Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8...
Transcript of Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8...
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 147
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
Korespondensi: WidayantoEmail: [email protected]; Hp: 0811264030
Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
Widayanto,1 Suradi,2 Ana Rima Setijadi2
1Mahasiswa Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
2Staf Pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis I Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta
AbstrakLatar belakang: Interleukin-8 merupakan sitokin proinflamasi yang meningkat pada PPOK eksaserbasi akut. Skor COPD assesment test (CAT) akan meningkat seiring dengan perburukan gejala klinis PPOK. Furosemid inhalasi memiliki efek bronkodilator dan antiinflamasi, mampu menurunkan aktivitas reseptor vagal iritan dan serat C. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh furosemid inhalasi terhadap kadar IL-8 plasma dan skor CAT pasien PPOK eksaserbasi akut. Metode: Penelitian uji klinis quasi eksperimen, pre dan post test design dengan 32 pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUD dr. Moewardi Surakarta bulan Agustus-November 2015 secara consecutive sampling. Variabel bebas adalah furosemid inhalasi dosis 40 mg tiap 12 jam selama perawatan, sedangkan variabel tergantung adalah kadar IL-8 plasma dan skor CAT pasien PPOK eksaserbasi akut. Hasil: Rerata umur subjek penelitian 67,7 ± 11,1 tahun, 26 (81%) laki-laki dan 6 (19%) perempuan. Pada kelompok kontrol, kadar awal dan akhir IL-8 plasma terdapat kenaikan bermakna, sedangkan skor CAT menurun secara bermakna. Kelompok furosemid terdapat penurunan yang bermakna pada kadar IL-8 plasma dan CAT di nilai akhir. Selisih nilai awal dan akhir antara kelompok furosemid dan kelompok kontrol didapatkan berbeda bermakna pada kadar IL-8, tetapi tidak berbeda bermakna pada selisih skor CAT.Kesimpulan: Furosemid inhalasi mampu menurunkan kadar IL-8 plasma, memperbaiki skor CAT, dan memperpendek lama rawat pasien PPOK eksaserbasi akut. (J Respir Indo. 2016; 36: 147-56)Kata kunci: Furosemid inhalasi, IL-8, skor CAT, PPOK eksaserbasi akut
Effect of Inhaled Furosemide on Plasma Levels of Interleukin-8 and CAT Scores of Acute Exacerbations COPD Patients
AbstractBackground: Interleukin-8 is a proinflammatory cytokines are elevated in acute exacerbation of COPD. CAT scores will increase with worsening of clinical symptoms of COPD. Inhaled furosemide has a bronchodilator and anti-inflammatory effect, can lower the activity of vagal irritant receptors and fibers C. This study aimed to analyze the effect of inhaled furosemide on plasma levels of IL-8 and score CAT acute exacerbation of COPD patients.Methods: A quasi-experimental clinical trial, pre and post test design with 32 acute exacerbation of COPD patients who are hospitalized in dr. Moewardi Surakarta August-November 2015 used consecutive sampling. The independent variable is inhaled furosemide dose of 40 mg every 12 hours for treatment, while the dependent variables are the plasma levels of IL-8 and score CAT acute exacerbation of COPD patients. Results: The mean age are 67.7±11.1 years, 26 (81%) were male and 6 (19%) of women. In the control group, the levels of the beginning and end of the IL-8 plasma contained a significant rise, while scores of CAT decreased significantly. Furosemide groups are a significant decrease in plasma levels of IL-8 and CAT in the final value. The difference in value between the beginning and the end of furosemide group and the control group gained significant difference in the levels of IL-8, but no significant found of CAT score.Conclusions: Inhaled Furosemide is able to reduce levels of plasma IL-8, fix the scores of CAT, and shorten the length of acute exacerbation of COPD patients. (J Respir Indo. 2016; 36: 147-56)Keywords: Furosemide inhalation, IL-8, a score of CAT, acute exacerbation of COPD
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016148
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai keterbatasan aliran udara persisten, bersifat progresif, dan berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi saluran napas dan paru disebabkan paparan partikel atau gas noxious. Eksaserbasi dan komorbiditas mempengaruhi keparahan pasien.1 Preva lensi PPOK menurut World Health Organization (WHO) saat ini sekitar 52 juta orang, dapat meningkat dua kali lipat pada tahun 2020. Penyakit paru obstruktif kronik di Indonesia juga meningkat akibat faktor pendukung seperti kebiasaan merokok, polusi udara, lingkungan yang belum terkendali dengan baik, dan bertambahnya harapan hidup masyarakat Indonesia. Eksaserbasi PPOK merupakan kejadian akut ditandai perburukan gejala respiratorik dibandingkan gejala normal harian dan membutuhkan medikasi.1,2
Patogenesis PPOK melibatkan berbagai proses dalam perkembangan dan progresivitas penyakit meliputi stres oksidatif, inflamasi, dan ketidakseimbangan proteaseantiprotease. Interleukin (IL)8 merupakan kemoatraktan kuat terhadap neutrofil yang berperan penting dalam amplifikasi inflamasi pada eksaserbasi PPOK. Kadar IL8 meningkat pada awal eksaserbasi yang berkontribusi pada peningkatan jumlah neutrofil. Interleukin8 hampir tidak terdeteksi pada individu sehat tetapi dapat meningkat cepat sebesar 10100 kali lipat sebagai respons terhadap induksi sitokin proinflamasi seperti IL1 dan tumor necrosis factor (TNF)α, produk bakteri, virus, dan stres selular.3 Interleukin8 memiliki area kerja luas pada berbagai tipe sel selain neutrofil yaitu limfosit, makrofag, sel epitel, dan fibroblast.4,5
