PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH MENURUT...
Transcript of PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH MENURUT...
PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH MENURUT TAREKAT
NAQSABANDIYAH KHALIDIYAH MUJADADIYAH AL-ALIYAH
DUSUN KAPAS DUKUHKLOPO PETERONGAN
JOMBANG JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Syariah
Oleh
SITI KHOLISOH
NIM 082111098
PROGRAM STUDI KONSENTRASI ILMU FALAK
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2012
ii
iii
iv
MOTTO
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang,
agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS, Al-isra : 12)1
1 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Jakarta : CV Penerbit J-ART, 2005, h.284
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Bapak n Ibu (H.M.Syukron dan Hj.Mujiatin)
Yang telah membesarkan dan mendidikku selama ini.
Terimakasih Atas segala curahan Kasih Sayang, Nasehat serta do‟a yang tiada henti.
Adhek-adhek Q Muhib, Rahman dan Kamil.
Terimakasih atas Dukungan serta do‟a kalian,
semoga Allah SWT membalas kebaikan kita semua
Seluruh Keluarga Q di Tuban dan Demak
Untuk Teman-teman Q “Together „08”
CSS MoRA IAIN Walisongo, D‟Najira
Temen-temen Q
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang
pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan,
demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang
lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi
yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 18 April 2012
Deklarator,
Siti Kholisoh
082111098
vii
Abstrak
Persoalan perbedaan penetapan awal bulan kamariyah semakin
mewarnai pluralisme di Indonesia, pasalnya persoalan seperti ini jarang
ditemui di negara-negara yang lain. Yang menjadi salah satu pemicu akan
keberagaman penetapan awal bulan kamariyah adalah munculnya berbagai
aliran maupun kelompok-kelompok yang mengeluarkan ketetapan secara
internal. Salah satunya adalah tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah
Al-Aliyah dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa Timur.
Sehingga penulis mencoba menelusuri dan menganalisa bagaimana metode
penetapan yang mereka gunakan serta faktor-faktor apa saja yang
melatarbelakangi tarekat ini sehingga masih mempertahankan prinsip
ketetapannya.
Adapun tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui dan
menganalisa pemikiran tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dalam penentuan
awal bulan kamariyah. (2) untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor
yang melatarbelakangi tarekat ini mempertahankan prinsip metodenya dan
mengeluarkan ketetapan secara internal.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yang
temasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Data primer diperoleh melalui
wawancara langsung dengan tokoh sentral tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah.
Data sekunder diperoleh dari dokumentasi, berupa catatan dan tulisan.
Sedangkan dalam menganalisa penulis menggunakan diskiptif analitik.
Temuan penulis menunjukkan tarekat ini termasuk aliran semi Aboge
bukan aliran murni Aboge, karena mereka mengelaborasikan Aboge dan
rukyatul hilal sebagai metode penentuan awal bulan kamariyah. Namun, dalam
penetapannya mereka mendasarkan pada hasil rukyatul hilal saja. Adapun yang
melatarbelakangi tarekat ini mempertahankan metode serta ketetapan secara
intern yakni pertama, factor historis dimana secara turun temurun cara ini
merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Kedua, intrepetasi
nash yang memaknai hadist rukyat dengan mata telanjang. Ketiga,
kepercayaan, tarekat memiliki prinsip bahwa persoalan ibadah adalah otoritas
individu bukan wewenang pemerintah.
Key word : Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, bulan kamariyah, Aboge dan
Rukyatul hilal
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas
segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul : Penentuan Awal Bulan Kamariyah
Menurut Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah
Dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa Timur. Dengan
segala kemudahan yang telah diberikannya.
Untuk kedua kalinya salawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada pahlawan revolusiner Rasulullah Saw beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya yang telah memberikan teladan dalam kehidupan.
Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan tidak luput dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak penulis ingin menyampaikan
terimakasih terutama kepada :
1. Kementrian Agama RI cq Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren atas
beasiswa yang diberikan selama menempuh perkuliahan hingga selesai.
2. Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang beserta pembantu
dekan dan staf-staf nya yang telah memberikan izin dan memberikan
fasilitas selama masa perkuliahan.
3. Kepada Ketua Prodi Konsentrasi Ilmu Falak Dr.H.Moh.Arja Imroni,M.Ag
beserta staf-staf nya yang telah memberikan fasilitas, pelayanan dan
pengarahan selama penulis menempuh perkuliahan.
4. H.Muhammad Saifullah,M.Ag selaku pembimbing I, terimakasih atas
segala bimbingan dan pengarahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ahmad Syifaul Anam.S.HI,MH selaku pembimbing II yang selalu
memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orangtua penulis (Bpk.H.M.Syukron dan Ibu Hj.Mujiatin) beserta
adhik-adhik dan segenap keluarga atas segala do’a, dukungan dan kasih
sayang yang tidak bisa tulis ucapkan dengan untaian kata.
ix
7. Bpk.KH.Nasuha Anwar selaku pimpinan tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah beserta warga dusun Kapas, atas segala
informasi yang diberikan dan sambutannya.
8. Temen ku Evi dan Eni terimakasih atas waktunya menemani penulis dalam
melakukan penelitian.
9. Keluarga di Semarang dan Demak, terimakasih atas perhatian dan kasih
sayang, sebagai tempat singgah penulis selama di Semarang
10. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarunnajaah Jrakah Tugu Semarang
khususnya KH.Sirojd Khudori dan Dr.H.Ahmad Izzuddin,M.Ag, selaku
pengasuh terimakasih banyak atas ilmu, didikan dan arahannya.
11. Keluarga Besar P.P Al Hamidiyyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
khususnya Abah KH.Irfan Sholeh dan Ibu Nyai Hj.Fatihah Irfan atas
sambutan dan tempat singgah penulis selama melakukan penelitian.
12. Buat keluarga besar D’Najira, atas saksi usapan keringat penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Khususnya kamar Asy-Syamsiah (Iun, mb opil,
Yani, Najib, Nay, Endang).
13. Buat sahabat-sahabat “Together 08” mas Ade, Fajar, Amar, Sila, Entong,
Vian, Tucin, Ashud, Uuliyah, Mbok, Endang, Hestie, Ihwan, Mb Jo,
Tuing, Onde2 beracun, Angkot, Cacing, Ndes, Adon, Ebon, Until, Mak
Cik, Kang Harir, Sopret, SadamQ, Chanif, Syekh, Latipong, mb Eme,
Teyong, mbah Pur, mz Rifki, Cubit, mb Atul, Bang Daus, Yadun,
Tumena, Udin. everything will be memorian in the future, just keep our
relation a long time ago. Khususnya buat oink n mb emee, thanks buat
rempongnya menjajaki kota semarang.
14. Terimakasih banyak keluarga besar CSS MoRA IAIN Walisongo, yang
banyak memberikan kontribusi dan tempat untuk belajar berorganisasi.
15. Untuk “pae_muti” yang setia menemani dan memberikan bimbingan
kepada penulis, serta tempat curahan penulis selama menjalani
perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.
16. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, semangat dan arahan agar
cepat terselesainya tugas akhir ini dengan baik.
x
17. Temen-temen semua, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan yang
disebabkan keterbatasan penulis. Sehingga penulis mengharapkan saran dan
kritik konstruksi sebagai bekal penulis untuk karya-karya selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap skrisi ini dapat memberikan manfaat yang
positif bagi penulis dan pembaca.
Semarang, 18 April 2012
Penulis
Siti Kholisoh
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………........ i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ……………………………………… .. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………....... iii
HALAMAN DEKLARASI ………………………………………………....... iv
HALAMAN ABSTRAK …………………………………………………… .. v
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………….... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… . ..... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ………………………………………..... viii
HALAMAN DAFTAR ISI ………………………………………………....... ix
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………... 9
C. Tujuan Penulisan………………………………………….. 10
D. Telaah Pustaka ……………………………………………. 11
E. Metode Penelitian…………………………………………. 15
F. Sistematika Penulisan……………………………………… 18
BAB II TINJAUN UMUM HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat……………………………………. 20
1. Pengertian Hisab…………………………………………. 20
2. Pengertian Rukyat………………………………………... 24
B. Dasar Hukum Hisab Rukyat………………………………… 26
xii
1. Dasar Hukum Dari Al-Qur’an……………………………... 27
2. Dasar Hukum Dari Al-Hadits……………………………... 30
C. Sejarah dan Perkembangan Hisab Rukyah di Indonesia……… 32
D. Aliran dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah di Indonesia.. 37
1. Menurut Kelompok Hisab……………………………….. 37
2. Menurut Kelompok Rukyat……………………………… 41
E. Problematika Hisab dan Rukyat di Indonesia………………… 48
1. Problematika Kelompok Hisab-Rukyat …………………... 48
2. Problematika Kelompok Hisab…………………………… 49
3. Problematika Kelompok Rukyat………………………….. 51
BAB III DISKURSUS TENTANG TAREKAT NAQSABANDIYAH
KHALIDIYAH MUJADADIYAH AL- ALIYAH
A. Seputar Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah………………. .... 53
1. Historisitas………………………………………... 53
2. Tokoh-tokoh……………………………………….. 55
3. Pola Peribadatan dan Ajaran…………………….. .. 58
4. Politik…………………………………………….. 61
B. Penentuan Awal Bulan Kamariyah Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Mujadadiyah Al-Aliyah……………………….... ..................... 61
1. Dasar Hukum ………………………….............. 61
2. Metode Penentuan Awal Bulan Kamariyah…......... 63
3. Cara Penetapan Awal Bulan Kamariyah ………… 69
xiii
C. Penentuan 1 Syawal 1432 H Menurut Tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah ……………………… .... 71
BAB IV ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH
TAREKAT NAQSABANDIYAH KHALIDIYAH
A. Analisis terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut
Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah ……………………. 76
1. Analisis Metode Hisab ………………………… 77
2. Analisis Metode Rukyatul Hilal ………………… 84
B. Latar Belakang Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Mempertahankan Prinsip Hisab Rukyat dalam Penentuan Awal
Bulan Kamariyah ………………………...................... 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………….. 97
B. Saran-saran ………………………………………….. 98
C. Penutup…….………………………………………… 99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penetapan awal bulan kamariyah merupakan salah satu lahan
ilmu hisab1 dan rukyat
2. Yang memiliki banyak metode perhitungan
(hisab) maupun pengamatan hilal (rukyat). Sehingga tidak jarang
hasil yang digunakan berbeda-beda. Hal ini sering menjadi
perdebatan umat dibanding persoalan penentuan waktu salat dan arah
kiblat. Menurut Ibrahim Husain persoalan ini dikatakan sebagai
persoalan klasik3 dan senantiasa aktual
4.
Masalah hisab dan rukyat awal bulan kamariyah merupakan
salah satu masalah penting karena terkait dengan penentuan hari-hari
besar umat Islam. Contohnya bulan Ramadhan, Syawal, dan
Zulhijah5. Bulan-bulan inilah yang banyak menjadi sorotan umat
1Hisab secara harfiyah bermakna perhitungan. Di dunia Islam istilah hisab sering
digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memerkirakan posisi matahari dan bulan
terhadap bumi. 2 Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hila, yakni penampakan bulan
sabit yang pertama kali tampak setelah ijtima’. Rukyat dapat dilakukan dengan mata
telanjang dan dengan alat bantu optic atau teleskop. 3Klasik, karena persoalan ini semenjak masa-masa awal Islam sudah
mendapatkanperhatian dan pemikiran yang cukup mendalam dan serius dari parapakar
hukum Islam. Mengingat hal ini berkaitan erat dengan salah satu kewajiban (ibadah),
sehingga melahirkan sejumlah pendapat yang bervariasi. 4Actual, karena hamper disetiap tahun terutama menjelang bulan Ramadhan,
syawal, dan Zulhijah. Lihat Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat (menyatukan NU dan
Muhammadiyyah dalam penentuan awal Ramadhan, idul Fitri dan Idul Adha) Penerbit
Erlangga : Jakarta.2007, h. 2 5Diantara kedua belas bulan Hijriyah yang paling mendapat perhatian umat
Islam adalah bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, sebab didalamnya terdapat
kewajiban berpuasa haji , hari raya dan haji atas umat Islam . lihat Q.S al Baqarah : 185
dan 197. Penetapan awal bulan hijriyah selain ketiga bulan tersebut dapat dipakai hisab.
2
muslim karena terdapat pelaksanaan ibadah wajib. Pada bulan
Ramadhan misalnya, yang menjadi penentuan hari pertama kewajiban
puasa, dimana umat Islam melaksanakan puasa selama satu bulan dan
diiringi dengan berbagai ritual-ritual untuk menambah kebarakahan
pada bulan suci ini.
Kedua, penentuan awal bulan Syawal sebagai hari Idul Fitri,
yang merupakan hari kemenangan umat Islam diseluruh penjuru
dunia. Khususnya di Indonesia, lebaran (hari raya Idul Fitri) adalah
momentum yang sangat penting. Lebaran menjadi saat yang tepat
ketika bisa berkumpul dan bersilahturahim kepada keluarga dan
handai taulan. Selain itu, tradisi mudik juga telah membudaya di
masyarakat ini. Moment hari raya bukan hanya dinikmati umat Islam
sendiri, melainkan juga dimanfaatkan oleh kaum non muslim untuk
menghormati atau sekedar beristirahat setelah setiap hari berutinitas
dengan kesibukan.
Dan yang ketiga, adalah penentuan bulan Zulhijah sebagai
hari raya umat Islam yang kedua. Pada bulan ini tepatnya pada
tanggal 10 Zulhijah dan hari tasyri’ 11, 12, dan 13 Zuhijah6 umat
Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan kurban untuk para
kaum faqir miskin. Dan pada bulan ini pula umat Islam bebondong-
Karena dalam hal ini tidak diperlukan itsbat al Qadhi. Penetapan bulan ini semata-mata
untuk perhitungan waktu, tidak benar-benar untuk kepentingan ibadah. Baca Imam Abu
al –Hayan, al Bahr al muhith, Kairo : Beirut jilid II, h. 62 6 Jumhur ulama –antara lain Imam Malik dan Imam Syafi’i- mengatakan haram
melakukan puasa dihari yang diragukan
3
bondong ke kota suci Makkah Al-Mukarramah untuk melaksanan
rukun Islam yang kelima yakni ibadah haji.
Dari ketiga contoh bulan-bulan besar umat Islam diatas,
dapat kita mengerti betapa pentingnya penetapan awal bulan
kamariyah secara tepat dan sesuai. Karena pada dasarnya konsekuensi
hukum mengatakan tidak sah puasa seseorang pada hari syak (hari
yang diragukan), Selain itu haram bagi orang yang berpuasa
sedangkan hari itu dimungkinkan telah memasuki Syawal (Idul Fitri).
Sehingga persoalan seperti ini harus mampu ditemukan titik
penyelesaiannya dengan berbagai perkembangan metode hisab dan
rukyat yang ada.
Dari latar belakang persoalan itulah, maka timbulah sikap
kehati-hatian dari umat Islam dalam menentukan hari-hari sakral di
atas. Sehingga dengan berbagai metode dan pemanfaatan tekhnologi
canggih umat Islam berusaha untuk setepat mungkin menentukan dan
menetapkan jatuhnya hari-hari besar tersebut. Walaupun pada bulan-
bulan Islam lain juga terdapat banyak sekali ibadah sunnah yang
sangat dianjurkan pelaksanaannya.
Akan tetapi, dalam perkembangannya perayaan hari-hari
besar tersebut masih sering kali berbeda. Hilangnya kebersamaan
umat Islam dalam menyambut hari-hari besar (Ramadhan, Syawal
dan Zulhijah) yang mulia ini, menambah konfigurasi umat yang lebih
nyata. Banyak faktor yang melatarbelakangi timbulnya perbedaan
4
tersebut, yang memang menjadi agenda umat Islam untuk
menghapusnya. Salah satu hal yang mungkin menjadi pemicu adalah
begitu beragamnya metode-metode yang dipakai dalam menentukan
awal bulan kamariyah baik secara individu ataupun organisasi.
Artinya di negara ini tidak ada aturan yang mengikat untuk mengikuti
ketetapan pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementrian Agama
RI. Jadi, tidak ada larangan bagi setiap instansi maupun ahli yang
menetapkan awal bulan kamariyah menurut perhitungan kalender dan
dasar hukum yang mereka terapkan. Sehingga wajar apabila sering
dan banyak terjadi perbedaan penetapan.
Selain itu secara historis Indonesia merupakan negara yang
kaya akan tradisi, adat istiadat dan kultur yang begitu kompleks.
Ditambah dengan ciri masyarakat Indonesia yang nota bene adalah
masyarakat tradisional-religius juga menambah warna keberagaman
yang ada. Tidak terkecuali mengenai aturan syar’i yang mereka
berlakukan di kalangan populasi-populasi antar anggotanya. Hal
tersebut juga sangat mempengaruhi pemahaman dasar nash yang
mereka mengerti, sehingga tentu menjadi kemungkinan sangat besar
jika kondisi budaya, lingkungan fisik dan kepercayaan masyarakatnya
juga berpengaruh pada metode yang dipakai komunitas-komunitas
tersebut misal saja pada gerakan-gerakan keagamaan seperti tarekat.
Dalam kacamata publik, memang selama ini perbedaan
begitu tampak hanya terjadi antara dua ormas besar yakni NU yang
5
diidentikkan mazhab rukyatnya dan Muhammadiyyah dengan
mazhab hisabnya. Keduanya sama mengklaim dengan ciri khasnya
masing-masing, walaupun pada prakteknya keduanya juga sama-sama
memakai kedua metode tersebut yakni hisab dan rukyat.
Misal saja, pada penetapan awal Idul Fitri 1432 H / 2011 M,
masyarakat Indonesia kembali diresahkan dengan perbedaan
penetapan jatuhnya hari raya Idul Fitri. Muhammadiyah melalui
Majlis Tarjihnya menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 30
Agustus 2011, hal ini didasarkan pada konsep hisab wujudul hilal7
yang selama ini menjadi pedoman hisabnya. Dimana secara resmi
Muhammadiyah menetapkan bahwasanya hilal sudah tampak, dan
secara otomatis pada hari sesudahnya sudah masuk tanggal 1 bulan
baru.
Berbeda dengan pemerintah dan ormas-ormas lainnya,
pemerintah yang memakai konsep imkanurrukyah8 dengan kriteria
batas kemungkinan hilal bisa dilihat yakni 20 di atas ufuk. Melalui
sidang itsbat (penetapan)9 pada tanggal 29 Agustus 2011, secara
7 Wujudul hilal secara harfiah berarti hilal telah wujud. Sementara itu menurut ilmu falak
matahari terbenam terlebih dahulu daripada bulan (meskipun hanya selisih satu menit atau kurang)
yang diukur dari titik Aries hingga benda langit dimaksud dengan pengukuran berlawanan dengan
jarum jam. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet
II.2008, h. 240 8Imkanurrukyah secara harfiah berarti “perhitungan kemungkinan hilal terlihat.” Dalam
menyusun hipotesisnya juga dipertimbangkan pula data statistik keberhasilan dan kegagalan
rukyat, perhitungan teoritis, dan kesepakatan para ahli. Hisab imkanurrukyah adalah yang palinng
mendekati persyaratan yang dituntut fiqh dalam penentuan waktu ibadah. Lihat Farid Ruskanda,
100 Masalah Hisab dan Rukyat, Jakarta:Gema Insani Perss, 1996, h. 32 9 Sidang Itsbat (ketetapan) adalah siding untuk menetapkan kapan jatunya tanggal 1
Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah yang dihadiri oleh berbagai ormas Islam di Indonesia dan
langsung dipimpin oleh menteri Agama RI. Susiknan Azhari, op.cit, h. 106
6
resmi pemerintah cq. Kementrian Agama, menetapkan 1 Syawal 1432
H jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011. Ketetapan ini cukup
memunculkan banyak dialektika di masyarakat, senyatanya dalam
beberapa taqwim yang beredar di masyarakat libur lebaran jatuh pada
hari Selasa, 30 Agustus 2011. Hal tersebut berdasarkan pada Surat
Keputusan tiga Menteri tentang penetapan libur lebaran.
Persoalan penetapan awal bulan kamariyah, sejauh
pengamatan penulis ternyata semakin hari persoalan ini menjadi
semakin kompleks, hal ini ditengarai bermunculannya kelompok-
kelompok minoritas yang juga memiliki metode penentuan awal
bulan kamariyah yang begitu beragam. Dimana kelompok-kelompok
seperti ini lebih mengikuti dan meyakini hasil penetapannya sendiri-
sendiri, dibanding mengikuti keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Dengan demikian, fenomena seperti ini berimplementasi
terhadap integritas umat Islam khususnya yang ada di Indonesia, yang
menjadi keunikan tersendiri bahwasanya fenomena perbedaan
penetapan awal bulan kamariyah hanya terjadi di negara yang sistem
pemerintahan demokrasi seperti Indonesia.
Padahal pemerintah sendiri dalam pelaksanaan sidang istbat
telah melibatkan seluruh golongan-golongan maupun ormas-ormas
Islam yang dinilai memiliki pengaruh di masyarakat. Meskipun
demikian, dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak juga dapat
7
teratasi.10
Dan masing-masing ormas tersebut tetap saja
mengeluarkan keputusannya (apapun istilahnya –apa itu hanya
dengan istilah intruksi atau ikhbar- tetap saja itu adalah keputusan).11
Sedangkan, pemerintah sendiri berasumsi bahwa menyatukan
umat Islam di Indonesia khususnya masalah penetapan awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Zulhijah menjadi sesuatu yang sangat sulit
dan dilematis. Sebab permasalahannya terletak pada plurarisme
keyakinan umat Islam itu sendiri. Untuk merubahnya tentu bukan
semudah mengembalikan telapak tangan karena hal tersebut
menyangkut ideologi dan kemantapan ibadah.
Di Indonesia hampir setiap tahun terjadi perbedaan antar
ormas dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah, tak
terkecuali salah satunya adalah “Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
Al Mujadadiyah Al-Aliyah (yang selanjutnya disebut Naqsabandiyah
Kholidiyah) di dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa
Timur.12
Sejauh penulis mengamati, dalam beberapa pemberitaan di
media massa, baik televisi13
maupun media cetak tentang penetapan
awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, tarekat ini banyak menjadi
10
Susiknan azhari, Hisab dan Rukyat (Wacana Untuk Membangun Kebersamaan
Ditengah Perbedaan), Yogyakarta; pustaka pelajar, Cet, ke-1, 2003, h. 98 11
Ahmad izzuddin dalam artikelnya yang berjudul “Menyikapi Perbedaan Hari
Raya” yang dimuat dalam kumpulan artikel yang juga ditemukan didalam bukunya “ilmu
falak praktis (metode hisab rukyah praktis dan solusi permasalahannya), Semarang : IAIN
Walisongo Perss 12
Diambil dari media jatim.com.on line pada 2 Juni 2011 13
Dalam headline news yang disiarkan langsung oleh Metro Tv pada Sabtu, 11
Agustus 2010 pukul 10 : 00 WIB. Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah al Mujadadiyah Al
aliyah desa Dukuh Lopo, Peterongan Jombang menetapakan awal Ramadhan jatuh pada
12 Agustus 2010.
8
sorotan publik dimana selalu menetapkan awal bulan khususnya
Ramadhan, Syawal dan Zulhijah tersebut yang berbeda dengan
pemerintah. Biasanya mereka berpuasa atau berlebaran lebih lambat 1
sampai 2 hari dengan ketetapan pemerintah.
Dalam penetapan 1 Syawal 1432 H, jamaah yang sering
dianggap aliran Islam Aboge ini bersamaan dengan ketetapan
pemerintah. Hal tersebut didasarkan pada rukyatul hilal pada tanggal
30 Agustus 2011 atau 29 Ramadhan untuk kalender jawa Islam
Aboge. Jamaah tarekat ini berhari raya pada tanggal 31 Agustus
2011, mereka berpuasa selama 29 hari. Karena pada penetapan awal
Ramadhan 1432 H, tarekat ini juga lebih mundur 1 hari dari ketetapan
pemerintah sebelumnya.
