PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh...

67
94 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATERI POKOK REAKSI REDUKSI-OKSIDASI KELAS X-A SEMESTER 2 DI SMA AL-FALAH KETINTANG SURABAYA Afrida Trisnawati, Ismono ABSTRAK Pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) siswa dituntut aktif mengembangkan kompetensi untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkan kerjasama dan solidaritas. Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di SMA Al-Falah Ketintang Surabaya bahwa sebagian besar guru kimia sekolah tersebut dalam menyampaikan materi pokok menggunakan metode ceramah. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk aktif mencari informasi sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada pelajaran kimia khususnya reaksi reduksi-oksidasi, sehingga nilai materi pokok ini rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola kelas, aktivitas siswa, hasil belajar dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok reaksi reduksi-oksidasi dan respon siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( classroom action research ) yang dilaksanakan dalam tiga kali putaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola kelas terhadap proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD selama 3 putaran didapatkan rata- rata sebesar 63,98%, sehingga mendapatkan penilaian baik. Selain itu pada kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi positif antar siswa di kelas dalam memahami materi pokok reaksi reduksi-oksidasi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD seiring dengan meningkatnya aktivitas berdiskusi/bertanya antar siswa yakni pada putaran I sebesar 9,5%, putaran II dan III berurutan yakni sebesar 12,3% dan 22,8%. Dari hasil angket diperoleh respon sebanyak 87% siswa menyatakan pelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat menarik dan tidak membosankan. Sedangkan dari hasil tes, ketuntasan belajar pada putaran I sebesar 73,3%, putaran II dan III berurutan yakni sebesar 86,7% dan 93,3%. Kata Kunci : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. 1. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat pesat, maka pendidikan yang merupakan suatu kegiatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan demi kemajuan suatu bangsa. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum dari kurikulum 2000 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Pada KBK ini siswa dituntut aktif mengembangkan kompetensi untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkan kerjasama dan solidaritas. Dalam memenuhi harapan KBK, guru harus mampu mengembangkan metode dan keterampilan mengajar. Peran guru adalah membantu para siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip-prinsip bukan memberi ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas (Nur, dkk, 1999: 2). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia di SMA Al-Falah Ketintang Surabaya pada tanggal 12 Oktober 2006 diketahui sebagian besar guru kimia sekolah tersebut dalam menyampaikan materi pokok menggunakan metode ceramah. Metode ceramah ini menyebabkan siswa

Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh...

Page 1: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

94

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADAMATERI POKOK REAKSI REDUKSI-OKSIDASI KELAS X-A SEMESTER 2

DI SMA AL-FALAH KETINTANG SURABAYA

Afrida Trisnawati, Ismono

ABSTRAK

Pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) siswa dituntut aktif mengembangkankompetensi untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkankerjasama dan solidaritas. Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di SMA Al-FalahKetintang Surabaya bahwa sebagian besar guru kimia sekolah tersebut dalam menyampaikanmateri pokok menggunakan metode ceramah. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasiuntuk aktif mencari informasi sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi padapelajaran kimia khususnya reaksi reduksi-oksidasi, sehingga nilai materi pokok ini rendah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola kelas, aktivitassiswa, hasil belajar dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materipokok reaksi reduksi-oksidasi dan respon siswa dalam penerapan model pembelajarankooperatif tipe STAD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom actionresearch) yang dilaksanakan dalam tiga kali putaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola kelas terhadapproses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD selama 3 putaran didapatkan rata-rata sebesar 63,98%, sehingga mendapatkan penilaian baik. Selain itu pada kegiatan belajarmengajar terjadi interaksi positif antar siswa di kelas dalam memahami materi pokok reaksireduksi-oksidasi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD seiringdengan meningkatnya aktivitas berdiskusi/bertanya antar siswa yakni pada putaran I sebesar9,5%, putaran II dan III berurutan yakni sebesar 12,3% dan 22,8%. Dari hasil angket diperolehrespon sebanyak 87% siswa menyatakan pelajaran kimia menggunakan model pembelajarankooperatif tipe STAD sangat menarik dan tidak membosankan. Sedangkan dari hasil tes,ketuntasan belajar pada putaran I sebesar 73,3%, putaran II dan III berurutan yakni sebesar86,7% dan 93,3%.

Kata Kunci : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

1. PENDAHULUANPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat pesat, maka

pendidikan yang merupakan suatu kegiatan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu ditingkatkan demi kemajuan suatu bangsa. PemerintahIndonesia telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan memperbaiki danmenyempurnakan kurikulum dari kurikulum 2000 menjadi kurikulum berbasiskompetensi (KBK). Pada KBK ini siswa dituntut aktif mengembangkan kompetensiuntuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkankerjasama dan solidaritas.

Dalam memenuhi harapan KBK, guru harus mampu mengembangkan metodedan keterampilan mengajar. Peran guru adalah membantu para siswa menemukanfakta, konsep atau prinsip-prinsip bukan memberi ceramah atau mengendalikanseluruh kegiatan kelas (Nur, dkk, 1999: 2). Berdasarkan hasil wawancara denganguru kimia di SMA Al-Falah Ketintang Surabaya pada tanggal 12 Oktober 2006diketahui sebagian besar guru kimia sekolah tersebut dalam menyampaikan materipokok menggunakan metode ceramah. Metode ceramah ini menyebabkan siswa

Page 2: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

95

kurang aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan menjadikan suasanakelas menjadi membosankan.

Materi pokok reaksi reduksi-oksidasi menyajikan konsep-konsep sulit yangperlu dipahami dan dimengerti salah satunya siswa dituntut dapat menentukan atomyang mengalami reaksi reduksi dan reaksi oksidasi berdasarkan pengikatan danpelepasan oksigen, penerimaan dan pelepasan elektron dan perubahan bilanganoksidasi serta memberi nama suatu senyawa. Hal ini menyebabkan siswa merasajenuh dalam menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam materi pokok reaksireduksi-oksidasi dan siswa tidak termotivasi untuk aktif mencari informasi sendiri.Oleh karena itu diperlukan keterlibatan siswa secara aktif selama kegiatan belajarmengajar dengan cara saling berdiskusi, tanya jawab baik antar siswa maupun antarasiswa dengan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia di SMA Al-Falah Ketintang Surabaya bahwa guru dalam menyampaikan materi reaksi reduksi-oksidasi menggunakan metode ceramah, sehingga didapatkan ketuntasan padatahun ajaran 2005-2006 hanya mencapai 15%. Di mana hasil ini jauh dari standarketuntasan yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan guru kimia SMA Al-Falah Ketintang Surabaya yakni 85%. Hasil angket yang diberikan pada siswa kelasXI diperoleh 59,26% siswa menyatakan kesulitan dalam mempelajari materi reaksireduksi-oksidasi dan 66,67% siswa tidak tertarik dengan model pengajaran yangdigunakan oleh guru mereka, ini menunjukkan bahwa siswa kurang aktif dalammengikuti kegiatan pembelajaran materi pokok reaksi reduksi-oksidasi.

Di kelas X-A SMA Al-Falah menurut informasi dari guru kimia menyatakansiswa cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hasil angketyang diberikan kepada siswa kelas X-A diperoleh sebesar 67,86% siswa tidaksenang dengan pelajaran kimia, 75% siswa sulit dalam mempelajari kimia dan67,86% siswa menyatakan guru kurang bervariasi dalam menyampaikan materikimia. Hal ini menjadikan siswa hanya sebagai pendengar dan pencatat sehinggapengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama dan terbukti dari hasil ulangankimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimiakelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%. Di mana hasil ini belummenunjukkan standar ketuntasan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan gurukimia SMA Al-Falah Ketintang Surabaya yakni 85%.

Untuk itu diupayakan model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah diatas. Salah satu alternatif adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Menurut penelitian Slavin bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebihunggul dalam meningkatkan hasil belajar dibanding pengalaman-pengalamanbelajar individu atau kompetitif (Ibrahim, M, dkk, 2000: 16). Pada pembelajarankooperatif siswa dapat berpartisipasi selama kegiatan belajar mengajar melaluitutorial, karena ada kalanya siswa lebih mudah belajar dari temannya sendiri danada pula siswa yang lebih mudah belajar melalui mengajar atau melatih temannyasendiri.

Model pembelajaran kooperatif terdiri atas empat tipe yaitu Student TeamAchievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi kelompok dan pendekatanstruktural yaitu terdiri dari Think-Pair-Share (TPS) dan Numbered-Head-Together(NHT) (Ibrahim, M, dkk, 2000). Dalam hal ini digunakan pembelajaran kooperatiftipe STAD yang merupakan suatu model pembelajaran yang paling sederhana sertadapat menumbuhkan kemampuan membantu teman. Pada materi pokok reaksireduksi-oksidasi ini menyajikan konsep-konsep sulit yang perlu dipahami dan

Page 3: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

96

dimengerti, maka dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STADsiswa dapat belajar bersama dengan kelompok yang heterogen baik dalamkemampuan maupun jenis kelamin dan siswa yang menguasai materi pelajaran lebihdulu harus membantu teman sekelompoknya yang belum menguasai materipelajaran. Menurut hasil penelitian dari Anggelita (2006) bahwa denganditerapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkanaktivitas siswa yakni pada putaran I adalah 5,18%, putaran II adalah 14,07% danputaran III adalah 17,04% serta dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswayakni pada putaran I adalah 55,77%, putaran II adalah 82,69% dan putaran IIIadalah 92,31%.

Dari uraian di atas penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian denganjudul: “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokokreaksi reduksi-oksidasi kelas X-A semester 2 di SMA Al-Falah KetintangSurabaya”.

2. METODE PENELITIAN2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom actionresearch). Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 3 putaran di manasetiap putaran terdiri dari 4 tahap yakni:1) Rencana

Pada tahap ini meliputi persiapan instrumen penelitian yaitu rencanapembelajaran, LKS, lembar observasi dan soal tes untuk tiap putaran.

2) Kegiatan dan PengamatanPada tahap ini meliputi tindakan yang dilakukan peneliti serta mengamatidampak atau hasil dari tindakan yang telah dilakukan.

3) RefleksiPada tahap ini penelitian melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampakdari tindakan yang dilakukan.

4) RevisiPada tahap ini peneliti membuat revisi rancangan untuk dilakukan padaputaran berikutnya.

2.2 Analisis Data Penelitian(1) Analisis Lembar Aktivitas Siswa.

Lembar aktivitas siswa dianalisis dengan menggunakan persentase (%),yaitu:

x100%aktivitasfrekuensitotal

munculyangaktivitasfrekuensiaktivitas%

(2) Analisis Lembar Pengelolaan Pembelajaran.Data kemampuan guru dalam mengelola kelas selama proses kegiatan

belajar mengajar dianalisis dengan menggunakan skala Likert denganketerangan skor seperti pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Keterangan Skor Skala LikertSkor Keterangan

1. Sangat kurang

Page 4: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

97

2.3.4.5.

kurangCukupBaikSangat baik

(Riduwan,2005)Data yang diperoleh kemudian diolah dalam bentuk persentase.

Skor kriterium = Skor tertinggi x aspek x jumlah observer/pengamat

100%xkriteriumskor

nperhitungahasiljumlahp

Perhitungan persentase dilakukan pada tiap aspek penilaian dankeseluruhan aspek penilaian.

Hasil persentase yang diperoleh diinterpretasikan seperti pada tabel 2.2sebagai berikut:

Tabel 2.2 Interpretasi Persentase Pengelolaan PembelajaranNo Persentase Kategori1.2.3.4.5.

0%-20%21%-40%41%-60%61%-80%81%-100%

Sangat kurangKurangCukupBaikSangat baik

(Riduwan, 2005)a) Analisis Data Hasil Belajar Siswa

Analisis untuk mengetahui masing-masing ketuntasan belajar setelahpembelajaran. Secara individual siswa telah tuntas belajar jika mencapainilainya 69 dengan perhitungan sebagai berikut:

x100N

BsiswaNilai

keterangan: B = Banyaknya soal yang dijawab benarN = Banyaknya soal

(Surapranata, 2004)sedangkan secara klasikal suatu kelas telah tuntas belajar jika terdapat85% siswa telah mencapai nilai 69 dengan perhitungan sebagai berikut:

x100%siswaseluruhJumlahtuntasyangsiswaJumlah

b) Analisis Angket SiswaUntuk menganalisis hasil angket menggunakan persentase dari

jumlah siswa yang telah memilih tiap-tiap alternatif jawaban denganrumus:

x100%NFP

Keterangan:P = PersentaseF = Jumlah jawaban respondenN = Jumlah respondenInterpretasi persentase respon siswa seperti pada tabel 2.3 sebagai

berikut:

Page 5: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

98

Tabel 2.3 Interpretasi Persentase Respon SiswaNo Persentase Kategori1.2.3.4.5.

0%-20%21%-40%41%-60%61%-80%81%-100%

Sangat kurangKurangCukupBaikSangat baik

(Riduwan,2005)

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN3.1 Pengelolaan Pembelajaran kooperatif

59.71

6567.23

5456586062646668

I II III

Putaran

%R

ata

-rat

a

Grafik 3.1 Pengelolaan pembelajaran kooperatifGrafik di atas menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran kooperatif pada putaran I sebesar 59,71% (cukup), pada putaran IImeningkat menjadi 65% (baik) dan pada putaran III sebesar 67,23% (baik). Padaputaran I kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sebesar 59,71%, hal inidikarenakan aktivitas guru ada yang mendapat penilaian kurang baik dalammelatih keterampilan kooperatif kepada siswa dan pengelolaan waktu. Padapertemuan ini guru dan siswa masih menyesuaikan diri dengan pembelajarankooperatif tipe STAD. Siswa belum terbiasa belajar kelompok dan menggunakanketerampilan kooperatif dengan baik sehingga guru kesulitan untuk melatih siswamenggunakan keterampilan kooperatif.

Pada pertemuan ini guru juga kurang baik dalam mengelola waktu yaitubanyak digunakan untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok. Siswabelum terbiasa untuk belajar berkelompok.

Pada putaran II, masalah tersebut diperbaiki sehingga penilaian terhadappengelolaan pembelajaran meningkat yaitu mendapat kriteria baik. Pada putaranini kemampuan guru dalam melatih keterampilan kooperatif telah meningkat danguru cukup baik dalam mengatur waktu. Siswa cepat dalam membentuk kelompoksehingga guru tidak memerlukan waktu lama dalam mengorganisasikan siswa kedalam kelompok. Guru telah mengingatkan siswa untuk menggunakanketerampilan kooperatif, aktivitas guru ini dapat mendorong siswa untukmenggunakan keterampilan kooperatifnya sehingga suasana pembelajaran padaputaran II ini lebih hidup.

Kemampuan guru pada putaran III mendapat penilaian baik (67,23%). Siswasudah terbiasa belajar secara berkelompok sehingga guru tidak memerlukan waktulama untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompoknya. Aktivitas guru yangmeningkat pada putaran III yaitu melatih keterampilan kooperatif siswa, ini berarti

Page 6: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

99

guru berusaha untuk meningkatkan kegiatan belajar dengan menekankan kegiatanpada kelompok kooperatif dan membimbing siswa untuk bekerjasama dalammenyelesaikan tugas belajarnya. Untuk aktivitas yang lainnya, nilai yangdiperoleh sama dengan nilai pada putaran II yang menunjukkan bahwa caramengajar guru sudah konstan dengan kualifikasi baik dan cukup.

Secara keseluruhan diperoleh nilai akhir hasil pengamatan pengelolaanpembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 63,98% (baik), persentase inimenunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD yangdilaksanakan dalam penelitian ini mempunyai penilaian baik.

3.2 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran

05

101520253035

1 2 3 4 5 6 7

Kategori Aktivitas Siswa

%A

ktiv

itas

Putaran I

Putaran IIPutaran III

Grafik 3.2 Kategori aktivitas siswa

Keterangan :1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru2. Membaca (buku siswa/ LKS)3. Berdiskusi/bertanya antar siswa4. Berdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru5. Mempresentasikan hasil kerja kelompok6. Menyimpulkan materi yang telah dipelajari7. Mengerjakan postes.

Grafik 3.2 menunjukkan bahwa aktivitas berdiskusi/bertanya antar siswa danberdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru mengalami peningkatan pada tiapputaran. Pada putaran I, persentase kedua aktivitas ini masih kecil yakni 9,5%karena pada putaran ini siswa belum menggunakan keterampilan kooperatifnya.Aktivitas berdiskusi/bertanya antar siswa pada putaran II (12,3%) dan putaran III(22,8%), sedangkan berdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru pada putaran II(10,5%) dan putaran III (13,4%), persentase kedua aktivitas ini meningkat karenasiswa sudah terbiasa menggunakan keterampilan kooperatifnya dan siswa lebihaktif dalam kegiatan pembelajaran tiap putaran.

Persentase aktivitas mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru padaputaran I (32,3%) dan putaran II (33,3%) mengalami peningkatan, karena padaputaran I dan II siswa masih kurang aktif sehingga guru banyak menjelaskanmateri dan memberi informasi tentang model pembelajaran kooperatif. Padaputaran III (19%), persentase aktivitas ini mengalami penurunan, hal inimenunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam pembelajaran sehingga guru tidak

Page 7: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

100

banyak memberikan informasi tentang materi dan memotivasi siswa dalammenggunakan keterampilan kooperatifnya.

Pada putaran I persentase aktivitas membaca (buku siswa/ LKS) sebesar11,4%, putaran II sebesar 6,7% sedangkan putaran III sebesar 5,7%. Persentaseaktivitas pada putaran I lebih besar dari putaran II dan III, karena pada putaran Isiswa masih bersikap individual sehingga untuk memahami materi siswa lebihmenonjolkan aktivitas membaca daripada berdiskusi antar siswa. Pada putaran IIdan III, aktivitas ini makin menurun karena siswa sudah menggunakanketerampilan kooperatifnya dalam memahami materi.

Aktivitas mempresentasikan hasil kerja kelompok pada putaran I dan II samayakni sebesar 14,3%, karena siswa belum berani dalam menyampaikanide/pendapatnya. Pada putaran III, aktivitas ini meningkat yakni sebesar 15,2%,karena siswa sudah berani dalam menyampaikan ide/pendapatnya walaupunberbeda dengan temannya sehingga suasana kelas lebih aktif. Sedangkan aktivitasmenyimpulkan materi yang telah dipelajari juga mengalami peningkatan, hal initerjadi karena siswa lebih memahami materi ketika menggunakan keterampilankooperatifnya dan siswa juga lebih berani dalam menyampaikan ide/pendapatnya.

Berdasarkan pembahasan aktivitas siswa di atas maka penerapan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-A dapat meningkatkan aktivitassiswa.

3.3 Ketuntasan Tes Hasil BelajarKetuntasan belajar ditetapkan berdasarkan kesepakatan guru kimia SMA Al-

Falah Ketintang Surabaya yakni seorang seorang siswa secara individu dikatakantuntas belajar jika telah memperoleh nilai 69 atau lebih dan suatu kelas dikatakantuntas belajar jika kelas tersebut telah terdapat 85% siswa tuntas belajar.

73.386.7

93.3

0

20

40

60

80

100

I I II

Putaran

%K

etu

nta

san

Kla

sika

l

Grafik 3.3 Ketuntasan belajar siswa secara klasikalBerdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada putaran I, siswa yang

dikatakan tuntas sebanyak 22 siswa dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 8 siswa,ketuntasan belajar secara klasikal pada postes tersebut mencapai 73,3% sehinggaapabila didasarkan kesepakatan guru kimia SMA Al-Falah maka secara klasikalpenerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-A ini belumtuntas.

Pada putaran II, siswa yang tuntas sebanyak 26 siswa dan yang tidak tuntassebanyak 4 siswa. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 86,7% sehinggaapabila didasarkan kesapakatan guru kimia SMA Al-Falah maka secara klasikalpenerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-A ini dikatakantuntas.

Page 8: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

101

Pada putaran III, siswa yang tuntas sebanyak 28 siswa dan yang tidak tuntassebanyak 2 siswa. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 93,3% sehinggaapabila didasarkan kasepakatan guru kimia SMA Al-Falah maka secara klasikalpenerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-A ini dikatakantuntas.

Berdasarkan pembahasan ketuntasan tes hasil belajar di atas maka penerapanmodel pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-A dapat meningkatkan hasilbelajar siswa pada materi pokok reaksi reduksi-oksidasi.

3.4 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran KooperatifAngket respon yang diberikan kepada 30 siswa setelah pembelajaran pada

putaran ketiga berakhir. Data angket digunakan untuk menggunakan respon siswaterhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Dari analisis angket respon siswa diperoleh sebanyak 73% siswamenyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memotivasimereka untuk meningkatkan prestasi belajarnya, sedangkan sebanyak 87% siswamenyatakan bahwa pelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatiftipe STAD sangat menarik dan tidak membosankan.

4. Kesimpulan dan Saran4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanakan penelitian pada putaran I, II dan III diperolehkesimpulan sebagai berikut:(1) Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

putaran I sebesar 59,71% (cukup), putaran II meningkat menjadi 65,00% (baik)dan pada putaran III meningkat menjadi 67,23% (baik). Secara keseluruhandiperoleh rata-rata kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatiftipe STAD sebesar 63,98% yang mendapat penilaian baik.

(2) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitasbelajar siswa yang meliputi berdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru, padaputaran I mendapat persentase 9,5% dan pada putaran II dan III meningkatberturut-turut 10,5% dan 13,4%. Aktivitas siswa berdiskusi/bertanya antar siswajuga mengalami peningkatan. Pada putaran I mendapat persentase 9,5% danpada putaran II dan III meningkat berturut-turut 12,3% dan 22,8%.

(3) Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat baik. Hal initerlihat dari pernyataan mereka bahwa model pembelajaran kooperatif tipeSTAD dapat memotivasi mereka untuk meningkatkan prestasi belajarnya (73%),sedangkan siswa menyatakan bahwa pelajaran kimia menggunakan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD sangat menarik dan tidak membosankansebanyak 87%.

(4) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasilbelajar siswa. Pada putaran I, ketuntasan klasikal siswa mencapai 73,3%, padaputaran II dan III ketuntasan secara klasikal meningkat yaitu 86,7% dan 93,3%.

