SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, … · , 2000), analisis asam askorbat dengan metode...
-
Upload
nguyenlien -
Category
Documents
-
view
328 -
download
25
Transcript of SKRIPSI KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, … · , 2000), analisis asam askorbat dengan metode...
SKRIPSI
KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN
ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT
Oleh:
DEWI KURNIASIH
F24053170
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN KANDUNGAN SENYAWA KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN
ASAM ASKORBAT PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
DEWI KURNIASIH
F24053170
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Kajian Kandungan Senyawa Karotenoid, Antosianin dan Asam
Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa Barat
Nama : Dewi Kurniasih
Nim : F24053170
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si
NIP: 19630701 198811 2 001
Mengetahui:
Dr. Ir. Dahrul Syah
NIP: 19650814 19902 1 001
Tanggal lulus: 21 Januari 2010
Dewi Kurniasih. F24053170. Kajian Kandungan Senyawa Karotenoid,
Antosianin dan Asam Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Di
bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.
RINGKASAN
Sayur-sayuran merupakan jenis makanan yang sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi dalam menu makanan. Selain mudah diperoleh dan murah
harganya, sayuran juga banyak mengandung vitamin, mineral, dan komponen
antioksidan seperti asam askorbat, karotenoid, flavonoid, asam-asam organik
tertentu dan sebagainya.
Sayuran indigenous merupakan spesies sayuran asli yang berasal dari
daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah
geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah
Indonesia. Sayuran indigenous di berbagai wilayah Indonesia belum banyak
dimanfaatkan karena belum banyak diketahui nilai dan manfaat komponen-
komponen aktif yang terkandung didalamnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
karotenoid, antosianin dan asam askorbat pada 24 jenis sayuran indigenous
Jawa Barat, mengetahui hubungan antar senyawa teridentifikasi melalui meta-
analisis, serta mengidentifikasi potensi sayur-sayuran tersebut melalui studi
literatur berdasarkan nilai kandungan senyawa yang diperoleh dari analisis.
Sayuran indigenous yang digunakan, yaitu kenikir (Cosmos caudatus H.B.K),
beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Polyscias scutellaria
(Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun
kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack)
R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus
(L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle
sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun
ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.),
bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum
L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma
Gaertn.), daun mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna
unguiculata (L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu
(Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk
mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis
(C.Presl) Ching.).
Analisis β-karoten dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi
(Zakaria et al., 2000), analisis asam askorbat dengan metode titrasi (Jacobs,
1951), sedangkan analisis total karotenoid dan antosianin dilakukan dengan
metode spektrofotometri (Zakaria et al., 2000; Lees dan Francis, 1972). Data
hasil analisis kemudian diuji statistik dengan menggunakan program Minitab
15 untuk uji PCA (Principal Component Analysis) dan program SPSS 13.0
untuk uji ANOVA (analisis ragam).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24 sampel sayuran indigenous
Jawa Barat yang dianalisis dalam penelitian ini mengandung kadar air antara
75.27-92.30% dengan kadar air tertinggi terdapat pada kucai dan terendah
pada daun kelor. Kadar protein antara 3.93-34.74% dengan kadar protein
tertinggi dimiliki oleh lembayung dan terendah pada antanan. Total karotenoid
terbesar dimiliki oleh kemangi dengan nilai sebesar 58.41 mg/100 g dry basis,
sedangkan terendah dimiliki oleh bunga turi sebesar 3.65 mg/100 g dry basis.
Nilai rata-rata kandungan karotenoid dari ke-24 sampel adalah sebesar 29.01
mg/100 g dry basis. Kandungan β-karoten terbesar dimiliki oleh daun labu,
yakni sebesar 13.27 mg/100g dry basis, sedangkan kandungan terendah
dimiliki oleh bunga kecombrang, yaitu sebesar 0.01 mg/100 g dry basis. Nilai
rata-rata kandungan β-karoten dari ke-24 sampel adalah sebesar 5.30 mg/100 g
dry basis.
Senyawa antosianin ditemukan diseluruh sampel dengan kandungan
tertinggi terdapat pada bunga kecombrang dengan nilai sebesar 43.19 mg/100
g dry basis, sedangkan kandungan antosianin terendah terdapat pada daun
pakis dengan nilai sebesar 0.67 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan
antosianin dari ke-24 sampel adalah sebesar 8.24 mg/100 g dry basis.
Kandungan asam askorbat terbesar ditemukan pada pucuk mete, yakni sebesar
5607.78 mg/100 g dry basis, sedangkan kandungan terendah terdapat pada
mangkokan putih, yaitu sebesar 236.54 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata
kandungan asam askorbat dari ke-24 sampel adalah sebesar 1194.70 mg/100 g
dry basis.
Grafik biplot PCA dan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan
total karotenoid berkorelasi positif dengan kandungan β-karoten pada sampel
(pvalue 0.000< α 0.05) dengan nilai korelasi 0.792. Nilai korelasi positif
mengindikasikan bahwa bila nilai total karotenoid naik, maka nilai β-karoten
pun akan naik, dan sebaliknya. Selain itu, hubungan antara antosianin dengan
total karotenoid (pvalue 0.023< α 0.05) dan antosianin dengan β-karoten
(pvalue 0.025< α 0.05) memiliki nilai korelasi masing-masing sebesar -0.462
dan -0.457. Nilai korelasi negatif tersebut memberikan informasi bahwa bila
nilai antosianin naik, maka nilai total karotenoid akan turun, dan bila nilai
antosianin turun maka nilai total karotenoid akan naik. Uji korelasi juga
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kandungan asam askorbat
dengan kandungan total karotenoid, β-karoten, maupun antosianin. Hal ini
dikarenakan nilai p yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0.05). Analisis
sidik ragam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan nyata
kandungan keempat senyawa pada satu sampel dengan sampel lainnya.
Hasil uji korelasi terhadap hubungan total fenol dengan total flavonoid
menunjukkan bahwa ada korelasi positif (pvalue 0.023<0.05) antara keduanya
dengan nilai korelasi sebesar 0.461, sedangkan antara total fenol dengan
antosianin tidak menunjukkan adanya korelasi (pvalue 0.648>0.05). Terakhir,
analisis hubungan antara kadar protein dengan total karotenoid menunjukkan
bahwa tidak ada korelasi diantara keduanya (pvalue 0.156>0.05).
Hampir keseluruhan sampel memiliki potensinya masing-masing sebagai
sumber senyawa tertentu yang diketahui memiliki efek farmakologis bagi
kesehatan. Kandungan asam askorbat pada ke 24 sampel sayuran indigenous
memiliki nilai yang cukup signifikan dan dapat diunggulkan dibandingkan
dengan kandungan ketiga senyawa lainnya (karotenoid, β-karoten, dan
antosianin) pada sampel.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Januari
1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan
Sahiruddin dan Solihah. Penulis menyelesaikan jenjang
pendidikan di SD Negeri Jatisampurna Bekasi, SLTP Negeri
230 Jakarta dan SMA Negeri 99 Jakarta. Penulis kemudian
diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI pada tahun 2005.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah tergabung dalam
organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, diantaranya adalah staf DPPI (Dept.
Peduli Pangan Indonesia) HIMITEPA, bendahara PSDM DKM Al-Hurriyyah,
manajer keuangan majalah pangan EMULSI dan staf Soskemas BEM Fateta.
Penulis juga pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan, antara lain sie dekorasi
Politik Expo, sie konsumsi Suksesi HIMITEPA, sie acara IFOODEX, PJ
kelompok BAUR, penyuluh dalam Penyuluhan Pangan Pedagang Lingkar
Kampus, penyuluh dalam Penyuluhan Pangan Anak Sekolah dan koordinator
Program Kakak Asuh. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Kimia Dasar, Evaluasi Sensori dan Teknologi Pengolahan Pangan.
Penulis juga pernah mengikuti acara-acara seminar atau pelatihan,
diantaranya Mass Media Management seminar dan training, GLP (Good
Laboratory Practices) seminar, seminar nasional Teknologi Pangan dan Gizi,
Pelatihan Sistem Manajemen Halal (PLASMA) Industri Pangan, dan seminar
Wirausaha Muda Mandiri.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian,
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Kandungan Senyawa
Karotenoid, Antosianin dan Asam Askorbat pada Sayuran Indigenous Jawa
Barat”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Puji syukur kepada Allah Ta’ala yang Maha menetukan setiap detail takdir
sekaligus menetapkan hikmah dibaliknya sehingga dengan semangat, doa, dan
harapan yang tak putus, penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada manusia terbaik sepanjang sejarah
manusia, Rosulullah sholallohu’alaihi wassalam, beserta keluarga, sahabat dan
seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah menapaki risalahnya hingga akhir
zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dapat
diselesaikan atas sumbangan pemikiran, masukan, dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak
terhingga kepada:
1. Keluarga tercinta, Ibunda, Ayahanda, mas Daus, dek Rasyid, bibi Linda.
Terimakasih atas segala kasih sayang dan perhatian yang tak tergantikan.
2. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan, bimbingan, masukan,
saran, koreksi, dan motivasi yang sangat berharga kepada penulis. Mohon
maaf atas segala kekurangan dan kesalahan penulis, hanya Allah yang dapat
membalas segala kebaikan Ibu dengan sebaik-baik balasan dan semoga Ibu
selalu dalam lindungan-Nya.
3. Ibu Elvira Syamsir, STP, M.Si dan Ibu Dian Herawati, STP yang telah
bersedia menjadi dosen penguji skripsi dan memberikan masukan yang sangat
berharga untuk kelengkapan skripsi penulis.
4. Sahabat-sahabat tercinta. M. Ari Wibowo, Veni Dwintasari, Tri Erza Apriyadi
dan Riska Rudiyanti Dewi yang selalu ada, tempat berbagi cerita dan segala
perasaan, selalu menyemangati, menasihati dan menjadi pendengar yang baik
atas segala permasalahan yang penulis hadapi.
ii
5. Seluruh teman-teman ITP 42. Riza, terimakasih atas dukungan, kerja sama,
dan segala bantuannya. Rika dan Septi, para musafir pencari ilmu, terimakasih
telah senantiasa mengingatkan penulis, semoga kita senantiasa istiqomah di
atas kebenaran. Dila, Susan, Dina, Tuti, Ike, Difa, Indri, Marina, Upik, Ari TP,
Panji, Midun dan Siyam, terimakasih atas segala diskusi yang menginspirasi
penulis. Yusi, Arya, Melissa, Ola, Tami, dan Reriel, yang telah datang ke
siding penulis. Tak lupa teman-teman ITP 42 lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Sebuah anugerah bisa mengenal teman-teman hebat
seperti kalian.
6. Teman-teman asrama, Nisa, Nilam, dan Sarah yang selalu membuat penulis
merindukan masa-masa menjadi mahasiswa TPB. Resti dan Rabika, teman-
teman terbaik saat duduk di bangku sekolah yang penulis miliki sampai saat
ini.
7. Seafast’erz tercinta, Mas Arief, Mba “Duo” Ria, Mba Irin, Mas Marto, Mas
Wawan, Mas Ayusta, Shofa, mas Yerris, mba Fidy, mba Anie, Abah, Bu Ana,
dan Bu Entin. Teknisi Laboratorium ITP, Pak Wahid, mba Darsih, Pak Rojak,
dan seluruh teknisi lainnya. Terimakasih banyak atas segala bantuannya dalam
melancarkan penelitian penulis.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah berkontribusi secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, yang telah
menginspirasi penulis, dan memberikan warna dalam kehidupan penulis. Semoga
Allah Ta’ala membalas kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/i semuanya dan mencatatnya
sebagai amal kebaikan yang pahalanya tidak terputus, dan akhirnya semoga
skripsi ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi siapa saja dengan
berbagai cara.
Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………............................................ i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….......... iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….......... v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………….. vi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….......... vii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
A. LATAR BELAKANG ……………………………………........................... 1
B. TUJUAN …………………………………………………………………… 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………… 5
A. SAYURAN INDIGENOUS …………………………………………........... 5
B. KAROTENOID DAN β-KAROTEN ……………………………………… 14
C. ANTOSIANIN ……………………………………………………………... 18
D. ASAM ASKORBAT ………………………………………………………. 21
E. META-ANALISIS………………………………………………………….. 22
III. BAHAN DAN METODE ………………………………………………………. 24
A. BAHAN DAN ALAT ……………………………………………………… 24
1. Bahan ……………………………………………………….................. 24
2. Alat ……………………………………………………………………. 24
B. METODE …………………………………………………………………... 25
1. Persiapan Sampel ……………………………………………………... 26
2. Analisis Sampel………………………………………………………... 28
a. Analisis Kadar Air ………………………………………….......... 28
b. Analisis Kadar Protein …………………………………………… 28
c. Analisis Total Karotenoid …………………………………........... 29
d. Analisis β-karoten …………………………………………........... 30
e. Analisis Antosianin ………………………………………………. 31
f. Analisis Asam Askorbat …………………………………………. 32
3. Analisis Statistik .……………………………………………………… 33
a. Analisis Ragam (Anova)………………………………………….. 33
b. Uji Lanjut Duncan………………………………………………... 33
iv
c. Uji Korelasi Pearson……………………………………………… 34
d. Analisis Komponen Utama (PCA)……………………………….. 35
4. Analisis Potensi………………………………………………………... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………. 41
A. TOTAL KAROTENOID …………………………………………………... 41
B. β-KAROTEN ………………………………………………………………. 44
C. ANTOSIANIN ………………………………………………………........... 48
D. ASAM ASKORBAT ………………………………………………………. 51
E. META ANALISIS ANTAR SENYAWA TERIDENTIFIKASI .................. 54
1. Analisis Hubungan Antara Karotenoid, β-karoten, Antosianin dan
Asam Askorbat ………………………………………………………...
54
2. Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Flavonoid ................ 59
3. Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Antosianin ………... 60
4. Analisis Hubungan Antara Kadar Protein dan Total Karotenoid ……... 61
F. IDENTIFIKASI POTENSI SAYURAN INDIGENOUS BERDASARKAN
PROFIL KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT……
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………. 71
A. KESIMPULAN ………………………………………………….................. 71
B. SARAN ………………………………………………………….................. 72
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 74
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama inggris dan nama lokal),
BDD, dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous
Jawa Barat ………………………………………………………..
8
Tabel 2. Kandungan karotenoid pada berbagai jenis sayuran …………….. 16
Tabel 3. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium untuk
membentuk antosianin …………………………………………...
19
Tabel 4. Kandungan antosianin pada berbagai komoditi buah ………….... 20
Tabel 5. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran ................ 21
Tabel 6. Spesifikasi HPLC untuk analisis β-karoten……………………… 25
Tabel 7. Akar ciri (eigen value) dengan proporsi dan kumulatif
keragamannya dari 4 peubah .........................................................
55
Tabel 8. Nilai vektor dari hubungan antar peubah dengan komponen
utama ..............................................................................................
55
Tabel 9. Matriks korelasi dari empat peubah yang merupakan senyawa-
senyawa yang dianalisis pada 24 jenis sayuran indigenous ...........
56
Tabel 10. Nilai total fenol, total flavonol dan flavon, total antosianin dan
total flavonoid pada 24 sayuran indigenous Jawa Barat ................
60
Tabel 11. Rekapitulasi nilai keseluruhan hasil analisis pada 24 jenis
sayuran indigenous Jawa Barat …………………………………..
70
Tabel 12. Kadar total karotenoid 24 sayuran indigenous Jawa Barat ……… 85
Tabel 13. Kadar β-karoten 24 sayuran indigenous Jawa Barat …………….. 92
Tabel 14. Kadar total antosianin 24 sayuran indigenous Jawa Barat ……… 98
Tabel 15. Kadar asam askorbat 24 sayuran indigenous Jawa Barat ……….. 104
Tabel 16. Kadar air 24 sayuran indigenous Jawa Barat……………………. 110
Tabel 17. Kadar air freeze dryer 24 sayuran indigenous Jawa Barat….......... 113
Tabel 18. Kadar protein 24 sayuran indigenous Jawa Barat…………........... 116
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram alir desain penelitian sayuran indigenous Jawa Barat.. 4
Gambar 2. Struktur kimia β-karoten ……………………………………… 17
Gambar 3. Struktur kimia lutein …………………………………………... 17
Gambar 4. Struktur dasar kation flavilium ………………………………... 18
Gambar 5. Struktur kimia asam askorbat …………………………………. 22
Gambar 6. Diagram alir persiapan sampel sayuran untuk analisis ……….. 27
Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid dengan spektrofotometer 37
Gambar 8. Diagram alir analisis β-karoten dengan HPLC ……………….. 38
Gambar 9. Diagram alir analisis total antosianin dengan spektrofotometer 39
Gambar 10. Diagram alir analisis asam askorbat dengan cara titrasi ............ 40
Gambar 11. Diagram batang kandungan total karotenoid pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat………………………………………….
42
Gambar 12. Diagram batang kandungan β-karoten pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat………………………………………….
45
Gambar 13. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari standar β-
karoten dengan kemunculan puncak β-karoten pada menit ke-
17.584 .........................................................................................
46
Gambar 14. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari ekstrak daun
kedondong cina dengan kemunculan puncak β-karoten pada
menit ke-17.741 ..........................................................................
47
Gambar 15. Diagram batang kandungan total antosianin pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat………………………………………….
50
Gambar 16. Diagram batang kandungan asam askorbat pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat………………………………………….
52
Gambar 17. Grafik biplot hasil pengujian dengan PCA dari nilai hasil
analisis total karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam
askorbat ......................................................................................
57
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. 24 jenis sampel sayuran indigenous Jawa Barat ...................... 82
Lampiran 2. Data hasil analisis total karotenoid, β-karoten, antosianin,
asam askorbat, kadar air dan kadar protein 24 sayuran
indigenous Jawa Barat .............................................................
85
Lampiran 3. Hasil analisis statistik hubungan senyawa teridentifikasi
dengan PCA dan uji korelasi Pearson ......................................
118
Lampiran 4. Hasil uji ANOVA senyawa teridentifikasi pada 24 jenis
sayuran indigenous Jawa Barat .......................................
119
Lampiran 5. Hasil uji lanjut Duncan senyawa teridentifikasi pada 24 jenis
sayuran indigenous Jawa Barat ................................................
120
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sayuran merupakan jenis makanan yang sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi dalam menu makan sehari-hari. Selain mudah diperoleh, murah
harganya dan dapat diolah menjadi berbagai hidangan yang lezat, sayuran juga
banyak mengandung vitamin, mineral, dan komponen antioksidan seperti
asam askorbat, karotenoid, flavonoid, asam organik tertentu, peptida, tannin
dan tokoferol. Antioksidan tersebut dapat berfungsi sebagai senyawa
pereduksi, menangkap senyawa radikal, mengikat ion logam prooksidan dan
penghambat terbentuknya singlet oksigen (Pratt, 1992). Menurut Karyadi
(1996) mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung sayuran dapat
mencegah timbulnya penyakit degeneratif, mengoreksi zat gizi tubuh yang
kurang, memelihara kesehatan tubuh, memperlambat proses penuaan,
memelihara sistem kekebalan tubuh, mengatasi stres dan membantu
penyembuhan penyakit.
Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki beragam jenis sayuran
lokal yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Sayuran-sayuran lokal tersebut
dikenal dengan istilah sayuran indigenous. Sayuran ini dapat digunakan
sebagai obat-obatan maupun jamu-jamuan karena mengandung senyawa
fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan yang sangat menguntungkan
bagi kesehatan (Sandrasari, 2008). Namun sayangnya, beranekaragamnya
jenis sayuran tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan
pangan, bahkan masyarakat setempat sendiri belum mengetahui bahwa
tanaman lokal di daerahnya dapat dikonsumsi sebagai sayur-sayuran
pelengkap menu. Padahal penganekaragaman sumber makanan termasuk
dalam konsumsi sayur-sayuran merupakan salah satu pemecahan dalam
rangka mengurangi ketergantungan pada salah satu jenis sumber makanan
tertentu apalagi bila bersumber dari kekayaan lokal sendiri.
Jawa Barat sebagai salah satu wilayah sentra produksi sayuran
menghasilkan beragam jenis sayuran lokal yang sangat besar potensinya untuk
dimanfaatkan. Pada penelitian ini, digunakan 24 jenis sayuran indigenous
2
Jawa Barat yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat lokal sebagai lalapan
atau pelengkap menu. Sayuran tersebut antara lain kenikir (Cosmos caudatus
H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Nothopanax
scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.)
Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera
elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus
androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit
(Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.)
Bl.), daun ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca
oleracea L.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium
schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa
pterygosperma Gaertn.), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung
(Vigna unguiculata (L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu
(Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk
mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis
(C.Presl) Ching.).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Batari (2007) dan
Rahmat (2009) menunjukkan bahwa sayuran indigenous sebagaimana
disebutkan diatas mengandung senyawa flavonoid yang berupa flavonol
(quercetin, miricetin dan kaempferol) dan flavon (luteolin dan apigenin).
Flavonol dan flavon merupakan flavonoid penting yang terdapat dalam
tanaman sebab senyawa tersebut merupakan jenis senyawa fenol yang
diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang berfungsi sebagai radical
scavenger, sebagai senyawa pereduksi, dan penghambat terjadinya oksidasi
lipid lanjut sebagaimana yang dijelaskan dalam penelitian Sandrasari (2008)
mengenai kapasitas antioksidan pada sayur-sayuran indigenous tersebut.
Penelitian yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari penelitian
sebelumnya ini diarahkan untuk mengungkap fakta ilmiah mengenai
kandungan senyawa karotenoid khususnya β-karoten, senyawa antosianin dan
asam askorbat pada 24 jenis sayuran indigenous dengan diagram alir desain
penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1. Pengetahuan akan komponen
bioaktif yang terkandung dalam sayuran-sayuran lokal tersebut diharapkan
3
dapat mendorong optimalisasi pemanfaatan sayuran indigenous tersebut
sehingga dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah dan
memperluas penggunaan sayuran-sayuran tersebut dalam khasanah pangan
Indonesia.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa
karotenoid, antosianin dan asam askorbat pada 24 jenis sayuran indigenous
Jawa Barat, mengetahui hubungan antar senyawa teridentifikasi dengan
melakukan meta-analisis antara total fenol dengan total flavonoid, total fenol
dengan total antosianin dan kadar protein dengan total karotenoid, serta
mengidentifikasi potensi sayur-sayuran tersebut melalui studi literatur
berdasarkan nilai kandungan senyawa yang diperoleh dari analisis.
4
Gambar 1. Diagram alir desain penelitian sayuran indigenous Jawa Barat
Meta-analisis
Analisis Potensi
1. Pengumpulan data hasil analisis utama
2. Studi literatur
3. Justiifikasi potensi
1. Hubungan antara total karotenoid,
β-karoten, antosianin, dan asam
askorbat
2. Hubungan antara total fenol dan
total karotenoid
3. Hubungan antara total fenol dan
total antosianin
4. Hubungan antara total karotenoid
dan protein
1. Analisis komponen
utama (PCA)
2. Uji korelasi Pearson
1. Analisis Proksimat:
-Kadar air
-Kadar protein
2. Analisis Utama:
-Kadar total karotenoid
-Kadar β-karoten
-Kadar antosianin
-Kadar asam askorbat
3. Analisis statistik:
-Analisis ragam (Anova)
- Uji lanjut Duncan
Analisis Sampel
Persiapan Sampel
Perolehan Sampel 1. Pasar Bogor
2. Kebun Penduduk
Freeze drying
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SAYURAN INDIGENOUS
Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang sangat potensial
untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sayur-
sayuran yang memiliki kontribusi penting terhadap suplai pangan dan
kesehatan masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa nenek moyang kita telah
banyak memanfaatkan sayuran indigenous sebagai bahan pangan karena rasa
dan manfaat sayur-sayuran tersebut yang telah dikenal dengan baik
berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli
Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk
spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan
iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran indigenous biasanya tumbuh
di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk
kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak, lalapan bahkan
sebagai obat dari suatu penyakit.
Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayur-sayuran
yang banyak tumbuh di daerah Jawa Barat dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat setempat. Bagian dari sayur-sayuran indigenous yang digunakan
adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga atau
seluruh bagian tanaman). Sayuran tersebut antara lain, kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih
(Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax
scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata),
kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum
americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia
asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.),
pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun ginseng (Talinum
triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), bunga turi
(Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak
(Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.),
6
pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata L.)
Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu (Sechium edule (Jacq.)
Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk mete (Anacardium
occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.).
Identifikasi/determinasi tanaman sayuran diatas telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya (Sandrasari, 2008; Rahmat, 2009) oleh pihak
“Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
dengan Kepala Bidang Botani LIPI adalah Dr. Eko Baroto Walujo, APU.
Deskripsi umum ke 24 jenis sampel tersebut yang meliputi nama suku, jenis,
nama Inggris, bagian yang dapat dimakan, dan fungsi kesehatannya
ditunjukan pada Tabel 1.
Batari (2007) dan Rahmat (2009) telah melakukan penelitian terhadap
kandungan total fenol dan kandungan senyawa flavonoid yang terdapat dalam
sayuran indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
sayuran indigenous yang diuji mengandung senyawa flavonoid, dengan
komponen flavonoid yang diperoleh berupa senyawa flavonol dan flavon.
Flavonol terdiri dari quercetin, miricetin dan kaempferol, sedangkan flavon
terdiri dari apigenin dan luteolin. Akan tetapi, ternyata tidak semua sampel
yang diuji mengandung kelima komponen flavonoid tersebut, namun
diperoleh hasil bahwa semua sampel mengandung senyawa quercetin.
Senyawa quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak terdapat
dalam tanaman dan merupakan senyawa paling aktif dibanding senyawa
flavonol lainnya (Fuhrman dan Aviram, 2002). Berdasarkan hasil penelitian
Batari (2007) dan Rahmat (2009) tersebut, diperoleh hasil bahwa kandungan
total fenol terbesar terdapat pada pucuk mete (2809.5 mg/100 g dry basis) dan
terkecil pada terubuk (204.4 mg/100 g dry basis). Total flavonol dan flavon
yang diperoleh sangat bervariasi, dengan jumlah terbesar terdapat pada daun
katuk (831.70 mg/100 g dry basis) dan terkecil terdapat pada terubuk (3.80
mg/100 g dry basis).
Kandungan total fenol pada sayuran indigenous yang diperoleh dari
penelitian diatas kemudian dijadikan dasar penelitian oleh Sandrasari (2008)
yang menguji kapasitas antioksidan senyawa fenol pada ekstrak sayuran
7
indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas
antioksidan ekstrak beluntas (86.65%) dan kenikir (84.13%) adalah yang
terbesar, sedangkan yang terkecil adalah ekstrak daun katuk (7.11%).
Kapasitas antioksidan yang diuji dengan radikal bebas DPPH ini dinyatakan
sebagai % inhibisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui pula
bahwa nilai total fenol secara keseluruhan berpengaruh terhadap kapasitas
antioksidan ekstrak sayuran indigenous. Semakin tinggi nilai total fenol
ekstrak antioksidan, maka semakin tinggi kemampuannya sebagai radikal
scavenger, semakin tinggi kemampuan mereduksinya, dan semakin tinggi pula
kemampuannya dalam menghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut.
8
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis
sayuran indigenous Jawa Barat
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Asteraceae
Cosmos caudatus
H.B.K
Wild cosmos
Kenikir Daun Antioksidan, penambah nafsu makan, obat lemah lambung,
penguat tulang, dan untuk mengusir serangga (Widayanti et
al., 2005).
Pluchea indica (L.)
Less.
