PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita,...

6
Aplikasi Isotopdon Radiasi, 1996 PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA KONSUMSI, KECER- NAAN RANSUM, DAN TINGKA T KEBUNTINGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO), SERTA PENGARUB PEMBERIAN MIKROBA TERPILm P ADA TINGKA T KEBUNTINGAN SAPI SUMBA ONGOLE (SO). M. Winugroho*, Y. Wibisono** dan M. Sabrani* .Balai PenelitianTemak, Ciawi-Bogor. ..Balai PengkajianTeknologi per1anian. Naibonat, NlT. ABSTRAK PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN PADA KONSUMSI, KECERNAAN RANSUM DAN TINGKAT KEBUNTINGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SERTA PENGARUH PEMBERIAN MIKROBA TERPILIH PADA TINGKAT KEBUNTINGAN SAPI SUMBA ONGOLE (SO). Keterbatasan pakan pada musim kema- rau di kantong temak nasional sudah lamadisadari. Introduksi HMT unggul belum sepenuhnya diadopsimasyarakat.Akibat- nya. jarak beranak menjadi lama dan kematian pedetyang tinggi. bahkan sampai50%. Informasi mengenaidampak tempe- ratur lingkungan pada interaksi nutrisi dan reproduksi serta informasi mengenai penerapan perlakukan biologis di lapangan masih terbatas. Penelitian ini dirancang untuk menjawab masalahtersebut dan dilakukan pada 2 lokasi, yaitu di Balitnak Ciawi (temperatur lingkungan) dan PulauSumba (perlakukan biologis). Oi Ciawi, sapi PO dipelihara pada temparatur 23 dan 33OCsebelum dikawinkan dengan teknik lB. Temak diberi 3.6 kg BK konsentrat komersial dan rum put gajah !4lli!i!Ym. Sedangkan di Pulau Sumba, 120 ekor induk SO dibagi menjadi4 kelompok secara acak. Perlakuan yang diberikan adalah mikroba + dedak padi, atau mikroba. atau dedak padi, atau kontrol (manajemen pakan oleh petani). Temak yang ditempat- kan padatemperaturlingkungan 23°C memiliki konsumsibahan kering tercema lebih tinggi dibandingkan dengantemak yang dipeliharapada temperatur lingkungan 33°C (26 ~ 18g/kg BB) (P<0.05), demikian pula kecemaan bahankering ransumnya (74 ~ 67%) (P<O.05). Kebuntingan terjadi bila bobot badansapiPO lebih dari 240 kg. Oi pulau Sumba,pemberian0.5 kg isi rumen yang mengadung mikroba pen cerna serat yang diberikan pada puncak musim kemarau, yakni bulan Oktober, me- ningkatkan kebuntingan 25% dari menjadi 90% pada kisaran bobot badan 201-250 kg. Oi atas250 kg, semua induk SO bunting bila di lB. Respon yang sarnaditunjukkan oleh induk yang diberi dedak 3 kg/ekor/ hari, selama 2 bulan (Oktober - November). Oisimpulkan bahwa temperatur lingkungan 23°C telah menyebabkan ternak sapi makan lebih banyak dengan kecernaanransum lebih tinggi dibandingkan bila ternak dipelihara pada temperatur lingkungan 33°C. Selanjutnya. tingkat kebuntingantampaknya lebih ditentukan oleh bobot badaninduk dan bukanoleh temperatur lingkungan. Pemberian mikroba pencerna serat dapat meningkatkan tingkat kebuntingan Sapi Ongole ABSTRACT During dry season, lack of feed both quantity and quality is common. Consequently, prolongedcalving interval and high calf mortality are inevitably. Practical interventionof technologypakages are required. Under laboratory condition, cross- bred Ongole cows (PO) were kept in either 23 and 33°C thermal chambers. They were fed about 3.6 kg OM commercia! concentrate and chopped fresh grass~ li!1:i!J!!!!.. They weremated using AI method. In Sumba island, 120 pure Ongole cows (SO) were divided randomly into 4 groups and supplemented either 0.5 kg dried selected rumen fill containing appropriate microbes at the peak of dry season, or combination of rumen fill and rice bran 3 kgihead/dayfor 2 months (October to No- vember 1994), or 3 kg rice bran/head/dayfor 2 months, or control (farmer practice). All obsevation was conducted in dry season.Under laboratory condition, it shows that digestibledry matter intake was hihger for cows kept in 23OC (26 vs 18 g/ kg LW) (P<O.05). Introduction of selectedmicrobeat the beginning of the study increased pregnancy percentage of SO cows from 25% to 90%. Similar responsewas observed when cows were supplemented by rice bran. These were true in animals weighing between201-250 kg. Utilization of rumen fill and applying strategic supplementation demonstrate the improve- ment of reproductive performanceof Ongole cows. PENDAHULUAN bagi peternakan rakyat untuk meningkatkan populasi ter- oak sapi, walaupun petani hams menjual ternak untuk menutupikebutuhan hidupnya.Jarak beranakyang ideal bagi sapi adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan bunting daD 3 bulanmenyusui. Akan tetapi,kenyataannya tidak demiki- an, kemgian reproduksi masihtinggi (4). Kematian pedet dilaporkan sampai 50% (5). Hal ini dikaitkan dengan musim kemarau yang panjang sehingga ransum kaya seTal kasar. Introduksi HMT unggul masih terbatas pada Peternakan rakyat merupakan tulang punggung produksi daging nasional (I). Perrnintaan daging dalamnegerime- ningkat tajam setiap tahun sehinggaada kecenderungan pengurasan ternak nasional (2). Mungkin oleh sebab itu, estimasi impor daging 25 000 ton meningkat sekitar 57000 ton sehinggamengurangipemotongan 75 ekor sapi per- hari di Jakarta (3). lni dapatberarti memberikan peluang 13

