PENELITIAN AULIA-2.pdf

43
LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA HEALTH LOCUS OF CONTROL DAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI RS. NY. R.A. HABIBIE BANDUNG Oleh : Aulia Iskandarsyah NIP : 132 317 000 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2006

description

penelitian

Transcript of PENELITIAN AULIA-2.pdf

Page 1: PENELITIAN AULIA-2.pdf

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA HEALTH LOCUS OF CONTROL DAN

TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

DI RS. NY. R.A. HABIBIE BANDUNG

Oleh :

Aulia Iskandarsyah

NIP : 132 317 000

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2006

Page 2: PENELITIAN AULIA-2.pdf

1

HUBUNGAN ANTARA HEALTH LOCUS OF CONTROL DAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

DI RS. NY. R.A. HABIBIE BANDUNG

Oleh Aulia Iskandarsyah

Fakultas Psikologi Universitas Padjadajaran

ABSTRAK Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang berat dan menimbulkan gangguan psikologis, hal ini terlihat pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Adanya dampak dari penyakit dan prosedur pengobatan yang harus dijalaninya merupakan suatu situasi yang menekan. Kondisi ini mengakibatkan dampak yang berbeda pada setiap pasien, dari yang mengalami gangguan mood ringan sampai dengan yang menampilkan gejala-gejala depresi. Setiap pasien mempunyai keyakinan kendali atau health locus of control yang berbeda, keyakinan ini akan menentukan sejauh mana pasien mengalami tingkat depresi yang diakibatkan kondisi gagal ginjal kronis yang dialaminya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran dan kejelasan secara empirik mengenai hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di R.S Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan karakteristik sebagai berikut : penderita gagal ginjal kronis yang menderita sakit paling lama 4 tahun dan berumur 40-60 tahun. Dalam penelitian ini sampel yang memenuhi karakteristik sampel berjumlah sebanyak 20 orang. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di R.S Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan The Multidimensional Health Locus of Control Scales Form C dari Wallston, Wallston dan De Vellis dan The Beck Depression Inventory dari Aaron T. Beck. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data nominal, pengolahan data menggunakan metode statistik non parametrik, yaitu uji Chi-Kuadrat. Berdasarkan perhitungan uji korelasi Chi-Kuadrat dengan taraf signifikansi (�) = 0,05, menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of control dengan tingkat depresivitas pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di R.S Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung. Kata kunci : Gagal ginjal, Health locus of control dan Tingkat Depresi

Page 3: PENELITIAN AULIA-2.pdf

2

CORRELATION BETWEEN THE HEALTH LOCUS OF CONTROL AND THE DEPRESSION LEVEL OF CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENT

AT MRS. R. A. HABIBIE HOSPITAL BANDUNG

by Aulia Iskandarsyah

Faculty of Psychology Padjadjaran University

ABSTRACT

Kidney disease is one of terminal illness that could make psychological disturbance, this phenomena appear at many chronic kidney disease patients that suppose to doing hemodialysis. The impact of the illness and the treatment procedure are stressful conditions for the patient. This condition had various impacts for each patient, from the patient who felt a mild mood disturbance to the patient who showed depression symptoms. Each patient has a different health locus of control, this believe will determine how far the patient will feel depressed as an impact from his/her kidney disease condition. The aims oh this research is to have a clear description empirically about the correlation between the health locus of control and the depression level of chronic kidney patient at Mrs. R.A. Habibie Hospital Bandung. The research method used on this research is a correlation. The sampling technique used is a purposive sampling with this characteristic as follow: the patient that has maximum 4 year suffered from kidney diseases, and the age of the patient about 40-60 years old. In this research there were 20 patients that fit with the sample characteristic. The research hypotheses “there is a correlation between the health locus of control and the depression level of chronic kidney patient at Mrs. R.A. Habibie Hospital Bandung.” Data collecting process used the Multidimensional Health Locus of Control Scales Form C from Wallston & Wallston and De Vellis, and The Beck Depression Inventory from Aaron T. Beck. The data from this research is a nominal data, so the data processed using a statistic non parametric method, that is Chi-Square. The result of the Chi-Square with � = 0.05 level of significance showed a non significant correlation between the health locus of control and the depression level of chronic kidney disease patient at Mrs. Ny. Habibie Hospital Bandung. Key words : Kidney Disease, Health locus of control, and depression level

Page 4: PENELITIAN AULIA-2.pdf

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan

karunia-Nya sehingga laporan penelitian dengan judul “Hubungan antara health

locus of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis di R.S Khusus

Ginjal Ny. Habibie Bandung” ini dapat penulis selesaikan.

Berbagai pengalaman menarik dialami peneliti sepanjang proses penelitian

ini, dari mulai interview dan observasi awal dengan para pasien serta perawat sampai

pada pelaksanaan penelitian. Pelajaran serta pengalaman baru yang belum pernah

peneliti alami menjadikan penelitian ini sebagai proses penataan, pengkayaan, dan

pematangan dalam pola berpikir agar peneliti bisa lebih baik dalam melaksanakan

penelitian-penelitian berikutnya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Dekan

Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran dan Ketua Bagian Psikologi Klinis atas

dukungan dan kepercayaannya, Dr. Hasrini R. Soedarsono MHA selaku Direktur

Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung yang telah memberikan izin,

kemudahan dan fasilitas untuk melakukan penelitian ini, Bapak Asep selaku Kepala

bagian Pendidikan di Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung yang telah

banyak memberikan masukan, saran dan kritik selama peneliti melakukan penelitian,

para responden yang telah berbaik hati meluangkan waktunya disela-sela perawatan

untuk memberikan informasi kepada peneliti, serta beberapa pihak yang tidak bisa

kami sebutkan satu persatu yang ikut mendukung dan membantu pelaksanaaan

penelitian ini.

Akhir kata kami harap, semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bandung, Februari 2006

Peneliti

Page 5: PENELITIAN AULIA-2.pdf

4

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK.........………………………………………………………………..

ABSTRACT …………..…..……………………………………………………. KATA PENGANTAR…………………………………………………………. DAFTAR ISI…………………………………………………………………... DAFTAR TABEL……………………………………………………………...

PENDAHULUAN……………………………………………………………... TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. TUJUAN DAN MANFAAT ………………………………………………….. METODE PENELITIAN………………………………………………………

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………... KESIMPULAN DAN SARAN ..……………………………………………… DAFTAR PUSTAKA………………...………………………………………...

i

ii iii iv v

1 8 20 21

26 35 37

Page 6: PENELITIAN AULIA-2.pdf

5

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kontingensi 8 X 2 Health Locus of Control dengan tingkat

depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis

Tabel 2 Hasil Jumlah dan Persentase Tingkat Depresi Tabel 3 Hasil perhitungan median Health Locus of Control Tabel 4 Hasil Jumlah dan persentase Tipologi Health Locus of Control Tabel 5 Hasil uji kontingensi korelasi Tabel 6 Hasil Frekuensi antara Health Locus of Control dengan Tingkat

Depresi

23

26

26

27

28

28

Page 7: PENELITIAN AULIA-2.pdf

6

1. PENDAHULUAN

Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang

sehat, baik sehat secara fisik ataupun sehat secara psikis, karena hanya dalam kondisi

yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi

pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada

permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita.

Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong

penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak terlalu

menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi, ada juga penyakit yang

tergolong penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya dan dapat

mengganggu kondisi emosional. Menurut hasil dari penelitian Holmes dan Rahe

tahun 1967 dengan menggunakan Live Even Scale atau biasa dikenal sebagai Holmes

and Rahe social readjustment rating scale yang mengukur stres dalam perubahan

hidup, terbukti bahwa sakit merupakan kondisi yang menimbulkan tekanan secara

psikologis dengan angka cukup tinggi yaitu 53 poin, angka ini menunjukkan

banyaknya perubahan kehidupan yang harus dilakukannya. Salah satu penyakit yang

tergolong berat adalah penyakit gagal ginjal.

Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang terjadi ketika kedua ginjal gagal

menjalankan fungsinya. Adapun fungsi ginjal adalah sebagai tempat membersihkan

darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak

diperlukan oleh tubuh dalam bentuk produksi urine (air seni). Hal ini disebabkan

oleh gangguan imunologis yang terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan

metabolik akibat dari Diabetes militus dan amilodosis, gangguan pembuluh darah

ginjal, infeksi terhadap organ ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra serta

adanya kelainan kongenital. Gagal ginjal kronis adalah hilangnya sejumlah nefron

fungsional yang bersifat ireversibel, gejala-gejala klinis yang serius sering tidak

muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang sedikitnya 70% di bawah normal

dan jika jumlah nefron yang rusak melebihi 90%, pasien akan mengalami gagal

ginjal stadium akhir (Guyton dan Hall, 1996).

Sampai saat ini penderita gagal ginjal tergolong banyak, menurut data dari

Yadugi (yayasan peduli ginjal) di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000 penderita

gagal ginjal terminal (GGT), hanya 3.000 diantaranya yang memiliki akses

Page 8: PENELITIAN AULIA-2.pdf

7

pengobatan (Republika, 09 Oktober 2001). Dari angka yang cukup banyak tersebut,

Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah penderita sebanyak 3000

orang dan disusul DKI Jakarta di tempat kedua, dan dari 3.000 orang penderita yang

ada di Jawa Barat tersebut yang mampu ditangani R.S. Khusus Ginjal Ny. Habibie

hanya 600 pasien saja. Angka ini diperkirakan akan terus naik menjadi 10 hingga 20

ribu orang pada rentang tahun 2002 sampai 2004 (Republika, 09 Agustus 2001).

R.S. Khusus Ginjal Ny. Habibie merupakan rumah sakit yang paling besar

dan khusus menangani pasien gagal ginjal. Rumah sakit ini pertama didirikan pada

tanggal 8 Agustus 1988 dengan nama Klinik Ginjal Bandung, kemudian ditingkatkan

statusnya menjadi Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie pada tahun 1996 dengan

menyediakan pelayanan hemodialisis selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Hingga akhir bulan Juli 2003 jumlah pasien gagal ginjal yang melakukan

hemodialisis di rumah sakit ini sebanyak 195 pasien dengan mesin dialisa sebanyak

43 mesin yang seluruhnya merupakan mesin dengan program yang canggih.

