Proposal Penelitian Aulia
-
Upload
aulia-fahmi -
Category
Documents
-
view
446 -
download
17
Transcript of Proposal Penelitian Aulia
ANALISIS PENGARUH VARIASI METODE PENGERINGAN
TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS FISIK SIMPLICIA
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
PROPOSAL PENELITIAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
Diajukan oleh :
AULIA FAHMI
07/256897/TP/09054
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
0
PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS PENGARUH VARIASI METODE PENGERINGAN
TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS FISIK SIMPLICIA
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
Diajukan oleh :
AULIA FAHMI
07/256897/TP/09054
Program Studi
Teknik Pertanian
Bulan / Tahun
Februari/ 2011
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr.Ir. Nursigit Bintoro , M.Sc . Sri Rahayoe. S.TP, M.P
NIP. 196305251989031004 NIP. 197012311997022001
Mengetahui
Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. Ir. Bambang Purwantana, M.Agr
NIP. 196112161989031001
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeringan merupakan salah satu langkah pascapanen dalam proses
pengolahan produk pertanian. Pengeringan dilakukan untuk menjadikan bahan
lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dalam
pengemasan, berat pada bahanpun ikut berkurang karena kandungan air dalam
bahan berkurang. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam
bahan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba maupun reaksi yang
tidak diinginkan sehingga dapat menjaga kualitas bahan yang ada selama waktu
yang cukup lama.
Di Indonesia, umumnya pengeringan produk pertanian dilakukan dengan
sistem alami, yaitu dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Pengeringan
di industri, umumnya dilakukan dengan menggunakan alat pengering buatan.
Keuntungan pengeringan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari adalah
tidak memerlukan biaya yang banyak, namun sangat tergantung pada cuaca
setempat sehingga memerlukan waktu yang lama dan bervariasi, sukar dikontrol.
Selain itu, dalam hal mutu produk juga beragam dan dapat terkontaminasi
mikroorganise atau kotoran. Keuntungan pengeringan dengan alat-alat pengering
buatan adalah tidak bergantung pada cuaca sehingga bisa dilakukan dalam waktu
24 jam, kapasitas pengeringan dapat disesuaikan, dan kondisi pengeringan
terkontrol. Namun, pengeringan dengan alat pengering buatan membutuhkan
biaya yang cukup besar dan energi yang dibutuhkan untuk pengeringan.
Sebagian besar produk pertanian dapat dikeringkan untuk memudahkan
dalam pemanfaatannya. Salah satu produk pertanian yang umumnya dikeringkan
untuk dimanfaatkan adalah jenis rimpang (rhizoma) yang umumnya dimanfaatkan
sebagai tanaman obat (simplisia), seperti temulawak. Temulawak adalah tanaman
rimpang yang sangat populer dimanfaatkan sebagai bahan obat di Indonesia.
Dalam pengeringan, akan terjadi perubahan sifat kinetika dan kualitas pada
simplicia temulawak. Perubahan ini dikarenakan panas yang diberikan pada
2
produk pertanian. Panas dapat mengubah kandungan dan sifat fisik bahan
pertanian tersebut. Adanya perubahan kinetika simplisia temulawak akibat proses
pengeringan mempengaruhi kualitas dari produk simplisia temulawak tersebut.
Dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh berbagai metode pengeringan
yang dipakai terhadap produk simplicia temulawak yang dihasilkan. Metode
pengeringan yang dipakai, yaitu pengeringan dengan mennggunakan cabinet
dryer, modifikasi pengering rumah kaca, pengering dengan tekanan vakuum, dan
pengeringan langsung menggunakan energi matahari. Keempat metode ini
mempunyai karakteristik masing-masing yang disertai dengan kelebihan dan
kelemahannya. Pada cabinet dryer, panas bersumber dari tenaga elekrik. Metode
pengering rumah kaca dan pengeringan secara langsung bersumber dari tenaga
alami, yaitu panas dari sinar matahari. Hanya saja pada pengering rumah kaca
keadaan sekitar dapat terkontrol karena menggunakan prinsip efek rumah kaca.
Metode pengeringan dengan tekanan vakum bersumber dari tekanan yang
dimodifikasi vakuum.
Modifikasi pengeringan dengan efek rumah kaca bertujuan untuk
meminimalisir resiko yang disebabkan kelemahan dari pengeringan langsung di
lantai jemur. Kelemahan yang paling mencolok dari penjemuran langsung adalah
resiko tercemar kotoran, suhu pengeringan yang tidak homogen sehingga akan
berdampak negatif terhadap produk. Pada modifikasi pengeringan dengan efek
rumah kaca, panas akan terperangkap dalam ruangan sehingga efektifitas
pengeringan akan dapat ditingkatkan. Panas dalam bentuk gelombang pendek
akan memasuki rumah kaca dan akan dipantulkan oleh bahan dalam bentuk
gelombang panjang yang tidak dapat menembus ruang. Panas yang terperangkap
akan menurunkan kelembaban ruangan sehingga akan membantu meningkatkan
efektifitas pengeringan. Untuk suhu pada pengering rumah kaca baru mencapai
40-45°C, lebih rendah dari pengeringan langsung.