Transcript of PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita,...

Page 1: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplikasi Isotop don Radiasi, 1996

PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA KONSUMSI, KECER-NAAN RANSUM, DAN TINGKA T KEBUNTINGAN SAPI PERANAKAN

ONGOLE (PO), SERTA PENGARUB PEMBERIAN MIKROBA TERPILmP ADA TINGKA T KEBUNTINGAN SAPI SUMBA ONGOLE (SO).

M. Winugroho*, Y. Wibisono** dan M. Sabrani*

.Balai Penelitian Temak, Ciawi-Bogor...Balai Pengkajian Teknologi per1anian. Naibonat, NlT.

ABSTRAK

PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN PADA KONSUMSI, KECERNAAN RANSUM DANTINGKAT KEBUNTINGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SERTA PENGARUH PEMBERIAN MIKROBATERPILIH PADA TINGKAT KEBUNTINGAN SAPI SUMBA ONGOLE (SO). Keterbatasan pakan pada musim kema-rau di kantong temak nasional sudah lama disadari. Introduksi HMT unggul belum sepenuhnya diadopsi masyarakat. Akibat-nya. jarak beranak menjadi lama dan kematian pedet yang tinggi. bahkan sampai 50%. Informasi mengenai dampak tempe-ratur lingkungan pada interaksi nutrisi dan reproduksi serta informasi mengenai penerapan perlakukan biologis di lapanganmasih terbatas. Penelitian ini dirancang untuk menjawab masalah tersebut dan dilakukan pada 2 lokasi, yaitu di BalitnakCiawi (temperatur lingkungan) dan Pulau Sumba (perlakukan biologis). Oi Ciawi, sapi PO dipelihara pada temparatur 23 dan33OC sebelum dikawinkan dengan teknik lB. Temak diberi 3.6 kg BK konsentrat komersial dan rum put gajah !4lli!i!Ym.Sedangkan di Pulau Sumba, 120 ekor induk SO dibagi menjadi 4 kelompok secara acak. Perlakuan yang diberikan adalahmikroba + dedak padi, atau mikroba. atau dedak padi, atau kontrol (manajemen pakan oleh petani). Temak yang ditempat-kan pada temperatur lingkungan 23°C memiliki konsumsi bahan kering tercema lebih tinggi dibandingkan dengan temak yang

