Penentuan Kadar Etanol Dengan Hplc
Transcript of Penentuan Kadar Etanol Dengan Hplc
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, dewasa ini banyak
produk dengan campuran alkohol yang beredar di pasaran terutama pada produk
minuman. Permasalahannya adalah sering munculnya para produsen ilegal yang
membuat minuman dengan kadar alkohol yang tinggi atau menyalahi aturan batas
kadar alkohol yang telah ditentukan. (Adiprabowo, 2010).
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek
samping gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir,
merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung
alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang
meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai
pada dosis keracunan atau mabuk. Mereka yang terkena GMO biasanya
mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan
tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi
sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti
cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan
psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara
ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol
adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di
berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan
2
saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu. Semua jenis
alkohol pada dasarnya beracun. Begitu pun dengan etanol, apalagi jika
dikonsumsi secara berlebihan. (Anneahira, 2012).
Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap bahan tambahan
pangan dalam minuman beralkohol, yaitu alkohol jenis etanol. Analisa bahan
tambahan pangan tersebut dalam penelitian ini menggunakan metoda High
Performance Liquid Chromatography (HPLC), karena analisa dengan HPLC ini
dapat dilakukan dengan cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel mudah,
dan dapat dihubungkan dengan detector yang sesuai (Johnson, 1991).
Beberapa pustaka seperti Majors dan Rohman dalam Ida Sundari (2010)
juga telah menyatakan bahwa metode kromatografi cair kinerja tinggi fasa terbalik
dengan fase diamnya kolom ODS C18 merupakan metode terpilih untuk analisis
alkohol tersebut, karena zat-zat tersebut bersifat polar dan larut dalam air sehingga
sulit dipisahkan menggunakan HPLC fasa normal yang menggunakan kolom
polar dan fase gerak yang bersifat nonpolar.
Begitu juga dengan Xiaolei Li,dkk (2011) juga menunjukkan HPLC fasa
terbalik dengan fasa diam ODS C18 sebagai suatu metode yang baik dan pas dalam
menganalisa suatu senyawa ekstrak etanol dari biji gandum berdasarkan beda
kepolaran masing-masing fasa gerak dan fasa diamnya. Dimana fasa gerak yang
digunakan adalah metanol, air dan asam formiat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
menentukan kadar alkohol pada minuman beralkohol yang beredar di pasaran kota
3
Padang, sehingga akibat berbahaya karena konsumsi yang tinggi dapat
diminimalkan. Penentuan kadar alkohol jenis etanol dalam minuman beralkohol
ini menggunakan metoda HPLC, yaitu bagaimana variasi konsentrasi eluen dan
pH yang memberikan kondisi optimum pada penentuan kadar alkohol dalam
minuman jenis etanol ini.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dibatasi pada :
1. Penentuan kadar alkohol jenis etanol dengan perbandingan konsentrasi
eluen yang digunakan yaitu asetonitril dan buffer fosfat 10:90, 20:80,
30:70, 40:60, 50:50
2. Sampel yang digunakan yaitu berupa minuman yang mengandung
alkohol(etanol) atau sering disebut juga minuman keras
3. Penentuan pH optimum untuk etanol pada perbandingan eluen 30:70
dengan variasi pH 6, 6.5, 7, 7.5, 8
4. Fasa diam yang digunakan adalah kolom ODS C18 dengan λmax dari etanol
ditentukan dengan spektrofotometer UV-Vis.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi eluen dan pH dalam
penentuan kadar alkohol jenis etanol dengan menggunakan HPLC?
4
2. Berapa kadar alkohol jenis etanol yang terkandung dalam sampel
minuman yang beredar dipasaran?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan kondisi optimum dari variasi pH dan eluen dalam penentuan
kadar alkohol jenis etanol menggunakan HPLC.
2. Menentukan kadar alkohol jenis etanol yang terkandung dalam minuman
beralkohol yang beredar di pasaran atau mall-mall di kota Padang.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menentukan kondisi terbaik metoda penentuan kadar alkohol jenis
etanol menggunakan HPLC.
2. Dapat menentukan kadar alkohol jenis etanol yang terkandung dalam suatu
sampel minuman beralkohol dengan metoda HPLC.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alkohol
Alkohol (ROH) begitu erat berhubungan dengan kehidupan manusia
sehari-hari, sehingga orang awam pun kenal dengan istilah ini, yaitu alkohol
(etanol) yang digunakan dalam minuman keras. Selain itu, bentuk lain dari
alkohol yaitu 2-propanol (isopropil alkohol) yang digunakan sebagai zat
pembunuh kuman (bakteriosida), metanol (metil alkohol) digunakan sebagai
bahan bakar dan pelarut, dan sebagainya. (Fessenden, 1986)
Alkohol yang mempunyai rumus umum R-OH mempunyai struktur yang
serupa dengan air, tetapi salah satu hidrogennya diganti dengan gugus alkil. (Hart,
1983). Kata alkohol itu sendiri sering dipakai untuk menyebut etanol pada
minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol
yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau
grup alkohol lainnya. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian
yang lebih luas lagi.
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk
senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada
atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon
lain. Gugus fungsional alkohol adalah gugus hidroksil yang terikat pada karbon
hibridisasi sp3. (Wikipedia, 2012). Alkohol digolongkan ke dalam primer (1o),
sekunder (2o), atau tersier (3o), bergantung pada satu, dua atau tiga gugus organik
yang berhubungan dengan atom karbon pembawa gugus hidroksil. (Hart, 1983).
5
6
Alkohol primer paling sederhana adalah metanol. Alkohol sekunder yang paling
sederhana adalah propan-2-ol, dan alkohol tersier sederhana adalah 2-
metilpropan-2-ol.
Alkohol adalah asam lemah, karena perbedaan keelektronegatifan antara
oksigen dan hidrogen pada gugus hidroksil, yang memampukan hidrogen lepas
dengan mudah. Bila di dekat karbon hidroksi terdapat gugus penarik elektron
seperti fenil atau halogen, maka keasaman meningkat. Sebaliknya, semakin
banyak gugus pendorong elektron seperti rantai alkana, keasaman menurun.