Pengering vakum merupakan pengering memanfaatkan media pemanas air
yang dipanaskan oleh heater listrik sehingga air panas tersebut menyelubungi
tabung pengering dan juga melewati dalam ruang pengering melalui pipa-pipa
3
yang terpasang, dimana di atas pipa-pipa tersebut akan ditempatkan rak
pengering.
Pengeringan yang dilakukan secara mekanis, yakni dengan menggunakan
alat pengering buatan (cabinet dryer) dapat mempermudah dalam mengontrol
faktor-faktor dalam proses pengeringan. Pengaturan suhu udara misalnya, dapat
menghasilkan produk yang jauh lebih homogen dan teratur bila suhu udara
pengering tersebut diatur sesuai dengan sifat bahan dan hasil yang dikehendaki.
Dengan sifat dan metode pengeringan yang berbeda ini, maka peneliti
akan meneliti pengaruh dari berbagai metode pengering dalam menghasilkan
simplicia temulawak.
B. Tujuan
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan pengaruh
dari empat metode pengering terhadap karakteristik sifat fisik dan kualitas dari
produk pertanian temulawak . Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Mengkaji perubahan kadar air tiap waktu (dKA/dt) pada temulawak selama
proses pengeringan,
2. Mengkaji perubahan suhu tiap waktu (dT/dt) pada temulawak selama proses
pengeringan,
3. Mengkaji perubahan tekstur tiap waktu (dσ/dt) pada temulawak selama proses
pengeringan,
4. Mengkaji penyusutan tebal dan volume tiap waktu (dl/dt, dV/dt) pada
temulawak selama proses pengeringan, dan
5. Mengaplikasikan persamaan kinetika untuk mengetahui perubahan kadar air,
temperatur, warna, tekstur, penyusutan tebal dan volume temulawak selama
proses pengeringan.
C. Manfaat
Dengan penelitian ini diharapkan :
1. Diperoleh pengaruh dari berbagai metode pengeringan terhadap kinetika
dan perubahan kualitas simplicia temulawak.
4
2. Teknik Pertanian dapat membantu memberikan usulan dan evaluasi
metode pengeringan yang paling baik dalam menghasilkan produk simplicia
temulawak
D. Batasan Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji perubahan penyusutan kualitas bahan (kadar
air, suhu, tekstur, warna, penyusutan tebal dan volume) simplicia temulawak
selama pengeringan berlangsung dengan variasi empat metode pengeringan
dengan cabinet dryer, pengering rumah kaca termodifikasi, pengering vakuum,
dan dengan penjemuran langsung (sun drying).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengeringan
Pengeringan adalah pengurangan kadar air suatu bahan sampai batas
tertentu dengna jalan penguapan tanpa merusak jaringan aslinya, sehingga bahan
yang sudah kering bersifat reversibel (Suyitno, 1987).
Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air bahan
sampai ke tingkat yang diinginkan dan menghilangkan aktivitas enzim yang
bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif. Pengeringan juga bertujuan
untuk memudahkan dalam pengelolaan dan agar lebih tahan disimpan dalam
jangka cukup lama (Hernani dan Nurjanah, 2009).
Pengeringan adalah penguarangan sebagian kandungan air dalam bahan
dengan cara termal. Proses pengeringan meliputi fenomena penghantaran panas
dan massa secara serempak yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan
dan memperlambat kerusakan biji akibat aktivitas biologis sebelum baan diolah.
Variabel-variabel yang mempengaruhi pengeringan adalah suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan udara, kadar air awal, dan kadar air akhir bahan
(Sumarsono (2003) dalam Fadillah (2009).
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan , dengan cara menguapkan sebagian
besar air yang dikandungnya dengan menggunakan enersi panas. Biasanya
kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh
lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penerapan panas
dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan
pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku) (http://software-komputer.blogspot.com/2008/04/pengawetan-
dengan-cara-pengeringan.html)
Penguapan air dari bahan selama pengeringan terjadi karena adanya
perbedaan tekanan uap di dalam bahan dengan tekanan uap di udara sekitarnya.
Laju penguapan air dari bahan dapat dipercepat dengan menaikkan tekanan uap
6
dalam partikel dan menurunkan tekanan uap di udara dengan memanasi bahan dan
udara pengering (Henderson dan Perry, 1976).
