Kandungan Klorofil Total, Karotenoid, dan Vitamin C pada 13 ...
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KAROTENOID DAN AKTIVITAS...
-
Upload
asa-etudier-la-dien -
Category
Documents
-
view
784 -
download
8
Transcript of PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KAROTENOID DAN AKTIVITAS...
1
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA
TERHADAP MUTU KAROTENOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
KAROTENOID DARI LIMBAH UDANG (Litopenaeus vanname)
ARTIKEL SKRIPSI
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
Oleh:
ASAHEDI UMORO
0510830010
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
2
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA
TERHADAP MUTU KAROTENOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
KAROTENOID DARI LIMBAH UDANG (Litopenaeus vanname)
Artikel Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas perikanan
Universitas Brawijaya
Oleh:
ASAHEDI UMORO
0510830010
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Dr.Ir.Happy Nursyam,MSNIP.19600322 198601 1 001
Tanggal: .......................
Menyetujui,Dosen Pembimbing 1
Prof.Ir. Sukoso, MSc. PhDNIP. 19640919 198903 1 002
Tanggal: ........................
Dosen Pembimbing 2
Ir.Yahaya,MPNIP. 19630706 199003 1 003
Tanggal: ........................
3
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KAROTENOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
KAROTENOID DARI LIMBAH UDANG (Litopenaeus vanname)
Asahedi Umoro 1), Sukoso 2), Yahya 3)
ABSTRAK
Limbah udang merupakan sumber molekul bioaktif yang penting diantaranya protein, kitin, mineral dan karotenoid. Pada umumnya karotenoid yang terdapat pada limbah udang merupakan jenis astasantin dan turunan ester. Astasantin diketahui memiliki kemampuan antioksidan yang sangat kuat. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi yang tepat dalam mengekstrak karotenoid dari limbah udang dengan menggunakan pelarut yang berbeda (Heksan, Aseton, dan etanol) dan lama ekstraksi yang berbeda (2, 3, 4 jam), serta mengevaluasi kemampuan aktifitas antioksidan karotenoid dengan menggunakan uji DPPH. Kondisi optimal untuk proses ekstraksi didapat pada perlakuan penggunaan pelarut aseton (A2) dengan lama ekstraksi 4 jam (B3), dengan hasil astasatin 3,4747 ± 0,1622 µg/g, aktivitas antioksidan (DPPH) 1,920 ± 0,0226 ppm, rendemen 1,0 ±0,0544 %, intensitas warna (L,a,b) 25,8 ± 0,50; 11,4 ± 0,35; and 10,6 ± 0,51, and pH karotenoid 7,3 ± 0,190. Kromatrografi lapis tipis (KLT) pada ekstrak karotenoid dari limbah udang putih menunjukkan bahwa karotenoid yang terkandung merupakan jenis astasantin bebas dan astasantin diester.
Kata Kunci : Pelarut, Lama Ekstraksi, Karotenoid, Antioksidan, Limbah Udang.
THE INFLUNCE OF DIFFERENT SOLVENT AND TIME EXTRACTION ON QUALITY OF CAROTENOID AND ACTIVITY ANTIOXIDANT OF CAROTENOID FROM SHIRMP WASTE (Litopenaeus vanname)
Asahedi Umoro 1), Sukoso 2), Yahya 3)
ABSTRACT
Shirmp waste is an important source of bioactive molecule like protein, chitin, mineral and carotenoid. The mayor carotenoids in waste of shirmp are astaxanthin and its esters. Astaxathin are known to posses strong antioxidative properties. In this study wes to investigate efficient extraction condition of carotenoid from shirmp waste in different organic solvents (Hexan, aceton and ethanol) and time of extraction (2,3 and 4 hour) and evaluated antioxidant activity of carotenoid using DPPH assays. The optimized conditions for extraction were aceton solvent (A2) and 4 hour time of extraction (B3) with results show astaxathin 3,4747 ± 0,1622 µg/g, antioxidant activity (DPPH) 1,920 ± 0,0226 ppm, yields 1,0 ±0,0544 %, colour intensity (L,a,b) 25,8 ± 0,50; 11,4 ± 0,35; and 10,6 ± 0,51, and pH of carotenoid 7,3 ± 0,190. Thin layer chromatography (TLC) of carotenoid extract indicated that white shirmp waste contained astaxanthin free and astaxanthi diester.