Diagnosis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien dengan gejala sesak, batuk kronik dan produksi sputum dengan riwayat terpajan faktor risiko PPOK yaitu pajanan asap rokok, asap rumah tangga, asap pembakaran dan asap/debu zat kimia di tempat kerja. Gold standard diagnosis PPOK adalah didapatkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dibagi dengan kapasitas vital paksa (KVP) kurang dari 70% berdasarkan hasil pemeriksaan spirometri
setelah pemberian bronkodilator1,6 Infeksi bakteri, virus, dan polutan lingkungan merupakan penyebab utama eksaserbasi PPOK. Infeksi dan polutan dapat menyebabkan inflamasi akut di paru dan saluran napas sehingga inflamasi berkembang lebih berat dibandingkan kondisi stabil. Inflamasi akut di paru dan saluran napas ditandai dengan peningkatan signifikan sel inflamasi (neutrofil, makrofag) dan mediator inflamasi antara lain neutrofil elastase, IL6, IL8, IL1β, TNFα, dan matrix metalloproteinases (MMPs). Inflamasi saluran napas selama eksaserbasi PPOK juga meningkatkan inflamasi sistemik sehingga terjadi
peningkatan mediator inflamasi di sirkulasi.7,8,9
Skor COPD assessment test (CAT) meru pakan kuesioner yang tervalidasi dan mudah diterapkan, terdiri dari delapan item pernyataan untuk mengetahui tentang status kesehatan pada PPOK.1 Kuesioner ini bisa digunakan untuk semua derajat keparahan PPOK baik stabil maupun eksaserbasi, bukan sebagai alat diagnosis pengganti spirometri dan tidak sebagai pengganti terapi PPOK tetapi sebagai komponen penilaian klinis, membantu pemantauan efek PPOK seperti program rehabilitasi atau perbaikan eksaserbasi
sehingga terapi yang diberikan dapat optimal.7,10
Peningkatan kejadian PPOK di seluruh dunia
menuntut penemuan pengobatan baru untuk men cegah berkembangnya penyakit sehingga muncul berbagai penelitian tentang mekanisme PPOK yang melibatkan pendekatan molekular baru untuk meng hentikan progresivitasnya.4 Penata lak sanaan eksaserbasi PPOK antara lain berhenti merokok, pem berian bronkodilator, antibiotik, oksige nasi, kortikosteroid, ventilator, rehabilitasi medik, dan pembedahan. Bronkodilator merupakan terapi pilihan untuk PPOK. Efek bronkodilator pasien PPOK terhadap peningkatan VEP1 relatif kecil, namun obat ini mengurangi hiperinflasi sehingga keluhan sesak akan berkurang. Manfaat pemberian long acting β2 agonists (LABA) pada PPOK menurunkan eksaserbasi
karena infeksi dan mengurangi adhesi antara bakteri
dan sel epitel saluran napas. Penanganan PPOK lebih
efektif dengan obat antikolinergik dibandingkan dengan
β2agonis, berkebalikan dengan asma di mana β2
agonis justru lebih.4,11
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 149
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
Furosemid merupakan diuretik kuat, sediaan
mudah didapat, dan harganya terjangkau. Suatu
obat yang berfungsi sebagai bronkodilator sekaligus
antiinflamasi diharapkan mampu berperan dalam
mengatasi PPOK eksaserbasi akut. Beberapa pene
litian menyatakan bila diberikan secara inhalasi,
furosemid memiliki efek lokal di saluran napas dengan
menghambat sel inflamasi produksi mediator sel
inflamasi dan mempengaruhi aktivitas vagal di saluran
napas mengakibatkan terjadinya bronkodilatasi. Meka
nisme kerja furosemid inhalasi belum sepenuhnya
dijelaskan, secara tidak langsung bekerja pada nervus
Vagus dimediasi ujung saraf sensorik di epitel saluran
napas, mengakibatkan pengurangan respons batuk
dan bronkokonstriksi. Serat aferen Vagal berperan
penting dalam modulasi sensasi sesak sehingga
memungkin furosemid inhalasi dapat memodifikasi
sensasi sesak. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ada waktu episode bebas sesak lebih lama
setelah mendapatkan furosemid inhalasi dibandingkan
dengan yang menghirup plasebo.12 Prandota menya
takan bahwa furosemid inhalasi mempunyai efek
antiinflamasi melalui penghambatan produksi dan
pelepasan IL6, IL8, dan TNFα, tetapi mekanismenya
belum diketahui dengan pasti.13
Furosemid inhalasi mengurangi sensasi sesak
disebabkan oleh tes latihan beban pada pasien
PPOK dan ada efek bronkodilatasi signifikan setelah
mendapat furosemid inhalasi dibandingkan dengan
plasebo. Furosemid inhalasi terbukti memiliki efek
penghambatan batuk pada pasien yang diinduksi
dengan latihan dan untuk mencegah bronkokonstriksi
pada pasien asma. Terdapat perbedaan signifikan
ratarata VEP1 setelah pemberian furosemid inhalasi
dengan latihan jika dibandingkan dengan ratarata
VEP1 setelah plasebo dengan latihan. Hasil penelitian
Takashi menunjukkan bahwa furosemid inhalasi
sangat meredakan sensasi sesak pada subjek sehat,
penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan
apakah furosemid inhalasi memiliki manfaat klinis
dalam pengobatan sesak berat.12,15
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemberian furosemid inhalasi pada pasien PPOK eksaserbasi. Melalui pemeriksaan kadar IL8 plasma dan skor CAT untuk melihat pengaruh pemberian furosemid inhalasi terhadap perbaikan klinis pasien PPOK eksaserbasi akut. Kekuatan korelasi antara kadar IL8 plasma dengan skor CAT juga di teliti untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kadar IL8 plasma pada perbaikan klinis pasien dengan skor CAT yang diberikan tambahan terapi furosemid inhalasi.
