Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

22
1 FLEKSIBELITAS WAKAF DALAM MADHHAB H{ANAFI> (Telaah Terhadap Kitab Al-Mabsu> t} Karya Al-Sarakhsi>) MAKALAH Diajukan Untuk Menyelesaikan Perkuliahan Mata Kuliah Fiqh ZIS & Wakaf Oleh: MIFTAQURROHMAN, S.H.I NIM. 2121 1 2020 Dosen Pengampu: DR. MIFTAHUL HUDA, M. Ag. PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO 2013

Transcript of Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

Page 1: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

1

FLEKSIBELITAS WAKAF DALAM MADHHAB H{ANAFI>

(Telaah Terhadap Kitab Al-Mabsu>t} Karya Al-Sarakhsi>)

MAKALAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Perkuliahan

Mata Kuliah Fiqh ZIS & Wakaf

Oleh:

MIFTAQURROHMAN, S.H.I NIM. 2121 1 2020

Dosen Pengampu:

DR. MIFTAHUL HUDA, M. Ag.

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PONOROGO 2013

Page 2: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf merupakan suatu akad tabarru‘ seperti halnya wasiat, hibah,

memerdekakan budak, dan iba>h}ah.1 Sebagai akad tabarru‘ (baca: ghoyr tija>ri>, non

commercial) wakaf mempunyai unsur tujuan vertikal (qurbah, pendekatan diri

kepada Allah) dan horizontal (kepedulian sosial). Karena adanya dua unsur ini

wakaf juga dinamakan ‘ibadah ijtima‘iyah (ibadah yang bermuatan nilai sosial).

Akan tetapi unsur horizontal lebih dominan, karena memang tujuannya adalah

tolong menolong.

Sedangkan tujuan hukum Islam tidak terlepas dari tiga pokok, yaitu

menjaga al-mas}lah}ah d}aru>ri>ya h, al-mas}lah}ah al-h}a>ji>yah, dan al-mas}lah}ah al-

tah}si>ni yah. Agama Islam menjaga kemaslahatan dlaru riyat dengan memberikan

kebebasan untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dan ketentuan hukum.

Dalam hal ini, wakaf menempati urutan ketiga dari maslahat yang ditawarkan

Islam, yaitu mashlahat tahsini ya t.2 Menurut al-Dahlawi> (1986/II: 116), wakaf

mengandung kemaslahatan yang tidak dijumpai dalam sedekah yang lain, sebab

kadangkala ada orang menggunakan hartanya di jalan Allah tetapi pada akhirnya

bendanya habis, padahal masih banyak orang lain yang membutuhkan. Oleh

karena itu, tidak ada sedekah yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang-orang

miskin dan ibn al-sabi>l kecuali harta wakaf yang manfaatnya terus berkembang

dan bendanya tetap permanen.3

Dalam tataran teori maupun implementasi, banyak terdapat perbedaan

(ikhtila>f) di kalangan madhhab tentang kategori syarat maupun rukun-rukunnya.

Ada pendapat yang dirasa longgar dan ada juga yang ketat. Sehingga dalam

1 ‘Abd Alla>h bin H{ija>ri> al-Sharqa>wi>, H{a>shiyat al-Sharqa>wi> ‘ala> Tuh}fat a-T}ulla>b, vol. II

(Beirut: Da>r al-Fikr, 2006), 167. 2 Al-Sya>t}ibi>, Al-Muwa>faqa>t, vol. II, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1985), 4-6.

3 Al-Dahlawi>, H{ujjat Alla>h al-Ba>lighah, vol. II, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), 116.

Page 3: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

3

pelaksanannya terkadang dirasa sempit dan membuat tujuan wakaf kurang

mengena, terutama ketika dikaitkan dengan tema wakaf produktif. Wakaf

produktif lebih banyak diakomodasi oleh madhhab H{anafi>, dikarenakan dalam

metodologi istinba>t}nya ketika tidak ada dalil mereka menggunakan teori qiya>s.

Namun, jika qiya>s tidak bisa digunakan, maka mereka beralih kepada istih}sa>n.

Dan jika istih}sa>n tidak bisa digunakan maka mereka kembali kepada‘urf.4 Karena

metode ini, madhhab H{anafi dipandang lebih fleksibel dan lebih adaptatif dengan

perkembangan situasi dan kondisi, walupun keluwesan yang sama juga bisa

didapati dalam madhhab lain semisal madhhab Sha>fi‘i> lewat aplikasi al-qawa>‘id

al-fiqhi>yahnya.5 Oleh karena itu, dalam ruang lingkup wakaf yang diharapkan

dapat lebih mensejahterakan umat dan mengentaskan kemiskinan ini, maka

penulis merasa tertarik untuk membahas tentang Fleksibelitas Wakaf Dalam

Madhhab H{anafi: telaah terhadap kitab al-mabsu>t} karya al-sarakhsi>. Kitab ini

dipilih karena posisinya sebagai literatur induk (jawa: kitab babon) dan sekaligus

sebagai representasi dari madhhab H{anafi>. Dengan harapan semoga bisa

menambah wawasan dan pemahaman tentang kajian budaya dan peradaban

keislaman kita, terutama tentang wakaf.

B. Biografi Shams Al-Di>>n Al-Sarakhsi>

6

Beliau bernama Muh}ammad bin Ah}mad bin Abi> Sahl, mempunyai nama

samaran (kunyah) Abu> Bakr, dan nama gelar (laqb) Syams al-A’immah al-

Sarakhsi>7 al-Hanafi> (mataharinya para pemimpin dari kota Sarakhs yang

4 Abdullah Ahmed Al-Na’im, Dekontruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy dan Amiruddin

Arrani, (Yoyakarta: LKIS, 1994), 53. Lihat juga Muh}ammad al-Khudhari> Bik, Ta>ri>kh al-Tashri>‘ al-Isla>mi> (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), 128-129.

5Lihat Abdul Mun‘im Saleh, Hukum Manusia sebagai Hukum Tuhan, Berfikir induktif

Menemukan Hakikat Hukum Model al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),

98. 6 Diterjemahkan dari biografi Al-Sarakhsi> dalam Al-Shaikh Khalil Almi>s, Faha>ris al-

Mabsu>t li Shams al-Di>n al-Sarakhsi> (Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1989), 7-8. 7Sarakhs merupakan nama wilayah yang besar di Negara Khura>sa>n. Cara membaca

ejaannya yaitu dengan dibaca fath}ah huruf Si>n dan Ra>’ nya. Huruf Si>n selamanya dibaca fath}ah.