Key Word : Solvent, Time of Extraction, Carotenoid, Antioxidant, Shirmp Waste.
1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2) Dosen pembimbing skripsi 1, 3) Dosen pembimbing skripsi 2
4
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu
negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri datas 17.500 pulau, sebagai negara kepulauan Indonesia termasuk penghasil komoditas laut yang besar diantaranya sebagai penghasil ikan dan krustasea. Salah satu komoditas krustasea yang terpenting yaitu udang, yang mana proses pengolahan udang di Indonesia pertahunnya bisa mencapai 500.000 ton dan dari pengolahan udang tersebut menghasilkan limbah dalam jumlah yang relatif besar, yaitu berkisar antara 30-75% dari berat udang atau sekitar 300.000 ton/ tahun (Handayani, dkk., 2008).
Selama ini pemanfaatan limbah udang terbatas pada pengolahannyamenjadi sumber protein, mineral dan sebagai sumber kitin-kitosan, serta sebagai produk konvensional lainnya. Padahal pada limbah udang tersebut banyak mengandung karotenoid yang selama ini belum teroptimal dalam pemanfaatannya(Sachindra, dkk . 2006, 2007)
Pemanfaatan limbah udang sebagai sumber karotenoid tidak hanya dapat memberikan nilai tambah tetapi juga dapat mengurangi dampak lingkungan dan polusi. Selain itu karotenoid jugadapat digunakan sebagai makanan fungsional, sebagai pewarna untuk krustasea dan salmon, sebagai kosmetik dan digunakan dalam industri makanan serta sebagai sumber antioksidan (Handayani, dkk., 2008).
Pada umumnya karotenoid yang terdapat pada limbah udang merupakan jenis astasantin, yang memiliki kemampuan antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis karotenoid yang lainnya (Venugopal, 2009).
Saat ini telah banyak metode yang telah dikembangkan didalam
mengekstrak karotenoid diantaranya dengan menggunakan minyak (, Chen dan Meyer, 1982; Sachrindra dkk., 2005) dengan bantuan enzim proteolitik (Lee, dkk., 1999), dan menggunakan Super Kritikal Karbodioksida (Passos, dkk., 2006).
Penggunaan pelarut organik untuk mengektrak karotenoid dari limbah udang sangatlah terbatas dan digunakan hanya untuk tujuan proses analisa saja (Britton, dkk.,1995; Meyers and Bligh, 1981).Padahal penggunaan pelarut didalam proses ekstraksi merupakan cara yang cukup mudah dan murah, akan tetapi informasi mengenai kondisi yang optimum didalam proses ekstraksi sangatlah kurang.Salah satu kondisi yang mempengaruhi proses ekstraksi karotenoid diantaranya penggunaan jenis pelarut dan lama ekstraksi (Suhnel. S, dkk., 2009).
Berangkat dari paparan tersebut, maka diperlukan adanya suatu pemanfaatan limbah udang (Litopenaeus vannamei) sebagai sumber karotenoid yang memiliki kemampuan antioksidan, dengan menggunakan metode ekstraksi yang murah dan mudah dilakukan yaitu menggunakan ekstraksi dengan jenis pelarut yang berbeda (berdasarkan tingkat kepolaran) dan lama waktu ekstraksi (maserasi).