Dua alkohol paling sederhana adalah metanol dan etanol (nama umumnya
metil alkohol dan etil alkohol) yang strukturnya sebagai berikut:
H H H
| | |
H-C-O-H H-C-C-O-H
| | |
H H H
metanol etanol
Gambar.1 Struktur metanol dan etanol
(Wikipedia, 2012)
1. Penamaan alkohol
Ada dua cara menamai alkohol: nama umum dan nama IUPAC. Nama
umum alkohol biasanya dibentuk dengan mengambil nama gugus alkil, lalu
menambahkan kata “alkohol”. Contohnya “metil alkohol” atau “etil
alhokol”. Nama IUPACdibentuk dengan mengambil nama rantai alkananya,
menghapus “a” terakhir, dan menambah “ol”. Contohnya “metanol” dan
“etanol”. (Hart, 1983). Etanol adalah campuran etil alhokol dan air tidak
7
kurang dari 94,7 % v/v atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau
92,7% C2H6O.
2. Sifat fisis alkohol
a. Titik didih
Karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-
molekulnya, maka titik didih alkohol lebih tinggi dari pada titik didih
alkil halida atau eter, yang molekulnya sebanding.
b. Kelarutan dalam air
Bagian hidrokarbon suatu alkohol bersifat hidrofob yakni
menolak molekul-molekul air. Makin panjang bagian
hidrokarbon ini akan makin rendah kelarutan alkohol dalam air.
Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob ini dapat
mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil.
(Fessenden, 1986).
8
3. Sintesa alkohol
Alkohol yang merupakan sejenis cairan yang mudah menguap
(volatile), mudah terbakar (flammable), tak berwarna (colorless), dan
memiliki wangi yang khusus dapat disintesis melalui beberapa reaksi
sebagai berikut :
a. Reaksi substitusi nukleofilik
Reaksi antara suatu alkil halida dan ion hidroksida adalah suatu
reaksi substitusi nukleofilik. Dimana bila alkil halida primer dipanasi
dengan natrium hidroksida dalam air, terjadi reaksi dengan jalan SN2.
(Fessenden, 1986).
RX + -OH ROH + X-
b. Reaksi Grignard
Dalam suatu reaksi Grignard :
1. Alkohol 1o berasal dari formaldehid
O
HCH + RMgX RCH2OH
(Fessenden , 1986)
SN2
H2O, H+
9
2. Alkohol 2o berasal dari aldehida
O OH
RCH + RMgX RCHR’
3. Alkohol 3o berasala dari keton
O OH
RCR’ + RMgX RCR’
R’’
c. Reduksi senyawa karbonil
Alkohol dapat dibuat dari senyawa karbonil dengan reaksi reduksi,
dimana atom-atom hidrogen ditambahkan kepada gugus karbonilnya.
O OH
RCR RCHR
d. Hidrasi alkena
Bila suatu alkena diolah dengan air dan suatu asam kuat, yang
berperan sebagai katalis, unsur-unsur air mengadisi ikatan rangkap
dalam suatu reaksi hidrasi sehingga menghasilkan produk alkohol.
CH2=CH2 + H2O CH3CH2OH
e. Etanol dari peragian
Etanol yang digunakan dalam minuman diperoleh dari peragian
karbohidrat yang berkataliskan enzime (fermentasi gula dan pati).
Satu tipe enzime mengubah karbohidrat ke glikosa, kemudian ke
etanol. (Fessenden, 1986).
C6H12O6 CH3CH2OH
H2O, H+
H2O, H+
(1) NaBH4
(2) H2O, H+
H+
glukosa etanol
10
4. Alkohol umum
a. Isopropil alkohol (2-propil alkohol, propal-2-ol, propanol) H3C -
CH(OH)- CH3,atau alkohol gosok
b. Etilena glikol (etana-1,2-diol) HO-CH2-CH2-OH, yang merupakan
komponen utama dalam anti freeze
c. Gliserin (atau gliserol, propana-1,2,3-triol) HO-CH2-CH(OH)-CH2-
OH yang terikat dalam minyak dan lemak alami, yaitu trigliserida
(triasilgliserol)
d. Fenol adalah alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada cincin
benzena.
Alkohol digunakan secara luas dalam industri dan laboratorium
sebagai pereaksi, pelarut, dan bahan bakar. Ada lagi alkohol yang
digunakan secara bebas, yaitu yang dikenal di masyarakat sebagai
spiritus. Awalnya alkohol digunakan secara bebas sebagai bahan bakar.
Namun untuk mencegah penyalah gunaannya untuk makanan dan
minuman, maka alkohol tersebut didenaturasi. (Suharto & M.Yanuar
Nadzif, 2009).
B. Etanol
Etanol atau yang disebut juga etil alkohol, alkohol murni atau alkohol
absolut adalah cairan tak berwarna, mudah menguap dan mudah terbakar dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
11
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH.
(Wikipedia, 2012).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang
ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah parfum,
perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia etanol merupakan salah
satu pelarut yang penting. Dan dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan
sebagai bahan bakar. (Wikipedia, 2012).
1. Sifat Etanol
Etanol memiliki beberapa sifat fisika dan kimia. Dimana sifat-sifat
etanol tersebut yaitu:
a. Sifat fisika etanol
- Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan
aroma yang khas.
- Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut
organik lainnya.
- Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis,
sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara.
- Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan menurunkan
tegangan permukaan air secara drastis.
b. Sifat kimia etanol
1. Reaksi asam-basa
12
Pada reaksi asam-basa etanol beraksi dengan logam seperti
natrium dengan membebaskan hidrogen dan membentuk
alkoksida yaitu etoksida. (Hart, 1983).
2CH3CH2OH + 2Na 2CH3CH2ONa + H2
2. Halogenasi
Etanol bereaksi dengan hidrogen halida menghasilkan etil
halida seperti etil klorida. (Hart, 1983).
CH3CH2OH + HCl CH3CH2Cl + H2O
3. Pembentukan ester
Dengan kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan
asam karboksilat dan menghasilkan senyawa etil eter dan air.
(Wikipedia, 2012).
RCOOH + HOCH2CH3 RCOOCH2CH3 + H2O
4. Dehidrasi
Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan
menyebabkan dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena
maupun dietil eter.