Ini merupakan salah satu tarekat yang masih kukuh
mempertahankan metode klasiknya ditengah metode dan tekhnologi
hisab dan rukyat yang telah berkembang pesat. Padahal sistem hisab
rukyat dan tarekat Naqsabandiyah itu sesuatu yang berbeda dan
terpisah. Sehingga tidak semua tarekat memiliki metode dalam
menetapkan awal bulan kamariyah. Pada dasarnya gerakan
keagamaan semacam tarekat itu jarang memberikan perhatian khusus
tentang ketetapan hukum Islam, apalagi persoalan penetapan waktu
ibadah yakni awal bulan kamariyah.
Di samping itu, jamaah tarekat ini memang dikenal sangat
konsisten dengan ketetapan tarekatnya. Faktor-faktor sosial kultur
9
juga sangat melekat kepada para pengikutnya sehingga mereka sangat
konsisten dalam mengikuti ketetapan pemimpinnya. Aliran ini
tergolong masih bersifat minoritas, karena para pengikutnya hanya
mencapai kurang lebih 3.000 anggota dan tersebar di Jombang Jawa
timur dan sekitarnya.
Sehingga, hal ini begitu menarik untuk ditelisik dan dikaji
karena merupakan bagian dari khazanah perkembangan ilmu hisab
dan rukyat. Sebuah kelompok minoritas yang masih berpegang kukuh
pada metode dan cara-cara klasik serta keyakinan untuk berbeda
dengan penetapan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal
dalam prakteknya masih terdapat banyak dialektika antar
masyarakatnya dalam mengikuti hasil ketentuan tarekatnya.
Dari sedikit penjelasan persoalan diatas, sehingga penulis
tertarik untuk melacak dan mengkaji pemikiran “Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur.” Yang rentan akan adanya perbedaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
yang akan penulis angkat adalah :
1. Bagaimana penentuan awal bulan Kamariyah menurut tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah dusun Kapas Dukuhklopo
Peterongan Jombang Jawa Timur ?
10
2. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi Tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah di Dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan Jombang
Jawa Timur sehingga mempertahankan prinsip hisab rukyahnya
dalam penentuan awal bulan kamariyah ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pemikiran Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas, Dukuhklopo
Peterongan Jombang Jawa Timur khususnya terkait
pemikirannya dalam dunia hisab rukyat dalam penentuan waktu
ibadah khususnya awal bulan Kamariyah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa hal-hal yang melatar
belakangi tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas,
Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa Timur, sehingga masih
mempertahankan prinsip metode nya dan mengeluarkan
ketetapan secara internal.
D. TELAAH PUSTAKA
Sejauh penulusuran penulis, telah ada tulisan yang membahas
mengenai metode penentual awal bulan kamariyah menurut tarekat
ini yakni karya Rizal Zakaria dalam skripsinya “Tinjauan Hukum
11
Islam Terhadap Penggunaan Kalender Jawa Islam Aboge Sebagai
Ancer-ancer Rukyah Dalam Penentuan 1 Syawal 1430 H Aliran
Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah Mujadadiyah Al Aliyah Dusun
Kapas Klopo Peterongan Jombang14
“ dalam tulisannya Rizal Zakaria
membahas tentang metode hisab rukyah yang mereka pakai dalam
penentuan awal bulan kamariyah dimana dalam kesimpulannya, yang
ditinjau dari hukum Islam penggunaan hisab rukyah Thoriqoh ini,
maka Rizal menyatakan sah dan boleh, hal ini dikarenakan dasar
hukum serta tatacara dalam melakukan rukyah sesuai dengan tatacara
yang selama ini dijelaskan oleh Rasulullah dengan sunnahnya.
Penggunakan kalender Jawa Aboge sebagai penentuan awal
bulan kamariyah juga pernah diteliti dalam tulisan Tahrir Fauzi yang
berjudul “Studi Analisis penentuan awal bulan kamariyah sistem
Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah”15
Dalam analisanya penulis berpendapat ada tiga faktor
yang melatarbelakangi mengapa masyarakat setempat masih
mempertahankan metode Aboge tersebut, yakni karena kepercayaan
masyarakat, kurangnya pendidikan dan kurangnya sosialisasi
kalender Jawa.
14
Rizal Zakaria. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Kalender Jawa
Islam Aboge Sebagai Ancer-ancer Rukyah Dalam Penentuan 1 Syawal 1430 H Aliran
Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidoyah Mujadadiyah Al Aliyah Dusun Kapas Klopo
Peterongan Jombang. Skripsi sarjana Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2010, td 15
Tahrir Fauzi, Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariyah Sistem Aboge
di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Skripsi
sarjana Fakultas Syariah IAIN Wallisongo.2010, td
12
Selain tulisan-tulisan di atas, sudah banyak hasil penelitian
tentang hisab rukyah, ada beberapa tulisan yang menyinggung
persoalan hisab dan rukyat sudah banyak ditemukan. Diantara tulisan-
tulisan tersebut adalah Fiqh Hisab Rukyah Indonesia (sebuah upaya
Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab) karya Ahmad
Izzuddin.16
Yang mana di dalamnya diuraikan diantaranya mengapa
perbedaan itu dan juga solusi alternatif atas perbedaan itu. Karya ini
dipertajam lagi dalam buku Fiqh Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan
Muhammadiyah dalam Penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan
Idul Adha)17
yang mencoba menghadirkan kembali pengetahuan
hisab dan rukyat dengan pendekatan holistik serta bagaimana
menyikapi sebuah perbedaan dengan mengambil sebuah keputusan
yang cerdas dengan ilmu dan keyakinan penuh. Kemudian Hisab dan
Rukyat (Wacana untuk membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan) karya Susiknan Azhari.18
Di dalamnya mengulas tentang
beberapa pandangan para ahli tentang hisab rukyat, serta akar
persoalan yang menyebabkan sebuah perbedaan itu muncul dan
terjadi.
16
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab
Rukyat dengan Mazhab Hisab) Yogyakarta : Logung Pustaka, Cet. ke-1, 2003 17
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat (menyatukan NU dan Muhammadiyyah
dalam penentuan awal Ramadhan, idul Fitri dan Idul Adha), Penerbit Erlangga : Jakarta,
2007. 18
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat (Wacana untuk Menbangun Kebersamaan
di Tengah Perbedaan,. Pustaka Pelajar ; Yogyakarta. Cet. ke-1, 2007
13
Kemudian Muhyidin Khazin karyanya Ilmu Falak (Dalam
Teori dan Praktek)19
yang menjelaskan diantaranya bagaimana
menentukan awal bulan kamariyah baik dengan hisab maupun rukyat
dan langkah perhitungannya serta dalil yang mendasarinya.
Kemudian Almanak Hisab Rukyat karya Badan Hisab Rukyah
Departemen Agama.20
Buku Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam
dan Sains Modern) karya Susiknan Azhari,21
yang menguraikan
tentang pengetahuan dalam menentukan waktu-waktu ibadah dengan
menggunakan teori dasar serta kerangka filosofis yang dikomparasi
antara sains dengan khazanah Islam.
Sedangkan karya hisab rukyah secara fiqh diantaranya
“Rukyah dengan Teknologi” dengan pengantar BJ Habibie22.
Merupakan rangkaian beberapa makalah dari berbagai kalangan,
diantaranya tulisan Ma’ruf Amin (PBNU), Darsa Sukarta Diredja
(Planetarium Jakarta), Basith Wahid (Muhammadiyah), dan Wahyu
Widiana (Departemen Agama RI). Kemudian buku Menggagas Fiqih
Astronomi (Telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan
Hari Raya) oleh Thomas Djamaluddin23
juga merupakan kumpulan
beberapa tulisan Thomas Djamaluddin yang pada intinya buku ini
19
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana
Pustaka, Cet.1, 2004. 20
Badan Hisab dan Rukyah, Almanak Hisab Rukyah, Proyek Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam, Jakarta, 1981 21
Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains
Modern)Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, Cet II, 2007 22
B.J.Habibie, Rukyah Dengan Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 1996, h. 23 23
Thomas Djamaluddin, Menggagas Fiqh Astronomi (Telaah Hisab Rukyat dan
Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya), Bandung : Kaki Langit, 2005.
14
berupaya menguak permasalahan hisab rukyah khususnya perbedaan
penetapan awal bulan kamariyah, dan berusaha mengajukan beberapa
gagasan untuk solusi persatuan dari sudut fiqh maupun astronominya.
Penelitian Ahmad Izzuddin yaitu Melacak Pemikiran Hisab
Rukyah Tradisional (Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur
al Batawi),24
Kajian dalam sebuah skripsi ini juga memfokuskan pada
kajian seorang tokoh yakni pelacakan pemikiran Muhammad Mansur
al-Batawi. Serta penelitian Slamet Hambali tentang Melacak Metode
Penentuan Poso dan Riyoyo Kalangan Keraton Yogyakarta25
yang
menjelaskan bagaimana metode keraton Yogyakarta dalam penetapan
puasa dan berhari raya.
Untuk mengetahui istilah-istilah yang menggunakan bahasa
asing yang terkait dengan persoalan hisab rukyat, maka penulis
menelusurinya dalam Kamus Ilmu Falak Karya Muhyiddin Khazin26
,
serta karya Susiknan Azhari yang berjudul Ensiklopedi Hisab
Rukyah27
Akan tetapi, yang menjadi catatan adalah dalam tulisan Rizal
Zakaria sebelumnya tidak dijelaskan latarbelakang tarekat ini masih
mempertahankan metode klasiknya. Serta bagaimana metode yang
24
Ahmad Izzuddin, Melacak Pemikiran Hisab Rukyah Tradisional (Studi Atas
Pemikiran Muhammad Mas Manshur al Batawi) penelitian individual IAIN Walisongo
Semarang, 2004 25
Slamet Hambali, Melacak Metode Penentuan Poso dan Royoyo Kalangan
Keraton Yogyakarta, Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang, 2003, tp 26
Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005 27
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005.
15
dipakai tarekat ini ditinjau dari sisi astronomi maupun teoritisnya.
Sehingga, dapat dikatakan belum ada tulisan yang secara langsung
membahas penentuan awal bulan Kamariyah menurut Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur secara gamblang mengulas pada metode yang
dipakai sehingga mereka berbeda dengan pemerintah. Karena pada
dasarnya tulisan Rizal Zakaria hanya terfokuskan bagaimana metode
tersebut ditinjau dari hukum Islam saja.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penulis
ingin mengetahui gambaran tentang metode yang digunakan oleh
Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dusun Kapas Dukuhklopo
Peterongan Jombang Jawa Timur dalam penetapan awal bulan
kamariyah terutama awal dan akhir bulan Ramadhan, Syawal serta
Zulhijah.
2. Sumber dan Jenis Data
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai
sumber primer dan sumber sekunder.
16
a. Sumber primer
Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data
secara langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber asli.28
Yakni yang diperoleh langsung dari obyek penelitian. Data primer ini
penulis dapatkan melalui wawancara langsung dan observasi di
tempat dan kepada para pimpinan maupun pengikut tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah Al Mujadadiyah Al-Aliyah.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari
sumber yang lain yang tidak diperoleh dari sumber primer. Yakni
data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari subyek penelitiannya.29
Data sekunder diperoleh dari
dokumentasi, yaitu berupa pustaka hisab rukyat baik kajian fiqh
maupun astronomi.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam skripsi ini,
penulis melakukan beberapa metode pengumpulan data antara lain :
a. Wawancara
Wawancara atau interview kepada pihak-pihak yang
berkompeten. Dalam hal ini adalah tokoh dan para pengikut tarekat
28
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta : Bumi Aksara,
Cet. ke-1, 2001, h. 150. 29
Saifuddin Anwar, op.cit. h. 91
17
Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur.
b. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari data-data yang telah ada
sebelumnya berupa tulisan-tulisan, buku-buku, hasil penelitian,
jurnal, majalah, karya ilmiyah, koran, artikel, tulisan dari internet dan
data lain yang ilmiyah yang bertautan dengan penelitian.30
4. Metode Analisa Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan tehnik
deskriptif analitik yakni menggambarkan terlebih dahulu bagaimana
keadaan sosial kultural masyarakat dusun Kapas khususnya para
anggota tarekat ini terhadap penetapan awal bulan kamariyah
menurut pemikiran hisab rukyah di Indonesia, dan pemikiran hisab
rukyah tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas,
Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa Timur.
Setelah semua data dapat berkumpul dan dijabarkan
kemudian penulis menganalisisnya dengan metode kualitatif, karena
data yang didapatkan oleh penulis dilakukan melalui pendekatan
kualitatif.31
Yaitu dengan cara menganalisa metode serta cara
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
PT Renika Cipta, Cet. ke-13, 2006, h. 231. 31
Analisa kualitatif pada dasarnya merupakan pemikiran logis, analisa dengan
logika, dengan induksi, deduksi, analogi, komparasi dan sejenis itu. Lihat dalam Tatang
M. Amirin. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : PT Radja Grafindo Persada, 1995.
h. 95
18
penetapan awal bulan kamariyah menurut tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah dilanjut dengan analisis tentang factor-faktor yang
melatarbelakangi tarekat ini mempertahankan prinsip metode hisab
rukyatnya sehingga mengeluarkan ketetapan secara internal.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami dan mempelajari
skripsi ini, maka disini akan dijelaskan mengenai sistematika
penulisan penelitian, dimana penelitian ini terdiri dari lima bab, yang
diperjelas dengan sub bab yang ada.
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan pembahasan tentang tinjauan umum
tentang hisab rukyat meliputi pengertian umum hisab rukyat, dasar
hukum hisab rukyat, sejarah dan perkembangan pemikiran hisab
rukyat di Indonesia. Ditambah pembahasan mengenai aliran-aliran
hisab rukyat di Indonesia berikut problematikanya.
Bab III merupakan pembahasan tentang diskursus tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah. Yang meliputi historisitas pemberlakuan
hisab rukyat tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dalam penentuan
awal bulan Kamariyah, Serta dasar hukum serta pemikiran tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah tentang hisab rukyat.
19
Bab IV merupakan bab analisis penulis terhadap penetapan
awal bulan kamariyah tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah yakni
meliputi analisis tentang metode dan cara penetapan awal bulan
kamariyah menurut tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, serta analisis
faktor yang melatarbelakangi tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
dalam mempertahankan prinsip metodenya dalam penentuan awal
bulan kamariyah.
Bab V merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan,
saran-saran dan penutup.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab dan Rukyat
Dalam persoalan penetapan awal bulan kamariyah secara garis besar
terdapat dua pemikiran yang berbeda. Hal tersebut disebabkan adanya
perbedaan dasar dan interpretasi serta pemahaman nash yang heterogen. Oleh
karena itu, penulis mencoba menguraikan satu persatu terkait pemikiran
tersebut.
1. Pengertian Hisab
Menurut bahasa, kata hisab berasal dari bahasa arab hasiba-
yahsibu-hisāban yang memiliki arti menghitung, mengira dan
membilang32
. Dalam bahasa inggris ilmu hisab disebut “Arihmatic”
adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk
perhitungan. „hisab” itu sendiri berarti hitung, jadi ilmu hisab33
adalah
ilmu hitung. Ilmu hisab sering digunakan dalam ilmu falak untuk
memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.34
32
Louis Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lughah Dar al-Masyruq, Beirut : Maktabah Al-Tajriyah Al-
Kubro, 1986, h. 132. 33
Ilmu hisab yang dimaksud disini adalah ilmu hisab sebagai ilmu falak yang biasa
digunakan umat Islam dalam proses penentuan berbagai hal dalam praktik ibadah. Ia hanya
memberikan hasil perhitungan terkait persoalan waktu dan posisi saja. Lihat Encup Supriatna, Hisab
Rukyat dan Aplikasinya, Bandung : PT Rafika Aditama, 2007, h. 2 34
Ibid, h. 1
21
Dalam Al-Quran Surat Yunus Ayat 5 disebutkan :
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu)”. (QS. Yunus:5)35
Juga dalam Surat ar-Rahman ayat 5 :
Artinya : “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (QS. Ar-
Rahman:5)36
Sedangkan menurut bahasa (etimologi) kata falak37
artinya (انفهك)
orbit38
atau madar.39
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai lingkaran atau cakrawala. Sehingga ilmu falak adalah
ilmu pengetahuan tentang lintasan benda-benda langit (khususnya bumi,
bulan, matahari) pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk
35 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung : CV Penerbit Jumanatul
‟Ali, 2005, h. 209.
36
ibid, h. 532. 37
Jalan benda-benda langit atau garis lengkung yang dilalui oleh suatu benda langit dalam
lingkaran hariannya. Falak disebut dengan orbit yang diterjemahkan dengan “lintasan.” Lihat
Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta : Buana Pustaka, 2005, h. 24 38
Orbit = falak.ibid, h. 62 39
Madar adalah lingkaran yang sejajar dengan equator. Madar ini merupakan tempat suatu
benda langit beredar, sehingga ia disebut pula dengan “lingkaran harian” suatu benda langit. Ibid, h. 50
22
diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat
diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.40
Di kalangan umat Islam ilmu falak dan ilmu faraidh dikenal
dengan sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada
kedua ilmu tersebut yang dipelajari dan dipergunakan oleh umat Islam
dalam praktek ibadah adalah melakukan perhitungan-perhitungan.
Ilmu ini disebut dengan ilmu falak, karena ilmu ini mempelajari
lintasan benda-benda langit. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu hisab,
karena ilmu ini menggunakan perhitungan. Selain itu, ilmu ini disebut
pula ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. Ilmu ini juga
sering disebut ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas
waktu.41
Dari keempat istilah di atas, yang populer di masyarakat adalah
“ilmu falak” dan “ilmu hisab”.42
Ilmu hisab juga diartikan sebagai ilmu untuk menentukan awal
bulan kamariyah yang didasarkan kepada peredaran bulan mengelilingi
bumi.43
Dengan metode ini dapat menetapkan awal bulan jauh-jauh hari
sebelumnya. Sehingga secara tidak langsung ilmu hisab sangat dibutuhkan
40
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta : Buana Pustaka,
2004
41
Ibid.
42
Zubair Umar al-Jailany, Khulashah al-Wafiyah, h. 3. 43
Bulan beredar mengelilingi bumi dalam waktu 27,32166 hari atau 27h7
j43
m11,42
d. waktu
edar inik dikenal dengan periode sideris. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah
Islam dan Sains Modern), Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2007, Cet, ke-2, h.18
23
dalam pembuatan kalender dan pedoman dalam pelaksanaan rukyatul
hilal.44
Ilmu falak atau ilmu hisab secara garis besarnya ada dua macam,
yaitu „ilmiy dan „amaly. Ilmu hisab ilmiy adalah ilmu yang membahas
berbagai teori serta konsep-konsep benda langit, misalnya dari segi asal
mula kejadiannya (cosmogoni), bentuk dan tata himpunannya (cosmologi),
jumlah anggotanya (cosmografi), ukuran dan jaraknya (astrometrik),
gerak dan gaya tariknya (astromekanik), dan kandungan unsur-unsurnya
(astrofisika).45
Sedangkan ilmu hisab „amaly adalah ilmu yang melakukan
perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit
antara satu dengan yang lain.46
Ilmu hisab „amaly inilah yang oleh
masyarakat umum dikenal dengan ilmu hisab.
Pokok bahasan dalam ilmu hisab adalah penentuan waktu dan
posisi benda-benda langit (matahari dan bulan) yang diasumsikan
memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah (hablun min Allah).
Sehingga pada dasarnya pokok bahasan ilmu falak adalah berkisar pada:47
44
Rukyatul Hilal adalah usaha melihat atau mengamati hilal di tempat terbuka dengan mata
bugil atau peralatan pada saat matahari terbenam menjelang bulan baru kamariyah. Muhyidin Khazin,
op.cit, h. 69 45
Muhyidin Khazin, Ibid, h. 4 46
Muhyidin Khazin, loc.cit, h. 4
47
Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis (Metode HIsab Rukyat Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006, h. 3.
24
1. Penentuan arah kiblat dan bayangan arah kiblat
2. Penentuan waktu shalat
3. Penentuan awal bulan (khususnya bulan kamariah)
4. Penentuan gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan.
Adapun pembahasan awal bulan dalam ilmu hisab adalah menghitung
waktu terjadinya konjungsi (ijtima‟),48
yakni posisi matahari dan bulan
memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung posisi (tinggi dan
azimuth49
) bulan (hilal) dilihat dari suatu tempat ketika matahari terbenam
pada hari terjadinya konjungsi itu.50
2. Pengertian Rukyat
Kata rukyat51
secara bahasa berasal dari bahasa arab ( -ش –سأ
yaitu melihat dengan mata atau (ظشبانع أ با انفعم) yang artinya (سأت
dilaksanakan dengan langsung.52
Dalam kamus besar bahasa Indonesia rukyat
48 Ijtima‟ artinya kumpul atau bersama, yaitu posisi matahari dan bulan berada pada satu
bujur astronomi. Dalam astronomi dikenal dengan istilah conjunction (konjungsi). Para ahli astronomi
murni menggunakan ijtima‟ ini sebagai kriteria penggantian bulan Kamariah, sehingga ia disebut pula
dengan New Moon. Lihat Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat,
Yogyakarta : Ramadhan Press, 2009, h. 70.
49
Azimuth atau jihah berarti arah, yaitu harga suatu sudut untuk tempat atau benda langit
yang dihitung sepanjang horizon dari titik utara ke timur searah jarum jam sampai titik perpotongan
antara lingkaran vertikal yang melewati tempat atau benda langit itu dengan lingkaran horizon. Lihat
Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, h. 40.
50
Muhyidin Khazin, Ibid, hlm. 3. 51
Rukyat adalah perihal melihat bulan tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan
penghabisan puasa Ramadhan. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum, Edisi,ke-4, Cet. ke-4, 2008, h.1187 52
Louis Ma‟luf, op cit, h. 243
25
yakni “pengamatan”53
lafad rukyat sudah merupakan istilah yang biasa
dipakai oleh ulama fiqh atau masyarakat luas untuk pengertian melihat bulan
baru (hilal) yang ada kaitannya dengan awal bulan kamariyah setiap tanggal
29 bulan kamariyah.
Dalam interpretasi pemaknaan kata rukyat itu berbeda-beda, maka
timbulah banyak makna yang mengiringinya. Rukyah ditinjau dari segi
ephistimologi terkelompokkan menjadi dua pendapat,54
yaitu :
a. Kata rukyah adalah masdar dari kata ra‟a yang secara harfiyah diartikan
melihat dengan mata telanjang.
b. Kata rukyah adalah masdar yang artinya penglihatan, dalam bahasa
inggris disebut vision, yang artinya melihat, baik secara lahiriyah maupun
bathiniyyah.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukyatul hilal adalah suatu
kegiatan atau usaha melihat atau mengamati hilal55
di langit (ufuk) sebelah
barat sesaat setelah matahari terbenam menjelang awal bulan kamariyah
dengan mata atau alat. Dalam astronomi dikenal dengan istilah observasi.