1.2 Rumusan MasalahDiharapkan hasil dari penelitian
ini dapat menjawab permasalahan:1. Bagamana pengaruh jenis
pelarut yang berbeda, berpengaruh terhadap hasil ekstrak karotenoid dan aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
2. Bagamana pengaruh lama ekstraksi yang berbeda, berpengaruh terhadap hasil ekstrak karotenoid dan aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
5
1.3 Tujuan PenelitianTujuan penelitian yang
dilakukan dimaksudkan untuk :1. Mendapatkan Jenis Pelarut dan
lama ekstraksi yang sesuai dalam ekstraksi karotenoid dari limbah udang (Litopenaeus vannamei), sehingga ekstrak karotenoid yang dihasilkan optimal dan memiliki kemampuan antioksidan yang baik.
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi yang berbeda terhadap mutu karotenoid yang dihasilkan baik secara kuantitas maupunkualitas.
1.4 Kegunaan PenelitianHasil penelitian ini diharapkan
dapat :1. Memberikan informasi men
genai pemanfaatan limbah udang sebagai sumber karotenoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan.
2. Memberikan informasi mengenai jenis pelarut serta lama waktu ekstraksi yang optimal dalam ekstraksi pigmen karotenoid dari limbah udang.
1.5 HipotesisHipotesis yang mendasari
penelitian ini adalah :1. Diduga penggunaan jenis
pelarut yang berbeda berpengaruh terhadap hasil karotenoid dan kemampuanaktivitas antioksidan yang dihasilkan.
2. Diduga lama ekstraksi karotenoid yang berbeda berpengaruh terhadap hasil karotenoid dan kemampuanaktivitas antioksidan yang dihasilkan.
1.6 Tempat dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Hasil
Perikanan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH), Laboratorium Kimia Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium pada bulan Agustus-Oktober 2009.
2. METODELOGIMetode penelitian yang
digunakan adalah metode eksperimen yaitu suatu metode penelitian dengan melakukan observasi pada kondisi buatan (artificial condition) yang bertujuan untuk melihat suatu hasil yang menggambarkan suatu hubungan sebab akibat (causal) dari variabel-variabel yang diteliti (Nasir, 1999). Sedangkan variabel penelitian ini:a) Variabel bebas yaitu jenis
pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda (hexan 95%, Aceton 95 %, dan Ethanol 95%), dan lama ekstraksi yang berbeda (2 jam, 3 jam, 4 jam).
b) Variabel terikat yaitu : nilai intensitas warna, rendemenakhir, nilai pH, analisa kandungan karotenoid dananalisa daya aktifitas antiok sidan dengan menggunakan ujiDPPH, serta uji kualitatif (identifikasi komposisi karotenoid).Rancangan penelitian dengan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial.Perlakuan pertama Jenis pelarut (hexan, aceton, etanol), dan faktor kedua lama ekstraksi (2, 3, dan 4 jam). Apa bila data yang didapat mempunyai sebaran normal, maka analisa yang digunakan adalah sidik ragam (ANOVA: Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ), sedangkan apabila tidak mempunyai sebaran tidak normal maka dilakukan uji dengan menggunakan Kruskal wallis. Untuk perlakuan terbaik diperoleh dengan metode De Garmo.
6
3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Hasil PenelitianData hasil penelitian ini merupakanrerata 3 ulangan dengan standar
deviasi yang dapat dilihat pada tabel1 berikut.
