PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) …digilib.unila.ac.id/26124/21/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) …digilib.unila.ac.id/26124/21/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP
KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG
(Zea mays)
(Skripsi)
Oleh
EMMY IRAWANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP
KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG
(Zea mays)
Oleh
Emmy Irawani
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan fungisida melalui
perlakuan benih terhadap kemunculan penyakit, daya berkecambah, dan fenotipik
tanaman yang meliputi tinggi tanaman, kehijauan daun, diameter batang, bobot
brangkasan basah akar, bobot brangkasan basah batang, bobot brangkasan kering
akar, dan bobot brangkasan kering batang. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan
Petani Natar, Lampung Selatan pada bulan Desember 2015-Juni 2016. Percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 jenis
fungisida (F1, F2, F3, F4, Metalaksil, Dimetomorf, Fenamidone, Hydroxy Amino
Benzimidazole, Mancozeb+Xymoxanil) pada 2 galur benih jagung (galur NK 22
dan galur NK 6326.
Pada penelitian ini terdapat 2 penyakit yang muncul yaitu penyakit bulai yang
disebabkan Peronoscleospora sp. dan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh
Helminthosporium sp. Hasil penelitian setelah diuji secara statistik menunjukan
bahwa fungisida tidak mempengaruhi daya berkecambah benih. Fungisida yang
efektif dalam penelitian ini untuk galur NK 22 adalah F1, F2, F3, dan F4 untuk
menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk menekan keparahan penyakit
hawar dan meningkatkan tinggi tanaman, F4 untuk meningkatkan kehijauan daun,
Mancozeb+Cymoxanil untuk memperbesar diameter batang, meningkatkan berat
basah batang dan berat kering batang.
Pada galur NK 6326 fungisida yang efektif adalah F3 untuk menekan insiden
penyakit bulai, Fenamidone untuk meningkatkan tinggi tanaman, berat basah
batang, dan memperbesar diameter batang. F4 untuk meningkatkan kehijauan
daun, berat basah akar, dan menekan keparahan penyakit hawar. Metalaksil untuk
meningkatkan berat basah akar, serta Mancozeb+Cymoxanil untuk meningkatkan
berat kering batang.
Kata kunci : fungisida, Peronoscleospora sp., Helminthosporium sp.
PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP
KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG
(Zea mays)
Oleh
EMMY IRAWANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Emmy Irawani, dilahirkan di Sukaraja, Lampung Barat,
pada tanggal 4 Mei 1993. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara,
putri dari pasangan Bapak K. Situmorang dan Ibu E. Simanullang.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Sukaraja, Way Tenong,
Lampung Barat pada tahun 2006, Sekolah Menegah Pertama Negeri (SMPN) 1
Way Tenong selesai pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Utama
2 Bandar Lampung selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis terdaftar
sebagai mahsiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung melalui jalur (UML) Ujian Masuk Lokal/ Ujian Mandiri.
Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Umum di Laboratorium Hama dan
Penyakit Tanaman Pangan, Pandak, Bantul, Yogyakarta dan pada tahun 2016
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Gedung Harta, Kecamatan
Selagai Lingga, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Selama menjadi
mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk Mata Kuliah
Pengendalian Penyakit Tanaman pada tahun 2016. Penulis juga terdaftar sebagai
anggota dari UKM Katholik Universitas Lampung.
MOTTO
Some people come in your life as blessings. Some people come
in your life as lesson.
(Mother Teresa)
Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan
baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan
pertimbangan
(Amsal 1:5)
What can you do to promote world peace? Go home and love
your family
(Mother Theresa)
Be blessing to others
(Emmy Irawani)
PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yesus Kristus atas Berkat dan Karunianya
Skripsi ini dapat terselasaikan
Penulis mempersembahkan karya sederhana dengan perjuangan dan kerja keras
Kepada ayahanda tercinta K. Situmorang dan ibuku tercinta E. Simanullang yang
selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa, dukungan moriil dan materil yang tak
terhingga.
Kepada abangkku Beadu Situmorang, Supandi Situmorang, Maizar Situmorang,
Sarwedi Situmorang, Goel Bagariang. Kepada kakakku Empe Sanny Situmorang.
Edaku Juwita Sihite, Lusia Manihuruk, Royani Manullang, dan Bernadeth
Turnip yang selalu memberikan semangat, keceriaan dan kasih sayang disetiap
hariku.
Serta Almamater Tercinta UNIVERSITAS LAMPUNG,
Semoga karya ini bermanfaat.
SANWACANA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan seluruh proses penelitian yang dituangkan dalam karya
ilmiah (Skripsi) dengan judul “Pengaruh Aplikasi Fungisida (Seed treatment)
terhadap Kemunculan Penyakit dan Fenotipik Tanaman Jagung (Zea mays)”
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dan kekeliruan. Melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam melakukan
penulisan skripsi maupun dalam melaksanakan penelitian, yaitu kepada :
1. Bapak Radix Suharjo, S.P., M. Agr., Ph.D., selaku Pembimbing I, yang selalu
sabar membimbing, memberikan motivasi, masukan serta petunjuk dalam
penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Muhammad Nurdin, M.Si., selaku Pembimbing II, yang selalu
memberikan saran, masukan,dan nasehat kepada penulis hingga skripsi ini
terselesaikan.
3. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku penguji atas kritik, saran,dan nasehat
yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Ibu Prof. Dr. Ir Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Prof. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan nasihat.
8. Keluargaku (Ayah,Ibu, dan Abang dan Kakak) atas doa, kasih sayang,
kesabaran, dan selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis.
9. Teman-teman Anindita, Dea Raissa, Dina Aulia, Dwi Pratiwi, Diyan Adinda,
Diny Fitryana, Gusty Wilianti, Mega Fitria, Niken Aditya R, Nia Afrianti,
Adam Fajar, Apriandi P, Bihikmi, Ignasius Darwin, Jamalludin Al-Afghani,
atas dukungan, keceriaan, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
10. Keluarga CIE (Devi Rahmayani, Dewi Novriani, Jumayanti, Novia Adriani,
Oktiana, Trya Safitri, dan Tuti Amalia) atas doa dan semangat yang diberikan
kepada penulis.