2CH3CH2OH CH3CH2OCH2CH3 + H2O
5. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida yang kemudian
dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat.
C2H5OH + 2[O] CH3COOH + H2O
6. Pembakaran
Pembakaran etanol akan menghasilkan karbondioksida dan air.
13
C2H5OH(g) + 3O2(g) 2CO2(g) + 3H2O(l)
(Wikipedia, 2012).
2. Fermentasi Etanol
Etanol untuk kegunaan konsumsi manusia (seperti minuman
beralkohol) diproduksi dengan cara fermentasi. Etanol tersebut diperoleh
dari peragian karbohidrat yang berkataliskan enzime (fermentsi gula dan
pati). (Fessenden, 1986). Spesies ragi tertentu (misalnya Saccharomyces
cerevisiae) mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:
C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2.
Proses membiakkan ragi untuk mendapatkan alkohol disebut sebagai
fermentasi. Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Pada
jenis ragi yang paling toleran terhadap etanol, ragi tersebut hanya dapat
bertahan pada lingkungan 15% etanol berdasarkan volume.
Untuk menghasilkan etanol dari bahan-bahan pati, misalnya serealia,
pati tersebut haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula.Dalam
pembuatan bir, ini dapat dilakukan dengan merendam biji gandum dalam air
dan membiarkannya berkecambah. Biji gandum yang baru berkecambah
tersebut akan menghasilkan enzim amilase. Biji kecambah gandum
ditumbuk, dan amilase yang ada akan mengubah pati menjadi gula.
C. Minuman Beralkohol
14
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung alkohol yaitu
jenis etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya yang berlebihan
akan menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman
beralkohol dibatasi hanya untuk sejumlah kalangan saja, umumnya yaitu bagi
orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.
Gambar. 2 Macam-macam minuman beralkohol
1. Proses Pembuatan Minuman Keras / Minuman Beralkohol
Proses yang hampir sama juga terjadi pada pembuatan minuman keras.
Bahan baku berupa biji-bijian tersebut ditambahkan sejenis ragi yang
secara mikrobiologis adalah sama, yaitu khamir dengan nama latin
Saccharomyces cerevisae. Khamir inilah yang mengubah pati pada biji-
bijian tersebut menjadi gula, serta mengubah sebagian gula menjadi
alkohol dan komponen flavor (cita rasa). Dari proses tersebut kemudian
akan dihasilkan minuman beralkohol dengan cita rasa tertentu sesuai
dengan bahan baku yang digunakan.
15
Lama proses fermentasi itu akan mempengaruhi jumlah alkohol yang
dihasilkannya. Semakin lama proses fermentasi semakin tinggi kandungan
alkoholnya. Dari perbedaan biji-bijian yang dipakai dan lamanya
fermentasi ini akan menghasilkan jenis minuman keras yang berbeda-beda
pula.
2. Efek Samping
Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan
segera dalam waktu beberapa menit saja, akan tetapi efeknya berbeda-beda
tergantung dari jumlah/kadar alkohol yang dikonsumsi. Dalam jumlah
yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan pengguna akan lebih
mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan
kemarahan.
Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, minuman beralkohol dapat
menimbulkan efek samping ganggguan mental organik (GMO), yaitu
gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku seperti berikut
ini :
Gangguan Fisik : meminum minuman beralkohol banyak, akan
menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan
lambung, otot syaraf, mengganggu metabolisme tubuh, membuat
penis menjadi cacat, impoten serta gangguan seks lainnya.
Gangguan Jiwa : dapat merusak secara permanen jaringan otak
sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian,
kemampuan belajar dan gangguan jiwa tertentu.
16
Perubahan perilaku: perasaan seorang tersebut mudah tersinggung dan
perhatian terhadap lingkungan juga akan terganggu, menekan pusat
pengendalian diri sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan
agresif dan bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan-tindakan
yang melanggar norma-norma dan sikap moral, yang lebih parah lagi
akan dapat menimbulkan tindakan pidana atau kriminal.
3. Minuman keras terbagi dalan 3 golongan yaitu:
- Gol. A berkadar Alkohol 1%-5%, contoh : Bir, Green Sand
- Gol. B berkadar Alkohol 5%-20%, contoh: Martini,
Wine(Anggur)
- Gol. C berkadar Alkohol 20%-50%, contoh : Whisky, Brandy
D. High Peformance Liquid Chromatography (HPLC)
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel
diantarasuatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang
juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan.
Kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT ) atau disebut juga dengan
HPLC, adalah teknik kromatografi yang dapat memisahkan suatu campuran
senyawa dan digunakan dalam biokimia dan kimia analitik untuk
mengidentifikasi, mengukur dan memurnikan masing-masing komponen
campuran . Menurut Hendayana dalam Ulfah Indharini (2010) juga menyatakan
bahwa HPLC merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara modern
yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif, dan paling
17
sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu, dan
memurnikan senyawa dalam suatu campuran.
Gambar.3 HPLC (High Performance Liquid Crhomatography)
(Wikipedia, 2012)
HPLC biasanya menggunakan berbagai jenis fasa diam, fase gerak ,
analit, kolom, dan detektor untuk memberikan waktu retensi karakteristik untuk
analit. Detektor juga dapat memberikan informasi tambahan yang berkaitan
dengan analit. Waktu retensi analit bervariasi tergantung pada kekuatan interaksi
dengan fase stasioner, rasio / komposisi pelarut yang digunakan, dan laju aliran
fase gerak.Ini merupakan bentuk kromatografi cair yang memanfaatkan ukuran
kolom yang lebih kecil, media yang lebih kecil di dalam kolom, dan lebih tinggi
tekanan fase gerak.