Tabel 1. Rerata Hasil Penelitian pada Berbagai Parameter Uji
Parameter UjiJenis Perlakuan
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
1) Kandungan Karotenoid (astaxathin)
1,9524 ±0,1930
1,0022 ±0,2191
2,1278 ±0,1344
3,0379 ±0,1657
2,1476 ±0,1152
3,4747±0,1622
2,2092±0,2559
2,0932 ±0,4089
2,5324 ±0,3421
2) Aktivitas antioksidan DPPH
2,157±0,0075
3,203±0,1452
2,049±0,0081
2,075±0,0074
2,125±0,0025
1,920±0,0226
2,776±0,0402
1,929±0,0277
2,151±0,0075
3) Rendemen 0,9375 ±0,0075
0,7235±0,0092
1,4935±0,0401
0,9165±0,1034
0,9465±0,0665
1,0±0,0544
1,4030±0,1577
0,9935±0,1058
1,6215±0,0624
4) Intensitas warna L (kecerahan)
28,4±0,46
30,9±0,66
27,1±0,95
25,5±0,36
25,3±0,53
25,8±0,50
25,1±0,66
26,4±0,35
26,0±1,01
5) Intensitas warna aa (+) = merah,a (-) = hijau
7,4±0,26
7,3±0,17
9,8±0,20
11±0,36
9,9±0,26
11,4±0,35
9,6±0,17
8,1±0,25
9,9±0,20
6) Intensitas warna bb (+) = kuning,b (-) = biru
13,8±0,40
9,9±0,35
14,0±0,30
10,9±0,45
12,9±0,40
10,6±0,51
11,7±0,78
11,3±0,95
12,6±0,47
7) pH 6,3±0,225
6,3±0,260
6,4±0,206
7,6±0,401
7,5±0,125
7,3±0,190
7,7±0,311
7,6±0,197
7,7±0,123
Keterangan :A1B1 : P. hexan, Lama ekstrak 2 jamA1B2 : P. hexan, Lama ekstrak 3 jam A1B3 : P. hexan, Lama ekstrak 4 jam A2B1 : P. aceton, Lama ekstrak 2 jamA2B2 : P. aceton, Lama ekstrak 3 jamA2B3 : P. aceton, Lama ekstrak 4 jamA3B1 : P. etanol, Lama ekstrak 2 jamA3B2 : P. etanol, Lama ekstrak 3 jamA3B3 : P. etanol, Lama ekstrak 4 jam
3.2. Pembahasan3.2.1 Kandungan Karotenoid
Penggunaan jenis pelarut dan lama ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap karotenoid astasantin, hasil karotenoid tertinggi didapat pada perlakuan jenis pelarut aceton dengan lama ekstraksi 4 jam sebesar 3,4747 ± 0,1622 µg /g. Hal ini dikarenakan pelarut aceton merupakan pelarut yang bersifat misible dan memiliki tingkat kepolaran yang hampir mendekati kepolaran karotenoid sehingga mampu mengekstrak karotenoid lebih banyak. Menurut Shriner, et.al. (1980) didalam proses ekstraksi suatu senyawa kimia,
berlaku hukum like dissolves like dimana pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Penggunaan waktu ekstraksi 4 jam menghasilkan karotenoid dengan hasil yang tinggi, hal ini diduga karena ekstraksi selama 4 jam memberikan waktu yang cukup banyak bagi pelarut untuk menembus dindin sel dan menarik keluar karotenoid, sehingga dihasilkan karotenoid dengan hasil yang tinggi.
Menurut Bernasconi (1995) dengan semakin lamanya waktu ekstraksi maka akan terjadinya kontak antara pelarut dengan bahan sehingga dari keduanya akan terjadi pengendapan massa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di dalam dan diluar bahan ekstraksi.
3.2.2 Aktivitas AntioksidanHasil analisa kruskall-wallis,
menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan jenis pelarut dan lama
7
ekstraksi yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang nyata, dimana aktivitas antioksidan yang tinggi (nilai IC 50 rendah) didapat pada perlakuan jenis pelarut aceton dengan lama ekstraksi 4 jam sebesar 1,920±0,0226 ppm, hal ini diduga karena penggunaan pelarut aceton dan lama ekstraksi 4 jam mampu untuk mengekstrak karotenoid dengan hasil tertinggi.