Indian
camphorweed
Beluntas Daun Meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu
pencernaan, peluruh keringat (diaforetik), pereda demam
(antipiretik), penyegar, memiliki kadar minyak atsiri 5% (v/v)
yang dapat mengambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
(Erawati, 1992 di dalam pdpersi.co.id); Menghilangkan bau
badan, obat turun panas, obat batuk, obat antidiare dan obat
sakit kulit (Winarno dan Sundari, 1998).
Araliaceae
Polyscias
scutellaria
(Burm.f.) Fosb.
Shield aralia Mangkokan
putih
Daun Menghilangkan bau badan, pelumas kepala terhadap
kerontokan, diuretika, dan peluruh keringat.
Nothopanax
scutellarius
(Burm.f.) Merr. -
Mangkokan Daun Mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991); Mengandung tanin,
polifenol, dan saponin (Triguspita et al., 2000).
9
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran
indigenous Jawa Barat (lanjutan)
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Araliaceae Polyscias pinnata Balfour aralia Kedondong
cina
Daun -
Zingiberaceae Etlingera elatior
(Jack) R.M.Sm.
Torch ginger
Kecombrang Bunga Menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan
terutama bakteri patogen (Naufalin, 2005), penghilang bau
badan (Anonim, 2003).
Lamiaceae Ocimum
americanum L.
Basil Kemangi Daun Sebagai obat batuk, obat penyakit kulit, dan rematik
(Siemonsma dan Piluek, 1994), antiseptik, menghilangkan
bau badan, dan meningkatkan selera makan (Anonim, 2003).
Phyllanthaceae Sauropus
androgynus (L.)
Merr.
Chekkurmanis
Katuk Daun Meningkatkan produksi ASI, sebagai antipiretik atau obat
penurun demam (Soedibyo, 1998), sebagai pewarna hijau
alami (Heyne, 1987).
Apiaceae Centelia asiatica
(L.) Urb.
Indian
pennywort
Antanan Seluruh
bagian
Diuretik, hipotensif (Pramono, 1992); mempertajam ingatan,
menyehatkan badan, membuat awet muda, obat pembersih
darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang cabang
tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat
kumur pada penyakit seperti sariawan (Heyne, 1987).
10
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran
indigenous Jawa Barat (lanjutan)
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Apiaceae Hydrocotyle
sibthorpioides
Lmk.
Lawn
marshpennywort
Antanan
beurit
Seluruh
bagian
Pembersih darah, pelancar peredaran darah, peluruh kencing
(diuretika), penurun panas, menghentikan pendarahan,
meningkatkan memori, antibakteri, tonik, antiinflamasi,
insektisida, antialergi, dan stimulan (Anonim, 2008).
Urticaceae Pilea
melastomoides
(Poir.) Bl. -
Pohpohan Daun Penapisan fitokimia simplisia daun pohpohan menunjukkan
adanya golongan senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid dan
flavonoid (Amalia et al., 2006).
Portulacaceae
Talinum
triangulare (Jacq.)
Willd.
Ceylon spinach Daun
Ginseng
Daun Mengandung saponin yang dapat merangsang selaput lendir,
memecah butir darah merah hingga merangsang penambahan
jumlah darah dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh;
Mengandung flavonoid yang dapat mengurangi
pembengkakan, bakterisidal & antivirus; mengandung minyak
atsiri sebagai penambah nafsu makan (Hidayat, 2005).
Portulaca oleracea
L.
Little hogweed Krokot Daun&
batang Antioksidan dan antimutagenik (Anonim, 2007), obat diare,
penurun panas, dan obat radang lambung (Anonim, 2005).
11
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran
indigenous Jawa Barat (lanjutan)
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Leguminoceae Sesbania
grandiflora (L.)
Pers.
Vegetable
hummingbird
Turi Bunga Pelembut kulit, pencahar, dan penyejuk (IPTEKnet, 2007).
Alliaceae Allium
schoenoprasum L.
Wild chives Kucai Seluruh
bagian
Mengatasi keputihan, darah tinggi, sembelit, sebagai
antiseptik untuk membunuh kuman bakteri dalam usus dan
menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus,
melancarkan aliran darah, menghindarkan pembekuan darah;
Mengandung vitamin B, C, karoten dan komponen belerang
(Anonim, 2008a).
Solanaceae Solanum torvum
Swartz
Turkey berry Takokak Buah Melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan sakit (analgetik),
dan mengatasi batuk (antitusif) (Anonim, 2007a), antiradang
(Anonim, 2007b), antioksidan (Vimala et al., 1999),
mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang
haid, wasir, radang payudara, influenza, panas dalam,
pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat
tinggi, keropos tulang, jantung berdebar-debar, dan
menetralkan racun dalam tubuh (Wijayakusuma, 2006).
12
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran
indigenous Jawa Barat (lanjutan)
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Moringaceae Moringa
pterygosperma
Gaertn.
Horseradishtree
Kelor Daun Menurunkan tekanan darah tinggi, diare, diabetes melitus
(kencing manis), dan penyakit jantung (Anonim, 2007c).
Rubiaceae Morinda citrifolia
L.
Indian mulberry Mengkudu Daun Mempunyai aktivitas antihelmintik, cukup baik melawan
cacing Ascaris lumbricoides yang ada pada usus
Fabaceae Vigna unguiculata
(L.) Walp.
Blackeyed pea Lembayung Daun Mengandung zat-zat protein, kalsium, fosfor, besi, belerang,
magnesium, mangan, niasin, vitamin B1, B2, dan C (Anonim,
2008b).
Poaceae Saccharum edule
Hassk.
Vegetable cane Terubuk Bunga Mengandung 4.6-6% protein, kalsium, fosfor dan asam
askorbat (Terra, 1966).
Cucurbitaceae Sechium edule
(Jacq.) Swartz.
Chayote
Daun labu Daun Menurunkan hipertensi, arterioscleosis, batu ginjal, dan
melancarkan sistem pernafasan dan pencernaan, serta
melancarkan peredaran darah yang tersumbat (Anonim,
2008c).
Caricaceae Carica papaya L. Papaya Pepaya Bunga Mengandung flavonoid, tanin, steroid-triterpenoid, dan
karbohidrat (Anonim, 2007).
13
Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis
sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)
Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan
Anacardiaceae Anacardium
occidentale L.
Cashew Pucuk mete Daun Mengatasi pegal linu, daun dan kulitnya mengandung asam
anakandat, kardol, zat samak, asam galat, gingkol, minyak
lemak, protein, katekhin, dan sitosterin (Anonim, 2008d).
Osmundaceae Arcypteris
irregularis
(C.Presl) Ching.
Fern Pakis Daun
-
* Bagian yang dapat dimakan (yang biasa dikonsumsi sebagai sayur)
14
B. KAROTENOID DAN β-KAROTEN
Karotenoid merupakan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah
serta larut dalam minyak/lipida. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%)
bersama-sama dengan klorofil (9.3%), terutama pada bagian atas permukaan
daun, dekat dengan dinding-dinding palisade (Winarno, 1992). Karotenoid
membentuk suatu kelas hidrokarbon berikatan rangkap banyak yang memiliki
jumlah atom C sebanyak 40, yang disebut karoten dan turunan
teroksigenasinya, yaitu santofil (Goh et al., 1987).
Menurut Meyer (1966), karotenoid dibagi atas 4 golongan, yaitu: 1)
karotenoid hidrokarbon, C40H56 seperti α-, β-, γ-karoten, dan likopen, 2)
santofil atau oksikarotenoid dan derivat karoten yang mengandung oksigen
dan hidroksil, antara lain kriptosantin (C40H55OH) dan lutein (C40H54(OH)2),
santasantin, zeasantin, dan astasantin (Stahl, Sies dan Sundquist, 1994).
Oksikarotenoid ini merupakan turunan dari hidrokarbon karotenoid yang lebih
polar dan mengandung setidaknya satu atom oksigen (Stahl, Sies dan
Sundquist, 1994), 3) asam karotenoid yang mengandung gugusan hidroksil, 4)
ester santofil asam lemak.
Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hirokarbon tidak jenuh,
terbentuk dari 40 atom C, 8 unit isoprenil, 11 ikatan rangkap, dan memiliki 2
buah gugus cincin ionon (Winarno, 1992). Perbedaan struktur antara berbagai
karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada
cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A
(Bauernfeind, 1972).
Perbedaan antara satu provitamin A dengan provitamin A lainnya
terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua rantai alifatik tersebut
(rantai yang mengandung 4 gugus metil). β-karoten mempunyai 2 struktur
cincin yg sama pada kedua sisi rantai karbon alifatiknya yaitu berupa cincin β
ionon, karenanya mempunyai provitamin A yang maksimal. α-karoten
mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan di sisi lainnya terdapat struktur
cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), sedangkan γ-karoten pada
satu sisi memiliki struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang
sama dengan provitamin A lainnya.
15
Karotenoid memiliki aktivitas vitamin A yang mengandung cincin β-
ionon, disebut juga sikloheksenil, pada salah satu atau kedua ujung rantai
polienanya. Cincin β-ionon dan gugus akhir dari suatu rantai, yaitu struktur
retinil, menentukan aktivitas retinoid. Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981),
β-karoten memiliki dua buah cincin β-ionon dan menghasilkan 2 molekul
vitamin A. Komponen lain seperti α-karoten, dimana setengah dari strukturnya
identik dengan β-karoten hanya menghasilkan 1 molekul vitamin A.
Aktivitas vitamin A dari karoten juga dipengaruhi oleh bentuk
isomernya. Bentuk trans karoten memiliki derajat aktivitas vitamin A lebih
tinggi dibandingkan dengan bentuk cis. β-karoten memiliki 100% aktivitas
vitamin A, α-karoten memiliki 50-54% aktivitas vitamin A, dan γ-karoten
memiliki 42-50% aktivitas vitamin A.
Winarno (1992) menyatakan bahwa 1 µg retinol ekivalen atau sering
disebut 1 RE setara dengan 1 µg retinol atau 6.0 µg β-karoten, juga setara
dengan 12 µg provitamin A lainnya, atau 3.33 SI aktivitas retinol, serta 9.9 SI
aktivitas vitamin A dari β-karoten. Di dalam tubuh, β-karoten yg berasal dari
makanan akan mengalami absorpsi dan metabolisasi. Sepertiga dari molekul
β-karoten yang diabsorpsi berbentuk utuh diangkut oleh kilomikron, sisanya
dibuang melalui ekskresi. Setengah dari β-karoten yang di absorpsi ini diubah
menjadi retinol dalam mukosa usus dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten
dioksigenase (E.C.1.13.11.21) (Gross, 1991).
Karotenoid stabil dalam pH netral dan basa, namun sensitif terhadap
asam, oksigen, cahaya dan panas yang dapat menyebabkan perubahan
(rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam
karotenoid bersifat stabil, namun isolatnya mudah mengalami perubahan
molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace
element, dan asam. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya
cahaya dan katalis logam. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon
yang mengandung ikatan ganda (Chichester dan Feeters, 1985). Adanya ikatan
ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi.
Analisis karotenoid lebih rumit karena senyawa ini mudah mengalami
streomutasi, sensitif terhadap cahaya dan panas, serta mudah rusak secara
16
enzimatis misalnya dengan enzim lipoksigenase (Gross, 1991). Selain itu,
pada sayuran berdaun hijau, proses ekstraksi biasanya mengeluarkan klorofil
yang diketahui sebagai photosensitizer yang dapat memicu oksidasi cahaya.
Menurut Ball (2000), metode penentuan karotenoid pada tanaman
tergantung pada distribusi karotenoid pada jaringan tanaman. Penentuan ini
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1) penentuan berdasarkan β-karoten
saja, dimana metode ini cocok untuk sayuran berdaun hijau, brokoli, ubi jalar,
tomat, dan semangka; 2) penentuan α- dan β-karoten untuk wortel dan squash;
3) penentuan β-kriptosantin dan β-karoten untuk almond dan apel. Analisis
karoten spesifik pada sayuran umumnya dibatasi hanya pada penentuan β-
karoten saja (Gross, 1991) karena β-karoten adalah karotenoid provitamin A
yang umum terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Hampir dalam
setiap sayuran dan buah segar, 85% total aktivitas vitamin A berasal dari β-
karoten (Ball, 2000). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
karotenoid yang dominan dalam sayuran hijau adalah golongan β-karoten dan
lutein (Puspitasari-Nienaber et al., 1996; Q Su et al., 2002). Kandungan
karotenoid dan β-karoten berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan karotenoid pada berbagai jenis sayuran
Jenis Sayuran Karotenoid
(mg/100 g dry basis)
β-karoten
(mg/100 g dry basis)
Katuk
Sawi hijau
Kangkung
Daun singkong
Daun melinjo
Bayam
Wortel
Selada
Daun pepaya
Labu siam
43.42
13.13
15.62
52.39
45.08
24.73
13.84
4.06
36.23
0.17
6.72
3.25
3.14
7.58
6.46
6.92
8.57
1.74
10.27
0.03
Sumber: Subeki (1998)
17
Penyebab utama hilangnya karotenoid pada sayuran adalah oksidasi
sebagai akibat tingginya struktur ikatan tak jenuh pada karotenoid. Degradasi
karotenoid dapat terjadi karena: 1) autooksidasi yang berlangsung secara
spontan dan menyebabkan reaksi berantai radikal bebas dengan adanya
oksigen; 2) fotooksidasi yang dihasilkan oleh oksigen dengan adanya cahaya;
3) coupled oxidation dalam sistem yang mengandung lemak (Kidmose et al.,
2002). Kerusakan karena reaksi enzimatis terutama karena enzim
lipoksigenase. Enzim ini terdapat secara luas pada sayuran yang mengandung
klorofil dan telah dilaporkan bahwa kehilangan karotenoid berhubungan
dengan aktivitas enzim ini (Hutching, 1999).
Beberapa jenis karotenoid telah diketahui dapat menurunkan resiko
terkena kanker, seperti likopen dapat mencegah kanker prostat. Lutein,
zeasantin, dan α karoten dapat mencegah kanker paru-paru, kriptosantin dapat
mencegah kanker leher rahim, β-karoten dapat mencegah kanker paru-paru
dan kanker mulut (Toma et al., 1995). Adapun karotenoid yang banyak
terdapat dalam sayuran hijau adalah β-karoten dan lutein (Puspitasari-
Nienaber et al., 1996; Q Su et al., 2002) yang strukturnya dapat dilihat pada
Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Struktur kimia β-karoten
Gambar 3. Struktur kimia lutein
18
C. ANTOSIANIN
Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada
tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar
tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard,
1982). Antosianin dapat memberikan warna merah, violet, ungu, dan biru pada
daun, bunga, buah dan sayur (Bridle dan Timberlake (1997); Elbe dan
Schwartz (1996); Francis (1989). Secara kimia, semua antosianin merupakan
turunan dari kation flavilium (3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium) yang merupakan
struktur dasar dari antosianidin (Bridle dan Timberlake, 1997) seperti terlihat
pada Gambar 4. Pada molekul flavilium ini terjadi subtitusi dengan molekul
OH dan OMe untuk membentuk antosianindin (Tranggono, 1990). Menurut
Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin
lain terbentuk.
Gambar 4. Struktur dasar kation flavilium
Antosianin selalu terdapat sebagai glikosida di dalam tumbuhan. Sebagai
glikosida, antosianin larut dalam air, tetapi setelah mengalami hidrolisis maka
bentuk non glikosidanya (antosianidin) kurang larut dalam air (Wijaya et al.,
2001). Terdapat 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya
enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering
ditemukan, yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan
malvidin. Tabel 3 menunjukkan sejumlah gugus pengganti yang paling umum
ditemui pada antosianin (Tranggono, 1990).
19
Tabel 3. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium untuk membentuk
antosianin
Struktur
Antosianidin
Gugus pada Karbon nomor
3’ 4’ 5’
Pelargonidin H OH H
Sianidin OH OH H
Delpinidin OH OH OH
Peonidin OMe OH H
Petunidin OMe OH OH
Malvidin OMe OH OMe
Jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar tidak
berada dalam bentuk antosianidin, melainkan dalam bentuk glikosilasi.
Glikosilasi diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen
antosianin dalam air sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut dalam
air dibandingkan dengan antosianin (Jackman dan Smith, 1996).
Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah
aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon).
Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa,
galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin dalam
bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut
monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula
(Winarno, 1992).
Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah
satuan gula dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan
dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering
terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam
ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Tranggono, 1990). Antosianin
yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak dan ubi jalar
ungu dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin
(Bassa dan Francis, 1987). Kandungan antosianin pada beberapa komoditi
buah dapat dilihat pada Tabel 4.
20
Stabilitas antosianin terutama dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya,
oksigen, asam askorbat, enzim, ion logam, gula, dan kopigmentasi. Umumnya
antosianin lebih stabil dalam kondisi asam, media bebas oksigen, Di dalam
kondisi suhu dingin dan gelap (Nollet, 1996; Francis, 1989; Elbe dan
Schwartz, 1996). Antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur
keseimbangan yaitu quinonodial base, katin flavilium berwarna merah,
karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk keseimbangan
ini sangat dipengaruhi pH. Pada pH rendah, struktur kation flavilium dominan,
sedangkan pada pH 4-6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz,
1996). Semakin tinggi nilai pH maka warna dari antosianin menjadi semakin
pucat dan akhirnya tidak berwarna. Antosianin lebih stabil pada larutan yang
bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa.
Disamping itu, warna dari pigmen antosianin juga dipengaruhi oleh pH.
Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen
tersebut. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat
meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997).
Warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi
lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain,
1976).
Tabel 4. Kandungan antosianin pada berbagai komoditi buah*
Jenis Buah Antosianin (mg/g dry basis)
Blueberries
Capulin
Strawberry
Plum
Apel
Elderberries
Kulit anggur
Kubis Ungu
Rosella
Kulit buah duwet**
1.10-1.90
0.32
0.07-0.75
0.05
0.01-0.1
2-10
0.51
0.82
15
3.89
Sumber: *Briddle dan Timberlake (1997); **Satyatama (2008)
21
D. ASAM ASKORBAT
Asam askorbat atau vitamin C pertama kali diisolasi oleh Szent Gyorgi
pada tahun 1928. Vitamin ini merupakan vitamin yang mudah larut dalam air
dan sedikit dalam alkohol, tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak,
dan sejenisnya. Vitamin ini mempunyai sifat asam dan pereduksi yang sangat
kuat, sifat-sifat tersebut disebabkan oleh adanya struktur enediol yang
berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Vitamin C umumnya terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan
segar. Buah mentah umumnya lebih banyak mengandung vitamin C, karena
semakin tua buah atau sayur semakin berkurang kandungan vitaminnya.
Kandungan asam askorbat berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran
Jenis Sayuran Asam Askorbat
(mg/100 g dry basis)
Katuk
Sawi hijau
Kangkung
Daun singkong
Daun melinjo
Bayam
Bunga kol
Selada
Daun pepaya
Labu siam
1240
1091
322
1431
290
728
1222
180
675
264
Sumber: Subeki (1998)
Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dibandingkan vitamin
lainnya. Mudah sekali teroksidasi dan proses tersebut dipercepat dengan
adanya panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi.
Oksidasi dapat diperlambat bila asam askorbat terdapat dalam kondisi asam
atau pada suhu rendah (Winarno, 1992). Kerusakan asam askorbat juga dapat
22
terjadi karena aktivitas enzim seperti peroksidase, asam askorbat oksidase,
sitokrom oksidase dan fenolase.
Asam askorbat dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-
dehidroaskorbat, keduanya mempunyai kemampuan sebagai vitamin C. Asam
askorbat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan mudah
tereduksi kembali menjadi bentuk semula. Oksidasi lebih lajut dari
dehidroaskorbat akan membentuk asam diketogulonat yang tidak reversible
dan tidak mempunyai aktivitas sebagai vitamin C (Pike dan Brown, 1975).
Struktur kimia asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur kimia asam askorbat
E. META-ANALISIS
Meta-analisis merupakan studi evaluasi secara statistik berdasarkan
suatu seri percobaan yang telah dilakukan. Di dalam ilmu statistik, meta-
analisis mengkombinasikan dan mengaitkan hasil dari beberapa studi dengan
merujuk pada suatu hipotesis penelitian yang berhubungan dengan studi
tersebut. Meta-analisis menghasilkan gambaran secara keseluruhan terhadap
beberapa studi sekaligus yang dapat menghasilkan perkiraan yang lebih kuat
dibandingkan dengan perkiraan dari satu macam studi yang hanya dilakukan
dengan satu asumsi dan satu kondisi saja.
Pada penelitian ini dilakukan meta-analisis dari senyawa-senyawa yang
terkandung dalam 24 jenis sayuran indigenous, diantaranya meta-analisis
antara total fenol dengan total flavonoid, total fenol dengan total antosianin,
dan kadar protein dengan total karotenoid. Flavonoid merupakan salah satu
23
golongan senyawa fenol alam yang terbesar yang berada dalam bentuk ester
atau glikosida terkonjugasi dengan senyawa lain (Pratt dan Hudson, 1990).
Berdasarkan hal ini, maka dilakukan metaanalisis untuk mengetahui apakah
ada korelasi antara kandungan total fenol yang terkandung dalam sayuran
indigenous dengan total flavonoidnya. Disamping itu, oleh karena antosianin
merupakan salah satu senyawa golongan flavonoid, maka ingin diketahui pula
apakah total fenol berkorelasi dengan total antosianin yang terkandung dalam
sayuran indigenous tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Hermawati (1997) mengenai pemuliaan ubi
jalar berdaging umbi jingga untuk meningkatkan kandungan karoten dan
protein umbi, diperoleh hasil bahwa kadar karoten ubi jalar berkorelasi positif
dengan kadar proteinnya. Dengan demikian, hasil penelitian tersebut dapat
dijadikan dasar untuk membuktikan apakah kadar karoten pada sayuran
indigenous yang diteliti juga berkorelasi positif dengan kadar proteinnya.
Meta-analisis antar senyawa yang berhubungan tersebut dilakukan dengan
menggunakan analisis komponen utama dan uji korelasi Pearson pada
program Minitab 15.0.
24
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
untuk membuat ekstrak sayuran dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah daun kenikir,
bunga kecombrang, daun kemangi, daun katuk, daun pohpohan, daun
ginseng, kucai, takokak, daun lembayung, terubuk, daun labu, bunga
pepaya, pucuk mete dan daun pakis yang diperoleh dari Pasar Bogor.
Daun beluntas, daun mangkokan putih, daun mangkokan, daun
kendondong cina, antanan, antanan beurit, krokot, bunga turi, daun kelor
dan pucuk mengkudu yang diperoleh dari kebun penduduk di daerah
Dramaga, Bogor.
Bahan untuk analisis total karotenoid adalah heksana dan aseton
(Brataco Chemica), KOH (BDH), metanol (Merck) dan asam asetat
(Merck). Bahan untuk analisis β-karoten adalah metanol (Merck),
kloroform (Merck) dan asetonitril (Merck), serta standar β-karoten
(C4582-5MG, Sigma-Aldrich). Bahan yang digunakan untuk analisis
antosianin adalah etanol (Merck) dan HCl (Merck). Bahan untuk analisis
asam askorbat adalah soluble starch (Merck), KI (Merck) dan Iodium
(Merck).
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk
membuat ekstrak sayuran dan alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan
untuk membuat ekstrak sayuran adalah freezer, freeze dryer, blender
kering, dan baskom. Analisis total karotenoid menggunakan alat-alat,
antara lain neraca analitik, sudip, pipet mohr, labu takar, corong, gelas
ukur, pompa vakum, kertas saring Whatman 42, tabung reaksi bertutup,
vortex, alat sonifikasi, sentrifuse, tabung sentrifuse, kuvet dan
spektrofotometer. Untuk analisis β-karoten alat-alat yang digunakan
25
adalah pipet mohr, tabung reaksi bertutup, vortex, freezer, membran 0.22
µm, dan sistem HPLC dengan spesifikasi seperti pada Tabel 6.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis antosianin adalah neraca
analitik, sudip, gelas piala, gelas ukur, labu takar, corong, kertas saring
Whatman No.1, penyaring vakum, pipet mohr, tabung reaksi, kuvet dan
spektrofotometer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis asam askorbat
adalah neraca analitik, mortar/waring blender, sudip, gelas piala, magnetic
stirrer, labu takar, corong, erlenmeyer, pipet mohr, pompa vakum, kertas
saring Whatman No.1, dan buret mikro.
Tabel 6. Spesifikasi HPLC untuk analisis β-karoten
Komponen HPLC Tipe
Solvent cabinet Shimadzu LC-20AD
Degasser Shimadzu DGU-20A5
Pump Shimadzu LC 20-AD
Detector UV-Vis Shimadzu SPD-20A, λ= 450 nm
Manual injector Hewlett Packard Series 1100
Injector Rheodyne 20 µL
Syringe Agilent Technologies, LC 50 µL
Column C-18; 4.6x150 mm; Develosil
ODS-UG-3 (Mfg. No. 2510689),
Nomura Chemical
Mobile phase Metanol:asetonitril:kloroform
(48.5:48.5:3.0)
Flow rate 0.8 ml/min (isocratic)
B. METODE
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan yang akan
dilakukan adalah 1) persiapan sampel; 2) analisis sampel; 3) analisis statistik
data; 4) analisis potensi. Analisis utama pada sampel dilakukan secara duplo
untuk dua ulangan.
26
1. Persiapan Sampel
Bagian tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk,
kedondong cina, pohpohan, daun ginseng, kelor, labu, lembayung,
mangkokan, jambu mete, mengkudu, pakis, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda. Daun muda atau
pucuk ini dapat dilihat dari warna daun yang lebih muda dibandingkan
dengan daun pada bagian lainnya pada tanaman tersebut. Bagian tanaman
antanan, antanan beurit dan kucai yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh bagiannya, sedangkan untuk tanaman kecombrang, turi,
terubuk, dan pepaya, bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bunganya. Bagian tanaman takokak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buahnya dan bagian tanaman krokot yang digunakan adalah daun
dan batangnya. Pemilihan bagian-bagian tanaman ini didasarkan pada
bagian-bagian yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Mula-mula sayuran dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dilakukan
pengecilan ukuran sayuran (pemotongan). Setelah itu, sayuran dikemas
dalam kantung plastik dan dibekukan dalam freezer selama satu malam
untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Selanjutnya sayuran
dikeringkan dengan freeze dryer selama satu sampai dua hari tergantung
dari banyaknya sampel. Setelah sampel menjadi kering, dilakukan
penghancuran sampel menggunakan blender kering sampai dihasilkan
sampel kering bubuk yang lolos ayakan 32 mesh. Sampel tersebut
kemudian dikemas dalam plastik ber-seal dan disimpan dalam freezer.
Sampel ini telah siap untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Tahap
persiapan sampel dapat dilihat pada Gambar 6.
27
Gambar 6. Diagram alir persiapan sampel sayuran untuk analisis
Pengemasan dalam plastik ber-seal
Penghancuran dengan blender kering
Dry basis beku (bubuk)
lolos ayakan 32 mesh
Freeze drying selama 48 jam
Dry basis beku
Sampel
Pencucian dan Penirisan
Pembekuan selama 24 jam
Pemotongan
Penyimpanan dalam freezer
28
2. Analisis Sampel
a. Analisis Kadar Air (AOAC, 1984)
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya
air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air
dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran
setelah freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan metode
pengeringan dengan oven biasa.
Persiapan yang dilakukan adalah cawan alumunium yang akan
digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC
selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10
menit. Selanjutnya cawan ditimbang dengan menggunakan neraca
analitik. Sampel ditimbang sebanyak 3-4 gram kemudian dikeringkan
dalam oven bersuhu 100-105°C selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu,
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh kembali
dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu ditimbang kembali.
Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga diperoleh berat kering
yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel
kering yang ditimbang ≤ 0,0003 gram).