Sedangkan huruf Kha>’ ada yang membaca suku>n sehingga menjadi Sarakhsi> dan ada yang fath}ah sehingga menjadi Sarkhasi> (dengan disuku>n Ra>’nya). Sedangkan pendapat yang mu‘tamad dan

thiqah adalah jika Ra>’nya difath}ah (baca: Sarakhsi>) maka termasuk bahasa Persi, sedangkan jika

disuku>n (baca: Sarkhasi>) maka termasuk bahasa Arab serapan (mu‘arrab). Lihat Shams al-Di>n

Page 4: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

4

bermadhhab H{anafi>), salah satu tokoh besar yang mempunyai banyak karya

(as}h}a>b al-funu>n). Beliau seorang Imam yang ‘a>lim, argumentator (h}ujjah), teolog,

yuris (faqi>h), pakar ilmu us}u>l, ahli debat (muna>dzir) dan seorang mujtahid.

Ketika remaja al-Sarakhsi> belajar fikih kepada ‘Abd al-‘Azi>z al-H{alwa>ni>

(w. 448 H/1056 M), seorang ahli fikih madhhab H{anafi yang bergelar Syams al-

A’immah (matahari para Imam). Setelah belajar pada al-H{alwa>ni, al-Sarakhsi

mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang ilmu, terutama ilmu

fikih. Karena penguasaan yang baik terhadap pengetahuan gurunya tersebut,

maka gelar gurunya (Syams al-A’immah) pun menjadi gelar pribadinya. Bahkan

jika disebut Syams al-A’immah tanpa keterangan di belakangnya, maka yang

dimaksud adalah al-Sarakhsi>. Sebagai bukti ketokohannya dalam madhhab

H{anafi , pendapatnya banyak dikutip dalam kitab al-Hida>yah yang merupakan

kitab standar fikih madhhab H{anafi yang banyak menjadi referensi. Beliau

menjadi pemikir yang paling terkenal pada masanya.8

Ibn Kama>l Pasha> memasukkannya ke dalam kelompok para mujtahid

dalam kasus-kasus yang tidak pernah diriwayatkan oleh pendiri madhhab (Imam

Abu> H}ani>fah). Al-Sarakhsi> berada pada peringkat ketiga dalam jajaran ulama

pengikut madhhab H{anafi . Peringkat pertama: Imam Abu> Yu>suf dan Imam

Muh}ammad bin H{asan al-Shayba>ni>, peringkat kedua: Imam Abu> H{asan ‘Ubayd

Alla>h bin H{asan al-Karkhi>. Bahkan menurut ‘Abd al-Hayy al-Laknawi>,

pengarang kitab al-Fawa>’id al-Bahi>yah fi al-Tara>jum al-Hanafi yah (sebuah buku

biografi ulama mazhab Hanafi), al-Sarakhsi berada di peringkat kedua sejajar

dengan tingkatan Abu> Bakr al-Khas}s}a>f, Abu> Ja‘far al-T>ah}a>wi>, Abu> H}asan al-

Karkhi>, dan Fakhr al-Isla>m al-Bazdawi>. Tingkatan ini menyamai para Murid

Imam Abu> H}ani>fah dalam bidang ijtihad. Beliau termasuk ulama’ besar di

kawasan ma> wara>’ al-Nahr (Transoxiana)9.

Abu> Bakr Muh}ammad bin Abi> Sahl al-Sharakhsi>, Us}u>l al-Sharakhsi>, vol. I. (Beirut: Da>r al-Kutub

al-‘ilmi>yah, 1993), 4-5. 8 Almi>s, Faha>ris al-Mabsu>t, 7.

9 Transoxiana adalah nama sebuah wilayah kuno yang terletak di Asia Tengah , antara

Sungai Amu Darya dan Sungai Syr Darya. Penggunaan istilah ini harusnya digunakan sampai

abad ke 7 tetapi istilah masih digunakan di kalangan sejarawan Barat beberapa abad setelahnya.

Nama Transoxiana berasal dari bahasa Latin yang berarti "daerah di sekitar sungai Oxus" , sungai

Page 5: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

5

Di antara murid-murid al-Sarakhsi> yaitu Abu> Bakr Muh}ammad bin

Ibra>hi>m al-H{as}i>ri (500 H), Abu> ‘Amr ‘Uthma>n bin ‘Ali> al-Bi>kandi>, Abu> H}afs}

‘Umar bin Habi>b, ‘Abd al-‘Azi>z bin ‘Umar bin Ma>zih, Mah}mu>d bin ‘Abd al-

‘Azi>z al-U>zjundi>, dan Rukn al-Di>n Mas‘u>d bin H}asan.

Pada abad ke-5 al-Sarakhsi> mengomentari kitab al-Ka>fi> dan diberi judul

al-Mabsu>t}. Kitab inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam madhhab

H}anafi>. Di samping itu, madhhab H}anafi> juga dilestarikan oleh murid Abu>

H}ani>fah sendiri, yaitu Imam Abu> Yu>suf dan Imam Muh}ammad bin H{asan al-

Shayba>ni. Dalam pembahasannya di setiap bab dikemukakan juga pendapat

mazhab lain dengan argumentasinya, kemudian dikemukakan keunggulan

pendapat mazhab Hanafi>. Manuskrip buku tersebut ada di Da>r al-Kutub al-

Mis}ri>yah (Cairo) dan telah dicetak berulang kali.

Al-Sarakhsi> terkenal dengan kepandaiannya. Daya ingatannya yang luar

biasa terlihat ketika ia mendektikan isi karyanya, al-Mabsu>t, sebuah buku fikih

yang besar 15 jilid (berisi 30 volume). Ketika kitab tersebut diterbitkan pada

tahun 1409 H/1989 M. oleh penerbit Da>r al-Ma‘rifah Beirut, Syekh Kholil al-

Mais, seorang ulama Libanon menyusun satu jilid indeks (katalog) untuk keleng

kapan buku tersebut di samping juga untuk mempermudah mempelajarinya.

