PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY PADA …
Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY PADA …
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY PADA
PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS VII
SMP PGRI 3 LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Retno Wulandari1, Derty Mulyana, M.Pd.
2, A. Budi Mulyanto, M.Pd
3
1Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau,
Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Inquiry pada Pembelajaran
Fisika Siswa Kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar fisika
Siswa Kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah
diterapkan model pembelajaran Inquiry. Metode penelitian yang digunakan adalah
quasi eksperimen dengan desain penelitian one-group pretest-posttest design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP PGRI 3
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 41 siswa dan sampel
penelitian adalah siswa kelas VIIberjumlah 41 siswa, yang terdiri dari 20 siswa
laki-laki dan 21 siswa perempuan yang diambil secara acak. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik observasi dan teknik tes. Berdasarkan hasil analisis uji-
z dengan taraf kepercayaan = 5%, diperoleh thitung (6,578) > ttabel (1,684).
Sehingga dapat disimpulkan bahwahasil belajar fisika siswa Kelas VII SMP
PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model
pembelajaranInquirysecara signifikan tuntas.
Kata Kunci :Inquiry, Hasil Belajar
A. Latar Belakang
Hamalik (2009:7) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses
dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik
mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan
perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara adekuat
dalam kehidupan masyarakat.
2
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang pada
umumnya tidak disukai dan disenangi oleh siswa. Hal ini dikarenakan dalam
pembelajarannya siswa dituntut untuk menerapkan pemahaman yang telah
diperoleh ke dalam aplikasi sistematis berupa rumus-rumus. Selain itu,
kebanyakan guru cenderung menggunakan model pembelajaran yang
konvensional.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan guru fisika kelas
VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau yaitu Ibu Shofiliyanti, S.Pd., pada tanggal 16
Desember 2014 bahwa rendahnya hasil belajar siswa khususnya di kelas VII
SMP PGRI 3 Lubuklinggau dapat dilihat dari 40,43% atau hanya 19 siswa
yang tuntas dalam pembelajarannya sedangkan 59,57% atau 28 siswa tidak
tuntas dalam pembelajarannya. Menunjukan bahwa rendahnya hasil belajar
siswa dengan nilai rata-rata 53 sedangkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) yang ditetapkan oleh sekolah tersebut yakni 75.
Permasalahan yang menyebabkan pencapaian kompetensi mata pelajaran
fisika kurang optimal adalah karena masih terdapat beberapa masalah
diantaranya adalah dalam kegiatan pembelajaran, siswa kurang berpartisipasi
secara aktif. Kebanyakan dari mereka hanya berdiam sendiri dan asik dengan
kegiatan mereka masing-masing. Sebagian besar siswa mengalami kendala
pada pelajaran fisika karena kurangnya motivasi, serta masih banyak siswa
yang kesulitan dalam mengerjkan soal-soal. Rendahnya motivasi belajar
disebabkan karena kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan
seperti kesulitan menghapal dan memahami rumus.
Pembelajaran fisika seharusnya diarahkan kedalam kegiatan yang
mendorong siswa untuk belajar secara aktif, fisik, mental maupun sosial
untuk memahami pelajaran fisika. Oleh karena itu, guru harus mencari solusi
agar siswa lebih aktif dalam pembelajarannya. Misalnya, dalam penyajian
materi guru harus menggunakan model pembelajaran yang menarik sehingga
siswa lebih giat dan semangat lagi dalam mengikuti pembelajaran di sekolah.
Agar siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, guru dapat menerapkan
berbagai model pembelajaran.
3
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Ada banyak model pembelajaran yang ada salah satunya yaitu Model
Pembelajaran Inquiry. Menurut Sanjaya (2011:196) Model Pembelajaran
Inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar fisika signifikan tuntas setelah
penerapan Model Pembelajaran Inquiry di kelas VII SMP PGRI 3
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016”?.
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah : untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa tuntas setelah penerapan
Model Pembelajaran Inquiry pada kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggautahun
pelajaran 2015/2016
B. Landasan Teori
1. Pengertian Belajar
Menurut Hamalik (2009:27) belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Menurut Riyanto (2010:6),
belajar adalah suatu proses untuk mengubah performasi yang tidak
terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi seperti skill,
persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan
performasi.