53
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Umum, edisi. 4, Cet. ke-4, 2005, h.1108 54 Burhanuddin Jusuf Habibie, Rukyah dengan Teknologi, Jakarta : Gema Insani Press, h. 14. 55
Hilal (الل) atau bulan sabit yang dalam astronomi dikenal dengan nama crescent adalah
bagian bulan yang tampak terang dari bumi sebagai akibat cahaya matahari yang dipantulkan olehnya
pada hari terjadinya ijtima‟ sesaat setelah matahari terbenam. Hilal ini dapat dipakai sebagai pertanda
pergantian bulan kamariyah. Apabila setelah matahari terbenam hilal tampak maka malam itu dan
keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya. Muhyiddin Khazin, op.cit, h. 30
26
Saat ini pemaknaan rukyat berarti melihat secara visual (melihat
dengan mata kepala). Selain itu, masih banyak ulama yang menganggap
segala macam perhitungan untuk menentukan pengamatan hilal dengan
mengabaikan pengamatan secara visual adalah tidak memiliki dasar hukum
bahkan dianggap merekayasa atau bid‟ah. Hal ini pernah dijadikan suatu
fatwa suatu fatwa resmi di Mesir pada masa Fatimid, saat Jenderal Jawhar
memerintah pada tahun 359 H atau 969 M.56
Rukyatul hilal dikenal sebagai sistem penentuan awal bulan
kamariyah terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah, sejak masa
Rasulullah saw, dan permulaan Islam. Pada masalah itu, dalam awal bulan
kamariyah untuk keperluan waktu-waktu ibadah ditentukan secara sederhana,
yaitu dengan pengamatan hilal secara langsung tanpa menggunakan alat
(rukyat bil fi‟li)57
B. Dasar Hukum Hisab dan Rukyat
Banyak ayat Al-Quran dan Hadits yang dijadikan petunjuk sebagai
landasan dan kemudian ditafsirkan dengan menggunakan dua cara tersebut
yakni hisab dan rukyat. Secara keseluruhan dalil-dalil naqli (baik Al-Quran
maupun hadits) memberikan petunjuk dan motivasi umat manusia agar selalu
mempelajari benda-benda langit (matahari, bumi, bulan dan bintang) untuk
56
Tono Saksono, h. 84-85 57
Moh.Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang : UIN Malang Perss, 2008, h. 215
27
menetapkan waktu-waktu ibadah. Yang salah satunya adalah untuk
menentukan awal bulan kamariyah. Adapun dalil-dalil tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Dasar Hukum dalam Al-Quran
a. Surat Al-Baqarah Ayat 189
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan
(bagi ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-
rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung”. (QS. Al-Baqarah:189)58
Sebagian riwayat mengatakan bahwa nabi saw pernah ditanya tentang
bulan sabit (االهت) berikut dengan urgensinya. Karena itu dari kelanjutannya
ayat tersebut dijelaskan “katakanlah, bulan sabit itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan ibadah haji.” Dari jawaban tersebut praktis bahwa
58 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 30.
28
adapun maksud dan tujuan penciptaan bulan sabit adalah sebagai tanda-tanda
waktu bagi manusia dalam menentukan waktu ibadah.59
b. Surat Al-Baqarah Ayat 185
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.“60
(QS Al-Baqarah : 185)
59 Yang dimaksud waktu adalah sebagai tengara (tanda-tanda) waktu bagi manusia untuk
bertahallul dan berirham, untuk berpuasa dan tidak berpuasa untuk nikah, talak, dan iddah. Untuk
mengadakan transaksi-transaksi, perniagaan, utang piutang, dan untuk urusan-urusan agama maupun
urusan-urusan dunia. Selengkapnya lihat As‟ad Yasin et, Terjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jilid ,
Jakarta:Gema Insani, 2006, Cet. ke-5, h. 215 60
Departemen Agama, op.cit, h.
29
c. Surah Al-Anbiya ayat 33
Artinya: “Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari
dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam
garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya:33)61
d. Surat Yasin ayat 40
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing
beredar pada garis edarnya”. (QS. Yasin : 40)62
e. Surat Yunus ayat 5
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-
tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
61 Ibid, h. 325.
62
Ibid, h. 442.
30
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang
yang mengetahui.”(QS. Yunus ayat : 5 ).63
Dari beberapa ayat Al Qur‟an di atas, tidak ada ayat yang secara
tegas menjelaskan tentang penentuan awal bulan kamariyah dengan
metode hisab dan rukyat. Ayat di atas hanya menjelaskan bahwasannya
matahari dan bulan dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan waktu-
waktu ibadah. Sehingga ayat-ayat Al-Quran yang tautan di atas masih
bersifat global. Yang kemudian baru dijelaskan secara gamblang dan
dispesifikasikan dalam hadits-hadits nabi.
2. Dasar Hukum dalam Al-Hadits
a. Hadits riwayat Muslim dari Ibn Umar
اب افع ع ع ذ انه ا عب ا أب أسايت حذث بت حذث أب ش ا أب بكش ب حذث
سهى ركش سيضا عه صه انه سسل انه اأ ع انه ش سض ع
فقال ا ذ ف انثانثت فصيا فضشب ب اي كزا ثى عقذ إب كزا كزا ش نش
ثهاث )سا يسهى( كى فاقذسا ن عه أغ فإ أفطشا نشؤت نشؤت64
Artinya: “Bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita
kepada kami Abu Usāmah bercerita kepada Kami Ubaidillah
dari Nasi‟ bin Umar radiallahu „anhu bahwa rasulullah Saw
menuturkan masalah bulan Ramadan sambil menunjukkan
kedua tangannya kemudian berkata ; bulan itu seperti ini,
seperti ini, seperti ini, kemudian menelungkupkan ibu jarinya
pada saat gerakan yang ketiga. Maka berpuasalah kalian karena
melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal pula, jika
63
Ibid, h. 531 64
Maktabah Syamilah, Shahih Muslim, edisi ke-2, jus. 5, h. 431, hadist ke 1796
31
terhalang oleh awan terhadapmu maka genapkanlah tiga puluh
hari.”(HR.Muslim)
b. Hadits Riwayat Bukhori dari Abu Hurairah
انه شة سض ش عت أبا صاد قال س ذ ب ا شعبت حذثا يح ا آدو حذث حذث
عه قال قال أب انقاسى صه انه سهى أ عه صه انه قل قال انب ع
هسهى صي كى فأك عه غب فإ أفطشا نشؤت ا نشؤت ا عذة شعبا
)سا انبخاس(ثهاث65
Artinya : “Diceritakan dari Adam dari Syu‟bah dari Muhammad bin
Ziyad bahwasanya berkata saya mendengar Abu Hurairah
RA berkata Rasulullah pernah bersabda berpuasalah kalian
karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat
hilal maka jika tertutup oleh awan maka sempurnakanlah
bilangan Sya‟ban 30 hari.” (HR.Bukhori)
c. Hadits Muslim dari Ibnu Umar
قال سسل اهلل صه اهلل عه سهى اا اهلل عا قال سضع اب عش
انشش تسع عشش فال تصيا حت تش ال تفطشا حت تش فا غى
عهكى فاقذسا ن )سا يسهى(66
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu
bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum
melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan
jika tertutup awal maka perkirakanlah.” (HR. Muslim).
Puasa Ramadhan wajib dilakukan dengan melihat hilal masuknya
bulan Ramadhan. Untuk melihat hilal tidak disyaratkan diseluruh kaum
muslim. Namun cukuplah kiranya jika “terlihatnya hilal benar-benar dapat
dibuktikan, sekalipun hanya melalui berita dari seseorang yang
65
Ibid
66
Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, Juz ke-3, Beirut: Dar al Fikr, tt, h. 122.
32
berpredikat adil. Apabila penglihatan terhalang oleh awan, baik untuk
masuknya bulan Ramadhan ataupun keluarnya, maka bilangan bulan
digenapkan menjadi tiga puluh hari.67
C. Sejarah Dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia
Berbicara tentang sejarah perkembangan pemikiran hisab rukyat di
Indonesia, ada dua periode yang mendapat perhatian khusus, yakni periode
masuknya Islam di Indonesia dan zaman reformisme pada abad ke 20.
Pembahasan ini lebih menitikberatkan pada persoalan kedua dengan
menfokuskan setelah berdirinya Badan Hisab dan Rukyat.68
Berbicara mengenai perkembangan pemikiran hisab rukyat di
Indonesia tidak akan pernah luput dari sejarah peradaban dunia. Sejak zaman
kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat
dalam pemikiran hisab, yang ditandai dengan penggunaan kalender Hijriyah
sebagai kalender resmi. Dimana menurut sebagian pendapat hal tersebut lebih
merupakan salah satu strategi budaya69
yang dilakukan raja untuk
menghubungkan budaya Islam dan jawa.
67
Bahrun Abu Bakar, Penjelasan Hukum-Hukum Syariat Islam (Terjemah Ibaanatul Ahkam),
Bandung : Penerbit Sinar Baru Algesindo, 1994, h. 1086 68
Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
Cet, ke-1, 2002, h. 9 69
Sejauh pengetahuan penulis strategi ini dicetuskan oleh sultan agung sebagai raja mataram
pertama konsep Strategi ini adalah untuk membaurkan Islam dengan budaya Jawa dimulainya dengan
mengganti tahun Saka berdasarkan perjalanan matahari, menjadi perhitungan Jawa berdasarkan bulan.
Setelah itu disesaikan dengan perhitungan Hijriyah. Mingguan Hijriyah yang terdiri dari tujuh hari
diintegrasikan dengan mingguan Jawa yang terdiri dari 5 hari. Senin Wage Selasa Kliwon, Rabo Paing
33
Perlu dicatat suatu peristiwa penting dan bersejarah, yaitu
penggabungan penanggalan Hindu Jawa (saka) yang berdasarkan peredaran
matahari dengan penanggalan hijriyah. Hal ini merupakan suatu ciptaan baru
yang perlu dicatat dalam sejarah, karena telah merubah masyarakat kehindu-
hinduan menuju masyarakat ke-Islaman.70
Sehingga dapat dikatakan sejak
adanya peninggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia, khususnya di
Pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut menjadi
penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa Indonesia
sudah mengenal ilmu falak.
Awal mula perkembangan metode hisab rukyat dalam penentuan awal
bulan kamariyah, diawali dari penemuan metode yang mulai sederhana
sampai yang paling kontemporer. Karena pada zaman dahulu dengan
keterbatasan pendidikan dan sumber daya manusia mereka telah mampu
menciptakan metode-metode sederhana dan tidak terlalu rumit.
Dalam rentetan sejarah mencatat bahwasanya pada abad ke 17 sampai
abad ke 19 M pemikiran hisab di Indonesia tidak bisa lepas dengan pemikiran
hisab negara-negara Islam lain. Bahkan tradisi ini masih kentara pada awal
abad ke 20. Peringkat kajian Islam yang paling tinggi hanya dapat dicapai di
dan seterusnya. Demikian bulan bulan Jawa disesuaikan dengan bulan-bulan Hijriyah. Misalnya
Mulud, Rejeb, Ruwah, Poso dan seterusnya. 70
Pencipta utama penanggalan gabungan tersebut diatas yang selanjutnya dikenal sebagai
penanggalan jawa (Islam) yang hingga sekarang masih tetap berlaku, ialah Sri sultan Muhammad
Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di kerajaan Mataram II (1613-1645). Lihat Muhammad
Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, cet I, Yogyakarta, 1957, h. 12
34
Makkah lalu kemudian beralih ke Madinah. Sehingga kajian Islam termasuk
kajian hisab rukyat tidak dapat lepas dari adanya jaringan ulama, posisi
penting kedua kota suci ini khususnya dalam kaitannya dengan ibadah haji,
mendorong sejumlah guru besar (ulama) dan penuntut ilmu dari berbagai
wilayah dunia muslim datang dan bermukim di sana, yang pada gilirannya
menciptakan semacam jaringan keilmuan yang menghasilkan wacana ilmiah
yang unik (meminjam istilah Azyumardi Azra).71
Pada tahun 1314 H/ 1896 M Syekh Abdurrahman bin Ahmad al Misri
datang ke Jakarta membawa Zaij (Tabel Astronomis) Ulugh Beg72
dan
mengajarkannya kepada para ulama muda di Indonesia seperti Habib Usman
bin Abdillah bin „aqil bin Yahya.73
Selanjutnya Habib Usman juga
mengajarkan kepada para muridnya di Jakarta, yang selanjutnya oleh
muridnya yang bernama Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al
71
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII, Jakarta : Kencana Pernada Media Group, Cet ke-3, 2007. 72
Ulugh Beg merupakan seorang Turki yang menjadi matematikawan dan ahli falak yang
lahir di Soltamiya pada 1394 M. ia dikenal sebagai pendiri observatorium dan pedukung
pengembangan ilmu astronomi. Observatorium ini menjadi observatorium nonoptik terbesar di dunia
dengan alat fahri sextant (mempunyai radius 40 meter) itu sayangnya hanya bertahan selama dua
tahun. hasil observasi Ulugh Beg beserta sejawatnya terhimpun antara lain dalam Zij Jadidi Sulthani.
Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet ke-2, 2008, h 223-
224 73
Habib Usman bin Abdillah bin „aqil bin Yahya dikenal dengan julukan Mufti Betawi, ia
menyusun buku yang berjudul “iqadzun Niyam fi ma yata‟alaqahu bil ahillah wa Shiyam” yang
dicetak tahun 1321 H/1903 M oleh percetakan al Mubarakah Betawi. Buku ini bukan termasuk buku
ilmu falak namun terkait dengan ilmu falak, karena ia memuat beberapa permasalahan ilmu hukum
tentang puasa, rukyat dan hisab. Ilmu falak yang ia ajarkan adalah perhitungan ijtima‟ dengan epoch
Batavia atau Jakarta (λ = 1060 49‟), hanya saja beliau tidak menyusun buku ilmu falak. Lihat Muhyidin
Khazin, op.cit, h. 31
35
Batawi74
dibukukan dan dikenal dengan nama kitab Sullamun Nayyirain
(1925) yang terpengaruh oleh sistem Ulugh Bek. Dapat dikatakan Ini
merupakan hasil rihlah ilmiyah yang dilakukan para ulama Indonesia selama
di Jazirah Arab. Sehingga diakui atau tidak, pemikiran hisab rukyat di Jazirah
arab, seperti di Mesir sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di
Indonesia.75
Pada masa penjajahan, persoalan penentuan awal bulan berkaitan
dengan ibadah diserahkan pada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, secara berangsur-angsur mulai terjadi
perubahan. Dan setelah terbentuk Departemen Agama pada tanggal 3 Januari
1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk
penutupan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Zulhijah) diserahkan kepada
Departemen Agama berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946
No.2/Um,7/Um,9/Um jo Keputusan Presiden No.25 tahun 1967, No. 148
tahun 1968 dan No. 10 tahun 1971.76
74
Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al Batawi adalah ahli falak dengan
karyanya yang berjudul Sullamun Nayyirain fi Ma rifati Ijtima‟ wal Kusufain. Kitab Sullamun
Nayyirain ini oleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah, pertama berjudul Risalatul Ula fi
Ma‟rifatil Ijtima‟in Nayyirain, yakni memuat perhitungan ijtima‟ irtifa‟ hilal, posisi hilal dan umur
hilal. Kedua berjudul Risalatus Saniyah fi Ma‟rifatil Khusufil Qamar, yakni memuat perhitungan
gerhana bulan dan yang ketiga berjudul Risalatus Saniyah fi Ma‟rifati Kusufis Syams, yakni memuat
perhitungan gerhana matahari. Kitab Sullamun Nayyirain ini dipakai sebagai salah satu pertimbangan
penetapan awal bulan dalam Muker Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI. Lihat Muhyiddin
Khazin, Kamus Ilmu Falak, op cit, h. 111 75
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Bulan Ramadhan Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta : Erlangga, 2007, h. 54 76
Susiknan Azhari, op.cit, h. 12
36
Walaupun penetapan hari libur telah diserahkan pada Departemen
Agama, namun dalam wilayah etis praktis saat ini masih (terkadang) belum
seragam. Hal ini merupakan dampak dari adanya perbedaan antara beberapa
pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.77
Untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah, maka pemerintah
(dalam hal ini Kementerian Agama) selalu berusaha untuk mempertemukan
antara faham para ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat Indonesia terutama
di kalangan ulama-ulamanya dengan mengadakan konferensi-konferensi
untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan perbedaan penentuan
Ramadhan, Syawal dan Zulhijah. Musyawarah-musyawarah tersebut diadakan
setiap tahun. Selanjutnya, maka dibentuklah Lembaga Hisab Rukyat, atas
desakan dari para peserta musyawarah. Dan pada tanggal 16 Agustus 1972
dikeluarkan S.K. Menteri Agama No 76 Tahun 1972 tentang pembentukan
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.78
Dengan berdirinya Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama
(sekarang menjadi Kementerian Agama) diharapkan mampu mengakomodir
segala persoalan khususnya yang berkaitan dengan hisab dan rukyat yang ada
di Indonesia. Ini merupakan salah satu wujud perhatian dari pemerintah untuk
mencoba mencari solusi tentang polemik perbedaan penetapan awal bulan
kamariyah (Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah). Melalui badan inilah
77 Ibid, h. 58.
78 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, Jakarta:Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, h. 23-24
37
pemerintah melalui Kementerian Agama mencoba menjadi penengah diantara
pluralisme ideologi golongan.
D. Aliran Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah di Indonesia
1. Menurut Kelompok Hisab
Dalam menggunakan dalil-dalil syar‟i, kelompok ahli hisab berpegang
kepada banyaknya ayat-ayat yang memerintahkan untuk melakukan
perhitungan berdasarkan ilmu pengetahuan dan beberapa hadits nabi Saw.
yang juga mengisyaratkan agar melakukan perhitungan.79
Perkembangan
pemikiran hisab di Indonesia mencakup beberapa aliran yang ditinjau dari
segi sistem perhitungannya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar80
:
a. Hisab Urfi
Hisab urfi adalah sistem perhitungan tanggal yang didasarkan
pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan
secara konvensial.81
Yakni dalam kalender Islam ditentukan adanya
periode 30 tahun dengan tahun panjang dan tahun pendek.82
79
M.Yunan Yusuf, et al. Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta:PT Grafindo Persada, 2005,
h.151 80
Badan Hisab dan Rukyat Dep.Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta:Proyek Pembinaan
Badan Peradilan Agama, 1981, h. 37 81
Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2002, h. 23 82
Ada 11 tahun panjang dalam periode 30 tahun itu, disamping ada 19 tahun biasa. Tahun
biasa memiliki 354 hari, sedangkan tahun panjang memiliki 355 hari. Jumlah hari setiap bulan
diberikan secara silih berganti : Muharram 30 hari, Shafar 29 hari, Rabiul awal 30 hari,,,,,dan
seterusnya. Sedangkan Zulhijah, dalam tahun biasa memiliki 29 hari dan dalam tahun panjang 30 hari.
38
Kegiatan hisab ini dilandaskan kepada kaidah-kaidah yang
bersifat tradisional („urf). Yaitu dalam hisab urfi ini telah dibuat
ketentuan-ketentuan atau beberapa kaidah dalam menentukan
perhitungan masuknya awal bulan itu dengan anggaran yang
didasarkan kepada peredaran bulan.
Nama-nama dan panjang bulan hijriyah dalam hisab urfi83
No Nama Bulan Jumlah
1 Muharam 30
2 Safar 29
3 Rabiul Awal 30
4 Rabiul Akhir 29
5 Jumadil Awal 30
6 Jumadil Akhir 29
7 Rajab 30
8 Sya‟ban 29
9 Ramadhan 30
10 Syawal 29
11 Zulkaidah 30
12 Zulhijah 29
Sistem hisab ini tak ubahnya seperti kalender syamsiyah
(miladiyah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali
bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu
hari. Sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam
menentukan awal bulan kamariyah untuk pelaksanaan ibadah karena
Adapun 11 tahun panjang dalam periode 30 tahun ditentukan sebagai tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18,
21, 24, 26 dan 28. Lihat tulisan Basith Wachid.Hisab Untuk Menentukan awal dan Akhir Ramadhan
dalam buku Rukyah dengan Tekhnologi.Jakarta : Gema Insani Press.1994.hlm 97 83
Op.Cit.Susiknan Azhari
39
menurut sistem umur bulan Sya‟ban dan Ramadhan adalah tetap yaitu
29 hari untuk Sya‟ban dan 30 hari untuk Ramadhan.84
Dengan demikian, seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat digunakan
untuk keperluan penentuan waktu ibadah. Karena perata-rataan
peredaran bulan tidaklah tepat sesuai dengan penampilan hilal (new-
moon) pada awal bulan.
b. Hisab Islam Jawa
Sebelum masuknya agama Islam, para suku bangsa di
Nusantara bagian barat yang terkena pengaruh agama Hindu
menggunakan kalender Saka. Namun kalender Saka yang
dipergunakan dimodifikasi oleh beberapa sukubangsa, terutama suku
Jawa dan Bali. Di Jawa dan Bali kalender Saka ditambahi dengan cara
penanggalan lokal. Setelah agama Islam masuk, di Mataram, oleh
Sultan Agung diperkenalkan kalender Jawa Islam yang merupakan
perpaduan antara kalender Islam dan kalender Saka. Di Bali kalender
Saka yang telah ditambahi dengan unsur-unsur lokal dipakai sampai
sekarang, begitu pula di beberapa daerah di Jawa, seperti di Tengger
yang banyak penganut agama Hindu.85
84
Susiknan Azhari, op.cit. h, 24 85
Diunduh dari http//www.wikipedia,org.com pada tanggal 18 September puku 10:00 WIB
40
Mula pertama perhitungan jawa ini didasarkan pada sistem
Jawa-Hindu, yang terkenal dengan tahun “Soko” yang sistem
penanggalannya didasarkan sistem peredaran matahari. Menurut
penelitian tanggal 1 Kasa tahun pertama soko bertepatan hari Sabtu 14
Maret 78 M yaitu bertepatan dengan 1 tahun setelah dinobatkannya
Prabusyaliwahono (Aji Soko) sebagai raja di India.86
Kemudian pada tahun 1633 M yang bertepatan dengan tahun
1043 H atau 1555 Soko, oleh Sri Sultan Muhammad yang terkenal
dengan nama Sultan Agung Anyokrokusumo yang bertahta di kerajaan
Mataram, kedua sistem ini dipertemukan yaitu tahunnya mengambil
tahun Soko, yakni meneruskan tahun Soko (1555), tetapi sistemnya
mengambil tahun Hijriyah yakni berdasarkan peredaran bulan
mengelilingi bumi. Oleh karena itu, sistem ini dikenal dengan sistem
Penanggalan Jawa Islam.87
Atau juga dikenal dengan sebutan
Kalender Sultan Agung yang nama ilmiyahnya disebut Anno
Javanico.88
Setiap 120 tahun, tahun Jawa akan lebih banyak 1 hari
dibandingkan tahun Hijriah, karena dalam 120 tahun tahun Jawa Islam
mempunyai 45 tahun kabisat (120 dibagi 8 = 15, kemudian dikalikan
3), sedangkan Hijriah urfi hanya mempunyai tahun kabisat sebanyak
86
Op.Cit.Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, h. 19 87
Muhyiddin Khazin, op.cit, h.118 88
Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains), h. 156
41
44 (120 dibagi 30 = 4, kemudian dikalikan 11). Sehingga dilakukan
pengurangan 1 hari setiap 120 tahun. Sampai saat ini telah mengalami
perubahan empat kali yakni, Ajumgi (tahun Alip Jum'at Legi 1555-
1674 J = 120 tahun), Amiswon (1675-1746 J = 72 tahun), Aboge
(1747-1866 J = 120 tahun), dan Asapon (1867-1986 J = 120 tahun).89
Sehingga yang berlaku saat ini adalah periode terakhir yakni
Asapon.90
Dapat disimpulkan penanggalan Jawa Islam merupakan produk
dari hasil interelasi Islam dan Jawa. Yang sampai saat ini masih
digunakan pedoman bagi orang-orang Jawa khususnya karaton
Yogyakarta dalam penetapan hari-hari besar. Namun demikian tahun
Jawa bukanlah tahun Hijriah, tahun Jawa hanya disesuaikan dengan
tahun Hijriah oleh Sultan Agung yang saat itu beragama Islam. Selain
itu, jika kita melihat penetapannya sebenarnya tahun Jawa usianya
lebih muda dibandingkan dengan tahun Hijriah, tapi karena tahun
Jawa Islam meneruskan tahun Jawa (saka) maka seolah-olah tahun
Jawa lebih dahulu daripada tahun Hijriah.
