PENERAPAN METODE EOQ ECONOMIC ORDER QUANTITY …
Transcript of PENERAPAN METODE EOQ ECONOMIC ORDER QUANTITY …
PENERAPAN METODE EOQ
(ECONOMIC ORDER QUANTITY)
DALAM PENGELOLAAN BAHAN BAKU
ALUMUNIUM SULFAT
DI PT.X
Oleh
Aang Trianggawahyudin
NIM: 004200900101
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Strata Satu
pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2014
ABSTRAK
PT.X merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi Alumunium Sulfat, yang
bahan baku utamanya adalah Alumunium. Permasalahan yang sering dihadapi oleh
perusahaan ini adalah dalam hal penentuan bahan baku yang terkadang mengalami
perbedaan antara jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku Alumunium
sehingga mengalami kekurangan persediaan bahan baku. Terjadinya kekurangan
persediaan bahan baku (Stock Out) atau tidak adanya bahan baku pada saat
dibutuhkan dapat menyebabkan jalannya aktivitas produksi terhenti, sehingga hal ini
merupakan salah satu faktor kerugian bagi perusahaan. Data penelitian ini didapatkan
dengan cara wawancara dan dokumentasi, pengolahan data dengan cara uji peramalan
dan menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity). Perencanaan kebutuhan
bahan baku sifatnya tidak konstan sehingga dengan metode ini akan dihasilkan
perencanaan jumlah pemesanan yang optimal sehingga biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan yang ditanggung perusahaan menjadi minimal. Dari hasil perhitungan
dengan menggunakan metode EOQ, pada tahun 2011 perusahaan dapat menghasilkan
total biaya sebesar Rp 14.688.861.065,00 dan menghasilkan efisiensi penghematan
sebesar Rp 137.598.460,00 dibandingkan dengan total biaya sebelumnya yaitu
sebesar Rp 14.826.459.525,00 sedangkan pada tahun 2012 perusahaan dapat
menghasilkan total biaya sebesar Rp 16.434.014.147,00 dan menghasilkan efisiensi
penghematan sebesar Rp 115.784.730,00 dibandingkan dengan total biaya
sebelumnya yaitu sebesar Rp 16.549.798.875,00
Kata kunci: Peramalan, EOQ, Safety Stock, Reorder Point, Total Cost, Penghematan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era sekarang ini dunia bisnis telah menjadi semakin sensitif terhadap waktu
dan persaingan. Untuk bisa bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat, hal
utama yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah bagaimana memenuhi
permintaan customer. Banyak faktor yang memengaruhi pencapaian tujuan tersebut.
Salah satunya adalah faktor kelancaran produksi. Apabila proses produksi berjalan
lancar, tujuan perusahaan akan tercapai. Sebaliknya, jika proses produksi tersendat-
sendat, tujuan perusahaan tidak akan tercapai. Adapun kelancaran proses produksi
sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan baku yang akan diolah dalam proses
produksi.
Menurut Sofjan Assauri (2008), didalam bukunya mengatakan bahwa, Inventory
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan pemasaran dan
pengaruhnya sangat besar bagi perusahaan karena dengan adanya perencanaan
dan pengaruh persedian yang baik maka perusahaan tidak perlu merasa khawatir
mengenai persediaan untuk memenuhi kebutuhan permintaan konsumen.
Sehingga besar kecilnya keuntungan perusahaan juga dipengaruhi oleh jumlah
persediaan produk yang digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Oleh karena itu perusahaan harus merencanakan dengan baik kebutuhan akan
permintaan konsumen melalui pendistribusiaan produk yang baik dengan
penyediaan produk yang sesuai. Jika perusahaan tidak mampu memenuhi
kebutuhan konsumen maka perusahaan akan mengalami kehilangan kepercayaan
dari konsumen, permintaan dari konsumen tidak bisa diprediksi produk apa saja
yang akan dipesan, begitu juga sebaliknya perusahaan tidak bisa memprediksi
produk apa saja yang harus disimpan untuk persediaan, jika terjadi kelebihan
stock persediaan maka perusahaan akan mengalami penambahan biaya untuk
pengelolaan inventori. Untuk itu perencanaan persediaan harus dikelola dengan
baik dan optimal. Kegagalan dalam pengendalian persediaan akan menyebabkan
kegagalan dalam memperoleh laba. Untuk itu penting bagi setiap perusahaan
mengadakan pengendalian persediaan untuk memperoleh tingkat persediaan yang
optimal.
PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan
Alumunium Sulfat, Alumunium Sulfat ini digunakan dalam proses penjernihan
air. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi adalah Alumunium.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan ini adalah dalam hal
penentuan bahan baku, yang terkadang mengalami perbedaan antara jumlah
pembelian dan penggunaan bahan baku Alumunium, sehingga terkadang
mengalami kekurangan persediaan bahan baku (Stock out).
Gambar 1.1 Grafik jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku Alumunium
Berdasarkan grafik diatas terlihat adanya perbedaan antara pembelian dan
penggunaan yang menyebabkan terjadinya kekurangan persediaan bahan baku, hal
ini biasanya diakibatkan oleh permintaan konsumen yang meningkat, sehingga
PT. X harus membeli dengan harga tinggi karena melakukan pembelian secara
mendadak, maka dalam hal ini penyediaan bahan baku yang dilakukan PT. X
harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat memperoleh persediaan yang
optimal dan pengeluaran biaya yang berkaitan dengan pengelolaannya lebih
efisien . Oleh karena itu penulis melakukan analisis pengelolaan bahan baku di
perusahaan ini dalam pengendalian bahan baku Alumunium.
78000
81000
84000
87000
90000
93000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Jumlah pembelian Alumunium
Jumlah penggunaan Alumunium
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan yaitu:
1. Metode peramalan apakah yang tepat untuk memperkirakan kebutuhan bahan
baku Alumunium di masa mendatang?
2. Berapa jumlah pemesanan bahan baku yang tepat agar persediaan selalu
tersedia?
3. Kapan harus melakukan pemesanan kembali atau ROP (Reorder Point)?
4. Berapa nilai penghematan yang bisa didapatkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengantisipasi resiko kehabisan dan
juga kelebihan bahan baku sehingga dapat meminimalisasi biaya bahan baku oleh
perusahaan, dengan cara mengukur parameter di bawah ini:
1. Menghitung peramalan kebutuhan bahan baku untuk memperkirakan jumlah
bahan baku yang akan digunakan di masa mendatang.
2. Mengukur kuantitas optimal dalam setiap kali pembelian bahan baku
Alumunium (Economic Order Quantity)
3. Melihat titik yang menunjukan waktunya untuk mengadakan pemesanan
kembali (Reorder Point)
4. Mengukur persediaan maksimum (Maximum Inventory)
5. Menghitung total biaya persediaan (Total Inventory Cost)
6. Menghitung seberapa besar nilai penghematan yang bisa didapatkan
1.4 Batasan Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan ini dilakukan di gudang bahan baku di PT.X
2. Produk yang diteliti adalah bahan baku Alumunium untuk proses pembuatan
Alumunium Sulfat.
3. Data yang diambil berasal dari pencatatan penggunaan bahan baku di bagian
PPIC dari Januari 2011 hingga Desember 2012
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah, perusahaan dapat
menentukan perencanaan dan pengelolaan yang tepat agar penyediaan bahan baku
lebih optimal dan efisien.
1.6 Asumsi
Ada beberapa asumsi yang diterapkan agar model dalam penelitian bisa berfungsi
dengan baik. Berikut asumsi-asumsinya adalah:
1. Biaya pemesanan adalah rata-rata biaya dalam setiap kali pemesanan selama
satu tahun.
2. Tidak ada keterlambatan dalam penyediaan bahan baku.
3. Kapasitas gudang masih mampu menampung jumlah bahan baku yang
dipesan
1.7 Sistematika Penulisan
Pembahasan penelitian ini diuraikan dalam lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang penelitian, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan laporan.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung pembuatan penelitian, juga
berisi tentang proses produksi pembuatan alumunium sulfat.
Bab III METODOLOGI PENEITIAN
Bab ini berisi rincian atau urutan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
memecahkan permasalahan. Urutan langkah yang telah ditetapkan tersebut
merupakan suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.
Bab IV DATA DAN ANALISIS
Bab ini berisi kumpulan data-data primer yang diperlukan untuk menganalisa
permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan melihat jumlah
ketersediaan bahan baku dan penggunaanya. Pengolahan data dilakukan sesuai
dengan metodologi penelitian yang telah ditetapkan.
Bab V SIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisa dan interpretasi data
sehingga dapat memberikan beberapa rekomendasi atau saran yang berkaitan
dengan upaya peningkatan pengelolaan persediaan barang.
Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai dasar-dasar atau landasan teori yang
digunakan penulis dalam melakukan penyusunan, pengolahan, dan penganalisaaan
laporan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
Menurut Sofjan Assauri (2008), persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode
usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang masih
menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Persediaan (inventory), dalam konteks produksi, dapat diartikan sebagai sumber
daya menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan
karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut
disini dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur,
kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan
konsumsi seperti pada sistem rumah tangga. Keberadaan persediaan atau sumber
daya menganggur ini dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan tertentu. Alasan
utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika
sumber daya tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin tersedianya sumber
daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan.
Menurut Hani Handoko (2008), Permintaan akan sumber daya bisa bersifat
internal ataupun eksternal, dan hal ini meliputi persediaan bahan mentah, barang
dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau
pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk
perusahaan. Jenis persediaan ini sering disebut dengan istilah persediaan keluaran
produk (product output), dimana hampir semua orang mengidentifikasikan secara
cepat sebagai persediaan. Tetapi kita seharusnya tidak membatasi pengertian
persediaan hanya itu. Banyak organisasi juga menyimpan jenis-jenis persediaan
lain, seperti uang, ruangan fisik (bangunan prabik), peralatan dan tenaga kerja
untuk memenuhi permintaan produk dan jasa.
Adanya persediaan menimbulkan konsekuensi berupa resiko-resiko tertentu yang
harus ditanggung perusahaan akibat adanya persediaan tersebut. Persediaan yang
disimpan perusahaan bisa saja rusak sebelum digunakan. Selain itu perusahaan
juga harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan
tersebut. Maka dari itu diperlukan suatu sistem manajemen untuk mengelola dan
mengatur keberadaan sumber daya-sumber daya ini agar dapat dikendalikan lebih
efektif melalui penggunaan berbagai sistem dan model manajemen persediaan.
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijakan dan pengendalian yang
memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus
dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus
dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber
daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat. Atau
dengan kata lain, sistem dan model persediaan bertujuan untuk meminimumkan
biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara
optimal.
2.2 Tujuan persediaan
Menurut Vincent Gasperz (2012), tujuan utama dalam pengelolaan persediaan
adalah untuk meminimumkan investasi persediaan, dimana cakupannya efisiensi
dalam masalah biaya-biaya yang timbul, seperti biaya pemesanan, biaya selama
masa penyimpanan, biaya ketika persediaan tersebut mengalami kekurangan, dan
biaya-biaya lainnya yang terkait dengan seluruh proses pengelolaan persediaan.
Tetapi dengan adanya pengelolaan untuk mencari efisiensi dalam investasi
persediaan tidak berarti harus mengurangi pelayanan terhadap pelanggan,
melainkan pelayanan kepada pelangga haruslah tinggi, bahkan harus bisa lebih
tinggi lagi.