Pemilihan pelarut, aditif dan gradien tergantung pada sifat dari kolom
dan sampel.Seringkali serangkaian tes dilakukan pada sampel bersama-sama
dengan sejumlah penelitian yang berjalan dalam rangka untuk menemukan
metode HPLC yang memberikan pemisahan puncak terbaik. (Wikipedia.com )
18
1. KOMPONEN-KOMPONEN HPLC
a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam HPLC adalah suatu cairan yang bergerak
melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja
konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant
displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating
menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating),oleh
karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik
untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila
detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah
ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran
yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.
b. Injektor (Injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom,
harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada
dua model umum :
a. Stopped Flow
b. Solvent Flowing
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
19
a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada
kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan
lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam
cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi
b. Septum: Septum yang digunakan pada HPLC sama
dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor
ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir.
Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-
pelarut Kromatografi Cair.Partikel kecil dari septum
yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat
menyebabkan penyumbatan.
c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk
menginjeksi volume lebih besar dari 10 µ dan dilakukan
dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor
yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan
secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam
loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan,
maka sampel akan masuk ke dalam kolom.
c. Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya
suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi
percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :
20
a. Kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom
tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk
kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-
100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10-30
cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm
atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm. Kolom
umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya
dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga
digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk
kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.
Pengepakan kolom tergantung pada model HPLC yang
digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid
Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange
Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC)
d. Detektor (Detector)
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan
menghitung kadamya (analisis kuantitatif).Detektor yang baik
memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah,
kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua
tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan
21
fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat
diperoleh.
Detektor HPLC yang umum digunakan adalah detektor UV
254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk
mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas.
Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada
kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika
dibandingkan dengan detektor UV.
e. Elusi Gradien
Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan
fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung.Efek dari
Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-
senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien
dijelaskan oleh Snyder.
Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
a. Total waktu analisis dapat direduksi
b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam
campuran bertambah
c. Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing)
d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada
peak Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan.
Optimasi Gradien dapat dipilih dengan cara trial and
error.
22
f. Pengolahan Data (Data Handling)
Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan
dalam bentuk kromatogram pada rekorder.
g. Fasa gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fasa
gerak adalah salah satu dari variabel yang mempengaruhi
pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada solven yang
digunakan untuk HPLC, tetapi ada beberapa sifat umum yang
sangat disukai, yaitu fasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah
(reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung
dibuang karena prosedur pemumiannya kembali sangat
membosankan dan mahal biayanya. Dari semua persyaratan di
atas, persyaratan 1) s/d 4) merupakan yang sangat penting.
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama
23
untuk HPLC yang menggunakan pompa bolak balik
(reciprocating pump) sangat diperlukan terutama bila detektor
tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut yang tidak
dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang besar di dalam
detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan (the
data may be useless). Menghilangkan gas (degassing) juga sangat
baik bila menggunakan kolom yang sangat sensitive terhadap
udara (contoh : kolom berikatan dengan NH2).
2. Keuntungan HPLC
HPLC dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas
(KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk
memperoleh efek pemisahan yang samabaiknya. Bila derivatisasi
diperlukan pada KG, namun pada HPLC zat-zat yang tidak
diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada
pemanasan atau tidak menguap, HPLC adalah pilihan utama. Namun
demikian bukan berarti HPLC menggantikan KG, tetapi akan
memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium.
Derivatisasi juga menjadi populer pada HPLC karena teknik ini dapat
digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV Visibel yang
umumnya digunakan.
HPLC menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan
kromatografi cair klasik, antara lain:
24
Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak
analisis yang dapat diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis
yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisis kurang dari 5
menit bisa dicapai
Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair
mempunyai dua fasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada
KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat;
pemisahan terutama dicapai hanya dengan fasa diam. Kemampuan
zat padat berinteraksi secara selektif dengan fasa diam dan fasa
gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk
mencapai pemisahan yang diinginkan.
Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa
digunakan dalam HPLC dapat mendeteksi kadar dalam jumlah
nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektor-
detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah
sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti
Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat
juga digunakan dalam KCKT
Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan
kolom kromatografi klasik, kolom HPLC dapat digunakan kembali
(reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom
yang sma sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari
solven dan jenis solven yang digunakan
25
Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat
yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah,
biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. HPLC
dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk
mengalissis zat – zat tersebut.
Mudah rekoveri sampel : Umumnya detektor yang
digunakan dalam KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan)
pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen
sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah
melewati detektor. Solvennya dapat dihilangkan dengan
menguapkan kecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan
prosedur khusus.(Johnson, 1991).
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari
2013 di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Padang.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah minuman keras yang mengandung alkohol (ethanol)
yang beredar di pasaran.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah HPLC dengan kolom ODS C18,
spektrofotometer UV-Vis,peralatan gelas, oven, kertas pH, kertas saring,
neraca analitik, botol reagen, labu ukur, erlenmeyer, botol semprot, batang
pengaduk, pipet tetes.
2. Bahan
27
Bahan yang digunakan adalah etanol, metanol, asetonitril, buffer fosfat,
aquabidest, natrium fosfat dibasis.
E. Prosedur Penelitian
1. Prosedur Secara Umum
Fasa gerak diinjeksikan dengan aliran 1 ml/menit, selanjutnya
panjang gelombang dari detektor di set pada λmaks etanol yang telah
ditentukan terlebih dahulu dengan spektrofotometer UV-Vis hingga
terbaca di layer base line yang stabil. Setelah itu sampel diinjeksikan
sebanyak 20 µL kedalam kolom HPLC sehingga akan diperoleh
kromatogram yang kemudian di print dan diambil sebagai data untuk
analisa.
2. Sampling minuman
Proses sampling minuman dilakukan berdasarkan merek yang
beredar di pasaran. Pemilihan sampel berdasarkan atas informasi
kandungan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sampel tersebut.
3. Pembuatan larutan baku etanol dan buffer asetat
a). Pembuatan larutan standar Alkohol
a. Pembuatan larutan standar etanol 10%
Dibuat larutan standar etanol dari bahan baku pembanding dengan
kadar 10% dengan memipet sebanyak 52,08 ml etanol. Kemudian
26
28
diencerkan dalam labu ukur 500 mL menggunakan pelarut
aquadest.
b. Pembuatan larutan standar metanol 10%
Dibuat larutan standar metanol dari bahan baku pembanding
dengan kadar 10% dengan memipet sebanyak 52,08 ml metanol.