Menurut Slameto (2003:2), bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan hanya mengingat,
akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.
Berdasarkan pengertian belajar yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku individu sebagai hasil dari pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya.
4
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen-
komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi.
Pembelajaran bukan menitik berat pada “apa yang dipelajari” melainkan
pada “bagaimana membuat pebelajar mengalami proses belajar”, yaitu
cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan
cara pengorganisasian materi, cara menyimpan pelajaran, dan cara
mengelolah pembelajaran (Yamin, 2012:66).
Sedangkan, menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala,
2010:61) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Menurut Aunurrahman (2009:28), dalam proses pembelajaran yang
diharapkan adalah suatu proses yang dapat mengembangkan potensi-
potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran, guru tidak hanya dituntut menyampaikan materi
pelajaran akan tetapi harus mampu mengaktualisasikan peran strategisnya
dalam upaya membentuk watak siswa melalui pengembangan kepribadian
dan nilai-nilai yang berlaku. Menurut Surya (2003:11) pembelajaran ialah
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Suprijono (2009:13) pembelajaran merupakan proses
organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya guru untuk
membantu siswa melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan pembelajaran
adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan untuk
membuat siswa belajar secara aktif dengan penyediaan sumber belajar
yang ada.
5
3. Hasil Belajar
Suprijono (2009:5), menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi
dan keterampilan .Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, (Hamalik, 2009:
30). Sedangkan, Sudjana (dalam Jihad dan Haris, 2010:15) berpendapat,
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan sikap dan tingkah laku yang terjadi pada
siswa setelah siswa tersebut menerima pengalaman belajarnya. Seseorang
dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukan
adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan –perubahan tersebut dapat
ditunujukan diantaranya dari kemampuan berpikirnya, keterampilannya,
atau sikapnya terhadap suatu obyek.
Menurut Wahidmurni (2010:18) perubahan dari hasil belajar ini
dalam Taxonomy Bloom dikelompokkan dalam tiga ranah (domain),
yakni: domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau
sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Domain yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu domain kognitif atau kemampuan
berpikir. Menurut Yamin (2012:241), kawasan kognitif dan afektif adalah
dua dari tiga ranah tujuan intruksional yang memiliki klasifikasi atau
rincian yang paling detail, sehingga seolah-olah merupakan suatu system
tersendiri.Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak).
4. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Hanafiah dan Suhanna (2009:41) menyatakan bahwa
model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka
mensiasati perubahan prilaku peserta didik secara adaptif maupun
generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar
peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style),
6
yang keduanya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and
Teaching).
Menurut Joice (dalam Trianto, 2007:1), model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain
pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur
tutorial, dan untuk menentukan material atau perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program
media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap
model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan. Aunurrahman
(2009:146), model pembelajaran diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran.
5. Model Pembelajaran Inquiry
Menurut Sanjaya (2011:1996) model pembelajaran Inquiry adalah
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis
dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu biasanya dilakukan
melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Sejalan dengan Sanjaya,
Trianto (2009:144) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Inquiry
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konseptual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Model
Pembelajaran Inquiry adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada berpikir kritis dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah.
1) Langkah-langkah Model Pembelajaran Inquiry
Menurut Sanjaya (2011:201), langkah-langkah penggunaan Model
Pembelajaran Inquiry adalah sebagai berikut:
7
a) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengontrol
agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Beberapa hal yang
dapat diperhatikan dalam tahapan ini, yaitu:
(1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa.
(2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa untuk mencapai tujuan.
(3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
b) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu:
(1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa.
(2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki
yang jawabannya pasti.
(3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah
diketahui terlebih dahulu oleh siswa.
c) Mangajukan hipotesis
Potensi berpikir dimulai dari kemampuan setiap individu untuk
menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan.
d) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang dilakukan.
e) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data.
f) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Menurut Trianto
8
(2009:168), langkah-langkah dalam penggunaan Model Pembelajaran
Inquiry , yaitu:
(1) Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Kegiatan Inquiry dimulai ketika pertanyaan atau permasalan
diajukan.
(2) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi
permasalahan yang dapat diuji dengan data.
(3) Mengumpulkan data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data.
(4) Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor
penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “benar” atau
“salah”.