Laju pengeringan konstan berlangsung sepanjang tersedia air bebas pada
permukaan bahan. Periode laju menurun terjadi saat permukaan bahan sudah agak
kering karena massa air yang dipindahkan dari bagian dalam bahan menuju
permukaan bahan lebih kecil jika dibandingkan dengan penguapan air dari
permukaan ke udara sekeliling. (Henderson dan Perry, 1976 )
Mekanisme pengeringan menurut Earle (1969) terjadi apabila udara panas
dialirkan pada suatu bahan yang basah, maka panas dalam udara tersebut akan
dipindahkan ke permukaan bahan yang akan menyebabkan air pada bahan
menguap. Uap air terdifusi melewati batas lapisan udara dan terbawa udara yang
bergerak. Keadaan tersebut menciptakan daerah bertekanan uap air yang lebih
rendah pada permukaan bahan sehingga terbentuk gradien tekanan uap air dari
bagia dalam bahan. Gradien ini bertindak sebagai tenaga pendorong pemindahan
air dari dalam bahan.
Uap air ditahan dalam berbagai derajat pengikatan. Air ditahan oleh gaya-
gaya yang intensitasnya mempunyai selang dari gaya yang paling lemah (yang
menahan uap air di permukaan ) sampai ikatan kimia yang paling kuat. Di dalam
pengeringan, air yang tertahan sangat lemah akan dipindahkan dengan sangat
mudah.Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa laju pengeringan akan
menurun apabila kandungan air menurun seba air yang tertinggal terikat lebih kuat
daripada yang diuapkan (Earle, 1969 ).
Menurut Supriono (2003 ), setelah panas sampai ke bahan pangan, maka
air dari sel – sel bahan pangan akan bergerak ke permukaan bahan kemudian
keluar. Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah
sebagai berikut (1). Air bergerak melalui tekanan kapiler; (2). Penarikan air
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan di setiap bagian bahan; (3).
Penarikan air ke perumukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan –
lapisan permukaan komponen padatan dari bahan; (4). Perpinahan air dari bahan
ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.
7
Pengeringan merupakan salah satu metode penting untuk kegiatan
penyimpanan bahan makanan dalam waktu yang lama. Air yang keluar dari dalam
bahan akan membantu bahan mengurangi pertumbuhan dan reproduksi
mikroorganisme, memperlambat kerja enzim, dan meminimalisir media tumbuh
mikroorganisme (Watson dan Harper, 1988 ).
Proses pengeringan produk makanan membutuhkan waktu dalam
menghasilkan produk kering yang diinginkan. Bila berat suatu produk
diperhitungkan sebagai fungsi faktu, maka akan didapatkan bentuk grafik sebagai
berikut.
Dari gambar di atas, proses 1 ke 2 menunjukkan proses awal aliran udara
panas dapat menguapkan sejumlah air dalam bahan sebanding lurus dengan
pertambahan waktu pengeringan. Pada proses 2 ke 3 dengan bertembahanya
waktu kapasitas proses penguapan air semakin berkurang disebabkan telah
menurunnya temperatur aliran udara panas dan naiknya kelembaban relaitf udara
sehingga udara panas menjadi jenuh dan tidak mampu lagi menguapkan air.
Untuk alasan inilah proses pengeringan dengan aliran udara panas ini harus
disediakan udara dalam jumlah besar agar kualitas bahan yang akan dikeringkan
sesuai dengan yang ditetapkan (Sumarsono (2003) dalam Fadillah (2009) )
8
1
23Moisture
content
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pengeringan adalah
(Desroiser, 1988 ) :
1) Toleransi suhu
Suhu yang terlalu tinggi dalam pengeringan dapat menyebabkan kerusakan
pada bahan, misalnya bahan dapat mengalami case hardening (pengerasan
bahan pada permukaan).
2) Respon kelembaban
Proses pengeringan bahan kadang-kadang memerlukan kelembaban tertentu
supaya tidak terjadi perubahan yang merugikan seperti perubahan warna,
aroma, dan sebagainya.
3) Daya tahan terhadap tekanan
Bahan-bahan seperti padi-padian dapat menahan tekanan tinggi tetapi tidak
demikian halnya dengan bahan yang diiris, sehingga tekanan dalam
pengeringan perlu diatur sesuai dengan komoditasnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengeringan, antara lain
waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembapan udara di sekitarnya,
kelembapan bahan atau kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang
dikeringkan, sirkulasi udara, dan luas permukaan bahan (Hernani dan
Nurjanah, 2009 ).