METODE
Penelitian ini merupakan uji klinis menggunakan desain quasi experimental studies dengan pendekatan
pre test dan post test pada kelompok intervensi dan kontrol, dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan AgustusNovember 2015. Sebanyak 32 pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap dijadikan sampel diperoleh dengan cara consecutive
sampling. Diagnosis PPOK eksaserbasi akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis. Gejala klinis PPOK eksaserbasi berupa perburukan gejala (sesak bertambah, atau peningkatan jumlah sputum, atau purulensi sputum) dibanding kebiasaan kondisi harian. Umur lebih dari 40 tahun, berdasarkan selisih hari kelahiran dengan ulang tahun terakhir pada saat penelitian, dan bersedia ikut dalam penelitian. Pasien PPOK dengan penyakit hepar, gagal jantung, kanker paru, sepsis, tuberkulosis, dan infeksi HIV dieksklusi dari penelitian. Subjek diberhentikan dari penelitian apabila mengundurkan diri, meninggal dunia, dan muncul efek samping dari pemberian furosemid inhalasi (mual, sulit tidur, iritasi faring, batuk intermiten, dan dieresis). Penelitian telah mendapat persetujuan Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi diberikan edukasi, dicatat identitas, riwayat merokok, penyakit lain yang diderita, dan lainlain pada formulir yang disediakan. Data awal subjek diperoleh dari
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016150
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium darah, dan foto toraks. Selanjutnya subjek dibagi menjadi dua kelompok secara random, kelompok pertama mendapatkan terapi standar dan tambahan furosemid inhalasi inhalasi 40 mg/ 12 jam selama dirawat (selanjutnya disebut sebagai kelompok furosemid), sedangkan kelompok kedua mendapatkan terapi standar PPOK eksaserbasi akut tanpa tambahan furosemid inhalasi. Subjek kemudian dihitung skor CAT serta diambil darah vena untuk pemeriksaan kadar IL8 plasma. Inhalasi diberikan dengan alat nebulizer kompresor. Dilakukan follow-up sampai kriteria pemulangan pasien terpenuhi. Apabila kriteria pulang sudah terpenuhi maka dilakukan penilaian ulang skor CAT, serta pengambilan ulang darah vena untuk pemeriksaan kadar IL8 plasma. Respons terapi setelah pemberian furosemid inhalasi diukur berdasarkan penurunan kadar IL8 serta perbaikan klinis pasien dengan penurunan skor CAT.
Pemeriksaan kadar IL8 plasma dilakukan di laboratorium klinik Swasta menggunakan teknik enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA). Skor CAT merupakan 8 item kuisioner tervalidasi untuk mendeteksi dan mengukur akibat gejala PPOK terhadap status kesehatan pasien. Analisis data menggunakan SPSS 21 for Windows.
HASIL
Selama bulan AgustusNovember 2015 di peroleh sampel sebanyak 32 pasien. Dalam eks perimen sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 16 pasien kelompok perlakuan (diberikan furosemid inhalasi 40 mg tiap 12 jam selama perawatan) dan 16 pasien kelompok kontrol. Marker berupa kadar IL8 plasma diukur sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Skor CAT dihitung sebelum dan sesudah perlakuan.
Beberapa karakteristik sampel diukur dan dibandingkan antara kedua kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas kedua kelompok sampel sebagai syarat kelayakan prosedur eksperimen. Variabel karakteristik yang berbentuk kategorik dideskripsikan dengan angka
frekuensi dan presentase, selanjutnya diuji beda antara kedua kelompok dengan uji chi square. Variabel karakteristik yang berbentuk numerik dideskripsikan dengan nilai ratarata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi), selanjutnya diuji beda antara kedua kelompok dengan uji t (independent samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau dengan uji Mann-Whitney apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Karakteristik dasar subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Rerata perbedaan umur tidak signifikan antara kelompok furosemid dengan kelompok kontrol (p = 0,501). Rerata umur 16 sampel kelompok furosemid adalah 67,7±11,1 tahun, sedangkan rerata umur 16 sampel kelompok kontrol adalah 65±11,2 tahun. Proporsi subjek lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan baik pada kelompok furosemid maupun kelompok kontrol. Sebagian besar subjek adalah lulusan sekolah dasar, dengan pekerjaan terbanyak adalah petani. Status merokok menunjukkan sebaran yang hampir merata mulai dari yang tidak merokok sampai dengan merokok dengan Indeks Brinkman (IB) berat. Distribusi tipe eksaserbasi dan derajat obstruksi relatif homogen antara kedua kelompok. Rerata perbedaan nilai awal IL8 dan skor CAT tidak signifikan antara kelompok furosemid dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa sampel pada kedua kelompok termasuk homogen dan memenuhi kelayakan eksperimen.