Kadar air (%) = x 100%
Keterangan:
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)
b. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjehldal (AOAC, 1995)
Sebanyak ±0.1 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke
dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10
ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, kemudian contoh didihkan selama 1-
1.5 jam sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian didinginkan,
lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehldahl dicuci dengan
W – (W1 – W2)
W
29
air 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cuciannnya dimasukan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan dengan 8-10 ml larutan NaOH – Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakan erlenmeyer yang berisi 5 ml
larutan H3BO3 3% dan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah
metil 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml
lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko.
%100007.14)(
% XContohmg
XHClNXblankoHCLmlcontohHClmlN
% Protein= %N X 6.25
c. Analisis Total Karotenoid (Zakaria et al., 2000)
Sebanyak 0.25 gram sampel diekstrak dengan 5 ml heksan:aseton
(1:1) tiga kali dan disaring vakum dengan kertas Whatman 42.
Ekstraksi diulang beberapa kali hingga kertas saring dan residu
menjadi jernih. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung bertutup dan
dievaporasi dengan rotavapor. Residu yang telah kering kemudian
disaponifikasi dengan menambahkan 4 ml KOH 5% dalam metanol,
divorteks dan dilakukan sonifikasi selama 30 detik. Ekstrak
dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 70°C selama 30 menit,
kemudian didinginkan dan ditambahkan 4 ml air bebas ion dan 8 ml
heksan. Setelah itu, ekstrak divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm
selama 5 menit hingga terbentuk fase organik dan fase air. Fase air
ditambahkan 6 ml heksan, divorteks, dan disentrifus kembali pada
2000 rpm selama 5 menit. Fase organik yang terbentuk selanjutnya
dikumpulkan.
Fase organik yang diperoleh kemudian kemudian ditambahkan
dengan 3 ml asam asetat 5%, divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm
selama 5 menit. Lapisan atas (fase organik) diambil, dipindahkan
dalam tabung bertutup dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli
30
menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Untuk menghitung
total karotenoid, residu kering dilarutkan dalam 4 ml heksan dan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 450 nm. Sebagai blanko digunakan heksan. Prosedur
analisis dapat dilihat pada Gambar 7.
Total karotenoid dihitung dengan rumus:
C= A450 x x x FP
Keterangan:
E1% = Nilai koefisien ekstingsi dari 1% larutan β-karoten (10
µg/µl) pada λ 450 nm= 2600
C = Konsentrasi total karotenoid (µg/g)
A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada λ=450 nm
FP = Faktor pengenceran
d. Analisis β-karoten (Zakaria et al., 2000)
1. Pembuatan Larutan Standar Β-karoten
Sebanyak 1 mg standar β-karoten dilarutkan dalam 2 ml
kloroform, divorteks, ditambahkan 6 ml metanol dan divorteks
kembali. Sebanyak 0.5 ml larutan diambil dan diencerkan sebanyak
sepuluh kali dengan fase gerak HPLC. Selanjutnya diukur
absorbansi pada panjang gelombang 450 nm dengan
spektrofotometer dan sebagai blanko digunakan larutan fase gerak
HPLC. Larutan standar β-karoten kemudian disuntikkan ke dalam
kolom HPLC.
Konsentrasi standar β-karoten dihitung dengan rumus:
(10 mg/mL)/E1% = (X 1µg/1µL)/A450
Keterangan:
E1% = Nilai koefisien ekstingsi dari 1% larutan β-karoten
(10 mg/ml) pada λ 450 nm= 2600
X = Konsentrasi standar β-karoten (µg/µL)
31
A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada µ 450 nm
Nilai X dikalikan dengan % kemurnian standar β-karoten
yang diperoleh dari analisis HPLC.
2. Persiapan dan Ekstraksi Karotenoid
Persiapan dan ekstraksi sampel sama seperti persiapan dan
ekstraksi sampel untuk analisis total karotenoid. Ekstrak yang
digunakan untuk analisis total karotenoid dievaporasi dengan
rotavapor (prosedur asli menggunakan gas nitrogen untuk
mengevaporasi), lalu dilarutkan dalam kloroform 5% dalam
metanol, divorteks dan disimpan dalam freezer bersuhu -20°C
selama semalam (12 jam). Larutan kemudian disaring dengan
membran 0.22 µm dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli
menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Residu kering
kemudian dilarutkan dalam 2 ml fase gerak HPLC yaitu
metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0).
Sebanyak 20 µl ekstrak disuntikkan ke dalam kolom HPLC
(Vydac C-18) dengan laju aliran rata-rata 0.8 ml/menit dan panjang
gelombang 450 nm. Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 8.
Konsentrasi β-karoten (µg/g) di sampel dihitung dengan
rumus:
C= x [ ] std β-karoten (µg/µL) x
e. Analisis Antosianin
1. Ekstraksi Antosianin (Raharja dan Dianawati, 2001)
Sebanyak ±1 gram sampel diekstraksi dengan larutan HCl
5% dalam aquades. Ekstraksi dilakukan dengan merendam bahan
didalam wadah botol kaca yang berwarna gelap dengan larutan
HCl 5% tersebut (1:10), kemudian campuran disimpan di dalam
lemari pendingin bersuhu 4°C selama semalam. Setelah itu,
campuran tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No.1
32
dengan menggunakan penyaring vakum dan filtrat yang diperoleh
dianalisa kandungan antosianinnya dengan metode Lees dan
Francis (1972).
2. Penentuan Konsentrasi Total Antosianin (Lees dan Francis,
1972)
Sebanyak 5 ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan menjadi 10
ml dengan larutan etanol 95%:HCl 1.5N (85:15). Filtrat kemudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 535 nm.
Total antosianin dihitung dengan rumus:
[ ] (mg/100g sampel) = x 100
Faktor 98.2 adalah nilai ε (serapan molar) dari pigmen
antosianin dalam pelarut etanol 95%:HCl 1.5N (85:15). Prosedur
analisis dapat dilihat pada Gambar 9.
f. Analisis Asam Askorbat (Jacobs, 1951)
1. Ekstraksi Sampel
Sebanyak 25-50 gram sampel sayuran segar ditimbang dan
ditambahkan dengan 50-100 ml aquades. Sampel kemudian
dihancurkan dalam waring blender sampai diperoleh slurry
(bubur). Slurry yang diperoleh sebanyak ±10 gram dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera,
kemudian disaring dengan penyaring vakum untuk memisahkan
filtrat.
2. Pembuatan Larutan Iodium
Larutan iodium 0.01 N dibuat dengan cara mencampurkan 2
gram KI dan 1.269 gram I2, kemudian dilarutkan sampai volume 1
liter dengan aquades. Larutan kemudian diaduk dengan magnetic
stirrer selama semalam untuk melarutkan iod secara sempurna.
33
3. Penentuan Konsentrasi Asam Askorbat
Sebanyak 10 ml filtrat dari hasil ekstraksi dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan dengan 2 ml larutan amilum
(soluble starch) 1%. Larutan kemudian dititrasi dengan 0.01 N
iodium. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi semburat biru.
Konsentrasi asam askorbat dihitung dengan rumus:
[ ] vitamin C (mg/100 g sampel) = x 100
1 ml 0.01 N Iodium setara dengan 0.88 mg asam askorbat.
Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 10.
3. Analisis Statistik
a. Analisis ragam (Anova)
Analisis ragam (Anova) dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan di dalam variabel-variabel yang diuji. Setelah itu,
bila ditemukan bahwa dalam variabel-variabel yang diuji ada
perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis tahap
kedua, yakni uji lanjut yang mengkaji pada tingkat atau faktor-faktor
di dalam variabel tersebut yang berbeda nyata dan seberapa besar
perbedaan tersebut terjadi. Anova dilakukan dengan menggunakan
software SPSS 13.0. Bila nilai signifikansi yang dihasilkan dari output
Anova menunjukkan nilai yang kurang dari α sebesar 5% (0.05), maka
ada perbedaan yang signifikan antar sampel yang diuji, dan sebaliknya.
Alfa (α) merupakan besarnya kesalahan (error) yang masih bisa
diterima dalam pengujian.
b. Uji Lanjut Duncan
Uji lanjut Duncan merupakan kelanjutan dari Anova yang
dilakukan setelah diketahui adanya perbedaan yang signifikan antar
sampel yang diuji dengan Anova. Uji Duncan ini membuat
perhitungan perbedaan berdasarkan perbandingan pairwise dengan
cara menggunakan tingkatan perbandingan secara stepwise. Cara ini
34
mirip dengan pengurutan sebagaimana dilakukan Student-Newman-
Keuls test, tetapi dalam perbandingan ini Duncan membuat
“pengamanan” derajat kesalahannya dengan cara membandingkan
tingkat kesalahan setiap pairwise dengan keseluruhan kesalahan setiap
tingkat pasangan perlakuan yang diuji (Sumardi, 2003). Uji ini juga
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 13.00. Output yang
dihasilkan berupa subset-subset dimana sampel-sampel yang berada
pada subset yang sama berarti memiliki perbedaan yang tidak
signifikan, sedangkan sampel pada subset yang berbeda berarti
memiliki perbedaan yang signifikan pada nilai α 0.05.
c. Uji Korelasi Pearson
Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antar variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional
(berhubungan bukan berarti disebabkan). Korelasi antar dua variabel
yang terjadi dapat berupa (Hasan, 2003):
1) Korelasi (+), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau
menurun, maka variabel lainnya cenderung menaik atau menurun
pula.
2) Korelasi (-), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau
menurun, maka variabel lainnya cenderung menurun atau menaik.
3) Tidak ada korelasi, yakni bila kedua variabel (x dan y) tidak
menunjukkan adanya hubungan.
Output yang dihasilkan dari uji ini berupa nilai p (p-value) dan
koefisien korelasi. Bilai nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari α 0.05,
maka kedua variabel berkorelasi, sedangkan bila nilai P yang
dihasilkan lebih besar dari α 0.05, maka kedua variabel tidak
berkorelasi. Interpretasi data dengan uji ini digambarkan dengan
koefisien korelasi, yaitu indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan hubungan antar variabel. Koefisien korelasi
memiliki nilai antara -1 dan +1 (-1≤KK≤+1). Jika KK bernilai positif
maka kedua variabel berkorelasi positif, sedangkan bila bernilai
negatif maka kedua variabel berkorelasi negatif. Semakin dekat nilai
35
KK ke +1 dan -1, maka semakin kuat korelasinya. Jika KK bernilai 0
maka kedua variabel tidak menunjukkan adanya korelasi, sedangkan
bila KK bernilai +1 atau -1 maka kedua variabel menunjukkan korelasi
yang sempurna. Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi
antar variabel tersebut, maka digunakan patokan sebagai berikut
(Hasan, 2003):
1) KK=0 (tidak ada korelasi)
2) 0<KK≤0.20 (korelasi sangat rendah/lemah)
3) 0.20<KK≤0.40 (korelasi rendah/lemah tapi pasti)
4) 0.40<KK≤0.70 (korelasi yang cukup berarti)
5) 0.70<KK≤0.90 (korelasi yang tinggi dan kuat)
6) 0.90<KK<1.00 (korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dapat
diandalkan)
7) KK=1 (korelasi sempurna)
Uji korelasi Pearson pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan software Minitab 15.0. Uji ini juga digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan hasil meta-analisis antar senyawa yang
diidentifikasi pada penelitian ini.
d. Analisis Komponen Utama (PCA)
Analisis komponen utama (principal component analysis)
merupakan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan
struktur variansi-kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa
variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas, dan merupakan
kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini
dinamakan komponen utama (principal component).
Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah
mereduksi dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi. Komponen
utama dibentuk berdasarkan matriks korelasi. Hal ini dilakukan jika
variabel-variabel bebas yang diamati mempunyai perbedaan range
yang sangat besar. Salah satu tujuan dari analisis komponen utama
adalah mereduksi dimensi data asal yang semula terdapat p variabel
bebas menjadi k komponen utama (dimana k < p ). Kriteria pemilihan k
36
yaitu: 1) Proporsi kumulatif keragaman data asal yang dijelaskan oleh
k komponen utama minimal 80% , dan proporsi total variansi populasi
bernilai cukup besar; 2) Dengan menggunakan scree plot yaitu plot
antara i dengan i , pemilihan nilai k berdasarkan scree plot ditentukan
dengan melihat letak terjadinya belokan dengan menghapus komponen
utama yang menghasilkan beberapa nilai eigen kecil membentuk pola
garis lurus (Rencher, 1998).
Output yang dihasilkan dari pengujian dengan PCA ini adalah
data analisis eigen dari matriks korelasi yang berupa nilai akar cirri
(eigen value), proporsi dan kumulatif. Dari nilai akar ciri dapat
diidentifikasi komponen utama yang diperoleh, yakni variabel yang
memiliki dua nilai akar ciri terbesar (nilai lebih dari 1), kemudian nilai
proporsi menggambarkan persentase keragaman data yang dapat
diterangkan oleh masing-masing komponen utama, dan nilai kumulatif
menggambarkan keseluruhan persentase keragaman data yang dapat
diterangkan oleh kedua komponen utama. Selain itu, dihasilkan pula
grafik biplot untuk kebutuhan interpretasi data. Analisis komponen
utama ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15.0.
4. Analisis Potensi
Analisis potensi pada sampel dilakukan dengan beberapa tahapan
berikut: 1) pengumpulan data hasil keseluruhan analisis utama (total
karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat); 2) studi literatur,
yakni menelusuri literatur dari berbagai sumber tentang manfaat dan
potensi masing-masing senyawa yang diidentifikasi serta literatur tentang
kandungan senyawa-senyawa yang diidentifikasi pada jenis komoditi
buah/sayur lainnya untuk dapat dibandingkan dengan nilai kandungannya
pada sampel sayuran indigenous pada penelitian ini; 3) justifikasi potensi
terhadap keseluruhan sampel terutama sampel yang mengandung senyawa
yang diidentifikasi dengan nilai yang tinggi.
37
@
Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid dengan spektrofotometer
Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit Fase organik total
Pengambilan fase organik
Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit
Vorteks 4 ml air deion,
8 ml heksana
Pendinginan pada T ruang
Pemanasan dalam waterbath 70°C, 30 menit
Vorteks
Saponifikasi dengan 4 ml KOH 5% dalam metanol
Pengeringan dgn rotavapor
Filtrat jernih
Pengulangan ekstraksi (beberapa kali)
Penyaringan vakum dengan Whatman 42
0.25 g sampel
Pengekstrakkan dengan 5 ml heksan:aseton (1:1) 3x
Sonifikasi 30 detik
Fase air
Vorteks dengan 6 ml heksan
Pengambilan fase organik
38
@
Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid (lanjutan)
Gambar 8. Diagram alir analisis β-karoten dengan HPLC
Pengeringan dengan rotavapor
Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit
Pengambilan fase organik
Vorteks 3 ml CH3COOH 5%
Pelarutan dengan 4 ml heksan
Pengukuran absorbansi (450 nm)
Pelarutan dengan 2 ml
metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0)
Penyaringan dengan membran 0.22 µm
Penyimpanan dalam freezer -20°C, 12 jam
Vorteks
Pelarutan dalam 5% kloroform dalam metanol
Pengeringan dengan rotavapor
Ekstrak sampel (dari analisis tot. karotenoid)
Pengeringan dengan rotavapor
Penyuntikkan 20 µl ekstrak ke dalam kolom HPLC
39
Gambar 9. Diagram alir analisis total antosianin dengan spektrofotometer
Pengukuran absorbansi (535 nm)
Vorteks
Diencerkan sampai
10 ml dengan etanol
95%:HCl 1.5N
(85:15)
Diambil sebanyak 5 ml
filtrat
Penyaringan dengan pompa vakum
±1 gram sampel
Maserasi selama 1 malam dalam
botol gelap pada suhu 4°C
10 ml HCl 5%
dalam aquades
40
Gambar 10. Diagram alir analisis asam askorbat dengan cara titrasi
2 ml larutan
amilum 1%
Titrasi dengan 0.01 N Iodium
Pencampuran dalam erlenmeyer
Pengambilan
10 ml filtrat
Penyaringan dengan vakum
Penempatan dalam labu takar 100 ml
sampai tera dengan aquades
Pengambilan ±10 g slurry
25-50 g sayuran segar
Penghancuran dengan
waring blender 50-100 ml
aquades
41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TOTAL KAROTENOID
Karotenoid merupakan pigmen berwarna jingga atau merah yang
terdapat di berbagai macam plastida berwarna (kromoplas) di akar, batang,
daun, bunga, dan buah berbagai tumbuhan. Karotenoid yang terkandung
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung 80-85% aktivitas vitamin
A (De Pee, 1996).
Secara umum, proses analisis karotenoid pada penelitian ini terdiri dari
ekstraksi, saponifikasi, pemisahan fase, dan pengukuran. Ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan campuran aseton dan heksana (1:1) yang merupakan
pelarut non polar karena karoten sebagai senyawa non polar hanya dapat larut
dalam pelarut non polar (like dissolves like). Saponifikasi dilakukan dengan
menggunakan KOH dalam metanol. Proses ini merupakan prosedur
pemurnian untuk membuang lipid dan klorofil yang tidak diinginkan, namun
tidak merusak karotenoid yang umumnya stabil terhadap alkali. Selanjutnya
adalah proses pemisahan antara fase organik (lapisan atas) dengan fase air
(lapisan bawah) dalam ekstrak bahan dengan cara pemusingan (sentrifuse)
menggunakan heksan. Terakhir, dilakukan proses pengukuran dengan
spektrofotometer UV menggunakan panjang gelombang 450 nm. Menurut
Gross (1991), karotenoid menyerap terutama pada daerah biru (430-470 nm),
dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 451 nm.
Kandungan total karotenoid pada 24 sampel sayuran indigenous yang
diperoleh dari penelitian ini dapat dilhat pada Tabel 11, dan untuk perhitungan
total karoten pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa daun kemangi memiliki kandungan total
karotenoid tertinggi, yakni sebesar 58.41 mg/100 g dry basis, kemudian
diikuti oleh daun pakis (57.33 mg/100 g dry basis) dan daun kelor (56.43
mg/100 g dry basis). Sebaliknya, bunga turi memiliki kandungan total
karotenoid terendah, yaitu sebesar 3.65 mg/100 g dry basis. Kandungan rata-
rata total karotenoid pada ke-24 sampel adalah sebesar 29.01 mg/100 g dry
basis. Bila dibandingkan dengan kandungan total karotenoid pada jenis
42
sayuran lainnya (Tabel 2), maka kandungan total karotenoid pada sayuran
indigenous ini masih diatas nilai kandungan total karotenoid jenis sayuran
lainnya. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan total karotenoid pada 24
sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram batang kandungan total karotenoid pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat
Philip (1975) menyatakan bahwa adanya ikatan rangkap terkonjugasi
dalam molekul karotenoid menandakan adanya gugus kromofor yang
menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid, semakin banyak ikatan
rangkap terkonjugasi maka semakin pekat warna karotenoid tersebut, yaitu
semakin mengarah ke warna merah atau oranye. Akan tetapi, hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa tidak hanya sayuran berwarna kemerahan saja yang
memiliki kandungan karotenoid, namun juga sayuran berwarna hijau memiliki
total karotenoid yang bahkan lebih besar dibandingkan sayuran berwarna
kemerahan. Menurut Winarno (1992), ada hubungan langsung antara derajat
kehijauan sayuran dengan kadar karoten, semakin hijau daun tersebut semakin
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Bunga
turi
Tak
okak
Bunga
pep
aya
Kec
om
bra
ng
Kuca
i
Ter
ub
uk
Man
gko
kan
Anta
nan
beu
rit
Lem
bay
un
g
Dau
n l
abu
Pucu
k m
engk
ud
u
Dau
n …
Kat
uk
Pucu
k m
ete
Anta
nan
Po
hp
ohan
Man
gko
kan
puti
h
Bel
unta
s
Kro
ko
t
Ken
ikir
Dau
n G
inse
ng
Dau
n k
elo
r
Pak
is
Kem
angi
a3.65 0.25
j45.52 1.77i43.19 3.24
d15.17 0.08 f22.59 1.83b8.061 0.48
m58.41 5.56
f23.61 0.32
h32.54 2.10
e17.51 2.00
i41.58 1.68
l51.66 1.72
j45.96 1.84
a48.48 1.39
b8.374 0.71a4.105 0.13
m56.43 0.76
f22.57 1.45f21.18 0.57
c11.13 0.68
f21.23 0.18
b7.60 0.50
g28.25 1.87
m57.33 0.77
43
tinggi kadar karotennya, sedangkan daun-daunan yang pucat miskin akan
karoten.
Sampel sayuran yang berwarna hijau pada penelitian ini cenderung
memiliki total karotenoid yang lebih besar dibandingkan dengan total
karotenoid yang dimiliki oleh sampel sayur yang berwarna lebih terang
(kuning muda sampai merah), seperti bunga turi, kecombrang, dan bunga
papaya. Menurut Sediaoetama (1976), karoten berwarna kuning, namun tidak
semua warna kuning pada buah-buahan ataupun sayur-sayuran disebabkan
oleh warna ini, masih terdapat pigmen lain seperti zeaxanthin dan flavoxantin
yang tidak aktif, artinya tidak dapat diubah menjadi vitamin A.
Kandungan karoten dan β-karoten yang terkandung dalam sayur-sayuran
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cara budidaya, varietas, dan umur
tanaman (Howard et al., 1994). Dengan demikian, dapat dimungkinkan bahwa
hasil karotenoid dan β-karoten yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat
lebih rendah atau lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dari penelitian lainnya
(Portocarrero et al., 1992). Namun demikian, sampel-sampel yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan sampel dengan varietas dan umur penen yang
biasa dikonsumsi (dibuat sayur/lalapan) oleh masyarakat yang diperoleh dari
pasar-pasar setempat.
Pengolahan data nilai total karoten terhadap 24 sampel dengan ANOVA
menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan
total karotenoid antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel
yang dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya
perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 13
subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti
tidak memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda
berarti memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan
demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa kemangi, pakis, dan kelor
44
sebenarnya tidak memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda nyata
karena berada pada subset yang sama. Akan tetapi, ketiga sampel tersebut
memiliki kandungan total karotenoid yang berbeda secara nyata terhadap
sampel bunga pepaya, kecombrang, dan kucai, serta sampel lainnya yang
berada pada subset berbeda.
B. β-KAROTEN
Salah satu senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat bagi tubuh
adalah senyawa yang merupakan turunan isoprenoid. Termasuk didalamnya
adalah karotenoid, dimana β-karoten sebagai prekursor vitamin A merupakan
karotenoid yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi.
Identifikasi karotenoid spesifik pada penelitian ini hanya dilakukan pada
β-karoten. Hal ini dikarenakan β-karoten memiliki nilai gizi yang penting dan
merupakan sumber provitamin A. Selain itu, hampir dalam setiap sayuran dan
buah segar, 85% dari total aktivitas vitamin A berasal dari β-karoten. Seperti
pada bayam, komponen utama karotenoidnya adalah β-karoten disusul lutein,
neosantin, zeasantin, dan violasantin (Ball, 2000).
Hasil ekstrak yang diperoleh dari pengukuran total karotenoid digunakan
pula dalam pengukuran β-karoten dengan melarutkan ekstrak kering hasil
penguapan dengan fase gerak, yakni campuran metanol, asetonitril, dan
kloroform. Pengukuran β-karoten dilakukan dengan menggunakan metode
HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Menurut Macrae (1988),
keutamaan dari HPLC adalah kemampuannya untuk menangkap komponen
dengan stabilitas panas yang terbatas ataupun yang bersifat volatil. HPLC
merupakan metode yang sangat sensitif, tepat, selektif, dan memiliki tingkat
otomatisasi yang tinggi sehingga lebih sederhana dalam pengoperasiannya.
Hasil analisis β-karoten terhadap 24 sampel sayuran indigenous dengan
menggunakan HPLC diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 11, dan untuk
perhitungan β-karoten pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, diketahui bahwa daun labu memiliki
kadar β-karoten tertinggi, yaitu sebesar 13.27 mg/100 g dry basis, kemudian
diikuti oleh daun kemangi (12.43 mg/100 g sampel dry basis) dan daun
45
pohpohan (12.03 mg/100 g sampel dry basis), sedangkan bunga kecombrang
memiliki kandungan β-karoten terendah, yakni sebesar 0.01 mg/100 g dry
basis. Meskipun bunga kecombrang memiliki warna kemerahan akan tetapi
ternyata tanaman ini memiliki kandungan β-karoten yang rendah seperti
halnya kandungan total karotennya yang rendah pula. Hal ini dapat
disebabkan adanya kandungan pigmen lainnya yang jauh lebih besar yang
berperan dalam menghasilkan warna kemerahan sampai keunguan pada
tanaman ini, seperti pigmen antosianin.
Kadar β-karoten pada 24 sayuran indigenous yang dianalisis berkisar
antara 0.01 sampai 13.27 mg/100 g dry basis, sedangkan kadar rata-rata β-
karoten pada 24 sayuran tersebut adalah sebesar 5.30 mg/100 g dry basis. Bila
dibandingkan dengan kadar β-karoten jenis sayuran lainnya seperti yang
tertera pada Tabel 2, maka kadar β-karoten yang dimiliki oleh sayuran
indigenous ini pun masih tergolong lebih tinggi. Lebih jelasnya, diagram
batang kandungan β-karoten pada 24 sayuran indigenous dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Diagram batang kandungan β-karoten pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat
0
2
4
6
8
10
12
14
Kec
om
bra
ng
Bunga
turi
Ter
ub
uk
Tak
okak
Kuca
i
Man
gko
kan
Bunga
pep
aya
Anta
nan
beu
rit
Pucu
k m
engk
ud
u
Lem
bay
un
g
Dau
n k
edo
nd
ong c
ina
Pucu
k m
ete
Man
gko
kan
puti
h
Anta
nan
Ken
ikir
Kat
uk
Kro
ko
t
Pak
is
Bel
unta
s
Dau
n k
elo
r
Dau
n G
inse
ng
Po
hp
ohan
Kem
angi
Dau
n l
abu
gh6.87 0.15
j8.87 0.28
f4.80 0.62
c1.17 0.08
e3.53 0.66
a0.01 0.00
kl12.40 1.56
hi7.49 0.08
g6.35 0.66
cd1.53 0.05
k12.03 1.28
k11.9 0.10
i7.84 0.70
ab0.15 0.02
bc1.04 0.02
abc0.66 0.05
j9.09 0.19
d2.28 0.02
d2.40 0.43ab0.16 0.00
m13.30 1.74
c1.19 0.12 e3.82 0.29
ij8.27 0.60
46
Kromatogram β-karoten yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan
bahwa puncak β-karoten muncul disekitar menit ke-16 sampai menit ke-18.
Namun umumnya puncak β-karoten muncul pada menit ke-17 sesuai dengan
kromatogram standar β-karoten yang diperoleh (Gambar 13) , yakni muncul
pada menit ke-17.584.
Gambar 13. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari standar
β-karoten dengan kemunculan puncak β-karoten pada
menit ke-17.584
Sebagai contoh, kromatogram HPLC β-karoten dari daun kedondong
cina dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan hasil kromatogram tersebut,
dapat dilihat bahwa puncak β-karoten muncul pada menit ke-17.741. Hasil
kromatogram tersebut menunjukkan pula adanya puncak sebelum puncak β-
karoten, yakni diantara menit ke-16 sampai ke-17, puncak ini dimungkinkan
adalah α-karoten, salah satu jenis karoten lain selain β- dan γ-karoten (Zakaria
et al., 2000). Puncak ini juga muncul disebagian besar hasil kromatogram
sampel sayur lainnya.