(5) Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran Inquiry adalah membuat
kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah dalam penggunaan Model Pembelajaran Inquiry, yaitu:
(a) Mengajukan pertanyaan atau permasalahan yang ada.
(b) Mengajukan hipotesis berdasarkan masalah atau pertanyaan
yang diajukan.
(c) Mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas.
(d) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan,
gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya ilmiah lainnya.
(e) Membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran.
2) Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Inquiry
Menurut Sanjaya (2011:201), kelebihan dan kelemahan
penggunaan Model Pembelajaran Inquiry, sebagai berikut:
a) Kelebihan Model Pembelajaran Inquiry
9
(1) Model Pembelajaran Inquiry merupakan model pembelajaran yang
menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang.
(2) Model Pembelajaran Inquiry dapat memberikan ruang kepada
siswa untuk belajar sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah
laku berkat adanya pengalaman.
(3) Strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kemampuan diatas rata-rata.
b) Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry
(1) Jika Model Pembelajaran Inquiry digunakan sebagai model
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa.
(2) Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
(3) Kadang-kadang dalam implementasinya memerlukan waktu yang
panjang sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
(4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan
siswa menguasai materi pelajaran, maka Model Pembelajaran
Inquiry akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
(5) Ada kritik, bahwa proses dalam model ini terlalu mementingkan
proses pengertian saja.
6. Materi Besaran dan Satuan
a. Besaran Pokok
Besaran adalah sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan
angka-angka, Sedangkan satuan adalah satuan adalah pembanding
besaran dalam suatu pengukuran.
Dalam fisika dikenal dua jenis besaran utama yaitu besaran pokok
dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya
sudah ditentukan terlebih dahulu, berdiri sendiri, dan tidak bergantung
dari besaran lain. Besaran pokok terdiri atas tujuh besaran, satuannya
10
ditentukan berdasarkan sistem satuan internasional (SI) sebagaimana
yang tertera pada tabel 1.
No Nama Besaran Pokok Satuan
1
2
3
4
5
6
7
Massa
Panjang
Waktu
Kuat Arus
Suhu
Intensitas Cahaya
Jumlah Zat
kilogram
meter
sekon
ampere
kelvin
candela
Mol
Sumber : Buku Giancoli Jilid 1 halaman 1
b. Besaran Turunan
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan atas dari besaran
pokok. Satuan dari besaran turunan tergantung dari besaran pokonya.
Berikut merupakan beberapa contoh besaran turunan beserta
satuannya dalam SI pada tabel 2.
Tabel 2
Besaran Turunan
No Nama Besaran Turunan Simbol Satuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Luas
Volume
Kecepatan
Percepatan
Gaya
Tekanan
Energi
Usaha
Daya
m2
m3
m/s
m/s2
N (newton)
Pa (pascal)
J (joule)
J (joule)
W (watt)
Sumber : Buku Giancoli Jilid 1 halaman 2
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kuantitatif menggunakan
metode penelitian eksperimen dengan one-group pretest – posttest design.
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti, yaitu satu variabel
bebas dan satu variabel terikat. Pendekatan pembelajaran scientific
11
merupakan variabel bebas, sedangkan untuk variabel terikat yaitu hasil
belajar siswa.
Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas X SMK Negeri 3
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 98 siswa. Sampel
penelitian terdiri dari dua kelas yang dilakukan secara simple random
sampling.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan tes dan
observasi. Tes diberikan sebanyak dua kali yaitu tes kemampuan awal (pre-
test) dan tes kemampuan akhir (post-test). Pre-test digunakan untuk mencari
sampel apakah sampel diterima atau ditolak. Data hasil pre-test selanjutnya
dianalisis dengan mencari nilai rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas,
uji hipotesis, dan uji-gain.
1. Deskripsi dan Analisis Data Tes Awal Siswa
Pelaksanaan pre-test dilaksanakan pada pertemuan pertama yaitu
pada tanggal 29 agustus 2015 dan diikuti oleh 41 siswa pada kelas VII.
Pelaksanaan pre-test bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang
dimiliki oleh siswa terhadap suatu materi yang belum dipelajari.
Rekapitulasi rata-rata dan simpangan baku pre-test dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3.
