Penentuan Komoditi Basis Dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi Peternakan Kota Bogor 2013

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dalam pembangunan. Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional ataupun sektoral. Upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan didalam perencanaan adalah dengan mengetahui berbagai peran sektoral didalam pembangunan. Peran dari berbagai sektor inilah yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi pembangunan suatu wilayah. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Iwan Jaya Aziz (1994) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan mengikuti suatu hirarki. Hirarki pertama menunjukkan tujuan pembangunan, hirarki kedua menunjukkan sektor-sektor mana yang terpilih, hirarki ketiga menunjukkan daerah-daerah terpilih, dan hirarki keempat menunjukkan kebijakan siasat dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. 1

description

Adapun tujuan dari pengamatan ini adalah sebagai berikut.1) Menganalisis dan menentukan komoditi basis sektor peternakan di Kota Bogor.2) Menganalisis tingkat konsentrasi kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor.3) Menganalisis tingkat spesialisasi wilayah sektor peternakan di Kota Bogor.4) Menganalisis peran sektor basis terhadap perekonomian di Kota Bogor.5) Menganalisis surplus produksi komoditi pertanian di Kota Bogor.6) Menganalisis dampak kegiatan investasi komoditi peternakan terhadap sektor peternakan di Kota Bogor.7) Menganalisis dan membandingkan laju pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor dengan Provinsi Jawa Barat.

Transcript of Penentuan Komoditi Basis Dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi Peternakan Kota Bogor 2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPermasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dalam pembangunan. Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional ataupun sektoral. Upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan didalam perencanaan adalah dengan mengetahui berbagai peran sektoral didalam pembangunan. Peran dari berbagai sektor inilah yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi pembangunan suatu wilayah.Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Iwan Jaya Aziz (1994) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan mengikuti suatu hirarki. Hirarki pertama menunjukkan tujuan pembangunan, hirarki kedua menunjukkan sektor-sektor mana yang terpilih, hirarki ketiga menunjukkan daerah-daerah terpilih, dan hirarki keempat menunjukkan kebijakan siasat dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitikberatkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Jadi, hirarki kedua dan ketiga saling bertukar tempat. Dalam kenyataannya, pendekatan regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan mempunyai posisi strategis dalam arti ekonomi-politik. Karena arah yang dituju adalah gabungan antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dalam dimensi sektoral dengan dimensi spasial.Berdasarkan pendekatan regional dan sektoral tersebut dan sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001, menyebabkan setiap daerah harus menggali segenap potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Daerah diberikan keleluasaan untuk membangun sesuai dengan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Pembangunan sektoral yang dapat dilakukan salah satu diantaranya adalah dengan mengembangkan komoditi basis. Komoditi basis merupakan komoditi yang memiliki kemampuan tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik saja melainkan juga kebutuhan luar wilayah (ekspor). Sehingga dengan mengoptimalkan komoditi basis ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor terkait dan ekonomi secara keseluruhan. Berkaitan dengan penggalian potensi dari sumber daya yang dimiliki dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka Kota Bogor harus mencari sumber-sumber pendapatan dari berbagai sektor yang menjadi unggulan di wilayahnya. Berbagai sumber yang potensial tersebut, selanjutnya diupayakan untuk dikembangkan melalui peningkatan investasi baik oleh swasta maupun oleh pemerintah daerah itu sendiri.Grafik 1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Antar Sektor Kota Bogor Tahun 2010 (%)