Pengaruh perawatan dengan terapi diketahui berdasarkan uji beda kadar IL8 plasma dan skor CAT antara hasil pengukuran sebelum (pre) dan sesudah (post) perawatan dengan pemberian terapi standar ditambah furosemid inhalasi pada kelompok furosemid, dan terapi standar saja pada kelompok kontrol. Uji beda dilakukan dengan uji t (paired samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau dengan wilcoxon signed rank test apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Perubahan kadar IL8 plasma dan skor CAT pada kelompok furosemid dapat dilihat pada Tabel 2.
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 151
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian
Variabel Kel. Perlakuan(n = 16)
Kel. Kontrol(n = 16)
P
Umur (tahun), mean ± SD 67,7±11,1 65±11,2 0,501Jenis Kelamin, f (%)
LakilakiPerempuan
13(40,6)3 (9,4)
13 (40,6)3 (9,4)
1
Pendidikan, f (%)Tidak sekolah
SDSMPSMAD3S1
2 (6,3)8 (25)4(12,5)0 (0)2 (6,3)0 (0)
1 (3,1)10 (31,3)3 (9,4)1 (3,1)0 (0)1 (3,1)
0,454
Pekerjaan, f (%) Buruh
IRTPensiunanPetaniSopirPegawai SwastaWartawan
1 (3,1)1 (3,1)2 (6,3)6 (18,8)1 (3,1)4 (12,5)1 (3,1)
0 (0,0)1 (3,1)2 (6,3)7 (21,9)1 (3,1)5 (15,6)0 (0,0)
0,902
IMT, f (%)KurangNormalLebih
6 (18,8)9 (28,1)1 (3,1)
5 (15,6)8 (25)3 (9,4)
0,563
Merokok (Indeks Brinkman), f (%)Tidak merokokRinganSedangBerat
1 (3,1)2 (6,3)10(31,3)3 (9,4)
5 (15,6)3 (9,4)5 (15,6)3 (9,4)
0,307
Tipe Eksaserbasi, f (%)12
10 (31,3)6 (18,8)
9 (28,1)7 (21,9)
0,719
IL8 plasma (pre)Skor CAT (pre)
39,28±8,8725,31±6,68
35,06±12,7825,13±4,763
0,2870,929
Keterangan: teknik yang digunakan adalah independent sample t test (Hasil tes normalitas dengan ShapiroWilk hasilnya normal), p > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan signifikan diantara kedua kelompok, TBM : tak bisa manuver, IMT : indeks massa tubuh.
Tabel 2. Perubahan kadar IL8 plasma dan skor CAT pada kelompok furosemid
Variabel Kadar IL8 (pg/mL)Mean ± SD
Skor CATMean ± SD
Nilai awal (pre)(n=16)Nilai akhir (post)(n=16)P
39,28 + 8,87
31,66 + 13,430,010*
25,31 + 6,68
10,44 + 2,390,000*
Keterangan: teknik yang digunakan adalah paired sample t test (dari hasil tes normalitas dengan Shapiro-Wilk, data hasilnya normal) * p < 0,05 artinya didapat perbedaan signifikan.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar IL8 plasma dan skor CAT pada kelompok furosemid mengalami penurunan. Rerata kadar IL8 plasma sebelum perawatan dengan pemberian furosemid inhalasi adalah 39,28 + 8,87 sedangkan rerata
kadar IL8 plasma sesudah perawatan dengan
pem berian tambahan terapi furosemid inhalasi ada
lah 31,66+13,43. Terdapat selisih atau perbedaan
kadar IL8 plasma secara statistik, perbedaan ini
di nyatakan signifikan (p = 0,010). Berdasarkan
nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian
furosemid inhalasi selama perawatan menurunkan
kadar IL8 plasma secara signifikan.
Rerata skor CAT sebelum perawatan dengan
pemberian terapi tambahan furosemid inhalasi
adalah 25,31+6,68, sedangkan rerata skor CAT
sesudah perawatan dengan pemberian furosemid
inhalasi adalah 10,44+2,39. Terdapat selisih skor
CAT selama perawatan, secara statistik perbedaan
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016152
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
ini dinyatakan signifikan (p = 0,000). Berdasarkan
nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian
furosemid inhalasi terjadi perubahan skor CAT yang
signifikan.
Tabel 3 memperlihatkan peningkatan kadar
IL8 plasma pada kelompok kontrol, sedangkan
skor CAT mengalami penurunan. Rerata kadar IL8 plasma sebelum perawatan tanpa pemberian furosemid inhalasi adalah 35,06 + 12,78 sedangkan
rerata kadar IL8 plasma sesudah perawatan tanpa
pemberian furosemid inhalasi adalah 41,54 +
8,71. Terdapat selisih atau peningkatan kadar IL8
plasma, secara statistik perbedaan ini dinyatakan
tidak signifikan (p = 0,018). Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa pemberian
furosemid inhalasi selama perawatan sampai
dinyatakan stabil terjadi perubahan peningkatan kadar IL8 plasma yang signifikan.