11. Teman-teman Pomperta Prasetya Adi, Ina Febria, Jesika Pakpahan, Mora,
Benardo, dan Ribka atas dukungan dan bantuan selama penelitian.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca
Bandar Lampung, Maret 2017
Emmy Irawani
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
1.3 Kerangka Pemikiran.................................................................... 6
1.4 Hipotesis...................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9
2.1 Tanaman Jagung.......................................................................... 9
2.2 Penyakit Utama Tanaman Jagung............................................ 10
2.2.1 Penyakit Bulai ........................................................... 10
2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai.............................. 10
2.2.1.2 Gejala Penyakit Daur Penyakit ................. 11
2.2.1.3 Daur Penyakit .....……………………….. 11
2.2.1.4 Pengendalian ............................................... 12
2.2.2 Penyakit Hawar Daun ................................................. 12
2.2.2.1 Penyebab Penyakit ................................... 12
2.2.2.2 Gejala ....................................................... 13
2.2.2.3 Daur Penyakit ........................................... 13
2.2.2.4 Pengendalian ............................................ 14
2.2.3 Penyakit Karat Daun..................................................... 14
2.2.3.1 Penyebab Penyakit .................................... 14
2.2.3.2 Gejala ………………………………....…… 14
2.2.3.3 Daur Penyakit ............................................ 15
2.2.3.4 Pengendalian ................................................. 16
2.4 Fungisida Sebagai Pemacu Pertumbuhan ................................. 16
2.5 Jenis Fungisida ...................................................................... 16
III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan....................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian................................................................... 19
3.3.1 Rancangan Percobaan.............................................. 19
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian............................................. 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 27
4.1 Hasil....................................................................................... 27
4.1.1 Jenis Penyakit yang Muncul...................................... 27
4.1.1.1 Gejala Bulai yang ditemukan....................... 27
4.1.1.2 Pengaruh Fungisida terhadap Insiden
Bulai ……………………………………… 28
4.1.1.3 Penyakit Hawar Daun ………..………….. 28
4.1.1.4 Pengaruh Perlakuan Fungisida terhadap
Keparahan Penyakit Hawar ………….…… 29
4.1.2 Daya Berkecambah …………………………..……… 30
4.1.3 Fenotipik Tanaman…………………..……...….……. 31
4.1.3.1 Tinggi Tanaman…………………….....…… 31
4.1.3.2 Kehijauan Daun………………………....…. 33
4.1.3.3 Diameter Batang 63 HST…………….…..... 34
4.1.3.4 Berat Basah dan Kering Akar serta Berat
Basah dan Kering Batang………........……. 35
4.2 Pembahasan……………...…………………………………….. 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………...… 43
5.1 Kesimpulan …………………………………………………..... 43
5.2 Saran ………………………………………………………...… 44
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 45
LAMPIRAN………………………………………………........................ 49
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perlakuan yang Dilaksanakan.................................................................. 21
2. Pengaruh Fungisida Terhadap Insiden Penyakit Bulai .......................... 28
3. Pengaruh Fungisida Terhadap Keparahan Penyakit Hawar .................... 30
4. Daya Berkecambah.................................................................................. 31
5. Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Tinggi Tanaman ................ 32
6. Kehijauan Daun................................................................................ 33
7. Diameter Batang............................................................................... 35
8. Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Berat Basah dan Kering Akar
serta Berat Basah dan kering Batang Galur NK 22................................ 36
9. Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Berat Basah dan Kering Akar
serta Berat Basah dan kering Batang Galur NK 6326 ........................... 37
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak benih jagung dengan 2 galur di setiap 1 kelompok
perlakuan fungisida……..……………….……………………….. 21
2. Tata letak tanaman perlakuan di satu rumah plastik 22
3. Tata Letak Polibag Tanaman Jaging dalam 1 Rumah Plastik......... 22
4. Skema penentuan sampel tanaman jagung dalam satu jenis
fungisida dan masing-masing galur ……………………………… 23
5. Penyakit Bulai yang Ditemukan di Lapang.................................... 27
6. Penyait Hawar Daun yang Ditemukan di Lapang .......................... 29
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas yang cukup penting bagi kehidupan
manusia dan hewan. Kebutuhan akan konsumsi jagung dari tahun ke tahun terus
meningkat, hingga kini usaha peningkatan produksi terus digalakkan, namun
dibalik itu berbagai faktor penghambat masih sulit diatasi sehingga produksi yang
diperoleh persatuan luas masih rendah (Sumartini, 2002). Rendahnya produksi
jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi secara nasional. Hal ini
dimungkinkan ada kaitannya dengan pengunaan varietas, pengolahan tanah dan
kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman
jagung. Varietas jagung merupakan salah satu faktor penentu peningkatan
produksi. Tersedianya varietas unggul yang hasilnya tinggi serta tahan terhadap
hama dan penyakit utama sangat diperlukan bagi petani (Talanca 2009 dalam
Talanca & Tenrirawe 2015).
Tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan manusia, jagung juga dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Di bidang bioenergi, tanaman jagung
dimanfaatkan biomassanya sebagai sumber energi terbarukan (Surtikanti, 2012).
Pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya usaha peternakan dan industri
yang menggunakan bahan baku jagung, menyebabkan kebutuhan terhadap jagung
2
semakin meningkat.
Di Provinsi Lampung, rata-rata produksi jagung tahun 2004 mencapai 3,3 ton per
hektare (Badan pusat Statistik, 2012). Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), produksi jagung
nasional mencapai 17,6 juta ton pipilan kering dengan luas panen 4,8 juta hektare
(ha). Dari angka tersebut, produksi jagung Indonesia masih jauh dari Amerika
Serikat dan China, yang mampu menempati urutan pertama dan kedua. Dua
negara tersebut menyediakan 79,3 juta hektar dan 74,3 juta ha lahan untuk
tanaman jagung (Zulkarnain, 2012).
Penyebab rendahnya produktivitas jagung di Indonesia salah satunya yang
disebabkan oleh adanya gangguan penyakit. Beberapa jenis penyakit yang
dilaporkan terdapat di pertanaman jagung di Indonesia antara lain penyakit bulai
(Peronosclerospora maydis), hawar daun (Helmithosporium turcicum) busuk
pelepah (Rhizoctonia solani), Busuk tongkol (Fusarium sp.), busuk batang, bercak
daun (Bipolaris maydis Syn.) dan karat daun (Puccinia polysora) (Semangun,
2004). Diantara penyakit yang ada, penyakit bulai dan hawar daun merupakan
penyakit yang cukup penting.
Penyakit bulai jagung yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp.
merupakan salah satu patogen penting yang menyerang tanaman jagung.
Dikatakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung karena serangan
patogen ini dapat menurunkan hasil panen hingga 90% bahkan dapat
menyebabkan puso pada areal pertanaman jagung (Semangun, 2004).
3
Untuk pengendalian penyakit bulai, sampai saat ini petani masih mengandalkan
seed treatment dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Metalaksil. Namun
dalam jangka waktu yang lama, penggunaan fungisida ini dapat menimbulkan
resistensi patogen terhadap fungisida yang digunakan (Burhanuddin, 2009).
Resistensi patogen inilah yang dapat menyebabkan serangan patogen semakin
lama semakin meningkat bahkan dapat menyebabkan puso.
Penyakit Hawar daun jagung yang sudah teradapat di beberapa daerah Indonesia,
salah satunya adalah Kalimantan Barat (Kusumadewi et al. 2014). Begitu juga
yang dialami petani di daerah Sumatera Utara yaitu adanya wabah penyakit hawar
daun yang merugikan petani pada tahun 2000 (Harahap 2001 dalam Krisnasari
2013). Penyakit Hawar daun disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp.
tanaman jagung yang menderita hawar daun menunjukkan gejala berupa
kelayuan, kekeringan dan menyerupai gejala defisiensi unsur hara (Wakman dan
Syamsudin 2007 dalam Kusumadewi et al., 2014).
Tanaman jagung yang terserang berat oleh Helminthosporium sp. dapat terjadi
pada musim hujan dan pada tanah yang banyak nitrogen dan kekurangan kalium
(Semangun, 2006). Meluasnya serangan patogen ini disebabkan oleh penyebaran
patogen bantuan angin. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengendalian
maupun mengurangi serangan patogen Helminthosporium sp. adalah dengan
menggunakan benih yang tahan. Benih jagung hibrida mengalami kerentanan
terhadap patogen Helminthosporium sp. yang sebelumnya patogen tersebut
merupakan patogen yang tidak penting bagi tanaman jagung. Akibatnya, penyakit
hawar daun Helminthosporium sp. di Amerika Serikat dapat menghancurkan
4
tanaman jagung dengan kerugian lebih dari 1 juta dolar hanya dalam waktu satu
tahun (Agrios, 2004).