Berdasarkan grafik terlihat bahwa untuk PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan Sektor yang paling tinggi pertumbuhannya yaitu sebesar 25,57 persen dan Sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertanian sebesar 7,95 persen diikuti Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 8,02 persen. Dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan paling tinggi pertumbuhannya yaitu 7,87 persen dan sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu 1,54 persen diikuti Sektor Pertanian dan Sektor Bangunan masing-masing sebesar 3,22 persen dan 4,12 persen.Struktur perekonomian Kota Bogor merupakan struktur yang didominasi oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Industri Pengolahan (Sub Sektor Industri non-Migas) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi atau dengan perkataan lain Sektor Tersier merupakan Sektor yang paling besar kontribusinya disusul Sektor Sekunder dan Sektor Primer. Dengan kata lain, Sektor primer yang meliputi pertanian dan pertambangan tidak terlalu berpengaruh pada PDRB Kota Bogor. Namun Kota Bogor sebenarnya memiliki potensi yang cukup di sektor primer. Khususnya pada bidang pertanian. Adapun subsektor peternakan yang merupakan salah satu dari subsektor pertanian dapat memberikan andil yang besar dalam pembangunan wilayah tersebut. Untuk itu diperlukan suatu studi yang dapat membuktikan apakah subsektor peternakan tersebut menjadi sektor unggulan bagi wilayahnya? Hal inilah yang akan dibahas pada tulisan ini.

1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut.1) Apa saja komoditi yang termasuk ke dalam komoditi basis sektor peternakan di Kota Bogor?2) Bagaimana tingkat konsentrasi kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor?3) Bagaimana tingkat spesialisasi wilayah sektor peternakan di Kota Bogor?4) Bagaimana peran sektor basis terhadap perekonomian di Kota Bogor?5) Bagaimana surplus produksi komoditi peternakan di kota Bogor?6) Bagaimana dampak kegiatan investasi komoditi peternakan terhadap sektor peternakan di Propinsi Jawa Barat?7) Bagaimana perbandingan laju pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor dengan Provinsi Jawa Barat?

1.3 TujuanAdapun tujuan dari pengamatan ini adalah sebagai berikut.1) Menganalisis dan menentukan komoditi basis sektor peternakan di Kota Bogor.2) Menganalisis tingkat konsentrasi kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor.3) Menganalisis tingkat spesialisasi wilayah sektor peternakan di Kota Bogor.4) Menganalisis peran sektor basis terhadap perekonomian di Kota Bogor.5) Menganalisis surplus produksi komoditi pertanian di Kota Bogor.6) Menganalisis dampak kegiatan investasi komoditi peternakan terhadap sektor peternakan di Kota Bogor.7) Menganalisis dan membandingkan laju pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor dengan Provinsi Jawa Barat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. 2. 1. 2. 2.1Pembangunan Daerah Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional. Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu: 1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah. 2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

2.2Perencanaan Pembangunan Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai upaya menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praksis (praktik-praktik yang dilandasai oleh teori) dalam perspektif kepentingan orang banyak atau publik (Nugroho dan Dahuri, 2004). Karena berlandaskan ilmiah, maka dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan,2006).Perencanaan pembangunan haruslah tetap mempertahankan dan bahkan meningkatkan validitas keilmuan (scientific validity) dan relevansi kebijakannya. Didorong oleh motif ini, perencanaan pembangunan mengalami perkembangan yang cukup dinamis baik secara teoritik maupun paradigmatik (Sihombing, 2005).Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

2.3Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektorbasis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007).

2.4Pertumbuhan WilayahPertumbuhan wilayah ditentukan oleh dua faktor utama:1) Faktor Share/ Pertumbuhan Ekonomi Nasional Jika suatu wilayah tumbuh pada tingkat yang sama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional menunjukan bahwa propinsi/wilayah tersebut mampu mempertahankan perannya dalam ekonomi nasional.2) Faktor Shift Faktor ini menunjukan adanya perubahan aktivitas ekonomi wilayah yang terjadi pada dua titik waktu dengan melihat apakah perubahan aktivitas ekonomi wilayah lebih besar / kecil dibanding perubahan aktivitas ekonomi nasional. Faktor ini memiliki 2 komponen :a) Komponen Proposional MixJika suatu wilayah pada sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan lambat, maka komponen mix akan bernilai negatif, begitu juga sebaliknya. Jika sektor ekonomi tumbuh dengan cepat maka komponen mix akan bernilai positif.b) Komponen KompetitifKomponen pertumbuhan ini ditimbulkan oleh kenyataan bahwa suatu aktivitas ekonomi akan tumbuh lebih cepat atau lambat dibanding wilayah lain disebabkan oleh keunggulan kompetitif atau ketidak unggulan kompetitif suatu wilayah akibat faktor sumber daya alam dan lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya suatu aktivitas ekonomi.

