Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

12
. FIQH SALAF FIQH DAN SUMBER PENGAMBILANNYA MENURUT SALAF A. Pengertian Fiqh. Secara bahasa, arti fiqh adalah al-fahmu (paham atau mengerti). Dan secara istilah, maknanya adalah mengetahui hukum-hukum syar’i yang dihasilkan dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ada juga yang mengatakan bahwa fiqh adalah pengetahuan atas hukum-hukum syar’i yang ditempuh dengan cara berijtihad. Sedangkan hukum-hukum syar’i itu terdiri dari wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh. B. Madzhab-Madzhab Fiqh dan Sumber Pengambilannya. Dalam hal ini, di antara aliran-aliran fiqh yang banyak dijadikan acuan kaum muslimin ada empat : madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali. Namun tidak dapat dipungkiri bahwasanya masih ada lagi madzhab-madzhab yang diakui para salaf (baca : ahlu sunnah wal-jama’ah), contohnya madzhab Al-Auza’i, madzhab Ats-Tsauri, madzhab Al-Laits, madzhab Azh-Zhahiri dan madzhab Ath-Thabari. Hanya saja dengan semakin berpu- tarnya zaman, kini madzhab-madzhab tersebut tidak banyak berkembang lagi tidak banyak dipakai oleh kebanyakan kaum muslimin saat ini khususnya. Awal yang dijadikan patokan tiap-tiap imam-imam madzhab dalam berijtihad menyimpulkan suatu hukum adalah nash-nash Al-Qur’an, As-Sunnah, kemudian ijma’, dan

description

ok

Transcript of Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

Page 1: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

. FIQH SALAF

FIQH DAN SUMBER PENGAMBILANNYA MENURUT SALAF

A. Pengertian Fiqh.

Secara bahasa, arti fiqh adalah al-fahmu (paham atau mengerti). Dan secara

istilah, maknanya adalah mengetahui hukum-hukum syar’i yang dihasilkan dari dalil-

dalilnya yang terperinci. Ada juga yang mengatakan bahwa fiqh adalah pengetahuan

atas hukum-hukum syar’i yang ditempuh dengan cara berijtihad. Sedangkan hukum-

hukum syar’i itu terdiri dari wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh.

B. Madzhab-Madzhab Fiqh dan Sumber Pengambilannya.

Dalam hal ini, di antara aliran-aliran fiqh yang banyak dijadikan acuan kaum

muslimin ada empat : madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dan

madzhab Hanbali. Namun tidak dapat dipungkiri bahwasanya masih ada lagi

madzhab-madzhab yang diakui para salaf (baca : ahlu sunnah wal-jama’ah),

contohnya madzhab Al-Auza’i, madzhab Ats-Tsauri, madzhab Al-Laits, madzhab

Azh-Zhahiri dan madzhab Ath-Thabari. Hanya saja dengan semakin berputarnya

zaman, kini madzhab-madzhab tersebut tidak banyak berkembang lagi tidak banyak

dipakai oleh kebanyakan kaum muslimin saat ini khususnya.

Awal yang dijadikan patokan tiap-tiap imam-imam madzhab dalam berijtihad

menyimpulkan suatu hukum adalah nash-nash Al-Qur’an, As-Sunnah, kemudian

ijma’, dan setelah itu qiyas. Sedang selebihnya merupakan dalil-dalil yang sifatnya

mukhtalaf (diperselisihkan), seperti qaul shahaby, istihsan, ‘urf, al-mashalih al-

mursalah....dan lain sebagainya.

Mereka imam-imam madzhab, metode dalam menyimpulkan suatu hukum adalah

secara berurutan, sebagai manhaj bagi mereka dalam menetapkan sebuah hukum dari

dalil-dalilnya meskipun satu sama lain di antara mereka didapatkan perbedaan dan

ketidaksamaan.

Oleh karena itu, mereka berempat adalah tauladan utama bagi setiap orang yang

ingin menempuh langkah berijtihad secara benar dan selamat. Mereka merupakan

suri tauladan dalam keilmuan, istiqomah dan amal sholih. Terbukti dengan adanya

legitimasi dari seluruh kaum muslimin di berbagai masa sesudah mereka.

Page 2: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

1. Madzhab Hanafi.

Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah, Nu’man bin Tsabit Al-Kufy

yang hidup di Kufah-Irak. Lahir pada tahun 80 Hijriyah. Imam Abu Hanifah dikenal

sebagai pendiri Madrasah Qiyas bersama dua sahabatnya, Imam Abu Yusuf A-Qadhi

dan Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Dan beliau wafat pada tahun 180

Hijriyah.

