Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa kalumpang dalam

16
1 PENGARUH FASCIOLOPSIS BUSKI TERHADAP ANEMIA DI DESA KALUMPANG DALAM Diajukan sebagai Tugas Akhir Semester Mata kuliah Sosiologi Kesehatan Dosen Pengampu : Dra.VG.Tinuk Istiarti,M.Kes Disusun Oleh : Nana Noviana No Absen : 22 PROGRAM STUDI MAGISTER PROMOSI KESEHATAN KONSENTRASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN HIV-AIDS UNIVERSITAS DIPONEGORO 2010

Transcript of Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa kalumpang dalam

Page 1: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

1

PENGARUH FASCIOLOPSIS BUSKI TERHADAP ANEMIA DI DESA KALUMPANG DALAM

Diajukan sebagai Tugas Akhir Semester

Mata kuliah Sosiologi Kesehatan Dosen Pengampu : Dra.VG.Tinuk Istiarti,M.Kes

Disusun Oleh : Nana Noviana No Absen : 22

PROGRAM STUDI MAGISTER PROMOSI KESEHATAN KONSENTRASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN HIV-AIDS

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2010

Page 2: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

2

BAB I

Latar belakang

Penyakit adalah suatu penyimpangan biologis pada tubuh manusia yang dimasuki

bioorganisme atau agen lain yang juga dipengaruhi prinsip dan proses

biologis.Kerentanan terhadap penyakit berbeda-beda disetiap lapisan sosial

masyarakat. Dari angka statistik dapat disimpulkan bahwa banyak penderita penyakit

dari lapisan masyarakat social ekonomi rendah.

Penyakit merupakan suatu fenomena yang kompleks yang berpengaruh negatif.

Namun sebenarnya masyarakat sendiri yang menjadi sebab atau menimbulkan

penyebab suatu penyakit. Masyarakat lapisan bawah menghadapi tekanan stress,

lingkungan fisik yang kurang mendukung kesehatan serta lingkungan social.

Seterusnya bagi kita harus jelas hubungan sebab akibatnnya, apakah penyakit

menyebabkan kemiskinan ataukah kemiskinan menyebabkan penyakit, karena

keduanya saling menyebabkan.

Pada umumnya kita beranggapan bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh

factor biologis, factor lingkungan dan factor prilaku manusia. Ditinjau dari segi

kemasyarakatan , keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan prilaku dari keadaan

social yang normative. Meskipun ilmu tan tekhnologi telah berkembang pesat dan

berhasil memperbaiki mutu hidup dan menaikkan usia harapan hidup, tetapi tetap

ditemukan kesenjangan morbiditas dan mortalitas pada lapisan masyarakat.

Jadi penyakit bukanlah semata-mata hal tidak berfungsinya salah satu organ tubuh

atau keseluruh tubuh kita, melainkan ketidak berfungsinya dengan baik manusia,

masyarakat didalam seluruh lingkungan hidup dan lingkungan budaya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

Page 3: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

3

a. Lapisan Masyarakat dan masalah penyakit akibat cacing buski

Masyarakat senantiasa terdiri dari berbagai lapisan sosial dengan banyak

faktor yang menyebabkan perbedaan antara semua lapisan sosial masyarakat.

Lapisan masyarakat sosial ekonomi rendah lebih tinggi menderita suatu

penyakit, mungkin ini dikarenakan lingkungan fisik yang kurang mendukung ,

serta lingkungan sosial yang sangat rendah bahkan kalangan masyrakat ini

juga mengalami stress yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan

kerentanan masyarakat sosial ekonomi rendah lebih sering terserang penyakit.

Selain menjadikan masyarakat sebagai suatu objek telaah tentang

penyakit, masyarakat juga harus dijadikan subjek dalam menanggulangi

penyakit. Seperti halnya kekurang tahuan kita mengenai penyakit yang

disebabkan cacing buski yang terjadi di kalimantan selatan tepatnya di desa

kalumpang dalam, penanggulangannya setidaknya melibatkan peran serta aktif

masyarakat .Dengan cara demikian , penyakit yang disebabkan cacing buski

mendapatkan perhatian untuk ditanggulangi dengan melibatkan masyarakat .