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit dengan resiko kematian yang

cukup tinggi, di R.S Khusus Ginjal Ny. Habibie mencapai angka sekitar 17,2%.

Kondisi gagal ginjal kronis dimulai ketika terjadinya kerusakan nefron yang

disebabkan oleh berbagai etiologi. Sisa nefron yang sehat akan mengalami hipertropi

dan terjadi peningkatan laju filtrasi glomelurus dalam usahanya untuk melaksanakan

seluruh beban ginjal. Bila kerusakan terus berlanjut, maka laju filtrasi menjadi

menurun dan akhirnya mencapai titik nol. Bila hal ini terjadi akan menyebabkan

retensi cairan dan elektrolit serta penumpukan sisa-sisa metabolit sehingga

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan volume dan komposisi cairan dalam

ekstrasel.

Dengan kondisi tersebut menimbulkan berbagai gejala yaitu berupa asidosis

metabolik, hiper kalemi, gangguan konduksi jantung, gagal jantung kongestif dan

azotemia. Keadaan tersebut apabila tidak segera dilakukan perbaikan komposisi dan

volume cairan dalam darah, maka dapat menimbulkan kematian. Prosedur

pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah melalui

hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi (cangkok) ginjal, tetapi karena mahalnya

biaya operasi transplantasi ginjal dan susahnya mencari donor ginjal, maka cara yang

paling banyak digunakan adalah hemodialisis.

Page 9: PENELITIAN AULIA-2.pdf

8

Hemodialisis adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dan retensi zat-

zat sisa metabolisme dari dalam darah ke cairan dialisa melalui membran semi

permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi, ultrafiltrasi dan konveksi

sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah mendekati normal. Proses

pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki homeostasis tubuh, namun tidak

untuk mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga untuk mempertahankan

hidupnya pasien harus melakukan hemodialisis minimal dua kali seminggu

sepanjang hidupnya.

Penyakit gagal ginjal menyebabkan pasien mengalami permasalahan-

permasalahan yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang dirasakan sebagai

kondisi yang menekan. Permasalahan fisik yang dialami pasien gagal ginjal kronis

yaitu berupa adanya perubahan pada tubuh seperti kelebihan cairan, anemia, tulang

mudah rapuh dan penurunan masa otot. Selain itu keluhan fisik lainnya berupa

kesemutan, warna kulit hitam kekuningan, pruritus, perut buncit, kurang gizi, pada

beberapa pasien mengalami kelumpuhan , mual, tidak nafsu makan dan penurunan

fungsi seksual.

Permasalahan Psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronis ditunjukan

dari semenjak pertama kali pasien divonis mengalami gagal ginjal. Beberapa pasien

merasa frustrasi, putus asa, marah dan adanya perasaan tidak percaya akan hasil

diagnosa dokter, bahkan ada seorang pasien yang menjadi marah pada dokter dan

mogok makan ketika dia diberitahu bahwa dia mengalami gagal ginjal dan harus

menjalani hemodialisis. Dari hasil interview yang dilakukan peneliti, didapat bahwa

setelah mengalami sakit mereka merasa rendah diri sehingga mereka menjadi jarang

bertemu dengan orang lain. Seorang pasien mengatakan bahwa dia sekarang jarang

pergi keluar rumah dan tidak aktif lagi di lingkungan seperti dulu, misalnya ketika

diundang untuk menghadiri suatu acara di kelurahan dia hanya diam dan

mendengarkan saja karena sebenarnya dia merasa malas untuk menghadiri acara

tersebut disebabkan dia merasa rendah diri dihadapan teman-temannya dan merasa

dirinya sudah tidak bisa mengerjakan apa-apa lagi.

Pada beberapa pasien mengaku dirinya diliputi oleh perasaan cemas, khawatir

dan adanya perasaan takut mati. Mereka enggan untuk melakukan aktivitas

dikarenakan adanya anggapan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi dikarenakan

Page 10: PENELITIAN AULIA-2.pdf

9

penyakit yang dideritanya, sehingga mereka lebih banyak mengurung diri di dalam

kamar, mengalami gangguan tidur, penurunan nafsu makan dan penurunan minat

seksual. Mereka menilai bahwa dari semenjak menderita penyakit, hidupnya selalu

dalam keadaan ketidak beruntungan, tidak memiliki harapan dan sangat sensitif

terhadap kritik dan saran. Selain itu adanya prognosa yang negatif menyebabkan

pada beberapa pasien mengaku dirinya pesimis akan kesembuhannya, bahkan

beberapa orang mengaku dirinya sempat berusaha bunuh diri dengan makan

berlebihan atau dengan memotong nadi tangannya dikarenakan merasa putus asa dan

lelah melakukan hemodialisis.

Dari hasil penelitian tentang pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronis

yang melakukan hemodialisis, terdapat enam tema utama muncul, yaitu : Kemarahan

karena penyakitnya telah membuat dirinya menderita, keputusasaan, ketidak

berdayaan, merasa lelah menjalani hemodialisis, merasa lebih baik dalam dukungan

keluarga dan pasrah pada Tuhan yang memberi kekuatan untuk menghadapi

penyakitnya (Mira Suminar, Skripsi, 2001).

Adanya permasalahan psikologis yang dialami oleh para penderita,

mengindikasikan bahwa situasi gagal ginjal yang dialaminya merupakan kondisi

yang sangat menekan dan hal ini menimbulkan gejala-gejala depresi. Menurut Rodin

G. dan Karen V. (1989) gejala-gejala depresi sering ditemukan pada penderita

dengan penyakit fisik, meskipun sering tidak dikenali dan tidak diobati seperti halnya

pada penyakit akibat stroke, jantung, gagal ginjal dan beberapa penyakit fisik lainnya

atau sering disebut dengan istilah depresi terselubung. Pasien-pasien yang sedang

menjalani perawatan di rumah sakit kebanyakan menunjukkan gejala depresi akibat

atau bersamaan dengan penyakit fisik.

Permasalahan sosial yang dialami pasien gagal ginjal yaitu berupa adanya

anggapan dari masyarakat dan keluarga yang menganggap mereka sebagai individu

yang cacat, sehingga seseorang yang sudah menjalani hemodialisis dengan kondisi

yang tergolong baik tetap tidak masuk kerja dan menjadi enggan untuk melakukan

kegiatan-kegiatan lainnya. Adanya anggapan seperti ini menjadi suatu permasalahan

yang menghambat dalam pemulihan kembali kehidupan pasien yang menjalani

hemodialisis.

Page 11: PENELITIAN AULIA-2.pdf

10

Adanya dampak dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya, menyebabkan

para pasien akan berusaha untuk melakukan penilaian terhadap situasi menekan

tersebut dan akan berupaya untuk menanggulanginya. Adanya diagnosa yang negatif,

kondisi yang memburuk dan mengetahui ketidak efektifan treatment yang dijalaninya

merupakan suatu stresor. Hal ini akan menimbulkan suatu keyakinan kendali pada

diri pasien terhadap kesehatannya. Keyakinan kendali diri terhadap kesehatan ini

merupakan derajat keyakinan seseorang apakah kesehatannya ditentukan oleh faktor

internal atau oleh faktor eksternal, dalam artian para pasien merasa bahwa dirinyalah

yang bertanggung jawab terhadap kesehatannya atau dia merasa bahwa

lingkungannya yang memberi andil terbesar akan kesehatannya.

Keyakinan kendali diri terhadap kesehatan ini berbeda-beda pada setiap

orang, sebab ditentukan oleh penilaian dan pengalaman-pengalaman selama rentang

kehidupannya, sehingga menimbulkan perilaku yang berbeda-beda pula. Pada

sebagian orang menampilkan perilaku yang lebih positif, dimana mereka termotivasi

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melakukan hemodialisis

secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan, mereka

merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan aktivitas seperti orang lain

walaupun tidak seperti sebelumnya. Mereka merasa bahwa kondisi kesehatannya

ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi pada sebagian orang lainnya menampilkan

perilaku yang lain, dimana mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatannya,

sehingga dalam menjalani hemodialisis dan prosedur pengobatan pun harus didorong

oleh orang lain karena mereka beranggapan bahwa kondisi kesehatannya sekarang

tergantung pada dokter, perawat dan keluarganya ataupun dia beranggapan bahwa

dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena semua itu telah ditentukan oleh

Tuhan.

Penilaian penderita terhadap penyakitnya serta pengalaman-pengalaman

hidupnya akan menentukan keyakinan kendali diri terhadap kesehatannya. Hal ini

menentukan bagaimana seseorang menyikapi penyakit yang dideritanya, sehingga

akan mendasari perilaku yang ditampilkannya. Dengan adanya keyakinan kendali

diri terhadap kesehatan ini akan menentukan sejauhmana penderita mengalami

gejala-gejala depresi.

Page 12: PENELITIAN AULIA-2.pdf

11

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

Hubungan antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi pada pasien gagal

ginjal kronis di rumah sakit Ny. R. A Habibie Bandung.

PERUMUSAN MASALAH

Setelah mengalami gagal ginjal, seseorang akan melakukan penilaian

terhadap sumber stres tersebut. Seseorang akan melihat apakah keadaan tersebut

dapat ia tanggulangi atau tidak, sehingga akan memunculkan keyakinan kendali diri

pada diri seseorang terhadap kesehatannya yang disebut Health Locus of Control.

Konstruksi utama pendekatan Multidimensional Health Locus of Control dibagi

menjadi 2 bagian, yaitu : Internal dan external.

Internal Health Locus of Control berarti bahwa pasien yakin kalau yang

bertanggung jawab terhadap kesehatannya adalah dirinya sendiri. External Health

Locus of Control dibagi menjadi 2 bagian yang terpisah, yaitu : Powerfull Others

adalah keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh orang lain yang berpengaruh

seperti dokter, perawat, teman dan keluarga. Sedangkan Chance Health Locus of

Control adalah keyakinan bahwa kesehatan adalah masalah nasib, takdir dari Tuhan.

Untuk pasien yang mempunyai penyakit kronis biasanya lebih meyakini External

Health Locus of Control dari pada Internal Health Locus of Control (Wallston &

Wallston, 1981 : 217).