Rekapitulasi rata-rata dan simpangan baku pre-test
No Uraian Eksperimen
1 Jumlah Siswa 41
2 𝑥 27,75
3 Nilai terendah 18
4 Nilai tertinggi 35
5 Rentang Nilai 17
6 Standar Deviasi 4,69
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat
nilai lebih dari atau sama dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah
yaitu 75 dalam pre-test ini sebanyak 0 siswa (0%) dan mendapat nilai
kurang dari KKM adalah sebanyak 41 siswa (100%). Nilai tertinggi
12
pada pre-test ini adalah 35 dan yang terendah adalah 18. Rata-rata (𝑥 )
nilai secara keseluruhan adalah 27,75.
2. Deskripsi dan Analisis Data Tes Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan materi besaran dan
Pengukuran merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran. Pelaksanaan post-test dilaksanakan pada tanggal 10
september 2015 dan diikuti oleh 41 siswa pada kelas VII. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 79,21.
Siswa yang mendapat nilai lebih dari 75 atau di atas KKM sebanyak 33
orang, sedangkan siswa yang mendapat nilai kurang dari 75 atau di bawah
KKM adalah 8 orang. Dari hasil perhitungan (Lampiran C), dapat
dikemukakan rekapitulasi rata-rata dan simpangan baku dari post-test
dapat dilihat pada tabel 4.2, sedangkan selisih hasil pretest dan posttest
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Rekapitulasi rata-rata dan simpangan baku
No Uraian Eksperimen 1 Jumlah Siswa 41 2 x 79,21
3 Nilai Terendah 69 4 Nilai Tertinggi 88 5 Rentang Nilai 17 6 Standar Deviasi 6,98
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui kenormalan data pre-test dan post-test, maka
digunakan uji normalitas dengan uji kecocokan 𝜒2 (Chi kuadrat).
Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik mengenai uji normalitas
data dengan taraf kepercayaan 𝛼 = 0,05, jika 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 < 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2 , maka
dinyatakan bahwa data berdistribusi normaldan dalam hal lainnya
tidak berdistribusi normal. Hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran C. Uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 5.
13
Tabel 5
Uji Normalitas Pre-test dan Post-test
Tes 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
2 Dk 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 Kesimpulan
Awal 3,3294 5 11,070 Normal
Akhir 7,1723 5 11,070 Normal
Pada Tabel 5 menunjukan bahwa nilai 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 data tes awal
dan tes akhir lebih kecil dari pada 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 . Berdasarkan ketentuan
pengujian uji normalitas dengan menggunakan uji 𝜒2 (chi-kuadrat)
dapat disimpulkan bahwa masing-masing data baik tes awal
maupun tes akhir berdistribusi normal pada taraf kepercayaan 𝛼 =
0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = 5.
b. Pengujian Hipotesis
Untuk menarik kesimpulan data hasil post-test, maka
dilakukan pengujian hipotesis secara statistik. Adapun hipotesis
dalam penelitian ini adalah “hasil belajar fisika dengan
menggunakan model pembelajaran Inquiry pada pembelajaran
fisika siswa kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016 secara signifikan tuntas”. Setelah diketahui data pre-test
dan post-test berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji
hipotesis. Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran C. Uji hipotesis dari data pre-test dan post-test dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 4.5
Uji Hipotesis Posttest
Tes thitung dk ttabel Kesimpulan
Akhir 40,96 40 1,684 Ha diterima
Adapun hipotesis statistik yang diujikan adalah:
Ha = rata-rata hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran fisika
dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry lebih dari atau
sama dengan 75 (Ha 75).
14
H0 = rata-rata hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran fisika
dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry kurang dari
(H0 < 75).
Selanjutnya thitung dibandingkan dengan ttabel dengan derajat
kebebasan (dk) = n-1 = 40, 𝛼 = 5% diperoleh ttabel 1,684. Jika
thitung ≥ ttabel berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian
berdasarkan perhitungan hasil belajar siswa, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa kelas
VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016
setelah diterapkan model pembelajaran Inquiry secara signifikan
tuntas.
A. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengajar di kelas VII sebagai kelas
sampel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar
fisika siswa kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016 setelah diterapkan model pembelajaran Inquiry. Sebelum
proses pembelajaran dimulai, peneliti memberikan pre-test untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah dilakukan tes awal,
pembelajaran dilaksanakan di kelas tersebut. Pembelajaran dilakukan
sebanyak dua kali pertemuan dengan materi besaran dan pengukuran.