B. Simplicia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Prayetno,2010).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun
parameter standar mutu yaitu sebagai berikut (Anonim (2000) dalam Prayetno
(2010) ):
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian
seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material),
9
yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia
dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan
transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk
konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma
seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-
aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan
kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai
spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan.
Cara pembuatan simplisia dapat dilakukan dengan cara pengeringan,
fermentasi, dan proses khusus. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan, yaitu
(1).Bahan baku dirajang dengan ukuran tertentu agar cepat kering;
(2).Pengeringan dilakukan dengan cepat agar tidak ditumbuhi kapang; (3).Suhu
tidak terlalu tinggi agar tidak terjadi perubahan kimia kandungan bahan aktif.
Simplisia yang dibuat dengan proses fermentasi dilakukan dengan seksama agar
tidak berkelanjutan ke arah yang tidak diinginkan. Simplisia dibuat dengan proses
khusus, yaitu (1).Penyulingan; (2).Pengentalan eksudat nabati; (3).Pengeringan
sari air (Prayetno, 2010 ).
Pada pembuatan simplisia dengan cara pengeringan dilakukan dengan
cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan dengan waktu
lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan
perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal
tersebut, bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami
kerusakan. Cara pembuatan simplisia dengan pengeringan, yaitu sebagai berikut
(Prayetno, 2010 ).
1. Pengumpulan bahan baku
10
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda antara lain
tergantung pada :
a) bagian tanaman yang digunakan
b) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
c) Waktu panen
d) Lingkungan tempat tumbuh
Menurut Sembiring (2007 ), untuk jenis rimpang waktu pemanenan
bervariasi tergantung peng-gunaan. Tetapi pada umumnya pemanenan
dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 - 10 bulan. Seperti rimpang jahe,
untuk kebutuhan ekspor dalam bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9
bulan setelah tanam, sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk
keperluan pem-buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada
umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu
tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12
bulan setelah tanam. Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan
setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur
tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi.
Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada
pertengahan musim kemarau.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan
– bahan asing lainya dari bahan simplisia.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya
yang melekat pada bahan simplisia.
4. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1
hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
11
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki.
Menurut Sembiring (2007), Perajangan pada bahan dilakukan untuk
mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan,
penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya
dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti
akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung
dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang
dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang
terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan
kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam
penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8
mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm (Sembiring,2007). Menurut IptekNet
(2005), perajangan rimpang temulawak adalah sebesar 5 – 7 mm. Bentuk
irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan
mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah
membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan
sebaiknya me-lintang (slice) (Sembiring,2007).
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurang kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan yang salah
mengakibatkan face hardening
Cara pengeringan :
a) Alami : - cahaya matahari langsung ( kayu, kulit kayu, biji dll )
- diangin – anginkan ( daun, bunga, bahan aktif mudah menguap )
b). Buatan, pengaturan oleh manusia
- kelembaban ruang pengeringan
- sirkulasi udara ruang pengeringan
12
Kondisi pengeringan ( buatan ) :
a) suhu < 60°C selama 8 – 10 jam
b) kelembaban relatif 90%
c) ada sirkulasi udara
d) tempat pengeringan memungkinkan sirkulasi udara dari atas ke
bawah (tidak menggunakan plastik atau logam )
e) peletakkan bahan yang dikeringkan, lapisan setipis mungkin
6. Sortasi kering
Sortasi setelah engeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda – benda asing
seperti bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor –
pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
C. Kinetika Bahan
1. Kadar Air
Bahan pertanian umumnya bersifat hygroskopis, sedangkan udara bebas
dalam keadaan
Kadar air bahan dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat
kering. Atas dasar wet basis kadar air dinyatakan sebagai perbandingan antara
berat air yang terkandung di dalam bahan terhadap berat semula/total bahan.
Sedangkan kadar air dry basis dinyatakan sebagai perbandingan antara berat air
yang terkandung dalam bahan dengan berat padatan bahan tersebut. Jika berat
bahan basah (w) serta berat bahan kering (d) maka cara penentuan kadar air suatu
bahan dapat dirumuskan sebagai berikut (Brooker, 1974):
Untuk keperluan praktis, kadar air berbasis basah Ka (db) sering
digunakan karena dengan kisaran yang mudah dipahami (0 < Ka < 1), sedangkan
untuk keperluan perhitungan matematis cenderung menggunakan Ka (dk) karena
bilangan penyebut (pembagi yang konstan). Untuk kadar air berdasarkan berat
basah Ka (db), sering tanpa diberi keterangan (db) sedangkan untuk kadar air
13
berdasarkan berat kering Ka (dk), keterangan (dk) harus selalu disertakan
(Anonim, 2005).