Di samping terkenal sebagai intelektual, al-Sarakhsi> juga terkenal juga sebagai

orang yang tangguh dalam pendirian, berani mengatakan yang dinilai benar

sekalipun hal itu berakibat buruk bagi diri sendiri. Sebagai salah satu bukti

keberanian dan ketegarannya, ia pernah dimasukkan ke penjara uzjund suatu

daerah di Farghanah dalam waktu yang sangat lama akibat dari suatu

pendapatnya yang kontra pada penguasa (ami>r al-balad) pada waktu itu. Tidak

ada kekhawatiran sama sekali pada penguasa, padahal ia dalam posisi lemah yang

sangat mudah dipermainkan oleh penguasa. Dikatakan bahwa al-Sarakhsi>

Oxus adalah sebutan kuno dari Sungai Amu Darya. Setelah ditaklukkan Arab pada abad ke 8 ,

daerah ini dikenal sebagai Ma wara'un Nahr yang artinya dalam bahasa Arab "yang berada di luar

sungai". Daerah ini sekarang wilayah yang sebagian besar berada di Uzbekistan , tetapi juga

sebagian di selatan Kazakhstan , Tajikistan dan Turkmenistan. Kota-kota bersejarah yang penting

di Transoxania yaitu Samarkand dan Bukhara. http://id.wikipedia.org/wiki/Transoxiana diakses

pada 05 11 2013.

Page 6: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

6

dipenjarakan karena pendapatnya pada masalah hukum menyangkut penguasa, ia

mengkritik raja dengan mempertanyakan keabsahan pernikahannya dengan

seorang budak wanita. Pendapat yang disampaikannya berbeda dengan dengan

mayoritas ulama’ yang hadir pada waktu itu yang melegalkan perbuatan

tersebut.10

Setelah dibebaskan, beliau menuju ke Marghinan pada bulan Rabi>‘ al-

Awwal tahun 480 H. dan disambut oleh para muridnya untuk menyelesaikan

karya-karya yang belum diajarkan kepada mereka. Beliau juga mendiktekan kitab

Sharh} al-Sayr li Muh}ammad bin al-H}asan dalam dua jilid yang besar. Beliau juga

menulis kitab us}u>l al-fiqh yang dicetak dalam dua jilid, Komentar atas kitab al-

Nafaqa>t dan Ada>b al-Qa>dhi> yang keduanya karya al-Khas}s}a>f, Asyra>t} al-Sa>‘ah, al-

Fawa>’id al-Fiqhi>yah, dan Kita>b al-Hayd}.

Beliau wafat pada tahun 487 H. Sedangkan tanggal kelahirannya masih

belum diketahui.

C. Posisi kitab al-Mabsu>t} di antara kitab-kitab Madhhab H{anafi>11

Dalam tradisi para yuris madhhab H{anafi} >, karya-karya yang kredibel

(mu‘tabar) dalam bidang yurisprudensi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

tingkatan, yaitu:

Pertama, masa>’il al-us}u>l (masalah-masalah pokok) yang juga dinamakan

dza>hir al-riwa>yah; yaitu permasalahan-permasalahan yang diriwayatkan dari para

pendiri madhhab (as}h}a>b al-madhhab), yaitu Abu> H{ani>fah, Abu> Yu>suf,

Muh}ammad bin H{asan; disamakan dengan tingkatan mereka yaitu Hasan bin

Ziya>d al-Lu’lui> dan orang-orang yang belajar kepada Imam Abu> H{ani>fah. Adapun

kitab-kitab yang berkategori dza>hir al-riwa>yah yaitu karya-karya Muh}ammad bin

H{asan yang berjumlah enam, yaitu: (1) al-Mabsu>t}, (2) al-Ziya>da>t, (3) al-Ja>mi‘ al-

kabi>r, (4) al-ja>mi‘ al-Saghi>r, (5) al-Sayr al-Kabi>r dan (6) al-Sayr Saghi>r.

10

Al-Sharakhsi>, Us}u>l al-Sharakhsi>, 5. Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/ Sarakhsi

diakses pada 05 11 2013 11

Diterjemahkan dari katalog dalam Al-Shaikh Khalil Almi>s, Faha>ris al-Mabsu>t} li Shams al-Di>n al-Sarakhsi> (Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1989), 7-8.

Page 7: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

7

Dinamakan dza>hir al-riwa>yah karena karya-karya tersebut diriwayatkan dari

Muh}ammad bin H{asan dengan riwayat yang thiqa>t (terpercaya), yaitu riwayat

yang tetap (tha>bit), massif (mutawa>tirah), dan populer (mashhu>r) darinya.

Kedua, masa>’il al-nawa>dir (masalah-masalah langka), yaitu

permasalahan-permasalahan yang diriwayatkan oleh para murid-murid Imam Abu>

H{ani>fah (as}h}a>b/tala>midz Abi> H{ani>fah) pada selain kitab-kitab tersebut, seperti

halnya karya Muh}ammad bin H{asan yang lain, yaitu al-Ki>sa>ni>ya>t, al-Ha>ru>ni>ya>t,

al-Jurja>ni>ya>t, dan al-Raqi>ya>t; ataupun karya dari murid beliau yang lain seperti

al-Muh}arrar karya H{asan bin Ziya>d dan al-Ama>li> karya Abu> Yu>su>f. Kitab-kitab

tersebut tidak dinamakan dza>hir al-riwa>yah karena tidak diriwayatkan oleh

Muh}ammad bin H{asan dengan secara jelas dan tetap sebagaimana karya-karya

pertama.

Ketiga, al-Wa>qi‘a>t (masalah-masalah realitas), yaitu permasalahan-

permasalahan hasil istinba>t} para mujtahid generasi belakangan ketika mereka

ditanya dan tidak mendapatkan suatu riwayat tentangnya. Mereka itu adalah

murid-murid dari Muh}ammad bin H{asan dan Abu> Yu>suf dan murid dari murid-

murid keduanya dan seterusnya, seperti ‘Is}a>m bin Yu>su>f, Ibn Rustum,

Muh}ammad bin Sama>‘ah, Abu> H{afs} al-Bukha>ri>, dan generasi setelahnya seperti

Muh}ammad bin Salamah, Muh}ammad bin Muqa>til al-Ra>zi>, Nus}ayr bin Yah}ya>,

Abu al-Nas}r al-Qa>sim bin Sala>m.

Termasuk dalam kategori masa>’il al-us}u>l adalah kitab al-Ka>fi> karya al-

H{a>kim al-Sha>hid Abi> al-Fad}l Muh}ammad bin Muh}ammad al-Maru>zi>, yaitu kitab

yang menjadi pegangan (mu‘tamad) di dalam meriwayatkan madhhab H{anafi>.

Kitab ini banyak dikomentari (Sharh}) oleh para pakar ahli, di antaranya yaitu

Imam al-Sarakhsi> dengan karya populernya, al-Mabsu>t}. Al-T{ursu>si> berkata: ‚Al-

Mabsu>t} karya al-Sarakhsi> adalah pendapat-pendapat yang ditolak di dalamnya

tidak boleh digunakan, tidak boleh membuat rujukan kecuali kepadanya, dan

tidak boleh berfatwa kecuali mengambil darinya.‛

Seorang Penyair (al-na>dzim) berkata:

Page 8: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

8

Kitab-kitab dza>hir al-riwa>yah mencakup, enam kitab dengan riwayat yang tetap.