4.2 Saran-SaranDari hasil penelitian ini, yang dapat disarankan peneliti sebagai masukan

adalah:(1) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD perlu diterapkan sebagai alternatif

dalam proses pembelajaran kimia pada materi pokok yang lain.

Page 9: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

102

(2) Hendaknya siswa dilatih terlebih dahulu dengan model pembelajaran kooperatifsupaya mereka terbiasa belajar kooperatif sehingga proses pembelajaran dapatberjalan dengan lancar.

(3) Untuk mengukur supaya siswa tidak terlalu lama dalam membentuk kelompok,maka guru sebaiknya menekankan kepada siswa terutama ketua kelompoknyauntuk bertanggung jawab dalam mengorganisasikan anggotanya ke dalamkelompok belajar sebelum belajar dimulai.

DAFTAR PUSTAKA

Anggelita, Devi Maria. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STADPada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan non Elektrolit Untuk Mencapaiketuntasan Belajar Siswa Di SMA Antartika Sidoarjo. Skripsi TidakDipublikasikan. Surabaya: UNESA.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (Edisi RevisiVI). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Fatmawati, Suci Elliyan. 2004. Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe StudentTeam Achivement Division (STAD) Pada Pokok Bahasan LarutanElektrolit dan non Elektrolit Siswa Kelas II-5 Semester 2 Di SMA WachidHasyim 2 Taman. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Surabaya: UNESA.

FMIPA. 2005. Panduan Penulisan Skipsi dan Penilaian Skipsi. Surabaya: UNESA.Ibrahim, Muslim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIPRESS.Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya.Nur, Muhammad, dkk. 1999. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan

Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: UNESA UNIPRESS.Nur, Muhammad, dkk. 2005. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA UNIPRESS.Purba, Michael. 2002. Kimia IB Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:

ALFABETA.Risdiana, Herra. 2003. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam

mencapai ketuntasan Belajar Kimia Pada Pokok Bahasan Alkana, Alkenadan Alkuna Siswa Kelas 1-9 SMU Kartika V-3 Surabaya. Skripsi TidakDipublikasikan. Surabaya: UNESA.

Sutresna, Nana. 2000. Kimia Untuk Sekolah Menengah Umum Kelas I. Bandunng:Grafindo Media Pratama.

Surapranata, Sumarna. 2004. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Tim Pelatih PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Researh).Jakarta: DEPDIKBUD.

Page 10: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

TIPE-TIPE KESEPAKATAN SISWA DALAM MENGIKUTI MODELPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA MATERI

POKOK IKATAN KIMIA

Lutfiah dan Suyono

Abstrak: Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui tipe-tipe kesepakatan siswa dalammengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) pada materiikatan kimia di SMK, (2) Mengetahui persentase setiap tipe kesepakatan siswa, dan (3)Mengetahui kecenderungan antara tipe kesepakatan dengan hasil belajar siswa.

Sasaran pada penelitian ini adalah siswa kelas 1 Audio Video-2 SMK Negeri 3 Surabayayang berjumlah 22 siswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah “The One-ShotCase Study”. Instrumen penelitian ini terdiri dari instrumen identifikasi tipekesepakatan siswa dalam berbagi pendapat pada fase Pair dan lembar penilaian.Prosedur pengumpulan data terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, pelaksanaan(proses pembelajaran dan tes), dan analisis data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe-tipe kesepakatan siswa dalam mengikutimodel pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) pada materi pokok ikatankimia, adalah: (1) Kedua siswa benar sebelum dan sesudah tukar pendapat (tipe 1;48,18%), (2) Salah satu siswa benar sebelum dan sesudah tukar pendapat dan siswayang lain benar ketika sudah tukar pendapat (tipe 2; 26,36%), (3) Salah satu siswa salahsebelum dan sesudah tukar pendapat sedangkan siswa yang lain benar sebelum tukarpendapat dan salah sesudah tukar pendapat (tipe 3; 2,72%), (4) Kedua siswa salahsebelum dan sesudah tukar pendapat (tipe 4; 14,54%), (5) Kedua siswa salah sebelumtukar pendapat dan benar sesudah tukar pendapat (tipe 5; 7,27%), dan (6) Kedua siswabenar sebelum tukar pendapat dan salah sesudah tukar pendapat (tipe 6; 0,91%). Padamodel pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share), siswa yang menjawabbenar setelah tukar pendapat cenderung memperoleh hasil belajar yang bagus.

Kata Kunci: Tipe Kesepakatan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share, ikatan kimia.

PENDAHULUANDalam kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2006, mata pelajaran

kimia telah diberikan mulai kelas satu pada semua program keahlian. Dimana matapelajaran kimia berfungsi hanya sebagai penunjang terhadap mata pelajaran programproduktif, sehingga siswa kurang tertarik dan cenderung meremehkan mata pelajarantersebut.

Salah satu materi pokok mata pelajaran kimia yang diberikan di SMK kelas satuadalah ikatan kimia. Materi ini merupakan materi pokok yang memiliki sifat teoritisyang memerlukan adanya pemahaman konsep. Dalam materi ini menjelaskan tentangterjadinya ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan logam dan menuliskan senyawa kimia.Sementara itu materi pembelajaran yang bersifat teoritis, kurang memberi contoh-contoh yang kontekstual, metode penyampaian bersifat monoton, kurang memanfaatkanberbagai media secara optimal seperti metode penyampaian materi ikatan kimia yang

Page 11: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

104

digunakan oleh guru SMK Negeri 3 Surabaya yaitu metode ceramah, sehingga siswamerasa jenuh yang menyebabkan siswa kurang aktif. Berdasarkan data ketuntasanbelajar siswa kelas 1 audio video tahun ajaran 2005-2006 diperoleh 80% yang telahmencapai nilai 60, data tersebut menunjukkan bahwa kelas tersebut belum mencapaiskala ketuntasan yang telah ditetapkan oleh sekolah, yaitu 85%.

Seorang guru harus pandai dalam memilih model pembelajaran yang tepat,menciptakan suasana kelas yang kondusif, serta menguasai materi pokok yang diajarkanyaitu mendeskripsikan terjadinya ikatan ion dan ikatan kovalen, menjelaskan ikatanlogam dan menuliskan tata nama senyawa kimia. Peneliti mencoba menggunakan modelpembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) dalam proses pembelajarandengan menyiapkan lembar jawaban yang berbeda, yaitu lembar jawaban untuk faseThink dan lembar jawaban untuk fase Pair. Dari kedua lembar jawaban tersebut, dapatdiklasifikasikan beberapa tipe-tipe kesepakatan siswa dalam berbagi pendapat pada fasePair. Di mana tipe-tipe kesepakatan yang dibuat pasangan merupakan gambaran daripemahaman siswa terhadap pertanyaan yang didiskusikan.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) adalah suatu modelpembelajaran yang diawali dengan guru memberikan masalah untuk difikirkan secaramandiri beberapa saat (Think), kemudian diselesaikan secara berpasangan (Pair).Setelah itu salah satu pasangan siswa diminta untuk berbagi dengan seluruh kelastentang hasil kerjanya dan dilanjutkan untuk pasangan yang lain (Share).

Berdasarkan fenomena yang terjadi pada penelitian-penelitian sebelumnya,dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, siswa sering melakukankesalahan yaitu pada pelaksanaan fase Think, siswa-siswa tidak mengerjakan soal yangdiberikan guru secara mandiri, tetapi siswa sudah melakukan berbagi pendapat dengantemannya. Sehingga pemikiran individu siswa tidak terlaksana. Hal ini dibuktikandengan tidak ditemukannya instrumen pada penelitian-penelitian tersebut yangmenjamin bahwa fase Think benar-benar dilaksanakan sebelum melakukan langkahPair. Padahal terdapat beberapa keuntungan dari model pembelajaran kooperatifdiantaranya dapat membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka dan siswajuga lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi,khususnya pada tipe TPS (Think-Pair-Share) siswa diberikan waktu untuk berfikir,menjawab dan saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2000).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah yangharus dilakukan yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikaninformasi yang dilanjutkan dengan Think, Mengorganisasikan siswa ke dalamkelompok-kelompok belajar (Pair), Membimbing kelompok bekerja dan belajar,evaluasi (Share), memberikan penghargaan (Ibrahim, 2000). Pada langkah menyajikaninformasi, diperlukan adanya media pembelajaran yang bertujuan untuk membantusiswa agar mudah memahami materi yang diajarkan dan supaya pembelajaran tidakbersifat monoton. Media yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah mediainteraktif. Penyampaian materi dengan menggunakan media ini akan mendorong siswauntuk dapat menemukan sendiri konsep dari materi yang disajikan oleh guru. Interaksidalam media ini berbentuk materi dan contoh soal yang menampilkan sub pokok materidan disertai dengan animasi. Dengan menggunakan media ini siswa diharapkan mampumemiliki ketertarikan, senang dan santai dalam proses belajar. Apalagi jika media iniditerapkan dalam pembelajaran kimia, dimana ilmu kimia merupakan ilmu dasar dariilmu terapan yang dipelajari dalam program produktif di SMK.

Page 12: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

105

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian yangberjudul “Identifikasi Tipe-Tipe Kesepakatan Siswa dalam Mengikuti ModelPembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Materi Pokok Ikatan Kimia diSMK”.

Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab beberapa rumusan masalah, yaituBagaimana Tipe-tipe kesepakatan siswa dalam mengikuti model pembelajarankooperatif tipe TPS pada materi pokok ikatan kimia di SMK?, berapa besar prosentaseTipe-tipe kesepakatan siswa tersebut, bagaimana kecenderungan antara tipe kesepakatandengan hasil belajar siswa?

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalammemilih model pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dandapat menjadi acuan bagi guru dalam upaya memperkecil kesalahan-kesalahan yangdilakukan siswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Shareberlangsung.

METODE PENELITIANDesain Penelitian

Penelitian ini mempunyai bentuk deskriptif dengan rancangan penelitian “TheOne-Shot Case Study”. Yang digambarkan sebagai berikut:

(Arikunto, 2002)Keterangan:X = perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-

Share.O = Pengukuran kemampuan berupa tes hasil belajar.

Pendiskripsian tipe-tipe kesepakatan siswa dilakukan selama pembelajaranberlangsung, sedangkan untuk pendiskripsian kecenderungan antara tipe-tipekesepakatan siswa dengan tes hasil belajar siswa dilakukan setelah pembelajaranberlangsung. Tipe-tipe kesepakatan siswa, yaitu kesepakatan yang diperoleh pada fasepair oleh pasangan siswa atas jawaban pertanyaan yang diberikan guru denganketentuan sebagai berikut:

1. Tipe kesepakatan 1 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saat berpikirsecara mandiri sudah benar dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang benar.

2. Tipe kesepakatan 2 menyatakan bahwa pada saat berpikir secara mandirijawaban siswa I sudah benar, sedangkan jawaban siswa II masih salah dan padawaktu berbagi pendapat dengan pasangannya, akhirnya memperolehkesepakatan jawaban yang benar.

3. Tipe kesepakatan 3 menyatakan bahwa pada saat berpikir secara mandirijawaban siswa I sudah benar, sedangkan jawaban siswa II masih salah dan padawaktu berbagi pendapat dengan pasangannya, akhirnya memperolehkesepakatan jawaban yang salah.

4. Tipe kesepakatan 4 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saat berpikirsecara mandiri masih salah dan pada saat berbagi pendapat dengan pasangannya,siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang salah.

5. Tipe kesepakatan 5 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saat berpikirsecara mandiri masih salah dan pada saat berbagi pendapat dengan pasangannya,siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang benar.

X O

Page 13: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

106

6. Tipe kesepakatan 6 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saatberpikir secara mandiri sudah benar dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang salah.

Persentase Tipe-tipe kesepakatan siswa, yaitu perbandingan antara Tipe-tipekesepakatan siswa yang muncul dengan jumlah seluruh siswa dikali 100.

100siswa

nkesepakataTipe% X

Sasaran pada penelitian ini adalah siswa kelas 1 Audio Video-2 SMK Negeri 3Surabaya yang berjumlah 30 siswa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANPada sub bab ini memuat tentang penyajian data penelitian yang diikuti dengan

hasil analisis masing-masing data dan dilanjutkan pembahasan.

1. Tipe-Tipe Kesepakatan Siswa dalam Model Pembelajaran Kooperatif TipeTPS (Think-Pair-Share)

Tipe-tipe kesepakatan siswa diperoleh setelah siswa mengikuti modelpembelajaran kooperatif tipe TPS dengan menggunakan lembar jawaban yang berbedadalam proses pembelajaran, yaitu lembar jawaban untuk fase Think dan lembar jawabanuntuk fase Pair. Dari data yang diperoleh dapat diberikan hasil analisis bahwa tipekesepakatan siswa pada LKS 1, 2 dan 3 dalam mengikuti model pembelajarankooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) ada enam tipe sebagai didefinisikan di atas.

Munculnya keenam tipe kesepakatan tersebut menunjukkan bahwa diskusi yangdilakukan oleh dua siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan danpenurunan berfikir siswa setelah bertukar pendapat dengan pasangannya. Peningkatanberfikir siswa terjadi apabila salah satu atau kedua siswa ketika berfikir secara mandirimenjawab salah, kemudian setelah bertukar pendapat dengan pasangannya memperolehkesepakatan jawaban yang benar. Begitu juga dengan penurunan berfikir siswa terjadiapabila salah satu atau kedua siswa ketika berfikir secara mandiri menjawab benar,kemudian setelah bertukar pendapat dengan pasangannya memperoleh kesepakatanjawaban yang salah.

Dilihat dari 6 tipe kesepakatan yang muncul, yang paling berbahaya adalah tipekesepakatan yang terjadi penurunan berfikir siswa, yaitu kesepakatan di mana salah satusiswa salah sebelum dan sesudah tukar pendapat sedangkan siswa yang lain benarsebelum tukar pendapat dan salah sesudah tukar pendapat karena tipe tersebutmerugikan pasangannya, dan kesepakatan di mana kedua siswa benar sebelum tukarpendapat dan salah sesudah tukar pendapat karena terjadi saling merugikan di antarasiswa, untuk tipe 5 tidak membahayakan karena sama-sama tidak ada potensinya dantanggung jawab guru untuk membetulkan konsep bagi siswa yang mempunyai tipe ini.

Selain itu terdapat tipe kesepakatan yang tidak mengalami peningkatan ataupenurunan berfikir yaitu tipe 1 dimana kedua siswa benar sebelum dan sesudah tukarpendapat dan tipe 4 dimana kedua siswa yang salah sebelum dan sesudah tukarpendapat. Hal ini wajar terjadi pada proses tukar pendapat yang dilakukan oleh dua

Page 14: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

107

orang, jika dalam berfikir secara mandiri kedua siswa berfikir yang sama, maka hasildiskusi mereka juga menghasilkan apa yang telah difikirkan mereka.

2. Persentase Tipe-Tipe Kesepakatan Siswa dalam Model PembelajaranKooperatif Tipe TPS

Persentase tipe-tipe kesepakatan siswa diperoleh dengan membandingkan antarajumlah tipe-tipe kesepakatan siswa yang muncul dengan jumlah seluruh tipekesepakatan dikali 100. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui jumlah tiap tipe-tipekesepakatan siswa kelas 1 audio-video 2 dalam mengikuti model pembelajarankooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) pada materi pokok ikatan kimia, diantaranyayaitu tipe kesepakatan 1 sebanyak 106; tipe kesepakatan 2 sebanyak 58; tipekesepakatan 3 sebanyak 6; tipe kesepakatan 4 sebanyak 32; tipe kesepakatan 5 sebanyak16 dan tipe kesepakatan 6 sebanyak 2. Dengan demikian dapat diketahui masing-masingpersentase tipe kesepakatan siswa dengan membandingkan antara jumlah tipekesepakatan siswa yang muncul dengan jumlah seluruh tipe kesepakatan dikali 100,sehingga diperoleh tipe kesepakatan 1 dengan persentase 48,18%; tipe kesepakatan 2dengan persentase 26,36%; tipe kesepakatan 3 dengan persentase 2,72%; tipekesepakatan 4 dengan persentase 14,54%; tipe kesepakatan 5 dengan persentase 7,27%;dan tipe kesepakatan 6 dengan persentase 0,91%. Hal ini menunjukkan bahwapersentase peningkatan berfikir (tipe kesepakatan 2 dan 5) lebih besar daripadapenurunannya (tipe kesepakatan 3 dan 6).

Peningkatan berfikir siswa menunjukkan adanya saling membantu satu samalain, hal ini mencerminkan bahwa Think-Pair-Share telah dilaksanakan sesuai denganprosedur, sejalan dengan apa yang diungkapkan Nur (2005) bahwa Think-Pair-Sharememiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebihbanyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) dapatdilihat dari adanya peningkatan dan penurunan berfikir siswa, walaupun dalampenelitian ini terdapat siswa yang tidak mengalami peningkatan atau penurunan berfikir,seperti pada Ke dua siswa benar sebelum dan sesudah tukar pendapat dan Kedua siswasalah sebelum dan sesudah tukar pendapat, akan tetapi hal tersebut wajar terjadi dalamhubungan tukar pendapat antara dua individu, jika kedua individu ketika berfikir secaramandiri memikirkan hal yang sama, maka dalam tukar pendapat mereka menghasilkanseperti apa yang mereka fikirkan. Rata-rata persentase kedua siswa yang benar sebelumdan sesudah tukar pendapat sebesar 48,18%. Angka tersebut masih rendah, sehinggaperlu di tingkatkan lagi, sedangkan kedua siswa yang salah sebelum dan sesudah tukarpendapat memperoleh rata-rata persentase sebesar 14,54%. Walaupun angka tersebutlebih kecil dari persentase kedua siswa yang benar sebelum dan sesudah tukar pendapat,namun persentase tersebut (14,54%) perlu diperkecil lagi agar terjadi peningkatanberfikir siswa.

3. Kecenderungan antara Tipe Kesepakatan dengan Hasil Belajar SiswaKecenderungan tipe kesepakatan siswa terhadap hasil belajar siswa dapat dilihat

setelah mengetahui hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan menggunakan skorhasil belajar. Skor 1 diberikan pada siswa yang menjawab benar dan skor 0 diberikanpada siswa yang menjawab salah. Analisis dilakukan pada tiap-tiap indikator hasilbelajar.

Page 15: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

108

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui rata-rata skor hasil belajarsiswa kelas 1 audio-video 2 dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS(Think-Pair-Share) pada materi pokok ikatan kimia yang dilihat di setiap indikator,diantaranya yaitu tipe kesepakatan 1 dengan rata-rata skor hasil belajar siswa 0,86; tipekesepakatan 2 dengan rata-rata skor hasil belajar siswa 0,76; tipe kesepakatan 3 denganrata-rata skor hasil belajar siswa 0,67; tipe kesepakatan 4 dengan rata-rata skor hasilbelajar siswa 0,68; tipe kesepakatan 5 dengan rata-rata skor hasil belajar siswa 0,57 dantipe kesepakatan 6 dengan rata-rata skor hasil belajar siswa 0,50. Hal ini menunjukkanbahwa skor hasil belajar yang dihasilkan siswa pada tipe kesepakatan yang terjadipeningkatan berfikir (tipe 2) lebih besar daripada tipe kesepakatan yang terjadipenurunan berfikir (tipe 3) dan (tipe 5) lebih besar daripada (tipe 6). Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa peningkatan berfikir siswa cenderung menghasilkan skor hasilbelajar yang lebih besar daripada penurunan berfikir siswa. Fenomena tersebutmenunjukkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) memberikan pengaruh positif dalam hal berfikir siswa. Hal ini sesuai dengan apayang diungkapkan oleh Ibrahim dkk (2000), bahwa pembelajaran kooperatif dapatmemberikan pemahaman yang lebih mendalam sehingga memperoleh hasil belajar yanglebih tinggi. Selain itu fenomena tersebut juga sejalan dengan pendapat Nasution (1982)bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jikasiswa saling mendiskusikan suatu masalah untuk mencapai kesepakatan dengantemannya.

Tipe kesepakatan siswa yang dominan muncul pada tiap indikator hanya tipekesepakatan 1, 2 dan 4. Apabila dilihat dari hubungan tipe kesepakatan siswa denganpersentase ketercapaian indikator menunjukkan bahwa persentase ketercapaianindikator pada tipe kesepakatan 1 (tidak terjadi peningkatan atau penurunan berfikir)cenderung tinggi, akan tetapi besarnya persentase ketercapaian indikator tersebutdisetiap indikator berbeda-beda, ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.Seperti pada indikator menjelaskan pembentukan ion memiliki persentase lebih kecildaripada menjelaskan gas mulia. Hal tersebut disebabkan karena untuk mencapaiindikator menjelaskan pembentukan ion lebih sulit daripada menjelaskan konfigurasielektron gas mulia.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa yang semula ketikasecara mandiri berfikir salah, kemudian berpasangan dengan siswa yang semula secaramandiri berfikir benar dan akhirnya memperoleh kesepakatan yang benar hanya munculpada 2 indikator yaitu indikator 7 dan 10 dengan masing-masing persentaseketercapaian indikator sebesar 59% dan 72%. Hal ini menunjukkan bahwa persentaseketercapaian indikator pada tipe kesepakatan 2 tidak dapat dipastikan lebih tinggi ataulebih rendah. Seharusnya persentase ketercapaian indikator tersebut cenderung tinggi,karena dalam tipe tersebut akhirnya memperoleh jawaban yang benar. Ketidak sesuaiantersebut dikarenakan perbedaan dalam hal berfikir ketika siswa berfikir secara mandiri,sehingga terjadi pengaruh mempengaruhi dalam bertukar pendapat. Hal ini sesuaidengan salah satu postulat yang diungkapkan oleh French dalam Sarwono (1983) yaitudalam sebuah hubungan dua orang, seseorang yang dipengaruhi akan mengubahpendapatnya mengikuti pasangannya tetapi tidak diikuti dengan perubahan kognitifnyamelainkan dikarenakan kekuasaan dasar yang lebih kuat diantara salah seorang tersebut,seperti kekuasaan rujukan, kekuasaan ganjaran, kekuasaan hukuman, kekuasaanpengabsahan dan kekuasaan keahlian.