2. Warna
Warna merupakan salah satu kriteria dari kualitas tanaman obat, karena
akan berhubungan dengan penilaian konsumen. Salah satu hal terpenting secara
visual yang dilihat adalah warna, khususnya warna hijau untuk herbal dari daun,
kuning kecoklatan pada jenis rimpang. Adanya perubahan warna, menunjukkan
kontrol yang kurang baik pada proses pengeringan (Hernani dan Nurjanah, 2009).
D. Pengering Rumah Kaca
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua,
dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani
terutama di daerah tropis. Sekarang sistem ini sudah diperbaharui dengan cara
pembuatan rumah kaca agar terhindar dari kontaminasi. Teknik pengeringan
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan), dengan
rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya, namun
dalam keadaan tertutup
(http://software-komputer.blogspot.com/2008/04/pengawetan-dengan-cara-
pengeringan.html). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39 – 50 oC
untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4 – 5 jam
bergantung dari jenis produk yang dikeringkan
(http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/8259/1/30Leopold.pdf ).
Pengering rumah kaca beroperasi dengan prinsip kerja mengumpulkan
sinar matahari yang datang menembus kaca atau lapisan transparan di dalam suatu
ruangan. Panas yang terkumpul itu digunakan untuk mengeringkan bahan.
Melalui efek rumah kaca, sinar matahari yang masuk akan meningkatkan suhu
ruang pengering sehigga mempercepat pengeringan. Suhu dalam rumah kaca
dapat mencapai lebih dari 50ᴼ C (Victor, 2001).
Panas yang terjadi didalam pengering ERK (efek rumah kaca) sebagai
akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap
benda yang ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam
bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup transparan. Lapisan
14
penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari
masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-pada-pengering-surya/).
Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu
diteruskan selain di serap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup
transparan memerlukan bahan yang memiliki daya tembus (transmissivity) yang
tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul (reflectivity) yang rendah
agar dapat memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-pada-pengering-surya/).
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-pada-
pengering-surya/).
Untuk menjaga agar pengeringan tetap berlangsung, RH ruang pengering
harus dijaga pada tingkat yang memadai. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik
keluar udara yang sudah jenuh dengan uap air keluar ruang pengering dengan
menggunakan kipas bertenaga listrik atau ventilator udara. Penggunaan ventilator
udara untuk membantu sirkulasi udara dalam proses pengeringan telah dilakukan.
Namun demikian pemakaian ventilator ini belum memberikan efek yang
signifikan dalam membantu proses pengeringan mengingat aliran udara masih
terlalu kecil (Amanah, 2008)
Perbandingan antara besarnya intensitas radiasi di dalam dan di luar rumah
kaca dari waktu ke waktu. Untuk lama pengeringan 5,5 jam dihasilkan intensitas
radiasi rata-rata yang masuk ke dalam rumah kaca sebesar 266,92 W/m2.
Intensitas radiasi sebesar ini digunakan untuk memanaskan udara di dalam rumah 15
kaca. Sedangkan intensitas radiasi rata-rata di luar rumah kaca mencapai 403,42
W/m2. Hal ini berarti bahwa tidak semua radiasi matahari ditransmisikan masuk
ke dalam rumah kaca, tetapi hanya sebesar 66,16% saja masuk ke dalam rumah
kaca. Sedangkan sisanya 33,84% dari intensitas radiasi matahari sebagian diserap
(absorpsi) dan sebagian dipantulkan (refleksi) oleh kaca.
E. Pengering Vakuum
Pengering vacuum adalah perangkat yang digunakan untuk proses
pengeringan dengan mengurangi tekanan di dalam ruang terisolasi. Pemisahan
dalam proses pengeringan adalah suatu kegiatan mengubah bahand ari fase awal
sebagai produk mentah yang solid, semipadat atau cair menjadi padat dengan
mengambil air yang dikandung produk keluar dari produk ke sekitarnya
(http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php?%20articleId=35)..
Penggunaan tekanan hampa untuk proses pengeringan akan memperkecil
kerusakan bahan karena suhu yang tinggi. Kelebihan pengeringan vakum
berdasarkan kenyataan bahwa pengeringan terjadi lebih cepat bila pada tekanan
yang lebih rendah. Pengeringan vakum adalah suatu unit operasi dalam proses
kimia dimana bahan yang mengandung uap air dikeringkan di bawah tekanan
atmosfer. Tekanan rendah menjadikan suhu pengeringan menjadi lebih rendah,
akan tetap tetap mempertahankan kualitas bahan (Pramudono (1986) dalam
Fadillah (2009)).
Pengeringan vakum merupakan pengeringan yang mampu mempercepat
laju pengeringan dengan memperbesar beda tekanan antara dalam dan luar bahan.