Situasi dan persepsi tentang penyakit gagal ginjal dan prosedur

pengobatannya berpotensi dan dapat menimbulkan berbagai tekanan atau stres.

Tekanan ini dapat berupa tekanan fisik akibat kerusakan organis pada fungsi

ginjalnya ataupun tekanan psikologis yang berupa sikap terhadap penyakit dan

keyakinan akan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya, serta tekanan sosial

dengan adanya anggapan dari keluarga dan masyarakat sebagai orang cacat.

Tekanan tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala depresi pada para

penderita. Depresi adalah keadaan mood yang ditandai dengan adanya perasaan yang

tidak adekuat, perasaan sedih, penurunan dalam aktivitas dan reaktifitas, pesimis,

kesedihan dan simptom-simptom lainnya.

Secara terperinci Beck (1967) menguraikan simptom-simptom depresi

menjadi : Simptom emosional yaitu perubahan perasaan atau tingkah laku yang

Page 13: PENELITIAN AULIA-2.pdf

12

merupakan akibat langsung dari keadaan perasaannya. Simptom kognitif yaitu

manifestasi kognitif yang muncul berupa adanya penilaian diri yang rendah, harapan-

harapan yang negatif, menyalahkan dan mengkritik diri sendiri, tidak dapat

memutuskan dan adanya distorsi body image. Simptom motivasional yaitu berkaitan

dengan hasrat dan ketergugahan penderita yang cenderung regresif dan simptom

gejala fisik-Vegetatif yaitu muncul dalam bentuk mudah lelah, kehilangan nafsu

makan, tidur lebih sedikit, kehilangan minat seksual dan beberapa gejala lainnya.

Maka dari itu pertanyaan penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan

antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi pada pasien gagal ginjal

kronis di rumah sakit Ny. R. A. Habibie Bandung.

Page 14: PENELITIAN AULIA-2.pdf

13

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Health Locus of Control

Konsep Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter yang

mengacu pada social learning theory. Konsep menerangkan dan menganalisa proses

belajar yang terjadi pada manusia dan hewan. Berdasarkan hasil percobaannya pada

tingkah laku hewan, beliau menganalisis bahwa tingkah laku dapat dikontrol melalui

pemberian imbalan yang dimanipulasi dengan memberikan rangsang yang

menghasilkan kepuasan atau hukuman.

Pada dasarnya teori locus of control membahas tentang lokasi kontrol dalam

kepribadian seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan. Dalam teorinya

Rotter lebih menekankan pada faktor kognitif, terutama persepsi sebagai pengarah

tingkah laku. Teori tersebut menerangkan pula bagaimana tingkah laku dikendalikan

dan diarahkan melalui fungsi kognitif.

Rotter (dalam Phares, 1978) mengungkapkan adanya perbedaan mendasar

dari penghayatan subjektif seseorang terhadap sumber perolehan reinforcement. Ada

yang menganggap perolehan reinforcement berasal dari luar dirinya, Rotter (dalam

Phares, 1978) menyebutnya sebagai orang dengan locus of control internal.

Penghayatan ini diperoleh seseorang berdasarkan pemaknaan terhadap pengalaman-

pengalaman yang diperoleh sebelumnya, misalnya melalui pengalaman-pengalaman

saat itu ia masih kanak-kanak.

Orang dengan tipe internal meyakini kehidupannya hasil kerja karirnya,

ditentukan oleh faktor-faktor internal, seperti usaha, kemampuan dirinya, dan

kemauan. Sedangkan orang dengan tipe ekternal merasakan apa yang diyakininya

bersumber dari hal-hal di luar dirinya, seperti nasib, keberuntungan, dan kekuasaan.

Pada intinya teori locus of control menjelaskan mengenai pusat kendali dan pusat

pengarahan dari setiap perilakunya.

Skala locus of control bersifat kontinum, dalam artian adakalanya seseorang

mempunyai kecenderungan internal locus of control dan adakalanya kecenderungan

eksternal locus of control (Harley London, 1978 : 264-291). Hal ini ditentukan oleh

kondisi yang mempengaruhi perubahan-perubahan keyakinan internal-eksternal

locus of control. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan internal-eksternal

locus of control adalah:

Page 15: PENELITIAN AULIA-2.pdf

14

1) Faktor usia

Seiring dengan bertambahnya usia diharapkan keyakinan locus of control dapat

berkembang lebih tinggi. Dari hasil penelitian Peng (1969) dan Crandal (1965)

didapat bahwa dalam perkembangan seorang anak, sejalan dengan bertambahnya

usia ia akan bertambah efektif dalam mengaktualisasikan dirinya dan semakin

internal locus of control. Lain halnya dengan individu yang di dalam hidupnya

berkembang rasa takut yang akan berperan penting dapat menghilangkan kontrol

internal menjadi eksternal locus of control.

2) Pengalaman dalam suatu lembaga

Individu yang pernah tinggal dalam suatu lembaga seperti panti asuhan, penjara,

lembaga-lembaga pengobatan, secara umum mereka memiliki kecenderungan

eksternal locus of control. Hal ini diakibatkan dari keyakinan individu pada

lembaga tersebut, peraturan, sumber-sumber kekuasaan didalamnya yang

berperan membentuk eksternal locus of control.

3) Stabilitas perubahan faktor latihan dan pengalaman

Menurut Schneider (1971) situasi yang sensitif, seperti konflik dapat

meningkatkan skor eksternal yang lebih tinggi. Dalam pengertian bahwa

kejadian-kejadian yang terjadi secara besar-besaran dan cenderung sensitif dapat

mempengaruhi peningkatan eksternal locus of control.

4) Faktor latihan dan pengalaman

Menurut Nowicki dan Barner (1973) dalam meneliti hubungan locus of control

dengan kerja, didapat bahwa training atau latihan dan pengalaman dapat merubah

keyakinan locus of control.

5) Faktor pengaruh dari terapi

Efek dari terapi memberikan pengaruh terhadap perubahan locus of control. Hal

tersebut didapat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli,

diantaranya Jefrey (1974) bahwa keberhasilan dalam mengatasi peristiwa-

peristiwa yang merugikan atau merubahnya mempunyai kecenderungan

meningkatkan internal locus of control (Harley London, 1978 : 291).

Harapan mengenai health locus of control dipelajari, maka status sehat dan

sakit, juga pengalaman dengan sistem pelayanan kesehatan akan mempengaruhi

keyakinan ini (Wallston & Wallston, 1982 : 79). Data normatif multidimensional

Page 16: PENELITIAN AULIA-2.pdf

15

health locus of control yang diperoleh dari berbagai penelitian di USA menunjukan

bahwa pasien yang menderita penyakit kronis memiliki keyakinan yang relatif tinggi

dalam eksternalisasi kesehatan baik itu Chance maupun Powerfull other, bila

dibandingkan kelompok lain (Wallston dan Wallston, 1981: 217). Faktor-faktor

tersebut relatif konsisten pada bermacam-macam kondisi. Dari data yang diperoleh,

hanya dapat ditarik dugaan bahwa keyakinan tersebut ditimbulkan oleh pengalaman

sakit. Seseorang yang memiliki sejarah penyakit dan karenanya seringkali

berinteraksi dengan pelayanan kesehatan, mungkin mengembangkan keyakinan yang

kompleks dan terdifferensiasi. Seseorang yang berpenyakit kronis mempertahankan

keyakinan pada eksternal health locus of control sebagai keyakinan pada chance

health locus of control. Selain itu seseorang dengan kondisi kronis lebih percaya

pada perawatan anggota keluarga, tenaga professional medis sebagai keyakinan

powerfull others health locus of control yang tinggi.

Bukti tambahan bahwa keyakinan health locus of control berkembang dalam

dengan pengalaman sakit, dipercaya dari survey nasional USA pada penderita

epilepsi dengan menggunakan multidimensional health locus of control scales

sebagai suatu faktor Learned Helplessness (De Vellis dkk, 1980 dan Wallstone &

Wallstone, 1981 : 210). Ditemukan bahwa sejarah penyakit mempengaruhi

keyakinan, pengalaman negatif seperti kendali yang rendah mengakibatkan

berkembangnya keyakinan kendali eksternal yang tinggi (chance & powerfull others)

dan keyakinan kendali internal yang rendah.

Berdasarkan teori dari Rotter, tingkah laku orang dapat diprediksikan dengan

cara mengetahui bagaimana mereka memandang situasi, harapannya mengenai

tingkah laku dan bagaimana mereka menilai akibat-akibat yang mungkin terjadi

sebagai hasil perilakunya dalam situasi tersebut ( Wallston & Wallston, 1981 : 189).

Sebelum dikembangkannya skala yang secara khusus mengukur locus of

control pada pasien medis, telah dilakukan beberapa penelitian di bidang kesehatan

dengan menggunakan alat ukur locus of control yang tidak menyinggung masalah

kesehatan atau penyakit ( I-E dari Rotter & I, P and C Scales dari Levenson ).

Ketertarikan Wallston & Wallston untuk menghubungkan locus of control

dengan situasi pelayanan kesehatan dimulai ketika mereka melakukan observasi pada

pasien baru yang didiagnosis menderita diabetes, yang bersama keluarganya

Page 17: PENELITIAN AULIA-2.pdf

16

mendapat serangkaian pelajaran di rumah sakit yang menyajikan suatu konstruk

internal locus of control.

Pada kesempatan berikutnya, riset utama Wallston & Wallston mencakup

aspek pemberian informasi dalam setting praktek keperawatan, dan mereka melihat

bahwa orientasi locus of control merupakan variabel perbedaan individu yang

mungkin berhubungan dengan pertukaran informasi antara pasien dengan petugas

kesehatan.