1)

BAB IIIMETODOLOGI

1. 2. 3. 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam pengamatan ini data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diambil dari BPS Pusat. Data sekunder yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu meliputi data produksi sektor peternakan meliputi 10 komoditas yaitu sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam kampung, ras petelur, ras potong dan itik dengan ruang lingkup Kota Bogor tahun 2008 dan 2012 juga data produksi sektor peternakan Provinsi Jawa Barat tahun 2008 dan 2012.

3.2 Metode AnalisisAnalisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai komoditi basis sektor pertanian di Propinsi Jawa Barat digunakan perhitungan LQ (Locational Quotient) sementara untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor digunakan alat analisis Shift Share.1. 2. 3. 3.1. 3.2. 3.2.1 Penentuan Komoditi Basis Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pendapatan relatif suatu komoditi dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif komoditi tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas (Tarigan, 2004). Dalam mengidentifikasi komoditi basis dan bukan komoditi basis pertanian, penggunaan LQ adalah sebagai berikut:

Keterangan: Si: jumlah produksi komoditi i dari subsektor pertanianj di tingkat kecamatan.S: jumlah produksiseluruh komoditi dari subsektor pertanian j di tingkat kota/kabupaten.Ni: jumlah produksikomoditi i dari subsektor pertanian j seluruh kecamatan.N: jumlah produksiseluruh komoditi subsektor pertanian di tingkat kota/kabupaten.Jika jumlah LQ > 1 maka komoditi tersebut termasuk komoditi basis, artinya komoditi tersebut lebih berperan bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota. Sebaliknya, jika LQ < 1, maka komoditi tersebut termasuk komoditi non basis, artinya komoditi tersebut kurang berarti perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota.3.2.2 Penentuan Tingkat Konsentrasi KegiatanAlat analisis yang digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi (pemusatan) kegiatan tertentu di suatu daerah digunakan perhitungan koefisien lokalisasi () dengan rumus sebagai berikut.

Kriteria: = 1 : terjadi pemusatan penuh/ kegiatan terkumpul di suatu daerah < 1 : terjadi penyebaran 3.2.3 Penentuan Tingkat Spesialisasi WilayahAlat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat spesialisasi suatu wilayah dalam kegiatan tertentu sehingga dapat diketahui keunggulan komparatif dari wilayah tersebut yaitu analisis Spesialisasi Quotient (), adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Kriteria: = 1 : daerah yang dianalisis melakukan spesialisasi < 1 : tidak terjadi spesialisasi3.2.4 Penentuan Peran Sektor Basis terhadap PerekonomianAlat analisis yang digunakan untuk melihat bagaimana peran sektor basis terhadap perekonomian suatu wilayah yang diamati digunakan analisis BSR (Basic Service Ratio). Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dimana semakin besar nilai BSR maka semakin besar pula peran sektor basis tersebut dalam perekonomian wilayah yang diamati. 3.2.5Analisis RIM (Regional Invesment Multiplier)Analisis RIM digunakan untuk melihat dampak kegiatan investasi pada salah satu sektor terhadap sektor lainnya. Semakin besar nilai RIM maka semakin besar dampak kegiatan investasi salah satu sektor terhadap sektor lainnya. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

3.2.6 Perhitungan Surplus ProduksiPerhitungan surplus produksi bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai relatif surplus produksi dengan menghitung selisish antara pangsa relatif jumlah komoditi i pada tingkat sub wilayah dengan jumlah komoditi i pada tingkat wilayah atas. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Kriteria:1) SP bernilai positif maka komoditi tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah yang diteliti dan wilayah atas.2) SP bernilai negatif maka komoditi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di sub wilayah lain.