Ditulis oleh Muh}ammad al-Shayba>ni>, untuk meregulasi madhhab al-Nu‘ma>ni>.

(Yaitu) al-Ja>mi‘ al-S}aghi>r dan al-Kabi>r, (dan) al-Sayr al-Kabi>r dan al-S}aghi>r.

Kemudian al-Ziya>da>t dan al-Mabsu>t}, dengan sanad yang terpercaya dan berturut-turut.

Begitu juga kasus-kasus yang langka, yang bersanad dalam kitab tidak terpercaya.

Kemudian kasus-kasus realita, yang dikeluarkan oleh para pakar dengan dalil-dalil yang ada.

Enam kitab terangkum dalam al-Ka>fi>, karya al-Ha>kim al-Sha>hid dan dianggap mencukupi.

Komentar yang tinggi seperti Matahari, yaitu al-Mabsu>t} karya Shams al-A’immah al-Sarakhsi>.12

Al-Mabsu>t} karya al-Sarakhsi> merupakan ensiklopedia fikih Madhhab

H{anafi> yang memuat masalah-maslah pokok (masa>’il al-usu>l) yang merupakan

fikih generasi salaf yang mana dijadikan referensi utama fikih generasi khalaf,

yang tidak memungkinkan berpaling darinya. Kitab ini menjadi pegangan dalam

berfatwa, yang ditulis dengan redaksi yang mudah, isyarat yang halus, mudah

dipelajari dan dibaca bahkan oleh para pemula (al-mubtadi’i>n).

Al-Mabsu>t} tediri dari 15 jilid (berisi 30 volume). Ketika kitab tersebut

diterbitkan pada tahun 1409 H/1989 M. oleh penerbit Da>r al-Ma‘rifah Beirut,

Syekh Khali>l al-Mi>s, seorang ulama Libanon menambahkan satu jilid indeks

(katalog) untuk kelengkapan kitab tersebut di samping juga untuk mempermudah

mempelajarinya. Kitab ini didektikan oleh al-Sarakhsi> kepada muridnya ketika ia

berada di dalam penjara uzjund di wilayah Farghanah mencapai 14 jilid.

12

Bait-bait ini terdapat dalam sampul kitab al-Mabsu>t} pada tiap jilidnya yang berjumlah

tigapuluh.

Page 9: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

9

Pendektian tersebut mengandalkan ingatan hati al-Sarakhsi dengan tanpa

merujuk pada literatur dan buku pegangan apapun. Ketika mendektikan, murid-

muridnya menyimak dari tempat atas karena penjaranya berada dibawah tanah.

Di dalam al-Mabsu>t tidak terdapat satu catatan referensipun. Dapat dimaklumi

karena hal tersebut masih belum menjadi tradisi pada waktu itu, di samping

karena posisi al-Mabsu>t sebagai kitab generasi awal (jawa: kitab babon) yang

tentunya menjadi referensi dan rujukan karya-karya generasi selanjutnya.

Dari aspek sistematika, al-Mabsu>t} tidak sama dengan buku-buku fikih

pada ummnya. Kitab ini dimulai dengan pembicaraan mengenai kebersihan

(thaha rah) seperti umumnya sistematika kitab-kitab fikih laninya. Pembicaraan

pertamanya adalah berkaitan dengan shalat. Hal ini menunjukkan bahwa shalat

sebagai sendi yang paling utama bagi keislaman seorang setelah beriman kepada

Allah Swt. Pendapat ini berdasarkan pada sebuah hadis Nabi: “Shalat adalah

tiang agama dan jihad sebagai tanda amal perbuatan” (H.R. Dailami).

D. Anatomi kitab al-Mabsu>t} karya al-Sarakhsi> tentang wakaf.

Pembahasan tentang wakaf dalam kitab al-Mabsu>t} karya al-Sarakhsi> diikat

dalam satu tema yaitu kita>b al-waqf dengan tanpa diikuti oleh klasifikasi bab

maupun sub bab. Tidak seperti pembahasannya dalam kitab al-Fiqh al-Isla>mi> wa

Adillatuh karya Doktor Wahbah al-Zuh}ayli yang mencapai 100 halaman, pembahasan

wakaf dalam karya al-Sarakhsi> ini hanya menghabiskan 20 halaman, yaitu halaman

27 sampai 47 pada volume ke-12. Jumlah ini lumayan sedikit jika dibandingkan

dengan pembahasan lainnya seperti kita>b al-hibah yang menghabiskan 61

halaman dengan klasifikasi 7 bab, maupun kita>b al-fara’id} (warisan) yang

menghabiskan 167 halaman yang terdapat pada bagian akhir volume ke 29 dan

bagian awal volume 30.

Walaupun pembahasan wakaf di sini masih global, artinya hanya diikat oleh

satu judul saja berupa kita>b al-waqf, akan tetapi penulis berusaha menemukan

sistematika pembahasannya sebagai berikut:

Page 10: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

10

1. Pengertian wakaf (halaman 27).

2. Perdebatan maupun perbedaan pendapat tentang sifat wakaf, apakah

bersifat la>zim (mengikat) ataukah ja>’iz (longgar) (halaman 27-30).

3. Landasan hukum wakaf (halaman 31).

4. Si>ghat wakaf (halaman 32).

5. Tujuan waqif (halaman 32-34).

6. Syarat sempurnanya wakaf, meliputi penyerahan (al-qabd}) dan

perwakilan (al-tawki>l) (halaman 35- 41).

7. Durasi waktu wakaf (halaman 41).

8. Penggantian benda wakaf (halaman 41-43).

9. Pengelola wakaf (halaman 43-35).

10. Wakaf harta bergerak (halaman 45)

11. Obyek wakaf (halaman 45-47).

Sistematika pembahasan tersebut merupakan tema-tema penting dalam

pembahasannya.

Berdasarkan data yang ada, penulis belum menemukan referensi yang

digunakan rujukan oleh mus}annif dalam kita>b al-waqf. Menurut asumsi penulis,

hal itu dikarenakan:

Pertama: Pembahasan wakaf termasuk dalam jilid yang didektikan oleh

al-Sarakhsi> kepada murid-muridnya di dalam penjara dengan

hanya mengandalkan ingatan hatinya.

Kedua: Al-Mabsu>t merupakan kitab generasi awal (jawa: kitab babon)

yang tentunya menjadi referensi dan rujukan karya-karya

generasi selanjutnya.