Busuk tongkol jagung disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. Gejala
penyakit ini ditandai permukaan biji tongkol jagung berwarna merah jambu
sampai coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas
berwarna merah jambu. Jamur patogen berkembang baik pada sisa tanaman
maupun di dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, penyebarannya dapat
melalui angin atau tanah (Semangun, 2004).
Busuk pelepah disebabkan oleh jamur patogen (Rhizoctonia solani). Jamur
patogen ini cocok pada kondisi panas dan lembap. Cendawan ini juga
menyebabkan busuk benih (seed rot) dan busuk bibit (seedling blight) pada
tanaman jagung. Menurut Sweets dan Wrather (2000), busuk benih terjadi
sebelum benih tumbuh. Pada fase ini benih menjadi lunak dan berwarna coklat.
Busuk bibit dapat menyerang baik pada fase pratumbuh maupun pada saat benih
tumbuh, tetapi bibit mati sebelum muncul ke atas permukaan tanah. Serangan
dapat juga terjadi pada pascatumbuh, yaitu pada saat benih tumbuh sebelum gejala
serangan berkembang. Serangan pada fase pratumbuh menyebabkan koleoptil dan
sistem perakaran berwarna coklat dan tampak basah dan busuk, sedangkan se-
rangan pascatumbuh mengakibatkan tanaman berwarna kuning, layu, dan mati.
Dalam pengendalian penyakit ini, Iriani dan Sumartini (1995) dalam Muis (2007)
melaporkan bahwa perlakuan benih dengan kaptafol efektif mengendalikan BLSB
pada jagung. Beberapa jenis fungisida telah ditemukan efektif menekan busuk
5
pelepah (R. solani) pada padi. Penyemprotan fungisida melalui daun seperti
validamycin A telah banyak dipraktekkan di Vietnam, Thailand, Korea, Malaysia,
dan Jepang serta fungisida pencycuron di Malaysia (CABI, 2004).
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan
seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium
moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum,
Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan,
penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp.,
Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Penyakit bercak daun disebakan oleh jamur pathogen Bipolaris sp. Beberapa
spesies patogen ini diketahui dapat menyerang pertanaman jagung yaitu B.
maydis, B. turcicum, dan B. carbonum (Dicson, 1956 dalam Pakki, 2005).
Penyakit ini pernah menyerang pertanaman jagung yang menyebabkan kerugian
pada petani jagung di Provinsi Lampung di tahun 1973. Selanjutnya menurut Poy,
(1970) dalam Pakki, (2005) kehilangan hasil akibat serangan penyakit bercak
daun pada tanaman jagung dapat mencapai 59% (Talanca &Tenrirawe, 2015).
Penyakit karat daun disebabkan oleh jamur patogen Pucinia polysora. Penyakit
karat daun sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama suhu dan
kelembaban. Penyakit karat akan berkembang dengan baik pada suhu optimal
28°C, dengan kelembaban udara yang tinggi pada varietas jagung yang rentan
(Talanca &Tenrirawe, 2015).
6
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fungisida yang diaplikasikan
melalui perlakuan benih terhadap jenis penyakit yang muncul dan fenotipik
tanaman.
1.3 Kerangka Pemikiran
Dalam budidaya tanaman jagung terdapat beberapa kendala yang dapat membuat
tanaman jagung tidak berkembang dengan baik yaitu adanya penyakit jamur.
Beberapa penyakit yang menyerang tanaman jagung antara lain penyakit bulai
(Peronosclerospora maydis), hawar daun (Helmithosporium turcicum, busuk
pelepah (Rhizoctonia solani), Busuk tongkol (Fusarium sp.), busuk batang, bercak
daun (Bipolaris maydis Syn.) dan karat daun (Puccinia polysora) (Semangun,
2004).
Penyakit ini dapat dapat dikendalikan dengan mudah, aman dan ramah lingkungan
dengan menanam varietas tahan (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Menurut
Sudjono (1988) jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap
Helminthosporium sp. Ada beberapa laporan yang meyatakan bahwa benih jagung
hibrida mengalami kerentanan terhadap patogen Helminthosporium sp. yang
sebelumnya patogen tersebut merupakan patogen yang tidak penting bagi tanaman
jagung. Akibatnya, penyakit hawar daun Helminthosporium sp. di Amerika
Serikat dapatmenghancurkan tanaman jagung dengan kerugian lebih dari 1 juta
dolar hanya dalam waktu satu tahun (Agrios, 2004).
7
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan benih yang
tahan terhadap penyakit tanaman. Selain dengan benih yang tahan, pengendalian
juga dapat dilakukan dengan menggunakan fungisda pada perlakuan benih.
Fungisida yang telah terbukti antara lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan
dithane (Hollyday, 1980 dalam semangun, 2004). Sudjono (1988) melaporkan
bahwa pengendalian dapat juga menggunakan triadimefon atau fungisida yang
berasal dari golongan dithiokarbamat.
Menurut Muis dkk (2000), fungisida yang biasa digunakan yang berbahan aktif
carbendazim 6,2% + mancozeb 73,8%,mancozeb 80%, trishloromethylthio-4-
cyclohexene-1,2-dicarboximide.
Penggunaan fungisida umumnya digunakan sebagai penekan perkembangan
penyakit pada tanaman, tetapi Hamidin el al. (2009) melaporkan bahwa aplikasi
fungisida berbahan aktif mancozeb dengan konsentrasi 3 g L-1
dan 4,5 g L-1
menghasilkan persentase bibit tanaman kentang yang bertunas yang lebih besar
dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan mancozeb. Anonim (2016)
melaporkan bahwa fungisida Synergy 30EC, selain berperan sebagai fungisida
juga mampu memacu pertumbuhan dan hasil tanam padi. Tetapi Rahayu (1997)
melaporkan bahwa penggunaan fungisida tidak berpengaruh terhadap daya
berkecambah dan tinggi tanaman.
8
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Perlakuan 9 jenis fungisida (F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone,
Dimetomorf, Hydrox-Amino-Benzimidazole dan Mancozeb+Cymoxanyl) tidak
memengaruhi daya berkecambah benih jagung.
2. Perlakuan benih jagung menggunakan 9 jenis fungisida tersebut di hipotesis 1
dapat meningkatkan pertumbuhan dan menekan kemunculan penyakit tanaman
jagung.
3. Dari 9 jenis fungisida yang digunakan dalam perlakuan benih, terdapat satu
jenis fungisida yang memberikan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan menekan kemunculan penyakit pada tanaman jagung.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Menurut USDA (1998) tanaman jagung memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Division : Sermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi
karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua
setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri
di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun
industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya
industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan
semakin meningkat pula (Khair et al. 2013).