89 Slamet Hambali, Pemikiran Tahun Jawa Islam Sultan Agung, dalam Zenith, edisi I 2009.
90 Dalam Almanak Hisab Rukyat Depag RI, ada sedikit perbedaan masa; Ajumgi (1555-
1627= 27 tahun), Amiswon (1627-1747=120 tahun) , Aboge (1747-1867=120), dan Asapon (1867-
1987=120 tahun), lihat Departemen Agama RI, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Kamariah, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Agama Islam, 1994, h. 46
42
c. Hisab Hakiki
Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada
peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Yang menurut sistem ini
setiap umur bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan,
melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan.91
Atas dasar
tersebut terdapat beberapa macam hisab hakiki sesuai dengan kriteria
yang diterapkan masing-masing untuk menentukan awal bulan
kamariyah. Berbagai kriteria yang dimaksud adalah :
a. Ijtima‟ sebelum fajar (al-ijtima‟ qabla al-fajr). Mereka
menetapkan kriteria apabila ijtima‟ terjadi sebelum terbit fajar
maka sejak terbit fajar itu sudah masuk bulan baru dan apabila
ijtima‟ terjadi sesudah terbit fajar maka hari sesudah terbit fajar itu
masih termasuk hari terakhir dari bulan yang sedang
berlangsung.92
b. Ijtima‟ sebelum Ghurub (al ijtima‟ qabla al ghurub). Kriteria ini
menentukan bahwa apabila ijtima‟ terjadi sebelum matahari
tenggelam, maka malam itu dan esok harinya adalah bulan baru,
dan apabila ijtima‟ terjadi sesudah matahari terbenam, maka
91
Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta : Ramadan
Press, 2009, cet. 1, h. 79 92
Depag RI.Pedoman Penetapan Awal Bulan Qamariyah.
43
malam itu dan esok harinya adalah hari penggenap bulan berjalan,
dan bulan baru dimulai lusa.93
c. Hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal. Menurut kriteria ini
bulan kamariyah baru dimulai apabila pada hari ke-29 bulan
kamariyah berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat
berikut secara kamulatif yaitu (1). Telah terjadi ijtimak, (2) ijtimak
terjadi sebelum matahari terbenam, (3) pada saat matahari
terbenam, bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk. Apabila
salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan
digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa.94
d. Hisab Hakiki kriteria Imkanurrukyat
Memiliki pengertian bahwa hilal kemungkinan dapat
dilihat. Mazhab imkanurrukyat berupaya bagaimana hasil hisab
dapat sesuai dengan rukyat dan rukyatnya tepat sasaran sesuai
dengan data hisabnya, karena dalam hal ini obyek sasarannya sama
yakni hilal.95
Menurut aliran ini awal bulan kamariyah dimulai saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtima‟ dan pada saat itu hilal
sudah diperhitungkan untuk dapat dirukyat.
93
Penganut Hisab ini memulai hari sejak saat matahari terbenam, dan hisab ini tidak
mempertimbangkan apakah pada saat matahari bulan sudah berada di atas ufuk atau di bawah ufuk.
Lihat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah,
Yogyakarta:Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009, h. 22 94
Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyyah, op.cit, h. 24 95
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007, h. 153
44
Menurut sistem ini, meskipun posisi hilal sudah wujud di
atas ufuk hakiki atau mar‟i, awal bulan kamariyah masih tetap
belum dapat ditetapkan, kecuali apabila hilal sudah mencapai
posisi yang dinyatakan dapat dilihat. Yakni apabila ketinggian
hilal 2 derajat atau lebih, maka awal bulan dapat ditetapkan. 96
Konsep imkanurrukyah ini muncul berawal pada bulan
Maret 1998 para ulama ahli hisab dan rukyat dan para perwakilan
organisasi masyarakat Islam mengadakan musyawarah kriteria dan
keputusan musyawarahnya baru dihasilkan pada tanggal 28
September 1998. 97
Akan tetapi, walaupun sudah disepakati adanya batas
minimal imkanurrukyat, namun ternyata belum disepakati tentang
kekuatan hukum untuk menggunakan metode imkanurrukyat
tersebut. Alhasil sampai saat ini banyak organisasi masyarakat
yang masih berpegang pada prinsip masing-masing dan terkesan
imkanurrukyat sebagai mazhab pemerintah. Sedangkan, Para ahli
hisab yang mendukung aliran ini juga masih berbeda pendapat
dalam menetapkan kriteria visibilitas hilal untuk dapat dirukyat.98
96
Ibid, h. 91 97
Ibid, h. 92 98
T.Djamaluddin, Hisab Astronomi dalam Republika, Rabu 8 Januari 1997, h. 6
45
2. Menurut Kelompok Rukyat
a. Kelompok rukyat kriteria Wilayat Al-hukmi
Rukyat bagi kelompok ini adalah merupakan alat paling shahih
khususnya bagi penetapan awal bulan yang berkaitan dengan waktu-waktu
ibadah sesuai dengan bunyi hadits nabi saw. Hadits ini dianggap sebagai
taqyid bagi kemutlakan beberapa ayat al-Quran tentang hisab yang
berhubungan dengan ketentuan peredaran matahari dan bulan. Kelompok
ini juga melakukan hisab sebagai persiapan untuk rukyat, tetapi terbatas
hanya sebagai sarana pendukung untuk keberhasilan rukyat dan bukan
sebagai penentu.99
Rukyat di sini adalah Rukyat bil haal yakni usaha melihat hilal
dengan mata telanjang pada saat matahari terbenam tanggal 29 akhir bulan
kamariyah. Prinsip kerjanya ialah jika pada waktu tersebut telah berhasil
melihat hilal,100
maka malam itu atau keesokan harinya telah ditetapkan
sebagai tanggal 1 bulan baru. Namun, jika hilal gagal terlihat, tanggal 1
bulan baru ditetapkan pada malam hari berikutnya yakni dengan di-
istikmalkan akhir bulan menjadi 30 hari. Hal ini didasarkan pada hadits
99
Maskufa, Ilmu Falaq, Jakarta:Gaung Persada Perss, 2009, h. 163 100
Hilal dalam bahasa arab adalah sepatah kata isim yang terbentuk dari 3 huruf asal, yaitu
ha-lam-lam ( ل -ل -ـ ), sama dengan asal terbentuknya fi‟il (kata kerja) م dan tashrifnya ام. Hilal
(jamaknya ahillah) artinya bulan sabit, suatu nama bagi cahaya bulan yang nampak seperti sabit. م
dan ام dalam konteks hilal mempunyai arti bervariasi sesuai dengan kata lain yang mendampinginya
yang membentuk isthilahi (idiom). Jadi menurut bahasa arab, hilal adalah bulan sabit yang tampak
pada awal bulan dan dapat dilihat. Kebiasaan orang arab berteriak kegirangan ketika melihat hilal.
Lihat Ghozali Masruri. Devinisi Hilal Menurut Syar‟i.yang dipost oleh www.badilag.net Kamis, 02
Desember 2010 pukul 04:05 WIB.
46
yang dianggap muqoyyad dimana perintah Nabi agar kaum muslimin
menyempurnakan bilangan bulan Sya‟ban 30 hari apabila bulan tidak
dapat dirukyat.
Di Indonesia mazhab rukyat diusung oleh organisasi keagamaan
Nahdhatul Ulama (NU),101
walaupun pada kenyataannya banyak sekali
kelompok yang memakai metode rukyat sebagai penentu awal bulan
kamariyah. Menurut kelompok ini kedudukan hisab dalam menetapkan
awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah hanyalah sebagai pembantu dan
pemandu dalam memperlancar pelaksanaan rukyatul hilal.
Pada dasarnya mazhab rukyat juga terdapat beberapa mazhab
kecil yang mempunyai perbedaan-perbedaan secara prinsipil, salah
satunya yakni masalah menetapkan mathla,102
ada yang menganggap hasil
rukyat suatu tempat hanya berlaku untuk suatu wilayah hukum (wilyatul
hukmi). Namun, ada pula yang menganggap hasil rukyat berlaku bagi
seluruh penduduk di dunia.
101
Hal tersebut didasarkan pada putusan Muktamar NU ke-27 tahun 1405 H/Tahun 1984 di
Situbondo dan Munas Alim ulama NU di Cilacap tahun 1409 H/1987, bahwa penetapan Awal
Ramadhan, Syawal dan Zulhijah wajib didasarkan pada atas Rukyatul Hilal bil Fi‟li atau Istikmal.
Sedangkan kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melakukan rukyat. Lajnah Falakiyah
PBNU, Pedoman Operasional Penyelenggaraan Rukyat bil Fi‟li di Lingkungan Nahdlatul Ulama,
Lampiran SK PBNU No.311/A.II.03/I/1994 102
Mathla‟ adalah luas daerah atau wilayah pemberlakuan hukum ketetapan awal bulan
kamariyah. Ada tiga pendapat tentang mathla‟ ini. Pertama, mathla‟ Masafatul Qashri, yakni
pemberlakuan hukum ketetapan awal bulan itu hanya sebatas diperkenankan melakukan salat qashar,
yaitu radius 90 km. kedua, mathla‟ Wilayatul Hukmi, yakni pemberlakuan hukum ketetapan awal bulan
itu untuk seluruh wilayah territorial wilayah suatu Negara. Ketiga, Mathla‟ Global yakni
pemberlakuan hukum ketetapan awal bulan itu untuk seluruh wilayah di permukaan bumi. Muhyiddin
Khazin, op.cit, h. 55
47
b. Kelompok Rukyat Global
Merupakan kelompok yang menyatakan bahwa hasil rukyat di
suatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Hal ini dengan argumentasi
bahwa khithab dari hadits-hadits hisab rukyat ditunjukkan pada seluruh
umat Islam di dunia, tidak dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-
batas daerah kekuasaan.103
Tidak ada bedanya antara orang Syam dan
orang Hijaz. Begitu pula tak ada bedanya antara orang Indonesia dengan
orang Irak. Sebab, lafadz- lafadz dalam hadits - hadits tersebut bersifat
umum.104
Menurut konsep ini, jika seorang muslim telah melihat hilal untuk
bulan Ramadhan maupun Syawal, di manapun ia berada, maka wajib atas
seluruh kaum muslimin untuk berpuasa ataupun berbuka (beridul fitri).
Tidak ada perbedaan antara satu negara dengan negara lainnya, atau antara
seorang muslim dengan muslim lainnya. Sebab rukyatul hilal oleh siapa
saja dari kaum muslimin, merupakan hujah bagi orang yang tidak melihat
hilal.
Kelompok ini usung oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan
Jama‟ah Muslimin (Hizbullah). Kasus seperti ini banyak terjadi jika Saudi
Arabia telah dikabarkan telah berhasil rukyat, maka Indonesia akan
103
Ahmad Izzuddin, op.cit, h. 86 104
Penjelasan dan pendapat ini sudah dipaparkan dalam skripsi Ansorullah, Penentuan Awal
Bulan Qamariyah Jamaah Muslimin (Hizbullah) di Indonesia, Skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah IAIN
Walisongo Semarang, 2010, h. 56-60.
48
terpengaruh dengan informasi hasil rukyat. Karena pada prinsipnya
khusus untuk penentuan Idul Adha, Hizbut Tahrir mengacu pada
pemerintah Saudi Arabia karena tanggal 9 Zulhijah merupakan wukuf
Arafah. Patokannya sederhana, satu hari setelah wukuf Arafah adalah Idul
adha.
E. Problematika Penetapan Awal Bulan Kamariyah di Indonesia
1. Problematika kelompok hisab-rukyat
Dalam penetapan awal bulan kamariyah terdapat kelompok yang
berpedoman pada hisab dan kelompok yang berpegang pada rukyat.
Kedua kelompok ini sangat sulit untuk disatukan karena mempunyai
argumentasi fiqh yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut sangat
mengusik kesatuan umat yang berbeda-beda dalam penetapan awal bulan
kamariyah (Ramadhan, Syawal dan Zulhijah).
Sistem hisab dan rukyat secara teoritis merupakan dua sistem
yang simbiosis mutualisme (saling melengkapi). Bukan dua sistem yang
terpisah dan berbeda. Mempertentangkan keduanya merupakan sebuah
kesia-siaan yang tidak akan menghasilkan kemanfaatan apapun kecuali
perpecahan dan tidak berkembangnya ilmu falak yang menjadi induk
hisab rukyat sendiri.105
105
Hendro Setyanto, Membaca Langit, Jakarta : al-Guraba, 2008, h. 16
49
Pada dasarnya persoalan penetapan awal bulan itu lebih kepada
persoalan ijtihadiyah semata. Kesaksian melihat hilal (rukyatul hilal),
keputusan hasil hisab, dan akhirnya keputusan oleh pemerintah. hal
tersebut adalah hasil ijtihad yang kebenarannya bersifat relatif.
Walaupun demikian, persoalan perbedaan hari raya antara
kelompok hisab dan rukyat sangat mengusik kebersamaan umat. Sehingga
hal tersebut menjadi persoalan yang begitu krusial. Sehingga perlu
dicarikan titik temu yakni salah satunya menyamakan kriteria yang selama
ini menjadi akar permasalahan antara kelompok hisab dan kelompok
rukyat.
2. Problematika kelompok hisab
Perbedaan dikalangan ahli hisab bermuara pada dua hal, pertama
karena bermacam-macamnya sistem dan referensi hisab, dan kedua karena
berbeda-beda kriteria hasil hisab yang dijadikan pedoman. Sistem hisab
tersebut dikelompokkan menjadi tiga yakni hisab taqribi,106
hisab
tahqiqi107
dan hisab kontemporer.108
106
Hisab taqriby menyajikan data dan sistem perhitungan posisi bulan dan matahari secara
sederhana tanpa mempergunakan tanpa mempergunakan ilmu segitiga bola. Refresentasi kelompok ini
adalah : kitab sullamunnayyirain, al qawaidul falaqiyyah dan faturroufil manan. 107
Hisab haqiqy menyajikan data dan sistem perhitungan dengan menggunakan kaidah-
kaidah ilmu ukur segitiga bola. Yang termasuk kelompok ini al khulasotul al wafiyah, hisab haqiqy
dan nurul anwar.
50
Sedangkan mengenai kriteria hasil hisab, para ahli hisab pun
juga berbeda-beda dalam menerapkan kriterianya. Sebagian berpedoman
pada ijtima‟ qabla ghurub, sebagian berpegang pada posisi hilal di atas
ufuk. Dan yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk juga berbeda-
beda. Ada yang berpendapat pada wujudul hilal di atas ufuk, dan ada yang
berpedoman pada imkanurrukyat 20
sampai 50.
Perbedaan-perbedaan tersebut kerap kali menimbulkan hasil
yang berbeda-beda. Akan tetapi, sampai sejauh ini belum ada kesepakatan
bersama mengenai metode hisab maupun kriteria hasil hisab. Banyaknya
komunitas masyarakat yang masih mempertahankan hisab klasiknya juga
menambah dinamika dalam penggunaan metode hisab.
Dikalangan ormas penganut hisab ada perbedaan, sebagaimana
penulis sebutkan diatas tentang perkembangan kriteria-kriteria metode
hisab yang dipakai diantara kalangan. Muhammadiyah menggunakan
kriteria wujudul hilal (hilal wujud diatas ufuk) dengan prinsip wilayatul
hukmi (wujud disebagian wilayah diberlakukan untuk seluruh wilayah
hukum di seluruh Indonesia), sedangkan Persatuan Islam (Persis)
menggunakan criteria wujudul hilal di seluruh Indonesia (sebelumnya
menggunakan kriteria imkanur rukyat 20). Ketika ketinggian hilal positif,
108
Hisab kontemporer disamping menggunakan kaidah ilmu ukur segitiga bola, juga
menggunakan data yang up to date. Representasi dari hisab kontemporer ini adalah sistem
H.Saadoedin Jambek dengan Almanak Nautika, Jean Meeus dan Ephemeris Hisab Rukyat.
51
tetapi kurang dari atau sekitar 2 derajat potensi terjadinya perbedaan hari
raya sangat terbuka.109
Sehingga dapat dikatakan ahli hisab pada suatu kelompok masih
sangat taklid dengan perhitungan yang digunakan, meskipun sering kali
telah dibuktikan dengan fenomena alam seperti gerhana, yang
menunjukkan kurang akuratnya data dengan hasil observasi. Sampai saat
ini belum ada hisab yang diakui secara universal dan disepakati oleh
seluruh kelompok hisab untuk diamalkan bersama. Disamping itu, solusi
yang dihasilkan melalui berbagai seminar dan musyawarah kerja yang
diadakan baru bersifat penyatuan pendapat dan kesepakatan semata.110
3. Problematika kelompok rukyat
Sebagaimana kelompok hisab, dalam perkembangan metode
hisab rukyat pada kelompok rukyat juga terjadi berbagai polemic.
Diantaranya adalah tentang aturan persaksian rukyatul hilal, alat rukyat
serta masalah pemberlakuan hasil rukyat yang meliputi persoalan mathla‟.
Dalam pesoalan persaksian rukyatul hilal, yang masih menjadi perdebatan
mengenai perbedaan pendapat jumlah dan syarat menjadi saksi. Secara
kuantitas, apakah persaksian satu orang sudah dapat diterima atau dua
109
Thomas Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat, Jakarta:Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2011, .h. 11 110
Hendro Setyanto, op.cit, h. 20
52
orang saksi bahkan lebih. Selain itu, mengenai kesaksian seorang
perempuan dalam rukyatul hilal juga masih terjadi ikhtilaf pendapat.
Pengertian rukyatul hilal adalah rukyatul hilal bil fi‟li tanpa alat.
Adapun rukyatul hilal bil fi‟li dengan menggunakan alat (nadhdharah)
masih memerlukan pengkajian lebih lanjut, sesuai dengan adanya dua
pendapat yang berkembang di kalangan para ulama.111
Di tengah
perkembangan tekhnologi seperti saat ini, pada realitanya masih ada
kalangan yang tidak ingin menggunakan alat bantu dalam pelaksanaan
rukyat, mereka menggunakan mata telanjang sebagai alat yang mereka
kenal dengan metode rukyat bil haq sebagaimana yang dipakai oleh
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al aliyah dusun Kapas
Dukuh Klopo Jombang Jawa Timur.
Selanjutnya yakni masalah mathla‟ (batas wilayah berlakunya
hasil rukyat) juga masih menimbulkan perbedaan. di Indonesia beberapa
ormas menggunakan matlak global, dimana sebuah negara melihat hilal
maka ormas tersebut akan mengikuti penetapan negara tersebut. Meskipun
perbedaan ini tidak sampai berakibat pada kontak fisik, tetapi telah
meresahkan masyarakat dan mengusik ukhuwah Islamiyah seperti tidak
111
Lajnah Falakiyah PBNU.Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama.Jakarta:Lajnah
Falakiyah PBNU.2006.hlm, 2
53
leluasanya umat Islam untuk silaturrahmi pada hari raya, karena orang lain
masih menunaikan puasa.112
Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah harus mengeluarkan
standar operasional rukyat, yang memuat berbagai hal yang terkait
masalah rukyat. Sebagaimana yang disebutkan yakni meliputi, syarat-
syarat, prinsip serta criteria rukyat. Selain itu, sedikit demi sedikit
pemerintah juga harus menghimbau seluruh lapisan dan kalangan
masyarakat untuk membangun wacana bersama untuk kembali mencari
titik temu perbedaan metode rukyat tersebut.
112
Fairuz Sabiq, Telaah Metodologi Penetapan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia, (tesis),
Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2007, hlm. 47.
54
BAB III
DISKURSUS TENTANG TAREKAT NAQSABANDIYAH KHALIDIYAH
MUJADADIYAH AL-ALIYAH
A. Seputar Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
1. Historisitas
Jombang adalah salah satu kabupaten yang terletak dibagian tengah
provinsi Jawa Timur, luas wilayah kota Jombang kurang lebih 1.159,50 km2
dengan jumlah penduduk sebanyak 1.201.557 jiwa (Th.2010). Pusat kota
Jombang terletak di tengah-tengah wilayah kabupaten, yang memiliki
ketinggian 44 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Jombang
merupakan dataran rendah, wilayah Jombang terbagi menjadi beberapa
bagian.112
Jombang dikenal sebagai kota santri, karena banyaknya sekolah
pendidikan Islam dan pondok pesantren yang tumbuh berkembang di kota
tersebut. Banyak santri yang berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia.
112
Pertama, bagian utara berada disebelah utara sungai Brantas, meliputi sebagian besar
kecamatan Plandaan, kecamatan Kabuh dan sebagian kecamatan Ngusikan dan kecamatan kudu.
Merupakan daerah perbukitan yang landai yang berada di ujung timur Pegunungan Kendeng. Kedua,
bagian tengah yakni sebelah selatan sungai Brantas merupakan dataran rendah yang digunakan sebagai
kawasan pertanian dan jaringan irigasi. Ketiga, bagian selatan meliputi kecamatan Wonosalam dan
sebagian kecamatan Bareng dan Mojowarno, dan merupakan daerah pegunungan. Diunduh dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang pada 18 Desember 2011.
55
Letaknya yang strategis berada dipersimpangan jalur lintas selatan pulau jawa
juga membuat pertumbuhan kota ini cukup signifikan.
Berdasarkan pembagian wilayah administratif kabupaten Jombang
terbagi atas 21 kecamatan, yang mencakup 306 desa dan 4 kelurahan. Sebagai
pusat pemerintahan berada di Kecamatan Jombang. Kurang lebih 3 km masuk
dari arah utara terminal Kepuhsari Jombang, kita akan menemukan desa
Dukuhklopo kecamatan Peterongan. Desa ini merupakan pusat ajaran tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah.
Sekilas ketika memasuki dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan
Jombang tidak ada hal yang aneh maupun ada sesuatu yang berbeda. Dusun
Kapas merupakan salah satu dusun di desa Dukuhklopo Peterongan Jombang.
Luas desa Dukuhklopo sendiri sekitar 222.183 hektar dengan jumlah
pendudukan 5231 jiwa yang terbagi menjadi empat dusun yakni Kapas,
Jalineng, Dukuh dan Kaplingan.113
Mayoritas mata pencarian penduduk desa
setempat adalah petani. Di sekeliling desa dibatasi dengan hamparan sawah-
sawah yang cukup luas.
Dusun Kapas sendiri terletak sekitar 7 Km dari kota Jombang. Di
sinilah merupakan pusat aktifitas Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Tarekat
ini berdiri kurang lebih pada abad ke 18 M, dan didirikan oleh Syekh
113
Diambil dari data statistic desa Dukuhklopo di Balai desa Dukuhklopo Peterongan
Jombang. Tanggal 26 September 2011 pukul 12.30 WIB
56
Abdullah Faqir, salah seorang ulama yang juga menyebarkan Islam di
Jombang.
Rata-rata pengikut tarekat ini berada di dusun Kapas, dan beberapa
wilayah lain di sekitar Jombang. Dan jamaahnya didominasi orang-orang
yang berusia 50 tahun ke atas, karena amalan-amalan yang dilakukan cukup
berat. Sehingga banyak diantara para pemuda yang tidak mengikuti jejak
orang tuanya mengikuti tarekat tersebut.114
2. Tokoh-tokoh tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Syekh Abdullah Faqir merupakan menantu Syekh Utsman Ja‟fani.
Syekh Ja‟fani merupakan salah satu pembawa agama Islam di Jawa
khususnya di daerah Jombang. Sehingga nama beliau diabadikan menjadi
salah satu nama desa di kecamatan Gudo kabupaten Jombang yakni desa
Japanan.115
Syekh Abdullah Faqir merupakan salah satu murid Syekh Alawi
Gedangan Tambakberas Jombang, beliau juga mendapatkan ilmunya dari
Jabalqubais Makkah.116
Ajaran-ajaran tersebut juga diajarkan kepada putranya
114
Wawancara dengan kepala desa Dukuhklopo pada tanggal 26 September 2011 115
Japanan merupakan salah satu nama desa di kecamatan Gudo kabupaten Jombang.
Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Desa_di_Kabupaten_Jombang pada tanggal 10
November 2011 116
Dimana pada waktu itu, dalam rentang sejarah mencatat banyak ulama Indonesia yang
melakukan ibadah haji sekaligus melakukan rihlah ilmiyahnya untuk mendapatkan berbagai ilmu dari
para ulama Timur Tengah. Wawancara dengan bapak Mustaqim di dusun Kapas Dukuhklopo
Peterongan Jombang Jawa Timur, 27 September 2011
57
Syekh Yazidil Bustomi. Dari sinilah cikal bakal berdirinya tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas ini.
Setelah Syekh Abdullah Faqir wafat pada tahun 1919 M, penyebaran
ajaran agama Islam di sekitar dusun Kapas ini dilanjutkan oleh puteranya
yang bernama kiai Yazidil Bustomi, beliau adalah seorang ulama rekan dari
kiai Wahab Hasbullah dari Tambakberas dan kiai Hasyim Asy‟ari dari
Tebuireng. Pada masa mudanya mereka bertiga pernah pergi bersama untuk
menimba ilmu di pulau Madura tepatnya kepada kiai Kholil Bangkalan
Madura. Namun, setelah sampai di sana kiai Yazidil Bustami disuruh pulang
kembali ke Jombang. Karena „ngendika’ kiai Kholil bahwa ayah dari kiai
Yazid adalah orang yang sakti dan memiliki tingkatan keilmuan yang cukup
tinggi. 117
Pelan-pelan kiai Yazidil Bustami merintis gerakan keagamaan yang
diberi nama Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di dusun Kapas, Dukuhklopo
Peterongan Jombang Jawa Timur. Nama tarekat ini diambil dari nama sebuah
kitab118
yang kirim oleh kiai Kholil melalui santrinya untuk diberikan kepada
kiai Yazidil Bustomi dan oleh kiai Yazid, sapaan akrabnya dijadikan sebagai
sebuah nama tarekat ini.
117
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang.
6 Agustus 2011 118
Kitab ini berisi tentang beberapa ajaran tarekat, dan beberapa amalan untuk mendekatkan
diri ke pada Allah SWT. Ibid, Wawancara Kiai Nasuha Anwar,
58
Kiai Yazidil Bustomi juga merupakan mursyid dari tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah. Kiai Yazid wafat pada tahun 1957 M, selanjutnya
pimpinan tarekat ini dilanjutkan oleh puteranya yakni kiai Anwar. Kiai Anwar
terkenal sebagai sosok yang alim dan memiliki keilmuan yang luas dan
mendalam. Keilmuannya diwariskan kepada putranya kiai Nasuha Anwar
yang saat ini menjadi tokoh sentral tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah ini.
Keilmuan yang ditularkan termasuk tentang ilmu hisab Jawa Islam Aboge.119
Sistem perhitungan Aboge diajarkan kiai Anwar kepada kiai Nasuha
Anwar di rumahnya. Selain itu, kiai Nasuha juga men-tashih-kannya kepada
beberapa guru beliau yang tidak disebutkan namanya, sehingga tidak ada buku
panduan atau pegangan yang beliau pakai. Hanya saja, kiai Nasuha Anwar
berinisiatif untuk mencatat apa yang telah diajarkan oleh ayahnya ke dalam
catatan.120
Namun, sampai saat ini belum ada yang menggatikan kiai Anwar
sebagai mursyid. Status kiai Nasuha hanya sebatas tokoh sentral atau
pimpinan tarekat belum mencapai tingkatan sebagai seorang mursyid. Karena
masyarakat desa setempat menuturkan, bahwasanya setiap pergantian mursyid
119
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar di Dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan. 7
Agustus 2011. 120
Ibid,
59
ada sebuah ritual atau fenomena (keluarnya seluruh kitab, namun hal tersebut
hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya - red).121
3. Pola peribadatan dan ajaran tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Ajaran tarekat ini sebagaimana ajaran tarekat pada umumnya yang
mengajarkan tentang zuhud, mensucikan hati dan mendekatkan diri untuk
makrifat kepada Allah. Tarekat ini lebih menekankan pada amalan salat dan
wirid. Berbeda dengan ajaran tarekat lain, Tarekat ini hanya mengijazahkan
amalan pada waktu tertentu yang dikenal dengan istilah “lelebon” artinya para
jamaah akan berkhalwat selama 40 hari terhitung sejak memasuki tanggal 1
bulan Selo (Zulqo‟dah) sampa pada tanggal 10 Zulhijjah. Khalwat dilakukan
dengan melakukan salat malam dan membaca beberapa wirid yang
diijazahkan oleh leluhur tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah.122
Dalam pelaksanaan ibadah, tarekat ini sama halnya dengan umat Islam
pada umumnya. Walaupun ada kecenderungan tarekat ini lebih bersifat Islam
tradisionalis. Misal saja untuk meminta rizki mereka sangat kental dengan
bacaan manaqib. Di samping itu, dalam pelaksanaan salat tarawih, sama
121
Wawancara dengan Muhaimin, salah seorang yang pernah menjadi anggota tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah.Tuban, 24 September 2011 122
Wawancara dengan Syukur, salah seorang tokoh masyarakat setempat. pada tanggal 25
September 2011
60
halnya dengan Nahdlatul Ulama (NU) yakni 20 rakaat tarawih, 3 rakaat salat
witir.123
Di dusun Kapas terdapat sebuah masjid kuno yang diberi nama Baitul
Muttaqin. Masjid ini dibangun pada tahun 1898 M, masjid ini berada tepat di
depan rumah kiai Nasuha Anwar, tokoh sentral tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah. Masjid tersebut merupakan pusat kegiatan tarekat ini beserta para
jamaahnya. Setiap hari raya masjid ini sangat ramai, karena para pengikut
tarekat ini datang dari berbagai wilayah Jombang dan sekitarnya. Di belakang
masjid ini juga terdapat beberapa makam mursyid tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah seperti kiai Abdullah Faqir.
Aliran ini sangat yakin cara yang dilakukan ini dapat memperpendek
jalan menuju surga. Selain itu, dalam ritual-ritualnya tarekat ini juga
menekankan pembacaan manaqib.124
Masyarakat dusun Kapas khususnya
anggota tarekat ini memegang prinsip “lalakon wong duwuran” atau
“lelampahe wong tuwo”125
artinya mereka hanya menjalankan amalan-amalan
yang telah ditekuni dan dijalankan para sesepuhnya. Sehingga mereka hanya
melanjutkan dan melestarikan tradisi yang ditanamkan masyarakat terdahulu.
123
Ibid, 124
Manaqib merupakan kitab yang berisi tentang perjalanan ulama besar Syaikh Abdul Qadir
Jailani, di dalamnya juga tertulis bacaan-bacaan shalawat nabi. Yang nanti barangsiapa yang sering
membacanya akan mendapat keberkahan, pelimpahan rizki serta syafaat dari Nabi SAW. 125
Wawancara bapak Mustaqim (64 th) sesepuh dusun Kapas, sekaligus pengikut tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah dusun Kapas, Dukuhklopo Peterongan Jombang
Jawa Tmur. Pada 25 September 2011
61
Selain itu, untuk amalan setiap hari tidak ada yang berbeda dengan
amaliyah umat Islam pada umumnya. Namun ada hal yang menarik di dusun
Kapas, yakni di dusun ini tidak ada pengajian-pengajian ceramah agama
maupun ngaji kitab kuning sebagaimana yang dilakukan di pondok-pondok
pesantren dan musholla-musholla.126
Dengan demikian, secara umum memang tidak ada hal yang ekstrim
yang diajarkan oleh tarekat ini. Sebagaimana ajaran-ajaran Islam pada
umumnya secara syari‟at mereka tetap menanamkan nilai-nilai keislaman
secara kuat yang dibalut dengan tradisi-tradisi lokal yang telah berlaku sejak
nenek moyang mereka. Karakteristik dari masyarakat Dusun Kapas sendiri
sangat menjunjung tinggi tradisi keislaman yang telah membudaya, dan lebih
mengutamakan prinsip bahwa persoalan ibadah adalah otoritas pribadi
masing-masing.
Tentang penentuan awal bulan kamariyah, tarekat yang akrab disebut
Nashabandiyah Khalidiyah ini juga meyakini telah menggunakan cara-cara
beribadah Rasulullah Muhammad SAW dengan utuh. Cara-cara itu yang
selama ini sudah mulai ditinggalkan oleh umat Islam kebanyakan dan
menggantinya dengan pendekatan teknologi. Yang paling khas adalah
126
Ibid,
62
penggunaan cara hitung kuno (Aboge) untuk menentukan awal Ramadhan,
Syawal dan Zulhijah.127
Karena mereka menganggap selama ini umat islam kebanyakan hanya
menggunakan rukyatul hilal atau melihat bulan secara langsung (biasa dipakai
Nahdlatul Ulama) dan hisab atau menghitung secara matematis pergantian
bulan (biasa dipakai Muhammadiyyah). Namun menurut tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah cara Aboge lebih bisa menentukan dengan pas
seperti yang diajarkan oleh mursyid (panutan) syekh Abdullah Faqir.128
4. Politik
Dalam kancah dunia perpolitikan yang ada di Indonesia, para guru
dan murid-murid tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah ternyata masih peduli
dengan isu-isu politik, meskipun tarekat itu adalah kegiatan membersihkan
diri dan lebih mementingkan akhirat. Para guru tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah kebanyakan adalah pendukung Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan beranggapan bahwa partai ini adalah representasi ideologi politik
Islam. Namun, dalam kaitannya dengan afiliasi politik, para murid tarekat
127
Diunduh dari http://indosufinews.blogspot.com/2010_01_01_archive.html pada tanggal 28
Oktober 2011
128 Ibid,
63
Naqsabandiyah Khalidiyah pada umumnya sudah tidak begitu tergantung
dalam pilihan afiliasi politik gurunya.129
B. Penentuan Awal Bulan Kamariyah Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
1. Dasar Hukum
a. Al Quran surat Al-Hujurot ayat 1
Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian semua
mendahului kehendak Allah SWT dan Rosul-Nya.” (QS. Al
Hujurot : 1)130
b. Hadits riwayat Bukhori
Artinya :”Diceritakan oleh „Abdullah bin Maslamah diceritakan oleh
Malik dari Nafi‟ dari „Abdullah bin „Umar r.a bahwasanya
Rosulullah SAW suatu ketika berbincang tentang ramadhan,
kemudian beliau berkata : janganlah kalian berpuasa sampai
kalian melihat bulan dan janganlah kalian berbuka sampai
kalian melihatnya, namun apabila tertutup mendung, maka
kira-kirakanlah.” (HR. Bukhari).
129
Mahmud Sujuthi, Politik Tarekat, Yogyakarta:Galang Press, 2001, h. xxiv 130
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar pada 6 Agustus 2011, lihat juga Lembaga
Percetakan Al-Quran Raja Fahd, al-Quran dan Terjemahnya, h. 845 131
Ibid, Lihat Imam Bukhari, Shahih Bukhori, Juz 2, (Libanon : Darul Kitab Alamiyah), h.
577
64
c. Hadits riwayat Bukhori
Artinya : “Diceritakan oleh Adam diceritakan oleh Su‟bah diceritakan
oleh Muhammad bin Ziyad berkata, saya mendengar Abu
Hurairah r.a berkata, Rosulullah SAW bersabda : berpuasalah
kalian semua karena melihat hilal dan berbukalah kalian semua
karena melihatnya dan apabila tertutup mendung olehmu, maka
sempurnakan bilangan bulan Sya‟ban 30 hari“ (HR. Bukhari).
2. Metode Penentuan Awal Bulan Kamariyah
Mengenai historisitas pemberlakuan metode hisab rukyat yang
mereka pakai, mereka lebih menekankan pada prinsip mengikuti “lelakon
wong duwuran” artinya segala tatacara yang mereka lakukan lebih mengikuti
pada tradisi yang telah berlangsung pada zaman leluhur mereka. Tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah mengenal metode hisab Jawa Islam Aboge
memang sudah lama. Selain itu, metode rukyat juga beliau peroleh dari
pengetahuan tentang hadits masalah penetapan awal bulan kamariyah. Hadits
132
Ibid., 827
65
tersebut mereka temukan dalam sebuah kitab hadits dengan terjemahan bahasa
Jawa.133
Tentang persoalan penentuan awal bulan kamariyah yang berbeda
dengan ketetapan pemerintah, ternyata penetapan telah ada sejak kiai Yazidil
Bustami. Di mana, sang rekan kiai Wahab sempat menanyakan kepada kiai
Yazid mengenai ketetapan hari raya, kiai Yazid secara tegas menjawab
bahwasanya beliau mempunyai dasar hukum tersendiri dalam menentukan
puasa dan hari raya. Dan kiai Yazid mengemukakan keengganannya untuk
mengikuti ketetapan pemerintah. karena untuk masalah agama pemerintah
dianggap tidak cukup kompeten dalam persoalan tersebut.134
Dalam penetapan awal bulan kamariyah, biasanya setiap tanggal 27,
28, 29 kalender Jawa Islam Aboge tarekat ini mengirim sejumlah pemuda
dibeberapa titik yang dianggap bisa melihat hilal seperti kawasan pegunungan
Tunggorono Jombang, Tembalang, Tanjungkodok dan lain-lain. Selanjutnya,
jika hilal memang sudah nampak maka pimpinan tarekat dalam hal ini
diwakili oleh kiai Nasuha Anwar mengumumkan kepada seluruh jamaah di
dusun Kapas bahwasanya besok sudah mulai bulan baru.
133
Sayang sekali kitab hadits tersebut sudah hilang ketika tahun 2010 dipinjam oleh
Kementerian Agama untuk difoto copy. Sehingga penulis belum bisa melihatnya secara langsung.
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar (pimpinan tarekat), Dukuh Klopo Jombang 7 Agustus 2011 134
Ibid,
66
Metode yang dipakai tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
menggunakan dua cara yakni hisab dan rukyat sebagaimana yang digunakan
pemerintah cq Kementerian Agama RI :
a. Menggunakan Hisab
Sebelum menentukan awal bulan kamariyah aliran ini melakukan
hisab dengan menggunakan prinsip Aboge. Aboge ini digunakan karena
menurutnya merupakan metode yang pas dan pasti.135
Tehnik tersebut di atas
dilakukan perhitungan sejak tiga bulan sebelum bulan Syawal secara berturut-
turut mengingat tiga bulan itu berkaitan langsung dengan rangkaian ritual
keagamaan yang mereka lakukan.136
Menurut tarekat ini, hisab artinya hitung. Sedangkan kata hitung
diartikan sebagai “perselisihan”. Pada dasarnya mereka sudah mengenal
berbagai metode hisab dalam penentuan awal bulan kamariyah.137
Akan
tetapi, mereka memegang prinsip bahwasanya metode hisab tidak akan pernah
135
Wawancara Bapak Mustaqim, sesepuh dusun Kapas sekaligus anggota jama‟ah tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al aliyah Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang. 26
September 2011 136
Rizal Zakaria Dalam Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Kalender Jawa Islam
Aboge Sebagai Ancer-ancer Rukyat Dalam Penentuan 1 Syawal 1430 H Aliran Thariqoh
Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al Aliyah Dusun Kapas Klopo Peterongan Jombang Jawa
Timur. IAIN Sunan Ampel Surabaya 2010 137
Metode-metode hisab yang mereka ketahui sebagaimana metode-metode hisab yang
berkembang khususnya di Indonesia seperti hisab Urfi, Hisab Nayyirain, penanggalan tarikh hijriyah,
kalender Jawa Islam, kalender Aboge, Asapon, Ephimeris, hisab Taqribi, hisab hakiki tahqiqy, hisab
Kontemporer, hisab sistem Taqwim. Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar pada 7 Agustus 2011
67
menghasilkan hasil yang sama, karena hisab adalah perselisihan. Sehingga
untuk membuktikan kebenarannya dilakukanlah rukyatul hilal.138
Aliran ini melakukan perhitungan sendiri untuk penentuan awal
bulan kamariyah. Mereka tidak menggunakan patokan kalender hijriyah yang
biasanya sudah tertera pada taqwim (kalender) yang beredar di masyarakat.
Karena menurut mereka kalender yang beredar beserta datanya merupakan
buatan manusia, sehingga untuk lebih memberikan kemantapan Haqqul Yaqin
dalam penetapan ibadah mereka melakukan perhitungan sendiri.139
Adapun yang menjadi titik tekan hisab pada aliran ini adalah metode
hisab menggunakan sistem Aboge. Kemudian, hasil hisabnya digunakan
sebagai arah-arah atau pedoman dalam rukyatul hilal. Bukan menjadi dasar
dalam penentuan awal bulan kamariyah. Sedangkan yang menjadi dasar dalam
penetapan awal bulan kamariyah adalah rukyatul hilal. Namun, jika gagal
terlihat, maka harus diistikmalkan (disempurnakan). Hal tersebut sesuai
dengan firman Allah :
Artinya :”Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian semua
mendahului kehendak Allah SWT dan Rosul-Nya.” (QS. Al
Hujurot : 1)140
138
Wawancara KH.Nasuha Anwar di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang Jawa
Timur pada tanggal 7 Agustus 2011 139
Wawancara bapak Mustaqim, sesepuh tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah sekaligus dewan
penetapan untuk awal bulan Kamariyah (Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah) 27 September 2011 140
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Bandung : CV Penerbut J-Art, 2005,
h. 516
68
Aliran ini menyandarkan ayat ini sebagai landasan hukum
bahwasanya manusia itu tidak boleh mendahului kehendak Allah. Artinya jika
memang hilal belum tampak atau belum memungkinkan untuk dirukyat maka
yang harus dilakukan yakni melakukan istikmal. Bukan kembali kepada data
hisab, karena menurut mereka menggunakan data hisab sebagai penetapan
sama halnya mendahului kehendak Allah.141
Sehingga tarekat ini memilih
menekankan pada metode rukyatul hilal sebagai pedoman penetapan.
b. Menggunakan Rukyatul Hilal
Di samping menggunakan hisab, tarekat ini juga melanjutkan hasil
hisabnya dengan rukyatul hilal pada tanggal 27, 28, 29 pada waktu sore hari
menjelang maghrib ke arah mana dimungkinkan hilal akan muncul. Adapun
cara yang ditempuh dalam rukyatul hilal adalah dengan mengirimkan
kelompok-kelompok delegasi yang ditugaskan untuk melakukan rukaytul
hilal, baik secara kelompok, secara pribadi maupun bergabung dengan
kelompok rukyatul hilal yang diadakan pemerintah.142
Tarekat ini mengenal dua metode rukyat, antara lain :
a. Rukyat bil Fi’li
Rukyat bil Fi’li diartikan sebagai rukyat dengan mata telanjang.
Tanpa menggunakan alat bantu apapun. Hilal harus dilihat dengan mata
141
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang,
7 Agustus 2011 142
Ibid,
69
telanjang, masyarakat kapas mengenal metode ini dengan sebutan Rukyat
bil Haq.143
Ketentuan jika hilal bisa dilihat dengan menggunakan alat, hal
tersebut belum dikatakan hilal telah tampak. Jamaah tarekat ini tidak
mempercayai akan keberadaan alat bantu buatan manusia. Mereka
menganggap bahwasanya alat-alat tekhnologi tersebut merupakan buatan
manusia sehingga kemungkinan besar akan menimbulkan kesalahan itu
amat besar. Dengan mata adalah indra penglihatan yang diberikan oleh
Allah SWT untuk melihat kekuasaannya. Sebagai isyarat petunjuk dari
Allah SWT bahwasanya telah ditetapkan esok harinya adalah bulan baru.
Mengenai langkah, prinsip dan tatacara rukyat sama halnya
bagaimana rukyat pada umumnya. Mereka tidak memiliki kriteria serta
batasan hilal kemungkinan dapat dilihat. Untuk membantu mereka
terkadang memakai gawang lokasi, hal tersebut hanya bersifat membantu
mengfokuskan pandangan mata perukyat.
Karena mereka tidak menggunakan alat bantu sama sekali,
terkadang mereka sangat kesulitan untuk mendapatkan kemunculan hilal.
Sehingga jika rukyat dimulai pada tanggal 27 maka mereka akan
melakukan rukyat kembali pada tanggal berikutnya. Jika sampai tanggal
143
Wawancara dengan Sa‟adah (21 th), salah satu pemuda dusun Kapas sekaligus anggota
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Tanggal 27 September 2011
70
29 mereka tetap tidak mendapatkan hilal. Maka mereka akan melakukan
Istikmal menjadi 30 hari.
b. Rukyah bil Qalbi
Rukyat bil Qalbi adalah rukyat dengan keyakinan. Pendekatan ini
jarang digunakan dan hanya digunakan oleh orang-orang tertentu yang
mencapai tingkatan tertentu. Maksudnya, dalam melakukan rukyatul hilal,
tidak semata-mata melakukan rukyat dengan mata saja, melainkan melihat
dengan hati disertai adanya keyakinan dalam hati yang berkaitan dengan
Haq Al-Yaqin dan Akmal Al-Yaqin. Adapun dasar yang mereka gunakan
adalah Qoidah Al-Ushuliyyah yang berbunyi :144
145اليقين ال يزال بالشك
Artinya : “Keyakinan itu tidak bisa hilang dengan keragu-raguan.”
Sehingga rukyat bil Qalbi sebagai penunjang untuk lebih
memperkuat keyakinan terhadap hasil rukyat. Serta meningkatkan
kemantapan hati dalam mengambil keputusan dalam penetapan awal bulan
kamariyah khususnya Ramadhan, Syawal dan Zulhijah.146
144
Ibid. 145
A.Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqh, Jakarta:Prenada Media Group, 2007, h. 33 146
Wawancara dengan bapak Mustaqim di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang
Jawa Timur pada tanggal 26 September 2011
71
3. Cara Penetapan Awal Bulan Kamariyah
Penggunaan hisab dan rukyah yang digunakan secara beriringan ini
dimaksudkan agar hasil penentuan awal bulan menghasilkan keputusan yang
sangat akurat dengan bukti yang valid, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan baik dihadapan manusia maupun dihadapan Allah
SWT. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa perhitungan berdasarkan
sistem Aboge dan atau Asopon ini meleset sebagaimana awal bulan Syawal
1430 Hijriyah tahun lalu, sehingga aliran ini tidak menggunakan Aboge dalam
menetapkan awal Syawal, melainkan berpedoman kepada hasil rukyatul hilal,
sedangkan rukyatul hilal dinyatakan tidak berhasil, sehingga aliran ini
menggunakan istikmal dalam menetapkan awal Syawal.147
Cara ini dilakukan agar penetapan awal bulan kamariyah sesuai
dengan perintah Allah SWT yang telah dinyatakan di dalam nashnya. Dan
juga sebagai pembuktian atas metode hisab yang telah dilakukan terlebih
dahulu, serta hasil yang diperoleh lebih tepat. Karena telah sesuai dengan
realita yang dilihat dan keyakinan hati bahwasanya telah berganti bulan baru.