Menurut Higuera-Ciapara, et.al. (2006) bahwa mekanisme penangkapan radikal bebas oleh astasantin dipengaruhi oleh jenis radikal bebas yang ada, dan juga struktur yang dimiliki astasantin. Selain itu dipengaruhi oleh jumlah ikatan ganda yang terkonjugasi yang ditunjukan dengan adanya atau tidaknya gugus cincin (cyclic) diakhir struktur dari karotenoid (Shi, et.al.,2002). Aktivitas antioksidan karotenoid astasantin tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki oleh vitamin C dan β-karoten.
3.2.3 Rendemen ekstrakPenggunaan jenis pelarut dan
lama ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap rende men ekstrak karotenoid astasantin. Rendemen ekstrak tertinggi didapat pada perlakuan jenis pelarut ethanol dengan lama ekstraksi 4 jam sebesar 1,6215 ± 0,0624. Hal ini dikarenakan etanol mampu untuk melarutkan semua bahan yang memiliki kepolaran yang sama dengan etanol tidak hanya karotenoid saja tetapi juga senyawa lainnya sehingga rendemen yang dihasilkan rendemen lebih besar dibandingkan dengan pelarut lain nya.
Menurut Voight, (1994) proses penarikan bahan (ekstraksi) terjadi dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam sel yang menyebabkan protoplasma membengkak, danbahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Daya melarutkan yang tinggi ini berhu
bungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi (Vogel,1978).
3.2.4 Intensitas Warna Menurut Gross (1991)
karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen yang berwarna merah atau merah orange, kuning orange.
a. Intensitas Warna LPengaruh penggunaan jenis
pelarut dan lama ekstraksi yang berbeda, serta interaksi antara jenis pelarut dan lama ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata.Intensitas warna L merupakan parameter kecerahan atau derajat gelap sampai terang dengan kisaran nilai 0 sampai 100. Nilai 0 menunjukkan warna sangat gelap dan nilai 100 menunjukkan warna sangat terang. Nilai intensitas berkisar antara 25,1 ± 0,66 sampai 30,9 ± 0,66, yang mengindikasikan bahwa tingkat kecerahan yang didapat pada hasil karotenoid cenderung gelap (pekat).
Menurut Khuluq, et.al., (2007), bahwa kandungan pigmen yang tinggi mempengaruhi tingkat kecerahan. Maka dari hasil dapat kita lihat bahwa pelarut aceton yang mampu mengekstrak karotenoid (astasantin) dengan hasil tinggi akan cenderung memiliki intensitas warna yang dihasilkan semakin gelap (pekat).
b. Intensitas Warna a Pengaruh penggunaan jenis
pelarut dan lama ekstraksi yang berbeda, serta interaksi antara jenis pelarut dan lama ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata.Intensitas warna a merupakan parameter kemerahan, apabila nilai intensitas warna a bernilai negatif akan menunjukan bahwa pigmen tersebut berwarna hijau dan apabila menunjukkan warna nilai positif
8
maka menunjukkan pigmen tersebut berwarna merah.
Nilai intensitas warana a yang didapat berkisar antara 7,3 ± 0,17 sampai 11,4 ± 0,35, yang mengindikasikan bahwa karotenoid cenderung memiliki warna merah. Menurut Khuluq, et.al., (2007), menyatakan bahwa kenaikan dan penurunan intensitas warna merah ekstrak dipengaruhi oleh besar kecilnya kadar pigmen pada bahan.
c. Intensitas Warna bPengaruh penggunaan jenis
pelarut dan lama ekstraksi yang berbeda, serta interaksi antara jenis pelarut dan lama ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata. Intensitas warna b merupakan parameter kekuningan, apabila nilai intensitas warna b bernilai negatif akan menunjukan bahwa pigmen tersebut berwarna biru dan apabila menunjukkan warna nilai positif maka menunjukkan pigmen tersebut berwarna kuning.
Nilai intensitas warana b yang didapat berkisar antara 9,9 ± 0,35 sampai 14,0 ± 0,30, yang mengindikasikan bahwa karotenoid cenderung memiliki warna kuning. Dijelaskan oleh Rodriguez-Amaya (2001) adanya karakteristik dari karotenoid yaitu terdapatnya ikatan ganda yang terkonjugasi, yang mana menghasilkan penyerapan cahaya pembawa warna kuning orange, dan merah pada karotenoid.