Kedua persamaan di atas merupakan persamaan pengeringan dan k merupakan
konstanta laju pengeringan yang memiliki satuan s-1 (Bakker-Arkema (1992)
dalam Fadillah (2009)).
Bila kita lihat dari persamaan (2.1) dan (2.2) di atas terdapat variabel k yang
merupakan konstanta laju pengeringan. Semakin besar perbedaan kadar air dan
waktu yang diperlukan semakin sedikit, maka variabel k akan semakin besar. Pada
16
pengering vakum, tekanan yang ada pada ruang vakum akan dikurangi sehingga
perbedaan tekanan antara ruang vakum dengan tekanan di dalam bahan semakin
besar. Perbedaan tekanan ini akan mempercepat laju perpindahan air dari dalam
bahan keluar bahan.
Chiralt et al. (1999) dalam Castello et al. (2008) mengatakan bahwa
dehidrasi dari suatu aplikasi tekanan vakum dapat meningkatkan prsoes produksi
yang dikarenakan pengurangan massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan
perlakuan dengan memanfaatkan tekanan atmosfer.
Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan
bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan
tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya
secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran
(http://naynienay.wordpress.com/2007/12/01/pengeringan-cabinet-dryer/).
F. Cabinet Dryer
Menurut Suharto (1991), pengering tipe rak digunakan untuk
mengeringkan bahan hasil pertanian berupa biji-bijian. Bahan ditempatkan di
dalam bak yang pada bagian dasarnya berlobang untuk melewatkan udara panas.
Pengering kabinet memiliki sistem penghembusan udara panas dan kering.
Cara ini banyak digunakan di daerah yang mempunyai curah hujan dan
kelembapan yang cukup tinggi sehingga membutuhkan bantuan alat dalam
melakukan pengeringan.Alat pengering dibuat sedemikian rupa sehingga suhu dan
aliran udara dapat diatur. Keuntungannya adalah pengurangan kadar air dalam
jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Pengaruh oksigen di udara
menyebabkan bahan mudah teroksidasi, perubahan yang sangat jelas adalah
perubahan warna dan bau dari simplisia tersebut (Hernani dan Nurjanah, 2009).
Cabinet drier terdiri dari suatu ruangan dimana rigen-rigen untuk produk
yang dikeringkan dapat diletakkan di dalamnya. Pengering kabinet biasanya
merupakan alat pengering yang paling murah pembuatannya, mudah dirawat, dan
sangat fleksibel dalam penggunaannya (Desrosier, 1988).
Dalam pengering kabinet, bahan tersebut ditaruh dalam wadah yang
tergantung pada jumlah bahan yang diperlukan untuk diproses karenanya
17
disesuaikan dengan ruang pengeringan. Udara masuk melalui saluran inlet
atau daur ulang saluran udara lalu dipanaskan pada suhu yang diperlukan,
kemudian didistribusikan ke setiap sisi (cross-flow) atau bawah ke atas
dalam gerakan melingkar, sesuai dengan kebutuhan pengeringan tertentu
(http://www.process-heating.com/Articles/Drying_Files/2d307a801c268010Vg
nVCM100000f932a8c0____) .
G. Temulawak
Temulawak memiliki nama ilmiahnya Curcuma xanthorrhiza ROXB sudah
tak asing bagi kita, baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Begitu
akrabnya kita, sehingga tiap daerah di Indonesia mempunyai sebutan sendiri-
sendiri bagi temulawak . Nama-nama daerah bagi temulawaktersebut antara lain
halia (Aceh), bahing (Batak karo), sipadeh atau sipodeh (Sumatera Barat), Jahi
(Lampung), jae (Jawa), Temulawak(sunda), jhai (Madura), pese (Bugis) lali
(Irian).
Klasifikasinya ialah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di
Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat
dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di
Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang,
Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara Eropa ( Sembiring,2007).
Tanaman ini berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m,merupakan metamorfosis dari daun tanaman berwarna hijau atau
coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat,
18
berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua
atau berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan
bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat
keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm,
panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm, pada setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang,. sedangkan
bunganya berwarna kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni
perbungaan lateral. tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 –
23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi
atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu,
panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan
4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung
yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 – 2cm dan lebar 1cm,
sedangkan daging rimpangnya berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma
tajam yang menyengat dan rasanya pahit ( Sembiring,2007).
Temulawak tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40
– 100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang
tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya
terdiri dari tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih
kekuningan.