dipelihara pada temperatur lingkungan 33°C (26 ~ 18 g/kg BB) (P<0.05), demikian pula kecemaan bahan kering ransumnya(74 ~ 67%) (P<O.05). Kebuntingan terjadi bila bobot badan sapi PO lebih dari 240 kg. Oi pulau Sumba, pemberian 0.5 kg isirumen yang mengadung mikroba pen cerna serat yang diberikan pada puncak musim kemarau, yakni bulan Oktober, me-ningkatkan kebuntingan 25% dari menjadi 90% pada kisaran bobot badan 201-250 kg. Oi atas 250 kg, semua induk SObunting bila di lB. Respon yang sarna ditunjukkan oleh induk yang diberi dedak 3 kg/ekor/ hari, selama 2 bulan (Oktober -November). Oisimpulkan bahwa temperatur lingkungan 23°C telah menyebabkan ternak sapi makan lebih banyak dengankecernaan ransum lebih tinggi dibandingkan bila ternak dipelihara pada temperatur lingkungan 33°C. Selanjutnya. tingkatkebuntingan tampaknya lebih ditentukan oleh bobot badan induk dan bukan oleh temperatur lingkungan. Pemberian mikrobapencerna serat dapat meningkatkan tingkat kebuntingan Sapi Ongole

ABSTRACT

During dry season, lack of feed both quantity and quality is common. Consequently, prolonged calving interval andhigh calf mortality are inevitably. Practical intervention of technology pakages are required. Under laboratory condition, cross-bred Ongole cows (PO) were kept in either 23 and 33°C thermal chambers. They were fed about 3.6 kg OM commercia!concentrate and chopped fresh grass ~ li!1:i!J!!!!.. They were mated using AI method. In Sumba island, 120 pure Ongole cows(SO) were divided randomly into 4 groups and supplemented either 0.5 kg dried selected rumen fill containing appropriatemicrobes at the peak of dry season, or combination of rumen fill and rice bran 3 kgihead/day for 2 months (October to No-vember 1994), or 3 kg rice bran/head/day for 2 months, or control (farmer practice). All obsevation was conducted in dryseason. Under laboratory condition, it shows that digestible dry matter intake was hihger for cows kept in 23OC (26 vs 18 g/kg LW) (P<O.05). Introduction of selected microbe at the beginning of the study increased pregnancy percentage of SO cowsfrom 25% to 90%. Similar response was observed when cows were supplemented by rice bran. These were true in animalsweighing between 201-250 kg. Utilization of rumen fill and applying strategic supplementation demonstrate the improve-ment of reproductive performance of Ongole cows.

PENDAHULUAN bagi peternakan rakyat untuk meningkatkan populasi ter-oak sapi, walaupun petani hams menjual ternak untukmenutupi kebutuhan hidupnya. Jarak beranak yang idealbagi sapi adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan bunting daD 3bulan menyusui. Akan tetapi, kenyataannya tidak demiki-an, kemgian reproduksi masih tinggi (4). Kematian pedetdilaporkan sampai 50% (5). Hal ini dikaitkan denganmusim kemarau yang panjang sehingga ran sum kayaseTal kasar. Introduksi HMT unggul masih terbatas pada

Peternakan rakyat merupakan tulang punggung produksidaging nasional (I). Perrnintaan daging dalam negeri me-ningkat tajam setiap tahun sehingga ada kecenderunganpengurasan ternak nasional (2). Mungkin oleh sebab itu,estimasi impor daging 25 000 ton meningkat sekitar 57 000ton sehingga mengurangi pemotongan 75 ekor sapi per-hari di Jakarta (3). lni dapat berarti memberikan peluang

13

Page 2: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplikasi [sotop don Radiasi. 1996

BASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Ciawi. Konsumsi dan daya cerna ransumlebih baik pada ternak yang dipelihara pada kandang 23°C(Tabell).

Tabel Pengaruh temparatur lingkungan terhadap konsumsidan daya cerna ransum berkualitas pada sapi PO

Pcubah-n (ekor)Bobot Badan (BB) (kg) --~Konsumsi Bahan Kering (KBK):

Rumput gajah (kg/h) 3.8aKonsentrate (kg/h) 3.6Total KBK (kg/h) 7.4aTotal KBK (% BB) 3.5aTotal KBK (gikg BB) 35a

Daya cerna BK (%) 74aBK tercema (kg/h) 5.5a

(g/kg BB) 26a---Perbedaan huruf dalam baris yang sarna P < 0.05

23°C

6212

areal proyek nasional dan tingkat adopsi pada masyarakatharus terns ditingkatkan lagi (6). Pemanfaatan isi rumenyang mengandung mikroba pencerna serat mampu mem-perpendek jarak beranak sapi Bali dari 15 bulan menjadi13 bolan (P<O.5) (7).