Wallston & Wallston, Kaplan, dan Madres (1976) mengkonstruksikan

health locus of control untuk mengukur Internalitas dan Eksternalitas yang relevan

dengan kesehatan orang dewasa. Health locus of control scale terdiri dari campuran

item-item yang memuat kendali personal dan kendali etiologi secara umum. Health

locus of control ini, walaupun bersifat spesifik pada bidang tertentu (kesehatan)

namun tetap merupakan pengukuran harapan yang digeneralisasi / mencakup banyak

setting dan tingkah laku yang berhubungan dengan kesehatan. Individu dengan skor

di atas median disebut health eksternal, mereka diasumsikan memiliki harapan yang

digeneralisasi bahwa dirinya memiliki sedikit kendali pada faktor-faktor yang

menentukan kesehatan (faktor eksternal). Individu dengan skor di bawah median

disebut health internal, dimana meyakini bahwa locus of control kesehatan adalah

internal dan kesehatan adalah akibat dari tingkah lakunya sendiri.

Setelah menggunakan health locus of control sebanyak 6 (enam) kali,

Wallston & Wallston, dkk mulai mempertanyakan keputusan semula untuk

memberlakukan health locus of control sebagi sebuah konsep dimensi. Melalui

faktor analisis dan pengukuran konsistensi internal terbukti bahwa skala ini

berbentuk Multidimensional. Hal ini kemudian mendorong Wallston & Wallston,

De Vellis (1978) untuk menciptakan Multidimensional Health Locus of Control yang

merupakan versi multidimensional dari health locus of control (Wallston &

Wallston, 1981 : 195). Multidimensional Health Health Locus of Control

berdasarkan versi tiga sub skala I-E Scales Rotter yang diciptakan Hanna Levenson

(1973).

Konstruksi utama pendekatan multidimensional Levenson adalah pembagian

dimensi eksternalisasi menjadi 2 (dua) komponen yang berbeda yaitu Powerfull

other dan Chance. Levenson membedakan 2 (dua) tipe orientasi eksternal, yaitu

Page 18: PENELITIAN AULIA-2.pdf

17

keyakinan pada keteraturan dan dapat diprediksikannya dunia bersama harapan

bahwa powerfull others mempunyai potensi untuk mengendalikan. Sangatlah

mungkin apabila individu yang yakin pada kendali powerfull others juga merasakan

adanya cukup keteraturan pada tindakan-tindakan orang lain dan yakin bahwa

dirinya dapat memperoleh reinforcement dengan menampilkan tindakan yang

bertujuan. Pandangan mengenai eksternal ini, akan sangat serupa dengan

konseptualisasi internalitas dari Rotter. Individu yang meyakini Powerfull Others

akan berperilaku dan berpikir dalam cara yang berbeda dari individu yang merasa

dunia tidak teratur dan tidak dapat diprediksikan (Chance). Implikasi utama dari

formulasi ini adalah menjadi “eksternal“ tidak terlalu “buruk” atau maladjusted.

Kontribusi Levenson lainnya adalah dalam cara penyusunan item, dimana seluruh

item dinyatakan secara personal, merefleksikan keyakinan mengenai “self“

(Wallston & Wallston, 1981 : 195).

Multidimensional health locus of control terdiri Dari 3 (tiga) sub skala, skala

Powerfull Others Locus of Control mengukur sejauhmana keyakinan seseorang

bahwa kesehatan ditentukan oleh orang lain yang berpengaruh (dokter, perawat,

keluarga, temans). Skala Chance Locus of Control mengukur sejauhmana seseorang

meyakini bahwa kesehatan adalah masalah kebetulan atau nasib. Kedua skala

eksternal ini tidak digabung untuk membentuk pengukuran eksternal kesehatan yang

menyeluruh tapi dievaluasi secara terpisah. Skala Internal Locus of Control

mengukur internalitas kesehatan, yaitu sejauhmana individu yakin bahwa faktor

internal yang bertanggung jawab terhadap kesehatan.

Tipologi Multidimensional Health Locus of Control

Wallston & Wallston (1982) mengemukakan suatu tipologi berdasarkan

pola skor yang mungkin didapatkan dari skala multidimensional health locus of

control. Tipologi ini tidak dimaksudkan sebagai tipe kepribadian (yaitu karakeristik

individu yang relatif menetap), melainkan didasari pandangan bahwa dengan

menggunakan tipologi maka pola keyakinan individu mungkin akan tergambarkan

secara neuritis.

Ada 8 (delapan) pola harapan health locus of control, berdasarkan relatif

tinggi rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus of

Page 19: PENELITIAN AULIA-2.pdf

18

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control.

Tiga pola pertama adalah tipe “murni”, masing-masing berisi persetujuan. Tiga tipe

berikutnya berisi skor yang tinggi pada dua dimensi dan skor yang rendah pada satu

dimensi. Tipe IV disebut “eksternal ganda” (double health eksternal) karena individu

mendukung dua dimensi eksternal, tapi tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan

internal. Tipe V ditandai oleh skor tinggi pada internal health locus of control dan

powerfull others health locus of control dan skor rendah pada chance health locus of

control. Tipe VI (internal health locus of control dan chance health locus of control

tinggi, powerfull others health locus of control rendah) kemungkinan tidak dijumpai

atau sangat jarang dijumpai. Tipe VII dan VIII seluruh dimensi bersama-sama tinggi

atau rendah) dapat muncul dua kemungkinan, yaitu secara valid merefleksikan

keyakinan health locus of control atau terjadi karena respon bias.

Wortman & Dunkel-Schetter (1979) mengemukakan bahwa keyakinan

internal kemungkinan maladaptive untuk beberapa penderita kanker jika tidak ada

yang dapat mereka lakukan pada kondisi tersebut (Wallston & Wallston, 1982 : 88).

Pasien kanker dengan internal health locus of control yang tinggi (tipe I) mungkin

mencurahkan energi dan penghasilannya secara sia-sia dalam usaha dalam mengubah

kondisinya atau menolak manfaat beberapa treatment yang mungkin efektif, seperti

kemoterapi atau radiasi. Kekurangan lain dari individu dengan tipe I yang kuat

adalah dukungan terhadap keyakinan internal kemungkinan untuk menjauhkan dari

penolong yang potensial.

Pasien dengan penyakit kronis seringkali sangat percaya ada tenaga medis

professional atau orang lain seperti keluarga atau teman. Dalam contoh ini,

keyakinan powerfull others health locus of control yang kuat merefleksikan

kemungkinan situasional aktual yang barangkali adaptif, hanya jika orang lain mau

dan dapat membantu orang yang semata-mata yakin pada powerfull others health

locus of control (tipe II) akan merasa sangat tidak berdaya bila tidak ada orang lain

yang memberikan pertolongan dan petunjuk.

Keyakinan internal health locus of control dapat menjadi respon yang positif

pada pertanyaan “mengapa harus saya ?” yang seringkali merupakan reaksi

permulaan pada munculnya penyakit atau terluka karena kecelakaan. Stricland

(1978) mengemukakan : “Barangkali sikap defensif memiliki manfaat saat seseorang

Page 20: PENELITIAN AULIA-2.pdf

19

yang terbiasa dengan kendali personal tiba-tiba berhadapan dengan peristiwa yang

berada di luar personalnya” (Wallston & Wallston, 1982 : 88). Jadi pada tahap awal

usaha mengatasi penyakit terutama bila kita berada di tangan professional medis

yang kompeten mungkin ada keuntungan yang nyata untuk mejadi individu tipe III

atau IV. Kaitan antara internal health locus of control, afek depresi dan simptom

fisik menunjukkan bahwa keyakinan tipe III mungkin tidak seluruhnya efektif :

hanya jika tidak ada kendali yang nyata maka persepsi akan kurangnya kendali

mungkin akan sangat adaptif.

Dibandingkan tipe dua lainnya barangkali tipe V yang paling adaptif. Pola

keyakinan tipe V bersifat kondusif untuk membangun relasi antar konsumen dan

pemberi jasa pelayanan kesehatan. Konstelasi keyakinan ini terutama sekali

bermanfaat untuk orang yang harus menanggulangi penyakit kronis dimana tanggung

jawab untuk kesuksesan perawatan kondisi kesehatan terletak pada pelaksanaan

aturan pengobatan yang ditentukan dokter.

Tipe VI secara konseptual sulit dipahami, penjelasan yang mungkin adalah

bahwa individu telah belajar bahwa ada beberapa aspek kesehatan yang dapat

dikendalikannya dan aspek-aspek lainnya sama sekali dapat diprediksikan.

Tipe VII adalah yea-sayer, yaitu individu yang setuju dengan seluruh

pernyataan tanpa memperhatikan isinya. Tipe VIII adalah ray-sayer. Jika pola ini

bukan hasil dari respon yang bias, maka penjelasan yang sama dengan yang

diberikan pada tipe VI dapat digunakan untuk tipe VII, di samping itu individu

belajar bahwa beberapa aspek kesehatannya dikendalikan oleh orang lain, individu

ini mungkin lebih baik daripada tipe V karena persetujuan pada keyakinan internal

health locus of control memberikan rasionalisasi yang tepat jika usaha terbaik yang

dilakukan dirinya dan orang lain sia-sia. Tipe VIII mungkin menunjukan ray-sayer

yang paling selektif, bisa saja mengekspresikan pendapat bahwa contoh item yang

terdapat pada skala multidimensional health locus of control tidak merefleksikan

harapan health locus of control sebagai contoh seseorang yang sangat yakin pada

kendali tuhan akan kesehatannya dan penyakit, mungkin termasuk tipe VIII. Tidak

ada klaim bahwa semua kemungkinan keyakinan health locus of control diberikan

oleh ketiga dimensi skala multidimensional health locus of control (Wallston &

Wallston, 1982 : 71).

Page 21: PENELITIAN AULIA-2.pdf

20

Tipe I Tipe II Tipe III

IHLC PHLC CHLC IHLC PHLC CHLC IHLC PHLC CHLC

Tinggi Tinggi Tinggi

Rendah Rendah Rendah

Tipe IV Tipe V Tipe VI

IHLC PHLC CHLC IHLC PHLC CHLC IHLC PHLC CHLC

Tinggi Tinggi Tinggi

Rendah Rendah Rendah

Tipe VII Tipe VIII

“yea-sayer” “ray-sayer”

IHLC PHLC CHLC IHLC PHLC CHLC

Tinggi Tinggi

Rendah Rendah

2.2 Teori Depresi

Penelusuran literatur yang dilakukan oleh Beck (1967) menemukan

konsistensi yang menarik perhatian mengenai depresi, seperti adanya penurunan

mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi dan agitasi, sulit

berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian

tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal

tidur. Beck (1967) sendiri membuat simptom-simptom itu menjadi simptom-

simptom emosional, kognitif, motivasional dan vegetatif fisik. Secara rinci Beck

menjelaskan lebih lanjut, sebagai berikut :

1. Simptom Emosional

Merupakan perubahan perasaan atau tingkah laku yang merupakan akibat

langsung dari keadaan perasaannya. Dalam mengukur manifestasi emosi, adalah

penting untuk menghitung tingkat mood dan tingkah laku individu. Kondisi

berkenaan dengan gejala emosional itu adalah suasana hati sedih. Suasana hati

didefinisikan secara berbeda oleh setiap penderita. Maka dari itu peneliti harus

mengetahui deskripsi dan konotasi dari kata yang digunakan oleh penderita.