Page 16: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

109

Adapun dua siswa berpasangan yang semula ketika secara mandiri berfikir salahdan pada saat bertukar pendapat memperoleh kesepakatan yang salah hanya munculpada 2 indikator yaitu indikator 2 dan 5 dengan masing-masing persentase ketuntasanindikator sebesar 59% dan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase ketercapaianindikator pada tipe kesepakatan 2 tidak dapat dipastikan lebih tinggi atau lebih rendah.Seharusnya persentase ketuntasan indikator tersebut cenderung rendah, karena pada tipetersebut kedua siswa setelah bertukar pendapat masih berfikir salah. Ketidaksesuaiantersebut dapat disebabkan adanya perubahan berfikir siswa pada saat fase Share. Padafase Share salah satu pasangan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang merekabicarakan, oleh karena itu pada fase inilah setiap individu memperbaiki pemahamanmereka tentang jawaban yang telah dibicarakan dengan pasangannya. Hal ini sejalandengan apa yang diungkapkan Nur (2005) bahwa diskusi perlu dilakukan di dalamseting seluruh kelompok.

Keefektifan pembelajaran dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa. Seorangsiswa telah tuntas belajar bila ia telah mencapai nilai >60 dan suatu kelas dikatakantuntas bila di kelas tersebut telah mencapai 85% yang telah mencapai nilai >60.Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan siswa yang tidak tuntas belajar di kelas1 Audio-video 2 SMK Negeri Surabaya pada materi pokok ikatan kimia yaitu sebanyak3 dari 22 siswa dengan masing-masing nilainya 50, 43 dan 50. Dengan demikian,ketuntasan klasikal di kelas tersebut mencapai 86,36%.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPSyang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dapat menghantarkan siswa mencapaiindikator hasil belajar. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan klasikal siswa kelas 1Audio-Video 2 yang mencapai 86,36%. Besar persentase tersebut telah melebihi batasketuntasan klasikal yang telah ditetapkan sekolah.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jika dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) siswa benar-benar berfikir secara mandiri pada fase Think dan bertukarpendapat pada fase Pair, maka dapat ditemukan tipe-tipe kesepakatan siswapada materi pokok ikatan kimia di SMK ada 6 tipe, yaitu:a. Tipe kesepakatan 1 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saat

berpikir secara mandiri sudah benar dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang benar.

b. Tipe kesepakatan 2 menyatakan bahwa pada saat berpikir secara mandirijawaban siswa I sudah benar, sedangkan jawaban siswa II masih salah danpada waktu berbagi pendapat dengan pasangannya, akhirnya memperolehkesepakatan jawaban yang benar.

c. Tipe kesepakatan 3 menyatakan bahwa pada saat berpikir secara mandirijawaban siswa I sudah benar, sedangkan jawaban siswa II masih salah danpada waktu berbagi pendapat dengan pasangannya, akhirnya memperolehkesepakatan jawaban yang salah.

d. Tipe kesepakatan 4 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saatberpikir secara mandiri masih salah dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang salah.

Page 17: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

110

e. Tipe kesepakatan 5 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saatberpikir secara mandiri masih salah dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang benar.

f. Tipe kesepakatan 6 menyatakan bahwa jawaban siswa I dan II pada saatberpikir secara mandiri sudah benar dan pada saat berbagi pendapat denganpasangannya, siswa memperoleh kesepakatan jawaban yang salah.

2. Tipe-tipe kesepakatan siswa dalam mengikuti model pembelajaran kooperatiftipe TPS (Think-Pair-Share) pada materi pokok ikatan kimia di SMK memilikipersentase yang berbeda-beda, yaitu (1) Kedua siswa benar sebelum dan sesudahtukar pendapat (tipe 1; 48,18%), (2) Salah satu siswa benar sebelum dan sesudahtukar pendapat dan siswa yang lain benar ketika sudah tukar pendapat (tipe 2;26,36%), (3) Salah satu siswa salah sebelum dan sesudah tukar pendapatsedangkan siswa yang lain benar sebelum tukar pendapat dan salah sesudahtukar pendapat (tipe 3; 2,72%), (4) Kedua siswa salah sebelum dan sesudahtukar pendapat (tipe 4; 14,54%), (5) Kedua siswa salah sebelum tukar pendapatdan benar sesudah tukar pendapat (tipe 5; 7,27%), dan (6) Kedua siswa benarsebelum tukar pendapat dan salah sesudah tukar pendapat (tipe 6; 0,91%).

3. Terdapat kecenderungan antara tipe-tipe kesepakatan dengan hasil belajar siswayang dilihat pada tipe kesepakatan yang dominan muncul, yaitu (1) Kedua siswabenar sebelum dan sesudah tukar pendapat (tipe 1) cenderung siswa memperolehhasil belajar yang tinggi, (2) Salah satu siswa benar sebelum dan sesudah tukarpendapat dan siswa yang lain benar ketika sudah tukar pendapat (tipe 2)cenderung siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi, (4) Kedua siswa salahsebelum dan sesudah tukar pendapat (tipe 4) cenderung siswa memperoleh hasilbelajar yang tinggi jika ada perubahan pemahaman siswa setelah melakukan faseShare.

SaranDari hasil penelitian dan pembahasan serta ditemukannya simpulan-simpulan,

penulis mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jika model pembelajaran kooperatiftipe Think-Pair-Share dilaksanakan sesuai dengan prosedur, maka dapatmemberikan pengaruh positif pada siswa sehingga peneliti menghimbau agar paraguru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share)pada materi pokok ikatan kimia.

2. Pada penelitian ini masih banyak ditemukan siswa yang berfikir salah setelahbertukar pendapat pada fase Pair. Oleh karena itu peneliti menghimbau agardilakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana upaya untuk mengurangi siswayang masih berfikir salah pada fase Pair.

3. Perlu diwaspadai bagi guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipeTPS (Think-Pair-Share) dengan munculnya tipe kesepakatan yang menyebabkanpenurunan berfikir siswa dan untuk mengetahui munculnya tipe-tipe kesepakatantersebut, sebaiknya guru menggunakan LKS seperti yang digunakan peneliti.

Daftar Pustaka

Page 18: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

111

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SiswaSekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ibrahim, M dan Muhammad Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:University Press.

Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik danImplementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Muhammad dan Wikandari. 2004. Pembelajaran Berpusat Pada Siswa DanPendekatan Konstruktivis. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya.

Slamet. 2005. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah yang disampaikan pada acaraPersiapan Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta.

Page 19: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

112

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH PADAMATERI POKOK BAHAN KIMIA DALAM BAHAN MAKANAN KELAS VII-A

DI SMP NEGERI 1 BALONGBENDO SIDOARJO

Kristina Mayasari, Ismono

Dalam proses pembelajaran, guru kurang menghubungkan materi yang diajarkandengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa sulit mentransfer konsep tersebut darimemori jangka pendek ke memori jangka panjang. Upaya yang dapat dilakukan untukmengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaranberdasarkan masalah. Melalui pembelajaran berdasarkan masalah, guru dapatmelibatkan siswa secara aktif dalam KBM sehingga dapat meningkatkan retensi danmemungkinkan siswa menerapkan konsep tersebut pada situasi yang baru ataukehidupan sehari-hari.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk mengetahuipengelolaan model pembelajaran berdasarkan masalah, aktivitas guru dan siswa,ketuntasan belajar dan respon siswa. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII-A diSMP Negeri 1 Balongbendo Sidoarjo. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata untuk kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dari putaran I sampaiputaran III sebesar 3,2 , 3,9 , 4,5. Aktivitas guru selama proses pembelajaran meningkatseperti menghubungkan pelajaran dengan pengetahuan awal siswa sebesar 5,0%, 5,8%,6,7%, memotivasi siswa sebesar 9,2%, 10,8%, 12,5%, membimbing siswa melakukanrefleksi penyelidikan sebesar 10,0%, 12,5%, 13,3% dan merangkum materi pelajaransebesar 9,2%, 12,5%, 12,5%. Aktivitas siswa juga meningkat dari putaran I sampai IIIselama proses pembelajaran seperti membaca (LKS, Hand Out) sebesar 9,5%, 10,5%,11,0%, melakukan diskusi sebesar 9,0%, 10,5%, 13,5%, meyajikan hasil penyelidikansebesar 11,5%, 12,0%, 12,5% dan merangkum materi pelajaran sebesar 9,5%, 10,5%,11,0%. Untuk tiap putarannya, ketuntasan belajar pada putaran I sampai putaran IIIsebesar 85,0%, 90,0% dan 95,0%. Hasil respon siswa yang merasa senangmenggunakan model pembelajaran berdasarkan masalahdari putaran I sampai IIIsebesar 80,0%, 82,5%, 87,5%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan modelpembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan pengelolaan pembelajaran,aktivitas guru dan siswa, ketuntasan belajar siswa dan respon siswa.Kata Kunci: Pembelajaran berdasarkan masalah, materi pokok bahan kimia dalam

bahan makanan.

1. PENDAHULUANSMPN 1 Balongbendo menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

sejak tahun 2002-2003. Kurikulum Sains merupakan bagian dari KurikulumBerbasis Kompetensi dimana siswa dituntut mempunyai life skill (kecakapanhidup).

Pendidikan sains lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untukmengembangkan kompetensi siswa agar siswa mampu memahami dan mempelajarifenomena alam sekitarnya. Namun pada kenyataannya dalam proses belajarmengajar, guru masih tetap berperan aktif dalam memberikan informasi kepadasiswa. Siswa seharusnya berperan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Halinilah yang diharapkan dalam KBK yaitu siswa diarahkan mengembangkan

Page 20: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

113

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan, nilai, sikap dan minat agar dapatmelakukan sesuatu dalam kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuhtanggung jawab (Mulyasa, 2004).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Agus Dwi, guru Sains di SMP Negeri1 Balongbendo Sidoarjo pada tanggal 7 Oktober 2006 bahwa berdasarkan MGMP,siswa dikatakan tuntas belajar secara individual jika mencapai nilai 60 dandikatakan tuntas belajar secara klasikal jika terdapat 70% siswa yang memperolehnilai 60. Kenyataannya, siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 80 % darijumlah siswa seluruhnya, sedangkan yang tuntas sekitar 20 % dari jumlah siswaseluruhnya. Berarti siswa yang belum tuntas belajar yaitu 32 siswa dan yang tuntasbelajar hanya 8 orang. Kemudian berdasarkan hasil angket prapenelitian jumlahsiswa yang mempunyai kemauan besar untuk mengikuti pembelajaran sains sebesar89,74 % dan yang menganggap pembelajaran sains menyenangkan sekitar 17,95 %.Jumlah siswa yang menganggap pembelajaran sains khususnya pada materi pokokbahan kimia dalam bahan makanan menarik sebesar 25,64 %.

Melihat beberapa permasalahan diatas, peneliti mencoba menerapkan modelpembelajaran berdasarkan masalah, dimana dalam model pembelajaran ini siswadiajak untuk terlibat aktif dalam memecahkan suatu masalah yang ada dalamkehidupan sehari-hari dengan melakukan percobaan dan berdiskusi dalam kelompokdan pada akhirnya siswa dapat menemukan sendiri konsep yang berkaitan denganbahan kimia dalam bahan makanan.

Sedangkan materi pokok yang dipilih dalam penelitian ini adalah bahan kimiadalam bahan makanan. Materi pokok bahan kimia dalam bahan makanan dipilihkarena materi ini tergolong sulit.

Peneliti memilih kelas VII-A sebagai objek penelitian karena berdasarkan hasilwawancara dengan guru sains yang mengajar di kelas VII-A bahwa siswa yang aktifselama kegiatan belajar mengajar sangat sedikit.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “PenerapanModel Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Pokok Bahan Kimia DalamBahan Makanan Kelas VII-A di SMP Negeri 1 Balongbendo Sidoarjo”.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PenelitianTindakan Kelas (PTK) merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif olehpelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional daritindakan-tindakan yang telah dilakukan serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran dilalakukan (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999: 6).

2. METODE PENELITIANSasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VII-A pada semester II tahunpelajaran 2006-2007 di SMP Negeri 1 Balongbendo. Peneliti memilih kelas VII-A.

2.2 Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini

dilakukan dalam tiga kali putaran. Setiap putaran terdiri dari 4 tahap yaitu:Tahap 1. Perencanaan (Planning)Tahap 2. Tindakan/ observasi (Action/ Observaton)Tahap 3. Refleksi (Reflective)Tahap 4. Revisi (Revise)

Page 21: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

114

Keempat tahap di atas biasanya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999)

2.3 Analisis Data Penelitian(1) Analisis Data Pengelolaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tabel 3.1Kategori Skor Skala Likert

Skor Keterangan12345

Buruk sekaliBurukSedangBaik

Sangat baikSkor kriterium = Skor tertinggi x jumlah item pertanyaan x jumlah observer

100%kriteriumSkor

nperhitungahasilskorJumlahp

Tabel 3.2Kriteria Interpretasi Skor

No Persentase Kategori1.2.3.4.5.

0%-20%21%-40%41%-60%61%-80%81%-100%

Sangat lemahLemahCukupKuat

Sangat Kuat

Plan

Reflective

Action/Obervation

Reflective

Action/Obervation

Reflective

Action/Obervation

RevisedPlan

RevisedPlan

RevisedPlan

Putaran I

Putaran II

Putaran III

Page 22: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

115

(2) Analisis Data Pengamatan Aktivitas Guru dan Siswa

x100%aktivitasfrekuensialjumlah totmunculyangfrekuensijumlah

aktivitas%

Tabel 3.3Kategori persentase aktivitas dan respon siswa

Persentase Keterangan0%-20%21%-40%41%-60%61%-80%81%-100%

Sangat lemahLemahCukupKuat

Sangat kuat(Riduwan, 2005)

(3) Analisis Soal Tesa) Validitas

2222xy

YYNXXN

YXXYNr

Keterangan:rxy = Koefisiaen korelasiN = Jumlah butir soalX = Skor peserta pada butir soal yang divalidasiY = Skor total yang dicapai peserta tes

Tabel 3.4Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Keterangan0,81-1,000,61-0,800,41-0,600,21-0,400,00-0,20

Sangat tinggiTinggiCukupRendah

Sangat rendah(Arikunto, 2003: 72)

b) Reliabilitas

r

s11 V

V1 r Dengan:

11

r =Reliabilitas seluruh soal

r

V = Varians responden

s

V = Varians sisa

(Arikunto, 2003: 100)Kriteria jika r hitung >r tabel maka item dikatakan reliabel.

c) Analisis Data Ketuntasan Belajar Siswa

Page 23: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

116

Berdasarkan kebijakan SMP Negeri 1 Balongbendo, siswadikatakan tuntas secara individual jika telah mencapai nilai ≥ 60.Perhitungan persentase ketuntasan siswa secara individual yaitu:

100%N

BSiswaNilai

Dengan: B = Jumlah soal yang benarN = Banyaknya soal.

(Surapranata, 2004)

Sedangkan secara klasikal suatu kelas telah tuntas belajar jikaterdapat 70% siswa telah mencapai nilai ≥60 dengan perhitungansebagai berikut:

100%siswaseluruhJumlah

tuntasyangsiswaJumlahKlasikalKetuntasan

d) Analisis Data Respon Siswa

%100NF

P

Dengan: P = Persentase jawaban respondenF = Jumlah jawaban respondenN = Jumlah Responden

Kemudian persentase dianalisis sesuai dengan tabel 3.3 yaitutabel kategori persentase aktivitas dan respon siswa.

3. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASANPutaran Ia. Rancangan

(1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RencanaPembelajaran (RP) dan soal postes (Tes Formatif 1).

(2) Guru telah menyiapkan sarana pembelajaran yakni LKS 1 dan Hand Out.(3) Guru telah menyiapkan instrumen penelitian.(4) Guru telah menetapkan kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen

berdasarkan nilai raport.b. Kegiatan dan Pengamatan

Pada putaran I materi yang dipelajari adalah bahan pewarna makanan.Pada tahap pendahuluan, guru mengawali pembelajaran denganmenyampaikan indikator pencapaian. Setelah itu, guru memotivasi siswadengan menunjukkan suatu ekstrak tomat yang ditetesi dengan air kapursebagai pembanding. Kemudian guru menunjukkan suatu saus. Pemotivasianyang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari ini dilakukan agar siswa dapatmengaplikasikan informasi yang telah diterima dari pembelajaran ke dalamkehidupan sehari-hari. Selanjutnya guru mengaitkan pembelajaran denganpengetahuan awal siswa tentang bahan kimia di sekitar kita, serta gurumengarahkan siswa untuk merumuskan permasalahan autentik yaitu“Bagaimana cara mengidentifikasi adanya pewarna kimia buatan pada tahukuning?”. Pendahuluan ini berlangsung selama 15 menit.

Pada kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 13 kelompok, membagiLKS dan Hand Out. Guru membimbing siswa melakukan studi literaturuntuk merumuskan jawaban dari permasalahan yang ada pada LKS. Setelah

Page 24: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

117

siswa melakukan penyelidikan, guru meminta masing-masing kelompokuntuk menyusun laporan singkat hasil pengamatan.

Selama siswa melakukan penyelidikan, guru memotivasi, mengevaluasidan meyakinkan apakah siswa bisa memecahkan masalah itu dengan baik.Kemudian guru meminta kelompok secara bergiliran untukmempresentasikan laporannya dan dilanjutkan dengan refleksi, yaitu tanyajawab antar kelompok tentang laporan yang disajikan. Guru memberipenguatan dan mengklarifikasi konsep kepada siswa tentang materi yangdipelajari. Pengklarifikasian konsep ini bertujuan agar terbentuk tatananpersamaan konsep tentang materi yang dipelajari. Kemudian guru memintasiswa menyimpulkan materi yang dipelajari. Sekitar 10 menit terakhir siswadiminta mengerjakan tes formatif secara individu.

Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, dilakukan observasi oleh6 pengamat.

c. Refleksi(1) Pada pengelolaan model pembelajaran berdasarkan masalah, persentase

kegiatan guru dalam mengorganisasikan siswa untuk belajar yaitu 60%.Persentase ini masih cukup rendah.

(2) Besarnya persentase kegiatan guru dalam membimbing siswamelakukan penyelidikan yaitu sebesar 68,9%. Pada kegiatan ini guruterlalu banyak memberikan informasi secara langsung sehingga kurangmendorong siswa untuk berfikir secara mandiri dalam memecahkansuatu masalah.

(3) Persentase perilaku guru yang kurang relevan dengan KBM masihcukup tinggi yaitu 5,0%, dan perilaku siswa kurang relevan denganKBM sebesar 9,0%.

(4) Guru kurang memotivasi siswa untuk belajar sehingga masih terdapat 5orang siswa yang belum tuntas belajar.

d. Revisi(1) Dalam mengelola model pembelajaran berdasarkan masalah, guru

hendaknya dapat mengorganisasikan siswa untuk belajar lebih baik lagi.(2)Dalam membimbing siswa melakukan penyelidikan, guru hendaknya

tidak memberikan informasi secara langsung(3)Guru dan siswa mengurangi perilaku yang tidak relevan selama proses

pembelajaran.(4)Untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa, hendaknya guru lebih

memotivasi siswa untuk membaca buku, memberi penguatan danmengklarifikasikan konsep-konsep penting kepada siswa.

Putaran IIa. Rancangan

(1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RencanaPembelajaran (RP) dan soal postes (Tes Formatif 2).

(2) Guru telah menyiapkan sarana pembelajaran yakni LKS 2.(3) Guru telah menyiapkan instrumen penelitian(4) Guru telah menetapkan kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen

berdasarkan nilai raport.b. Kegiatan dan Pengamatan

Page 25: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

118

Pada putaran II materi yang dipelajari adalah bahan pemanis makanan.Pada tahap pendahuluan, guru mengawali pembelajaran denganmenyampaikan indikator pencapaian. Setelah itu, guru memotivasi siswadengan menunjukkan sinom. Selanjutnya guru mengaitkan pembelajarandengan pengetahuan awal siswa tentang bahan pewarna makanan, serta gurumengarahkan siswa untuk merumuskan permasalahan autentik yaitu“Bagaimana cara mengidentifikasi adanya pemanis kimia buatan padasirup?”.

Pada kegiatan inti, dimulai dengan guru meminta siswa melakukankajian pustaka untuk merumuskan jawaban sementara dari permasalahankemudian guru meminta siswa melakukan penyelidikan dalam kelompokdengan tujuan agar mereka bisa memecahkan masalah dengan caraberdiskusi dan bekerja sama. Setelah siswa melakukan penyelidikan, gurumeminta masing-masing kelompok untuk menyusun laporan singkat hasilpengamatan.

Selama siswa melakukan penyelidikan dalam kelompok, gurumemotivator, mengevaluasi dan meyakinkan apakah siswa bisa memecahkanmasalah itu dengan baik. Setelah itu, guru meminta kelompok secarabergiliran untuk mempresentasikan laporannya dan dilanjutkan denganrefleksi, yaitu tanya jawab antar kelompok tentang laporan yang disajikan.Guru memberi penguatan dan mengklarifikasi konsep kepada siswa tentangmateri yang dipelajari. Pengklarifikasian konsep ini bertujuan agar tatananpersamaan konsep tentang materi yang dipelajari dibenak siswa. Kemudianguru meminta siswa menyimpulkan materi yang dipelajari. Sekitar 10 menitterakhir digunakan oleh siswa untuk mengerjakan tes formatif secaraindividu sebanyak 8 soal obyektif.

c. Refleksi(1) Pada tabel 4.9 disebutkan bahwa guru telah melakukan aktivitas

mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan awal siswa.(2) Guru sudah dapat mengkondisikan siswa belajar berdasarkan suatu

masalah. Hal ini terlihat dari aktivitas-aktivitas guru dan siswa tersebutmengalami peningkatan dibanding pada putaran I.

(3) Dari tabel 4.8 diketahui bahwa guru sudah dapat meningkatkanpengelolaan dalam pembelajaran.

(4) Dari tabel 4.12 dapat diketahui rata-rata nilai siswa meningkat dari 87,2pada putaran I menjadi 89,7 pada putaran II. Sedangkan ketuntasanklasikal putaran II sebesar 90,0%.