Dua per-tiga populasi sapi di Indonesia adalahSapi Ongole (8). Walaupun pertumbuhannya tidak selajuternak di tempat sejuk, profit progesteron induk sapi POmenunjukkan perbaikan hila ditempatkan di daerahhangat (9).

Dalam sturn ini dievaluasi perbedaan tingkat ke-buntingan sapi Ongole yang dihubungkan dengan faktortemperatur lingkungan, efisiensi pakan, dan penerapanperlakuan biologis.

33°C

4226

2.Sb3.66.1b2.7b27b67b4.1b18b

BAHAN DAN METODE

Lokasi Ciawi. SepuIuh ekor sapi dara PO (rataan200 kg) dibagi menjadi 2 kelompok (6 ekor dikandang23°C dan 4 ekor di kandang 33°C) masing-masing diberi3.6 kg BK/ekor/hari dan rumput gajah (Pennisetum pur-pureum).!!cd~. Koleksi total feses untuk mengestimasikonsumsi dan kecemaan ransurn (3-8 Agustus 1994). Airminum tersedia setiap saat. Untuk mengetahui kesehatanalat reproduksi sapi PO dilakukan palpasi rektal sebanyak2 kali, yaitu pada 26 Mei daD 2 Agustus 1994. Setelahobservasi ini, 5 ekor sapi PO sehat ditambahkan pada kan-dang 23°C (total II ekor) temak ditimbang dan disinkro-nisasi pada 3 Oktober 1994 dengan estrumet 2 cc/ekorintra-muskular. Tanggal 5 Oktober 1994 ada 13 ekor PObirahi dan dilB sebanyak 3 kali pada pagi, siang, daD sore.Palpasi kebuntingan dilakukan pada 12 Januari 1995,

Lokasi P. Sumba. Lokasi sturn adalah di OesaPraimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten SumbaTimur. Sejumlah 120 ekor campuran dara daD induk sapiSO umur 3-7 tahun (berdasarkan gigi dan catatan m daripetemak) dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, masing-masing 30 ekor. Setiap kelompok diberi mikroba + dedak,atau mikroba, atau dedak, atau kontrol (manajemen pe-tani). Oedak diberikan 3 kg per-ekor per-hari selama 2bulan (5 Oktober -30 November 1994) sedangkan 0.5kg isi rumen yang mengadung mikroba pilihan diberikanhanya sekali pada awal sturn (I Okt~r 1994 dan ini jatuhpada puncak musim kemarau) (Gambar I). Pemilihan mi-kroba dengan menggunakan Metode Balitnak yangdikembangkan oleh WINUGROHO dkk (10). Mikrobatersebut ada di isi rumen yang dicampur dengan cacahandebog pisang yang segar. Dedak diberikan pada sore/malamhari ketika temak pulang dari padang penggembalaan ter-batas (jam 0600 -1700). Oiharapkan kelahiran terjadipada Juni/JuIi 1995. Penimbangan dilakukan 3 kali, per-lama awal Oktober 1994, yaitu sebelum mendapatperlakuan pakan. Kedua, pertengahan Oesember 1994,yaitu akhir musim kemarau. Ketiga, bulan Maret 1995sekaligus pemerikasaan kebuntingan (PKB) yang dilaku-kan oleh 2 stat (drh. Yusuf dan sdr. Ishak Lauduamah)dengan kecepatan 10 -15 ekor induk per-hari. Peubahyang diamati adalah bobot badan daD kaitannya denganstatus kebuntingan.

Sedangkan respons temperatur lingkungan 23 dan33°C pada pola kebuntingan sapi PO disajikan pada Tabel2.

Tabel 2. Kasus kebuntingan dihubungkan dengan rataan bobot

badan sapi PO.:!:. SO.