Kemudian diencerkan dalam labu ukur 500 ml menggunakan
pelarut aquadest.
b). Pembuatan buffer fosfat
a. Larutan natrium fosfat monobasis 0.2 M
Larutkan 27.8 gram NaH2PO4.H2O dengan air suling dan
encerkan hingga 1 liter.
b. Larutan natrium fosfat dibasis 0.2 M
Larutkan 52.65 gram Na2HPO4.7H2O atau 71.1 gram
Na2HPO4.12H2O dengan air suling dan encerkan hingga 1 liter.
Campurkan x ml larutan natrium mono-basis atau natrium
dihirogen fosfat 0.2 M dengan y ml larutan natrium dibasis atau
dinatrium dihidrogen fosfat 0.2 M dan encerkan hingga 200 ml
dengan air suling.
Tabel 3. Pembuatan buffer fosfat
ml NaH2PO4
0.2 M
ml Na2HPO4
0.2 M
ml air
suling
pH
buffer
87.7 12.3 100 6
68.5 31.5 100 6.5
29
39.0 61.0 100 7
16.0 84.0 100 7.5
5.3 94.7 100 8
(Tarmizi,2008)
4. Penetapan panjang gelombang pengukuran
Larutan etanol 10% dan metanol 10% tersebut diukur serapannya
pada panjang gelombang 200-700 nm menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Kemudian ditentukan panjang gelombang untuk análisis.
5. Penentuan kondisi optimum untuk penentuan alkohol jenis etanol
secara HPLC
a. Penentuan pH optimum pada perbandingan eluen 30:70
Campuran asetonitril dan buffer fosfat dengan perbandingan 30:70
diberbagai kondisi pH buffer yaitu : pH 6, pH 6.5, pH 7, pH 7.5, pH
8, kemudian dipilih kondisi pH yang memberikan luas atau tinggi
puncak yang terbaik untuk etanol dan metanol.
b. Penentuan kondisi optimum pada pH optimum
Larutan baku etanol dan metanol disuntikkan sebanyak 20 µL
kedalam kolom menggunakan fasa gerak campuran asetonitril dan
buffer fosfat dengan berbagai kondisi yaitu : 10:90, 20:80, 30:70,
40:60, 50:50. Kemudian ditentukan yang memberikan pemisahan
yang terbaik.
6. Penentuan kurva regresi linear dari larutan standar etanol
30
Larutan standar etanol dengan variasi konsentrasinya 2%, 4%, 6%,
8%, dan 10% diinjeksikan sebanyak 20µL kedalam kolom HPLC
menggunakan kondisi optimum analisa yang telah ditentukan
sebelumnya. Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan konsentrasi (%) dan
luas puncak yang dihasilkan.
7. Penentuan kadar alkohol jenis etanol secara HPLC
Menggunakan kondisi terpilih, 20 µL sampel diinjeksikan kedalam
kolom dan dicatat waktu tambat puncak-puncak yang dihasilkan
sampel. Jika puncak-puncak tersebut mempunyai waktu tambat yang
sama dengan waktu tambat puncak bahan baku pembanding, maka
dapat disimpulkan bahwa pada sampel terdapat zat-zat tersebut.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data kualitatif dari
waktu retensi dan data kuantitatif dengan melihat luas daerah dari ethanol
pada kromatogram HPLC, kemudian ditentukan kadarnya dengan
menggunakan kurva linear dari larutan standar.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sampling Minuman (Beralkohol)
Sampling minuman beralkohol dilakukan terhadap 5 jenis merk minuman
beralkohol yang dijual dipasaran di kota Padang. Sampling minuman
dilakukan secara acak dimana diambil 3 jenis minuman beralkohol modern
(produksi pabrik/industri) dan 2 jenis minuman beralkohol tradisional (home
industri).
B. Penetapan Panjang Gelombang Pengukuran
Dalam penentuan kadar alkohol jenis etanol pada minuman beralkohol
dengan metoda HPLC terlebih dahulu dilakukan pengukuran panjang
gelombang dari senyawa alkohol tersebut yaitu dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Hal ini disebabkan karena HPLC yang digunakan
memakai detektor UV-Vis, jadi perlu diketahui terlebih dahulu berapa
panjang gelombang dari senyawa etanol tersebut. Dari hasil pengukuran yang
didapatkan adalah panjang gelombang maksismum (λmax) dari senyawa
alkohol jenis etanol dan metanol adalah 220 nm. Jadi pada pengukuran
32
dengan HPLC digunakan panjang gelombang 220 nm untuk senyawa etanol,
karena dipastikan senyawa etanol akan terdeteksi pada panjang gelombang
tersebut. Dilakukan juga pengukuran terhadap senyawa alkohol metanol yaitu
hanya sebagai pembanding dalam penetapan panjang gelombang senyawa
alkohol khususnya etanol. Dari hasil pengukuran panjang gelombang
diperoleh hasil sebagai berikut:
C. Penentuan Kondisi Optimum Untuk Penentuan Etanol Secara HPLC
a. Variasi pH
Dari variasi pH buffer phospat yang digunakan pada pengukuran
alkohol jenis etanol ini yaitu pada pH 5, 6, 7, dan 8, didapat pH optimum dari
buffer phospat yang baik untuk pemisahan etanol adalah pH 6. Hal ini dapat
terlihat pada kromatogram yang dihasilkan yaitu pada pH 6 telah memberikan
luas puncak yang maksimum atau menhasilkan luas puncak yang paling luas.
Selain itu, pada kromatogram juga dapat dilihat bahwa puncak etanol
yang dihasilkan pada buffer phospat pH 6 lebih baik dan bagus daripada
buffer phospat pH 5, 7 dan 8. Sehingga pH larutan buffer 6 merupakan
kondisi yang optimum dalam pengukuran etanol menggunakan fasa gerak
Asetonitril : Buffer phospat. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
kromatogram berikut ini :
Minutes
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
mA
U
-20
5.5
-15
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
-10
mAUUUuuU-20
-5
-15
0-10
5
010
515
10
20
-10
p benzene
VWD: Signal A
, 220 nm
VWD: Signal A
, 220 nm
-10
VWD: Signal A
, 220 nm
ABC1.00.5
0.0
3.0
33
Gambar 4. Variasi pH buffer phospat
Laju alir 1 ml/menit, λ=220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak asetonitril : buffer phospatA (asetonitril:buffer phospat pH 5), B (asetonitril:buffer phospat pH 6), C (asetonitril:buffer phospat pH 7), D(asetonitril:buffer phospat pH 8)
b. Variasi fasa gerak
Dari variasi fasa gerak yang digunakan, didapatkan kondisi optimum
fasa gerak untuk penentuan etanol adalah Asetonitril : Buffer phospat (5:95).