Untuk sekarang madzhab ini banyak digunakan di negara-negara Asia Bagian

Selatan dan Barat Daya, seperti Pakistan, India, Afghanistan, Libya, Lebanon dan

Irak. Juga di Turki, Sudan dan Negeria.

Adapun sumber pengambilan hukum fiqh dalam madzhab ini ada enam :

a. Al-Qur’an dan As-Sunnah.

b. Al-Ijma’.

c. Qaul shahaby (pendapat sahabat RA)

d. Jika tidak didapatkan qaul shahaby, beralih untuk berijtihad tanpa mengambil

qaul tabi’in.

e. Istihsan dan Qiyas.

f. ‘Urf.

2. Madzhab Maliki.

Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam Abu Abdillah, Malik bin Anas Al-

Anshary yang hidup di kota Madinah. Lahir pada tahun 93 Hijriyah. Imam Malik

dikenal dengan Imam Darul Hijrah, sebagai Pendiri Madrasah Al-Hadits. Dan beliau

wafat pada tahun 179 Hijriyah.

Pada zamannya dulu, madzhab ini berkembang pesat di Madinah dan Mesir.

Adapun sekarang, tidak banyak berkembang kecuali hanya di beberapa negara seperti

Maroko dan sekitarnya di belahan Afrika.

Sumber pengambilan hukum fiqh dalam madzhab ada sebelas :

a. Al-Qur’an dan As-Sunnah.

b. Al-Ijma’.

c. Ijma’ para sahabat RA.

Page 3: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

d. Fatwa para sahabat RA.

e. Qiyas.

f. Istihsan.

g. Al-Mashalih Al-Mursalah.

h. Sadd Adz-Dzara-i’.

i. Al-Istishab.

j. Syar’u Man Qablana (syari’at umat terdahulu).

k. ‘Urf.

3. Madzhab Syafi’i.

Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam Abu Abdillah, Muhammad bin Idris Asy-

Syafi’i. Seorang berketurunan Quraisy yang bertemu nasabnya dengan Rasulullah

SAW. Lahir pada tahun 150 Hijriyah dan hidup berpindah-pindah, mulai dari

Palestina, Makkah, Madinah, Yaman, Irak, dan wafat di Mesir pada tahun 204

Hijriyah. Imam Syafi’i dikenal sebagai orang yang memadukan antara metode fiqh

Madrasah Qiyas dan Madrasah Al-Hadits.

Hingga sekarang madzhab ini banyak dijadikan acuan fiqh di berbagai negara,

khususnya di Asia Bagian Tenggara seperti Malaysia, Indonesia dan Philipina.

Adapun sumber pengambilan hukum fiqh dalam madzhab ini ada lima :

a. Al-Qur’am dan As-Sunnah.

b. Al-Ijma’.

c. Ijma’ para sahabat RA.

d. Memilih pendapat di antara para sahabat jika terjadi beda pendapat..

e. Qiyas.

Dan juga telah dinukil dari Imam Syafi’i, bahwa -setelah qiyas- beliau juga

bersandar kepada ‘urf, istihsan dan al-mashalih al-mursalah.

4. Madzhab Hanbali.

Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam Abu Abdillah, Ahmad bin Muhammad

bin Hanbal Asy-Syaibani yang hidup di Baghdad-Irak. Lahir pada tahun 164

Hijriyah. Imam Ahmad dikenal sebagai Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Selain ahli

fiqh, beliau juga seorang ahli hadits yang hafal sekitar satu juta hadits. Wafat pada

tahun 241 Hijriyah.

Page 4: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

Tidak banyak dari kaum muslimin yang berpegang dengan madzhab ini,

melainkan hanya di Saudi Arabia dan di beberapa daerah saja.

Adapun sumber pengambilan hukum fiqh dalam madzhab ini ada lima :

a. Nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.

b. Fatwa sahabat RA.

c. Memilihkan salah satu pendapat yang diperselisihkan para sahabat.

d. Beramal dengan hadits mursal atau dha’if jika tidak didapatkan yang lainnya,

dengan syarat perawi yang ada di dalamnya bukan perawi yang terkenal

kedustaan atau kefasikannya, dan juga tidak didapatkan dalil yang

bertentangan dengannya.

e. Menggunakan qiyas di saat terpaksa.

Dan dalil-dalil di atas ini merupakan prinsip ijtihad yang dipakai dalam

madzhab Hanbali yang telah menjadi kesepakatan para ulama’. Dan

selebihnya, konon madzhab ini juga menggunakan istish-hab, istihsan, al-

mashalih al-mursalah, dan sadd adz-dzara-i’, yang masih diperselisihkan para

ulama’.