Ketiga: tidak ditemukannya nama kitab yang tercantum dalam index

ataupun catalog yang menjadi rujukan kita>b al-waqf pada

halaman 27-47 volume ke 12.

Walaupun begitu, dalam pembahasan wakaf, al-Sarakhsi mengutip ayat

al-Qur’an, beberapa hadis Nabi dan atsar sahabat.

Page 11: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

11

BAB II

FLEKSIBELITAS WAKAF DALAM MADHHAB H{ANAFI

A. Pengertian wakaf.

Wakaf merupakan derivasi dari awqaf - yaqif – i>qa>f 13 dan waqaf -

yaqif – waqf, secara etimologi (lughah) berarti menahan (al-h}abs) dan

mencegah (al-man‘).14 Sebagaimana firman Allah SWT.:

Artinya: ‚Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian), karena

sesungguhnya mereka akan ditanya.‛ (Q.S. Al-S{a>ffa>t: 24)

Secara terminologi (syar‘i>) yaitu:

‚Suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta yang

dimiliki (dengan tidak sampai) memberikan kepemilikan

kepada orang lain.‛ 15

Dari definisi di atas Abu> H{ani>fah sendiri tidak memperbolehkan wakaf yang

seperti itu. Menurut al-Sarakhsi> bahwa yang dimaksud oleh Abu> H{ani>fah

adalah bahwa beliau tidak menjadikan wakaf sebagai sesuatu yang la>zim

(mengikat), akan tetapi sebatas akad yang ja>’iz (longgar) seperti halnya

dalam ‘a>riyah (pinjam meminjam); artinya Si wa>qif ketika menahan benda

miliknya dengan memberikan manfaatnya terhadap tujuan (kebaikan)

tertentu kepada fihak lain dia bebas untuk menarik kembali ataupun

menjualnya, karena memang benda (al-mawqu>f) tersebut secara hukum

masih menjadi hak miliknya. Wakaf dalam madhhab ini tidak memberikan

13

Wakaf dari derivasi kata ini merupakan bahasa suku Tami>m dan merupakan bahasa

yang jelek (radi>’ah), walaupun begitu bahasa inilah yang dipakai oleh orang banyak. Lihat

Wahbah al-Zuh}ayli>, Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, vol. VIII (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2008), 151. 14

Syams al-Di>n Abu> Bakr Muh}ammad bin Abi> Sahl al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, vol. XII.

(Beyrut: Da>r al-Ma‘rifah, 1989), 27. 15

Ibid.

Page 12: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

12

pengertian hilangnya hak kepemilikan Si wa>qif atas al-mawqu>f nya.16

Wakaf

yang la>zim hanya terdapat pada tiga hal, yaitu wakaf yang ditentukan oleh

hakim, wakaf wasiat dan wakaf untuk masjid.17

Uraian maupun perdebatan

tentang kela>ziman dan keja>’izan wakaf ini –yang di dalamnya menyinggung

juga tentang argumentasi tiga hal tersebut- ditulis secara panjang lebar oleh

mus}annif dalam empat lembar, yaitu halaman 27 sampai 30. Uraian tersebut

hampir keseluruhannya merupakan komentar atas pendapat Sang Imam (Abu>

H{anifah).

B. Landasan Hukum wakaf.

Adapun Nas}s} yang digunakan sebagai landasan hukum wakaf dalam

kitab al-Mabsu>t} karya al-Sarakhsi yaitu:

‚Diriwayatkan dari S}akhr bin Juwayri>yah dari Na >fi‘: ‚Sesungguhnya ‘Umar bin al Khattha<b memilki tanah yang dinamakan dengan tsamagh yang berupa pohon-pohon kurma yang sangat indah. Umar berkata, ‚Wahai utusan Allah saya ingin memanfaatkan hartaku yang terbaik, apakah aku bisa menyedekahkannya? Nabi menjawab: ‚Sedekahkanlah pokoknya dengan tidak dijual, dihibahkan, dan diwariskan akan tetapi hendaklah nafakahkan buahnya.‛ Lalu Umar menyedekahkan di jalan Allah, kepada para budak, tamu, orang-orang miskin, ibn sabi>l, dan sanak karabat. Maka tidak berdosa bagi orang yang mengurusnya makan sekedarnya dengan jalan yang baik atau memberi makan kepada temannya sekedarnya.‛ 18

16

Ibid.; Lihat juga al-Zuh}ayli>, Al-Fiqh al-Isla>mi>, 151. 17

Al-Zuh}ayli>, Al-Fiqh al-Isla>mi>, 151-152. 18

Al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, 31. Lihat Al-Bukha>ri>, S}ahi>h} al-Bukha>ri>, vol. III (Semarang:

Toha Putra, 1981), 196.

Page 13: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

13

Berangkat dari hal tersebut bahwa orang yang ingin mendekatkan diri

kepada Allah, maka sepantasnya harus memilh harta terbaiknya untuk

diwakafkan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ali Imran: 92: “Kamu

tidak akan memperoleh kebaikan sehingga kamu menafkahkan sesuatu yang

kamu cintai”. Oleh karena itu Umar bin Khattha b ketika melakukan wakaf

selalu memilih hartanya yang terbaik.19

‚Setiap amal perbuatan manusia akan terputus karena kematian nya kecuali tiga perkara, yaitu: ilmu yang diajarkan kepada masyarakat dan mereka mengamalkan setelah kematiannya, anak saleh yang selalu mendoakannya, dan sedekah yang pahalanya mengalir sampai hari kiamat datang.‛20

Sedekah yang pahalanya mengalir sampai hari kiamat di sini merupakan

harapan dan tujuan Si wa>qif.21 Sedekah yang seperti ini mayoritas ulama’

mengarahkan kepada wakaf.22

Legalitas wakaf dalam pandangan ulama yaitu berdasarkan hadis

Nabi yang sangat populer, perilaku ‘Umar bin Khattha>b, Uthma>n bin

‘Affa>n, ‘Ali> bin Abi> T{a>lib, T}alh}ah, Zubayr, ‘A >’ishah, H{afs}ah yang

melakukan wakaf dan jejaknya masih ada sampai sekarang ini. Demikian

pula wakaf yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As. tetap berlaku sampai

sekarang ini.23

Berdasarkan hadis-hadis tersebut maka hukum wakaf adalah

sunnah; dikarenakan ada perintah dan anjuran dari al-sya>ri‘ terhadapnya. Di

19

Ibid. 20

Ibid., 32. 21

Ibid. 22

Taqi>y al-di>n Abu> Bakr al-H{is}ni>, Kifa>yat al-Akhya>r, vol. II (Surabaya: Al-Hidayah,

t.t.), 319. 23

Al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, 28.