Intensitas deviasi perasaan harus diperhatikan pula sehingga penggunaan kata

X

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

Page 22: PENELITIAN AULIA-2.pdf

21

yang mewakili durasi harus dipertimbangkan. Penderita juga mempunyai

perasaan yang negatif terhadap diri. Hal ini mungkin berhubungan dengan

perasaan disphoria, tetapi yang cenderung mengarah pada diri sendiri.

Kehilangan kebahagiaan atau kepuasan merupakan suatu proses yang terus

berkembang. Kondisi ini muncul berawal pada aktivitas tertentu dan seiring

dengan perkembangan depresi, kemudian meluas pada berbagai aktivitas lainnya

termasuk pelaksanaan peran yang menjadi tanggung jawabnya. Kehilangan

keterlibatan emosi kasih sayang diwujudkan dengan menurunnya derajat

ketertarikan pada aktivitas tertentu atau menurunnya perhatian terhadap orang

lain. Penderita juga lebih sering menangis, Stimuli yang pada keadaan

sebelumnya tidak membuatnya menangis pada saat ini justru menimbulkan derai

air mata. Tetapi, pada tahap yang lebih parah, pasien justru tidak dapat menangis

lagi meskipun ia menginginkannya. Hilangnya respon yang menggembirakan

dalam arti hilangnya kemampuan menangkap humor. Humor tidak lagi

memberikan kepuasan, semua dilihat secara serius bahkan dapat menimbulkan

respon tersinggung.

2. Simptom Kognitif

Beck (1967) menyatakan manifestasi kognitif yang muncul, antara lain adanya

penilaian diri yang rendah, harapan-harapan yang negatif, menyalahkan dan

mengkritik diri sendiri, tidak dapat memutuskan dan adanya distorsi body image.

Adanya penilaian diri yang rendah muncul dengan adanya harga diri yang

rendah. Ia menilai dirinya sebagai seorang yang berkekurangan meskipun

mempunyai hal-hal spesifik yang penting. Penderita depresi mempunyai harapan

negatif yang ditandai dengan munculnya pesimisme yang berhubungan erat

dengan rasa ketidak berhargaan. Mereka mempunyai bayangan buruk dan

penolakkan terhadap kemungkinan berbagai perubahan. Mereka berkeyakinan

bahwa kondisi kekurangannya akan berlangsung terus atau akan menjadi semakin

buruk. Gejala lainnya adalah penyalahan terhadap diri atau memikul tanggung

jawab pada diri sebagai penyebab kesulitan atau masalah yang terjadi. Segala hal

yang merugikan dianggap berasal dari kekurangannya. Bahkan pada kasus yang

lebih parah, penderita mungkin menyalahkan dirinya untuk hal-hal yang

sebenarnya tidak berkaitan dengan dirinya. Penderita juga mengalami kesulitan

Page 23: PENELITIAN AULIA-2.pdf

22

dalam membuat keputusan, bimbang memilih alternatif yang ada atau

keputusannya sering berubah. Keadaan tersebut terjadi disebabkan; pertama

penderita mengantisipasi membuat keputusan yang salah, kedua karena adanya

kehilangan kemauan dan kecenderungan menghindar atau meningkatkan

ketergantungan pada lingkungannya.

3. Simptom Motivasional

Berkaitan dengan hasrat dan ketergugahan penderita yang cenderung regresif.

Istilah regresif dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan, dengan derajat

tanggung jawab atau dengan banyaknya energi yang akan digunakan. Penderita

melarikan diri dari aktivitas yang menuntut peran dewasa dan memilih aktivitas

yang lebih memiliki karakteristik peran anak-anak. Kehilangan motivasi positif,

kelumpuhan kemauan, adalah ciri yang menyolok. Untuk melakukan tugas

utama, seperti makan, perawatan diri atau mencari pengobatan merupakan hal

yang berat bagi mereka. Mereka cenderung menghindar dan ingin mengelakkan

diri dari pola yang biasa atau rutin dalam hidupnya. Rutinitas dinilai

membosankan, tidak berarti atau memberatkan. Mereka sangat ingin mendapat

bantuan, bimbingan atau arahan dari orang lain. Lebih parah lagi mereka dapat

berkeinginan bunuh diri yang muncul dalam berbagai bentuk. Hal ini dialami

sebagai harapan yang pasif (“Saya harap, saya orang mati “), sebagai harapan

aktif (“Saya ingin bunuh diri “), atau sebagai pikiran yang berulang, obsesif,

tanpa kualitas kemauan melakukan aktivitas seperti melamun. Harapan ini

kadang-kadang menetap, tapi ada juga yang timbul dan menghilang.

4. Simptom Gejala Fisik – Vegetatif

Perwujudan gejala vegetatif dan fisik benar-benar dipertimbangkan peneliti

sebagai bukti untuk melihat gangguan otonom atau hypothalamic yang

bertanggung jawab terhadap keadaan depresi (Cambell, 1953. Kraines, 1957).

Gejala fisik yang muncul adalah kondisi mudah lelah, hal tersebut sering

dirasakan sebagai fenomena fisik murni dan sebagian menganggap sebagai

kelelahan akibat kehilangan energi. Gejala kehilangan nafsu makan untuk

beberapa penderita bisa merupakan tanda awal dan kembalinya nafsu makan

mungkin menjadi tanda pula bahwa kehidupannya telah kembali. Penderita juga

tidur lebih sedikit daripada orang normal dan terdapat derajat kegelisahan yang

Page 24: PENELITIAN AULIA-2.pdf

23

menyolok selama semalam. Pada beberapa kasus, mereka juga kehilangan minat

seksual, baik pada diri sendiri maupun terhadap lawan jenis.

Model kognitif depresi berkembang dari observasi-observasi klinis yang sistematis

dan pengujian-pengujian eksperimental yang berulang kali (Beck, 1979). Model

kognitif mendalilkan 3 (tiga) konsep spesifik, yaitu :

(1) Concept of Cognitive Triad

Cognitive Triad berisi 3 (tiga) pola kognitif utama yang menyebabkan

penderita memandang dirinya, masa depannya dan pengalamannya secara

ideosinkretik, yaitu didominasi oleh pola-pola kognitif yang negatif.

(2) Schemas

Unsur utama yang kedua dari Model Kognitif berisi konsep skema. Konsep

ini digunakan untuk menjelaskan mengapa penderita depresi mempertahankan

penyebab rasa sakit dan sikap mengalahkan diri walaupun terdapat bukti objektif dari

faktor-faktor positif dalam hidupnya.

(3) Cognitive Error (informasi yang salah)

Pada individu depresi ditemui karakteristik pemikiran yang mencerminkan

berbagai penyimpangan dari kenyataan. Kesalahan sistematik dalam pemikiran

penderita menambah kepercayaan terhadap keakuratan konsep negatifnya walaupun

bukti yang sebenarnya sangat berlawanan (Beck, 1967).

Percipitation of Depression

Individu yang mempunyai gabungan konstelasi dari sikap-sikap yang telah

dijabarkan diatas, memiliki predisposisi untuk mengembangkan depresi klinis pada

kehidupan selanjutnya. Konstelasi depresi tersebut dapat menjadi depresi, tergantung

pada kondisi yang mampu mengaktifkan konstelasi tersebut. Diantaranya adalah :

1. Stres Yang Spesifik

Kondisi atau peristiwa yang memiliki persamaan dengan pengalaman traumatik

pada masa lalu dapat menjadi stres kelompok ini. Kondisi-kondisi yang dapat

menimbulkan stres yang spesifik dikemukakan Beck antara lain :

a. Situasi yang dapat menurunkan harga diri.

Yang sering ditemui adalah : ditolak cinta, kegagalan dalam studi, mendapat

PHK, diasingkan keluarga.

Page 25: PENELITIAN AULIA-2.pdf

24

b. Situasi yang menghambat tujuan penting atau dilemma yang harus

dipecahkan.

Hal ini berkaitan dengan hambatan yang tidak dapat dilalui atau konflik

dalam hal-hal yang berpengaruh dalam hidup.

c. Penyakit, gangguan fisik atau abnormalitas, kemunduran fisik atau kematian.

d. Rangkaian situasi stres yang berulang sehingga mematahkan toleransi

stresnya terhadap situasi tersebut.

2. Stres Yang Non Spesifik

Individu akan dapat mengembangkan bentuk gangguan psikologis bila

dihadapkan pada stres yang berlebihan. Misalnya : bencana yang tidak terduga.

Tetapi, kadang-kadang depresi tercetus tidak melalui peristiwa tunggal yang

berlebihan melainkan dari serangkaian peristiwa yang dialami.

3. Faktor-Faktor Lain

Merupakan faktor yang mampu mengembangkan depresi, di luar dua faktor di

atas. Beck menyebut salah satu faktor itu sebagai ketegangan psikologis, yaitu

stimulasinya berlebihan atau berkepanjangan periodenya.

Page 26: PENELITIAN AULIA-2.pdf

25

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan

suatu kejelasan mengenai hubungan antara health locus of control dengan tingkat

depresi yang dimiliki oleh pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di

Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung.

3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

a) Memberikan informasi dan masukan bagi para penderita gagal ginjal, mengenai

permasalahan psikologis yang mereka rasakan.

b) Memberikan informasi dan masukan tentang bagaimana cara mengambil

langkah-langkah praktis dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan

health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis di rumah sakit ginjal Ny. R. A. Habibie Bandung.

c) Memberikan informasi dan masukan bagi Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny.