Cis β-karoten sebagai isomer dari β-karoten yang banyak di sayuran
terutama setelah perlakuan dengan panas (Zakaria, 2000) pun sering muncul
setelah puncak β-karoten, biasanya terlihat sebagai ekor puncak dari β-
47
karoten. Akan tetapi, karena penggunaan kolom yang tidak terlalu panjang
(digunakan kolom 15 cm) dalam penelitian ini, maka pemisahan puncak
menjadi kurang jelas sehingga cis β-karoten tidak tampak dalam
kromatogram.
Gambar 14. Hasil kromatogram HPLC analisis β-karoten dari ekstrak
daun kedondong cina dengan kemunculan puncak β-
karoten pada menit ke-17.741
Hasil kromatogram ekstrak sayuran indigenous lainnya tidak jauh
berbeda dengan hasil kromatogram ekstrak daun kedondong cina. Puncak β-
karoten dari ekstrak sayuran pada kromatogram yang dihasilkan umumnya
muncul pada menit ke-16 sampai dengan menit ke-18.
Pengolahan data nilai β-karoten terhadap 24 sampel dengan ANOVA
menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan
β-karoten antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang
dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya perbedaan
yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
48
Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 12
subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti
tidak memiliki kandungan β-karoten yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda
berarti memiliki kandungan β-karotenoid yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan
demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa daun kedondong cina dan
pucuk mete tidak memiliki kandungan β-karoten yang berbeda nyata karena
berada pada subset yang sama. Akan tetapi, kedua sampel tersebut memiliki
kandungan β-karoten yang berbeda nyata terhadap sampel daun mangkokan
putih serta sampel lainnya yang berada pada subset berbeda.
C. ANTOSIANIN
Antosianin merupakan salah satu pigmen utama dalam tumbuhan yang
terdapat dalam vakuola sel bagian tanaman, yaitu organel sitoplasmik yang
berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran
tanaman (Kimbal, 1993). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman
tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 1982).
Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin ini tidak stabil dalam
suasana netral atau basa. Dengan demikian, prosedur ekstraksi biasanya
dilakukan dengan menggunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan
tanaman. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan maserasi yaitu
merendam bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah, dan
dengan penambahan sedikit asam seperti HCl. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan oleh Raharja dan Dianawati (2001) yakni mempelajari
ekstraksi antosianin pada daun erpa dengan menggunakan tiga jenis larutan
pengekstrak yaitu aquades, etanol, dan metanol yang masing-masing
mengandung HCl, ditemukan bahwa aquades yang mengandung HCL (HCl
5% dalam aquades) cukup asam untuk memecah dinding sel vakuola dimana
pigmen antosianin terdapat namun tidak terlalu asam untuk mengakibatkan
kerusakan pigmen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut yang menggunakan
sampel tanaman daun, maka pelarut yang digunakan untuk mengektrak
49
antosianin dalam penelitian ini adalah HCl 5% dalam aquades. Sesuai dengan
pernyataan Bridle dan Timberlake (1997), bahwa antosianin merupakan
pewarna alami yang berasal dari famili flavonoid yang larut dalam air (water
soluble).
Antosianin memiliki cincin aromatik yang mengandung gugus polar
(hidroksil, karboksil, metoksil) dan residu glikosil yang menghasilkan molekul
polar dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam
pelarut polar seperti etanol, metanol, dan air (Jackman dan Smith, 1996),
sedangkan asam klorida dalam pelarut akan mendenaturasi membran sel
kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel.
Kandungan antosianin dapat diketahui melalui beberapa metode, yaitu
metode yang menggunakan larutan yang memiliki satu nilai pH dan metode
yang menggunakan dua larutan yang memiliki dua nilai pH yang berlainan.
Salah satu metode yang menggunakan satu nilai pH yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu metode yang digunakan oleh Lees dan Francis (1972).
Total antosianin dihitung dari absorbansi ekstrak yang dilarutkan dalam etanol
95%:HCl 1.5 N (85:15) pada panjang gelombang 535 nm. Nilai serapan molar
yang digunakan adalah 98.2 yaitu nilai E (1%, 1 cm, 535 nm) untuk pelarut
etanol yang diasamkan. Nilai ini merujuk pada absorpsi campuran antosianin
buah cranberry di dalam etanol asam yang diukur didalam celah selebar 1 cm
pada panjang gelombang 535 nm dalam konsentrasi 1% (w/v).
Hasil penelitian pada 24 sampel sayur menunjukkan bahwa konsentrasi
antosianin tertinggi terdapat pada bunga kecombrang yaitu sebesar 43.19
mg/100 g dry basis, diikuti oleh takokak (22.09 mg/100 g dry basis) dan
terubuk (20.50 mg/100 g dry basis). Sebaliknya, konsentrasi antosianin
terendah terdapat pada daun pakis dengan konsentrasi sebesar 0.67 mg/100 g
dry basis. Konsentrasi antosianin pada 24 sampel sayuran indigenous dapat
dilihat pada Tabel 11 dan untuk perhitungan antosianin pada sampel
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dibandingkan dengan tanaman buah ataupun sayur lainnya (Tabel 4), 24
tanaman sayur diatas tergolong memiliki kandungan total antosianin yang
rendah, yakni berkisar antara 0.0067 mg/g dry basis sampai 0.4319 mg/g dry
50
basis dengan rata-rata sebesar 0.082 mg/g dry basis. Hal ini dapat disebabkan
karena pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tanaman yang
berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga,
buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 1988), sedangkan 24 sampel yang
diteliti sebagian besar merupakan tanaman daun yang berwarna hijau, hanya
kecombrang memiliki warna merah sampai keunguan dan terbukti bahwa
sampel tersebut memiliki kandungan antosianin terbesar diantara sampel
lainnya. Lebih jelasnya, diagram batang kandungan total antosianin pada 24
sayuran indigenous dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Diagram batang kandungan total antosianin pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat
Pengolahan data nilai antosianin terhadap 24 sampel dengan ANOVA
menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan
antosianin antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang
dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena adanya perbedaan
yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Pak
is
Kem
angi
Bel
unta
s
Pucu
k m
ete
Kro
ko
t
Bunga
turi
Dau
n G
inse
ng
Dau
n k
edo
nd
ong c
ina
Ken
ikir
Anta
nan
beu
rit
Dau
n l
abu
Anta
nan
Kuca
i
Po
hp
ohan
Kat
uk
Pucu
k m
engk
ud
u
Lem
bay
un
g
Man
gko
kan
Man
gko
kan
puti
h
Bunga
pep
aya
Dau
n k
elo
r
Ter
ub
uk
Tak
okak
Kec
om
bra
ng
f3.97 0.27bc1.41 0.07
k9.25 0.46j7.99 0.42
e2.80 0.06
p43.19 1.12
ab0.84 0.05
i7.00 0.49
h5.92 0.27g4.88 0.18
h6.08 0.10
e2.75 0.11cd2.00 0.08de2.21 0.12
h5.95 0.14
l22.09 0.70
m13.14 0.05
j7.67 0.24
j7.86 0.49
n20.50 1.07
h5.88 0.26
o11.98 0.73
cd1.92 0.10a0.67 0.04
51
Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 16
subset yang dihasilkan. Sampel yang berada pada subset yang sama berarti
tidak memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%, sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda
berarti memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan
demikian, sebagai contoh dapat dikatakan bahwa daun pakis dan kemangi
tidak memiliki kandungan antosianin yang berbeda nyata karena berada pada
subset yang sama. Akan tetapi, kedua sampel tersebut memiliki kandungan
antosianin yang berbeda nyata terhadap sampel beluntas, pucuk mete, dan
krokot serta sampel lainnya yang berada pada subset berbeda.
D. ASAM ASKORBAT
Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut
dalam air. Vitamin ini sering disebut sebagai fresh food vitamin karena banyak
terdapat pada sayur dan buah-buahan segar (Winarno, 1992).
Analisis vitamin C dalam sayur-sayuran yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode titrasi dengan iodium. Sampel sayur-
sayuran diekstrak dengan cara menghancurkannya dan digunakan air untuk
membantu melarutkan vitamin C yang terdapat dalam sampel. Ekstrak sampel
yang diperoleh direaksikan dengan larutan amilum 1% sebagai indikator
perubahan warna ekstrak setelah dititrasi dengan 0.01 N iodium, yakni
menjadi berwarna semburat biru. Sebanyak 1 ml 0.01 N iodium ini setara
dengan 0.88 mg asam askorbat, sehingga dari hasil titrasi dapat dikalkulasikan
berapa banyak asam askorbat dalam sampel.
Berdasarkan hasil analisis asam askorbat pada 24 sampel, diketahui bahwa
kandungan asam askorbat terbesar pada sampel pucuk mete (5607.78 mg/100
g dry basis), diikuti oleh daun kemangi (3835.86 mg/100 g dry basis) dan
bunga pepaya (2326.38 mg/100 g dry basis), sedangkan kandungan asam
askorbat terendah dimiliki oleh mangkokan putih, yaitu sebesar 236.54
mg/100 g dry basis. Nilai asam askorbat dari 24 sampel yang dianalisa dapat
dilihat pada Tabel 11 dan untuk perhitungan asam askorbat pada sampel
52
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Perbedaan nilai kandungan
vitamin C beberapa jenis sayur yang dianalisa dalam penelitian ini dengan
sumber lainnya dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor dari masing-
masing sampel seperti suhu, intensitas sinar, umur tanaman, jumlah
kandungan air, faktor genetik, varietas, dan kesuburan tanah (Fennema, 1985),
maupun dari cara analisis yang digunakan. Lebih jelasnya, diagram batang
kandungan asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Diagram batang kandungan asam askorbat pada 24 sayuran
indigenous Jawa Barat
Hasil analisis asam askorbat yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel
sayuran segar yang dianalisis memiliki kandungan asam askorbat yang cukup
tinggi, yakni berkisar antara 236.54 mg/100 g dry basis sampai 5607.78
mg/100 g dry basis, dengan rata-rata kandungan vitamin C sebesar 1194.70
mg/100 g dry basis. Hasil ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran lainnya seperti tertera
pada Tabel 5.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Man
gko
kan
puti
h
Dau
n k
edo
nd
ong c
ina
Bel
unta
s
Anta
nan
Kec
om
bra
ng
Kro
ko
t
Anta
nan
beu
rit
Ter
ub
uk
Dau
n l
abu
Dau
n G
inse
ng
Tak
okak
Po
hp
ohan
Bunga
turi
Kuca
i
Man
gko
kan
Lem
bay
un
g
Pucu
k m
engk
ud
u
Pak
is
Dau
n k
elo
r
Ken
ikir
Kat
uk
Bunga
pep
aya
Kem
angi
Pucu
k m
ete
g1654.02 7.27
b295.46 0.69
a236.54 0.29
f836.41 3.16a245.42 3.82c336.84 0.30
h3835.86 8.62
i2248.27 10.96
c336.14 0.51
r524.05 0.59e732.48 0.06
d632.98 0.26
s467.13 8.95 e734.40 2.71
f825.42 4.06d639.98 0.03
j1571.85 14.74
k1033.89 49.6 l933.74 11.75
m574.99 1.50
n602.87 10.23
o2326.38 3.24
p5607.78 7.91
q1422.03 40.1
53
FDA menetapkan standar klaim untuk vitamin C yaitu minimal
mengandung 20% RDA vitamin C. RDA (Recommended Dietary Allowance)
atau AKG (Angka Kecukupan Gizi) vitamin C untuk wanita dan pria dewasa
menurut National Academy of Science (2000) adalah sebesar 75-90 mg,
sehingga suatu produk dapat diklaim mengandung vitamin C yang tinggi jika
mengandung vitamin C minimal 15-18 mg/sajian. Untuk sayuran, sajian
rumah tangga yang biasa digunakan adalah dalam ukuran mangkuk, bila
dikonversi adalah sebanyak 50-100 gram per mangkuk. Dengan demikian, bila
konsumsi terhadap sayur-sayuran indigenous tersebut dilakukan sesuai
takaran, maka akan memenuhi angka kecukupan gizi vitamin C yang
disarankan dengan memperhatikan kehilangan vitamin C saat pengolahan.
Menurut penelitian Subeki (1998) mengenai pengaruh cara pemasakan
terhadap kandungan antioksidan di sayuran, besarnya persentase penurunan
vitamin C saat pengolahan pangan adalah sebesar 22-58% (perebusan) dan 35-
73% (penumisan). Lusivera (2001) dalam penelitian yang sejenis menyatakan
bahwa proses pemasakan sayuran secara rumah tangga dapat menurunkan
kandungan asam askorbat sebesar 16-91%. Tingginya penurunan tersebut
karena sifat asam askorbat yang sangat mudah teroksidasi, baik secara
enzimatik maupun secara kimiawi, serta kerusakan karena degradasi oleh
panas. Namun demikian, penurunan vitamin C pada sayuran ini tergantung
dari cara pemasakan, suhu dan lama pemasakan, serta jenis dan ukuran
sayuran.
Pengolahan data nilai asam askorbat terhadap 24 sampel dengan
ANOVA menghasilkan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap nilai
kandungan asam askorbat antar sampel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi
sampel yang dihasilkan, yakni lebih kecil dari taraf α (0.05). Oleh karena
adanya perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil uji Duncan (Lampiran 5) memberikan informasi bahwa terdapat 19
subset yang dihasilkan. Hal ini menarik karena subset yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan dengan subset yang dihasilkan dari uji Duncan pada
senyawa karotenoid, β-karoten, dan antosianin. Artinya, asam askorbat
54
memiliki keragaman data yang lebih besar dibandingkan dengan keragaman
data senyawa-senyawa lainnya pada ke 24 sampel.
Sampel yang berada pada subset yang sama berarti tidak memiliki
kandungan asam askorbat yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%,
sedangkan sampel yang berada pada subset yang berbeda berarti memiliki
kandungan asam askorbat yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
terhadap sampel yang berada pada subset lainnya. Dengan demikian, sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa beluntas dan mangkokan putih tidak memiliki
kandungan asam askorbat yang berbeda nyata karena berada pada subset yang
sama. Akan tetapi, kedua sampel tersebut memiliki kandungan asam askorbat
yang berbeda nyata terhadap sampel bunga kecombrang dan sampel-sampel
lainnya yang berada pada subset berbeda.
E. META-ANALISIS ANTAR SENYAWA TERIDENTIFIKASI
1. Analisis Hubungan Antara Karotenoid, β-Karoten, Antosianin dan
Asam Askorbat
Data hasil analisis keempat senyawa selanjutnya diolah
menggunakan Principal Component Analysis (PCA) atau analisis
komponen utama. PCA digunakan untuk memproyeksikan suatu data yang
berukuran atribut besar menjadi bentuk representasi data yang lebih kecil.
PCA juga mampu menyajikan keterkaitan data awal menjadi data yang
tidak saling berkorelasi. Analisis statistik ini dapat menjelaskan 75-90%
dari total keragaman dalam data yang memiliki 25 sampai 30 peubah
hanya dengan dua sampai tiga komponen utama (Meilgaard et al., 1999).
Hasil olahan data analisis keempat senyawa dengan menggunakan
metode PCA memperlihatkan bahwa dari empat nilai akar ciri (eigen
value), terdapat dua komponen yang memiliki akar ciri lebih besar
dibandingkan dua komponen lainnya. Komponen utama pertama (PC1)
adalah total karotenoid yang memiliki akar ciri sebesar 2.2338, sedangkan
komponen utama kedua (PC2) adalah β-karoten yang memiliki akar ciri
sebesar 0.9518. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komponen
55
utama pembeda ke-24 sampel yang dianalisis adalah total karotenoid dan
β-karoten. Data akar ciri dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Akar ciri (eigen value) dengan proporsi dan kumulatif keragaman
dari 4 peubah
Komponen Peubah Akar ciri Proporsi Kumulatif
1 Total karotenoid 2.2338 0.558 0.558
2 β-karoten 0.9518 0.238 0.796
3 Antosianin 0.6076 0.152 0.948
4 Asam askorbat 0.2068 0.052 1.000
Berdasarkan dua komponen utama tersebut, maka dari Tabel 7
diambil nilai mutlak (absolut) tertinggi dari nilai-nilai vektor ciri (yang
dicetak tebal pada Tabel 8). Komponen pertama (PC1) dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok yang memiliki hubungan positif (total
karotenoid) dan kelompok yang memiliki hubungan negatif (antosianin).
Komponen utama kedua (PC2) pun dibagi dalam dua kelompok, yaitu
kelompok yang memiliki hubungan positif (β-karoten) dan kelompok yang
memiliki hubungan negatif (asam askorbat).
Tabel 8. Nilai vektor dari hubungan antar peubah dengan komponen
utama
Peubah PC 1 (55.8%) PC 2 (23.8%)
Total karotenoid 0.596 0.213
β-karoten 0.589 0.275
Antosianin -0.488 0.130
Asam askorbat 0.244 -0.928
Seperti diperlihatkan pada tabel diatas, komponen utama satu (PC1)
dan komponen utama dua (PC2) memiliki persentase keragaman yang
lebih besar dari komponen lainnya. Komponen utama pertama (PC1)
mampu menerangkan keragaman data sebesar 55.8%, sedangkan
komponen utama kedua (PC2) mampu menerangkan keragaman data
sebesar 23.8%, sehingga keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan
56
oleh kedua komponen utama tersebut pada grafik biplot adalah sebesar
79.6%.
Tabel 9. Matriks korelasi dari empat peubah yang merupakan senyawa-
senyawa yang dianalisis pada 24 jenis sayuran indigenous
Peubah Total
karotenoid β-karoten Antosianin
Asam
askorbat
Total karotenoid 1
β-karoten 0.792 1
Antosianin -0.462 -0.457 1
Asam askorbat 0.181 0.132 -0.235 1
Matriks korelasi pada Tabel 9 diatas menunjukkan hubungan antar
peubah, apakah memiliki hubungan yang positif atau negatif. Semakin
tinggi nilai korelasi antar peubah (semakin mendekati angka 1 atau -1),
maka semakin erat hubungan kedua peubah tersebut. Peubah yang
berkorelasi paling kuat adalah total karotenoid dengan β-karoten,
keduanya memiliki nilai korelasi sebesar 0.792 dan berkorelasi positif.
Korelasi positif artinya, semakin tinggi nilai β-karoten maka akan semakin
tinggi pula nilai total karotenoidnya, dan sebaliknya.
Grafik biplot PC1 dan PC2 pada Gambar 12 membagi empat jenis
senyawa yang diidentifikasi ke dalam empat kelompok kuadran. Masing-
masing kelompok terdiri dari objek-objek yang digambarkan sebagai titik-
titik. Objek-objek dengan karakteristik yang sama digambarkan sebagai
titik-titik yang posisinya berdekatan (Sartono et al., 2003). Kelompok
pertama terdiri dari kecombrang, takokak, terubuk, antanan beurit, dan
daun kedondong cina. Kelompok kedua terdiri dari mangkokan putih,
antanan, daun labu, daun kelor, krokot, beluntas, pohpohan, daun ginseng,
dan pakis. Selanjutnya, kelompok ketiga terdiri dari katuk, kemangi,
kenikir, dan pucuk mete. Terakhir, kelompok empat terdiri dari kucai,
lembayung, bunga turi, bunga pepaya, mangkokan, dan pucuk mengkudu.
Karakteristik suatu objek dapat disimpulkan dari posisi relatifnya
yang paling dekat dengan peubah (digambarkan sebagai garis
berarah/vektor) (Sartono et al., 2003). Dengan demikian, berdasarkan
grafik biplot tersebut, sampel-sampel di kelompok pertama dicirikan
dengan dominansi kandungan antosianin. Selanjutnya, sampel-sampel di
57
kelompok kedua dicirikan dengan dominansi kandungan total karotenoid
dan β-karoten, sedangkan sampel-sampel di kelompok ketiga dicirikan
dengan dominansi kandungan asam askorbat. Sedangkan kelompok
terakhir tidak dicirikan oleh peubah apapun, artinya tidak ada dominansi
senyawa tertentu pada sampel-sampel di kelompok empat ini.
3210-1-2-3-4
1
0
-1
-2
-3
-4
PC 1 (55.8%)
PC
2 (
23
.8%
) Asam askorbat
Antosianin Beta karotenTotal karotenoid
Kecombrang
Takokak
Terubuk
Bunga pepaya
Bunga turiKucai
Katuk
mengkudu
PucukLembayung
An.Beurit
Daun kedondong cina
Pucuk mete
Kemangi
MangkokanKenik ir
PakisDaun kelor
Mangkokan putih
Antanan
Daun labu
Krokot
Beluntas
Pohpohan
Daun ginseng
Gambar 17. Grafik biplot hasil pengujian dengan PCA (Principal Component
Analysis) dari nilai hasil analisis total karotenoid, β-karoten,
antosianin, dan asam askorbat pada 24 jenis sampel sayuran
Grafik biplot diatas juga dapat menginterpretasikan hubungan antara
dua atribut. Grafik biplot akan menggambarkan peubah sebagai garis
berarah. Dua peubah yang memiliki korelasi positif akan digambarkan
sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut
sempit (<90°), sedangkan dua peubah yang memiliki korelasi negatif akan
digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah berlawanan atau
membentuk sudut tumpul (>90°) (Sartono et al., 2003). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa total karotenoid dan β-karoten yang memiliki
58
vektor searah dan membentuk sudut sempit (<90°) antara dua vektor,
bahkan berhimpit diartikan memiliki hubungan positif, artinya jika
kandungan total karotenoid pada sampel tinggi, maka kandungan β-
karoten pada sampel pun akan tinggi, dan sebaliknya. Akan tetapi,
antosianin dengan total karoten, β-karoten, dan asam askorbat memiliki
vektor yang berlawanan arah dan membentuk sudut tumpul (>90°), artinya
kedua senyawa ini berkorelasi negatif, sehingga jika kandungan antosianin
pada sampel tinggi maka dimungkinkan kandungan ketiga senyawa
lainnya pada sampel akan rendah.
Selain menggunakan uji analisis komponen utama (PCA), hubungan
antar senyawa teridentifikasi dapat diketahui dengan menggunakan uji
korelasi. Uji ini menghasilkan output yang dapat dilihat pada Lampiran 3.
Ouput tersebut memberikan informasi bahwa terdapat hubungan antara
nilai total karotenoid dengan β-karoten, karena memiliki nilai p (0.000)
yang lebih kecil dari nilai α (0.05), dengan nilai korelasi sebesar 0.792 dan
memiliki korelasi positif. Nilai ini menunjukkan korelasi yang kuat karena
semakin mendekati nilai 1 atau -1, maka kolerasi dianggap semakin kuat.
Korelasi positif artinya, bila nilai total karotenoid naik, maka nilai β-
karoten pun akan naik, dan sebaliknya.
Disamping itu, terdapat pula hubungan antara antosianin dengan total
karotenoid (pvalue 0.023< α 0.05) dan antosianin dengan β-karoten
(pvalue 0.025< α 0.05), dengan nilai korelasi masing-masing sebesar -
0.462 dan -0.457. Nilai korelasi negatif tersebut memberikan informasi
bahwa bila nilai antosianin naik, maka nilai total karotenoid akan turun,
dan bila nilai antosianin turun maka nilai total karotenoid akan naik. Nilai
korelasi ini dianggap cukup berarti meskipun tidak tergolong tinggi. Selain
itu, ouput uji korelasi menunjukkan pula bahwa tidak ada hubungan antara
kandungan asam askorbat dengan kandungan total karotenoid, β-karoten,
maupun antosianin. Hal ini dikarenakan nilai p yang dihasilkan lebih besar
dari nilai α (0.05).
59
2. Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Flavonoid
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Batari (2007) dan
Rahmat (2009) terhadap kandungan total fenol dan kandungan senyawa
flavonoid pada 24 sayuran indigenous Jawa Barat menunjukkan bahwa
semua sayuran indigenous yang diuji mengandung senyawa flavonoid.
Komponen flavonoid yang diuji berupa senyawa flavonol dan flavon.
Flavonoid merupakan salah satu kelas dari polifenol yang terdiri dari
beberapa sub kelas seperti flavon, flavonol, flavonone, flavan dan
antosianin (Vermerris dan Nicholson, 2006). Dengan demikian, nilai total
flavonoid secara kasar diperoleh dengan menggabungkan nilai total
flavonol dan flavon yang diperoleh dari penelitian sebelumnya dan nilai
total antosianin yang diperoleh dari penelitian ini (Tabel 10).
Hubungan antara total fenol dan total flavonoid pada 24 jenis
sayuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan uji korelasi. Uji ini
menghasilkan output yang menginformasikan bahwa terdapat hubungan
antara nilai total fenol dengan nilai total flavonoid, karena memiliki nilai p
(0.023) yang lebih kecil dari nilai α (0.05), dengan nilai korelasi positif
sebesar 0.461. Korelasi positif artinya, bila nilai total fenol naik, maka
nilai total flavonoid pun akan naik, dan sebaliknya. Nilai korelasi tersebut
(0.461) dianggap cukup berarti meskipun tidak tergolong tinggi. Output uji
korelasi ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Senyawa fenolik merupakan kelompok senyawa kimia yang
memiliki satu atau lebih grup hidroksil (gugus –OH) yang melekat pada
cincin hidrokarbon aromatik (Vermerris dan Nicholson, 2006). Flavonoid
merupakan salah satu golongan senyawa fenol alam yang terbesar yang
berada dalam bentuk ester atau glikosida terkonjugasi dengan senyawa
lain (Pratt dan Hudson, 1990). Dengan demikian, bila suatu sampel
memiliki total flavonoid yang tinggi, maka seyogiyanya sampel tersebut
juga memiliki total fenol yang tinggi pula, dan bila total flavonoid dalam
sampel rendah, maka total fenol dalam sampel pun akan rendah. Hal ini
dikarenakan flavonoid merupakan bagian terbesar dari senyawa fenol
selain senyawa-senyawa fenolik lainnya, seperti dari asam fenolat, asam
60
sinamat, kumarin, tanin, β-sianin, dan sebagainya (Vermerris dan
Nicholson, 2006).
Tabel 10. Nilai total fenol, total flavonol dan flavon, total antosianin dan
total flavonoid pada 24 sayuran indigenous Jawa Barat
Sampel
Sayuran
Kandungan (mg/100 g dry basis)
Total
Fenol*
Total Flavonol
dan Flavon*
Total
Antosianin
Total
Flavonoid**
Kenikir 1225.88 420.85 3.61 424.46
Beluntas 1030.03 79.19 1.29 80.48
Mangkokan
putiha
669.30 215.00 8.41
223.41
Mangkokan 490.97 38.51 7.27 45.78
Kedondong
cina
542.61 358.17 2.55
360.72
Kecombrang 801.33 11.76 39.27 51.03
Kemangi 784.32 69.78 0.76 70.54
Katuk 870.64 831.70 6.36 838.06
Antanan 581.95 263.88 5.39 269.27
Antanan
beurita
805.46 332.20 4.44
336.64
Pohpohan 831.62 26.98 5.52 32.50
Daun Ginseng 614.50 49.33 2.50 51.83
Krokot 447.91 4.05 1.82 5.87
Turia
323.68 217.40 2.01 219.41
Kucaia
211.73 89.40 5.41 94.81
Takokaka
860.29 27.40 20.08 47.48
Kelora
536.08 473.30 11.94 485.24
Mengkudua
236.45 201.40 6.97 208.37
Lembayunga
438.30 386.30 7.15 393.45
Terubuka
204.38 3.80 18.64 22.44
Daun labua
412.62 200.10 5.35 205.45
Bunga Pepayaa
376.23 306.80 10.89 317.69
Pucuk metea
2809.53 656.30 1.74 658.04
Pakisa
306.70 84.40 0.61 85.01 *Batari (2007); *
aRahmat (2009)
** Diperoleh dari penjumlahan total flavonol dan flavon dengan total antosianin
3. Analisis Hubungan Antara Total Fenol dan Total Antosianin
Analisis data mengenai hubungan antara total fenol dan antosianin
dengan menggunakan uji korelasi menghasilkan output seperti pada
Lampiran 3. Berdasarkan hasil uji korelasi ini diketahui bahwa tidak
61
terdapat korelasi antara nilai total fenol dengan nilai total antosianin,
karena nilai p (0.648) yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0.05).