(5) Pada tabel 4.13 diketahui siswa memberikan penilaian positif terhadapmodel pembelajaran berdasarkan masalah.

d. Revisi(1) Guru harus tetap mempertahankan aktivitas mengembangkan sikap

mandiri siswa dalam merumuskan masalah autentik, memecahkanmasalah dengan penyelidikan, menyusun hasil karya dan menyajikanhasil karya/ artefak.

(2) Guru tetap mempertahankan penekanan konsep-konsep penting padatahap refleksi agar siswa benar-benar memperhatikan konsep tersebut.

Page 26: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

119

(3) Guru hendaknya lebih memotivasi siswa lagi sehingga aktivitas siswayang tidak relevan dengan KBM bisa diminimalkan bahkan dihilangkan.Putaran III

a. Rancangan(1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana

Pembelajaran (RP) dan soal postes (Tes Formatif 3).(2) Guru telah menyiapkan sarana pembelajaran yakni LKS 3 dan Hand Out.(3) Guru telah menyiapkan instrumen penelitian(4) Guru telah menetapkan kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen

berdasarkan nilai raport.b. Kegiatan dan Pengamatan

Pada putaran III materi yang dipelajari adalah bahan pengawet makanan.Pada tahap pendahuluan, guru mengawali pembelajaran denganmenyampaikan indikator pencapaian. Setelah itu, guru memotivasi siswadengan menunjukkan mie yang dijual di pasar. Selanjutnya guru mengaitkanpembelajaran dengan pengetahuan awal siswa tentang bahan pemanismakanan, serta guru mengarahkan siswa untuk merumuskan permasalahanautentik yaitu “Bagaimana cara mengidentifikasi adanya borak padabakso?”.

Pada kegiatan inti, dimulai dengan guru meminta siswa melakukankajian pustaka untuk merumuskan jawaban sementara dari permasalahankemudian guru meminta siswa melakukan penyelidikan dalam kelompokdengan tujuan agar mereka bisa memecahkan masalah dengan caraberdiskusi dan bekerja sama.

Setelah siswa melakukan penyelidikan, guru meminta masing-masingkelompok untuk menyusun laporan singkat hasil pengamatan. Selama siswamelakukan penyelidikan dalam kelompok, guru memotivator, mengevaluasidan meyakinkan apakah siswa bisa memecahkan masalah itu dengan baik.Setelah itu, guru meminta kelompok secara bergiliran untukmempresentasikan laporannya dan dilanjutkan dengan refleksi, yaitu tanyajawab antar kelompok tentang laporan yang disajikan. Guru memberipenguatan dan mengklarifikasi konsep kepada siswa tentang materi yangdipelajari. Pengklarifikasian konsep ini bertujuan agar tatanan persamaankonsep tentang materi yang dipelajari dibenak siswa. Kemudian gurumeminta siswa menyimpulkan materi yang dipelajari. Sekitar 10 menitterakhir digunakan oleh siswa untuk mengerjakan tes formatif secaraindividu sebanyak 6 soal obyektif.

c. Refleksi(1) Selama KBM, pembelajaran berorientasi pada siswa dan siswa dapat

memecahkan permasalahan dengan baik.(2) Dari tabel 4.14 diketahui bahwa guru dapat meningkatkan pengelolaan

model pembelajaran berdasarkan masalah.(3) Berdasarkan tabel 4.18 nilai rata-rata siswa dari hasil tes formatif putaran

III sebesar 91,7 dengan ketuntasan klasikal sebesar 95,0%.(4) Hasil angket yang disajikan dalam tabel 4.19 menunjukkan penilaian

yang positif terhadap penerapan pembelajaran berdasarkan masalah.d. Revisi

Page 27: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

120

Penerapan model pembelajaran berdasarkan mmasalah sudah dapatberjalan optimal, karena guru sudah dapat mengelola pembelajaran denganbaik sehingga meningkatkan aktivitas siswa dalam memecahkanpermasalahan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Namun dalam halLKS dan Hand Out, guru perlu memperbaiki baik dalam bahasa danpenampilannya agar siswa termotivasi untuk membaca dan belajar.

4. KESIMPULAN DAN SARAN4.1 Kesimpulan

(1) Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkankemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar.

(2) Melalui penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah mampumeningkatkan aktivitas guru sebagai fasilitator dan motivator dalampembelajaran pada putaran I, II dan III.

(3) Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokokbahan kimia dalam bahan makanan dapat meningkatkan ketuntasan belajarsiswa baik secara individu maupun secara klasikal.

(4) Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkanrespon siswa yaitu putaran I sebesar 77,5%, putaran II sebesar 82,5% danputaran III sebesar 87,5%.

4.2 Saran(1) Dalam setiap pembelajaran sebaiknya guru dapat mengaitkan materi

pelajaran dengan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari sehinggamembuat siswa termotivasi untuk belajar.

(2) Hendaknya guru tidak secara langsung memberikan bimbingan kepada siswaapabila siswa mengalami kesulitan, namun guru harus mendorong merekauntuk mendiskusikan permasalahan tersebut dengan temannya terlebihdahulu dan guru hendaknya dapat mengaitkan pertanyaan siswa denganpengetahuan siswa ketika guru memberikan penguatan danpengklarifikasian konsep pada saat refleksi. Kemudian guru harusmemberikan penekanan intonasi pada konsep-konsep penting sehinggasiswa benar-benar memperhatikan konsep tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:P.T. Bumi Aksara

Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur-Balitbang.Depdiknas. 2003. Kurikulum Bernasis Kompetensi, Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Sains Sekolah Menengah Pertama dan M adrasah Tsanawiyah.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Faridah, Anis. 2004. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah PadaMateri Pokok Pemisahan Campuran Untuk Menunjang Pelaksanaan KurikulumBerbasis Kompetensi Di SMPN 1 Sidoarjo. Skripsi. Tidak dipublikasikan.Surabaya: Unesa.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.Hudojo, H. 1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: Usaha Nasional.

Page 28: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

121

Ibrahim, Muslimin dan Nur, M. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya.

Johnson. 2004. Sains Kimia SMP Untuk Kelas VII. Bandung: Erlangga.Lutfi. 2004. Sains Kimia SMP Untuk Kelas VII. Jakarta: Esis.Marnijanto, Bambang. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya:

Terbit Terang.Muid, Fatimah. 2004. Sains Inspirasi Untuk Kelas 1 SMP. Jakarta: Ganeca Exact.Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya

Bandung.Muslich, Masnur. 1994. Dasar-dasar Pemahaman Kurikulum 1994. Malang: YA3

Malang.Nasution, MA. 1995. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:

Bumi Aksara.Ratnawati, Venty. 2004. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk

Melatihkan Keterampilan Proses Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi DanFaktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di SMUN 3 Bojonegoro. Skripsi. Tidakdipublikasikan. Surabaya: Unesa.

Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.Slameto. 1995. Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: P.T.

Rineka Cipta.Sudjana, N. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajara Mengajar.

Bandung: Sinar Bandung.Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.Surapranata, Sumarna. 2004. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum

2004. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya Offset.Suyono dan Amaria. 1993. Laporan Penelitian Naskah Kuliah Kimia Dasar Untuk

Pokok Bahasan Struktur Molekul. Surabaya: Pusat Penelitian IKIP Surabaya.Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (classroom Action

Research). Jakarta: Depdikbud.Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan Skripsi dan Penilaian Skripsi. Surabaya:

Unesa.Tim Penyusun Buku Pedoman Buku Ajar Siswa. 1987. Buku Pedoman Penulisan Buku

Ajar. Surabaya: University Press IKIP.Widjayanti, Herni. 2005. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Dengan Tatanan Kooperatif Untuk Mengatasi Kesulitan Siswa DalamPembelajaran Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan Di SMA Luqman AlHakim Surabaya. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Unesa.

Page 29: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

122

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAHPADA MATERI POKOK REDOKS DAN ELEKTROKIMIA

Abrinda Oktaviana, Suyono

AbstrakPenelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan implementasi model pembelajaranberdasarkan masalah pada materi pokok reaksi redoks dan elektrokimia. Keberhasilanimplementasi itu dinilai dari: (1) keterlaksanaan sintak pembelajaran, (2) aktivitas siswadalam kelompok, (3) ketuntasan keterampilan berpikir, (4) kesejalanan keterampilanberpikir akademis umum dan kimia, dan 5) tipe-tipe perubahan individual dalamketerampilan berpikir akademis sebelum dan sesudah implementasi model PBL padamateri pokok redoks dan elektrokimia.

Keterlaksanaan sintak pembelajaran dinilai oleh 2 orang pengamat menggunakan formatketerlaksanaan sintak pembelajaran. Aktivitas siswa dinilai dengan menggunakanformat pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok. Ketuntasan keterampilan berpikirdiukur menggunakan tes hasil belajar kimia. Kesejalanan keterampilan berpikirakademis umum dan kimia diukur dan tipe-tipe perubahan individual dalamketerampilan berpikir akademis sebelum dan sesudah implementasi model PBL padamateri pokok redoks dan elektrokimia menggunakan tes keterampilan umum dan teshasil belajar kimia.

Hasil penelitian dari implementasi model pembelajaran berdasarkan masalahmenunjukkan bahwa: 1) sintak pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru sesuaidengan skenario pembelajaran, 2) aktivitas siswa dalam kelompok memiliki frekuensiyang lebih besar dibandingkan aktivitas-aktivitas yang tidak relevan dengan kegiatanbelajar, 3) ketuntasan keterampilan berpikir di lihat dari skor hasil belajar kimiasebanyak 37 siswa telah tuntas secara individual. Jika dilihat secara klasikal mencapai92,5% jadi sudah mencapai taraf ketuntasan sebesar 75%, 4) keterampilan berpikirakademis umum menunjukkan fluktuasi sejalan dengan fluktuasi kuantitas skor setiapkomponen berpikir pada materi kimia, dan 5) individu yang tuntas dalam keterampilanberpikir akademis sebelum dan sesudah model PBL sebesar 60%, yang tidak tuntassebelum model PBL tetapi tuntas sesudah model PBL sebesar 32,5%, yang tidak tuntassebelum dan sesudah model PBL sebesar 5%, yang tuntas sebelum model PBL tetapitidak tuntas sesudah model PBL sebesar 2,5%.

Kata kunci: Pembelajaran berdasarkan masalah, redoks dan elektrokimia, aktivitassiswa

PENDAHULUAN

Salah satu standar kompetensi (SK) pada bidang kimia yang harus dicapai siswaSMA adalah menerapkan konsep reaksi redoks dan elektrokimia dalam teknologi dankehidupan sehari-hari. Salah satu kompetensi dasar (KD) untuk SK itu adalahmenerapkan konsep reaksi redoks dalam sistem elektrokimia dalam mencegah korosi.Penyepuhan (elektroplating) adalah salah satu proses pencegahan korosi yangmenerapkan konsep reaksi redoks.

Page 30: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

123

Seperti diketahui ilmu kimia memiliki tiga karakteristik, yaitu: ontologi (apayang dikaji atau objek ilmu kimia), epistemologi (cara memperoleh), dan aksiologi(kegunaannya). Penyampaian mata pelajaran kimia tidak boleh lepas dari pertanyaanapa, mengapa, dan bagaimana. Pembelajaran kimia berkaitan dengan dua hal yang tidakterpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dankimia sebagai proses (kerja ilmiah). Pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiriilmiah pada tataran inkuiri terbuka merupakan satu pilihan dalam pembelajaran kimia.Melalui proses inkuiri ilmiah dapat ditumbuhkan pada siswa kemampuan berpikir,bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek pentingkecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberianpengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembanganketerampilan proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Bagaimana keterampilan proses siswa, khususnya di SMAN 4 Sidoarjo? Untukmengetahui kemampuan itu dilakukan tes keterampilan proses yang dikembangkan olehNur. Hasil tes memberi simpulan bahwa terdapat tujuh komponen keterampilan prosesyang belum dikuasai siswa dalam jumlah yang diharapkan (75%). Jumlah siswa yangmencapai ketuntasan untuk masing-masing komponen adalah sebagai berikut:pemahaman metode ilmiah sebesar 27,5% (dari 40 siswa yang menjawab benar hanya11 orang); pemahaman variabel sebesar 17,5% (dari 40 siswa yang menjawab benarhanya 7 orang); pemahaman eksperimen sebesar 10% (dari 40 siswa yang menjawabbenar hanya 4 orang); pemahaman variabel respon yang sebesar 12,5% (dari 40 siswamenjawab benar hanya 5 orang); pemahaman variabel kontrol sebesar 7,5% (dari 40siswa menjawab benar hanya 3 orang); pemahaman variabel manipulasi sebesar 17,5%(dari 40 siswa menjawab benar hanya 7 orang). Secara umum siswa dinyatakan gagaldalam keterampilan proses.

Kegagalan itu adalah sebuah masalah yang harus segera diatasi. Untukmemecahkan problematika itu dapat dilakukan melalui proses pembelajaran ataupemilihan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang tepatuntuk melatih keterampilan proses berpikir (minds on) adalah model pembelajaranberdasarkan masalah (Problem Based Learning, PBL). PBL adalah rangkaian fase-fase(sintaks) yang diawali dengan menghadapkan siswa ke dalam situasi masalah yangautentik dan bermakna yang memancing siswa untuk melakukan penyelidikan daninquiri (Ibrahim dan Nur, 2005). Sintaks dari PBL adalah sebagai berikut: (1) orientasisiswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbingpenyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasilkarya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Ibrahim dan Nur,2005).

Penelitian tentang implementasi model PBL telah dilakukan peneliti-penelititerdahulu, tetapi belum memberikan analisis secara spesifik kepada ketuntasankomponen-komponen dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (keterampilan proses).

METODE PENELITIAN1. Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 2 SMA Negeri 4Sidoarjo, karena kelas XII IPA 2 adalah kelas yang kurang aktif dibandingkelas-kelas yang lain.

2. Rancangan Penelitian

Page 31: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

124

Penelitian ini mengikuti rancangan penelitian “One Group Pretest PostestDesign”. Sebelum pembelajaran siswa dikenai suatu pretes dan pada akhirpembelajaran siswa dikenai postes.

3. Pengumpulan dan Analisis Data Penelitiana. Keterlaksanaan Sintak Pembelajaran. Analisis penilaian pengamat dalam bentuk

pilihan yaitu: terlaksana dan tidak terlaksananya fase pembelajaran dalamimplementasi model pembelajaran berdasarkan masalah dilakukan secaradeskriptif.

b. Persentase Aktivitas Siswa di dalam Kelompok. Penilaian dilakukan denganmengamati kelas tiap kali tatap muka. Pengamatan dilakukan oleh dua pengamatyang sudah dilatih sehingga dapat mengisi lembar pengamatan secara benar.Berdasarkan rata-rata penilaian dari dua pengamat untuk tiap kategori yangdiamati, untuk tiap rencana pelaksanaan pembelajaran kemudian ditentukanpersentasenya (P).

c. Ketuntasan Komponen Keterampilan Berpikir. Untuk mendapatkan data tentangpengaruh implementasi model PBL sebagai upaya untuk mencapai ketuntasankomponen keterampilan berpikir akademis, digunakan rumus ketuntasanklasikal. Kriteria tuntas tercapai bila penerapan rumus ketuntasan klasikalmenghasilkan nilai 75%.

d. Persentase ketuntasan individual dihitung dengan membagi jumlah komponenyang tuntas dengan jumlah seluruh komponen dikali 100%. Siswa secaraindividu dikatakan tuntas bila penerapan rumus ini menghasilkan nilai 70%.

e. Kesejalanan antara ketuntasan keterampilan proses materi umum dan ketuntasanketerampilan proses kimia materi redoks dan elektrokimia. Rumus yangdigunakan sama dengan pada butir c dan d.

f. Ketuntasan dalam keterampilan akademis (keterampilan proses pada materiredoks dan elektrokimia) baik sebelum dan sesudah implementasi PBL dihitungdengan rumus ketuntasan pada umumnya. Individu yang diperhitungkan dalamrumus ini adalah yang tidak tuntas sebelum implementasi PBL tetapi tuntassetelah implementasi PBL. Implementasi PBL dikatakan berhasil bila nilaiketuntasan ini mencapai angka≥70%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Keterlaksanaan Sintak PembelajaranDari hasil penelitian ditemukan bahwa mayoritas pengamat mengatakan bahwa

guru telah taat melaksanakan sintak-sintak pembelajaran model pembelajaranberdasarkan masalah yang diterapkan dengan alokasi yang tidak terpaut jauh dari waktuyang direncanakan. Pada tahap pendahuluan terdapat aspek memotivasi siswa,menyampaikan indikator hasil belajar. Pada aspek memotivasi siswa dalam tatap mukaI, II, III diterapkan dengan alokasi waktu yang tidak terpaut jauh dari waktu yangdirencanakan. Menurut Maslow (1970 dalam Mulyasa, 2002) bahwa topik dan tujuanpembelajaran (indikator hasil belajar) yang disusun dan disampaikan dengan jelaskepada siswa mampu meningkatkan motivasi belajarnya. Selain itu guru memotivasisiswa dengan menggunakan motivator realistik. Ketaatan dalam menjalankan sintak-sintak pembelajaran merupakan bukti empiris bahwa rencana pembelajaran yang dibuattelah memenuhi skenario model pembelajaran berdasarkan masalah.

Page 32: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

125

Pada tahap kegiatan inti terdapat aspek mengorganisasikan siswa untuk belajar,membimbing penyelidikan kelompok, dan menyajikan hasil penyelidikan. Pada tahapkegiatan inti dalam tatap muka I, II, III diterapkan dengan alokasi waktu yang tidakterpaut jauh dari waktu yang direncanakan.

Dalam pengamatan keterlaksanaan sintak, tinjauan tidak hanya sampai padakriteria terlaksana atau tidak terlaksana. Ketika sebuah sintak dinilai terlaksana masihterdapat kajian lebih lanjut, yaitu dari dimensi waktu. Dengan memperhatikan catatanwaktu pelaksanaan sintak-sintak dalam model pembelajaran yang diterapkan masihterdapat ketidaksesuaian dengan alokasi waktu yang direncanakan. Namun sebenarnyadi dalam pembelajaran kompetensi waktu bukan menjadi penghambat karenaorientasinya kinerja.

Untuk penyempurnaan rencana pembelajaran pada implementasi masa yangakan datang, maka tidak menutup peluang untuk dilakukan koreksi terhadap koreksi-koreksi waktu yang didasarkan kepada data lapangan.

2. Aktivitas Siswa dalam KelompokImplementasi model PBL pada pembelajaran redoks dan elektrokimia dapat

menumbuhkan aktivitas belajar siswa. Siswa disibukkan oleh aktivitas-aktivitas seperti:membaca (mencari informasi), mendiskusikan tugas dengan partisipasi seluruh anggota,mendiskusikan prosedur kerja, melakukan pengamatan atau percobaan, danmemperhatikan presentasi siswa lain. Aktivitas-aktivitas itu memiliki frekuensi yangcenderung lebih besar dibandingkan aktivitas-aktivitas yang tidak relevan dengankegiatan belajar. Gambaran seperti ini terjadi baik pada tatap muka I, II, maupun III.

Frekuensi unsur-unsur aktivitas positif cenderung meningkat sejalan denganurutan pelaksanaan RPP. Hal itu dapat diberikan makna bahwa implementasi modelPBL pada pembelajaran redoks dan elektrokimia benar-benar memberi pembiasaan danpeningkatan kepada siswa untuk belajar secara positif. Fenomena ini sejalan dengan apayang dikemukan oleh Ibrahim dan Nur (2004), bahwa pembelajaran menggunakanmodel PBL dapat menumbuhkan aktivitas belajar siswa, baik secara kelompok maupunindividu.

Aktivitas siswa melakukan pengamatan/percobaan cenderung lebih tinggi baikpada tatap muka I, II, maupun III. Temuan empiris itu sesuai dengan pernyataanIbrahim dan Nur (2004) bahwa model PBL adalah seperangkat prosedur yangmenyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapatmemberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.Melakukan pengamatan atau melakukan percobaan adalah inti dari kegiatanpenyelidikan.

3. Ketuntasan Setiap Komponen BerpikirMenurut Ibrahim dan Nur (2004), model PBL mengharuskan siswa melakukan

penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswaharus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis danmembuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan percobaan,membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Jumlah siswa mencapai ketuntasandalam keterampilan berpikir akademis adalah 37 siswa dari total 40 siswa, sedangkansisanya 3 siswa dinyatakan tidak tutas.

Hasil menunjukkan bahwa seluruh komponen keterampilan berpikir selamaimplementasi model pembelajaran berdasarkan masalah dalam kategori tuntas baik

Page 33: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

126

komponen 1 sampai 10. Dengan demikian dapat dituliskan bahwa implementasi modelpembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokok Redoks dan Elektrokimia dapatmembantu siswa mencapai ketuntasan berpikir tingkat tinggi. Artinya, implementasimodel pembelajaran berdasarkan masalah dapat memperbaiki kesulitan siswa dalammencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini adalahpenilaian keterampilan siswa dalam setiap komponen berpikir tingkat tinggi saatmelakukan kegiatan eksperimen. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa siswayang tuntas secara individual melakukan kinerja eksperimen adalah 37 siswa. Dilihatsecara klasikal jumlah anak tuntas dalam kelas mencapai 92,5% sudah melewati batasketuntasan yang diterapkan 75%. Hal ini dapat dilihat dari skor total yang diperolehsiswa.

Implementasi model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokokreaksi redoks dan elektrokimia dapat menghantarkan siswa mencapai ketuntasanketerampilan berpikir tingkat tinggi baik ditinjau secara individual maupun klasikal.

4. Kesamaan antara Ketuntasan Klasikal pada Setiap KomponenKeterampilan Berpikir

Keterampilan akademis (academic skills), sebagai salah satu kelas dariketerampilan berpikir tingkat tinggi harus menjadi bagian integral dari pembelajarankimia, termasuk pada pembelajaran materi pokok Redoks dan Elektrokimia. Telahdilakukan pengukuran atas keterampilan akademis itu pada saat sebelum pembelajarandan setelah pembelajaran menggunakan model PBL. Pertanyaan yang akan diberikanpembahasannya saat ini adalah apakah terdapat kesamaan profil dari komponen-komponen keterampilan akademis itu sebelum dan sesudah pembelajaran dengan modelPBL.