Keterangan Istilah-istilah Ushul Fiqh

Ijma’ :

Kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW

terhadap hukum syar’i yang bersifat amaly (praktisi). Para ulama telah bersepakat,

bahwa ijma’ dapat dijadikan argumentasi untuk menetapkan hukum syar’i. Dan ijma’

yang dipakai adalah ijma’ para ulama’ jumhur. Seperti ijma’ para sahabat yang

melarang seorang laki-laki melakukan poligami dengan bibi isteri dari ayah atau ibu.

Qiyas :

Menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan Al-

Hadits dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang telah ditetapkan

hukumnya berdasarkan nash. Sebagai contoh Rasulullah SAW menghubungkan

antara berkumur dalam keadaan shiyam dengan mencium isteri dengan cara

membandingkan antara keduanya. Dua hal tersebut mengandung dua kemungkinan,

antara membatalkan dan tidak membatalkan shiyam. Memang berkumur dan

mencium itu sendiri tidaklah termasuk kategori berbuka, tetapi boleh jadi hal itu

Page 5: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

membatalkan shiyam. dengan cara membandingkan dua hal tadi, akan melahirkan

kesamaan hukum. Apabila berkumur tidak membatalkan shiyam, maka demikian

halnya dengan mencium, tidaklah membatalkan shiyam.

Istihsan :

penetapan hukum dari seorang mujtahid terhadap suatu masalah yang

menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang

serupa, karena ada alasan yang lebih kuat yang menghendaki dilakukannya

penyimpangan itu. Contoh : seluruh tubuh wanita adalah aurat dari ujung rambut

sampai ujung kaki. Namun kemudian diperbolehkan melihat sebagian anggota badan

tertentu karena ada hajat, seperti karena untuk kepentingan pemeriksaan oleh seorang

dokter kepada pasiennya. Di sini terdapat pertentangan kaedah, bahwa seorang

wanita adalah aurat, karena memandang wanita akan mendatangkan fitnah. Kedua,

adanya suatu sifat yang kemungkinan besar akan mendatangkan masyaqqah

(kesulitan) dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti ketika dalam pengobatan. Dalam

hal ini dipakai ‘illat (alasan) yang berupa at-taysir (menudahkan).

Al-Mashalih Al-Mursalah :

mashlahat-mashlahat yang bersesuaian dengan maqashid asy-syari’ah (tujuan-

tujuan syari’at) Islam dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat

melegitimasi atau membatalkan mashlahat tersebut. Jika mashlahat didukung oleh

sumber dalil yang khusus, maka termasuk ke dalam qiyas dalam arti umum. Dan jika

terdapat ashl khash (sumber dalil yang khusus) yang bersifat membatalkan, maka

mashlahat tersebut menjadi batal. Mengambil mashlahat yang yang terakhir ini

bertentangan dengan tujuan-tujuan syar’i. Dan Imam Malik adalah imam madzhab

yang menggunakan dalil al-mashalih al-mursalah.

Untuk menetapkan dalil ini, ia mengajukan tiga syarat :

a. Adanya persesuaian antara mashlahat yang dipandang sebabagi sumber dalil yang

berdiri sendiri dengan maqashid asy-syari’ah. Sedangkan maqashid asy-syari’ah

itu di antaranya meliputi keselamatan dien, jiwa, akal, keluarga dan keturunan

serta harta benda.

Page 6: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

b. Mashlahat itu harus masuk akal.

c. Penggunaan dalil mashlahat ini adalah dalam rangka menghilangkan kesulitan

yang mesti terjadi. Dalam pengertian, seandainya mashlahat yang dapat diterima

akal itu tidak diambil, niscaya manusia akan mengalami kesulitan.

Imam Malik dan golongan Hanbali berpendapat bahwa mashlahat dapat diterima

dan diijadikan sumber hukum selama memenuhi semua syarat-syarat di atas. Sebab

pada hakekatnya keberadaan mashlahat adalah dalam rangka merealisasikan maqashid

asy-syari’ah meskipun secara langsung tidak terdapat nash yang menguatkannya.

Hanya saja golongan madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i tidak menganggap al-

mashalih al-mursalah sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri dan

memasukkannya ke dalam kategori qiyas. Jika di dalam suatu mashlahat tidak

ditemukan nashyang bisa dijadikan acuan qiyas, maka mashlahat tersebut di anggap

batal, tidak diterima. Oleh karena itu al-mashalih al-mursalah termasuk sumber

hukum yang masih dipertentangkan di antara ulama’ ahli fiqh. Namun jumhur fuqaha’

sepakat bahwa mashlahat dapat diterima dalam fiqh Islam. Dan setiap mashlahat

wajib diambil sebagai sumber hukum selama bukan dilatarbelakangi oleh dorongan

syahwat dan hawa nafsu, tidak bertentangan dengan nash serta maqashid asy-syari’ah.