Page 14: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

14

samping itu, di dalamnya ada unsur taqarrub (mendekatkan diri kepada

Allah). Bahkan Nabi sendiri pernah melakukan wakaf.24

C. Rukun wakaf.

Dari beberapa uraian yang tersebar dalam kita>b al-waqf, penulis tidak

menemukan redaksi secara eksplisit tentang penentuan dan penyebutan

rukun-rukun wakaf. Akan tetapi dari term-term yang ada dengan dicocokkan

terhadap referensi lain, penulis mendapati bahwa rukun wakaf ada empat,

yaitu: al-wa>qif (subyek wakaf), al-mawqu>f (obyek wakaf), al-mawqu>f ‘alayh

(penerima wakaf), al-s}ighah (redaksi transaksi wakaf).

D. Fleksibelitas Wakaf Dalam Madhhab H{anafi>.

Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan fleksibelitas adalah

kelonggaran-kelonggaran ketentuan wakaf yang didapati dalam madhhab

H{anafi>, baik ketentuan tersebut kebetulan menyamai ketentuan dalam

madhhab lain ataupun berbeda sama sekali. Di antaranya yaitu:

1. Sifat wakaf.

Dari definisi yang ada, Abu> H{ani>fah tidak menjadikan wakaf

sebagai sesuatu yang la>zim (mengikat), akan tetapi sebatas akad yang

ja>’iz (longgar) seperti halnya dalam ‘a>riyah (pinjam meminjam);

sehingga Si wa>qif bebas untuk menarik kembali ataupun menjualnya,

karena memang benda (al-mawqu>f) tersebut secara hukum masih

menjadi hak miliknya. Wakaf dalam madhhab ini tidak memberikan

pengertian hilangnya hak kepemilikan Si wa>qif atas al-mawqu>f nya.25

24

Al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, 31. 25

Al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, 27. Di antara argumentasi tentang ja>’iz nya wakaf yaitu

Menurut al-Sya’bi bahwa Nabi pernah menjual barang wakaf, tetapi wakaf semacam ini termasuk

syariat sebelum kita (syar’u man qablana) yang sudah dihapus oleh syariat kita (Nabi Saw).

Menurut Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abba s bahwa tidak ada penahanan berkaitan dengan kewajiban

yang datang dari Allah swt. Hadis ini oleh ulama berkaitan dengan orang-orang Jahiliyah yang

dilakukan oleh Bahirah, Saibah, wasilah, dan Hamm dan syariat Islam sudah menghapusnya.

Menurut keduanya, jika isim nakiroh terdapat dalam kalimat negatif (nafi), maka menunjukkan

lafal ’amm yang mencakup secara umum termasuk di dalamnya warisan, kecuali ada dalil yang

men-tahshish-nya. Lihat Al-Sharakhsi>, Al-Mabsu>t}, 29.

Page 15: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

15

Abu> Yu>suf sependapat dengan pendapat Abu> H{ani>fah, akan tetapi

ketika ia berangkat haji bersama al-Rasyi d (w. 194 H/809M) dan

melihat hasil peninggalan wakaf para sahabat Nabi di Madi nah, ia

menarik kembali pendapatnya dan kemudian berfatwa bahwa wakaf

termasuk akad yang la>zim. Di antara pendapat yang ia dirubah, yaitu:

(1) wakaf termasuk akad la>zim, (2) ukuran satu s}a>‘ adalah delapan

takaran, dan (3) waktu azan fajar adalah sebelum terbit fajar. Oleh

karena itu, Abu> Yu>suf berkata ‚Seandainya hadis ini (hadis Umar)

sampai pada Abu> H{ani>fah, niscaya ia mencabut pendapatnya‛(Jaih

Mubarak, 2008: 42). Sementara Muh}ammad beranggapan bahwa terlalu

jauh pendapat Abu Hanifah tersebut membuat kesimpulan suatu hukum

tanpa dasar yang kuat. Oleh karena itu, menurut Muhammad apabila

para mujtahid membuat kesimpulan suatu hukum tanpa melalui dasar

yang legal baik berupa hadis maupun qiya s, maka tidak boleh dijadikan

pegangan (ditaqli>di).26

2. S}i>ghat wakaf.

Dalam kalangan ulama tidak ada perbedaan pendapat tentang

orang yang berkata ‚Saya mensedakahkan tanah ini pada orang -orang

fakir dan orang-orang miskin,‛ perkataan tersebut bukan termasuk

wakaf tetapi masuk nazar, apabila bermaksud mewajibkan. Maka jika

mensedakahkan pada obyek tertentu, seperti orang lain, maka dinama

kan sedekah dan sekaligus sebagai kepemilikan. Dengan demikian, akad

tersebut tidak akan sempurna kecuali diserahkan langsung pada si

penerima, karena termasuk akad kepemilikan.27

Jika ada orang mengatakan: ‚Saya mewakafkan tanah ini, saya

menahan tanah ini, saya mengharamkan tanah ini, tanah ini diwakafkan,

tanah ini ditahan, tanah ini diharamkan,‛ maka perkataan tersebut

adalah batal sesuai kesepakatan ulama. Karena perkataan tersebut tidak

26

Ibid., 28. 27

Ibid., 32.

Page 16: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

16

jelas, ada kemungkinan tujuannya mewakafkan tanah tersebut atas milik

sendiri untuk dipergunakan dalam kebutuhannya atau untuk membayar

hutang.28

Menurut al-Ghaza li (1994: 200), wakaf tanpa menyebutkan

oyeknya adalah tidak sah, akan tetapi jika hasil dan manfaat wakaf

digunkan untuk kebaikan yang lebih penting, maka wakaf itu sah.29

Jika ada orang yang mengatakan pada orang lain, ‚Saya wakafkan

barang ini atau saya menahan barang ini untukmu‛, maka perkataan

tersebut batal, kecuali menurut Abi Yu suf yang mengatakan bahwa hal

itu sebagai kepemilikan yang harus diserahkan sepenuhnya30

. Sementara

tujuan si wakif agar barang wakaf berjalan manfaatnya sampai kelak .

Menurut Abu Yusuf bahwa wakaf menjadi la zim apabila

diumumkan sekalipun tidak diserahkan langsung ke tangan nazhir

berbeda dengan Muhammad tidak menjadi la zim kecuali apabila

diserahkan langsung kepada nazhir. Menurut Muhammad adalah jika

diserahkan secara langsung akan menimbulkan hilangnya pemilikan dari

akad tabarru‘.