Habibie Bandung, khususnya untuk bagian pekerja sosial mengenai dampak

psikologis pada penderita dalam rangka mengefektifkan proses terapi.

d) Merangsang peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan

psikologis yang berkaitan dengan kesehatan secara umum, atau permasalahan

psikologis pada penderita gagal ginjal secara khusus.

Page 27: PENELITIAN AULIA-2.pdf

26

4. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi korelasional, yang bertujuan untuk

mendapatkan data mengenai hubungan antara health locus of control dengan tingkat

depresi yang dimiliki oleh pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di

Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung

4.1 Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan metode

purposive sampling. Dalam purposive sampling peneliti secara intensional (sengaja)

hanya mengambil beberapa daerah atau sekelompok saja (Hadi, 1993 : 82).

Mengenai jumlah sampel penelitian, Hadi (1977 : 86) mengungkapkan lebih jauh

tentang tidak adanya ketetapan mutlak tentang berapa persen suatu sampel harus

diambil dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung.

Seleksi terhadap sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan

karakteristik tertentu. Karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :

1. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Dengan lama penyakit

kurang dari 4 tahun karena berdasarkan survey, didapat apabila pasien gagal

ginjal yang telah menjalani hemodialisis lebih dari 4 tahun maka ia telah mulai

dapat menyesuikan diri dengan penyakitnya.

2. Usia 40-60 tahun

a. Subjek dipilih berdasarkan golongan usia antara 40-60 tahun karena pada

rentang usia tersebut merupakan usia mayoritas pasien yang menjalani

hemodialisis di rumah sakit khusus ginjal Ny. R. A. Habibie Bandung yaitu

55,8 %.

b. Usia 40-60 tahun termasuk golongan usia madya (Hurlock, 1991 ). Sampel

dibatasi pada golongan usia madya karena perubahan keyakinan locus of

control sejalan dengan pertambahan usia. Locus of control menjadi semakin

eksternal dari masa dewasa hingga tua, yaitu terjadi peningkatan keyakinan

bahwa chance dan powerfull others mempengaruhi kehidupan (Sarafino,

1994).

Page 28: PENELITIAN AULIA-2.pdf

27

c. Pendidikan minimal SLTA. Hal ini untuk memudahkan pemahaman individu

terhadap alat ukur yang diberikan.

4.2 Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah mengukur kecenderungan Health locus of

control pasien terhadap kesehatannya adalah Multidimensional Health Locus of

Control Scales dari Wallston, Wallston dan De Vellis (1981). Skor yang diperoleh

dari ketiga dimensi yang berbeda secara teoritis dan empiris tersebut, tidak dapat

digabungkan menjadi skor tunggal melainkan harus dievaluasi secara terpisah

sehingga menghasilkan data nominal yang terbagi dalam 8 (delapan) tipologi health

locus of control.

Untuk mengukur Tingkat Depresi alat ukur yang digunakan adalah The Beck

Depression Inventory (BDI). Menurut David Burn (1988), Beck Depression

Inventory merupakan suatu alat pengukur kemurungan yang dapat dipercaya. Alat ini

mendeteksi ada atau tidaknya depresi dan secara tepat menunjukan tingkat

keparahannya.

4.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data nominal, oleh karena

itu untuk mengolah data tersebut digunakan metode statistik non parametrik. Maka

untuk menuju hubungan variabel-variabel tersebut, statistik uji yang digunakan

adalah Koefisien Kontigensi C.

Untuk mengukur korelasi antar variabel dalam penelitian ini, langkah-

langkah perhitungan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut :

1. Menyusun frekuensi-frekuensi dalam suatu tabel kontingensi b x k yang dalam

penelitian ini digunakan tabel kontingensi 8 x 2 untuk taraf kecocokan antara

health locus of control dan penyesuaian diri

2. Kategorisasi untuk health locus of control dibagi dalam 8 (delapan) tipologi,

yaitu :

1) Tipe I : Internal health locus of control tinggi, Powerfull others health locus

of control rendah, Chance health locus of control rendah

Page 29: PENELITIAN AULIA-2.pdf

28

2) Tipe II : Internal health locus of control rendah, Powerfull others health

locus of control tinggi, Chance health locus of control rendah

3) Tipe III : Internal health locus of control rendah, Powerfull others health

locus of control rendah, Chance health locus of control tinggi

4) Tipe IV : Internal health locus of control rendah, Powerfull others health

locus of control tinggi, Chance health locus of control tinggi

5) Tipe V : Internal health locus of control tinggi, Powerfull others health locus

of control tinggi, Chance health locus of control rendah

6) Tipe VI : Internal health locus of control tinggi, Powerfull others health

locus of control rendah, Chance health locus of control tinggi

7) Tipe VII : Internal health locus of control tinggi, Powerfull others health

locus of control tinggi, Chance health locus of control tinggi

8) Tipe VIII : Internal health locus of control rendah, Powerfull others health

locus of control rendah, Chance health locus of control rendah

3. Kategorisasi untuk tingkat depresi dibagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu tinggi dan

rendah.

4. Dengan kategori-kategori untuk masing-masing variabel penelitian di atas, di

buat suatu tabel kontingensi 8 X 2 sebagai berikut :

Tabel 1. Kontingensi 8 X 2 Health Locus of Control Dengan

tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis

TINGKAT DEPRESI TIPOLOGI HLOC

Tinggi Rendah

TIPOLOGI I

TIPOLOGI II

TIPOLOGI III

TIPOLOGI IV

TIPOLOGI V

TIPOLOGI VI

TIPOLOGI VII

TIPOLOGI VIII

Page 30: PENELITIAN AULIA-2.pdf

29

1. Menghitung X2 (Chi-Square) dengan rumus :

X2 = � �(Oij – Eij)2

Eij

2. Untuk melihat banyaknya gejala yang diharapkan terjadi (Eij) digunakan rumus:

dimana : Oij = data hasil penagamatan

Eij = data yang diharapkan

Eij = (nio xnij) nio = jumlah baris ke I

n nij = jumlah baris ke j

3. Untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang

lainnya digunakan koefisien kontingensi dengan rumus :

C = X2

N + X2

4. Menghitung distribusi Chi-Square dengan rumus :

dk = ( b-1 ) ( k-1)

5. Menguji signifikansi koefisien kontingensi dengan cara melihat batas nilai kritis

pada Tabel Harga Kritis Chi-Square dengan � = 0,5 dan kriteria tolak H0 apabila

X2 tab (X2 hit > X2

tab) dari batas harga kritis. Terima dalam hal lainnya yang taraf

kepercayaan 95 % dan derajat kebebasan dk untuk distribusi Chi-kuadrat = (b-1)

(k-1)

6. Selanjutnya harga C yang dapat dibandingkan dengan koefisien kontingensi

maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksimum ini dapat dihitung dengan

rumus :

m-1

Cmaks = m

Page 31: PENELITIAN AULIA-2.pdf

30

Dengan m = harga minimum antara b & k (harga minimum antara banyak baris

dan banyak kolom), atau dapat juga dengan melihat tabel untuk harga Cmaks.

Makin dekat harga C kepada Cmaks, makin besar pula derajat asosiasi antara

faktor-faktor. Dengan kata lain, faktor yang satu makin berkaitan dengan faktor

yang lainnya. Kriteria nilai C adalah sebagai berikut :

1. C = 0 : Tidak ada korelasi

2. 0 < C < 0,2 Cmaks (0,1414) : Korelasi rendah sekali

3. 0,2 Cmaks (0,1414) < C < 0,4 Cmaks (0,2828) : Korelasi rendah

4. 0,4 Cmaks (0,2828) < C < 0,6 Cmaks (0,4242) : Korelasi sedang

5. 0,6 Cmaks (0,4242) < C < 0,8 Cmaks (0,5656) : Korelasi tinggi

Kriteria Pengujian Hipotesis

Tolak Ho, jika X2hit > X2tab pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk = 4 dengan

melihat tabel C.

Hipotesis Statistik

Ho : X2hit < X2tab : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus

of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal

kronis di rumah sakit khusus ginjal Ny. R. A. Habibie

Bandung.

H1 : X2hit > X2tab : Terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of

control dengan tingkat depresivitas pada pasien gagal ginjal

kronis di rumah sakit khusus ginjal Ny. R. A. Habibie

Bandung.

Hipotesis Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah :

“Terdapat hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal kronis di R. S. khusus ginjal Ny. R. A. Habibie Bandung”.

Page 32: PENELITIAN AULIA-2.pdf

31

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL

Perhitungan pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan

untuk mengklasifikasikan Tingkat Depresi ke dalam 2 kategori yaitu : tinggi dan

rendah. Dari hasil pengkategorian tersebut didapat sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Jumlah dan Persentase Tingkat Depresi

TINGKAT DEPRESI JUMLAH PERSENTASE

Tinggi 11 55%

Rendah 9 45%

Berdasarkan hasil perhitungan median diperoleh hasil bahwa sebanyak 11

orang atau sebesar 55% dari jumlah pasien yang dijadikan sampel mempunyai

tingkat depresi yang tergolong tinggi dan sebanyak 9 orang atau sebesar 45% dari

jumlah pasien yang dijadikan sampel mempunyai tingkat depresi yang tergolong

rendah.

Perhitungan kedua adalah perhitungan untuk mengklasifikasikan Health

Locus of Control ke dalam 8 (delapan) tipologi, yaitu : Tipologi I, Tipologi II,

Tipologi III, Tipologi IV, Tipologi V, Tipologi VI, Tipologi VII dan Tipologi VIII.

Berdasarkan hasil perhitungan median diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil perhitungan median Health Locus of Control

KRITERIA HLOC

Tinggi % Rendah % Nilai Median

IHLOC 10 50% 10 50% 29,5

PHLOC 10 50% 10 50% 16,5

CHLOC 10 50% 10 50% 25,5

Berdasarkan hasil perhitungan median untuk variabel health locus of control

pada pasien gagal ginjal kronis diperoleh sebanyak 10 orang atau sebesar 50%

memiliki kecenderungan internal health locus of control yang tinggi dan 10 orang

atau sebesar 50% memiliki kecenderungan internal health locus of control yang

Page 33: PENELITIAN AULIA-2.pdf

32

rendah. Sebanyak 10 orang atau sebesar 50% memiliki kecenderungan powerfull

others health locus of control yang tinggi dan 10 orang atau sebesar 50% memiliki

kecenderungan powerfull others health locus of control yang rendah. Sebanyak 10

orang atau sebesar 50% memiliki kecenderungan chance health locus of control yang

tinggi dan 10 orang atau sebesar 50% memiliki kecenderungan chance health locus

of control yang rendah.