23°C-33OC

I

2625241 :!: 3

3

232:t

Peubah

Bunting:n@ Bobot badan (kg)

Belurn bunting:n@ Bobot badan (kg)

6227 :t 23

Berdasarkan palpasi rektal pada 12 Januarl 1995,dietimasikan 4 ekor positif bunting (3 ekor di kandang23°C daD 1 ekor di kandang 33°C). Selanjutnya, 2 ekorsapi PO bunting dikandang 23 °C. Atau, total 5 ekorbunting di kandang 23°C daD 1 ekor di kandang 33°C.Diduga kisaran temperatur lingkungan 23 -33°C tidakmempengaruhi kebuntingan asalkan bobot badan induk POlebih dari 240 kg.

Konsumsi rumput menurun dari 3.8 kg/ekor/harimenjadi 2.5 kg/ekor/hari bila ternak dipelihara pada tem-peratur lingkungan 33°C (P<0.05) (Tabel 1). Walaupunterjadi penurunan efisiensi pakan, temperatur lingkungan33°C menyebabkan induk sapi PO memiliki kinerja re-produksi yang lebih baik asalkan bobot badan ternak di atasbobot badan minimal, dalam kasus ini yaitu 300 kg, pada-hal bobot badan minimal sapi PO adalah 260 kg (9, 11)Bila data tersebut benar, maka daerah hangat sebaiknya di-jadikan daerah pembibitan daD daerah sejuk dijadikan

14

Page 3: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1996

khususnya pada musim kemarau merupakan kendalabesar. Menurut CHANIAGO ~ (18), kecukupan pakanterjadi dari Februari sampai Mei dalam setahun. WINU-GROHO ~ (9) melaporkan bahwa pemberian suplemenyang strategis (pre- daD post-partus dan pre-kawin) mser-tai dengan pemberian mikroba unggul secara signifikanmampu memperpendek jarak beranak dari 15 bulan men-jadi 13 bulan. Berdasarkan data, puncak bulan beranakjatuh pada Juli. Sehingga, tiga periode kritis nutrisi sapiSO dapat diestimasi berdasarkan basil penelitian WINU-GROHO ~ (7). Dengan kata lain, dari pre-partus (Juni-Juli), post-partus (Agustus), dan pre-kawin (Septembersid Oktober). Pada masa-masa kritis ini sebaiknya ternakdiberi suplemen dedak (3 kg/ekor/hari), tetapi karena ke-sulitan di lapangan maka pemberian dedak hanya dilaku-kan pada 5 Oktober -30 November seperti tertera di atas.Walaupun demikian suplementasi dedak meningkatkantingkat kebuntingan sapi SO. Saat ini sedang mrencana-kan mengambil data kelahiran dari Pulau Sumba. Disim-pulkan bahwa temperatur lingkungan 23 °C meningkatkankonsumsi bahan kering daD kecernaan ransum sapi POdibandingkan bila ternak diperlihara pada temperaturlingkungan 33°C. Tampaknya, bobot badan lebih menen-tukan tingkat kebuntingannya dibandingkan dengan pe-ngaruh temperatur lingkungan. Pemberian mikroba pencer-na serat mampu memperbaiki tingkat kebuntingan sapi SOdi Pulau Sumba. Perlu penelitian lebih lanjut mengenaiidentifikasi bakteri, jamur serta protozoa yang bersifatselulolitik itu.

daerah perbesaran atau penggemukan dan dari data di Ta-bel 2, daerah sejuk 23°C rnasih bait bagi program pembi-bitan seperti ~ breeding~. (12), merangkum basilpenelitian-penelitian terdahulu dan mengusulkan ~daerah pembibitan daD penggemukan sapi Ongole.

Lokasi P. Sumba. Pola temperatur, curah hujan,dan kelembapan oishi Pulau Sumba disajikan pada Gam-bar I. Bulan April sampai dengan November adalah peri-ode hujan rendah yaitu di bawah 100 rom per-bulan. Rataantemperatur berkisar dari 25 -28°C dengan kisaran tem-peratur minimax 19.5 -33.5°C. Tidak banyak fluktuasikelembapan yang tercatat. Sedangkan pengaruh suplemen-tasi dan pemberian ~ ~ mikroba pada tingkat ke-buntingan sapi induk SO disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh pemberian mikroba dan penambahan dedakpad a tingkat kebuntingan sa pi SO pads bobot badanberbeda (BB 8 Maret 95).