Contoh dari al-mashalih al-mursalah adalah praktek para sahabat radhiyallahu

‘anhum dalam mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam beberapa mush-haf. Padahal hal

ini tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Alasan yang mendorong mereka

melakukan pengumpulan ini tidak lain kecuali semata-mata karena mashlahat, yaitu

menjaga Al-Qur’an dari kepunahan atau kehilangan kemutawatirannya karena

wafatnya sejumlah besar huffazh (para penghafal Al-Qur’an) dari generasi sahabat

radhiyallahu ‘anhum. Selian itu, merupakan bukti nyata dari firman Allah :

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr : 9)

‘Urf (tradisi) :

bentuk-bentuk mu’amalah yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah

berlangsung konstan di tengah masyarakat. ‘Urf ini merupakan satu sumber hukum

yang diambil oleh madzhab Hanafi dan Maliki, yang berada di luar lingkup nash.

‘Urf terbagi menjadi dua macam :

a. ‘Urf yang fasid (rusak/jelek) yang tidak bisa diterima, yaitu ‘urf yang bertentangan

dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contohnya adalah kebiasaan masyarakat dalam

Page 7: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

melakukan sebagian perbuatan yang diharamkan, seperti minum arak atau memakan

riba, maka ‘urf tersebut ditolak.

b. ‘Urf yang shahih (baik/benar), yaitu ‘urf yang bisa diterima dan dipandang sebagai

salah satu sumber pokok hukum Islam karena tidak bertentangan dengan nash.

Sebagai contoh ialah larangan menerima gaji bagi guru ngaji Al-Qur’an atau orang

yang berjuang menegakkan syi’ar Islam. Alasannya karena hal itu merupakan ibadah,

sedang ibadah tidak tidak pantas mendapatkan imbalan berupa gaji. Akan tetapi

ketika masyarakat tidak mau mengajar Al-Qur’an atau mensyia’rkan dienul Islam

kecuali harus diberi imbalan gaji, maka para ahli fiqh memperbolehkan mereka

menerima gaji agar eksistensi Al-Qur’an tetap terjaga dan syi’ar Islam tetap tegak di

muka bumi seperti adzan dan jama’ah di masjid-masjid.

Istish-hab :

dalil yang memandang tetapnya suatu perkara selama tidak ada sesuatu yang

mengubahnya. Dalam pengertian, bahwa ketetapan di masa lampau, berdasarkan

hukum asal, tetap terus berlaku untuk masa sekarang dan masa mendatang. Bilamana

bertentangan dengan dalil lain, istish-hab harus dinomorduakan. Istish-hab

merupakan alternatif terakhir untuk fatwa (setelah tidak ditemukan pada sumber-

sumber lain). Apabila hukum asal suatu perkara adalah mubah (diperbolehkan)

seperti makanan, maka hukumnya adalah mubah sampai ada dalil yang menerangkan

keharamannya. Apabila hukum asal pada suatu perkara adalah haram seperti

pergaulan antara pria dan wanita, maka hukum asalnya adalah haram sampai ada dalil

yang memperbolehkannya, misalnya melalui ikatan pernikahan. Sebagai contoh : jika

diketahui si fulan adalah pemilik suatu barang, maka hak milik itu tidak berpindah ke

tangan orang lain kecuali ditunjukkan bukti atas kepemilikannya.

Syar’u man qablana (syari’at umat terdahulu):

Jika syari’at umat terdahulu telah dinaskh (dihapus hukumnya) berdasarkan dalil

hukum Islam, maka tidak bisa diambil. Begitu pula apabila ada dalil yang

menunjukkan bahwa sesuatu ketentuan hukum berlaku khusus untuk kaum tertentu,

maka tidak bisa dijadikan hujjah dengan kesepakatan ulama’. Contoh :

diharamkannya segala binatang yang berkuku atas kaum Yahudi, dan diharamkannya

Page 8: Pengantar Fiqih, Sejarah, Asbabbul Khilaf Dan Madzhab Fiqih

lemak dari sapi dan domba atas mereka selain lemak yang melekat di punggung

keduanya atau yang di perut besar.

Namun apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu hukum berlaku umum

untuk segala zaman, maka bisa dijadikan hujjah sesuai yang diinginkan syari’at.

Contoh : hukum qishash, yaitu jiwa yang terbunuh dibalas dengan jiwa