3.2.7 pHPengaruh penggunaan jenis pelarut yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH ekstraksi karotenoid, sedangkan perlakuan lama ekstraksi dan interaksi antara jenis pelarut dengan lama ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata. pH yang diperoleh berkisar antara 6,3 ± 0,051 sampai 7,7 ± 0,033.
Ando dan Tanaka (1996) dan Knehr (2006), menyatakan bahwa
pH karotenoid bersifat antara asam hingga basa (pH 2-8) dimana kestabilan pH akan berpengaruh pada warna yang dihasilkan oleh karotenoid. Pada penelitian menunjukkan bahwa pH yang didapat besrifat asam lemah dan basa lemah.
3.2.5 Identifikasi AstasantinProses identifikasi dilakukan
dengan melihat absorbansi λmax
yang didapat dari Spektra uv-vis. Dari hasil penelitian didapat rerata λmax astasantin menggunakan pelarut petroleum eter berkisar antara 465,5 ± 0,66 nm hingga 466,7 ± 0,31 nm , serapan λmax
astasantin yang didapat bergeser sejauh 0,3 – 1,5 nm terhadap λmax
astasantin yang didapat oleh Wan, et.al., (1990) pada λmax 467 nm dan bergeser sejauh 1,3 – 2,5 nm terhadap λmax astasantin yang didapat oleh Kohler (1995) pada λmax
468 nm dengan menggunakan pelarut petroleum eter yang sama.
Gambar 1. Pola absorbansi spektra karotenoid astasantin dengan uv-vis, (---) absorbansi pada pene litian, ( ) pola absorbansi astaxantin pada umumnya.
Menurut Kohler (1995) efek pem bacaan λmax karotenoid dapat dikarenakan oleh tingkat kepolaran dari pelarut, adanya air, dan adanya
9
protein. Selain itu pergeseran λmax
dapat dikarenakan oleh penggunaan alat spektofotometer uv vis yang berbeda sehingga berbeda pula cara kalibrasi yang dilakukan.
3.2.6 Uji Kualitatif KLTUji kualitatif dengan meng
gunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) bertujuan untuk mengetahui komposisi karotenoid yang ada pada limbah cangkang udang putih. Identifikasi komponen karotenoid dilakukan dengan membandingkan nilai Rf (retroduction factor) dengan nilai Rf standar marker (astasantinsintetik) atau dengan nilai Rf dari literatur atau penelitian yang ada.
Gambar 2. Band / pita hasil uji kualitatif (identifikasi komponen karotenoid) dengan menggu nakan kromatografi lapis tipis.
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai Rf yang didapat pada limbah cangkang udang putih dapat diidentifikasikansebagai asatasantin bebas (free) dengan nilai Rf 0,32 dan astasantin diester dengan nilai Rf 0,75. Nilai Rf ini sama dengan penelitian yang didapat Khanari, et.al. (2007) yang memperoleh astasantin bebas pada nilai Rf 0,33 dan Astasantin diester pada nilai Rf 0,75 dan mempunyai kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sachindra, et.al
(2005) yang mengidentifikasi adanya asatasantin bebas pada nilai Rf 0,34 dan Astasantin diester pada nilai Rf 0,75.
4. PENUTUP4.1Kesimpulan Jenis pelarut dan lama ekstraksi
memberikan pengaruh nyata terhadap : hasil karotenoid, aktifitas antioksidan, rendemen, intensitas warna L,a,b, akan tetapi lama ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH
Perlakuan terbaik didapat pada jenis pelarut Aceton dan lama ekstraksi 4 jam, dimana menghasilkan nilai karotenoid 3,4747 ± 0.1622 µg/g, aktivitas antioksidan 3,19 ± 0,0871 ppm ,rendemen ekstrak kasar 1,0 ± 0,0544 %, intensitas warna tingkat kecerahan sebesar 25,8 ± 0,50, tingkatan warna merah (a+) 11,4 ± 0,35, tingkatan warna kuning (b+) 10,6 ± 0,5, nilai pH 7.5 ± 0.190 dan memiliki panjang gelombang maksimal 466.2 ± 0,29. Serta memiliki kandungan astasantin free dan astasantin diester.