Kemudian dilanjutkan pembelajaran dengan model pembelajaran Inquiry.
Berdasarkan data pre-test, menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang
tuntas. Nilai yang tertinggi didapat siswa adalah 35 dan yang memperoleh
nilai terendah adalah 18, maka hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar fisika siswa kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016 sebelum diterapkan model pembelajaran Inquiry dapat
dikatakan belum tuntas.
Pada awal proses pembelajaran sebagai tahap persiapan peneliti
mengkondisikan kelas dan memberikan motivasi dan apersepsi kepada
siswa. Selain itu, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai pada pembelajaran materi besaran dan satuan. Pada tahap
15
penyampaian peneliti mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok belajar sebagai uji coba kolaboratif. Secara berdiskusi siswa
mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS), dengan mencatat hasil pekerjaan
kelompok, membaca, saling berdekatan dan bertukar pendapat antar
anggota maupun kelompok lain dalam mengerjakan LKS berarti siswa
belajar menyajikan pertanyaan atau masalah, membuat hipotesis,
merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan data dan membuat
kesimpulan.
Pada pertemuan pertama, setiap kelompok mengerjakan lembar kerja
siswa 1 yaitu pengukuran yang berhubungan juga dengan besaran. Hasil
yang diperoleh siswa untuk kelompok 1 mendapatkan nilai 76, kelompok
dua 85, kelompok tiga 71, kelompok empat 85, kelompok lima 71 dan
kelompok enam 71. Semua kelompok rata-rata bisa mengerjakan LKS
dengan baik.
Sedangkan pada pertemuan kedua, nilai LKS yang didapatkan
masing-masing kelompok berturut-turut adalah kelompok 1 dan 2
mendapatkan nilai 90, kelompok 3, 4, 5 dan 6 mendapatkan nilai 85.
Masing-masing kelompok sudah mulai terbiasa dengan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan terbukti dengan nilai LKs yang diperoleh
siswa menunjukan peningkatan.
Penguasaan materi saja belum cukup, maka diperlukan tahap pelatihan
sehingga siswa mampu mengerjakan soal-soal fisika. Kemudian siswa
mempresentasikan hasil diskusi. Tahap pelatihan belum cukup sampai
disini, sebagai pemantapan siswa belajar dalam penguasaan materi peneliti
memberikan pertanyaan-pertanyaan lagi kepada siswa. Yang terakhir agar
materi masih tetap melekat dan berhasil maka pada bagian penutup
pembelajaran dilakukan penguatan, evaluasi dan tugas rumah yang harus
dikerjakan siswa sebagai tahap penampilan hasil. Pembelajaran Inquiry
pada pertemuan kedua dan ketiga sama dengan pembelajaran Inquiry yang
digunakan pada pertemuan pertama.
Pada awalnya, saat menerapkan model pembelajaran Inquiry, peneliti
mengalami sedikit hambatan, yaitu kegaduhan dari siswa yang tidak dapat
16
dihindarkan. Mengingat hal tersebut dapat mengganggu aktivitas belajar
kelas yang lain. Akan tetapi hambatan-hambatan yang dialami peneliti
tidak berlangsung lama, dikarenakan selanjutnya siswa melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran yang baru mereka terapkan.
Setelah penyampaian materi dengan model pembelajaran Inquiry
diadakan post-test. Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama
dengan KKM (KKM ≥ 75) sebanyak 33 siswa (80,48%) dan nilai yang
kurang dari KKM sebanyak 8 siswa (19,51%). Nilai yang tertinggi adalah
88 dan yang memperoleh nilai terendah adalah 69.
Setelah dilaksanakan tes akhir diperoleh data pada kelas eksperimen,
Hasil penelitian setelah dilakukan uji hipotesis yaitu uji t satu pihak,
diperoleh thitung = 6,578 sedangkan ttabel= 1,684 dengan thitung > ttabel maka
H0 ditolak dan hipotesis dalam penelitian ini diterima dengan taraf
signifikan 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar
siswa yang menggunakan model pembelajaran Inquiry secara signifikan
tuntas.