Kontrol

~nB ~100 -ISO 0 0 2. 1 0 2. 1 0 2. 0 0 Q

151 -200 4 0 Q 12 2 11 15 0 Q. 14 1

201 -250. 16 11 ~ 10 9 2Q 10 9 2Q 12 3 ~

251 -300 8 8 lQQ44lQQ22lQQ.!.QQ 6 6

UCAPAN TERIMA KASm

Ucapan terima kasih diucapkan kepada star Ba-litnak Ciawi, Sdr I Ketut Pustaka daD Hari Purwantosebagai pengawas kandang serta Pak Wagio dengan keah-lian teknik palpasi. Untuk lokasi Pulau Sumba, teknik paI-pasi dilakukan oleh drh. Yusuf Wibisono daD Sdr. IshakLauduamah daD untuk itu kami ucapkan terima kasih.Bantuan Bapak Umbo Yadar sebagai pernilik ternak, dandorongan moril Bapak drh. Palulu Ndima daD star DinasPeternakan TK II Kabupaten Sumba Timur Bapak sertaBapak Drs. Lucas Kaborang, Bupati TK II Sumba Timursangat kami hargai. Terima kasih pada star LaboratoriumRumen Mikrobiologi Balitnak, khususnya Ir. Yeni Widia-wati yang menyiapkan isi rumen terpilih. Penelitian inidibiayai oleh dana APBN 1994/95.

*, Kisaran batas bobot badan kritis.

Bobot badan sapi induk SO paling banyak terda-pat pada kisaran 20 I sampai 250 kg dan pada kisaran initerdapat perbedaan dampak perlakuan pada tingkat ke-buntingan ternak. Di atas bobot badan ? 250 kg indukbunting semuanya. Sd>aliknya, ternak dengan robot badan~ 200 kg memang sukar bunting. Pembahasan selanjutnyakembali pada kisaran 201-250 kg. Pemberian isi rumenyang mengadung mikroba serat daD atau suplementasidedak padi meningkatkan persentase kebuntingan sapi SOdaTi 25% menjadi 90%. Pemberian isi rumen yang me-ngadung mikroba pencerna serat mampu memperpendekjarak beranak sapi Bali daTi 15 bulan menjadi 13 bulan (7),meningkatkan PBBH daTi 0.7 kg/hari menjadi 1.0 kg/hari(13), menurunkan ~ Conversion ~ dari 21 kg men-jadi 19 kg untuk menghasilkan I kg pertambahan robotbadan (pBBH) (12). Transfer isi rumen kerbau dilaporkanmeningkatkan kinerja domba (13) dan sapi (15). Responspetani terhadap penerapan teknik transfer isi rumen cu-kup baik (16). Teknik kemudian dikembangkan untuk di-coba pada usaha penggemukan komersial (14). Hubunganrobot badan daD profil hormon progesteron diulas olehWINUGROHO and TELENI (II). Interaksi antaranutrisi, kondisi tubuh dan aktivitas ovariaum kerbau di-laporkan oleh WlNUGROHO ~ (17). Kekurangan pakan,

DAFTAR PUSTAKA

SOEHADJI, "Reorientasi pembangunan petemakandaIam rangka mengantisipasi era globalisasi", Se-minar Nasional Petemakan daD Veteriner, PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan, Cisama(1995).

2. ANONIMUS, Sturn persiapan tahap III Proyek Pengem-hangaR Petani Ternak Kecil di Propinsi SulawesiSelatan, NTT, NTB (Analisis suplai bibit SapiBali), Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta( 1990).

15

Page 4: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplikasi [sotop don Radiasi. [996

3. ANONIMUS, Harlan Kompas 7 November (1995). 13. SANTOSO, M., WlNUGROHO, M., SABRANI,CHANIAGO, T., Evaluasi sosiao-ekonomi plasmapola PIR di Lampung, Laporan intern, Balai Pene-litian Ternak, Ciawi (1994).

4. WlRDAHA Y A ll, R.B., Penarnpilan proouksi dan struk-tur populasi Sapi Bali di Pulau Timor, NTf, La-poran Intemak Sub Balitnak Lili, Kupang (1990).