3.2.7 Analisis Komponen Pertumbuhan WilayahAnalisis ini bertujuan untuk melihat kemampuan kompetitif dari suatu aktivitas ekonomi dari suatu wilayah di dalam konteks dinamik perubahan ekonomi nasional. Shif share analisis (SSA) merupakan salah satu metode yang mampu memberikan gambaran sebab sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas ekonomi dan juga mampu memberikan gambaran terjadinya pertumbuhan suatu wilayah. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. ........ komponen share ......... komponen mix .......... komponen kompetitif Keterangan : kec i th 1= PDRB kecamatan pada sektor i untuk th 1 kec i th 2= PDRB kecamatan pada sektor i untuk th 2 Prov jawa barat th 1= total PDRB pada th 1 Prov jawa barat th 2 = total PDRB pada th 2 Prov jawa barati th 1 = PDRB sektor i untuk th 1 Prov jawa barati th 2 = PDRB sektor i untuk th 2

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

4.1 Gambaran Umum Sektor PertanianKota BogorSektor pertanian bukan merupakan sektor ekonomi andalan di Kota Bogor tetapi berkontribusi signifikan pada perkembangan ekonomi Kota Bogor secara umum. Sektor Pertanian meliputi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan (Tabama), Sub Sektor Tanaman Perkebunan, Sub Sektor Peternakan dan Sub Sektor Perikanan, Sub Sektor Kehutanan.Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan misalnya padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil-hasil produksi ikutannya. Termasuk pula disini hasil-hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana misalnya beras tumbuk, gaplek dan sagu. Data tanaman bahan makanan dirinci menurut target, realisasi dan produksi. Produksi tanaman padi di Kota Bogor meningkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya walaupun peningkatannya tidak signifikan. Peningkatan ini akibat peningkatan target luas lahan tanaman padi.Sub sektor tanaman perkebunan ini mencakup komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perusahaan misalnya karet, kopra, kopi, kapok, teh, tebu, tembakau, cengkeh dan sebagainya, termasuk produksi ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi kering dan teh olahan.Sub sektor kehutanan mencakup komoditi kayu pertukangan, kayu bakar, arang, bambu, rotan dan lain-lain. Sedangkan Sub sektor perikanan mencakup kegiatan perikanan laut, perikanan darat dan pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan).Sub sektor peternakan mencakup produksi ternak besar dan ternak kecil misalnya sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba serta unggas termasuk hasil-hasil ternak, misalnya susu segar, telur dan kulit. Yang dimaksud dengan produksi peternakan adalah banyaknya ternak yang lahir dan penambahan berat ternak. Pembangunan sub sektor peternakan adalah bertujuan meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam rangka usaha memperbaiki gizi masyarakat, meningkatkan pendapatan peternak serta menciptakan komoditi yang baik bagi perkembangan industri ternak.

4.2 Penentuan Komoditi Basis Sektor PertanianKomoditi basis merupakan komoditi yang mempunyai potensi untuk dipasarkan ke luar batas wilayah produksi guna mendorong perekonomian wilayah setempat. Beberapa komoditi basis sektor peternakan yang meliputi komoditi sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam kampung, ayam petelur, ayam potong, itik di Kota Bogor adalah sebagai berikut. Tabel 4.1. Komoditi Basis Sektor Peternakan di Kota BogorKomoditiKecamatan (2012)

Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah Sareal

Sapi Perah0.620.060.130.180.234.09

Sapi Potong0.020.960.535.720.323.71

Kerbau1.101.510.000.001.650.90

Kuda0.760.000.000.001.162.79

Kambing 1.251.970.650.001.020.56

Domba1.240.671.170.100.730.82

Ayam Kampung0.581.851.161.911.441.09

Ayam Petelur0.0023.570.000.000.000.00

Ayam Potong1.460.000.830.000.520.90

Itik0.691.491.002.811.440.79

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Keterangan: warna abu menunjukkan sektor basisJika nilai LQ > 1 maka komoditi tersebut termasuk komoditi basis, artinya komoditi tersebut lebih berperan bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota. Sebaliknya, jika LQ < 1, maka komoditi tersebut termasuk komoditi non basis, artinya komoditi tersebut kurang berarti bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota. Adapun nilai indeks LQ terbesar terdapat pada Kecamatan Bogor Timur yaitu komoditi ayam petelur sebesar 23,57, hal ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut berperan sangat besar bagi perekonomian kecamatan tersebut, komoditi tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan wilayah di kecamatan itu sendiri dan mampu mengekspor guna memenuhi kebutuhan bagi kota Bogor.

4.3 Penentuan Tingkat Konsentrasi KegiatanKoefisien lokalisasi ( merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi suatu kegiatan tertentu di suatu daerah. Tabel di bawah ini merupakan hasil perhitungan alfa sektor peternakan di Kota Bogor.Tabel 4.2. Komoditas Konsentrasi Kegiatan Sektor Peternakan Kota BogorKomoditiKecamatan (2012)Jumlah

Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah Sareal

Sapi Perah-0.1722-0.0400-0.1111-0.0329-0.13950.49560.4956

Sapi Potong-0.4398-0.0019-0.05950.1895-0.12250.43420.6237

Kerbau0.04320.0217-0.1271-0.04020.1184-0.01600.1833

Kuda-0.1067-0.0424-0.1271-0.04020.02940.28690.3164

Kambing 0.11180.0410-0.0445-0.04020.0029-0.07100.1557

Domba0.1074-0.01420.0218-0.0362-0.0492-0.02970.1292

Ayam Kampung-0.18640.03610.02000.03650.07920.01450.1864

Ayam Petelur-0.44880.9576-0.1271-0.0402-0.1811-0.16040.9576

Ayam Potong0.2078-0.0424-0.0222-0.0402-0.0868-0.01620.2078

Itik-0.13940.02070.00000.07270.0802-0.03420.1736

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa nilai alfa untuk masing-masing komoditi peternakan di Kota Bogor. Pemusatan atau konsentrasi kegiatan tidak terjadi pada komoditi peternakan di Kota Bogor. Hal ini sesuai dengan kriteria penentuan tingkat konsentrasi kegiatan dimana jika nilai alfa bernilai sama dengan satu maka akan terjadi pemusatan kegiatan, sementasa jika alfa bernilai kurang dari satu maka tidak terjadi pemusatan kegaitan.

4.4 Penentuan Tingkat Spesialisasi WilayahBerdasarkan hasil analisis Spesialisasi Quotient () pada masing-masing sub sektor yang diamati, diperoleh hasil yang beragam. Akan tetapi tidak ditemukan satu Kecamatan pun di Kota Bogor yang melakukan spesialisasi karena tidak terdapat beta yang bernilai 1,00. Tabel 4.3. Komoditi Tingkat Spesialisasi WilayahKomoditiKecamatan (2012)

Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah Sareal

Sapi Perah-0.0008-0.0019-0.0018-0.0017-0.00160.0063

Sapi Potong-0.00050.0000-0.00030.0026-0.00040.0015

Kerbau0.00000.0002-0.0005-0.00050.00030.0000

Kuda0.0000-0.0002-0.0002-0.00020.00000.0003

Kambing 0.00070.0028-0.0010-0.00290.0000-0.0013

Domba0.0054-0.00750.0039-0.0203-0.0061-0.0042

Ayam Kampung-0.21090.43260.08010.46130.22210.0460

Ayam Petelur-0.00100.0232-0.0010-0.0010-0.0010-0.0010

Ayam Potong0.2099-0.4535-0.0792-0.4535-0.2173-0.0458

Itik-0.00280.00430.00000.01610.0039-0.0019

Jumlah0.21610.46310.08400.48000.22640.0528

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)4.5 Penentuan Peran Sektor Basis terhadap PerekonomianSektor basis sangat berperan terhadap perekonomian suatu wilayah. Peran ini dapat dilihat dari nilai Basic Service Ratio (BSR), semakin besar nilai BSR dari suatu sektor basis maka semakin besar pula peran sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah. Tabel 4.4. Komoditi Sektor Basis yang Berperan Terhadap Perekonomian WilayahKomoditiBSR

Sapi Perah3.3746

Sapi Potong7.7400

Kerbau4.4461

Kuda4.8209

Kambing 4.0566

Domba1.7466

Ayam Kampung8.2200

Ayam Petelur0

Ayam Potong0.6516

Itik6.2749

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Adapun secara umum nilai BSR tertinggi dan terendah untuk masing-masing komoditi peternakan adalah komoditi sektor basis peternakan yang memiliki peran besar terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam kampung senilai 8,22 sedangkan yang berperan paling kecil terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai 0,65.

4.6 Penentuan Dampak Kegiatan Investasi Subsektor Peternakan Analisis RIM digunakan untuk melihat dampak kegiatan investasi pada salah satu komoditi terhadap komoditi lainnya. Semakin besar nilai RIM maka semakin besar dampak kegiatan investasi salah satu komoditi terhadap komoditi lainnya. Tabel 4.5. Komoditi dampak Kegiatan InvestasiKomoditiRIM

Sapi Perah4.3746

Sapi Potong6.1465

Kerbau5.7360

Kuda6.1835

Kambing 4.5051

Domba2.0438

Ayam Kampung13.7336

Ayam Petelur0

Ayam Potong1.6516

Itik5.5660

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Adapun secara umum nilai RIM tertinggi dan terendah untuk masing-masing komoditi sektor peternakan adalah komoditi Sektor basis peternakan yang memiliki dampak kegiatan investasi terbesar Kota Bogor yaitu komoditi ayam kampung senilai 13,73. Sedangkan yang berperan paling kecil terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai 1,65. 4.7 Surplus ProduksiSurplus produksi menunjukkan kemampuan suatu komoditi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis surplus produksi sebagaimana terdapat pada diperoleh nilai positif dan negatif. Adapun nilai positif ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu nilai negatif menunjukkan bahwa komoditi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Tabel 4.6. Komoditi yang Dapat Memenuhi Kebutuhan MasyaratkatKomoditiKecamatan (2012)

Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah Sareal

Sapi Perah-0.180.00-0.026.00-0.053.40

Sapi Potong0.000.000.0051.000.000.20

Kerbau0.000.000.000.000.020.00

Kuda0.000.000.000.000.000.01

Kambing 0.480.27-0.100.000.01-0.13

Domba26.81-1.905.1536.00-7.22-4.87

Ayam Kampung-11,175.106,861.342,380.2415,485.0011,668.211,623.85

Ayam Petelur0.009.450.000.000.000.00

Ayam Potong24,846.200.00-1,497.600.00-3,693.86-1,189.52

Itik-3.020.970.00399.003.63-0.84

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Nilai surplus produksi untuk masing-masing komoditi peternakan yang ada di Kota Bogor adalah sebagai berikut. a) Surplus produksi bernilai positif antara lain yaitu: 1) Kecamatan Bogor Selatan yaitu sapi potong, kerbau, kuda, ayam petelur dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 0,00, kambing, domba, dan ayam potong dengan nilai surplus produksi masing-masing sebasar 0,48, 26,81, dan 24.846,20; 2) Kecamatan Bogor Timur yaitu sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, ayam potong dengan nilai surplus produksi masing masing sebesar 0,00, kambing, ayam kampung, ayam petelur, dan itik dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 0,27, 6.861,34, 9,45, dan 0,97; 3) Kecamatan Bogor Utara yaitu sapi potong, kerbau, kuda, ayam petelur, itik dengan nilai surplus produksi masing- masing sebesar 0,00, domba, dan ayam kampung dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 5,15, dan 2.380,24; 4) Kecamatan Bogor Tengah yaitu kerbau, kuda, kambing, ayam petelur, ayam potong dengan nilai surplus produksi masing masing sebesar 0,00, sapi perah, sapi potong, domba, ayam kampung, itik dengan nilai surplus masing-masing sebesar 6,00, 51,00, 36,00, 15.485,00, dan 399,00; 5) Kecamatan Bogor Barat yaitu sapi potong, kuda, ayam petelur dengan nilai surplus produksi masing masing sebesar 0,00, kerbau, kambing, ayam kampung, itik dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 0,02, 0,01, 11.668,21, dan 3,63; 6) Kecamatan Tanah Sareal yaitu sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, ayam kampung, ayam petelur dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 3,40, 0,20, 0,00, 0,01, 1.623,85, dan 0,00.b) Surplus produksi bernilai negatif antara lain surplus produksi bernilai negatif antara lain 1) Kecamatan Bogor Selatan yaitu sapi perah, ayam kampung, dan itik dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar -0,18, -11.175,10, dan -3,02; 2) Kecamatan Bogor Timur yaitu domba dengan nilai surplus produksi sebesar -1,90; 3) Kecamatan Bogor Utara yaitu sapi perah, kambing, ayam potong dengan nilai surplus produksi masing- masing sebesar -0,02, -0,10, dan -1.497,60; 4) Kecamatan Bogor Tengah tidak memiliki nilai surplus produksi yang negatif; 5) Kecamatan Bogor Barat yaitu sapi perah, domba, ayam potong dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar -0,05, -7,22, -3.693,86; 6) Kecamatan Tanah Sareal yaitu kambing, domba, ayam potong, itik dengan nilai surplus produksi masing masing sebesar -0,13, -4,87, -1.189,52, dan -0,84.

4.8 Komponen Pertumbuhan WilayahBerdasarkan hasil analisis komponen pertumbuhan wilayah, sepuluh komoditi peternakan yang ada di Kota Bogor memiliki nilai yang positif, hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kota Bogor berada pada pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat dbandinkan dengan Pulau Jawa, adapun nilai masing-masing sektor pertanian adalah sebagai berikut.Tabel 4.7 Hasil Produksi 10 Jenis Ternak di Kota BogorNoJenis TernakHasil Produksi

Kota BogorProvinsi Jawa Barat

2009201320092013

1Sapi Perah1612817117839139970

2Sapi Potong54222310981422989

3Kerbau258187142502130157

4Kuda64761375714080

5Kambing6393116316150022016867

6Domba12554894858178347041437

7Ayam Kampung7207272018902837191027396416

8Ayam Petelur04081050176711930515

9Ayam Potong1881521802507308848597210574

10Itik7918353382139209310715

Jumlah937732397494128193997155613720

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 4.8. Hasil Analisis Shift ShareJenis TernakKomponen