2.3 Jenis-jenis persediaan
Menurut Sojan Assauri (2008), jenis-jenis persediaan dapat dikelompokkan
dengan beberapa cara:
1. Berdasarkan fungsinya
a. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan
(replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan
kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor
penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan
produksi atau pembelian dan biaya transport.
b. Persediaan fluktuasi
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan
persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat
permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan
fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan terlebih dahulu. Jadi apabila
terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini
(fluctuation Stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan
naik turunnya permintaan tersebut.
c. Persediaan antisipasi
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan
untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.
Di samping itu anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu
jalannya produk atau menghindari kemacetan produksi.
d. Persediaan cadangan
Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan
permintaan konsumen biasanya diserti kesalahan peramalan. Waktu siklus
produksi (lead time) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah
produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan
cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau
memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.
e. Persediaan pipeline
Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point)
dengan aliran diantara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan
terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan
terakumulasi ditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik
produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen,
persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process).
Jika suatu produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari
suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut
persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan
transportasi disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline. Persediaan
pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus dikendalikan.
f. Persediaan lebih
Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan
fisik yang terjadi.
2. Berdasarkan jenis dan posisi persediaan dalam urutan proses produksi
a. Persediaan bahan mentah (Raw Materials)
Persediaan baran-barang yang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-
komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah
dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan
atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi
selanjutnya.
b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperolah dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi
suatu produk.
c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)
Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen barang jadi.
d. Persediaan barang dalam proses (work in process)
Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian
dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi
masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished good)
Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
2.4 Biaya-biaya persediaan
Menurut Tersine (1994), tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki
persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya
yang rendah. Karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya
sebagai parameter dalam mengambil keputusan. Biaya dalam sistem persediaan
secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian (purchase cost) dari suatu item adalah harga pembelian
setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau
biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan atau
diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biaya pembeliaan ini bisa bervariasi
untuk berbagai ukuran pemesanan bila pemasok menawarkan potongan harga
untuk ukuran pemesanan yang lebih besar. Dalam, Kebanyakan teori
persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya
pembelian untuk periode tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini
tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang
yang harus dipesan.
2. Biaya Pengadaan (Procurement Cost )
Biaya pegadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal – usul barang , yaitu biaya
pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak
luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan
memproduksi sendiri.
a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini pada umumya meliputi, antara lain:
Menulis pemesanan pembelian.
Menganalisa vendor.
Pengeluaran surat meyurat, foto kopi dan perlengkapan administrasi lainnya.
Biaya pengepakan dan penimbangan.
Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
Biaya pengiriman ke gudang, dan seterusnya.
b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)
Ongkos pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk
persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya timbul didalam pabrik,
yang meliputi ongkos menyetel mesin, ongkos mempersiapkan gambar benda
kerja, dan sebagainya.
Karena kedua ongkos tersebut diatas mempunyai peran yang sama, yaitu
pengadaan, maka didalam sistem persediaan ongkos tersebut sering disebut
sebagai ongkos pengadaan (procurement cost).
3. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Biaya penyimpanan (holding cost) merupakan biaya yang timbul akibat
disimpannya suatu item. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang
bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan
per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan
semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang
termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
a. Biaya Memiliki Persediaan (biaya Modal).
Penumpukan barang digundang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku
bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki
persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya
memiliki persediaan diukur sebagai persentasi nilai persediaan untuk periode
tertentu.
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gundangnya
merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri
maka biaya gudang merupakan biaya depresi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan.
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan
persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa (Absolence).
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model seperti barang – barang elektronik. Biaya kadaluarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya Asuransi.
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal – hal yang tidak
diinginkan, seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan.
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barnag yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan
biaya untuk memindahkan barang dari , ke dan di dalam tempat
penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
kuantitatif, biaya simpan per – unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang
yang disimpan (misalnya : Rp/unit/tahun).
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout Cost)
Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya
kekurangan bahan (stockout cost) adalah yang paling sulit diperkirakan.
Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi permintaan produk
atau kebutuhan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan
persediaan adalah sebagai berikut:
Kehilangan penjualan; ketika perusahaan tidak mampu memenuhi suatu
pesanan, maka ada nilai penjualan yang hilang bagi perusahaan.
Kehilangan langganan; pelanggan yang merasa kebutuhannya tidak dapat
dipenuhi perusahaan akan beralih keperusahaan lain yang mampu memenuhi
kebutuhan mereka.
Biaya pemesanan khusus; agar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan
akan suatu item, perusahaan bisa melakukan pemesanan khusus agar item
tersebut diterima tepat waktu. Pemesanan khusus biasanya mengakibatkan
pertambahan biaya pada biaya ekspedisi dan harga item yang dibeli.
Terganggunya proses produksi, jika kekurangan persediaan terjadi pada
persediaan bahan, dan hal ini tidak diantisipasi sebelumnya, maka kegiatan
produksi akan terganggu.
Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya.
Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari :
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi.
Biasanya diukur dari keutungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini
diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan
dengan satuan misalnya: Rp/unit.
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu
pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi
gudang dengan satuan misalnya : Rp/unit
c. Biaya Pengadaan Darurat
Supaya konsumen tidak kecewa, maka dapat dilakukan pengadaan darurat
yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal.
Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan misalnya :
Rp/setiap kali kekurangan.
Ada perbedaan pengetian antara biaya persediaan actual yang dihitung secara
akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan
kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam
penentuan kebijaksanaan persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan
kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variable
(incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya
pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga
tidak perlu dipertimbangkan.
2.5 Administrasi Persediaan
Menurut Vincent Gasperz (2012), ada beberapa metode yang lumrah digunakan
untuk melakukan administrasi keluar masuknya barang:
1. Metode FIFO (First In, First Out)
Suatu metode di mana perubahan nilai barang didasarkan pada asumsi bahwa
barang yang masuk lebih awal harus ke luar lebih dahulu.
2. Metode LIFO (Last In, Last Out)
Suatu metode untuk mengatur administrasi persediaan tetapi kebalikan dari
FIFO, dimana barang yang masuk terakhir diasumsikan keluar paling awal.
3. Metode Rata-rata (Average Methode)
Suatu metode didasarkan atas harga rata-rata di mana harga tersebut
dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing
harganya. Dengan demikian persediaan yang dinilai berdasarkan harga rata-
rata
2.6 Kebijakan Yang Mempengaruhi Dalam Persediaan
Menurut Daniel Sipper dan Robert Bulfin (1997), secara garis besar kebijakan
persediaan terbagi dua, yaitu Periodic Review (R,r) Policy dan Continous Review
(Q,r) Policy. Untuk Periodic Review (R,r) Kebijakan persediaan dihitung hanya
pada saat periode yang ditentukan, jika pada saat itu persediaan yang ada berada
dibawah titik minimum persediaan yang ditetapkan (reorder point), maka
dilakukan pemesanan. Sedangkan jika persediaan diatas reorder point, maka tidak
dilakukan pemesanan.
Periodic Review (R,r) Policy ini dapat digambarkan seperti pada gambar berikut:
Time
Inventory
R
r
t1 t2 t3
Gambar 2.1 Periodic Review (R,r) Policy
Pada gambar diatas , pada saat t1, jumlah persediaan (I1) berada diatas reorder
point (r), sehingga tidak dilakukan pemesanan. Setelah selang waktu T, yaitu pada
saat t2, dilakukan pemesanan sejumlah Q2=R-I2 unit, karena pada saat itu jumlah
persediaan (I2) berada dibawah reorder point. Perlu dicatat, bahwa pesanan tidak
diterima seketika, sehingga jumlah persediaan berkurang terus sepanjang leadtime
sampai pesanan diterima. Pada gambar, pesanan yang dibuat pada t3 tidak
diterima sampai persediaan habis dan terjadi kekurangan persediaan.
Pada Continous Review (Q,r) Policy, sisa persediaan diperiksa terus-menerus,
setiap ada bahan yang masuk atau keluar, dilakukan pencatatan. Pemesanan akan
dilakukan setiap kali jumlah persediaan mencapai reorder point. Continous
Review (Q,r) Policy ini dapat digambarkan seperti pada gambar berikut:
Time
Inventory
r
0
I I I
Q Q Q
Gambar 2.2 Continous Review (Q,r) Policy
Pada gambar diatas, setiap kali jumlah persediaan (I) sampai pada titik reorder
point, maka dilakukan pemesanan. Namun, pesanan ini tidak akan diterima
seketika sesuai leadtime. Sehingga, ketika penggunaan sepanjang leadtime lebih
besar dari reorder point, maka akan timbul kekurangan. Pada gambar juga terlihat
bahwasanya waktu antara satu order dengan order berikutnya bervariasi,
sedangkan jumlah yang dipesan (Q) tetap.
2.7 Metode Dalam Pengendalian Persediaan
Menurut Arman Hakim, Yudha (2008), didalam mencari jawaban atas
permasalahan umum dalam pengendalian persediaan, secara kronologis metode
pengendalian persediaan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory Control)
2. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).
3. Metode Persedian Just In Time (JIT)
2.7.1 Metode Pengendalian Secara Statistik (Statistical Inventory Control)
Menurut Arman Hakim, Yudha (2008), metode Statistical Inventory Control
menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam
memecahkan masalah kuantitatif dalam system persediaan. Metode ini sering juga
disebut metode pengendalian tradisional, karena memberi dasar lahirnya metode
baru yang lebih modern, seperti MRP di Amerika dan Kanban di Jepang. Metode
pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk
mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) dan
dikelola saling tidak bergantung. Yang dimaksud permintaan bebas adalah
permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi
operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku
cadang pengganti (spare part).
1. Variability Cofficient
Menurut Peterson dan Silver (1979) rumus untuk menentukan Variability
Cofficient adalah:
v =n Dt
2nt=1
Dt2n
t=1 − 1 atau (2-1)
V = Varian kebutuhan per periode
Kuadrat dari rata −rata kebutuhan per periode
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur apakah data penggunaan bahan baku
Alumunium ini bersifat fluktuatif atau tidak, apabila nilai dari hasil pengujian V <
0.25 maka metode untuk pengendalian bahan baku menggunakan metode EOQ
dan apabila V ≥ 0.25 maka metode yang digunakan adalah metode DLS (Dinamic
Lot Sizing).
2. Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity)
Menurut Arman Hakim, Yudha (2008), jumlah atau besarnya pesanan yang
diadakan, hendaknya menghasilkan biaya-biaya yang timbul dalam penyediaan
seminimal mungkin. Dalam model EOQ (Economic Order Quantity) digunakan
asumsi-asumsi berikut untuk menyederhanakan sistem persediaan yang ada:
a Permintaan (kebutuhan) diketahui dengan pasti dan konstan sepanjang waktu.
b Pemesanan kembali dilakukan ketika persediaan mencapai titik nol, dan akan
langsung diterima seketika, sesuai ukuran pemesanan yang dilakukan,
sehingga tidak akan terjadi kekurangan persediaan.