Masalah kesehatan ini tidak hanya di atasi dengan perbaikan fasilitas dan

pelayanan kesehatan,namun juga perlu berbagai tindakan pencegahan dan

pengikut sertaan masyarakat dalam menanggulanginya.Dan untuk terlaksana

kegiatan ini diperlukan pemahaman akan berbagai faktor lingkungan terutama

secara etiologis berkaitan dengan berbagai jenis penyakit.Bahwa masyarakat

lapisan sosial ekonomi rendah ini memiliki mortalitas dan morniditas yang tinggi

justru dalam berbagai jenis penyakit infeksi dan infestasi parasit seperti cacing

buski.

b. Mengenal cacing buski

Page 4: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

4

Fasciolopsis Buski berdasarkan literature hanya ada hidup di kawasan Asia

Setalan yakni perairan rawa sebarannya wilayah Banglades, Kamboja, China Tengah

dan China Selatan, Vietnam, Malaysia, Thailand, Pakistan, dan Vietnam disamping

Indonesia. Cacing ini bukan saja bisa menyerang manusia, juga bisa menyerang babi,

anjing, dan kelinci. Cacing buski dewasa bisa sepanjang 75 mm, atau 3 inci dan lebar

20 mm atau 1 inci.

Berdasarkan literartur tersebut, cacing buski tidak hidup di hati, melainkan

biasanya hidup diarea teratas usus kecil, dalam jumlah sangat banyak, dan dapat pula

hidup di area bawah usus dan di dalam perut, tetapi tak pernah ditemukan di bagian

tubuh lain. Dalam tubuh individu yang terserang cacing buski setiap cacing buski

dewasa dapat memproduksi sedikitnya 25 ribu telur per hari, dan terus berkembang

biak.

F. buski merupakan salah satu parasit trematoda terbesar dengan ukuran panjang

2- 7.5 cm, lebar 0.8- 2 cm dan tebal ± 3 mm. Menginfeksi manusia karena berada

dalam lumen usus. Siklus hidup cacing ini dimulai dengan menghasilkan telur,

selanjutnya menetas menjadi mirasidium, keluar mencari dan menginfeksi spesies

keong/siput (hospes perantara). Di dalam keong, mirasidium berubah bentuk menjadi

sporokista, redia, dan terakhir serkaria. Serkaria akan mengadakan enkistasi pada

tumbuhan air, tahan dengan kondisi temperatur air yang dingin (10-2 0ºC) namun tidak

tahan terhadap kekeringan

F. buski hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia atau hewan (kerbau,

sapi, kambing, kucing, anjing, dan babi hutan), berbentuk pipih seperti lintah (pacat)

dan berwarna putih. Cacing ini menghisap darah se hingga orang yang mengandung

cacing ini akan sakit dan mengalami anemia. Fasciolopsiasis mudah menular dan

apabila sudah berada dalam usus akan bertelur dalam jumlah ribuan, berkembang biak

dan dapat mengeluarkan ribuan telur tersebut bersamaan dengan kotoran. Manusia

terinfeksi cacing ini dikarenakan memakan tumbuhan air yang mentah atau yang tidak

dimasak dengan baik yang berisi metaserkaria. Metaserkaria akan mengadakan

enkistasi, melekat pada mukosa duodenum atau jejunum dan berkembang menjadi

Page 5: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

5

cacing dewasa dalam waktu 3 bulan. Pada infeksi ringan gejala penyakit tidak begitu

jelas. Cacing dewasa hidup dalam duodenum dan jejenum , mampu hidup sampai 12

bulan. Namun pada infeksi berat cacing dapat ditemukan di lambung dan bagian usus

lainnya, jumlah tinja sangat banyak dan berisi banyak makanan yang belum dicerna

dan hal ini menunjukkan terjadinya proses malabsorbsi. Jumlah cacing yang banyak

pada penderita dapat mengakibatkan kematian

Tahap awal kehidupan cacing buski dimulai dalam bentuk telur tidak bere mbrio

yang keluar dari usus melalui tinja dan berada di air. Embrionisasi akan terjadi selama