Antosianin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid yang
memiliki gugus –OH pada strukturnya (Vermerris dan Nicholson, 2006).
Bila analisis total fenol dilakukan, maka antosianin akan ikut terdeteksi
sebagai salah satu senyawa fenolik. Dengan demikian, bila nilai total
antosianin pada sampel tinggi, maka nilai total fenol pada sampel tersebut
pun akan tinggi. Akan tetapi, bila nilai total antosianin pada sampel
tersebut rendah, tidak dapat dikatakan bahwa total fenol yang terkandung
pun akan rendah, karena belum tentu jumlah senyawa fenolik lainnya
seperti flavonol dan flavon (yang termasuk dalam golongan flavonoid)
juga rendah.
4. Analisis Hubungan Antara Kadar Protein dan Total Karotenoid
Analisis data mengenai hubungan antara kadar protein dengan total
karotenoid dengan menggunakan uji korelasi menghasilkan output
(Lampiran 3) yang menginformasikan bahwa tidak terdapat hubungan
antara nilai kadar protein dengan nilai total karotenoid, karena memiliki
nilai p (0.156) yang lebih besar dari nilai α (0.05). Nilai korelasi yang
diperoleh pun tergolong rendah, yakni sebesar 0.299.
Karotenoid dalam tanaman ditemukan di bagian kloroplas, terutama
di kromoplas. Karotenoid di membran kloroplas pun berikatan dengan
protein sama halnya dengan pigmen klorofil yang membentuk ikatan
kovalen dengan protein hidrofobik. Hubungan yang erat sendiri lebih
ditemukan pada klorofil dengan protein. Hal ini dikarenakan konjugasi
antara klorofil dengan protein penting untuk membantu mengefisienkan
penyerapan dan transfer energi dan untuk mempertahankan struktur
kloroplas dari serangan spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat
menghancurkan struktur tilakoid (membran internal kloroplas). Klorofil
bebas yang tidak terikat dengan protein dapat bereaksi dengan oksigen
yang dapat menghasilkan ROS dan radikal bebas lainnya (Hopkins dan
Hurner, 2004). Karotenoid sendiri meskipun membentuk kompleks dengan
62
protein pada membran tilakoid, secara kuantitatif tidak memiliki hubungan
langsung dengan protein. Hal ini dikarenakan keberadaan karotenoid tidak
dipengaruhi oleh keberadaan protein dan sebaliknya. Hanya saja, salah
satu yang menentukan keberadaan karotenoid dalam kloroplas adalah
jumlah klorofil, sebab karotenoid berfungsi untuk mencegah fotooksidasi
ketika klorofil memanen cahaya. Hal ini mengindikasikan bahwa
karotenoid dibuat dalam jumlah banyak di membran fotosintetik hanya
ketika klorofil disintesis dan membutuhkan perlindungan karotenoid untuk
tetap dapat berfungsi (Hopkins dan Hurner, 2004).
Disamping itu, tidak seperti halnya klorofil, karotenoid tidak hanya
terdapat pada sel-sel di jaringan fotosintetik saja yang berada di daun, tapi
juga terdapat pada sel-sel di jaringan non-fotosintetik. Karotenoid di dalam
sel-sel pada jaringan fotosintesis secara khusus terlokalisasi di membran
kloroplas dan plastoglobuli, sedangkan di jaringan non-fotosintetik seperti
di umbi kentang, pigmen ini lebih banyak berada pada membran yang
melingkupi plastida. Begitu pula halnya dengan protein. protein yang
terdapat di daun pun tidak hanya protein yang terikat pada pigmen di
membran tilakoid. Terdapat pula protein integral, struktural maupun
protein pengangkut di organel-organel lainnya yang merupakan hasil
sintesis ribosom. Ribosom ini terdapat di dalam mitokondria dan
kloroplas. Sebagian protein tersebut disintesis oleh ribosom pada
sitoplasma yang kemudian diangkut kedalam baik mitokondria maupun
kloroplas (Lakitan, 2004). Selain itu, protein juga tidak hanya berada di
daun saja namun juga banyak terdapat pada bagian tanaman lainnya,
seperti di umbi. Korelasi antara protein dengan karotenoid di organ lain
pada tumbuhan mungkin saja terjadi, seperti yang dinyatakan oleh
Hermawati (1997) dalam penelitiannya bahwa secara genotipe dan
fenotipe kandungan protein di umbi ubi jalar berkorelasi positif terhadap
kandungan karotennya dan ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0.64.
Fungsi karotenoid di jaringan non-fotosintetik adalah memberikan
pigmen berwarna terang seperti pada buah dan bunga. Untuk memberikan
warna yang kuat pada organ-organ tersebut, maka sejumlah besar
63
karotenoid perlu diakumulasikan, dan bentuk stuktur terspesialisasi untuk
menangkap jumlah yang besar ini adalah kromoplas (Davies, 2000). Desai
dan Salunkhe (1991) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang dekat
antara suplai nitrogen dengan kadar karoten yang terkandung dalam wortel
yang secara normal kekurangan kloroplas di dalamnya. Semakin tinggi
kadar nitrogen yang diberikan, kadar karoten pada hasil panen akan
semakin tinggi pula. Hal ini menunjukan adanya korelasi antara kadar
protein dengan kadar karotenoid di umbi.
F. IDENTIFIKASI POTENSI SAYURAN INDIGENOUS BERDASARKAN
PROFIL KAROTENOID, ANTOSIANIN DAN ASAM ASKORBAT
Sayuran indigenous Jawa Barat sebagai salah satu sumber daya lokal
memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Sayur-sayuran yang
banyak ditemukan di Jawa Barat ini umumnya merupakan tanaman kelompok
biofarmaka yang dikonsumsi dalam jumlah yang relatif kecil sebagai sayur,
urap, lalap, penyedap dan sebagai minuman. Dari tanaman biofarmaka yang
seharusnya berfungsi sebagai obat/jamu, memang banyak jenis yang dapat
berfungsi sebagai pangan fungsional, seperti daun dan bunga pepaya, bunga
beluntas, jenis daun lalapan, daun katuk, dan sebagainya (Sumarno, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh database 24
sayuran indigenous Jawa Barat secara kuantitatif, diantaranya kandungan total
karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat. Keseluruhan hasil
(database) penelitian terhadap kandungan komponen-komponen bioaktif dari
24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa ke-24 sayuran indigenous yang
diteliti memiliki kandungan total karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam
askorbat dengan jumlah yang bervariasi. Dengan demikian, ke-24 sampel
tersebut memiliki potensi manfaat sesuai senyawa-senyawa bioaktif yang
terkandung didalamnya, meskipun tidak semua sampel berpotensi sebagai
sumber karotenoid, β-karoten, antosianin, maupun asam askorbat sekaligus.
Ekstrak daun kenikir, beluntas, kemangi, daun ginseng, krokot, kelor,
dan pakis memiliki kandungan karotenoid yang lebih tinggi dibandingkan
64
sampel sayuran indigenous lainnya, berturut-turut sebesar 48.48 mg/100 g;
45.52 mg/100 g; 58.41 mg/100 g; 51.67 mg/100 g; 45.96 mg/100 g; 56.43
mg/100 g; dan 57.33 mg/100 g dry basis. Nilai-nilai tersebut pun masih lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar total karotenoid pada bayam, daun melinjo,
dan daun pepaya yang mengandung karotenoid berturut-turut sebesar, 24.73
mg/100 g, 45.08 mg/100 g, dan 36.23 mg/100 g dry basis (Subeki, 1998).
Berdasarkan literatur diketahui bahwa karotenoid mempunyai peranan nyata
dalam penyediaan bahan baku (sebagai sumber provitamin A), penyediaan
bahan campuran makanan (food ingredients), atau sebagai bahan pewarna
makanan alami (food colours). Karotenoid juga berperan dalam bidang
kosmetika dan obat-obatan (Sudibyo, 1990). Selain itu, karotenoid penting
untuk penglihatan, pertumbuhan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta
perawatan sistem kekebalan (Ball, 2000).
Menurut De Vries dan Silvera (2000), karotenoid memiliki aktivitas
antioksidan biologis yang penting. Beberapa karotenoid dapat diubah menjadi
vitamin A dalam tubuh. Semua karotenoid penting bagi kesehatan karena
sifatnya sebagai antioksidan, baik yang bersifat sebagai provitamin A maupun
tidak. Papas (1999) menyebutkan bahwa karotenoid dapat melindungi tubuh
dari penyakit kardiovaskuler, mengurangi resiko terjadinya kanker,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan merangsang pembuatan enzim
detoksifikasi. Fungsi lain karotenoid sebagaimana disebutkan oleh Gross
(1991) adalah sebagai pewarna alami yang memberikan warna kuning sampai
oranye, sebagai agen potensial pencegah kanker dan mencegah atau
memperlambat pertumbuhan tumor kulit yang diakibatkan oleh radiasi UV-B
(290-320 nm) (Mathews-Roth, 1985).
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas, kemangi,
pohpohan, daun ginseng, kelor, daun labu, dan pakis memiliki kandungan β-
karoten yang lebih tinggi dibandingkan sampel sayuran indigenous lainnya,
dengan nilai berturut-turut sebesar 8.87 mg/100 g; 12.43 mg/100 g; 12.03
mg/100 g; 11.89 mg/100 g; 9.09 mg/100 g; 13.27 mg/100 g; dan 8.27 mg/100
g dry basis. Bahkan nilai-nilai tersebut pun masih lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar β-karoten pada komoditi sayur lainnya, seperti pada daun
65
pepaya, wortel, dan daun singkong yang mengandung β-karoten berturut-turut
sebesar, 10.27 mg/100 g, 8.57 mg/100 g, dan 7.58 mg/100 g dry basis (Subeki,
1998). Dengan demikian, sampel-sampel sayuran indigenous tersebut
memiliki potensi manfaat β-karoten yang besar, antara lain untuk mencegah
proses menua yang terlalu dini, mengurangi terjadinya penyakit degeneratif,
dan untuk penanggulangan kebutaan karena xeroftalmia. Menurut Teik
(1994), manusia yang mengkonsumsi karoten dalam jumlah tinggi mempunyai
resiko yang rendah terhadap serangan kanker. Namun konsumsi vitamin A
yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama akan meracuni tubuh, tetapi
bila dikonsumsi dalam bentuk β-karoten sebagai provitamin A tidak akan
berakibat keracunan. Menurut Gross (1991), β-karoten meyumbangkan lebih
dari 85% aktivitas total provitamin A di kebanyakan sayur-sayuran dan buah-
buahan.
Berdasarkan hasil percobaan yang ditinjau ulang oleh Langseth (2000)
dengan menggunakan hewan percobaan dan secara in vitro, β-karoten
memiliki aktivitas biologis yang dapat mencegah terjadinya kanker dan
melalui penelitian epidemiologis didapatkan bahwa ada korelasi negatif antara
resiko terjadinya kanker paru-paru dengan konsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan yang merupakan sumber β-karoten. Hal ini sejalan dengan penelitian
Temple dan Basu (1988) yang menyebutkan bahwa β-karoten melindungi
paru-paru dan organ lain dari kanker. Mekanisme aksi perlindungan yang
mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1) β-karoten terkonversi menjadi
vitamin A, 2) mengubah metabolisme karsinogen, 3) berperan sebagai
antioksidan, dan 4) memperkuat sistem imun.
Ekstrak daun mangkokan putih, kecombrang, takokak, kelor, terubuk,
dan bunga pepaya mengandung senyawa antosianin yang lebih tinggi
dibandingkan sampel sayuran indigenous lainnya, yaitu berturut-turut sebesar
9.25 mg/100 g; 43.19 mg/100 g; 22.09 mg/100 g; 13.14 mg/100 g; 20.50
mg/100 g; dan 11.98 mg/100 g dry basis. Nilai-nilai tersebut pun masih lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar antosianin pada buah apel dan plum yang
mengandung antosianin sebesar 1-10 mg/100 g dan 5 mg/100 g dry basis.
Akan tetapi, kadar antosianin pada sayuran indigenous masih jauh lebih
66
rendah dibandingkan dengan kadar antosianin pada kubis ungu, rosella, dan
kulit buah duwet yang memiliki nilai berturut-turut sebesar 82 mg/100 g, 1500
mg/100 g, dan 389 mg/100 g dry basis (lihat Tabel 4).
Antosianin dapat berfungsi sebagai pewarna alami, selain klorofil,
betasianin, karoten dan titanium oksida (zat pewarna mineral) (Winarno,
1992). Banyak bukti telah menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak
beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik (non-mutagenic),
tetapi juga memiliki sifat theurapetik yang positif yang berguna untuk
perawatan ketidakteraturan sirkulasi darah dan mengurangi resiko penyakit
jantung koroner karena sifat antioksidan dari pigmen antosianin (Bridle dan
Timberlake, 1997). Sebagai sumber pewarna alami, pigmen antosianin
dilaporkan dapat diaplikasikan pada model minuman ringan tanpa sukrosa,
model makanan berprotein, minuman ringan, minuman beralkohol, manisan,
saus, pikel, makanan beku atau makanan kaleng dan yogurt (Markakis, 1982).
Ekstrak daun kenikir, kemangi, katuk, bunga pepaya, pucuk mete, dan
kelor mengandung dominansi asam askorbat yang lebih tinggi dibandingkan
sampel sayuran indigenous lainnya, yakni berturut-turut sebesar 1654.02
mg/100 g; 3835.86 mg/100 g; 2248.27 mg/100 g; 2326.38 mg/100 g; 5607.78
mg/100 g; dan 1571.85 mg/100 g dry basis. Nilai-nilai tersebut pun masih
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi sayur lainnya, seperti pada
daun singkong, bunga kol, dan sawi hijau yang mengandung asam askorbat
brturut-turut sebesar 1431 mg/100 g, 1222 mg/100 g, dan 1091 mg/100 g dry
basis (Subeki, 1998). Dengan demikian, sampel-sampel sayuran indigenous
tersebut memiliki potensi yang besar sebagai sumber asam askorbat yang baik.
Asam askorbat berfungsi dalam pembentukan kolagen interselular yang
banyak terdapat pada tulang rawan, kulit dalam, tulang, dentin, dan vascular
endhotelium. Proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi
hidroksi-prolin dan hidroksi-lisin dipengaruhi oleh adanya asam askorbat.
Kedua senyawa tersebut merupakan komponen penting dalam pembentukan
kolagen (Winarno, 1992). Sifat penting lainnya adalah membantu
perlindungan terhadap vitamin lainnya seperti vitamin A, E dan beberapa
vitamin B dari proses oksidasi. Asam askorbat dapat bereaksi dengan nitrit,
67
sehingga dapat mencegah reaksi nitrit dengan amin untuk membentuk
senyawa karsinogenik nitrosamin (Pike dan Brown, 1975).
Asam askorbat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkap
secara efektif singlet oksigen dan superoksida anion, dapat memutus reaksi
radikal bebas yang dihasilkan melalui peroksidasi lemak (Nabet, 1996).
Senyawa ini menjadi bagian dari pertahanan pertama terhadap spesies oksigen
reaktif dalam plasma dan sel (Zakaria et al., 1996). Defisiensi vitamin ini akan
menyebabkan penyakit skorbut. Gejala khas dari penyakit ini adalah
pendarahan, gigi goyang, luka sukar sembuh, dan tulang mudah patah.
Berdasarkan keseluruhan data yang diperoleh, terlihat bahwa nilai
kandungan asam askorbat pada 24 sampel sayuran indigenous memiliki nilai
yang cukup signifikan dan dapat diunggulkan dibandingkan dengan nilai
kandungan ketiga senyawa lainnya (karotenoid, β-karoten, dan antosianin)
pada 24 sampel. Hasil ini dapat dihubungkan dengan hasil penelitian
Sandrasari (2008) yang menyatakan bahwa ekstrak metanol dari sayuran
indigenous memiliki kapasitas antioksidan yang baik. Asam askorbat
merupakan senyawa polar yang dapat larut dalam pelarut organik yang juga
bersifat polar seperti metanol. Ekstraksi komponen antioksidan yang terdapat
dalam sayuran indigenous dengan pelarut metanol dapat pula mengekstrak
kandungan asam askorbat yang terdapat didalamnya. Dengan demikian, dapat
diidentifikasi apakah tingginya kandungan asam askorbat pada sayuran
indigenous yang dianalisis pada penelitian ini berpengaruh terhadap tingginya
kapasitas antioksidan sayuran-sayuran tersebut yang telah diteliti lebih dulu
oleh Sandrasari (2008).
Hasil penelitian yang dilakukan Sandrasari (2008) pada 11 jenis sayuran
indigenous (beluntas, kenikir, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk,
antanan, daun ginseng, daun kedondong cina, kecombrang dan krokot) tentang
kapasitas antioksidan yang diuji dengan radikal bebas DPPH dan dinyatakan
dengan % inhibisi menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas (86.65%) dan
ekstrak daun kenikir (84.13%) memiliki kapasitas antioksidan tertinggi yang
sangat kuat karena kemampuannya menghambat perkembangan radikal bebas
lebih dari 80%. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kapasitas antioksidan
68
yang dinyatakan dengan nilai TEAC. Kapasitas antioksidan ekstrak daun
beluntas memiliki nilai TEAC tertinggi, baik yang diuji dengan radikal DPPH
(1195.14 µol TEAC/ mg ekstrak) maupun dengan radikal ABTS (46.42 µol
TEAC/ mg ekstrak), kemudian diikuti oleh ekstrak daun kenikir dengan nilai
TEAC/DPPH sebesar 902.66 µol TEAC/ mg ekstrak dan nilai TEAC/ABTS
sebesar 37.99 µol TEAC/ mg ekstrak, sedangkan kapasitas antioksidan dengan
nilai TEAC terendah ditunjukkan pada ekstrak krokot yaitu sebesar 79.40
µmol TEAC/mg ekstrak (TEAC/DPPH) dan 7.59 µol TEAC/ mg ekstrak
(TEAC/ABTS). Pada pengujian kemampuan mereduksi, diperoleh hasil
bahwa ekstrak daun kenikir memiliki kemampuan mereduksi paling tinggi,
diikuti oleh ekstrak daun beluntas dan pohpohan, sedangkan krokot memiliki
kemampuan mereduksi paling rendah. Pengujian kapasitas antioksidan yang
lain adalah dari kemampuannya menghambat proses oksidasi lipid lanjut,
ekstrak daun kenikir ternyata memiliki kemampuan tertinggi, diikuti oleh daun
beluntas dan kedondong cina, sedangkan yang paling rendah adalah ekstrak
daun katuk.
Berdasarkan hasil penelitian Sandrasari (2008) tersebut, dari 11 jenis
sayuran indigenous yang diteliti, diketahui bahwa ekstrak daun beluntas dan
daun kenikir memiliki kemampuan terbesar sebagai radikal scavenger,
pereduksi dan penghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut, sedangkan krokot
dan memiliki kemampuan terendah. Hasil tersebut cukup sejalan dengan hasil
penelitian ini bahwa daun kenikir yang memiliki kapasitas antioksidan tinggi
juga memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi, yakni sebesar 1654.02
mg/100 g dry basis. Akan tetapi, daun beluntas yang dinyatakan oleh
Sandrasari (2008) memiliki kapasitas antioksidan tertinggi ternyata memiliki
kandungan asam askorbat yang masih jauh lebih rendah dibandingkan daun
kenikir, yaitu sebesar 295.46 mg/100 g dry basis, bahkan masih lebih rendah
dibandingkan krokot yang mengandung asam akorbat sebesar 467.13 mg/100
g dry basis dan katuk sebesar 2248.27 mg/100 g dry basis. Selain itu, ekstrak
daun beluntas dan kenikir memiliki kapasitas antioksidan tertinggi
dibandingkan sampel lain karena mengandung senyawa fenol yang tinggi pula
dengan nilai total fenol masing-masing ekstrak sebesar 141.10 dan 119.53 µg
69
GAE/ mg bahan, dan sebaliknya ekstrak krokot memiliki nilai total fenol
terendah sebesar 42.24 GAE/ mg bahan (Sandrasari, 2008). Hal ini
mengindikasikan bahwa kapasitas antioksidan tersebut sangat dipengaruhi
oleh kandungan senyawa fenolik sebagai antioksidan primer, sedangkan
kandungan asam askorbat sendiri sebagai antioksidan sekunder berfungsi
menambah keefektifan kerja dari antioksidan primer, misalnya dengan
meregenerasi antioksidan utama, mendeaktifkan kontaminan prooksidan dan
menangkap oksigen (Sandrasari, 2008). Dengan demikian, pengaruh asam
askorbat terhadap kapasitas antioksidan pada sampel sayuran indigenous
tersebut tidak cukup signifikan. Namun, secara umum kandungan asam
askorbat pada sampel pun tetap memiliki kapasitas sebagai antioksidan seperti
yang dinyatakan oleh Bermond (1990) bahwa asam askorbat sebagai
antioksidan dapat menangkap singlet oksigen dan radikal peroksida sehingga
dapat melindungi membran sel. Asam askorbat juga dapat membantu
mereduksi radikal α-tokoferilsemiquinon menjadi α-tokoferol yang merupakan
pengaruh tidak langsung dalam mencegah oksidasi lemak.
Keseluruhan hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa
ekstrak daun beluntas dan daun ginseng memiliki potensi manfaat karoten dan
β-karoten sekaligus karena dominansi kedua senyawa tersebut dalam sampel.
Ekstrak daun kenikir mengandung total karotenoid dan asam askorbat yang
tinggi, sedangkan bunga pepaya mengandung antosianin dan asam askorbat
yang juga tinggi. Ekstrak daun kemangi dan pakis memiliki kandungan total
karotenoid, β-karoten dan asam askorbat yang mendominansi, dengan
demikian kedua sampel tersebut memiliki potensi manfaat dari tiga senyawa
sekaligus, sedangkan ekstrak daun kelor mengandung sekaligus keempat
senyawa dengan konsentrasi yang tergolong tinggi diantara sampel-sampel
lainnya.
70
Tabel 11. Rekapitulasi nilai keseluruhan hasil analisis pada 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat
Nama Lokal Kadar Air
(%)
Kadar
Protein
(%)
Konsentrasi (mg/100 g wet basis) Konsentrasi (mg/100 g dry basis)
Total Fenol* Total
Karotenoid
Βeta
Karoten Antosianin
Asam
Askorbat Total Fenol*
Total
Karotenoid Β-karoten Antosianin
Asam
Askorbat
Kenikir 80.30±2.53 19.92±0.58 150.01±10.56 9.55±0.27 1.35±0.03 0.78±0.05 325.84±1.43 1225.88±85.14 k48.48±1.39 gh6.87±0.15 f3.97±0.27 g1654.02±7.27
Beluntas 80.81±1.50 21.43±0.47 83.12±12.93 8.74±0.34 1.7±0.05 0.27±0.01 56.70±0.13 1030.03±160.17 j45.52±1.77 j8.87±0.28 bc1.41±0.07 b295.46±0.69
Mangkokan
putiha 82.31±0.18 12.23±0.28 74.19±1.08 7.64±0.57 0.85±0.11 1.64±0.08 41.84±0.05 490.97±7.15 i43.19±3.24 f4.80±0.62 k9.25±0.46 a236.54±0.29
Mangkokan 82.28±0.13 20.96±0.19 94.30±14.19 2.69±0.01 0.21±0.02 1.42±0.07 148.21±0.56 669.30±100.69 d15.17±0.08 c1.17±0.08 j7.99±0.42 f836.41±3.16
Kedondong
cina 85.43±1.57 18.63±0.18 79.06±11.16 3.29±0.27 0.51±0.10 0.41±0.01 36.08±0.56 542.61±76.57 f22.59±1.83 e3.53±0.66 e2.80±0.06 a245.42±3.82
Kecombrang 89.77±0.21 8.81±0.47 80.61±9.64 0.82±0.05 0.001±0.0 4.42±0.11 34.46±0.03 801.33±95.85 b8.061±0.48 a0.01±0.00 p43.19±1.12 c336.84±0.30
Kemangi 87.42±0.47 32.72±0.47 81.18±11.93 7.35±0.45 1.56±0.20 0.10±0.01 428.55±1.08 784.32±115.28 m58.41±5.56 kl12.40±1.56 ab0.84±0.05 h3835.86±8.62
Katuk 78.19±0.49 34.45±0.44 149.31±15.35 5.15±0.07 1.63±0.02 1.53±0.11 490.35±2.39 870.64±89.53 f23.61±0.32 hi7.49±0.08 i7.00±0.49 i2248.27±10.96
Antanan 81.72±0.30 3.93±0.13 46.32±1.77 5.95±0.38 1.16±0.12 1.08±0.05 61.45±0.09 581.95±22.22 h32.54±2.10 g6.35±0.66 h5.92±0.27 c336.14±0.51
Antanan
beurita 84.30±0.11 17.57±0.28 121.06±1.93 2.75±0.31 0.24±0.01 0.77±0.03 85.10±0.09 805.46±12.84 e17.51±2.00 cd1.53±0.05 g4.88±0.18 r524.05±0.59
Pohpohan 87.68±0.01 24.09±1.54 70.11±13.47 5.12±0.21 1.48±0.16 0.75±0.01 90.24±0.01 831.62±159.75 i41.58±1.68 k12.03±1.28 h6.08±0.10 e732.48±0.06
Daun Ginseng 91.83±0.00 20.06±0.48 48.91±9.96 4.22±0.14 0.97±0.01 0.22±0.01 51.71±0.02 614.50±125.16 l51.66±1.72 k11.9±0.10 e2.75±0.11 d632.98±0.26
Krokot 88.07±0.35 18.65±0.08 33.46±2.33 5.48±0.22 0.94±0.08 0.24±0.01 55.73±1.07 447.91±31.12 j45.96±1.84 i7.84±0.70 cd2.00±0.08 s467.13±8.95
Turia 90.23±0.09 21.35±0.12 31.62±0.50 0.36±0.02 0.01±0.00 0.22±0.01 71.75±0.37 323.68±5.09 a3.65±0.25 ab0.15±0.02 de2.21±0.12 e734.40±2.71
Kucaia 92.30±0.32 4.91±0.32 35.04±3.32 0.64±0.05 0.08±0.00 0.46±0.01 63.56±0.31 211.73±20.09 b8.374±0.71 bc1.04±0.02 h5.95±0.14 f825.42±4.06
Takokaka 79.89±1.22 13.45±0.27 92.91±1.05 0.87±0.03 0.13±0.01 4.44±0.14 128.70±0.01 860.29±9.72 a4.105±0.13 abc0.66±0.05 l22.09±0.70 d639.98±0.03
Kelora 75.27±0.14 29.34±0.42 133.60±1.97 13.95±0.19 2.25±0.05 3.25±0.01 388.72±3.64 536.08±7.92 m56.43±0.76 j9.09±0.19 m13.14±0.05 j1571.85±14.74
Mengkudua 85.46±0.06 15.54±0.15 39.23±0.27 3.28±0.21 0.33±0.00 1.12±0.04 150.33±7.22 236.45±1.61 f22.57±1.45 d2.28±0.02 j7.67±0.24 k1033.89±49.6
Lembayunga 84.36±0.38 34.74±0.15 49.53±0.64 3.31±0.09 0.37±0.07 1.23±0.08 146.04±1.84 438.30±5.71 f21.18±0.57 d2.40±0.43 j7.86±0.49 l933.74±11.75
Terubuka 88.39±0.10 20.91±0.24 23.73±1.67 1.29±0.08 0.02±0.00 2.38±0.12 66.76±0.17 204.38±14.41 c11.13±0.68 ab0.16±0.00 n20.50±1.07 m574.99±1.50
Daun labua 86.68±0.48 23.21±0.21 74.27±1.78 2.83±0.02 1.77±0.23 0.78±0.03 80.30±1.36 412.62±9.89 f21.23±0.18 m13.30±1.74 h5.88±0.26 n602.87±10.23
Bunga
Pepayaa 88.91±0.45 28.87±0.18 44.47±1.44 0.84±0.06 0.13±0.01 1.33±0.08 258.09±0.36 376.23±12.17 b7.60±0.50 c1.19±0.12 o11.98±0.73 o2326.38±3.24
Pucuk metea 80.82±0.09 34.68±0.80 614.72±2.24 5.42±0.36 0.73±0.06 0.37±0.02 1075.57±1.5 2809.53±11.06 g28.25±1.87 e3.82±0.29 cd1.92±0.10 p5607.78±7.91
Pakisa 89.27±0.89 31.19±0.80 34.56±0.25 6.15±0.08 0.89±0.06 0.07±0.00 152.58±4.30 306.70±0.25 m57.33±0.77 ij8.27±0.60 a0.67±0.04 q1422.03±40.1
*Batari (2007); *aRahmat (2009)
71
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sebanyak 24 sampel sayuran indigenous Jawa Barat yang dianalisis
dalam penelitian ini memiliki kadar air antara 75.27-92.30% dengan kadar air
tertinggi terdapat pada kucai dan terendah pada daun kelor. Kadar protein
antara 3.93-34.74% dengan kadar protein tertinggi dimiliki oleh lembayung
dan terendah pada antanan. Total karotenoid terbesar dimiliki oleh kemangi
dengan nilai sebesar 58.41 mg/100 g dry basis, sedangkan terendah dimiliki
oleh bunga turi sebesar 3.65 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan
karotenoid dari ke-24 sampel adalah sebesar 29.01 mg/100 g dry basis.