Rerata skor CAT sebelum perawatan tanpa pemberian furosemid inhalasi adalah 25,13+4,76, sedangkan rerata skor CAT sesudah perawatan tanpa pemberian furosemid inhalasi adalah
12,25+1,84. Terdapat selisih atau perbedaan skor
CAT yang signifikan (p = 0,000*). Berdasarkan nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa pemberian
furosemid inhalasi selama perawatan sampai kondisi stabil terjadi perubahan skor CAT yang signifikan.
Selisih nilai akhir (post)nilai awal (pre) baik pada kelompok furosemid maupun kelompok kontrol
menyatakan perubahan yang terjadi selama penelitian.
Perbandingan selisih nilai variabel penelitian kedua
kelompok terlihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Perubahan kadar IL8 plasma dan skor CAT pada kelompok kontrol
Variabel Kadar IL8 (pg/mL)Mean ± SD
Skor CATMean ± SD
Nilai awal (pre)(n=16)Nilai akhir (post)(n=16)P
35,06 + 12,78
41,54 + 8,710,018*
25,13 + 4,76
12,25 + 1,840,000*
Keterangan: teknik yang digunakan adalah paired sample t test (data skor CAT normal), Wilcoxon signed rank test (data nilai post IL8 tidak normal); *, p < 0,05 artinya perbedaan signifikan.
Tabel 4. Perbandingan selisih nilai post-pre eksperimen variabel penelitian antara dua kelompok
VariabelKadar IL8 (pg/mL)
(Postpre)Mean ± SD
Skor CAT(Postpre)Mean ± SD
Kel. FurosemidKel. Kontrol p
7,62±10,36 6,48±9,75 0,000*
14,88±6,3012,88±3,50 0,278
Keterangan: teknik yang digunakan adalah independent sample t test (data postpre IL8 normal), Mann-Whitney test (data postpre skore CAT tidak normal); *, p < 0,05 artinya perbedaan signifikan, p > 0,05 artinya perbedaan tidak signifikan.
Berdasarkan Tabel 4, pada penelitian ini terjadi
penurunan kadar IL8 plasma pada kelompok furosemid
sebesar 7,62±10,36, akan tetapi justru terdapat pening
katan pada kelompok kontrol sebesar 6,48±9,75
dengan nilai p = 0,000 yang berarti perbedaan selisih
ini bermakna secara statistik. Skor CAT menurun pada
kedua kelompok, di mana pada kelompok furosemid
14,88±6,30 dan kelompok kontrol 12,88±3,50 dengan
nilai p = 0,278 yang berarti secara statistik perbedaan ini
tidak signifikan.
Pengaruh pemberian furosemid diketahui
berdasarkan uji beda kadar IL8 plasma dan skor
CAT sesudah perawatan antara kelompok furosemid
dengan kelompok kontrol. Perbandingan kadar IL8
plasma dan skor CAT sesudah perawatan sampai
keadaan stabil antara kedua kelompok dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tahap analisis sebelumnya diketahui bahwa secara
deskriptif kadar IL8 plasma pada kelompok furosemid
mengalami penurunan, sedangkan pada kelompok
kontrol mengalami kenaikan yang secara statistik
dinyatakan baik penurunan maupun kenaikan tersebut
bermakna secara signifikan. Berdasarkan Tabel 5 dapat
dilihat bahwa secara deskriptif kadar IL8 plasma dan
skor CAT sesudah perawatan dengan terapi standar
dan penambahan furosemid inhalasi pada kelompok
furosemid lebih rendah dibandingkan pada kelompok
kontrol. Rerata kadar IL8 plasma sesudah perawatan
sampai stabil dengan pemberian furosemid inhalasi
pada kelompok furosemid adalah 31,7±13,4 sedangkan
ratarata kadar IL8 plasma sesudah perawatan dengan
terapi standar tanpa pemberian pemberian furosemid
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 153
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
inhalasi pada kelompok kontrol naik menjadi 41,5±8,7.
Terdapat selisih atau perbedaan kadar IL8 plasma akhir
antara kelompok furosemid dengan kelompok kontrol,
dan secara statistik perbedaan tersebut dinyatakan
signifikan (p = 0,032). Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemberian furosemid inhalasi
selama selama perawatan berpengaruh dalam menu
runkan kadar IL8 plasma.
Rerata skor CAT sesudah perawatan dengan
pemberian terapi standar dan furosemid inhalasi sampai
stabil pada kelompok furosemid adalah 10,4±2,4,
sedangkan rerata skor CAT sesudah perawatan dengan
terapi standar tanpa pemberian furosemid inhalsi pada
kelompok kontrol adalah 12,3±1,8. Terdapat selisih
skor CAT akhir antara kelompok furosemid dengan
kelompok kontrol, dan secara statistik perbedaan
tersebut dinyatakan signifikan (p = 0,023).
Tabel 6 mendeskripsikan hubungan antara
masingmasing variabel berupa selisih IL8 plasma
dan selisih skor CAT pasien PPOK eksaserbasi.
Hubungan selisih kadar IL8 plasma dengan selisih
skor CAT berbanding lurus akan tetapi tidak berarti
secara statistik, ditunjukkan dengan koefisien korelasi
(rs) yang bertanda positif, rs = 0,071 dan nilai p = 0,69.