3. Durasi waktu wakaf.

Menurut Abu> Yu>suf bahwa wakaf disyaratkan harus permanen

(ta’bi>d) sehingga apabila ada seseorang mewakafkan barang yang

mungkin akan terputus adalah boleh sekalipun pada akhirnya tidak

diperuntukkan untuk orang-orang miskin, sebagaimana pendapat Abu>

H{ani>fah. Tetapi menurut Muh}ammad wakaf harus bersifat permanen.

Jika ada seseorang yang mewakafkan barang tertentu, maka tidak sah

apabila pada akhirnya tidak diperuntukkan pada orang miskin, karena

wakaf menyebabkan hilangnya pemilikan bukan memilikkan. Oleh

karena itu, hal itu bersifat permanen sama dengan memerdekakan

28

Ibid. 29

Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Wajiz fi Fiqh Madzahib al-Imam al-Syafi‘i> (Beirut: Da r al-Fikr, 1994), 200.

30 Ibid.

Page 17: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

17

budak.31

Karena harta sebenarnya hanyalah karunia dan titipan saja dari

Allah SWT, manusia hanya sebagai pengelola (mustakhlaf fi>h).

4. Penggantian barang wakaf.

Apabila dalam wakaf disyaratkan diganti dengan tanah yang lain,

menurut Abu> Yu>suf adalah boleh. Namun, dalam pandangan Muh}ammad

bahwa akad wakafnya sah dan syaratnya tidak sah, karena syarat itu

tidak mempengaruhi terhalangnya hilang kepemilikan dan kekalan

wakaf tetap ada. Sementara syarat tersebut dengan sendirinya batal dan

akad wakafnya adalah sah.32

Apabila tidak ada syarat untuk mengganti, dan kemudian barang

wakaf (al-mawqu>f) rusak; maka menurut Abu> Yu>suf tidak boleh dirubah

atau diganti, ataupun dipindahkan ke pemilik kedua, akan tetapi al-

mawqu>fnya dibiarkan seperti apaadanya. Menurut Muh}ammad al-

mawqu>f tersebut pindah ke pemilik kedua dan ke ahli warisnya.33

Karena pendapat ini, ketika berlewatan dengan pembuangan sampah

(mazbalah) Muh}ammad berkata: ‚Inilah masjid Abu> Yu>suf.‛ Begitu juga

ketika Abu> Yu>suf lewat di kandang kuda (is}tabl) dia berkata: ‚Inilah

masjid Muh}ammad.‛34

5. Na>dhir wakaf.

Kedudukan Na>dhir adalah sangat strategis dalam mengembangkan

harta wakaf dan harus sesuai dengan tujuan wa>qif, dalam hal ini al-

Sarakhsi> menguraikan:

‚Kedudukan na>dhir sebagai wakil wakif adalah orang yang dapat

mengelola harta wakaf sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh al-

mawqu>f ‘alayh (objek wakaf), maka apabila ia meniggal dunia lalu

diganti dengan orang lain, maka tetap harus melakukan apa yang

31

Ibid., 41. 32

Ibid., 42. 33

Ibid. 34

Ibid., 43.

Page 18: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

18

menjadi persyaratan na>dhir yang pertama sesuai tujuan wakaf dan tidak

boleh merubahnya.‛35

Bahkan ketika Umar mewakafkan tanahnya, ia sebagai na>dhir dan

mengelolanya sendiri. Dan setelah meninggal dunia, pengelolaannya

diserahkan pada putrinya H{afs}ah, dan setelah itu ditanganai ‘Abd Allah

ibn ‘Umar, kemudian keluarganya yang lain.36

Dalam hal ini, Umar

sebagai wakif sekaligus na>dhir dan keluarganya tidak pernah melakukan

perubahan pada benda wakafnya.37

6. Wakaf barang yang bisa dipindahkan (waqf al-manqu>la>t).

Barang yang bisa dipindahkan yang menjadi tradisi di kalangan

masyarakat hukumnya boleh diwakafkan, karena berdasarkan ‘urf,

seperti pakaian jenazah, wadah untuk tempat memandikan mayat,

mushaf, pedang untuk perang karena hal itu sudah menjaga kesepakatan

pada masa khalifah Umat mewakafkan tiga ratus ekor kuda yang dicatat

di pantatnya untuk wakaf di jalan Allah. Ini merupakan dalil yang sudah

menjadi tradisi manusia yang tidak satu dalilpun yang membatal

kannya.38

Sesuai dengan sabda Nabi: ‚Apa yang dipandang baik oleh

orang-orang Islam, maka hal itu adalah baik bagi Allah.‛39

Hal ini

senada dengan pendapat al-Sarakhsi dalam keterangan lain ‚Al-tha>bit bi

al-‘urf ka al-tha>bit bi al-nas}s}.‛ (ketetapan urf sama hukumnya dengan

ketetapan nas}s}). Dengan syarat ‘urf tersebut tidak bertentangan dengan

35

Ibid., 44. 36

Muh}ammad Rawas Qal‘ah Jy, Mausu>‘at Fiqh ‘Umar bin al-Khattha>b (Beirut: Da>r al-

Nafa>’is, 1989), 878. 37

Menurut KH. Sahal Mahfu>dz hal itu terletak pada nazhir yang menjadi penyebabnya.

Dengan demikian, ia mengusulkan agar ada dua nazhir, yaitu nazhir syar’i dan nazhir wadl’i . Nazhir sayr’i bersifat perorangan yang ditunjuk oleh wakif. Sedangkan nazhir wadl’i adalah

perorangan, badan hukum atau lembaga yang secara sah ditunjuk dalam aturan formal yang ada

Oleh karena itu, baik nazhir syar’i maupun nazhir wadh’i harus mengaplikasikan al-qawi dan al-

amin, sehingga wakaf menjadi optimal sesuai tujuan pokok wakif. Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 336.

38 Ibid., 45.

39 Ah}mad bin H{ambal Al-Shayba>ni>, Al-Musnad, vol. I (Beirut: Al-Maktabah al-Islami>

yah, t.t.), 379.