ShareShift

MixCompetitive

Sapi Perah344.79-42.04-1,139.79

Sapi Potong11.557.90156.45

Kerbau55.18-77.53-126.18

Kuda13.69-12.19-1.69

Kambing 1,367.39223.39-6,597.39

Domba2,685.16-44.81-6,291.16

Ayam Kampung154,155.64-178,935.96-672,992.64

Ayam Petelur0.000.000

Ayam Potong40,243.6621,853.94-48,145.66

Itik1,693.57-636.29-6,078.57

Total200,570.64-157,663.60-741,219.758

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Berdasarkan analisis Shift Share, komponen proporsionality shift atau komponen mix bernilai -157.663,60 artinya Kota Bogor memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan Provinsi Jawa Barat, hal ini ditandai dengan nilai yang negatif. Komponen mix menunjukkan Shift sebesar -157.663,60 artinya pertumbuhan komoditi peternakan total di Kota Bogor lebih rendah dibandingkan pertumbuhan komoditi peternakan di Provinsi Jawa Barat. Kota Bogor tidak memiliki lingkungan yang baik untuk pengembangan ternak berbagai komoditi, hal ini berdasarkan nilai competitive per komoditi. Hampir seluruh komoditas bernilai negatif kecuali komoditas Sapi Potong. Nilai komponen kompetitif yang negatif menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut merupakan building block yang negatif untuk pertumbuhan di masa yang akan datang.BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KesimpulanAdapun kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.1) Komoditi basis sektor pertanian yang ada di Kota Bogor antara lain yaitu: 1) Kecamatan Bogor Selatan meliputi komoditas Kerbau, Kambing, Domba dan Ayam Potong, 2) Kecamatan Bogor Timur meliputi komoditas Kerbau, Kambing, Ayam Kampung dan Ayam Petelur, 3) Kecamatan Bogor Utara meliputi komoditas Domba, Ayam Kampung dan Itik, 4) Kecamatan Bogor Tengah meliputi komoditas Sapi Potong, Ayam Kampung dan Itik, 5) Kecamatan Bogor Barat meliputi komoditas Kerbau, Kuda, Kambing, Ayam Kampung dan Itik, 6) Kecamatan Tanah Sareal meliputi komoditas Sapi Perah, Sapi Potong, Kuda dan Ayam Kampung. Adapun nilai indeks LQ terbesar terdapat pada Kecamatan Bogor Timur yaitu komoditi ayam petelur sebesar 23,572) Tidak ada konsentrasi kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor. 3) Berdasarkan analisis tingkat spesialisasi wilayah diketahui bahwa pada tiap Kecamatan yang ada di Kota Bogor tidak melakukan spesialisasi pada komoditas peternakan tertentu. 4) Sektor basis yang memiliki peran besar terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi Ayam Kampung dengan nilai BSR 8,22 sedangkan yang berperan paling kecil terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai 0,65.5) Sektor basis yang memiliki dampak investasi terbesar yaitu Kota Bogor yaitu komoditi ayam kampung senilai 13,73. Sedangkan yang berperan paling kecil terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai 1,65.6) Secara umum sub sektor pertanian di Propinsi Jawa Barat mampu memenuhi kebutuhan di wilayahnya.7) Kota Bogor tidak memiliki lingkungan yang baik untuk pengembangan ternak berbagai komoditi, hal ini berdasarkan nilai competitive per komoditi. Kota Bogor memiliki nilai komponen yang negatif. Nilai komponen kompetitif yang negatif menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut merupakan building block yang negatif untuk pertumbuhan di masa yang akan datang.

5.2 SaranOleh karena itu dapat disarankan bahwa agar sub sektor peternakan kurang dapat menjadi sub sektor unggulan, melihat dari nilai competitive yang negatif. Namun diperlukan upaya pula terhadap peningkatan produksi yang harus terus dilakukan dengan lebih menggunakan sumber daya lokal. Tujuan penggunaan sumber daya lokal adalah untuk memperkecil input produksi yang bersumber dari bahan baku impor sehingga diharapkan sub sektor peternakan di Kota Bogor dapat menjadi sektor unggulan atau sektor penunjang sektor lainnya. Peningkatan produksi juga dapat mempertahankan keadaan komoditas peternakan Kota Bogor yang hampir semua nilai surplus produksi positif berarti kecukupannya dalam Kota memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Kota Bogor dalam Angka 2009. 2013. Kota Bogor dalam Angka 2013.. 2013. Jawa Barat dalam Angka 2013.Tarigan, R. 2007. Teori Ekonomi Regional. Bumi Aksara: Jakarta22