Model EOQ ini mencari ukuran pemesanan yang ekonomis dengan
meminimalkan total biaya. Ada dua macam biaya yang dipertimbangkan, yaitu:
1) Biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan pertahun merupakan perkalian antara rata-rata persediaan
pertahun dengan biaya simpan perunit pertahun. Jika rata-rata persediaan
pertahun = Q/2 dimana Q adalah ukuran pemesanan, dan biaya simpan
perunit pertahun adalah h, maka:
Total biaya penyimpanan pertahun = h(Q/2)
2) Biaya Pembelian
Biaya pembelian pertahun (annual purchase cost) merupakan total harga yang
dikeluarkan untuk membeli suatu barang, yaitu perkalian antara harga barang
perunit (C) dengan banyaknya barang yang di beli sepanjang tahun, yaitu
sebesar demand (D).
Total biaya pembelian pertahun = DC
3) Biaya pemesanan
Total biaya pemesanan pertahun merupakan perkalian antara biaya per
pemesanan (k) dikalikan banyaknya pemesanan dalam satu tahun D/Q,
dimana D adalah banyaknya kebutuhan selama satu tahun.
Total biaya pemesanan pertahun = k(D/Q), sehingga:
Total Biaya Per Tahun (TC) = biaya pembelian per tahun + biaya pemesanan
per tahun + biaya penyimpanan per tahun
TC = DC + k(D/Q)+h(Q/2) (2-2)
Hubungan secara umum antara biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan
total biaya dari sistem persediaan dapat dilihat pada gambar berikut:
Biaya
TC minimum
EOQ Jumlah persediaan (Q)
Kurva ordering cost k(D/Q)
Kurva holding cost h (Q/2)
Kurva TC
Gambar 2.3 Grafik Total Biaya Persediaan
Dari gambar diatas terlihat bahwa total biaya minimum terjadi pada saat
kurva total biaya mencapai titik terendah, dimana terlihat pula bahwa pada
saat itu biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan. Dengan
perhitungan kalkulus melalui pengambilan turunan pertama dari persamaan
total biaya akan diperoleh rumusan ukuran pemesanan yang optimum (EOQ),
yaitu :
TC = k(D/Q)+h(Q/2)
menjadi EOQ = 2𝑘𝐷
ℎ (2-3)
dimana: D = tingkat permintaan, unit per tahun
k = biaya per pemesanan
h = biaya penyimpanan perunit pertahun
Q = ukuran pesanan ekonomis
EOQ = Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity)
3. Persediaan Pengaman (Safety Stock) dan Waktu Tunggu (Lead Time).
Menurut Handoko (2008), waktu tunggu (lead time) adalah tenggang waktu yang
diperlukan (yang terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya
bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini perlu diperhatikan karena sangat erat
hubungannya dengan penentuan saat pemesanan kembali (reorder point). Dengan
waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang
tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan
dapat ditekan seminimal mungkin.
Sedangkan persediaan pengaman merupakan suatu persediaan yang
dicadangankan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan.
Persediaan pengaman diperlukan karena dalam kenyataannya jumlah bahan baku
yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang
direncanakan.
Gambar 2.4 Variasi Permintaan Dan Lead Time Dalam Sistem Persediaan
Pada gambar di atas dapat dilihat grafik tingkat persediaan teoritik dan persediaan
nyata dari waktu ke waktu. Adanya perbedaan lead time dan permintaan dari
waktu kewaktu menyebabkan berbedanya tingkat persediaan teoritik dan tingkat
persediaan nyata. Sehingga, bila tidak ada persediaan pengaman maka perusahaan
akan mengalami kekurangan persediaan.
Menurut Gaspersz (2004), persamaan untuk menentukan nilai safety stock adalah:
SS = Z x STD x 𝑙 (2-4)
atau
SS = Z x (D2 x s𝑙2 + (𝑙 x sd2)) (2-5)
dimana: SS = Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Z = Faktor Pengaman (Safety Factor), sangat tergantung pada service
level
STD = Standar deviasi dari permintaan inventori harian
l = Waktu Tunggu (Lead Time)
D = Permintaan Inventori
sl = Standar deviasi untuk waktu tunggu
sd2 = Standar deviasi untuk permintaan inventori
Reorder Point
Safety Stock
Waktu
4. EOQ Dengan Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
Pada model EOQ sebelumnya, informasi lead time belum dipertimbangkan,
sehingga diasumsikan bahwasanya pesanan akan langsung diterima seketika,
sesuai ukuran pemesanan yang dilakukan. Tentunya asumsi ini tidak realistis
karena sesungguhnya pesanan akan diterima setelah selang waktu tertentu setelah
dilakukannya pemesanan. Pada model EOQ dengan titik pemesanan ulang
(reorder point), asumsi tersebut ditiadakan. Pemesanan harus dilakukan sebelum
tingkat persediaan menjadi nol, yaitu ketika persediaan mencapai titik pemesanan
ulang (reorder point). Secara grafis situasi ini dapat digambarkan seperti pada
gambar berikut:
Waktu
Tingkat persediaan
Reorder Point
L L L
Safety Stock
Gambar 2.5 Titik Pemesanan Ulang dan Tenggang Waktu
Titik pemesanan ulang dihitung dengan mengalikan tenggang waktu (l) dengan
permintaan inventori (D) ditambah dengan jumlah persediaan cadangan.
Gaspersz (2004), rumus untuk menetukan jumlah pemesanan ulang adalah:
ROP = SS + (Dxl) (2-6)
dimana: SS = Safety Stock
D = Permintaan Inventori
l = Lead Time
2.7.2 Metode Perencanaan Kebutuhan Material.
Menurut Arman Hakim, Yudha (2008), perencanaan kebutuhan material atau yang
sering dikenal dengan Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem
informasi yang terkomputerisasi untuk mengatur persediaan permintaan yang
dependent dan mengatur jadwal produksi. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi
tingkat persediaan dan meningkatkan produktivitas. Terdapat dua hal penting
dalam MRP yaitu lead time, dan berapa banyaknya jumlah material yang
sebaiknya dipesan.
MRP adalah prosedur penjadwalan untuk proses produksi yang terdiri dari
beberapa level. Informasi yang diberikan menggambarkan kebutuhan produksi
barang jadi dalam sistem, struktur sistem produksi, inventory dan prosedur lot
sizing untuk masing- masing operasi. MRP menentukan jadwal operasi dan
pembelian bahan baku.
Teknik lot sizing merupakan teknik untuk meminimalkan jumlah barang yang
akan dipesan dan meminimalkan biaya persediaan. Objek dari manajemen
persediaan adalah untuk menghitung tingkat persediaan yang optimum yang
sesuai dengan permintaan pasar dan kapasitas perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus bisa mendefinisikan apa yang harus dipesan, kapan harus
memesan, dan berapa banyak yang harus dipesan. Hal ini bukanlah persoalan
yang mudah. Maka dari itu manajemen harus bisa membuat keputusan untuk
memesan seekonomis mungkin barang yang dibutuhkan. Penentuan jumlah
pesanan ekonomis sama dengan ‘Lot Sizing’ (ukuran lot).
Metode Heuristik yang banyak dipakai dalam menyelesaikan masalah Lot Sizing
adalah Silver Meal (SM), Least Unit Cost (LUC), dan Least Total Cost (LTC).
Ketiga metode tersebut berfokus pada pesanan untuk periode berikutnya. Lebih
jauh lagi, ketiga metode tersebut hanya menganggap solusi yang memuaskan
adalah jika persediaan mencapai titik nol. SM memilih jumlah order dengan
melihat biaya pesan yang paling minimal pada tiap periodenya. LUC memilih
jumlah order dengan melihat biaya pesan yang paling minimal pada pesanan
perunitnya. LTC memilih ongkos total minimum dengan menggabungkan
kebutuhan sampai ongkos simpan mendekati ongkos pesan.
2.7.3 Metode JIT (Just In Time)
Arman Hakim, Yudha (2008), metode ini merupakan salah satu operasionalisasi
dari konsep Just In Time (JIT), yang dikembangkan dalam system produksi
Toyota Motor Co. Produksi JIT berarti produksi massal dalam jumlah kecil,
tersedia untuk segera digunakan. Dalam JIT digunakan teknik pengendalian
persediaan yang dinamakan Kanban. Dalam system ini, jenis dan jumlah unit yang
diperlukan oleh proses berikutnya, diambil dari proses sebelumnya, pada saat
diperlukan. Dan ini merupakan tanda bagi proses sebelumnya untuk memproduksi
unit yang baru saja diambil. Jenis dan jumlah unit yang dibutuhkan tersebut ditulis
dalam suatu kartu yang disebut juga Kanban. Dalam system ini digunakan kereta
sebagai tempat komponen, dengan jumlah tetap. Didalam tiap kereta terdapat dua
kartu. Sebuah kartu menandakan pesanan pada produksi, dan sebuah lagi
menandakan pengambilan unit. Perbedaan utama dalam system ini dengan kedua
system sebelumnya terletak pada perbedaan karakteristik “pertimbangan” yang
digunakan untuk mengatur jadwal produksi. Pada dua system terdahulu, dilakukan
proyeksi permintaan yang akan dating, dan selanjutnya penjadwalan produksi
dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut, penjadwalan mendorong
produksi (push system). Sedangkan dalam sistem Kanban, jadwal produksi diatur
sesuai dengan permintaan aktual (pull system).
2.8 Peramalan
Menurut Sofjan Assauri (2008), peramalan adalah prediksi, proyeksi atau estimasi
tingkat kejadian yang tidak pasti dimasa yang akan datang. Ketepatan secara
mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang
adalah mutlak tidak mungkin dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak
dapat melihat kejadian yang akan datang dengan pasti, diperlukan waktu dan
tenaga besar agar dapat memiliki kekuatan untuk menarik kesimpulan terhadap
kejadian yang akan datang. Peramalan/ forecasting merupakan proses untuk
memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan
dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka
memenuhi permintaan barang atau jasa.
Dengan digunakannya metode-metode peramalan maka akan memberikan hasil
peramalan yang lebih dapat dipercaya ketetapannya. Oleh karena masing-masing
metode peramalan berbeda-beda, maka penggunaannya harus hati-hati terutama
dalam pemilihan metode untuk penggunaan dalam kasus tertentu.
Peramalan dapat menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal
maupun informal. Aktivitas peramalan ini biasa dilakukan oleh departemen
pemasaran dan hasil-hasil dari peramalan ini sering disebut sebagai ramalan
permintaan. Bagian permintaan biasanya melakukan perencanaan berdasarkan
hasi-lhasil ramalan permintaan, sehingga informasi yang dikirim dari bagian
permintaan ke bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC)
semestinya memisahkan antara permintaan yang dikembangkan berdasarkan
rencana permintaan yang umumnya masih bersifat tidak pasti dan pesanan-
pesanan yang bersifat pasti.
2.8.1 Jenis-jenis Metode Peramalan
1. Metode Regresi Linier (Linier Regression)
Arman Hakim, Yudha (2008), metode regresi linier sering sekali dipakai untuk
memecahkan masalah-masalah dalam penaksiran tentunya hal ini berlaku juga
dalam peramalan sehingga metode regresi linier menjadi suatu metode yang
mempunyai taksiran terbaik diantara metode-metode yang lain. Metode regresi
linier dipergunakan sebagai metode peramalan apabila pola historis dari data
actual permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan menaik dari waktu
ke waktu. Istilah regresi linier berarti, bahwa rataan (µy|x) berkaitan linier dengan
x dalam bentuk persamaan linier populasi. Rumus untuk menghitung peramalan
dengan metode Linier Regression adalah:
µy|x = α + βx (2-7)
Koefisien regresi α dan β merupakan dua parameter yang akan ditaksir dari data
sampel. Bila taksiran untuk kedua parameter itu masing-masing dinyatakan
dengan a dan b maka µy|x dapat ditaksir dengan ŷ dari bentuk garis regresi
berdasarkan sampel atau garis kecocokan regresi
ŷ = a + bx (2-8)
dimana: ŷ = nilai ramalan permintaan pada peiode ke-t
a = intersept
b = slope dari garis kecenderungan, merupakan tingkat perubahan dalam
permintaan.
x = indeks waktu ( t = 1,2,3,...,n) ; n adalah banyaknya periode waktu
Dengan taksiran a dan b masing-masing menyatakan perpotongan dengan sumbu
y dan kenaikannya. Lambang ŷ digunakan di sini untuk membedakan antara
taksiran atau nilai prediksi yang diberikan oleh garis regresi sampel dan nilai y
amatan percobaan yang sesungguhnya untuk suatu nilai x. Slope dan intersept dari
persamaan regresi linier dihitung dengan menggunakan formula berikut:
b = n . xy− x. y
n. x2−( x)2 (2-9)
a = y−b. x
n (2-10)
dimana: b = slope dari persamaan garis lurus
a = intersept dari persamaan garis lurus
x = index waktu
y = variabel permintaan (data aktual permintaan)
2. Metode Exponential Smoothing (ES)
Menurut Gaspersz (2004), metode peramalan dengan pemulusan eksponensial
biasanya digunakan untuk pola data yang tidak stabil atau perubahannya besar dan
bergejolak. Metode permalan ini bekerja hampir serupa dengan alat thermostat.
Apabila galat ramalan (forecast error) adalah positif, yang berarti nilai aktual
permintaan lebih tinggi daripada nilai ramalan (A–F>0), maka model pemulusan
eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai ramalannya. Sebaliknya,
apabila galat ramalan (forecast error) adalah negatif, yang berarti nilai aktual
permintaan lebih rendah
daripada nilai ramalan (A – F < 0), maka metode pemulusan eksponensial akan
secara otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses penyesuaian ini berlangsung
secara terus-menerus, kecuali galat ramalan telah mencapai nol. Peramalan
menggunakan metode pemulusan eksponensial dilakukan berdasarkan formula
seperti di bawah ini.
F = Ft-1 + α(At-1 - Ft-1) (2-11)
dimana: Ft = nilai ramalan untuk periode waktu ke-t
Ft-1 = nilai ramalan untu satu periode waktu yang lalu, t-1
At-1 = nilai aktual untuk satu periode waktu yang lalu, t-1
α = konstanta pemulusan (smoothing constant)
2.8.2 Ukuran Akurasi Peramalan
Validasi metode peramalan terutama dengan menggunakan metode-metode di atas
tidak dapat lepas dari indikator-indikator dalam pengukuran akurasi peramalan.
Bagaimanapun juga terdapat sejumlah indikator dalam pengukuran akurasi
peramalan, tetapi yang paling umum digunakan adalah mean absolute deviation,
mean absolute percentage error, dan mean squared error.
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Akurasi peramalan akan tinggi apabila nilai-nilai MAD, mean absolute
percentage error, dan mean squared error semakin kecil. MAD merupakan nilai
total absolut dari forecast error dibagi dengan data. Atau yang lebih mudah adalah
nilai kumulatif absolut error dibagi dengan periode. Menurut Gaspersz (2004),
formula untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut:
MAD = (absolut dar i forecast error )
n (2-12)
2. Tracking Signal
Menurut Gaspersz (2004), Tracking Signal merupakan suatu ukuran bagaimana
baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai aktual suatu ramalan
diperbaharui setiap minggu, bulan atau triwulan, sehingga data permintaan yang
baru dibandingkan terhadap nilai-nilai ramalan. Tracking signal dihitung sebagai
running sum of the forecast errors dibagi dengan mean absolute deviation.
Tracking Signal = 𝑅𝑆𝐹𝐸
𝑀𝐴𝐷 (2-14)
Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih
besar daripada ramalan, sedangkan apabila negatif berarti nilai aktual permintaan
lebih kecil daripada ramalan. Pada setiap peramalan, tracking signal terkadang
digunakan untuk melihat apakah nilai-nilai yang dihasilkan berada di dalam atau
di luar batas-batas pengendalian dimana nilai-nilai tracking signal itu bergerak
antara -4 sampai +4.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka penelitian yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah yang diteliti
adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1 Kerangka penelitian dan tahapannya
Pengumpulan Data
(Data Pembelian, Data Penggunaan, Biaya
Pemesanan, Harga Bahan Baku Alumunium,
dan Biaya Penyimpanan)
Perhitungan Kesalahan Peramalan
(MAD, Tracking Signal)
Penerapan Metode EOQ dalam pengendalian persediaan bahan baku Alumunium,
menghitung nilai ROP dan nilai Safety Stock
Perbandingan Total Biaya hasil perhitungan
EOQ dan Total Biaya menurut perusahaan
Simpulan dan Saran
Uji Variability Coefficient
Peramalan menggunakan metode Linier
Regression and Single Exponential
Smoothing
Observasi Awal
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Berikut penjelasan dari tahapan-tahapan yang dilakukan berdasarkan gambar
diatas
3.1 Observasi Awal
Observasi yang dilakukan pertama kali untuk menetukan permasalahan yang ada
adalah dengan melakukan studi pendahuluan berupa wawancara dengan
penanggung jawab bahan baku, serta karyawan yang terkait dalam proses
produksi, persediaan, dan pengguna bahan baku untuk mencari informasi
mengenai ketersediaan bahan baku dan pengelolaanya di ruang produksi.
3.2 Identifikasi Masalah
Setelah melakukan observasi maka dilakukan analisa permasalahan apa saja yang
muncul selama proses pengelolaan bahan baku, setelah ditetapkan masalah yang
akan dianalisa maka selanjutnya ditentukan apa saja langkah-langkah dan rencana
untuk menyelesaikan masalah yang diteliti. Masalah yang muncul hasil dari
identifikasi yang sudah dilakukan yaitu ketika perusahaan mengalami kekurangan
persediaan bahan baku Alumunium dimana jumlah penggunaan bahan baku
Alumunium tidak sama dengan jumlah pembelian bahan baku Alumunium yang
tentu hal ini akan mempengaruhi jalannya produksi dan juga mempengaruhi biaya
total persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Setelah identifikasi masalah
dilakukan ditentukanlah batasan-batasan masalah agar penelitian tidak keluar dari
ruang lingkup masalah yang sudah ditetapkan, guna mencari manfaat yang
sebesar-besarnya untuk kemajuan perusahan
3.3 Studi Pustaka
Tahapan ini dilakukan dengan cara mencari data dan informasi dari sumber-
sumber yang menunjang keberhasilan penelitian, berupa buku-buku, jurnal-jurnal,
dan dokumen umum perusahaan yang relevan dengan topik penelitian. Informasi
yang digunakan adalah informasi yang berkaitan dengan pengendalian persediaan
menggunakan metode Economic Order Quantity dan juga peramalan.
3.4 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari hasil pengamatan
secara langsung, yang meliputi :
Data-data penggunaan bahan baku yang digunakan (Historical Data).
Data-data jumlah bahan baku yang dipesan.
Data biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses pembelian dan pemesanan
bahan baku
Data biaya-biaya yang dikeluarkan selama penyimpanan
Data-data lainnya yang menunjang proses pengelolaan bahan baku
3.5 Pengolahan Data dan Analisanya
Langkah-langkah dalam pengolahan data:
1. Data yang sudah didapatkan kemudian dibuat kedalam sebuah grafik untuk
melihat pola penggunaan bahan baku Alumunium karena hal ini akan
berpengaruh terhadap pemilihan jenis metode peramalan yang akan
digunakan.
2. Pengujian Variability Coefficient, data penggunaan bahan baku Alumunium
diuji terlebih dahulu, apakah datanya bersifat fluktuatif atau tidak, karena hal
ini berpengaruh terhadap pemilihan metode pengendalian persediaan yang
akan digunakan.
3. Metode peramalan yang digunakan menggunakan metode Linier Regression,
dan metode Single Exponential Smoothing.
4. Pengujian kesalahan peramalan untuk melihat tingkat kesalahan peramalan
dari metode peramalan yang digunakan, yaitu meliputi uji Mean Absolute
Deviation (MAD) dan tracking Signal. Kesalahan terkecil ditandai dengan
nilai MAD dan nilai Tracking Signal yang memiliki nilai terkecil.
5. Data penggunaan bahan baku Alumunium dianalisa menggunakan metode
EOQ untuk menentukan jumlah pemesanan barang yang ekonomis, kemudian
waktu pemesanan ulang dan jumlah safety stock, sehingga dengan pengolahan
data ini akan didapatkan nilai optimal untuk jumlah pemesanan dan jumlah
persediaan yang harus disimpan.
6. Membandingkan nilai total biaya persediaan yang didapatkan dari hasil
perhitungan menggunakan metode EOQ dan total biaya persediaan yang
didapatkan hasil dari perhitungan perusahaan untuk melihat nilai
penghematan yang bisa didapatkan. Untuk kondisi usulan yaitu kondisi
peenggunaan bahan baku Alumunium yang telah dibuatkan peramalan yang
terbaik kemudian penentuan jumlah pemesanan dan jumlah persediaan yang
harus disimpan menggunakan metode Economic Order Quanity (EOQ)
3.6 Kesimpulan dan Saran
Setelah dilakukan pengolahan data dan analisanya maka selanjutnya bisa ditarik
kesimpulan hasil dari penelitian yang dilakukan serta mampu memberikan saran
yang tepat dalam upaya untuk memajukan perusahaan di masa yang akan datang.
Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai hasil dan analisa data-data yang
didapatkan selama penelitiaan.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Pengumpulan data
Penelitian ini dilakukan di gudang bahan baku PT. X, data yang dikumpulkan
berasal dari pencatatan penggunaan bahan baku di bagian PPIC. Produk yang
dihasilkan oleh PT. X ini adalah Alumunium Sulfat dimana salah satu bahan baku
yang terpenting untuk pembuatan produk ini adalah Alumunium, sehingga
penelitian dikhususkan pada bahan baku Alumunium saja.
1. Data Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku
Berikut adalah data-data rekaman jumlah pembelian Alumunium dari pemasok
yang dilakukan dan dicatat oleh PT. X selama dua tahun terkahir dari Januari
2011-Desember 2012.
Tabel 4.1 Data pembelian bahan baku alumunium (dalam Kg)
No Bulan Pembelian Tahun
2011 2012
1 Januari 80490 87986
2 Februari 82908 86756
3 Maret 84096 89098
4 April 81788 89786
5 Mei 79967 89974
6 Juni 80456 91231
7 Juli 86230 90112
8 Agustus 84672 90979
9 September 83091 90374
10 Oktober 82667 90142
11 November 84781 91456
12 Desember 86921 91209
total 998067 1079103
rata-rata 83172.25 89925.25
Untuk penggunaan bahan baku, bahan baku yang ada digudang sebagian besar
digunakan untuk proses produksi dan sebagian disimpan untuk cadangan produksi
berikutnya maupun sebagai cadangan apabila sewaktu-waktu mendapatkan
kesulitan bahan baku dipasaran. Data penggunaan bahan baku Alumunium di PT.
X dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Data penggunaan bahan baku Alumunium (dalam Kg)
No Bulan
Tahun
2011 2012
1 Januari 80188 87019
2 Februari 83674 86719
3 Maret 83989 88290
4 April 82778 90568
5 Mei 80119 90778
6 Juni 80199 89734
7 Juli 86781 90675
8 Agustus 84119 91342
9 September 83148 90897
10 Oktober 82237 89978
11 November 85711 90654
12 Desember 87911 92343
Total 1000854.00 1078997.00
Rata-rata 83404.50 89916.42
2. Biaya Pemesanan dan Biaya Pembelian Bahan Baku
Biaya Pemesanan merupakan seluruh biaya yang terjadi mulai dari pemesanan
barang sampai tersedianya barang di gudang. Data-data ini diolah dari jumlah
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan per sekali pesan yang merupakan rata-
rata biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Rincian biaya tiap kali pemesanan
untuk semua jenis bahan baku adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Rincian biaya pemesanan bahan baku Alumunium
Jenis biaya
Tahun
2011 2012
Biaya pemeriksaan Rp. 220.000 Rp. 250.000
biaya administrasi Rp. 265.000 Rp. 291.000
biaya pencatatan Rp. 245.000 Rp. 262.000
biaya transportasi Rp. 7.000.000 Rp. 13.000.000
biaya bongkar muat Rp. 3.000.000 Rp. 5.360.000
jumlah Rp. 10.730.000 Rp. 19.163.000
Frekuensi Pemesanan 18 kali 12 kali
Tahun 2012 mengalami kenaikan dalam biaya transportasi dan bongkar muat
karena adanya kenaikan harga pengiriman dan juga penambahan jumlah bahan
baku yang dipesan.
Adapun biaya pembelian untuk bahan baku adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Harga bahan baku Alumunium
Tahun Harga bahan baku
Alumunium per Kg
2011 Rp 14.500,00
2012 RP 15.000,00
3. Biaya Penyimpanan Bahan Baku (Holding Cost)
Biaya penyimpanan merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
menangani penyimpanan bahan baku Alumunium. Dalam menangani
penyimpanan bahan baku, PT. X memberikan kebijakan dalam menanggung biaya
penyimpanan yang bisa dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Biaya penyimpanan Alumunium
Jenis Biaya Tahun
2011 2012
Biaya penyimpanan terhadap
satuan per kg Alumunium (10%) Rp 1.450 Rp 1.500
4. Lead Time (Waktu Tenggang) Pemesanan Bahan baku.
Lead Time merupakan selisih atau perbedaan waktu antara saat pemesanan sampai
dengan barang diterima. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Lead time
bahan baku Alumunium adalah 10 hari.
4.2 Pengolahan Data
Data aktual penggunaan Alumunium dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Data penggunaan Alumunium
Bulan Periode Jumlah Penggunaan
Alumunium (Kg)
Januari (2011) 1 80188
Februari 2 83674
Maret 3 83989
April 4 82778
Mei 5 80119
Juni 6 80199
Juli 7 86781
Agustus 8 84119
September 9 83148
Oktober 10 82237
November 11 85711
Desember 12 87911
Januari (2012) 13 87019
Februari 14 86719
Maret 15 88290
April 16 90568
Mei 17 90778
Juni 18 89734
Juli 19 90675
Agustus 20 91342
September 21 90897
Oktober 22 89978
November 23 90654
Desember 24 92343
Gambar 4.1 Grafik Penggunaan Alumunium Tahun 2011-2012
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa pengunaan Alumunium terus
meningkat, walaupun ada sedikit fluktuasi di tahun 2011 sehingga data tersebut
harus diuji tingkat fluktuasinya
1. Pengujian Variability Cofficient
Menurut Peterson dan Silver (1979) rumus untuk menentukan Variability
Cofficient adalah:
v =n Dt
2nt=1
Dt2n
t=1 − 1 atau
V = Varian kebutuhan per periode
Kuadrat dari rata −rata kebutuhan per periode
Berdasarkan rumus diatas, hasil dari pengujian data penggunaan bahan baku
Alumunium adalah 0.00085, karena hasilnya dibawah 0.25 maka metode untuk
pengendalian bahan baku menggunakan metode EOQ
2. Peramalan Penggunaan Alumunium
Metode peramalan yang akan digunakan adalah dengan 2 metode peramalan
karena sifat datanya cenderung naik, yaitu metode Linier Regression dan Single
76000
80000
84000
88000
92000
96000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Periode Penggunaan Alumunium tahun
2011-2012
Ju
mla
h P
en
gg
un
aa
n
Alu
mu
niu
m (
Kg)
Exponential Smoothing (SES). Masing-masing dari metode-metode tersebut dapat
meramalkan penggunaan Alumunium untuk periode yang telah ditentukan.
A. Perhitungan Peramalan Menggunakan Metode Linier Regression
Perhitungan pada metode regresi linier dilakukan secara manual. Perhitungan
Regresi Linier untuk penggunaan Alumunium dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Data perhitungan peramalan menggunakan metode Linier Regression
Bulan Periode
(x)
Data Penggunaan
Alumunium
Aktual (Kg) (y)
x.y x2
Januari (2011) 1 80188 80188 1
Februari 2 83674 167348 4
Maret 3 83989 251967 9
April 4 82778 331112 16
Mei 5 80119 400595 25
Juni 6 80199 481194 36
Juli 7 86781 607467 49
Agustus 8 84119 672952 64
September 9 83148 748332 81
Oktober 10 82237 822370 100
November 11 85711 942821 121
Desember 12 87911 1054932 144
Januari (2012) 13 87019 1131247 169
Februari 14 86719 1214066 196
Maret 15 88290 1324350 225
April 16 90568 1449088 256
Mei 17 90778 1543226 289
Juni 18 89734 1615212 324
Juli 19 90675 1722825 361
Agustus 20 91342 1826840 400
September 21 90897 1908837 441
Oktober 22 89978 1979516 484
November 23 90654 2085042 529
Desember 24 92343 2216232 576
Jumlah 300 2079851 26577759 4900
b = n . xy− x. y
n. x2−( x)2
b = (24.26577759)−(300.2079851)
24.4900 −3002
b = 504.02
a = y−b. x
n
a = 2079851−(504,02.300)
24
a= 80360.22
Sehingga berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat ditentukan rumus
persamaan garisnya untuk peramalan pada periode selanjutnya
Y = 80360,22 + 504,02(x)
Perhitungan peramalan untuk regresi linier secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.8 Hasil peramalan menggunakan metode Linier Regression
Bulan Periode Hasil Peramalan (Kg)
Januari (2011) 1 80864
Februari 2 81368
Maret 3 81872
April 4 82376
Mei 5 82880
Juni 6 83384
Juli 7 83888
Agustus 8 84392
September 9 84896
Oktober 10 85400
November 11 85904
Desember 12 86408
Januari (2012) 13 86912
Februari 14 87416
Maret 15 87921
April 16 88425
Mei 17 88929
Juni 18 89433
Juli 19 89937
Agustus 20 90441
September 21 90945
Oktober 22 91449
November 23 91953
Desember 24 92457
Gambar 4.2 Grafik Penggunaan Aktual Alumunium dan Hasil Peramalan
Menggunakan Metode Linier Regression
Hasil perhitungan peramalan dengan metode regresi linier dapat diukur
ketepatannya dengan menggunakan tracking signal. Berikut ini adalah tabel yang
merangkum perhitungan tracking signal metode regresi linier.
76000
80000
84000
88000
92000
96000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324AktualHasil Permalan
Periode Penggunaan Alumunium tahun 2011-2012
Ju
mla
hP
en
gg
un
aan
Alu
mu
niu
m(K
g)
Tabel 4.9 Nilai Tracking Signal menggunakan metode peramalan Linier Regression
Bulan Periode MAD Tracking Signal
Januari (2011) 1 676 -1.00
Februari 2 1491 1.09
Maret 3 1700 2.20
April 4 1375 3.02
Mei 5 1652 0.84
Juni 6 1908 -0.94
Juli 7 2049 0.53
Agustus 8 1827 0.45
September 9 1818 -0.51
Oktober 10 1952 -2.09
November 11 1793 -2.39
Desember 12 1768 -1.57
Januari (2012) 13 1641 -1.63
Februari 14 1573 -2.14
Maret 15 1493 -2.01
April 16 1534 -0.56
Mei 17 1552 0.64
Juni 18 1483 0.87
Juli 19 1444 1.41
Agustus 20 1416 2.07
September 21 1351 2.13
Oktober 22 1357 1.04
November 23 1354 0.08
Desember 24 1302 0.00
Gambar 4.3 Grafik Tracking Signal Linier Regression
B. Perhitungan Peramalan Metode Exponential Smoothing Model
Perhitungan manual terhadap peramalan penggunaan Alumunium akan dilakukan
pada nilai α sebesar 0.3, 0.5, 0.9. hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.10 Hasil peramalan menggunakan metode Exponential Regression
Bulan Periode Hasil peramalan
α = 0.3
Hasil peramalan
α = 0.5
Hasil peramalan
α = 0.9
Jan (2011) 1 86660 86660 86660
Februari 2 84718 83424 80835
Maret 3 84405 83549 83390
April 4 84280 83769 83929
Mei 5 83830 83274 82893
Juni 6 82716 81696 80396
Juli 7 81961 80948 80219
Agustus 8 83407 83864 86125
September 9 83621 83992 84320
Oktober 10 83479 83570 83265
November 11 83106 82903 82340
Desember 12 83888 84307 85374
Januari (2012) 13 85095 86109 87657
Februari 14 85672 86564 87083
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
BKA
Tracking Signal
BKB
Periode
Tra
ckin
gS
ign
al
Peta Kontrol Tracking Signal Linier Regression
Maret 15 85986 86642 86755
April 16 86677 87466 88137
Mei 17 87844 89017 90325
Juni 18 88725 89897 90733
Juli 19 89027 89816 89834
Agustus 20 89522 90245 90591
September 21 90068 90794 91267
Oktober 22 90317 90845 90934
November 23 90215 90412 90074
Desember 24 90347 90533 90596
Jan (2013) 25 90946 90477 90577
Gambar 4.4 Grafik Penggunaan Aktual Alumunium dan Hasil Peramalan
Menggunakan Metode Single Exponential Smoothing α = 0.3
76000
80000
84000
88000
92000
96000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324
AktualHasil Peramalan Periode Penggunaan Alumunium tahun 2011-2012
Ju
mla
hP
en
gg
un
aa
n
Alu
mu
niu
m(K
g)
Gambar 4.5 Grafik Penggunaan Aktual Alumunium dan Hasil Peramalan
Menggunakan Metode Single Exponential Smoothing α = 0.5
Gambar 4.6 Grafik Penggunaan Aktual Alumunium dan Hasil Peramalan
Menggunakan Metode Single Exponential Smoothing α = 0.9
76000
80000
84000
88000
92000
96000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24Aktual
Hasil Peramalan Periode Penggunaan Alumunium tahun 2011-2012
Ju
mla
hP
en
ggu
naan
Alu
mu
niu
m(K
g)
76000
80000
84000
88000
92000
96000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
AktualHasil Peramalan Periode Penggunaan Alumunium tahun 2011-2012
Ju
mla
hP
en
gg
un
aa
n
Alu
mu
niu
m(K
g)
Hasil perhitungan peramalan dengan metode Exponential Smoothing dapat diukur
ketepatannya dengan menggunakan tracking signal. Berikut ini adalah tabel yang
merangkum perhitungan tracking signal metode Exponential Smoothing
Tabel 4.11 Nilai Tracking Signal menggunakan metode peramalan Exponential
Smoothing Model
Bulan Periode MAD
α = 0.3
Tracking
Signal
α = 0.3
MAD
α = 0.5
Tracking
Signal
α = 0.5
MAD
α = 0.9
Tracking
Signal
α = 0.9
Januari (2011) 1 6472 -1.00 6472 -1.00 6472 -1.00
Februari 2 3758 -2.00 3361 -1.85 4655 -0.78
Maret 3 2644 -3.00 2387 -2.42 3303 -0.92
April 4 2359 -4.00 2038 -3.32 2765 -1.51
Mei 5 2629 -5.00 2262 -4.39 2767 -2.51
Juni 6 2610 -6.00 2134 -5.35 2339 -3.06
Juli 7 2926 -3.71 2663 -2.10 2942 -0.20
Agustus 8 2649 -3.82 2362 -2.26 2825 -0.92
September 9 2407 -4.40 2193 -2.82 2641 -1.43
Oktober 10 2291 -5.17 2107 -3.57 2480 -1.94
November 11 2319 -3.98 2171 -2.17 2561 -0.56
Desember 12 2461 -2.12 2290 -0.48 2559 0.43
Januari (2012) 13 2420 -1.36 2184 -0.09 2411 0.19
Februari 14 2322 -0.97 2039 -0.02 2265 0.05
Maret 15 2321 0.03 2013 0.80 2216 0.74
April 16 2419 1.63 2081 2.26 2230 1.83
Mei 17 2449 2.81 2062 3.14 2125 2.13
Juni 18 2369 3.33 1957 3.23 2063 1.71
Juli 19 2331 4.09 1899 3.78 1998 2.19
Agustus 20 2306 4.93 1859 4.45 1936 2.64
September 21 2235 5.45 1775 4.71 1861 2.55
Oktober 22 2149 5.51 1734 4.33 1820 2.08
November 23 2075 5.92 1669 4.64 1766 2.48
Desember 24 2072 6.90 1675 5.70 1766 3.47
Gambar 4.7 Grafik Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.3
Gambar 4.8 Grafik Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.5
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
BKA
Tracking Signal
BKB
Periode
Tra
ckin
gS
ign
al
Peta Kontrol Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.3
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
BKA
Tracking Signal
BKB
Periode
Tra
ckin
gS
ign
al
Peta Kontrol Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.5
Gambar 4.9 Grafik Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.9
Untuk perbandingan keseluruhan nilai Tracking Signal dari seluruh metode yang
dipakai dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Hasil perbandingan keseluruhan nilai Tracking Signal dari seluruh
metode yang dipakai
Regression
Linier
Exponential
Smoothing
α = 0.3
Exponential
Smoothing
α = 0.5
Exponential
Smoothing
α = 0.9
-1.00 -1.00 -1.00 -1.00
1.09 -2.00 -1.85 -0.78
2.20 -3.00 -2.42 -0.92
3.02 -4.00 -3.32 -1.51
0.84 -5.00 -4.39 -2.51
-0.94 -6.00 -5.35 -3.06
0.53 -3.71 -2.10 -0.20
0.45 -3.82 -2.26 -0.92
-0.51 -4.40 -2.82 -1.43
-2.09 -5.17 -3.57 -1.94
-2.39 -3.98 -2.17 -0.56
-1.57 -2.12 -0.48 0.43
-1.63 -1.36 -0.09 0.19
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
BKA
Tracking Signal
BKB
Periode
Tra
ck
ing
Sig
na
l
Peta Kontrol Tracking Signal Exponential Smoothing α = 0.9
-2.14 -0.97 -0.02 0.05
-2.01 0.03 0.80 0.74
-0.56 1.63 2.26 1.83
0.64 2.81 3.14 2.13
0.87 3.33 3.23 1.71
1.41 4.09 3.78 2.19
2.07 4.93 4.45 2.64
2.13 5.45 4.71 2.55
1.04 5.51 4.33 2.08
0.08 5.92 4.64 2.48
0.00 6.90 5.70 3.47
Berdasarkan data di atas metode peramalan yang memiliki nilai Tracking Signal
yang paling mendekati nol adalah metode Regression Linier.
3. Perhitungan EOQ
Berdasarkan data penggunaan Alumunium yang telah diperoleh dari perusahaan,
diketahui bahwa tingkat penggunaan Alumunium bersifat turun naik. Karena itu,
untuk menentukan jumlah pembelian bahan baku Alumunium yang sesuai dengan
kondisi bahan baku yang digunakan maka digunakanlah metode EOQ.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk menentukan jumlah bahan baku yang
dipesan secara ekonomis untuk melihat efesiensi yang ditimbulkan oleh penerapan
metode EOQ ini. Jumlah pengunaan Alumunium, harga bahan baku per unit dan
besarnya biaya pemesanan pada PT. X selama periode tahun 2011-2012 dapat
dihitung sebagai berikut:
Tabel 4.13 Pemakaian Bahan Baku, Biaya Pemesanan, dan Biaya Penyimpanan
Tahun
Penggunaan
Biaya
Pemesanan
Biaya
penyimpanan
per Kg
Alumuinum
Jumlah
(Kg) harga/kg total biaya
2011 1.000.854 Rp 14.500 Rp 14.512.383.000 Rp 10.730.000 Rp 1.450
2012 1.078.997 Rp 15.000 Rp 16.184.955.000 Rp 19.163.000 Rp 1.500
Rumus umtuk menentukan besarnya nilai EOQ (Economic Order Quantity)
adalah sebagai berikut:
EOQ = 2𝑘𝐷
ℎ
dimana:
D = tingkat permintaan, unit per tahun
k = biaya per pemesanan
h = biaya penyimpanan perunit pertahun
Q = ukuran pesanan ekonomis
EOQ = Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity)
A. Nilai EOQ tahun 2011:
EOQ = 2 x 10.730.000 x 1.000.854
1.450
EOQ = 121.707,19 Kg
Dengan frekuensi pembelian bahan baku Alumunium yang diperlukan oleh
perusahaan yaitu:
1.000.854
121.707,19 = 8,22 dibulatkan menjadi 8
Dengan daur pemesanan ulang adalah:
360
8,22 = 43,8 hari, dibulatkan menjadi 44 hari
B. Nilai EOQ tahun 2012:
EOQ = 2 x 19.163.000x 1.078.997
1.500
EOQ = 166.039,43 Kg
Dengan frekuensi pembelian bahan baku Alumunium yang diperlukan oleh
perusahaan yaitu:
1.078.997
166.039,43 = 6,50 dibulatkan menjadi 7
Dengan daur pemesanan ulang adalah:
360
6,50 = 55,38 hari dibulatkan menjadi 55 hari
4. Perhitungan Safety Stock
Persediaan pengaman (Safety Stock) berguna untuk melindungi perusahaan dari
resiko kehabisan bahan baku (Stock Out) dan keterlambatan penerimaan bahan
baku yang dipesan. Setelah diketahui berapa besarnya standar deviasi masing-
masing tahun maka akan ditetapkan jumlah nilai safety stock nya. Dalam
perhitungan safety stock ini manajemen perusahaan menentukan seberapa jauh
bahan baku yang masih dapat diterima. Batas toleransi yang digunakan oleh
perusahaan adalah 5% diatas perkiraan dan 5% dibawah perkiraan dengan nilai
1,65.
Perhitungan Safety Stock dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
SS = Z x STD x 𝑙
Dimana:
SS = Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Z = Faktor Pengaman (Safety Factor), sangat tergantung pada service level
STD = Standar deviasi dari permintaan inventori harian
l = Waktu Tunggu (Lead Time)
Lead Time (l) = 10 hari = ( bulan) = 10/30
Service Level (Z) = 100% - batas toleransi = 100%-10% = 90%
= z, untuk 90%
= 1,65 (lihat tabel z terlampir )
A. Safety Stock 2011
SS = Z x STD x 𝑙
Standar deviasi permintaan (STD) = 2.543,99 Kg/ bulan
= 1,65 x 2.543.99 x 10
30
= 2.423,48 Kg
B. Safety Stock 2012
SS = Z x STD x 𝑙
Standar deviasi permintaan (STD) = 1.718,07 Kg/ bulan
= 1,65 x 1.718,07 x 10
30
= 1.636,68 Kg
5. Perhitungan Waktu Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Saat pemesanan kembali atau Reorder Point (ROP) adalah saat dimana
perusahaan harus melakukan pemesanan bahan bakunya kembali, sehingga
penerimaan bahan baku yang dipesan dapat tepat waktu. Karena dalam melakukan
pemesanan bahan baku tidak dapat langsung diterima hari itu juga. Besarnya sisa
bahan baku yang masih tersisa hingga perusahaan harus melakukan pemesanan
kembali adalah sebesar ROP yang telah dihitung.
Dalam penelitian ini digunakan model Reorder Point dimana tingkat permintaan
bersifat variabel dan Lead Time bersifat konstan. Lead time untuk semua jenis
bahan baku adalah 10 hari.
Perhitungan ROP adalah:
ROP = SS + (Dxl)
dimana:
SS = Safety Stock
D = Permintaan Inventori
l = Lead Time
A. Reorder Point 2011
ROP = SS + (Dxl)
= 2.423,48 + 1.000.854
360 x 10
= 30.224,98 Kg
B. Reorder Point 2012
ROP = SS + (Dxl)
= 1.636,68 + 1.078.997
360 x 10
= 31.608,82 Kg
6. Perhitungan Total Cost (TC)
Untuk mengetahui apakah perhitungan pembelian persediaan menurut EOQ lebih
baik dibandingkan dengan metode konvensional perusahaan, maka perlu
dibandingkan Total Cost menurut perusahaan dengan Total Cost menurut
perhitungan EOQ. Perbandingan tersebut akan membantu perusahaan apakah
kebijakan yang selama ini diambil telah tepat ataukah perlu untuk dilakukan
perbaikan.
Perhitungan Total Cost menurut EOQ dapat dihitung dengan persamaan:
TC = DC+k(D/Q)+h(Q/2)
Dimana:
D = tingkat permintaan, unit per tahun
C = harga barang per Kg
k = biaya per pemesanan
h = biaya penyimpanan perunit pertahun
Q = ukuran pesanan ekonomis
EOQ = Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity)
A. Nilai Total Cost tahun 2011
TC = DC+k(D/Q)+h(Q/2)
= (1.000.854 x 14.500) + (10.730.000 x (1.000.884/121.707,19)) + (1450 x
(121.707,19/2))
= Rp 14.512.383.000,00 + Rp 176.478.065,00
= Rp 14.688.861.065
B. Nilai Total Cost tahun 2012
TC = DC+k(D/Q)+h(Q/2)
= (1.078.997 x 15.000) + (19.163.000 x (1.078.997/166.039,43) + (1500 x
(166.039,43/2))
= Rp 16.184.955.000,00 + Rp 249.059.147,00
= Rp 16.434.014.147,00
4.3 Analisa Data
1. Peramalan Penggunaan Alumunium
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. X, maka dapat dilihat komponen data
cenderung naik dengan demikian metode peramalan yang mempertimbangkan
kecerendungan pola naik maka metode yang digunakan adalah peramalan dengan
metode Linear Regression dan Exponential Smoothing. Berdasarkan hasil
perhitungan peramalan dan grafik diatas maka kriteria pemilihan metode
berdasarkan nilai MAD dan Tracking Signal, sehingga dapat ditentukan
peramalan terbaik adalah peramalan dengan metode Regression Linier karena
memiliki nilai MAD dan Tracking Signal memiliki nilai yang paling kecil.
2. Perhitungan Economic Order Quantity
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pembelian Alumunium yang
optimal untuk setiap kali pesan pada tahun 2011 adalah 121.707,19 Kg. Frekuensi
pembelian untuk jumlah bahan baku Alumunium tersebut adalah 8,22 dibulatkan
menjadi 8 kali. Sedangkan daur pemesanan ulang untuk setiap kali pembelian
adalah 43,8 hari atau dibulatkan menjadi 44 hari. Sedangkan untuk tahun 2012,
pembelian optimal untuk setiap kali pesan sebanyak 166.039,43 Kg. Kemudian
frekuensi pembelian Alumunium adalah 6,50 sehingga dibulatkan menjadi 7 kali,
sedangkan daur pemesanan ulang pembelian Alumunium adalah 55,38 hari atau
dibulatkan 55 hari.
3. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Bahan Baku
Fungsi dari safety stock yaitu untuk mengurangi risiko kehabisan persediaan.
Semakin besar tingkat safety stock-nya maka kemungkinan kehabisan persediaan
semakin kecil. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk bahan baku yang dianalisa
didapatkan safety stock-nya yaitu sebanyak 2.423,48 Kg untuk tahun 2011, dan
untuk tahun 2012 sebanyak 1.636,68 Kg, hal ini berarti bahwa perusahaan harus
memiliki persediaan Alumunium minimal 2.423,48 Kg untuk tahun 2011, dan
untuk tahun 2012 sebanyak 1.636,68 Kg untuk mengantisipasi terjadinya
kekurangan barang dalam kebutuhan produksi.
4. Waktu Pemesanan Kembali (Reorder Point) Bahan Baku
Fungsi menentukan reorder point (ROP) yaitu untuk mengetahui berapa banyak
batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak
terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama
masa tenggang. Dalam penelitian ini, ROP ditambahkan dengan safety stock yang
mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock
selama masa tenggang. Berdasarkan keadaan yang dialami perusahaan maka
diketahui bahwa waktu tenggang pemesanan bahan baku untuk setiap jenis bahan
baku yaitu 10 hari. Sedangkan rata-rata penggunaan untuk jenis bahan baku
Alumunium tahun 2011 sebanyak 2.780,15 Kg/ hari dan untuk tahun 2012
sebanyak 2.997,21 Kg/ hari. Dengan demikian dengan diketahuinya lead time dan
permintaan rata-rata maka digunakan model pencarian reorder point untuk jumlah
lead time konstan dan permintaan besifat variabel. Setelah dilakukan perhitungan
diperoleh hasil reorder point untuk tahun 2011 sebanyak 30.224,98 Kg dan tahun
2012 sebanyak 31.608,82 Kg. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus
mengadakan pemesanan kembali bahan baku apabila minimal stok Alumunium
pada tahun 2011 sebanyak 30.224,98 Kg dan tahun 2012 sebanyak 31.608,82 Kg.
Pola persediaan bahan baku Alumunium dapat dilihat berdasarkan grafik berikut:
50.000
100.000
150.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
EO
Q
EOQ = 121.707,19 Kg
ROP = 30.224,98 Kg
SS = 2.423,48 Kg
PERIODE
Gambar 4.10 Pola persediaan bahan baku tahun 2011
50.000
100.000
150.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
EO
Q
EOQ = 166.039,43 Kg
ROP = 31.068,82 Kg Kg
SS = 1.636,68 Kg
PERIODE
Gambar 4.11 Pola persediaan bahan baku tahun 2012
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perhitungan persediaan bahan baku
Alumunium PT. X dengan menggunakan metode EOQ selama periode Januari
2011-Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.14 EOQ, Safety Stock dan Reorder Point Bahan Baku Alumunium tahun
(2011-2012)
Tahun EOQ Safety Stock ROP
2011 121.707,19 Kg 2.423,48 Kg 30.224,98 Kg
2012 166.039,43 Kg 1.636,68 Kg 31.068,82 Kg
6. Total Cost
Untuk mengetahui total biaya persediaan Alumunium minimal yang diperlukan
perusahaan dengan menggunakan perhitungan EOQ. Hal ini dilakukan untuk
penghematan biaya persediaan perusahaan. Hasil perhitungan TIC PT.X adalah
sebagai berikut:
Total biaya persediaan PT.X pada Tahun 2011 menurut perhitungan
menggunakan metode EOQ sebesar Rp 14.688.861.065,00 dan pada tahun 2012
sebesar Rp 16.434.014.147,00.
Total biaya persediaan menurut perusahaan sesuai dengan rumus berikut:
TC = (biaya pembelian per tahun) + (Penggunaan rata–rata x biaya penyimpanan
+ (biaya pemesanan x Frekuensi Pemesanan) (4-1)
TC PT.X pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:
TC = (1.000.854 x 14.500) + (83.404,5 x 1450) + (10.730.000 x 18)
= Rp 14.512.383.000,00 + Rp. 314.076.525,00
= Rp 14.826.459.525,00
TC PT.X pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:
TC = (1.078.997 x 15.000) + (89.925,25 x 1500) + (19.163.000 x 12)
= Rp 16.184.955.000,00 + Rp. 364.843.875,00
= Rp 16.549.798.875,00
Perbandingan total biaya persediaan bahan baku menurut EOQ dengan total
persediaan bahan baku yang dijalankan menurut perusahaan dan penghematan
yang dihasilkan selama periode Januari 2011-Desember 2012 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.15 Nilai penghematan yang dihasilkan berdasarkan nilai TC menurut
perusahaan dan nilai TC menurut metode EOQ
Tahun TC Menurut Perusahaan TC Menurut EOQ Penghematan
2011 Rp 14.826.459.525,00 Rp 14.688.861.065,00 Rp 137.598.460,00
2012 Rp 16.549.798.875,00 Rp 16.434.014.147,00 Rp 115.784.730,00
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan:
1. Metode peramalan yang digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku
Alumunium yang tepat adalah metode Regresi Linier (Regression Linier)
berdasarkan dari nilai Tracking Signal nya yang mendekati nol.
2. Dalam perhitungan EOQ nilai hasil dari perhitungan dengan menggunakan
metode EOQ untuk tahun 2011 adalah 121.707,19 Kg dengan frekuensi
pembelian bahan baku Alumunium sebanyak 8 kali dalam setahun dan daur
pemesanan ulang adalah 44 hari. Dan hasil perhitungan dengan menggunakan
metode EOQ untuk tahun 2012 adalah 166.039,43 Kg dengan frekuensi
pembelian 7 kali selama setahun dan daur pemesanan ulangnya adalah 55 hari
3. Untuk pemesanan ulang bahan baku selama lead time dan agar pemesanan
bahan baku tersebut tepat waktu adalah ketika persediaan mencapai 30.224,98
Kg untuk tahun 2011 dan untuk tahun 2012 sebesar 31.068,82 Kg. Nilai
Safety Stock untuk menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan
persediaan untuk tahun 2011 sebesar 2.423,48 Kg dan untuk tahun 2012
sebesar 1.636,68 Kg
4. Penghematan biaya persediaan apabila metode EOQ ini diterapkan di
perusahaan akan sangat bermanfaat sekali, dengan membandingkan nilai TIC
hasil perhitungan perusahaan dan nilai TIC hasil perhitungan EOQ maka
untuk tahun 2011 perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar
Rp. 902.784.654,00 dan untuk tahun 2012 perusahaan dapat menghemat total
biaya persediaan sebesar Rp. 985.402.478,00
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan saran kepada
perusahaan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan adalah:
1. Perusahaan sebaiknya menggunakan peramalan dengan metode Linier
Regression untuk menghindari kekurangan ketersediaan bahan baku
Alumunium, karena metode ini memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil
dibandingkan metode Single Exponential Smoothing.
2. Perusahaan hendaknya mau mempertimbangkan untuk menggunakan metode
Economic Order Quantity dalam melakukan pembelian persediaan bahan
baku Alumunium. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa dengan metode
Economic Order Quantity diperoleh Total Cost yang lebih rendah
dibandingkan dengan Total Cost yang harus dikeluarkan jika perusahaan
menggunakan metode konvensional. Itu berarti metode EOQ lebih efisien
dibandingkan dengan metode konvesional perusahaan.
LAMPIRAN
Perhitungan peramalan untuk penggunaan bahan baku dengan metode Regression
Linier dan Exponential Smoothing.
Tabel Lampiran 1 Data Penggunaan dan Pembelian Bahan Baku Alumunium pada
Tahun 2011
Bulan
Penggunaan Bahan baku
Alumunium
(Kg)
Pembelian Bahan baku
Alumunium
(Kg)
Jan 80188 80490
Feb 83674 82908
Maret 83989 84096
April 82778 81788
Mei 80119 79967
Juni 80199 80456
Juli 86781 86230
Agustus 84119 84672
Sep 83148 83091
Okt 82237 82667
Nov 85711 84781
Des 87911 86921
total 1000854.00 998067.00
rata-rata 83404.50 83172.25
stdv 2543.99 2260.08
Tabel Lampiran 2 Data Penggunaan dan Pembelian Bahan Baku Alumunium pada
Tahun 2012
Bulan
Penggunaan
Bahan Baku
Alumunium (Kg)
Pembelian
Bahan Baku
Alumunium (Kg)
Jan 87019 87986
Feb 86719 86756
Maret 88290 89098
April 90568 89786
Mei 90778 89974
Juni 89734 91231
Juli 90675 90112
Agustus 91342 90979
Sep 90897 90374
Okt 89978 90142
Nov 90654 91456
Des 92343 91209
total 1078997.00 1079103.00
rata-rata 89916.42 89925.25
stdv 1718.07 1401.32
Tabel Lampiran 3 Perhitungan Metode Linier Regression
Bulan Periode (x) Kebutuhan
(y) x.y x
2
Jan (2011) 1 80188 80188 1
Feb 2 83674 167348 4
Maret 3 83989 251967 9
April 4 82778 331112 16
Mei 5 80119 400595 25
Juni 6 80199 481194 36
Juli 7 86781 607467 49
Agustus 8 84119 672952 64
Sep 9 83148 748332 81
Okt 10 82237 822370 100
Nov 11 85711 942821 121
Des 12 87911 1054932 144
Jan (2012) 13 87019 1131247 169
Feb 14 86719 1214066 196
Maret 15 88290 1324350 225
April 16 90568 1449088 256
Mei 17 90778 1543226 289
Juni 18 89734 1615212 324
Juli 19 90675 1722825 361
Agustus 20 91342 1826840 400
Sep 21 90897 1908837 441
Okt 22 89978 1979516 484
Nov 23 90654 2085042 529
Des 24 92343 2216232 576
Jumlah 300 2079851 26577759 4900
b = 24 x 26577759 −(2079851 x 300)
24 x 4900 −( 3002) = 504,0187
a = 2079851
24 –
(504,0187 x 300)
12 = 80360.2246
Jadi, rumus persamaan regresinya adalah:
Y(x) = 80360.2246 + 504.0817x
Dengan demikian hasil peramalannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Lampiran 4 Hasil Peramalan dengan Metode Linier Regression
Bulan Periode
peramalan Hasil peramalan
Jan (2013) 25 80864
Feb 26 81368
Maret 27 81872
April 28 82376
Mei 29 82880
Juni 30 83384
Juli 31 83888
Agustus 32 84392
Sep 33 84896
Okt 34 85400
Nov 35 85904
Des 36 86408
Jan (2014) 37 86912
Feb 38 87416
Maret 39 87921
April 40 88425
Mei 41 88929
Juni 42 89433
Juli 43 89937
Agustus 44 90441
Sep 45 90945
Okt 46 91449
Nov 47 91953
Des 48 92457
Tabel Lampiran 5 Perhitungan Tracking Signal untuk Metode Linier Regression
Kebutuhan
xi
Hasil
Peramalan
Fi
Error
= xi-Fi RSFE
Absolute
Error
= |xi-Fi|
Kumulatif
Absolute
Error
MAD Tracking
Signal
80188 80864 -676 -676 676 676 676 -1.00
83674 81368 2306 1630 2306 2982 1491 1.09
83989 81872 2117 3747 2117 5099 1700 2.20
82778 82376 402 4149 402 5500 1375 3.02
80119 82880 -2761 1388 2761 8262 1652 0.84
80199 83384 -3185 -1798 3185 11447 1908 -0.94
86781 83888 2893 1095 2893 14340 2049 0.53
84119 84392 -273 822 273 14613 1827 0.45
83148 84896 -1748 -927 1748 16361 1818 -0.51
82237 85400 -3163 -4090 3163 19525 1952 -2.09
85711 85904 -193 -4284 193 19718 1793 -2.39
87911 86408 1503 -2781 1503 21221 1768 -1.57
87019 86912 107 -2675 107 21327 1641 -1.63
86719 87416 -697 -3372 697 22025 1573 -2.14
88290 87921 369 -3003 369 22394 1493 -2.01
90568 88425 2143 -859 2143 24538 1534 -0.56
90778 88929 1849 990 1849 26387 1552 0.64
89734 89433 301 1292 301 26689 1483 0.87
90675 89937 738 2030 738 27427 1444 1.41
91342 90441 901 2932 901 28329 1416 2.07
90897 90945 -48 2884 48 28376 1351 2.13
89978 91449 -1471 1413 1471 29847 1357 1.04
90654 91953 -1299 115 1299 31145 1354 0.08
92343 92457 -114 1 114 31259 1302 0.00
Tabel Lampiran 6 Hasil Peramalan dengan Metode Exponential Smoothing dengan
α = 0.3
Bulan Periode Kebutuhan
Hasil
peramalan
α = 0.3
Jan 1 80188 86660
Feb 2 83674 84718
Maret 3 83989 84405
April 4 82778 84280
Mei 5 80119 83830
Juni 6 80199 82716
Juli 7 86781 81961
Agustus 8 84119 83407
Sep 9 83148 83621
Okt 10 82237 83479
Nov 11 85711 83106
Des 12 87911 83888
Jan 13 87019 85095
Feb 14 86719 85672
Maret 15 88290 85986
April 16 90568 86677
Mei 17 90778 87844
Juni 18 89734 88725
Juli 19 90675 89027
Agustus 20 91342 89522
Sep 21 90897 90068
Okt 22 89978 90317
Nov 23 90654 90215
Des 24 92343 90347
Jumlah 2079851 90946
Tabel Lampiran 7 Hasil Peramalan dengan Metode Exponential Smoothing dengan
α = 0.5
Bulan Periode Kebutuhan Hasil peramalan
α = 0.5
Jan 1 80188 86660
Feb 2 83674 83424
Maret 3 83989 83549
April 4 82778 83769
Mei 5 80119 83274
Juni 6 80199 81696
Juli 7 86781 80948
Agustus 8 84119 83864
Sep 9 83148 83992
Okt 10 82237 83570
Nov 11 85711 82903
Des 12 87911 84307
Jan 13 87019 86109
Feb 14 86719 86564
Maret 15 88290 86642
April 16 90568 87466
Mei 17 90778 89017
Juni 18 89734 89897
Juli 19 90675 89816
Agustus 20 91342 90245
Sep 21 90897 90794
Okt 22 89978 90845
Nov 23 90654 90412
Des 24 92343 90533
Jumlah 2079851 90477
Tabel Lampiran 8 Hasil Peramalan dengan Metode Exponential Smoothing dengan
α = 0.9
Bulan Periode Kebutuhan Hasil peramalan
α = 0.9
Jan 1 80188 86660
Feb 2 83674 80835
Maret 3 83989 83390
April 4 82778 83929
Mei 5 80119 82893
Juni 6 80199 80396
Juli 7 86781 80219
Agustus 8 84119 86125
Sep 9 83148 84320
Okt 10 82237 83265
Nov 11 85711 82340
Des 12 87911 85374
Jan 13 87019 87657
Feb 14 86719 87083
Maret 15 88290 86755
April 16 90568 88137
Mei 17 90778 90325
Juni 18 89734 90733
Juli 19 90675 89834
Agustus 20 91342 90591
Sep 21 90897 91267
Okt 22 89978 90934
Nov 23 90654 90074
Des 24 92343 90596
Jumlah 2079851 90577
Tabel Lampiran 9 Perhitungan Tracking Signal untuk Metode Exponential
Smoothing dengan α = 0.3
Kebutuhan
xi
Hasil Peramalan
Fi
Error
= xi-Fi RSFE
Absolute Error
= |xi-Fi|
Kumulatif Absolute
Error
MA
D
Trackin
g Signal
80188 86660 -6472 -6472 6472 6472 6472 -1.00
83674 84718 -1044 -7516 1044 7516 3758 -2.00
83989 84405 -416 -7932 416 7932 2644 -3.00
82778 84280 -1502 -9434 1502 9435 2359 -4.00
80119 83830 -3711 -13145 3711 13145 2629 -5.00
80199 82716 -2517 -15662 2517 15663 2610 -6.00
86781 81961 4820 -10842 4820 20483 2926 -3.71
84119 83407 712 -10130 712 21194 2649 -3.82
83148 83621 -473 -10603 473 21667 2407 -4.40
82237 83479 -1242 -11845 1242 22909 2291 -5.17
85711 83106 2605 -9240 2605 25514 2319 -3.98
87911 83888 4023 -5217 4023 29537 2461 -2.12
87019 85095 1924 -3291 1924 31461 2420 -1.36
86719 85672 1047 -2244 1047 32508 2322 -0.97
88290 85986 2304 60 2304 34812 2321 0.03
90568 86677 3891 3950 3891 38703 2419 1.63
90778 87844 2934 6884 2934 41636 2449 2.81
89734 88725 1009 7893 1009 42646 2369 3.33
90675 89027 1648 9541 1648 44293 2331 4.09
91342 89522 1820 11361 1820 46114 2306 4.93
90897 90068 829 12190 829 46943 2235 5.45
89978 90317 -339 11852 339 47282 2149 5.51
90654 90215 439 12291 439 47721 2075 5.92
92343 90347 1996 14287 1996 49717 2072 6.90
Tabel Lampiran 10 Perhitungan Tracking Signal untuk Metode Exponential
Smoothing dengan α = 0.5
Kebutuhan
xi
Hasil
Peramalan
Fi
Error
= xi-Fi RSFE
Absolute
Error
= |xi-Fi|
Kumulatif
Absolute
Error
MAD Tracking
Signal
80188 86660 -6472 -6472 6472 6472 6472 -1.00
83674 83424 250 -6222 250 6722 3361 -1.85
83989 83549 440 -5782 440 7162 2387 -2.42
82778 83769 -991 -6773 991 8153 2038 -3.32
80119 83274 -3155 -9928 3155 11308 2262 -4.39
80199 81696 -1497 -11425 1497 12805 2134 -5.35
86781 80948 5833 -5592 5833 18638 2663 -2.10
84119 83864 255 -5337 255 18893 2362 -2.26
83148 83992 -844 -6181 844 19736 2193 -2.82
82237 83570 -1333 -7514 1333 21069 2107 -3.57
85711 82903 2808 -4706 2808 23877 2171 -2.17
87911 84307 3604 -1102 3604 27481 2290 -0.48
87019 86109 910 -192 910 28391 2184 -0.09
86719 86564 155 -37 155 28546 2039 -0.02
88290 86642 1648 1611 1648 30194 2013 0.80
90568 87466 3102 4713 3102 33296 2081 2.26
90778 89017 1761 6474 1761 35057 2062 3.14
89734 89897 -163 6311 163 35221 1957 3.23
90675 89816 859 7170 859 36080 1899 3.78
91342 90245 1097 8267 1097 37177 1859 4.45
90897 90794 103 8370 103 37280 1775 4.71
89978 90845 -867 7503 867 38147 1734 4.33
90654 90412 242 7745 242 38390 1669 4.64
92343 90533 1810 9555 1810 40200 1675 5.70
Tabel Lampiran 11 Perhitungan Tracking Signal untuk Metode Exponential
Smoothing dengan α = 0.9
Kebutuhan
xi
Hasil
Peramalan
Fi
Error
= xi-Fi RSFE
Absolute
Error
= |xi-Fi|
Kumulatif
Absolute
Error
MAD Tracking
Signal
80188 86660 -6472 -6472 6472 6472 6472 -1.00
83674 80835 2839 -3633 2839 9311 4655 -0.78
83989 83390 599 -3034 599 9910 3303 -0.92
82778 83929 -1151 -4185 1151 11061 2765 -1.51
80119 82893 -2774 -6959 2774 13835 2767 -2.51
80199 80396 -197 -7156 197 14032 2339 -3.06
86781 80219 6562 -594 6562 20595 2942 -0.20
84119 86125 -2006 -2600 2006 22600 2825 -0.92
83148 84320 -1172 -3772 1172 23772 2641 -1.43
82237 83265 -1028 -4800 1028 24800 2480 -1.94
85711 82340 3371 -1429 3371 28171 2561 -0.56
87911 85374 2537 1108 2537 30708 2559 0.43
87019 87657 -638 470 638 31347 2411 0.19
86719 87083 -364 106 364 31711 2265 0.05
88290 86755 1535 1641 1535 33245 2216 0.74
90568 88137 2431 4072 2431 35677 2230 1.83
90778 90325 453 4525 453 36130 2125 2.13
89734 90733 -999 3526 999 37128 2063 1.71
90675 89834 841 4367 841 37970 1998 2.19
91342 90591 751 5118 751 38721 1936 2.64
90897 91267 -370 4748 370 39091 1861 2.55
89978 90934 -956 3792 956 40047 1820 2.08
90654 90074 580 4372 580 40627 1766 2.48
92343 90596 1747 6119 1747 42374 1766 3.47
DAFTAR PUSTAKA
Tersine, R. J. Principles of Inventory and Materials Managements, Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1994
Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi, Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008
Sipper, D. and Bulfin, R. L. Production: Planning, Control, and Integration,
USA: The McGraw-Hill Companies. Inc, 1997
Gaspersz, Vincent. All-in-one Production and Inventory Management for Supply
Chain Professional Strategi Menuju World Class Manufacturing, Bogor:
Vinchristo Publication, 1998
Nasution, Arman Hakim & Prasetyawan, Yudha, 2008. Perencanaan &
Pengendalian Produksi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Handoko, T. Hani. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1984
Pujawan, I. N. Supply Chain Management, Jakarta: Guna Widya, 2005