3- 7 minggu tergantung suhu air yang ideal antara 18- 35ºC (Faust et al., 1970;

Miyazaki, 1991; Garcia et al., 1996). Setelah fase ini dilalui, telur akan menetas d an

berubah menjadi mirasidium yang mencari keong/siput air untuk melalui suatu fase

perubahan bentuk menjadi sporokista, redia dan serkaria. Selanjutnya serkaria akan

mencari tanaman air untuk mengadakan enkistasi pada batang/umbi/daun yang

bersentuhan den gan air. Di dalam tanaman air ini serkaria akan berubah menjadi

metaserkaria.

Manusia terinfeksi jika menkonsumsi tanaman air yang mengandung metaserkaria

secara mentah. Di dalam usus halus ( duodenum atau jejenum ) metaserkaria

mengadakan enkistasi dan selanjutnya akan berkembang menjadi cacing dewasa

setelah 3 bulan dengan masa hidup tidak melebihi dari 6 bulan (Garcia et al., 1996).

Siklus hidup parasit cacing dari golongan trematoda usus cukup kompleks karena

memerlukan berbagai tahap kehidupan, memerluka n hospes perantara yang spesifik

yaitu keong/siput air tawar untuk perkembangannya dan adanya media baik berbentuk

tanaman air/ikan/keong sebagai tempat enkistasi.

Pada cacing buski, tanaman air merupakan tempat enkistasi yang potensial untuk

menimbulkan infeksi bagi manusia yang mengkonsumsinya secara mentah. Jika dalam

satu tahap (fase) kehidupan kondisi fisik lingkungan yang tidak memungkinkan atau

tidak adanya kondisi biologis yang mendukung (tersedianya hospes perantara), maka

otomatis siklus akan terp utus.

Page 6: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

6

Warga Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara di desa

Kalumpang Dalam, terserang penyakit cacing buski, dan jumlah tersebut relatif

menurun dibanding tahun 1999. Penyakit cacing buski memiliki kemiripan seperti

penyakit cacing perut lainnya, tetapi lebih ganas .Selain penderita akan mengalami

kurang gizi akibat parasit cacing buski, perut penderita juga membesar dan rambut

kepala rontok akhirnya penderita plontos. Belum diketahui penyebab penyakit tersebut

endemis di beberapa desa kawasan berawa-rawa HSU, padahal serangan penyakit itu

hampir jarang ditemukan di dunia, dan di Indonesia juga .

Para penderita penyakit tersebut umumnya adalah anak-anak, dan belum pernah

ditemukan kasus serangan terhadap orang dewasa. Karena anak-anak biasanya suka

bermain di air rawa-rawa kawasan desa tersebut kemudian memakan apa saja yang

ada di rawa seperti buah teratai, umbi-umbian, dan buah tanaman rawa lainnya tanpa di

masak lebih dahulu. Seperti yang terjadi di Desa-desa endemis Kecamatan Sungai

Pandan, Kecamatan Babirik, dan Kecamatan Danau Panggang Kabupaten HSU yang

ketiga wilayah itu merupakan kawasan yang sebagian besar adalah rawa monotan.

BAB III

TINJAUAN KASUS

Page 7: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

7

a. Letak Geografis, Iklim, dan Curah Hujan

Ditinjau secara geografis, Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat

antara 2º sampai 3º lintang selatan dan 115º sampai 116º bujur timur. Wilayah

Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak di daerah dataran rendah dengan ketinggian

berkisar antara 0 m sampai dengan 7 m di atas permukaan air laut dan dengan

kemiringan berkisar antara 0 persen sampai dengan 2 persen.

