diulangan sebanyak 2 kali selanjutnya dicari rata-rata jumlah spora dan dilakukan dengan bantuan mikroskop. Adapun penghitungan spora sebagai berikut : Rata-rata jumlah spora x d x 106 Jumlah spora = -----------------------------------------80 x 0,25 Keterangan : D = tingkat pengenceran 106 = konstanta 0,25 = konstanta

80 = jumlah kotak kecil/kotak yang diamati Rumus : BPTP Jawa Timur b. Perhitungan persentase daya kecambah jamur Trichoderma sp Spora yang berkecambah P = ------------------------------------------- x 100 % Spora seluruhnya Persentase spora yang berkecambah dihitung dengan cara sisa suspense spora pada pengamatan penghitungan spora diambil dan dilakukan pengenceran. Selanjutnya diamati kerapatan spora di bawah mikroskop, apabila terlalu rapat jumlah spora dilakukan pengenceran dengan akuades steril (satu bidang pandang berisi spora + 10 20 spora). Selanjutnya disiapkan PDA steril yang dipotong-potong dengan ukuran 1 x 1 cm, potongan PDA tersebut selanjutnya diletakkan pada gelas obyek, setiap gelas obyek diisi 2 potongan PDA. Suspensi spora yang telah diencerkan selanjutnya diteteskan pada PDA sebanyak 1 cc dan masukan gelas obyek tersebut ke dalam cawan petri selanjutnya diinkubasi selama 10 jam pada suhu kamar dan dihitung jumlah spora yang berkecambah menggunakan mikroskop. 2. Pengamatan Utama A. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Trichoderma sp Terhadap Jumlah Spora dan Vabialitas/daya Kecambah Fusarium oxysporum pada PDA a. Jumlah Spora Jamur Fusarium oxysporum Untuk mengetahui jumlah spora jamur Fusarium oxysporum yang dilakukan uji antagonis dengan jamur Trichoderma sp dengan masa inkubasi Trichoderma sp yang berbeda yaitu 3 hari sampai dengan 8 hari dilakukan penghitungan spora. Penghitungan Fusarium oxysporum sama dengan penghitungan spora Trichoderma sp. b. Perhitungan persentase daya kecambah jamur Fusarium oxysporum sama dengan cara perhitungan persentase daya kecambah Trichoderma sp. Hasil dan Pembahasan 1. Pengamatan Penunjang Pengaruh Lama Masa Inkubasi Trichoderma sp Terhadap Jumlah Spora dan Viabilitas Trichoderma. Hasil penghitungan jumlah spora Trichoderma sp. Pada enam tingkatan lama masa inkubasi, diperoleh data seperti tertuang pada Table 1. Tabel 1. Data Hasil Penghitungan Jumlah Spora Dan Viabilitas Trichoderma sp Pada Enam Tingkatan Lama Masa Inkubasi Lama Masa Inkubasi Jumlah Spora ( x 108) Viabilitas ( % ) A ( 3 hari ) 1,90 50,00 B ( 4 hari ) 4,00 70,00 C ( 5 hari ) 5,20 76,67 D ( 6 hari ) 7,70 83,33 E ( 7 hari ) 9,30 96,67 F ( 8 hari ) 8,00 73,33 Dari Tabel 1, di atas tampak bahwa pada setiap tingkatan lama inkubasi jamur Trichoderma

sp menghasilkan jumlah spora yang berbeda. Jumlah spora semakin meningkat dari masa inkubasi 3 hari (A) sampai masa inkubasi 7 hari (E) sedangkan masa inkubasi 8 hari (F) jumlah spora menurun. Keadaan tersebut dimungkinkan pada masa inkubasi 3 sampai 7 hari ketersediaan nutrisi pada media PDA masih mencukupi untuk perkembangan jumlah spora jamur Trichoderma sp, sedangkan pada masa inkubasi 8 hari (F) ketersediaan nutrisi pada PDA sudah tidak memungkinkan lagi bagi perkembangan jumlah spora jamur Trichoderma sp, bahkan jumlah spora yang dihasilkan cenderung menurun. Hasil penelitian Hepper dalam Winarsih dan Baon (1999) jumlah kepadan spora jamur ditentukan oleh lamanya