Standar mutu temulawak untuk pasaran luar negeri adalah sebagai berikut
ini (Sembiring,2007):
1. Warna : kuning – jingga sampai coklat kuning – jingga
2. Aroma : khas wangi aromatis
3. Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4. Kadar air maksimum : 12 %
5. Kadar abu : 3-7 %
6. Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7. Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering
mekanis cabinet dryer, alat pengering rumah kaca, oven, pengering vakuum,
gelas ukur, cawan, alat pengecil ukuran, eksikator, dan plastik hitam untuk alas
bahan secara langsung pada pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Alat ukur yang digunakan adalah timbangan analitik, termokopel. Colormeter,
alat uji tekan (Lyoid instrument test), Caliper, slicer, Penggaris, Komputer,
ADC (Analog Digital Converter), dan mistar.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak dengan
kadar air umur 80-90% (varietas, asal, jumlah).
2. Proses Penelitian
a. Persiapan/Orientasi
Sebelum penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan orientasi.
Orientasi bertujun untuk pengenalan alat secara lebih mendalam serta
mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi selama
berlangsungnya penelitian. Dengan Orientasi, diharapkan penelitian dapat
berjalan dengan lancar dan selesai pada waktu yang telah direncanakan.
b. Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini, akan dilakukan berbagai metode pengeringan
dalam proses mendapatkan mocah dengan mutu paling baik. Metode
pengeringan yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat pengering
mekanis cabinet dryer, pengeringan dengan menggunakan alat pengering
rumah kaca termodifikasi, dan pengeringan langsung di bawah sinar matahari.
Secara umum, prosedur penelitian yang dilakukan meliputi:
20
1) Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari
kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang
jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan
air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor
lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu
lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut
dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah
tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah
pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar
sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam
wadah plastik/ember.
2) Pengupasan Kulit
Pengupasan kulit dilakukan secara manual menggunakan pisau.
Setelah dikupas kulitnya, dipotong menjadi dua sampai empat bagian untuk
memudahkan perajangan.
3) Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel
dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang
dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 7 mm – 8 mm
(Sembiring,2007). Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam
wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau
dengan mesin pemotong.
4) Pengeringan
Sebelum pengeringan, terlebih dahulu dilakukan penirisan terhadap
air rendaman. Dalam pengeringan, data yang diambil salah satunya adalah
data berat untuk mendapatkan data penurunan kadar air dan berat bahan.
Data penurunan kadar air ini, kemudian digunakan sebagai perhitungan
21
untuk menentukan laju pengeringan untuk masing-masing kondisi
pengeringan yang diberikan.
Pengeringan dilakukan dengan empat cara, yaitu dengan sinar
matahari, pengering rumah kaca, cabinet dryer, dan pengering vakum.
Pengeringan rimpang dilakukan selama 2 - 3 hari, atau setelah kadar airnya
dibawah 8%. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang
dihasilkan
3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dengan empat
variasi metode pengeringan terhadap perubahan kualitas simplicia temulawak.
Variarsi metode pengeringan ini, yaitu jenur langsung, pengering rumah kaca,
pengering vakuum, dan cabinet dryer. Bahan dikeringkan adalah temulawak
dari kadar air 85-90% menjadi 8-10%. Data yang diukur, yaitu kadar air tiap
waktu selama pengeringan, suhu tiap waktu selama pengeringan, perubahan
tekstur temulawak tiap waktu selama pengeringan, dan penyusutan tebal dan
volume temulawak tiap waktu selama pengeringan. Pengukuran dilakukan
dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara kinetika
perubahan kualitas dan analisis statistik menggunakan analisis varian one way
(Anova) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan.
4. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium SATOP, Laboratorium TLBP,
Laboratorium TPP lantai 5, dan lantai jemur lantai 4 di Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Waktu Penelitian
Penelitian akan mulai dilaksanakan bulan Februari 2011 sampai dengan bulan
April 2011.
B. Cara Analisa Data
1. Kinetika perubahan mutu
a) Uji perubahan kadar air simplisia temulawak tiap waktu selama pengeringan
dari empat metode pengeringan
22
Untuk analisis perubahan kadar air pada bahan yang memiliki kadar
air tinggi digunakan dua metode, yaitu pada periode laju menurun dan
periode laju konstan. Untuk mengetahui titik terjadinya laju menurun dan
laju konstan dibuat grafik hubungan antara kadar air dan waktu sehingga
akan tergambarkan perubahan periode laju pengeringan.
Metode pertama, yiatu perhitungan perubahan kadar air pada laju
konstan didasarkan dari persamaan . Untuk mendapatkan kadar air
prediksi digunakan rumus Mpred = -kt + Mo. Nilai k didapat dari nilai slope
grafik hubungan waktu (menit) vs (Mt-Mo).