Tabel 5. Perbandingan kadar IL8 dan skor CAT sesudah perawatan antara kelompok furosemid dan kelompok kontrol
Variabel Kadar IL8 (pg/mL)Mean ± SD
Skor CATMean ± SD
Kelompok Furosemid(n=16) Kelompok kontrol(n=16)P
31,7±13,4
41,5±8,70,032*
10,4±2,4
12,3±1,80,023*
Keterangan: teknik yang digunakan adalah independen sample t test (data post skor CAT normal), Mann-Whitney test (data kadar IL8 post kel. kontrol tidak normal); *, p < 0,05 artinya perbedaan signifikan.
Tabel 6. Korelasi selisih nilai IL8 plasma dan selisih nilai skor CAT
Variabel Selisih skor CATSelisih nilai IL8 plasma rs = 0,071
p =0,698
Keterangan: teknik yang dipakai adalah spearman’s rank, rs = koefisien korelasi.
PEMBAHASAN
Sampel penelitian berjumlah 32 orang terbagi masingmasing 16 orang kelompok furosemid dan 16 orang kelompok kontrol. Jenis kelamin sampel penelitian ini sebagian besar lakilaki yaitu 13 orang pada masingmasing kelompok furosemid dan kelompok kontrol, sampel penelitian perempuan 3 orang pada masingmasing kelompok. Penelitian sebelumnya oleh Indrayati di RSUD Dr. Moewardi pada 30 subjek penelitian hanya 5 orang perempuan.16 Penelitian Qomariah pada 26 pasien PPOK didapatkan hanya 5 orang perempuan.17 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease menyebutkan prevalensi dan kematian karena PPOK lebih sering pada lakilaki dibanding perempuan, akan tetapi hasil survei terbaru di negara berkembang prevalensi PPOK hampir sama antara lakilaki dan perempuan.1 Perempuan lebih sensitif terhadap asap tembakau dibandingkan lakilaki.
Rerata umur sampel penelitian pada kelompok furosemid adalah 67,00 ± 9,76 tahun dan kelompok kontrol 66,08 ± 8,56 tahun. Penelitian Martani rerata usia sampel penelitian adalah 70,31 ± 9,08 tahun. Hal serupa juga di kemukakan oleh Qomariah rerata umur sampel penelitian adalah 72,27 ± 7,27 tahun.17 Usia sering menjadi faktor risiko PPOK dengan mekanisme yang belum jelas dipahami apakah pertambahan usia memudahkan perkembangan PP OK atau pertambahan usia merupakan refleksi aku mulasi berbagai pajanan sepanjang hidup pasien.1
Tingkat pendidikan sampel penelitian terbanyak baik kelompok furosemid maupun kontrol adalah sekolah dasar (SD), kelompok furosemid sebanyak 8 sampel (25%) dan kelompok kontrol 10 sampel (31,3%). Pekerjaan sampel sebagian besar adalah petani, pada kelompok perlakuan sebanyak 6 orang (18,8%) dan kontrol 7 orang (21,9%). Pada kelompok furosemid terdapat lulusan D3 sebanyak 2 orang (6,3%) dan pada kelompok kontrol 1 orang (3,1%) lulusan S1. Tingkat pendidikan dan riwayat pekerjaan dapat menggambarkan status sosioekonomi, sampel penelitian ini sebagian besar berstatus sosioekonomi rendah yang merupakan faktor risiko PPOK. Belum
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016154
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
jelas hubungan polusi udara di dalam dan luar rumah, kepadatan penghuni rumah, gizi buruk, infeksi, dan faktor lain yang berhubungan dengan sosioekonomi rendah.1
Sampel penelitian baik kelompok furosemid maupun kontrol 65,7% mempunyai IB sedangberat. Sampel yang tidak merokok sebanyak 18,7% pada kelompok furosemid dan kontrol. Merokok adalah faktor utama risiko PPOK walaupun inhalasi partikel noxius lain dan berbagai gas juga memberikan kontribusi.18 Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap tiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok maka risiko penyakit yang ditimbulkan lebih besar. Pajanan polutan indoor dan outdoor, perokok pasif, interaksi faktor genetik, dan lingkungan terkait insidensi PPOK pada bukan perokok.1
Tipe eksaserbasi PPOK terbanyak pada penelitian ini berdasarkan kriteria Winnipeg didapatkan tipe satu di mana terdapat tiga tanda kardinal (peningkatan sesak, jumlah dahak, dan purulensi dahak) pada 19 pasien (59,4%), tipe dua (didapatkan dua dari tiga tanda kardinal) pada 14 pasien (43,7%), dan tidak didapatkan tipe tiga (didapatkan satu dari 3 tanda kardinal ditambah satu atau lebih dari infeksi saluran napas, demam, mengi, batuk bertambah, dan peningkatan denyut jantung lebih dari 20% dari baseline. Kriteria derajat berat eksaserbasi menurut GOLD tidak hanya berdasar tipe eksaserbasi seperti kriteria Winnipeg tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan lain seperti saturasi oksigen, kondisi hemodinamik, elektrokardiografi, foto toraks, profil hematologi, dan analisis gas darah. Kriteria Winnipeg digunakan untuk pedoman pemberian antibiotik yaitu
antibiotik diberikan pada PPOK eksaserbasi yang
terdapat purulensi sputum.1
Rerata kadar IL8 mengalami penurunan saat
sampel memenuhi kriteria pemulangan dibandingkan saat awal masuk rawat inap pada kelompok furosemid (39,28±8,87 vs 31,7±13,4) yang signifikan secara statistik (p = 0,00). Rerata kadar IL8 pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan bahkan meningkat
(35,06±12,78 vs 41,5±8,7) dan signifikan secara
statistik (p = 0,018). Makrofag alveolar pada PPOK eksaserbasi meningkatkan pelepasan IL8, bersama mediator inflamasi lain menyebabkan serangkaian peristiwa patogenesis yang mengakibatkan amplifikasi inflamasi.1 Kadar IL8 akan menurun saat perbaikan eksaserbasi mendekati nilai normal seperti saat stabil.