Otoritas penetapan awal bulan Kamariyah diserahkan sepenuhnya
kepada pimpinan tarekat. Para jamaah tidak berani mengeluarkan keputusan
sendiri-sendiri. Ketika dalam pelaksanaan rukyat, dan salah satu tim atau
individu berhasil melihat hilal. Maka perukyat tersebut langsung memberikan
kabar kepada pimpinan tarekat, yang selanjutnya para pimpinan tarekat
147
Wawancara dengan KH. Nasuha Anwar Dusun Kapas Klopo Peterongan, 7 Agustus 2011
72
beserta tokoh sesepuh setempat melakukan musyarawah dan melakukan
ikhbar kepada penduduk Kapas setempat melalui pemberitahuan secara
langsung dengan pengeras suara masjid maupun melalui alat komunikasi
seperti Handphone.148
Ketetapan yang dikeluarkan oleh tarekat ini sebenarnya tidak
memiliki kekuatan hukum yang mengikat, artinya ketetapan ini lebih bersifat
fakultatif. Mereka mengenal istilah “mbok gawe yo nggak bungah, nggak
mbok gawe yo nggak susah”149
sehingga lebih mengedepankan sikap toleransi
terhadap jamaah yang tidak mengikuti ketetapan terebut. Apa yang mereka
yakini terbangun dari sebuah gertakan kepercayaan yang telah melekat pada
masyarakat Kapas khususnya pengikut tarekat ini. Karena persoalan-persoalan
seputar agama itu tidak perlu diperdebatkan secara panjang, karena itu lebih
kepada hubungan manusia dan Allah SWT (hablu minannas)
Setiap hari raya Idul Fitri para jamaah tarekat ini akan berkumpul
untuk melaksanan salat Ied di masjid Baitul Muttaqin, mereka datang dari
berbagai wilayah di sekitar Jombang. Setelah salat Ied mereka melakukan
ritual bersalaman di jalan-jalan sekeliling masjid di dusun Kapas. Sehingga,
perayaan Idul Fitri semakin semarak di kalangan tarekat Naqsabandiyah
148
Ibid, 149
“tidak semua anggota tarekat mengikuti ketetapan pimpinan tarekat, ada sebagian juga
anggota yang tidak mengikuti ketetapan. Akan tetapi, kita tidak tidak mempermasalahkan hal itu.
Dalam prinsip kita, anda ikutketetapan kita tidak terlalu senang, anda tidak mengikuti ketetapan kita
juga tidak sedih.” Wawancara dengan bapak Mustaqim di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur pada tanggal 26 September 2011
73
Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah dusun Kapas Dukuh Klopo Peterongan
Jombang Jawa Timur.
C. Penentuan 1 Syawal 1432 H Menurut Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
a. Perhitungan kalender Jawa Islam Aboge
Hasil ini bukan merupakan acuan untuk menentukan awal bulan,
namun merupakan pedoman dalam melakukan rukyat untuk menentukan 1
Syawal 1432 H. Sedangkan dalam menetapkan tarekat ini melakukan rukyatul
hilal pada tanggal 28 Jawa Aboge dan 29 Jawa Aboge, tepatnya pada hari
Senin dan Selasa tanggal 30 dan 31 Agusutus 2011. Sebagaimana dalam
prinsip kalender Jawa Islam Aboge, untuk mengetehui tahun Jawa Islam.
Maka tahun hijriyah ditambah + 512 tahun. Sehingga 1432 H + 512 tahun =
1944 J. Berikut tabel kalender Jawa Islam Aboge tahun 1944 J. 150
No Bulan Hari Pasaran
1 1 Suro 1 Kamis 1 Legi
2 1 Sapar 3 Satbu 1 Legi
3 1 Mulud 4 Ahad 5 Kliwon
4 1 Bakdomulud 6 Selasa 5 Kliwon
5 1 Jumadilawal 7 Rabu 4 Wage
6 1 Jumadilakhir 2 Jumat 4 Wage
7 1 Rejeb 3 Sabtu 3 Pon
8 1 Ruwah 5 Senin 3 Pon
9 1 Poso 6 Selasa 2 Pahing
10 1 Sawal 1 Kamis 2 Pahing
11 1 Selo 2 Jumat 1 Legi
12 1 Besar 4 Ahad 1
Legi
Legi
150
Diolah dari data dan cara perhitungan hisab Jawa Islam Aboge dalam pustaka Muhyiddin
Khazin, Ilmu Falak Praktis, Yogyakarta : 2004, h. 118
74
Hasil perhitungan kalender Jawa Islam Aboge ini merupakan acuan
yang dipakai dalam rukyatul hilal untuk penetapan awal Syawal 1432 H. Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwasanya 1 Syawal 1432 H menurut
penanggalan Jawa Islam Aboge Jatuh pada hari Kamis Pahing. Akan tetapi,
hal tersebut tidak dijadikan dasar penetapan karena mereka pada akhir
Ramadhan akan melakukan pembuktian dengan melakukan rukyatul hilal.151
b. Rukyatul hilal penetapan awal bulan kamariyah
Rukyat tanggal 31 Agustus 2011 pada mulanya hilal belum begitu
Nampak di dusun kapas namun setelah memakai alat pembesar hilal mulai
Nampak. Mereka telah memulai memakai peralatan sebagai alat bantu untuk
melihat hilal, hal tersebut sebagai upaya menyeimbangkan dengan kemajuan
zaman. Alat tersebut hanya sekedar membantu mata dalam melihat.
Mengenai tempat rukyat mereka juga tidak memiliki standar khusus
dalam memilih tempat, biasanya hilal akan tampak jika Allah memang telah
menunjukkan kepada mereka. Biasanya mereka melakukan rukyat juga di
dusun kapas setempat, jika memang hilal sudah terlihat.
Dalam rukyatul hilal pada tanggal 30 Agustus 2011, karena kondisi
hilal pada waktu itu sudah cukup tinggi, sehingga tim rukyat yang terdiri dari
para pemuda dusun kapas setempat telah berhasil melihat hilal. Dan hasil
inilah yang dijadikan dasar oleh pimpinan tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
dalam penetapan 1 Syawal 1432 H. Selanjutnya, pimpinan tarekat
151
Wawancara dengan KH. Nasuha Anwar dusun Kapas, 27 September 2011
75
Naqsabandiyah Khalidiyah menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari
Rabu Legi tanggal 31 Agustus 2011.152
Fenomena penentuan 1 Syawal 1432 H/ Sawal 1944 J merupakan
bukti konkret bahwa tarekat ini menerapkan dua metode hisab dan rukyat.
Akan tetapi, pada prinsipnya mereka lebih menitikberatkan hasil rukyatnya.
Sebagaimana uraian diatas hasil hisab Aboge menunjukkan jatuh pada hari
Kamis Pahing, 1 September 2011, sedangkan pemerintah menetapkan pada
Rabu, 31 Agustus 2011. Dan tarekat ini menetapkan 1 Syawal 1432 H pada
hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 sebagaimana ketetapan pemerintah.
Sehingga pada bulan Ramadhan kemarin mereka hanya menjalankan puasa
selama 29 hari.153
Karena pada penetapan awal Ramadhan 1432 H, mereka lebih lambat
satu hari dari ketetapan pemerintah. 1 Ramadhan 1432 H, dimulai pada hari
Selasa Pahing tanggal 2 Agustus 2011, sedangkan berdasarkan itsbat
pemerintah 1 Ramadhan 1432 H jatuh pada hari Senin Legi tanggal 1 Agustus
2011.
Dalam hal ketetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah, rukyat
dan istikmal lebih dikuatkan. Selain itu, mereka juga tidak memakai kalender
hijriyah pada umumnya. Karena mereka menganggap bahwa kalender-
kalender tersebut merupakan ciptaan manusia yang riskan terjadi kesalahan
152
ibid, 153
Ibid,
76
sehingga mereka lebih memilih memakai kalender jawa Islam Aboge yang
menurut mereka lebih tepat, pasti dan pas.154
“ya kita ini pasti rukyat tanggal 29 Aboge, karena itu lebih pas dan jumlah
harinya tidak bisa ditawar. Sebenarnya persoalan penetapan awal bulan
kamariyah itu persoalan yang mudah dan jangan dibuat sulit. Ketika hilal
memang belum tampak, maka dengan melakukan istikmal itu sudah
cukup.”155
“pada awalnya hilal memang belum tampak pada tanggal 30 Agustus itu, tapi
kita tunggu mbak. Dan menggunakan alat keker (alat untuk melihat benda
jauh) itu sebagai usulan pemuda sini Alhamdulillah kami berhasil melihat
hilal”156
Dengan demikian, dari contoh dalam penetapan awal Syawal 1432 H
di atas, aliran ini tidak murni menggunakan Aboge sebagai dasar penetapan.
Namun, mereka juga melakukan ijtihad untuk membuntikan kebenaran hisab
yang telah mereka hitung sebelumnya yakni dengan mengadakan rukyatul
hilal pada 28 dan 29 kalender Aboge disejumlah titik khususnya di daerah
Jombang dan sekitarnya. Alhasil rukyatul hilal pada tanggal 30 Agustus 2011
lalu berhasil dilakukan. Dan mereka menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada
tanggal 31 Agustus 2011 sebagaimana Ketetapan Pemerintan RI. Ketetapan
tersebut sangat tidak sesuai dengan kalender Aboge yang 1 Syawal 1432 H
jatuh pada hari Kamis 1 September 2011.
154
Ibid, 155
Ibid, 156
Ibid,
77
BAB IV
ANALISIS PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIYAH
TAREKAT NAQSABANDIYAH KHALIDIYAH MUJADADIYAH
AL- ALIYAH
A. A nalisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah Menurut
Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Pemikiran hisab rukyat aliran tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah memadukan dua metode hisab rukyat yakni metode hisab
tradisional ala Islam Jawa yang sering disebut dengan pemikiran Aboge
yakni cara penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah dengan
bersandarkan pada perhitungan tahun Jawa Islam, dan rukyatul hilal
(observasi dengan mata telanjang saat tenggelamnya matahari).
Mereka menggunakan kalender Jawa Islam sebagai pedoman
atau “arah-arah” dalam melakukan rukyat saja, bukan sebagai penentu.
Karena mereka lebih menitikberatkan hasil rukyatul hilal mereka
sebagai dasar penentuan awal bulan kamariyah nantinya. Yang menurut
hemat penulis, hal ini dapat dikatakan sebagai bentuk asimilasi metode
hisab dan rukyat, yakni perkawinan antara kalender Jawa Islam Aboge
dan rukyatul hilal. Dimana metode seperti sejauh penulis mengetahui
78
pula jarang dilakukan oleh aliran hisab Aboge. Karena pada umumnya
mereka hanya berpatokan pada hasil hisab saja.
Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah menentukan awal bulan
kamariyah berdasarkan Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana yang dipakai oleh umat Islam sebagai dasar perintah untuk
menentukan waktu ibadah. Dengan intrepetasi yang tekstual mereka
melandaskan hadits rukyat sebagai perintah melihat hilal dengan indra
(mata).
Sebagaimana sedikit dari ulasan di atas, untuk mempermudah
pembahasan dalam analisis kali ini penulis akan mengelompokkan dua
bagian yakni metode hisab dan rukyat yang dipakai tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah dalam penentuan awal bulan kamariyah
sebagai berikut :
1. Analisis metode hisab Aboge yang dipakai tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah
Pada dasarnya dalam pemikiran Aboge ada beberapa prinsip
utama, yakni: pertama, prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan
kalender Hindu-Muslim-Jawa, adalah “dina niku tukule enjing lan
79
ditanggal dalu” (hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam
harinya). 145
Kedua, bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut cara
perhitungan Aboge selalu genap 30 hari, tidak pernah 29 hari. Hal ini
disebabkan kalender Jawa Islam Aboge termasuk metode hisab urfi.
Adapun istilah Aboge dapat dirinci bahwa “a” berasal dari Alip, salah
satu dari delapan tahun siklus windu; “bo” mengacu pada Rebo (hari
Rabu); dan “ge” berasal dari Wage, salah satu dari hari pasaran yang
lima. Ini berarti bahwa tahun alip selalu dimulai pada hari Rabu Wage,
dengan mengetahui ini maka akan dapat menghitung hari jatuh
Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah setiap tahun.
Ketiga, penentuan awal bulan puasa dan awal bulan Syawal
digunakan istilah ”pletek” yang berarti terbukti atau semua masyarakat
telah melihat bulan dengan mata telanjang, sebagaimana dasar dari
hadits-hadits hisab rukyah.146
Sehingga menurut hemat penulis, landasan
inilah yang juga dijadikan sebagai dasar rukyatul hilal dengan pedoman
kalender Jawa Islam Aboge. Sehingga pengikut pemikiran ini, sering
memulai puasa atau lebaran selalu setelah satu hari dari penetapan
pemerintah.
145
Ahmad Izzuddin dalam laporan Penelitian.Fiqh Hisab Rukyat Kejawen (Studi
Atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat Dusun Golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa
Tengah). IAIN Walisongo Semarang.2006.hlm, 37-38 146
Ibid,
80
Metode hisab tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah ini
merupakan bagian dari ragam pemikiran great tradition (Islam) dan
little tradition (budaya Jawa) meminjam istilah Ahmad Izzuddin.147
Fenomena seperti inilah yang sering melahirkan pemikiran tersendiri,
dalam pemikiran hisab rukyat seperti pemikiran hisab rukyat Aboge dan
Asapon. Masyarakat lokal percaya dan lebih yakin jika mereka bisa
rukyat secara individu untuk melihat kemungkinan munculnya hilal
pada awal bulan kamariyah.
Tidak ada tokoh ahli dalam tarekat ini, karena mereka hanya
memakai satu metode perhitungan yakni Aboge. Dalam pengambilan
keputusan, hanya diwakilkan oleh para sesepuh tarekat ini saja yang
berembuk untuk menetapkan kapan jatuhnya awal bulan kamariyah
(Ramadhan, Syawal dan Zulhijah) adapun untuk perhitungannya sudah
banyak yang mahir untuk menghitungnya, karena cara tersebut cukup
mudah dan sederhana.148
Menurut tarekat ini hisab rukyat dan tarekat itu berbeda,
artinya hisab Aboge hanya salah satu metode yang tarekat ini gunakan
dalam menetapkan awal bulan kamariyah. Sehingga tarekat ini menolak
jika dikatakan sebagai aliran Aboge. Karena menurut tarekat ini, antara
tarekat dan metode Aboge tidak ada kolerasi. Aboge dan rukyatul hilal
147
Ahmad Izzuddin, Op.Cit,. h. 2 148
Wawancara dengan kiayi Mustaqim sesepuh dusun Kapas sekaligus anggota rapat
penetapan awal bulan kamariyah. 27 September 2011
81
hanya sebagai cara dalam melakukan ijtihad penentuan awal bulan
kamariyah.
Merujuk pada fenomena yang ada di masyarakat yang
menyatakan bahwa tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah merupakan aliran
pengikut Jawa Islam Aboge, sebagaimana yang diberitakan dibeberapa
media elektronik dan media massa.149
Nampaknya penulis kurang begitu
setuju dengan pernyataan tersebut. Penulis lebih berargumentasi jika
dikategorikan sebagai aliran semi Aboge, karena aliran ini tidak serta
merta secara utuh menggunakan hasil kalender Aboge dalam penetapan
awal bulan kamariyah. Karena faktanya mereka menggunakan
perhitungan Aboge hanya dijadikan sebagai arah-arah (pedoman) ketika
melaksanakan rukyatul hilal. Sedangkan, untuk ketetapannya mereka
merujuk pada hasil rukyat yang dilaksanakan setiap tanggal 27, 28 dan
29 kalender Aboge. Inilah yang menjadi perbedaan, aliran ini dengan
aliran Aboge yang lain.
Sebagaimana yang penulis ketahui, fenomena penentuan 1
Syawal 1432 H merupakan bukti bahwa tarekat ini mengeluarkan
ketetapan sendiri yang didasarkan hisab rukyat sebagaimana yang
mereka terapkan, semestinya jika mereka konsisten dengan prinsip
Aboge, maka mereka akan menetapkan Idul Fitri jatuh pada hari Kamis
Pahing/1 September 2011 sebagaimana penanggalan Jawa Islam Aboge.
149
Diunduh dari dari mediajatim.com.on line
82
Akan tetapi, dalam kenyataannya mereka menetapkan 1 Syawal 1432 H
pada hari Rabu Legi/31 Agustus 2011. 150
Tabel kalender Jawa Islam menurut prinsip Aboge 1944 J/ 1432 H151
No Bulan Hari Pasaran
1 1 Suro 1 Kamis 1 Legi
2 1 Sapar 3 Satbu 1 Legi
3 1 Mulud 4 Ahad 5 Kliwon
4 1 Bakdomulud 6 Selasa 5 Kliwon
5 1 Jumadilawal 7 Rabu 4 Wage
6 1 Jumadilakhir 2 Jumat 4 Wage
7 1 Rejeb 3 Sabtu 3 Pon
8 1 Ruwah 5 Senin 3 Pon
9 1 Poso 6 Selasa 2 Pahing
10 1 Sawal 1 Kamis 2 Pahing
11 1 Selo 2 Jumat 1 Legi
12 1 Besar 4 Ahad 1
Legi
Legi
Dari tabel perhitungan Aboge di atas, dapat diketahui
bahwasanya 1 Syawal 1944 J jatuh pada hari Kamis Pahing. Akan tetapi,
jika kita dapat membandingkan dengan kalender jawa Islam Asapon
sebagaimana yang masih berlaku di keraton Yogyakarta sampai saat ini.
Akan terlihat bahwa dalam keputusan 1 Syawal 1432 H lalu, sama
halnya dengan hasil perhitungan hisab Asapon yang jatuh pada Rabo
Legi.
150
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar selaku pimpinan tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah Mujadadiyah Al Aliyah dusun Kapas Dukuhklopo Jombang Jawa Timur 151
Diolah dari data dan cara perhitungan hisab Jawa Islam Aboge dalam pustaka Muhyiddin
Khazin, Ilmu Falak Praktis, Yogyakarta:2004, h.118
83
Tabel awal bulan kalender Jawa Islam prinsip Asapon 1994/1432 H152
No Bulan Hari Pasaran
1 1 Suro 1 Rabu 1 Kliwon
2 1 Sapar 3 Jumat 1 Kliwon
3 1 Mulud 4 Sabtu 5 Wage
4 1 Bakdamulud 6 Senin 5 Wage
5 1 Jumadilawal 7 Selasa 4 Pon
6 1 Jumadilakhir 2 Kamis 4 Pon
7 1 Rejeb 3 Jumat 3 Pahing
8 1 Ruwah 5 Ahad 3 Pahing
9 1 Poso 6 Senin 2 Legi
10 1 Syawal 1 Rabo 2 Legi
11 1 Selo 2 Kamis 1 Kliwon
12 1 Besar 4 Sabtu 1 Kliwon
Dari perbandingan di atas, ada dua kesimpulan yang dapat kita
tarik yakni menurut hemat penulis, secara tidak langsung tarekat ini
inkonsistensi dalam menggunakan prinsip hisab Aboge dengan indikasi :
pertama, dalam prinsip Aboge bulan puasa berjumlah 30 hari, akan
tetapi mereka hanya melaksanakan puasa selama 29 hari.153
Hal tersebut
sangat menyalahi aturan Aboge yang pada prinsipnya umur bulan
Ramadhan adalah 30 hari karena termasuk bulan-bulan genap. Kedua,
sesuai dengan perhitungan kalender Aboge, hari raya 1 Syawal 1432 H
152
Ibid, 153
Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al Aliyah menetapkan awal puasa jatuh
pada hari Selasa, 2 Agustus 2011 lebih telat satu hari dari ketetapan Pemerintah yang menetapkan 1
Ramadhan jatuh pada hari Senin (1 Agustus 2011), hal tersebut berdasarkan istikamal. Diambil dari
http://nasional.inilah.com/read/detail/1754672/jemaah-islam-aboge-jombang-mulai-puasa-besok pada
hari Senin, 9 Januari 2012
84
akan jatuh pada hari Kamis Pahing, akan tetapi mereka menetapkan hari
raya pada hari Rabu Legi.154
Dengan demikian, posisi kalender Jawa Islam Aboge bagi
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah bukan menjadi dasar ketetapan,
namun sekedar untuk menentuan kapan waktu untuk melakukan
rukyatul hilal, karena pada realitasnya mereka lebih menguatkan metode
rukyat sebagai bahan penetapan awal bulan kamariyah.
Dalam diskursus ilmu falak, hisab Aboge termasuk dalam
kategori hisab urfi. Sedangkan hisab urfi tidak relevan jika dijadikan
pedoman dalam penentuan awal bulan kamariyah. Karena hisab urfi
umur bulan Ramadhan selalu 30 hari. Sedangkan dalam konteks ilmu
astronomi modern, bulan Ramadhan bisa saja berumur 29 hari atau 30
hari. Umur bulan dalam hisab urfi bersifat statis, bulan ganjil berumur
30 hari, sedangkan bulan genap berumur 29 hari. Hisab yang lebih
relevan jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan kamariah
adalah hisab hakiki, baik hakiki takribi, hakiki tahkiki, dan hakiki
kontemporer. Hisab kontemprer merupakan hisab yang paling akurat
jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan kamariah,
khususnya bulan ibadah yakni Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, karena
menyangkut keabsahan ibadah.155
154
Ibid, 155
Slamet Hambali. Op.cit, h. 16
85
Walaupun pada dasarnya mereka telah mengenal berbagai
metode hisab serta berbagai rukyat dengan alat kontemporer. Namun,
mereka lebih berkeyakinan metode Aboge adalah cara perhitungan yang
cocok dan pas karena prinsip perhitungannya yang sudah pasti. Lepas
dari itu, penulis menduga bahwa penggunaan metode hisab Aboge
hanya dikarenakan metode tersebut cukup mudah untuk dipelajari serta
perhitungan sangat sederhana. Artinya mereka terbelenggu oleh
kesederhanaan metode yang diturunkan telah lama oleh sesepuh mereka.
2. Analisis metode rukyatul hilal yang dipakai tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah
Menurut tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, rukyatul hilal
adalah sebagai ijtihad untuk membuktikan kebenaran hisab. Agar
penentuan awal bulan kamariyah mecapai tingkat ainul yakin (benar-
benar yakin). Dalam pelaksanaan rukyatul hilal, pada tanggal 27, 28 dan
29 kalender Aboge pimpinan tarekat mengutus para santri dan pemuda
setempat untuk melaksanakan rukyatul hilal di tempat-tempat yang
dianggap memungkinkan hilal terlihat.156
Berpijak pada permasalahan rukyatul hilal, penulis
mengidentifikasi ada dua hal yang menjadi persoalan tentang rukyatul
hilal menurut tarekat ini. Pertama, rukyat yang mereka lakukan
156
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar pada 7 Agustus 2011
86
dianggap termasuk kategori rukyat istitar,157
yakni melihat bulan yang
sudah terlihat. Sebagaimana ketentuannya mereka melakukan pedoman
dengan menggunakan penanggalan Aboge yang pada prinsip
pemberlakuannya kalender ini mundur 1 hari dari kalender Hijriyah.
Sehingga, rukyat yang mereka lakukan terindikasi telah masuk bulan
baru kamariyah, dan kemungkinan besar hilal pada tanggal tersebut
sudah cukup tinggi dan mudah terlihat. Biasanya mereka meyakininya
sebagai petunjuk dari Allah SWT yang memberikan petunjuk dengan
memperlihatkan bulan sebagai tanda mulainya bulan baru.
Kedua, karena mereka enggan untuk menggunakan alat bantu
atau teknologi sebagai sarana untuk mempermudah dalam pelaksanaan
rukyat, sebagaimana pemahaman mereka bahwa penggunaan alat rukyat
tersebut barangkali lebih riskan terjadi kesalahan yang disebabkan alat
tersebut hasil ciptaan manusia yang memiliki kemampuan sangat
terbatas. Sedangkan, dengan menggunakan mata telanjang merupakan
asli ciptaan Allah SWT, dimana prinsipnya ketika rukyat berhasil
melihat hilal berarti hal tersebut merupakan petunjuk langsung dari
Allah SWT untuk penentuan awal bulan.
Akan tetapi, walaupun demikian perkembangan terakhir
memperlihatkan jika mereka sedikit bergeser untuk mengikuti
157
Menurut KH.Nasuha Anwar rukyat istitar yakni melihat hilal ketika sudah tanggal
1 dan 2, dimana ketika hilal akhir bulan tidak terlihat maka biasanya diawal bulan bisa
terlihat. Ibid,
87
perkembangan zaman. Terbukti dengan menggunakan alat bantu
teropong atau alat pengamat benda jauh, hal tersebut merupakan desakan
dari para tokoh muda tarekat tersebut untuk memudahkan dalam
pelaksanaan rukyatul hilal.158
Sehingga penulis berpendapat, jika rentan
waktu mendatang barangkali sedikit demi sedikit minside yang mereka
bawa akan mulai ditinggalkan.