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,

keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Jumlah curah hujan terbanyak

di tahun 2005 terjadi pada bulan Februari yang mencapai 359 mm dan pada bulan April

yang mencapai 351 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 14 dan 19.

Data penggunaan tanah pada tahun 2005 di wilayah Kabupaten Hulu Sungai

Utara yaitu untuk Kampung seluas 4.283 Ha, Sawah seluas 23.853 Ha, Kebun

Campuran 1.859 Ha, Hutan Rawa 29.711 Ha, Rumput Rawa 22.768 Ha dan Danau

seluas 1.800 Ha serta penggunaan lainnya yang tak dapat dirinci seluas 1.224 Ha.

b. Luas Wilayah

Page 8: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

8

Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah ± 892,7 km² atau hanya ±

2,38 persen dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Dengan luas wilayah sebesar 892,7 km² ini, sebagian besar terdiri atas dataran

rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun

yang tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km² adalah merupakan lahan rawa

dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal.

c. Batas Wilayah

Batas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sebagai berikut:

Utara Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Tabalong

Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Barat Provinsi Kalimantan Tengah

Timur Kabupaten Balangan

d. Administrasi Wilayah

Kabupaten Hulu Sungai Utara terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan setelah

terbentuknya Kabupaten Balangan dengan jumlah desa/kelurahan yang tersebar

sebanyak 219 desa/kelurahan. Selain itu, desa/kelurahan di Kabupaten Hulu Sungai

Utara dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain Desa Swadaya

sebanyak 3 (di Kecamatan Banjang), Desa Swakarya ada 1 (di Kecamatan Banjang),

dan Desa Swasembada sebanyak 215 desa.

e. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan hasil proyeksi

2008 adalah 216.181 orang dengan jumlah rumah tangga tercatatsebanyak 51.582

Page 9: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

9

yang tersebar di 219 kelurahan/desa. Kabupaten dengan luas wilayah 892,70 km² ini

memiliki kepadatan penduduk (population density) 240 jiwa per km² dan rata-rata setiap

keluarga terdiri dari 4 orang. Secara umum, dalam kurun 2004-2007 perkembangan

pendudukmengalami pertambahan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk bertambah 1,78

persen dibandingkan tahun sebelumnya.

f. Lain-lain

Di kabupaten ini terkenal dengan dengan fauna khasnya, yaitu Itik Mamar atau

itik Alabio dan kerbau rawa (Latin:bubalus bubalis) di kecamatan Danau Panggang

dan kecamatan Paminggir.

g. KASUS

Kasus serangan cacing buski pernah diderita seorang anak kecil Kecamatan Babirik

desa Kalumpang Dalam, anak itu menderita perut membesar tetapi kurus kering,

kemudian dimulut keluar binatang aneh seperti lintah darat, bewarna merah dan

jumlahnya ribuan ekor, selain dimulut juga keluar binatang itu saat buang air besar,

sehingga warga setempat tadinya mengira anak tersebut terkena guna-guna.

Penyakit itu dianggap aneh, karena biasanya kalau diserang penyakit cacing

paling dikenal hanya cacing gelang atau cacing kremi belum pernah ada cacing seperti

itu, yakni pendek hanya sekitar ibu jari.

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 10: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

10

Desa Kalumpang Dalam terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan

selatan,yang merupakan daerah yang sangat terpencil. Terletak di tengah danau yang

dapat dijangkau dengan naik perahu motor atau bias juga dengan perahu

dayung.Didaerah desa kalumpang dalam ini juga masih percaya dengan adanya ilmu

hitam ( santet ) sehingga sewaktu ditemuka kasus anak yang mengeluarkan cacing baik

dari mulut maupun saat bung air besar, semua masyarakat kalumpang dalam

menanggap bahwa anak tersebut terkena ilmu hitam ( santet ) tersebut.