Profil keterampilan berpikir akademis kelas (klasikal) pada materi umummemiliki pola yang sama dengan keterampilan berpikir akademis pada materi kimia.Fluktuasi kuantitas skor setiap komponen keterampilan berpikir pada materi umumsejalan dengan fluktuasi kuantitas skor setiap komponen berpikir pada materi kimia. Halitu mencerminkan bahwa kelas siswa memiliki kesejalanan berpikir yang sama ketikadihadapkan kepada materi umum maupun kepada materi kimia. Fenomena ini dapatdimaknai bahwa pola berpikir akademis yang tergambar dari siswa dalam sebuahukuran kelas memiliki sifat ajeg.

Skor klasikal setiap komponen keterampilan berpikir pada materi umum lebihrendah dibanding pada materi kimia. Seperti diketahui keterampilan berpikir padamateri umum diukur sebelum siswa dilibatkan dalam pembelajaran PBL, sedangkanketerampilan berpikir pada materi kimia diukur sesudah siswa dilibatkan dalampembelajaran PBL. Ini memberi petunjuk bahwa pelibatan siswa ke dalam fase-fasedalam sintaks PBL memberi dampak akumulasi yang positif kepada keberhasilan kelas.

Kemampuan kelas dalam mengidentifikasi masalah tidak selalu memilikikesetaraan dengan kemampuan merumuskan hipotesis. Demikian pula dengankomponen-komponen keterampilan berpikir yang lain. Walau keterampilanmengidentifikasi masalah dan keterampilan merumuskan hipotesis keduanya sama-samadalam kelompok academic skill, namun kompleksitas masing-masing keterampilanberpikir saling berbeda. Keterampilan merumuskan hipotesis sedikit lebih sulitdibanding mengidentifikasi masalah, karena untuk dapat merumuskan hipotesis dengan

Page 34: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

127

benar setiap orang harus memahami betul tentang variabel-variabel yang akan dirangkaimenjadi rumusan hipotesis.

Jika diperhatikan profil keterampilan berpikir kelas, nampak bahwaketerampilan merancang percobaan dan membuat simpulan atas hasil percobaannyamenduduki posisi paling tinggi dibanding keterampilan-keterampilan berpikir yang lain.Ini memberi arti bahwa kelas lebih memperoleh kemudahan apabila dilibatkan kepadaketerampilan yang mengandung aktivitas-aktivitas yang disertai kebendaan (melibatkanalat-alat dan bahan) dan membuat simpulan atas rancangan yang dibuat. Prosespenyepuhan adalah materi pembelajaran autentik dan kontekstual dari materi pokokRedoks dan Elektrokimia yang melibatkan aktivitas siswa yang disertai penggunaan alatdan bahan yang membantu proses berpikir siswa penyimpulan.

5. Kesamaan antara Ketuntasan Individual pada Setiap KomponenKeterampilan Berpikir

Terdapat empat tipe individu ditinjau dari ketuntasannya dalam keterampilanberpikir akademis pada materi umum dan pada materi kimia, yaitu: (a) Individu-individu yang tuntas dalam keterampilan berpikir akademis baik sebelum maupunsesudah pembelajaran dengan model PBL (60%). Persentase terbesar ini dapat dijadikancerminan bahwa terjadi kesejalanan antara keterampilan berpikir akademis siswa padamateri umum dan pada materi kimia; (b) Individu-individu yang tidak tuntas dalamketerampilan berpikir akademis sebelum pembelajaran dengan model PBL, tetapimenjadi tuntas (mengalami kemajuan) sesudah pembelajaran dengan model PBL(32,5%); (c) Individu-individu yang tidak tuntas dalam keterampilan berpikir akademisbaik sebelum maupun sesudah pembelajaran dengan model PBL (5%); dan (d) Individu-individu yang tuntas dalam keterampilan berpikir akademis sebelum pembelajarandengan model PBL, tetapi justru tidak tuntas sesudah pembelajaran dengan model PBL(2,5%).

Jika keberhasilan implementasi direpresentasi oleh individu-individu tipe a dantipe b, maka implementasi model pembelajaran pada materi pokok redoks danelektrokimia berhasil menghantarkan individu-individu sebanyak 92,5% mencapaiketuntasan belajarnya. Yang lebih berarti adalah implementasi model PBL itu mampumengentaskan 32,5% individu yang tidak tuntas dalam keterampilan berpikirakademisnya.

Persentase siswa yang berhasil menggunakan academic skills nya sebelumpembelajaran menggunakan PBL (60%) mengalami kenaikan menjadi 92,5%. Sepertihalnya dengan fenomena yang terjadi secara klasikal, bahwa keterampilan akademissiswa secara individual dapat diperbaiki melalui pembelajaran kimia materi pokokRedoks dan Elektrokimia menggunakan model PBL. Hal ini dapat dimaknai bahwaimplementasi model pembelajaran PBL memberi kesempatan kepada siswa untukmelatih academic skills nya. Melalui implementasi model PBL pada materi penyepuhan,setiap siswa dihadapkan kepada situasi pembelajaran yang autentik dan bermakna yangmemberikan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri, sehingga memberikemudahan kepada setiap individu untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya.

Menurut Sudjana (1991), kualitas belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dariaspek: (1) Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa (kompetensi) setelahmenyelesaikan pengalaman belajarnya; (2) Kuantitas dan kualitas penguasaan tujuanbelajar; dan (3) Jumlah siswa yang mencapai minimal 75% dari keseluruhan tujuan

Page 35: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

128

pembelajaran. Jika lima point resume di atas dikaitkan dengan pendapat Sudjana itu,maka dapat diberikan jawaban atas pertanyaan umum dari penelitian ini, bahwaimplementasi model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokok redoks danelektrokimia telah menghantarkan siswa mencapai tujuan belajar tingkat tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanBerdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan

simpulan penelitian sebagai berikut:1. Fase-fase dalam sintaks PBL pada pembelajaran redoks dan elektrokimia

dapat dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah dipersiapkan sebelumnya.2. Implementasi model PBL pada pembelajaran redoks dan elektrokimia dapat

menumbuhkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas-aktivitas belajar memilikifrekuensi yang lebih besar dibandingkan aktivitas-aktivitas yang tidakrelevan dengan kegiatan belajar. Fenomena itu terjadi baik pada tatap mukaI, II, maupun III. Frekuensi unsur-unsur aktivitas belajar yang positifcenderung meningkat sejalan dengan urutan pelaksanaan RPP.

3. Implementasi model PBL pada pembelajaran materi pokok redoks danelektrokimia berhasil menghantarkan siswa mencapai ketuntasan belajar.Implementasi model pembelajaran pada materi pokok redoks danelektrokimia berhasil menghantarkan individu-individu sebanyak 92,5%mencapai ketuntasan belajarnya. Yang lebih berarti adalah implementasimodel PBL itu mampu mengentaskan 32,5% individu yang tidak tuntasdalam keterampilan berpikir akademisnya menjadi tuntas.

4. Pelibatan siswa ke dalam fase-fase dalam sintaks PBL memberi dampakakumulasi yang positif kepada keberhasilan kelas. Siswa dalam kelas lebihmemperoleh kemudahan apabila dilibatkan kepada keterampilanyang mengandung aktivitas-aktivitas yang disertai kebendaan (melibatkanalat-alat dan bahan) melalui pembelajaran redoks dan elektrokimia yangautentik dan kontekstual.

5. Seperti halnya dengan fenomena yang terjadi secara klasikal, bahwaketerampilan akademis siswa secara individual dapat diperbaiki melaluipembelajaran kimia materi pokok Redoks dan Elektrokimia menggunakanmodel PBL.

6. Dari lima simpulan di atas dapat dibuat simpulan umum bahwaimplementasi model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokokredoks dan elektrokimia telah menghantarkan siswa mencapai tujuan belajartingkat tinggi.

SaranDari hasil analisis dan pembahasan di samping ditemukannya dampak positif

dari implementasi model PBL pada pembelajaran materi pokok redoks danelektrokimia, masih ditemukan 2 siswa yang tetap tidak tuntas walau telah dilibatkandalam pembelajaran itu dan masih ditemukan 1 siswa yang justru berubah dari tuntasmenjadi tidak tuntas setelah dilibatkan dalam model PBL. Walau fenomena ini tidaksignifikan kiranya masih perlu mendapat perhatian.

Page 36: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

129

Berdasar kepada simpulan-simpulan yang telah dibuat dan temuan-temuansebagaimana disebut pada alinea di atas, peneliti mengajukan saran atau rekomendasisebagai berikut:

1. Para guru dapat menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalahuntuk mengajarkan materi pokok redoks dan elektrokimia.

2. Perlu dilakukan penelitian yang mencoba mengimplementasikan modelpembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokok yang lain yangmempunyai spesifikasi seperti materi pokok redoks dan elektrokimia.

3. Perlu dilakukan kajian secara mendalam terhadap kasus-kasus siswa yangtidak memperoleh dampak positif dari implementasi model pembelajaranberdasarkan masalah.

Daftar PustakaArikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa

Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.Djamarah, S. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.Gafur, Abd. 1984. Disain Instruksional. Solo: Tiga Serangkai.Ibrahim, M dan Muhammad Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:

University Press.Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan

Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Nur, Muhammad dan Wikandari. 2004. Pembelajaran Berpusat Pada Siswa Dan

Pendekatan Konstruktivis. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya.Slamet. 2005. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah yang disampaikan pada acara

Persiapan Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta.Sudjana, Nana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.Suyono. 2004. Perangkat Pembelajaran. Makalah yang disampaikan pada acara TOT

guru Sains SD se Jawa Timur Kanwil P dan K Provinsi Jawa Timur.Universitas Negeri Surabaya. 2005. Panduan Penulisan Skripsi & Penilaian Skripsi.

Surabaya: Unesa University Press.Widjayanti, Herni. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan

Tatanan Koopertif untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam Pembelajaran PokokBahasan Pencemaran Lingkungan Di SMA Luqman Al Hakim Surabaya. Skripsi(tidak dipublikasikan). Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Page 37: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

130

PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADAMATERI POKOK UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN

Danang Trisaksono, Sukarmin

Abstrak

Telah dilakukan penelitian pengembangan untuk mengetahui kelayakan mediainteraktif berbasis komputer yang dikembangkan pada materi pokok unsur, senyawadan campuran. Kelayakan media ditinjau dari respon guru terhadap kesesuaian materiyang diajarkan dengan media, kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar,animasi sebagai ilustrasi dalam media dan respon siswa terhadap tampilan media,kemudahan pengoperasian media, ketertarikan terhadap media, kemudahan dalammemahami materi pelajaran yang didukung dari hasil belajar siswa setelahmenggunakan media. Sasaran dari penelitian ini adalah media interaktif berbasiskomputer pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran dengan responden gurusains dan siswa. Penelitian ini mengacu pada model 4-D (four-D models) dan hanyadibatasi pada tiga tahap, yaitu: 1) tahap pendefinisian (define) yang terdiri darianalisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan spesifikasi tujuan pembelajaran; 2)tahap perencanaan (design) yang terdiri dari penyusunan naskah dan desain awalmedia komputer; 3) tahap pengembangan (develop) yang terdiri dari telaah oleh dosendan guru serta uji coba terbatas kepada tiga guru sains dan sepuluh siswa SMP Negeri2 Gedangan Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media interaktif yangdikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran. Media interaktif yangdikembangkan telah memenuhi indikator sebagai berikut: 1) respon guru sainsterhadap media dengan rata-rata penilaian sebesar 90%; 2) respon siswa terhadapmedia dengan rata-rata penilaian sebesar 81,62%.

Kata Kunci: Kelayakan media, Media interaktif berbasis komputer, Unsur, senyawadan campuran.

PendahuluanSeiring semakin canggihnya dunia teknologi mikroelektronika, peran komputer

dalam dunia pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja. Komputer diharapkan tidakhanya digunakan sebagai sekedar alat mempresentasikan materi pelajaran karena prosesbelajar merupakan proses pembentukan pengetahuan bukan proses menghafalpengetahuan. Dengan perangkat lunak suatu informasi atau materi dapat dibuatseinteraktif mungkin sehingga siswa dapat menjadi “aktif” bermain-main denganinformasi. Hal lain yang menarik lagi adalah perangkat lunak untuk pembelajaran dapatdisesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing siswa. Hal inimemungkinkan siswa untuk berkembang sesuai dengan keadaan dan latar belakangkemampuan yang dimiliki (Suntoro, 2001).

Kurikulum sains disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan sainssecara rasional. Diharapkan pendidikan sains ini dapat menjadi wahana bagi siswauntuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Salah satu ilmu yang dipelajari dalampendidikan sains adalah ilmu kimia. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu

Page 38: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

131

Pengetahuan Alam (IPA) yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Padahakekatnya ilmu ini mempelajari tentang materi dan energi yang menyertainya.

Unsur, senyawa dan campuran merupakan salah satu materi pokok ilmu kimiayang ada di dalam pendidikan sains. Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam materipokok ini adalah siswa dapat membedakan sifat unsur, senyawa dan campuran.Pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam mempelajari materi pokok iniadalah lebih mengenalkan siswa pada lingkungan sekitar. Media yang berisikan teoriyang diselingi dengan contoh-contoh yang mampu divisualkan diharapkan mampumembantu siswa dalam memahami materi, mengingat siswa masih berada dalam masatransisi dari tahap konkrit ke formal (teori perkembangan kognitif).

Pengajar tidak hanya perlu secara terus menerus memperbaruhi penguasaanmateri yang akan diajarkan tapi juga dituntut untuk mampu menyampaikan materi.Pengajar juga dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalammemanfaatkan fasilitas yang tersedia yang tidak menutup kemungkinan fasilitas-fasilitas tersebut sesuai dengan perkembangan jaman.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mencoba merumuskan permasalahansebagai berikut: 1) bagaimanakah kelayakan media interaktif berbasis komputer yangdikembangkan pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran dilihat dari responguru, 2) bagaimanakah kelayakan media interaktif berbasis komputer yangdikembangkan pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran dilihat dari responsiswa.Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini adalah media interaktif berbasis komputer pada materipokok unsur, senyawa dan campuran yang dikemas dalam bentuk uraian materi danlatihan soal-soal, sedangkan yang bertindak sebagai responden adalah tiga guru sainsdan sepuluh siswa SMPN 2 Gedangan Sidoarjo.

Rancangan PenelitianMedia pembelajaran dengan materi pokok unsur, senyawa dan campuran ini

diujicobakan secara terbatas pada satu kelompok kecil. Penelitian pengembangan inimengadaptasi pada model pengembangan perangkat pembelajaran menurut Thiagarajan,S.Semmel,P.P, dan Semmel, M.I (dalam Ibrahim, M, 2001) yaitu model 4-D. Model initerdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define (pendefinisian), Design (desain),Develop (pengembangan), Disseminate (diseminasi).

Page 39: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

132

Analisis Siswa

Analisis Tugas Analisis Konsep Define

Perumusan Tujuan pembelajaran

Penyusunan NaskahDesign

Desain Awal Media Komputer

Telaah Media Komputer (Ahli Media)

Analisis Hasil Telaah I

Revisi I

Telaah Media Komputer (Guru sains)

Analisis Hasil Telaah II Develop

Revisi II

Validasi (Guru sains) Uji coba terbatas (siswa)

Analisis Hasil Validasi dan Uji coba Terbatas

Laporan

DIAGRAM MODEL 4-D (IBRAHIM, M, 2001)

Page 40: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

133

1. Tahap pendefinisian (Define)Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran. Tahap ini dilakukan analisis tujuan dari materi pokok yang akandikembangkan perangkatnya, ada 4 tahap yaitu analisis siswa, analisis tugas,analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran.a. Analisis siswa

Analisis ini dilakukan dengan memperlihatkan ciri, kemampuan, danpengalaman siswa. Analisis ini meliputi karakteristik siswa antara lain:kemampuan akademik, usia, keterampilan psikomotor, dan sebagainya.

b. Analisis tugasAnalisis ini dilakukan dengan me-rinci isi mata pelajaran dari media

yang akan dikembangkan dalam bentuk garis besar. Analisis ini mencakupstruktur isi.

c. Analisis konsepDalam tahap ini dilakukan pengidentifikasian konsep-konsep utama

yang akan diajarkan. Hasil analisis konsep ini berupa peta konsep.d. Perumusan tujuan pembelajaran

Dalam tahap ini dilakukan pengkonversian hasil analisis tugas dananalisis konsep menjadi tujuan pembelajaran khusus. Tujuan ini selanjutnyamenjadi dasar dalam penyusunan media.

2. Tahap desain (Design)Pada tahap ini dilakukan perancangan media pembelajaran. menyusun

naskah dan mendesain media pembelajaran yang bersifat interaktif. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:a. Menyusun naskah yang akan disajikan ke dalam media interaktif berbasis

komputer.b. Memasukkan naskah yang berupa materi pokok dan soal-soal evaluasi ke dalam

media berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak macromediaflash MX 2004.

3. Tahap pengembangan (Develop)Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran

yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari ahli media dan guru. Tahap inimeliputi:a. Telaah media komputer (oleh ahli media)

Media yang sudah rancang kemudian ditelaah oleh ahli media. Data hasiltelaah media digunakan untuk mendapatkan saran dan masukan dari ahli media.

b. Analisis dan revisi IAnalisis dan revisi dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari

penelaah I.c. Telaah media komputer (oleh guru sains)

Media yang sudah mendapatkan revisi dari penelaah I kemudian ditelaahlagi oleh guru sains sains SMPN 1 Jogoroto Jombang. Data hasil telaah mediadigunakan untuk mendapatkan saran dan masukan dari guru sains.

d. Analisis dan revisi IIAnalisis dan revisi dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari

penelaah II.e. Validasi media (oleh guru) dan Uji coba terbatas (oleh siswa)

Page 41: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

134

Media yang telah mendapatkan revisi dari penelaah II kemudian divalidasioleh tiga guru sains dan diujicobakan pada kelompok kecil yang terdiri darisepuluh siswa. Tiga guru sains dan sepuluh siswa berasal dari SMPN 2Gedangan Sidoarjo.

f. Analisis hasil validasi, uji coba terbatas dan laporanData hasil validasi dan uji coba kemudian dianalisis dan diperoleh hasil

kelayakan media.Pencapaian Kelayakan Media Interaktif Berbasis Komputer

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan media berbasiskomputer pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran antara lain:1. Respon guru sains terhadap kesesuaian materi yang diajarkan dengan media,

kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar dan animasi sebagai ilustrasidalam media. Media dikatakan layak untuk digunakan sebagai media pembelajaranjika rata-rata penilaian guru sains terhadap media sebesar > 61% (Riduwan, 2005).

2. Respon siswa terhadap tampilan media, kemudahan dalam pengoperasian media danketertarikan terhadap media (didukung oleh aktivitas siswa yang positif selamamenggunakan media), kemudahan dalam memahami materi pembelajaran yang adadalam media (didukung oleh hasil belajar siswa dengan menggunakan media).Media dikatakan layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran jika rata-ratapenilaian siswa terhadap media sebesar > 61% (Riduwan, 2005).

Hasil Penelitian dan PembahasanDari uraian latar belakang diatas ada dua rumusan masalah, yaitu: 1)

bagaimanakah kelayakan media interaktif berbasis komputer yang dikembangkan padamateri pokok unsur, senyawa dan campuran dilihat dari respon guru, 2) bagaimanakahkelayakan media interaktif berbasis komputer yang dikembangkan pada materi pokokunsur, senyawa dan campuran dilihat dari respon siswa.

Uji Coba terbatas terhadap media komputer dengan materi pokok unsur,senyawa dan campuran dilakukan kepada sepuluh siswa SMPN 2 Gedangan Sidoarjo.Uji coba dilaksanakan di luar jam sekolah pada tanggal 11 November 2006 dilaboratorium komputer SMPN 2 Gedangan Sidoarjo sedangkan untuk validasi mediaoleh guru sains dilaksanakan pada jam istirahat. Uji coba dilakukan selama + 1,5 jam.Tahap-tahap yang dilakukan dalam uji coba adalah sebagai berikut:1. Siswa mengerjakan soal sebagai pretest. Pretest dilakukan selama + 15 menit.2. Siswa belajar dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer. Tahap ini

siswa diberi waktu selama + 1 jam dan selama siswa belajar dengan menggunakanmedia dilakukan pengamatan oleh observer.

3. Siswa mengerjakan soal sebagai postest. Postest dilakukan selama + 15 menit.4. Siswa mengisi angket respon siswa.

Laboratorium komputer SMPN 2 Gedangan Sidoarjo memiliki 20 unit komputerdan 1 unit komputer digunakan sebagai server. Pengaturan letak dari 21 unit komputertersebut adalah berbentuk setengah lingkaran. Uji coba terbatas ini menggunakan 10unit komputer yang berarti setiap 1 siswa menggunakan 1 unit komputer.

Analisis hasil validasi dan uji coba terbatas adalah sebagai berikut:1. Respon guru sains terhadap media interaktif berbasis komputer

Page 42: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

135

Tabel 1DATA RESPON GURU SAINS TERHADAP MEDIA INTERAKTIF BERBASIS

KOMPUTERVARIABEL

YANG DIUKURASPEK PENILAIAN PERSENTASE

SETIAPASPEK

VARIABEL

Kesesuaianmateri yangdiajarkan denganmedia

Kesesuaian materi yangterdapat pada media dengankompetensi dasar danindikator

93%

93%

Kesesuaian materi yangterdapat pada media denganmateri yang disampaikan olehguru

93%

Kesesuaian soal yang terdapatpada media dengankompetensi dasar danindikator

93%

Kesesuaian dalammenyajikankonsep

Kejelasan media dalammenyajikan konsep materipelajaran

87%87%

Sistematika penyajian materi 87%Tampilan gambardan video sebagaiilustrasi dalammedia

Kesesuaian tampilan gambarsebagai ilustrasi yang relevandengan materi

93%

90%Kesesuaian tampilan animasisebagai ilustrasi yang relevandengan materi

87%

Persentase rata-rata 90%Analisis hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Kesesuaian materi yang diajarkan dengan mediaRespon guru sains terhadap media pada variabel ini sebesar 93%.

Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuatsekali, hal ini menunjukkan bahwa materi yang diajarkan dengan media sudahsangat sesuai.

b. Kesesuaian dalam menyajikan konsepRespon guru sains terhadap media pada variabel ini sebesar 87%.

Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuatsekali, hal ini menunjukkan bahwa konsep-konsep yang disajikan pada mediasudah sangat sesuai.

c. Tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam mediaRespon guru sains terhadap media pada variabel ini sebesar 90%.

Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuatsekali, hal ini menunjukkan bahwa tampilan gambar dan video yang digunakansebagai ilustrasi dalam media sudah sangat baik.

Dari ketiga variabel di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 90%.Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat

Page 43: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

136

sekali. Hal ini menunjukkan bahwa media interaktif berbasis komputer yangdibuat sudah sangat baik, yang berarti media tersebut layak untuk digunakansebagai media pembelajaran.

2. Respon siswa terhadap media interaktif berbasis komputerTabel 2

DATA RESPON SISWA TERHADAP MEDIA INTERAKTIF BERBASISKOMPUTER

VARIABEL YANGDIUKUR ASPEK PENILAIAN

PERSENTASE

TIAPASPEK VARIABEL

Tampilan media

Bagaimana menurut anda tentangkemudahan dalam membaca teks 88%

78.5%

Bagaimana menurut anda tentangtampilan background dalammedia

84%

Bagaimana menurut anda tentangsuara/musik yang mengiringi 62%

Bagaimana menurut anda tentangkesesuaian letak teks, gambar,video

80%

Kemudahan dalammengoperasikanmedia

Bagaimana menurut anda tentangkemudahan dalam pengoperasianmedia 78% 78%

Ketertarikanterhadap media

Bagaimana menurut anda tentangpenggunaan media dalammenunjang semangat belajarmateri unsur, senyawa dancampuran

86%

86%Bagaimana menurut anda tentangadanya batasan waktu dan skorpada soal evaluasi dalammemotivasi untuk menjawab soaldengan tepat dan cepat

86%

Kemudahan dalammemahami materiyang diajarkandenganmenggunakanmedia

Bagaimana menurut anda tentangkesesuaian tampilan gambardalam menunjang materi

84%

84%

Bagaimana menurut anda tentangkesesuaian tampilan video dalammenunjang materi

84%

Bagaimana menurut anda tentangpenggunaan media ini dalammenunjang pemahaman materiunsur, senyawa dan campuran

84%

Persentase rata-rata 81.62%

Page 44: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

137

Analisis hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:a. Tampilan media

Respon siswa terhadap media pada variabel ini sebesar 78.5%.Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat, halini menunjukkan bahwa tampilan media sudah baik. Tampilan media yang baikjuga didukung dari aktivitas siswa yang positif selama menggunakan mediayaitu tidak ada siswa yang mengajukan pertanyaan karena kesulitan dalammembaca teks yang terdapat dalam media.

b. Kemudahan dalam mengoperasikan mediaRespon siswa terhadap media pada variabel ini sebesar 78%. Persentase

tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat, hal inimenunjukkan bahwa pengoperasian media yang dibuat sudah baik. Kemudahandalam pengoperasian media juga didukung dari aktivitas siswa yang positifselama menggunakan media yaitu sebagian besar siswa tidak kesulitan dalammengoperasikan media.

c. Ketertarikan terhadap mediaRespon siswa terhadap media pada variabel ini sebesar 86%. Persentase

tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali, hal inimenunjukkan bahwa ketertarikan siswa terhadap media sangat baik.Ketertarikan siswa terhadap media juga didukung dari aktivitas siswa yangpositif selama menggunakan media yaitu sebagian besar siswa tidak bosan/jenuhselama belajar dengan menggunakan media.

d. Kemudahan dalam memahami materi yang diajarkan dengan menggunakanmedia

Respon siswa terhadap media pada variabel ini sebesar 84%. Persentasetersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali, hal inimenunjukkan bahwa materi yang diajarkan dengan menggunakan media sangatmudah untuk dipahami. Kemudahan dalam memahami materi yang diajarkandengan menggunakan media juga didukung dari hasil belajar siswa yang tuntasselama belajar dengan menggunakan media.

Dari keempat variabel di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 81.62%.Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuatsekali. Hal ini menunjukkan bahwa media interaktif berbasis komputer yangdibuat sudah sangat baik, yang berarti media tersebut layak untuk digunakansebagai media pembelajaran.

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap media yang dikembangkan

dapat disimpulkan bahwa media interaktif berbasis komputer pada materi pokok unsur,senyawa dan campuran layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran karena telahtercapai indikator sebagai berikut:1. Penilaian guru sains terhadap kesesuaian materi yang diajarkan dengan media,

kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar dan animasi sebagai ilustrasidalam media dengan rata-rata penilaian sebesar 90%.

2. Penilaian siswa terhadap tampilan media, kemudahan dalam pengoperasian mediadan ketertarikan terhadap media (didukung oleh aktivitas siswa yang positif selamamenggunakan media), kemudahan dalam memahami materi pembelajaran yang ada

Page 45: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

138

dalam media (didukung oleh hasil belajar siswa dengan menggunakan media)dengan rata-rata penilaian sebesar 81.62%.

Saran1. Perlu dilakukan tahap diseminasi terhadap media interaktif berbasis komputer pada

materi pokok unsur, senyawa dan campuran.2. Perlu dibuat media interaktif berbasis komputer dengan materi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. StandarKompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah MenengahPertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran MenurutJerold E. Kemp dan Thiagarajan. Surabaya: Faculty of Mathematics andScience State University of Surabaya.

Ibrahim, Nurdin. Pemanfaatan Tutorial Audio Interaktif Untuk Perataan Kualitas HasilBelajar. Http://www.depdiknas.go.id. 12 Pebruari 2006.

Nur, Mohamad. 1998. Teori-Teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan DanIlmu Pendidikan Surabaya.

Pribadi, Benny A. 2004. Ketersediaan Dan Pemanfaatan Media Dan TeknologiPembelajaran Di Perguruan Tinggi. Http://pk.ut.ac.id/jp/52sep04/52benny.htm.12 Pebruari 2006.

Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A. dan Rahardjito. 2005. Media Pendidikan:Pengertian, Pengembangan dan pemanfaatannya. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada.

Suntoro, Ahmad. 1991. Komputer Untuk Pendidikan.Http:/www.bogor.net/idkf/idkf/microelectronics/komputer-untuk-pendidikan-1991.rtf. 12 Pebruari 2006.

Sutopo, AH. 2002. Animasi Dengan Macromedia Flash Berikut ActionScript. Jakarta:Salemba Infotex.

Page 46: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

139

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SIFAT KOLIGATIF LARUTANDALAM BENTUK MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER UNTUK SMA

Arifa Pranoto, Muchlis

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan bahan ajar kimiadalam bentuk media interaktif berbasis komputer pada materi pokok sifat koligatiflarutan yang dikembangkan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembanganyang mengacu pada model pengembangan perangkat pembelajaran yang dikemukakanoleh Thiagarajan, yaitu model 4-D. Penelitian ini dibatasi pada tiga tahap penelitianyaitu pendefinisian, perancangan, dan pengembangan. Hasil dari penelitianmenunjukkan bahwa bahan ajar kimia dalam bentuk media interaktif berbasis komputerpada materi pokok sifat koligatif larutan yang dikembangkan, layak digunakan sebagaimedia pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari hasil penilaian media oleh guru kimiaditinjau dari format media diperoleh persentase kelayakan media sebesar 94,67%(layak), ditinjau dari kejelasan konsep dan materi diperoleh persentase 88,34% (layak),dan ditinjau dari pengoperasian media diperoleh persentase 86,67% (layak). Sedangkandari hasil penilaian media oleh siswa SMA ditinjau dari tampilan media diperolehppersentase kelayakan sebesar 87,5% (layak), ditinjau dari ketertarikan terhadap mediadiperoleh persentase 88% (layak), ditinjau dari kemudahan dalam memahami materiyang diajarkan dengan menggunakan media diperoleh persentase 86% (layak), danditinjau dari kemudaha dalam mengoperasikan media diperoleh persentase 84% (layak).

Kata kunci: Pengembangan, bahan ajar, media interaktif berbasis komputer, SifatKoligatif Larutan, kelayakan media

PENGANTARDengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, maka

seorang guru diharapkan mampu meningkatkan pengalaman dan pengetahuannya sesuaidengan bidang ilmu yang ditekuninya. Selama itu juga perlu ditingkatkan aspekpendidik dari mutu pengajarannya dalam hal ini proses mengajar. Keberhasilan prosesbelajar mengajar tidak terbatas pada pengenalan bahan pelajaran saja, tetapi dipengaruhioleh komponen-komponen antara lain guru, siswa, model pembelajaran, mediapembelajaran yang digunakan, dan metode yang diberikan kepada siswa. Proses belajar-mengajar akan berjalan efektif apabila seluruh komponen yang terlibat dalam prosestersebut saling mendukung dan bekerja sama dalam rangka mencapai tujuanpembelajaran.

Pemahaman siswa terhadap materi akan lebih optimal apabila siswa tidakhanya mendengarkan penjelasan guru, melainkan siswa dituntut lebih aktif dalam halmelatih ulang sendiri kemampuannya. Hal ini dapat dilakukan apabila terdapat suatumedia pembelajaran yang mampu memberikan unsur menarik dan menantang bagisiswa sehingga pesan atau informasi dapat tersampaikan dengan baik. Ada beberapa halyang menyatakan bahwa penggunaan media dipandang perlu untuk digunakan dalamproses belajar mengajar di sekolah, diantaranya: (1) Penggunaan media dapatmenjadikan suasana pembelajaran lebih menarik perhatian siswa, dan meningkatkansemangat belajar siswa, (2) Metode pengajaran akan lebih variatif dan inovatif dengantampilan animasi dan suara yang disesuaikan dengan materi ajar, sehingga siswa tidak

Page 47: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

140

cepat bosan dan merasa enjoy dalam kegiatan belajar mengajar, (3) Dengan kreativitasdan keterampilannya, seorang guru dapat menyajikan materi ajar dengan jelas maknayang terkandung dalam materi tersebut, sehingga siswa dapat menguasai tujuanpembelajaran. Media pembelajaran yang sering dikenal adalah komputer. Komputermemiliki keunggulan dalam hal interaksi, menumbuhkan minat belajar secara mandiri,serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Pemanfaatan komputer sebagai mediadan teknologi pembelajaran tidak hanya terbatas pada perangkat kerja saja (hard ware)tetapi juga perangkat lunaknya (soft ware). Salah satu soft ware yang dapatdimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah macro media flash dengan segalakeunggulannya.

Pengembangan media ini difokuskan pada materi pokok sifat koligatif larutan,karena dalam materi sifat koligatif larutan, siswa dituntut untuk memahami isi materiserta berpikir konkrit dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itudibutuhkan tampilan-tampilan gambar atau animasi yang tepat dan sesuai dengan materiajar agar memudahkan siswa untuk mendalami isi materi dan mengurangi pemikiransiswa yang bersifat abstrak. Kelayakan media pembelajaran ini merupakan suatu bentukgambaran tentang layak atau pantas dari media tersebut yang akan digunakan dalamproses belajar mengajar. Media dapat dikatakan layak apabila penilaian dari guru kimia,dan siswa terhadap media pembelajaran mengenai format media, kejelasan konsep danmateri, serta pengoperasian media mencapai skor persentase ≥61%.

RANCANGANSasaran dari penelitian ini adalah bahan ajar kimia dalam bentuk media

interaktif berbasis komputer untuk SMA pada materi pokok sifat koligatif larutan yangditampilkan dalam bentuk uraian materi, dan soal-soal latihan. Penelitianpengembangan ini mengacu pada model pengembangan perangkat pembelajaran yangdikemukakan Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (dalam Muslimin Ibrahim, 2001) yaitumodel 4-D, yang terdiri 4 tahap pengembangan yaitu Pendefinisian, Perancangan,Pengembangan, dan Penyebaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PendefinisianSiswa yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII yang

sedang menerima materi pokok Sifat Koligatif Larutan, mempunyaui kemampuanakademik yang bervariasi, dan dengan adanya laboratorium komputer, SMA AL FalahSurabaya juga telah membekali keterampilan psikomotor terhadap siswa, yaitu berupaketerampilan dalam mengoperasikan komputer. Konsep pada materi pokok SifatKoligatif Larutan meliputi: (1)Sifat koligatif larutan elektrolit, (2) Sifat koligatif larutannon elektrolit, (3) Penurunan tekanan uap larutan, (4) Kenaikan titik didih larutan, (5)Penurunan titik beku larutan, (6) Tekanan osmosis. Berdasarkan konsep yang telahditentukan didapatkan indicator hasil belajar sebagai berikut: (1) Menjelaskanpengertian sifat koligatif larutan, (2) Menghitung kemolalan suatu zat terlarut, (3)Menghitung fraksi mol zat terlarut, (4) Menjelaskan pengaruh zat terlarut yang sukarmenguap terhadap tekanan uap pelarut, (5) Menjelaskan hubungan penurunan tekananuap dengan fraksi mol zat terlarut, (6) Menghitung penurunan tekanan uap, (7)menghitung kenaikan titik didih suatu zat cair akibat penambahan zat terlarut, (8)Menghitung penurunan titik beku suatu zat cair akibat penambahan zat terlarut,

Page 48: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

141

(9) Menjelaskan pengertian osmosis, (10) Menjelaskan pengertian tekanan osmotic, (11)Menghitung tekanan osmotik, (12) Menemukan hubungan jumlah partikel zat terlarutdengan sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolitberdasarkan data atau gambar, (13) Siswa dapat menyimpulkan perbedaan sifat koligatiflarutan elektrolit dengan sifat koligatif larutan non elektrolit.

PerancanganPada tahap ini dilakukan perancangan terhadap media pembelajaran yaitu

penyusunan naskah dan mendesain media pembelajaran yang bersifat interaktif berbasiskomputer. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: (1) Menyusun naskah(materi ajar) yang akan disajikan dalam media interaktif berbasis komputer,(2)Melakukan validasi isi dan konstruksi, kemudian hasilnya dianalisis dan dilakukanrevisi, (3) Melakukan uji coba perangkat (soal-soal) hasil revisi kepada siswa untukmemperoleh besarnya validitas dan reliabilitas butir soal, Memasukkan naskah yangberupa materi bahan ajar dan soal-soal latihan yang telah dibuat kedalam mediainteraktif berbasis komputer dengan menggunakan software macromedia flash.

PengembanganPada tahap ini dilakukan penyusunan instrumen yang bertujuan untuk menghasilkanedia pembelajaran berbasis komputer yang telah direvisi berdasarkan masukan dari parapakar. Langkah-langkah yang akan dilakukan diantaranya:(1) Telaah media komputer oleh ahli media.

Telaah media komputer dilakukan oleh ahli media dengan cara mengisi lembartelaah untuk ahli media. Lembar telaah tersebut diberikan kepada dua orang ahlimedia yang berisi masukan dan saran terhadap media komputer. Aspek yangditelaah oleh media diantaranya: (1) Tampilan pembuka, (2) Suara atau musikpengiringnya, (3) Kesesuaian letak teks, gambar atau animasi dan video, (4)Kesesuaian dalam memilih background, (5) Tampilan penutup, (6) Kemudahandalam membaca teks, (7) Kesesuaian dalam menampilkan gambar (animasi) sebagaiilustrasi dengan materi, (8) Sistematika penyajian materi, (9) Sistematika penyajiansoal latihan, (10) Kemudahan dalam mengoperasikan media komputer.

(2) Penilaian media komputer oleh guru kimia dan uji coba terbatas pada siswa.Penilaian media komputer dilakukan oleh tiga orang guru kimia SMA Al

Falah Surabaya dan uji coba terbatas kepada kelompok kecil yang terdiri darisepuluh orang siswa SMA Al Falah Surabaya kelas XI, kemudian dilakukan analisisdata dan revisi media serta diperoleh hasil akhir dari kelayakan media. Penilaianmedia dan uji coba terbatas ini selanjutnya mendapatkan respon berupa penilaianguru kimia dan respon siswa terhadap media pembelajaran. Penilaian oleh gurukimia menunjukkan bahwa media yang dikembangkan, telah memenuhi kriteriaformat media (94,67%), kejelasan konsep dan materi (88,34%), serta pengoperasianmedia(86,67%) sebagai media pembelajaran karena persentasenya lebih dari 61%.Respon siswa terhadap media pembelajaran yang dikembangkan, telah memenuhikriteria kelayakan tampilan media (87,5%), ketertarikan terhadap media (88%),kemudahan dalam memahami materi yang diajarkan dengan menggunakan media(86%), dan kemudahan dalam mengoperasikan media (84%).

Page 49: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

142

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan: Hasil Penilaian guru

kimia terhadap media interaktif berbasis komputer yang dikembangkan pada materipokok sifat koligatif larutan diantaranya kriteria format media mendapat penilaiansebesar 94,67% (layak), kriteria kejelasan konsep dan materi mendapat penilaiansebesar 88,34 (layak), dan kriteria pengoperasian media mendapatkan penilaian sebesar86,67% (layak). Hasil Respon siswa terhadap media interaktif berbasis komputer yangdikembangkan pada materi pokok sifat koligatif larutan diantaranya kriteria tampilanmedia mendapatkan penilaian sebesar 87,5% (layak), kriteria ketertarikan terhadapmedia mendapatkan penilaian sebesar 88% (layak), kriteria kemudahan dalammemahami materi yang diajarkan dengan menggunakan media mendapatkan penilaiansebesar 86% (layak), dan kriteria kemudahan dalam pengoperasian media mendapatkanpenilaian sebesar 84% (layak).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media media interaktifberbasis komputer yang dikembangkan telah layak digunakan sebagai mediapembelajaran pada materi pokok sifat koligatif larutan.

SaranSebaiknya penyajian soal-soal latihan harus lebih variatif dengan kualitas materi

yang lebih meningkat.

Page 50: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

143

Pengembangan Media Pembelajaran Ekstraksiuntuk Menunjang Perkuliahan Kimia Analitik II

Drs. SukarminJurusan Kimia FMIPA Unesa

[email protected]

AbstrakSalah satu kendala yang dihadapi mahasiswa dalam menempuh matakuliah KimiaAnalitik II adalah keterampilan menggunakan alat-alat pemisahan ekstraksi. Kurangterampilnya mahasiswa dalam menggunakan alat-alat ekstraksi akan mengakibatkandata percobaan yang tidak valit serta terjadinya kecelakaan kerja. Selama ini untukmentgatasi kendala tersebut, dilakukan demonstrasi pengunaan alat-alat ekstraksisebelum mahasiswa melakukan eksperimen. Cara tersebut dirasa kurang efektif karenaterlalu banyak waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah dikembangkan media pembelajaranekstraksi. Media tersebut berisi ringkasan materi ekstraksi dan video ekstraksi yangmenekankan langkah-langkah ekstraksi yang benar yang dikemas secara interaktigdengan software macromedia.Setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media ekstraksi diperoleh hasil:1) mahasiswa mampu membuat instrumen penilaian kinerja ekstraksi. 2) mahasiswadapat melaksanakan praktikum ekstraksi dengan benar.Kata kunci: Media pembelajaran, ekstraksi.

Page 51: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

144

Model Diskusi Strategi Think Pair Share Sebagai Alternatif Peningkatan KualitasPembelajaran Kimia Karbon.

Rinaningsih, Achmad Lutfi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bagaimana frekwensi aktivitasmahasiswa dan dosen selama kegiatan pembelajaran Kimia Dasar II dengan modeldiskusi; (2) mendeskripsikan bagaimana keterampilan dosen dalam mengelolahpembelajaran dengan model diskusi; (3) mendeskripsikan bagaimana respon mahasiswaterhadap pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasimodel diskusi; (4) mendeskripsikan hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti kegiatanyang berorientasi model diskusi.

Metode pengembangan yang digunakan adalah rancangan J.E.Kemp, G.R.Morison dan S. M Ross, dengan urutan pengembangan (1) Analisis tujuan; (2)Analisis karakteristik mahasiswa; (3) Analisis tugas; (4) Analisis konsep; (5)Perumusan tujuan; (6) Strategi kegiatan belajar mengajar; (7) Pemilihan media dansumber belajar; (8) Penyusunan instrumen evaluasi; (9) Revisi perangkat pembelajaran.Subyek pengembangan adalah mahasiswa Fisika FMIPA UNESA angkatan 2006 yangmemprogram Kimia Dasar II.

Hasil pengembangan pada penelitian ini adalah RPP, LKM, LKM kunci, CDPembelajaran, Tes THB produk dan kumpulan soal-soal Kimia Karbon. Denganinstrumen penelitian (1) Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran diskusi;(2)Lembar pengamatan Aktivitas dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran diskusi; (3)Tes hasil belajar produk; (4) Angket minat dan motivasi terhadap pembelajaran. Dariinstrumen didapatkan data keterampilan dosen dalam mengelola pembelajaran diskusirata-rata bisa dikategorikan hampir cukup baik (2,75); Aktivitas dosen yang menonjoladalah membimbing mahasiswa 24,4 %; Aktivitas mahasiswa yang menonjol adalahmemperhatikan penjelasan dosen 56,67 %, bekerja dengan menggunakan alat 22,22 %,membaca buku mahasiswa LKM 10,86 %; Semua butir soal THB produk termasukefektif karena sensifitasnya berada antara 0-1dengan 42 mahasiswa telah tuntas.Motivasi dan minat mahasiswa dalam pembelajaran dikategorikan baik.

PENDAHULUAN

Cara belajar dan mengajar merupakan suatu “seni” (art) bagi masing-masingmahasiswa dan dosen. Masalahnya adalah, apakah cara yang dilakukan mahasiswa dandosen tersebut dapat mempermudah pencapaian sasaran yang diinginkan atau tidak.Seiring dengan era informasi saat ini, di mana kebebasan berbicara dan mengemukakanpendapat untuk perbaikan bangsa dan Negara sangat dibutuhkan dan dihargai, makamelatih mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya secara lisan dan memberikankesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan pola berpikirnya. Salah satumetode belajar yang dapat memfasilitasi tujuan tersebut adalah model pembelajarandiskusi yang menggunakan pendekatan konstruktivitas.