10
2.2 Penyakit Utama Tanaman Jagung
2.2.1 Penyakit Bulai
Penyakit bulai yang disebabkan oleh P. maydis merupakan penyakit utama pada
tanaman jagung dan paling berbahaya diIndonesia karena dapat menyebabkan
kerusakan hingga 90% atau puso terutama pada varietas jagung yang rentan
terhadap penyakit bulai. Faktor yang memicu serangan penyakit ini adalah suhu
yang tinggi sampai 30°C dan turunnya hujan sesekali, sebab penyakit ini
ditularkan melalui spora yang terbawa angin. Penyakit bulai atau yang disebut
downy mildew sangat ditakuti oleh petani sebab tanaman jagung yang terserang
cenderung mengalami kematian dan sebelum tanaman mati pertumbuhannya
sangat merana (AAK, 1993).
2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai
Penyakit bulai disebabkan oleh jamur P. maydis. Jamur ini tergolong ke dalam
kelas Phycomycetes yaitu hifanya tidak bersekat. Miselium P. maydis
berkembang di ruang antar sel. Pada waktu permukaan daun berembun, miselium
membentuk konidiofor yang tampak seperti batang, kemudian konidiofor
membentuk sterigma (tangkai konidium). Konidium yang masih muda berbentuk
bulat dan setelah masak berbentuk jorong dengan ukuran 19,2 x 17,0μm
(Semangun, 2004).
Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, kondisi gelap, dan suhu
yang berkisar antara 20°C – 26°C. Faktor yang mendorong percepatan
perkembangan penyakit bulai yaitu, suhu udara yang relatif tinggi yang disertai
kelembaban tinggi dan tanaman inang. Beberapa jenis serealia yang dilaporkan
11
sebagai inang lain dari patogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa (oat),
Digitaria spp. (jampang merah), Euchlaena spp. (jagung liar), Heteropogon
contartus, Panicum spp. (Foxtail millet, jewawut), Setaria spp. (pokem/seperti
gandum), Saccharum spp. (tebu), Sorghum spp., Pennisetum spp. (rumput gajah),
dan Zea mays (jagung) (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
2.2.1.2 Gejala Penyakit
Gejala penyakit bulai secara umum dapat dilihat pada tanaman jagung yang
terserang bulai yaitu daun-daunnya berwarna kuning keputih-putihan dan
bergaris-garis klorosis sejajar dengan urat daun dan pada bagian bawah daun
terdapat konidia berwarna putih seperti tepung (Wakman et al., 2007).
Jika tanaman yang diserang berumur beberapa minggu, daun yang baru muncul
menjadi kaku, runcing dan menguning. Tanaman bisa mati atau kerdil dan tidak
bisa berbuah. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang sudah berumur satu bulan,
tanaman masih bisa tetap tumbuh dan berbuah namun tongkolnya tidak bisa besar.
Selain itu kelobot tidak bisa membungkus secara penuh pada tongkol dan bijinya
tidak penuh (Pracaya, 2008).
2.2.1.3 Daur Penyakit
Miselium jamur P. maydis berkembang dalam jaringan di antara sel daun dan
merusak klorofil. Miselium bercabang keluar melewati mulut daun membentuk
konidiofor dan jika diperhatikan permukaan daun tampak membentuk lapisan tipis
berwarna putih. Jika kelembaban dan temperatur tinggi, konidiofor akan
menghasilkan konidium. Konidium terbentuk di waktu malam ketika daun
berembun dan konidium segera dipencarkan oleh angin, namun konidium tidak
12
dapat terangkut jauh oleh angin karena embun hanya terjadi bila udara tenang,
kemudian konidium akan melekat pada mulut daun dan berkecambah pada daun
muda dari tanaman muda (Semangun, 2004). Jika keadaan cocok, konidium akan
berkembang dan masa inkubasi kurang lebih 10 hari. Penyakit ini terdapat di
dataran rendah pada waktu udara lembab dan panas sedangkan pada waktu udara
dingin dan kering, serangan akan terhenti (Pracaya, 2008).
Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. P. maydis tidak
dapat bertahan hidup secara saprofitik. Selain itu jamur tidak dapat membentuk
oospora. Tidak terdapat tanda-tanda bahwa jamur dapat bertahan di dalam tanah.
Pertanaman di bekas pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali.
Oleh karena itu, jamur ini harus bertahan dari musim ke musim pada tanaman
hidup (Semangun, 2004).
2.2.1.4 Pengendalian
Dalam beberapa penelitian dan yang sering digunakan masyarakat pengendalian
penyakit bulai pada jagung yang sering dilakukan dengan fungisida Metalaksil
pada benih jagung selain itu juga dilakukan menanam varietas jagung tahan
penyakit bulai, eradikasi tanaman jagung terserang penyakit bulai, penanaman
jagung secara serempak dan periode bebas tanaman jagung (Wakman dan
Burhanudin, 2007).
2.2.2 Penyakit Hawar Daun
2.2.2.1 Penyebab Penyakit
Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur
Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs merupakan salah satu
13
penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara
sehingga mudah menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%,
terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelumbunga betina keluar (Poy,
1970).
2.2.2.2 Gejala
Tanaman jagung yang tertular Helminthosporium turcicum, gejala awalnya
Muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu kebasahan.
Selanjutnya, bercak-bercak tadi berubah warna menjadi coklat kehijauan. Bercak
kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau
perahu. Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5
cm dan panjang 15 cm. Konidia banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada
kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak
berwarna hijau tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa
bercak dapat bersatu membentuk bercakyang lebih besar sehingga dapat
mematikan jaringan daun jagung yang tertular berat tampak kering seperti habis
terbakar (Semangun, 2004).
2.2.2.3 Daur Penyakit
Jamur Helminthosporium turcicum dapat bertahan hidup pada tanaman jagung
yang masih hidup, beberapa jenis rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-
sisa tanaman jagung sakit, dan pada biji jagung. Konidium jamur ini disebarkan
melalui angin. Di udara, konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari.
Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui
14
mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului
dengan pembentukan apresorium (Semangun, 2004).
2.2.2.4 Pengendalian
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menanam varietas tahan.
Selain itu dapat juga dengan menggunakan fungisida yang telah terbukti antara
lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan dithane (Hollyday, 1980 dalam
Semangun, 2004). Pendapat lain terdapat dari Sudjono (1988) menganjurkan
menggunakan triadimefon atau golongan dithiokarbamat.
2.2.3 Penyakit Karat daun
2.2.3.1 Penyebab Penyakit
Penyakit karat daun jagung pertama kali diidentifikasi disebabkan oleh Puccinia
sorghi Schweinits. Adanya jamur karat yang kedua pada jagung, Puccinia
polysora Undrew, beru dikenal oleh Sudjono pada tahun 1985. Jamur ini pertama
kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891. Puccinia sorghi dan Puccinia
polysora terdapat di seluruh Indonesia, termasuk Irian Jaya. P. polysora lebih
banyak terdapat di dataran rendah tropik dan P. sorghi lebih banyak terdapat di
pegunungan tropik dan di daerah beriklim sedang (Semangun, 2004).
2.2.3.2 Gejala
Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat di permukaan
daun jagung bagian atas maupun bawah, uredinia menghasilkan uredospora
berbentuk bulat atau oval serta berperan penting sebagai sumber inokulum dalam
menginfeksi tanaman jagung lainnya, sebarannya melalui angin. Penyakit karat
15
dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi, infeksinya berkembang baik pada
musim penghujan atau musim kemarau (Semangun, 2004).