Kandungan β-karoten terbesar dimiliki oleh daun labu, yakni sebesar 13.27
mg/100g dry basis, sedangkan kandungan terendah dimiliki oleh bunga
kecombrang, yaitu sebesar 0.01 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan
β-karoten dari ke-24 sampel adalah sebesar 5.30 mg/100 g dry basis.
Senyawa antosianin ditemukan diseluruh sampel dengan kandungan
tertinggi terdapat pada bunga kecombrang dengan nilai sebesar 43.19 mg/100
g dry basis, sedangkan kandungan antosianin terendah terdapat pada daun
pakis dengan nilai sebesar 0.67 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata kandungan
antosianin dari ke-24 sampel adalah sebesar 8.24 mg/100 g dry basis.
Kandungan asam askorbat terbesar ditemukan pada pucuk mete, yakni sebesar
5607.78 mg/100 g dry basis, sedangkan kandungan terendah terdapat pada
mangkokan putih, yaitu sebesar 236.54 mg/100 g dry basis. Nilai rata-rata
kandungan asam askorbat dari ke-24 sampel adalah sebesar 1194.70 mg/100 g
dry basis.
Grafik biplot PCA dan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan
total karotenoid berkorelasi positif dengan kandungan β-karoten pada sampel
(pvalue 0.000< α 0.05) dengan nilai korelasi 0.792. Nilai korelasi positif
mengindikasikan bahwa bila nilai total karotenoid naik, maka nilai β-karoten
pun akan naik, dan sebaliknya. Selain itu, hubungan antara antosianin dengan
total karotenoid (pvalue 0.023< α 0.05) dan antosianin dengan β-karoten
(pvalue 0.025< α 0.05) memiliki nilai korelasi masing-masing sebesar -0.462
72
dan -0.457. Nilai korelasi negatif tersebut memberikan informasi bahwa bila
nilai antosianin naik, maka nilai total karotenoid akan turun, dan bila nilai
antosianin turun maka nilai total karotenoid akan naik. Uji korelasi juga
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kandungan asam askorbat
dengan kandungan total karotenoid, β-karoten, maupun antosianin. Hal ini
dikarenakan nilai p yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0.05). Analisis
sidik ragam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan nyata
kandungan keempat senyawa pada satu sampel dengan sampel lainnya.
Hasil uji korelasi terhadap hubungan total fenol dengan total flavonoid
menunjukkan bahwa ada korelasi positif (pvalue 0.023<0.05) antara keduanya
dengan nilai korelasi sebesar 0.461, sedangkan antara total fenol dengan
antosianin tidak menunjukkan adanya korelasi (pvalue 0.648>0.05). Terakhir,
analisis hubungan antara kadar protein dengan total karotenoid menunjukkan
bahwa tidak ada korelasi diantara keduanya (pvalue 0.156>0.05).
Hampir keseluruhan sampel memiliki potensinya masing-masing sebagai
sumber senyawa tertentu yang diketahui memiliki efek farmakologis bagi
kesehatan. Kandungan asam askorbat pada ke 24 sampel sayuran indigenous
memiliki nilai yang cukup signifikan dan dapat diunggulkan dibandingkan
dengan kandungan ketiga senyawa lainnya (karotenoid, β-karoten, dan
antosianin) pada sampel.
B. SARAN
Kekayaan sayuran indigenous Indonesia yang sangat besar dan beragam
perlu ditingkatkan pemanfaatannya terutama karena memiliki kandungan
senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan, seperti karotenoid,
antosianin, dan asam askorbat. Strategi pengembangan pemanfaatan sayuran
indigenous perlu dilakukan, antara lain dengan membuat database bahan baku
(kualitatif dan kuantitatif) seperti yang dilakukan dalam penelitian ini,
kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan teknologi proses baik yang
indigenous maupun modern, prinsip technopreneurship, dan mempertahankan
karakteristik dari bahan baku lokal. Dengan demikian, kendala pengembangan
seperti ketersediaan bahan baku baik secara kontinuitas suplai maupun mutu
bahan baku yang belum memadai dapat teratasi. Dengan adanya strategi
73
tersebut sayuran indigenous akan termanfaatkan secara lebih baik dan
mengglobal.
Database yang dibuat perlu dikembangkan pula dengan melakukan
pengidentifikasian dan eksplorasi senyawa fitokimia lain yang mungkin masih
banyak terkandung dalam sayuran indigenous tersebut. Selain itu, proses
pengidentifikasian jenis sayuran indigenous lainnya pun perlu dilakukan untuk
memperluas keragaman sumber genetik sayuran indigenous Indonesia.
74
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R., Fidrianny, I., Sukrasno. 2006. Telaah Kandungan Kimia Ekstrak Etil
Asetat Daun Pohpohan (Pilea trinervia Wight.). http://bahan-
alam.fa.itb.ac.id. [14 Oktober 2009]
Andarwulan, N dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Press, Jakarta.
Anonim. (Tanpa tahun). http:// www.boiron.com/../p11_15_en.pdf. [16 Desember
2009]
Anonim. 2003. Terapi Alam Cara Alami Hilangkan Bau Badan.
http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0725/kes2.html. [16
Oktober 2009]
Anonim. 2005. Portulaca oleracea.
http://ipek.apjii.or.id/artikel/ttg_tAnonimamAnonim_obat/depkes/buku1/1-
240.pdf. [16 Oktober 2009]
Anonim. 2007. Pepaya. http://209.85.135.104/ search?q=cache :L7KyKujqazYJ:
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_147_Kardiologi.pdf+analisis+proksimat
+daun+pepaya&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id&client=firefox-a. [16 Oktober
2009]
Anonim.2007a.Takokak.http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail_asp.
[16 Oktober 2009]
Anonim. 2007b. Takokak. www.kompas.com/kesehatan/news. [16 Oktober 2009].
Anonim. 2007c. Kelor (Moringa oleifera). http : // www. hort. purdue. edu/
newcrop/ duke_energy/Moringa_oleifera.html. [16 Oktober 2009]
Anonim. 2008. Semanggi Gunung.http://anekaplanta.wordpress.com/page/3/.
[16 Oktober 2009]
Anonim. 2008a. Kucai . http://en.wikipedia.org/wiki/Kucai. [16 Oktober 2009]
Anonim . 2008b. Vigna. http://en.wikipedia.org/wiki/Vigna_unguiculata.
[16 Oktober 2009]
Anonim. 2008c. Labu Siam. http://anekaplanta.wordpress.com/page/3/.
[16 Oktober 2009]
Anonim. 2008d. Daun Jambu Mete. http: //209.85.175.104/ search?q = cache:oiC-
xnAGIhUJ:www.bpdasjeneberang.net/index2.php%3Foption%3Dcom_cont
ent%26do_pdf%3D1%26id%3D15+daun+jambu+mete. [16 Oktober 2009]
75
Anonim. 2009. Meta-analysis. http://www.wikipedia.org. [16 Desember 2009]
AOAC. 1984. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical
Chemistry, Washington D.C.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 16th
Ed. AOAC International,
Gaithersburg, Maryland.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (Tanpa tahun). Sayuran
Indigenous: Perlu Digali dan Dimanfaatkan.
http://www.litbang.deptan.go.id/tahukah-anda/?p=2. [18 November 2009]
Ball, George F.M. 2000. The fat soluble vitamins. Di dalam Food Anaysis by
HPLC 2nd
Ed: Revised and Expanded. Nollet, Leo M.L. (ed). Marcel
Dekker, Inc., New York.
Bassa, I.A. dan Francis, F.J. 1987. Stability of anthocyanins from sweet potatoes
in a model beverage. J. Food Science, 52 (6): 1753-1754.
Batari, Ratna. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous
Jawa Barat. Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bauernfeind, J.C. 1972. Carotenoid vitamin A precursors and analog in food and
feeds. J. of Agr. Food Chemistry, 20: 456-473.
Bermond, P. 1990. Biological effects of food antioxidants. Di dalam Food
Antioxidants. Hudson, B.J.F. (ed). Elsevier Applied Science, London.
Bridle, P. dan Timberlake, C.F. 1997. Anthocyanin as natural food colours-
selected aspects. Food Chemistry. Vol. 58, pp 103-109.
Brouillard, R. 1982. Chemical structure of anthocyanins. Di dalam Anthocyanin
as Food Colors. Markakis, P. (ed). Academic Press, New York.
Chichester, C.D. dan Mc Feeters. 1985. Pigment degeneration during processing
and storage. Di dalam Biochemistry of Fruit and Vegetables. Hulme, A.C.
(ed), Vol. I. Food Sci and Tech., London.
Davies, K.M. 2000. Plant colour and fragrance. Di dalam Metabolic Engineering
of Plant Secondary Metabolism. Verpoorte, R. dan Alfermann, A.W. (eds).
Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.
De Pee, S. 1996. Food-based Approaches for Controlling Vitamin A Deficiency:
Studies in Breastfeeding Women in Indonesia. Di dalam Thesis
Landbounuversiteit Wagenigen.
76
De Vries, J.W. dan Silvera, K.R.. 2000. Measurements of nutrients and chemical
components and their bioavailibility. Di dalam Essentials of Functional
Foods. Schmidl, M.K. dan Labuza, T.P. (eds). An Apen Publication, USA.
Desai, B.B. dan Salunkhe, D.K. 1991. Fruits and vegetables. Di dalam Foods of
Plant Origin: Production, Technology, and Human Nutrition. Salunkhe,
D.K. dan Deshpande, S.S. (eds). Van Nostrand Reinhold, New York.
Elbe, J.H.V. dan Schwarts, S.J. 1996. Colorants. Di dalam Food Chemistry.
Fennema, O.R. (ed). Marcel Dekker Inc., New York.
Erawati,A. 1992. Beluntas (Pluchea India [L.] Less.).
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=501&tbl=alternatif [14
Oktober 2009]
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry, Marcel Dekker Inc., New York.
Francis, F.J. 1989. Food colorants: Anthocyanins. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition, 28: 273-314.
Fuhrman, B dan Aviram, M. 2002. Polyphenols and flavonoids protect LDL
against atherogenic modification. Di dalam Handbook of Antioxidants 2nd
Ed Revised and Expanded. Cadenas, E dan Packer, L. (eds). Marcel Dekker,
Inc, New York.
Goh, SH, YM Choo dan ASH Ong. 1987. Minor Component in Palm Oil. Proc.
Of 1987 Int. OP/PO Conf. Technology, Kuala Lumpur.
Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables: Chlorophylls and Carotenoids. AVI
Book, Van Nostrand Reinhold, New York.
Harborne, J.B. dan Grayer R.J. 1988. The anthocyanins. Di dalam The
Flavonoids. Harborne, J.B. (ed). Chapman and Hall, London.
Hasan, I.M. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) Edisi ke-
2. Bumi Aksara, Jakarta.
Hermawati, T. 1997. Pemuliaan Ubi Jalar Berdaging Umbi Jingga untuk
Meningkatkan Kandungan Karoten dan Protein Umbi. Tesis. Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya,
Jakarta.
Hidayat, S. 2005. Ginseng: Multivitamin Alami Berkhasiat. Penebar Swadaya,
Jakarta.
77
Hopkins, W.G. dan Hurner, N.P.A. 2004. Introduction to Plant Physiology 3rd
Ed.
John Wiley and Sons, Inc., USA.
Howard, L.R., Smith, R.T., Wagner, A.B., Villalon, B. dan Burns, E.E. 1994.
Provitamin A and ascorbic acid content of fresh pepper cultivars (Capsicum
annuum) and processed jalapenos. J. Food sci. 59, 362-364.
Hutchings, J.B. 1999. Food Color and Appearance 2nd
ed. Aspen Publication,
Maryland.
IPTEKnet. 2007. Khasiat Turi. Di dalam
http://www.elithaeri.net/2007/12/18/khasiat-turi/. [16 Oktober 2009].
Jackman R.L. dan Smith, J.L. 1996. Anthocyanins and betalains. Di dalam
Natural Food Colorants, 2nd
Edition. Hendry, G.A.P. dan Houghton, J.D.
(eds). Chapman and Hall, London.
Jacobs, M.B. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Food Products, 2nd
ed.
D. Van Nostrand Company, Inc. New York.
Karyadi, D. 1996. Peranan Makanan dan Kesehatan dalam Mencegah Penyakit
Degeneratif. Makalah Seminar Nuansa Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kidmose, U., Edelenbos, M., Norble, R. dan Christensin, L.P. 2002. Colour
stability in vegetables. Di dalam Colour in Food: Improving Quality.
MacDougall, D.B (ed). Woodhead Publishing Company, Canbridge.
Kimbal, JW. 1993. Biologi. Tjitrosomo, H.S.S. dan Sugiri, N. (penerjemah).
Erlangga, Jakarta.
Klaui, H dan Bauernfeind, J.C. 1981. Carotenoids as food colors. Di dalam
Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. Bauernfeind, J.C. (ed.)
Academic Press, New York.
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Langseth, L. 2000. Antioxidants and their effect on health. Di dalam Essentials of
Functional Foods. Schmidl, M.K. dan Labuza, T.P. (eds). An Apen
Publication, USA.
Lees, D.H. dan Francis, F.J. 1972. Analysis of anthocyanins. Di dalam
Anthocyanins as Food Colors. Markakis, P. (ed). Academic Press,
NewYork.
78
Lewis, C.E., Walker, J.R.L. dan Lancaster, J.E. 1997. Di dalam Anthocyanin as
Natural Food Colours-Selected Aspects. Bridle, P. dan Timberlake, C.F
(eds). Food Chemistry. Vol. 58, pp 103-109.
Lusivera, R. 2001. Mempelajari Pengaruh Pemasakan Rumah Tangga terhadap
Kandungan Antioksidan Alami Beberapa Jenis Sayuran. Skripsi. Fateta,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Macrae, R. 1988. HPLC in Food Analysis 2nd
ed. Academic Press, London.
Markakis, P. 1982. Anthocyanins as food additives. Di dalam Anthocyanins as
Food Colors. Markakis, P. (ed). Academic Press, New York.
Mathews-Roth, M.M. 1985. Carotenoid and cancer prevention-experimental and
epidimiological studies. Di dalam Pigments in Vegetables: Chlorophylls and
Carotenoids. Gross, J (ed). AVI Book, Van Nostrand Reinhold, New York.
Meillgaard, M., Civille, G.V. dan Carr, B.T. 1999. Sensory Evaluation
Techniques 3rd
Edition. CRC Press LLC, Florida.
Meyer, LH. 1966. Food Chemistry. Reinhold Publ. Company, New York.
Nabet, FB. 1996. Zat gizi antioksidan penangkal senyawa radikal pangan dalam
sistem biologis. Di dalam Prosiding Seminar Senyawa Radikal Bebas dan
Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan
Penangkalan. Kerjasama PAU- Institut Pertanian Bogor dengan Kedutaan
Besar Perancis. Zakaria et al. (eds), Jakarta.
Naufalin, R.2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak
Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nollet, L.M.L. 1996. Handbook of Food Analysis. Marcel Dekker Inc, New York.
Papas, A.M. 1999. Antioxidant: Status, Diet, Nutrition, and Health. CRC Press,
New York.
Philip, T. 1975. Carotenoid esters in plant product. Food Technol. 29 (5): 50-54.
Pike, R.L. dan M.L. Brown. 1975. Nutritional: An Intergrated Approach 2nd
Edition. John Wiley and Sons Inc, New York.
Portocarrero, L., Quan De Serramo, J., Canneld, L. Tarara, T. dan Solomon, N.W.
1992. Carrots and dietary vitamin A adequecy. Food Nutr. Bull. 14: 132-
136.
Pramono, S. 1992. Profil kromatogram ekstrak herba pegagan yang berefek
antihipertensi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. I (2):37-39.
79
Pratt, D.E. 1992. Natural antioxidant from plant material. Di dalam Phenolic
Compound in Food and Their Effects on Health II. Huang MT., CT Ho dan
CY Lee (eds). Am. Chem. Society, Washington DC.
Pratt, D.E. dan Hudson, B.J.F. 1990. Natural antioxidants not exploited
comercially. Di dalam Food Antioxidants. Hudson, B.J.F. (ed). Elsevier
Applied Science, London.
Puspitasari, N.L., Schmidt, H.H. dan Schwartz, S.J. 1996. Identifikasi karotenoid
beberapa pangan nabati dengan HPLC-FAB MS. J. Ilmu dan Tek. Pangan,
Vol. 1 No. 1, 61-66.
Q Su, K.G. Rowley, C Itsiopoulos dan K O’Dea. 2002. Identification and
quantification of major carotenoids in selected components of mediterranean
diet: Green leafy vegetables, figs and olive oil. European J. of Clinical
Nutrition. Vol.56. No.11, 1149-1154.
Raharja, S. dan Dianawati, E. 1995. Mempelajari ekstraksi antosianin dari daun
erpa (Aerva sp.) dengan pelarut yang diasamkan. J. Teknologi Industri
Pertanian. Vol. 11 (2), hal. 49-52.
Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa
Barat. Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rencher, A.C. 1998. Multivariate Statistical Inference and Application. Wiley-
Interscience Publication, Brigham.
Rounds, M. A. dan Nielsen, S.S. 2000. Basic principles of chromatography. Di
dalam Food Analysis by HPLC 2nd
Edition Revised and Expanded. Nollet,
L.M.L. (ed). Marcell Dekker, Inc., New York.
Sandrasari, D.A. 2008. Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai
Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous. Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sartono, B., Affendi, F.M., Syahfitri, U.D., Sumertajaya, I.M. dan Anggraeni, Y.
2003. Analisis Peubah Ganda. Departemen Statistika, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Satyatama, Dian I. 2008. Pengaruh Kopigmentasi terhadap Stabilitas Warna
Antosianin Buah Duwet (Syzygium cumini). Tesis Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sediaoetama, A.D. 1976. Ilmu Gizi dan Ilmu Diit di Daerah Tropik. Balai
Pustaka, Jakarta.
Siemonsma, J.S. dan Piluek, K. (ed). 1994. PROSEA: Vegetables. Prosea, Bogor.
80
Stahl, W., Sies, H. dan Sundquist, A.R. 1994. Role of carotenoids in antioxidant
defense. Di dalam Vitamin A in Health and Disease. Blomhoff, Dune (ed).
Marcel Dekker, Inc., New York.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan: Manfaat dan Kegunaan. Balai
Pustaka, Jakarta.
Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan terhadap Kandungan Antioksidan
Beberapa Macam Sayuran serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus
Percobaan. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sudarmadji S., Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian Edisi ke-4. Liberty, Yogyakarta.
Sudibyo, A. 1990. Karotenoid dan Penggunaanya Dalam Industri. BBLIHP,
Bogor.
Sumardi. 2003. Modul Program Terapan Statistik. Jurusan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata,
Semarang.
Sumarno. 2004. Potensi pengembangan tanaman biofarmaka sebagai bahan
pangan fungsional Indonesia. Di dalam Panduan seminar: Seminar Nasional
Pangan Fungsional Indigenous Indonesia-Potensi, Regulasi, Keamanan,
Efikasi dan Peluang Pasar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Barat dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (FORMASIP)
IPB, Bandung.
Swain, T. 1976. Nature and properties of flavonoid. Di dalam Chemistry and
Biochemistry of Plant Pigments. Goodwin, T.W. (ed). Academic Press,
London.
Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea, J.P. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia
Jilid I. Depkes RI, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Teik, K.H. 1994. Nutrition and cancer. Malaysian Oil Science and Technology,
3(1): 24-25.
Temple, N.J. dan Basu, T.K. 1988. Does β-carotene prevent cancer? A critical
appraisal. Di dalam Pigments in Vegetables: Chlorophylls and Carotenoids.
Gross, J (ed). 1991. AVI Book, Van Nostrand Reinhold, New York.
Terra, G. J. A. 1966. Tropical Vegetables. Departement of Agriculture Research
of the Royal Tropical Institut and Foundation Netherlands Organization for
International Assistance. Amsterdam.
Toma, S., Losardo, P.L., Vincent, M. dan Palumbo, R. 1995. Effectiveness of β-
carotene in cancer chemoprevention. Eur J. Cancer Prev. 4: 213-224.
81
Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Triguspita, A., Subarnas, A. dan Supriyatna. 2000. Efek analgesik dan penapisan
fitokimia ekstrak metanol daun kayu putih, kecubung, mangkokan,
pohpohan, dan turi dengan metode geliat pada mencit. Di dalam Prosiding
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XVII, Bandung.
Vermerris, W. dan Nicholson, R. 2006. Phenolic Compound Biochemistry.
Springer, Netherlands.
Vimala, S. 1999. Medicinal Plants: Quality Herbal Products for Healthy Living.
http://www.herbal-obatalami.com/takokak.html. [5 Oktober 2009]
Widayanti, E., Wijayanti, T.R., Wijayanti, N.L., Pebriana dan Sulistyorini, E.
2008. Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.).
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia-tanaman-anti-
kanker/k/kenikir/ [14 Oktober 2009]
Widiada, I Gde N. 1999. Karakterisasi Karotenoid pada Daging Buah Pejibaye
(Bactris gasipaes H.B.K.). Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayakusuma, H. 2006. Takokak. http://www.herbal-
obatalami.com/takokak.html. [5 Oktober 2009]
Wijaya, L.S., Widjanarko, S.B. dan Susanto, T. 2001. Ekstraksi dan karakterisasi
pigmen dari kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum) var. Binjai.
Biosain. Vol.1 No.2 :42-53.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Winarno, M.W. dan Sundari, D. 1998. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat diare
di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, 109: 25-32.
Wylma. 2003. Ketersediaan Hayati Karotenoid Bubuk Daun Cincau Hijau
(Cyclea barbata L.Miers) pada Hati Tikus (Rattus norvegicus). Skripsi.
Fateta, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yayasan Pengembangan Tanaman Obat Karyasari. 2005. Tanaman Obat: Materi
Pelatihan Profesional Tanaman Obat Kelas Profesional.
Zakaria, F.R., Djaelani, M., Setyana, Rumondang, E. dan Nurrochman. 2000.
Carotenoid biovailibility of vegetabels and carbohydrate-containing foods
measured by retinol accumulation in rat livers. Journal of Food Composition
and Analysis, 13: 297-310.
82
LAMPIRAN 1. 24 jenis sampel sayuran indigenous Jawa Barat
Daun kenikir (Cosmos caudatus
H.B.K)
Daun beluntas (Pluchea indica
(L.) Less.)
Daun mangkokan (Nothopanax
scutellarius (Burm.f.) Merr.)
Mangkokan putih (Nothopanax
scutellarium (Burm.f.) Fosb.)
Daun kendondong cina
(Polyscias pinnata)
Bunga kecombrang (Etlingera
elatior (Jack) R.M.Sm.)
Daun kemangi (Ocimum
americanum L.)
Daun katuk (Sauropus
androgynus (L.) Merr.)
83
Antanan (Centelia asiatica (L)
Urb.)
Antanan beurit (Hydrocotyle
sibthorpioides Lmk.)
Daun ginseng (Talinum
triangulare (Jacq.) Willd.)
Krokot (Portulaca oleracea L.)
Kucai (Allium schoenoprasum
L.)
Bunga Turi (Sesbania
grandiflora (L.) Pers.)
Buah takokak (Solanum torvum
Swartz)
Daun kelor (Moringa
pterygosperma Gaertn.)
84
Daun mengkudu (Morinda
citrifolia L.)
Daun lembayung (Vigna
unguiculata (L) Walp.)
Terubuk (Saccharum edule
Hassk.)
Daun labu (Sechium edule
(Jacq.) Swartz.
Daun jambu mete (Anacardium
occidentale L.)
Bunga pepaya (Carica papaya L)
Daun pakis (Arcypteris
irregularis (C.Presl) Ching.)
Daun pohpohan (Pilea
melastomoides (Poir.) Bl.)