Pada metode pembelajaran konstruktivis-diskusi, mahasiswa dapat membentukskema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk

Page 52: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

145

mengkontruksi pengetahuannya sendiri (Bettencourt, 1989). Proses belajar mengajarmodel ini dilakukan dengan membagi mahasiswa ke dalam kelompok-kelompok belajarsebagai cara untuk memotivasi terjadinya pertukaran ide, argumentasi dan refleksi darimasing-masing anggota kelompok dalam upaya konstruksi pengetahuan.

Selama ini metode pembelajaran yang diterapkan untuk mata kuliah Kimia DasarII pokok bahasan Kimia Karbon adalah proses pembelajaran yang masih konvensional,sehingga hasil belajar yang diperoleh mahasiswa juga rendah. Hasil analisapendahuluan pada materi Kimia Dasar II pokok bahasan Kimia Karbon menunjukkanbahwa 18,9% dari mahasiswa angkatan 2005 yang memprogram Kimia Dasar II tidaklulus (mendapat nilai D dan E). Di samping itu lebih dari satu pertemuan untukmenjelaskan materi ajar (Rinaningsih, 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan pencarianterhadap suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan aplikasikonsep-konsep kimia karbon.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar adalah denganmeningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Upaya peningkatan mutu pembelajaranantara lain adalah dengan pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai. Dalampenelitian ini dikembangkan perangkat pembelajaran dengan pendekatankonstruktivisme model diskusi.

Metode Pengembangan

Penelitian ini berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kimia Dasar IIPokok Bahasan Kimia Karbon Dengan Konstruktivisme Model Diskusi.”. Merupakanpenelitian tindakan kelas yang diawali dengan penelitian pengembangan dan penelitiandeskriptif.

Rancangan Pengembangan

Pengembangan perangkat pembelajaran model diskusi yang dilakukan padapenelitian ini menggunakan model yang dikemukakan oleh Jerold E. Kemp, G.R.Morison dan S. M Ross. Pengembangan instruksional model Kemp merupakan suatulingkaran yang bersifat kontinyu. Tiap-tiap langkah pengembangan berhubunganlangsung dengan suatu aktivitas revisi dan dapat dimulai darimana saja. Rancanganinstruksional model Kemp digambarkan sebagaimana gambar 1.

Page 53: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

146

Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran(Sumber : Kemp, Morison dan Ross)

Subyek PengembanganPenelitian ini dilakukan di jurusan Fisika FMIPA UNESA tempat ketua

peneliti dan anggota peneliti bekerja sebagai dosen, khususnya pada mahasiswaangkatan 2006 yang memprogram mata kuliah Kimia Dasar II.

Hasil Pengembangan Dan PembahasanPelaksanaan penelitian sudah dilaksanakan dengan skenario yang telah

dirancang, dimana sebelum pembelajaran dilakukan tes awal dan sesudah pembelajarandilakukan tes akhir. Pada waktu pembelajaran dilakukan pengamatan kemampuan dosendalam mengelola kegiatan belajar mengajar, aktifitas dosen dan mahasiswa terhadappembelajaran serta disebar angket motivasi dan minat terhadap pembelajaran.

Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti yaitu : RPP, LKM,LKM kunci, CD-pembelajaran dan buku kumpulan soal.

Deskripsi Hasil Penelitian.

1. Keterampilan Dosen Mengelola PembelajaranKemampuan dosen dalam melakukan pembelajaran diskusi dinilai dengan

menggunakan instrumen lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran diskusi.Data yang diperoleh terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1Penilaian Pengelolaan Pembelajaran Diskusi

No Aspek Yang DiamatiRP1

P1 P2 x X KategoriI A. Pendahuluan

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran2. Memotivasi/membangkitkan minat

mahasiswa3. Menghubungkan pelajaran sekarang

dengan pelajaran terdahulu

44

3

44

4

44

3,53,83 Baik

II B. Mengarahkan Diskusi1. a. Menguraikan aturan-aturan diskusi

b. Mengajukan pertanyaanawal/permasalahan

24

14

1,54 2,75 Hampir Cukup

Baik

2. Mengendalikan diskusia. Mengajukan pertanyaan

membimbingb. Mendengarkan gagasan mahasiswac. Menanggapi gagasan mahasiswad. Menerapkan waktu tunggue. Mengekspresikan ide guru sendirif. Mendorong keterlibatan dan

keikutsertaan mahasiswa(memotivasi mahasiswa untuk aktif)

4

44443

4

44444

4

4444

3,5

3,92 Baik

III C. Penutup1. Mengikhtisarkan hasil diskusi2. Meminta mahasiswa mengikhtisarkan

proses diskusi

11

11

11 1 Tidak Baik

Page 54: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

147

IV Pengelolaan Waktu 1 1 1 1 Tidak BaikPengamatan Suasana Kelas1. Siswa antusias2. Guru antusias3. Siswa mendengarkan

pertanyaan/pendapat orang lain4. Siswa membaca5. Siswa melakukan diskusi kelompok6. Siswa berada dalam tugas

444

444

444

444

444

444

4 Baik

Jumlah ( ) 67 68 67,5

Seperti terlihat pada tabel 4.1 dapatlah diketahui bahwa keterampilan dosendalam mengelola pembelajaran diskusi rata-rata bisa dikategorikan hampir cukupbaik (2,75).

2. Aktivitas Dosen dan Mahasiswa Dalam Kegiatan Belajar MengajarSelama kegiatan pembelajaran dilakukan pengamatan terhadap aktifitas dosen

dan mahasiswa dengan menggunakan instrumen 1b. Hasil pengamatan dapat dilihatpada grafik di bawah ini.

Page 55: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

148

AKTIVITAS DOSEN DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

13.3 13.3 13.3

8.9 8.9

0.0 0.0

4.4

24.4

11.1

0.02.2

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Aktivitas Dosen

PER

SEN

Grafik aktivitas dosen dalam kegiatan belajar mengajar

Grafik aktivitas mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar

Kedua Grafik tersebut menunjukkan persentase tiap aktivitas dosen danmahasiswa selama pembelajaran, sedangkan untuk data secara rinci dituliskan padalampiran.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa bahwa aktivitas dosen yangpaling menonjol adalah membimbing mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soalyang ada di LKM.

Berdasarkan grafik 4.2 menunjukkan bahwa aktivitas mahasiswa yangmempunyai persentase tinggi antara lain: memperhatikan penjelasan dosen sebesar

Aktivitas Dosen :1. Menyampaikan pendahuluan 7. Menulis ( yg relevan dengan KBM)2. Menjelaskan materi pelajaran 8. Mengamati aktivitas mahasiswa3. Mengajukan pertanyaan 9. Membimbing mahasiswa4. Menanggapi pertanyaan / gagasan mahasiswa 10.Menerapkan waktu tunggu5. Mengekspresikan ide sendiri 11.Menutup pelajaran6. Mendorong keterlibatan & keikutsertaan 12.Perilaku yang tidak relevan

mahasiswa (memotivasi mahasiswa)

Aktivitas mahasiswa :1. Memperhatikan penjelasan dosen 6. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi

2. Membaca buku mahasiswa / LKM 7. Menulis yang relevan dengan KBM3. Menanggapi pertanyaan/pendapat dosen 8. Bekerja denganmenggunakan alat4. Menanggapi pertanyaan/pendapat mahasiswa 9. Menyatakan ide dengan jelas5. Mengajukan pertanyaan tingkat rendah 10.Perilaku yang tidak relevan dengan KBM

AKTIVITAS MAHASISWA DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

56.67

10.83

0.56 0.00 0.00 0.283.61

22.22

5.560.28

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Aktivitas Mahasiswa

PE

RS

EN

TAS

E

Page 56: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

149

56.67 %, bekerja dengan menggunakan alat sebesar 22,22%, membaca bukumahasiswa atau LKM 10,83 %, menulis yang relevan dengan KBM 3,61 %. Daridata diatas aktifitas siswa yang menonjol adalah memperhatikan pendapat dosen.Hal ini disebabkan karena pada fase think mahasiswa tidak dibiarkan untukmembaca LKM sendiri tapi dijelaskan oleh dosen dan dosen tidak mengembalikankepada aturan diskusi.

3. Diskusi Hasil Belajar MahasiswaTes hasil belajar produk ditujukan untuk mengetahui peningkatan skor

mahasiswa yang diukur dengan ketuntasan indikator produk dalam belajar, sesuaidengan sistem penilaian yang ada di UNESA. Mahasiswa dinyatakan tuntas ataululus mata kuliah jika nilainya minimal C.

Pengambilan data tes hasil belajar produk menggunakan instrumen 4.b. datasecara rinci dapat dilihat pada lampiran. Proporsi jawaban benar dilihat pada tabel4.2 berikut ini:

Tabel 4.2Ketuntasan dan Sensitivitas THB Produk

No Indikator ButirSoal

ProporsiS P

TPKKetun-tasanU1 U2

1Mahasiswa dapatmembedakan gugusfungsi senyawa karbon

1 0,477 0,948 0,471 0,948 Tuntas

2 0,240 0,916 0,678 0,916 Tuntas

2 Mahasiswa mengenalberbagai senyawa polimer

3 0,154 0,930 0,776 0,930 Tuntas

4 0,006 0,671 0,671 0,665 Tuntas

Keterangan: U1 = uji awalU2 = uji akhirS = sensitivitas butir soalP = proporsi butir soal

Berdasarkan paparan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa semua indikatorpembelajaran yang telah ditetapkan pada materi kimia karbon semuanya tuntas.

4. Deskripsi Motivasi dan Minat MahasiswaTes motivasi dan minat mahasiswa ditujukan untuk mengetahui bagaimana

motivasi dan minat mahasiswa terhadap pembelajaran kimia yang dilakukan denganmenggunakan model pembelajaran diskusi. Angket motivasi dan minat diberikankepada mahasiswa setelah dilaksanakan serangkaian pembelajaran.

Rincian data analisis motivasi dan minat secara lengkap dapat dilihat padalampiran.

Page 57: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

150

Tabel 4.3Rata-rata Minat Mahasiswa

Jenis minat Rata-rata tiapkomponen Kriteria

PositifAtensi 3.7 BaikRelevansi 4.1 Sangat baikPercaya diri 3.7 BaikKepuasan 3.6 Baik

NegatifAtensi 2.1 Cukup baikRelevansi 2.7 Cukup baikPercaya diri 2.9 Cukup baikKepuasan 2.0 Cukup baik

Tabel 4.4.Rata-rata Motivasi Mahasiswa

Jenis motivasi Rata-rata tiapkomponen

Kriteria

PositifAtensi 3.3 BaikRelevansi 3.6 Sangat baikPercaya diri 3.9 BaikKepuasan 3.9 Baik

NegatifAtensi 2.9 Cukup baikRelevansi 2.3 Cukup baikPercaya diri 2.6 Cukup baikKepuasan 1.4 Cukup baik

Dari Tabel 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa minat dan motivasi siswa baik.

Diskusi Hasil Penelitian

Penelitian ini bertolak dari upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajarkimia dan melatih keterampilan mahasiswa dalam berdiskusi untuk memahami materikimia karbon. Dalam penelitian ini praktek pengajaran diselenggarakan melalui modelpembelajaran diskusi.

Berdasarkan analisis terhadap data penelitian, diperoleh petunjuk bahwa modelpembelajaran diskusi strategi TPS dapat dijadikan suatu alternatif untuk pembelajarankimia karbon. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian secara keseluruhan yangmenunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran.Peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang dimaksud dapat dilihat dari uraianbeberapa indikator berikut.

Page 58: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

151

1. Aktivitas dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran diskusi.Berdasarkan hasil analisis deskriptif data aktivitas dosen dan mahasiswa dan

berdasarkan kriteria yang ditetapkan menunjukkan bahwa persentase aktivitas dosendalam kegiatan belajar mengajar cukup baik, dilihat dari rata-rata waktu yangdigunakan oleh dosen untuk mengamati kegiatan mahasiswa (4,4 %), mengajukanpertanyaan (13,3 %), serta dalam menegakkan aturan diskusi yaitu menanggapipertanyaan atau gagasan mahasiswa, menerapkan waktu tunggu, dan membimbingkegiatan sebesar (31,3 %) dari seluruh waktu kegiatan belajar mengajar. Seluruhkegiatan yang dilakukan oleh dosen sesuai dengan sintaks pembelajaran diskusidalam Arend (1997:202)

Aktivitas dosen untuk menutup pelajaran dengan mengikhtisarkan hasildiskusi tidak ada (0 %). Hal ini disebabkan karena pengamat menghentikankegiatannya tepat pada saat jam pembelajaran usai, padahal saat itu dosen belummenutup pelajaran dengan kata lain dosen mengalami kekurangan waktupembelajaran. Akibatnya data tentang aktivitas tersebut tidak terjaring olehpengamat.

Bila dicermati ternyata 56,67 % aktivitas mahasiswa dari seluruh waktu KBMdigunakan untuk memperhatikan/mendengarkan penjelasan dosen. Ditinjau daritugas perencanaan kedua yaitu dosen harus mempertimbangkan mahasiswa (Arend,1997: 207) dimana dosen harus memilih cara untuk mendorong partisipasimahasiswa yang heterogen, maka tampak pembelajaran seperti berpusat pada dosen.Sedangkan keterampilan berdiskusi yang dilakukan oleh mahasiswa masih rendahyaitu sebesar 6,32 %. Rendahnya aktivitas berdiskusi ini kemungkinan disebabkankarena kegiatan pembelajaran mata kuliah kimia dasar belum pernah menggunakanmodel ini. Maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa untuk berdiskusi perluterus dilatihkan dan dikembangkan.

2. Pengelolaan pembelajaran diskusi.Peranan dosen dalam mengelola KBM dapat dikategorikan hampir cukup baik

dengan skor 2,75 untuk skala penilaian 1-4. Hal ini dapat dikatakan bahwa dosenberhasil mengoperasikan perangkat pembelajaran berdasarkan RPP yang telahdirencanakan.

3. Hasil belajar mahasiswa.Pencapaian ketuntasan belajar secara keseluruhan sebelum pembelajaran

sampai akhir pembelajaran mengalami peningkatan. Berdasarkan analisis data padaTHB produk menunjukkan bahwa 42 mahasiswa telah tuntas berdasarkanketuntasan kurikulum yang ada di UNESA. Dilihat ketuntasan seluruh THB produk,semua indikator telah tuntas. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa seluruhmahasiswa menguasai materi pembelajaran kimia karbon. Semua butir soal THBproduk termasuk efektif karena sensifitasnya berada antara 0-1.

4. Motivasi dan minat mahasiswa dalam pembelajaran.Dalam tabel 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa motivasi dan minat mahasiswa

dalam pembelajaran baik, hal ini disebabkan karena adanya dana penelitihan yangdiberikan kepada dosen sehingga kesiapan dosen untuk merencanakan,melaksanakan dan mengevaluasi perkuliahan lebih baik daripada tidak adapenelitian. Sehingga mahasiswa juga lebih termotivasi dan lebih berminat untukmengikuti perkuliahan.

Page 59: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

152

Dari beberapa informasi hasil penelitian ini, menunjukkan bukti bahwa prosesbelajar mengajar dengan model pembelajaran diskusi yang menggunakan pembelajaranbeserta instrumen pengukurannya dapat mengaktifkan mahasiswa dan dosen sertamerangsang mereka beraktivitas dan responsif. Semua itu merupakan indikator pentingyang menunjukkan peningkatan kualitas pembelajaran. Secara optimis dapat diprediksibahwa apabila proses pembelajaran dilakukan dengan cara yang benar denganmemanfaatkan perangkat pembelajaran yang tepat akan mampu meningkatkan kualitaspembelajaran.

Kelemahan-kelemahan Penelitian.

Kelemahan dalam penelitian ini antara lain ; pada fase think materi pembelajarantidak diuraikan dalam LKM tetapi ada pada buku mahasiswa, sehingga dosen merasakesulitan dalam mengarahkan diskusi. Hal ini mempengaruhi aktivitas dosen danmemperbanyak aktivitas mahasiswa untuk mendengarkan penjelasan dosen. Aktivitasdosen dan mahasiswa untuk menjelaskan materi pelajaran dan mendengarkanpenjelasan dosen sangat menyita waktu sehingga pembelajaran berlangsung melebihiwaktu yang telah ditetapkan.

SimpulanBerdasarkan analisis data, diskusi hasil penelitian serta permasalahan yang ada

dalam penelitian ini maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.1. Peranan dosen dalam mengelola KBM dapat dikategorikan hampir cukup baik

dengan skor 2,75 untuk skala penilaian 1-4. Hal ini dapat dikatakan bahwa dosenberhasil mengoperasikan perangkat pembelajaran berdasarkan RPP yang telahdirencanakan.

2. Berdasarkan hasil analisis deskriptif data aktivitas dosen dan mahasiswamenunjukkan bahwa persentase aktivitas dosen dalam kegiatan belajar mengajarcukup baik, dilihat dari rata-rata waktu yang digunakan oleh dosen untukmengamati kegiatan mahasiswa (4,4 %), mengajukan pertanyaan (13,3 %), sertadalam menegakkan aturan diskusi yaitu menanggapi pertanyaan atau gagasanmahasiswa, menerapkan waktu tunggu, dan membimbing kegiatan sebesar (31,3 %)dari seluruh waktu kegiatan belajar mengajar. Seluruh kegiatan yang dilakukan olehdosen sesuai dengan sintaks pembelajaran diskusi dalam Arend (1997:202). 56,67 %aktivitas mahasiswa dari seluruh waktu KBM digunakan untukmemperhatikan/mendengarkan penjelasan dosen. Ditinjau dari tugas perencanaankedua yaitu dosen harus mempertimbangkan mahasiswa (Arend, 1997: 207) dimanadosen harus memilih cara untuk mendorong partisipasi mahasiswa yang heterogen,maka tampak pembelajaran seperti berpusat pada dosen. Sedangkan keterampilanberdiskusi yang dilakukan oleh mahasiswa masih rendah yaitu sebesar 6,32 %.

3. Dalam tabel 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa motivasi dan minat mahasiswa dalampembelajaran baik, hal ini disebabkan karena adanya dana penelitian yang diberikankepada dosen sehingga kesiapan dosen untuk merencanakan, melaksanakan danmengevaluasi perkuliahan lebih baik daripada tidak ada penelitian. Sehinggamahasiswa juga lebih termotivasi dan lebih berminat untuk mengikuti perkuliahan.

4. Berdasarkan analisis data pada THB produk menunjukkan bahwa 42 mahasiswatelah tuntas berdasarkan ketuntasan kurikulum yang ada di UNESA. Dilihat

Page 60: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

153

ketuntasan seluruh THB produk, semua indikator telah tuntas. Dari hal tersebutdapat dinyatakan bahwa seluruh mahasiswa menguasai materi pembelajaran kimiakarbon. Semua butir soal THB produk termasuk efektif karena sensifitasnya beradaantara 0-1.

Saran

Kelemahan dalam penelitian ini unsur utamanya disebabkan karena LKMkurang bernuansa diskusi setrategi TPS. Sehingga peneliti perlu mendapatkan danaPPKP ke-2 untuk melanjutkan pengembangkan LKM yang bernuasa diskusi TPS padamateri kimia karbon.

DAFTAR PUSTAKAArends, RI. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill

Companies, Inc.

Bettencourt, A. 1989. What is contructivism and why are they all talking about it?Michigan State University.

Duffy, T.M. & Cunningham, D.J., 1996. Contructivism : Implication for the Design andDelivery of Instruction. In Jonassen, H.H. (ed) Handbook of Research forEducational Communication and Technology. New York McMillan.

Kemp, J.E., Morrison G.R., dan Ross, S.M., 1994. Designing Effective Instruction.New York: Mac Millan Colledge Publishing Company.

Pannen, P. 2000. Pendekatan Konstruktivisme. Draft bahan ajar PEKERTI/AA. Jakarta :PAU-PPAUI-UT.

Piaget, J. 1971. Psychology and Epistimology. New York. The Viking Press

Rinaningsih. 2002. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia SMU PokokBahasan Pencemaran Lingkungan Dengan Model Pengajaran BerdasarkanMasalah. Tesis Magister Pendidikan Surabaya. Program Pasca SArjanaUniversitas Negeri Surabaya.

Rinaningsih, 2005, Model Pembelajaran PBI Sebagai Alternatif PelaksanaanKurikulum Berbasis Kompetensi di SMU, Prosiding, 401.

Slavin, Robert. E., 1994. Educational Psikology Theory into Practise. Boston: Allynand Baakon Publisher.

Truckman, B.W., 1978. Conducting Educational research. Second Edition. New York.Harcourt Brace Javanovich.

Von Glasserfeld, E., 1989. Cognition, Construction of Knowledge and Teaching.Syntese, 80, 121-140.

Page 61: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

154

Fenomena Pembelajaran IPA Pada SMP Terbuka Di Kabupaten ProbolingggoDitinjau Dari Tenaga Pendidik

Mahda Suroya, SuyonoPendahuluan

Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan suatubangsa. Untuk itulah sepantasnya dilakukan peningkatan dan penyempurnaanpendidikan agar dapat mencapai sasaran yang lebih tepat. Peningkatan danpenyempurnaan mutu pendidikan dilakukan melalui penuntasan program wajib belajarsembilan tahun. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yangdicanangkan pada tahun 1994 berimplikasi bahwa semua anak di Indonesia berhakmendapatkan pelayanan pendidikan dasar meskipun mereka berasal dari keluargakurang mampu atau tinggal di daerah yang sangat terpencil. Hal tersebut perlu disadarikarena tujuan utamanya menampung semua anak usia pendidikan dasar.