Untuk tempat pelaksanaan rukyatul hilal, mereka tidak
memberikan standar khusus dimana mereka akan melaksanakan rukyatul
hilal, yang mana selain di pantai Tanjungkodok dan Kenjeran Surabaya.
Mereka juga melaksanakan rukyatul hilal di daerah sekitar Jombang
seperti pegunungan Tunggorono dan kawasan persawahan Tembalang.
Padahal, sebagaimana penulis ketahui di daerah pegunungan
Tunggorono dan kawasan persawahan di kecamatan Tembelang.
Menurut hemat penulis bahwa tempat rukyat tersebut tidak cukup
representatif apabila digunakan sebagai rukyatul hilal. Karena di
sekelilingnya merupakan perbukitan dan hutan jati. Selain itu, secara
geografis kabupaten Jombang letaknya cukup jauh dari laut.159
Sehingga
hal ini dimungkinkan sebagai penyebab ketidakberhasilan rukyatul hilal
yang mereka lakukan.
158
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar pada 27 September 2011 sebagaimana
pelaksanaan rukyatul hilal penentuan 1 Syawal 1432 H yang menggunakan teropong. 159
Sebagian besar wilayah di kabupaten Jombang merupakan dataran rendah, yakni
90 % wilayahnya berada pada 500 m di atas permukaan laut. Yang terbagi menjadi tiga
wilayah besar. Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang pada 9 Januari
2011
88
Oleh sebab itu, rukyatul hilal merupakan metode yang dipakai
sebagai landasan penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah.
Dalam hal ini, rukyatul hilal adalah upaya final dan penentu sekaligus
pedoman dalam rukyatul hilal. Hal ini menurut mereka sebagai wujud
aplikasi dari perintah Allah yang tertera di dalam nash nya.
Ketetapan tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah yang terkadang
bersamaan dengan ketetapan pemerintah hanya sebatas kebetulan.
Karena memang berdasarkan usaha dan hasil yang didapat memang
sama. Sebagaimana penulis ketahui pada tahun 2011 ini saja, moment
penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah. Tidak semuanya
berbeda dengan ketetapan pemerintah.
Tabel perbandingan ketetapan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah 1432 H
BULAN T.Naqsabandiyah Pemerintah KETERANGAN
1 Ramadhan 2 Agustus 2011 1 Agustus 2011 Beda160
1 Syawal 31 Agustus 2011 31 Agustus 2011 Sama161
10 Zulhijah 7 November 2011 6 November 2011 Beda162
Momentum penentuan 1 Syawal 1432 H/1944 J, adalah salah
satu contoh ketetapan yang dikeluarkan tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah, yang secara kebetulan berbarengan dengan keputusan yang
160
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar (pimpinan tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah) di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang. 7 Agustus 2011 161
Wawancara.KH.Nasuha Anwar (pimpinan tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah) di
dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan Jombang. 27 September 2011 162
Diambil dari http//www.antaranews.co. Jamaah Naqsabandiyah Jombang salat
Idhul Adha Senin (7/11). Pada tanggal 9 Januari 2011.
89
dikeluarkan pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Agama
RI.163
Sebagaimana hasil pengamatan penulis yang dicocokan pada
data pada tanggal 30 Agustus 2011/29 kalender Jawa Islam Aboge, hilal
memang cukup imkanurrukyah (memungkinkan untuk dilihat).
Data hilal pada tanggal 30 Agustus 2011 dengan hisab kontemporer164
Data ketinggian hilal pada tanggal 30 Agustus 2011 (29
kalender Aboge) sangat memungkinkan hilal akan terlihat, sekalipun
dari daerah Jombang yang notabene merupakan daerah yang tidak cukup
representatif untuk dilakukan rukyatul hilal. Sehingga, berdasarkan data
keadaan hilal inilah, penulis berasumsi rukyah yang mereka laksanakan
163
Diakses dari liputan Tvone.sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1432. Senin, 29
Agustus 2011 pukul 20:00 WIB 164
Diolah dari Diolah dari makalah Slamet Hambali yang berjudul “Hisab Awal
Bulan Kamariyah Sistem Ephimeris” disampaikan pada orientasi Hisab Rukyat di Pondok
Pesantren Daarunnajaah Jerakah Tugu Semarang Jawa Tengah tanggal 30 Dzulqo’dah-2
Dzulhijjah 1429 H/28-29 November 2008
LT : -70 32’ BT : 112
0 13 Tinggi tempat : 44 m
1. Ijtima’ akhir Ramadhan 1432 H terjadi pada hari Senin Wage
tgl 29 Agustus 2011 pada pukul 10.05.16.27 WIB
2. Matahari terbenam pada tgl 30 Agustus 2011 : 17.31.3,02
WIB
3. Sudut waktu matahari : 890 50’ 38.16”
4. Tinggi hilal hakiki : 150 22
’ 9,04
”
5. Tinggi hilal mar’I :140 38’ 39.94”
6. Mukust / lama hilal di atas ufuk = 0j 58
m 34.66
d
7. Azimuth Bulan : 2690 20’ 32.1”
8. Azimuth Matahari = 2780 59’ 10.4”
9. Posisi Hilal -90 38’ 38,24” (Selatan Matahari)
90
berhasil melihat hilal. Dan menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada
tanggal 31 Agustus 2011 sebagaimana Ketetapan Pemerintan RI. Yang
mana ketetapan tarekat tersebut sangat tidak sesuai dengan kalender
Aboge yang 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Kamis Pahing 1
September 2011.
Para penganut Aboge pada umumnya dalam penetapan awal
bulan kamariyah tentu akan lebih lambat dari ketetapan pemerintah. Hal
ini dikarenakan sifat dari pada prinsip Aboge itu sendiri yang
semestinya sudah ditinggalkan dan beralih pada perhitungan kalender
Jawa Islam dengan prinsip Asapon. Sehingga kurang tepat jika aliran ini
dikatakan sebagai aliran Aboge, karena pada kenyataannya tidak pasti
ketetapan yang mereka keluarkan selalu berbeda dengan pemerintah.
Hal di atas diperkuat sejauh penelusuran penulis, 4 tahun
terakhir dari tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 berturut-turut mereka
menetapkan idul fitri berbeda dengan pemerintah. Hal ini berdasarkan
keterangan tokoh sentral tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Mujadadiyah Al-Aliyah. Namun demikian, dari pengurus sendiri tidak
memiliki data secara resmi yang mencatat ketetapan awal Ramadhan,
Syawal dan Zulhijah tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah. Umumnya
mereka memberikan ikhbar secara lisan saja. Mengenai data perhitungan
91
hisab sendiri, hanya sebatas perhitungan biasa yang tidak ada catatan
secara structural.165
TABEL KETETAPAN 1 SYAWAL 1426-1432 H
Tahun Pemerintah166
T.Naqsabandiyah Keterangan
2005/1426 H 3 November 2005167
4 November 2005 Sama
2006/1427 H 26 Oktober 2006 27 Oktober 2006 Beda
2007/1428 H 12 Oktober 2007 13 Oktober 2007 Beda
2008/1429 H 1 Oktober 2008 2 Oktober 2008 Beda
2009/1430 H 20 September 2009 21 September 2009 Beda
2010/1431 H 10 September 2010 10 September 2010168
Sama
2011/1432 H 31 Agustus 2011 31 Agustus 2011 Sama
Selain itu, penulis menemukan indikasi bahwasanya ketetapan
ini bukanlah resmi ketetapan yang dikeluarkan tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah. Metode seperti di atas merupakan metode yang telah turun
temurun dipakai oleh kalangan keluarga pimpinan tarekat ini. Yang
mana sebagaimana tradisi masyarakat setempat mereka lebih
mengkultuskan hasil ketetapan kiai atau sesepuh mereka, dari pada
katetapan pemerintah. artinya ketetapan ini murni tidak
mengatasnamakan tarekat. Karena keduanya memang tidak memiliki
implementasi secara langsung.
165
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur pada 18 Mei 2012 166
Di unduh dari http:rukyatulhilal.org. pada 20 Mei 2012 167
Diakses Gatra.com.pemerintah Menetapkan Idul Fitri 3 November 2005 pada 14
Mei 2012 168
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar di dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur pada 18 Mei 2012
92
B. Analisis Latar Belakang Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah
Mempertahankan Prinsip Hisab Rukyat dalam Penentuan Awal
Bulan Kamariyah
Secara sosial kultural para jamaah tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah merupakan gerakan keagamaan yang bercorak tasawuf dan
tradisionalis. Padahal gerakan tasawuf pada umumnya tidak terlalu
memberikan perhatian khusus terkait dengan penentuan awal bulan
kamariyah. Akan tetapi tarekat ini memiliki prinsip tersendiri tentang
hal tersebut tentunya disebab oleh beberapa faktor yang
melatarbelakanginya. Adapun faktor-faktor tersebut menurut penulis
adalah sebagai berikut :
a. Faktor Historis
Prinsip yang mereka pegang mengikuti “lelampahe wong
tuwo”169
yakni mengikuti apa yang telah diamalkan oleh para leluhur
dari sejak zaman dahulu. Metode hisab Aboge dan rukyatul hilal telah
dipakai dalam penentuan awal bulan kamariyah secara turun temurun.
Pada zaman dahulu, para sesepuh di dusun Kapas memiliki
prinsip dalam penetapan awal bulan kamariyah mereka melakukan
ijtihad dan menetapkan sendiri. Hal ini dikarenakan sebagai keyakinan
dalam penetapan waktu ibadah. Mereka tidak mempercayai penetapan
maupun ijtihad orang lain.
169
Wawancara dengan bpk.Mustaqim pada tanggal 26 September 2011
93
Pada dasarnya, pimpinan tarekat ini (kiai Nasuha Anwar) telah
mengenal berbagai metode hisab dan rukyat dalam penentuan awal
bulan kamariyah, akan tetapi menurut hasil analisis penulis dari
argumen-argumen yang diutaran dapat ditarik kesimpulan. Pertama,
mereka masih mempertahankan metode Aboge karena dirasa metode
paling mudah untuk dipelajari dan diterapkan, berbeda dengan metode
hisab yang lain. Kedua, hisab Aboge dan rukyatul hilal ini merupakan
warisan para nenekmoyang yang harus tetap dilaksanakan, adapun
mengapa mereka tidak beralih kehisab Asapon, hal tersebut disebabkan
kurangnya sosialisasi dan pengetahuan yang cukup intens tentang ilmu
hitung kalender Jawa Islam tersebut.
Jikalau dalam penetapnya ada diantara anggota tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah yang tidak mengikuti ketetapan pimpinan
tarekatnya maka mereka lebih bersikap menghormati dan bertoleransi
antar satu dengan yang lain. Karena sifat ketetapan ini tidak mengikat
keseluruhan anggota tarekat.
“anggota tarekat ingkang mboten Derek nggeh wonten, tur kito mboten
nopo-nopo Mbok gawe yo ora bungah, ora mbok gawe yo ora susah.”170
Ketetapan ini sangat demokratis, kebanyakan yang mengikuti
ketetapan ini berkisar mereka yang berasal dari desa Dukuhklopo yang
170
“tidak semua anggota tarekat mengikuti ketetapan pimpinan tarekat, ada sebagian
juga anggota yang tidak mengikuti ketetapan. Akan tetapi, kita tidak tidak
mempermasalahkan hal itu. Dalam prinsip kita, anda ikutketetapan kita tidak terlalu senang,
anda tidak mengikuti ketetapan kita juga tidak sedih.” Ibid,
94
para sesepuhnya ketururan dari jamaah tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah. Sehingga, mereka ikut melestarikan kepercayaan dan tradisi
terdahulunya, serta enggan untuk meninggalkannya.
b. Interpretasi Nash
Alasan mengapa mereka memilih untuk menetapkan awal
bulan kamariyah secara internal. Hal tersebut dikarenakan interpretasi
terhadap nash-nash yang berkaitan dengan penetapan Ramadhan,
Syawal dan Zulhijah. Pemahaman Surat Al Baqarah Ayat 183, mereka
tafsirkan bahwasanya perintah untuk berpuasa hanya kepada orang-
orang yang beriman.
“Hai orang-orang yang beriman berpuasalah kalian ketika telah masuk
waktunya puasa, dan tingkatkanlah ketaqwaan mu kepada Allah SWT.
Dalam kutipan ayat di atas sudah jelas bahwa perintah puasa dan
penetapannya hanya kepada orang yang beriman bukan kepada
pemerintah yang saat ini diwarnai oleh korupsi dan lain-lain’’171
Hal ini diperkuat dengan pemahaman mereka terhadap
potongat ayat dalam surat Al-Baqarah ayat 185 :
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
Artinya : “….barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada
bulan itu…”(Al-Baqarah : 185)
Dimana ayat ini dinyatakan sebagai peritah yang bersifat qath’i
sebagai dasar pelaksanaan rukyatul hilal. Bulan merupakan jalan
171
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar (tokoh sentral tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah). 7 Agustus 2011
95
petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT dalam menentukan kapan awal
bulan baru.
“Dalil nya kan sudah sangat jelas toh, barangsiapa diantara kamu semua
telah bersaksi (melihat hilal), maka berpuasalah. Perintah itu sudah tidak
bisa ditawar lagi”172
Selain itu, dalam hadits tentang penetapan puasa dan hari raya
kata تهصوموالروءي diartikan sebagai perintah dalam menentukan awal
bulan kamariyah dengan menggunakan rukyat bil haq atau rukyat bin
nadhor yakni melihat hilal dengan mata telanjang.
Berdasarkan intrepetasi di atas, penulis menilai hal tersebutlah
sekiranya cukup mempengaruhi latar belakang mereka mempertahankan
prinsip metode yang mereka lestarikan dengan konsekuensi menafikan
perkembangan teknologi sebagai pembantu dalam pelaksanaan rukyatul
hilal, serta tetap mengeluarkan keputusan awal bulan kamariyah secara
intern.
c. Kepercayaan
Para leluhur tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah telah
menerapkan sistem hisab rukyat dalam penentuan awal bulan kamariyah
secara internal telah lama, sehingga para anak turun penganut tarekat ini
juga mengikuti. Walaupun tidak semuanya seperti itu, secara mayoritas
khususnya di dusun Kapas hampir semua ikut ketetapannya baik muda
maupun tua.
172
Ibid,
96
Menurut pendapat mereka, ilmu falak sebagaimana yang
banyak dipelajari khalayak itu hanya sebatas sebagai prakiraan, tidak
bisa dijadikan sebagai penentu untuk masalah ritual keagamaan.
Demikian, dalam penetapan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah harus
mencapai pada taraf haqqul yaqin karena ini adalah persoalan manusia
dengan Allah SWT.173
Dari sinilah, keyakinan akan tradisi yang telah
dipegang oleh leluhur mereka harus tetap dan terus dilestarikan.
Ditambah dengan adanya sebuah prinsip untuk selalu mengajarkan
kepada para anak cucu anggota tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah.
Dari tahun ke tahun dan sampai saat mereka memang tidak
pernah mengikuti ketetapan pemerintah. mereka selalu menetapkan
sendiri dan diikuti oleh penganut tarekat di desa setempat. Adapun jika
berbarengan dengan ketetapan pemerintah hal tersebut lebih karena
kebetulan ketetapan harinya sama.
Dari zaman dahulu nenek moyang tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah memang tidak mau terlibat dalam dunia politik, tidak ikut
campur dengan persoalan pemerintah. sebagai ulama mereka harus
menjaga “kealiman”. Mereka mengenal istilah yang diajarkan oleh para
sesepuh mereka terdahulu.
173
Wawancara dengan bpk. Mustaqim (sesepuh dusun Kapas, sekaligus Jamaah
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah) 26 September 2011
97
“sing sopo wonge wong alim nak wis gelem kumpul utowo dulen nang
nggone pemerintah akan dikurangi pahala ibadahnya selama 40 hari”174
Persoalan peribadatan merupakan persoalan otoritas individu
yang tidak boleh dikendalikan maupun ada intimidasi dari orang lain
sekalipun pemerintah sebagai otoritas yang berdaulah dan sah. Persoalan
agama itu lebih kepada persoalan keyakinan dan hubungan antara
manusia dengan Allah SWT, sehingga manusia satu dengan yang lain
tidak ada hak untuk ikut campur.
Ajaran yang berkembang, serta pemikiran yang telah tertanam
pada mereka menilai bahwa ulil amri dalam hal ini pemerintah sebagai
pemegang kendali dipegang oleh orang-orang yang kurang alim untuk
memahami dan menentukan persoalan agama.
Mereka mengibaratkan manusia memegang agama sama
halnya memegang “mowo” (api) jika tidak kuat memegangnya maka
akan mereka lepas. Mereka menggambarkan bagaimana persoalan
penetapan awal bulan kamariyah ini banyak para ilmuan dan tokoh
ulama yang saling berselisih pendapat dan bersteru dengan argumentasi
mereka masing-masing. Hal tersebut dinilai sebagai potret hasil dari
campur tangan pemerintah. Selain itu, mereka juga menyandar pada
hadits yang menjelaskan bahwasanya orang-orang alim tidak boleh
terlalu dekat para pemimpin. Karena hal tersebut akan mengurangi
174
“Barangsiapa orang alim yang suka bersilahturahmi dengan pemerintah bahkan
sering berkunjung ke rumah penguasa atau pemimpin maka akan dikurangi pahala ibadahnya
selama 40 hari” Wawancara KH.Nasuha Anwar pada tanggal 7 Agustus 2011
98
tingkat kealimannya. Sehingga jika orang-orang terlalu mengikuti
pemerintah.175
Penulis menyadari bahwa aliran ini merupakan gerakan tarekat,
yang mana menurut pendapat penulis secara tidak langsung ajarannya
sangat mempengaruhi pemikiran mereka khususnya kaitannya dengan
penentuan awal bulan kamariyah. Yang sesungguhnya tidak ada
implikasinya sama sekali dengan keberadaan mereka sebagai gerakan
tasawuf.
Dan pada akhirnya, penulis lebih menilai jika kemunculan
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dengan metode penentuan awal
bulan kamariyahnya tersebut. Menjadi sebuah term baru yang mewarnai
dinamika pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Pluralisme semakin
begitu tampak, ketika para kelompok minoritas yang mengatasnamakan
golongan secara mandiri mengeluarkan ketetapan dan tidak berpihak
terhadap pemerintah. sehingga, hal semacam ini menambah polemik di
kalangan umat dan mendorong adanya upaya untuk tercapainya ittahad
umat.
175
Ibid,
99
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Dalam penentuan awal bulan kamariyah tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah Mujadadiyah Al-Aliyah dusun Kapas Dukuhklopo Peterongan
Jombang Jawa Timur mengkombinasikan dua metode hisab rukyat yang
jarang ditemukan pada kelompok-kelompok lain, yakni :
a. Kalender Jawa Islam Aboge dijadikan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan rukyatul hilal.
b. Rukyatul hilal atau rukyat bil haq, yang juga dikenal dengan rukyat
bin nadhor (rukyat dengan menggunakan mata telanjang).
c. Dalam penetapan awal bulan kamariyah mereka tetap berpedoman
pada hasil rukyat. Aboge hanya dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
rukyatul hilal.
2. Sebagaimana analisa penulis, ada beberapa faktor-faktor yang
melatarbelakangi tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah Al-
Aliyah sehingga masih mempertahankan prinsip hisab dan rukyatnya,
yakni
Petama, faktor historis yang sangat kental sehingga membentuk sebuah
adat kebiasaan, yang secara turun temurun metode ini diajarkan dan
diwariskan. Praktis, mereka bersikukuh mempertahankan prinsip tersebut.
100
Kedua, interpretasi nash yang tekstual seputar perintah untuk berpuasa
serta hadits nabi yang terkait perintah dalam pelaksanaan rukyatul hilal.
Ketiga, kepercayaan yang terbangun dan dipengaruhi oleh ajaran mereka
sebagai gerakan tarekat. Yakni asumsi mereka bahwa persoalan agama
adalah persoalan individu, sehingga siapapun itu tidak ada otoritas untuk
mencampurinya.
B. Saran-saran
1. Kepeda pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Agama
RI sekiranya tetap melakukan pendekatan-pendekatan emosional dan
dialogis tentang penentuan awal bulan kamariah kepada tarekat
Naqsabandiyah Khalidiyah, meskipun upaya seperti sudah pernah
dilakukan. Namun, pendekatan secara kontinuitas memang sangat perlu
dilakukan kembali.
2. Persoalan perbedaan penetapan memang seharusnya tidak pelu ditanggapi
secara ekstrim, karena mereka memiliki keyakinan dan dasar masing-
masing. Akan tetapi, jika hal tersebut sebagai upaya ittihad umat, maka
tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, perlu menanggalkan sikap
egosentrisnya khususnya dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Zulhijah.
101
3. Penulis berasumsi dengan berpijak pada perkembangan zaman dan budaya
modernitas manusia lambat laun ketetapan individu akan sedikit ditinggal.
Kita bisa melihat indikasi jamaah yang mengikuti ketetapan tarekat ini
dari waktu kewaktu semakin bertambah ataukah berkurang.
C. Penutup
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Meskipun penulis telah berupaya secara optimal, namun penulis sadar skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga masih perlu adanya kritik dan
saran yang konstruktif sebagai bahan masukan dalam penulisan nantinya.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya. Amiiiiiinnn
1
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abu Bakar, Bahrun, Penjelasan Hukum-Hukum Syariat Islam
(Terjemah Ibaanatul Ahkam), Bandung : Penerbit Sinar
Baru Algesindo, 1994.
Ansorullah, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Jamaah Muslimin
(Hizbullah) di Indonesia, Skripsi Sarjana Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Anwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Pelajar Offse,
1998
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2002
Azhari, Susiknan, Melacak Pemikiran Saadoeddin Djambek Dalam
Sejarah Pemikiran Hisab Di Indonesia, (Tesis)
Yogyakarta : PPs IAIN Sunan Kalijaga, 1998.
_________, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2005.
_________, Hisab dan Rukyat (Wacana Untuk Membangun
Kebersamaan Ditengah Perbedaan), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.
ke-1, 2003.
_________, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains
Modern), Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, Cet. ke-2,
2007
2
________, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1972.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, Jakarta : Kencana
Pernada Media Group, Cet. ke-3, 2007.
Badan Hisab dan Rukyah, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta : Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981
B.J.Habibie, Rukyah Dengan Teknologi, Jakarta : Gema Insani, 1996
D.N Danawas dan Purwanto, Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Biulan
Ramadhan dan Syawal, makalah dalam BP Planetarium,
Jakarta, 1994.
Depag RI.Alamanak Hisab Rukyat, Jakarta: Ditbinbaper, 1981
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: CV
Penerbit Jumanatul ’Ali, 2005,
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi IV Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, Cet ke-4,
2008.
Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
IV, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum, Cet ke-4, 2005
Djamaluddin, Thomas, Menggagas Fiqh Astronomi (Telaah Hisab
Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya),
Bandung : Kaki Langit, 2005.
________, Hisab Astronomi dalam Republika, edisi Rabu 8 Januari
1997
Fauzi, Tahrir. Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariyah Sistem
Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah. Skripsi sarjana Fakultas Syariah
IAIN Wallisongo.2010,tp
Hadi, Sutrisno. 1999. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset
3
Hamidy, Muamal, Menuju Kesatuan Hari Raya, Surabaya: Bina Ilmu,
1995.