85
LAMPIRAN 2. Data hasil analisis total karotenoid, β-karoten, antosianin, asam askorbat, kadar air dan kadar protein 24 sayuran
indigenous Jawa Barat
Tabel 12. Kadar total karotenoid 24 sayuran
Sampel Ulangan Duplo W (gram) Absorbansi
Wet Basis Dry Basis
[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD
Kenikir
1 1 0.252 0.73477 9.7207
0.2741 2.8705
49.3435
1.3915 2.8705
2 0.252 0.74394 9.8420 49.9593
2 1 0.252 0.70096 9.2734 47.0730
2 0.252 0.70782 9.3641 47.5337
9.5500 48.4774
9.5500 ± 0.2741 48.4774 ± 1.3915
Beluntas
1 1 0.2527 0.69748 8.9636
0.3399 3.8913
46.7096
1.7713 3.8913
2 0.2527 0.70689 9.0845 47.3397
2 1 0.2527 0.65309 8.3931 43.7368
2 0.2527 0.66139 8.4998 44.2927
8.7352 45.5197
8.7352 ± 0.3399 45.5197 ± 1.7713
Mangkokan Putih
1 1 0.2516 0.60129 7.1545
0.5739 7.5115
40.4439
3.2442 7.5115
2 0.2516 0.59992 7.1382 40.3517
2 1 0.2518 0.67762 8.0563 45.5418
2 0.2518 0.69072 8.2121 46.4222
7.6403 43.1899
86
Mangkokan
1 1 0.2522 0.40012 2.7032
0.0139 0.5173
15.2550
0.0785 0.5173
2 0.2522 0.39609 2.6760 15.1014
2 1 0.2521 0.24751 2.6765 15.1045
2 0.2521 0.24936 2.6965 15.2174
2.6881 15.1696
2.6881 ± 0.0139 15.1696 ± 0.0785
Daun Kedondong cina
1 1 0.2522 0.54816 3.0450
0.2670 8.1123
20.8992
1.8322 8.1123
2 0.2522 0.55347 3.0745 21.1016
2 1 0.2523 0.63502 3.5261 24.2012
2 0.2523 0.6334 3.5171 24.1395
3.2907 22.5854
3.2907 ± 0.2670 22.5854 ± 1.8322
Kecombrang
1 1 0.2508 0.39999 0.8785
0.0489 5.9261
8.5877
0.4777 5.9261
2 0.2508 0.35698 0.7841 7.6643
2 1 0.2508 0.38866 0.8536 8.3444
2 0.2508 0.35628 0.7825 7.6492
0.8247 8.0614
0.8247 ± 0.0489 8.0614 ± 0.4777
Kemangi
1 1 0.251 0.83511 7.7271
0.4485 6.1036
61.4240
5.5649 6.1036
2 0.251 0.83694 7.7441 61.5586
2 1 0.2515 0.75122 6.9371 55.1438
2 0.2515 0.75609 6.9821 55.5013
7.3476 58.4069
87
7.3476 ± 0.4485 58.4069 ± 5.5649
Katuk
1 1 0.25 0.60777 5.0982
0.0697 1.3547
23.3757
0.3198 1.3547
2 0.25 0.60586 5.0822 23.3023
2 1 0.25 0.62313 5.2271 23.9665
2 0.25 0.61838 5.1873 23.7838
5.1487 23.6071
5.1487 ± 0.0697 23.6071 ± 0.3198
Antanan
1 1 0.252 0.8109 5.6560
0.3832 6.4430
30.9409
2.0965 6.4430
2 0.252 0.79993 5.5795 30.5224
2 1 0.2523 0.90443 6.3009 34.4687
2 0.2523 0.89803 6.2563 34.2247
5.9482 32.5392
5.9482 ± 0.3832 32.5392 ± 2.0965
Antanan Beurit
1 1 0.251 0.25641 2.4674
0.3146 11.4415
15.7162
2.0037 11.4415
2 0.251 0.25844 2.4870 15.8406
2 1 0.2516 0.3159 3.0327 19.3164
2 0.2516 0.31361 3.0107 19.1763
2.7494 17.5124
2.7494 ± 0.3146 17.5124 ± 2.0037
Pohpohan
1 1 0.2507 0.59959 4.9864
0.2073 4.0467
40.4743
1.6826 4.0467
2 0.2507 0.58994 4.9062 39.8229
2 1 0.2507 0.63392 5.2719 42.7917
2 0.2507 0.64038 5.3257 43.2278
5.1226 41.5792
88
5.1226 ± 0.2073 41.5792 ± 1.6826
Daun Ginseng
1 1
0.2514 0.83371 4.1683
0.1405 3.3286
51.0195
1.7196 3.3286
2 0.2514 0.80996 4.0496 49.5661
2 1 0.2521 0.87554 4.3653 53.4306
2 0.2521 0.86243 4.2999 52.6305
4.2208 51.6617
4.2208 ± 0.1405 51.6617 ± 1.7196
Krokot
1 1 0.2508 0.71243 5.7350
0.2189 3.9928
48.0722
1.8350 3.9928
2 0.2508 0.69281 5.5771 46.7483
2 1 0.2508 0.66885 5.3842 45.1316
2 0.2508 0.65028 5.2347 43.8785
5.4827 45.9577
5.4827 ± 0.2189 45.9577 ± 1.8350
Bunga Turi
1 1 0.2512 0.13058 0.3907
0.0248 6.9553
3.9987
0.2539 6.9553
2 0.2512 0.11959 0.3578 3.6621
2 1 0.2508 0.11491 0.3443 3.5244
2 0.2508 0.1113 0.3335 3.4137
0.3566 3.6497
0.3566 ± 0.0248 3.6497 ± 0.2539
Kucai
1 1 0.2508 0.129 0.6093
0.0549 8.5149
7.9131
0.7131 8.5149
2 0.2508 0.12442 0.5877 7.6322
2 1 0.2517 0.14911 0.7018 9.1140
2 0.2517 0.14459 0.6805 8.8377
0.6448 8.3743
89
0.6448 ± 0.0549 8.3743 ± 0.7131
Takokak
1 1 0.2526 0.10916 0.8772
0.0278 3.2072
4.1552
0.1316 3.2072
2 0.2526 0.10332 0.8302 3.9329
2 1 0.2517 0.11111 0.8960 4.2446
2 0.2517 0.10695 0.8625 4.0857
0.8665 4.1046
0.8665 ± 0.0278 4.1046 ± 0.1316
Daun Kelor
1 1 0.2524 0.82674 13.7083
0.1883 1.3494
55.4318
0.7615 1.3494
2 0.2524 0.83904 13.9122 56.2565
2 1 0.2524 0.85173 14.1226 57.1073
2 0.2524 0.84915 14.0799 56.9344
13.9558 56.4335
13.9558 ± 0.1883 56.4335 ± 0.7615
Daun Mengkudu
1 1 0.25 0.55154 3.0844
0.2112 6.4351
21.2131
1.4525 6.4351
2 0.25 0.55711 3.1155 21.4273
2 1 0.25 0.61587 3.4441 23.6873
2 0.25 0.62298 3.4839 23.9608
3.2820 22.5721
3.2820 ± 0.2112 22.5721 ± 1.4525
Lembayung
1 1 0.2516 0.56360 3.3687
0.0898 2.7091
21.5391
0.5739 2.7091
2 0.2516 0.56657 3.3865 21.6526
2 1 0.2514 0.55319 3.3091 21.1582
2 0.2519 0.53398 3.1879 20.3829
3.3131 21.1832
90
3.3131 ± 0.0898 21.1832 ± 0.5739
Terubuk
1 1 0.2509 0.27477 1.2226
0.0790 6.1142
10.5302
0.6806 6.1142
2 0.2509 0.27576 1.2270 10.5681
2 1 0.2514 0.30956 1.3746 11.8399
2 0.2514 0.30299 1.3454 11.5886
1.2924 11.1317
1.2924 ± 0.0790 11.1317 ± 0.6806
Daun Labu
1 1 0.2523 0.56340 2.8600
0.0246 0.8704
21.4718
0.1848 0.8704
2 0.2523 0.55732 2.8292 21.2400
2 1 0.2525 0.55644 2.8225 21.1896
2 0.2525 0.55210 2.8004 21.0244
2.8280 21.2314
2.8280 ± 0.0246 21.2314 ± 0.1848
Bunga Pepaya
1 1 0.2512 0.20917 0.8879
0.0557 6.6118
8.0066
0.5023 6.6118
2 0.2512 0.21007 0.8917 8.0410
2 1 0.2528 0.18532 0.7817 7.0489
2 0.2528 0.19177 0.8089 7.2941
0.8426 7.5977
0.8426 ± 0.0557 7.5977 ± 0.5023
Pucuk Mete
1 1 0.2518 0.69312 5.0765
0.3586 6.6169
26.4679
1.8696 6.6169
2 0.2518 0.70214 5.1426 26.8123
2 1 0.2526 0.78408 5.7246 29.8465
2 0.2526 0.78526 5.7332 29.8914
5.4192 28.2546
91
5.4192 ± 0.3586 28.2546 ± 1.8696
Pakis
1 1 0.2501 0.8351 6.0632
0.0822 1.3360
56.5072
0.7660 1.3360
2 0.2501 0.86238 6.2613 58.3532
2 1 0.2501 0.84723 6.1513 57.3280
2 0.2501 0.84444 6.1310 57.1392
6.1517 57.3319
6.1517 ± 0.0822 57.3319 ± 0.7660
92
Tabel 13. Kadar β-karoten 24 sayuran
Sampel Ulangan Duplo W (gram) Luas Area Wet Basis Dry Basis
[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD
Kenikir
1 1 0.2521 2691625 1.3685
0.0288 2.1319
6.94683
0.1464 2.1319
2 0.2521 2605270 1.3246 6.72396
2 1 0.2524 2625524 1.3333 6.76818
2 0.2524 2728448 1.3856 7.03350
1.3530 6.8681
1.3530±0.0288 6.8681 ± 0.1464
Beluntas
1 1 0.2516 3540962 1.7572
0.0539 3.1644
9.15705
0.2807 3.1644
2 0.2516 3300107 1.6377 8.53419
2 1 0.2516 3386400 1.6805 8.75735
2 0.2516 3495376 1.7346 9.03916
1.7025 8.8719
1.7025 ± 0.0539 8.8719 ± 0.2807
Mangkokan Putih
1 1 0.2516 1660588 0.7597
0.1089 12.8277
4.29434
0.6158 12.8277
2 0.2516 1639775 0.7501 4.24052
2 1 0.2518 2070685 0.9465 5.35061
2 0.2518 2057033 0.9403 5.31533
0.8492 4.8002
0.8492 ± 0.1089 4.8002 ± 0.6158
Mangkokan 1
1 0.2522 428370 0.1958
0.0148 7.1262
1.10514
0.0835 7.1262 2 0.2522 430218 0.1967 1.10991
2 1 0.2521 460770 0.2107 1.18920
93
2 0.2521 497073 0.2273 1.28290
0.2076 1.1718
0.2076 ± 0.0148 1.1718 ± 0.0835
Daun Kedondong cina
1 1 0.2522 1152312 0.4331
0.0962 18.7153
2.97283
0.6602 18.7153
2 0.2522 1139899 0.4285 2.94081
2 1 0.2523 1569749 0.5898 4.04816
2 0.2523 1608283 0.6043 4.14754
0.5139 3.5273
0.5139 ± 0.0962 3.5273 ± 0.6602
Kecombrang
1 1 0.2508 4042 0.0011
0.0002 14.8841
0.01049
0.0018 14.8841
2 0.2508 4638 0.0012 0.01203
2 1 0.2508 5735 0.0015 0.01488
2 0.2508 4610 0.0012 0.01196
0.0013 0.0123
0.0013 ± 0.0002 0.0123 ± 0.0018
Kemangi
1 1 0.251 4343428 1.4164
0.1962 12.5448
11.25911
1.5598 12.5448
2 0.251 4211977 1.3735 10.91836
2 1 0.2515 5335365 1.7364 13.80293
2 0.2515 5317240 1.7305 13.75604
1.5642 12.4341
1.5642 ± 0.1962 12.4341 ± 1.5598
Katuk
1 1 0.2514 2935037 1.6567
0.0168 1.0321
7.59615
0.0773 1.0321 2 0.2514 2888448 1.6304 7.47557
2 1 0.25 2861946 1.6245 7.44846
2 0.25 2851300 1.6185 7.42075
94
1.6325 7.4852
1.6325 ± 0.0168 7.4852 ± 0.0773
Antanan
1 1 0.252 2758155 1.3018
0.1211 10.4347
7.12136
0.6624 10.4347
2 0.252 2586475 1.2208 6.67810
2 1 0.2523 2244722 1.0582 5.78882
2 0.2523 2250389 1.0609 5.80344
1.1604 6.3479
1.1604 ± 0.1211 6.3479 ± 0.6624
Antanan Beurit
1 1 0.251 560929 0.2283
0.0081 3.3716
1.45405
0.0514 3.3716
2 0.251 606303 0.2468 1.57167
2 1 0.2516 588917 0.2391 1.52296
2 0.2516 600056 0.2436 1.55177
0.2394 1.5251
0.2394 ± 0.0081 1.5251 ± 0.0514
Pohpohan
1 1 0.2521 4226172 1.3438
0.1575 10.6281
10.90735
1.2787 10.6281
2 0.2521 4238925 1.3478 10.94027
2 1 0.2525 5096275 1.6179 13.13217
2 0.2525 5101113 1.6194 13.14464
1.4822 12.0311
1.4822 ± 0.1575 12.0311 ± 1.2787
Daun Ginseng
1 1 0.2514 4536660 0.9593
0.0083 0.8526
11.74129
0.1014 0.8526
2 0.2514 4615753 0.9760 11.94599
2 1 0.2521 4628685 0.9760 11.94620
2 0.2521 4626209 0.9755 11.93981
0.9717 11.8933
95
0.9717 ± 0.0083 11.8933 ± 0.1014
Krokot
1 1 0.251 3209362 0.9925
0.0834 8.9210
8.31936
0.6992 8.9210
2 0.251 3300822 1.0208 8.55645
2 1 0.2515 2801656 0.8647 7.24806
2 0.2515 2794274 0.8624 7.22896
0.9351 7.8382
0.9351 ± 0.0834 7.8382 ± 0.6992
Bunga Turi
1 1 0.2512 51867 0.0131
0.0023 16.2039
0.13434
0.0237 16.2039
2 0.2512 47281 0.0120 0.12247
2 1 0.2512 68414 0.0173 0.17720
2 0.2512 57866 0.0146 0.14988
0.0143 0.1460
0.0143 ± 0.0023 0.1460 ± 0.0237
Kucai
1 1 0.2508 404902 0.0809
0.0015 1.8932
1.05043
0.0196 1.8932
2 0.2508 406692 0.0812 1.05507
2 1 0.2517 394096 0.0784 1.01874
2 0.2517 394254 0.0785 1.01915
0.0798 1.0358
0.0798 ± 0.0015 1.0358 ± 0.0196
Takokak
1 1 0.2517 236177 0.1228
0.0110 8.2875
0.61052
0.0545 8.2875
2 0.2517 235895 0.1226 0.60979
2 1 0.2517 271902 0.1413 0.70287
2 0.2517 273148 0.1420 0.70609
0.1322 0.6573
0.1322 ± 0.0110 0.6573 ± 0.0545
96
Daun Kelor
1 1 0.2514 3571538 2.2859
0.0464 2.0653
9.24347
0.1878 2.0653
2 0.2514 3567592 2.2834 9.23326
2 1 0.2509 3411290 2.1877 8.84633
2 0.2509 3486683 2.2360 9.04184
2.2483 9.0912
2.2483 ± 0.0464 9.0912 ± 0.1878
Daun Mengkudu
1 1 0.25 874588 0.3310
0.0029 0.8776
2.27619
0.0200 0.8776
2 0.25 866467 0.3279 2.25505
2 1 0.25 883225 0.3342 2.29867
2 0.25 881790 0.3337 2.29493
0.3317 2.2812
0.3317 ± 0.0029 2.2812 ± 0.0200
Lembayung
1 1 0.2514 1070638 0.4334
0.0674 17.9819
2.77091
0.4311 17.9819
2 0.2514 1057615 0.4281 2.73721
2 1 0.2516 848407 0.3431 2.19401
2 0.2516 729475 0.2950 1.88645
0.3749 2.3971
0.3749 ± 0.0674 2.3971 ± 0.4311
Terubuk
1 1 0.2509 60839 0.0183
0.0003
1.6317
0.15777
0.0026
1.6317
2 0.2509 61882 0.0186 0.16048
2 1 0.2514 61064 0.0183 0.15804
2 0.2514 59592 0.0179 0.15423
0.0183 0.1576
0.0183 ± 0.0003 0.1576 ± 0.0026
97
Daun Labu
1 1 0.2523 5734507 1.9698
0.2313 13.0905
14.78849
1.7366 13.0905
2 0.2523 5717082 1.9638 14.74355
2 1 0.2517 4494886 1.5477 11.61931
2 0.2517 4607996 1.5866 11.91170
1.7670 13.2658
1.7670 ± 0.2313 13.2658 ± 1.7366
Bunga Pepaya
1 1 0.2522 488188 0.1397
0.0135 10.1557
1.25947
0.1213 10.1557
2 0.2522 510377 0.1460 1.31671
2 1 0.2522 402921 0.1153 1.03949
2 0.2522 450876 0.1290 1.16321
0.1325 1.1947
0.1325 ± 0.0135 1.1947 ± 0.1213
Pucuk Mete
1 1 0.2518 1369262 0.6786
0.0564 7.7053
3.53815
0.2940 7.7053
2 0.2518 1399798 0.6938 3.61705
2 1 0.2526 1621133 0.8009 4.17571
2 0.2526 1525929 0.7539 3.93048
0.7318 3.8153
0.7318 ± 0.0564 3.8153 ± 0.2940
Pakis
1 1 0.2513 3370190 0.9363
0.0648 7.3033
8.72583
0.6039 7.3033
2 0.2513 3419488 0.9500 8.85347
2 1 0.2513 2983485 0.8289 7.72461
2 0.2513 3001626 0.8339 7.77158
0.8872 8.2689
0.8872 ± 0.0648 8.2689 ± 0.6039
98
Tabel 14. Kadar total antosianin 24 sayuran
Sampel Ulangan Duplo W (gram) Absorbansi Wet Basis Dry Basis
[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD
Kenikir
1 1 1.0004 0.37444 0.8260
0.0531 6.8002
4.1927
0.2697 6.8002
2 1.0004 0.37554 0.8284 4.2050
2 1 1.0014 0.33066 0.7287 3.6988
2 1.0014 0.33704 0.7427 3.7701
0.7814 3.9666
0.7814 ± 0.0531 3.9666 ± 0.2697
Beluntas
1 1 1.0049 0.12221 0.2614
0.0131 4.8283
1.3623
0.0683 4.8283
2 1.0049 0.13420 0.2871 1.4959
2 1 1.0075 0.13024 0.2779 1.4480
2 1.0075 0.12188 0.2600 1.3551
0.2716 1.4153
0.2716 ± 0.0131 1.4153 ± 0.0683
Mangkokan Putih
1 1 1.0082 0.41366 1.6260
0.0820 5.0101
9.1918
0.4633 5.0101
2 1.0082 0.38841 1.5268 8.6309
2 1 1.0059 0.42455 1.6727 9.4554
2 1.0059 0.43615 1.7184 9.7139
1.6360 9.2480
1.6360± 0.0820 9.2480 ± 0.4633
Mangkokan 1 1 1.0858 0.35767 1.3077
0.0740 5.2232 7.3797
0.4175 5.2232 2 1.0858 0.40216 1.4704 8.2977
99
2 1 1.0841 0.39133 1.4330 8.0869
2 1.0841 0.39705 1.4539 8.2051
1.4162 7.9923
1.4162 ± 0.0740 7.9923 ± 0.4175
Daun Kedondong cina
1 1 1.0039 0.25256 0.4106
0.0083 2.0356
2.8181
0.0570 2.0356
2 1.0039 0.25751 0.4186 2.8733
2 1 1.0052 0.24585 0.3992 2.7397
2 1.0052 0.24937 0.4049 2.7789
0.4083 2.8025
0.4083 ± 0.0083 2.8025 ± 0.0570
Kecombrang
1 1 1.0081 0.35940 4.4939
0.1143 2.5869
43.9287
1.1173 2.5869
2 1.0081 0.34050 4.2576 41.6186
2 1 1.0064 0.35265 4.4170 43.1765
2 1.0064 0.35974 4.5058 44.0445
4.4185 43.1921
4.4185 ± 0.1143 43.1921 ± 1.1173
Kemangi
1 1 1.016 0.07810 0.1083
0.0058 5.4826
0.8611
0.0458 5.4826
2 1.016 0.07304 0.1013 0.8053
2 1 1.0022 0.07931 0.1115 0.8865
2 1.0022 0.07062 0.0993 0.7893
0.1051 0.8355
0.1051 ± 0.0058 0.8355 ± 0.0458
Katuk 1
1 1.0158 0.29189 1.4040
0.1062 6.9579
6.4375
0.4868 6.9579 2 1.0158 0.30734 1.4784 6.7783
2 1 1.012 0.32637 1.5758 7.2251
100
2 1.012 0.34073 1.6451 7.5428
1.5258 6.9959
1.5258 ± 0.1062 6.9959 ± 0.4868
Antanan
1 1 1.0058 0.25135 1.0234
0.0499 4.6086
5.5986
0.2731 4.6086
2 1.0058 0.26351 1.0729 5.8693
2 1 1.0036 0.26763 1.0921 5.9743
2 1.0036 0.28039 1.1442 6.2591
1.0831 5.9253
1.0831 ± 0.0499 5.9253 ± 0.2731
Antanan Beurit
1 1 1.001 0.21230 0.7460
0.0289 3.7668
4.7515
0.1840 3.7668
2 1.001 0.21588 0.7585 4.8315
2 1 1.001 0.21445 0.7535 4.7995
2 1.0075 0.23188 0.8095 5.1562
0.7669 4.8846
0.7669 ± 0.0289 4.8846 ± 0.1840
Pohpohan
1 1 1.0355 0.27693 0.7381
0.0122 1.6283
5.9913
0.0989 1.6283
2 1.0355 0.28507 0.7598 6.1674
2 1 1.0444 0.27929 0.7381 5.9910
2 1.0444 0.28705 0.7586 6.1574
0.7487 6.0768
0.7487 ± 0.0122 6.0768 ± 0.0989
Daun Ginseng
1 1 1.0022 0.23947 0.2187
0.0088 3.9294
2.6766
0.1082 3.9294 2 1.0022 0.26015 0.2376 2.9077
2 1 1.0059 0.24068 0.2190 2.6802
2 1.0059 0.24673 0.2245 2.7476
101
0.2249 2.7530
0.2249 ± 0.0088 2.7530 ± 0.1082
Krokot
1 1 1.0067 0.17391 0.2309
0.0091 3.8172
1.9351
0.0765 3.8172
2 1.0067 0.17743 0.2355 1.9743
2 1 1.0067 0.17908 0.2377 1.9926
2 1.0067 0.18986 0.2520 2.1126
0.2390 2.0037
0.2390 ± 0.0091 2.0037 ± 0.0765
Bunga Turi
1 1 1.0128 0.18733 0.2024
0.0118 5.4688
2.0719
0.1209 5.4688
2 1.0128 0.19481 0.2105 2.1546
2 1 1.012 0.20592 0.2227 2.2793
2 1.012 0.21142 0.2286 2.3402
0.2161 2.2115
0.2161 ± 0.0118 2.2115 ± 0.1209
Kucai
1 1 1.0023 0.26224 0.4513
0.0110 2.4093
5.8615
0.1433 2.4093
2 1.0023 0.26048 0.4483 5.8222
2 1 1.0029 0.27500 0.4730 6.1431
2 1.0029 0.26697 0.4592 5.9637
0.4580 5.9476
0.4580 ± 0.0110 5.9476 ± 0.1433
Takokak
1 1 1.0052 0.1747 4.3065
0.1399 3.1495
21.4148
0.6956 3.1495
2 1.0052 0.17595 4.3373 21.5680
2 1 1.0055 0.18431 4.5421 22.5861
2 1.0055 0.1859 4.5812 22.7809
4.4418 22.0875
102
4.4418 ± 0.1399 22.0875 ± 0.6956
Daun Kelor
1 1 1.0022 0.58999 3.2615
0.0118 0.3632
13.1886
0.0477 0.3632
2 1.0022 0.58889 3.2555 13.1640
2 1 1.0079 0.58933 3.2395 13.0993
2 1.0079 0.58900 3.2376 13.0920
3.2485 13.1360
3.2485 ± 0.0118 13.1360 ± 0.0477
Daun Mengkudu
1 1 1.0195 0.34023 1.0871
0.0355 3.1830
7.4765
0.2441 3.1830
2 1.0195 0.36438 1.1642 8.0070
2 1 1.0195 0.34150 1.0911 7.5043
2 1.0195 0.34969 1.1173 7.6844
1.1149 7.6680
1.1149 ± 0.0355 7.6680 ± 0.2441
Lembayung
1 1 1.0036 0.34375 1.2001
0.0768 6.2470
7.6735
0.4911 6.2470
2 1.0036 0.35349 1.2341 7.8908
2 1 1 0.32846 1.1509 7.3586
2 1 0.38033 1.3326 8.5205
1.2294 7.8608
1.2294 ± 0.0768 7.8608 ± 0.4911
Terubuk
1 1 1.0033 0.98852 2.5627
0.1246 5.2330
22.0731
1.0728 5.2330
2 1.0033 0.88237 2.2875 19.7028
2 1 1.0033 0.89397 2.3176 19.9620
2 1.0033 0.90772 2.3532 20.2690
2.3803 20.5017
2.3803 ± 0.1246 20.5017 ± 1.0728
103
Daun Labu
1 1 1.0409 0.25757 0.7384
0.0346 4.4212
5.5436
0.2601 4.4212
2 1.0409 0.27902 0.7999 6.0052
2 1 1.0409 0.28567 0.8190 6.1485
2 1.0409 0.27110 0.7772 5.8348
0.7836 5.8830
0.7836 ± 0.0346 5.8830 ± 0.2601
Bunga Pepaya
1 1 1.0034 0.51871 1.2844
0.0808 6.0831
11.5813
0.7289 6.0831
2 1.0034 0.54511 1.3497 12.1707
2 1 1.0024 0.50380 1.2487 11.2597
2 1.0024 0.57800 1.4326 12.9180
1.3289 11.9824
1.3289 ± 0.0808 11.9824 ± 0.7289
Pucuk Mete
1 1 1.0036 0.15862 0.3396
0.0200 5.4373
1.7704
0.1041 5.4373
2 1.0036 0.18029 0.3860 2.0123
2 1 1.0082 0.17655 0.3762 1.9616
2 1.0082 0.17259 0.3678 1.9176
0.3674 1.9155
0.3674 ± 0.0200 1.9155 ± 0.1041
Pakis
1 1 1.0033 0.06413 0.0768
0.0037 5.1761
0.7160
0.0348 5.1761
2 1.0033 0.06072 0.0727 0.6779
2 1 1.0033 0.05896 0.0706 0.6583
2 1.0033 0.05676 0.0680 0.6337
0.0720 0.6715
0.0720 ± 0.0037 0.6715 ± 0.0348
104
Tabel 15. Kadar asam askorbat 24 sayuran indigenous Jawa Barat
Sampel Ulangan Duplo W slurry
(gram) Titer (ml)
Wet Basis Dry Basis
[ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD [ ] (mg /100 g sampel) Std. Dev RSD
Kenikir
1 1 10.4721 1.29 324.6016
1.4315 0.4393
1647.7240
7.2664 0.4393
2 10.4721 1.29 324.6016 1647.7240
2 1 10.4705 1.3 327.0810 1660.3097
2 10.4705 1.3 327.0810 1660.3097
325.8413 1654.0168
325.8413 ± 1.4315 1654.0168 ± 7.2664
Beluntas
1 1 10.2628 0.18 56.8134
0.1321 0.0141
296.0575
0.6885 0.2330
2 10.2628 0.18 56.8134 296.0575
2 1 10.2603 0.18 56.5846 294.8650
2 10.2603 0.18 56.5846 294.8650
56.6990 295.4612
56.6990 ± 0.1321 295.4612 ± 0.6885
Mangkokan Putih
1 1 10.1458 0.18 41.7988
0.0515 0.1231
236.2851
0.2911 0.1231
2 10.1458 0.18 41.7988 236.2851
2 1 10.1434 0.18 41.8880 236.7894
2 10.1434 0.18 41.8880 236.7894
41.8434 236.5373
41.8434 ± 0.0515 236.5373 ± 0.2911
Mangkokan 1
1 10.2291 0.4 148.6980
0.5605 0.3782
839.1536
3.1633 0.3782 2 10.2291 0.4 148.6980 839.1536
2 1 10.2937 0.4 147.7271 833.6745
105
2 10.2937 0.4 147.7271 833.6745
148.2126 836.4140
148.2126 ± 0.5605 836.4140 ± 3.1633
Daun Kedondong cina
1 1 10.1072 0.14 36.5631
0.5609 1.5546
248.7287
3.8154 1.5546
2 10.1072 0.14 36.5631 248.7287
2 1 10.3803 0.14 35.5917 242.1202
2 10.3803 0.14 35.5917 242.1202
36.0774 245.4245
36.0774 ± 0.5609 245.4245 ± 3.8154
Kecombrang
1 1 10.4196 0.2 34.4315
0.0312 0.0906
336.5736
0.3051 0.0906
2 10.4196 0.2 34.4315 336.5736
2 1 10.4154 0.2 34.4855 337.1020
2 10.4154 0.2 34.4855 337.1020
34.4585 336.8378
34.4585 ± 0.0312 336.8378 ± 0.3051
Kemangi
1 1 10.3306 1.72 483.4899
1.0846 0.2248
3843.3219
8.6212 0.2248
2 10.3306 1.72 483.4899 3843.3219
2 1 10.351 1.72 481.6114 3828.3895
2 10.351 1.72 481.6114 3828.3895
482.5507 3835.8557
428.5507 ± 1.0846 3835.8557 ± 8.6212
Katuk
1 1 10.5538 2.28 488.2792
2.3897 0.4874
2238.7857
10.9571 0.4874 2 10.5538 2.28 488.2792 2238.7857
2 1 10.6589 2.32 492.4183 2257.7639