Untuk mencapai sasaran program wajib belajar sembilan tahun, pemerintahtelah menyusun strategi untuk mencapai sasaran, diantaranya dengan mengembangkansistim pendidikan alternatif. Strategi pendidikan alternatif ini didasarkan oleh adanyapertimbangan bahwa meskipun kapasitas sekolah sudah ditingkatkan, masih banyakanak usia sekolah yang belum tertampung, antara lain karena miskin dan tidak mampumembiayai sekolah Sistim pendidikan alternatif diimplementasikan melalui sekolahbiasa tetapi dilakukan melalui beberapa tipe sekolah non konvensional. Salah satucontoh tipe sekolah non konvensional adalah SMP Terbuka. SMP Terbukadiperuntukkan bagi peserta didik dengan kriteria tertentu, antara lain: anak-anak lulusanSD/MI yang berusia 13–15 tahun atau maksimal 18 tahun yang kurang beruntungkarena keadaan sosial ekonomi, keterbatasan fasilitas transportasi, kondisi geografisatau menghadapi kendala waktu untuk mencari nafkah sendiri atau membantu orang tuabekerja sehingga tidak memungkinkan mereka untuk mengikuti pelajaran sebagai siswaSMP Reguler.

Probolinggo merupakan salah satu daerah di Jawa Timur dengan penuntasanwajib belajar sembilan tahun yang tidak merata yaitu pada daerah kota tergolongsebagai daerah Tuntas Paripurna yaitu >95% dalam penuntasan wajib belajar dan padadaerah kabupaten tergolong sebagai daerah Belum Tuntas yaitu <80%. Hal inimembuktikan bahwa penuntasan wajib belajar sembilan tahun di Probolinggomengalami kesenjangan dalam penuntasan wajib belajar antara daerah kota dankabupaten. Seperti telah diketahui bahwa salah satu usaha pemerintah untukmenyukseskan wajib belajar sembilan tahun adalah dengan membuka SMP Terbuka.Kota Probolinggo memiliki 16 buah SMP Terbuka dan 4 TKB Mandiri yang tersebar diwilayah kabupaten dengan 64 TKB yang letaknya tersebar di sekitar sekolah induk.Jumlah murid 2.253 siswa dengan 241 guru bina dan 129 guru pamong (Data SMPTerbuka Depdiknas Kabupaten Probolinggo, 2006).

Data kelulusan siswa SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo tahun 2006 yangdiperoleh melalui studi dokumentasi yaitu sebanyak 306 siswa (65%) dari 466 siswa-siswi SMP Terbuka di Kabupaten Probolingo yang tidak lulus Ujian Nasional (UN)2006. Adapun nilai UN tertinggi yang diperoleh oleh siswa SMP terbuka KabupatenProbolinggo adalah 23,74 dengan perincian nilai 9,20 untuk Bahasa Indonesia, nilai8,20 untuk Bahasa Inggris, dan nilai 7,33 untuk Matematika. Sedangkan nilai UNterendah pada SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo adalah 4,80 dengan perincian nilai

Page 62: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

155

2,60 untuk Bahasa Indonesia, nilai 2,40 untuk Bahasa Inggris, dan nilai 1,67 untukMatematika.

Rendahnya prestasi akademik siswa SMP Terbuka dibanding siswa SMPReguler dalam prestasi belajar yang termasuk pada mata pelajaran yang di-UN-kan(UN=Ujian Nasional) di Kabupaten Probolinggo menginspirasi peneliti untukmelakukan kajian terhadap fenomena atau pelaksanaan pembelajaran di SMP Terbukadi Kabupaten Probolinggo. Sesuai dengan latar belakang pendidikan peneliti, makakajian fenomena pembelajaran di SMP Terbuka diarahkan kepada Mata Pelajaran IPA.

Fenomena yang dikaji di SMP Terbuka ini meliputi beberapa aspek, diantaranya: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan pesertadidik.Tujuan Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena yangterjadi dalam pembelajaran IPA pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo. Adapuntujuan secara rinci adalah sebagai berikut: (1) Mengetahui kesesuaian pembelajaranIPA pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo dengan kurikulum SMP/MTs, (2)Mengetahui kualifikasi ketenagaan pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggoditinjau dari sisi pembelajaran IPA, (3) Mengetahui pengadaan sarana dan prasaranapenunjang cukup memadai dalam pelaksanaan pembelajaran IPA pada SMP Terbuka diKabupaten Probolinggo, dan (4) Mengetahui kualifikasi peserta didik dalampenyelenggaraan proses belajar mengajar IPA pada SMP Terbuka di KabupatenProbolinggo. Dalam seminar kimia ini, tujuan penelitian difokuskan untuk mengetahuikualifikasi tenaga pendidik pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo ditinjau darisisi pembelajaran IPA. Hal ini dilakukan karena kualifikasi ketenagaan memilikifenomena yang menarik.Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebuah refleksi tentangpelaksanaan pembelajaran mata pelajaran IPA. Refleksi yang dikembangkan diarahkankepada upaya-upaya perbaikan kinerja pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo ditahun-tahun mendatang.Metode Penelitian

Sasaran penelitian adalah fenomena pembelajaran IPA pada SMP terbuka diKabupaten Probolinggo khususnya ditinjau dari peserta didik. Sumber data dalampenelitian ini adalah SMP Terbuka yang ada di Kabupaten Probolinggo. Adanyaketerbatasan tenaga dan waktu serta untuk meningkatkan intensitas penelitian makadari 16 SMP Terbuka yang ada dipilih 8 SMP Terbuka sebagai sumber data. SMPTerbuka yang terpilih di antaranya: SMP Terbuka Tegalsiwalan, SMP TerbukaBanyuanyar, SMP Terbuka Maron, SMP Terbuka Krejengan, SMP Terbuka Gading,SMP Terbuka Sumberasih, SMP Terbuka Wonomerto, dan SMP Terbuka Sukapura.

Rancangan penelitian yang dilakukan mengikuti rancangan “Ex Post Facto”dengan pendekatan triangulasi. Keterpercayaan data tentang sesuatu hal diverifikasidari sumber lebih dari satu. Jika dua orang menyatakan merah, sementara satu orangyang lain menyatakan coklat, maka peneliti menetapkan bahwa warna itu adalah merah.

Prosedur pengumpulan data terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.Tahap persiapan meliputi: mencari data, informasi, dan rekomendasi dari DepdiknasKabupaten Probolinggo. Menyerahkan surat rekomendasi penelitian kepada 8 SMPTerbuka Kabupaten Probolinggo. Tahap pelaksanaan penelitian meliputi: pelaksanakanwawancara dan observasi di SMP Terbuka-SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo.

Page 63: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

156

Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) mendatangi TKB dan SMP Induk sesuaidengan jadwal waktu yang disepakati antara peneliti dan nara sumber (guru pamong,guru bina, dan pengelola SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo); (2) melakukanwawancara dan observasi lapangan menggunakan instrumen yang telah divalidasisebelumnya. Wawancara dan observasi ditujukan untuk mencocokkan komponen-komponen pembelajaran yang seharusnya ada dengan komponen-komponenpembelajaran yang ada sesuai kenyataan di TKB dan sekolah yang telahdirekomendasikan untuk penelitian oleh Depdiknas Kabupaten Probolinggo; dan (3)mencatat hal-hal penting diluar yang tertulis pada instrumen pengumpulan data padalembaran tersendiri. Dalam proses pengumpulan data peneliti menggunakan alat bantupenelitian berupa kamera foto. Data yang terkumpul mengantarkan peneliti padaanalisis data penelitian.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan meliputi pedoman wawancara,lembar observasi, angket dan kamera foto. Adopsi instrumen lebih diarahkan kepadaempat komponen sekolah yaitu: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana,ketenagaan, serta peserta didik. Panduan wawancara dan observasi digunakan olehpeneliti untuk menggali informasi lebih dalam dengan batasan agar infomasi yangdiperoleh tepat dan tidak meluas. Angket dibagikan kepada siswa agar diperolehinformasi tentang komponen peserta didik. Sebelum digunakan, instrumen tersebuttelah divalidasi oleh beberapa orang yang pernah terlibat sebagai asesor dalamakreditasi sekolah. Instrumen foto digunakan sebagai dokumentasi pada pengumpulandata di lapangan.

Data yang telah diperoleh dianalisis keabsahannya dengan menggunakan tekniktriangulasi. Teknik triangulasi yaitu metode pemeriksaan dengan sumber lainnya yaitumembandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yangdiperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Data yangdiperoleh dalam penelitian ini akan dipilah-pilah sesuai dengan fokus penelitian danmasalah yang akan dijawab. Deskripsi dan narasi kualitatif diberikan pada setiappertanyaan penelitian yang akan diberikan pembahasan. Simpulan diinduksikan darijawaban-jawaban elementer penelitian.Hasil dan Pembahasan Penelitian

Penyajian data penelitian diikuti dengan hasil analisis terhadap masing-masingdata sesuai dengan tujuan penelitian, maka sajian data dan analisisnya meliputi: (1)Kesesuaian Pembelajaran IPA pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo denganKurikulum dan Pembelajaran di SMP/MTs; (2) Kualifikasi Ketenagaan pada SMPTerbuka di Kabupaten Probolinggo Ditinjau dari Sisi Pembelajaran IPA, (3) Sarana danPrasarana Penunjang Pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka KabupatenProbolinggo, dan (4) Kualifikasi Peserta Didik pada SMP Terbuka di KabupatenProbolinggo.

Penelitian ini dilakukan pada 8 SMP Terbuka yang terdapat di KabupatenProbolinggo. Masing-masing SMP Terbuka memiliki jumlah TKB yang berbeda-beda.Jumlah TKB yang terdapat di SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo sangat beragam,antara lain SMPT Tegalsiwalan berjumlah 6TKB, SMPT Banyuanyar berjumlah 9TKB, SMPT Maron berjumlah 5 TKB, SMPT Krejengan berjumlah 8 TKB, SMPTGading berjumlah 2 TKB, SMPT Sumberasih berjumlah 1 TKB, SMPT Wonomertoberjumlah 3 TKB, SMPT Sukapura berjumlah 2 TKB. Sumberasih berjumlah 1 TKB,jumlah yang lebih kecil dibanding yang lain. Hal ini terjadi karena SMP TerbukaSumberasih telah mengalami pemutusan kerjasama dalam pengembangan SMP

Page 64: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

157

Terbuka oleh salah satu TKB. Informasi ini didapat saat dilakukan wawancara denganWaka SMP Terbuka selaku pengelola.Kualifikasi Tenaga Pendidik pada SMP Terbuka di Kabupaten ProbolinggoDitinjau dari Pembelajaran IPA

Tabel 1Ringkasan Hasil Analisis untuk Kualifikasi Guru Bina dan Guru Pamong pada SMPT

Tegalsiwalan, SMPT Banyuanyar, SMPT Maron, SMPT Krejengan, SMPT Gading, SMPTSumberasih, SMPT Wonomerto, SMPT Sukapura di Kabupaten Probolinggo

SMP TerbukaKabupaten

Probolinggo

Kualifikasi ketenagaan Guru Bina dan Guru Pamong

Guru Bina Guru Pamong

SMPTTegalsiwalan

Telah memenuhi kualifikasi danmemiliki latar belakangpendidikan S1 dengan landasankeilmuan MIPA

Tidak memenuhi kualifikasi guru pamongrumpun IPA dengan latar belakangpendidikan terendah D2 dan terdapat satuyang tidak memenuhi karena lulusan IPS

SMPTBanyuanyar

Telah memenuhi kualifikasi danmemiliki latar belakangpendidikan S1 dengan landasankeilmuan MIPA

Telah memenuhi kualifikasi guru pamongyaitu guru MI,SD, dan MTs yang pedulidengan SMP Terbuka

SMPT Maron Tidak memenuhi kualifikasiketenagaan karena tidak pernahmelakukan kegiatan tatap mukadengan siswa

Telah memenuhi kualifikasi guru pamongyaitu guru SD dan tokoh masyarakat yangpeduli dengan SMP Terbuka dan lulusanMA/SMA

SMPT Krejengan Telah memenuhi kualifikasiketenagaan dengan latar belakangpedidikan S1-Biologi yangsekaligus merangkap mengajarfisika

Sekitar 50% guru pamong rumpun IPA telahmemenuhi kualifikasi ketenagan, selebihnyatidak karena latar belakang pendidikanhanya lulusan SMA/MA

SMPT Gading Terdapat satu guru bina yang tidaksesuai dengan kualifikasi karenalatar belakang pendidikan yangdimiliki tidak sesuai dengan matapelajaran yang diajarkan

Memenuhi kualifikasi ketenagaan karenamerupakan kepala sekolah, guru MI, danguru Ra

SMPTSumberasih

Memenuhi kualifikasi ketenagaankarena latar belakang pendidikansesuai dengan mata pelajaran yangdiajarkan

Memenuhi kualifikasi ketenagaan karenamerupakan guru MI dan guru MTs

SMPTWonomerto

Tidak dilampirkan karena padapelaksanaannya guru binamenyerahkan pengelolaan TKBMandiri sepenuhnya kepadapengelola (guru pamong)

Memenuhi kualifikasi ketenagaan gurupamong rumpun karena latar belakangpendidikan lulusan S1.

SMPT Sukapura Kualifikasi ketenagaan karenalatar belakang pendidikan sesuaidengan mata pelajaran yangdiajarkan

Memenuhi kualifikasi ketenagaan karenamerupakan guru SD dan SMP

Dengan memperhatikan data pada Tabel 1 dapat diberikan analisis sebagaiberikut:a. SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo yang memenuhi kualifikasi guru bina IPA

adalah SMPT Tegalsiwalan, SMPT Banyuanyar, SMPT Krejengan, SMPTSumberasih, dan SMPT Sukapura. Sedangkan pada SMPT Gading yangmenyebabkan kurang adalah karena terdapat salah satu guru bina yang tidak sesuaidengan kualifikasi karena latar belakang pendidikan yang dimiliki tidak sesuai

Page 65: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

158

dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk kualifikasi kualifikasi gurupamong pada SMPT di Kabupaten Probolinggo telah memenuhi kualifikasiketenagaan.

b. SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo yang tidak memenuhi kualifikasiketenagaan guru bina adalah SMPT Maron dan SMPT Wonomerto. Sedangkankualifikasi guru pamong rumpun IPA yang kurang memenuhi kualifikasiketenagaan yaitu pada SMPT Tegalsiwalan dan SMPT Krejengan karena latarbelakang pendidikan hanya lulusan SMA/MA.

Di TKB (Tempat Kegiatan Belajar), siswa dibimbing oleh guru pamong sebagaifasilitator. Pada perkembangannya mulai dari tahun 2003-2004 status guru pamongditingkatkan menjadi tutor yang diharapkan akan membantu siswa dalam belajar lebihintensif di TKB (www.dwp.or.id).

Guru pamong pada umumnya adalah guru SD atau anggota masyarakat yangbertugas memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa agar siswa rajin danbersemangat dalam belajar mandiri. Upaya terobosan untuk meningkatkan kualitasbelajar di TKB, guru pamong dipersyaratkan sekurang-kurangnya D3 pendidikan untukrumpun mata pelajaran IPA, Bahasa, dan IPS. Hal ini dimaksudkan agar guru pamongdapat membantu memecahkan kesulitan belajar siswa khususnya selama merek belajardi TKB (Depdiknas, 2005).

Pada SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo, guru pamong pada TKB regulerumumnya bertugas memberikan motivasi kepada siswa agar siswa rajin danbersemangat dalam belajar mandiri. Selain itu guru pamong pada TKB regular bertugasmendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan dari siswa kemudianmenyampaikannya kepada guru bina serta menjaga apabila ada waktu kosong. Gurupamong pada TKB Mandiri diarahkan sebagai guru pamong rumpun IPA, hal inidimaksudkan agar guru pamong dapat membantu kesulitan belajar siswa khususnyaselama mereka belajar di TKB tanpa harus menunggu kedatangan guru bina.

SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo pada umumnya mengunakan pola tatapmuka alternatif 3, yaitu dimana kegiatan tatap muka berlangsung selama 2 hari dalamseminggu (12 jam di TKB oleh guru bina). Pola tatap muka tidak diadakan di SMPInduk dikarenakan jarak tempuh yang sangat jauh antara TKB dengan SMP Induk,sulitnya transportasi, serta karena pengaruh rendahnya perekonomian siswa. Guru binadatang ke TKB sesuai dengan jadwal yang telah disepakati oleh siswa dan guru.Kurangnya jam mengajar akan mempengaruhi pembelajaran karena materi yangdisampaikan sangat banyak sedangkan waktu untuk proses belajar mengajar kurangsehingga tidak mengherankan ketika guru bina mengambil kebijakan meniadakanevaluasi formatif tapi mengganti dengan tugas.

Jika dilihat pada tabel-tabel tentang kualifikasi guru bina dan guru pamong,pada kualifikasi guru bina di SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo masih terdapatguru bina yang kualifikasi latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan bidangstudi IPA yang diajarkan, sedangkan untuk kualifikasi guru pamong masih terdapatguru pamong yang tidak sesuai untuk mengajar IPA pada SMP Terbuka. Hal ini akanmempengaruhi dalam pembelajaran IPA karena jika ada siswa yang bertanya tentangpelajaran IPA terdapat kemungkinan mereka tidak dapat menjawab pertanyaan siswa.Upaya SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo untuk meningkatkan kualifikasi gurupamong rumpun IPA pada TKB Mandiri belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, hal initerbukti dengan adanya guru rumpun IPA yang hanya lulusan SMA/MA.Simpulan dan Saran

Page 66: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

159

SimpulanDari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian

sebagai berikut:.1. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sangat sesuai dengan bidang IPA karena

100% berasal dari SMP Induk tetapi pada SMP Terbuka Gading terdapat satu gurubina yang bukan beasal dari bidang IPA. Pada SMP Terbuka Maron guru bina tidakpernah menghadiri kegiatan tatap muka dengan siswa. Kualifikasi guru pamongsudah layak atau sesuai karena 100% merupakan guru SD/MI dan tokoh masyarakatyang peduli pendidikan. Kualifikasi guru pamong rumpun IPA kurang sesuaikarena masih terdapat persyaratan latar belakang pendidikan D3 guru pamongrumpun IPA yang tidak terpenuhi.

2. Sarana dan prasarana sebagai penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMPTerbuka di Kabupaten Probolinggo banyak yang tidak dimiliki. Penggunaan saranadan prasarana yang dimiliki SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo masih belumoptimal. SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo yang menggunakan fasilitas saranadan prasarana di SMP Induk hanya SMP Terbuka Banyuanyar pada saat kegiatantatap muka. Pada SMP Terbuka lain di Kabupaten probolinggo yang menggunakanfasilitas SMP Induk hanya pada saat akan menghadapi UN.

3. Kualifikasi peserta didik SMP Terbuka Kabupaten Probolinggo secara umum sudahsesuai yaitu menurut usia dan asal sekolah mereka. Namun kurangnya kesadarandari siswa dan orang tua siswa tentang pendidikan dan kondisi keadaan ekonomimenyebabkan siswa kurang berprestasi dalam bidang IPA.

4. Dari simpulan-simpulan tersebut dapat dibuat simpulan umum yaitu pembelajaranIPA SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo masih belum maksimal. Ini ditandaidengan tidak digunakannya media pembelajaran, rendahnya kualitas guru pamong,penggunaan kurikulum yang tidak efektif, dan rendahnya kesadaran siswa untukmenuntut ilmu.

SaranDari hasil penelitian dan pembahasan serta ditemukannya simpulan-simpulan,

penulis mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berukut:1. Kurikulum yang digunakan pada SMP terbuka adalah sama dengan kurikulum

yang digunakan pada SMP Reguler. Namun kurikulum SMP Reguler dikaji dandijabarkan melalui pengembangan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar(PDKBM) bagi siswa SMP Terbuka. Oleh karena itu silabus dan RPP untukmata pelajaran IPA perlu dibuat secara khusus oleh guru bina untuk SMPTerbuka melalui pengembangan PDKBM.

2. Siswa SMP Terbuka berhak mendapatkan fasilitas yang sama dengan siswaSMP Induk tidak terkecuali dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Olehkarena itu, SMP Induk perlu meminjamkan sarana dan prasarana seperti:laboratoium IPA, ruang media, dan perpustakaan kepada SMP Terbuka untukmenunjang pembelajaran IPA.

3. Hasil monitoring dan evaluasi terhadap SMP Terbuka yang dilakukan DirekturPembinaan SMP ditindaklanjuti dengan upaya-upaya perbaikan pembelajarandi SMP Terbuka. Upaya-upaya itu, misalnya: perbaikan kualitas guru pamong,perbaikan kurikulum di SMP Terbuka, perbaikan sarana dan prasarana di SMPTerbuka, dan peningkatan kesadaran belajar siswa dengan memberikanmotivasi.

Page 67: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · PDF filekimia pada bab sebelumnya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kimia kelas X-A yakni mencapai ketuntasan sebesar 57%.

160

4. Catatan kesulitan siswa dan materi esensial merupakan buku penghubung antaraguru bina dan guru pamong. Pentingnya catatan kesulitan siswa dan materiesensial yang dibuat oleh guru pamong adalah agar dapat memberi masukanatau gambaran kepada guru bina terhadap daya serap siswa sehingga dapatmempermudah dalam menetapkan tindakan yang akan dilakukan terhadappembelajaran IPA.

5. Kepedulian pihak pemerintah melalui Depdiknas Kabupaten Probolinggo sangatdiperlukan dalam menunjang keberadaan SMP Terbuka. Pentingnya kepeduliandari pihak pemerintah dalam memperhatikan keberadaan SMP TerbukaKabupaten Probolinggo dapat membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapiSMP Terbuka. Sehingga antara pihak pengelola dan pemerintah terjadi timbalbalik yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak dalam rangkamemajukan kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Probolinggo.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.Depdiknas. 2005. Bahan Sosialisasi SMP Terbuka Dalam Rangka Penuntasan Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Jakarta: Ditjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah MenengahPertama Kegiatan Pengembangan SMP Terbuka dan Pendidikan Alternatif.

Depdiknas. 2005. Petunjuk Operasional SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah MenengahPertama.

Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Bina. Jakarta: Ditjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah MenengahPertama.

Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Pamong. Jakarta: Ditjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah MenengahPertama.

Moleong, Lexy J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Mari Kita Mengenal SMP Terbuka.http://www.dwp.or.id/prg/pagel.php?utk=590&ctg=INF. 22 September 2006.