Page 19: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

19

nas}s} al-Qur’an dan al-Sunnah. Oleh karena itu, jika ‘urf bertentangan

dengan nas}s}, maka disebut dengan ‘urf fa>sid (batil) yang tidak dapat

legalitas dari syariah (ghayr al-h}ujjah al-syari>yah). Bahkan dalam

kalangan Syafi’iyah dibenarkan seseorang melakukan wakaf kuda untuk

kepada orang yang berperang untuk jihad, wakaf sapi kepada pelajar

untuk diminum susunya atau dijual anaknya untuk keperluan asrama,

wakaf domba untuk diambil woll (bulu)nya, wakaf ayam atau bebek,

burung, dan sebagainya untuk diambil telurnya, wakaf hewan jantan

untuk pengembangbiakan melalui perkawianan dengan hewan-hewan

betina.40

Dengan demikian, pada esensinya pendapat Syafi’iyah sama

dengan Hanafiyah membolehkan wakaf bergerak termasuk di dalamnya

wakaf uang (cash waqf).

Pendapat di atas senada dengan pendirian Abu> H{ani>fah yang

memperhatiakn muamalah yang mendatangkan maslahat bagi manusia.

Jika tidak ada dalil, Abu> H{ani>fah melakukan teori qiya>s. Namun, jika

tidak bisa dengan qiya>s, maka menggunakan istihsan selama dapat

dilakukakan. Jika tidak bisa dengan istih}sa>n, maka kembali pada ‘urf

manusia. Oleh karena itu, wakaf berupa barang yang dapat dipindahkan

(al-manqu>la>t) jika tidak ada dasar yang jelas dan qat}‘i> dalam nash al-

Qur’an dan al-Sunnah, maka wakaf tersebut sah secara syar’i dengan

teori ‘urf.

40

Al-Bakri>, I‘a>nat al-T}a>libi>n (Kairo: ‘Isa> al-Ba>bi> al-H{alibi>, t.t.), 161; Al-Nawawi>, al-Rawd}ah, vol. IV (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, t.t.), 380.

Page 20: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan tentang Fleksibelitas Wakaf Dalam

Madhhab H{anafi: telaah terhadap kitab al-mabsu>t} karya al-sarakhsi>, maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa wakaf adalah Suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta

yang dimiliki (dengan tidak sampai) memberikan kepemilikan kepada

orang lain.

2. wakaf bersifat ghayr la>zim (tidak mengikat) atau ja>’iz (longgar) seperti

halnya dalam ‘a>riyah (pinjam meminjam); oleh karena itu Si wa>qif bebas

untuk menarik kembali ataupun menjualnya, karena memang benda (al-

mawqu>f) tersebut secara hukum masih menjadi hak miliknya.

3. Legalitas wakaf dalam pandangan ulama yaitu berdasarkan hadis Nabi

dan perilaku para sahabat Beliau. Bahkan dalam satu riwayat Nabi

pernah melakukan wakaf.

4. Di antara fleksibelitas wakaf dalam kitab al-mabsu>t} karya al-sarakhsi>

adalah:

a. Wakaf bersifat ja>’iz (longgar) seperti halnya dalam ‘a>riyah

(pinjam meminjam).

b. Sighat wakaf harus menyasar dan spesifik.

c. Durasi waktu wakaf tidak harus permanen (ta’bi>d), akan tetapi

boleh temporal (tawqi>t).

Page 21: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

21

d. Penggantian barang wakaf ada yang membolehkan selama

berorientasi kepada maslahah.

e. Na>dhir boleh siapa saja asalkan mempunyai kemampuan

mengelola.

f. Wakaf barang yang bisa dipindahkan (waqf al-manqu>la>t)

hukumnya diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan ‘urf

s}ah}i>h}.

B. Saran-saran.

Sesuai dengan pembahasan yang telah dilakukan, penulis

menganggap perlu memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Wakaf merupakan ibadah ijtima‘iyah (ibadah yang bermuatan nilai

sosial) yang mempunyai fungsi ganda, oleh karena itu perlu dilestarikan.

2. Kajian-kajian tentang komparasi antar metode istinbâth lingkup lintas

madzhab tentang wakaf perlu digalakkan dengan semangat husn al-zhan,

karena dengan meneliti secara detail dan jujur akan ditemukan titik

temu yang menjawab segala kontradiksi yang ada di dalamnya.

Page 22: Fleksibelitas wakaf dalam madzhab hanafi miftaqurrohman el qudsy

22

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sharqa>wi>, ‘Abd Alla>h bin H{ija>ri>. H{a>shiyat al-Sharqa>wi> ‘ala> Tuh}fat a-T}ulla>b. vol. II Beirut: Da>r al-Fikr, 2006.

Al-Sya>t}ibi. Al-Muwa>faqa>t, vol. II. Beirut: Da>r al-Fikr, 1985.

Al-Dahlawi>, H{ujjat Alla>h al-Ba>lighah, vol. II. Beirut: Da>r al-Fikr, 1986.

Al-Na’im, Abdullah Ahmed. Dekontruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy dan

Amiruddin Arrani. Yoyakarta: LKIS, 1994.

Bik, Muh}ammad al-Khudhari.> Ta>ri>kh al-Tashri>‘ al-Isla>mi>. Beirut: Da>r al-

Fikr, t.t.

Saleh, Abdul Mun‘im. Hukum Manusia sebagai Hukum Tuhan, Berfikir induktif Menemukan Hakikat Hukum Model al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Almi>s, Al-Shaikh Khalil. Faha>ris al-Mabsu>t li Shams al-Di>n al-Sarakhsi>. Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1989.

Al-Sharakhsi>, Shams al-Di>n Abu> Bakr Muh}ammad bin Abi> Sahl Us}u>l al-Sharakhsi>. vol. I. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘ilmi>yah, 1993.

http://id.wikipedia.org/wiki/Transoxiana diakses pada 05 11 2013.

Al-Zuh}ayli>, Wahbah. Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh. vol. VIII. Damaskus:

Dâr al-Fikr, 2008.

Al-H{is}ni>, Taqi>y al-di>n Abu> Bakr. Kifa>yat al-Akhya>r. vol. II Surabaya: Al-

Hidayah, t.t.

Al-Ghaza li, Abu Ha mid. Al-Waji z fi Fiqh Madza hib al-Ima m al-Sya fi‘i> Beirut: Da r al-Fikr, 1994.

Qal‘ah Jy, Muh}ammad Rawas. Mausu>‘at Fiqh ‘Umar bin al-Khattha>b .

Beirut: Da>r al-Nafa>’is, 1989.

Rofiq, Ahmad. Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Al-Shayba>ni>, Ah}mad bin H{ambal. Al-Musnad, vol. I. Beirut: Al-Maktabah

al-Islami> yah, t.t.

Al-Bakri>, I‘a>nat al-T}a>libi>n. Kairo: ‘Isa> al-Ba>bi> al-H{alibi>, t.t.

Al-Nawawi>. al-Rawd}ah. vol. IV. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, t.t.