2 10.6589 2.32 492.4183 2257.7639
106
490.3487 2248.2748
490.3487 ± 2.3897 2248.2748 ± 10.9571
Antanan
1 1 10.2523 0.28 61.5276
0.0927 0.1509
336.5842
0.5069 0.1508
2 10.2523 0.28 61.5276 336.5842
2 1 10.248 0.28 61.3671 335.7062
2 10.248 0.28 61.3671 335.7062
61.4473 336.1452
61.4473 ± 0.0927 336.1452 ± 0.5069
Antanan Beurit
1 1 10.4733 0.26 85.0214
0.0926 0.1088
541.5373
0.5896 0.1088
2 10.4733 0.26 85.0214 541.5373
2 1 10.4716 0.26 85.1817 542.5584
2 10.4716 0.26 85.1817 542.5584
85.1015 542.0479
85.1015 ± 0.0926 542.0479 ± 0.5896
Pohpohan
1 1 10.5299 0.54 90.2482
0.0080 0.0089
732.5344
0.0646 0.0088
2 10.5299 0.54 90.2482 732.5344
2 1 10.5273 0.54 90.2345 732.4226
2 10.5273 0.54 90.2345 732.4226
90.2414 732.4785
90.2414 ± 0.0080 732.4785 ± 0.0646
Daun Ginseng
1 1 10.3437 0.3 51.7323
0.0209 0.0404
633.1977
0.2562 0.0405
2 10.3437 0.3 51.7323 633.1977
2 1 10.3488 0.3 51.6960 632.7540
2 10.3488 0.3 51.6960 632.7540
51.7141 632.9758
107
51.7141 ± 0.0209 632.9758 ± 0.2562
Krokot
1 1 10.3463 0.25 55.2311
1.0679 1.9162
462.9599
8.9513 1.9162
2 10.3463 0.25 55.2311 462.9599
2 1 10.3421 0.25 55.1238 462.0601
2 10.3421 0.26 57.3287 480.5425
55.7287 467.1306
55.7287 ± 1.0679 467.1306 ± 8.9513
Bunga Turi
1 1 10.4932 0.4 71.9799
0.3688 0.0742
736.7443
2.7088 0.3688
2 10.4932 0.4 71.9799 736.7443
2 1 10.5067 0.4 71.5215 732.0525
2 10.5067 0.4 71.5215 732.0525
71.7507 734.3984
71.7507 ± 0.3688 734.3984 ± 2.7088
Kucai
1 1 10.3709 0.29 63.8284
0.3129 0.4923
828.9404
4.0641 0.4924
2 10.3709 0.29 63.8284 828.9404
2 1 10.3868 0.29 63.2864 821.9012
2 10.3868 0.29 63.2864 821.9012
63.5574 825.4208
63.5574 ± 0.3129 825.4208 ± 4.0641
Takokak
1 1 10.287 0.64 128.6935
0.0068 0.0053
639.9477
0.0340 0.0053
2 10.287 0.64 128.6935 639.9477
2 1 10.2749 0.64 128.7053 640.0066
2 10.2749 0.64 128.7053 640.0066
128.6994 639.9771
128.6994 ± 0.0068 639.9771 ± 0.0340
108
Daun Kelor
1 1 10.1893 1.04 386.7444
3.6443 0.9375
1563.8673
14.7364 0.9375
2 10.1893 1.06 394.1818 1593.9417
2 1 10.1833 1.04 386.9723 1564.7887
2 10.1833 1.04 386.9723 1564.7887
388.7177 1571.8466
388.7177 ± 3.6443 1571.8466 ± 14.7364
Daun Mengkudu
1 1 10.3155 0.36 144.0779
7.2159 4.8001
990.9069
49.6276 4.8001
2 10.3155 0.36 144.0779 990.9069
2 1 10.3155 0.36 156.5761 1076.8644
2 10.3155 0.36 156.5761 1076.8644
150.3270 1033.8857
150.3270 ± 7.2159 1033.8857 ± 49.6276
Lembayung
1 1 10.5375 0.7 144.6027
1.8374 1.2582
924.5699
11.7483 1.2582
2 10.5375 0.72 148.7342 950.9862
2 1 10.5406 0.7 145.4060 929.7060
2 10.5406 0.7 145.4060 929.7060
146.0372 933.7420
146.0372 ± 1.8374 933.7420 ± 11.7483
Terubuk
1 1 10.2615 0.34 66.6062
0.1739
0.2605
573.6968
1.4981
0.2605
2 10.2615 0.34 66.6062 573.6968
2 1 10.2629 0.34 66.9074 576.2915
2 10.2629 0.34 66.9074 576.2915
66.7568 574.9941
66.7568 ± 0.1739 574.9941 ± 1.4981
109
Daun Labu
1 1 10.4624 0.37 78.3312
1.3631 1.6975
588.0719
10.2337 1.6975
2 10.4624 0.38 80.4482 603.9657
2 1 10.4676 0.38 81.2155 609.7257
2 10.4676 0.38 81.2155 609.7257
80.3026 602.8723
80.3026 ± 1.3631 602.8723 ± 10.2337
Bunga Pepaya
1 1 10.3657 1.38 258.3070
0.3597 0.1394
2329.1882
3.2438 0.1394
2 10.3657 1.38 258.3070 2329.1882
2 1 10.3676 1.38 257.6839 2323.5697
2 10.3676 1.38 257.6839 2323.5697
257.9954 2326.3789
257.9954 ± 0.3597 2326.3789 ± 3.2438
Pucuk Mete
1 1 10.2939 5.78 1073.6603
1.5180 0.1411
5597.8118
7.9144 0.1411
2 10.2939 5.8 1077.3754 5617.1814
2 1 10.2986 5.78 1075.6266 5608.0637
2 10.2986 5.78 1075.6266 5608.0637
1075.5722 5607.7802
1075.5722± 1.5180 5607.7802 ± 7.9144
Pakis
1 1 10.4583 0.82 148.8564
4.3035 2.8204
1387.2920
40.1074 2.8204
2 10.4583 0.82 148.8564 1387.2920
2 1 10.4543 0.84 156.3103 1456.7600
2 10.4543 0.84 156.3103 1456.7600
152.5834 1422.0260
152.5834 ± 4.3035 1422.0260 ± 40.1074
110
Tabel 16. Kadar air 24 sayuran indigenous Jawa Barat No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
1 Mengkudu 1 1 5.6334 5.0035 6.3634 85.41 585.41
2 5.4098 5.0036 6.1353 85.50 589.68
rata-rata 85.46 587.54
2 Mangkokan 1 1 5.7064 5.0044 6.5978 82.19 461.41
2 5.8591 5.0013 6.7408 82.37 467.23
rata-rata 82.28 464.32
3 Daun Labu 1 1 5.6337 5.0039 6.2832 87.02 670.42
2 5.4056 5.0023 6.0890 86.34 632.02
rata-rata 86.68 651.22
4 Daun Lembayung 1 1 5.4208 5.0015 6.1893 84.63 550.81
2 5.5092 5.0016 6.3047 84.10 528.74
rata-rata 84.36 539.77
5 Daun Katuk 1 1 5.4265 5.0060 6.5359 77.84 351.23
2 5.6530 5.0024 6.7268 78.53 365.86
rata-rata 78.19 358.55
6 Daun Kemangi 1 1 5.7258 5.0090 6.3725 87.09 674.55
2 5.8735 5.0044 6.4865 87.75 716.38
rata-rata 87.42 695.46
7 Daun Pakis 1 1 6.4985 5.0014 7.0038 89.90 889.79
2 6.3114 5.0010 6.8797 88.64 779.99
rata-rata 89.27 834.89
8 Daun Pohpohan 1 1 6.3103 5.0022 6.9260 87.69 712.44
2 5.0800 5.0023 5.6964 87.68 711.53
rata-rata 87.68 711.99
111
No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
9 Bunga Pepaya 1 1 5.8067 5.0024 6.3455 89.23 828.43
2 5.3970 5.0025 5.9677 88.59 776.56
rata-rata 88.91 802.49
10 Mangkokan Putih 1 1 5.5580 5.0006 6.4488 82.19 461.36
2 6.4061 5.0006 7.2845 82.43 469.29
rata-rata 82.31 465.32
11 Kenikir 1 1 5.5313 5.0015 6.4269 82.09 458.45
2 5.3366 5.0016 6.4112 78.51 365.44
rata-rata 80.30 411.95
12 Daun Kelor 1 1 5.8628 5.0009 7.1044 75.17 302.78
2 5.6355 5.0006 6.8669 75.37 306.09
rata-rata 75.27 304.43
13 Daun Kucai 1 1 5.7090 5.0015 6.0826 92.53 1238.73
2 5.3995 5.0016 5.7960 92.07 1161.44
rata-rata 92.30 1200.08
14 Daun Jambu Mete 1 1 5.4214 5.0010 6.3836 80.76 419.75
2 5.5111 5.0010 6.4672 80.88 423.06
rata-rata 80.82 421.40
15 Buah Takokak 1 1 5.5554 5.0005 6.6045 79.02 376.65
2 6.4044 5.0007 7.3669 80.75 419.55
rata-rata 79.89 398.10
16 Antanan 1 1 5.4129 5.0007 6.3375 81.51 440.85
2 5.6364 5.0007 6.5396 81.94 453.66
rata-rata 81.72 447.26
112
No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
17 Krokot 1 1 5.8146 5.0008 6.4236 87.82 721.15
2 5.5433 5.0008 6.1278 88.31 755.57
rata-rata 88.07 738.36
18 Antanan Beurit 1 1 5.7096 5.0007 6.4909 84.38 540.05
2 5.4140 5.0007 6.2029 84.22 533.88
rata-rata 84.30 536.97
19 Daun Ginseng 1 1 5.3986 5.0005 5.8073 91.83 1123.51
2 5.7389 5.0005 6.1477 91.82 1123.21
rata-rata 91.83 1123.36
20 Bunga kecombrang 1 1 5.7216 5.0006 6.2408 89.62 863.14
2 5.6655 5.0006 6.1697 89.92 891.79
rata-rata 89.77 877.46
21 Daun Beluntas 1 1 5.8775 5.0007 6.7843 81.87 451.47
2 5.9305 5.0008 6.9434 79.75 393.71
rata-rata 80.81 422.59
22 Bunga Turi 1 1 5.6460 5.0004 6.2120 88.68 783.46
2 5.4553 5.0006 5.8667 91.77 1115.51
rata-rata 90.23 949.49
23 Terubuk 1 1 5.7216 5.0005 6.2699 89.04 812.00
2 5.6655 5.0005 6.2787 87.74 715.48
rata-rata 88.39 763.74
24 Kedondong cina 1 1 5.4257 5.0003 6.0210 88.09 739.96
2 5.2971 5.0003 6.1589 82.77 480.22
rata-rata 85.43 610.09
113
Tabel 17. Kadar air freeze dryer 24 sayuran indigenous Jawa Barat No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
1 Mengkudu 1 1 5.8602 2.0016 7.6684 9.66 10.70
2 5.7080 2.0024 7.5178 9.62 10.64
rata-rata 9.64 10.67
2 Mangkokan 1 1 5.5246 2.0002 7.2470 13.89 16.13
2 5.5407 2.0003 7.2601 14.04 16.34
rata-rata 13.97 16.23
3 Daun Labu 1 1 5.6348 2.0007 7.4936 7.09 7.63
2 5.4100 2.0022 7.2706 7.07 7.61
rata-rata 7.08 7.62
4 Daun Lembayung 1 1 5.5578 2.0009 7.3811 8.88 9.74
2 5.3357 2.0010 7.1689 8.39 9.15
rata-rata 8.63 9.45
5 Daun Katuk 1 1 5.5414 2.0004 7.3504 9.57 10.58
2 5.8123 2.0006 7.6214 9.57 10.59
rata-rata 9.57 10.58
6 Daun Kemangi 1 1 5.4209 2.0008 7.2262 9.77 10.83
2 5.5100 2.0024 7.3180 9.71 10.75
rata-rata 9.74 10.79
7 Daun Pakis 1 1 6.4058 2.0008 8.2590 7.38 7.96
2 6.5010 2.0008 8.3547 7.35 7.94
rata-rata 7.36 7.95
8 Daun Pohpohan 1 1 6.3105 2.0005 8.0939 10.85 12.17
2 5.0803 2.0007 6.8628 10.91 12.24
rata-rata 10.88 12.21
114
No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
9 Bunga Pepaya 1 1 5.5308 2.0009 7.3594 8.61 9.42
2 5.3974 2.0012 7.2293 8.46 9.24
rata-rata 8.54 9.33
10 Mangkokan Putih 1 1 5.8629 2.0007 7.6351 11.42 12.89
2 5.4205 2.0007 7.1893 11.59 13.11
rata-rata 11.51 13.00
11 Daun Kenikir 1 1 5.7753 2.0009 7.6390 6.86 7.36
2 5.6743 2.0009 7.5348 7.02 7.55
rata-rata 6.94 7.45
12 Daun Kelor 1 1 5.4202 2.0007 7.2935 6.37 6.80
2 5.5093 2.0008 7.3774 6.63 7.10
rata-rata 6.50 6.95
13 Daun Kucai 1 1 5.8425 2.0008 7.5968 12.32 14.05
2 5.7735 2.0008 7.5271 12.36 14.10
rata-rata 12.34 14.07
14 Daun Jambu Mete 1 1 5.5602 2.0005 7.4725 4.41 4.61
2 5.5431 2.0005 7.4570 4.33 4.52
rata-rata 4.37 4.57
15 Buah Takokak 1 1 5.9172 2.0004 7.6518 13.29 15.32
2 5.6753 2.0005 7.4151 13.03 14.98
rata-rata 13.16 15.15
16 Antanan 1 1 6.5005 2.0005 8.3263 8.73 9.57
2 5.3360 2.0007 7.1609 8.79 9.63
rata-rata 8.76 9.60
115
No Sampel Ulangan Duplo W cawan kosong (g) W sampel (g) W cawan + sampel kering (g) KA (%BB) KA (%BK)
17 Krokot 1 1 5.8623 2.0013 7.7476 5.80 6.15
2 5.3282 2.0012 7.2135 5.79 6.15
rata-rata 5.79 6.15
18 Antanan Beurit 1 1 5.8775 2.0008 7.7091 8.46 9.24
2 5.6903 2.0012 7.5239 8.37 9.14
rata-rata 8.42 9.19
19 Daun Ginseng 1 1 5.6347 2.0012 7.4702 8.28 9.03
2 5.7880 2.0012 7.6251 8.20 8.93
rata-rata 8.24 8.98
20 Bunga kecombrang 1 1 5.7222 2.0006 7.5948 6.40 6.84
2 5.9302 2.0006 7.8006 6.51 6.96
rata-rata 6.45 6.90
21 Daun Beluntas 1 1 5.4130 2.0011 7.2128 10.06 11.18
2 5.6369 2.0011 7.4333 10.23 11.40
rata-rata 10.14 11.29
22 Bunga Turi 1 1 5.4126 2.0006 7.1490 13.21 15.22
2 5.8139 2.0009 7.5396 13.75 15.95
rata-rata 13.48 15.58
23 Terubuk 1 1 5.6366 2.0011 7.4448 9.64 10.67
2 5.7087 2.0013 7.5184 9.57 10.59
rata-rata 9.61 10.63
24 Kedondong cina 1 1 5.7091 2.0010 7.4711 11.94 13.56
2 5.5093 2.0011 7.2729 11.87 13.47
rata-rata 11.91 13.52
116
Tabel 18. Kadar protein 24 sayuran indigenous Jawa Barat
No Sampel Ulangan Sampel
(mg) N HCl
HCl Blanko
(ml)
HCl Sampel
(ml)
Kadar N
(%)
Faktor
Konversi
Kadar
Protein(%) Rata-rata SD RSD
1 Kenikir 1 100.2 0.0235 0 9.5 3.12 6.25 19.51 19.92 0.58 2.92
2 101.2 0.0235 0 10 3.25 6.25 20.33
2 Beluntas 1 112.2 0.0235 0 11.65 3.42 6.25 21.36 21.03 0.47 2.21
2 110.8 0.0235 0 11.15 3.31 6.25 20.70
3 Mangkokan putih 1 105.1 0.0235 0 6.35 1.99 6.25 12.43 12.23 0.28 2.31
2 100.9 0.0235 0 5.9 1.92 6.25 12.03
4 Mangkokan 1 121.4 0.0235 0 12.45 3.38 6.25 21.10 20.96 0.19 0.90
2 119.5 0.0235 0 12.1 3.33 6.25 20.83
5
Daun kedondong
cina 1 105.6 0.026 0 8.7 3.00 6.25 18.75 18.63
0.18 0.94
2 114.4 0.026 0 9.3 2.96 6.25 18.50
6 Kecombrang 1 101.2 0.0235 0 4.5 1.46 6.25 9.15 8.81 0.47 5.37
2 100.7 0.0235 0 4.15 1.36 6.25 8.48
7 Kemangi 1 122.3 0.026 0 17.4 5.18 6.25 32.38 32.72 0.47 1.45
2 108.8 0.026 0 15.8 5.29 6.25 33.05
8 Daun katuk 1 104.1 0.026 0 15.9 5.56 6.25 34.77 34.45 0.44 1.28
2 116 0.026 0 17.4 5.46 6.25 34.14
9 Antanan 1 115.2 0.0235 0 2.25 0.64 6.25 4.02 3.93 0.13 3.25
2 109.9 0.0235 0 2.05 0.61 6.25 3.84
10 Antanan beurit 1 100.4 0.0219 0 9.1 2.78 6.25 17.38 17.57 0.28 1.58
2 102.5 0.0219 0 9.5 2.84 6.25 17.77
11 Pohpohan 1 105.8 0.026 0 11.7 4.03 6.25 25.17 24.09 1.53 6.37
2 123.7 0.026 0 12.5 3.68 6.25 23.00
12 Daun ginseng 1 103.9 0.0235 0 10.3 3.26 6.25 20.39 20.06 0.47 2.37
2 101.7 0.0235 0 9.75 3.16 6.25 19.72
13 Krokot 1 117.8 0.0235 0 10.65 2.98 6.25 18.60 18.65 0.08 0.42
2 114.9 0.0235 0 10.45 2.99 6.25 18.71
117
No Sampel Ulangan Sampel
(mg) N HCl
HCl Blanko
(ml)
HCl Sampel
(ml)
Kadar N
(%)
Faktor
Konversi
Kadar
Protein(%) Rata-rata SD RSD
14 Bunga turi 1 104 0.0235 0 10.75 3.40 6.25 21.27 21.35 0.12 0.57
2 107 0.0235 0 11.15 3.43 6.25 21.44
15 Kucai 1 103.2 0.0235 0 2.35 0.75 6.25 4.68 4.91 0.32 6.47
2 110.2 0.0235 0 2.75 0.82 6.25 5.13
16 Takokak 1 107.1 0.0235 0 6.9 2.12 6.25 13.25 13.45 0.27 2.03
2 110.1 0.0235 0 7.3 2.18 6.25 13.64
17 Daun kelor 1 148.1 0.0219 0 22.9 4.74 6.25 29.64 29.34 0.42 1.45
2 147.2 0.0219 0 22.3 4.65 6.25 29.04
18 Mengkudu 1 100.6 0.0235 0 7.55 2.47 6.25 15.44 15.54 0.15 0.94
2 101.9 0.0235 0 7.75 2.50 6.25 15.65
19 Lembayung 1 115.7 0.0235 0 19.6 5.58 6.25 34.85 34.74 0.15 0.44
2 110.3 0.0235 0 18.57 5.54 6.25 34.64
20 Terubuk 1 100.2 0.0235 0 10.1 3.32 6.25 20.74 20.91 0.24 1.17
2 101 0.0235 0 10.35 3.37 6.25 21.08
21 Daun labu 1 100.8 0.0235 0 11.3 3.69 6.25 23.06 23.21 0.21 0.89
2 101.3 0.0235 0 11.5 3.74 6.25 23.36
22 Bunga pepaya 1 107 0.0235 0 14.95 4.60 6.25 28.74 28.87 0.18 0.62
2 108.9 0.0235 0 15.35 4.64 6.25 29.00
23 Pucuk mete 1 109.3 0.0219 0 19.45 5.46 6.25 34.12 34.68 0.8 2.30
2 100.9 0.0219 0 18.55 5.64 6.25 35.25
24 Pakis 1 102.8 0.0235 0 15.3 4.90 6.25 30.62 31.19 0.8 2.57
2 106.9 0.0235 0 16.5 5.08 6.25 31.75
118
LAMPIRAN 3. Hasil analisis statistik hubungan antar senyawa teridentidikasi
dengan PCA dan uji korelasi Pearson
Principal Component Analysis: Total karoten, Β karoten, Antosianin, Asam askorbat Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue 2.2338 0.9518 0.6076 0.2068
Proportion 0.558 0.238 0.152 0.052
Cumulative 0.558 0.796 0.948 1.000
Variabel PC1 PC2 PC3 PC4
Total karotenoid 0.596 0.213 -0.310 0.709
Β karoten 0.589 0.275 -0.287 -0.703
Antosianin -0.488 0.130 -0.863 -0.006
Asam askorbat 0.244 -0.928 -0.277 -0.047
Correlations: Total karotenoid, Β karoten, Antosianin, Asam askorbat Total karotenoid Β karoten Antosianin
Β karoten 0.792
0.000
Antosianin -0.462 -0.457
0.023 0.025
Asam askorbat 0.181 0.132 -0.235
0.396 0.537 0.269
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
Correlations: Total Fenol, Total Flavonoid Pearson correlation of Total Fenol and Total Flavonoid = 0.461
P-Value = 0.023
Correlations: Total Fenol, Antosianin Pearson correlation of Total Fenol and Antosianin = -0.098
P-Value = 0.648
Correlations: Kadar Protein, Total Karotenoid Pearson correlation of Kadar Protein and Total Karotenoid = 0.299
P-Value = 0.156
119
LAMPIRAN 4. Hasil uji ANOVA senyawa teridentifikasi pada sayuran
indigenous Jawa Barat
a. Total Karotenoid
b. Β-karoten
c. Antosianin
d. Asam Askorbat
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Total
30823.623a 23 1340.158 554.471 .000
80766.395 1 80766.395 33415.913 .000
30823.623 23 1340.158 554.471 .000
174.024 72 2.417
111764.042 96
30997.647 95
Source
Corrected Model
Intercept
Sampel
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .993)a.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: BetaKaroten
1783.342a 23 77.537 192.963 .000
2693.155 1 2693.155 6702.355 .000
1783.342 23 77.537 192.963 .000
28.931 72 .402
4505.429 96
1812.274 95
Source
Corrected Model
Intercept
Sampel
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .979)a.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Antosianin
7955.119a 23 345.875 1774.880 .000
6531.189 1 6531.189 33515.236 .000
7955.119 23 345.875 1774.880 .000
14.031 72 .195
14500.338 96
7969.150 95
Source
Corrected Model
Intercept
Sampel
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .998)a.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Askorbat
145778165a 23 6338181.084 30521.718 .000
137022745 1 137022745.3 659837.5 .000
145778165 23 6338181.084 30521.718 .000
14951.617 72 207.661
282815862 96
145793117 95
Source
Corrected Model
Intercept
Sampel
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)a.
120
LAMPIRAN 5. Hasil uji lanjut Duncan senyawa teridentifikasi pada 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat
a. Total karoten
Total
Duncana,b
4 3.649725
4 4.104600
4 7.597650
4 8.061400
4 8.374250
4 11.131700
4 15.169575
4 17.512375
4 21.183200
4 21.231450
4 22.572125
4 22.585375
4 23.607075
4 28.254525
4 32.539175
4 41.579175
4 43.189900
4 45.519700
4 45.957650
4 48.477375
4 51.661675
4 56.432500
4 57.331900
4 58.406925
.680 .511 1.000 1.000 1.000 .051 1.000 1.000 .147 .692 1.000 1.000 .093
Sampel
Turi
Takokak
Pepaya
Kecombrang
Kucai
Terubuk
Mangkokan
AntBeurit
Lembayung
LabuSiam
Mengkudu
KdondongCi
Katuk
PucukMete
Antanan
Popohan
Mputih
Beluntas
Krokot
Kenikir
DaunGinseng
Kelor
Pakis
Kemangi
Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.417.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Alpha = .05.b.
121
b. Β-karoten
BetaKaroten
Duncana,b
4 .012340
4 .145973 .145973
4 .157630 .157630
4 .657318 .657318 .657318
4 1.035848 1.035848
4 1.171788
4 1.194720
4 1.525113 1.525113
4 2.281210
4 2.397145
4 3.527335
4 3.815348
4 4.800200
4 6.347930
4 6.868118 6.868118
4 7.485233 7.485233
4 7.838208
4 8.268873 8.268873
4 8.871938
4 9.091225
4 11.893323
4 12.031108
4 12.434110 12.434110
4 13.265763
.196 .073 .088 .069 .523 1.000 .250 .173 .103 .087 .261 .068
Sampel
Kecombrang
Turi
Terubuk
Takokak
Kucai
Mangkokan
Pepaya
AntBeurit
Mengkudu
Lembayung
KdondongCina
PucukMete
Mputih
Antanan
Kenikir
Katuk
Krokot
Pakis
Beluntas
Kelor
DaunGinseng
Popohan
Kemangi
LabuSiam
Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .402.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Alpha = .05.b.
122
c. Antosianin
Antosianin
Duncana,b
4 .671475
4 .835550 .835550
4 1.415325 1.415325
4 1.915475 1.915475
4 2.003650 2.003650
4 2.211500 2.211500
4 2.753025
4 2.802500
4 3.966650
4 4.884675
4 5.883025
4 5.925325
4 5.947625
4 6.076775
4 6.995925
4 7.668050
4 7.860850
4 7.992350
4 9.248000
4 11.982425
4 13.135975
4 20.501725
4 22.087450
4 43.192075
.601 .067 .078 .377 .077 1.000 1.000 .579 1.000 .333 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sampel
Pakis
Kemangi
Beluntas
PucukMete
Krokot
Turi
DaunGinseng
KdondongCina
Kenikir
AntBeurit
LabuSiam
Antanan
Kucai
Popohan
Katuk
Mengkudu
Lembayung
Mangkokan
Mputih
Pepaya
Kelor
Terubuk
Takokak
Kecombrang
Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .195.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Alpha = .05.b.
123
d. Asam askorbat
Askorbat
Duncana,b
4 236.5373
4 245.4245
4 295.4613
4 336.1452
4 336.8378
4 467.1306
4 542.0479
4 574.9942
4 602.8723
4 632.9759
4 639.9772
4 732.4785
4 734.3984
4 825.4208
4 836.4141
4 933.7420
4 1033.886
4 1422.026
4 1571.847
4 1654.017
4 2248.275
4 2326.379
4 3835.856
4 5607.780
.386 1.000 .946 1.000 1.000 1.000 1.000 .494 .851 .284 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sampel
Mputih
KdondongCina
Beluntas
Antanan
Kecombrang
Krokot
AntBeurit
Terubuk
LabuSiam
DaunGinseng
Takokak
Popohan
Turi
Kucai
Mangkokan
Lembayung
Mengkudu
Pakis
Kelor
Kenikir
Katuk
Pepaya
Kemangi
PucukMete
Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 207.661.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.a.
Alpha = .05.b.