2.2.3.3 Daur Penyakit
P. polysora mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman jagung
hidup yang selalu terdapat dan dipencarkan urediospora. Spora ini dapat
diterbangkan jauh oleh angin dengan tetap hidup, karena kering dan mempunyai
dinding yang cukup tebal. Jamur dapat menginfeksi dua marga yang mempunyai
hubungan dekat dengan jagung yaitu Euchlaena dan Tripsacum. Antara lain E.
mexiana (teosinte) dan T. laxum (rumput Guatemal). Kedua macam tanaman ini
relative jarang ditemui sehingga kurang memegang peranan penting dalam
pemencaran P. polysora. Rumput Guatemala sering ditanami di kebun-kebun teh
sebagai sumber bahan organik. Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit,
sehingga tidak dapat mempertahnkan diri dalam biji yang dihasilkan oleh tanaman
sakit (Hollyday, 1980 dalam Semangun, 2004).
2.2.3.4 Pengendalian
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menanam varietas tahan.
Selain itu dapat juga dengan menggunakan fungisida yang telah terbukti antara
lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan dithane (Hollyday, 1980 dalam
semangun, 2004). Pendapat lain terdapat dari Sudjono (1988) menganjurkan
menggunakan triadimefon atau golongan dithiokarbamat.
16
2.4 Fungisida sebagai pemacu pertumbuhan
Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah
perkembangan fungi atau jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam
pengendalian secara kimia (Djodjosumarto, 2000).
Fungisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian yang dilakukan dalam
budidaya. Fungisida biasanya digunakan untuk menekan pertumbuhan jamur baik
yang disemprotkan maupun dengan perlakuan benih. Selain itu, beberapa jenis
fungisida dilaporkan dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman.
Aplikasi3 g L-1
dan 4,5 g L-1
mancozeb dilaporkan mampu menghasilkan
persentase ubi bertunas pada 3 BSP yang lebih tinggi dan persentase busuk kering
ubi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa fungisida (Hamidin et al.,
2009). Anonim (2016) menyatakan bahwa fungisida Synergi 30EC merupakan
fungisida sistemik untuk mengendalikan penyakit busuk upih pada padi, penyakit
bercak daun pada jagung dan penyakit bercak ungu pada bawang merah, fungisida
ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanam padi.
2.5 Jenis Fungisida
Fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur patogen pada tanaman. Terdapat
9 jenis fungisida yang digunakan yaitu F1, F2, F3, F3, Metelaksil, Fenamidone,
Dimetomorf, Hydroxy Amino Benzimidazole, Mancozeb+Cymoxanil, dan
Tiaminoksam sebagai insektisida.
a. Tiaminoksam
Tiaminoksam 70% dengan formulasi WS (Weatable solution) dapat disuspensikan
dengan air. Tiaminoksam dapat mengendalikan hama pada tanaman jagung
17
diantaranya kutu daun, ereng, dan lalat bibit. Tanaman inang lainnya adalah
kedelai dan padi (Anonim, 2017).
b. Metalaksil
Fungisida yang berbahan aktif Metalaksil merupakan fungisida sistemik dengan
formulasi ES (Emulsifiable solution). Fungisida ini dari golongan benzenoid yang
dapat digunakan sebagai fungisida tular tanah (soil treatment) dan tular benih
(seed treatment) untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah. Fungisida ini
dapat menekan pertumbuhan paoygen golongan Oomycetes, serta penyakit hawar
daun, rebah kecambah, dan busuk daun (Magallona et al., (1991) dalam Sembiring
(2008))
c. Dimetomorf
Bahan aktif Dimetomorf merupakan fungisida yang sistemik dengan formulasi SC
(Suspension concentrate). Bahan aktif ini dapat mengganggu sintesis membran
lipid pada pathogen. Penyakit sasaranm bercak daun pada tanaman jagung, lanas,
busk daun, dan embun bulu (Moekesan. 2012).
d. Fenamidone
Fenamidone merupakan senyawa kimia dari kelompok Imidazolines dari Rhône
Poulenc dikembangkan dan diperkenalkan pada tahun 2001. Formulasi
Fenamidone adalah SC (Suspencion Concentrate). Fungisida ini dapat
mengendalikan penyakit becak daun pada kentang dan penyakit hawar daun pada
tomat (Anonim, 2015).
18
e. Hydroxy Amino Benzimidazole
HAB merupakan fungisida yang masuk dalam kelompok benzimidazole.
Benzimidazole berpengaruh pada pembelahan inti dengan mengikat mikrotubulus
sehingga benang gelendong tidak terorganisir. Antibiotikapolioksin dan kitazin
menghambat sintesis khitin patogen (Agrios, 2004).
f. Mancozeb+Cymoxanil
Mancozeb merupakan bahan aktif campuran maneb dan zink. Mancozeb termasuk
dalam golongan dithiokarbamat. Mancozeb memiliki keunggulan yaitu dalam
membasmi bebagai payogen tanaman (Magallona et al., (1991) dalam Sembiring
(2008)) Fungisida ini termasuk dalam fungisida kontak. Fungisida ini memiliki
cara kerja dengan menghambat kegiatan enzim yang ada pada jamur dengan
menghasilkan lapisan enzim dengan unsur logamyang berperan dalam
pembentukan ATP. ( Thompson (1992) dalam Sembiring (2008). Cremlyn (1978)
melaporkan Fungisida ditiokarbamat, misalnya mankozeb, bekerja sebagai agen
pengkhelat unsur yang dibutuhkan oleh jamur sehingga terjadi penghambatan
pertumbuhan.
Untuk F1, F2, F3, F4 belum diketahui bahan aktif dari masing-masing fungisida.
19
II. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Natar, Lampung Selatan dari bulan
Desember 2015-Juni 2016.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag, cangkul, arit, selang
air, spingkle, meteran, klorofil meter, oven, timbangan, koran, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung galur NK 22 dan NK 6326, 9
jenis fungisida yang berbahan aktif (F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone,
Dimetomorf, HAB Dan Mancozeb+Cymoxanil dan insektisida Triaminoksam.
3.3Metode Penelitian
3.3.1 Rancangan percobaan
Percobaan ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 10 perlakuan. Sebanyak 2 Galur jagung (galur NK 22 dan galur NK 6326)
digunakan dalam penelitian ini. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
20
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan merupakan campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 3:1. Tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang
kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 5 kg. Selanjutnya, polibag
disusun di dalam rumah plastik.
Penyiapan Rumah Plastik
Sebanyak 3 buah rumah plastik digunakan dalam penelitian ini. Rumah plastik
digunakan sebagai tempat ditanamnya tanaman perlakuan dan benih yang sudah
diaplikasikan dengan fungisida tidak tercuci oleh air hujan. Rumah plastik dibuat
dengan menggunakan rangka bambu dengan ukuran 9 x 18 m. Atap rumah plastik
menggunakan plastik UV 6%. Dinding rumah plastik ditutup menggunakan
plastik bening. Setiap rumah plastik merupakan blok atau ulangan pada penelitian
ini. Sehingga total blok yang digunakan adalah 3 blok.
Tanaman Perlakuan
Benih jagung (galur NK 22 dan galur NK 6326) yang diperlakukan dengan 5 gram
fungisida per 1 kilogram. yang diperlakukan dengan 9 jenis fungisida (Tabel 1).