Sehingga orang tua dari anak tersebut mengobati anaknya dengan mencari

orang yang “pinter” ( dukun ) yang bias mengobati anaknya. Namun ternyata anak

tersebut setelah diberikan pengobatan oleh orang “pinter” tetap saja mengeluarkan

cacing baik dari mulutnya dan juga saat buang air besar. Setelah kejadian tersebut

maka turunlah petugas kesehatan untuk meneliti penyakit tersebut, kemudian baru

diketahui bahwa penyakit itu adalah Fasciolopsis buski, dan bila anak diketahui

diserang penyakit itu oleh petugas kesehatan segera diobati sehingga tidak sampai

parah.

Desa Kalumpang Dalam merupakan daerah endemis fasciolopsiosis, yaitu suatu

penyakit yang disebabkan oleh parasit berbentuk cacing yang disebut fasciolosis buski

yang menghuni lumen usus penderita.

Berdasarkan hasil survey 1990, prevalensi fasciolopsiosis di kabupaten tersebut

berkisar antara 5,18%-27%. Penderita adalah umumnya anak sekolah dan penduduk

usia produktif, yaitu 16-35 tahun. Pada 2002, telah dilakukan penelitian epidemiologi

yang meliputi aspek parasitologi, biologi, sosioantropologi tentang fasciolopsiosis di

kabupaten tersebut.

Tidak di daerah sub-tropis sampai daerah tropis, penyakit ini menyebar,ini

karena hygiene lingkungan yang kurang baik seperti kebiasaan membuang kotoran.

Masyarakat Desa Kalumpang Dalam memang mempunyai kebiasaan membuang

semua sampah dan membuang kotoran di danau, yang mana danu tersebut bukan

danau yang mengalir airnya sehingga semua kotoran yang dibuang ke danau otomatis

Page 11: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

11

akan tetap berada didanau dan tidak larut .Sehingga karena Higiene lingkungan yang

disebabkan pencemaran tanah / debu oleh telor dan atau larva cacing atau Penyakit

parasit usus banyak ditemukan tersebar luas protozoa yang berasal dari tinja penderita,

karena tidak tersedianya jamban yang memenuhi persyaratan.

Pada kasus di Desa Kalumpang Dalam ini dimungkinkan karena terjadi

pergantian kondisi lingkungan dalam setiap pergantian musim yaitu pada musim hujan

terjadi genangan air rawa sampai pada kedalaman tinggi, dan pada musim kemarau

secara bertahap air menjadi surut sampai akhirnya kering. Menjelang musim kemarau

penduduk mulai bercocok tanam padi dan palawija. Kontak dengan tanah akan

membukakan port de entry bagi telur infektif sehingga akhirnya ikut tertelan lewat

tangan atau pada makanan/minuman yang telah terkontaminasi. Sejak telur matang

tertelan sampai menjadi cacing dewasa yang siap bertelur diperlukan waktu sekitar 2

bulan. Dalam jumlah yang banyak, cacing tersebut dapat bergumpal dalam usus seperti

bola (bolus) menyebabkan sakit perut dan pada anak- anak hal ini sangat

membahayakan, sehingga harus dilakukan tindakan operatif untuk mengatasinya

Namun karena cacing ini sifatnya mengisap darah walaupun sangat sedikit

(0,002 ml/hari per cacing) maka prevalensinya patut mendapat perhatian.

S. stercoralis merupakan nematoda usus yang utamanya terdapat di daerah tropik dan

subtropik, jarang ditemukan di daerah yang beriklim dingin. Diketahui hanya cacing

dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan jejenum . Cacing

betina berbentuk filariform, halus, tidak berwarna dan panjangnya ± 2 mm. Cara

berkembang biaknya diduga secara partenogenesis . Telur bentuk parasitik diletakkan

di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform yang

masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Larva S.stercoralis berkembang

lebih cepat daripada larva cacing tambang, dalam waktu 34-48 jam terbentuk larva

filariform yang infektif. Larva ini mempunyai kelangsungan hidup yang pendek di tanah

kira- kira 1 -2 minggu. Parasit ini mempunyai 3 macam daur hidup, yaitu : siklus

langsung, siklus tidak langsung, dan autoinfeksi.