4.2 Saran Perlu adanya penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaan lama ekstraksi yang berbeda dengan range yang lebih luas, sehingga didapatkan lama ekstraksi yang memiliki grafik optimalisasi.
Perlu dilakukan modifikasi proses ekstraksi secara lanjut, sehingga didapatkan hasil karotenoid yang baik secara kuantitas maupun kualitas.
Perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi penggunaan antioksidan dari karotenoid.
Rf 0,32OrangeAstasantin free
Rf 0,75OrangeAstasantin diester
10
DAFTAR PUSTAKA
Ando. S dan Y.Tanaka. 1996. Corotenoid form in the Exoskeleton of Crawfish and kuruma Prawn. Mem. Fac. Kagoshima. Univ. Vol 45. P:5-12.
Bernasconi, G., H. Gerster, H.Hauser, H. Stauble, and E. Scheneifer. 1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. Penerjemah : Handjojo L dan Pradnya Paramita. Jakarta.
Britton, G., S. Liaasen-jensen. dan H. Pfader.1995.Carotenoids Vol 1 A ; Isolation and Analysis. Birkhäuser Verlag. Berlin.
Chen.H.M., dan S.P. Meyer, 1982. Effect of Antioxidant on Stability of Astaxanthin Pigemnt in Crawfish Waste and oil Extract. J. Agric. Food Chem. P : 469-473
Handayani, A.D., Sutrisno, N. Indraswati., S. Ismadji. 2008. Extraction of Astaxanthin from Giant Tiger (Panaeus Monodon) Shirmpwaste Using Palm Oil: Studies of Extraction Kinetics and Thermodynamic. Bioresource Technology 99 hal. 4414-4419. Elsevier.
Higuera-Ciapara.I; L. Felix –Valenzuela; dan F.M goycoolea. 2006. Astaxanthin : A Review of its Chemistry and Applications. Mexico. Critical review in food science and nutrision, 46:185-196
Knehr.E. 2006. Menjaga Stabilisasi Warna. http://translate. googleusercontent. com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.foodproductdesign.com/topics/stability.aspx&prev=/translate. diakses 29 Nov 2009.
Khanafari,A., A. Saberi, M. Azar, Gh. Vosoghi, Sh. Jamili, B. Sabbaghzadeh. 2007. Extraction of Astaxanthin Ester from Shirmp by Chemical and Microbial Methods. Iran. J. Eviron. Health. Sci.Eng. Vol 4. P: 93-98.
Khuluq, A.D., S.B Widjanarko dan E.S Murtini. 2007. Ekstraksi dan Stabilitas Betasianin Daun Darah (Alternanthera dentata) (Kajian Perbandingan Pelarut Air : Etanol dan Suhu Ekstraksi).Jurnal Teknologi Pertanian.Volume 8 No.3 Desember 2007
Lee,S.H, S.K.Roh, K.H Park, dan K.Ro-Yoon.1999. Effective Extraction of Astaxanthin Pigment from Shirmp Using Proteolytic Enzymes. Biotechnol Bioprocess Eng. P: 199-204.
Meyers.S.P. dan Blight, D. 1981. Characterization of astaxanthin Pigment from heat processed Crawfish Waste. J. Agric. Food Chem. 29 hal. 505-508
Nazir, M. 199. Metode penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Passos, R., L. Beirao, A. Palavra, R. mendes, B. Nobre, dan L. Gouveia. 2006. Astaxanthin from the yeast Phaffia rhodozyma SupercriticalCarbon Dioxide and Organic Solvent Extraction. Journal of food technology, 4 (1) p : 59-63.