Sembilan jenis fungisida yang sudah diperlakuan dengan dalam penelitian ini
adalah F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone, Dimetomorf, HAB dan
Mancozeb+Cymoxanil. Benih yang sudah diperlakukan ditanam di dalam polibag
berukuran 5 Kg, masing masing polibag berisi 4 benih. Satu galur terdiri dari 28
tanaman yang ditanam di 7 polibag. Didalam setiap blok (rumah plastik) setiap
perlakuan diulang sebanyak 4 kali.
21
Tabel 1. Perlakuan yang dilaksanakan.
Galur NK 22 Galur NK6326
Perlakuan Keterangan Perlakuan Keterangan
1 Kontrol 1 Kontrol
2 F1 2 F1
3 F2 3 F2
4 F3 4 F3
5 F4 5 F4
6 Metalaksil 6 Metalaksil
7 Fenamidone 7 Fenamidone
8 Dimetomorf 8 Dimetomorf
9 HAB 9 HAB
10 Mancozeb+Cymoxanil 10 Mancozeb+Cymoxanil
Tata letak tanaman perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.
Gambar 1. Tata letak benih jagung dengan 2 galur di setiap 1 kelompok perlakuan
fungisida. Garis warna merah merupakan letak perlakuan galur NK22,
sedangkan warna biru, merupakan letak perlakuan galur NK6326.
22
Gambar 2. Tata letak tanaman perlakuan di satu rumah plastik. F1 = kontrol
(tanpa perlakuan fungisida tapi ditambah insektisida cruiser); F2 = F1,
F3 = F2; F4 = F3; F5= F3: F6 = METALAKSIL; F7 = Fenamidone; F8
= Dimetomorf; F9 = Hab; F10 = Mancozeb+CymoxaniL.
Gambar 3. Tata letak polibagtanaman jagung dalam 1 rumah plastik.
23
Penentuan Sampel
Tanaman jagung yang diamati dari 28 tanaman jagung yang ditanam untuk
masing-masing galur diambil 5 tanaman sebagai sampel yang nantinya akan
dilakukan pengamatan terhadap Fenotipik tanaman dan Insiden penyakit karat.
Penentuan sampel
Gambar 4. Skema penentuan sampel tanaman jagung dalam satu jenis fungisida
dan masing-masing galur.
Fenotipik tanaman
Fenotipik tanaman dilihat dengan melakukan pengamatan terhadap tinggi
tanaman, kehijauan daun, kenampakan akar, berat basah dan kering akar dan
batang dan diameter batang.
Daya berkecambah
Pengamatan dilaksanakan pada 5 hari setelah tanam terhadap jumlah benih jagung
yang tidak berkecambah. Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:
Jumlah benih yang berkecambah
DP = X 100%
Jumlah total benih yang ditanam
24
Kemunculan Penyakit. Pengamatan kemunculan penyakit dilakukan
dilaksanakan pada umur 35 HST. Pengukuran dilakukan dengan mengamati
tanaman sampel yang tersrang penyakit.
Tingkat keparahan penyakit. Pengamatan dilaksanakan pada umur 35 HST.
Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus (Ginting, 2013) sebagai
berikut:
PP = x 100%
Keterangan:
PP = Intensitas tanaman terserang
N = Jumlah tanaman terserang
v = Nilai numerik tanaman yang diamati
n = Jumlah tanaman yang diamati
Z = Nilai numerik kategori tertinggi
Nilai kategori serangan (skor) untuk penyakit antraknosa didasarkan pada skala
kerusakan tanaman yang terserang penyakit (Herwidyarti, 2011 dimodifikasi).
Nilai kategori serangan (skor) sebagai berikut:
0 = Tidak ada kerusakan
1 = Bercak seluas 1 – 20%
2 = Bercak seluas 21 – 40%
3 = Bercak seluas 41 – 60%
4 = Bercak seluas > 60%
25
Insiden Penyakit. Pengamatan dilaksanakan pada umur 35 HST. Insiden
penyakit bulau dihitung dengan rumus (Mayee dan Datar (1986) dalam Latifahani
et al., 2014).
Keterangan:
KP : Insiden penyakit
n : Jumlah tanaman jagung yang menunjukkan gejala
N : Jumlah seluruh tanaman jagung untuk masing-masing fungisida yang
diaplikasikan.
Data perkecambahan, tinggi tanaman dan tingkat keparahan penyakit yang
diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata
5%.
Tinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilaksanakan pada umur 14 HST,
28 HST, dan 42 HST. Pengukuran dilakukan menggunakan meteran yang dimulai
dari pangkal tanaman sampai ujung daun bendera.
Kehijauan daun. Kehijauan daun diamati pada 14 HST, 28 HST, dan 42 HST.
Pengukuran dilakukan menggunakan alat Chlorophyll meter pada daun ke 2, 3
dan 4 dari titik tumbuh tanaman.
Diameter batang. Diameter batang diamati pada akhir pengamatan (63 HST).
Pengukuran diameter dilakukan dengan cara memotong secara horizontal batang
tanaman jagung, kemudian diukur diameternya secara vertikal dan horizontal.
Diameter akhir tanaman jagung merupakan rerata pengukuran secara vertikal dan
horizontal.
26
Berat basah batang. Berat basah batang dilakukan pada akhir pengamatan (63
HST). Pengukuran berat basah batang dilakukan dengan cara menimbang hanya
batang jagung.
Berat kering batang. Berat kering batang dilakukan pada kahir pengamatan (63
HST). Pengukuran berat kering batang dilakukan dengan menimbang batang
basah yang sudah dikeringkan dioven selama 24 jam pada suhu 105oC, setelah
batang jagung dioven, ditimbang kembali batang jagung yang sudah kering.
Berat basah akar. Berat basah akar dilakukan pada akhir pengamatan (63 HST).
Pengukuran berat basah akar dilakukan dengan cara menimbang hanya akar
tanaman jagung yang sudah dibersihkan dari tanah yang melekat segera setelah
dicabut.
Berat kering akar. Berat kering akar dilakukan pada kahir pengamatan (63
HST). Akar tanaman yang telah dibersihkan lalu dioven selama 24 jam pada suhu
105o. setelah dioven, akar tanaman jagung ditimbang.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Penyakit yang muncul dalam penelitian ini ada 2 yaitu penyakit bulai yang
disebabkan oleh patogen Peronoscleospora maydis dan penyakit hawar daun
yang disesbabkan oleh patogen Helminthosporium sp.
2. Perlakuan aplikasi fungisida tidak mempengaruhi daya berkecambah benih.
3. Fungisida yang efektif dalam penelitian ini untuk galur NK 22 adalah F1, F2,
F3, dan F4 untuk menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk
menekan keparahan penyakit hawar dan meningkatkan tinggi tanaman, F4
untuk meningkatkan kehijauan daun, Mancozeb+Cymoxanil untuk
memperbesar diameter batang, meningkatkan berat basah batang dan berat
kering batang.
Pada galur NK 6326 fungisida yang efektif adalah F3 untuk menekan insiden
penyakit bulai, Fenamidone untuk meningkatkan tinggi tanaman, berat basah
batang, dan memperbesar diameter batang. F4 untuk meningkatkan kehijauan
daun, berat basah akar, dan menekan keparahan penyakit hawar. Metalaksil
untuk meningkatkan berat basah akar, serta Mancozeb+Cymoxanil untuk
meningkatkan berat kering batang.