masa inkubasi, laju infeksi meningkat dengan makin lama masa inkubasi dan makin banyak jumlah spora. Pada ketersediaan nutrisi yang tidak terbatas, makin lama masa inkubasi akan semakin banyak jumlah spora yang dihasilkan, hifa yang terbentuk juga lebih banyak, perkembangan lebih cepat dan infeksi meningkat. Tabel 2. Jumlah Spora dan Viabilitas Fusarium sp yang diisolsi Dengan Jamur Antagonis Trichoderma sp Perlakuan Jumlah Spora ( x 108) Viabilitas ( % ) A ( 3 hari ) 3,52 b 80,00 d B ( 4 hari ) 1,47 b 75,00 cd C ( 5 hari ) 1,07 ab 68,33 c D ( 6 hari ) 1,03 ab 48,33 b E ( 7 hari ) 0,37 a 30,00 a F ( 8 hari ) 0,40 a 33,33 a Lama masa inkubasi berpengaruh terhadap viabilitas, semakin lama masa inkubasi semakin tinggi viabilitas. Pada perlakuan A (masa inkubasi 3 hari) viabilitas yang rendah yaitu hanya mencapai 50 % dan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan E (masa inkubasi 7 hari) viabilitas mencapai 96,67 %. Hal ini disebabkan bahwa tingkat perkecambahan/viabilitas dipengaruhi oleh tingkat matangan spora. Pada masa inkubasi 7 hari (E) tingkat kematangan sudah cukup optimal dan nutrisi pada media PDA masih cukup tersedia sehingga viabilitas mencapai maximum. Sedangkan pada masa inkubasi 8 hari (F) viabilitas mengalami penurunan yaitu 73,33 % hal ini disebabkan kandungan nutrisi pada media PDA sudah berkurang mongering maka kemampuan spora untuk berkecambah menurun lama kelamaan mongering dan akhirnya dorman bahkan mati. Semakin tinggi viabilitas jamur Trichoderma sp, maka akan semakin efektif dalam menginfeksi pathogen karena besarnya persentase viabilitas jamur Trichoderma sp, menunjukkan tingginya daya kecambah spora yang berpeluang menginfeksi patogen. 2. Pengamatan Utama a. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Trichoderma sp, Terhadap Jumlah Spora Fusarium sp. Jumlah spora Fusarium sp yang paling tinggi yaitu pada perlakuan A (masa inkubasi Trichoderma sp 3 hari) dan jumlah spora Fusarium sp yang paling rendah pada perlakuan E (masa inkubasi Trichoderma sp 7 hari). Hal ini disebabkan bahwa perlakuan A jumlah spora Trichoderma sp belum begitu banyak sehingga belum begitu berpengaruh dalam menekan jumlah spora Fusarium sp. Pada perlakuan E penekanan jamur Trichoderma sp terhadap jumlah spora Fusarium sp sudah terlihat. Hal ini disebabkan jumlah spora Trichoderma sp pada masa inkubasi 7 hari (E) cukup tinggi sehingga sudah mampu menekan spora Fusarium sp. Dalam hal

ini terjadi interaksi antara jamur Trichoderma sp dengan spora Fusarium sp terlihat adanya pertumbuhan Trichoderma sp yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan spora Fusarium sp. Pertumbuhan Trichoderma sp telah menutupi sebagian besar spora Fusarium sp sehingga pertumbuhan spora Fusarium sp menjadi tersaingi karena kompetis nutrisi dan ruang. Keadaan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan olek Cook & Baker dalam Waluyo (2004) bahwa proses kolonisasi Trichoderma sp dengan cepat mendahului pathogen kemudian berkopentisi secara agresif atau menyerang tempat yang ditempati Fusarium sp. b. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Trichoderma sp, Terhadap Persentase Viabilitas/Daya Kecambah Jamur Spora Fusarium sp. Persentase viabilitas jamur Fusarium tertinggi sebesar 80% yaitu pada perlakuan A. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa masa inkubasi Trichoderma sp 3 hari masih rendah dalam menekan viabilitas Fusarium sp. Persentase viabilitas yang paling rendah yaitu sebesar 30,00 % pada perlakuan E. Keadaan tersebut menujukkan bahwa masa inkubasi Trichoderma sp 7 hari memiliki kemampuan menekan viabilitas Fusarium sp. Berdasarkan data tersebut di atas dikemukakan bahwa pada masa inkubasi Trichoderma sp 3 hari (A) spora Trichoderma sp yang dihasilkan masih sedikit sehingga Fusarium sp. Masih belum terganggu perkecabahannya sedangkan pada masa inkubasi Trichoderma sp 7 hari (E) Trichoderma sp yang dihasilkan cukup tinggi sehingga mampu menekan perkecabahan Fusarium sp. Pada masa inkubasi Trichoderma sp 7 hari (E) menunjukkan jamur Trichoderma sp mampu tumbuh di atas jamur Fusarium sp berubah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses hiperparasitisme jamur antagonis Trichoderma sp sehingga jamur Fusarium sp rusak dan kemudian menjadi lisis, sehingga kemampuan spora Fusarium sp untuk berkecambah tertekan. Menurut Johnson dan Curl dalam Nasution, (1996). proses ini diawali dengan dililitnya hifa pathogen oleh jamur hiperparasit secara melingkar, kemudian diikuti dengan produksi enzim-enzim yang dihasilkan tersebut mengakibatkan terjadinya lapisan kitin pada dinding sel pathogen sehingga menyebabkan lisis. Akhirnya spora Fusarium sp tidak mampu berkecambah dengan sempurna. Jadi semakin lama masa inkubasi Trichoderma sp jumlah spora yang dihasilkan meningkat dan penekanan terhadap viabilitas spora Fusarium sp semakin besar dan peluang untuk menginfeksi semakin tinggi.

B. Pengaruh Lama Masa Inkubasi Trichoderma sp Terhadap Penekanan Perkembangan Patogen Fusarium oxysporum Tabel 3. Rata-rata Persentase Penekanan Jamur Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Perkembangan Jamur Patogen Fusarium oxysporumNo. Lama Masa Inkubasi 1 (hsp) Persentase Penekanan Pada Pengamatan ke 3 (hsp) 3 (hsp) 4 (hsp) 5 (hsp)

1 A ( 3 hari ) 38,73 a 73,33 ab 75,67 a 81,67 ab 83,67 a 2 B ( 4 hari ) 57,77 b 73,33 ab 83,33 ab 83,33 ab 86,33 a 3 C ( 5 hari ) 57,78 b 78,89 ab 88,33 ab 90,00 ab 91,33 a 4 D ( 6 hari ) 69,52 b 87,22 b 90,67 b 90,67 n 92,33 a 5 E ( 7 hari ) 74,29 b 86,66 b 96,67 b 96,67 c 98,33 a 6 F ( 8 hari ) 56,67 b 67,38 a 76,67 ab 76,67 a 85,00 a Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut hasil Uji Jarak Berganda Duncan. Hsp : hari setelah perlakuan Pada Tabel 3 tampak bahwa mulai hari ke 1 sampai dengan hari ke 5 setelah perlakuan sudah terjadi penekanan jamur antagonis Trichoderma sp terhadap perkembangan jamur pathogen Fusarium oxysporum. Pada pengamatan ke 1 (hsp), masa inkubasi 3 hari (A) menunjukkan persentase yang paling kecil yaitu 38,73%. Hal tersebut sejalan dengan hasil penghitungan jumlah spora dan viabilitas jamur Trichoderma sp belum optimum untuk pertumbuhan sehingga penekanannya terhadap perkembangan jamur pathogen Fusarium oxysporum kecil. Pada ke 3 hsp, hifa mulai bersentuhan yang ditandai dengan mulai bertemunya kedua koloni jamur, hal ini diduga bahwa mikoparasit Trichoderma sp dimulai setelah adanya kontak fisik antara hifa Trichoderma sp dengan Fusarium sp. Dari data tampak bahwa perlakuan E dapat menekan Fusarium sp paling tinggi yaitu 96,67%, hal ini karena jumlah spora dan viabilitas cukup tinggi. Koloni Fusarium sp pertumbuhannya