Metode kedua, yaitu perhitungan perubahan kadar air pada periode
laju konstan dilakukan dengan cara mencari nilai Me dahulu. Untuk mencari
nilai Me dilakukan dengan diambil tiga titik pengambilan data terakhir,
yaitu saat kadar air telah mengalami sedikit penurunan atau mulai konstan.
Untuk mencari nlai konstanta laju pengeringan (k) dibuat grafik
hubungan ln atau ln MR vs lama pengeringan (menit) yang
kemudian nilai slope dari grafik tersebut adalah nilai k. Nilai k dapat
didapatkan dari rumus berikut.
ln = -kt
Untuk menentukan nilai kadar air prediksi digunakan persamaan berikut ini.
= e-kt
Mpred= [(e-kt)(Mo-Me)]+Me
b) Uji perubahan suhu simplisia temulawak tiap waktu selama pengeringan
dari empat metode pengeringan
23
Tpred= Ns (To-Tl)+Tl dimana
c) Uji tekstur (uji tekan) simplisia temulawak dari empat metode pengeringan.
1) Membuat grafik dari data hasil pengamatan.
2) Menentukan nilai Voltage (V) untuk tegangan dan regangan dari
grafik.
3) Menentukan nilai kaliberasi, dimana kaliberasi yang dipakai:
m (kg) = 1,4263 V – 0,1895 untuk V (tegangan)
δ (mm) = 0,84 V + 0,3366 untuk V (regangan)
4) Menentukan nilai luas penampang (A)
5) Menentukan nilai gaya tekan maksimal (F), dengan persamaan:
F = m x g
6) Menentukan nilai tegangan (σ), dengan persamaan:
7) Menentukan nilai regangan (ε), dengan persamaan:
8) Menentukan nilai modulus elastisitas (E), dengan persamaan:
Pengambilan data dilakukan selama proses pengeringan dengan persamaan
ln = -kt
d) Uji penyusutan tebal dan volume simplisia temulawak dari empat metode
pengeringan
1) Sampel contoh uji penyusutan tebal dan volume simplisia temulawak
dilakukan dengan 3 ulangan dengan ukuran 1 x 1 x 0,7 cm.
2) Contoh uji diukur dimensi awal (panjang, lebar, tinggi) lalu
dikeringkan dan diukur dimensi akhir.
24
3) Penyusutan dihitung dengan rumus
Pengambilan data dilakukan selama proses pengeringan dengan persamaan
analisis
ln = -kt
ln = -kt
2. SPSS
a) Analisis Data Kadar Air
Perubahan kadar air dianalisis pada titik pengambilan, yaitu pada titik pusat.
Data ini selanjutnya dievaluasi dengan SPSS 15 menggunakan metode one
way anova. Metode ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata
pada data sehingga apabila tidak ditemukan perbedaan yang nyata maka
nilai kadar air dapat dirata-rata menjadi satu nilai saja. Kadar air bahan hasil
obserbai ini selanjutnya diplot dalam grafik KA vs t sehingga akan terlihat
laju konstan dan laju menurun selama pengeringan bahan. Konstanta laju
pengeirngan (k) dianalisis dengna menggunakan persamaan
dM/dt = k(M-Me)
yang dapat diubah menjadi model persamaan
(M-Me)/Mo-Me) = e-kt
Dari persamaan tersebut akan didapatkan nilai k yang bisa didapat dari
perhitungan Microsof Excel.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat validitas antara kadar air obesrvasi
dengan prediksi, maka keduanya diplotkan dalam grafik dan ditentukan nilai
R2 yang menunjukkan koefisien determinasi serta menggunakan SPSS 15
dengan pengujian regression.
b) Analisis Data Perubahan Suhu
Perubahan suhu bahan dianalisis pada titik pengambilan, yaitu pada titik
pusat. Data ini selanjutnya dievaluasi dengan SPSS 15 menggunakan
25
metode one way anova. Metode ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan
yang nyata pada data sehingga apabila tidak ditemukan perbedaan yang
nyata maka nilai suhu bahan dapat dirata-rata menjadi satu nilai saja.
Konstanta perpindahan panas (h) didapat dengan grafik plot rasio perubahan
suhu dan persamaan berikut.
e-kt
Persamaan ini digunakan karena perpindahan pada slice temulawak sebagai
biji tunggal dimana suhu di semua titik dianggap seragam.
Jika nilai h diketahui maka dapat digunakan untuk menentukan suhu
prediksi tiap interval waktu pengeringan. Selanjutnya untuk mengetahui
tingkat validitas antara suhu obesrvasi dnegan prediksi, maka keduanya
diplotkna dalam grafik dan ditentukan nilai R2 yang menunjukkan koefisien
determinasi.
26