44
4. Fungisida yang efektif untuk menekan serangan bulai adalah F3 dan fungisida
yang efektif untuk menekan serangan hawar daun adalah Fenamidone.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap keefektivitas fungisida dalam
menghambat perkembangan penyakit selain bulai dan hawar.
2. Fungisida yang dapat digunakan untuk menekan insiden penyakit bulai
jagung adalah F3 dan fungisida yang dapat digunakan untuk menekan keparah
penyakit hawar adalah fungisida Fenamidone dan F4
45
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Yogyakarta. Hlm 90.
Agrios,G.N. 2004. Plant Pathology 3th. Acad. Press, New York, London. 629 p.
Anonim. 2015. Daftar Bahan aktif Fungisida dan Sasarannya.
http://mitalom.com/daftar-bahan-aktif-fungisida-penyakit-sasaran/.
Diakses pada 22 Januari 2017.
Anonim. 2016. Synergy 30 EC.http://www.nufarm.com/ID/Sinergy300. Diakses
pada 6 Maret 2016.
Anonim, 2017. Nama Formulasi, Bahan Aktif, Jenis Pestisida dan Penggunaan
yang Diizinkan.
http://pestisida.go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN
%20DIIZINKAN%20-%202012.pdf. Diakses pada 12 febreuari 2017.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Strategis Badan Pusat Statistik. Katalog BPS:
1103003. Badan Pusat Statistik. Jakarta.hlm 16.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya
Jagung. ISBN: 978-979-1415-25-5.
Burhanuddin. 2009.Fungisida Metalaksil Tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai
(Peronoscleospora maydis) Di Kalimantan Barat dan Alternatif
Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN : 978-979-
8940-27-9. Hal. 395-399.
CABI. 2004. Crop Protection Compendium. CABI.
Cremlyn, R. 1978. Pesticides John Willey dan Sons. Brisbane
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. Hlm 46.
Ekowati, D., &M. Nasir. 2011. Pertumbuhan Tanaman Jagung (zea mays l.) Galur
bisi-2 pada Pasir Reject dan Pasir Asli di Pantai Trisik Kulonprogo. Jurnal
Manusia Dan Lingkungan, Vol. 18 (3): 220 – 231.
46
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 203 hlm.
Hamidin, E., Sumaidi.,& A. Nuraeni. 2009. Pengaruh Konsentrasi Fungisida
Mancozeb terhadap Pertumbuhan Tunas, Busuk Kering, Ubi dan Susut
Bobot Ubi Bibit Kentang (Solanum tuberosum L). c.v Granola di Ruang
Penyimpanan. Jurnal Agrikultura, 20(3): 159-163.
Herwidyarti, K.H. 2011. Pengamatan Keparahan Penyakit Bercak Daun Ungu
(Alternaria pori (Ell.)Cif) Tanaman Bawang Daun Di Balai Peneitian
Tanaman Sayuran Lembang Bandung. Laporan Praktik Umum. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung : Bandar Lampung. 44 hlm
Hikmahwati., Kuswinanti. T., Melina. & B. Pabendon. M. 2011. Karakterisasi
Morfologi Peronoscleospora spp. Penyebab Penyakit Bulai pada Tanaman
Jagung, dari Beberapa Daerah di Indonesia. Jurnal Fitomedika. 7 (3): 159
– 161.
Khair,H., M.S. Pasaribu, & S. Ebdi.2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Jagung (Zea mays l.) terhadap Pemberian Pupuk Kandang
Ayam dan Pupuk Organik Cair Plus. UMSU Medan. Jurnal Agrium: 18
(1):13-22.
Krisnasari, R.H. 2013. Uji Ketahanan dan Pengendalian Kimiawi Penyakit
Hawar Daun Helminthosporium pada Jagung. Skripsi. Universitas Gajah
Mada. Hlm 2.
Kusumadewi, T., S. Khotimah, & Yanti. 2014.Ekstrak Metanol Buah Sonneratia
alba J.E.Sm sebagai Penghambat Pertumbuhan Helminthosporium sp.
yang diisolasi dari Daun Jagung. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Jurnal Protobiont 3 (2) : 149 – 154.
Latifahani N., Cholil A., Djauhari S. 2014. Ketahanan BEberapa Galur Jagung
(Zea mays) terhadap Serangan Penyakit Hawar Daun. Jurnal Hama
Penyakit Tanaman. 2 (1) : 52-60
Moekesan, K.T. 2012. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya.
Yayasan Bina Tani Sejahtera. Bandung.
Muis, A. 2007. Pengelolaan Penyakit Busuk Pelepah (Rhizoctonia solani kuhn.)
Pada Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi
Tengah. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3) : 100-103.
Muis, A., S. Pakki., & Sutjiati. 2001. Peran Galur dan Fungisida dalam
Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium maydis) pada
Tanaman Jagung. Tanaman Pangan 20(2): 6−11.
47
Pakki, S. 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun
(Helminthosporium sp.) Pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Jurnal Litbang Pertanian, 24(3) : 101-108.
Poy, C. 1970. Corn seed production of Helminthosporium maydis and Future Seed
Prospects. Plant Dis. Rep. 54 (12): 1118−1121.
Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahayu, S. 1997. Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan
Benih dan Spora CMA Serta Keberadaan Mikoriza Arbuskula pada
Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tesis. Universitas Indonesia. Hlm 9.
Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Penyakit-Penyakit.
Gajah Mada University. Yogyakarta.
Sembiring, K.W. 2008. Efektivitas Mancozeb dan Metelaxyl dalam Menghambat
Pertumbuhan Cylindrocladium scoparium. Hawey Boedijn et Reitsma
Penyebab Penyakit Busuk Daun Teh (Camelia sinensis. L) di
Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. 23 hlm.
Sitompul, S. M. & B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 24.
Sudjono, M.S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya dalam Jagung.
Subandi, Mahyuddin SYam, & Adi Wijono (Ed). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hlm 204-241.
Sumartini, 2002. Penyakit-Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. dalam
Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya.
Monograf Balittan Malang. Hlm 497-508.
Sumardiyono, C. 2008. Ketahanan Jamur Terhadap Fungisida Di Indonesia.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 14 (1): 1-5.
Suprapto, H. S. & A. R. Marzuki, 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hlm 14.
Surtikantini. 2012. Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Superman: Suara Perlindungan Tanaman. 2(1).
Sweets, L.E. & A. Wrather. 2000. Integrated Pest Management. Corn Diseases.
MU Extension, University of Missouri, Columbia. 23 pp.
48
Talanca, A.H. & Tenrirawe. A. 2015. Respon beberapa galur terhadap penyakit
utama jagung di kabupaten kediri jawa timur. Jurnal Agrotan 1(1). Hlm
67-78.
United states department of agriculture. Classification for Kingdom Plantae Down
to Species Zea mays. http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?
source=profile&symbol=ZEMA&DISPLAY=31. Diakses tanggal 12 Maret
2016.
Utomo, S. D., Islamika. N., Ratih. S. & Ginting. C. 2010. Pengaruh Fungisida
Metalaksil-M terhadap Insiden Penyakit Bulai dan Produksi Populasi
Jagung Lagaligo X Tom Thumb. Jurnal Agrotropika 15(2): 56 – 59.
Wakman, W. & Burhanuddin. 2007. Pengendalian penyaki tprapanen jagung.