14. WlNUGROHO, M., WIDIATI, Y., HERNAWAN, I.,DEW!, K.P., KADARUSMAN, L., THALffi, A.,BAWUK, T., and SABRANI, M., "Buffalo rumenfluid transfer to improve sheep performance", Pro-ceedings of the 7th AAAP Animal Science Con-gress held in Bali, Indonesia, Balitnak, Bogor(1994) 393.

5. WIRDAHAYATI, RB., "Efisiensi produksi ternak sapidi Nusa Tenggara", Annual Assessment Meeting,Indonesia-Australia Development Programme,Mataram, Lombok, NTB. (1992).

6. BAMUALIM, Komunikasi pribadi

WINUGROHO, M.M., SABRANI, SANTOSO, M.,PANJAITAN, ERWAN and SAID, M., "Droughtfeeding strategy", Internal Report for the Agricul-tural Research Management, AARD-Department ofAgriculture, Jakarta (1995).

15. WINUGROHO, M., HERNAWAN, I., HADI,TAUFIK, daD SABRANI, M., "Transfer cairanrumen kerbau tingkatkan pertumbuhan sapi PO",Seminar Hasil Penelitian daD Pengembangan Bio-teknologi II. Puslitbang. Bioteknologi, LIPI, Jakarta(1994).

8. MA'SUM, K., and TELENI, E., The working cattle ofIndonesia, Draught Animal Bulletin 2 (1993).

9. WINUGROHO, M., PUlU, I.G., BESTARI, J., SAEPU-DIN, Y., CHANIAGO, T.D., dan SABRANI, M.,Kandungan progesteron, triiodothyronine (T3), danbobot badan sapi PO pada temperatur lingkunganyang berbeda, IImu dan Peternakan 12 (1994) 4.

16. WINUGROHO, M., WIDIAWATI, Y., ERWAN,SAID, M., and SABRANI, M., "FarDler's reSJX>nseto rumen fill transfer technique", Bulletin of Ani-mal Science, University of Gadjah Mada -SpecialEdition (proceedings the 1st International Seminaron Tropical Animal Production, Yogyakarta, 1995),University of Gadjah Mada, Yogyakarta (1995) 67.

10. WINUGROHO, M., SABRANI, M., PUNARBOWO,P., WIDIAWATI, Y., and THALm, A., Non-ge-netic approach for selecting rumen fluid containingspecific microorganisms (Balitnak Method), I1mudan Peternakan Q 2 (1993) 5.

\7.

WINUGROHO, M., SUDJANA A.D., dan SABRANI,M., Penerapan bioplus dan CYC-IOO pada usahapenggemukan komersial, Laporan Intern. BalaiPenelitian Ternak, Ciawi (1995).

18. WINUGROHO, M., SITUMORANG P., and TELENI,E., "Interaction between body condition, lebel ofnutrition and ovarian activity in working swampbuffalo", Draught Animals in Rural Development(HOFFMANN, D., NARI, J., and PETHERAM,R.J., eds.), Australian Centre for International Ag-ricultural Research (ACIAR). Proceeding No. 27(1989) 336.

1. WlNUGROHO, M., and TELENI, E., "Feeding andbreeding strategies", Draught Animal Systems andManagement: An Indonesian Study (TELENI, E.,CAMPPBELL, R.S.F., and HOFFMANN, D., eds.),ACIAR Monograph No. 19, Australia (1993) 60.

12. SABRANI, M., WINUGROHO, M., THALffi, A., Dl-WYANTO, K., daD SAEPUDIN, Y., TeknologiPengembangan Sapi Sumba Ongole, Balai Peneli-tian Ternak, Bogor (1994).

19. CHANIAGO, T., BAMUALIM, A., and LIEM, C.,"Nusa Tenggara Timur", Draught Animal Systemsand Management: An Indonesian Study (TELENI,E., CAMPPBELL, R.S.F., and HOFFMANN, D.,eds.), ACIAR Monograph No. 19, Australia (1993)4.