Dari kecenderungan health locus of control ini, kemudian digolongkan pada

salah satu dari 8 (delapan) tipologi health locus of control berdasarkan tinggi

rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus of

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control

dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Jumlah dan persentase Tipologi Health Locus of Control

TIPOLOGI HLOC JUMLAH PERSENTASE

TIPOLOGI I 2 10%

TIPOLOGI II 1 5%

TIPOLOGI III 3 15%

TIPOLOGI IV 2 10%

TIPOLOGI V 2 10%

TIPOLOGI VI 1 5%

TIPOLOGI VII 5 25%

TIPOLOGI VIII 4 20%

Kriteria Pengujian Hipotesis

Kriteria uji berdasarkan metoda statistik yang digunakan untuk menghitung

hubungan antar variabel pasien yang mempunyai health locus of control dengan

tingkat depresi yang dalam penelitian ini adalah tolak Ho, jika X²hit � X²tab dengan

dk = (b-1) (k-1), dimana X²tab diambil dari tabel harga-harga kritis Chi-Kuadrat

dengan � = 0,05 dan taraf kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa kemungkinan

adanya kekeliruan 5 dari 100 kasus.

Page 34: PENELITIAN AULIA-2.pdf

33

Tabel 5. Hasil uji kontingensi korelasi

Hasil Uji Kontingensi Tidak Signifikan

X2 = � �(Oij – Eij)2

Eij

C = X2

� N + X2

X²tab

dk = 10, � = 0,05

5,0499 0,4489 14,1

Berdasarkan pengolahan data dengan Chi-Kuadrat, diperoleh X²= 5,0499

dengan � = 0,05 dan dk = (3–1) (8–1) = 7, didapat X²tab = 14,1. Hal ini

menunjukkan, bahwa dari hasil pengujian tersebut didapat X²hit < X²tab, atau H1

ditolak dan berarti Ho diterima atau tidak terdapat hubungan antara health locus of

control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis di rumah sakit khusus ginjal Ny. R. A. Habibie Bandung.

Tabel 6. Hasil Frekuensi antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi

TINGKAT DEPRESI

TIPOLOGI HLOC Tinggi Rendah

JUMLAH

TIPOLOGI I 1 1 2

TIPOLOGI II 0 1 1

TIPOLOGI III 3 0 3

TIPOLOGI IV 1 1 2

TIPOLOGI V 1 1 2

TIPOLOGI VI 0 1 1

TIPOLOGI VII 3 2 5

TIPOLOGI VIII 2 2 4

JUMLAH 11 9 20

Dari tabel di atas menunjukkan frekuensi health locus of control dengan

tingkat depresi, didapat 20 sampel yang diambil dari R.S Khusus Ginjal Ny. Habibie

Page 35: PENELITIAN AULIA-2.pdf

34

di Bandung diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, dari Tipologi I health locus of

control terdapat 1 orang pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang

pasien memiliki tingkat depresi yang rendah. Kedua, dari Tipologi II health locus of

control terdapat 1 orang pasien memiliki tingkat depresi yang rendah. Ketiga, dari

Tipologi III health locus of control terdapat 3 orang pasien memiliki tingkat depresi

yang tinggi. Keempat, dari Tipologi IV health locus of control terdapat 1 orang

pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang pasien memiliki tingkat

depresi yang rendah. Kelima, dari Tipologi V health locus of control terdapat 1 orang

pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang pasien memiliki tingkat

depresi yang rendah. Keenam, dari Tipologi VI health locus of control terdapat 1

orang pasien memiliki tingkat depresi rendah. Ketujuh, dari Tipologi VII health

locus of control terdapat 3 orang pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 2

orang pasien memiliki tingkat depresi yang rendah. Kedelapan, dari Tipologi VIII

health locus of control terdapat 2 orang pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi

dan 2 orang pasien memiliki tingkat depresi yang rendah.

5.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui statistik didapatkan hasil bahwa

tidak terdapat hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada

penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di R.S Khusus Ginjal Ny.

Habibie Bandung.

Menurut konsep dasar health locus of control, orang yang memiliki

kecenderungan internal health locus of control adalah orang dengan kendali

keyakinan, bahwa ia dapat kembali berada dalam kondisi sehat setelah mengalami

suatu penyakit dengan berusaha mengendalikan tingkah lakunya, sedangkan orang

dengan kecenderungan powerfull others health locus of control memiliki lebih

sedikit kendali dirinya dalam menentukan kesehatannya dan lebih merasakan adanya

keteraturan pada tindakan-tindakan orang lain terhadap dirinya, sehingga ia lebih

percaya kepada orang lain dibanding kepada dirinya sendiri. Adapun orang dengan

chance health locus of control meyakini bahwa kesehatannya adalah masalah nasib,

takdir dan kebetulan belaka.

Page 36: PENELITIAN AULIA-2.pdf

35

Dari konsep dasar di atas, terjadi perkembangan ketika ditemukan fakta

bahwa seseorang bisa saja mempunyai kecenderungan internal health locus of

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control

dalam waktu yang bersamaan, sehingga digolongkan menjadi 8 (delapan) tipologi

health locus of control. Hal ini terbukti dengan adanya 14 orang dari 20 orang pasien

yang memiliki kecenderungan health locus of control lebih dari satu.

Dari 2 orang pasien yang tergolong tipologi I yaitu internal health locus of

control saja yang tinggi, didapat 1 orang pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi

dan 1 orang pasien memiliki tingkat depresi yang rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa pasien dengan tipologi I mungkin memiliki tingkat depresi yang tinggi atau

rendah, dengan kata lain pasien tipologi I mungkin mencurahkan energinya secara

tidak efektif dalam usaha mengubah kondisinya ataupun menolak beberapa

pengarahan yang mungkin efektif. Kekurangan lain dari tipologi I ini adalah bahwa

keyakinan internalnya kemungkinan menjauhkan dirinya dari upaya orang lain untuk

menolong dirinya, sehingga merasa bahwa hanya dirinyalah yang mampu melakukan

perubahan dalam kesehatannya sedangkan bantuan orang lain sebagai orang yang

kompeten justru ditolak. Hal ini jika tidak menunjukkan hasil yang positif justru akan

menimbulkan tingkat depresi yang tinggi pada pasien, ini sejalan dengan pendapat

Wortman & Dunkel-Schetter (1979) yang mengemukakan bahwa keyakinan

internal, mungkin maladaptive jika tidak ada yang dapat mereka lakukan pada

kondisi tersebut.

Pasien yang tergolong tipologi II yaitu yang semata-mata hanya yakin pada

powerfull others health locus of control, akan merasa tidak berdaya bila tidak ada

orang lain yang memberikan pertolongan atau petunjuk. Dari data yang diperoleh

terdapat 1 orang pasien tipologi II dengan tingkat depresi yang rendah, hal ini

dimungkinkan adanya kepercayaan yang besar terhadap tenaga medis professional

atau orang lain seperti keluarga dan teman akan kondisi kesehatannya menjadikan

pasien hanya mengalami tingkat depresi yang rendah.

Tipologi III adalah pasien yang memiliki keyakinan bahwa kesehatannya

ditentukan oleh takdir, nasib dan kebetulan semata. Dari data yang diperoleh terdapat

3 orang pasien yang tergolong tipologi III dan semuanya memiliki tingkat depresi

yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa psien merasa bahwa dirinya tidak bisa

Page 37: PENELITIAN AULIA-2.pdf

36

berbuat apa-apa dalam kondisi ggal ginjal yang dia alami sekarang, sehingga hanya

bisa pasrah dan menerima apa saja yang akan terjadi. Pasien beranggapan bahwa

kondisi gagal ginjal yang dialaminya merupakan suatu yang tidak bias dikontrol dan

diprediksi, maka menjadikan pasien bersikap pasif dan merasakan ketidakberdayaan

dalam kondisi yang dihadapinya. Hal ini menjadikan pasien menghayati tingkat

depresi yang tinggi, ini sejalan dengan hasil penelitian terhadap sampel penderita

kanker yang menjalani kemoterapi yang menemukan berupa adanya korelasi yang

tinggi antara chance health locus of control dengan depresi (Wallston & Wallston,

1982 : 72).

Tipologi IV disebut eksternal ganda atau double health external yang berarti

pasien memiliki keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh orang lain yang

berpengaruh seperti dokter, perawat, keluarga dan teman, sekaligus dia juga

meyakini bahwa kesehatannya ditentukan oleh takdir, nasib dan kebetulan. Dari 2

pasien yang tergolong tipologi IV, terdapat 1 orang memiliki tingkat depresi yang

tinggi dan 1 orang memiliki tingkat depresi yang rendah. Adanya keyakinan

eksternal ganda ini menjadikan pasien merasa yakin terhadap tenaga medis

professional atau orang lain seperti keluarga dan teman, tetapi dipihak lain pasien

merasa bahwa kondisi yang dihadapinya merupakan sesuatu yang tidak dapat

dikendalikan dan dikontrol karena tergantung nasib, takdir dan kebetulan. Hal ini

menjadikan pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi jika kecenderungan chance

health locus of control yang lebih dominan, atau memiliki tingkat depresi yang

rendah apabila kecenderungan powerfull others health locus of control yang lebih

dominan pada dirinya.

