PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

19
SKIRINING KANDUNGAN AMPHETAMIN DALAM URIN I. TUJUAN PERCOBAAN Memahami Prinsip skrining kandungan psikotropika dengan metode immunoassay memahami peranan skrining psikotropika untuk mendeteksi penyalahgunaan obat psikotropika II. TEORI DASAR 2.1 Pengertian Amfetamin . Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang menstimulasi system saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di dalam tubuh. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan

Transcript of PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

Page 1: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

SKIRINING KANDUNGAN AMPHETAMIN DALAM URIN

I. TUJUAN PERCOBAAN

Memahami Prinsip skrining kandungan psikotropika dengan metode

immunoassay

memahami peranan skrining psikotropika untuk mendeteksi

penyalahgunaan obat psikotropika

II. TEORI DASAR

2.1 Pengertian Amfetamin. 

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang menstimulasi

system saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di dalam tubuh.

Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih

kristal kecil.Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine

merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi

obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi.

Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah

neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari

saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan

diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,

meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan

menurunkan keinginan untuk tidur.  Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-

efek tersebut menjadi berlebihan.

Secara klinis, efek amfetamin sangat  mirip dengan kokain, tetapi

amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain

(waktu paruh amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek 

euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh

stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam

tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh

memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. 

Page 2: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan

oleh amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang

menyebabkan ketergantungan psikologis).

Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup

melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,

SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.

Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni 

dan levoamphetamine murni.  Karena dextroamphetamine lebih kuat daripada

levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada campuran

amfetamin. (Adam, 2009)

Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin

termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya

diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam.

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:

1. Amfetamin

2. Metamfetamin

3. Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).

Gambar : Struktur Amphetamin

2.2 Mekanisme kerja  Amphetamin

Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar

terlibat dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur

berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin.

Salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin, sebuah pembawa pesan

kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur imbalan.  Tidak

Page 3: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk striatum ,

yang nucleus accumbens, dan ventral striatum -telah ditemukan untuk menjadi

situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi

aktivitas neurotransmitter khusus di daerah terlibat dalam memberikan wawasan

tentang konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya stereotip euforia .

Amphetamine telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen, yaitu

molekul struktur serupa yang ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan

β- phenethylamine adalah dua contoh yang terbentuk dalam sistem saraf perifer

serta dalam otak itu sendiri.  Molekul-molekul ini berpikir untuk memodulasi

tingkat kegembiraan dan kewaspadaan, antara lain negara afektif terkait.

2.3 Efek Mengkonsumsi Amfetamin

Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan adanya toleransi

dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan efek secara fisik.

Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus kembali

menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal). Karena efek yang

ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada penggunanya, maka efek

withdrawal  yang paling sering muncul adalah kelelahan. Pengguna zat ini

kemungkinan juga akan membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dan sangat

sensitif/mudah marah pada saat dibangunkan. Begitu efek obatnya hilang,

pengguna yang tadinya tidak merasa lapar kemudian menjadi sangat lapar. Pada

beberapa kalangan selebriti, penggunaan zat ini sering digunakan sebagai obat

untuk menurunkan nafsu makan. Namun sebenarnya sama saja karena nafsu

makan akan kembali meningkat setelah efek obatnya hilang. Itulah sebabnya

banyak selebriti perempuan yang mati-matian menjaga berat badannya dan

akhirnya berakhir pada kecanduan amfetamin.

2.4 Penyalahgunaan Amfetamin

Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan

dan penefitian. Tetapi karena berbagai alasan, maka narkoba kemudian

Page 4: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan

menyebabkan Ketergantungan atau Dependensi, yang bisa juga disebut

dengan Kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya sebagai berikut:

1. Coba-coba

2. Senang-senang

3. Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu

4. Penyalahgunaan

5. Ketergantungan

Amfetamin bisa disalahgunakan selama bertahun-tahun atau digunakan

sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan

psikis.  Dulu ketergantungan terhadap amfetamin timbul jika obat ini diresepkan

untuk menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi

karena penyaluran obat yang ilegal.

      Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk keperluan medis dan beberapa

lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal.  Di AS, yang paling banyak

disalahgunakan adalah metamfetamin. Penyalahgunaan MDMA sebelumnya

tersebar luas di Eropa, dan sekarang telah mencapai AS. Setelah menelan obat ini,

pemakai seringkali pergi ke disko untuk triping.  MDMA mempengaruhi

penyerapan ulang serotonin (salah satu penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga

menjadi racun bagi sistem saraf. (Adam, 2009)

2.6 Metode Pemeriksaan Amfetamin

2.6.1. Uji penapisan “screening test”

Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit)

dalam sampel. Analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia

maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika

secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat,

kokain, kanabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan

senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon.

Page 5: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini

diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar

morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin,

monoasetil morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6-glukuronida,

asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein serta metabolitnya,

serta senyawa turunan opiat lainnya yang mempunyai inti morfin.

Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan

derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya

relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) Thin Layer Chromatography

(TLC) / kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi warna,

b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya memiliki sifat reabilitas

dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang

relatif singkat, namun teknik ini menjadi relatif tidak murah.

a) Teknik Immunoassay

Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam

analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan “anti-drug

antibody” untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi

biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigentarget)

maka dia akan berikatan dengan “antidrug antibody”, namun jika tidak ada

antigentarget maka “anti-drug antibody” akan berikatan dengan “antigen-

penanda”. Terdapat berbagai metode atau teknik untuk mendeteksi beberapa

ikatan antigen-antibodi ini, seperti “enzyme linked immunoassay” (ELISA),

enzyme multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization

immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio

immunoassay (RIA).

Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel

per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik

ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk

laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single

test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya

Page 6: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena

kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa

yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama.

Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang

mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test

immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi

immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).

b) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya,

namun KLT kurang sensitif. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat

disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT

dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak

noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang

telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (ultraviolet atau

fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan

spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini

dapat digunakan untuk uji pemastian.

c) Uji pemastian “confirmatory test”

Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan

kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun

harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi

yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas-

spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)

dengan diode-array detektor, kromatografi cair – spektrofotometri massa (LC-

MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat

spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit,

sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.

d) Uji konfirmasi kromatografi gas – spektrometri massa (GC-MS)

Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik GC-MS adalah

analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya

Page 7: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

dipastikan identitasnya menggunakan teknik spektrfotometri massa. Sebelumnya

analit diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan

dilewatkan ke kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan

metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa

segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC,

indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa

tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik.

Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa, di sini bergantung

dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola

spektrum massa yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Pola fragmentasi

(spetrum massa) ini merupakan karakteristik molekular dari suatu senyawa.

Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas

dari analit dapat dikenali dan dipastikan.

(Anonim, 2012)

III. ALAT DAN BAHAN

Alat

Alat uji kaset

Pipet untuk meneteskan urin

Bahan

Specimen urin

Page 8: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

IV. PROSEDUR

V. DATA PENGAMATAN

Urin yang digunakan merupakan sampel

Alat uji kaset dan pipetnya di persiapkan

Dibiarkan beberapa menit sehingga menimbulkan warna

Diteteskan pada alat uji kaset sebanyak 3 tetes

Urin di pipet

Page 9: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

VI. PEMBAHASAN

Obat-obat psikotoprika merupakan golongan obat yang penting dalam

dunia medis, seperti untuk analgesik, antitusif, sedatif dan anestetik. Namun,

obat golongan psikotropika ini merupakan golongan obat yang sering

disalahgunakan karena memiliki efek sedatif. Penyalahgunaan obat

merupakan penggunaan obat untuk memperoleh efek tertentu yang bukan

termasuk efek yang digunakan untuk tujuan terapi (pengobatan).

Amfetamin dengan nama dagang shabu merupakan salah satu obat

psikotropika yang paling banyak di salahgunakan. Untuk mendeteksi adanya

penyalahgunaan obat dapat dilakukan metode immunoassay dan untuk

meyakinkan hasilnya selanjutnya dilakukan uji konformasi dengan

menggunakan GC-MS. Pada uji skrinning digunakan nilai batas (cut-off)

untuk menentukan hasil positif dan negative dimana nilai batas ini berbeda-

beda pada tiap negara.

Pada praktikum ini dilakukan uji skrinning amphetamin dengan metode

immunoassay. Prinsip utama dari metode immunoassay ini adalah ikatan

antibodi kompetetif. Kandungan obat amphetamin yang mungkin terdapat

dalam sampel urin akan berkompetisi dengan konjugat obat masing-masing

untuk berikatan dengan tempat pengikatan pada antibodi.

Pemeriksaan kadar amfethamin ini menggunakan sampel yang berbeda-

beda pada tiap kelompok, sehingga tidak dilakukan pengulangan percobaan,

sehingga mempersempit tidak dapat dilakukan perbandingan hasil

pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang

diperoleh tidak boleh berbeda signifikan.

Spesimen urin yang digunakan diperoleh dari praktikan yang diambil

pukul 07.30 WIB pagi dan dianalisis saat itu juga dengan metode

immunoassay dengan menggunakan alat uji kaset dengan prinsip pengujian

immunoassay.

Pada pengujian ini, hal yang pertama dilakukan adalah pengumpulan

spesimen urin. Urin dikumpulkan dalam container spesimen urin. Sistem

Page 10: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

pengumpulan spesimen urin yang biasa adalah 12 atau 24 jam pengumpulan

urin untuk melihat ekskresi analit selama 24 jam, akan tetapi pada praktikum

kali ini spesimen urin langsung di analisis (urin sewaktu).