Perubahan kadar IL8 plasma pre-post eksperimen berbeda signifikan antara kelompok furosemid dibandingkan kontrol (p = 0,00). Hal tersebut dapat dimungkinkan karena pengaruh pemberian furosemid inhalasi pada kelompok furosemid di samping terapi standar yang diberikan. Menurut Ong furosemid inhalasi memiliki efek utama pada epitel saluran napas dan mempengaruhi respons ujung saraf sensorik atau mempengaruhi aktivasi sel inflamasi dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi yang memperbaiki fungsi paru tanpa efek diuresis.19 Hal senada juga dikatakan Prandota dalam penelitiannya bahwa furosemid inhalasi mempunyai efek antiinflamasi melalui penghambatan produksi dan pelepasan IL6, IL8, dan TNFα dari sel mononuklear perifer.13
Penelitian ini memberikan furosemid inhalasi pada kelompok furosemid didapatkan penu runan kadar IL8 plasma yang signifikan. Pada kelompok kontrol justru terjadi peningkatan kadar IL8 plasma post eksperimen hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor komorbid yang ada pada pasien tersebut. Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi bisa dipicu oleh faktor infeksi dan noninfeksi. Burge mengatakan bahwa kadar IL8 makin tinggi pada infeksi virus maupun bakteri.20 Ada kemungkinan pemicu eksaserbasi paling banyak pada kelompok kontrol adalah infeksi. Belum ditemukan penelitian sebelumnya tentang dosis dan lama pemberian furosemid inhalasi pada PPOK eksaserbasi terhadap perubahan kadar IL8 plasma.
Kuesioner CAT terdiri dari delapan pernyataan masingmasing bernilai 05. Skor CAT digunakan untuk mendeteksi dan mengukur akibat gejala PPOK terhadap status kesehatan pasien. Skor CAT
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 155
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
meningkat saat eksaserbasi akut menggambarkan beratnya eksaserbasi yang berhubungan dengan fungsi paru dan lama rawat inap. Amplifikasi inflamasi dan stres oksidatif selama PPOK eksa serbasi mencetuskan mekanisme kompleks yang meng akibatkan perburukan gejala respirasi.10 Penam bahan terapi furosemid inhalasi selama rawat inap pada kelompok furosemid menurunkan skor CAT 14,88±6,30 dibandingkan kelompok kontrol 12,88±3,5, per bedaan ini tidak bermakna secara statistik. Belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti pengaruh pemberian furosemid inhalasi dengan skor CAT pada PPOK eksaserbasi akut.
Efek furosemid inhalasi pada pasien PPOK berpengaruh pada aktivitas vagal dimediasi mekanoreseptor di saluran napas yang berperan penting memodulasi sesak.21,22 Inhalasi furosemid dapat menyebabkan penurunan aktivitas vagal iritan dan reseptor serat C yang meringankan sensasi gangguan pernapasan.19 Furosemid inhalasi juga meningkatkan aktivitas SAR dan menurunkan dengan cepat aktivitas RAR mengakibatkan bronkodilatasi dan mengurangi hantaran parasimpatik kolinergik otot polos saluran napas.23 Efek ini selanjutnya menurunkan gejala PPOK eksaserbasi yang digam barkan dengan penurunan skor CAT.
Sampel pada kedua kelompok termasuk homogen dan memenuhi aturan kelayakan eksperimen karena pada penelitian ini semua variabel karakteristik tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok furosemid dengan kelompok kontrol. Pada perhitungan korelasi antara selisih IL8 dan skor CAT pasien PPOK eksaserbasi terlihat berbanding lurus, ditunjukkan dengan koefisien korelasi (rs) yang bertanda positif, rs = 0,071 tetapi tidak signifikan secara statistik (p= 0,69). Penurunan kadar IL8 pada pasien yang sudah stabil menunjukkan bahwa pasien sudah mengalami perbaikan sehingga klinis juga membaik dan skor CAT pasien juga akan menurun skornya.
Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengendalikan faktor komorbid pasien yang bisa mempengaruhi kadar IL8 dan skor CAT. Tidak ada pemisahan penyebab PPOK eksaserbasi
infeksi virus atau bakteri dengan penyebab noninfeksi, karena kadar IL8 plasma akan lebih tinggi pada eksaserbasi yang disebabkan infeksi. Pengambilan sampel pre eksperimen menyesuaikan dengan jadwal laboratorium swasta sehingga ada beberapa sampel sudah mendapatkan terapi standar terlebih dahulu, meskipun saat diambil data dan darah vena pasien masih dalam kondisi eksaserbasi. Tindakan ini juga bisa menimbulkan penurunan nilai awal IL8 plasma dan percepatan perbaikan klinis dengan pemberian terapi standar sehingga bisa mempengaruhi hasil penelitian.