Tipologi V adalah pasien yang memiliki internal health locus of control dan

powerfull other health locus of control yang tinggi, dimana individu memiliki

keyakinan terhadap orang lain yang diikuti oleh kendali diri yang kuat, maka mereka

akan mempercayai bahwa ada kekuatan orang lain yang mempengaruhi kesehatannya

dan akan membantu dalam usaha untuk membebaskan dirinya dari tekanan atau stres

ketika menghadapi masalah kesehatan. Secara konseptual tipologi V merupakan

yang paling baik, tetapi dari data yang diperoleh terdapat 2 orang yang tergolong

tipologi ini dimana 1 orang memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang

memiliki tingkat depresi yang rendah. Pasien meyakini bahwa kesembuhan dapat

Page 38: PENELITIAN AULIA-2.pdf

37

diperoleh dengan usahanya dan mengikuti semua saran serta petunjuk dari orang lain

yang kompeten, tetapi ternyata tidak menjadikan pasien memiliki tingkat depresi

yang rendah. Hal ini disebabkan pasien mengetahui bahwa usahanya melakukan

hemodialisis secara teratur dan mengikuti apa yang disarankan dokter atau perawat

dengan baik bukanlah usaha untuk mencapai kesembuhan, melainkan hanya untuk

memperpanjang hidupnya saja. Kondisi ini memungkinkan pasien memiliki tingkat

depresi yang tinggi ataupun rendah, dimana tergantung dari sejauhmana keyakinan

pasien untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Tipologi VI adalah pasien yang memiliki internal health locus of control dan

chance health locus of control yang tinggi. Dari hasil penelitian terdapat 1 orang

yang tergolong tipologi VI dan memiliki tingkat depresi yang rendah. Secara

konseptual tipologi ini sulit dipahami, tetapi dapat dijelaskan bahwa psien meyakini

bahwa beberapa aspek kesehatan dapat dia kendalikan dan aspek-aspek lainnya sama

sekali tidak dapat dipredikisi.

Tipologi VII adalah pasien yang memiliki internal health locus of control,

powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang

tinggi, dimana pasien meyakini kendali diri terhadap kesehatannya dan mempercayai

orang lain yang berusaha membantu dalam proses pengobatannya, juga meyakini

bahwa apapun hasilnya merupakan nasib dan takdir Tuhan. Dari hasil penelitian

didapat 5 orang atau sebesar 25% dari sampel penelitian tergolong pada tipologi VII,

yang secara persentase merupakan tipologi terbanyak. Dari 5 orang yang tergolong

tipologi VII, terdapat 3 orang memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 2 orang

memiliki tingkat depresi yang rendah. Adanya tingkat depresi yang pada pasien

disebabkan pasien memiliki kepercayaan yang besar pada dirinya disertai orang lain

yang membantunya juga terhadap nasib dan takdir, menjadikan pasien tidak memiliki

pegangan yang pasti akan kemajuan dari kondisi kesehatannya sehingga adanya

ketidakpastian ini menyebabkan pasien menghayati tingkat depresi yang tinggi. Dari

data diperoleh 2 orang memiliki tingkat depresi yang rendah, hal ini disebabkan

adanya keyakinan internal health locus of control, powerfull others health locus of

control dan chance health locus of control yang tinggi pada pasien tersebut

menjadikan dia senantiasa berusaha menjalani proses pengobatan di bawah

pengawasan orang-orang yang kompeten dengan baik dan penuh keyakinan diri,

Page 39: PENELITIAN AULIA-2.pdf

38

kemudian bersikap pasrah terhadap Tuhan, bagaimanapun hasilnya. Hal ini sejalan

dengan ungkapan Wallston (1982) bahwa tipologi ini memberikan rasionalisasi yang

tepat jika usaha terbaik yang dilakukan dirinya dan orang lain sia-sia, maka dari itu

pasien hanya memiliki tingkat depresi yang rendah.

Tipologi VIII adalah pasien yang memiliki internal health locus of control,

powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang

rendah atau disebut ray sayer, tipologi ini mungkin muncul ketika terdapat individu

yang tidak terjaring kendali kesehatannya oleh item multidimensional health locus of

control, misalnya individu yang sangat yakin pada kendali Tuhan akan kesehatan dan

penyakitnya mungkin termasuk tipologi ini. Dari data diperoleh 4 orang yang

tergolong tipe VII, dimana 2 orang memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 2 orang

memiliki tingkat depresi yang rendah. Adanya internal health locus of control,

powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang

rendah dikarenakan pasien merasa bahwa pada skala multidimensional health locus

of control tidak merefleksikan harapan health locus of control, sehingga sangat

mungkin mereka memiliki keyakinan yang lain. Menurut Wallston & Wallston

(1982 : 71) tidak ada klaim bahwa semua kemungkinan keyakinan health locus of

control diberikan oleh ketiga dimensi skala multidimensional health locus of control.

Hal ini menjadikan pada sebagian pasien memiliki tingkat depresi yang tinggi dan

pada sebagian lainnya justru memiliki tingkat depresi yang rendah.

Dari hasil penelitian, didapat bahwa tidak ada hubungan antara health locus

of control dengan tingkat depresi pada populasi pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis di R.S. Khusus Ginjal Ny. Habibie.

Beberapa faktor yang memegang peran penting terhadap upaya seseorang

untuk menghayati dan bertingkah laku menghadapi permasalahan kesehatan yaitu

faktor usia, pengalaman dalam suatu lembaga, stabilitas perubahan, latihan dan

pengalaman, dan terapi. Dalam lingkup yang lebih luas, Comer (1998)

menambahkan satu hal lagi yang berpengaruh terhadap health locus of control yaitu

kebudayaan.

Pada standar budaya barat, segala sesuatu yang di luar kendali kita

merupakan ancaman terhadap pengendalian diri kita dan juga internal health locus of

control dianggap lebih menguntungkan bagi kesehatan individu (Comer, 1998). Hal

Page 40: PENELITIAN AULIA-2.pdf

39

ini berbeda sekali dengan standar budaya timur, khususnya Indonesia dimana

keyakinan terhadap kendali orang lain justru menambah kekuatan untuk berada

dalam kondisi sehat, ditambah dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi

merupakan peristiwa yang tidak lepas dari intervensi Tuhan. Perbedaan budaya ini

juga terlihat dari pengungkapan gejala depresi yang dialami oleh pasien, dimana

pasien secara verbal menyatakan bahwa dirinya mengalami gejala depresi yang

kompleks, tetapi setelah dilakukan pengukuran ternyata tingkat depresi pasien tidak

seperti apa yang mereka sampaikan secara verbal. Hal ini disebabkan pada budaya

kita, pasien relatif lebih banyak mengeluhkan kondisinya agar dia bisa mendapatkan

dukungan dan perhatian yang lebih dari lingkungan sekitarnya.

Page 41: PENELITIAN AULIA-2.pdf

40

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang

dilakukan terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di R.S.

Khusus Ginjal Ny. Habibie Bandung, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat

hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal

ginjal kronis.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi yang

dialami oleh pasien gagal ginjal kronis tidak bergantung pada kecenderungan health

locus of control yang dimilikinya dalam artian bahwa hubungan antara health locus

of control dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis bersifat tidak

berarti. Hal ini mengakibatkan kecenderungan health locus of control apapun baik itu

internal health locus of control, chance health locus of control ataupun powerfull

others health locus of control yang dimiliki oleh pasien tidak menjadikan pasien

memiliki tingkat depresi yang tinggi ataupun menjadikan pasien memiliki tingkat

depresi yang rendah, karena dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan

adanya variasi tingkat depresi pada setiap kecenderungan health locus of control,

kecuali pada kecenderungan powerfull others health locus of control yang hanya

mendapat 1 orang pasien, sehingga sulit untuk disimpulkan karena hasilnya akan

menjadi sangat bias.

6.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, kiranya ada beberapa saran yang ingin

disampaikan peneliti, yakni :

1. Untuk para dokter, perawat serta tenag amedis lainnya, diharapkan untuk lebih

memperhatikan faktor psikologis dari pasien selama pasien menjalani prosedur

pengobatan berupa hemodialisis, karena terdapat permasalahan psikologi yang

kompleks pada pasien sehingga jika hanya keyakinan kendali saja yang menjadi

perhatian tidak akan efektif untuk membantu mengurangi permasalahan

psikologis yang dialami oleh pasien. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga

professional lainnya seperti psikolog untuk membantu menanggulangi

permasalahan psikologis yang dialami oleh pasien.

Page 42: PENELITIAN AULIA-2.pdf

41

2. Bagi para peneliti lain yang berminat untuk melanjutkan penelitian tentang health

locus of control dengan tingkat depresi pada pasien penderita gagal ginjal yang

menjalani hemodialisis dianjurkan untuk mengambil subjek pada ketegori usia

produktif yaitu dengan rentang 25-40 tahun, dan disarankan untuk melakukan

studi populasi dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dan disertai

observasi dan interview. Hal ini demi mendapatkan hasil penelitian yang lebih

meluas, mendalam dan komprehansif.

Page 43: PENELITIAN AULIA-2.pdf

42

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.

Atkinson. 1998, Pengantar Psikologi jilid dua, edisi kesebelas, Batam, Interaksara.

Azwar, Saiffudin. 2000, Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Beck, Aaron T. 1967, Depression : Clinical, Experimental and Theoritical Aspects

by Hoeber Medica Devision USA, Harper and Row Published Incorporated.

Guyton dan Hall. 1996, Fisiologi Kedokteran, edisi 9, Jakarta, Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Hadi, Sutrisno. 1997, Metodologi Research Jilid I. Edisi satu. Yogyakarta. ANDI

Offset Yogyakarta.

Lazarus, Richard. 1976, Pattern of Adjustment third edition, Tokyo, Mc. Grow Hill.

Phares, Jerry. 1976, Locus of Control in Personality, New Jersey, General Learning

Press.

Reber, Artur, S. 1985, The Penguin Dictionary of Psychology, New York, Penguin

Books.

Robin, Locke & Regier. 1991, In Journal of Adolesence Research, Volume 18

number 5, 2003, Sage Publication; Thousand Oaks, London, New Delhi.

Sarafino, Edward P. 1994, Health Psychology second edition, New York, John

Wiley and Sons, Inc.

Sudjana. 1996, Metoda Statistika edisi keenam, Bandung, Tarsito.

Siegel, Sidney. 1994, Statistik Non Parametrik, untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta, PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Wallston, Stein, & Smith. 1994, Journal of Personality Assessment.

Wallston & Wallston. 1981, Health Locus of Control Scales. In H. Lefcourt (Ed.).

Reaserch With The Locus of Control. New York, Academic Press.