Setelah sampel urin dikumpulkan dalam container, maka sampel urin diuji

dengan kaset. Kaset yang akan digunakan ditempatkan pada permukaan yang

agak tinggi dan bersih, kemudian urin dipipet dengan pipet khusus dan

kemudian urin yang terambil di teteskan sebanyak 3 tetes ( kira-kira 100 μL )diatas tempat spesimen secara vertikal kedalam lubang tersebut dan

jangan sampai terdapat lubang udara yang akan mempengaruhi naiknya

sampel urin pada kasset sehingga bercak garis yang dihasilkan tidak dapat

teramati dengan jelas. Adapun alat yang digunakan dapat digambarkan secara

sederhana pada gambar dibawah ini:

Pada gambar tersebut, terdapat dua tanda yaitu tanda T yang merupakan

tanda untuk Test dan tanda C yang merupakan tanda untuk kontrol. Ketika

sampel urin diteteskan pada lubang tempat spesimen, maka sampel akan

merambat naik karena pengaruh daya kapilaritas. Dalam kaset dengan garis

tanda C (kontrol) dilapisi oleh antibodi poliklonal kambing yang berikatan

dengan konjugat emas-protein dan bantalan pewarna yang mengandung

partikel koloidal emas yang dilapisis monoklonal antibodi tikus yang spesifik

untuk amfetamin. Sedangkan pada garis uji dilapisi oleh obat yang

terkonjugasi protein (bovin albumin murni).

Ketika sampel urin naik ke atas karena pengaruh kapilaritas, maka

amfetamin yang ada pada urin akan berkompetisi dengan konjugat protein

Page 11: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

obat untuk berikatan dengan antibodi. Adapun ilustrasi dari reaksi ini

digambarkan seperti dibawah ini:

Gambar pembentukan warna pada strip

Ketika dalam urin terdapat amphetamin dengan kadar dibawah batas

konsentrasi, maka antibodi yang spesifik untuk amphetamin tidak akan

dijenuhkan oleh amphetamin yang ada pada sampel, sehingga antibodi yang

spesifik dengan amphetamin akan berikatan dengan konjugat protein obat

yang terdapat pada strip T sehingga akan timbul warna pada strip tersebut

akibat ikatan antara antibodi dengan konjugat protein obat ketika terbasahi

C T Urin

Amfetamin

Antibodi

Y Y Konjugat Protein obat

O O

Y Y Y Y

Page 12: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

oleh urin. Sedangkan apabila dalam sampel terdapat amphetamin dengan

kadar diatas konsentrasi, maka antibodi yang spesifik untuk amphetamin akan

dijenuhkan oleh amphetamin yang ada pada sampel, sehingga antibodi yang

spesifik untuk amphetamin akan terjenuhkan dan afinitas ikatannya tinggi,

akibatnya tidak ada antibodi yang spesifik amphetamin yang akan berikatan

dengan konjugat protein obat. Karena tidak adanya ikatan antibodi yang

spesifik yamng berikatan dengan konjugat protein obat pada strip T, maka

tidak akan timbul warna pada strip tersebut ketika terbasahi oleh urin. Pada

strip C atau kontrol, berisi antibodi yang spesifik untuk amphetamin dan

konjugat emas-protein dan bantalan pewarna yang akan menimbulkan warna

pada strip ini ketika terbasahi urin ketika dalam urin tersebut mengandung

atau tidak mengandung amphetamin, jadi strip C berfungsi sebagai kontrol

yang mengindikasikan bahwa volume spesimen telah tepat dan sampai pada

ujung kaset dengan hasil yang akurat.

Pada praktikum ini, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin yang

dianalisis tidak mengandung amfetamin diatas batas konsentrasi yang

ditunjukkan dengan munculnya warna pada strip Control dan strip Test.

Seharusnya untuk meyakinkan hasil dari uji strip selanjutnya dilakukan uji

konformasi dengan menggunakan GC-MS. Mass chromatografi (MS)

digunakan karena sensitifitas lebih tinggi karena mengukur intensitas ion zat.

Sedangkan gas chromatografi (GS) digunakan karena memiliki spesifitas lebih

tinggi karena dapat membedakan berbagai jenis zat sampai tingkat intensitas

ion, hambatan waktu dan bentuk kromatografinya. Akan tetapi, pada

pengujian ini hanya dilakukan skrinning amfetamin saja dengan menggunakan

uji strip, tanpa dikonfirmasi lanjut dengan GC atau MS.

VII. KESIMPULAN

Pada praktikum ini, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin yang

dianalisis tidak mengandung amfetamin diatas batas konsentrasi yang

ditunjukkan dengan munculnya warna pada strip Control dan strip Test.

Page 13: PENETAPAN KADAR AMPHETAMIN.doc

Daftar Pustaka

Adam, 2009. http://adamelsoin.blogspot.com/2009_04_01_archive.html.

diakses pada tanggal 11 November 2012

Anonim, 2012. http://id.scribd.com/doc/77003747/BAB-II. diakses pada

tanggal 11 November 2012