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada kromatogram berikut ini :
0.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
8.0
-20
-10
-15
-5
5
10
20 mA
U
-15
-5
0
5
15
20
p benzene
Kromatogaram sampel yang dijual bebas dipasaranan larutan standar etnol
4345 VWD: Signal A, 220 nm
Diperoleh λmaks etanol
Diperoleh λmaks metanol
ABD 42
434445
Diperoleh λmaks Etanol Pembuatan Larutan standar 10%
Diperoleh λmaks Metanol
20 µl larutan baku pembanding etanol 10%
20 µl larutan baku pembanding etanol
Diperoleh kondisi optimum fasa gerak
etanol
VWD: Signal A
, 220 nm
-5
VWD: Signal A, 220 nm
VWD: Signal A, 220 nm
34
Gambar 5. Variasi fasa gerakLaju alir 1 ml/menit, λ=220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak asetonitril : buffer phospatA (asetonitril:buffer phospat 5:95), B (asetonitril:buffer phospat 10:90), C (asetonitril:buffer phospat 15:85), D (asetonitril:buffer phospat 0:100)
Berdasarkan gambar kromatogram diatas, terlihat bahwa pemisahan
terbaik untuk etanol terapat pada variasi konsentrasi Asetonitril : Buffer
phospat (5:95). Pada kondisi ini, etanol memberikan waktu retensi 1,68
menit. Meskipun pada variasi konsentrasi Asetonitril : Buffer phospat (15:85)
dan (10:90) puncak etanol muncul lebih cepat yaitu pada menit ke 1,56 dan
1,61, namun puncak yang dihasilkan tidak bagus dan terdapat noise disekitar
puncak etanol. Oleh karena itu, konsentrasi fasa gerak Asetonitril : Buffer
phospat (15:85) dan (10:90) belum memberikan pemisahan yang baik.
Begitu juga dengan konsentrasi Asetonitril : Buffer phspat (0:100)
belum memberikan pemisahan terbaik karena waktu retensi yang keluar
untuk etanol terlalu lama. Jadi berdasarkan data yang dihasilkan, maka dipilih
variasi konsentrasi fasa gerak Asetonitril : Buffer phospat (5:95) untuk
penentua kadar etanol secara HPLC.
D. Penetuan Kurva Regresi Linear Dari Adisi Standar Etanol
Berdasarkan kondisi optimum yang telah diperoleh pada variasi fasa
gerak asetonitril : Buffer pohspat, maka dilakukan pengukuran larutan standar
etanol pada konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Dari variasi ini dibuat
kurva regresi linear dan didapat persamaan regresi untuk menghitung kadar
35
suatu sampel dalam aplikasi metoda ini nantinya, dimana kurva regresi
tersebut merupakan kurva antara luas puncak dari setiap kromatogram larutan
standar vs konsentrasi larutan stanar itu sendiri.
Pada pengukuran ini, dilakukan adisi standar etanol pada satu sampel
dengan variasi konsentrasinya yaitu adisi standar etanol 5%, 10%, 15% dan
20%. Tujuan dari adisi standar etanol ini yaitu untuk lebih memudahkan
dalam menghitung kadar suatu sampel, karena mengahasilkan data
kromatogram yang lebih bagus yaitu puncak etanol yang lebih tajam, tinggi
dan bagus sehingga diperoleh luas puncak etanol yang baik. Jadi untuk
penentuan kurva regresi linear dari larutan standar etanol, data diperoleh dari
pengukuran adisi standar etanol dengan variasi adisi 5%, 10%, 15% dan 20%.
Tabel 4. Variasi konsentrasi adisi standar etanol terhadap luas puncakpada sampel modern (produksi pabrik) dengan pengenceran 25%Laju alir 1 ml/menit, λ=220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak Asetonitril : Buffer phospat (5:95)
NoKonsentrasi adisi
standar etanol(%)
Tinggi Puncak (mAU)
Lebar Puncak (menit)
Luas Puncak (mAU×mnt)
1. 5% - - -
2. 10% 36,20 0,19 3,818
3. 15% 51,67 0,19 5,357
4. 20% 71,13 0,18 6,401
36
Dari data tabel yang terlihat di atas, pada adisi standar etanol 5% tidak
menghasilkan data kromatogram yang baik sehingga tidak didapat luas
puncak dari etanol pada pengukuran tersebut. Begitu juga dengan sampel
minuman tradisional setelah dilakukan adisi standar etanol dengan variasi
konsentrasi adisi 5%, 10%, 15% dan 20%. Dimana setelah dilakukan
pengukuran, data kromatogram yang bisa dipakai hanya pada adisi standar
etanol 10% dan 15% karena hanya pada kedua adisi standar etanol tersebut
menghasilkan data kromatgram yang baik. Hasil yang diperoleh untuk sampel
tradisional dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Variasi konsentrasi adisi standar etanol terhadap luas puncakpada sampel tradisional (home industri) Laju alir 1 ml/menit, λ=220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak Asetonitril : Buffer phospat (5:95)
NoKonsentrasi adisi
standar etanol(%)
Tinggi Puncak (mAU)
Lebar Puncak (menit)
Luas Puncak (mAU×mnt)
1. 5% - - -
2. 10% 219,64 0,16 17,571
3. 15% 349,17 0,15 24,403
4. 20% - - -
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan kurva linear
dan persamaan regresi linear seperti pada kurva dibawah ini. Luas puncak
tersebut didapat dengan menggunakan rumus segitiga (Luas alas×tinggi/2)
karena puncak kromatogram yang dihasilkan berupa segitiga.