Page 12: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

12

Siklus langsung, yaitu setelah 2- 3 hari di tanah, larva r habditiform akan berubah

menjadi larva filariform sebagai bentuk yang infektif. Jika larva f ilariform menembus

kulit manusia, maka larva akan tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan

kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru.

Dari paru, parasit yang mulai menjadi dewasa akan menembus alveolus , masuk

trakhea dan laring , sehingga akan terjadi refleks batuk yang menyebabkan parasit

tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing

betina dewasa ditemukan 28 hari sesudah infeksi. Siklus tidak langsung, yaitu larva

rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina dalam bentuk bebas.

Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva

rhabditiform . Larva rhabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva

filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva rhabditiform

tersebut dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus bentuk bebas ini terus

menerus menghasilkan bentuk infektif sehingga perkembangan bentuk bebas di tanah

dapat mencapai endemisitas tinggi.

Siklus tidak langsung ini terjadi apabila keadaan lingkungan sekitarnya optimum,

sesuai dengan habitat yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, yaitu daerah

tropik beriklim lembab. Sebaliknya, siklus langsung sering terjadi di daerah yang lebih

dingin dengan keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut.

Autoinfeksi, yaitu larva rhabditiform kadang - kadang menjadi larva filariform di usus

atau di daerah sekitar anus, misalnya pada penderita yang mengalami obstipasi lama

sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus.

Sedangkan pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan,

bentuk rh abditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar

dubur.

Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit sekitar anus, maka terjadi

suatu daur perkembangan di dalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan

strongyloidiasis menahun pada penderita yang hidup di daerah non - endemik. Daerah

yang panas dan tingkat kelembaban tinggi, ditambah sanitasi yang kurang, sangat

Page 13: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

13

menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah yang gembur, berpasir,

tercampur humus.

Pencegahan strongyloidiasis tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan

melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi antara lain memakai alas kaki.

Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan dan cara pembuatan serta

pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit cacing ini

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 14: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

14

Kesimpulan

Desa Kalumpang Dalam berada di daerah rawa dimana air rawa tergenang tidak

mengalir, hampir sepanjang tahun di kedalaman 1 - 2 meter. Kondisi desa cenderung

terisolir dan cukup jauh dengan desa yang lain. Aktifitas masyarakat hampir seluruhnya

tergantung pada air rawa tersebut, antara lain buang air, mandi, mencuci pakai an,

mencuci bahan masakan, alat makan, bahkan menggosok gigi. Sebagian besar

masyarakat buang air di lokasi yang cukup jauh dari perkampungan, menggunakan

(perahu) atau (perahu motor).

Namun sebagian masyarakat tampaknya buang air di tempat yang sederhana

berupa undakan yang dipasang di tepi titian, tanpa dinding atau tirai. Sedangkan di

tempat tersebut juga dilakukan aktifitas sehari - hari, mandi mencuci pakaian dll,

Sehingga dapat dibayangkan bahwa keadaan tersebut mengkondisikan masyarakat

berada pada tingkat risiko yang paling tinggi terinfeksi F. buski .

Berdasarkan pekerjaan petani merupakan pekerjaan yang paling berisiko terjadinya

penularan kecacingan. Sesuai dengan penelitian Sumarni dan Soeyoko (1998)

Saran

Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat :

a. Menghindari makan - makanan mentah

b. Mencuci bahan makanan dan memasaknya sampai matang

c. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah melakukan aktivitas

d. Memakai alas kaki

e. Mandi minimal 2 x sehari untuk menghindari infeksi cacing

Page 15: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

15

f. Pemeriksaan cacing secara rutin 6 bulan sekali dan pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Pengaruh fasciolopsis buski terhadap anemi di desa  kalumpang dalam

16

1. Laporan Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kalimantan Selatan, 2008

2. Situs resmi pemerintah kabupaten Hulu Sungai Utara.

3. Laporan Puskesmas Babirik, 2008

4. http://perpus.yarsi.ic.id

5. www.kapanlagi.com