Rodriguez-Amaya, D.B. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Food. ILSI Press. International Life Sciences Institute. Washington.
11
Shi. J, M. Le Maguer, dan M. Bryan. 2002. Fuctional Food Biochemical and Processing Aspects. Volume 2. CRC Press. New York.
Shriner, R.L., R.C. Fuson., D.Y Curtin., C.K.F Herman and T.C Morili. 1980. The Systematic Identificatin of Organic Compounds. 6nd Edition. John Willey and Sons Inc. Singapore.
Sachindra. N.M, N. Bhaskar, N.S. Mahendrakar. 2005. Carotenoids in Crabs from Marine and Fresh Water of India. Swiss Society of Food Science and Technology LWT 38. hal 211-225. Elsevier.
Sachindra. N.M, N. Bhaskar, N.S. Mahendrakar. 2006. Recovery of Carotenoid from Shirmp Waste in Organic Solvent. Journal Waste Managemen 26 hal 1092-1098. Elsevier.
Sachindra. N.M, N. Bhaskar, N.S. Mahendrakar. 2007. Recovery of Carotenoid from Ensilage Shirmp Waste. Journal Bioresource Technology 98 hal 1642-1646. Elsevier.
Suhnel, S; F. Logreze; JF. Ferreira; LH. Campestrrini, dan M. Maraschin.2009. Carotenoid extraction from gonad of the scallop Nodiepecten nodus (Linnaeus, 1758) Bivalvia: Pictinidae). Brazil. Journal Biologi 69(1) p: 209-215
Venugopal,V. 2009. Marine Products for Healthcare. Fuctional and Bioactive Nutraceutical Compounds from The Ocean.CRC Press. USA.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Soendani, N.S. Gajamada University Pres. Yogyakarta
Vogel, A.I. 1978. Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta. Diterjemahkan Pudjaatmaka
Wan.P.J, F. Zan, dan R.J. Hron. Sr. 1900. Extraction, Compotitiom, and Stability of Pigment from Crawfish Shell Waste. dalam Chhorn.E., dan J.S. David (editor). Nutrition and Utilization Technology in Aquaculture. AOCS Press.
12
Lampiran. 1
Gambar 3. Proses ekstraksi karotenoid dari cangkang udang Litopenaeus vanname (Sachindra, dkk. 2006) yang telah dimodifikasi.
Dianalisa :
1. Total karotenoid2. Rendemen Ekstrak3. Intensitas Warna L, a, b4. pH 5. Uji Aktifitas antioksidan (DPPH)
Ekstrak pelarut hexan tidak dilakukan partisi
Cangkang udang Vanname
Dikeringkan dengan oven 24 jam (T 30-35 oC) dan dihaluskan
Dilarutkan dengan berbagai jenis pelarut (n – Hexane; Aceton; dan Ethanol)
dengan perbandingan 1:5 (b:v)
Perlakuanjenis pelarut
Di maserasi selama (2; 3; dan 4 jam), pada suhu ruang dan pencahayaan minimum
Disaring dengan kertas Saring (halus) Residu
Di bilas dengan pelarut yang sama hingga tidak berwarna
Ekstrak pelarut
Ekstrak pelarut Ethanol dan Aceton, dilakukan partisi pada labu pemisah
Ditambahkan sejumlah pelarut Petroleum eter dan larutan garam jenuh 0,1 %
Terbentuk dua fase pemisah fase atas dan fase bawah (dibuang)
Fase atas dibilas dengan air destilat dan ditambah Na2SO4
Identifikasi komponen karotenoid dengan KLT Hasil Terbaik
Ekstrak Crude Carotenoid
Di uapkan dengan Rotary evaporator Hingga pekat/kental (T 35 o C)
Perlakuan lama ekstraksi