lebih lambat disbanding pertumbuhan jamur antagonis Trichoderma sp, hal ini terjadi karena adanya proses kompetisi nutrisi dan ruang. Pada hari ke 4 setelah perlakuan permukaan media PDA telah ditumbuhi oleh Fusarium sp dan Trichoderma sp. Pertumbuhan cendawan antagonis telah menutup sebagian permukaan medium, sehingga pertumbuhan pathogen menjadi tersaingi karena kompetisi ruang. Pengamatan pada hari berikutnya (hari ke 5) menunjukkan miselium Trichoderma sp mampu tumbuh di atas miselium Fusarium sp dan selanjutnya terlihat miselium pathogen berubah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses hiperparasitisme jamur antagonis terhadap pathogen Fusarium sp mengakibatkan terjadinya kerusakan lapisan kitin pada dinding sel hifa pathogen sehingga menyebabkan lisis. Persentase penekanan mencapai 98,33% pada perlakuan E (masa inkubasi 7 hari) yang artinya daya hambat penekanan secara invitro terhadap Fusarium sp cukup efektif pada masa inkubasi jamur Trichoderma sp hari ke 7.

Kesimpulan Dari hasil penelitian lama masa inkubasi jamur antagonis Trichoderma sp terhadap penekanan perkembangan jamur pathogen Fusarium oxysporum, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Masa inkubasi jamur antagonis Trichoderma sp berpengaruh terhadap jumlah spora dan daya kecambah/viabilitas jamur Fusarium oxysporum serta penekanan terhadap Fusarium oxysporum. 2. Masa inkubasi jamur antagonis Trichoderma sp selama 7 hari paling efektif menekan jumlah spora dan daya kecambah/viabilitas jamur Fusarium oxysporum secara invitro. Saran Hasil penelitian ini merupakan penelitian dasar, supaya hasil aplikatif maka perlu ditindak lanjuti dengan penelitian secara invitro terhadap tanaman tomat di lapangan. Daftar Pustaka Endah H, Joesi dan Novisan, 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agro Media Pustaka, Jakarta. Hersanti, Endah Yulia da Luciana, 2000. Pengaruh introduksi jamur Trichoderma sp dan efektive Mikroorganisme MS (EM4) terhadap perkembangan penyakit layu (Fusarium oxysporum f. sp lycopersici) pada tanaman tomat. Laporan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung. Martanto, M, 2000. Pengembangan Trichoderma spp untuk Pengendalian Penyakit Soil Borne Pada Tanaman Perkebunan. Makalah Pelatihan Pengendalian Hayati OPT Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian The dan Kina. Gambung. Semangun, H. 1990. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. , 2000. Ilmu Penyakit Tumbuhan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Sudantha, 1993. Pengendalian Jamur Scierotium oryzae Secara Biologis Menggunakan Jamur Antagonis Pada Tanaman Padi Gogo. Makalah Seminar Hasil Penelitian Faperta UNRAM, Mataram. Waluyo, 2004. Pengenmbangan Trichoderma harzianum Sebagai Bahan Pengendalian Penyakit Tanaman. Makalah Pelatihan Pemurnian dan Penstabilan Agens Hayati. Dinas Perkebunan Yogyakarta. Winarsih, S. dan J.B. Baon, 1999. Pengaruh Masa Inkubasi dan Jumlah Spora Terhadap Infeksi Mikoriza dan Pertumbuhan Planet Kopi. Pelita Perkebunan, Journal Penelitian Kopi dan Kakao Vol 15 No.1. Yulianti, T, 1999. Potensi Trichoderma sp Sebagai Pengendali Hayati. Balai Penelitian Tembakau Dan Tanaman Serat. Yogyakarta. Riwayat Penulis Pasaetriyani Eddy T, Ir, MP. Adalah dosen Kopertis Wilayah IV yang diperbantukan pada Fakultas Pertanian UNBAR.