KESIMPULAN
Pemberian furosemid inhalasi menurunkan kadar IL8 plasma pada pasien PPOK eksaserbasi akut meskipun tidak signifikan secara statistik. Skor CAT didapatkan menurun pada kelompok yang diberikan furosemid inhalasi dibandingkan kelompok kontrol meskipun tidak signifikan secara statistik. Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif antara selisih kadar IL8 post-pre dengan selisih skor CAT post-pre. Korelasi negatif didapatkan antara selisih skor CAT post-pre dengan lama rawat inap.
Untuk mengetahui tingkat signifikansi yang lebih baik mengenai pengaruh furosemid inhalasi pada penurunan kadar IL8 pasien PPOK eksaserbasi akut, sebaiknya dilakukan juga pengelompokan penyebab eksaserbasi dari infeksi maupun non infeksi pada kelompok furosemid dan kelompok kontrol dengan jumlah sampel lebih besar. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian dengan sarana laboratorium yang memiliki jam kerja selama 24 jam, serta dipertimbangkan penelitian dengan derajat PPOK eksaserbasi akut yang sama pada setiap subjek.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2014. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. (online 2014) Cited [2015 May 20]. Available from: http://www.goldcopd.org
2. Alvares FP, Diez JM, Alvares JL. Chronic Obstructive Pulmonary Disease and Cardiovascular Events. Arch Bronconeumol. 2008;44(3):1529.
J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016156
Widayanto: Pengaruh Furosemid Inhalasi Terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma dan Skor CAT Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
3. Mukaida N. Pathological roles of interleukin8/ CXCL8 in pulmonary diseases. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2003;284(4):156677.
4. Barnes PJ, Hansel TT. New drugs for exacerbations of chronic obstructive lung disease. Lancet. 2009; 374:74455.
5. Mercer PF, Shute JK, Bhowmik A, Donaldson GC, Wedzicha JA, Warner JA. MMP9, TIMP1 and inflammatory cells in sputum from COPD patient during exacerbation. Respiratory Research. 2005;6:151.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011. Penya kit paru obstruktif kronik (PPOK) pedoman praktis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. p. 132.
7. Roca M, Verduri A, Corbetta L Clini E, Fabbri LM, Beghe B. Mechanisms of acute exacerbation of respiratory symptoms in chronic obstructive pul monary disease. Eur J Clin Invest. 2013;43(5):51021.
8. Rincon M, Irvin CG. Role of IL6 in asthma and other inflammatory pulmonary diseases. International Journal of Biological Sciences. 8(9):128190.
9. Barbu C, Iordache M, Man MG. 2011. Inflammation in COPD: pathogenesis, local and systemic effect. Rom J Morphol Embryol.52(1):217.
10. Mackay AJ, Donaldson GC, Patel ARC, Jones PW, Hurst JR. 2012. Usefulness of chronic obstructive pulmonary disease assessment test to evaluate severity of COPD exacerbation. Am J Crit Care Med. 2012;185(11):121824.
11. Rennard SI. Treatment for stable COPD. In: Barnes P, Drazen J,Rennard S, Thomson N. Asthma and COPD: basic mechanisms and clinical management 2nd edision. London Academic Sebelumss. 2009. p. 71323.
12. Brijker F, Heijdra YF, Elshout FJJV, Folgering HTM. Discontinuation of Furosemid Decreases PaCO2 in Patients With COPD. CHEST. 2002;121:377–82.
13. Prandota J. Furosemid: progress in understanding its diuretic, antiinflammatory, and bron chodilating mechanism of action, and use in the treatment of respiratory tract disease. Am J Ther. 2002;9(4):31728.
14. Chung KF, Adcock IM. Multifaceted mecha nisms in COPD; inflammation, immunity, tissue repair and destruction. Eur Respir J. 2008;31:133546.
15. Nishino T, Ide T, Sudo T, Sato J. Inhaled Furosemid Greatly Alleviates the Sensation of Experimentally Induced Dyspnea. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161:1963–7.
16. Indrayati D. Peran curcumin terhadap kadar malondealdehyde plasma, kadar interleukin6 plasma, skor COPD assessment test dan lama rawat inap penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2014.
17. Qomariah. Pengaruh curcumin terhadap kadar IL8 plasma, MMP9 plasma, skor CAT, dan lama rawat pasien PPOK eksaserbasi akut. Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2014.
18. Maranata D. Penyakit paru obstuktif kronik (PPOK). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UnairRSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2010.
19. Ong KC, Kor AC, Chong WF, Earnest A, Wang YT. Effects of Inhaled Furosemid on Exertional Dyspnea in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med. 2004;169:102833.
20. Burge S, Wedzicha JA. COPD exacerbation: definition and clasification. Eur Respi J. 2003; Suppl 41. 4653.
21. Vahedi HSM,Mahshidfar B, Rabiee H, Saadat S, Shokoohi H et all. The Adjunctive Effect of Nebulized Furosemid in Acute Treatment of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease Exacerbation: A Randomized Controlled Clinical Trial. Respiratory Care Paper in press. 2013;02160:120.
22. Booth S, Bausewein C, Higginson I, Moosavi SH. Pharmacological treatment of refractory breathlessness. Exper Rev Resp Med. 2009;3(1):2136.
23. Jensen D, Amjadi K, McAllister VH, Webb KA, O’Donnell DE. Mechanisms of dyspnoea relief and improved exercise endrance after furosemid inhalation in COPD. Thorax. 2008;63:60613.