16

Page 5: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplika8i 18orop dan Radias;. 1996

-+- MaximumAver age ---MinimJm

Rainfall (mm) & Humidity (%)

-+- R. Humidity (%)Rainfall (rrnn)

Temperatur Avg, Max, MinGambar

17

Page 6: PENGARUB TEMPERA TUR LINGKUNGAN P ADA …ansn.bapeten.go.id/files/41103/3368.pdf · Praimadita, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. ... daerah pembibitan daD penggemukan sapi

Aplikasi [sotop don Radiasi, 1996-

DISKUSI

TOlTI TJIPTOSUMIRA T sapi Ougole. Hasil percobaao ini, berapa kali sapi buntingdalam 1 tabuo bila dibaodiogkao deogan sapi yang tidakdiberi suplemeot?Mohon penjelasan. bagaimana tara mendapatkan

mikroba serat dari rumen pada ternak nuninansia, meng-ingat mikrobanya adalah anaerob?

M. WINUGROHO

M. WINUGROHOKebuntingan yang mendekati nonnal untuk Sapi

Bali jarak beranak daTi 15 bulan menjadi 13 bulan, de-ngan catatan 9 bulan masa kebuntingan clan 3 bulan masa

menyusui.

Menggunakan metode Balitnak (WINUGROHO,dkk., 1993), menghasilkan mikroba unggul yang hiladiberikan pada "target ternak" akan menimbulkan efek si-nergistik pada fermentasi serat di rumen. Akibatnya, MPS-nya meningkat, aktivitas enzim lebih tinggi, sehinggamengurangi bobot badan pada musim kemarau. Pada usa-ha komersial, penambahan mikroba (transfer isi rumen)dapat ditingkatkan dari 0.7 -> 1.0 kgiekor sapi/hari.

BINTORO HERSASANGKA

1. Bagaimana cara mengumpulkan mikroba seTal?2. Apakah mikroba serat tersebut bersifat anaerob?3. Seandainya bersifat anaaerob, apakah mikroba tersebut

tidak mati pada waktu diberikan pada sapi?C. HENDRA TNO

Apakah dalam teknologi pemberian mikroba ru-men sebagai pemacu pencemaan serat kasar ini mikrobayang diberikan masih mempunyai sifat seperti mikroba ru-men dengan dibiakkannya dalam lingkungan anaerob dansubu di bawah 37.C?

M. WINUGROHO

Sudah tercakup pada pertanyaan sebelumnya.

JENNY EDWARDLYM. WINUGROHO

Dari uji laboratorium, isi rumen pilihan masihmengandung mikroba serat dan hidup ketika daIam me-dia anaerob. Profil sinergistikjuga tetap ada. Dari data ini,uji m YiY2 pada sapi dan domba dilakukan (pemberian mi-kroba kering) dan berhasil.

I. Apakah pemberian mikroba seTal merangsang pertum-buhan atau merangsang hormon reproduksi hewan?

2. Kenapa pada berat badan di antara berat 250 kg kebun-tingan tinggi, tolong jelaskan hubungan tingkat beratbadan ini dengan fisiologi reproduksi?

3. Untuk peternakan yang ekstensif di Sumba, apakabhanya cukup penambahan suplemen pada konsentratuntuk peningkatan produksi?M. ARIFIN

Berapa jumlah minimal mikroba yang bisa diberi-kan agar bisa meningkatkan daya cerna? Bagaimana bilaterialu banyak, apakah akan ada kemungkinan terjadi per-saingan negatif?

M.WINUGROHO

10 Pemberian mikroba pilihan akan meningkatkan bobotbadan yang erat hubungan dengan cadangan energi tu-huh daD kinerja reproduksi, misalnya profil hormonprogesterono Bobot badan minimal pada sapi dan ker-bau dipublikasikan oleh WlNUGROHO dan TELENI,"Drought Animal System and Management" (1993).

2. Untuk peternakan yang ekstensif di Sumba, saat ini yangcocok adalah diberi garam dan mikroba serat. Sedang-kan pemberian suplemen pada umumnya tidak dilaku-kan, karena mahal daD makan banyak waktu. Makapemberian mikrooa pilihan merupakan jalan keluar yangmudah, murah, tahan lama, daD menguntungkan.

M. WINUGROHO

Mikroba ada di isi rumen (kering). Jumlah yangdiberikan 0,5-1,0 kg/ekor per periode penggemukan atauawal rnusim kernarau. Tidak ada masalah hila pemberianisi rumen (kering) lebih dari 1.0 kg, tetapi tidak mengun-tungkan dari segi ekonorni.

SUPANDI

Dengan pemberian mikroba, pencernaan serat/suplementasi dapat meningkatkan tingkat keberuntungan

18