Selama kegiatan pembelajaran siswa menjadi terlatih untuk mencari
dan menemukan konsep melalui kegiatan praktikum. Pendapat ini juga
didukung pernyataan Sanjaya (2009:196), model pembelajaran Inquiry
merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Sehingga dalam
pelaksanaannya, selama kegiatan pembelajaran Inquiry siswa tidak hanya
dituntut untuk menguasai materi pelajaran akan tetapi bagaimana siswa
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara optimal.
Siswa melalui kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran Inquiry
pola berpikirnya menjadi runtut karena siswa diajak merumuskan
permasalahan, kemudian membuktikan kebenrana konsep melalu
percobaan dan pengamatan sehingga akhirnya siswa menemukan
kesimpulan dari masalah tersebut. Pada saat pelaksanaan kegiatan
pembelajaran Inkuiri dari merumuskan masalah sampai menarik
17
kesimpulan siswa aktif melakukan percobaan, bertanya, berpendapat,
berdiskusi maupun mempresentasikan hasil percobaan dan diskusinya
dalam proses pembelajaran sehingga siswa memperoleh pengalaman
langsung.
Perlu diperhatikan juga bahwa model pembelajaran Inquiry
mempunyai beberapa indikator keberhasilan, diantaranya adalah
mengembangkan kemampuan siswa melihat perkiraan, proses berpikir
dalam memecahkan masalah sebuah permasalahan, mengemukakan
pendapat, melontarkan pertanyaan, memberikan kesempatan kepada
anggota lainnya untuk berargumen, dan kerjasama siswa dalam proses
belajar. Jika peneliti melihat bahwa siswa telah memenuhi indikator
tersebut, dengan demikian dapat dikategorikan model pembelajaran
tersebut berhasil diterapkan.
Model pembelajaran Inquiry juga memiliki kelebihan bagi siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar diantaranya yakni mendorong
adanya komunikasi dan hubungan antara guru dan siswa, meningkatkan
dan mengembangkan wawasan siswa mengenai masalah-masalah
kemasyarakatan atau lingkungannya, mendidik siswa memiliki
kemampuan merefleksi pengalaman belajarnya sehingga pengalaman
belajar yang tersimpan dalam memorinya akan tertahan lebih lama karena
telah melakukan serangkaian proses belajar dari mengetahui, memahami
diri sendiri, melakukan dan belajar bekerja sama dengan teman-temannya
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini akan membuat siswa memiliki
hasil belajar yang lebih baik setelah siswa mengalami proses pembelajaran
dengan model pembelajaran Inquiry.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan dengan demikian model
pembelajaran Inquiry dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
ketuntasan hasil belajar siswa.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
18
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh bahwa
thitung = 40,96 lebih besar dari pada ttabel = 1,684 dengan rata-rata hasil
belajar post-test siswa sebesar 79,21 dan persentase jumlah siswa yang
tuntas sebanyak 80,48%, sedangkan rata-rata hasil belajar pre-test siswa
sebesar 27,75 dan tidak ada siswa yang tuntas. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar fiska siswa tuntas setelah penerapan model
pembelajaran Inquiry di kelas VII SMP PGRI 3 Lubuklinggau tahun
pelajaran 2015/2016.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan
sebagai berikut:
1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup
untuk memilih strategi atau teknik pembelajaran yang hendak dicapai
dalam pembelajaran Inquiry.
2. Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran Inquiry sebagai salah
satu model dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil
belajar fisika siswa karena strategi pembelajaran Inquiry berpengaruh
positif terhadap hasil belajar fisika siswa.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memenuhi apakah pembelajaran
Inquiry dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik pada materi
pelajaran fisika pada konsep yang berbeda.
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengkomunikasikan model
pembelajaran Inquiry dengan metode lain atau menggunakan media
pembelajaran agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil
belajarnya, dan diharapkan memperhatikan secara cermat alokasi waktu
agar penerapan model pembelajaran Inquiry dalam setiap pertemuan
waktunya terselesaikan sesuai dengan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
19
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT Refika Aditama
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor –faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rineka Cipta
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Sagala, Syaiful. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta:
Ciputat Mega Mall
37
Zikrillah. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiri terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X
SMA Negeri Muara Kulam Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi tidak diterbitkan.
Lubuklinggau. Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam STKIP PGRI
Lubuklinggau
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo