PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN...

84
i PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN TERHADAP PELAKU PENEBANGAN LIAR YANG BERMUKIM DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MILIK NEGARA (Perkara No: 2615 K/Pid.Sus/2015) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FATHIN TEGUH SAPUTRA NIM 1110043200029 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Transcript of PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN...

Page 1: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

i

PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN TERHADAP

PELAKU PENEBANGAN LIAR YANG BERMUKIM DI SEKITAR

KAWASAN HUTAN MILIK NEGARA

(Perkara No: 2615 K/Pid.Sus/2015)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FATHIN TEGUH SAPUTRA

NIM 1110043200029

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan
Page 3: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan
Page 4: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 31 Juni 2017

Fathin Teguh Saputra

NIM 1110043200029

Page 5: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

v

ABSTRAK

Fathin Teguh Saputra. NIM 1110043200029. PENERAPAN HUKUM PIDANA

SERTA FIQIH LINGKUNGAN TERHADAP PELAKU PENEBANGAN LIAR

YANG BERMUKIM DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MILIK NEGARA

(Perkara No: 2615 K/Pid.Sus/2015). Program Studi Perbandingan Mazhab dan

Hukum, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2017 M. x + 66 halaman.

Skripsi ini membahas tentang bagaimana penerapan sanksi yang tepat

terhadap pelaku penebangan liar, bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap pelaku penebangan liar, bagaimana analisis putusan terhadap pelaku

penebangan liar, dan bagaimana perspektif fiqih Lingkungan terhadap pelaku

penebangan liar. Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

dan UU. No. 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Serta

tidak lupa juga berdasarkan Al Quran dan Hadits. Ini bertujuan agar warga

masyarakat mendapatkan rasa keadilan terhadap segala tindakannya serta kesadaran

akan lingkungan semakin besar.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sumber data

terdiri dari data primer yaitu putusan Mahkamah Agung No. 2615K/Pid.Sus/2015

terhadap pelaku penebangan liar, UU. No. 41/1999 tentang kehutanan dan UU. No.

18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Serta data sekunder

berupa data pustaka yang dihimpun dari sejumlah buku, jurnal, surat kabar, media

internet, dan sumber bacaan lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa putusan Mahkamah Agung terhadap

pelaku penebangan liar perkara No. 2615K/Pid.Sus/2015 belum memenuhi rasa

keadilan karena penerapan hukum yang didapat dari putusan tersebut masih terkesan

sepotong-sepotong. Serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pelaku

penebangan liar tidak dibenarkan menurut fiqih lingkungan.

Kata kunci : Tindak Pidana, Kehutanan, Penebangan Liar, Kerusakan

Hutan, Putusan Hakim, Fiqih Lingkungan.

Pembimbing : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. dan Fahmi Muhammad

Ahmadi, M.Si.

Daftar Pustaka : Tahun 1958 s.d. Tahun 2017.

Page 6: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, inayah dan taufik Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

tugas akhir dalam menempuh studi di jurusan Perbandingan Hukum, program studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, yang berhasil menyampaikan risalahnya kepada umat manusia di

seluruh dunia, pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan kita yang

kita harapkan syafaat Nya kelak di akhirat.

Selanjutnya penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik

dalam bentuk dorongan moril maupun materiil. Karena penulis tanpa dukungan serta

bantuan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada pihak yang telah membantu atas terselesaikan nya penulisan skripsi ini,

terutama kepada:

Page 7: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

vii

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga menjadi

pemimpin yang memberikan teladan dan integritas yang lebih baik.

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si dan Ibu Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA.

Selaku ketua dan sekretaris program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum

yang sudah membantu proses penyelesaian skripsi dari awal hingga akhir.

3. Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. dan bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

yang telah membimbing dan sangat membantu dengan keikhlasan nya, dan

memotivasi penulis untuk dapat segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Dosen penguji yang telah menguji skripsi ini, yang telah memberikan kritik serta

saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Pegawai Perpustakaan Utama dan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu menyediakan referensi bagi penulisan ini.

6. Bapak ibu dosen yang telah mengajar dan memberikan ilmu serta mendidik

penulis agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsa.

7. Kepada keluarga, kedua orang tuaku, Ibu, bapak, kedua adikku, paman-paman

beserta bibi-bibiku yang dengan sangat sabar dan ikhlas dalam mendukung,

mendidik, memberikan semangat luar biasa untuk penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Page 8: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

viii

8. Kepada sahabat Perbandingan Hukum, Aidz, Yusuf, Hafiz, Ridwan, Rafika dan

Berli yang sangat membantu dan memberikan semangat serta berjuang bersama,

semoga ilmu kita berguna.

9. Kepada rekan-rekan Silence Guild yang memberikan semangat dan mendukung

penulis dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia Nya.

Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan

bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama serta bernilai ibadah di hadapan Allah

SWT. Amin.

Jakarta, 31 Juni 2017

Penulis

Page 9: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

ix

DAFTAR ISI

COVER DEPAN .................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 5

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6

E. Metode Penelitian ........................................................................... 7

F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 10

BAB II TINDAK PIDANA DAN PENEBANGAN LIAR

A. Definisi Umum Hukum Pidana ...................................................... 11

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana ....................................................... 12

1. Istilah Dan Definisi Tindak Pidana ........................................... 12

Page 10: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

x

2. Unsur-unsur Tindak Pidana ...................................................... 13

3. Jenis Tindak Pidana .................................................................. 15

4. Tujuan Pemidanaan................................................................... 15

5. Sanksi Tindak Pidana................................................................ 16

C. Tinjauan Umum Penebangan Liar ................................................... 16

1. Pengertian Penebangan Liar ..................................................... 16

2. Ruang Lingkup Penebangan Liar ............................................. 18

3. Tindak Pidana Penebangan Liar ............................................... 20

4. Penebangan Liar dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999

dan No. 18 Tahun 2013............................................................. 20

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PELAKU

PENEBANGAN LIAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PIDANA

A. Posisi Kasus ..................................................................................... 26

1. Identitas Terdakwa .................................................................... 26

2. Kronologis Perkara ................................................................... 27

3. Dakwaan Jaksa Penuntun Umum ............................................. 27

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ............................................... 28

5. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Terhadap pelaku Penebangan Liar ............................................ 29

Page 11: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xi

6. Amar putusan ............................................................................ 35

B. Analisis Putusan Hakim Terhadap Pelaku Penebangan Liar Dalam

Perspektif Hukum Pidana ................................................................ 37

BAB IV TINJAUAN FIQIH LINGKUNGAN TERHADAP PELAKU

PENEBANGAN LIAR

A. Pandangan Fiqih Lingkungan Terhadap Pelaku Penebangan Liar .. 43

B. Pandangan Fiqih Lingkungan Terhadap Putusan Mahkamah

Agung Perkara No: 2615 K/Pid.sus/2015........................................ 49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 51

B. Saran ................................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xii

LAMPIRAN .......................................................................................................... xvii

Page 12: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hutan memiliki peran yang sangat penting bagi manusia. Secara umum

hutan memiliki dua fungsi pokok, yaitu fungsi ekonomis dan ekologis.1 Sumber

daya hutan tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu

bagian komponen lingkungan hidup.2 Nilai penting sumber daya tersebut semakin

bertambah karena hutan merupakan sumber hajat hidup orang banyak. Siapapun

bagian dari masyarakat bangsa ini tidak akan menyangkal bahwa sumber daya

hutan adalah anugerah yang sangat besar yang telah berperan penting dalam

mendukung pembangunan nasional, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial

budaya maupun ekologi.

Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk

semua mahluk hidup agar mereka dapat mengetahui nikmat yang telah diberikan

oleh nya begitu besar sehingga mereka sentiasa bersyukur atas nikmat tersebut.

Termasuk semua kekayaan alam yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk

dipergunakan sebaik-baiknya.

Manusia adalah makhluk yang paling unggul di dalam ekosistem (tempat

dimana terjadinya proses berinteraksi dan ketergantungan makhluk hidup dengan

lingkungan hidupnya), memiliki kemampuan mengkreasi dan mengkonsumsi

berbagai sumber daya alam dalam kebutuhan hidupnya. Contohnya hutan yang

merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Seiring dengan

perkembangan kehidupan masyarakat modern dalam menghadapi industrialisasi

1 Koesnadi hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan: Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hlm 3. 2 Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm 6.

Page 13: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

2

(usaha menggalakkan industri di suatu negara) dan modernisasi (proses pergeseran

sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan

tuntutan masa kini) dan terutama industrialisasi kehutanan telah berdampak besar

pada kelangsungan hutan sebagai penyangga hidup dan kehidupan makhluk di

dunia. Untuk itu dalam kedudukannya hutan sebagai salah satu penentu sistem

penyangga kehidupan harus dijaga kelestariannya. Sebagaimana landasan

konstitusional Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat”.3

Kawasan hutan merupakan sumberdaya alam yang terbuka, sehingga akses

masyarakat untuk masuk memanfaatkannya sangat besar. Kondisi tersebut memacu

permasalahan dalam pengelolaan hutan. Seiring dengan semangat reformasi

(perubahan secara drastis untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama dalam

suatu masyarakat atau negara) kegiatan penebangan kayu dan pencurian kayu di

hutan menjadi semakin marak apabila hal ini dibiarkan berlangsung secara terus

menerus kerusakan hutan Indonesia akan berdampak pada terganggu nya

kelangsungan ekosistem, terjadinya banjir, tanah longsor, dis fungsinya hutan

sebagai penyangga keseimbangan alam serta dari sisi pendapatan negara.

Aktifitas penebangan kayu dan pencurian kayu yang diambil dari kawasan

hutan dengan tidak sah atau tanpa izin yang sah dari pemerintah dikenal dengan

istilah penebangan liar, pembalakan liar, dan atau illegal logging. Untuk mengatasi

maraknya tindak pidana jajaran aparat penegak hukum (penyidik Polri maupun

penyidik Ppns yang lingkup tugasnya bertanggung jawab terhadap pengurusan

hutan, kejaksaan maupun hakim) telah mempergunakan undang-undang No. 18

tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

3 Republik indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat 3

Page 14: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

3

Secara normatif, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat di

dalam dan di luar hutan, maka kepadanya dikenakan sanksi-sanksi hukum baik

sanksi administratif maupun sangsi pidana sebagaimana yang tertera dalam

ketentuan di atas. Hukum pidana Indonesia memandang, bahwa penebangan liar

merupakan perbuatan yang dapat dipidana, karena telah memenuhi unsur-unsur

perbuatan pidana.4

1. Unsur subjektif, yakni unsur yang berasal dalam diri pelaku yang meliputi

perbuatan yang disengaja.5

2. Unsur Objektif, yakni faktor-faktor penunjang, atau akibat perbuatan manusia,

keadaan-keadaan, adanya sifat melawan hukum.6

Akan tetapi dalam beberapa kasus terhadap pelaku penebangan liar, sering

terjadi kesalahpahaman seperti dalam kasus yang menimpa bapak Muhammad

Muhfid bin Mashuri. Kasus ini bermula dari pak Muhfid yang mengangkut sisa an

kayu jati untuk ia gunakan sebagai kayu bakar yang ditaksir harganya hanya

mencapai Rp 39.960,00 (tiga puluh ribu sembilan ratus enam puluh rupiah). Pak

Muhfid dijerat Pasal 12 juncto Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan. Bahwa kayu yang

dipermasalahkan Perum Perhutani pada saat kayu tersebut dibawa dari hutan tidak

disertai dengan dokumen angkutan, memang berkaitan dengan Undang-undang

nomor 18 tahun 2013. Pada pasal 12 huruf b disebutkan, “Setiap orang dilarang

melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang”. Sedangkan pada huruf f disebutkan

4 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional, (Surabaya:

Airlangga University Press, 2005), hlm 333.

5 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Refika Aditamam,

2003), Cet, Ke-1, hlm 61. 6 I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Rineke Cipta, 1991), hlm 48.

Page 15: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

4

“Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu

yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan”.

Memang benar jika dilihat dari segi peraturan perundang-undangan, setiap

orang yang melakukan penebangan di kawasan hutan secara tidak sah dan

membawa kayu tanpa surat keterangan sahnya hasil hutan, dikenakan sanksi pidana

dan sanksi administratif (pasal 82 UU nomor 18 tahun 2013), tetapi penerapan

Undang-Undang tersebut tidak boleh sepotong-sepotong, harus menyeluruh.

Misalnya, apakah dari segi penyidikan dan penuntutan sudah sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Jika melihat dari barang bukti tuntutan dan Peraturan

Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012, kasus ini termasuk dalam

kategori tindak pidana ringan (tipiring). Perma inilah membatasi perkara tindak

pidana dengan kerugian di bawah Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Intinya, jika nilai barang yang dicuri tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima

ratus ribu rupiah). Pengusutan kasus ini terlihat dilebih-lebihkan atau over-acting

oleh Perhutani. Sehingga sudah bayak kasus petani di sekitaran hutan seperti yang

dialami bapak Muhfid, yang tidak mendapatkan keadilan. Sementara pelaku illegal

logging yang membalak satu juta meter kubik kayu justru dibiarkan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan

menganalisis lebih lanjut terhadap pelaku penebangan liar. Adapun penelitian yang

akan di susun tersebut berjudul “PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH

LINGKUNGAN TERHADAP PELAKU PENEBANGAN LIAR YANG BERMUKIM

DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MILIK NEGARA (Perkara No: 2615

K/Pid.Sus/2015)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti

dan dianalisis dalam penelitian ini berisikan antara lain :

1. Bagaimana penerapan hukum yang tepat kepada pelaku penebangan liar?

Page 16: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

5

2. Bagaimana pandangan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung Perkara

No: 2615 K/Pid.Sus/2015 serta pandangan fiqih lingkungan tentang pelaku

penebangan liar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran maupun penjelasan terhadap pelaku penebangan liar

dalam hukum positif dan fiqih lingkungan.

2. Memberikan gambaran maupun penjelasan serta pandangan hukum terhadap

putusan Mahkamah Agung Perkara No: 2615 K/Pid.Sus/2015 dan pandangan

fiqih lingkungan terhadap pelaku penebangan liar.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Keilmuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum kehutanan serta bahan

kajian hukum bagi akademisi terutama dalam bidang hukum kehutanan.

2. Secara Praktis

Sebagai kajian hukum bagi pemerintah, lembaga peradilan dan lembaga

perhutanan serta lembaga swadaya masyarakat agar lebih baik dalam

menentukan kebijakan dan mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah

seperti penebangan liar serta masalah lainnya mengenai kelestarian sumber

daya hutan yang terjadi dalam masyarakat.

Page 17: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

6

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini yang membahas konsepsi

tentang pelaku penebangan liar sebagai berikut tentunya dalam penelitian ini

terdapat sudut perbedaan:

Skripsi karya Hari Wibowo, yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana

Islam Terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung tentang Ilegal Logging”. Bila

dalam skripsi ini menitik beratkan kepada pemidanaan ilegal logging menurut

hukum pidana Islam, berbeda dengan apa yang akan penulis teliti yaitu

menggabungkan antara konsep tindak pidana pelaku penebangan liar menurut

hukum positif dengan hukum islam dari segi fiqih yaitu fiqih lingkungan. Adapun

judul dari penelitian penulis yaitu “Penerapan Hukum Pidana Serta Fiqih

Lingkungan Terhadap Pelaku Penebangan Liar Yang Bermukim Di sekitar

Kawasan Hutan Milik Negara (Perkara No: 2615 K/Pid.Sus/2015)”.

Artikel yang berjudul “Sisi Kriminologi Pembalakan Hutan Illegal”.

karya Josias Simon Runturambi dari Jurnal Kriminologi Indonesia. Jurnal ini

membahas tentang deskripsi pembalakan hutan secara illegal dipandang dari sisi

prilaku kriminal pelaku pembalakan hutan. Berbeda dengan karya yang penulis

teliti yaitu penebangan liar dipandang dari sisi tindak pidana serta hukum fiqih

lingkungan. Adapun judul karya yang penulis teliti yaitu “Penerapan Hukum

Pidana Serta Fiqih Lingkungan Terhadap Pelaku Penebangan Liar Yang

Bermukim Di sekitar Kawasan Hutan Milik Negara (Perkara No: 2615

K/Pid.Sus/2015)”.

Berangkat dari kajian di atas maka penulis memiliki asumsi masih

diperlukan pengkajian yang mendalam terhadap masalah ini. Demikian menjadi

jelaslah penelitian ini dari kajian-kajian sebelumnya.

Page 18: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

7

E. Metode penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini dilakukan melalui penelitian hukum normatif (yuridis

normative),7

yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen

mewujudkan penerapan mekanisme penyelesaian perkara pelaku penebangan liar

melalui kewenangan mengadili Pengadilan Negeri. Penelitian ini menggunakan

tipe penelitian hukum normatif (normative legal research) yang merupakan

penelitian dengan mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data

sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan lembaga pengadilan,

teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya membatasi

kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau klasifikasi tanpa secara

langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau

teori­teori. Dengan kata lain, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,

yakni memberikan, menganalisis dan mensistematisasikan hukum yang berlaku

dengan penelitian lapangan sebagai penunjang.8

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini

adalah data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh

Soerjono Soekanto meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tertier. Sehingga penulisan ini menitik beratkan pada penelitian

bahan pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder,9

yang terdiri dari :

7 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet, Ke-1, hlm 10. 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Perss),

2008), hal 50-51. 9 Ibid, 51-52.

Page 19: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

8

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research)

yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran

peraturan perundang­undangan yaitu UUD 1945, UU No. 41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan, serta UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan

Pencegahan Perusakan Hutan. Selain perundang-undangan, ada pula putusan

pengadilan yaitu putusan Pengadilan Negeri Blora No.

43/Pid.Sus/2015/PN.Bla, putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.

199/Pid.Sus/2015/PT.Smg, serta putusan Mahkamah Agung No.

2615K/Pid.Sus/2015.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa

literatur bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, dan

jurnal-jurnal hukum.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan diambil dari ensiklopedia, dan surat kabar baik cetak maupun

elektronik untuk penunjang informasi dalam penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder maka

pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan

(library research)10

dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, yang

dilakukan dengan langkah­langkah sebagai berikut:11

a. Menginventarisasi dan menilai serta menganalisis peraturan perundang-

undangan yang terkait dan relevan dengan penulisan skripsi ini.

10

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, hlm 12. 11

Ronny Hanityo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm 11.

Page 20: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

9

b. Menginventarisasi dan menilai buku-buku literatur yang pokok pembahasan

nya berkenaan dengan penebangan liar dan mengenai kompetensi mengadili

lembaga peradilan.

c. Menginventarisasi dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan

bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, bulletin yang menunjang dan

memperkaya penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian

dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum

analisis data dilakukan, terlebih dahulu diadakan pengumpulan data, kemudian

dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis, terhadap

asas-asas hukum sistem-sistem hukum dan sinkronisasi hukum dengan

menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif. Maksudnya kaidah-kaidah

yang benar dan tepat diterapkan menyelesaikan suatu permasalahan dari kasus ke

kasus yang akan membantu.12

5. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2017 yang merupakan panduan dari penulisan karya ilmiah

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, khususnya

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.13

12

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet, Ke-6, hlm 54-63. 13

Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2017),

hlm 32-43.

Page 21: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

10

F. Sistematika Penulisan

Sebagaimana halnya setiap karya tulis dimana antara satu bab dengan

yang lainnya memiliki satu kesatuan agar dapat menjelaskan permasalahannya dan

untuk memperoleh sistematika yang teratur maka skripsi ini menggunakan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan

sistematika penelitian.

Bab II Bab ini memuat deskripsi umum tentang hukum pidana, tindak pidana,

dan penebangan liar.

BAB III Bab ini memuat deskripsi putusan Mahkamah Agung, meliputi

kronologis perkara dan putusan hakim terhadap pelaku penebangan

liar.

Bab IV Bab ini membahas analisa putusan serta pandangan fiqih lingkungan

terhadap pelaku penebangan liar.

Bab V Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran

yang diambil berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan.

Page 22: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

11

BAB II

TINDAK PIDANA DAN PENEBANGAN LIAR

A. Definisi Umum Hukum Pidana

Kata-kata hukum pidana merupakan kata-kata yang mempunyai lebih

dari satu pengertian.14

Hukum pidana adalah wilayah dimana negara

memberikan perlindungan kepada warga negaranya dari kejahatan warga

negara yang lain.15

Hukum pidana Indonesia tunduk kepada ketentuan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada dua macam pidana yang

dianut oleh KUHP yaitu pelanggaran dan kejahatan. Berikut beberapa

pendapat pakar hukum mengenai hukum pidana.

Apeldoorn, menyatakan bahwa hukum pidana dibedakan menjadi dua

bagian yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana

materiil menunjuk pada perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu

dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu dibagi ke dalam bagian objektif

serta subjektif.

Bagian objektif merupakan suatu perbuatan atau sikap yang

bertentangan dengan hukum pidana positif, sehingga bersifat melawan hukum

yang menyebabkan tuntutan hukum atas pelanggarannya. Serta bagian

subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk pelaku untuk

dipertanggungjawabkan menurut hukum. Sedangkan hukum pidana formal

yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat ditegakkan.16

14

Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), Cet, Ke-3, hlm 1.

15 YLBHI dan AusAID, Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2014), hlm 20. 16

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), Cet, Ke-1, hlm 5.

Page 23: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

12

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk menentukan

mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai

ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar

larangan tersebut. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka

yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana

sebagaimana yang telah diancamkan. Serta menentukan dengan cepat

bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang

disangka telah melanggar larangan tersebut. Pengertian tersebut dikemukakan

oleh pakar hukum Moeljatno.17

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Istilah dan Definisi Tindak Pidana

Kata-kata tindak pidana merupakan istilah dari terjemahan bahasa

belanda yaitu strafbaar feit. Demikian istilah strafbaar feit, telah di

terjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) perbuatan yang dapat atau

boleh di hukum; (b) peristiwa hukum; (c) perbuatan pidana; (d) tindak pidana;

dan (e) delik.18

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari strabaar feit

diperkenalkan pertama kali oleh pihak Kementerian Kehakiman, sering dipakai

dalam perundang-undangan.19

Dengan demikian tindak pidana adalah suatu perbuatan atau tindakan

yang dapat diancam dengan suatu pidana oleh suatu peraturan atau undang-

undang, jika bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh

17

Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet, Ke-7, hlm 8. 18

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapan nya, (Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1996), Cet, Ke-4, hal 200.

19 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, hml 55.

Page 24: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

13

seseorang yang telah mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang

dilakukannya.20

Dimana pengertian perbuatan di sini dilakukan secara aktif

(melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang hukum) juga perbuatan yang

bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Pasal 1 KUHP menyebutkan bahwa perbuatan yang pelakunya dapat

dipidana/dihukum adalah perbuatan yang sudah disebutkan di dalam

perundang-undangan sebelum perbuatan itu dilakukan.21

Berikut pengertian tindak pidana menurut beberapa pakar hukum.

Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan yang diancam dengan pidana

yang melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan menurut

Moeljatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi

barang siapa yang melanggar larangan tersebut.22

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Terdapat dua aliran mengenai materi unsur-unsur tindak pidana

strabaar feit, antara lain sebagai berikut:23

a. Aliran monistis, menurut aliran ini unsur tindak pidana meliputi

unsur-unsur perbuatan, melawan hukum, diancam dengan sanksi,

dilakukan dengan kesalahan, tidak ada alasan pembenar, dan oleh

orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Pakar hukum yang

menganut aliran ini adalah Simon.

20

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hml 7. 21

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet, Ke-5, hml 3. 22

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, hml 54. 23

Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), Cet, Ke-1, hlm 18.

Page 25: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

14

b. Aliran dualistis, menurut aliran ini unsur tindak pidana meliputi unsur-

unsur perbuatan, melawan hukum, dan diancam dengan pidana

sanksi. Pakar hukum yang menganut aliran ini adalah Moeljanto.

Satochid kartanegara menjelaskan unsur-unsur tindak pidana terbagi

ke dalam dua bagian, unsur objektif dan unsur subjektif.24

Unsur-unsur

objektif yaitu unsur-unsur yang terdapat di luar dari manusia. Dalam hal ini

berupa suatu tindakan (perbuatan), suatu akibat tertentu, dan suatu keadaan.

Ketiganya dilarang dan diancam pidana. Unsur objektif dari ketiga unsur

tersebut dapat di jelaskan melalui contoh sebagai berikut:

a) Suatu tindakan atau perbuatan yang dilarang dan diancam oleh undang-

undang. Seperti pasal 242 KUHP tentang sumpah palsu. Dalam perbuatan

ini unsur objektifnya adalah memberikan keterangan palsu dalam sumpah.

Dan pasal 362 KUHP tentang pencurian. Dalam perbuatan ini unsur

objektifnya adalah mengambi suatu barang.25

b) Suatu akibat tertentu yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang. Seperti pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Dalam

perbuatan ini merupakan unsur objektifnya adalah akibat perbuatan

seseorang yaitu hilangnya nyawa orang lain.26

c) Suatu keadaan tertentu atau keadaan khusus yang dilarang dan diancam

hukuman oleh undang-undang. Seperti pasal 281 KUHP tentang

menghasut. Unsur objektif dalam keadaan ini yaitu dilakukan di muka

umum.27

Sedangkan Unsur-unsur subjektif yaitu unsur-unsur yang terdapat di

dalam diri manusia. Unsur dapat dipertanggungjawabkan maksudnya suatu

24

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian I, (Balai Lektur Mahasiswa, t.th.), hlm 71-72.

25 Ibid, hlm 60.

26 Ibid, hml 61.

27 Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2003), hml 78.

Page 26: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

15

perbuatan merupakan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh

pelaku tindak pidana. Unsur kesalahan (dolus atau culpa) maksudnya suatu

perbuatan merupakan kesalahan yang telah dilakukan oleh pelaku tindak

pidana.28

3. Jenis Tindak Pidana

Bila dilihat dari sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

berlaku di Indonesia, tindak pidana ini terdiri dari dua jenis tindak pidana yaitu

kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (oventredingen). Di dalam KUHP

yang berlaku di Indonesia bab tentang kejahatan dimaksudkan ke dalam buku

II (pasal 104-488 KUHP), sedangkan bab tentang pelanggaran dimasukkan ke

dalam buku III (pasal 489-569 KUHP).29

Selain itu, terdapat pula jenis pidana yang meliputi delik formal dan

delik material, delik dolus dan delik culpa, delik commissionis dan delik

omissionis, delik aduan dan delik biasa, serta jenis delik lain seperti delik

berturut-turut (voortgezet delict), delik yang berlangsung terus, delik yang

berkualifikasi (gequalificeerd), delik dengan privilage, delik propia, dan delik

politik.30

4. Tujuan Pemidanaan

Di dalam penerapan hukum pidana yang berlaku sekarang pada

dasarnya mengandung 4 (empat) konsep tujuan pemidanaan atau tujuan

penjatuhan hukuman terhadap pelaku kejahatan. Keempat konsep tersebut

adalah Reformation (memperbaiki merehabilitasi, Restraint (pengasingan),

Retribution (pembalasan), dan Deterrence (penjeraan atau pencegahan).31

28

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian I, hlm 73-75 29

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), Cet, Ke-1 hlm 3.

30 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, hlm 57-60

31 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, hlm 28.

Page 27: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

16

5. Sanksi Tindak Pidana

Sanksi pidana dalam hukum pidana positif dibagi menjadi dua bagian

yaitu berupa hukuman pokok dan hukuman tambahan. Sebagaimana yang

tercantum dalam KUHP pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut:32

a. Pidana pokok terdiri dari Hukuman mati, hukuman penjara, hukuman

kurungan, hukuman denda, dan hukuman tutupan

b. Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan

barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.

C. Tinjauan Umum Penebangan Liar

1. Pengertian Penebangan Liar

Penebangan liar atau pembalakan liar dalam istilah bahasa Inggris

disebut “Illegal Logging”. Dalam The Contemporary English Indonesian

Dictionary, “illegal” artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan

hukum, haram. Dalam Black’s Law Dictionary illegal artinya “forbiden by law,

unlawdull” artinya yang dilarang menurut hukum atau tidak sah. “Log” dalam

bahasa Inggris artinya batang kayu atau kayu gelondongan, dan “logging” artinya

menebang kayu dan membawa ke tempat gergajian.33

Secara umum illegal logging adalah rangkaian kegiatan penebangan

dan pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu tidak

mempunyai izin dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan

dengan aturan hukum yang berlaku, oleh karena dipandang sebagai suatu

perbuatan yang dapat merusak hutan. Unsur-unsur yang terdapat dalam kejahatan

illegal logging tersebut antara lain: adanya suatu kegiatan, menebang kayu,

mengangkut kayu, pengolahan kayu, penjualan kayu, pembelian kayu, dapat

32

Andi Hamzah, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Bumi Aksara, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet, Ke-12, hlm 6.

33 Salim, Kamus Indonesia Inggris, (Jakarta: Modern English Press, 1987), hlm 925.

Page 28: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

17

merusak hutan, ada aturan hukum yang melarang dan bertentangan dengan

aturan hukum yang berlaku.

Illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan

dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan kayu yang bertentangan

dengan aturan hukum yang berlaku dan atau berpotensi merusak hutan.34

Maksud

dari kerusakan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayati nya, yang

menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan

fungsinya.” Istilah “Kerusakan hutan” yang dimuat dalam peraturan

perundangundangan dibidang kehutanan yang berlaku ditafsirkan bahwa

kerusakan hutan mengandung pengertian yang bersifat dualisme yaitu : pertama,

kerusakan hutan yang berdampak positif dan memperoleh persetujuan dari

pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melawan hukum.

Kedua, kerusakan yang berdampak negatif (merugikan) adalah suatu tindakan

nyata melawan hukum dan bertentangan dengan kebijaksanaan atau tanpa adanya

persetujuan pemerintah dalam bentuk perizinan.35

Unsur Illegal logging terdiri

dari tujuh unsur meliputi :

a. Perizinan merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila kegiatan

tersebut tidak ada izinnya, atau belum ada kegiatan izinnya atau izin yang

telah kadaluarsa.

b. Praktek (tekhnik operasi) merupakan kegiatan logging dikatakan illegal

apabila pada praktek nya tidak menerapkan praktek logging yang

benar/sesuai peraturan. Contohnya, menebang tidak sesuai dengan sistem

silvikultur, menebang sembarang jenis, menebang sembarang diameter

dan sebagainya.

34

Bambang Tri Bawono dan Anis Mashdurohatun, Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Illegal Logging Bagi Kelestarian Lingkungan Hidup Dan Upaya Penanggulangannya, (Semarang: Fakultas hukum UNISSULA, 2011), Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, hlm 592-593.

35 Ibid, hlm 539.

Page 29: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

18

c. Lokasi merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila dilakukan

pada lokasi di luar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau

asal usul lokasi tidak dapat ditujukan.

d. Produksi kayu merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila

kayunya sembarang jenis (terutama jenis dilindungi), tidak ada batas

diameter, tidak ada identitas asal usul kayu (LHC/LHP), tidak ada tanda

pengenal perusahaan.

e. Dokumen merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila tidak asa

dokumen sahnya kayu.

f. Pelaku merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila orang-

perorangan atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau

melakukan kegiatan pelanggar hukum bidang kehutanan.

g. Penjualan merupakan kegiatan logging dikatakan illegal apabila pada saat

penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu

diselundupkan.36

2. Ruang Lingkup Penebangan Liar

Praktek eksploitasi hutan secara illegal, mencakup tiga hal yaitu:

a. Illegal logging

Merupakan praktek langsung pada penebangan pohon di kawasan

hutan secara tidak sah. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup illegal

logging terdiri atas:

a) Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dan

pembukaan akses ke dalam hutan negara, melawa alat-alat atau sarana dan

prasarana untuk melakukan penebangan pohon untuk tujuan eksploitasi

kayu secara tidak sah.

36

Risa Suarga, Pemberantasan Illegal Logging, Optimisme di Tengah Praktek Premanisme Global, (Tanggerang: Wana Aksara, 2005), hlm 7.

Page 30: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

19

b) Penebangan pohon dalam makna sesungguhnya untuk tujuan eksploitasi

kayu secara tidak sah.

b. Illegal processing

Merupakan semua atau sebagian kegiatan sebagai proses lanjutan

terhadap kayu (logs) hasil tebangan secara tidak sah. Dilihat dari jenis

kegiatannya, ruang lingkup illegal processing terdiri dari:

a) Hal kepemilikan, menguasai atau memiliki atau menyimpan kayu (logs)

hasil tebangan secara tidak sah.

b) Pergerakan kayu, meliputi mengangkut atau mengeluarkan kayu dari

kawasan hutan negara hasil tebangan secara tidak sah.

c) Pengolahan kayu, merupakan kegiatan pengolahan kayu dari bahan baku

logs hasil tebangan secara tidak sah.

c. Illegal trading

Merupakan kegiatan lanjutan dari proses illegal logging dan atau

illegal processing. Kegiatan-kegiatannya merupakan proses lebih lanjut (end

used) yang dapat memicu atau menjadi alasan kegiatan eksploitasi kayu secara

illegal tetap berjalan. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup ilegal

trading :

a) Perdagangan, merupakan kegiatan transaksi terhadap logs atau hasil olahan

nya dari kayu hasil tebangan secara tidak sah. Kegiatannya meliputi semua

atau sebagian dari menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan

atau membeli logs atau hasil olahan nya dari kayu hasil tebangan secara

tidak sah.

b) Penyelundupan, merupakan kegiatan mengeluarkan atau perdagangan kayu

(atau olahan) ke luar negeri secara illegal terhadap kayu (atau olahan nya)

melalui eksploitasi kayu secara illegal maupun secara legal.37

37

Ibid, hlm 17-18.

Page 31: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

20

3. Tindak Pidana Penebangan Liar

Penebangan liar merupakan salah satu bentuk tindak pidana di bidang

kehutanan. Tindak pidana terhadap kehutanan adalah tindak pidana khusus yang

diatur dengan ketentuan pidana. Ada dua kriteria yang dapat menunjukkan

hukum pidana khusus itu, yaitu pertama, orang-orangnya atau subjeknya yang

khusus, dan kedua perbuatannya yang khusus (bijzonder lijk feiten). Hukum

pidana khusus yang subjeknya khusus maksudnya adalah subjek atau

pelakunya yang khusus seperti hukum pidana militer yang hanya untuk

golongan militer. Dan kedua hukum pidana yang perbuatannya yang khusus

maksudnya adalah perbuatan pidana yang dilakukan khusus dalam bidang

tertentu seperti hukum fiskal yang hanya untuk delik -delik fiskal.

Kejahatan penebangan liar (illegal logging) merupakan tindak pidana khusus

yang dalam kategori hukum pidana yang perbuatannya khusus, yaitu untuk delik-

delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan hasil hutan kayu.38

Penegakan hukum terhadap penebangan liar (illegal logging) mengacu

pada ketentuan pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 41

Tahun 1999 tentang kehutanan dan Undang-Undang no.18 Tahun 2013 tentang

pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

4. Penebangan Liar dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 dan No. 18 Tahun

2013

Penebangan liar merupakan perbuatan atau kegiatan penebangan hutan

secara tidak sah sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan yang dilakukan

oleh perseorangan atau korporasi. Sayangnya kerusakan hutan di tanah air cukup

memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan Republik

Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap

tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta

38

Pope, Strategi Memberantas Korupsi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm.19

Page 32: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

21

hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis

ditebang.39

Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di

Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan,

kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk

pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan

hutan yang semakin parah menyebabkan terganggu nya keseimbangan ekosistem

hutan dan lingkungan di sekitarnya. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi

seluruh makhluk hidup. Berikut ini adalah penjelasan penebangan liar dalam UU

No. 41 tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2013.

1. UU No. 41 Tahun 1999

Indonesia pertama kali memiliki Undang-Undang Kehutanan tahun

1927. Undang-undang ini hanya berlaku untuk mengatur pengelolaan hutan di

pulau Jawa dan Madura. Sementara itu Indonesia sebenarnya memiliki hutan

alam tropika basah di luar Jawa yang sangat luas dan mempunyai potensi

ekonomi tinggi untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu lalu disusun Undang-

undang kehutanan untuk mengatur pengusahaan hutan di luar Jawa, yang dikenal

dengan UU No:5/1967.40

Acuan yang tersedia bagi pengambil keputusan di bidang kehutanan

pada waktu itu tentu saja hanya Undang-undang Kehutanan untuk Jawa &

Madura tadi. Sesuai dengan perkembangan ilmu kehutanan, hutan alam jati di

Jawa yang rusak akibat praktek penambangan kayu, khususnya oleh VOC

selama dua abad, lalu dibangun dengan model Jerman. Bentuk pengelolaan hutan

model Jerman itu dikenal dengan kebun kayu (timber management), dan

39

http://www.wwf.or.id/kehutanan/ di akses tangal 06 juni 2017 14:01 WIB. 40

Hasanu Simon, Kilas Balik Sejarah Peraturan Tentang Kehutanan, (Yogyakarta: Arupa,

Jurnal PSDA, Januari 2000), Vol-1, hlm 1.

Page 33: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

22

pemerintah Hindia Belanda dengan sukses dapat membangun hutan tanaman jati

monokultur. Pengelolaan kebun kayu jati itulah yang dituangkan di dalam

Undang-undang Kehutanan Jawa dan Madura tahun 1927 tersebut. Oleh karena

itu UU No. 5/1967 mempunyai dua kelemahan, yaitu hutan yang dihadapi di luar

Jawa bukan kebun kayu monokultur dan kondisi sosial ekonomi masyarakat

yang berbeda dengan keadaan di Jawa dan Madura awal abad ke-20 ini.41

Karena adanya dua kelemahan itu maka sudah sejak lama para

pemerhati dan pengamat kehutanan Indonesia mulai awal dekade 1990-an telah

menyuarakan perlunya ditinjau kembali UU No. 5/1967. Himbauan tersebut

tidak ditanggapi secara serius oleh Departemen Kehutanan. Walaupun pada

mulanya dibentuk tim untuk mengkaji kemungkinan perubahan itu, namun pada

tahun 1997 diputuskan bahwa perubahan tersebut dianggap belum mendesak.

Tetapi setelah terjadi perubahan politik nasional karena krisis ekonomi dan

kepemimpinan tahun 1998, maka Departemen Kehutanan dan Perkebunan

membentuk tim untuk menyusun undang-undang kehutanan yang baru. Akhirnya

lahirlah undang-undang yang baru itu, dikenal sebagai Undang-Undang No.

41/1999.42

Unsur penebangan liar yang di tuangkan dalam UU No. 41 tahun 1999

Tentang Kehutanan diantaranya meliputi unsur melakukan penebangan pohon

dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 (lima ratus)

meter dari tepi waduk atau danau, 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan

kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai,

50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 (dua) kali kedalaman

jurang dari tepi jurang, dan 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang terdiri dan

pasang terendah dari tepi pantai. Membakar hutan. Serta menebang pohon atau

memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau

41

Ibid, hlm 2. 42

Ibid, hlm 8-9.

Page 34: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

23

izin dari pejabat yang berwenang. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 50

ayat (3) huruf c, d, dan e.43

Adapun ketentuan pidana dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang

kehutanan diantaranya meliputi pasal pasal 78 ayat (2) disebutkan barang siapa

dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat

(3) huruf c diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dalam pasal 78

ayat (3) disebutkan barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam

Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Serta dalam pasal 78 ayat (5) barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan

dalam pasal 50 ayat (3) huruf e diancam dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar

rupiah).44

2. UU No. 18 Tahun 2013

Kedudukan hukum setiap warga negara adalah sama di hadapan hukum.

Jangan sampai ada perlakuan yang berbeda atau justru sebaliknya yaitu adanya

diskriminasi perlakuan yang sengaja dibedakan karena berbagai segi dan faktor

yang menyebabkannya.45

Saat sekarang ini seiring dengan maraknya perbuatan

penebangan liar, maka sejak tahun 2013 disahkan lah Undang-undang Nomor

18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.

UU No. 18 Tahun 2013 lahir akibat peraturan yang ada di UU No. 41 tahun 1999

dinilai masih banyak kelemahan dalam menjerat pelaku penebangan liar.

43

Lembar Negara Republik Indonesia nomor 167, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, (Kementerian Sekretariat Negara RI, 199), hlm 18.

44 Ibid, hlm 28.

45 John Salindeho, Undang-Undang Gangguan Dan Masalah Lingkungan, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1993), Cet Ke-2, hlm 111.

Page 35: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

24

UU No. 18 Tahun 2013 pada pasal 8 tidak hanya sekadar melindungi

atau membuat perlindungan terhadap hutan. Akan tetapi, lebih mengarah pada

upaya pemberantasan perusakan hutan. Pemberantasan perusakan hutan

dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik

langsung, tidak langsung, maupun terkait lainnya, dan tindakan secara hukum

sebagaimana dimaksud yaitu meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan. Oleh karena itu, dalam hal ini dimasukkan

dalam perkara tindak pidana dan prosesnya berdasarkan hukum acara pidana

yang berlaku.46

Dalam UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Perusakan Hutan unsur penebangan liar yang di tuangkan dalam pasal 12 huruf

a, b, c, d, dan e yaitu setiap orang dilarang (a) melakukan penebangan pohon

dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan. (b)

melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. (c) melakukan penebangan pohon

dalam kawasan hutan secara tidak sah. (d) memuat, membongkar, mengeluarkan,

mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan

tanpa izin. Dan yang terakhir huruf (e) mengangkut, menguasai, atau memiliki

hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya

hasil hutan.47

Adapun ketentuan pidana dalam UU No. 18 tahun 2013 tertuang

diantaranya dalam pasal 82 ayat (1) yaitu orang perseorangan yang dengan

sengaja melakukan penebangan pohon dalam pasal 12 huruf a, b, dan c dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

46

Wahyu Prawesthi, Politik Kehutanan dalam Penegakan Hukum Lingkungan dan Pengendalian Pengurangan Risiko Bencana, (Surabaya: Universitas Dr. Soetomo, Jurnal Politik, 2016), Vol. 12, No. 01, hlm 1788-1789.

47 Lembar Negara Republik Indonesia nomor 130, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, (Kementerian Sekretariat Negara RI, 2013), hlm 9-10.

Page 36: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

25

tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta

rupiah). 48

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dilakukan

oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar

kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)

bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah) hal ini tertuang dalam pasal 82 ayat (2).

Dalam pasal 83 ayat (1) di sebutkan orang perseorangan yang dengan

sengaja melanggar pasal 12 huruf d dan e dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling

sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).49

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan

perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888)

yang mengatur tindak pidana perusakan hutan dinyatakan masih tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Ketentuan ini

berdasarkan pasal 113 UU No. 18 tahun 2013.50

48

Ibid, hlm 38. 49

Ibid, hlm 39. 50

Ibid, hlm 67.

Page 37: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

26

BAB III

DESKRIPSI UMUM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG

PELAKU PENEBANGAN LIAR

A. Posisi Kasus

Dalam rangka memperjelas dan memperkuat serta mendukung uraian dari

bab-bab yang penulis uraikan di atas, maka dalam bab ini penulis menyajikan data

hasil penelitian yang selanjutnya di analisis untuk memperoleh kesimpulan.

Sebelum penulis melakukan analisis terhadap putusan Mahkamah Agung No.

2615K/Pid.Sus/2015, maka sebelumnya penulis akan menuliskan identitas lengkap

terdakwa, kasus posisi, dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa, tuntutan yang

diajukan oleh penuntut umum, pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap fakta-

fakta hukum yang terungkap di persidangan dan amar putusan yang di jatuhkan

oleh hakim kepada terdakwa.

1. Identitas Terdakwa

Nama lengkap terdakwa adalah Muhammad Mufid bin Mashuri, lahir di

Blora, umur 41 tahun/16 Maret 1973, jenis kelamin laki-laki, kewarganegaraan

Indonesia, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, ia beragama Islam, bekerja

sebagai petani. Terdakwa ditahan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim

pengadilan negeri Blora sejak tanggal 18 april 2015 sampai dengan tanggal 15

september 2015. Di dalam kasus ini terdakwa tidak didampingi oleh penasihat

hukum.51

51

Ahmad Zulpikar dkk, Putusan No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla tentang penebangan liar, (Blora: Pengadilan Negeri Blora, 2015), hlm 1.

Page 38: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

27

2. Kronologis Kasus

Bermula pada hari jumat tanggal 17 April 2015 sekira pukul 17.30 WIB

terdakwa berangkat dari rumah dengan membawa sabit sebagai sarana untuk

memotong kayu dengan berjalan kaki menuju ke kawasan hutan, sesampainya di

petak 107 RPH Jatikusumo BKPH Kedungjambu KPH Randublatung terdakwa

melihat ada segerombolan orang sedang memotong pohon jati dan meninggalkan

potongan kayu jati yang berukuran agak kecil. Terdakwa mengambil sisa potongan

kayu jati yang ditinggalkan tersebut. Kemudian terdakwa membersihkan ranting-

rantingnya dengan sabit sehingga membentuk ukuran 249 x 13 cm dengan Volume

0,037 M3.

Setelah kayu jati tersebut diangkutnya dengan cara dipikul untuk dibawa

pulang ke rumah, akan tetapi baru berjalan sampai petak108 RPH Jatikusumo

BKPH Kedungjambu KPH Randublatung terdakwa berpapasan degan 2 (dua)

petugas Perhutani. Petugas Perhutani masing-masing bernama Sudaryanto Bin

Darji (sebagai saksi 2) dan Susanto Bin Parjo (sebagai saksi ke 3). Saksi 2 dan 3

menanyakan kepada terdakwa dari mana kayu jadi yang terdakwa bawa serta

menanyakan izin dari pengangkutan kayu jati tersebut. Karena terdakwa tidak dapat

menujukan izin untuk mengangkut kayu tersebut saksi 2 dan 3 lantas menangkap

terdakwa dan melaporkan nya kepada atasan mereka yaitu Hariyani bin Hadi

Sucipto (sebagai saksi 1). 52

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Kasus perkara tindak pidana “kehutanan” dan “pencegahan dan

pemberantasan perusakan hutan” dengan Nomor Register Perkara:

43/Pid.Sus/2015/PN.Bla yang di lakukan terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri

didakwa dalam bentuk dakwaan alternatif, yakni53

:

52

Ibid, hlm 3-4. 53

Hari Sasangka dkk, Penuntutan dan Teknik Membuat Surat Dakwaan, (Surabaya: Dharma Surya Berlian, 1996), hlm 98.

Page 39: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

28

Dalam dakwaan kesatu pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) UURI

No. 41 Tahun 1999 jo pasal 113 UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan yaitu menjatuhkan pidana terhadap terdakwa

dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dikurangi waktu

selama Terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap

ditahan.54

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Adapun yang menjadi tuntutan jaksa penuntut umum yakni menyatakan

terdakwa Muhammad Mufid Bin Mashuri terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana “telah mengangkut, menguasai

atau memiliki hasil hutan berupa kayu jati sebanyak 1 (satu) batang dengan ukuran

249 x 13 cm tanpa dilengkapi dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan

(SKSHH)” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf e jo pasal

83 ayat (1) huruf b UURI No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Mufid Bin Mashuri

dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi waktu

selama Terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap

ditahan dan denda 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) subsider 1 (satu) bulan

kurungan.

Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) batang kayu jati berbentuk

gelondong dengan ukuran 249 cm Ø 13 cm jumlah Volume 0,037 M3. (Dirampas

untuk Negara Cq Perhutani KPH Randublatung) dan 1 (satu) buah bendo terbuat

dari besi yang pada ujungnya tumpul salah satu sisinya tajam dan tangkai terbuat

dari kayu dan besi yang dibungkus dengan karet bekas ban dalam sepeda warna

54

Ahmad Zulpikar dkk, Putusan No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla tentang penebangan liar, hlm 10.

Page 40: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

29

merah (Dirampas untuk dimusnahkan). Serta menetapkan agar terdakwa dibebani

membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).55

5. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap pelaku

Penebangan Liar

a. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Blora dalam Putusan No:

43/Pid.Sus/2015/PN.Bla

Sebelum hakim Pengadilan Negeri Blora memberikan keputusan

terhadap terdakwa (Muhammad Mufid bin Mashuri), keputusan hakim

haruslah berdasarkan surat pelimpahan dakwaan atas kesalahan terdakwa,

serta keputusannya itu haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan

persidangan dalam ruang lingkup dakwaan tersebut. Seperti saksi-saksi

yang telah dihadirkan di persidangan, barang bukti dan keterangan dari

terdakwa.56

Pertama akan dijelaskan mengenai keterangan saksi-saksi di

persidangan.57

Saksi pertama Hariyani bin Hadi Sucipto selaku petugas

Perhutani. Hariyani telah menerima laporan dari saksi Sudaryanto dan

saksi Susanto yang telah menangkap terdakwa yang sedang memikul kayu

jati dan tidak dilengkapi dengan surat izin dari Perhutani. Kayu jati yang

dibawa terdakwa dengan ukuran 249 diameter 13 cm dengan volume

0,037 M3. Potongan kayu jati tersebut menurut saksi dipotong

menggunakan alat gergaji, karena potongannya rapi. Di petak 107 RPH

Jatikusumo masih ditemukan bekas tunggak tebangan baru, dan bekas

tunggak lebih besar dari kayu yang diambil terdakwa karena yang

diambil terdakwa adalah bagian pucuknya dari sisa bekas tebangan orang

55

Ibid, hlm 2-3. 56

A. Hamzah, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm 9. 57

Ahmad Zulpikar dkk, Putusan No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla tentang penebangan liar, hlm 5-8.

Page 41: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

30

lain. Akibat perbuatan Terdakwa Negara dalam hal ini KPH

Randublatung menderita kerugian sebesar Rp. 39.960,- (tiga puluh

sembilan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah).

Saksi kedua Sudaryanto Bin Darji menjelaskan telah melakukan

penangkapan bersama petugas Perhutani Susanto kepada terdakwa

Muhammad Mufid bin Mashuri yang sedang membawa kayu jati yang di

taruh di atas pundak. Pada saat saksi menangkap terdakwa disamping

mengangkut satu batang kayu jati hutan juga membawa sebilah bendog.

Saksi ada menanyakan kepada terdakwa tentang ijin kayu tersebut, dan

terdakwa tidak mempunyai ijin nya.

Saksi ketiga Susanto Bin Parjo menjelaskan saat melakukan

penangkapan bahwa kayu jati yang dibawa terdakwa tidak memiliki izin

Perhutani. Melihat bekas potongan kayu jati menggunakan alat gergaji.

Bahwa berdasarkan keterangan terdakwa, terdakwa ditunjukkan oleh

teman satu desanya bahwa di hutan ada sisa kayu bekas tebangan yang

sudah tidak dipakai.

Kedua bukti yang dihadirkan di persidangan. Barang bukti pertama

berupa 01 (satu) batang kayu jati berbentuk gelondong dengan ukuran 249

cm Ø 13 cm jumlah volume 0,037 M3. Barang bukti kedua berupa 01

(satu) buah bendo terbuat dari besi yang pada ujungnya tumpul salah satu

sisinya tajam dan tangkai terbuat dari kayu dan besi yang dibungkus

dengan karet bekas ban dalam sepeda warna merah.58

Ketiga pengakuan terdakwa. Terdakwa pada hari jumat tanggal 17

April 2015 sekira kurang dari pukul 16.30 WIB berangkat dari rumahnya

berjalan kaki sambil membawa parang/bendog menuju ke hutan untuk

mencari rencek untuk kayu bakar. Sesampainya di hutan petak 107

terdakwa bertemu dengan empat orang, tetangga satu desa terdakwa

58

Ibid, hlm 9.

Page 42: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

31

yaitu Sugiharto, Sagi, Kamari dan Sumindar, yang sedang menebang kayu

jati, lalu Terdakwa ditunjukkan oleh mereka masih ada sisa pucuk kayu

jati yang bisa dijadikan bahan kayu bakar.

Setelah itu terdakwa ambil dan terdakwa membersihkan ranting-

rantingnya dengan parang setelah bersih diangkut dengan cara diletakkan

diatas pundak. Terdakwa mengatakan tidak dalam rombongan tetangga

terdakwa tersebut, karena terdakwa bertemu dengan mereka setelah

terdakwa berputar-putar mencari ranting kayu jati yang sudah agak kering

(rencek) namun tidak menemukannya, lalu bertemu mereka yang telah

lebih dahulu berada di dalam hutan yang kemudian menunjukkan sisa

tebangan mereka. Terdakwa biasanya ke hutan untuk mencari kayu

bakar/rencek dan mencari kroto. Terdakwa memikul kayu jati tersebut

tanpa izin dari Perhutani.59

Berdasarkan fakta hukum tersebut elemen unsur yang tepat adalah

elemen unsur “setiap orang” dan “memungut”. Fakta hukum tersebut

tergambar jelas bahwa terdakwa hanya mengambil sisa tebangan berupa

pucuk pohon jati yang sebelumnya telah dipotong oleh empat orang,

tetangga satu desa terdakwa yaitu Sugiharto, Sagi, Kamari dan Sumindar.

Meskipun terdakwa hanya memungut sisa tebangan orang lain

namun berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 13 UU No. 18 Tahun 2013,

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, hasil hutan

kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan,

atau kayu pacakan yang berasal dari kawasan hutan. Oleh karena itu

pucuk kayu jati yang di pungut oleh terdakwa tetap harus meminta ijin

Perhutani, namun hal tersebut tidak dilakukan terdakwa sehingga

perbuatan terdakwa memungut pucuk kayu jati tersebut memenuhi unsur

tidak ada ijin dari pejabat yang berwenang yang dalam hal ini dari perum

59

Ibid, hlm 8.

Page 43: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

32

Perhutani. Menurut hemat majelis hakim unsur tersebut telah terpenuhi

pula.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, ternyata

perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan

penuntut umum. Sehingga majelis hakim berkesimpulan bahwa terdakwa

telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya yaitu pasal 50 ayat (3) huruf e jo pasal 78 ayat (5)

UURI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan jo pasal 113 UU No. 18

Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam pertimbangan hakim ada pertimbangan yang memberatkan

dan meringankan terdakwa. Pertimbangan hakim pengadilan negeri hal-

hal yang memberatkan terdakwa adalah terdakwa menyadari mengambil

kayu jati di wilayah hutan Perhutani tetapi tetap mengambilnya.

Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa adalah terdakwa berterus

terang selama di persidangan sehingga memperlancar jalannya

persidangan, terdakwa adalah tulang punggung keluarga, terdakwa

belum pernah dihukum, dan terdakwa tidak pernah sebelumnya

mengambil kayu jati di wilayah hutan Perhutani.60

b. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Semarang dalam Putusan

No. 199/Pid.Sus/2015/PT.Smg

Pada tingkat pengadilan tinggi Semarang, sebelum hakim

memberikan putusan maka harus mempertimbangkan beberapa hal

terlebih dahulu. Pertama hakim dapat menerima permintaan banding jika

penuntut umum mengajukannya sesuai dengan cara yang diatur oleh

undang-undang. Kedua, penuntut umum harus mengajukan memori

banding dan terdakwa mengajukan kontra memori banding atau

60

Ibid, hlm 16.

Page 44: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

33

sebaliknya kepada pengadilan tinggi Semarang. Upaya hukum ini dikenal

dengan upaya hukum biasa.61

Sebenarnya pertimbangan majelis hakim tingkat banding tidak

jauh berbeda dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama, yaitu

unsur “setiap orang dan “memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa

memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang” dalam pasal 50 ayat

(3) huruf e jo pasal 78 ayat (5) UURI No. 41 Tahun 1999 jo pasal 113 UU

No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan

Hutan, unsur-unsurnya telah terpenuhi.62

Majelis Hakim tingkat banding tidak menemukan hal-hal yang

dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan

pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena terdakwa mampu

bertanggung jawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan

dijatuhi pidana.

Ketiga, majelis hakim tingkat banding setuju dengan lamanya

pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa karena telah sesuai dengan

hukum yang berlaku. Keempat, berdasarkan kepada pertimbangan aspek

tujuan pemidanaan maka putusan pengadilan negeri Blora harus dikuatkan

mengenai pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa karena tidak

menyalahi aturan hukum yang berlaku.

c. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No.

2615K/Pid.Sus/2015

Sebelum memberikan keputusan terhadap pemohon kasasi

(Jaksa/penuntut umum)63

, hakim harus mempertimbangkan terlebih

61

A. Hamzah, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, hlm 47.

63 Ibid, hlm 112.

Page 45: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

34

dahulu alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi. Alasan tersebut

diajukan karena penerapan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya dan tidak sesuai dengan judex facti. Alasan yang

diajukan oleh pemohon kasasi adalah bahwa majelis hakim tingkat

banding yang telah menjatuhkan putusan yang pertimbangan dan amar

nya telah melakukan kekeliruan yaitu tidak menerapkan peraturan hukum

atau menerapkan suatu peraturan hukum tidak sebagaimana semestinya.

Dalam musyawarah majelis hakim mempertimbangkan terlepas

alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum judex facti salah menerapkan hukum

dalam hal menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e jo.

Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang No.41 Tahun 1999 jo. Pasal 113

Undang-Undang No.18 Tahun 2013.

Majelis hakim juga mempertimbangkan fakta hukum yang ada di

persidangan yaitu terdakwa sebenarnya hanya mengambil sisa potongan

kayu jati yang ditinggalkan. Kemudian terdakwa membersihkan ranting-

rantingnya dengan alat sabit selanjutnya kayu tersebut diangkut dengan

cara dipikul untuk dibawa pulang ke rumah tanpa izin dari pejabat yang

berwenang. Berselang setelah itu terdakwa ditangkap petugas Perhutani.

Bahwa, sebelum judex facti menjatuhkan pidana kepada terdakwa terlebih

dahulu telah cukup mempertimbangkan hal yang memberatkan sesuai

Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP.

Alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat

penghargaan tentang suatu kenyataan. Hal semacam itu tidak dapat

dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak

diterapkan suatu peraturan hukum, peraturan hukum tidak diterapkan

sebagaimana mestinya, apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

Page 46: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

35

ketentuan undang-undang, dan apakah pengadilan telah melampaui batas

wewenang nya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP.64

6. Amar Putusan

Setelah majelis hakim memberikan pertimbangan-pertimbangannya, maka

tibalah majelis hakim memutus perkara, maka majelis hakim memutuskan:

a. Putusan Pengadilan Negeri Blora

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, maka Hakim memutuskan

menyatakan terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memungut hasil hutan tanpa

memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Menjatuhkan pidana oleh

karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan, dan

denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila

tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) batang kayu jati berbentuk

gelondong dengan ukuran 249 cm diameter 13 cm jumlah Volume 0,037 M3

dirampas untuk Negara Cq. Perhutani KPH Randublatung, serta barang bukti

berupa 01 (satu) buah bendo terbuat dari besi yang pada ujungnya tumpul

salah satu sisinya tajam dan tangkai terbuat dari kayu dan besi yang dibungkus

dengan karet bekas ban dalam sepeda warna merah dirampas untuk

dimusnahkan. Dan Membebankan biaya perkara ini kepada Terdakwa

sejumlah Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah).65

64

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm 336-337. 65

Ahmad Zulpikar dkk, Putusan No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla tentang penebangan liar, hlm 16-17.

Page 47: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

36

Berdasarkan pasal 1 butir 12 KUHAP upaya hukum yang dapat

dilakukan penuntut umum karena tidak puas dengan keputusan pengadilan

tingkat pertama adalah dengan melakukan banding. Permintaan banding

menurut pasal 233 butir 1 KUHAP dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh

penuntut umum menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum.66

b. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, maka hakim memutuskan

menerima permintaan banding jaksa penuntut umum. Menguatkan putusan

Pengadilan Negeri Blora No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla, tanggal 3 Agustus 2015

yang dimintakan banding tersebut. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada

dalam tahanan dan membebani terdakwa membayar biaya perkara dalam

kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp2.000,00 (dua

ribu rupiah).67

Berdasarkan pasal 241 KUHAP putusan pada tingkat pengadilan

tinggi dapat berupa putusan yang menguatkan, mengubah atau memperbaiki

putusan dan dapat juga membatalkan putusan pengadilan negeri. Jadi dalam

perkara ini putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa adalah putusan yang

menguatkan putusan pengadilan negeri dan sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.68

c. Putusan Mahkamah Agung

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, Mahkamah Agung

memutuskan alasan kasasi jaksa/penuntut umum tidak dapat dibenarkan Judex

Facti tidak salah dalam mengadili perkara a quo dan tidak salah dalam

menerapkan telah sesuai fakta yang terungkap di persidangan dan terdakwa

66

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, hlm 326. 67

Surya Jaya dkk, Putusan No. 2615K/Pid.Sus/2015 Tentang Penebangan Liar, (Jakarta: Mahkamah Agung, 2015), hlm 4-5.

68 Harun M Husin, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hlm 35.

Page 48: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

37

ternyata hanya mengambil sisa tebangan orang yang tidak seberapa jumlahnya

dan sudah sesuai dan setimpal dengan perbuatan yang didakwakan tersebut.

Dengan begitu alasan kasasi jaksa/penuntut umum tidak dapat

dibenarkan Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum putusan Judex

Facti yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara

selama 5 (lima) bulan oleh karena terdakwa dipersalahkan melakukan tindak

pidana memungut hasil hutan tanpa memiliki izin dari yang berwenang

didasarkan pada pertimbangan yang tepat dan benar atas seluruh fakta-fakta

yang relevan secara yuridis sebagai pertimbangan dalam menentukan dasar

kesalahan terdakwa.

Penerapan hukum di dalam perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum serta undang-undang. Maka sesuai Pasal 182 ayat (6) KUHAP majelis

hakim setelah bermusyawarah mengambil keputusan dengan suara terbanyak

yaitu menolak permohonan kasasi yaitu jaksa penuntut umum pada kejaksaan

negeri Blora tersebut. Serta membebankan kepada terdakwa untuk membayar

biaya perkara pada tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus

rupiah)69

Maka sebenarnya berdasarkan pasal 244 dan pasal 248 KUHAP,

upaya hukum kasasi dilakukan guna menentukan benar atau tidaknya suatu

peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.

Jika penerapan suatu hukum sudah diterapkan dengan benar maka kasasi

ditolak oleh Mahkamah Agung.70

B. Analisis Putusan Hakim Terhadap Pelaku Penebangan Liar Dalam Perspektif

Hukum Pidana

Majelis hakim pada tingkat pertama Pengadilan Negeri Blora memutuskan

bahwa terdakwa (Muhammad Mufid bin Mashuri) terbukti bersalah dengan pidana

69 Surya Jaya dkk, Putusan No. 2615K/Pid.Sus/2015 Tentang Penebangan Liar, hlm 14.

70 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, hlm 331-332.

Page 49: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

38

penjara selama 5 (lima) bulan, dan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah)

dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1

(satu) bulan.

Namun, bila dikaji kembali berdasarkan fakta-fakta hukum di persidangan

baik dari keterangan saksi Hariyani, Sudaryanto dan saksi Susanto (saksi-saksi dari

Perhutani), bahwa kayu jati yang diambil oleh terdakwa hanya kayu jati bagian

pucuk. Bila dilihat dari bekas potongannya sangat rapi karena menggunakan alat

potong gergaji. Pada saat penangkapan terdakwa jelas hanya membawa

bendog/parang alat yang biasa digunakan terdakwa untuk mengambil rencek

(dahan-dahan/kayu yang sudah tidak terpakai). Alat tersebut digunakan untuk

membersihkan ranting-ranting pucuk pohon kayu jati, hal tersebut bersesuaian

dengan keterangan terdakwa yang hanya memungut pucuk pohon jati bekas

tebangan orang lain yang rencananya akan terdakwa gunakan untuk rencek.

Ukuran serta diameter kayu jati yang jadi barang bukti tersebut tidak lah layak

dikategorikan sebagai kayu jati yang nantinya akan bernilai ekonomis yang

memadai untuk dijual kembali, karena dengan ukuran tersebut kayu jati oleh

masyarakat sekitar kawasan hutan akan dibelah lagi dengan kampak untuk

dijadikan kayu bakar.

Dengan melihat fakta kerugian dari pihak Perhutani yang relatif kecil, yaitu

sebesar Rp. 39.960,00 (tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah).

Menurut penulis, hal tersebut tidak sepadan dengan derita yang harus dijalani

terdakwa di dalam tahanan bila mengacu kepada putusan hakim yakni 5 (lima)

bulan, dan denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dengan ketentuan

apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Seyogyanya hakim haruslah menyikapi nya dengan bijak, bagaimanapun antara

Perhutani yang mewakili negara dalam menjaga kelestarian hutan dan masyarakat

sekitar kawasan saling membutuhkan (simbiosis mutualisme) sehingga perlunya

kesadaran dari para pihak untuk saling menyadari hak dan kewajibannya sehingga

Page 50: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

39

adanya keselarasan dan menekankan pada tindakan persuasif dengan masyarakat

sekitar hutan.

Berdasarkan fakta-fakta di dalam persidangan, hukuman yang dijatuhkan

kepada terdakwa masih terlalu berat. Karena jika memperhatikan hukuman di

dalam pasal 50 ayat (3) huruf h jo pasal 78 ayat (5) UU No. 41 Tahun 1999 masih

jauh dari keadilan. Jika melihat dari barang bukti tuntutan dan Peraturan Mahkamah

Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012, kasus ini termasuk dalam kategori tindak

pidana ringan (tipiring). Perma inilah membatasi perkara tindak pidana dengan

kerugian di bawah Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Intinya, jika

nilai barang yang dicuri tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu

rupiah), maka pasal yang dikenakan adalah pasal 364 KUHP tentang pencurian

ringan yang ancaman hukumannya hanya 3 bulan. Dengan ketentuan tersebut maka

tersangka atau terdakwa dalam kasus pencurian ringan tidak perlu dikenakan

penahanan.71

Pada tingkat selanjutnya yaitu Pengadilan Tinggi Semarang, hakim

memutuskan bahwa terdakwa tetap dinyatakan bersalah serta dihukum dengan

pidana penjara, memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan dan

membebani terdakwa membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang

untuk tingkat banding sebesar Rp2.000,00 (dua ribu rupiah). Dalam hal ini, majelis

hakim tingkat banding hanya menguatkan apa yang di putuskan oleh hakim

pengadilan tingkat pertama sehingga tidak merubah atau memperbaiki putusan dari

pengadilan tingkat pertama.

Hal ini sangat disayangkan melihat tidak adanya putusan yang merubah

dari hakim tingkat banding kepada putusan pengadilan tingkat pertama. Memang

benar pertimbangan hakim bahwa terdakwa terbukti memenuhi unsur hukum

“setiap orang” dan “memungut hasil hutan tanpa izin dari pihak yang berwenang”

71

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penyesuaian Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP, (Jakarta: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02, 2012) hlm 1-2.

Page 51: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

40

pada pasal 50 ayat (3) huruf e UU No. 41 Tahun 1999 telah terpenuhi. Akan tetapi

seharusnya hakim mempertimbangkan pula masyarakat seperti bapak Mufhid yang

hidup turun temurun di dalam hutan yang membutuhkan sandang, pangan, dan

papan untuk kebutuhan sehari-hari dengan menebang pohon (dalam kasus ini

memungut pucuk pohon) dan dapat dibuktikan tidak disalahgunakan untuk

kepentingan pihak lain atau komersial. Bagi masyarakat itu tidaklah termasuk

dalam larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e UU

Kehutanan dan tidak dapat dijatuhkan sanksi pidana terhadapnya.

Seperti dimaksud Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 Para warga masyarakat

hukum adat mempunyai hak membuka hutan ulayat nya untuk dikuasai dan

diusahakan tanahnya bagi pemenuhan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Jadi,

tidak mungkin hak warga masyarakat hukum adat itu ditiadakan atau dibekukan

sepanjang memenuhi syarat dalam cakupan pengertian kesatuan masyarakat hukum

adat. Peraturan tersebut diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi No.

35/PUU-IX/2012 yang isinya adalah a) Hutan adat terpisah dari Hutan Negara, b)

Hutan adat merupakan hutan hak, c) Definisi Hutan adat adalah hutan yang berada

dalam wilayah masyarakat hukum adat, dan d) hutan adat merupakan hak yang

dimiliki oleh masyarakat hukum adat. 72

Berdasarkan hal tersebut seharusnya masyarakat adat memiliki hak penuh

atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, termasuk atas hutan adat. Pengakuan

terhadap hak-hak ini, merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi yang melekat

pada masyarakat adat dan dijamin oleh UUD 1945. Seharusnya majelis hakim

tingkat banding bisa lebih lebih bijaksana lagi dalam mempertimbangkan

pengambilan keputusan untuk kasus tersebut. Sehingga UU kehutanan pasal 50 ayat

72

Moh. Mahfud MD, dkk, Putusan No. 35/PUU-X/2012 Tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2012), hlm 185-187.

Page 52: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

41

(3) huruf e tidak di jadikan alat kriminalisasi terhadap masyarakat kecil sekitaran

hutan.

Pada tingkat selanjutnya jaksa penuntut umum mengajukan kasasi atas

putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Jaksa penuntut umum mengajukan kasasi

karena di dalam penerapan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya dan

sangat merugikan negara. Sedangkan bila dilihat dari fakta-fakta di dalam

persidangan dan penerapan dakwaan beserta hukumannya sudah memenuhi judex

facti. Dan unsur-unsur di dalam penerapan undang-undang sudah terpenuhi dengan

baik. Maka kasasi yang diminta oleh jaksa penuntut umum ditolak demi hukum.

Berdasarkan pertimbangan di atas, hakim memang tepat dalam menolak

kasasi karena putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau undang-undang. Akan tetapi, sesuai dengan tugas dan

kewajibannya, UU No. 4 Tahun 2004, tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 ayat

(1) dan (2) hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat

ringan nya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari

terdakwa. Hakim seharusnya lebih jeli dalam dalam melihat fakta-fakta di

persidangan dana tidak hanya berpatokan pada putusan hakim tingkat pertama dan

banding yang telah sesuai atau tidak dalam putusan judex facti.

Fakta di persidangan menujukan bahwa terdakwa adalah masyarakat

sekitar hutan yang memungut hasil hutan untuk kebutuhan hidupnya. Sampah kayu

pungutan terdakwa pun hasil dari bekas tebangan orang lain yang sudah tidak

dipakai lagi dan tidak mempunyai nilai ekonomis yang besar dan dihubungkan

dengan nilai kerugian negara yang diakibatkan perbuatan terdakwa sangat rendah

yaitu sebesar Rp39.960,00. Bahwa, yang harus dipersalahkan melakukan tindak

pidana sebagaimana dakwaan jaksa/penuntut umum adalah orang yang bertemu

dengan terdakwa melakukan penebangan kayu jati. Dengan demikian terdakwa

Page 53: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

42

tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepada

terdakwa, sehingga terdakwa seharus bisa dibebaskan.

Page 54: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

43

BAB IV

TINJAUAN FIQIH LINGKUNGAN TERHADAP PELAKU PENEBANGAN

LIAR

A. Pandangan Fiqih Lingkungan Terhadap Pelaku Penebangan Liar

Masalah lingkungan adalah berbicara tentang kelangsungan hidup

(manusia dan alam). Melestarikan lingkungan sama maknanya dengan menjamin

kelangsungan hidup manusia dan segala yang ada di alam dan sekitarnya.

Sebaliknya, merusak lingkungan hidup, apapun bentuknya, merupakan ancaman

serius bagi kelangsungan hidup alam dan segala isinya, tidak terkecuali manusia.73

Sebagai disiplin ilmu yang mengatur hubungan manusia terhadap Tuhannya,

hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, hubungan manusia terhadap sesama

manusia, hubungan manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, maka tidak

diragukan bila fiqih memiliki peran yang krusial dalam merumuskan tata kelola

lingkungan hidup yang sesuai dengan hukum-hukum syara.74

Dalam bukunya yang berjudul Riayatul Biah fi Syariatil Islam, Yusuf

Qardhawi menjelaskan bahwa fiqih sangat concern terhadap isu-isu lingkungan

hidup ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan pembahasan-pembahasan yang terdapat

dalam literatur fiqih klasik, seperti: pembahasan thaharah (kebersihan), ihya al-

mawat (membuka lahan tidur), al-musaqat dan al-muzara’ah (pemanfaatan lahan

milik untuk orang lain), hukum-hukum terkait dengan jual beli dan kepemilikan air,

api dan garam, hak-hak binatang peliharaan dan pembahasan-pembahasan lainnya

yang terkait dengan lingkungan hidup yang ada di sekitar manusia.75

73

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Sinar Grafik, 2013), Cet. Ke-2 hlm 4. 74

Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), Cet. Ke-1 hlm 5-7. 75

Yusuf Al-Qardhawi, Riayatu Al-Biah fi As-Syariah Al-Islamiyah, (Kairo: Dar Al-Syuruq, 2001), hlm. 39

Page 55: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

44

Beliau juga menegaskan, bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan

upaya untuk menciptakan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan. Hal ini

sejalan dengan maqāsid al-syarī’ah (tujuan syariat agama) yang terumuskan dalam

kulliyāt al-khams, yaitu: hifzu al-nafs (melindungi jiwa), hifzu al-aql (melindungi

akal), hifzu al-māl (melindungi kekayaan/property), hifzu al-nasb (melindungi

keturunan), hifzu al-dīn (melindungi agama). Menjaga kelestarian lingkungan

hidup menurut beliau, merupakan tuntutan untuk melindungi kelima tujuan syariat

tersebut. Dengan demikian, segala prilaku yang mengarah kepada pengrusakan

lingkungan hidup semakna dengan perbuatan mengancam jiwa, akal, harta, nasab,

dan agama.76

Fenomena penebangan hutan secara liar atau yang lebih dikenal dengan

illegal logging sehingga menimbulkan kerusakan tidak dibenarkan dalam ajaran

islam. Dalam konsep fiqih lingkungan melarang praktek penebangan liar karena

berakibat pada kerusakan dan bencana yang mengancam makhluk hidup. Landasan

hukum perusakan hutan sebagaimana firman Allah SWT dalam al Quran surah

saba ayat 15, 16, dan 17 yaitu:

نمذ كهى ف نسجإ كب آخ يس جتب ع بل كهىا وش ق ي كشوا سثكى سص ثه ذح نه واش

شض( ٥١) غفىس وسة طجخ سه ب ىافأع هى فأس م عه ن بهى ان عشو س هى وثذ ثجت جت

ط أكم روات ء وأث م خ وش س ي بهى رنك( ٥١) لهم سذ ب جض إال جبصي وهم كفشوا ث

(٥١) ان كفىس

Artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di

tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan

di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari

rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu

kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)

adalah Tuhan Yang Maha Pengampun"(15). “Tetapi mereka

berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar

dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang

76

Ibid, hlm 44.

Page 56: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

45

ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit

dari pohon Sidr”(16). “Demikianlah Kami memberi balasan kepada

mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab

(yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang

sangat kafir”(17).

Ketiga ayat di atas adalah perintah Allah SWT untuk menjaga sumber

kekayaan alam. Dalam ayat tersebut Allah SWT telah menggambarkan bagaimana

suatu bangsa yang telah diberikan kekayaan alam yang melimpah kemudian

mereka melakukan kerusakan pada alam tersebut, yang mengakibatkan timbulnya

bencana. Berdasarkan pandangan dari ketiga ayat tersebut, menjaga atau mencegah

lingkungan dari perusakan khususnya penebangan liar sangat diharuskan. Sehingga

bencana yang ditimbulkannya bisa dihindari. Adapun tafsir dari ketiga ayat di atas

adalah sebagai berikut.

Saba adalah sebuah kabilah yang terkenal di daerah dekat Yaman.77

Tempat kediaman mereka adalah sebuah negeri yang dikenal dengan nama Marib.

Termasuk nikmat Allah dan kelembutan-Nya kepada manusia secara umum dan

kepada bangsa Arab secara khusus adalah Dia mengisahkan dalam Al Quran kisah

orang-orang yang telah binasa yang dekat dengan bangsa Arab, sisa

peninggalannya dapat disaksikan oleh mereka dan sering disebut-sebut. Yang

demikian agar membuat mereka mau beriman dan mau menerima nasihat.

Mereka mempunyai lembah yang besar, lembah itu biasa didatangi oleh

aliran air yang banyak, dan mereka membuat bendungan yang kokoh yang menjadi

tempat berkumpulnya air. Aliran air biasa mengalir kepadanya dan berkumpul di

sana, lalu mereka alirkan dari bendungan itu ke kebun-kebun mereka yang berada

di sebelah kanan dan sebelah kiri bendungan itu.

Kedua kebun yang besar itu memberikan hasil yang baik, berupa buah-

buahan yang cukup bagi mereka sehingga mereka bergembira dan senang, maka

77

Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katshir, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2004), Jilid 6, Cet Ke-1, hlm 559.

Page 57: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

46

Allah memerintahkan mereka mensyukuri nikmat-Nya itu karena beberapa sisi, di

antaranya adalah karena diberikan kedua kebun yang besar itu yang menjadi pusat

makanan mereka, selain itu karena Allah telah menjadikan negeri mereka sebagai

negeri yang baik karena udaranya yang baik, sedikit sesuatu yang mengganggu

kesehatan, dan di sana mereka memperoleh rezeki yang banyak.78

Di samping itu, Allah telah berjanji, bahwa jika mereka bersyukur, maka

Dia akan mengampuni dan merahmati mereka. Oleh karena itu Dia berfirman,

“Negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha

Pengampun.” Selain itu juga, karena Allah mengetahui kebutuhan mereka dalam

perdagangan dan berbisnis di negeri yang diberkahi, yaitu beberapa daerah di

Shana (menurut sebagian ulama salaf), namun menurut yang lain bahwa negeri

yang diberkahi yang mereka tuju adalah Syam. Allah telah mempersiapkan untuk

mereka berbagai sebab dan sarana agar mereka dapat dengan mudah sampai ke

sana dengan aman dan tanpa ada rasa takut, dan lagi daerahnya antara yang satu

dengan yang lain saling bersambung sehingga mereka tidak perlu membawa bekal

dan air (karena mereka bisa membeli langsung di daerah yang mereka lewati).

Karena nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada mu di negeri Saba. Dari

yang memberi nikmat (Allah) dan dari beribadah kepada-Nya, mereka tidak mau

bersyukur kepada-Nya dan malah bosan dengannya sampai mereka meminta

kebalikan dari itu dan berharap agar jarak perjalanan mereka dijauhkan, padahal

sebelumnya mudah. Maka Alah memberikan azab atas kekafiran mereka.

Maksudnya, banjir besar yang disebabkan runtuhnya bendungan Marib, lalu

menenggelamkan kebun dan harta mereka. Allah pun mengati pohon-pohon

mereka dengan pohon Atsl ialah sejenis pohon cemara, sedangkan pohon Sidr ialah

sejenis pohon bidara (pohon berduri).79

78

Ibid, hlm 561. 79

Ibid, hlm 562-563.

Page 58: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

47

Berdasarkan uraian di atas, dapat dimaknai bahwa Indonesia adalah negeri

yang dikaruniai oleh Allah SWT dengan kekayaan sumber daya alamnya yang

sangat melimpah termasuk sumber daya hutan nya. Oleh karena itu kita sebagai

warga negara harus menjaga dan mensyukuri segala apa yang telah dianugerahkan-

Nya. Berarti, kerusakan hutan yang disebabkan oleh penebangan liar termasuk

tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. Dampak kerusakan

lingkungan karena penebangan liar sangat merugikan terhadap mahluk hidup

lainnya, seperti timbulnya banjir, udara yang tidak sehat, longsor, dan sebagainya.

Dengan begitu, dalam ajaran Islam perusakan terhadap lingkungan tidak dapat

dibenarkan.

Adapun Hadits larangan perusakan hutan yang mengganggu kepentingan

orang lain. Sebagaimana dalam Hadits dari Abu Dawud dalam kitab Adab-nya no.

5239:80

سسىللبل "وسهىعههللاصهىللا سح لطعي ةسذ صى سئم."انبسفسأ سهللا

داودأثى ىع تصش ان حذثهزافمبلان حذثهزايع يخ ع سح لطعي فالح فسذ

تظم ثهبس جماث بعجث بوان جهبئىانس شوظه حك ثغ ةفهبنهكى صى فسأ سهللا

انجخبسي(صحح.)انبس

Artinya: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa

menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya

dalam api neraka.” Abu Dawud pernah ditanya tentang hadits

tersebut, lalu ia menjawab, “Secara ringkas, makna hadits ini adalah

bahwa barangsiapa menebang pohon bidara di padang bidara

dengan sia-sia dan zhalim; padahal itu adalah tempat untuk berteduh

para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan

membenamkan kepalanya di neraka.”

Berdasarkan Hadits diatas, pelaku penebangan liar adalah prilaku sia-sia

dan zhalim. Karena hutan adalah penyanggah hajat hidup orang bayak termasuk

80

Abi Dawud Sulaiman Ibn al-Asy as-Sijistani al-Azdi, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm 782.

Page 59: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

48

flora dan fauna di dalamnya. Prilaku seperti itu adalah prilaku yang dibenci oleh

Allah SWT karena mengganggu dan menimbulkan bahaya/bencana kepada mahluk

hidup lainnya. Prilaku pengrusakan terhadap lingkungan hidup dan membuat

kemudharatan bagi orang lain bertentangan dengan kaedah-kaedah yang telah

dirumuskan oleh para fuqaha (al-Qawaid al-Fiqhiyyah), antara lain:81

1. Kaedah: ال ضشاس وال ضشاس

Kaedah ini melarang untuk berbuat bahaya atau merusak. Maksudnya,

prilaku penebangan liar adalah prilaku yang dilarang karena merusak tatanan

lingkungan hidup sehingga membahayakan kehidupan. Bahaya yang

ditimbulkan oleh kerusakan ini seperti banjir tanah longsor sangat merugikan

orang bayak. Oleh karena itu prilaku penebangan liar dalam kaedah ini tidak

dapat dibenarkan.

2. Kaedah: دسء نفبسذا يمذو عهى جهت انصبنح

Kaedah ini memilik arti yaitu menghilangkan kerusakan lebih

didahulukan atas menarik kemaslahatan. Maksudnya, eksploitasi besar-besaran

terhadap hutan memang telah gencar-gencarnya dilakukan dari awal tahun

90an, dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatan pendapatan negara.

Memang benar peningkatan pendapatan negara diperlukan untuk

mensejahterakan masyarakatnya. Tetapi, kerusakan yang di timbulkan dari

eksploitasi besar-besaran menimbulkan dampak kerusakan hutan yang kian

hari makin luas. Sehingga menciptakan ketidak seimbangan ekosistem.

Berdasarkan kaedah ini pencegahan kerusakan hutan harus lebih diutamakan

dibandingkan dengan kemaslahatan yang didapat dari eksploitasi hutan

tersebut. Sehingga terciptanya kelestarian lingkungan yang berkesinambungan.

81

Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004), Cet. Ke-1, hlm 125-154

Page 60: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

49

Dalam konteks pelestarian lingkungan, Yusuf Qardhawi bahkan

menegaskan penerapan hukuman sanksi berupa kurungan (at-tazir) bagi pelaku

pengrusakan lingkungan hidup yang ditentukan oleh pemerintah (waliyyul amr).Di

dalam jarimah tazir hakim dapat mempunyai hak lebih besar untuk menentukan

bentuk dan berat hukumannya.

Dapat dikatakan bahwa bentuk pidana tazir ini merupakan pengembangan lebih lanjut

dari gagasan-gagasan pemidanaan dalam Al Quran dan as Sunnah, khususnya terhadap

bentuk-bentuk tindak pidana yang tidak atau belum diatur dalam kedua sumber hukum

yaitu Al Quran dan as Sunnah seperti pembalakan liar. Hal ini dimungkinkan karena

ketentuan pidana yang secara tegas diatur dalam Al-Quran dan Hadits, memang masih

terbatas pada empiris di jaman Nabi.82

B. Pandangan Fiqih Lingkungan Terhadap Putusan Mahkamah Agung Perkara

No: 2615 K/Pid.sus/2015

Dalam putusan Mahkamah Agung perkara No: 2615 K/Pid.sus/2015 bapak

Muhfid sebagai tersangka dinyatakan bersalah dalam kasus penebangan liar. Namun

bila dilihat dari perspektif fiqih lingkungan putusan tersebut tidaklah tepat.

Berdasarkan bukti-bukti dalam persidangan apa yang dilakukan oleh pak Muhfid

tidak bertentangan degan dengan fiqih lingkungan, karena seseorang atau kelompok

dapat dikatakan bertentangan dengan fiqih lingkungan bilamana apa yang diperbuat

menimbulkan kerusakan bagi lingkungan serta merugikan orang lain. Sedangkan Apa

yang dilakukan oleh pak Muhfid sebagai warga sekitaran hutan dengan memungut

ranting kayu dari hutan milik negara (perhutani) dengan maksud menjadikan kayu

bakar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan maupun merugikan orang lain.

82

Jimly ash-Shidiqie, Pembaharuan hukum Pidana Islam : Studi Bentuk-bentuk Pidana dalam Tradisi Hukum Fiqh. (Bandung: Angkasa, 1996) hlm 144.

Page 61: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

50

Dengan demikian pak Muhfid tidak bisa dikatakan sebagai pelaku penebangan

liar karena unsur-unsur merusak dan merugikan orang lain tidak terpenuhi. Sehingga

pak Muhfid seharusnya bisa terhindar dari sanksi berupa kurungan (at-tazir) seperti

yang disebutkan oleh Yusuf Qardhawi terhadap pelaku pengrusakan lingkungan

hidup yang ditentukan oleh pemerintah (waliyyul amr).

Page 62: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Penerapan hukum tindak pidana illegal logging dalam Undang-undang No. 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan terdapat pada pasal 50 ayat (3) huruf c, d, e, f, h,

j dan huruf k. Tetapi pada pasal 112 Undang-undang 18 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dinyatakan Pasal 50 ayat (3)

huruf a, f, g, h, j, dan k dihapus. Jadi rumusan tindak pidana illegal logging

terdapat pada Undang-undang 18 Tahun 2013 yaitu Pasal 12 huruf a, b, c, d, e, f,

dan g dan pasal 19 huruf a, b, c, d dan f. Setiap orang dalam Undang-undang No.

18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah

orang-perorangan dan atau korporasi. Sanksi pidana yang telah dirumuskan

dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 yang berkaitan dengan illegal logging

telah dihapuskan, sehingga digunakan sanksi pidana dalam Undang-undang No.

18 Tahun 2013 yang terkait tentang tindak pidana illegal logging terdapat pada

pada Pasal 82-85, pasal 94 dan pasal 98. Pada saat Undang-Undang ini mulai

berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan

pelaksana dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3888) yang mengatur tindak pidana perusakan hutan

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-

Undang ini. Hal tersebut tertuang dalam pasal 113.

2. Pandangan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung No: 2615

K/Pid.Sus/2015 terhadap pelaku penebangan liar belum cukup memenuhi rasa

Page 63: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

52

keadilan kepada masyarakat karena penerapan hukum yang didapat dari putusan

terebut masih terkesan sepotong-sepotong. Dalam pandangan fiqih lingkugan

Pelaku penebangan liar tidak dapat dibenarkan, karena menyebabkan kerusakan

lingkungan seperti banjir, longsor, pencemaran udara, dan lain sebagainya.

Perilaku tersebut adalah prilaku yang zhalim sehingga merugikan mahluk hidup

lainnya. Yusuf Qardhawi bahkan menegaskan penerapan hukuman sanksi berupa

kurungan (at-tazir) bagi pelaku pengrusakan lingkungan hidup.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan seperti yang

telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan saran-saran sebagai berikut:

1. Peraturan pelaksana UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 18

Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,

diharapkan kepada Pemerintah agar peraturan pelaksana yang masih berlaku

segera diperbaiki apabila di dalamnya memiliki pasal-pasal yang bertentangan

dengan undang-undang yang lebih tinggi.

2. Dalam rangka penegakan hukum hal-hal yang berkenaan dengan penyertaan

dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan tindakan penegak hukum

bagi setiap pelaku tindak pidana penebangan liar. Penegak hukum memberikan

sanksi kepada pelaku tindak pidana penebangan liar sesuai dengan fakta hukum

dan dapat menganalisis dengan baik tindak pidana yang dilakukan, sehingga bisa

memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.

Page 64: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xii

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Ahmad Sudirman, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Banyu Kencana, Jakarta

2003.

Abbas Ahmad Sudirman, Qawaid Fiqihiyyah Dalam Prespektif Fiqh, Radar Jaya

Offset, Jakarta 2004.

Abdurrahman Humam, Peradilan Islam Keadilan Sesuai Fitrah Manusia, Wadi

Press, Jakarta 2004

Ahmadi Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode penelitian Hukum, Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2010.

Al-Qardhawi Yusuf, Riayatu Al-Biah fi As-Syariah Al-Islamiyah, Dar Al-Syuruq,

Kairo 2001.

Arief Barda Nawawi, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta

2003.

Bakry H.M.K., Hukum Pidana Dalam Islam, AB. Sitti Sjamsijah, Solo 1958.

Dahlan Rahman, Ushul Fiqh, Amzah, Jakarta 2010.

Daliyo J.B., Pengantar Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1992.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Gema Risalah Press,

Bandung, 1989.

Djauli Ahmad, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Raja

Grafindo Persada, Jakarta 1997.

Page 65: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xiii

Hamzah A. dan Irdan Dahlan, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, Bina Aksara,

Jakarta 1987.

Hamzah Andi, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta 1995.

Hanafi Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1989.

Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Perlindungan Lingkungan: Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Gadjah Mada Universty Press,

Yogyakarta 1991.

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah pembentukan Undang-undang

pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah nasional,

Djambatan, Jakarta 1994.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta 2013.

Hosen Ibrahim, Jenis-jenis Hukuman dalam Hukum Pidana Islam, Mizan, Bandung,

1997.

Indonesia Corruption Watch, Pengadilan Yang Tidak Berpihak Pada Keadilan,

Indonesia Corruption Watch, Jakarta 2005.

J.L.K. Valerine, Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2009.

Komar Yaman, Tanah Terlantar, Perspektif Hukum Islam Perbandingan dengan

Hukum Agraria Nasional, Malang: Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya

Press, Majalah Investor, edisi 50, 13-27 Maret 2002.

Page 66: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xiv

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta

1997.

Lembar Negara Republik Indonesia nomor 130, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Kementerian

Sekretariat Negara RI 2013.

Lembar Negara Republik Indonesia nomor 167, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan, Kementerian Sekretariat Negara RI 1999.

Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 2002.

Moeljanto, KUHP, Bumi Aksara, Jakarta 1990.

Mudakir Iskandar Syah, Dasar-Dasar Pembebasan Tanah: Untuk Kepentingan

Umum, Jakarta: Jala Permata, 2007.

Nazir Moh., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Cetakan keenam, Bogor 2005.

Prasetyo Teguh, Hukum Pidana, Rajawali Perss, Jakarta 2010.

Putusan Mahkamah Agung No. 2615K/Pid.Sus/2015.

Putusan Pengadilan Negeri Blora No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 199/Pid.Sus/2015/PT.Smg.

Rangkuti Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional,

Airlangga University Press, Surabaya 2005.

Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung 1994.

Salim, Kamus Indonesia Inggris, Modern English Press, Jakarta 1987.

Siregar Bismar, Hukum Dan Iman, Grafikatama, Jakarta 1990.

Page 67: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xv

Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian

Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta 2005.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Jakarta

2008.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Perss),

Jakarta 2008.

Soemitro Ronny Hanityo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1988.

Soetomo R.H., Ruwetnya Mencari Keadilan Di Indonesia, Nice World, Jakarta 2008.

Suarga Risa, Pemberantasan Illegal Logging, Wana Aksara, Tanggerang 2005.

Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

1996.

Taufiq Muhammad, Keadilan Subtansial Memangkas Rantai Birokrasi Hukum,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2014.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1990.

Tim Redaksi Tatanusa, Advokat & Bantuan Hukum, PT Tatanusa, Jakarta 2014.

Tri Bawono Bambang dan Anis Mashdurohatun, Penegakan Hukum Pidana Di

Bidang Illegal Logging Bagi Kelestarian Lingkungan Hidup Dan Upaya

Penanggulangannya, Jurnal Hukum Vol XXVI, Fakultas Hukum

UNISSULA, Semarang 2011.

Page 68: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xvi

Yanggo, Huzaemah T. dan Hafiz Ansyary AZ., Problematika Hukum Islam dan

Kontemporer, Jilid II, Pustaka Firdaus, Jakarta 2000.

Yanggo, Huzaemah T. Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus,

Jakarta 2000.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/04/23/nn8yms-nenek-asyani-

divonis-satu-tahun di akses pada 01 juni 2017.

http://regional.liputan6.com/read/2875127/kerusakan-hutan-pembalakan-liar-hingga-

penambangan-emas-ilegal diakses pada tanggal 30 mei 2017.

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesie

s/kehutanan/ diakses pada tanggal 06 juni 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kehutanan diakses pada tanggal 20 juni 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar diakses pada tanggal 20 juni 2017.

https://sunnah.com/abudawud/43/467 diakses pada tanggal 29 mei 2017.

https://sunnah.com/bukhari/47/11 diakses pada tanggal 29 mei 2017.

https://www.tempo.co/topik/masalah/756/pembalakan-liar diakses pada tanggal

30mei 2017.

https://www.tempo.co/topik/tokoh/2173/nenek-asyani diakses pada tanggal 01 juni

2017.

Page 69: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

xvii

LAMPIRAN

Page 70: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 1 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

P U T U S A N No. 2615 K/Pid.Sus/2015

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G yang memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus pada tingkat kasasi telah

memutuskan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa:

Nama : MUHAMMAD MUFID bin MASHURI; Tempat lahir : Blora;

Umur / tanggal lahir : 41 tahun / 16 Agustus 1973;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Dk. Polsokulon RT.09/03, Desa Kediren,

Kecamatan Randublatung, Kabupaten

Blora;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Tani;

Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) oleh:

1. Penyidik sejak tanggal 18 April 2015 sampai dengan tanggal 7 Mei

2015;

2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 8 Mei 2015 sampai

dengan tanggal 16 Juni 2015;

3. Penuntut Umum sejak tanggal 11 Juni 2015 sampai dengan tanggal 30

Juni 2015;

4. Hakim Pengadilan Negeri sejak tanggal 18 Juni 2015 sampai dengan

tanggal 17 Juli 2015;

5. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri sejak tanggal 18 Juli 2015

sampai dengan tanggal 15 September 2015;

6. Hakim Pengadilan Tinggi sejak tanggal 10 Agustus 2015 sampai

dengan tanggal 8 September 2015;

Terdakwa diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri Blora karena

didakwa:

DAKWAAN: Pertama:

Bahwa ia Terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri pada hari Jum’at

tanggal 17 April 2015 sekira pukul 17.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain di bulan April di tahun 2015 bertempat di dalam hutan petak 107 RPH

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 71: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 2 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Jatikusumo BKPH Kedungjambu KPH Randublatung Kelurahan Wulung,

Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora atau setidak-tidaknya pada suatu

tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri

Blora, telah menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan

berupa kayu jati sebanyak 1 (satu) batang dengan ukuran 249 x 13 cm tanpa

memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, perbuatan tersebut

dilakukan Terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut :

Bahwa ia Terdakwa pada hari Jum’at tanggal 17 April 2015 sekira pukul

17.30 WIB berangkat dari rumah dengan membawa sabit sebagai sarana untuk

memotong kayu dengan berjalan kaki menuju ke kawasan hutan, sesampainya

di petak 107 RPH Jatikusumo BKPH Kedungjambu KPH Randublatung

Terdakwa melihat ada segerombolan orang sedang memotong pohon jati dan

meninggalkan potongan kayu jati yang berukuran agak kecil. Selanjutnya

Terdakwa mengambil sisa potongan kayu jati tersebut yang ditinggalkan.

Kemudian Terdakwa membersihkan ranting-rantingnya dengan sabit sehingga

membentuk ukuran 249 x 13 cm dengan Volume 0,037 M3. Selanjutnya kayu jati

tersebut diangkutnya dengan cara dipikul untuk dibawa pulang ke rumah tanpa

izin dari pejabat yang berwenang, akan tetapi baru berjalan sampai petak108

RPH Jatikusumo BKPH Kedungjambu KPH Randublatung Terdakwa dapat

ditangkap petugas perhutani;

Akibat perbuatan Terdakwa Negara dalam hal ini KPH Randublatung

menderita kerugian sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan ribu sembilan

ratus enam puluh rupiah). Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam pasal 50 ayat (3) huruf e jo. Pasal 78 ayat (5) Undang-

Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dan ditambah

Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 jo. Pasal 113 Undang-Undang No. 18 Tahun

2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

Atau: Kedua:

Bahwa ia Terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri pada hari Jum’at

tanggal 17 April 2015 sekira pukul 17.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain di bulan April di tahun 2015 bertempat di dalam hutan petak 107 RPH

Jatikusumo BKPH Kedungjambu KPH Randublatung Kelurahan Wulung,

Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora atau setidak-tidaknya pada suatu

tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri

Blora, telah mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan berupa kayu jati

sebanyak 1 (satu) batang dengan ukuran 249 x 13 cm tanpa dilengkapi dengan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 72: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 3 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), perbuatan tersebut dilakukan

Terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut : Bahwa ia Terdakwa pada

hari Jum’at tanggal 17 April 2015 sekira pukul 17.30 WIB berangkat dari rumah

dengan membawa sabit sebagai sarana untuk memotong kayu dengan berjalan

kaki menuju ke kawasan hutan, sesampainya di petak 107 RPH Jatikusumo

BKPH Kedungjambu KPH Randublatung Terdakwa melihat ada segerombolan

orang sedang memotong pohon jati dan meninggalkan potongan kayu jati yang

berukuran agak kecil. Selanjutnya Terdakwa mengambil sisa potongan kayu jati

tersebut yang ditinggalkan. Kemudian Terdakwa membersihkan ranting-

rantingnya dengan sabit sehingga membentuk ukuran 249 x 13 cm dengan

Volume 0,037 M3. Selanjutnya kayu jati tersebut diangkutnya dengan cara

dipikul untuk dibawa pulang ke rumah tanpa izin dari pejabat yang berwenang,

akan tetapi baru berjalan sampai petak 108 RPH Jatikusumo BKPH

Kedungjambu KPH Randublatung Terdakwa dapat ditangkap petugas perhutani;

Akibat perbuatan Terdakwa Negara dalam hal ini KPH Randublatung

menderita kerugian sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan ribu sembilan

ratus enam puluh rupiah).

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 12 huruf e jo. Pasal 83 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 18 Tahun

2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; Mahkamah Agung tersebut;

Membaca tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Blora tanggal 27 Juli 2015 sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana “Telah

mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan berupa kayu jati sebanyak

1 (satu) batang dengan ukuran 249 x 13 cm tanpa dilengkapi dengan Surat

Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)” sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 12 huruf e jo. Pasal 83 ayat (1) huruf b Undang-Undang

No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan

Hutan;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri

dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi

waktu selama Terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah

Terdakwa tetap ditahan dan denda Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)

subsidair 1 (satu) bulan kurungan;

3. Menyatakan barang bukti berupa :

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 73: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 4 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

• 1 (satu) batang kayu jati berbentuk gelondong dengan ukuran 249 cm Ø 13

cm jumlah volume 0,037 M3;

(Dirampas untuk Negara Cq. Perhutani KPH Randublatung);

• 1 (satu) buah bendo terbuat dari besi yang pada ujungnya tumpul salah

satu sisinya tajam dan tangkai terbuat dari kayu dan besi yang dibungkus

dengan karet bekas ban dalam sepeda warna merah;

(Dirampas untuk dimusnahkan);

4. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar

Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);

Membaca putusan Pengadilan Negeri Blora No. 43/Pid.Sus/2015/PN Bla,

tanggal 3 Agustus 2015 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Muhammad Mufid bin Mashuri tersebut diatas, telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

memungut hasil hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang

berwenang;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana

penjara selama 5 (lima) bulan, dan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus

ribu rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana

kurungan selama 1 (satu) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5. Menetapkan barang bukti berupa :

• 1 (satu) batang kayu jati berbentuk gelondong dengan ukuran 249 cm

diameter 13 cm jumlah Volume 0,037 M3;

Dirampas untuk Negara Cq. Perhutani KPH Randublatung;

• 1 (satu) buah bendo terbuat dari besi yang pada ujungnya tumpul salah

satu sisinya tajam dan tangkai terbuat dari kayu dan besi yang dibungkus

dengan karet bekas ban dalam sepeda warna merah;

Dirampas untuk dimusnahkan;

6. Membebankan biaya perkara ini kepada Terdakwa sejumlah Rp2.000,00 (dua

ribu rupiah);

Membaca putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 199/Pid.Sus/2015/

PT.SMG, tanggal 7 September 2015 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

• Menerima permintaan banding yang diajukan Jaksa/Penuntut Umum;

• Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Blora No. 43/Pid.Sus/2015/PN.Bla,

tanggal 3 Agustus 2015 yang dimintakan banding tersebut;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 74: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 5 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

• Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

• Membebani Terdakwa membayar biaya perkara dalam kedua tingkat

peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);

Mengingat akan akta tentang permohonan kasasi No. 43/Pid.B/2015/

PN.Bla jo. No. 199/Pid.Sus/2015/PT.Smg yang dibuat oleh Panitera pada

Pengadilan Negeri Blora yang menerangkan, bahwa pada tanggal 11

September 2015 Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Blora

mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut;

Memperhatikan memori kasasi tanggal 21 September 2015 dari Jaksa/

Penuntut Umum sebagai Pemohon Kasasi yang diterima di kepaniteraan

Pengadilan Negeri Blora pada tanggal 21 September 2015;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah

diberitahukan kepada Jaksa/Penuntut Umum pada tanggal 10 September 2015

dan Jaksa/Penuntut Umum mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 11

September 2015 serta memori kasasinya telah diterima di kepaniteraan

Pengadilan Negeri Blora pada tanggal 21 September 2015 dengan demikian

permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara menurut undang-undang, oleh karena itu

permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/

Jaksa/Penuntut Umum pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding yang telah menjatuhkan putusan

yang pertimbangan dan amarnya berbunyl seperti tersebut diatas telah

melakukan kekeliruan yaitu:

Tidak menerapan peraturan hukum atau menerapkan suatu peraturan hukum

tidak sebagaimana semestinya;

Bahwa didalam petikan putusan perkara pidana No. 199/Pid.Sus/2015/PT.SMG

yang dibacakan pada hari Senin tanggal 7 September 2015 Majelis Hakim

Tingkat Banding dalam putusannya tidak membuat pertimbangan secara

lengkap dan sampai saat Penuntut Umum membuat memori kasasi kami belum

menerima salinan putusan maka Penuntut Umum tidak mengetahui apa yang

menjadi alasan Pengadilan Tingkat Banding atau pertimbangan yuridis Majelis

Hakim Tingkat Banding menguatkan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama.

Padahal salinan putusan Majelis Hakim Banding menjadi bahan Penuntut

Umum untuk membuat memori kasasi, oleh karena itu Penuntut Umum akan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 75: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 6 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

menanggapi pertimbangan putusan pengadilan Tingkat Pertama;

Bahwa di dalam pertimbangan putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang

menerangkan:

“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan

bahwa pada han Jum’at tanggal 17 April 2015 sekira pukul 16.30 WIB,

Terdakwa berangkat dan rumahnya berjalan kaki sambil membawa parang/

bendog menuju ke hutan untuk mencari rencek untuk kayu bakar, dan

sesampainya di hutan petak 107, Terdakwa bertemu dengan empat orang,

tetangga satu desa Terdakwa yaitu Sugiharto, Sagi, Kamari dan Sumindar, yang

sedang menebang kayu jati, lalu Terdakwa ditunjukkan oleh mereka masih ada

sisa kayu pucukan yang bisa untuk bahan bakar, lalu Terdakwa ambil dan

Terdakwa membersihkan ranting-rantingnya dengan parang/bendog setelah

bersih diangkut dengan cara diletakkan diatas pundak, dan sekira pukul 17.20

WIB Terdakwa ditangkap oleh petugas Perhutani di petak 108 RPH Jatikusumo

BKPH Kedung jambu KPH Randublatung, ketika sedang memikul kayu jati dan

Terdakwa dalam memungut kayu jati tersebut tanpa izin dan perhutani dan

akibat perbuatan Terdakwa Negara dalam hal ini KPH Randublatung menderita

kerugian sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan rìbu sembilan ratus enam

puluh rupiah);

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut elemen unsur yang tepat

adalah elemen unsur memungut, karena dan fakta hukum tersebut tergambar

jelas bahwa Terdakwa hanya mengambil sisa tebangan berupa pucuk pohon jati

yang sebelumnya telah dipotong oleh empat orang, tetangga satu desa

Terdakwa yaitu Sugiharto, Sagi, Kamari dan Sumindar, namun dalam hal ini

walaupun Terdakwa memungut sisa tebangan orang lain namun berdasarkan

ketentuan pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013, tentang

Pecegahan dan Pemberantasan Perusakan Rutan, hasil hutan kayu adalah

hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan

yang berasal dan kawasan hutan, oleh karena itu pucuk kayu jati yang dipungut

oleh Terdakwa tetap harus meminta izin Perhutani, namun hal tersebut tidak

dilakukan Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa memungut pucuk kayu jati

tersebut memenuhi unsur tidak ada izin dan pejabat yang berwenang yang

dalam hal ini dan Perum Perhutani, oleh karena itu menurut hemat Majelis

Hakim unsur tersebut telah terpenuhi pula;”

Penuntut Umum tidak sependapat dengan pertimbangan putusan Pengadilan

Tingkat Pertama yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pngadilan Tingkat Banding

antara lain sebagai berikut:

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 76: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 7 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan yaitu keterangan dua

orang saksi Penangkap Sudaryanto bin Darji dan Susanto bin Parjo pada saat

melakukan patroli di petak 108 sekira pukul 17.30 WIB menangkap Terdakwa

sedang memikul (mengangkut), menguasai satu batang kayu jati dengan ukuran

249 x 13 cm tanpa dilengkapi surat keterangan sahnya Hasil Hutan, kemudian

saksi-saksi penangkap melakukan pengecekan di petak 107 di temukan

tunggak baru bekas potongan selanjutnya dalam persidangan terungkap bahwa

saksi-saksi penangkap tersebut tidak melihat Terdakwa sedang memungut atau

memotong kayu hanya menerangkan sebatas yang la lihat, ia ketahui Terdakwa

sedang menguasai atau memikul (mengangkut) kayu jati hutan;

Kemudian dalam fakta persidangan Terdakwa menerangkan memperoleh kayu

jati tersebut dan tetangga Terdakwa yang Terdakwa kenal bernama yaìtu

Sugiarto, Sagi, Kamani dan Sumindar (Belum Tertangkap I DPO) yang sedang

memotong kayu jati hutan di petak 107 selanjutnya memberitahukan pada

Terdakwa ada satu batang pucukan kayu jati sisa potongan mereka kemudian

Terdakwa mengambil kayu jati tersebut. Selanjutnya kayu dipikul di atas

pundaknya setelah berjalan sampai di petak 108 sekitar pukul 17.30 WIB

Terdakwa dihentikan petugas perhutani yang sedang berpatroli dan ditangkap;

Dan uraian tersebut diatas maka menurut putusan Pengadilan Tingkat Pertama

yang dikuatkan Pengadilan Tingkat Banding yang mempertimbangkan

Terdakwa memungut kayu jati hutan adalah tidak tepat dan keliru karena

pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama hanya mempertimbangkan

keterangan Terdakwa. Sedangkan Terdakwa mempunyai hak ingkar dan itu

merupakan alibi Terdakwa yang seharusnya dikesampingkan oleh Majelis

Hakim Tingkat Pertama maupun Majelis Hakim Tingkat Banding;

Bahwa menurut pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama berdasarkan

Kamus Besar Bahasa Indonesia memungut adalah mengambil yang ada di

tanah atau dilantai, sedangkan Terdakwa memperoleh satu batang kayu jati

tersebut dan ke 4 (empat) orang DPO tetangga Terdakwa sisa hasil

penebangan kayu jati hutan. Dengan demikian perbuatan Terdakwa tidak

memenuhi unsur memungut;

Dan keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan Terdakwa dan

dihubungkan pula dengan barang bukti telah berkaitan dan bersesuaian dengan

demikian maka unsur teÍah mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan

telah terbukti secara sah dan meyakinkan sesuai Pasal 12 huruf e jo. Pasal 83

ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 77: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 8 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Berkaitan dengan uraian tersebut diatas maka terhadap putusan pengadilan

Tingkat Pertama yang dikuatkan oleh Pengadilan Tingkat Banding tidak tepat,

keliru, karena Tidak Menerapkan Peraturan Hukum Atau Menerapkan Suatu

Peraturan Hukum Tidak Sebagaimana Mestinya;

Kenapa Penuntut umum mengatakan demikian? karena mempunyai alasan

yang kuat berdasarkan fakta Hukum Yuridis sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP;

Sudah seharusnya Majelis Hakim baik Tingkat Pertama maupun Tingkat

Banding dalam memutuskan suatu perkara tetap berpedoman pada Pasal 183

dan Pasal 184 KUHAP;

Kalau dicermati dan dipelajari mengapa eksekutif dan legislatif membuat

Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang ancaman

hukumannya ada batasan minimalnya yaitu 1 (satu) tahun dan denda minimal

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dengan tujuan supaya para pelaku

pencurian kayu timbul efek jera, karena selama ini Undang-Undang No. 1 Tahun

1999, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 19 Tahun

2004 tidak ada ancaman minimalnya dan banyak putusan pengadilan yang

ringan antara 4 (empat), 5 (lima) bulan sehingga mengakibatkan pencurian kayu

jati hutan selalu meningkat dan di kabupaten Blora mendapat Rengking 3 (tiga)

terbanyak pencurian kayu jati hutan se Jawa Tengah. OIeh karena itu

dibutuhkan keseriusan baik aparat penegak hukum dan Hakim dalam

menegakkan hukum dan keadilan jangan sampal perkara ini dijadikan tolok ukur

oleh mafia peradilan;

Dalam pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang dikuatkan oleh

Majelis Hakim Tingkat Banding:

“Bahwa barang bukti kayu dengan ukuran 249 cm x 13 cm diameter 0,037 m3

menurut pertimbangan Majelis Hakim dikatakan kayu Rencek atau kayu bakar

yang tidak mempunyai nilai ekonomis, mengambil kayu bakar berupa rencek

(dahan-dahan/kayu yang sudah tidak terpakai) dikawasan hutan dan oleh

perhutani sebatas untuk mengambil rencek, hal tersebut berdasarkan kebiasaan

di wilayah Blora dan sekitarnya diperbolehkan. Ukuran serta diameter kayu jati

yang dijadikan barang bukti tersebut, tidaklah Iayak dikategorikan kayu jati yang

memadai untuk dijual karena kayu jati tersebut nantinya akan dibelah dijadikan

kayu bakar rencek”;

Kemudian dalam pertimbangan berikutnya Majelis Hakim mempertimbangkan:

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 78: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 9 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

“Menimbang, bahwa perlunya bagi perhutani memilah kasus yang memang

layak karena kerugian yang diderita relatif besar, jangan sekedar mengambil

orang yang harus dipersalahkan untuk tindakan penebangan pohon kayu

jatinya, karena jelas mereka yang disebutkan oleh Terdakwa di persidangan

adalah orang yang menebang dan mengambil kayu pohon jatinya, yang

kemudian berhasil meloloskan din, sedangkan Terdakwa yang jelas-jelas hanya

mengambil rencek untuk kayu bakar yang kebetulan ada di TKP menjadi

sasaran untuk adanya pertanggung jawaban tindakan yang tidak dilakukannya,

hal ini menurut Majelis mengusik rasa kemanusiaan dan keadilan bagi Majelis

Hakim, sehingga Majelis Hakim mengetuk hati nurani, apakah layak seorang

yang nyata-nyata hanya/merungut hasil bekas tebangan orang lain dan

mengambil pucuknya untuk dijadikan kayu bakar, dan kerugian perhutani hanya

sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh

rupiah) patut di hukum dengan pidana yang tidak sebanding, dimana rasa

keadilan itu?;

Pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakìm Tìngkat Pertama, Penuntut Umum

tidak sependapat bahwa fakta hukum yang terungkap di persidangan tidak ada

satu saksipun yang menerangkan barang bukti tersebut adalah kayu rencek

atau kayu bakar;

Bahwa barang bukti tersebut mempunyai nilal ekonomis karena ada kerugian

Negara sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus enam

puluh rupiah) dan hanya keterangan Terdakwa yang menerangkan barang bukti

kayu jati tersebut akan dibelah dijadikan kayu rencek;

Jika Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan Terdakwa tanpa

didukung oleh keterangan saksi-saksi yang lain, maka menurut Penuntut Umum

tidak tepat dan keliru. Perlu dijelaskan yang dimaksud rencek atau kayu bakar

adalah ranting-ranting kayu jati yang sudah kering yang tidak punya nilai

ekonomis dan tidak laku dijual oleh Perum Perhutani dan oleh Perum Perhutani

memberikan kebijakan tidak tertulis bagi masyarakat pinggir hutan bias

mengambil untuk dijadikan kayu bakar. Sedangkan barang bukti kayu jati yang

dikuasai atau dipikul oleh Terdakwa masìh mempunyai nilai ekonomis dan

setelah Penuntut Umum konsultasikan kepada ahlinya yaitu tukang kayu barang

bukti tersebut dapat digunakan sebagai belandar rumah dan juga bisa dijadikan

soko (tiang teras rumah) dengan demikian maka pertimbangan Majelis Hakim di

atas tidak beralasan dan faktanyà terbantahkan;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 79: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 10 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Memang harus kita akui bersama bahwa perkara ini belum tergambar secara

jelas atau lengkap dalam hal pembuktian Penuntut Umum hanya dapat

membuktikan kesalahan Terdakwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap

dipersidangan yaitu Terdakwa terbukti membawa, memikul (mengangkut),

menguasai kayu jati hutan tanpa dilengkapi surat sahnya hasil hutan, namun

apabila ke 4 (empat) orang rekan Terdakwa yang menjadi DPO sudah

tertangkap maka perkara ini akan terungkap secara terang, apakah Terdakwa

itu ikut kelompok gerombolan penebang kayu jati atau tidak. Karena ke 4

(empat) orang DPO tersebut akan menjadi saksi kunci bagi Terdakwa dan

masih dimungkinkan keruan Negara sebesar Rp39.960,00 (tiga puluh sembilan

ribu sembilan ratus enam puluh rupiah) bisa bérubah menjadi jutaan rupiah jika

terbukti Terdakwa ikut dalam gerombolan ke 4 (empat) orang DPO;

Adapun dugaan kuat Terdakwa ikut terlibat dalam gerombolan penebang kayu

ke 4 (empat) orang DPO tersebut antara lain:

1. Terdakwa berangkat dan rumah sekitar pukul 16.30 WIB sudah mendekati

gelap untuk lingkungan hutan dan tertangkap pukul 17.30 WIB. Padahal

pada umumnya kebiasaan masyarakat pinggir hutan kalau mencari rencek

atau kayu bakar pada pagi hari;

2. Ke 4 (empat) orang DPO yang memberi satu batang kayu jati pada

Terdakwa yang dijadikan barang bukti adalah tetangga Terdakwa dan saling

kenal;

3. Bahwa dalam pencurian kayu jati hutan atau penebangan kayu biasanya

dilakukan secara berkelompok atau gerombolan, antara satu dan lainnya

mempunyai tugas dan peran masing-masing, ada yang bertugas menjadi

penebang, pengawas kalau ada petugas Perum Perhutani dengan

menggunakan Hand Phone segera menghubungi temannya yang sedang

menebang atau memotong supaya segera melarikan diri ada juga yang

bertugas mengangkut dll. Sehingga dimungkinkan Terdakwa mampunyai

tugas atau peran mengangkut atau memikul kayu;

Dari uraian diatas timbul pertanyaan bagaimana jika ke 4 (empat) orang

DPO dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat ditangkap oleh petugas

perhutani atau polisi, kemudian seteÌah disidangkan ke 4 (empat) orang

tersebut menerangkan bahwa Terdakwa ikut dalam gerombolan penebang

kayu, maka ke 4 (empat) orang tersebut akan terbukti memotong kayu dan

akan diterapkan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 yang ancaman

hukumannya minimal 1 (satu) tahun dan denda minimal Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah), sedangkan Terdakwa diputus 5 (lima) bulan oleh

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 80: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 11 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Majelis Hakim Tingkat Pertama dan dikuatkan oleh Majelis Hakim Tingkat

Banding. Apakah nantinya tidak akan terjadi gejolak, bila ke 4 (empat) orang

tersebut menuntut keadilan yang sama, itulah yang perlu dipikirkan sebelum

terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama;

Padahal pelaku pencurian kayu jati hutan hampir rata-rata ada cukongnya

(pengurus perkara), mengingat dalam perkara ini Terdakwa seolah-olah

adalah masyarakat miskin yang tìnggal di sekitar hutan. Namun dalam

perkara ini sudah berkali kali Penuntut Umum didatangi seseorang yang

mengaku keluanga Terdakwa, ada yang datang ke kantor kejaksaan, ada

yang datang ke rumah ada yang menemui di Kanton Pengadilan Negeri Blora

dan meminta supaya Penuntut Umum membuktikan Terdakwa hanya sekedar

memungut kayu jati hutan dengan imbalan uang sebesar Rp15.000.000,00

(lima belas juta rupiah), tentu saja Penuntut Umum menolak dengan tegas,

dan tidak mau mengorbankan penegakan Hukum demi keadilan, sehingga

hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya sesuai dengan harapan pencan

keadilan;

Sebenarnya perkara ini mudah pembuktiannya karena tertangkap tangan,

ada saksi-saksi penangkap ada Terdakwa dan ada barang bukti. Seharusnya

tidak perlu perkara ini sampai upaya hukum kasasi, mengingat perkara ini

perkara kecil bukanlah perkara yang berat akan tetapi karena belum ada

keseriusan dalam menegakkan keadilan dan peradilan Tingkat Pertama

sampai Peradilan Tingkat Banding maka Mahkamah Agung Republik

Indonesia sebagai benteng terakhir yang kami harapkan untuk menegakkan

keadilan;

Menimbang, bahwa atas alasan-alasan Pemohon Kasasi/Jaksa/

Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa, alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan

Judex Facti tidak salah dalam mengadili perkara a quo dan tidak salah dalam

menerapkan telah sesuai fakta yang terungkap di persidangan dan Terdakwa

ternyata hanya mengambil sisa tebangan orang yang tidak seberapa jumlahnya

dan sudah sesuai dan setimpal dengan perbuatan yang didakwakan tersebut;

Bahwa, alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan

Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum putusan Judex Facti yang

menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima)

bulan oleh karena Terdakwa dipersalahkan melakukan tindak pidana memungut

hasil hutan tanpa memiliki izin dari yang berwenang “Didasarkan pada

pertimbangan yang tepat dan benar atas seluruh fakta-fakta yang relevan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 81: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 12 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

secara yuridis sebagai pertimbangan dalam menentukan dasar kesalahan

Terdakwa;

Bahwa, Terdakwa mengambil sisa potongan kayu jati yang ditinggalkan,

kemudian Terdakwa membersihkan ranting-rantingnya dengan alat sabit

selanjutnya kayu tersebut diangkut dengan cara dipikul untuk dibawa pulang ke

rumah tanpa izin dari pejabat yang berwenang, kemudian Terdakwa ditangkap

petugas perhutani;

Bahwa, sebelum Judex Facti menjatuhkan pidana kepada Terdakwa

terlebih dahulu telah cukup mempertimbangkan hal yang memberatkan sesuai

Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP;

Bahwa, lagi pula alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian

yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak

dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan

suatu peraturan hukum, atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana

mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya,

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP;

Bahwa, dari kenyataan Terdakwa hanya mengangkat/memanggul kayu

tersebut, dengan demikian kayu tersebut kecil dan ringan, wajar jika hanya akan

digunakan sebagai kayu bakar;

Bahwa, atas dasar hal tersebut di atas alasan kasasi Jaksa/Penuntut

Umum tidak dapat dibenarkan dan haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim terdapat

perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari Prof. Dr. Surya Jaya, S.H.,

M.Hum. selaku Ketua Majelis dengan pendapat sebagai berikut:

Bahwa, terlepas alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum Judex Facti salah

menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 50 ayat (3)

huruf e jo. Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang No.41 Tahun 1999 jo. Pasal 113

Undang-Undang No.18 Tahun 2013;

Bahwa, pada tanggal 17 April 2015 Terdakwa berangkat dari rumah

berjalan kaki sambil membawa parang (tradisi petani) menuju ke hutan untuk

tujuan mencari rencek untuk kayu bakar. Setibanya di hutan petak 17 RPH,

Terdakwa bertemu dengan 4 orang tetangga satu desa yang sedang menebang

kayu jati di petak 17 RPH;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 82: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 13 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Bahwa, keempat orang tersebut lalu mengatakan dan menunjukkan

kepada Terdakwa bahwa ada sisa kayu pucukan yang sudah tidak dipakai lagi

dan bisa dijadikan bahan kayu bakar. Setelah itu Terdakwa mengambil kayu

dimaksud untuk kemudian dibersihkan ranting-rantingnya dengan parang dan

setelah bersih kemudian diangkut di atas pundak Terdakwa;

Bahwa, keterangan saksi Hariyani sejalan dengan keterangan Terdakwa

bahwa kayu jati yang dibawa Terdakwa adalah bekas tebangan orang lain.

Pada petak 17 RPH ditemukan bekas tunggak tebangan baru;

Bahwa, berdasarkan pada fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa

Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan Jaksa/

Penuntut Umum melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e jo. Pasal 78 ayat (5)

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 jo. Pasal 113 Undang-Undang No.18

Tahun 2013, karena unsur memungut hasil hutan tanpa memiliki hak atau izin

dari pejabat yang bewenang;

Bahwa, perbuatan Terdakwa mendapatkan sisa kayu/sampah kayu

tebangan orang lain yang sudah tidak dipakai lagi dan tidak mempunyai nilai

ekonomis yang besar dan dihubungkan dengan nilai kerugian negara yang

diakibatkan perbuatan Terdakwa sangat rendah yaitu sebesar Rp39.960,00;

Bahwa, yang harus dipersalahkan melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan Jaksa/Penuntut Umum adalah 4 (empat) orang yang

bertemu dengan Terdakwa melakukan penebangan kayu jati dipetak 17 RPH

sebagaimana hasil kayu jati mereka bawa;

Bahwa, sampah kayu atau sisa kayu tebang yang sudah tidak dipakai

lagi dan tidak mempunyai nilai ekonomis tinggi, diambil oleh Terdakwa atau

siapapun juga untuk kepentingan pribadi tidak dapat dipandang melanggar

ketentuan pasal-pasal dalam dakwaan Jaksa/Penuntut Umum;

Bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut Prof. Dr. Surya Jaya, S.H.,

M.Hum berpendapat bahwa Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan Jaksa/Penuntut Umum sehingga harus dibebaskan;

Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam

Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak

tercapai mufakat, maka sesuai Pasal 182 ayat (6) KUHAP Majelis Hakim

setelah bermusyawarah mengambil keputusan dengan suara terbanyak yaitu

menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri/Blora tersebut;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 83: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 14 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata,

putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dipidana, maka harus

dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

Memperhatikan Pasal 50 ayat (3) huruf e jo. Pasal 78 ayat (5) Undang-

Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 113 Undang-Undang

No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 dan

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-

undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JAKSA/PENUNTUT

UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI BLORA tersebut;

Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada

tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari Selasa, tanggal 31 Mei 2016 oleh Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai

Ketua Majelis, Dr. H. Margono, S.H., M.Hum., M.M. dan Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh Ketua

Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh H. Santhos Wachjoe P., S.H., M.H., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh Pemohon

Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa.

Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis: t.t.d./ t.t.d./

Dr. H. Margono, S.H., M.Hum., M.M. Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum. t.t.d./ Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum.

Panitera Pengganti: t.t.d./

H. Santhos Wachjoe P., S.H., M.H. Untuk Salinan

Mahkamah Agung RI a.n. Panitera

Panitera Muda Pidana Khusus ROKI PANJAITAN, S.H.

NIP. 19590430 198512 1001

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 84: PENERAPAN HUKUM PIDANA SERTA FIQIH LINGKUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41807/1/FATHIN... · Tentunya hal itu berdasarkan UU. No. 41/1999 tentang kehutanan

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 15 dari 14 hal. Put. No. 2615 K/Pid.Sus/2015

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15