Jagung:Teknik Produksi danPengembangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Hlm. 305 - 335.
Wakman W., A.H. Talanca, Surtikanti, & Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai
pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang
Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. 8 hlm.
Jumat, 8 Oktober 2016.
Zulkarnain. 2012. Upaya Peningkatan Produksi dan Pemasaran Luar Negeri.
Ditjen PEN/MJL/003/5/2012. Hlm 3.
49
LAMPIRAN
50
Tabel 8. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Insiden
Penyakit Bulai
a. NK 22
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 545,70115 181,90038 0,84tn
0,4857
Perlakuan 9 19975,70566 2219,52285 10,21* 0,0001
Galat 27
KK 36,11279
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 733,32001 244,44000 1,21tn
0,3242
Perlakuan 9 11951,08231 1327,89803 6,59* 0,0001
Galat 27
KK 60,00110
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
Tabel 9. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Keparahan
Penyakit Hawar Daun
a. NK 22
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 125,6474900 41,8824967 1,60tn
0,2127
Perlakuan 9 518,4899100 57,6099900 2,20* 0,0549
Galat 27
KK 11,92044
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 52,9250500 17,6416833 1,34tn
0,2826
Perlakuan 9 125,1859400 13,9095489 1,06tn
0,4250
Galat 27
KK
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
51
Tabel 10. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Daya
Berkecambah
a. NK 22
Source DB JK KT F Hit Pr > F
Blok 3 29,84430750 9,94810250 1,16tn
0,3436
Perlakuan 9 32,60570250 3,62285583 0,42tn
0,9117
Galat 27
KK 3.044970
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
Source DB JK KT F Hit Pr > F
Blok 3 53533,3734 17844,4578 0,97tn
0,4194
Perlakuan 9 167261,8263 18584,6474 1,01tn
0,4532
Galat 27
KK 115,3347
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
Tabel 11. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Tinggi
Tanaman
a. NK 22
1. 14 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 12,05194750 4,01731583 1,64tn
0,2030
Perlakuan 9 92,24927250 10,24991917 4,19* 0,0018
Galat 27
KK 3,159322
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
2. 28 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 291,463748 97,154583 1,09tn
0,3699
Perlakuan 9 2216,470323 246,274480 2,76* 0,0197
Galat 27
KK 8,506666
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
52
3. 42 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 251,05890 83,68630 0,26tn
0,8526
Perlakuan 9 48456,18741 5384,02082 16,82* 0,0001
Galat 27
KK 12,44474
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
1. 14 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 4,21602000 1,40534000 0,45tn
0,7213
Perlakuan 9 87,75684000 9,75076000 3,10* 0,0108
Galat 27
KK 3,721944
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
2. 28 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 113,419227 37,806409 0,60tn
0,6186
Perlakuan 9 2440,701822 271,189091 4,33* 0,0014
Galat 27
KK 7,215732
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
3. 42 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 1195,13411 398,37804 1,76tn
0,1788
Perlakuan 9 12540,58252 1393,39806 6,15* 0,0001
Galat 27
KK 9,886394
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
53
Tabel 12. Tabel Anova Kehijauan Daun
a. NK 22
1. 14 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 7,25270000 2,41756667 1,25tn
0,3114
Perlakuan 9 20,26324000 2,25147111 1,16tn
0,3561
Galat 27
KK 12,7445
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
2. 28 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 19,0161675 6,3387225 3,84tn
0,0208
Perlakuan 9 258,8711525 28,7634614 17,41* 0,0001
Galat 27
KK 9,908871
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
3. 42 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 33,1912275 11,0637425 4,50tn
0,0110
Perlakuan 9 417,0603525 46,3400392 18,83* 0,0001
Galat 27
KK 14,17635
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
1. 14 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 10,54650750 3,51550250 2,20tn
0,1115
Perlakuan 9 23,59657250 2,62184139 1,64tn
0,1543
Galat 27
KK 12,01452
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
2. 28 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 3,19272750 1,06424250 0,33tn
0,8024
Perlakuan 9 99,20325250 11,02258361 3,44* 0,0061
Galat 27
KK 12,90317
54
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
3. 42 HST
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 9,8117275 3,2705758 1,65tn
0,2021
Perlakuan 9 120,1748725 13,3527636 6,72* 0,0001
Galat 27
KK 10,59209
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
Tabel 13. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Diameter
Batang
a. NK 22
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 0,66352750 0,22117583 3,20*
0,0392
Perlakuan 9 2,30397250 0,25599694 3,70* 0,0039
Galat 27
KK 13,13112
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 0,06436750 0,02145583 0,30tn
0,8222
Perlakuan 9 0,64787250 0,07198583 1,02tn
0,4494
Galat 27
KK 12,50386
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
Tabel 14. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Bobot
Berangkasan
a. NK 22
1. Bobot basah akar
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 828,810860 276,270287 1,78tn
0,1755
Perlakuan 9 3744,939190 416,104354 2,68* 0,0231
Galat 27
KK 18,27343
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
55
2. Bobot basah batang
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 40686,7752 13562,2584 0,59 tn
0,6299
Perlakuan 9 317380,4246 35264,4916 1,52 tn
0,1907
Galat 27
KK 51,65004
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
3. Berat kering akar
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 24,92784750 8,30928250 1,27 tn
0,3061
Perlakuan 9 57,90250250 6,43361139 0,98 tn
0,4783
Galat 27
KK 47,55101
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
4. Berat kering batang
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 126,720087 42,240029 0,08 tn
0,9702
Perlakuan 9 7973,851872 885,983541 1,68 tn
0,1419
Galat 27
KK 37,69712
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
b. NK 6326
1. Bobot basah akar
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 856,102050 285,367350 1,16 tn
0,3441
Perlakuan 9 1707,505960 189,722884 0,77 tn
0,6449
Galat 27
KK 29,15752
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
2. Bobot basah batang
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 14888,81617 4962,93872 3,05*
0,0456
Perlakuan 9 28591,09814 3176,78868 1,95 tn
0,0865
Galat 27
KK 14,45959
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
56
3. Bobot kering akar
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 8,79053000 2,93017667 0,75 tn
0,5321
Perlakuan 9 57,58601000 6,39844556 1,64 tn
0,1546
Galat 27
KK 28,03769
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
4. Bobot kering batang
Source DB JK KT F Hit F 0.05
Blok 3 416,124930 138,708310 0,77 tn
0,5182
Perlakuan 9 2142,083050 238,009228 1,33 tn
0,2681
Galat 27
KK 23,47890
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf
5%
57
Gambar 6. A. Pengoalahan tanah dan pupuk kandang., B. Dimasukan tanah
kedalam Polibag 5 kg
Gambar 7. A. Benih yang sudah diperlakukan dengan Fungisida., B. Penanaman
tanaman jagung dengan perlakuan
A B
A B
58
Gambar 8. Kemunculan Penyakit Bulai. A) Gejala di lapang., B) Gambar
Mikroskopis patogen (perbesaran 400x)
Gambar 9. Kemunculan Penyakit Hawar Daun. A). Gejala di lapang., B) Gambar
mikroskopis (perbesaran 400x)
A B
A B
59
Gambar 10. Performa tanaman. A). Tinggi Tanaman., B). Kehijauan Daun
Gambar 11. Berat brangkasan., A). Akar., B). Batang
A B
B
A B
60
Gambar 11. Diameter Batang