Hambali, Slamet Melacak Metode Penentuan Poso dan Royoyo
Kalangan Keraton Yogyakarta, Penelitian Individual IAIN
Walisongo Semarang, 2003,
________, Pemikiran Tahun Jawa Islam Sultan Agung, dalam Zenith
Husain, Abu Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, Juz III, Beirut: Dar
al Fikr,
Ilyas, Muhammad 1984. Islamic Calender, Kuala Lumpur; Times and
Qiblat
Izzuddin, Ahmad, Analisis Krisis Hisab Awal Bulan Qomariyah Dalam
kitab Sullamun Nayyrain, (Skripsi), Semarang; Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo, 1997
________, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia ( Sebuah Upaya Penyatuan
Mazhab Hisab dan Mazhab Rukyah, (Tesis), Semarang;
PPs IAIN Walisongo, 2001
________, Fiqih Hisab Rukyat (menyatukan NU dan Muhammadiyyah
dalam penentuan awal Ramadhan, idul Fitri dan Idul
Adha) Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007
________, dalam laporan Penelitian, Fiqh Hisab Rukyat Kejawen
(Studi Atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat
Dusun Golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa Tengah).
IAIN Walisongo Semarang, 2006
________, Ilmu Falak Praktis (Metode HIsab Rukyat Praktis dan
Solusi Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika,
2006,
Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka,
2005
4
________, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik) Yogyakarta : Buana
Pustaka, Cet ke-1, 2004.
________, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta:
Ramadhan Press, 2009,
Lajnah Falakiyah PBNU, Pedoman Operasional Penyelenggaraan
Rukyat bil Fi’li di Lingkungan Nahdlatul Ulama, Jakarta :
PBNU.
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah Dar al-Masyruq, Beirut:
Maktabah Al-Tajriyah Al-Kubro, 1986,
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman
Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta:Majlis Tarjih dan
Tajdid PP Muhammadiyah, 2009
Maskufa, Ilmu Falaq, Jakarta : Gaung Persada Perss.2009.
Murtadho, Moh..Ilmu Falak Praktis, Malang : UIN Malang Perss.2008
M. Yunan Yusuf, Yusron Rozaq, Sudarnoto Abdul Hakim.Ensiklopedi
Muhammadiyah, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2005.
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Jakarta : Bumi Aksara,
2001
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab Rukyah : Telaah Sains, Syari’ah,
Tehnologi, Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
Sabiq, Fairuz, Telaah Metodologi Penetapan Awal Bulan Qamariyah di
Indonesia, (tesis), Semarang: Program Pascasarjana IAIN
Walisongo Semarang, 2007.
Setyanto, Hendro, Membaca Langit, Jakarta : al-Guraba, 2008,
Supriatna, Encup, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung : PT Rafika
Aditama, 2007
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian.cet ke-9, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1995
5
Syifa’ul Anam, Ahmad.. Study Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyah
Dalam Kitab Khulasotul Wafiyah Dengan Metode Hakiki
Bit Tahqiq, (Skripsi) Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo, 1997
Sujuthi, Mahmud, Politik Tarekat, Yogyakarta : Galang Press, 2001
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1995
Taufiq, M, Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Menurut Muhammadiyah Dalam Perspektif Hisab Rukyah
Di Indonesi, skripsi sarjana Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, 2006
Wardan, Muhammad, Hisab Urfi dan Hakiki, cet ke-2, Yogyakarta,
1957
Yasin, As’ad, et al, Terjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid I,
Jakarta:Gema Insani, 2006.
Zakaria, Rizal, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Kalender
Jawa Islam Aboge Sebagai Ancer-ancer Rukyah Dalam
Penentuan 1 Syawal 1430 H Aliran Thoriqoh
Naqsabandiyah Kholidoyah Mujadadiyah Al Aliyah
Dusun Kapas Klopo Peterongan Jombang. Skripsi sarjana
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.
Wawancara
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar, 7-8 Agustus 2011
Wawancara dengan KH.Nasuha Anwar 27 September 2011
Wawancara dengan Mustaqim, 27 September 2011
Wawancara dengan Sa’adah, 27 September 2011
Wawancara dengan Kepala Desa Dukuhklopo 28 September 2011
6
Wawanacara dengan Bapak Syukur, 27 September 2011
Wawancara dengan Muhaimin, 26 September 2011
Media on line
media jatim.com.on line
Maktabah Syamilah, Shahih Muslim, edisi ke-2,
www.badilag.net Kamis, 02 Desember 2010 pukul 04:05 WIB.
http//www.wikipedia,org.com pada tanggal 18 September puku 10:00
WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang pada 18 Desember 2011.
http://nasional.inilah.com/read/detail/1754672/jemaah-islam-aboge-
jombang-mulai-puasa-besok pada hari Senin, 9 Januari 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang pada 9 Januari 2011
Media Elektronik
Headline news yang disiarkan langsung oleh Metro Tv pada Sabtu, 11
Agustus 2010 pukul 10 : 00 WIB
Diakses dari liputan Tvone.sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1432. Senin,
29 Agustus 2011 pukul 20:00 WIB
http//www.antaranews.co.id
Lampiran I
PERHITUNGAN AWAL BULAN KAMARIYAH 1 SYAWAL 1432 H MARKAZ
JOMBANG (LT :-70 32’ dan BT : 112
0 13’)
A. Menentukan terjadinya ijtima’ akhir Ramadhan 1432 H, yang diperkirakan terjadi
antara tanggal 28 Agustus 2011 M atau 29 Agustus 2011 M, dengan langkah sebagai
berikut :
1. Perhatikan Fraction Illumination ( cahaya bulan ) terkecil dari Ephemeris 2011 pada
bulan juli, pada tanggal 28 dan 29 Agustus 2011 M. cahaya bulan terendah diperoleh
pada tanggal 29 Agustus 2011 M. pk. 2 GMT, pk. 3 GMT dan pk. 4 GMT. yaitu
0,00182 kemudian 0.00180 dan 0.00183 Setelah itu perhatikan Ecliptic Longitude
Matahari ( EL ) dan Apparent Longitude Bulan ( AL ) pada jam jam tersebut dan pilih
yang cocok, yaitu yang pertama AL harus lebih kecil dari EL dan yang kedua AL harus
lebih besar dari EL. Dalam hal ini ternyata ijtima’ terjadi antara pukul 3 GMT dan 4
GMT atau antara pk.10 WIB dan pk. 11 WIB.
JAM GMT EL AL
3 1550 27’ 16” 155
0 24’ 13”
4 1550 29’ 41” 156
0 01’ 21”
2. Kemudian lakukan interpolasi dengan rumus sebagai berikut:
IJTIMA’ = J1 + ((EL
1 – AL
1) ((AL
2 – AL
1) – (EL
2 – EL
1)))
= pk.3 + ((1550 27’ 16”– 155
0 24’ 13”) ((156
0 01’ 21”-155
0 24’ 13”) –
(1550 29’ 41”- 155
0 27’ 16” )))
= pk. 30 5’ 16.27” GMT + 7
j
= pk. 10. 5. 16.27 GMT masuk pada tanggal 29 Agustus 2011 yaitu hari
Senin Wage
Berarti IJTIMA’ akhir Ramadhan 1432 H. terjadi hari Senin Wage, tanggal 29 Agustus
2011 M. pk. . 10.5. 16,27 WIB
A. Menentukan terbenam Matahari di kota Jombang Jawa Timur pada tanggal 30 Ramadhan
1432 H./ 30 Agustus 2011 M. dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus:
h0 = - ( ku + ref + sd )
ku adalah kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus:
- ku = 00 1’.76 h
= 00 1’.76 44 m
= 00 11’ 40,47”
- ref = 00 34’(refraksi/pembiasan tertinggi saat ghurub)
- sd = 00 16’ semi diameter matahari rata-rata.
h0 = - ( ku + ref + sd )
= - ( 00 11’ 40.47” + 0
0 34’ + 0
0 16’ )
= - 10 1’ 40,47”
2. Tentukan deklinasi matahari ( 0 ) dan equation of time ( e ) pada tanggal 30 Ramadhan
1432 H./ 30 Agustus 2011 M. saat ghurub di kota Jombang dengan prakiraan ( taqriby )
maghrib kurang lebih pk. 18 WIB ( 11 GMT ), diperoleh:
0 = 090 02’ 09” dan e = -00
j 0
m 45
d.1
3. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) prakiraan ( taqriby ) saat terbenam dengan rumus:
Cos t0 = sin h0 cos x cos 0 - tan
x tan 0 .
= sin -10 1’ 40.47” cos -7
0 32’ 00” cos 9
0 02’ 09” – tan-7
0 32’ 00”x
tan 90 02’ 09”
t0 = 89˚ 50’ 41.59”
= + 5˚ 59’ 22,77”
4. Terbenam matahari = pk. 12 + (+5j 59
m 22.77
d )
= pk. WH – e + ( BTd –BT
x )
= pk 17. 59. 55.42 – ( -00j 00
m 45
d) + ( 105
0-112
0 13’)
= pk. 17. 31. 16 WIB.
5. Tentukan deklinasi matahari ( 0 ) dan equation of time ( e ) pada tanggal 30 Ramadhan
1432 H./ 30 Agustus 2011M. Saat ghurub di Jombang Jawa Timur yang sesungguhnya (
hakiki ), yaitu pk. 17. 31. 16 WIB dengan melakukan interpolasi sebagai berikut:
6. Deklinasi matahari ( 0 ) pk. 17. 39. 11.89 WIB. dengan rumus :
0 = 01 + k (0
2 -0
1 )
01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 09
0 03’ 03”
02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 09
0 02’ 09”
k ( selisih waktu ) = 00 j 31
m 16
d
= 090 03’ 03”+ 00
j 31
m 16
d .( 9
0 02’ 09 ” - 9
0 03’ 03” ) = 9
0 2’ 34.86”
7. Equation of Time ( e ) pk. 17. 31. 16 WIB. dengan rumus:
1. Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah Ditjen Bimas Islam Depag RI, Ephemeris
2009, bulan September.
e = e1 + k (e
2 - e
1 )
e1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = -00
j 00
m 46
d
e2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = -00
j 00
m 45
d
k ( selisih waktu ) = 00j
31m
16 d
e =-00j 00
m 46
d + 00
j 31
m 16
d .(-00
j 00
m 45
d -
_ 00
j 00
m 46
d )
=-000
00’ 44.48”
8. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) sesungguhnya ( hakiki ), saat terbenam dengan
rumus:
Cos t0 = sin h0 cos x cos 0 - tan
x tan 0 .
= sin-10 11’ 40.47” cos -7
0 32’ 00” cos 9
0 2’ 34.86”
–tan-70 32’ 00” x tan 9
0 34.86”
t0 = 890 50’ 38.16”
= +5j 59
m 22.54
d
9. Terbenam matahari = pk. 12 + ( +5j 59
m 22.54
d )
= pk. 17. 59. 22.54 WH – e + ( BTd –BT
x )
= pk. 17. 59. 55.27 – (-00j 00
m 44.48
d) + ( 105
0-112
0 13’)
= pk 17. 31. 3.02 WIB.
B. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 31.3.02 WIB ( pk. 10. 31. 3.02
GMT ) dengan rumus:
Cotan A0 = tan 0 cos x : sin t – sin
x : tan t0.
= tan 90
2’ 34.86” x cos -70 32’ 00” sin 89
0 50’ 38.16”
– sin -7
0 32’ 00”
tan 890 50’ 22.54”
A0 = 810 0’ 49.56” ( UB )
Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 – 81
0 0’ 49.56”
= 2780 59’ 10.4”
C. Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) pk. 17. 31. 3.02 WIB ( pk. 10. 31. 3.02
GMT ) dengan rumus interpolasi sebagai berikut:
ARA0 = ARA01 + k ( ARA0
2 – ARA0
1 )
ARA01
( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 1580 26’ 29”
ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 158
0 28’ 46”
k ( selisih waktu ) = 00 j 31
m 3.02
d
ARA0 = 1580 26’ 29”
+ 00
j 31
m 3.02
d (158
0 28’ 46” – 158
0 26’ 29”)
= 1580 27’ 39.9”
D. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA ) pk. 17. 31. 3.02 WIB ( pk. 10. 31. 3.02 GMT )
dengan rumus interpolasi sebagai berikut:
ARA = ARA1 + k ( ARA
2 – ARA
1 )
ARA1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 173
0 10’ 16”
ARA2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 173
0 44’ 44”
k ( selisih waktu ) = 00j 31
m 3.02
d
ARA = 1730
10’ 16” + 00j 31
m 3.02
d x (173
0 44’ 44”– 173
0 10’ 16”)
= 1730 28’ 6.2”
G. Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t ) pk. 17. 31. 3.02 WIB ( pk. 10. 31. 3.02 GMT ) dengan
rumus sebagai berikut:
t = ARA0 + t0 - ARA
= 1580 27’ 39.9”+ 89
0 50’ 38.16”
– 173
0 28’ 6.2”
= 740 50’ 11.86”
H. Menentukan deklinasi Bulan ( ) pk. 17. 31. 3.02 Wib ( pk. 10. 31. 3.02 GMT )) dengan
menggunakan rumus interpolasi sebagai berikut:
= 1 + k (
2 -
1 )
1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = -02
0 29’ 41”
2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = -02
0 44’ 16”
k ( selisih waktu ) = 00j 31
m 3.02
d
= -020 29’ 41” + 00
j 31
m 3.02
d x (-02
0 44’ 16”- (-02
0 29’ 41”))
= -20 37’ 13.82”
I. Menentukan Tinggi Bulan Hakiki ( h’ ) dengan menggunakan rumus:
Sin h = sin x sin + cos
x cos cos t .
Sin h = sin -70 32’ 00” x sin -2
0 37’ 13.82” + cos -7
0 32’ 00” x cos -2
0 37’ 13.82” x
cos 740 50’ 11.86”
h = 150 22’ 09.04” ( tinggi hilal hakiki )
J. Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal Mar’i ( h ):
1. Parallaks ( Par ), digunakan untuk mengurangi tinggi hilal hakiki.
Untuk mendapatkan Parallaks ( Par ) harus melalui tahapan sebagai berikut:
a. Menentukan Horizontal Parallaks (HP) saat ghurub, dengan rumus interpolasi
sebagai berikut:
HP = HP1 + k ( HP
2 – HP
1 )
HP1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 01
0 00’ 45”
HP2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 01
0 00’ 45”
k ( selisih waktu ) = 00j 31
m 3.02
d
HP = 010 00’ 45” + 00
j 31
m 3.02
d x (01
0 00’ 45”– 01
0 00’ 45”)
= 10 0’ 45”
b. Parallaks ( Par ) = HP cos h.
= 10 0’ 45” x cos 15
0 22’ 9.04”
= 00 58’ 34.65”
1. Semi diameter ( s.d. ) bulan tidak perlu diperhitungkan karena yang memantulkan
cahaya bukan bagian atas, melainkan kadang kala busur bagian bawah kanan, kadang
kala bawah kiri dan kadang kala busur bagian bawah tepat. Dalam hal ini adalah bagian
bawah kanan.
2. Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki, dan untuk mendapatkan
refraksi dapat digunakan rumus interpolasi yang datanya diambil dari tabel refraksi:
Ref = Ref1 + k ( Ref
2 - Ref
1 )
Ref1 ( h = +15
0 52’ ) = 00
0 03,4’
Ref2 ( h = +15
0 27’ ) = 00
0 03,3’
k ( selisih ) = ((150 22’ 9.04” - 15
0 19’ ) ( 1
0 27’ - 1
0 18’ ))
Ref = 000 03.4’+((1
0 51’ 48.23” - 1
0 52’ ) ( 1
0 58’ - 1
0 52’ ))x(00
0 03.3’ - 00
0 03.4’ )
= 000 17’ 30.59”
3. Kerendahan ufuk ( ku / dip ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki. Dan untuk
mendapatkannya dapat digunakan rumus:
ku / dip = 00 1’,76 h
= 00 1’.76 44 m
= 00 11’ 40,47”
K. Menentukan tinggi hilal mar’i ( h’ ), dengan rumus:
h’' = h( - Par + Ref + ku
= 150 22’ 9.04” - 0
0 58’ 34.65” + 00
0 17’ 30.59 + 0
0 11’ 40.47”
= 140 38’ 00”
L. Azimuth hilal ( Az ) dapat diperoleh denga rumus:
Cotan A = tan cos x : sin t – sin
x : tan t .
= tan -20 37’ 13.82” x cos -7
0 32’ 00” : sin 74
0 50’ 11.86” – sin -7
0 32’ 00” : tan
740 50’ 11.86”
= 890 20’ 32.16” UB
Az = 3600
- 890 20’ 32.16”
= 2690 20’ 32.1”
M. Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:
P = Az – Az0
= 2690 20’ 32.1” - 278
0 59’ 10.4”
= -090 38’ 38.24” ( sebelah selatan matahari terbenam ).
N. Cahaya hilal dapat diperoleh dengan rumus:
Cahaya hilal = PI1 + k ( PI
2 – PI
1 )
PI1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 0,00308
PI2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 0,00347
k ( selisih waktu ) = 00j 39
m 12.74
d.
Cahaya hilal = 0,00308 + 00j 39
m 12.74
d x ( 0,00347 – 0,00308 )
= 0,00333488016 ( 0,333488 % )
Data hilal pada tanggal 30 Agustus 2011 markaz kota Jombang :
1. Ijtima’ akhir Ramadhan 1432 H terjadi pada hari
Senin,,,tgl 29 Agustus 2011 pada pukul
2. Matahari terbenam pada tgl 30 Agustus 2011 =
17.31.3,02 WIB
3. Tinggi hilal hakiki = 150 22
’ 9,04
”
4. Tinggi hilal mar’I = 140 38
5. Mukust / lama hilal di atas ufuk =
6. Azimuth Bulan : 2690 20’ 32.1”
7. Azimuth Matahari = 2780 59’ 10.4”
8. Posisi Hilal -90 38’ 38,24”
PERHITUNGAN KALENDER JAWA ISLAM 1944 J
Kalender Jawa Islam :
Tahun pertama = Alip (ا)
Tahun Kedua = ehe (ه)
Tahun kedua = jim (ج)
Tahun Keempat = Ze (ز)
Tahun Kelima = Dal (د)
Tahun keenam = Be (ب)
Tahun ketuju = Wawu (و)
Tahun kedelapan = jim akhir (ج)
Beberapa ketentuan dalam kalender jawa islam :
1. Tahun Jawa Islam = tahun Hijriyah + 512
2. Satu Windu = 8 Tahun = 2.385 hari
3. Tahun Panjang (wuntu) jatuh pada urutan ke 2, 5 dan 8
4. Selisih 1 Suro 1555 J dengan 1 Muharam 1 H = 369.251 hari
5. Selisih 1 Suro 1555 J dengan 1 Januari 1 M = 596.267
6. Tahun 1555-1626 J adalah Ajumgi (tahun alip jum’at legi)
7. Tahun 1627-1746 J adalah Amiswon (tahun Alip Kamis Kliwon)
8. Tahun 1747-1866 J adalah Aboge (Alip Rabu Wage)
9. Tahun 1867-1986 J adalah Asapon (tahun alip selasa pon)
10. Tahun 1987-2106 J adalah Anehing (tahun alip senin pahing)
Untuk mengetahui nama tahun serta nama hari dan pasaran pada tanggal 1 Suro tahun
tertentu, maka dapat diketahui dengan cara ybs di kurangi 1554 kemudian di bagi 8. Sisanya
dicocokkan pada jadwal berikut ini =
JADWAL TAHUN JAWA
SISA NAMA TAHUN Hr Ps
111 Alip 1 1
2 Ehe 5 5
3 Jim awal 3 5
4 Ze 7 4
5 Dal 4 3
6 Be 2 3
7 Wawu 6 2
8 Jim Akhir 3 1
Contoh Perhitungan :
Menghitung tanggal 1 Syawal 1432 H
1432 + 512 = 1944
1944
1554 –
390 : 8 = 48 sisa 6
Tahun 1944 termasuk kelompok Asapon Lihat sisa 6 nama tahunya Be sedang hari dan
pasaranya Kamis Legi. Jadi 1 Suro 1944 J jatuh pada hari Kamis Legi (Menurut Aboge).
Jika kita urutkan
BULAN HR PS
Suro 1 1
Sapar 3 1
Mulud 4 5
Bakdo Mulud 6 5
Jumadil Awal 7 4
Jumadil Akhir 2 4
Rejeb 3 3
Ruah 5 3
Poso 6 2
Sawal 1 2
Dhulkangidah 2 1
Besar 4 1
Keterangan :
Hari dan pasaran apa saja pada tanggal 1 Suro tahun berapa saja nilainya adalah 1 (satu),
sehingga untuk tanggal 1 berikutnya, hari dan pasarannya tinggal mengurutkan hari dan
pasaran yang keberapa dari tanggal 1 Suro itu sesuai dengan angka yang ada pada jadwal
tersebut.
PENANGGALAN JAWA ISLAM ABOGE TAHUN 1944 JAWA
No Bulan Hari Pasaran
1 1 Suro 1 Kamis 1 Legi
2 1 Sapar 3 Sabtu 1 Legi
3 1 Mulud 4 Ahad 5 Kliwon
4 1 Bakdamulud 6 Selasa 5 Kliwon
5 1 Jumadilawal 7 Rabu 4 Wage
6 1 Jumadilakhir 2 Jumat 4 Wage
7 1 Rejeb 3 Sabtu 3 Pon
8 1 Ruwah 5 Senin 3 Pon
9 1 Poso 6 Selasa 2 Pahing
10 1 Syawal 1 Kamis 2 Pahing
11 1 Selo 2 Jumat 1 Legi
12 1 Besar 4 Ahad 1 Legi
PENANGGALAN JAWA ISLAM ASAPON 1944 JAWA
Jika berdasarkan perhitungan kalender Jawa Islam Asapon, maka 1944 merupakan tahun
Be dengan hari ke 2 adalah hari Rabu (dihitung dari hari Selasa), dan pasaran ke 3 adalah
Kliwon. Jadi 1 Suro 1944 berdasarkan prinsip Asapon jatuh pada hari Rabu Kliwon.
No Bulan Hari Pasaran
1 1 Suro 1 Rabu 1 Kliwon
2 1 Sapar 3 Jumat 1 Kliwon
3 1 Mulud 4 Sabtu 5 Wage
4 1 Bakdamulud 6 Senin 5 Wage
5 1 Jumadilawal 7 Selasa 4 Pon
6 1 Jumadilakhir 2 Kamis 4 Pon
7 1 Rejeb 3 Jumat 3 Pahing
8 1 Ruwah 5 Ahad 3 Pahing
9 1 Poso 6 Senin 2 Legi
10 1 Syawal 1 Rabo 2 Legi
11 1 Selo 2 Kamis 1 Kliwon
12 1 Besar 4 Sabtu 1 Kliwon
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Kholisoh
Tempat, tanggal lahir : Tuban, 12 September 1990
Alamat Asal : Dungharjo RT 003/RW 002 Kedungharjo Bangilan
Tuban Jawa Timur
Alamat Sekarang : PP. Daarunnajaah Jalan Stasiun No. 275 Jrakah
Tugu Semarang Jawa Tengah
Jenjang Pendidikan :
a. Pendidikan Formal
1. MI Islamiyah Kedungharjo(Lulus 2002)
2. Mts Al Falah Bangilan (Lulus 2005)
3. MAN Tambakberas Jombang (Lulus 2008)
4. IAIN Walisongo Semarang (2008-sampai sekarang)
b. Pendidikan Non Formal
1. Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa
Timur tahun 2005-2008
2. Madrasah Diniyah Al-Ishlahiyah tahun2005-2008
3. Pendidikan Bahasa Inggris di Pare pada bulan Juli tahun 2009
4. Pondok Pesantren Daarunnajaah, Jalan Stasiun No.275 Jerakah Tugu
Semarang Jawa Tengah
Pengalaman Organisasi
1. Devisi P3M CSS MoRA IAIN Walisongo
2. Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang
3. Sekretaris Umum Komunitas Falak Perempuan Indonesia (KFPI)
4. Redaksi Majalah Zenith
5. Redaktur Pelaksana Majalah Santri
6. Ketua Asrama Putri Daarunnajaah
7. Tim Magang Pusat Kajian dan Layanan Falakiyah (PUSKALAFALAK) IAIN
Walisongo Semarang
Semarang, 19 April 2012
Hormat Saya,
Siti Kholisoh
082111098