37
Gambar 6. Kurva adisi standar etanol pada sampel modern
Laju alir 1 ml/menit, λ= 220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak Asetonitril : Buffer phospat (5:95)
Sedangkan untuk perhitungan kurva linear dan persamaan regresi
linear pada sampel tradisional (home industri) dapat dilihat pada kurva
berikut :
Gambar 7. Kurva adisi standar etanol pada sampel tradisional
38
Laju alir 1 ml/menit, λ= 220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak Asetonitril : Buffer phospat (5:95)
E. Penentuan Kadar Etanol Pada Minuman Beralkohol Secara HPLC
Setelah didapatkan kondisi optimum untuk pemisahan etanol
menggunakan HPLC, maka dilakukan pengukuran pada beberapa macam
sampel minuman beralkohol yang beredar di pasaran menggunakan kondisi
optimum yang telah ditentukan untuk mengetaui kadar etanol ynag terdapat
pada beberapa sampel minuman beralkohol tersebut.
Pada gambar 11 adalah kromatogram dari sampel yang dijual
dipasaran yang telah dianalisa dengan menggunakan HPLC. Disini sampel
minuman beralkohol yang digunakan ada 5 macam, yang diberi label A, B, C,
D dan E. Dilihat pada gambar, F merupakan larutan standar etanol pada
kondisi pH maksimum dan konsentrasi optimum yang menjadi acuan untuk
pengukuran etanol. Dari kelima sampel minuman beralkohol tersebut 3
sampel merupakan minuman beralkohol jenis modern (hasil produksi
pabrik/industri) yaitu C, D dan E. Sedangkan 2 yang lainnya merupakan
sampel minuman beralkohl jenis tradisional ( hasil home industri) yaitu label
A dan B.
Dari data kromatgram diatas, terlihat bahwa semua sampel minuman
beralkohol tersebut (A, B, C, D dan E) mengandung etanol. Ini dapat dilihat
dari waktu retensi puncak yang sama dengan kromatogram standar etanol.
39
Pada sampel E dan D puncak etanol terlihat jelas, sedangan pada sampel C, B
dan A puncak etanol tidak terlihat bagus karena banyaknya terdapat noise-
noise disekitar puncak etanol. Dimana noise-noise ini dapat berasal dari
matriks lain yang terkandung dalam sampel minuman beralkohol tersebut.
Setelah didapatkan kromatogram untuk sampel, maka dilakukan
perhitungan luas puncak dari masing-masing komponen untuk etanol.
Dimana puncak kromatogram yang muncul pada waktu retensi yang sama
dengan etanol, merupakan etanol. Namun dari data kromatogram yang
didapat tidak sesuai dengan dengan standar pengukuran dengan HPLC.
Dimana banyaknya terdapat noise disekitar puncak etanol pada kromatogram
sampel dan puncak etanol yang didapat juga belum memenuhi standar
sehingga tidak bisa ditentukan luas puncaknya untuk pengukuran kadar etanol
dari sampel.
a. Adisi standar etanol terhadap sampel
Berdasarkan data yang diperoleh, untuk mendapatkan puncak etanol
pada kromatogram sampel dilakukan adisi standar etanol terhadap sampel.
Sehingga puncak yang dihasilkan lebih baik dan lebih tajam. Dengan
dilakukan adisi standar etanol pada satu sampel minuman beralkohol
didapatkan luas puncak etanol dari sampel untuk menghitung kadar etanol
yang terdapat pada sampel tersebut.
Pada pengukuran ini, dilakukan adisi standar etanol terhadap sampel
minuman beralkohol jenis modern (hasil produksi pabrik/industri) dan sampel
minuman beralkohol jenis tradisional (home industri) yaitu sampel D dan B
40
dengan variasi konsentrasi adisi standar etanol 5%, 10%, 15% dan 20%.
Dimana pada sampel modern dilakukan pengenceran sampel 25% sedangkan
pada sampel tradisional 75%. Hasil yang diperoleh untuk etanol dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 6. Luas puncak etanol dari adisi standar etanol masing-masing sampelLaju alir 1 ml/menit, λ=220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak asetonitril : buffer phospat (5:95)
No
Adisi standar
etanol
(%)
Sampel D Sampel B
Tinggi
Puncak
Lebar
Puncak
Luas
Puncak
Tinggi
Puncak
Lebar
Puncak
Luas
Puncak
1. 5% - - - - - -
2. 10% 36,20 0,19 3,818 219,64 0,16 17,571
3. 15% 51,67 0,19 5,357 349,17 0,15 24,403
4. 20% 71,13 0,18 6,401 - - -
Berdasarkan kurva regresi linear yang diperoleh untuk kedua sampel
yaitu dapat dilihat pada tabel.4 pada penentuan kurva regresi linear dari adisi
standar etanol, didapat persamaan regresi linear untuk sampel modern
(sampel D) yaitu y = 0,2583× + 1,3177 dengan linearitas R2 = 0,987
sedangkan untuk sampel tradisional (sampel B) y = 1,3664× + 3,907 dengan
linearitas R2 = 1. Maka kadar etanol dari kedua sampel dapat dihitung seperti
berikut :
41
Tabel 7. Kadar etanol dari masing-masing sampelLaju alir 1 ml/menit, λ= 220 nm, kolom Zorbax Rx C18, fasa gerak asetonitril : buffer phospat (5:95)
No Sampel Minuman Beralkohol Kadar Etanol (%)
1 B (home industri) 5,104
2 D (produksi pabrik) 2,86
Dari hasil perhitungan kadar etanol pda masing-masing sampel yang
terlihat dalam tabel diatas, dapat kita lihat bahwa sampel minuman beralkohol
yang beredar dipasaran mengandung etanol dengan berbagai konsentrasi,
namun pada pengukuran kadar etanol sampel hanya 2 sampel yang diukur
dimana masing-masing sampel mewakili jenis sampel dipasaran yaitu sampel
modern (minuan beralkohol hasil produksi pabrik) dan sampel tradisional
( produksi home industri). Untuk sampel modern (D) dengan pengenceran
25% didapat kadar etanol yang terkandung dalam sampel yaitu sekitar
5,104%. Sementara untuk sampel tradisional (B) dengan pengenceran 75%
didapat kadar etanolnyaa yaitu sekitar 2,86%.
42
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1. Etanol menyerap pada panjang gelombang maksimum 220 nm.
Analisa dengan menggunakan HPLC dilakukan pada panjang
gelombang 270 nm, laju alir 1 ml/menit, fasa gerak asetonitril :
buffer phospat (5:95), dan kolom Zorbax Rx C18.
2. Pada 2 jenis minuman beralkohol yang beredar dipasaran yaitu
minuman beralkohol jenis modern ( yang diproduksi pabrik) dan
jenis tradisional (yang diproduksi home industri) didapatkan 2 data
yang mewakili masing-masing jenis minuman tersebut. Yaitu pada
jenis minuman beralkohol modern didapat konsentrasi etanol yang
terkandung setelah pengenceran 25% yaitu 5,104%. Sedangkan
untuk minuman beralkohol jenis tradisional didapatkan kadar
etanolnya yaitu sekitar 2,86%
B. Saran
1. Dapat dilakukan penetuan kadar alkohol jenis etanol ataupun
metanol pada jenis sampel lain seperti parfum, dll yang beredar
dipasaran.
2. Dapat dilakukan penentuan kadar etanol dengan fasa gerak lain.
43
BAB VI
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Februari 2013
sampai Maret 2013. Penelusuran dan studi telah dilakukan sejak Mei 2012.
Adapun rancangan jadwal penelitian adalah sebagai berikut :
No Kegiatan
2012 2013M
ei
Jun
i
Juli
Agu
stus
Sep
temb
er
Ok
tober
Novem
ber
Desem
ber
Janu
ari
1.Pembutan dan
perbaikan proposal
2. Seminar proposal
3. Persipan dan penelitian
4.Penyusunan laporan
akhir
44
BAB V
ANGGARAN PENELITIAN
Biaya penelitian ini diperkirakan sebesar Rp. 3.300.000 (tiga juta rupiah
dengan rincian sebagai berikut :
1. Persiapan Proposal Rp 300.000,00
2. Biaya Operasional
a. Zat yang dibutuhkan Rp 1.200.000,00
b. Pengumpulan Data Rp 400.000,00
c. Pemakaian UV-Vis Rp 200.000,00
d. Pemakaian HPLC Rp 400.000,00
3. Penulisan Laporan Rp 300.000,00
4. Biaya tak terduga Rp 500.000,00 +
Rp 3.300.000,00
45
DAFTAR PUSTAKA
Adiprabowo, Danang Sulistyo,dkk.(2010). Pendeteksi Kadar Alkohol Jenis Etanol Pada Cairan Dengan Menggunakan Mikrokontroler ATMEGA8535. Universitas Diponegoro
Anneahira.(2008).http://www.anneahira.com/minuman-keras/minuman beralkohol .htm. Diakses tanggal 28 april 2012
Effendy.(2004). Kromatografu Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara
Fessenden, Ralp.J., Joan S. Fessenden.(1986). Kimia Organik Edisi Ketiga . Jakarta : Erlangga
Hart, Harold.(1983). Organic Chemistry, a Short Course, Sixt Edition (Suminar Achmadi.Terjemahan). Houghton Mifflin : Michigan State University
Indharini, Ulfah.2010. Penetapan Kadar α-Mangostin Pada Infusa Kering Kulit Buah Manggis(Garcinia mangostana L.). Skripsi UMS: Surakarta
Johnson, E. L., Robert Stevenson.1991.Dasar Kromatogarfi Cair.Bandung : Institiut Taknologi Bandung
Kuo, Chia-Chi,dkk.2002. A Removable Derivatization HPLC for Analysis of Methanol in Chinese Liquor Medicine. Republic of China: graduate Institute of Pharmaceutical Sciences and School of Pharmacy. Kaohsiung Medical University. Vol 10, No.2, Pages.101-106
Li, Xiaolei,dkk. 2011. Antioxidative properties of Hydrated ethanol extracts from tartary buckwheat grains as affected by the changes of rutin and quercetin during preparations. Republic China: Laboratory of Agricultural Product Processing. Changchun University. Vol 5(4), pp. 572-578
Sundari, Ida.2010. Identifikasi Senyawa Dalam Ekstrak Etanol Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk). Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Tarmizi.2008. Pembuatan Pereaksi Kimia. Padang: UNP Press Padang
Wang, Mei-Ling,dkk.2003. A rapi Method for Determination of Ethanol in Alcoholic Beverages Using Capilary as Chromatography. Taiwan: Departement of Food Health. Chia-Nan University of Pharmacy and Science. Vol 11, No.2, Pages 133-140.
46
Wibowo, Suharto, M.Y. Nadzif. 2009. Kajian Kinerja Media Kondensasi Untuk Pemurnian Ethanol. Jawa Timur : Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Wikipedia.http://www.wikipedia.com/minuman-keras/beralkohol-ethanol/. Diakses tanggal 28 April 2012
47
LAMPIRAN 1
SKEMA KERJA PENENTUAN KADAR ALKOHOL JENIS ETANOL
DENGAN FASA GERAK ASETONITRIL-BUFFER ASETAT
MENGGUNAKAN HPLC
Penentuan λmaks etanol
Diukur dengan UV-Vis pada λ
200-700 nm
Penentuan λmaks metanol
Diukur dengan UV-Vis pada λ
200-700 nm
-5
48
LAMPIRAN 2
Penentuan pH optimum
Diinjeksikan ke kolom
Fasa gerak : asetonitril-buffer
fosfat konsentrasi 30:70
Variasi pH 6, 6,5, 7, 7,5, 8
Diperoleh pH optimum
49
LAMPIRAN 3
Penentuan kondisi optimum fasa gerak
Diinjeksikan ke kolom
Fasa gerak : asetonitril-buffer
fosfat
Pada pH optimum
Perbandingan fasa gerak
10:90, 20:80, 30:70, 40:60,
50:50
50
LAMPIRAN 4
Penentuan kadar alkohol jenis etanol secara HPLC
Diijeksikan ke kolom
Fasa gerak : asetonitril-buffer
fosfat
Pada pH optimum
Kondisi optimum fasa gerak
51
LAMPIRAN 6