PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM … · CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN TYAS AYU LESTARI...
Transcript of PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM … · CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN TYAS AYU LESTARI...
PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM
MANGROVE DI AREAL PERANGKAP SEDIMEN-PESISIR
CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN
TYAS AYU LESTARI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Simpanan
Karbon Organik Ekosistem Mangrove di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar
Alam Pulau Dua Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Tyas Ayu Lestari
NIM P052130211
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN
TYAS AYU LESTARI. Pendugaan Simpanan Karbon Organik Ekosistem
Mangrove di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan IETJE WIENTARSIH.
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung yang tengah
dipertahankan keberadaannya. Sejak terjadinya perubahan iklim, ancaman
kenaikan muka air laut mulai terjadi di kawasan pesisir CAPD. Tahun 2009,
masyarakat dan LSM/ NGO disana melakukan upaya perlindungan pesisir dengan
memasang perangkap sedimen dari jaring ikan. Upaya tersebut mengalami
beberapa kali pemasangan dengan bentuk perangkap yang berbeda, yaitu jaring
ikan, pagar bambu, dan terakhir karung yang berisi pasir ditumpuk menyerupai
benteng. Upaya pemasangan perangkap sedimen berhasil melindungi pesisir dan
hutan mangrove CAPD dari ancaman kenaikan muka air laut dan abrasi.
Keuntungan lain yang dirasakan dari pemasangan perangkap sedimen
adalah terbentuknya tanah timbul yang kemudian ditumbuhi vegetasi mangrove
jenis Avicennia marina secara alami. Kondisi tanah timbul yang semakin stabil
berpotensi menyimpan sejumlah karbon organik pada tanah timbul yang berupa
sedimen maupun pada vegetasi mangrove yang tumbuh di sana. Karbon yang
tersimpan pada sedimen dan vegetasi mangrove di sana dapat membantu
menurunkan laju emisi gas rumah kaca (GRK) dalam rangka mengurangi
pemanasan global akibat perubahan iklim. Berdasarkan fakta tersebut, tujuan
penelitian adalah 1) menghitung jumlah total simpanan karbon (karbon vegetasi
Avicennia marina dan sedimen) di area perangkap sedimen; 2) menentukan
persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa karbon Avicennia marina
yang tumbuh di area perangkap sedimen; dan 3) menentukan strategi pengelolaan
perangkap sedimen agar sedimen dan vegetasi mangrovenya tetap terjaga.
Pengambilan sampel di lakukan di Pesisir CAPD, Kota Serang, Provinsi
Banten sedangkan proses analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu
Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Kimia Balittanah-Cimanggu Bogor.
Penelitian dilakukan selama 8 bulan, yaitu sejak bulan Februari sampai September
2015. Proses pengambilan sampel sedimen dengan pengeboran berdasarkan
gradien kedalaman, yaitu 0-10 cm, 10-50 cm, 50-100 cm, 100-200 cm, 200-300
cm, dan 300-400 cm di 12 titik sampling. Sampel vegetasi diambil secara
destruktif (mencabut seluruh bagian pohon) berdasarkan gradien ketinggian
(tinggi total pohon), yaitu 0-100 cm, 101-200 cm, 201-300 cm, dan 301-400 cm
sebanyak 30 pohon. Seluruh sampel sedimen dianalisis dengan melakukan
serangkaian uji, yaitu uji penentuan Bulk Density (BD), kadar C-organik tanah (%
C-organik), dan berat kering sampel. Seluruh sampel vegetasi dianalisis dengan
melakukan serangkaian uji, yaitu penentuan kadar air, berat kering tanur (BKT)
atau biomassa, kadar zat terbang, kadar abu, dan % C-organik. Seluruh informasi
yang diperoleh digunakan untuk memperoleh nilai simpanan karbon. Informasi
nilai biomassa dan massa karbon dari vegetasi Avicennia marina yang diperoleh
dari hasil perhitungan aktual di laboratorium selanjutnya digunakan untuk
mencari model persamaan alometriknya. Model yang dibangun terdiri dari dua
jenis, yaitu model regresi linier sederhana ( Y = a+ bx) dan model logaritmik
linier (log Y = a + b Log x) dengan satu dan dua variabel. Variabel yang
dimaksud adalah tinggi total (Tt) sebagai x1 dan diameter setinggi dada/ DBH
sebagai x2. Model persamaan alometrik yang dibangun sebanyak 40 model, 20
model dalam bentuk regresi linier sederhana dan 20 model lainnya merupakan
model dalam bentuk logaritmik linier untuk menduga biomassa. Model persamaan
allometrik untuk menduga massa karbon dikerjakan sama seperti mencari model
persamaan allometrik untuk biomassa. Analisis terakhir dalam penelitian ini
adalah mencari strategi pengelolaan perangkap sedimen di lokasi tersebut
menggunakan teknik strentghs, weaknesses, opportunities, and threats atau
SWOT. Teknik tersebut pada dasarnya mencari faktor dan faktor eksternal yang
kemudian dilakukan pembobotan dan rating untuk memperoleh skor atau total
nilai dari masing-masing faktor. Hasil akhirnya akan diketahui kondisi eksisting
di lokasi penelitian serta strategi yang tepat untuk mengelola perangkap sedimen
disana.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekosistem mangrove yang
berada di areal yang dipasang perangkap sedimen mampu menyimpan karbon
total sebanyak 158.55 ton C atau 180.17 ton C/ha. Vegetasi mangrove menyimpan
sebesar 31.52 ton C atau 35.82 ton C/ha dan dari sedimen menyimpan sebesar
127.03 ton C atau 144.35 ton C/ha. Total emisi karbondioksida (CO2) yang dapat
diserap sebanyak 581.88 ton CO2 atau 661.22 ton CO2/ha. Persamaan alometrik
terpilih untuk menduga biomassa Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0-
500 cm dan diameter batang ≤ 5 cm adalah Log Y = -7.42 + 1.79 (Log Tt) + 0.264
(Log DBH). Persamaan terpilih untuk menduga biomassa akar, batang, cabang,
dan daun, yaitu Log Yakar = -8.37 + 1.94 (Log Tt), Log Ybatang = -8.83 + 1.99 (Log
Tt) + 0.419 (Log DBH), Log Ycabang = -8.63 + 2.01 (Log Tt), dan Log Ydaun = -
7.73 + 1.63 (Log Tt). Persamaan alometrik terpilih untuk menduga massa karbon
Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0-500 cm dan diameter batang ≤ 5
cm adalah Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327 (Log DBH). Persamaan
alometrik untuk massa karbon akar, batang, cabang, dan daun adalah Log Yakar = -
9.11 + 2.04 (Log Tt), Log Ybatang = -8.89 +2.06 (Log Tt) + 0.467 (Log DBH), Log
Ycabang = -9.41 + 2.13 (Log Tt), dan Log Ydaun = -8.46 + 1.64 (Log Tt).
Posisi pengelolaan perangkap sedimen saat ini berada pada kuadran IV,
yaitu pada kondisi stabilitas (hati-hati). Kondisi ini menunjukkan bahwa strategi
pemasangan perangkap sedimen di lokasi penelitian sudah tepat untuk meredam
bencana (abrasi, gelombang tinggi, dan rhob) seperti tujuan awal pemasangannya.
Namun, masih diperlukan upaya penguatan dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada untuk mengurangi ancaman yang muncul. Penguatan tersebut
tertuang dalam strategi pengelolaan Weaknesses-Threats (W-T) melalui
pembuatan tata aturan yang jelas tentang batasan wilayah tanah timbul hasil
pemasangan perangkap sedimen, kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di
lokasi penelitian, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
ekosistem pesisir dalam meredam berbagai bencana.
Kata kunci: Avicennia marina, akresi sedimen, biomassa karbon, model
alometrik, strategi stabilitas
SUMMARY
TYAS AYU LESTARI. Estimation of The Ecosystem Mangrove Carbon
Organic Storage in Sediment Trap Area-Pulau Dua Nature Reserve Banten.
Superviseds by M.YANUAR J. PURWANTO and IETJE WIENTARSIH.
Pulau Dua Nature Reserve (CAPD) is a protected area that is the center
maintained. Several years since the threat of sea level rise due to climate change
began to occur in coastal CAPD. In 2009, society and non gouverment
organisation (NGO) there efforts coastal protection by installing sediment traps
from fishing nets. Sediment traps undergone several modification, that is fishing
nets, bamboo fence, and the sack filled with sands stacked to resempble a fortress.
These efforts succeeded protecting coastal CAPD and mangrove forest from the
threat sea level rise and abrasion.
Another advantages of sediment traps is formed accretion area. The
accretion area overgrown Avicennia marina naturally. Accretion area (sediment)
and mangrove vegetation (Avicennia marina) potentially save carbon storage.
Carbon storage at the sediment and mangrove vegetation can help lower emisis
the greenhouse (GHG) to reduce global warming due to climate change. Based on
the fact, the research has been done with the aims to 1) calculate the total carbon
storage from vegetation mangrove Avicennia marina and sediment in the sediment
traps area; 2) determine the allometric equations model for estimating biomass
and carbon mass Avicennia marina in the sediment traps area; and 3) determine
the sediment traps management strategies based on research result.
The research was conducted at the coastal CAPD and sample analysis was
conducted at the Laboratory Kimia Kayu Forestry Faculty of Bogor Agricultural
University and Laboratory Kimia Tanah-Cimanggu Bogor from February to
September 2015. Sediment sample taken by drilled based on depth gradient,
which is 0-10 cm, 10-50 cm, 50-100 cm, 100-200 cm, 200-300 cm, and 300-400
cm at 12 sampling points. Avicennia marina sample taken by destructive sampling
(removing all parts of tree) based height gradient, which is 0-100 cm, 101-200 cm,
201-300 cm, 301-400 cm, and 401-500 cm. Vegetation sample taken as many as
30 trees. The sediment samples were analyzed by several test, which is the
determination of bulk density (BD) test, determination of soil organic (% C-
organic), and dry weight of the samples. The vegetation samples were analyzed by
several tests, which is determination of moisture content, dry weight or biomass,
volatile matter content, ash content, and % C-organic. All the information then
analyzed to obtained the value of carbon storage both in sediments and mangrove
vegetation. The information of biomass and carbon mass of vegetation Avicennia
marina obtained from laboratory then used to find of allometric equation models.
Allometric equation models were constructed consisting of two types models, that
is linier regression models (Y = a + bx) and logarithmic linier models (Log Y = a
+ b Log x) with one or two variables. The variables is total height (Tt) as x1 and
diameter breast hight (DBH) as x2. Allometric equation models were built as
many as 40 models, 20 models of simple linier regression models and 20 others
are logarithmic linier models for estimating biomass. Allometric equation models
to estimate the carbon mass did same as looking for biomass models. Having
known all the information about carbon storage and allometric equation models,
then analyzed to look for sediment traps management strategies. Analysis was
performed using strength, weaknesses, opportunities, and threats techcnique or
SWOT. The technique is basically looking for internal (strengths and weaknesses)
and external factors (opportunities and threats). After further the internal and
external factor were known to be weight and ratting to got score or total value of
each factors. The last will be known the best of strategies to manage the mangrove
ecosystem at the sediment trap.
The research result revealed that: 1) mangrove ecosystems at the sediment
traps can stored as much total carbon 158.55 tons C or 180.17 tons C/ha.
Mangrove vegetation can stored 31.52 tons C or 35.82 tons C/ha and sediment
can stored 127.03 tons C or 144.35 tons C /ha. Total emissions of carbon dioxide
(CO2) which can be absorbed as much as 581.88 tons of CO2 or 661.22 tons of
CO2/ha. Allometric equations for estimating biomass elected Avicennia marina
which has a total of 0-500 cm height and trunk diameter ≤ 5 cm is Log Y = -7.42
+ 1.79 (Log Tt) + 0.264 (Log DBH). The equation was chosen to estimate the
biomass of roots, trunk, branches, and leaves are Log Yroots = -8.37 + 1.94 (Log
Tt), Log Ytrunk = -8.83 + 1.99 (Log Tt) + 0.419 (Log DBH), Log Ybranches = -8.63 +
2.01 (Log Tt), and Log Yleaves = -7.73 + 1.63 (Log Tt). Allometric equation was
chosen to estimate the mass of carbon Avicennia marina which has a total of 0-
500 cm height and trunk diameter ≤ 5cm is Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327
(Log DBH). Allometric equations for the carbon mass of roots, trunk, branches
and leaves are Log Yroots= -9.11 + 2:04 (Log Tt), Log Ytrunk = -8.89 +2.06 (Log Tt)
+ 0467 (Log DBH), Log Ybranches = -9.41 + 2.13 (Log Tt), and Log Yleaves = -8.46
+ 1.64 (Log DBH).
Now, the position of the management of sediment traps are in quadrant IV,
namely the stability condition (be careful). This condition indicates that the
strategy of trapping sediment in the study site was appropriate for reducing
disasters (abrasion, high waves, and rhob) as the original purpose of installation.
However, it still needs strengthening in a way to minimize the weaknesses that
exist to mitigate emerging threats. Strengthening is contained in management
strategies Weaknesses-Threats (W-T) through the creation of system clear rules
on the restriction of land arising results trapping sediment, policy management of
mangrove ecosystems in the study site, as well as increased public awareness of
the importance of coastal ecosystems in reducing disasters.
Keywords : Avicennia marina, accretion of sediment, carbon biomass, allometric
models, strategies stability
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB,
Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apap pun tanpa izin IPB.
PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM
MANGROVE DI AREAL PERANGKAP SEDIMEN PESISIR
CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN
TYAS AYU LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Widiatmaka, DEA.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rahmat dan
ridho-Nya maka pelaksanaan penelitian serta penulisan karya ilmiah yang
berjudul Simpanan Karbon Ekosistem Mangrove di Areal Perangkap Sedimen
Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S dan Prof. Dr. Dra. Ietje Wientarsih,
Apt. M.Sc selaku komisi pembimbing atas semua arahan, bimbingan, dan
segala bentuk dukungannya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir.
Erliza Noor selaku perwakilan dari Prodi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan (PSL) dan juga selaku pimpinan sidang ujian tesis atas
saran dan masukan bagi penulis dan perbaikan karya ilmiah ini.
3. Seluruh dosen dan staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Daya
Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB atas semua dukungan
dan bantuannya selama penulis melaksanakan studi.
4. Direktur Wetlands International Indonesia (WII), Bapak I Nyoman
Suryadiputra atas ijin dan bantuannya untuk pelaksanaan penelitian di
lokasi kerja WII.
5. Kedua orang tua dan mertua: Ayahanda Ujang Sukanta dan Ibunda
Nuryati, Ayahanda Asep Rahmat dan Ibunda Wawat Suparti, Adinda
Irmayanti serta seluruh keluarga yang turut membantu dukungan moril
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
6. Suami Aswin Rahadian, dan ananda Ashagiselva Tasmira Rahadian atas
segala doa, bantuan, dan semangat selama penyusunan karya ilmiah dari
awal sampai akhir.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan PSL IPB angkatan 2013 atas segala
kebersamaan, kekompakan, persahabatan, dan kekeluargaannya.
8. Pihak-pihak lainnya yang telah membantu pelaksanaan studi, penelitian,
dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Bogor, Maret 2016
Tyas Ayu Lestari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Mangrove 6
Mangrove Jenis Avicennia marina 7
Sedimen 8
Perangkap Sedimen 9
Biomassa dan Massa Karbon Mangrove 11
Persamaan Alometrik untuk Menduga Biomassa dan Massa Karbon pada
Mangrove 12
3 METODE 13
Waktu dan Lokasi Penelitian 13
Alat dan Bahan 14
Metode Pengumpulan Data 15
Metode Analisis Data 16
4 GAMBARAN UMUM 23
Kondisi Umum 23
Sejarah Tanah Timbul 29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30
Simpanan Karbon Vegetasi Avicennia marina 30
Simpanan Karbon pada Sedimen 46
Strategi Pengelolaan Perangkap Sedimen 51
6 SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 67
RIWAYAT HIDUP 81
DAFTAR TABEL
1 Berbagai persamaan alometrik untuk menduga biomassa vegetasi
mangrove 13
2 Contoh tabel IFAS/ EFAS dalam analisis swot 22
3 Matriks analisis SWOT untuk strategi pengelolaan perangkap sedimen 23
4 Hasil analisis kualitas air secara in-situ di sekitar lokasi penelitian 28
5 Jumlah vegetasi Avicennia marina dan luasannya di lokasi penelitian 32
6 Kadar air Avicennia marina di lokasi penelitian 33
7 Biomassa Avicennia marina dalam satu pohon 33
8 Kadar zat terbang Avicennia marina a di lokasi penelitian 36
9 Kadar abu Avicennia marina di lokasi penelitian 36
10 Kadar C-organik Avicennia marina di lokasi penelitian 38
11 Massa karbon Avicennia marina dalam satu pohon 38
12 Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina menggunakan
persamaan alometrik terpilih 44
13 Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina a menggunakan
berbagai persamaan alometrik 44
14 Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan selang ketinggian 44
15 Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan setiap bagian Avicennia marina 44
16 Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
persamaan alometrik terpilih 45
17 Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
berbagai persamaan alometrik 45
18 Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan selang ketinggian 46
19 Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan setiap bagian Avicennia marina 46
20 Hasil analisis bulk density, % C-organik, dan massa karbon sedimen
di lokasi penelitian 48
21 Matriks faktor internal strategi pengelolaan perangkap sedimen 52
22 Matriks faktor eksternal strategi pengelolaan perangkap sedimen 55
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 5
2 Contoh perangkap sedimen dengan struktur keras 10
3 Penjerapan sedimen menggunakan perangkap sedimen berstruktur 10
4 Perangkap sedimen dari jaring ikan 14
5 Perangkap sedimen dari pagar bambu 14
6 Perangkap sedimen dari karung berisi pasir 15
7 Peta sebaran titik pengambilan sampel sedimen 16
8 Matriks internal-eksternal 22
9 Lokasi penelitian berupa tanah timbul hasil perangkap sedimen 24
10 Foto udara area perangkap sedimen yang ditumbuhi Avicennia marina 25
11 Hamparan pantai berlumpur hasil perangkap sedimen di pesisir CAPD 26
12 Pola arus permukaan wilayah Teluk Banten 26
13 Material sedimen yang terangkut oleh arus sejajar pantai 27
14 Peta distribusi kelas tinggi vegetasi Avicennia marina 32
15 Biomassa total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian 34
16 Massa karbon total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian 38
17 Hubungan tinggi total dengan biomassa total 40
18 Hubungan tinggi total dengan massa karbon total 41
19 Hubungan DBH dengan biomassa total 41
20 Hubungan dDBH dengan massa karbon total 41
21 Peta penyebaran sedimen yang terperangkap berdasarkan kelas 47
22 Simpanan karbon pada sedimen di lokasi penelitian 51
23 Hasil analisis matriks internal-eksternal (IE matrix) 57
24 Strategi yang dipakai dalam pengelolaan ekosistem mangrove di area 58
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perangkap sedimen di lokasi penelitian dari tahun 2011-2014 68
2 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan kelas ketinggian 68
3 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan bagian tumbuhan 69
4 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon
Avicennia marina berdasarkan kelas ketinggian 69
5 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon
Avicennia marina berdasarkan bagian tumbuhan 70
6 Matriks W-T (Weaknessess-Threats) strategi pengelolaan perangkap
sedimen di lokasi penelitian 71
7 Data dan hasil analisis bagian akar dari Avicennia marina 72
8 Data dan hasil analisis bagian batang dari Avicennia marina 72
9 Data dan hasil analisis bagian cabang dari Avicennia marina 73
10 Data dan hasil analisis bagian daun dari Avicennia marina 74
11 Hasil analisis biomassa. massa karbon, dan serapan karbondiokasida (CO2) 75
12 Data dan informasi sedimen/ substrat lumpur 75
13 Hasil analisis bulk density (BD) dan % c-organik sedimen/ substrat lumpur 77
14 Pengambilan sampel sedimen dan vegetasi Avicennia marina 78
15 Analisis sampel di laboratorium 79
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim menjadi isu yang berkembang dengan cepat dan
mempengaruhi kebijakan global dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Perubahan
iklim merupakan perubahan pada unsur-unsur iklim, baik karena variabilitas alam
atau akibat aktifitas manusia dalam kurun waktu yang panjang (IPCC 2001).
Perubahan iklim disebabkan oleh parameter iklim yang berubah, khususnya suhu
udara dan curah hujan yang terjadi antara jangka waktu lima puluh sampai seratus
tahun. Perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan antropogenik melalui
pemakaian bahan bakar fosil dan alih fungsi lahan. Perubahan iklim menyebabkan
kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi yang dipicu oleh kenaikan konsentrasi
gas rumah kaca (GRK) di atmosfer seperti karbondioksida (CO2) dan metana
(CH4) sehingga terjadi pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat adanya
efek rumah kaca karena menyerap cahaya infra-merah yang dipantulkan balik
oleh bumi dari matahari. Panas yang terperangkap ini selanjutnya menyebabkan
peningkatan suhu bumi (Widiatmaka 2013).
Robert (2011) dalam Widiatmaka (2013) menyatakan bahwa gas CO2
memberikan kontribusi yang paling besar terhadap efek rumah kaca. Konsentrasi
CO2 di atmosfer ditambah dengan kemampuan memanaskannya maka CO2
memberikan sumbangan sekitar 55%. Komponen GRK lain yang mengisi
atmosfer adalah metana sebanyak 17%, nitrat oksida 7%, dan gas-gas lain
termasuk chlorofluorocarbon (CFC) sebesar 21%. Karbondiokasida juga memiliki
peranan penting dalam kaitannya dengan siklus karbon. Karbon di atmosfer
digunakan dalam proses fotosintesis untuk membuat bahan makanan baru bagi
tanaman. Secara global. Hal tersebut merupakan transfer karbon secara besar-
besaran dari atmosfer ke bagian lain, yaitu tanaman. Proses fotosintesis ini dapat
menyerat 120 PG C/tahun dari atmosfer dan kurang lebih 610 PGC dapat
disimpan dalam tanaman dalam kurun waktu tertentu. Selain dalam proses
fotosintesis, karbon di dunia juga tersimpan dalam beberapa kantong karbon
(carbon pool), diantaranya kerak bumi, laut, atmosfer, dan ekosistem darat
(terestrial). Karbon di atmosfer merupakan kantong karbon yang memiliki peran
paling penting dalam menjaga kestabilan suhu bumi karena karbon di atmosfer
sangat peka terhadap perubahan. Kepekaan tersebut akan berimbas pada efek
rumah kaca dan perubahan iklim. Karbon yang tersimpan di atmosfer sebanyak
750 PGC sedangkan karbon yang tersimpan pada kerak bumi, laut, dan ekosistem
darat berturut-turut sebesar 1x108 PGC, 3.8x10
4 PGC, dan 1.5x10
3 PGC. Selain di
atmosfer, simpanan karbon yang tak kalah penting berada pada ekosistem darat
karena akan mempengaruhi laju percepatan emisi karbon ke atmosfer jika tidak
dijaga dengan baik. Perubahan sedikit saja terutama jumlah yang diemisikan lebih
besar dibandingkan yang tersimpan akan mempengaruhi suhu permukaan bumi
dan pada akhirnya kebijakan global juga akan berubah. Berbeda dengan karbon
pada kerak bumi dan lautan yang lebih banyak tersimpan di bagian dasar sehingga
potensi penyimpanannya lebih besar dibandingkan pelepasannya karena berada
pada kedalaman yang tinggi (dasar kerak bumi dan lautan).
Terkait hal tersebut pada pertemuan COP (Conferences of The Parties) 15
2
UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) di
Copenhagen pada Desember 2009, Indonesia mengumumkan komitmennya untuk
mengurangi emisi karbon hingga 26% sampai tahun 2020 dengan upaya sendiri
atau 41% dengan bantuan internasional. Komitmen Indonesia tersebut tertuang
dalam Pepres Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Perpres Nomor 71 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Pertimbangan untuk menurunkan
GRK didasarkan kepada posisi geografis Indonesia yang sangat rentan terhadap
berbagai bencana diantaranya diakibatkan oleh perubahan iklim. Berbagai
bencana tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah pesisir
terutama kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut merupakan ancaman
yang paling berbahaya karena menyebabkan peningkatan potensi banjir rhob dan
erosi pantai.
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung seluas 30 ha
dan sebagian besar wilayahnya merupakan hutan mangrove. Ancaman paling
tinggi bagi keberadaan hutan mangrove disana adalah kenaikan muka air laut.
Hasil analisis Sualia (2011) menunjukkan bahwa pada kenaikan air laut setinggi
50 cm maka kawasan CAPD akan terendam kurang lebih seluas 10 ha. Ancaman
kenaikan muka air laut akan sangat dirasakan ketika musim angin barat (sekitar
bulan Januari-Maret) karena kawasan pesisir CAPD akan mengalami
penggerusan dan luasannya sedikit demi sedikit berkurang. Padahal, hutan
mangrove disana memberikan banyak manfaat bagi kesatuan ekosistem
mangrove, diantaranya sebagai benteng pertahanan pesisir dan habitat berbagai
keanekaragaman hayati, khususnya burung air. Jika keberadaan ekosistem
mangrove di CAPD terganggu maka ketahanan pesisir terhadap berbagai bencana
perubahan iklim akan berkurang.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi hampir setiap tahun, pada tahun
2011, masyarakat dan Kelompok Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua (KPAPPD)
bekerja sama dengan Wetlands International Indonesia (WII) dan Yayasan Lahan
Basah Indonesia (YLBI) mulai membuat perangkap sedimen untuk melindungi
keberadaan ekosistem mangrove di CAPD dari ancaman kenaikan muka air laut.
Perangkap dibuat untuk melindungi pesisir CAPD dan hutan mangrove yang
tumbuh disana. Selain itu, pemasangan perangkap sedimen secara tidak langsung
akan melindungi ekosistem yang berada di belakang CAPD seperti kawasan
tambak dan pemukiman. Perangkap sedimen yang dibuat mengalami beberapa
kali perubahan karena berbagai alasan terutama disebabkan oleh kejadian alam.
Awalnya, perangkap sedimen dibuat dari jaring ikan namun tidak bertahan lama
karena hanyut terbawa gelombang. Selanjutnya, perangkap sedimen dibuat dari
pagar bambu. Pagar tersebut menyerupai benteng yang bersifat permeabel
sehingga air laut dapat keluar masuk ketika terjadi pasang dan surut sehingga
proses fisiologi pada hutan mangrove tetap terjadi. Teknik tersebut cukup berhasil
sehingga banyak sedimen yang terperangkap dan mulai ditumbuhi oleh vegetasi
Avicennia marina secara alami sekitar tahun 2012. Untuk melindungi vegetasi
mangrove yang tumbuh, perangkap sedimen kemudian dipagari dengan karung
berisi pasir.
Hasil dari pemasangan perangkap sedimen menunjukkan bahwa kondisi
pesisir CAPD mulai terlindungi dan sedimen disana mulai stabil. Ketika musim
angin barat datang maka sedimen atau tanah timbul berupa lumpur yang berada di
3
pesisir tidak ikut tergerus gelombang. Selain itu, hutan mangrove yang berada di
CAPD juga ikut terlindungi. Dampak lain yang dirasakan dari tanah timbul yang
sudah stabil tersebut mulai ditumbuhi vegetasi Avicennia marina secara alami.
Dampak tidak langsung yang dirasakan dari pemasangan perangkap sedimen
berupa jasa lingkungan, yaitu sejumlah karbon yang berasal dari vegetasi
mangrove dan sedimen yang terperangkap mulai tersimpan. Hasil penelitian
Donato et al. (2012) menunjukkan bahwa ekosistem mangrove merupakan salah
satu hutan yang menyimpan karbon paling tinggi di kawasan tropis, yaitu sekitar
1.023 Ton C/ha atau setara dengan 3.751 Ton CO2/ha. Hasil tersebut diperoleh
dari pengukuran biomassa pohon, kayu mati, dan kandungan karbon tanah di 25
hutan mangrove sepanjang kawasan Indo-Pasifik. Sumber karbon ekosistem
mangrove di Indo-Pasifik dua kali lebih tinggi dibandingkan hutan dataran tinggi
di daerah tropis dan sub-tropis. Page et al. (2010) dan Hooijer et al. (2006) dalam
Kauffman dan Donato (2012) menyatakan bahwa proporsi terbesar dari sumber
karbon ini berasal dari karbon di bawah permukaan tanah (belowground). Tanah
yang terdapat pada ekosistem mangrove kaya akan bahan organik dan sangat
rentan melepaskan GRK jika terganggu. Jika mereka terdegradasi maka akan
berpotensi mengemisikan karbon. Deforestasi mangrove diperkirakan
menyebabkan emisi sebesar 0.02-0.12 Pg karbon/tahun yang setara dengan 10%
emisi dari deforestasi global.
Sampai saat ini, penelitian mengenai simpanan karbon organik pada
ekosistem mangrove di area perangkap sedimen belum pernah dilakukan.
Berbagai penelitian simpanan karbon lebih banyak berada pada kawasan inti
mangrove baik pada vegetasinya saja maupun pada sedimennya saja secara
terpisah. Isu penelitian simpanan karbon pada area perangkap sedimen sangat
menarik dikarenakan oleh tujuan utama dari pemasangan adalah untuk
melindungi hutan mangrove dan pesisir di CAPD. Namun, pada akhirnya
pemasangan perangkap sedimen tersebut memberikan manfaat penting lainnya
berupa jasa lingkungan yang dapat membantu dalam mengurangi emisi GRK
secara langsung dan secara tidak langsung membantu pemerintah RI
merealisasikan komitmennya mengurangi emisi GRK global. Informasi yang
dihasilkan dapat menjadi kajian baru bagi ilmu pengetahuan dalam rangka upaya
pengurangan emisi GRK sekaligus mitigasi perubahan iklim di wilayah pesisir.
Selain itu, informasi yang dihasilkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan kegiatan rehabilitasi di daerah pesisir menggunakan teknik yang
sama dengan kondisi lingkungan yang menyerupai Teluk Banten dengan manfaat
yang lebih besar.
Perumusan Masalah
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung yang tengah
dipertahan keberadaannya. Beberapa tahun terakhir sejak terjadinya perubahan
iklim ancaman kenaikan muka air laut mulai terjadi di kawasan pesisir CAPD.
Ancaman tersebut dapat mengganggu keberadaan dan kelangsungan mata rantai
kehidupan pada ekosistem mangrove disana. Masyarakat dan beberapa LSM
disana melakukan upaya perlindungan pesisir dengan memasang perangkap
sedimen dari jaring ikan pada tahun 2011 sebagai upaya melakukan perlindungan
4
di sana. Upaya tersebut tidak bertahan lama karena perangkap sedimen dari bahan
jaring ikan tidak sanggup menahan gelombang air laut yang tinggi kemudian
hilang. Perangkap sedimen selanjutnya dibuat dari bahan bambu yang dipasang
menyerupai pagar. Perangkap sedimen dari bambu bersifat permeabel sehingga air
laut saat pasang surut dapat keluar masuk areal yang dipasang perangkap sedimen
serta hutan mangrove yang berada di CAPD. Upaya tersebut cukup berhasil
karena areal pesisir CAPD mulai terlindungi dari ancaman kenaikan muka air laut
dan abrasi. Untuk lebih melindungi kondisi tersebut, selanjutnya perangkap
sedimen dilindungi oleh karung berisi pasir yang ditumpuk menyerupai benteng.
Keuntungan langsung yang dirasakan selama kurun waktu kurang lebih 3
tahun adalah kondisi pesisir CAPD mulai stabil dan sedimen yang terperangkap
mulai ditumbuhi vegetasi Avicennia marina secara alami. Kondisi tersebut
berpotensi menyimpan sejumlah karbon organik, baik yang berasal dari vegetasi
maupun dari sedimen. Keuntungan secara tidak langsung tersebut dapat
berkontribusi pada penurunan emisi GRK dimana berdasarkan hasil penelitian
Donato et al. (2012), hutan mangrove mampu menyimpan karbon 8-10 kali lebih
tinggi dibandingkan tipe hutan lainnya. Sampai saat ini, penelitian yang berfokus
pada perhitungan simpanan karbon organik pada ekosistem mangrove di areal
yang dipasang perangkap sedimen belum pernah dilakukan. Penelitian yang telah
adalah perhitungan simpanan karbon pada vegetasi mangrove jenis tertentu
(aboveground carbon) dan karbon tanah secara terpisah (belowground carbon).
Oleh karena itu, isu ini menarik jika diteliti karena diharapkan dapat menjadi
informasi baru bagi ilmu pengetahuan. Selain itu, hasil yang diperoleh diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan strategi mitigasi
perubahan iklim terutama yang berhubungan dengan perlindungan pesisir dan
ekosistem mangrove (Gambar 1), Melalui penelitian ini diharapkan dapat
menjawab beberapa pertanyaan penelitian dianataranya adalah
1. Berapa jumlah total simpanan karbon (karbon vegetasi Avicennia marina
dan sedimen) di area perangkap sedimen?
2. Bagaimana persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa
karbon Avicennia marina yang tumbuh di area perangkap sedimen?
3. Bagaimana strategi pengelolaan perangkap sedimen agar sedimen yang
terperangkap dan vegetasi mangrove yang tumbuh di lokasi penelitian
tetap terjaga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya
maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Menghitung jumlah total simpanan karbon organik (karbon vegetasi
Avicennia marina dan sedimen) di area perangkap sedimen.
2. Menentukan persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa
karbon Avicennia marina yang tumbuh di area perangkap sedimen.
3. Menentukan strategi pengelolaan perangkap sedimen agar sedimen yang
terperangkap dan vegetasi mangrove yang tumbuh di lokasi penelitian
tetap terjaga.
5
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
bagi:
1. Ilmu pengetahuan dengan memberikan referensi pendugaan dan
kuantifikasi cadangan karbon melalui pengembangan persamaan alometrik
dan melengkapi varian persamaan alometrik yang belum terakomodasi
pada persamaan alometrik yang tersedia saat ini.
2. Masyarakat dengan memberikan pemahaman akan pentingnya ekosistem
mangrove terhadap ketahanan pesisir.
3. Pemerintah dan pihak terkait dengan memberikan referensi data dan
informasi simpanan karbon pada ekosistem mangrove khususnya di area
perangkap sedimen, memberikan pembelajaran pengetahuan lokal yang
aplikatif, dan memberikan dampak penting pagi pengembangan kebijakan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup perhitungan simpanan karbon organik
pada ekosistem mangrove di area perangkap sedimen pesisir CAPD Banten.
6
Simpanan karbon organik yang dihitung berasal dari vegetasi Avicennia marina
yang tumbuh alami dan sedimen/lumpur yang terjerap disana. Informasi
mengenai simpanan karbon vegetasi ditunjang oleh informasi hasil pencarian
persamaan alometrik untuk menduga nilai biomassa dan massa karbon dari
Avicennia marina. Hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
mencari strategi paling baik untuk menjaga perangkap sedimen tersebut agar tetap
dapat melindungi pesisir secara umum dan menjaga sedimen serta vegetasi
Avicennia marina agar tetap baik secara khusus.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove
Kata mangrove berasal dari mangue (bahasa Portugis) yang berarti
tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Hutan
mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang menempati zona intertidal
dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur yang dibatasi oleh pasang
surut (Moore 1977 dalam Kordi 2012). Menurut Kartawinata (1979) dalam
Setyawan et al. (2003) hutan mangrove dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai hutan bakau. Padahal, bakau adalah nama generik anggota genus
Rhizophora (Widodo 1987 dalam Setyawan et al. 2003). Hutan mangrove
merupakan sebuah sistem yang sangat produktif terdiri dari tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang beradaptasi dengan kehidupan di sepanjang pantai. Mereka
mengekspor sejumlah detritus yang membantu kelangsungan hidup ekosistem
lepas pantai (Snedaker dan Brown 1981). Komunitas mangrove terdiri atas
tumbuhan, hewan, dan mikroba namun tumbuhan memiliki peran penting bagi
kelangsungan hidup komunitas ini.
Mangrove tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Kordi 2012). Mangrove banyak dijumpai
di daerah pesisir yang terlindungi dari gempuran ombak dan di daerah yang
landai. Mereka tidak akan tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar
dengan arus pasang surut yang kuat. Hal tersebut disebabkan oleh pada lokasi-
lokasi tersebut sulit terjadi pengendapan lumpur dan pasir yang akan menjadi
substrat tempat pertumbuhan mangrove. Mangrove akan tumbuh subur di daerah
muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir berbagai partikel
organik maupun endapan lumpur yang terbawa dari hulu akibat adanya erosi
(Gunarto 2000 dalam Kastolani dan Setiawan 2013).
Tumbuhan mangrove diperkirakan berasal dari Indo-Malaysia yang
merupakan kawasan pusat keanekaragama mangrove dunia. Mangrove kemudian
tersebar ke barat hingga ke India dan Afrika Timur dan ke timur hingga ke
Amerika dan Afrika Barat. Penyebaran mangrove ke arah timur disertai
penyebarannya ke bagian utara hingga ke Jepang dan bagian selatan hingga ke
Selandia Baru. Walsh (1974) dalam Setyawan et al. (2003) membagi mangrove
menjadu dua bagian besar, yaitu mangrove di kawasan Indo-Pasifik Barat yang
meliputi wilayah Asia, India, Afrika Timur dan mangrove di kawasan Amerika-
Afrika Barat. Mangrove yang berada di kawasan Indo-Pasifik Barat lebih beragam
7
karena terdiri dari lebih dari 40 spesies sedangkan yang berada di kawasan
Atlantik hanya berjumlah 12 spesies. Ekosistem mangrove di wilayah Indonesia
terpencar di beberapa daerah dan lebih banyak terpusat di Papua.
Di Indonesia, mangrove tumbuh pada berbagai substrat, seperti lumpur,
pasir, terumbu karang, dan kadang kala tumbuh pada batuan. Namun, substrat
mangrove yang paling baik adalah pantai berlumpur yang terlindung dari
gelombang dan selalu mendapat pasokan air tawar (Setyawan et al. 2003).
Substrat akan mempengaruhi pertumbuhan mangrove dan juga zonasi. Zonasi
pada mangrove dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu gelombang yang menentukan
frekuensi genangan, salinitas yang berkaitan dengan osmosis mangrove, substrat,
pengaruh darat, dan keterbukaan terhadap gelombang yang menentukan jumlah
substrat yang dapat dimanfaatkan (Sukardjo 1993 dalam Kordi 2012). Menurut
Watson (1928) dalam Anwar et al. (1984) dalam Kordi (2012) menyebutkan
bahwa zonasi mangrove dibagi menjadi lima kategori berdasarkan frekuensi air
pasang, yaitu (1) Zona yang paling dekat dengan laut banyak ditumbuhi oleh
Avicennia dan Sonneratia, (2) Zona selanjutnya berada pada substrat yang sedikit
lebih tinggi banyak ditumbuhi Bruguiera cylindrica, (3) Zona ketiga yang lebih
mengarah ke daratan banyak dihuni oleh Rhizophora, Bruguiera parviflora, dan
Xylocarpus granatum, (4) Zona terakhir yang berada semakin dekat dengan
daratan banyak dihuni oleh jenis Bruguiera gymnorrhiza, (5) Zona peralihan ke
arah daratan biasanya banyak djumpai jenis Lumnitzera racemosa, Xylocarpus
moluccencis, Intsia bijuga, Ficus retusa, rotan, pandan dan nibung pantai, serta
Oncosperma tigillaria,
Mangrove memiliki manfaat dan peran dalam kaitannya dengan ekologi
dan sosial ekonomi. Fungsi mangrove secara ekologi diantaranya menjaga kondisi
pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah
terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi
mangrove yang tidak kalah penting adalah untuk sekuestrasi karbon, membentuk
daratan baru, menjaga kealamian habitat, sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk tempat mencari makan, sumber keanekaragaman biota akuatik dan
non akuatik, serta sumber plasma nutfah. Secara sosial ekonomi, mangrove
memiliki manfaat sebagai bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok,
papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto 2004). Ekosistem
mangrove juga memiliki memiliki manfaat berupa hasil hutan kayu, hasil hutan
non kayu, bahan pangan, sumber obat-obatan, kawasan wisata, pengambangan
ilmu dan teknologi, serta akuakultur.
Mangrove Jenis Avicennia marina
Menurut Duke et al. (2008), Avicennia marina termasuk Kingdom
Plantae, Filum Thacheophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Lamiales, Keluarga
Avicenniaceae, Genus Avicennia, dan Jenis Avicennia marina (Forsk) Vierh.
Menurut Yusuf (2010), Avicennia marina dikenal dengan sebutan pohon Api-api
(Jawa), pohon Prapat (Bali), dan Kayu Api Betina (Sumatera Selatan). Avicennia
marina banyak ditemukan dalam ekosistem mangrove yang berada paling luar
atau paling dekat dengan lautan. Jenis ini hidup dalam substrat berpasir, tanah
berlumpur agak lembek atau dangkal, sedikit mengandung bahan organik, dan
8
berkadar garam tinggi (Afzal et al. 2011). Jenis ini merupakan kosmopolitan
yang terdistribusi luas di daerah pesisir tropis dan subtropis. Afrika, Asia,
Amerika Selatan, Australia, Polynesia, dan Selandia baru merupakan wilayah-
wilayah yang banyak ditemui jenis Avicennia marina.
Avicennia marina merupakan pohon yang tumbuh tegak ataupun
menyebar dan dapat mencapai ketinggian 30 meter. Jenis ini memiliki perakaran
horizontal yang rumit dan berbentuk menyerupai pensil. Bandaranayake (1999)
menyebutkan bahwa daun Avicennia marina tumbuh berhadap-hadapan,
bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik, dan ujungnya tumpul serta memiliki
pangkal yang rata. Bagian atas permukaannya ditutupi bintik-bintik kelenjar yang
berbentuk cekung. Bagian bawah daunnya berwarna putih yang bercampur
dengan warna abu-abu muda. Selain itu, daunnya berbentuk elips, bulat
memanjang, dan bulat telur terbalik dengan ujung meruncing sampai menyerupai
bentuk bulat (Noor et al. 2006). Batangnya mengeluarkan getah dan memiliki rasa
yang pahit. Kulit kayunya memiliki warna hijau keabu-abuan dan terkelupas
sedangkan ranting muda serta tangkainya memiliki warna kuning muda dan tidak
berbulu. Bunganya berwarna kuning dengan kelopak bunga pendek dan pucat
(Bandaranayake 1999). Noor et al. (2006) menjelaskan bahwa bunganya
menyerupai trisula dan bergerombol. Bunga ini muncul di bagian tandan, berbau
menyengat, dan memiliki nektar yang banyak. Buahnya berbentuk kotak,
berkatup, berbiji dan berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).
Avicennia marina memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai
obat untuk kulit terbakar. Resin yang keluar dari kulit kayunya digunakan sebagai
alat kontrasepsi. Buahnya dapat dimakan dan kayunya dapat digunakan sebagai
bahan kertas yang memiliki kualitas tinggi. Selain itu, daunnya dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak
Sedimen
Sedimen pada ekosistem mangrove merupakan padatan tersuspensi
yang masuk ke area pesisir melalui muara sungai, pengerukan material, dan
resuspensi sedimen bagian bawah oleh gelombang dan kapal-kapal (Holeman
1968, Laronne dan Mosley 1982, Wolanski 1994 dalam Fukurawa dan
Wolanski 1996). Mekanisme sedimentasi pada area mangrove didominasi oleh
proses hidrodinamik yang merupakan bagian dari proses biologi berlawanan di
daerah lepas pantai (Ayukai dan Wolanski 1996 dalam Fukurawa dan
Wolanski 1996). Proses hidrodinamik terdapat arus sungai yang berlawanan
dan sirkulasi baroklinik serta kerusakan yang disebabkan oleh flok (Gibbs
1985, Woodroffe 1985, Dyer 1986, Wolanski et al. 1988, Wolanski 1995,
Wolanski et al. 1995, Wolanski dan Gibbs 1995, Mazda et al. 1995 dalam
Fukurawa dan Wolanski 1996).
Sedimen pada ekosistem mangrove menjadi tempat akar-akar
mangrove tumbuh. Karakteristik sedimen yang baik akan menentukan jumlah
tegakan mangrove yang dapat tumbuh dan berkembang disana. Faktor arus
ketika kondisi pasang dan surut sangat mempengaruhi terbentuknya sedimen.
Arus menentukan ukuran partikel yang terendapkan. Hal tersebut dikarenakan
ketika kondisi pasang surut yang tinggi maka pengendapan partikel debu dapat
9
terhambat. Ketika pasang, ombak akan membawa partikel debu ke daerah
belakang mangrove dan ketika surut maka berbagai partikel tersebut akan
tertarik kembali bersama dengan air laut yang tertarik ke laut. Partikel pasir
akan terlebih dahulu mengendap karena ukurannya jauh lebih besar. Arus yang
kuat akan mempertahan partikel dalam suspensi lebih lama dibandingkan arus
yang lemah. Selain faktor arus, faktor letak dan lokasi kawasan mangrove juga
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya substrat (Arif 2003
dalam Indah et al. 2009).
Pada umumnya, sedimen terdiri dari unsur pasir, liat, dan debu.
Perpaduan liat dan debu akan menghasilkan tekstur sedimen yang baik
sedangkan debu yang bercampur dengan liat dan pasir akan menghasilkan
lumpur. Menurut Keersebilck (1983) dalam Indah et al. (2009), tanah-tanah
pada hutan mangrove merupakan tanah yang belum matang. Tanah mangrove
dicirikan dengan aluvial hidromorf atau tanah liat laut yang merupakan hasil
endapan. Endapan terbentuk di air yang tenang dan memiliki struktur tanah
yang sama sekali belum berkembang dan masih memiliki konsistensi lumpur
yang sangat lembek. Endapan tersebut mengandung banyak sekali partikel zat
padat yang terbawa dari aliran sungai menuju laut dan berlangsung secara
lambat. Agregasi butir tanah yang mudah terurai atau terdispersi oleh air
menyebabkan tanahnya menjadi berlumpur.
Perangkap Sedimen
Perangkap sedimen merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
melindungi garis pantai dan ekosistem pesisir yang bersifat alami maupun buatan.
Masyarakat Indonesia lebih mengenalnya sebagai alat pemecah ombak (APO).
Perangkap sedimen banyak digunakan untuk melindungi pesisir dan ekosistem
mangrove karena pada awalnya alat ini banyak digunakan untuk memecah
gelombang laut agar kekuatannya lebih kecil ketika sampai ke daratan.
Gelombang yang datang dari laut lepas akan mengalami difraksi dan refleksi
setelah mengenai perangkap sedimen ini. Ketika gelombang yang terdifraksi
datang maka kemungkinan sedimen akan terbawa ke daerah yang terlindungi.
Sementara itu, ketika galombang terefleksi maka energi gelombang akan
berkurang karena mengenai perangkap sedimen atau APO ini (Yulistiyanto 2009).
Perangkap sedimen yang bersifat alami diantaranya mangrove. Melalui
perakaran mangrove, sedimen tersuspensi masuk ke area pesisir melalui aliran
sungai lalu terjadi pengerukan material dan terjadi resuspensi sedimen bawah
permukaan melalui ombak (Holeman 1968, Laronne dan Mosley 1982, Wolanski
1994 dalam Fukurawa dan Wolanski 1996). Hutan mangrove juga diyakini
memiliki posisi yang cukup penting sebagai penjerap sedimen tersuspensi.
Mekanisme penjerapan sedimen disebabkan oleh mikro turbulensi yang tinggi
dan ditimbulkan oleh aliran pasang surut di sekitar vegetasi mangrove.
Penjerapan sedimen akan meningkatkan luasan habitat mangrove. Sistem
perakaran dan batang yang berada di atas tanah akan meningkatkan proses
pengendapan sedimen (Fukurawa dan Wolanski 1996 dalam Adame et al. 2010).
Perangkap sedimen buatan biasanya dibuat sengaja oleh manusia sebagai
bagian dari perlindungan garis pantai. Perangkap sedimen buatan terbagi menjadi
10
dua macam berdasarkan strukturnya, yaitu struktur keras (hard structure) dan
struktur lunak (soft structure). Perangkap sedimen berstruktur keras terbuat dari
bahan keras, seperti semen, beton, batu, dan sebagainya. Jenis ini ini dibuat
sebagai benteng perlindungan garis pantai dari abrasi air laut. Namun, jenis ini
memiliki kekurangan yaitu ketika gelombang laut mengenai alat tersebut maka
gelombang akan menjadi lebih besar karena memantul pada struktur keras.
Akibatnya, gelombang akan membawa lebih banyak sedimen ke arah laut. Ketika
air laut mengalami kondisi pasang surut, sedimen yang terbawa ke laut tidak akan
terbawa kembali ke pantai karena terhalang oleh struktur keras tersebut.
Hamparan lumpur akan menjadi curam, membentuk cekungan dan bertebing
(Gambar 2).
Gambar 2 Contoh perangkap sedimen dengan struktur keras (LGF Team 2012)
Gambar 3 Penjerapan sedimen menggunakan perangkap sedimen berstruktur
lunak (Winterwerp et al. 2014)
Perangkap sedimen berstruktur lunak mulai banyak dikembangkan karena
kemampuannya bekeja sama dengan alam. Perangkap jenis ini terbuat dari bahan
alami seperti kayu, bambu, karung yang diisi pasir, dan sebagainya (Gambar 3).
Perangkap sedimen jenis ini memiliki konsep bekerja bersama dengan alam dan
tidak melawan sistem kerja alam. Teknologi yang digunakan biasanya lebih
11
sederhana berdasarkan informasi kearifan lokal setempat dan dibantu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan terkini. Struktur ini mengadopsi sistem kerja
perakaran mangrove yang permeabel sehingga dapat dilalui air dan padatan
tersuspensi berupa sedimen. Teknologi ini sudah berhasil diterapkan di rawa-rawa
negara Belanda dan Jerman. Sistem kerja alat ini adalah mengembalikan sedimen
yang terbawa ke laut. Agitasi dasar laut (ditunjukkan dengan tanda panah yang
menunjuk pada lingkaran) untuk meningkatkan konsentrasi sedimen di bagian
depan. Konstruksi biasanya dibuat tipis dan sempit di atas sedimen sehingga
gelombang dapat dipecah dan energinya berkurang (Winterwerp et al. 2014).
Biomassa dan Massa Karbon Mangrove
Biomassa dan massa kabon merupakan dua unsur penting yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Biomassa sebagian besar terdiri atas karbon (C),
yaitu sebanyak 45-50% bahan kering tanaman (Brown 1997). White dan Olasket
(1981) menyatakan bahwa biomassa tersusun terutama oleh senyawa penyusun
karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O)
yang dihasilkan melalui proses fotosinstesis tanaman. Tumbuhan melalui proses
fotosintesis menyerap CO2 di udara kemudian mengubahnya menjadi karbohidrat
yang akan disebarkan ke seluruh bagian tumbuhan dan akhirnya ditimbun dalam
daun, batang, ranting, bunga, dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh
tumbuhan dinamakan proses sekustrasi (C-Sequestration). Oleh karena itu,
pengukuran C yang tersimpan pada bagian tubuh tumbuhan yang berupa
biomassa menggambarkan banyaknya karbondioksida (CO2) di atmosfer yang
diserap oleh tumbuhan tersebut. Sedangkan pengukuran C yang tersimpan pada
bagian tumbuhan yang telah mati (nekromas) menggambarkan CO2 yang tidak
dilepaskan ke udara lewat pembakaran. Karbon pada tanaman akan terdistribusi
menjadi dua bagian, yaitu karbon yang akan menjadi energi untuk proses
fisiologis tanaman dan karbon yang akan masuk ke dalam struktur tumbuhan dan
menjadi bagian dari tumbuhan.
Biomassa terbagi menjadi dua kategori, yaitu biomassa yang berada di
atas tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah) dan biomassa di
bawah tanah (akar). Biomassa sendiri diartikan sebagai jumlah total bahan
organik yang hidup terdapat pada pohon dan dinyatakan dalam berat kering oven
per unit area, misalnya ton/ha (Brown 1997). Jumlah biomassa ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah diameter, tinggi tanaman, kerapatan kayu,
dan kesuburan tanah (Kusmana et al. 1992 dalam Heriyanto dan Subiandono
2012). Pada hutan mangrove, jumlah biomassa sangat dipengaruhi oleh kondisi
iklim yang meliputi curah hujan dan suhu udara (Kusmana et al. 1992). Jumlah
biomassa pada hutan tersebut akan mempengaruhi jumlah simpanan karbonnya.
Pada hutan mangrove, simpanan karbon terdistribusi pada empat kantong karbon,
yaitu biomassa atas permukaan (aboveground), biomassa bawah permukaan
(belowground), bahan organik mati, dan karbon organik tanah. Hairiah dan
Rahayu (2007) menyatakan bahwa C tersimpan pada tiga komponen pokok,
yaitu:
a) Biomassa. Biomassa merupakan masa dari bagian vegetasi yang masih
hidup yang terdiri dari tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma, dan
12
tanaman semusim.
b) Nekromas. Nekromas merupakan masa dari bagian pohon yang telah mati
baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah
tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-
daunan yang telah gugur (serasah) yang belum terlapuk.
c) Bahan organik tanah. Bahan organik tanah terdiri dari sisa makhluk
hidup (tanaman, hewan, dan manusia) yang telah mengalami pelapukan
baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.
Ukuran partikelnya biasanya lebih kecil dari 2 mm.
Mangrove sebagai salah satu ekosistem kunci dalam mitigasi perubahan
iklim melalui penurunan laju deforestasi dapat dimanfaatkan sebagai penyimpan
karbon (Kauffman et al. 2011 dalam Gang Wang et al. 2013). Ekosistem ini
secara ekologis berbeda dan memiliki simpanan karbon yang bervariasi (Kristense
et al. 2008 dalam Gang Wang et al. 2013). Menurut Donato et al. (2012) dalam
Tai Tue et al. (2014), hutan mangrove dapat menyimpan sampai
1.023 Mg C/ha yang merupakan penyerap karbon paling penting di daerah tropis.
Studi terbaru menunjukkan bahwa simpanan karbon pada hutan mangrove 2-3
kali lebih tinggi dibandingkan hutan terestrial (Adame et al. 2013; Donato et al.
2011; dan Kauffman et al. 2011 dalam Tai Tue et al. 2014).
Pengukuran biomassa dan massa karbon dapat dilakukan melalui beberapa
cara, Sutaryo (2009) menyebutkan bahwa perkiraan biomassa dapat dilakukan
melalui empat pendekatan, yaitu:
a) Sampling dengan pemanenan. Metode ini dilakukan dengan memanen
seluruh bagian tumbuhan termasuk akar kemudian mengeringkan dan
menimbang berat biomassanya. Metode ini relatif akurat namun cukup
mahal dan memakan waktu.
b) Sampling tanpa pemanenan. Metode ini dilakukan tanpa melakukan
pemanenan bagian tumbuhan, yaitu dengan mengukur tinggi dan/ atau
diameter pohon menggunakan persamaan alometrik untuk
mengekstrapolasi biomassa.
c) Pendugaan melalui penginderaan jauh. Penggunaan metode ini tidak
dianjurkan terutama untuk kegiatan skala kecil. Hal tersebut dikarenakan
teknologi ini relatif mahal dan membutuhkan keahlian khusus yang tidak
semua orang dapat melakukannya.
d) Pembuatan model. Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa
dengen frekuensi dan intensitas pengamatan in-situ atau penginderaan
jauh yang terbatas. Model empiris ini berdasarkan pada jaringan dari
sampel plot yang diukur berulang sehingga memiliki estimasi biomassa
yang telah menyatu melalui persamaan alometrik yang dapat dikonversi
menjadi biomassa (Australian Greenhouse Office 1999 dalam Sutaryo
2009).
Persamaan Alometrik untuk Menduga Biomassa dan Massa Karbon pada
Mangrove
Model alometrik merupakan hubungan antara pertumbuhan dan ukuran
salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan
13
organisme. Model alometrik yang dibangun berupa persamaan alometrik yang
menggambarkan hubungan diameter dan tinggi pohon dengan berat kering
keseluruhan (biomassa). Komiyama et al. (2005) dalam Santos et al. (2014)
menyatakan bahwa metode alometrik yang menggunakan persamaan alometrik
untuk menduga sebagian atau seluruh biomassa dari pohon menggunakan
perhitungan dimensi yaitu diameter setinggi dada/ diameter breast high (DBH)
dan tinggi pohon.
Secara umum, persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa
karbon adalah Y = a + bx. Nilai Y merupakan nilai biomassa atau massa karbon
yang diukur, x adalah parameter dari yang diukur baik berupan diameter dan/atau
tinggi tumbuhan, a adalah nilai perpotongan sumbu vertikan Y, dan b adalah
kemiringan (slope) atau koefisien regresi. Berbagai persamaan alometrik untuk
menduga biomassa pada veegtasi mangrove disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Berbagai persamaan alometrik untuk menduga biomassa vegetasi
mangrove
No Persamaan Jenis Lokasi Sumber
1 AGB = 0.140 DBH2.40 Avicennia germinans French Guyana Fromard et al. (1998)*
2 AGB = 0.140 DBH2.54 Avicennia germinans Guadeloupe, French
Antilles
Imbert dan
Rollet (1989)*
3 AGB = 0.102 DBH2.50 Laguncularia racemosa French Guyana Fromard et al.
(1998)*
4 AGB = 0.209 DBH2.24 Laguncularia racemosa Guadeloupe, French Antilles
Imbert dan Rollet (1989)*
5 AGB = 1.178 DBH2.47 Rhizophora granatum Guadeloupe, French
Antilles
Imbert dan
Rollet (1989)*
6 AGB = 0.0823 DBH2.59 Xylocarpus granatum Australia Barat Clough dan
Scott (1989)*
7 AGB = 0.251ρ DBH2.46 Umum Hutan tropis di Amerika, Asia, dan
Oseania
Komiyama et al. (2005)
8
AGB = ρ (exp(-1.349+1.980
Ln(DBH)+0.207(Ln(D))2-
0.028(Ln(dbh))3)
Umum Asia Barat Daya Chave et al. (2005)
9 AGB = 0.1848 (DBH)2.3524 Avicennia marina Indonesia
Dharmawan
dan Siregar
(2008)
10 BGB = 0.1628 (DBH)1.7939 Avicennia marina Indonesia
Dharmawan
dan Siregar
(2008)
11 Btotal = 0.2905 (DBH)2.2598 Avicennia marina Indonesia
Dharmawan
dan Siregar
(2008)
12 AGB = 0.251 ρ (D)2.45 Rhizoporaceae South-East Asia Komiyama et
al. (2005)
*Sumber Mitra dan Zaman (2015), AGB = Above Ground Biomassa (biomassa di atas tanah), BGB = Below Ground
Biomassa (biomassa di bawah tanah).
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama delapan bulan, mulai dari bulan Februari
sampai dengan September 2015. Kegiatan penelitian dilaksanakan di tiga tempat,
yaitu:
14
a. Pesisir Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) Banten yang ditumbuhi
mangrove atau lebih tepatnya di area perangkap sedimen.
b. Laboratorium Kayu dan Kimia Hasil Hutan-Fakultas Kehutanan IPB dan
c. Laboratorium Kimia-Balai Penelitian Tanah.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah global positioning system
(GPS), kantong plastik berbagai ukuran, golok, karung, timbangan, kalkulator,
drone, bor tanah, oven, cawan porselen, tally sheet, meteran, alat tulis, kamera,
peralatan laboratorium, dan perangkap sedimen yang sudah dipasang sejak tahun
2011, yaitu perangkap sedimen dari jaring ikan (Gambar 4), perangkap sedimen
dari pagar bambu (Gambar 5), dan perangkap sedimen dari karung berisi pasir
(Gambar 6). Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah sedimen
(lumpur), vegetasi mangrove Avicennia marina (akar, batang, ranting, dan daun),
peta kerja, dan berbagai data sekunder yang mendukung informasi di lokasi
penelitian.
Gambar 4 Perangkap sedimen dari jaring ikan (Hasil penelitian 2015)
Gambar 5 Perangkap sedimen dari pagar bambu (Hasil penelitian 2015)
15
Gambar 6 Perangkap sedimen dari karung berisi pasir (Hasil penelitian 2015)
Metode Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan dan laboratorium. Data
sekunder diperoleh dari penelusuran studi pustaka dan informasi dari berbagai
sumber yang terkait dengan penelitian. Data primer yang diambil di lapangan
berupa dimensi pohon (diameter batang setinggi dada/Diameter Breast High
(DBH) dan tinggi total pohon) dan informasi mengenai bagian-bagian dari
Avicennia marina (akar, batang, cabang, dan daun) yang meliputi berat basah di
lapangan, berat kering tanur (BKT) sebagai nilai biomassa, kadar air, kadar zat
terbang, kadar abu, persentase karbon organik, dan kandungan massa karbonnya.
Informasi mengenai sedimen yang diambil meliputi bulk density (BD), berat
basah di lapangan, berat kering tanur (BKT) sebagai nilai biomassa, kadar air,
persentase karbon organik, kandungan massa karbon, dan serapan karbondioksida
(CO2). Data sekunder yang diambil meliputi kondisi arus, pasang surut, dan
kondisi umum lokasi penelitian, serta berbagai informasi pendukung lainnya yang
menunjang informasi penelitian terutama yang berkaitan dengan strategi
pengelolaan pesisir dan ekosistem mangrove.
Pengambilan Sampel Vegetasi Mangrove (Dharmawan dan Siregar 2008)
Sampel mangrove jenis Avicennia marina diambil secara langsung
(destruktif) dengan cara mencabut seluruh bagian dari pohon, mulai dari akar,
batang, ranting, dan daun. Sampel mangrove diambil secara acak berdasarkan
kelas ketinggian 0-500 cm, yaitu 0-100 cm, 101-200 cm, 201-300 cm, 301-400
cm, dan 401-500 cm. Sampel dengan kelas ketinggian tertentu diambil sebanyak
5 pohon sehingga total sampel sebanyak 25 pohon. Setiap bagian mangrove yang
diambil (akar, batang, ranting, dan daun) ditimbang berat basahnya dan diambil
bagian yang akan dianalisis di laboratorium. Metode yang digunakan mengacu
pada MacDicken (1999) dalam Dharmawan dan Siregar (2008). Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
16
• Seluruh sampel Avicennia marina yang akan diambil diukur diameter dan
tingginya.
• Avicennia marina yang sudah diukur diameter dan tingginya selanjutnya
ditebang dan dipisahkan bagian-bagiannya. Bagian-bagian tersebut
ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.
• Sebanyak 200 gram untuk setiap bagian Avicennia marina yang ditebang
diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk diukur berat
keringnya di laboratorium.
• Nilai berat kering dan basah selanjutnya akan digunakan untuk mencari
biomassaa Avicennia marina.
Pengambilan Sampel Sedimen (Kauffman dan Donato 2012)
Sampel sedimen diambil pada 12 titik sampling (Gambar 7). Sampel
diambil berdasarkan kelas kedalaman, yaitu 0-10 cm, 10-50 cm, 50-100 cm, 100-
200 cm, 200-300 cm, dan 300-400 cm. Donato dan Kauffman (2012) menyatakan
bahwa kedalaman 10-300 cm kaya akan bahan organik sehingga hal tersebut
dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sampel. Sampel sedimen yang
sudah diambil selanjutnya dibungkus menggunakan alumunium foil dan kantong
plastik untuk menghindari kontaminasi mikroba dan penguapan air yang
berlebihan. Sampel yang telah dibungkus selanjutnya ditimbang berat basah
lapangannya.
Gambar 7 Peta sebaran titik pengambilan sampel sedimen
Metode Analisis Data
Pengukuran Massa Karbon Vegetasi Avicennia marina
Massa karbon dari vegetasi Avicennia marina diukur melalui beberapa
tahapan, diantaranya penghitungan kadar air, biomassa, persen karbon organik (%
17
C-organik) yang terdiri dari dua tahapan; yaitu penentuan kadar zat terbang dan
kadar abu, serta yang terakhir adalah penghitungan massa karbonnya. Penentuan
kadar air dari Avicennia marina dilakukan dengan memanaskan bagian-bagian
dari Avicennia marina, yaitu akar, batang, cabang, dan daun yang sebelumnya
sudah disegmentasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah memanaskan cawan
yang akan digunakan untuk memanaskan bagian-bagian sampel tersebut. Cawan
dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Selanjutnya, cawan
tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 gram dari
sampel (bagian Avicennia marina) yang akan dihitung kadar airnya dimasukkan
ke dalam cawan tersebut dan ditimbang sebagai berat awal (B0). Setelah itu,
sampel di oven selama kurang lebih 3 jam pada suhu 105 oC. Setelah 3 jam,
cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali
beratnya. Persen kadar air selanjutnya dhitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Kadar Air = (𝑩𝟎−𝑩𝑲)
𝑩𝑲 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (Haygreen dan Bowyer 1982).................. (1)
Dimana: Kadar Air = Kadar air (%)
B0 = Berat awal sampel (gram)
BK = Berat kering sampel (gram)
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam menghitung karbon vegetasi
Avicennia marina adalah penentuan berat jenis (BJ) sampel. Berat Jenis Avicennia
marina diukur berdasarkan hubungan antara berat kering kayu dengan volume
awalnya. Volume sampel diukur secara gravimetri dengan menimbang air saja
yang dituangkan ke dalam gelas piala dan menimbang air yang ditambahkan
potongan kayu dalam gelas piala. Selisih antara berat air dan potongan kayu
dengan berat air saja merupakan volume dari kayu tersebut. Sampel yang telah
diukur volumenya selanjutnya dikeringkan menggunakan oven selama 2 hari
dengan suhu kurang lebih 102 oC hingga diperoleh berat yang konstan.
Selanjutnya sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Hasil
penimbangan dinyatakan sebagai berat kering tanur (BKT). Oleh karena itu, berat
jenis kayu Avicennia marina ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
Berat Jenis (BJ) : 𝑩𝑲𝑻 (𝒈𝒓𝒂𝒎)
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑲𝒂𝒚𝒖 (𝒄𝒎𝟑) ...................................................................... (2)
Dimana: BJ = Berat jenis (gram/cm3 )
BKT = Berat kering tanur (gram)
V = Volume kayu (cm )
Berat Kering Tanur = BKT = 𝑩𝑩
𝟏+ %𝑲𝑨
𝟏𝟎𝟎
(Haygreen dan Bowyer 1982) .............. (3)
Dimana: BKT = Berat kering (gram)
BB = Berat basah (gram)
%KA = Persen kadar air (%)
Langkah ketiga yang dilakukan adalah menentukan biomassa dari
Avicennia marina. Penentuan biomassa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
metode pengovenan dan pendugaan menggunakan model matematis. Penentuan
biomassa dengan metode pengovenan dilakukan dengan cara menimbang seluruh
18
bagian dari Avicennia marina baik batang, cabang, akar, dan daun yang sudah
dikeringkan menggunakan oven. Hasil berat kering yang diperoleh merupakan
nilai biomassa atau dinyatakan dengan BKT. Biomassa total merupakan hasil dari
penjumlahan seluruh biomassa dari setiap bagian pohon.
Biomassa total = Ba + Bb + Bc + Bd ..............................................................................
(4)
Dimana: Ba = Biomassa akar (gram)
Bb = Biomassa batang (gram)
Bc = Biomassa cabang (gram)
Bd = Biomassa daun (gram)
Penentuan biomassa menggunakan pendekatan model matematis dihitung
berdasarkan hubungan antara biomassa dengan dimensi pohon, yaitu tinggi total
dan dimeter setinggi dada. Model penduga biomassa yang dipilih untuk
menghitung biomassa Avicennia marina merupakan model penduga yang
memiliki nilai R2 paling tinggi dan ragam (s) paling rendah serta validasinya
memenuhi kaidah persayaratan. Secara umum, model penduga biomassa
Avicennia marina yang digunakan dan perhtungan validasinya adalah:
Biomassa (B) = f (DBH dan h) ......................................................................... (5)
Dimana: Biomassa = Ton
DBH = Diameter setinggi dada orang dewasa (meter)
h = Tinggi pohon (meter)
Validasi model dilakukan dengan melakukan uji Chi-Square, uji
simpangan agregat (SA), uji simpangan rata-rata (SR), dan uji rata-rata bias
absolut (MAEj). Uji Chi-square (x2
hitung) untuk menguji perbedaan nilai dugaan
dengan nilai aktualnya. apabila nilai x2
hitung ≤ x2
tabel (α, n-1) maka hasil dugaan
dianggap signifikan tidak berbeda nyata dari hasil perhitungan sebenarnya. Chi-
square dihitung berdasarkan persamaan:
........................................................................................(6)
Dengan kaidah keputusan:
x2
hitung ≤ x2tabel (α, n-1) : Terima H0
x2
hitung > x2
tabel (α, n-1) : Tolak H0
H0 : Nilai dugaan tidak berbeda nyata dengan nilai aktualnya
H1 : Nilai dugaan berbeda nyata dengan nilai aktualnya
Uji simpangan agregat (SA) merupakan selisih dari jumlah nilai aktualnya
dengan nilai dugaan sebagai proporsional terhadap nilai dugaan. Model alometrik
yang baik adalah yang memiliki nilai SA -1 sampai +. Selain SA, uji validasi juga
dilakukan dengan menghitung nilai simpangan rata-rata (SR). Nilai SR
merupakan jumlah mutlak dari selisih antara jumlah dugaan dengan nilai
sebenarnya, proporsional terhadap jumlah nilai dugaan. Nilai SR yang baik tidak
melebihi 10%. Nilai SA dan SR dihitung berdasarkan persamaan:
19
.............................................. (7)
Uji validasi terakhir adalah melakukan perhitungan rata-rata bias absolut
(MAE). Uji ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan simpangan suatu nilai
dugaan terhadap nilai sebenarnya. Nilai MAE diperoleh dari hasil perhitungan
menggunakan persamaan:
............................................................................................(8)
Dimana:
MAEj : Mean average error (rata-rata bias absolut) persamaan ke-j (ton/pohon)
eij : Simpangan biomassa ke-i dan pada persamaan ke-j
Yai : Nilai aktual (ton)
Yti : Nilai dugaan (ton)
Nj : Jumlah data rumus ke-j
Langkah keempat yang dilakukan adalah penentuan persentase karbon
organik (% C-organik). Nilai % C-organik dari setiap bagian Avicennia marina
diperoleh setelah mengetahui kadar zat terbang dan kadar abunya. Penentuan
kadar zat terbang dimulai dengan memotong sampel menyerupai batang korek api
untuk bagian akar, batang, dan cabang sementara daun dicincang halus. Sampel
yang sudah dipotong selanjutnya dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam pada
suhu 80 oC. Sampel yang sudah kering selanjutnya digiling dan disaring
menggunakan saringan berukuran antara 40-60 mesh. Sampel yang sudah
berbentuk serbuk selanjutnya diambil sebanyak 2 gram dan dimasukkan kedalam
cawan porselen bertutup. Cawan porselen yang berisi sampel selanjutnya di
keringkan di dalam tanur dengan suhu 950 oC selama 2 menit. Setelah 2 menit,
sampel didinginkan di dalam deksikator dan ditimbang kembali beratnya. Kadar
zat terbang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar Zat Terbang = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍−𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (ASTM 1990a) ..(9)
Sisa sampel yang digunakan dalam penentuan kadar zat terbang
dimasukkan kembali ke dalam tanur selama 6 jam dengan suhu 900 oC. Setelah
itu, sampel didinginkan di dalam deksikator dan ditimbang sampai beratnya
konstan dan dinyatakan dengan berat kadar abu. Kadar abu dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar Abu = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒖𝒋𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒂𝒃𝒖
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒖𝒋𝒊 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒛𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒂𝒏𝒈 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (ASTM 1990b) .......... (10)
Setelah kadar zat terbang dan kadar abu diketahui maka persentase karbon
organik (% C-organik) dihitung berdasarkan pengurangan kadar zat terbang dan
kadar abu yang terdapat dalam sampel (SNI 06-3730-1995). Secara matematis,
persentase C-organik disajikan dengan perhitungan sebagai berikut:
% C-Organik = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu ........................ (11)
20
Langkah kelima yang dilakukan adalah menentukan massa karbon dari
Avicennia marina. Massa karbon dari Avicennia marina dihitung menggunakan
dua metode, yaitu metode perhitungan langsung berdasarkan perkalian antara
biomassa pohon dengan % C-organik dan perhitungan menggunakan pendekatan
model matematis. Persamaan matematis untuk menghitung massa karbon
Avicennia marina adalah sebagai berikut:
Massa Karbon (C) = Biomassa x % C-Organik ........................................ (12)
Penghitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan pendekatan
model matematis dihitung berdasarkan hubungan antara massa karbon dengan
dimensi pohon, yaitu tinggi dan dimeter setinggi dada. Model penduga massa
karbon yang dipilih untuk menghitung massa karbon Avicennia marina
merupakan model penduga yang memiliki nilai R2 paling tinggi dan ragam (s)
paling rendah. Secara umum, model penduga massa karbon Avicennia marina
yang digunakan adalah:
Massa Karbon (C) = f (DBH dan h) ........................................................... (13)
Dimana: Massa karbon = Ton
DBH = Diameter setinggi dada orang dewasa (meter)
h = Tinggi pohon (meter)
Selain nilai karbon, serapan karbondioksida (CO2) yang dapat diambil oleh
Avicennia marina juga dihitung. Perhitungan serapan CO2 diperoleh dari hasil
konversi kadar karbon yang diperoleh sebelumnya. Nilai serapan CO2 tersebut
diperoleh dengan mengalikan kadar karbon dengan rasio berat molekul CO2
terhadap berat molekul C. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
CO2 = 𝐌𝐫 𝐂𝐎𝟐
𝑨𝒓 𝑪 𝒙 𝑲𝒂𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝑲𝒂𝒓𝒃𝒐𝒏 (Dharmawan 2010) ......................... (14)
Dimana: Mr CO2 = Berat molekul relatif senyata CO2 (44)
Ar C = Berat molekul relatif atom C (12)
Pengkuran Karbon Organik Sedimen
Karbon organik yang terdapat dalam sedimen diukur melalui tiga tahapan,
yaitu penentuan Bulk Density (BD), % C-organik, dan massa karbon dari sedimen.
Penentuan BD mengacu pada metode Kauffman dan Donato (2012). Bulk density
dari substrat lumpur dianalisis dengan cara mengeringkan sampel pada suhu 105 oC selama kurang lebih 48 jam. Nilai BD diperoleh dengan cara membagi berat
sampel setelah dikeringkan dengan volume sampel. Perhitungan secara matematis
untuk mencari BD adalah sebagai berikut:
Bulk Density = 𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (Kauffman dan Donato 2012) .. (15)
Dimana: Bulk Density = Kadar isi substrat lumpur (gram/cm3)
M = Massa sampel yang dikeringkan (gram)
V = Volume sampel (cm3)
Langkah selanjutnya adalah menentukan % C-organik dari sampel
21
sedimen. Persentase nilai karbon organik dihitung menggunakan metode Walkley
dan Black. Tanah yang akan dihitung % C-organiknya terlebih dahulu ditimbang
sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya, tanah
tersebut ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan dihomogenisasi. Tahap selanjutnya
adalah menambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat dan didiamkan selama 30 menit.
Setelah 30 menit, campuran larutan diencerkan dengan akuades dan dibiarkan
sampai dingin untuk selanjutnya didiamkan selama satu hari. Setelah satu hari,
tingkat absorbansi dari sampel diukur menggunakan spektrofototmeter
menggunakan panjang gelombang 561 nm. Sebelum melakukan pengukuran
sampel, terlebih dahulu dilakukan pengukuran larutan standar dengan konsentrasi
0 dan 250 ppm. Kadar % C-organik dihitung menggunakan persamaan:
% C-organik = 𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒔𝒊 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍−𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒔𝒊 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐
𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒔𝒊 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒙 𝒍𝒂𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒙 𝟎, 𝟎𝟐 𝒙 𝑭 ... (16)
Dimana: % C-organik = Persentase kadar karbon organik (%)
[Larutan satndar] = Konsentrasi larutan standar (250 ppm)
Langkah terakhir yang dilakukan untuk menghitung karbon sedimen
adalah menentukan massa karbon dari sedimen. Penentuan massa karbon sedimen
mengacu pada metode Kauffman dan Donato (2012). Parameter yang digunakan
dalam menghitung kadar karbon substrat lumpur adalah luas lahan (A).
Kedalaman substrat mangrove (h), Bulk Density (BD), dan % C-organik. Secara
matematis, kadar karbon substrat lumpur dihitung berdasarkan persamaan:
KCT = A x h x BD x % .................................................................................... (17)
Dimana: KCT = Kandungan karbon organik tanah (gram/m3)
A = Luas lahan (m2)
h = Kedalaman substrat lumpur (m)
BD = Bulk density (gram/cm3)
% C = Persentase karbon organik (%)
Analisis Strategi Pengelolaan Perangkap Sedimen dengan SWOT
Analisis strategi pengelolaan perangkap sedimen di lokasi penelitian, yaitu
area perangkap sedimen dilakukan dengan teknik strength, weaknesses,
opportunities, and threats (SWOT). Analisis ini menggabungkan identifikasi
faktor internal dan eksternal secara deskriptif dari hasil informasi di lapangan
(penelitian) dan key responden yang sudah lama melakukan penelitian dan
mengetahui secara detail pengelolaan ekosistam mangrove di CAPD. Faktor
internal yang dimaksud adalah kekuatan (Strenghts) dan kelemahan (Weaknesses)
sedangkan faktor eksternalnya adalah peluang (Opportunities) dan ancaman
(Threats). Setiap komponen pada faktor internal dan eksternal tersebut selanjutnya
diberikan bobot mulai dari 0.00 sampai 1.00. Nilai bobot ditentukan berdasarkan
observasi kondisi lapangan oleh peneliti. Setelah itu dilakukan pemberian rating
dengan nilai 1 sampai 4 berdasarkan tingkat pengaruhnya. Semakin tinggi
pengaruhnya maka nilainya semakin tinggi (4). Sebaliknya, semakin rendah
pengaruhnya maka nilainya semakin rendah (1). Nilai rating diperoleh dari key
responden. Bobot dan rating selanjutnya dikalikan untuk memperoleh skor atau
nilai akhir dari setiap komponen baik pada faktor internal maupun pada faktor
eksternal. Informasi tersebut disajikan dalam sebuah tabel terpisah antara faktor
22
internal dan eksternal (Tabel 2).
Tabel 2 Contoh tabel IFAS/EFAS dalam analisis SWOT
Faktor-faktor strategi
Internal/ eksternal
Bobot
(B)
Rating
(R)
Skor
B x R Keterangan
Kekuatan/ Peluang
1.
2.
dst.
Kelemahan/ Ancaman
1.
2.
dst.
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Total 1.00 Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2014)
Gambar 8 Matriks internal-eksternal (diadaptasi dari Rangkuti 2014)
Setelah tabel IFAS/EFAS dibuat selanjutnya dilakukan penentuan matriks
internal-eksternal (IE Matrix) dari total skor yang sudah diperoleh selanjutnya.
Matriks internal-eksternal disajikan pada Gambar 8. Skor pada faktor internal
menjadi sumbu x dan skor pada faktor eksternalmenjadi sumbu y sehingga
diketahui posisi dan kondisi ekosistam mangrove di area perangkap sedimen.
Arahan strategi pengelolaan yang digunakan dalam analisis SWOT diadaptasi dari
Rangkuti (2014), yaitu sebagai berikut:
1. Kuadran 1 = Strategi konsentrasi melalui intergrasi vertikal
2. Kuadran II = Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal
3. Kuadran III = Strategi dalam kondisi penciutan (turnaround)
4. Kuadram IV = Strategi stabilitas
5. Kuadran V = Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau
stabilitas
6. Kuadran VI = Strategi divestasi (pengelolaan dalam situasi
pengurangan)
23
7. Kuadran VII = Strategi diversifikasi konsentrik
8. Kuadran VIII = Strategi diversifikasi konglongmerat
9. Kuadran IX = Strategi likuiditas bangkrut
Strategi pengelolaan ekosistem mangrove di area perangkap sedimen
ditentukan berdasarkan matriks dari elemn-elemen SWOT (Tabel 3). Tabel 3
berisi informasi mengenai berbagai strategi alternatif yang dapat dikembangkan di
lokasi penelitian melalui beberapa kolaborasi empat komponen. Kolaborasi empat
komponen tersebut menghasilkan 4 kelompok alternatif strategi yang dapat
diimplementasikan dalam melakukan pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi
penelitian.
Tabel 3 Matriks analisis SWOT untuk strategi pengelolaan ekosistem mangrove di
area perangkap sedimen
IFAS
EFAS Kekuatan (strenght) Kelemahan (weakness)
Peluang (opportunities)
Strategi S-O
Strategi ini disebut sebagai
strategi agresif karena
memanfaatkan seluruh
kekuatan internal yang ada
untuk memanfaat seluruh
peluang eksternal yang ada.
Strategi W-O
Strategi ini disebut strategi
konservatif karena
memanfaatkan seluruh
kekuatan peluang eksternal
untuk mengatasi kelemahan
internal yang ada.
Ancaman (threats)
Strategi S-T
Strategi ini disebut strategi
kompetitif atau diversifikasi
karena memanfaatkan
seluruh kekuatan internal
yang ada untuk mengurangi
atau mengatasi ancaman
eksternal yang muncul.
Strategi W-T
disebut strategi defensif
karena meminimalkan
kelemahan internal yang ada
untuk menghindari atau
mengurangi ancaman
eksternal yang ada.
Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2014)
4 GAMBARAN UMUM
Kondisi Umum
Batasan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di pesisir utara Provinsi Banten tepatnya di
wilayah pesisir Cagar Alam Pulau Dua (CAPD). Secara administratif, lokasi
penelitian berada di Kelurahan Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kota Serang
dengan posisi geografis 106o11’38”-106
o13’14”BT dan 6
o11’5”-6
o12’5”LS.
CAPD merupakan salah satu kawasan konservasi di wilayah Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat. Ciri khas CAPD adalah
ekosistem mangrove dan berbagai spesies burung air, baik yang migran maupun
lokal. Kawasan ini memiliki fungsi pengawetan yang lebih besar dibandingkan
24
pemanfaatan (PP No 68 1998). Dalam perkembangannya, CAPD mengalami
beberapa kali perubahan, baik dari segi fisik, biotik, maupun sosial budaya.
Perubahan terjadi karena alam dan kegiatan/ aktifitas manusia yang menyebabkan
perubahan sempadan pantai, kerusakan ekosistem mangrove, dan akses manusia
ke dalam CAPD yang menjadi terbuka.
CAPD atau lebih dikenal sebagai Pulau Burung mulai ditetapkan sebagai
Cagar Alam pada tahun 1931 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya, pada
tahun 1937 statusnya berubah menjadi Suaka Margasatwa dengan luas 8 Ha
melalui keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda 30 Juli No. 21 Stbl 474.
Pada saat itu Pulau Dua dan Pulau Jawa masih terpisah oleh selat sempit selebar
500 meter. Kedua pulau mulai bersatu pada tahun 1978 akibat adanya tanah
timbul sehingga luasan Pulau Dua menjadi bertambah. Tanah timbul tersebut
ditumbuhi oleh Avicennia marina yang menjadi tempat burung bersarang (Milton
dan Mahardi 1985, Dishut Jabar 2008 dalam Takandjandji dan Kwatrina 2011).
Pada tahun 1984 dikeluarkan SK Menteri Kehutanan No. 253/Kpts-II/1984 yang
menetapkan bahwa tanah timbul diantara kedua pulau merupakan bagian dari
Pulau Dua sehingga luasannya bertambah menjadi 30 H.
Lokasi penelitian merupakan tanah timbul seluas 0.88 ha yang berada di
pesisir utara CAPD. Tanah timbul tersebut berasal dari pemasangan perangkap
sedimen yang mulai dipasang tahun 2011. Saat ini, lokasi tersebut ditumbuhi
Avicennia marina secara alami. Secara administratif sampai saat ini status
pengelolaan CAPD masih menjadi wewenang dan tanggung jawab BKSDA,
bidang KSDA Bogor, Seksi Wilayah Serang, Resort Pulau Dua. Namun, khusus
untuk tanah timbul yang menjadi lokasi penelitian belum memiliki ketentuan
tentang hak kepemilikan dan pengelolaan. Lokasi kajian penelitian dapat dilihat
pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9 Lokasi penelitian berupa tanah timbul hasil perangkap sedimen
(Hasil penelitian 2015)
25
Gambar 10 Foto udara area perangkap sedimen yang ditumbuhi Avicennia
marina (Hasil penelitian 2015)
Kelerengan, Tofografi, Jenis Tanah, dan Iklim
Kawasan CAPD berada pada ketinggian 1-3 meter di atas permukaan laut
(mdpl). Daerah tersebut merupakan dataran rawa mangrove yang memiliki
tofografi landai. Kemiringan wilayahnya antara 5%-10%. Sebagian besar wilayah
CAPD merupakan habitat vegetasi mangrove dan sebagian kecilnya merupakan
habitat hutan pantai. Hutan mangrove tumbuh di sekitar muara sungai dan daerah
pantai yang mengalami sedimentasi. Sedimentasi tersebut membentuk hamparan
menyerupai daratan (tanah timbul) atau pantai berlumpur (Gambar 11). Daratan
berlumpur terbentuk dari proses akresi yang membawa masa pasir ke arah
daratan. Akresi terjadi akibat adanya hempasan gelombang air laut yang cukup
besar. Material pasir yang dibawa berasal dari kejadian abrasi di daerah sebelah
timur Puau Dua, yaitu daerah Kelurahan Pontang. Pesisir pantai daerah Pontang
sering mengalami kejadian abrasi sehingga material pasir akan terbawa bersama
gelombang ke arah Pulau Dua.
Tanah di wilayah CAPD berbentuk lumpur atau sedimen, Pantai yang
berlumpur tersebut memiliki butiran sedimen lempung dan debu yang berukuran
kurang dari 0.002 mm dengan kelerengan 0-1%. Sedimen yang berasal dari
sungai banyak ditemukan di wilayah pantai bagian barat. Selain pantai berlumpur,
di wilayah CAPD terdapat pula pantai berpasir dan berbatu. Pantai berpasir
memiliki butiran sedimen pasir berukuran 0.062-2.00 mm dengan kelerengan 1%-
5%. Pantai berbatu memiliki butiran sedimen berukuran 2.00-256 mm dengan
kelerengan lebih dari 5%.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Takandjandji dan
Kwatrina (2011), kondisi iklim di Pulau Dua termasuk tipe iklim B dengan curah
hujan rata-rata 3.959 mm/tahun dengan suhu berkisar antara 22-33 oC.
Kelembaban udara disana mencapai 80%. Perbedaan curah hujannya sangat jelas
menggambarkan perbedaan musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
26
Gambar 11 Hamparan pantai berlumpur hasil perangkap sedimen di pesisir
CAPD (Dokumentasi penelitian 2015)
Kondisi Arus dan Pasang Surut
Perairan Laut Jawa secara signifikan dipengaruhi oleh sistem Moonson
Asia Tenggara. Perbedaan pola angin permukaan berdasarkan musim akan
menimbulkan perbedaan pola arus permukaan. Pada musim barat, arus permukaan
cenderung searah dengan pola angin, yaitu bergerak dari perairan Laut China
Selatan menuju Laut Jawa. Pada musim timur, pola arus bergerak berlawanan
arah, yaitu dari perairan Laut Jawa menuju perairan Laut China Selatan melalui
Selat Karimata. Teluk Banten (termasuk wilayah pesisir CAPD) berada di wilayah
perairan Laut Jawa. Namun, pola arus permukaannya berlawanan dengan pola
arus di Laut Jawa. Ketika arus permukaan di Laut Jawa bergerak ke arah timur
maka pola arus permukaan di Teluk Banten berputar searah jarum jam. Arus akan
masuk melalui celah timur kemudian keluar melalui celah barat. Celah timur
terbentuk oleh Semenanjung Pontang dan Pulau Panjang sementara celah barat
terbentuk dari Pulau Panjang dan Semenanjung Piatu. Berdasarkan hasil analisis
Purbani et al. (2010) diketahui bahwa kecepatan arus maksimum pada bulan Juli
2010 sebesar 0.368 m/det dan arus bergerak ke arah barat laut sekitar 300o. Pola
arus permukaan di kawasan Teluk Banten disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Pola arus permukaan wilayah Teluk Banten (Modifikasi dari Hosoya
dan Muchari (1986) dalam Rahadian (2013)
27
Perairan di Teluk Banten, termasuk didalamnya lokasi penelitian berada
memiliki tipe pasang surut campuran cenderung diurnal (mixed tide prevailing
diurnal). Elevasi maksimum pasang surut disana mencapai 8.5 meter. Pasang
surut di Teluk Banten juga dipengaruhi oleh penyusun komponen pasang surut
diurnal yang berasal dari Laut Jawa dan Laut China Selatan (Wyrtki 1961 dalam
Makarim et al. 2012). Selain memiliki tipe campuran, pasang surut di Teluk
Banten memiliki tipe kecepatan arus yang asimetris dimana terjadi pergeseran
waktu pada saat pasang dan surut. Arus pada saat pasang purnama (spring tide)
cenderung bergerak ke arah timur dan pada saat bulan mati (neap tide) arusnya
bergerak ke arah barat (Hoitink dan Hoekstra 2003 dalam Makarim et al. 2012).
Sedimen
Sedimentasi di wilayah Teluk Banten termasuk kawasan pesisir CAPD
sudah pernah dianalisis oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010
pada beberapa titik pengamatan di sekitar Teluk Banten. Analisis dilakukan di
sekitar garis pantai dan permukaan dasar laut. Pengamatan dilakukan secara
megaskopis sebelum dilakukan analisis besar butir. Sedimen yang berada di
sekitar Teluk Banten mempunyai ukuran yang beragam mulai dari yang sangat
halus sampai kasar. Bentuk sedimennya juga beragam, mulai dari yang bundar
sampai tidak beraturan. Material sedimen disana pada umumnya adalah lanau (Z)
dan pasir (S). Sedimen berasal dari berbagai sungai yang bermuara di Teluk
Banten.
Gambar 13 Material sedimen yang terangkut oleh arus sejajar pantai
(Dokumentasi penelitian 2015)
Analisa besar butir diperoleh dari parameter tekstur sedimen yang meliputi
besar butir rata-rata (mean grain size), pilahan (sorting), dan kepencongan
(skewness). Berdasarkan informasi dalam diketahui bahwa sebagian besar material
sedimen berasal dari sedimen darat yang diangkut melalui sungai-sungai aktif
yang diendapkan di laut. Daerah yang dekat dengan muara sungai cenderung
memiliki butiran sedimen yang lebih kasar dibandingkan sedimen yang
mengendap lebih jauh dari muara sungai. Pola sebaran sungai yang teridentifikasi
menunjukkan bahwa sedimen berupa pasir terendapkan di sekitar muara sungai.
Sedimen yang berada lebih jauh, yaitu ke arah laut lepas memiliki ukuran butir
sedimen yang lebih kecil dan berangsur halus. Arus sejajar pantai mengangkut
28
sedimen menyusuri kawasan pantai dimana semakin jauh dari muara sungai maka
butiran semakin halus (Gambar 13).
Kualitas Air
Analisis kualitas air dilakukan secara in-situ di lokasi penelitian.
Parameter kualitas air yang diukur meliputi oksigen terlarut/ Disolved Oxigen
(DO), suhu permukaan air, total padatan terlarut/ Total Disolved Solid (TDS),
kadar salinitas, dan derajat keasaman/pH. Lokasi pengambilan sampel dilakukan
di 4 titik, yaitu stasiun 1 sampai stasiun 4. Stasiun 1 berada di muara sungai,
stasiun 2 di kanal air yang mendekati muara sungai, stasiun 3 di kanal air tambak,
dan stasiun 4 di pintu air kanal tambak. Hasil analisis kualitas air dibandingkan
dengan baku mutu air laut berdasarkan KepmenLH No 51 Tahun 2004. Hasil
analisis disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis kualitas air secara in-situ di sekitar lokasi penelitian Parameter Stasiun Baku Mutu
1 2 3 4
DO (mg/L) 6.93 6.30 5.43 5.60 3**)
Suhu (oC) 35.80 33.17 37.03 35.22 28-32
*) TDS (mg/L) 17600 16866 13840 11710 80
*) Salinitas (ppt) 16.07 15.97 12.60 10.47 ≤ 34
*) pH 6.04 6.76 7.72 7.95 7-8,5
*) Keterangan:
*) KepmenLH No 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
**) PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Berdasarkan hasil analisis, kualitas air di sekitar lokasi penelitian masih
tergolong cukup baik sehingga dapat menunjang kehidupan dan pertumbuhan
mangrove disana. Parameter TDS menunjukkan hasil yang sangat jauh dengan
baku mutu yang disarankan. Konsentrasi TDS yang tinggi kemungkinan
disebabkan oleh jumlah padatan terlarut yang berasal dari darat terangkut melalui
air sungai menuju ke laut. Padatan yang dimaksud dapat berasal dari limbahan
hasil kegiatan pertanian, rumah tangga, industri, dan pertambakan yang berada
tepat di belakang lokasi penelitian. Konsentrasi oksigen terlarut disana masih
berada di atas nilai baku mutu sehingga masih memungkinkan untuk menunjang
kehidupan mangrove disana. Suhu permukaan berada di atas baku mutu. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan waktu pengukuran yang dilakukan pada saat
siang hari sekitar pukul 14.00 WIB. Kadar salinitas dan pH masih berada di
bawah baku mutu sehingga masih dapat menunjang kehidupan mangrove disana.
Selain lima parameter kualitas air yang sudah diuji langsung di Teluk
banten, parameter kualitas air lainnya sudah diuji oleh Purbani et al, (2010), yaitu
total padatan tersuspensi/ Total Suspended Solid (TSS). Parameter TSS
berhubungan dengan erosi dan sedimentasi yang mempengaruhi proses
pembentukan sedimen di lokasi penelitian. Selain sedimen yang berasal dari laut
akibat terbawa gelombang, sedimen yang berasal dari darat juga mempengaruhi
proses pembentukan sedimen di lokasi penelitian. Hasil analisis TSS di di Teluk
Banten mencapai 48-156 mg/l sedangkan baku mutu TSS untuk wilayah
mangrove sebesar 80 mg/l (KepmenLH no 51 Tahun 2004). Kondisi tersebut
dapat diartikan bahwa kualitas air disana tidak cukup baik. Namun, dapat
29
diketahui bahwa sedimen yang terbentuk di lokasi penelitian kemungkinan besar
disebabkan oleh adanya pengendapan padatan tersuspensi yang dibawa aliran air
sungai ke daerah muara. Padatan tersuspensi berupa lumpur tersebut terjerap oleh
perangkap sedimen yang dipasang.
Sejarah Tanah Timbul
Tanah timbul di wilayah pesisir Cagar Alam Pulau Dua mulai stabil sejak
inisiasi pemasangan perangkap sedimen tahun 2011. Sebelumnya, tanah timbul
muncul dan hilang seiring datangnya musim, yaitu muncul ketika musim angin
timur dan kondisi gelombang tidak tinggi dan mulai hilang saat musim angin barat
atau kondisi gelombang air laut tinggi. Awalnya, ide pemasangan perangkap
sedimen berasal dari jagawana CAPD yaitu Bapak Matsaid yang memperhatikan
kebiasaan masyarakat Sawah Luhur memasang jaring ikan ketika air pasang dan
akan mengambil ikannya saat air surut. Pemasangan jaring dilakukan saat air laut
mulai pasang karena pada saat tersebut akan banyak ikan yang terperangkap
dalam jaring. Setelah air pasang mulai surut, kondisi sedimen yang berada di
belakang jaring tetap aman dan tidak terbawa gelombang laut. Selain itu, vegetasi
mangrove yang tumbuh diatas sedimen tersebut juga tetap ada terutama vegetasi
yang masih kecil (semai). Kebiasaan tersebut merupakan salah satu bentuk
kearifan lokal masyarakat Sawah Luhur yang biasa dilakukan masyarakat disana.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pada tahun 2011 mulai dipasang secara
resmi perangkap sedimen dengan tujuan utama melindungi pesisir CAPD dari
gelombang tinggi dan kenaikan muka air laut terutama saat musim angin barat
datang. Perangkap sedimen yang dipasang terbuat dari jaring ikan (Lampiran 1).
Perangkap sedimen dari jaring ikan dipasang dua kali. Pemasangan pertama hanya
bertahan 3 bulan karena hilang kemudian pemasangan kedua bertahan kurang
lebih 4 bulan karena rusak dan terbawa sampah akibat gelombang yang besar.
perangkap sedimen dari jaring ikan ternyata belum kuat untuk menahan
gelombang tinggi yang datang ke pesisir CAPD. Jaring ikan yang dipasang
pertama kali berukuran panjang 100 m dan lebar 1 m. Jaring ikan yang kedua
dipasang berukuran sama dengan jaring pertama dan dipasang diposisi yang sama
seperti jaring pertama. Walaupun belum terlalu kuat menahan gelombang, namun
pemasangan perangkap sedimen dari jaring ikan mulai memberikan hasil yang
baik. Kondisi tanah timbul di pesisir CAPD yang terbentuk saat musim angin
timur mulai stabil dan vegetasi mangrove yang masih kecil (semai) juga tetap
terlindungi.
Satu tahun berikutnya, yaitu awal 2012 kondisi cuaca mulai tidak stabil.
Saat itu, angin barat datang membawa gelombang yang cukup tinggi sehingga
pemasangan jaring tidak cukup untuk menahan gempuran gelombang tersebut.
Sedimen dan vegetasi mangrove di CAPD mulai mengalami ancaman kembali.
Untuk mengurangi dampak kerusakan yang ditimbulkan dari gelombang laut yang
tinggi maka masyakat dan KPPAD beserta WII berinisiasi untuk memasang
perangkap sedimen dari karung pasir. Karung pasir ditumpuk sebanyak 2
tumpukan dan memanjang sepanjang 100 m di depan lokasi pemasangan
perangkap jaring. Sedimen di belakang perangkap karung tetap ada dan tumpukan
karung pasir mulai tertimbun oleh sedimen yang terperangkap. Selain itu, vegetasi
30
mangrove di CAPD tetap terlindungi dan di lokasi tanah timbul hasil pemasangan
perangkap pasir mulai ditumbuhi vegetasi Avicennia marina secara alami
(Lampiran 1).
Tahun berikutnya ketika angin barat mulai datang kembali, sedimen yang
terperangkap tetap ada namun vegetasi mangrove yang tumbuh alami di lokasi
pemasangan perangkap sedimen mulai mengalami ancaman. Oleh karena itu,
untuk melindungi sedimen dan vegetasi mangrove yang sudah ada maka
masyarakat, KPPAD, YLBI, dan WII melakukan pemasangan perangkap sedimen
dari pagar bambu atau disebut alat pemecah ombak (APO) di depan karung pasir.
APO dipasang memanjang sejauh 100 meter dengan tinggi 1.5 meter (0.5 meter
ditancapkan ke dasar dan 1 meter di atas permukaan sedimen ). Gambaran APO
yang dipasang di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pagar tersebut
bersifat permeabel sehingga air laut dapat tetap masuk ketika terjadi pasang surut
sehingga proses fisiologis mangrove dapat tetap terjadi. Hasil dari pemasangan
APO adalah terbentuk tanah timbul (hamparan sedimen) sepanjang 150-200
meter.
Pada tahun 2014, kondisi vegetasi semakin tinggi dan besar sehingga
dibutuhkan benteng perlindungan yang lebih kuat. Oleh karena itu, pada tahun
tersebut perangkap sedimen dimodifikasi kembali dengan karung berisi pasir.
Karung-karung tersebut ditumpuk menyerupai benteng sehingga lumpur atau
sedimen yang terjerap semakin banyak. Akibatnya, tanah timbul yang terbentuk
semakin luas dan dalam. Selain itu, kondisi substrat yang merupakan habitat
mangrove juga semakin stabil (Lampira 1). Pada tahun 2015 saat proses
pengambilan data penelitian, kondisi vegetasi di lokasi penelitian sudah mencapai
5 meter (ukuran paling tinggi) dan jumlah anakan mangrove yang menjadi bibit
untuk pertumbuhan selanjutnya berjumlah cukup banyak. Selain itu, kondisi tanah
timbul yang terbentuk ke arah laut semakin jauh dari daratan. Hal tersebut
dikarenakan kondisi perakaran mangrove yang kian besar sehingga mampu
menjerap sedimen lebih banyak disamping terjerap oleh sisa perangkap sedimen
yang masih terpasang.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Simpanan Karbon Vegetasi Avicennia marina
Potensi Vegetasi Avicennia marina
Hasil observasi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa vegetasi yang
tumbuh di sana seragam, yaitu jenis Avicennia marina. Mereka tumbuh di
sepanjang pesisir Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) secara alami setelah kondisi
substrat mulai stabil, yaitu sekitar tahun 2012. Penyebab dari vegetasi Avicennia
marina yang seragam dan tumbuh alami di lokasi penelitian belum diketatahui
secara pasti. Namun, berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dipublikasikan
bahwa faktor lingkungan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan mangrove
dan zonasi mangrove. Salinitas merupakan faktor yang memiliki peranan sangat
penting dalam mengatur keberlangsungan hidup mangrove. Berdasarkan hasil
analisis kualitas air di lokasi tempat tumbuh Avicennia marina (Stasiun 1 pada
31
Tabel 4) diketahui bahwa nilai salinitas disana sebesar 16.07 ppt dan lebih tinggi
dibandingkan daerah dibelakangnya (Stasiun 2, 3, dan 4). Berdasarkan berbagai
penelitian diketahui bahwa vegetasi Avicennia marina memiliki toleransi yang
tinggi terhadap kadar garam. Selain salinitas, faktor lingkungan lain yang
kemungkinan menyebabkan Avicennia marina disana tumbuh subur adalah jenis
tanahnya. Secara detail, komposisi sedimen yang menjadi substrat mangrove
disana tidak dianalisis. Namun, apabila dilihat dari kerapatan Avicennia marina
yang mencapai 39.638 ind/ha maka dapat terlihat bahwa substrat disana sangat
menunjang kehidupan dan pertumbuhan mangrove.
Faktor lingkungan selanjutnya yang kemungkinan memperngaruhi adalah
suhu. Berdasarkan hasil analisis yang dipaparkan pada Tabel 4 dapat diketahui
bahwa suhu rata-rata di lokasi penelitian sebesar 35.80 oC. Suhu ini masih berada
dalam rentang suhu optimum pertumbuhan mangrove, yaitu 27-36 oC. Derajat
keasaman juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan vegetasi di
lokasi penelitian. Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa nilai pH air di
lokasi penelitian sebesar 6.04 dan masih memungkinkan untuk pertumbuhan
anakan vegetasi Avicennia marina. Selain berbagai faktor yang telah disebutkan,
gelombang juga sangat mempengaruhi zonasi dan perkembangan mangrove
(Sukardjo 1993 dalam Kordi 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan
Koordinator lapangan WII pada bulan Januari 2016, diketahui bahwa hanya
anakan Avicennia marina saja yang dapat bertahan dari gelombang tinggi ketika
angin barat datang. Sebelumnya, pada bulan November-Desember 2015 pernah
dilakukan penanaman anakan jenis Rhizophora namun tidak dapat bertahan ketika
gelombang tinggi datang.
Vegetasi Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian seluas 0.88
ha pada bulan Maret 2015 sebanyak 34.882 individu dengan kerapatan 39.638
ind/ha. Hasil tersebut diperoleh dari perhitungan dengan memanfaatkan data
penginderaan jauh. Data dasar yang digunakan berupa foto udara yang diperoleh
menggunakan wahana pesawat UAV atau lebih dikenal dengan drone. Hasil foto
udara yang telah diperoleh selanjutnya diproses dengan beberapa tahapan,
diantaranya dilakukan mosaic dan koreksi geometrik agar berada pada koordinat
sebenarnya. Selanjutnya, data foto udara dianalisis menggunakan metode
segmentasi berbasis objek untuk menduga jumlah pohon yang berada di wilayah
penelitian. Perhitungan jumlah vegetasi tidak dilakukan dengan cara analisis
vegetasi dikarenakan jenis vegetasi yang tumbuh sudah diketahui seragam. Selain
itu, metode perhitungan pohon dengan memanfaatkan data penginderaan jauh
lebih menghemat waktu dan tenaga serta memperoleh informasi yang lebih detail
dibandingkan analisis vegetasi. Informasi mengenai jumlah vegetasi pada setiap
selang ketinggian juga dapat diketahui melalui metode ini. Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa bahwa vegetasi yang tumbuh di sana memiliki ukuran
kelas ketinggian (tinggi total) mulai dari 0-100 cm, 101-200 cm, 201-300 cm,
301-400 cm, dan 401-500 cm. Mereka terdistribusi pada areal seperti yang
diunjukkan pada Gambar 14. Vegetasi dengan ketinggian 400-500 cm lebih
mendominasi dibandingkan kela ketinggian lainnya. Informasi lebih jelas
mengenai jumlah individu dan luasan setiap kelas ketinggian Avicennia marina di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.
32
Gambar 14 Peta distribusi kelas tinggi vegetasi Avicennia marina
Tabel 5 Jumlah vegetasi Avicennia marina dan luasannya di lokasi penelitian
Kelas ketinggian (cm) Jumlah (individu) Luasan (ha)
0-100 1.311 0.03
100-200 3.306 0.08
200-300 2.102 0.05
300-400 14.487 0.36
400-500 13.676 0.34
Total 34.882 0.88 Sumber: Hasil penelitian (2015)
Jumlah vegetasi pada bulan Maret 2015 mengalami penurunan sejak
dilakukan sensus pertama pada tahun 2012. Pada tahun tersebut, sensus dilakukan
dengan cara menghitung anakan Avicennia marina satu per satu sampai seluruh
vegetasi teridentifikasi. Hasil sensus pada tahun 2012 menunjukkan jumlah
vegetasi Avicennia marina yang lebih banyak, yaitu 85.920 individu. Hasil
tersebut mengalami penurunan sebanyak 51.038 individu selama kurun waktu
kurang lebih 3 tahun.
Biomassa Vegetasi Avicennia marina
Informasi mengenai simpanan karbon vegetasi Avicennia marina
diperoleh dari serangkaian proses yang saling terkait. Nilai tersebut diperoleh dari
perhitungan biomassa dan kadar karbon organiknya (% C-organik). Kadar air
merupakan salah satu parameter yang digunakan dalm menghitung nilai biomassa
pada vegetasi Avicennia marina. Hasil analisis kadar air Avicennia marina
dilakukan untuk mengetahui kandungan air pada bagian akar, batang, cabang, dan
daunnya. Informasi kadar air pada setiap bagian Avicennia marina berdasarkan
kelas ketinggian disajikan pada Tabel 6.
Secara umum, % kadar air rata-rata paling tinggi terdapat pada bagian
daun kemudian diikuti oleh bagian akar, batang, dan paling rendah terdapat pada
bagian cabang (Tabel 6). Cabang dan batang memiliki zat penyusun kayu
33
(kambium) sehingga komposisi air yang terkandung di dalamnya lebih rendah.
Sebaliknya, daun memiliki % kadar air lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya
karena pada bagian daun berlangsung proses fotosintesis dan respirasi. Air
merupakan salah satu bahan baku utamanya sehingga air akan lebih banyak
tersimpan di bagian daun. Tidak berbeda jauh dengan daun, pada bagian akar juga
akan mengandunga % kadar air lebih tinggi dibandingkan bagian batang dan
cabang dikarenakan bagian ini merupakan tempat masuknya air dari dalam tanah
untuk diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan. Selain itu, bagian akar merupakan
bagian dari mangrove yang lebih sering terendam air.
Tabel 6 Kadar air Avicennia marina di lokasi penelitian
Kelas Ketinggian % Kadar Air pada Bagian Avicennia marina
Akar Batang Cabang Daun
I 167.80 82.44 46.43 169.15
II 131.12 84.83 63.56 146.28
III 161.64 96.27 54.15 143.30
IV 94.84 62.22 43.71 119.28
V 101.95 84.30 38.46 138.85
Rata-rata 131.31 82.02 49.26 143.37 Sumber: Hasil penelitian (2015). Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Tabel 7 Biomassa Avicennia marina dalam satu pohon
Kelas
Ketinggian
(cm)
Biomassa pada Bagian Avicennia marina
(gram)
Biomassa
Total Per
Pohon
(gram)
Jumlah
(Individu) Akar Batang Cabang Daun
I 20.25 33.64 21.88 31.11 106.87 1311
II 242.33 140.58 115.32 126.53 624.77 3306
III 313.97 316.54 261.79 255.15 971.48 2102
IV 323.17 724.39 253.85 181.47 1482.88 14487
V 683.54 1.639.57 763.50 564.22 3650.95 13676
Rata-rata 316.65 570.94 283.27 231.70 1367.39 Sumber: Hasil penelitian (2015), Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Pada bagian akar, % kadar air paling tinggi terdapat pada sampel
kelompok I dan paling rendah pada kelompok IV, yaitu masing-masing sebesar
197.80% dan 94.84%. Persentase kadar air pada bagian batang paling tinggi
terdapat pada kelompok III yaitu sebesar 96.27% dan paling rendah pada
kelompok IV yaitu sebesar 62.22%. Selanjutnya, % kadar air paling tinggi dan
paling rendah pada bagian cabang terdapat pada kelompok II dan V, yaitu sebesar
63.56% dan 28.46%. Terakhir, % kadar air paling tinggi dan rendah pada bagian
daun terdapat pada kelompok sampel I dan IV sebesar 169.15% dan 119.85%.
Setelah diketahui % kadar airnya maka nilai biomassa nya akan diketahui.
Hasil analisis menunjukkan bahwa biomassa paling tinggi tedapat pada bagian
batang kemudian diikuti oleh bagian akar, cabang, dan paling rendah terdapat
pada bagian daun. Nilai biomassa setiap bagian Avicennia marina dalam satu
pohon disajikan pada Tabel 7. Informasi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa
biomassa meningkat seiring dengan penambahan tinggi total vegetasi. Dalam satu
pohon, kelompok sampel I memiliki biomassa total paling rendah dibandingkan
kelompok lainnya dan kelompok sampel V memiliki biomassa total paling tinggi
34
dibandingkan kelompok lainnya. Nilai biomassa total per pohon pada kelompok
sampel I, II, III, IV, dan V berturut-turut sebesar 106.87 gr, 624.77 gr, 971.48 gr,
1482.88 gr, dan 3650.95 gr. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui
jumlah biomassa yang tersimpan pada seluruh populasi Avicennia marina yang
tumbuh disana berdasarkan kelas ketinggian. Nilai biomassa total dari setiap
pohon yang sudah diperoleh selanjutnya dikalikan dengan jumlah vegetasi yang
ada. Informasi tersebut disajikan pada Gambar 15. Kelompok sampel I memiliki
biomassa total sebesar 0.14 ton atau 0.16 ton/ha. Nilai biomassa tersebut paling
rendah dibandingkan biomassa pada kelompok sampel lainnya. Biomassa total
yang tersimpan pada kelompok sampel II, III, IV, dan V berturut-turut sebesar
2.07 ton atau 2.35 ton/ha, 2.04 ton atau 2.32 ton/ha, 21.48 ton atau 24.41 ton/ha,
dan 49.93 ton atau 56.74 ton/ha. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
biomassa total yang tersimpan pada seluruh vegetasi yang tumbuh pada areal
seluas 0.88 ha (34.882 individu) sebesar 75.66 ton atau 85.98 ton/ha.
Gambar 15 Biomassa total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian
Hasil analisis perhitungan biomassa di lokasi penelitian berbeda dengan
hasil penelitian di Ciasem Purwakarta untuk jenis mangrove yang sama. Biomassa
Avicennia marina di Ciasem Purwakarta sebesar 364.9 ton/ha (Dharmawan dan
Siregar 2008). Sampel Avicennia marina yang dianalisis di Ciasem memiliki
DBH sebesar 4.5-10 cm sedangkan di pesisir CAPD memiliki DBH 0.7-2.5 cm.
Ketinggian sampel yang digunakan juga berbeda dimana sampel yang digunakan
di Ciasem memiliki tinggi total 450-1000 cm (4.5-10 m) sedangkan di lokasi
penelitian sebesar 0-500 cm (0-5 m). Perbedaan lainnya adalah kerapatan vegetasi
di Ciasem sebesar 1800 ind/ha sedangkan di lokasi penelitian sebesar 39.638
ind/ha. Ketiga perbedaan tersebut mempengaruhi nilai biomassanya. Jarak tumbuh
di lokasi penelitian lebih kecil sehingga kondisi vegetasi sangat rapat. Kondisi
demikian menghalangi masuknya sengatan panas cahaya matahari sehingga
kebutuhan air menjadi berkurang. Pasokan air yang berkurang menyebabkan
energi untuk sekresi/ translokasi garam pada sel tanaman yang masuk bersamaan
air juga menjadi turun. Selain itu, kondisi vegetasi yang rapat menyebabkan
kompetisi dalam meperoleh sumber nutrisi dan air (Husnaeni 2013). Hal tersebut
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
I II III IV V I-V
Nil
ai
Bio
ma
ssa
Kelas Ketinggian Sampel
Biomassa (ton)
Biomassa (ton/ha)
35
terlihat dari kondisi vegetasi yang tumbuh mengalami pertumbuhan tinggi yang
lebih cepat dibandingkan perkembangan diameternya sehingga nilai biomassa di
lokasi penelitian lebih kecil dibandingkan hasil penelitian sebelumnya.
Massa Karbon Avicennia marina
Setelah nilai biomassa diketahui, selanjutnya kadar karbon organik (% C-
organik) harus diketahui untuk memperoleh nilai simpanan massa karbon pada
vegetasi Avicennia marina di lokasi penelitian. Kadar karbon organik diperoleh
setelah informasi mengenai kadar zat terbang (% KZT) dan kadar abu (% KAB)
diketahui. Zat terbang yang dimaksud merupakan zat-zat yang mudah menguap
pada pemanasan tinggi mencapai 950 oC. Zat-zat tersebut biasanya termasuk
golongan berbagai senyawa alifatik dan fenolik. Senyawa yang tertinggal
biasanya adalah karbon terikat dan mineral-mineral yang sudah berubah bentuk.
Semakin tinggi % KZT maka % C-organiknya akan semakin rendah. Hasil
analisis % KZT dari vegetasi Avicennia marina di lokasi penelitian disajikan pada
Tabel 8.
Secara umum, hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata % KZT paling
tinggi terdapat pada bagian daun dan paling sedikit terdapat pada bagian batang
(Tabel 8). Persentase KZT rata-rata pada bagian daun sebesar 68.89% dan pada
bagian batang sebesar 52.04%. Persentase KZT rata-rata pada bagian akar dan
cabang berturut-turut sebesar 58.83% dan 64.82%. Kadar zat terbang pada bagian
daun cenderung lebih tinggi kemungkinan dikarenakan oleh adanya senyawa-
senyawa yang mudah menguap seperti fenol, senyawa alifatik, dan metabolit
sekunder yang lebih banyak dibandingkan pada bagian batang. Pada bagian akar,
% KZT paling tinggi terdapat pada sampel kelompok I dan paling rendah pada
kelompok IV dengan nilai 61.15% dan 56.95%. Kadar zat terbang paling tinggi
pada bagian batang terdapat pada kelompok sampel I dan paling rendah pada
kelompok V dengan nilai 52.96% dan 50.93%. Selanjutnya, pada bagian cabang
% KZT paling tinggi terdapat pada kelompok sampel II dan paling rendah pada
kelompok V dengan nilai 67.04% dan 58.95%. Terakhir, % KZT yang paling
tinggi pada bagian daun terdapat pada kelompok III dan paling rendah pada
kelompok V dengan nilai 71.91% dan 60.48%.
Setelah % KZT diketahui maka selanjutnya % KAB dianalisis. Abu yang
dimaksud adalah oksida logam yang terikat kuat pada arang, seperti kalsium,
magnesium, dan kalium. Oleh karena itu, proses pemanasan sampel hasil analisis
%KZT dilanjutkan untuk menghilangkan oksida-oksida logam tersebut. Semakin
tinggi % KAB maka % C-organiknya akan semakin kecil. Hasil analisis
menunjukkan bahwa % KAB rata-rata paling tinggi terdapat pada bagian akar dan
paling rendah terdapat pada bagian batang dengan nilai berturut-turut sebesar
10.20% dan 1.66%. Rendahnya kadar abu pada bagian batang dapat disebabkan
oleh kadar oksida logam yang terikat pada batang lebih rendah dibandingkan pada
bagian lainnya. Persentase kadar abu rata-rata pada dua bagian lainnya, yaitu
cabang dan daun berturut-turut sebesar 3.10% dan 9.01%. Informasi lebih lengkap
mengenai hasil analisis % KAB dapat dilihat pada Tabel 9. persentase kadar abu
paling tinggi pada bagian akar terdapat pada kelompok III sebesar 10,66% dan
paling rendah pada kelompok V sebesar 7.83%. Selanjutnya, % KAB paling
tinggi pada bagian batang terdapat pada kelompok I dan paling rendah pada
kelompok V dengan nilai berturut-turut sebesar 1.91% dan 1.41%. Pada bagian
36
cabang, % KAB paling tinggi terdapat pada sampel kelompok I dengan nilai
4.19% dan paling rendah pada kelompok II dengan nilai 2.69%. Terakhir, % KAB
paling tinggi pada bagian daun terdapat pada kelompok II dan pling rendah pada
kelompok IV dengan nilai berturut-turut sebesar 10.37% dan 7.85%.
Tabel 8 Kadar zat terbang Avicennia marina di lokasi penelitian
Kelas Ketinggian % Kadar Zat Terbang pada Bagian Avicennia marina
Akar Batang Cabang Daun
I 61.15 52.96 66.45 71.58
II 60.42 52.87 67.04 68.62
III 57.10 52.33 65.51 71.91
IV 56.95 51.09 66.14 71.88
V 57.03 50.93 58.95 60.48
Rata-rata 58.53 52.04 64.82 68.89 Sumber: Hasil penelitian (2015). Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Tabel 9 Kadar abu Avicennia marina di lokasi penelitian
Kelas Ketinggian % Kadar Abu pada Bagian Avicennia marina
Akar Batang Cabang Daun
I 8.99 1.91 4.19 9.01
II 10.66 1.82 2.69 10.37
III 13.41 1.55 2.74 8.68
IV 10.10 1.60 3.08 7.85
V 7.83 1.41 2.81 9.12
Rata-rata 10.20 1.66 3.10 9.01 Sumber: Hasil penelitian (2015). Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Informasi selanjutnya yang diketahui pada penelitian adalah % C-organik
pada bagian akar, batang, cabang, dan daun dari Avicennia marina. Karbon pada
ekosistem mangrove terdiri dari dua jenis, yatu karbon organik dan karbon
inorganik. Karbon organik yang dimaksud adalah karbon yang menjadi bagian
dari penyusun biomassanya, yaitu sejumlah unsur diantaranya adalah C, H, O, N,
dan P. Selain karbon organik, pada ekosistem mangrove juga terdapat karbon
inorganik. Karbon ini terdapat pada air yang menggenangi mangrove (terlarut di
dalam air). Kadar karbon organik akan berbanding terbalik dengan kadar abu dan
kadar zat terbang. Jika % KZT dan % KAB tinggi maka % C-organik akan
rendah.
Sampai saat ini, penentuan nilai massa karbon sebagian besar
menggunakan nilai % C-organik yang umum, yaitu 50% dari biomassa. Brown
(1997) menyatakan bahwa sekitar 50% dari biomassa hutan adalah karbon.
Sehingga estimasi penghitungan potensi karbon dapat diketahui dari perhitungan
nilai biomassa dengan faktor pengali 50% tersebut. Namun, Elias dan Wistara
(2009) menjelaskan bahwa asumsi tersebut akan menyebabkan hasil estimasi yang
kurang tepat jika diterapkan di wilayah tropis dengan biodiversitas yang tinggi
termasuk didalamnya memiliki berbagai tipe hutan. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan, nilai biomassa dan karbon menunjukkan hasil
yang bervariasi pada tipe hutan yang berbeda, tingkat jenis dan struktur tegakan
yang berbeda, bahkan pada bagian yang berbeda dalam satu pohon. Oleh karena
itu, informasi % C-organik pada penelitian dilakukan melalui analisis tersendiri
dan tidak menggunakan rumus umum biomassa dikali faktor pengali 50%,
37
Hasil analisis menunjukkan bahwa% C-organik rata-rata pada setiap
bagian Avicennia marina berbeda-beda. Persentase C-organik paling tinggi
terdapat pada bagian batang sebesar 46.31% yang diikuti oleh cabang sebesar
32.08%, akar sebesar 31.27%, dan paling rendah terdapat pada bagian daun
sebesar 22.10%. Peichl dan Arain (2007) dalam Elias dan Wistara (2009)
menemukan bahwa komponen akar dan daun merupakan komponen yang
dominan pada masa awal pertumbuhan dan pembangunan tegakan tetapi
kontribusinya akan menurun seiring dengan peningkatan umur pohon. Hal
tersebut bersesuaian dengan kondisi sampel yang masih berada pada tahap
pertumbuhan semai sampai pancang. Alasan lain yang mendukung hasil penelitian
adalah % C-organik yang lebih tinggi pada bagian batang kemungkinan
disebabkan jumlah zat penyusun kayu pada bagian batang lebih banyak
dibandingkan bagian yang lain. Batang juga mampu menyimpan polisakarida
lebih banyak dibandingkan bagian lainnya dimana selulosa, lignin, dan zat
ekstraktif lainnya lebih banyak tersusun oleh unsur C dibandingkan unsur lainnya.
Informasi lebih lengkap mengenai % C-organik dari setiap bagian Avicennia
marina di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 10.
Pesentase C-organik paling tinggi pada bagian akar terdapat pada
kelompok V dan paling rendah terdapat pada kelompok II masing-masing sebesar
35.14% dan 28.92%. Pada bagian batang, % C-organik rata-rata paling tinggi
terdapat pada kelompok V sebesar 47.66% dan paling rendah terdapat pada
kelompok I sebesar 45.13%. Sama halnya seperti pada bagian batang, % C-
organik paling tinggi pada bagian cabang terdapat pada kelompok V dan paling
rendah terdapat pada kelompok IV masing-masing sebesar 38.24% dan 29.36%.
Selanjutnya, % C-organik rata-rata paling tinggi terdapat pada kelompok V
sebesar 30.40% dan paling rendah terdapat pada kelompok I dan III sebesar
19.41%. Secara umum, % C-organik mengalami kenaikan seiring dengan
penambahan tinggi total Avicennia marina terutama terlihat pada bagian batang.
Persentase C-organik naik secara bertahap pada bagian batang. Ketiga bagian
Avicennia marina lainnya, yaitu akar, cabang, dan daun mengalami pola kenaikan
% C-organik yang naik turun namun nilai % C-organik paling tinggi berada pada
kelompok sampel V.
Setalah % C-organik setiap bagian Avicennia marina diketahui maka nilai
massa karbonnya dapat diketahui. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai massa
karbon rata-rata paling tinggi dari Avicennia marina berada pada bagian batang
dan paling rendah pada bagian daun (Tabel 11). Hasil tersebut bersesuaian dengan
nilai biomassa dan % C-organiknya. Massa karbon rata-rata secara berurutan
mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah sebagai berikut batang
307.32 gram, akar 102.57 gram, cabang 97.33 gram, dan daun 46.36 gram. Massa
karbon total rata-rata per pohon sebesar 553.57 gram. Analisis massa karbon total
dari seluruh populasi yang ada di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 16.
Kelompok sampel I memiliki massa karbon sebesar 0.04 ton atau 0.05 ton/ha.
nilai tersebut paling rendah dibandingkan kelompok sampel lainnya. Massa
karbon yang tersimpan pada kellompok sampel II, III, IV, dan V berturut-turut
sebesar 0.65 ton atau 0.74 ton/ha, 0.79 ton atau 0.89 ton/ha, 8.31 ton atau 9.45
ton/ha, dan 21.73 ton atau 24.69 ton/ha. Berdasarkan hasil tersebut dapat
diketahui bahwa massa karbon total yang tersimpan pada seluruh vegetasi yang
tumbuh pada areal seluas 0.88 ha (34.882 individu) sebesar 31.52 ton C atau
38
35.82 ton C/ha. Sehingga, dapat diketahui bahwa jumlah karbondiokasida (CO2)
yang dapat diserap oleh vegetasi Avicennia marina di lokasi penelitian sebanyak
131.35 ton CO2/ha.
Tabel 10 Kadar C-organik Avicennia marina di lokasi penelitian
Kelas Ketinggian % Kadar C–organik Bagian Avicennia marina
Akar Batang Cabang Daun
I 29.86 45.13 29.36 19.41
II 28.92 45.31 30.27 21.01
III 29.49 46.12 31.75 19.41
IV 32.95 47.31 30.78 20.27
V 35.14 47.66 38.24 30.40
Rata-rata 31.27 46.31 32.08 22.10 Sumber: Hasil penelitian (2015). Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Tabel 11 Massa karbon Avicennia marina dalam satu pohon
Kelas
Ketinggian
(cm)
Massa Karbon pada Bagian Avicennia marina
(gram)
Massa
Karbon
Total Per
Pohon
(gram)
Jumlah
(Individu) Akar Batang Cabang Daun
I 6.02 14.94 6.44 6.15 33.56 1311
II 69.37 66.50 35.06 26.76 197.69 3306
III 92.41 150.91 81.68 48.98 373.98 2102
IV 106.60 351.74 78.61 36.82 573.78 14.487
V 238.43 952.49 284.84 113.08 1588.84 13.676
Rata-rata 102.57 307.32 97.33 46.36 553.57 Sumber: Hasil penelitian (2015). Ket: I = 0-100 cm, II = 101-200 cm, III = 201-300 cm, IV = 301-400 cm, V = 401-500 cm
Gambar 16 Massa karbon total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi
penelitian
Hasil penelitian menunjukkan nilai yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dharmawan dan Siregar untuk vegetasi yang sama, yaitu
Avicennia marina di Ciasem Purwakarta. Massa karbon total yang tersimpan pada
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
I II III IV V I-V
Nil
ai
Ma
ssa
Ka
rbo
n
Kelas Ketinggian Sampel
Massa Karbon (ton)
Massa Karbon
(ton/ha)
39
vegetasi Avicennia marina disana sebesar 182.5 Ton C/ha dengan total serapan
CO2 sebanyak 669 Ton CO2/ha. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan
hasil penelitian. Perbedaan nilai tersebut bersesuaian dengan perbedaan hasil
analisis biomassa. Walaupun sampel yang digunakan sama namun diameter dan
ketinggianya berbeda. Selain itu, kerapatan vegetasi di lokasi penelitian (pesisir
CAPD) lebih rapat dibandingkan di Ciasem sehingga nilai simpanan massa
karbonnya berbeda. Kompetisi untuk memperoleh cahaya matahari, air, dan
nutrisi terjadi lebih tinggi di lokasi penelitian sehingga nilai biomassanya menjadi
lebih kecil. Akibatnya, massa karbon yang tersimpan disana juga menjadi lebih
kecil walaupun kerapatannya lebat.
Persamaan Alometrik untuk Menduga Biomassa dan Massa Karbon
Avicennia marina
Nilai biomassa dan massa karbon dari Avicennia marina juga dapat diketahui
melalui pendekatan model persamaan alometrik. Model alometrik merupakan
sebuah model yang digunakan untuk menggambarkan perubahan yang sistematis
dan didalamnya berisi hubungan antara ukuran atau pertumbuhan dari salah satu
bagian dengan keseluruhan komponen dalam suatu makhluk hidup (Parresol
1999). Hubungan tersebut dinyatakan secara matematika baik dalam bentuk
fungsi logaritma maupun pangkat. Melalui model persamaan alometrik, biomassa
dari suatu pohon dapat diduga hanya dengan memasukkan parameter diameter,
tinggi, atau kombinasi keduanya sehingga biomassa tegakan dalam suatu
ekosistem dapat dihitung (Krisnawati et al. 2012). Komiyama et al. (2008) dalam
Parvaresh et al. (2012) menyatakan bahwa model persamaan alometrik pada
beberapa dekade terakhir sudah mulai dikembangkan untuk menduga biomassa.
Bentuk model alometrik terbagi menjadi dua, yaitu model alometrik biomassa
dan model alometrik volume (Jenkins et al. 2003; Zianis dan Mencuccini 2003,
Lehtonen et al. 2004 dalam Krisnawati et al. 2012). Pada penelitian, model
persamaan alometrik yang dibangun terdiri dari model persamaan alometrik untuk
menduga biomassa dan massa karbonnya.
Pencarian model persamaan alometrik semakin berkembang pada berbagai
jenis pohon termasuk jenis-jenis yang terdapat dalam hutan mangrove. Beberapa
penelitian sudah mengembangkan persamaan alometrik khusus untuk jenis
mangrove yang tersebar di wilayah Indonesia seperti Avicennia marina,
Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera
spp, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizoporha spp, dan
Xylocarpus granatum (Krisnawati et al. 2012). Khusus untuk jenis Avicennia
marina di wilayah Indonesia, model persamaan alometrik sudah pernah diteliti
oleh Dharmawan dan Siregar (2008) dengan variabel diameter setinggi dada/
DBH 6.4-35.2 cm dan tinggi total 4.5-10 m. Untuk melengkapi informasi yang
sudah tersedia, penelitian berfokus pada pembangunan model persamaan
alometrik untuk jenis Avicennia marina yang memiliki DBH ≤ 5 cm dan tinggi 0-
5 m. Penelitian dilakukan pula untuk mencari model persamaan alometrik untuk
menduga biomassa (B) dan massa karbon (C) karena belum banyak dilakukan.
Pendugaan massa karbon biasanya dihitung menggunakan persamaan 0.5 x
Biomassa (Dharmawan dan Siregar 2008).
Variabel yang digunakan untuk membangun persamaan alometrik pada
penelitian adalah tinggi total/Tt (x1) dan diameter setinggi dada/ DBH (x2). Tinggi
40
total menjadi variabel pertama dikarenakan oleh kondisi sampel vegetasi di lokasi
penelitian masih dalam tahap semai dan pancang sehingga diameter setinggi dada
pada batangnya dianggap belum terlalu signifikan dalam mempengaruhi biomassa
dan massa karbonnya. Selain itu, kondisi vegetasi di lokasi penelitian mengalami
pertumbuhan ke atas lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ke samping (ukuran
batang melebar). Model persamaan alometrik yang dianalisis oleh Dharmawan
dan Siregar (2008) untuk jenis Avicennia marina hanya menggunakan variabel
DBH. Hal tersebut dikarenakan sampel vegetasi yang digunakan sudah dalam
tahap pohon dan memiliki DBG lebih besar dari 5 cm.
Persamaan dibangun berdasarkan pengelompokkan kelas tinggi total sampel,
yaitu kelas I yang memiliki ketinggian 0-100 cm, kelas II dengan ketinggian 101-
200 cm, kelas III dengan ketinggian 201-300 cm, kelas IV dengan ketinggian 301-
400 cm, dan kelas V dengan ketinggian 401-500 cm. Selain itu, persamaan
alometrik dibangun berdasarkan bagian-bagian dari Avicennia marina, yaitu akar,
batang, cabang, dan daun. Persamaan yang dibangun terdiri dari regresi linear dan
logaritmik menggunakan satu variabel (Tt) dan dua variabel (Tt dan DBH).
Regresi linear dan logaritmik dipilih berdasarkan pertimbangan pertumbuhan
pohon. Pertimbangan pertama adalah sampel Avicennia marina yang digunakan
masih dalam tahap semai dan pancang sehingga pertumbuhannya berada di
wilayah garis regresi lurus dan belum mencapai kondisi stabil. Namun informasi
tersebut memerlukan data pembanding sehingga pertimbangan kedua
menggunakan persamaan logaritmik. Model persamaan alometrik yang dibangun
dijelaskan pada bagian pembahasan selanjutnya.
Hubungan Biomassa dan Massa Karbon dengan DBH dan Tinggi Total
Tinggi total (Tt) dan DBH menjadi variabel yang diperhitungkan dalam
mencarai model persamaan alometrik dalam penelitian kali ini. Menurut
Katterings et al. (2001) dalam Maulana dan Pandu (2011), variabel DBH akan
meningkatkan efisiensi pengukuran dan akan mengurangi ketidakpastian dari hasil
pengukuran berdasarkan persamaan yang dibentuk. Oleh karena itu, keterkaitan
keduanya dengan nilai biomassa dan massa karbon dianalisis dan digambarkan
dalam kurva linear pada Gambar 17 sampai Gambar 20.
Gambar 17 Hubungan tinggi total dengan biomassa total
R² = 75%
-0,0010
0,0000
0,0010
0,0020
0,0030
0,0040
0,0050
0 100 200 300 400 500 600
Bio
mass
a T
ota
l (T
on
)
Tinggi Total/ Tt (cm)
Hubungan antara Tt
dengan Btot
Linear (Hubungan antara
Tt dengan Btot)
41
Gambar 18 Hubungan tinggi total dengan massa karbon total
Gambar 19 Hubungan DBH dengan biomassa total
Gambar 20 Hubungan DBH dengan massa karbon total
Hasil analisis menunjukkan bahwa Tt dan DBH memiliki korelasi yang cukup
tinggi dengan biomassa total (Btot) dan massa karbon total (Ctot) Avicennia
R² = 75%
-0,050000
0,000000
0,050000
0,100000
0,150000
0,200000
0,250000
0 200 400 600Mass
a K
arb
on
Tota
l/ C
tot
(Ton
C)
Tinggi Total/ Tt (cm)
Hubungan antara Tt
dengan Ctot
Linear (Hubungan
antara Tt dengan Ctot)
R² = 78%
-0,0005
0,0000
0,0005
0,0010
0,0015
0,0020
0,0025
0,0030
0,0035
0,0040
0,0045
0,0050
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0
Bio
mass
a T
ota
l (T
on
)
Diameter Setinggi Dada/ DBH (cm)
Hubungan antara DBH
dengan Btot
Linear (Hubungan
antara DBH dengan
Btot)
R² = 078%
-0,050000
0,000000
0,050000
0,100000
0,150000
0,200000
0,250000
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0Mass
a K
arb
on
Tota
l/ C
tot
(Ton
C)
Diameter Setinggi Dada/DBH (cm)
Hubungan antara DBH
dengan Ctot
Linear (Hubungan
antara DBH dengan
Ctot)
42
marina. Nilai koefisien korelasi (R2) antara Tt dengan Btot dan Ctot sebesar 0.75
(Gambar 17 dan Gambar 18). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan koefisien
korelasi (R2) antara DBH dengan Btot dan Ctot, yaitu sebesar 0.8 (Gambar 19 dan
Gambar 20). Berdasarkan gambaran tersebut, kedua variabel mempengaruhi nilai
biomassa dan massa karbon dari Avicennia marina sebesar 75-80% dan hanya 20-
25% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
Persamaan alometrik untuk Menduga Biomassa Avicennia marina
Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina disajikan
pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Persamaan alometrik pada Lampiran 2
merupakan model-model yang dibangun untuk menduga nilai biomassa Avicennia
marina pada setiap selang ketinggian tertentu sedangkan model-model pada
Lampiran 3 digunakan untuk menduga nilai biomassa setiap bagian Avicennia
marina (akar, batang, cabang, dan daun). Kehandalan model yang dibangun harus
memenuhi 2 kriteria, yaitu nilai koefisien korelasi (R2), ragam (s), dan lolos uji
validasinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (R2) untuk
persamaan alometrik biomassa Avicennia marina secara umum berdasarkan
selang ketinggian maupun bagian tumbuhan sudah memenuhi kriteria baik untuk
persamaan linear maupun logaritmik (Lampiran 1 dan 2). Berdasarkan kedua tabel
tersebut dapat terlihat bahwa nilai R2 untuk persamaan alometrik bentuk
logaritmik lebih tinggi dibandingkan bentuk linear. Namun, nilai persamaan
alometrik untuk menduga biomassa selang ketinggian 0-100 cm, 101-200 cm,
201-300 cm, 301-400 m, dan 401-500 cm memiliki nilai R2 yang beragam dan
beberapa diantaranya masih memiliki nilai koefisien korelasi dibawah 40%. Nilai
R2 yang tidak lebih dari 40% pada beberapa persamaan alometrik kemungkinan
disebabkan oleh sampel yang diambil masih dalam tahap semai dan tiang, posisi
tempat tumbuh sampel yang diambil secara acak, dan kerapatan vegetasi
Avicennia marina di lokasi penelitian. Pada tahap semai dan pancang proses
pertumbuhan masih berlangsung sehingga biomassanya belum mencapai kondisi
stabil. Saat proses pertumbuhan tersebut maka posisi tumbuh sangat menentukan
dalam memperoleh nutrisi, air, dan sinar matahari yang sangat dibutuhkan untuk
proses fotosintesis. Jumlah vegetasi yang sangat rapat, yaitu 34.882 individu pada
luas area 0.88 ha menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperoleh nutrisi,
air, dan sinar matahari sangat tinggi, Sehingga nilai biomassanya cukup beragam.
Berbeda halnya dengan persamaan alometrik untuk menduga biomassa setiap
bagian Avicennia marina yang memiliki nilai R2 lebih baik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien korelasi (R2) dari persamaan alometrik yang
dibangun untuk menduga nilai biomassa berada pada kisaran 58%-96%. Menurut
Dharmawan dan Siregar (2008) semakin besar nilai koefisien korelasi/KK (R2)
maka model persamaan alometrik yang dibentuk semakin baik karena model
semakin handal. Jika nilai koefisien korelasi 40% ≤ KK maka korelasinya cukup
berarti dimana jika lebih dari 90% maka mengindikasikan hubungan yang tinggi
dan kuat sekali. Nilai R2dan ragam tidak terlepas dari jumlah sampel yang
digunakan pada penelitian. Pada penelitian, jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 25 pohon dan jumlah tersebut tidak menjadi keharusan dalam
membangun persamaan alometrik. Jumlah sampel sangat disesuaikan dengan
kondisi di lapangan, kemampuan peneliti, dan kondisi populasi di lokasi
43
penelitian. Semakin banyak n sampel yang digunakan maka model persamaan
alometrik akan semakin baik (Akbar 2012).
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diperoleh persamaan terpilih
untuk menduga biomassa Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0-500 cm
dan diameter batang ≤ 5 cm adalah persamaan alometrik logaritmik yang
menggunakan dua variabel (Tt dan DBH), yaitu Log Y= -7.42 + 1.79 (Log Tt) +
0.264 (Log DBH). Persamaan terpilih untuk menduga biomassa akar, cabang, dan
daun, yaitu persamaan alometrik bentuk logaritmik dengan satu variabel, yaitu
tinggi total. Persamaan tersebut berturut-turut adalah Log Yakar = -8.37 + 1.94
(Log Tt), Log Ycabang = -8.63 + 2.01 (Log Tt), dan Log Ydaun = -7.73 + 1.63 (Log
Tt). Berbeda dengan yang lainnya, persamaan alometrik terpilih untuk menduga
biomassa batang adalah persamaan bentuk logaritmik dua variabel, yaitu tinggi
total dan DBH. Persamaan yang dimaksud adalah Log Ybatang = -8.83 + 1.99 (Log
Tt) + 0.419 (Log DBH). Pada tahap semai sampai pancang dengan diameter
pohon kurang dari 5 cm dan ketinggian 0-5 m maka variabel DBH tidak terlalu
berpengaruh terhadap nilai dugaan biomassa dan massa karbon. Variabel tinggi
total memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap nilai dugaan tersebut.
Namun khusus pada bagian batang, variabel DBH masih memberikan pengaruh
terhadap nilai dugaan.
Hasil analisis lebih lanjut dilakukan untuk membuktikan keandalan model.
Pembuktian dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan biomassa
menggunakan persamaan alometrik terpilih dengan hasil perhitungan aktual di
laboratorium. Selain itu, hasil perhitungan dengan persamaan alometrik terpilih
dibandingkan juga dengan hasil perhitungan menggunakan persamaan alometrik
dari penelitian sebelumnya untuk jenis Avicennia marina. Hasil tersebut disajikan
pada Tabel 12 sampai Tabel 13. Berdasarkan analisis yang disajikan pada Tabel
12 dapat diketahui bahwa analisis perhitungan menggunakan persamaan Log Y= -
7.42 + 1.79 (Log Tt) + 0.264 (Log DBH) paling mendekati nilai perhitungan
aktualnya di laboratorium. Sedangkan analisis perhitungan menggunakan
persamaan alometrik bentuk logaritmik satu variabel (Tt) untuk menduga
biomassa akar, cabang, dan daun paling mendekati nilai perhitungan aktualnya di
laboratorium (Tabel 13). Begitu pula dengan perhitungan menggunakan
persamaan alometrik bentuk logaritmik dua variabel (Tt dan DBH) untuk
menduga biomassa batang paling mendekati perhitungan aktualnya.
Hasil penelitian pembanding yang digunakan berasal dari berbagai lokasi
penelitian, yaitu Dharmawan dan Siregar (2008) berada di Purwakarta-Indonesia,
Comley dan Mc Guiness (2005) berada di Australia, Amarasinghe dan
Balasubramaniam (1992) berada di Srilanka, dan Clought et al. (1997) berada di
Australia. Ketiga persamaan alometrik pembanding membagi tiga bagian
Avicennia marina, yaitu biomassa total, biomassa atas yang terdiri dari batang,
cabang, dan daun serta biomassa bawah yang hanya terdiri dari akar. Persamaan
alometrik berdasarkan selang ketinggian dibandingkan dengan hasil penelitian
Dharmawan dan Siregar (2008) sementara persamaan alometrik setiap bagian
Avicennia marina dibandingkan dengan tiga hasil penelitian yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Informasi tersebut disajikan pada Tabel 14 dan Tabel 15.
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 14 dan Tabel 15, seluruh
persamaan terpilih untuk menduga biomassa yang sudah dijelaskan sebelumnya
menghasilkan perhitungan dengan nilai-nilai yang cukup akurat mendekati
44
perhitungan biomassa aktualnya di laboratorium jika dibandingkan dengan
perhitungan menggunakan persamaan alometrik dari hasil penelitian sebelumnya.
Tabel 12 Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina menggunakan persamaan
alometrik terpilih
Biomassa
(Ton)
Hasil
Aktual
(Ton)
Persamaan alometrik (Ton)
Y = - 0.000915 + 0.000008
X1
Y = - 0.000954 +
0.000002 X1 +
0.00103 X2
Log Y = - 7.92 + 2.02
Log X1
Log Y = - 7.42 + 1.79
Log X1+ 0.264 Log
X2
Total 0.0351 0.0334 0.0362 0.0335 0.0339
Rata-Rata 0.0014 0.0013 0.0015 0.0013 0.0014
Keterangan: Y= Biomassa (Ton), X1: = Tinggi Total (cm), X2= Diameter batang (cm)
Tabel 13 Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina menggunakan berbagai
persamaan alometrik
No Keterangan Variabel Biomassa Rata-Rata (Ton)
Total Akar Batang Cabang Daun
1 Linear
Tt 0.0012 0.0002 0.0005 0.0004 0.0001
Tt dan DBH 0.0015 0.0004 0.0005 0.0003 0.0001
2 Logaritmik
Tt 0.0014 0.0003 0.0005 0.0003 0.0002
TT dan DBH 0.0013 0.0003 0.0006 0.0003 0.0002
3 Hasil aktual 0.0014 0.0003 0.0006 0.0003 0.0002
Ket: Persamaan alometrik pada kolom variabel merujuk pada tabel persamaan alometrik (Tabel 12).
Tabel 14 Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan alometrik
berdasarkan selang ketinggian
Keterangan Tt (cm) DBH
(cm) n R2
Nilai
Biomassa
Total (Ton)
Author
Aktual 0-500 0.7-2.5 25 0.0351 Hasil analisis laboratorium
Log Y= -7.42 + 1.79 (Log x1) + 0,264 (Log x2) 0-500 0.7-2.5 25 89.4 0.0339 Hasil penelitian
Y = 0,2905 (DBH)2,2598 450-800 6.4-35.2 47 98.15 0.00004 Dharmawan dan
Siregar (2008)
Tabel 15 Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan alometrik
berdasarkan setiap bagian Avicennia marina
No Keterangan R2 n DBH Biomassa Rata-Rata (Ton/Pohon)
Total Akar Batang Cabang Daun
1 Aktual 25 0.7-3.5
0.0014 0.0003 0.0006 0.0003 0.0002
0.0011
2 Persamaan
Terpilih
0.67-
0.96 25
0.7-
3.5 0.0013 0.0003
0.0006 0.0003 0.0002
0.0011
3 Dharmawan &
Siregar (2008)
0.85-
0.98 47
6.4-
35.2 0.0015 0.0006 0.0010
4
Comley & Mc Guiness
(2005) dalam
Estrada et al. (2014)
0.97 22 1.0-30 0.0014
5
Amarasinghe
& Balasubraniam
(1992) dalam
Estrada et al. (2014)
0.92 29 2.0-
12.5 0.0012
6
Clought et al.
(dalam Estrada et al.
(2014)
0.97 23 5.5-20.4
0.0009
45
Persamaan alometrik untuk Menduga Massa Karbon Avicennia marina
Sama halnya dengan persamaan alometrik untuk menduga nilai biomassa,
persamaan alometrik untuk menduga nilai massa karbon (C) dari Avicennia
marina juga menggunakan variabel Tt (x1) dan DBH (x2). Nilai C diperoleh dari
hasil perhitungan antara % C-organik dan biomassa. Persen C-organik pada setiap
bagian Avicennia marina memiliki nilai yang berbeda sehingga % C-organik pada
setiap kelas sampel juga akan berbeda. Persamaan alometrik untuk menduga C
berdasarkan kelas ketinggian dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan
berdasarkan bagian dari Avicennia marina (akar, batang, cabang, dan daun) dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan terpilih untuk menduga
massa karbon Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0-500 cm dan
diameter batang ≤ 5cm adalah persamaan alometrik logaritmik menggunakan dua
variabel (Tt dan DBH), yaitu Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327 (Log DBH).
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa persamaan alometrik untuk menduga
massa karbon Avicennia marina yang memiliki ketinggian 0-100 cm, 101-200 cm,
201-300 cm, dan 301-400 cm masih belum memenuhi kaidah statistik sehingga
tidak disarankan untuk digunakan dalam menduga nilai massa karbon. Persamaan
regresi logaritmik dengan satu variabel menjadi persamaan terbaik untuk
menduga nilai massa karbon akar, cabang, dan daun sedangkan persamaan
logaritmik dua variabel menjadi persamaan terbaik untuk menduga massa karbon
batang. Persamaan alometrik untuk massa karbon akar, cabang, dan daun adalah
Log Yakar = -9.11 + 2.04(Log Tt), Log Ycabang = -9.41 + 2.13 (Log Tt), dan Log
Ydaun = -8.46 + 1.64 (Log Tt) sedangkan untuk massa karbon batang adalah Log
Ybatang = -8.89 +2.06 (Log Tt) + 0.467 (Log DBH). Hasil tersebut dibuktikan lebih
lanjut melalui perbandingan antara perhitungan massa karbon aktual hasil analisis
laboratorium dengan perhitungan menggunakan persamaan alometrik terpilih.
Hasil analisis disajikan pada Tabel 16 dan Tabel 17. Selain itu, perhitungan nilai
massa karbon hasil penelitian juga dibandingkan dengan persamaan alometrik
hasil penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 18 dan Tabel 19.
Tabel 16 Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
persamaan alometrik terpilih
Massa C
(Ton)
Hasil
Aktual
(Ton)
Persamaan alometrik (Ton)
Y = - 0.000464 + 0.000004 X1
Y = - 0.000479 +
0.000001 X1+ 0.000399
X2
Log Y = - 8.82 + 2.21 Log
X1
Log Y = - 8.20 + 1.92
Log X1+ 0.327 Log X2
Total 0.0138 0.0308 0.0331 0.0307 0.0311
Rata-
Rata 0.0006 0.0013 0.014 0.0013 0.0013
Tabel 17 Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
berbagai persamaan alometrik
No Keterangan Variabel Massa Karbon Rata-Rata (Ton C)
Total Akar Batang Cabang Daun
1 Linear Tt 0.0007 0.0002 0.0002 0.0002 0.00002
2 Linear Tt dan DBH 0.0005 0.0001 0.0003 0.0001 0.00002
3 Log 1 TT 0.0005 0.0001 0.0003 0.0001 0.00004
4 Log 2 TT dan DBH 0.0005 0.0001 0.0003 0.0001 0.00004
5 Hasil aktual 0.0006 0.0001 0.0003 0.0001 0.00005
Keterangan: Tt = Tinggi total, DBH = Diameter setinggi
46
Berdasarkan analisis yang disajikan pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa
analisis perhitungan menggunakan persamaan Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) +
0.327 (Log DBH) paling mendekati nilai perhitungan aktualnya di laboratorium.
Sedangkan analisis perhitungan menggunakan persamaan alometrik bentuk
logaritmik satu variabel (Tt) untuk menduga massa karbon akar, cabang, dan daun
paling mendekati nilai perhitungan aktualnya di laboratorium (Tabel 17). Begitu
pula dengan perhitungan menggunakan persamaan alometrik bentuk logaritmik
dua variabel (Tt dan DBH) untuk menduga massa karbon batang paling mendekati
perhitungan aktualnya. Selain itu, seluruh persamaan terpilih untuk menduga
massa karbon yang sudah dijelaskan sebelumnya menghasilkan perhitungan
dengan nilai-nilai yang cukup akurat mendekati perhitungan biomassa aktualnya
di laboratorium jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan persamaan
alometrik dari hasil penelitian sebelumnya (Tabel 18 dan Tabel 19).
Tabel 18 Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan alometrik
berdasarkan selang ketinggian
Keterangan Tt (cm) DBH
(cm) n R2
Nilai Biomassa
Total (Ton)
Author
Aktual 0-500 0.7-2.5 25 0.01384 Hasil analisis
laboratorium
Log Y= -8.20 + 1.92 (Log x1) + 0.327 (Log x2) 0-500 0.7-2.5 25 89.4 0.01290 Hasil penelitian
(Y = 0.2905 (DBH)2.2598) x 0.5 450-800 6.4-35.2 47 98.15 0.000019 Dharmawan dan Siregar (2008)
Tabel 19 Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan alometrik
berdasarkan setiap bagian Avicennia marina
No Keterangan R2 n DBH Massa Karbon Rata-Rata (Ton C/Pohon)
Total Akar Batang Cabang Daun
1 Aktual 25 0.7-
2.5 0.0005 0.0001
0.0003 0.0001 0.00005
0.00045
2 Persamaan
Terpilih
68.6-
96.6 25
0.7-
3.5 0.0005 0.0001
0.0003 0.0001 0.00004
0.00044
3 Dharmawan & Siregar (2008)
0.85-0.98
47 6.4-35.2
0.0007 0.0003 0.0005
4
Comley & Mc
Guiness (2005) dalam
Estrada et al.
(2014)
0.97 22 1.0-30 0.0007
5
Amarasinghe
&
Balasubraniam (1992) dalam
Estrada et al.
(2014)
0.92 29 2.0-12.5
0.0006
6
Clought et al.
(dalam Estrada et al.
(2014)
0.97 23 5.5-20.4
0.0005
Simpanan Karbon pada Sedimen
Potensi Sedimen
Simpanan karbon pada sedimen di lokasi penelitian berasal substrat
47
lumpur yang terjerap akibat pemasangan perangkap sedimen. Oleh karena itu,
potensi sedimen yang terjerap disana perlu diketahui. Sedimen yang terperangkap
di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 21 berdasarkan kelas kedalaman.
Berdasarkan Gambar 21, terlihat bahwa semakin ke arah laut kedalaman semakin
bertambah sehingga volume sedimen semakin bertambah pula. Hasil penelitian
Donato et al. (2012) menunjukkan bahwa simpanan karbon di bawah tanah
(belowground carbon) pada ekosistem mangrove 8 kali lebih besar dibandingkan
karbon yang berada di atas tanah (aboveground carbon). Penelitian menunjukkan
bahwa dari 1.023 ton C/ha yang tersimpan pada ekosistem mangrove, sekitar 900
ton C/ha merupakan karbon yang tersimpan di bawah tanah dan sisanya sekitar
123 ton C/ha merupakan karbon di atas tanah. Informasi tersebut menunjukkan
bahwa tanah pada ekosistem mangrove menyimpan jauh lebih besar karbon
dibandingkan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Hasil analisis menunjukkan
bahwa volume sedimen awal sebelum pemasangan perangkap sebesar 26.296.14
m3 dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Volume sedimen setelah pemasangan
perangkap sedimen menjadi 35.061.53 m3 dengan kedalaman total 400 cm.
Artinya, pemasangan perangkap sedimen memberikan kontribusi pada
penambahan volume sedimen di lokasi penelitian sebanyak 8765.38 m3 dengan
kedalaman kurang lebih 100 cm.
Gambar 21 Peta penyebaran sedimen yang terperangkap berdasarkan kelas
Kedalaman
Massa Karbon Sedimen
Setelah mengetahui potensial sedimen yang terdapat di lokasi penelitian,
selanjutnya massa karbon sedimen dapat dianalisis. Proses penghitungan massa
karbon atau simpanan karbon pada sedimen tidak terlepas dari dua parameter
utama, yaitu nilai Bulk Density (BD) dan % karbon organiknya (% C-organik).
Nilai ini akan mempengaruhi proporsi massa karbon yang terkandung dalam
setiap lapisan sampel sedimen yang dianalisis. Nilai BD menunjukkan jumlah
48
bobot massa tanah pada kondisi lapangan yang telah dikering-ovenkan per satuan
volume (Sugirahayu dan Rusdiana 2011). Semakin tinggi nilai BD maka
kepadatan tanah semakin tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai BD
mengalami penurunan seiring dengan penambahan kedalaman sedimen (Tabel
20). Bulk Density rata-rata pada kedalaman 0-10 cm merupakan BD paling tinggi,
yaitu sebesar 1.65 gram/cm3 sedangkan pada kedalaman 100-400 cm nilainya
tidak bertambah, yaitu sebesar 0.17 gram/cm3. Nilai BD pada kedalaman 10-50
cm dan 50-100 cm berturut-turut sebesar 0.42 gram/cm3 dan 0.36 gram/cm
3Nilai
BD rata-rata sampai kedalaman 400 cm , yaitu 0.49 gr/cm3 (Tabel 20).
Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Sugirahayu dan
Rusdiana (2011) yang menunjukkan bahwa nilai BD tanah hutan mangrove
sebesar 0.50 gr/cm3. Nilai BD pada setiap lapisan kedalaman sedimen akan
memiliki nilai yang berbeda tergantung pada lokasi titik pengambilan sampel dan
jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya. Hal tersebut telah dibuktikan oleh
Mahasani et al.(2015) yang melakukan penelitian di hutan mangrove bekas
tambak, Perancak, Jembrana Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi
pengambilan sampel di tiga lokasi, yaitu dekat jalan raya dengan vegetasi
Rhizophora sylosa, dekat muara sungai dengan vegetasi jenis Ceriops tagal dan
Bruguiera gymnorhiza, dan dekat muara sungai dengan vegetasi jenis Rhizophora
apiculata menunjukkan nilai BD yang berbeda pada setiap lapisan kedalaman.
Selain lokasi penelitian dan jenis vegetasi, nilai BD juga akan dipengaruhi oleh
tekstur tanah karena berhubungan dengan kepadatan tanah. Tekstur tanah sangat
berhubungan dengan ukuran partikel. Partikel penyusun tanah di hutan mangrove
didominasi oleh pasir sehingga pori-pori tanahnya besar. Akibatnya, kemampuan
untuk menahan airnya menjadi sangat rendah dan kerapatan tanahnya menjadi
rendah. Selain itu, kondisi tanah demikian akan mudah mengalami pencucian.
Pencucian terjadi akibat adanya pasang surut air laut yang terjadi setiap hari
seperti yang terjadi di lokasi penelitian. Nilai BD pada setiap selang kedalaman
semakin kecil. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh tekstur tanah yang
semakin memadat ke arah vertikal.
Tabel 20 Hasil analisis bulk density, % C-organik, dan massa karbon sedimen di
lokasi penelitian
Selang
Kedalaman
(cm)
Rata-Rata
Luas (cm2) Kedalaman
(cm) Volume (cm3) C (ton)
C
(ton/ha) BD
(gr/cm3)
C-Org
(%)
0-10 1.65 1.35
87.653.814 10
876.538.140 19.53 24.42
10-50 0.42 1.28
87.653.814 40
3.506.152.560
18.95 23.69
50-100 0.36 1.38
87.653.814 50
4.382.690.700 21.58 26.97
100-200 0.17 1.50
87.653.814 100
8.765.381.400 22.70 28.37
200-300 0.17 1.42
87.653.814 100
8.765.381.400
21.24 26.55
300-400 0.17 1.51
87.653.814 100
8.765.381.400 23.03 28.79
Total
400 35.061.525.600 127.03 158.78
Rata-Rata 0.49 1.41 87.653.814
5.843.587.600 21.17 26.46
Proses selanjutnya dalam penentuan simpanan karbon pada sedimen
karbon adalah menentukan % C-organik dari sedimen tersebut. Kadar C-organik
49
yang dianalisis merupakan persentase kadar C yang terkandung dalam nilai BD
yang sudah dianalisis sebelumnya. Hasil analisis kadar C-organik pada setiap
selang kedalaman sedimen di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 20. Kadar C-
organik rata-rata mengalami penurunan dari kedalaman 10 cm ke 50 cm sebanyak
0.07%. Persentase C-organik rata-rata pada kedalaman 0-10 cm yang lebih tinggi
kemungkinan disebabkan oleh kondisi substrat yang berada pada bagian top soil
sehingga masih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama adanya gelombang
dan pasang surut air laut yang membawa material sedimen. Sedimen tersebut
kemungkinan membawa sejumlah material dengan kandungan karbon organik
tertentu di dalamnya. Selanjutnya, kadar C-organik pada kedalaman 50-200 cm
lebih tinggi dan terus meningkat dibandingkan pada kedalaman 10-50 cm.
Persentase C-organik rata-rata pada kedalaman 50-100 cm sebesar 1.38% dan
pada kedalaman 100-200 cm sebesar 1.50%. Kadar C-organik pada kedalaman
200-300 cm ternyata lebih rendah dibandingkan kedalaman sebelumnya walaupun
nilainya tidak terlalu berbeda jauh dengan kedalaman 100-200 cm. Kadar C-
organik paling tinggi berada pada kedalaman 300-400 cm, yaitu 1.51%. Jika
seluruh nilai % C-organik pada kedalaman 0-400 cm dirata-ratakan maka hasil
yang diperoleh sebesar 1.41%.
Persentase kadar C-organik sedimen pada setiap selang kedalaman
memiliki pola fluktuatif naik turun (Tabel 20). Widiatmaka (2013) menyatakan
bahwa kadar organik pada tanah termasuk sedimen sangat sensitif terhadap
sejumlah faktor, diantaranya adalah iklim, tofografi, tanah dan pengelolaan
tanaman, serta kondisi antropogenik lainnya. Karbon organik tanah juga
meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan dan menurun seiring dengan
meningkatnya temperatur (Paustianet et al. 1998 dalam Widiatmaka 2013). Jika
dianalisis lebih lanjut, kadar C-organik pada lapisan top soil, yaitu 0-50 cm maka
diperoleh rata-rata kadar C-organik sebesar 1.31%. nilai tersebut lebih kecil
dibandingkan % C-organik rata-rata pada lapisan sub soil, yaitu 50-100 cm
sebesar 1.38%. Besaran nilai kadar C-organik pada lapisan top soil kemungkinan
sebagian besar berasal dari serasah (litter) yang berada di lapisan atas sedimen.
Serasah tersebut terkonsentrasi disana, membusuk kemudian terdekomposisi dan
terurai menjadi komponen penyusun bahan organik tanah. Jika dilihat dari kondisi
vegetasi yang masih dalam tahap semai dan pancang, maka serasah yang gugur di
atas permukaan sedimen masih dalam jumlah yang relatif sedikit. Selain itu,
kondisi gelombang air laut pada saat pengambilan sampel sedimen masih cukup
tinggi karena berada pada musim angin barat. Hal tersebut menyebabkan serasah
yang berada di lantai hutan mangrove sangat mudah terbawa gelombang tersebut.
Kadar C-organik pada lapisan sub soil, yaitu pada kedalaman 50-100 cm
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan lapisan di atasnya. Namun, nilai
tersebut tidak terlalu beda jauh, yaitu 1.38%. Berdasarkan penelitian Siringoringo
(2015), pada lapisan sub soil (30-100 cm) nilai karbon tidak akan berbeda nyata
dengan lapisan top soil. Hal tersebut dikarenakan pasokan serasah dari permukaan
yang semakin menurun. Pada lapisan ini, nilai karbon organik lebih banyak
dipengaruhi oleh kepadatan akar. Akar tanaman akan melepaskan sejumlah
senyawa organik ke lingkungan sekitarnya. Senyawa-senyawa tersebut seperti
lignin, suberin, dan rhizodeposition. Selain senyawa organik, pada lapisan sub soil
juga terdapat jamur mikoriza dan terjadi pengendapan (illuvation) melalui
pencampuran sedimen atau tanah oleh organisme (bioturbation) dan terjadi
50
pencucian (leaching). Kadar C-organik pada lapisan sub soil (kedalaman 50-200
cm) lebih tinggi dibandingkan lapisan top soil (0-50 cm). Kondisi demikian
kemungkinan besar serupa seperti kondisi di lokasi penelitian Siringoringo
(2015). Pada lapisan ini, akar Avicennia marina memainkan peran yang cukup
besar dalam memasok sejumlah karbon organik sedimen. Kepadatan Avicennia
marina yang snagat rapat memungkinkan terjadinya pelepasan sejumlah senyawa
organik yang berasal dari akar yang selanjutnya mempengaruhi proporsi kadar
karbon organik di dalam sedimen. Hal menarik lain di lokasi penelitian adalah
kadar C-organik pada kedalaman 200-300 cm yang kembali menurun kemudian
meningkat pada kedalaman 300-400 cm. Penyebab kondisi tersebut belum dapat
dijelaskan secara lebih rinci. Namun, kemungkinan besar berkaitan dengan
kondisi sedimen di masa lalu. Sedimen yang berada lebih dalam sudah mengalami
beberapa kali proses pencucian akibat pasang surut air laut dan pemadatan. Selain
itu, pada lapisan sedimen yang lebih dalam telah terjadi interaksi mineral sehingga
komposisi kimiawinya sangat dipengaruhi oleh proses pedologi (Siringoringo
2015).
Hasil analisis kadar C-organik sedimen menunjukkan nilai yang cukup
berbeda jauh dengan penelitian Dharmawan dan Siregar (2008) yang menghitung
% C-organik di Ciasem Purwakarta, yaitu sebesar 2.9%. walaupun vegetasi yang
tumbuh disana sama, yaitu Avicennia marina namun kondisi vegetasinya berbeda
jauh. Avicennia marina disana memiliki memiliki diameter batang yang lebih
besar. Sementara itu, kondisi vegetasi di lokasi penelitian masih dalam tahap
semai dan pancang dengan diameter batang ≤ 5 cm. Namun, secara umum % C-
organik untuk hutan mangrove di Indnesia berada pada kisaran 1.32-8.95 %
(Hanafi dan Badayos 1989, Murtidjo 1996 dalam Dharmawan dan Siregar 2008).
Menurut Hidayanto et al., (2004) dalam Dharmawan dan Siregar (2008), semakin
besar vegetasi pada suatu hutan mangrove maka akan memiliki kemampuan yang
semakin besar untuk menghasilkan serasah organik. Serasah organik tersebut
berasal dari guguran daun dan merupakan penyusun utama bahan organik dalam
tanah. Lokasi penelitian dapat dikatakan sebagai kawasan hasil aforestasi
sehingga keseimbangan karbonnya sangat dipengaruhi oleh jenis pohon yang
berkaiatan erat dengan laju pertumbuhan pohon. Produksi dan kualitas serasah
sangat dipengaruhi oleh jenis pohon dan mempengaruhi dinamika karbon organik
tanah (Cruzado et al. 2011 dalam Siringoringo 2015).
Hasil penelitian massa karbon menunjukkan pola yang sama dengan hasil
% C-organiknya (Gambar 22). Pola naik turun tersebut sangat dipengaruhi oleh
proporsi kadar C-organik dalam setiap lapisan sedimen. Simpanan karbon paling
tinggi berada pada kedalaman 300-400 cm dan paling rendah berada pada
kedalaman 10-50 cm. Nilai simpanan karbon sedimen berturut-turut pada
kedalaman 0-10 cm sebesar 19.53 ton C atau 22.20 ton C/ha, 10-50 cm sebesar
18.95 ton C atau 21.53 ton C/ha, 50-100 cm sebesar 21.58 ton C atau 24.52 ton
C/ha, 100-200 cm sebesar 22.70 ton C atau 25.79 ton C/ha, 200-300 cm sebesar
21.24 ton C atau 24.14 ton C/ha, dan 300-400 cm sebesar 23.03 ton C atau 26.17
ton C/ha. Simpanan karbon total yang terdapat pada sedimen pada kedalaman 0-
400 cm sebesar 127.03 ton C atau 144.35 ton C/ha. Simpanan karbon awal
(sebelum pemasangan perangkap sedimen) sebesar 66.97 ton C atau 76.10 ton
C/ha dengan kedalaman 300 cm dan simpanan karbon yang berasal dari sedimen
terperangkap sebesar 60.06 ton C atau 68.25 ton C/ha pada kedalaman 100 cm.
51
Gambar 22 Simpanan karbon pada sedimen di lokasi penelitian
Hasil tersebut menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Donato et al. (2012) di wilayah Indo-Pasifik
pada 25 lokasi penelitian, yaitu 900 Ton C/ha di bawah permukaan dan 700 Ton
C/ha diantaranya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm. Hasil penelitian Alongi
(2012) menunjukkan bahwa pada hutan mangrove yang ditumbuhi Avicennia
marina di wilayah Indonesia, massa karbon yang tersimpan di bawah permukaan
pada kedalaman 80 cm sebesar 413 Ton C/ha. Jumlah simpanan karbon yang
lebih sedikit dibandingkan dua penelitian sebelumnya di Indonesia kemungkinan
disebabkan oleh kondisi vegetasi yang masih dalam tahap semai dan pancang
sehingga jumlah serasah organik yang berada di lantai hutan masih sedikit. Selain
itu, kondisi gelombang air laut di lokasi penelitian saat pengambilan sampel
sedimen dipengaruhi oleh angin barat. Gelombang pada saat itu cukup tinggi
sehingga sangat mempengaruhi material sedimen yang terbawa arus. Berdasakan
hasil penelitian, jumlah karbondioksida (CO2) yang dapat diserap sebesar 529.28
ton CO2/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa simpanan karbon pada sedimen 4
kali lebih tinggi sampai kedalaman 400 cm dibandingkan pada vegetasinya.
Strategi Pengelolaan Perangkap Sedimen
Strategi pengelolaan perangkap sedimen dilakukan agar sedimen yang
telah terperangkap dan vegetasi Avicennia marina yang sudah dan terus tumbuh
alami dapat tetap terjaga. Alasan utama penyusunan strategi ini adalah ekosistem
mangrove di lokasi penelitian sudah terbukti dapat menyimpan sejumlah karbon
organik, baik pada sedimen maupun pada vegetasi mangrovenya sehingga
keberadaan perangkap sedimen tersebut harus dipertahankan. Analisis strategi
dilakukan melalui metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threats) dengan mengidentifikasi sejumlah faktor kemudian merumuskan
strateginya. Faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor yang akan mempengaruhi
pengelolaan perangkap sedimen secara internal dan eksternal. Kedua faktor
disusun secara sistematis untuk memudahkan dalam penentuan strategi
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Ma
ssa
Ka
rbo
n
Kedalaman (cm)
Massa Karbon Sedimen
Massa Karbon (ton
C)
Massa Karbon (ton
C/ha)
52
pengelolaan kedepannya. Faktor internal berasal dari ekosistem mangrove
(sedimen dan vegetasi) di lokasi penelitian dan faktor eksternal berasal dari luar
atau sekitar ekosistem mangrove.
Identifikasi Faktor Internal (IFAS)
Faktor internal yang yang mempengaruhi strategi pengelolaan perangkap
sedimen di pesisir CAPD terdiri dari dua komponen, yaitu komponen kekuatan
(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses). Kedua komponen tersebut akan
mempengaruhi secara langsung dalam melakukan pengelolaan perangkap sedimen
disana. Jika komponen kekuatan dikembangkan dengan baik maka pengelolaan
perangkap sedimen dan ekosistem mangrove disana juga akan berjalan dengan
baik. Sebaliknya, jika kelemahan yang ada tidak dikelola dengan baik maka
pengelolaan perangkap sedimen dan ekosistem mangrove disana juga akan
menjadi terhambat dan terkendala. Hasil analisis menunjukkan 8 variabel yang
menjadi bagian dari faktor internal, yaitu 4 variabel yang termasuk ke dalam
komponen kekuatan (Strength) dan 4 variabel lainnya termasuk ke dalam
komponen kelemahan (Weakness). Informasi secara lengkap mengenai faktor
internal disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Matriks faktor internal strategi pengelolaan perangkap sedimen Faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
1. Ekosistem mangrove mampu menyimpan
cadangan karbon organik sehingga membantu
penurunan emisis GRK
0.10 3 0.30
2. Ketersediaan bibit mangrove yang melimpah
(mangrove tumbuh alami di lokasi penelitian) 0.20 4 0.80
3. Musim angin timur yang terjadi enam bulan
sekali sehingga memungkinkan terjadinya
pemadatan sedimen
0.10 4 0.40
4. Kawasan lindung yang dilindungi UU 0.05 2 0.10
Jumlah 0.45 1.60
Kelemahan
1. Tanah timbul (sedimen) yang dihasilkan dari
pemasangan perangkap sedimen sering dianggap
tanah bersama sehingga rentan dijadikan tambak
0.20 4 0.80
2. Lokasi penelitian berada dalam kategori desa
miskin sehingga rentan terhadap perusakan dalam
memenuhi kebutuhan hidup
0.15 3 0.45
3. Kapasitas adaptasi dan keinginan masyarakat
dalam melindungi pesisir CAPD masih cukup
rendah
0.10 2 0.20
4. Kebijakan lokal yang mengatur perlindungan
wilayah yang dipasang perangkap sedimen belum
ada.
0.10 2 0.20
Jumlah 0.55 1.65
Total 1.00 3.25
Kecenderungan terhadap faktor internal -0.05
53
Sumber: Diadaptasi dari Sualia (2011) dan Purbani et al (2011) kemudian dimodifikasi dengan hasil penelitian (2015)
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada komponen kekuatan (Strength),
ketersediaan bibit mangrove yang melimpah (mangrove tumbuh secara alami di
lokasi penelitian) memperoleh nilai yang paling tinggi dibandingkan komponen
kekuatan lainnya, yaitu 0.80 dengan bobot 0.20 dan rating 4. Komponen ini
menjadi salah satu pengaruh yang paling penting dalam menjaga keberadaan
keberadaan tanah timbul hasil pemasangan perangkap sedimen. Komponen
kekuatan selanjutnya yang memiliki rating 4 adalah musim angin timur yang
terjadi enam bulan sekali sangat memungkinkan terjadinya pamadatan sedimen
hasil penjerapan perangkap. Kondisi ini memungkinkan sedimen menjadi stabil
dan lebih padat sehingga lebih stabil apabila tumbuh mangrove di atasnya.
Komponen ini memiliki nilai 0.40 dengan bobot yang lebih rendah dibandingkan
ketersediaan bibit mangrove, yaitu 0.10. komponen ini penting untuk
dipertimbangkan dalam melakukan strategi pengelolaan perangkap sedimen
namun kedatangannya (musim angin timur) hanya terjadi 1 tahun sekali atau lebih
tepatnya 6 bulan sekali jika musim berjalan normal sehingga nilai bobotnya
dianggap lebih rendah dibandingkan komponen kekuatan yang telah dibahas
sebelumnya.
Komponen kekuatan ketiga yang teridentifikasi adalah kemampuan
ekosistem mangrove yang dapat menyimpan cadangan karbon. Nilai yang
diperoleh sebesar 0.30 dengan rating 3 dan bobot 0.10. Berdasarkan hasil
penelitian, ekosistem mangrove di areal perangkap sedimen mampu menyimpan
cadangan karbon sebesar 158.55 ton C atau 162.85 ton C/ha. Sehingga, dapat
diketahui total emisi CO2 yang dapat diserap sebanyak 660.63 ton CO2/ha selama
3 tahun atau 220.21 ton CO2/ha/tahun. Nilai tersebut menjadi salah satu alasan
dalam pengelolaan perangkap sedimen. Jika keberadaan perangkap sedimen yang
menghasilkan tanah timbul dipertahankan keberadaannya bahkan dikelola secara
baik dan tepat maka sejumlah karbon organik yang tersimpan akan semakin
bertambah. Secara tidak langsung akan membantu dalam kegiatan pengurangan
emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida (CO2). Komponen kekuatan
terakhir yang teridentifikasi dalam rangka melakukan strategi pengelolaan
perangkap sedimen adalah CAPD merupakan kawasan lindung yang
keberadaannya dilindungi oleh peraturan. Hal tersebut dapat menjadi kekuatan
dalam melakukan pengelolaan perangkap sedimen karena secara tidak langsung
wilayah penelitian berada di kawasan CAPD yang dilindungi peraturan resmi.
Pemasangan perangkap sedimen dapat menjadi salah satu upaya dalam mitigasi
bencana terhadap kawasan pesisir dalam meredam bencana akibat perubahan
iklim. Komponen tersebut memiliki rating 2 dengan bobot 0.05 dan nilai 0.10.
Semakin tinggi rating (4) dan semakin tinggi bobot (0.20) maka komponen
tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap strategi pengelolaan
perangkap sedimen kedepannya jika dikelola dengan baik.
Selain komponen kekuatan, faktor internal lainnya yang dianalisis adalah
komponen kelemahan (Weakness). Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah
timbul yang terbentuk dari hasil pemasangan perangkap sedimen rentan dikuasai
oleh pihak-pihak tertentu menjadi kelemahan pertama yang memperoleh nilai
paling tinggi dibandingkan 3 komponen kelemahan lainnya. Keberadaan tanah
timbul di lokasi penelitian menarik perhatian berbagai pihak terutama pihak-pihak
yang berkepentingan melakukan usaha budidaya pertambakan. Secara tersurat,
status dari tanah timbul tersebut belum dapat ditentukan secara pasti menjadi
54
bagian dari CAPD sehingga hal tersebut sering kali memicu kejadian pengakuan
hak atas tanah tersebut. Oleh karena itu, hasil analisis menunjukkan nilai sebesar
0.80 dengan rating 4 yang artinya sangat berpengaruh terhadap strategi
pengelolaan ekosistem mangrove yang akan dilakukan. Jika komponen kelemahan
ini dibiarkan maka keberadaan sedimen akan terancam (Tabel 21).
Komponen kelemahan lainnya yang mempengaruhi adalah lokasi
penelitian berada di desa miskin sehingga kegiatan yang berhubungan dengan
eksploitasi masih dianggap biasa saja dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup,
terutama perekonomian. Komponen ini memiliki rating 3 (cukup berpengaruh)
dan bobot 0.15. Komponen kelemahan selanjutnya sangat berkaitan dengan
komponen keberadaan lokasi penelitian di wilayah desa miskin, yaitu kapasitas
adaptasi dan keinginan masyarakat dalam melindungi pesisir CAPD masih cukup
rendah. Hal tersebut terlihat dari masih banyaknya aktifitas masyarakat yang
merambah pohon-pohon di dalam hutan mangrove untuk dijadikan kayu bakar.
Rating dari komponen ini termasuk kategori berpengaruh (rating 2) namun hasil
skoring menunjukkan nilai yang lebih lebih rendah dari dua komponen kelemahan
yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu 0.10 sehingga nilai totalnya sebesar
0.20. Komponen kelemahan yang terakhir adalah kebijakan lokal yang mengatur
perlindungan areal yang dipasang perangkap sedimen belum ada. Hal tersebut
berpotensi menjadi permasalahan jika tidak dikelola dengan baik. Komponen
tersebut memiliki skor 0.10 dengan rating 2 yang artinya cukup berpengaruh.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tabel 21, diketahui bahwa skor
total dari komponen kekuatan (Strengths) lebih rendah dibandingkan komponen
kelemahan (Weaknesses). Skor total komponen kekuatan 1.60 sedangkan
kelemahan 1.65. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa komponen kelemahan di
lokasi penelitian memiliki pengaruh sedikit lebih banyak dibandingkan komponen
kekuatannya dalam mempengaruhi kondisi sedimen dan vegetasi mangrove di
sana. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengelolaan yang tepat untuk
meminimalkan pengaruh kelemahan terhadap keberhasilan pengelolaan perangkap
sedimen di lokasi penelitian. Sehingga, sedimen yang terperangkap dan vegetasi
mangrove yang tumbuh disana tetap dalam kondisi terlindungi bahkan semakin
baik. Selain itu, kondisi pesisir CAPD khusunya dapat tetap terjaga.
Identifikasi Faktor Eksternal (EFAS)
Selain faktor internal, faktor lainnya yang menjadi pertimbangan dalam
penentuan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di areal yang dipasang
perangkap sedimen adalah faktor ekstrenal. Faktor eksternal berisi komponen-
komponen peluang dan ancaman yang akan mempengaruhi pengelolaan
pemasangan perangkap sedimen di lokasi penelitian. Faktor eksternal terdiri dari
dua komponen utama, yaitu komponen peluang (Opportunities) dan ancaman
(Threats). Komponen peluang merupakan komponen yanag akan mempengaruhi
keberhasilan dalam menentukan strategi pengelolaan pemasangan perangkap
sedimen di lokasi penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung jika
dikelola dengan baik. Sedangkan ancaman merupakan faktor eksternal yang akan
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Jika ancaman tersebut
dikelola dengan baik maka akan meningkatkan keberhasilan pengelolaan
sebaliknya jika tidak dikelola dengan baik maka ancaman akan menjadi
permasalahan di kemudian hari. Komponen peluang yang teridentifikasi sebagai
55
bagian dari strategi pengelolaan ekosistem mangrove di areal perangkap sedimen
sebanyak 4 vaiabel sedangkan ancaman yang teridentidikasi sebanyak 4 variabel.
Hasil identifikasi faktor eksternal dan penilaiannya disajikan secara lengkap pada
Tabel 22.
Tabel 22 Matriks faktor eksternal strategi pengelolaan perangkap sedimen
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang
1. Kolaborasi dengan Dinas Kehutanan,
pengelola CAPD, lembaga lain (LSM, NGO),
dan kelompok pecinta alam CAPD
0.10 3 0.30
2. Kondisi tanah timbul yang sangat potensial
untuk ditanami mangrove
0.10 4 0.40
3. Kondisi tanah timbul yang sangat potensial
untuk diperluas dan dipelihara
0.15 4 0.60
4. Sikap dan semangat beberapa kelompok
masyarakat yang dapat dikembangkan ke
pihak lain
0.05 2 0.10
Jumlah 0.40 1.40
Ancaman
1. Bencana: kenaikan muka air laut, abrasi,
banjir rhob
0.10 4 0.40
2. Pengambilan kayu mangrove untuk kayu
bakar
0.15 2 0.30
3. Pengambilan telur burung air dan perburuan
satwa liar
0.15 1 0.15
4. Pengakuan hak atas tanah timbul untuk
dijadikan tambak
0.20 3 0.60
Jumlah 0.60 1.45
Total 1.00 2.85
Kecenderungan terhadap faktor eksternal -0.05 Sumber: Diadaptasi dari Sualia (2011) dan Purbani et al (2011) kemudian dimodifikasi dengan hasil penelitian (2015)
Hasil analisis faktor eksternal pada komponen peluang (Opportunities)
menunjukkan bahwa kondisi tanah timbul yang sangat potensial untuk diperluas
dan dipelihara memiliki total skor total yang paling tinggi dibandingkan tiga
komponen peluang lainnya (Tabel 22). Hal tersebut bermakna bahwa pemasangan
perangkap sedimen di pesisir CAPD dapat dikembangkan dan diperluas ke arah
barat dan timur dari lokasi pemasangan saat ini. Komponen ini memiliki bobot
0.15 dan rating 4 sehingga nilainya memperoleh 0.60. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Rahadian (2013) menggunakan Citra Satelit Landsat
dalam kurun waktu 1972-2011 telah terjadi proses abrasi dan akresi di sepanjang
Teluk Banten termasuk di dalamnya pesisir CAPD. Melalui penelitiannya
diketahui bahwa dalam kurun waktu 39 tahun (1972-2011) laju jangkauan abrasi
maksimum di Teluk Banten mencapai 25 m/tahun terutaam di daerah Timur Teluk
Banten. Abrasi di daerah Timur Teluk Banten inilah yang menyebabkan akresi di
bagian Barat Teluk Banten, yaitu Pulau Dua (lokasi penelitian berlangsung).
Kejadian tersebut menyebabkan kemungkinan terjadinya proses sedimentasi di
56
pesisir CAPD menjadi lebih tinggi. Jika pemasangan perangkap sedimen diperluas
dan dipelihara maka sedimen hasil akresi juga kemungkinan akan lebih banyak
terjerap. Komponen peluang lainnya yang memiliki rating 4 adalah kondisi tanah
timbul yang sangat potensial untuk ditanami mangrove. Namun, komponen
tersebut memiliki bobot lebih rendah, yaitu 0.10 sehingga total nilai yang
dihasilkan sebesar 0.40. Bibit mangrove yang melimpah (teridentifikasi pada
bagian komponen kekuatan) sangat tergantung pada kondisi tanah timbul
(sedimen) di lokasi penelitian. Hal tersebut terbukti dengan muncul dan
berkembangnya vegetasi Avicennia marina secara alami di lokasi penelitian. Jika
pemasangan perangkap sedimen diperluas maka tanah timbul yang dihasilkan
juga akan semakin luas dan vegetasi mangrove yang tumbuh alami juga akan
semakin banyak.
Kedua komponen tersebut tidak akan berhasil sepenuhnya jika peluang
kolaborasi dengan Dinas Kehutanan, pengelola CAPD, lembaga lain (LSM,
NGO), dan kelompok pecinta alam CAPD tidak dikembangkan dengan baik.
Komponen ini memiliki rating 3, artinya berpengaruh terhadap strategi
pengelolaan yang akan berjalan. Komponen ini memiliki bobot 0.10 sehingga skor
totalnya sebesar 0.30 (lebih rendah dibandingkan dua komponen peluang
sebelumnya). Komponen peluang terakhir yang teridentifikasi adalah sikap dan
semangat beberapa kelompok masyarakat yang dapat dikembangkan ke pihak lain
seperti beberapa kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang penghijauan
dan rehabilitasi mangrove. Komponen ini memiliki rating 2 artinya cukup
berpengaruh dan bobot 0.05 sehingga total nilainya sebesar 0.10. Seluruh
komponen peluang yang teridentifikasi jka dimanfaatkan semaksimal dan sebaik
mungkin maka akan mendukung pengelolaan perangkap sedimen kedepan
terutama dalam hal perluasan.
Identifikasi selanjutnya terhadap faktor eksternal adalah komponen
ancaman (Threats). Hasil identifikasi dan analisis di lapangan menunjukkan
bahwa terdapat 4 ancaman yang akan akan mempengaruhi kelangsungan dari
strategi pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi penelitian. Ancaman yang
sangat berpengaruh terhadap strategi pengelolaan perangkap sedimen adalah
bencana dari alam berupa kenaikan muka air laut, abrasi, dan banjir rhob.
Walaupun rating dari komponen ini 4 namun bobot yang dimilikinya sebesar 0.10
sehingga skor totalnya sebesar 0.40. Hal tersebut dikarenakan bencana hanya
datang ketika musim angin barat saja, atau sekitar 6 bulan sekali (Tabel 22).
Komponen pengakuan hak atas tanah timbul untuk dijadikan tambak lebih rentan
terjadi sehingga nilai bobotnya lebih tinggi dibandingkan bencana, yaitu sebesar
0.20 walaupun ratingnya dibawah komponen bencana, yaitu 3. Skor total dari
komponen ini sebesar 0.60. Tanah timbul yang terbentuk dari hasil pemasangan
perangkap sedimen dikhawatirkan akan diambil alih oleh orang atau kelompok
tertentu untuk dijadikan tambak budidaya perikanan karena area yang berada di
belakang CAPD merupakan areal pertambakan seluas kurang lebih 515 ha.
Ancaman selanjutnya yang teridentifikasi sebagai bagian dari faktor
eksternal adalah pengambilan kayu mangrove untuk dijadikan kayu bakar dan
pengambilan telur burung air dan satwa liar yang hidup di lokasi penelitian.
Kedua komponen tersebut memiliki bobot yang sama, yaitu 0.15 karena keduanya
sama-sama mengancam eksistensi hutan mangrove yang berada di area hasil
pemasangan perangkap sedimen. Walaupun demikian, rating dari komponen
57
pengambilan kayu mangrove lebih tinggi dibandingkan pengambilan telur, yaitu
masing-masing 2 dan 1. Hal tersebut dikarenakan telur burung akan melimpah
hanya pada saat musim berbiak burung air sementara kayu mangrove akan ada
sepanjang musim sehingga kerentanan untuk diambil masyarakat lebih tinggi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tabel 22, diketahui bahwa skor
total dari komponen peluang (Opportunities) lebih rendah dibandingkan
komponen ancaman (Threats). Skor total komponen peluang sebesar 1.40
sedangkan kelamahan 1.45. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa komponen
ancaman di lokasi penelitian sedikit lebih besar pengaruhnya dibandingkan
komponen peluang sehingga diperlukan strategi tepat untuk meminimalisasi
komponen ancaman tersebut.
Pengembangan Matriks Internal-Eksternal (IE Matrix)
Setelah diketahui berbagai komponen yang termasuk ke dalam faktor
internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan eksternal (Peluang dan Ancaman),
selanjutnya kedua faktor tersebut dikolaborasikan untuk menghasilkan informasi
mengenai kondisi perangkap sedimen dan ekosistem mangrove saat ini (existing
position). Hasil analisis pada Tabel 21 dan Tabel 22 kemudian dipetakan sehingga
diperoleh kuadran plotting posisi ekosistem mangrove di areal perangkapsedimen
saat ini berdasarkan total skor tersebut. Hasil matriks internal-eksternal disajikan
pada Gambar 23.
Gambar 23 Hasil analisis matriks internal-eksternal (IE matrix)
Hasil analisis faktor internal dan eksternal diketahui bahwa total skor nilai
faktor internal sebesar 3.25 dan total skor faktor eksternal sebesar 2.85. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan dapat dilanjutkan dengan total
skor faktor internal lebih dari 2 dan total skor faktor eksternal lebih dari 1
(Rangkuti 2014). Hasil plotting menunjukkan bahwa posisi pengelolaan
perangkap sedimen berada pada kuadran IV, yaitu kondisi stabilitas (hati-hati).
Jika dikaitkan dengan hasil penelitian maka teknologi pemasangan perangkap
sedimen yang telah dilakukansudah tepat namun masih perlu dimantapkan. Hal
tersebut dilakukan agar sedimen yang terperangkap dan vegetasi Avicennia
marina yang tumbuh disana semakin banyak. Sehingga, simpanan karbon organik
58
di sana juga akan semakin tinggi dan kondisi ekosistem mangrove (pesisir dan
CAPD) juga akan semakin terlindungi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka
diperlukan strategi yang sesuai dengan kondisi di lapangan dimana ancaman dan
kelemahan masih lebih besar dibandingkan kekuatan dan peluang yang ada.
Strategi Pengelolaan Perangkap Sedimen di Lokasi Penelitian
Strategi yang disusun untuk pengelolaan perangkap sedimen di lokasi
penelitian dilakukan melalui proses perpaduan faktor internal dan faktor eksternal
menggunakan matriks SWOT. Komponen kekuatan dan kelemahan
dikolaborasikan dengan komponen peluang dan ancaman untuk menghasilkan
strategi paling tepat yang dapat diimplementasikan dalam pengelolaan perangkap
sedimen disana. tujuan utama dari strategi tersebut adalah untuk memperoleh
kondisi tanah timbul (sedimen) yang lebih banyak dan stabil sehingga vegetasi
mangrove yang tumbuh juga akan semakin banyak. Akibatnya, pesisir CAPD
serta hutan mangrove di dalamnya juga akan terlindungi dari ancaman terutama
penguasaan hak atas tanah, intervensi manusia, dan bencana. Selain itu, strategi
pengelolaan yang tepat diharapkan dapat meredam berbagai kelemahan yang
timbul di lokasi penelitian terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi
dan kebijakan.
Strategi yang akan dipakai dalam melakukan pengelolaan ekosistem
mangrove di lokasi yang dipasang perangkap sedimen diketahui dari nilai hasil
perhitungan kecenderungan terhadap faktor internal dan eksternal. Hasil
perhitungan menunjukkan nilai kecenderungan terhadap faktor internal sebesar -
0.05 dan akan menjadi sumbu x sedangkan nilai kecenderungan terhadap faktor
eksternal sebesar -0.55 yang akan menjadi sumbu y. Hasil analisis menunjukkan
bahwa strategi yang akan dipakai merupakan strategi defensif karena berada pada
kuadran IV (Gambar 24). Skenario utama dari strategi ini adalah meminimalkan
kelemahan internal yang ada untuk menghindari atau mengurangi ancaman
eksternal yang muncul. Strategi ini lebih dikenal sebagai strategi W-T atau
Weaknesses-Threats.
Gambar 24 Strategi yang dipakai dalam pengelolaan ekosistem mangrove di area
perangkap sedimen
Alternatif strategi defensif yang dapat dilakukan dalam melakukan
pengelolaan perangkap sedimen di lokasi penelitian melalui mekanisme yang
59
lebih banyak meminimalisasi kelemahan dan ancaman yang ada. Berdasarkan
identifikasi kelemahan pada faktor internal dan ancaman pada faktor eksternal,
keduanya lebih banyak mengarah pada permasalahan sosial masyarakat dan
kebijakan peraturan yang mengatur status tanah timbul hasil pemasangan
perangkap sedimen. Strategi yang dapat dilakukan diantaranya adalah membuat
tata aturan yang jelas serta sosialisasi kepada masyarakat lokal mengenai batasan
wilayah tanah timbul yang dihasilkan dari pemasangan perangkap sedimen agar
tidak terjadi pengakuan hak atas tanah dan pemakaian bersama untuk kegiatan
pertambahakan. Selain itu diperlukan pula adanya tata aturan yang jelas mengenai
pelarangan intervensi masyarakat dalam melakukan perambahan hutan mangrove
di lokasi penelitian untuk kepentingan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup
yang berlebihan, dan terakhir adalah melakukan penyuluhan untuk memberikan
pemahaman pentingnya ekosistem pesisir dalam meredam berbagai bencana
disana. seluruh upaya upaya dalam strategi tersebut jika dilakukan dengan benar
dan tertib maka diharapkan dapat meredam kelemahan dan ancaman yang muncul
sehingga teknologi perangkap sedimen yang sudah ada dapat lebih baik. Strategi
defensif yang dapat diterapkan dalam melakukan pengelolaan perangkap sedimen
secara lengkap disajikan pada Lampiran 6.
Setiap kawasan yang memiliki hutan mangrove tentunya akan memiliki
kondisi dan keunikan masing-masing sehingga strategi pengelolaannya tidak
dapat disamakan secara detail antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Namun, beberapa rekomendasi strategi pengelolaan hutan mangrove dari hasil
penelitian sebelumnya menggunakan teknik SWOT terutama dengan strategi
defensif atau W-T memiliki skenario umum yang hampir sama. Desain skenario
yang hampir sama tersebut disebabkan oleh komponen kelemahan dan ancaman
yang teridentifikasi lebih banyak berkaitan dengan konteks sosial dan kebijakan,
sama seperti yang terjadi di lokasi penelitian. Walaupun skenario pengelolaan
yang dicari dalam penelitian adalah pengelolaan perangkap sedimen namun tidak
terlepas kaitannya dengan ekosistem mangrove. Khaery (2015)
merekomendasikan strategi defensif (W-T) pengelolaan ekosistem mangrove di
Desa Passare Apua Kabupaten Bombana dengan tujuan mengurangi degradasi
hutan mangrove melalui beberapa skenario, diantaranya meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang fungsi ekosistem mangrove serta
keterampilan dari masyarakat sekitar mangrove, meningkatkan pengawasan
terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kawasan ekosistem mangrove,
Mencarikan alternatif untuk menggantikan pemakaian kayu bakar sebagai bahan
bakar rumah tangga. Agusrinal (2015) merekomendasikan strategi defensif (W-T)
pengelolaan ekosistem mangrove di Pulau Kaledupa Taman Nasional Wakatobi
melalui dua skenario utama, yaitu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang fungsi ekosistem mangrove dan meningkatkan pengawasan
terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kawasan ekosistem mangrove.
Sedikit berbeda wilayah penelitian, Desmantoro (2015) juga merekomendasikan
strategi pengelolaan hutan rakyat dengan skenario defensif melalui kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kesadaran masyarakat sekitar
akan pentingnya hutan, meningkatkan kapasitas SDM dari seluruh stakeholder
yang terkait, serta mengukuhkan batasan wilayah yang menjadi kajian penelitian
hutan desa. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, pola rekomendasi strategi
pengelolaan secara defensif dengan kelemahan dan ancaman yang teridentifikasi
60
dari hasil analisis SWOT lebih banyak berhubungan dengan sosial masyarakat dan
kebijakan lebih bertumpu pada penguatan kapasitas dan kesadaran masyarakat itu
sendiri serta penguatan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan lokal disana.
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ekosistem mangrove di areal perangkap sedimen mampu menyimpan
simpanan karbon total sebanyak 180.17 ton C/ha (Vegetasi: 35.82 ton C/ha;
Sedimen 144.35 ton C/ha). Total emisi CO2 yang dapat diserap sebanyak
661.22 ton CO2/ha.
2. Persamaan alometrik terpilih untuk menduga biomassa Avicennia marina
yang memiliki tinggi total 0-500 cm dan diameter batang ≤ 5 cm adalah Log
Y= -7.42 + 1.79 (Log Tt) + 0.264 (Log DBH). Persamaan terpilih untuk
menduga biomassa akar, batang, cabang, dan daun, yaitu Log Yakar = -8.37 +
1.94 (Log Tt), Log Ybatang = -8.83 + 1.99 (Log Tt) + 0.419 (Log DBH), Log
Ycabang = -8.63 + 2.01 (Log Tt), dan Log Ydaun = -7.73 + 1.63 (Log Tt).
3. Persamaan alometrik terpilih untuk menduga massa karbon Avicennia marina
yang memiliki tinggi total 0-500 cm dan diameter batang ≤ 5cm adalah Log Y
= -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327 (Log DBH). Persamaan alometrik untuk
massa karbon akar, batang, cabang, dan daun adalah Log Yakar = -9.11 + 2.04
(Log Tt), Log Ybatang = -8.89 +2.06 (Log Tt) + 0.467 (Log DBH), Log Ycabang
= -9.41 + 2.13 (Log Tt), dan Log Ydaun = -8.46 + 1.64 (Log Tt).
4. Posisi pengelolaan pemasangan perangkap sedimen saat ini berada pada
kuadran IV, yaitu pada kondisi stabilitas (hati-hati). Kondisi ni menunjukkan
bahwa strategi pemasangan perangkap sedimen di lokasi penelitian sudah
tepat namun masih diperlukan upaya penguatan. Penguatan dilakukan dengan
meminimalisasi kelemahan yang ada agar ancaman yang muncul dapat
dikurangi sehingga keberadaan perangkap sedimen dapat tetap dijaga dan
dikelola dengan baik. Skenario yang dilakukan adalah penguatan tata aturan
dalam status tanah timbul hasil pemasangan perangkap sedimen, dan tata
aturan yang jelas tentang intervensi kegiatan masyarakat di sekitaran lokasi
penelitian terutama yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi dan
eksploitasi, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
ekosistem pesisir.
Saran
1. Analisis simpanan karbon pada komponen nekromas di lokasi penelitian
perlu dilakukan lebih lanjut.
2. Analisis mengenai desain perangkap sedimen yang paling optimum
diterapkan di lokasi penelitian juga perlu dilakukan untuk memperoleh hasil
yang lebih optimal dalam menjerap sedimen.
61
3. Analisis ekonomi mengenai potensi simpanan karbon di lokasi penelitian
perlu dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomi dari ekosistem mangrove
disana.
DAFTAR PUSTAKA
Adame MF, Neil D, Wright SF, Lovelock CE. 2010. Sedimentation within and
among mangrove along a gradient of geomorphological settings.
Estuarine, Coastal and Shelf Science (86): 21-30.
Afzal M et al. 2011. Eficacy of Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Leaves extracts
againts some athmospheric fungi. African Journal Biotechnology 10 (5):
10790-10794.
Agusrinal. 2015. Degradasi ekosistem mangrove di Pulau Kaledupa Taman
Nasional Wakatobi [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Akbar A. 2012. Persamaan alometrik untuk menduga kandungan karbon jenis
meranti (shorea teysmaniana) di hutan alam rawa gambut Kalimantan
Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 9 (1): 1-11.
Alongi DM. 2012. Carbon sequestration in mangrove fores. Carbon Management
(3): 313-322.
[ASTM] American Society for Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94.
Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon.
Philadelphia.
[ASTM] American Society for Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98.
Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon.
Philadelphia.
Bandaranayake WM. 1999. Economic, Traditional And Medicine Uses Of
Mangroves. Townsville: Australian Institute of Marine Science (2).
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Serang. 2013. Kecamatan Kasemen Dalam
Angka Tahun 2013. Serang: Badan Pusat Statistik Kota Serang.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.
Forestry Paper 134. USA: FAO.
Chave et al. 2005. Tree allometry and improved stimation of carbon stocks and
balance in tropical forests. Oecologia 145: 87-99.
Desmantoro. 2015. Kelayakan dan strategi implementasi program hutan desa di
Desa Tanjung Aur II Kabupaten Bengkulu Selatan [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
62
Dharmawan IWS. 2010. Pendugaan biomasa karbon di atas tanah pada tegakan
Rhizophora mucronata di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Ilmu Peranian
Indonesia 15 (1): 50-56.
Dharmawan IWS, Siregar CA. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon
tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Di Ciasem, Purwakarta.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (4): 317-328.
Donato DC, Kauffman JB, Mackenzie RA, Ainsworth A, Pfleeger AZ. 2012.
Whole-island carbon stocks in the tropical Pacific: implication for
mangrove conservation and upland restoration. Journal of
Environmental Management 97: 89-96.
Duke N et al. 2008. Avicennia marina. Di dalam: IUCN 2010. IUCN Red List of
Theatened Species. Versi 2010.4. (www.iucnredlist.org). [23 Januari
2015].
Elias, Wistara NJ. 2009. Metode estimasi massa karbon pohon Jeunjing
(Paraserianthes falcataria L Nielsen) di hutan raktat. JMHT (2): 75-82.
Estrada et al. 2014. Allometric models for aboveground biomass estimation of the
mangrove Avicennia schaueriana. Hydrobiologia 11.
Furukawa K, Wolanski E. 1996. Sedimentation in mangorve forest. Mangroves
and Salt Marshes 1(1): 3-10.
Gang Wang, Dongsheng Guan, Peart MR, Yujuan Chen, Yisheng Peng. 2013.
Ecosystem carbon stock of mangrove forest in Yingluo Bay, Guang
Dong Province of South China. Forest Ecology and Management 310:
539-546.
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati
perikanan pantai. Jurnal Litbang Pertanian 23(1): 15-21.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di
Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry
Centre.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Hardikusmo SA,
penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Pr. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, An
Introduction.
Heriyanto NM, Subiandono E. 2012. Komposisi dan struktur tegakan, biomasa,
dan potensi kandungan karbon hutan mangrove di Taman Nasional Alas
Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 9 (1): 23-32.
Husnaeni A. 2013. Pertumbuhan anakan Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata pada jarak tanam yang berbeda dengan menggunakan teknik
penanaman guludan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
63
Indah R, Jabarsyah A. Laga A. 2009. Perbedaan Susbtrat dan Distribusi Jenis
Mangrove (Studi Kasus Hutan Mangrove Kota Tarakan). Tarakan:
Universitas Borneo Tarakan.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. The Scientific Basis.
Contribution of Working Group I to The Third Assessment Report of The
Interngovernmental Panel on Climate Change. Cambridge: Cambridge
University Pr.
Kastolani ALW, Setiawan I. 2013. Analisis kerusakan mangrove akibat aktivitas
penduduk pesisir Kota Cirebon. Antologi Geografi (1): 1-10.
Kauffman JB, Donato DC. 2012. Protocols for The Measurement, Monitoring
and Reporting of Structure, Biomass and Carbon Stocks in Mangrove
Forest. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR).
Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Perairan
Pelabuhan. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Khaery A. 2015.
Komiyama A. 2005. Common Allometric Equations For Estimating Mangroves.
Gifu: Gifu University Respitory.
Kordi MGH. 2012. Ekosistem Mangrove; Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Krisnawati H, Adinugroho WC, Imanuddin R. 2012. Monograf Model-Model
Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe
Ekosistem Hutan di Indonesia. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan-Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi
Kusmana C, Sabiham S, Watanabe S. 1992. An estimation of above ground tree
biomass of a mangrove forest in East Sumatera, Indonesia. Tropic 4: 143-
157.
LGF Team. 2012. Oceanography Condition in Coastal of Sayung Sub-District,
District of Demak Province of Central Java. Jakarta: Ministry of Marine
Affairs and Fisheries (MMAF) Republic of Indonesia.
Mahasani IGAI, Widagti N, Karang IWGA. 2015. Estimasi persentase karbon
organik di hutan mangrove bekas tambak, Perancak, Jembrana, Bali.
Journal Marine and Aquatic Sciences 1: 14-18.
Makarim S, Ratnawati HI, Hutahaean AA. 2012. Studi awal analisis interaksi
laut-atmosfer pada tekanan parsial CO2 di Teluk Banten. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika(13) 1: 29-40.
Mitra A, Zaman S. 2015. Blue Carbon Reservoir of The Blue Planet. New Delhi:
Springer.
64
Parresol BR. 1999. Assessing tree and stand biomass: a review with examples and
critical comparisons. Forest Science (45): 573-593.
Pemerintah Republik Indonesia. 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun
1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Repubik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun
2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Perpres Nomor 71 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasiona. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Parvaresh H, Parvaresh E, Zahedi G. 2012. Estabilishin allometric relationship
using crown diameter for the estimation of above-ground of grey
mangrove, Avicennia marina (Forsk) Vierh in mangrove forest of Sirik,
Iran. J. Basic. Appl. Sci 2(2): 1763-1769.
Purbani D, Sukresno B, Mustikasari E, Kusumah G, Solihuddin T. 2010.
Optimalisasi Data Fisik Perairan untuk Kajian Kelimpahan dan Jenis
Ikan di Teluk Banten. Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Maulana SI, Pandu J. 2011. Persamaan alometrik genera Intsia sp. Untuk
pendugaan5 Sosial dan Ekonomi Kehutanan 8 (4): 1-10.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. Bogor: Wetlands Insternational Indonesia Programme.
Rahadian A. 2013. Kajian Biofisik dan Perubahan Bentang Alam Pesisir Teluk
Banten sebagai Dasar Implementasi Hybrid Engineering dalam Upayan
Rehabilitasi dan Pengurangan Resiko Bencana. Bogor: Wetlands
International Indonesia.
Rangkuti F. 2014. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Cara
Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Santos JJG, Breton RMC, Breton JGC, Hernandez DLD, Junco RCS. 2014.
Estimation of the carbon pool in soil and above-ground biomass within
mangrove forest in Southest Mexico using allometric equation. Journal
of Forestry Research 25 (1): 129-134.
Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2003. Ekosistem mangrove di Jawa: 1.
65
Kondisi terkini. Biodiversitas 2 (4): 133-145.
Siringoringo HH. 2013. Potensi sekuestrasi karbon organik tanah pada
pembangunan hutan tanaman Acacia mangium Wild. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam 2 (10): 193-213.
Snedaker SC, Brown MS. 1981. Project Summary Water Quality and Mangrove
Ecosystem Dynamics. United States Environmental Protection Agency.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI Nomor 06-3730-1995 Tentang
ArangAktif Teknis. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Sualia I. 2012. Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Pengelolaan Pesisir
Cagar Alam Pulau Dua dan Keterkaitan dengan Kawasan penyangga di
Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten. [tesis]. Bogor:
Sekolah Pasca Sarjana-IPB.
Sugirahayu L, Rusdiana O. 2011. Perbandingan simpanan karbon pada beberapa
penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur berdasarkan
sifat fisik dan sifat kimia tanahnya. Jurnal Silvikultur Tropika (2): 149-
155.
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomasa, Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia
Programme.
Tai Tue N, Viet Dung L, Trong Nhuan M, Omori K. 2014. Carbon storage of
tropical mangrove forest in Mui Ca Mau National Park, Vietnam. Catena
121: 119-126.
Takandjandji M, Kwatrina RT. 2011. Pengelolaan Cagar Alam Pulau Dua di
Provinsi Banten sebagai ekosistem bernilai penting. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam (8) 1: 95-108.
White LP, Olasket LG. 1981. Biomass As Fuel. New York: Subsidary Of Harcout
Brace Jovanovich.
Widiatmaka. 2013. Urgensi penjagaan karbon dalam tanah dalam rangka
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Prosiding International Seminar
of Adaptation and Mitigation on Climate Change. Padang 11 Maret
2013.
Winterwerp H, Bregje VW, Jan VD, Tonneijck F, Astra A, Verschure S, Pieter
VE. 2014. A Sustainable Solution for Massive Coastal Erosion in
Central Java. Netherland: Deltares and Wetland International.
Yulistiyanto B. 2009. Mangrove dengan alat pemecah ombak (APO) sebagai
pelindung garis pantai [terhubung berkala]. [8 Agustus 2009].
Yogyakarta: Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan FT-UGM. hlm 1-10; [diunduh 26 Januari
2015]. Tersedia pada:
66
http://tsipil.ugm.ac.id/download/publikasi/bys/Mangrove%20dengan%20
Alat%20Pemecah%20Ombak%20(APO)-
%20Bambang%20Yulistiyanto.pdf
Yusuf S. 2010. Isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa triterpenoid dari
kulit batang Kayu Api-Api Betina (Avicennia marina Neesh). Jurnal
Penelitian Sains 13 (2): 23-27.
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Perangkap sedimen di lokasi penelitian dari tahun 2011-2014
Perangkap sedimen tahun 2011 dari
jaring ikan (Dokumentasi WII)
Perangkap sedimen tahun 2012 dari
jaring ikan dan karung pasir
(Dokumentasi WII)
Perangkap sedimen tahun 2013 dari
pagar bambu (Dokumentasi WII)
Perangkap sedimen tahun 2014 dari
karung pasir (Dokumentasi WIII)
Lampiran 2 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan kelas ketinggian
No
Kelas
Tinggi
(cm)
Jenis
persamaan Variabel Persamaan alometrik
Ragam
(s) R2
R2
(Adj)
X2
hitung SA SR (%) MAE
1
0-500
Linear
Tt Y = - 0.000915 + 0.000008 X1 0.00069 75.2 74.1 0.0027 0.50 71.54 0.0007
2 Tt dan
DBH
Y = - 0.000954 + 0.000002 X1
+ 0.00103 X2 0.00063 80.1 78.3 0.0017 0.59 96.99 0.0006
3
Logaritmik
Tt Log Y = - 7.92 + 2.02 Log X1 0.18345 89.2 88.8 0.0022 0.51 119.69 0.0007
4 Tt dan
DBH
Log Y = - 7.42 + 1.79 Log X1+
0.264 Log X2 0.18616 89.4 88.4 0.0020 0.54 119.41 0.0007
5
0-100
Linear
Tt Y = 0.000390 - 0.000003 X1 0.00004 20.8 0.0 0.0101 2.48 438.22 0.0009
6 Tt dan
DBH
Y = 0.000432 - 0.000002 X1 -
0.000120 X2 0.00005 22.8 0.0 0.0354 1.54 153.78 0.0016
7
Logaritmik
Tt Log Y = 0.61 - 2.33 Log X1 0.19528 14.0 0.0 0.0031 -
21.82 14.483.63 0.0005
8 Tt dan
DBH
Log Y = - 1.28 - 1.49 Log X1-
1.66 Log X2 0.23000 20.5 0.0 0.0031
-
27.36 48.741.96 0.0005
9
101-
200
Linear
Tt Y = - 0.00029 + 0.000005 X1 0.00028 3.7 0.0 0.0010 0.36 52.12 0.0003
10 Tt dan
DBH
Y = 0.00270 - 0.000017 X1+
0.00089 X2 0.00030 28.1 0.0 0.0795 3.29 157.84 0.0014
11
Logaritmik
Tt Log Y = - 8.3 + 2.25 Log X1 0.21183 7.0 0.0 1.1566 0.98 91.42 0.0018
12 Tt dan
DBH
Log Y = 8.7 - 5.32 Log X1+
2.03 Log X2 0.21866 33.9 0.0 1.5732 0.69 792.10 0.0019
13
201-
300
Linear
Tt Y = - 0.00418 + 0.000021 X1 0.00047 53.2 37.6 0.2587 0.71 88.10 0.0021
14 Tt dan
DBH
Y = - 0.00404 + 0. X1 +
0.000834 X2 0.00033 84.7 69.5 0.6230 1.19 147.57 0.0024
15 Logaritmik
Tt Log Y = - 12.6 + 3.97 Log X1 0.13556 60.2 46.9 0.1503 0.88 34.13 0.0028
16 Tt dan Log Y = - 11.4 + 3.43 Log X1+ 0.10372 84.5 68.9 0.3276 0.91 38.73 0.0041
69
No
Kelas
Tinggi
(cm)
Jenis
persamaan Variabel Persamaan alometrik
Ragam
(s) R2
R2
(Adj)
X2
hitung SA SR (%) MAE
DBH 0.723 Log X2
17
301-
400
Linear
Tt
Y = 0.00625 - 0.000012 X1 0.00046 23.3 0.0 0.2557 1.15 212.11 0.0028
18 Tt dan
DBH
Y = 0.00319 - 0.000012 X1+
0.00112 X2 0.00049 42.3 0.0 0.1071 0.81 122.39 0.0022
19
Logaritmik
Tt Log Y = 5.09 - 3.07 X1 0.13098 23.3 0.0 31.9870 0.98 61.12 0.0204
20 Tt dan
DBH
Log Y = 3.31 - 2.73 Log X1+
2.25 Log X2 0.12424 54.9 7.4 0.1204 0.82 76.15 0.0016
21
401-
500
Linear
Tt Y = - 0.00304 + 0. X1 0.00094 42.3 27.9 0.1809 1.14 114.31 0.0029
22 Tt dan
DBH
Y = - 0.00393 + 0.000004 X1 +
0.00185 X2 0.00071 75.8 59.7 0.0733 0.40 104.86 0.0020
23
Logaritmik
Tt Log Y = - 7.32 + 1.81 Log X1 0.14290 35.6 19.5 0.0238 0.71 43.70 0.0009
24 Tt dan
DBH
Log Y = - 3.95 + 0.18 Log X1+
2.07 Log X2 0.09423 79.0 65.0 0.0400 0.77 28.97 0.0012
Lampiran 3 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan bagian tumbuhan
No Bagian
tumbuhan
Jenis
persamaan Variabel Persamaan alometrik
Ragam
(s) R2
R2
(Adj)
X2
hitung SA
SR
(%) MAE
1
Total
Linear
Tt Y = -0.000915 + 0.000008 X1 0.0007 0.75 0.74 0.0027 0.50 71.54 0.0007
2 Tt dan
DBH
Y = -0.000954 + 0.000002X1
+ 0.00103X2 0.0006 0.80 0.78 0.0017 0.59 96.99 0.0006
3
Logaritmik
Tt Log Y = -7.92 + 2.02 Log X1 0.1835 0.89 0.89 0.0022 0.51 119.69 0.0007
4 Tt dan
DBH
Log Y = -7.42 + 1.79 Log X1
+ 0.265 Log X2 0.1862 0.89 0.88 0.0020 0.54 119.41 0.0007
5
Akar
Linear
Tt Y= -0.000085 + 0.000001 X1 0.0002 0.59 0.57 0.0017 -
2.40 407.90 0.0004
6 Tt dan
DBH
Y = -0.000095 – 0.000000X1
+ 0.000270X2 0.0002 0.68 0.65 0.0011
-
0.53 122.46 0.0002
7
Logaritmik
Tt Log Y = -8.37 + 1.94 Log X1 0.2875 0.76 0.75 0.0013 -
1.21 301.92 0.0003
8 Tt dan
DBH
Log Y = -8.76 + 2.12 Log X1
– 0.206 Log X2 0.2934 0.76 0.74 0.0013
-
1.28 297.87 0.0003
9
Batang
Linear
Tt Y = -0.000539 + 0.000004 X1 0.0003 0.82 0.82 0.0011 -
0.23 18.20 0.0002
10 Tt dan
DBH
Y = -0.000553 + 0.000002X1
+ 0.000368X2 0.0002 0.85 0.84 0.0024 0.08 65.90 0.0004
11
Logaritmik
Tt Log Y = -9.18 + 2.35 Log X1 0.1363 0.95 0.95 0.0648 0.92 59.92 0.0004
12 Tt dan
DBH
Log Y = -8.38 + 1.99 Log X1
+ 0.419 Log X2 0.1346 0.96 0.95 0.0019
-
0.07 201.35 0.0004
13
Cabang
Linear
Tt Y = -0.000195 + 0.000002 X1 0.0002 0.62 0.61 0.0003 -
0.30 92.18 0.0001
14 Tt dan
DBH
Y = -0.000205 + 0.000000X1
+ 0.000264X2 0.0002 0.69 0.66 0.0005
-
0.53 114.05 0.0002
15
Logaritmik
Tt Log Y = -8.63 + 2.01 Log X1 0.2397 0.83 0.82 0.0006 -
0.89 92.14 0.0002
16 Tt dan
DBH
Log Y = -7.75 + 1.61 Log X1
+ 0.463 Log X2 0.2417 0.83 0.82 0.0005
-
0.68 85.66 0.0002
17
Daun
Linear
Tt Y = -0.000096 + 0.0000001
X1 0.0001 0.58 0.56 0.0029 7.36 873.38 0.0004
18 Tt dan
DBH
Y = -0.000101 + 0.000000X1
+ 0.000133X2 0.0001 0.61 0.58 0.0010
-
1.82 600.69 0.0002
19
Logaritmik
Tt Log Y = -7.73 + 1.63 Log X1 0.2620 0.73 0.71 0.0008 -
1.14 258.94 0.0002
20 Tt dan
DBH
Log Y = -7.42 + 1.49 Log X1
+ 0.164 Log X2 0.2675 0.73 0.70 0.0008
-
1.05 247.74 0.0002
Lampiran 4 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon Avicennia
marina berdasarkan kelas ketinggian
No
Kelas
Tinggi
(cm)
Jenis
persamaan Variabel Persamaan alometrik
Ragam
(s) R2
R2
(Adj)
X2
hitung SA SR (%) MAE
1
0-500
Linear
Tt Y = - 0.000464 + 0.000004 X1 0.00031 74.7 73.6 0.0008 -0.31 18.43 0.0002
2 Tt dan
DBH
Y = - 0.000479 + 0.000001 X1+
0.000399 X2 0.00029 78.5 76.6 0.0008 -0.49 90.98 0.0003
3
Logaritmik
Tt Log Y = - 8.82 + 2.21 Log X1 0.17054 92.0 91.6 0.0007 -0.58 109.04 0.0003
4 Tt dan
DBH
Log Y = - 8.20 + 1.92 Log X1+
0.327 Log X2 0.17204 92.2 91.5 0.0037
-
13.90 1983.14 0.0007
5
0-100
Linear
Tt Y = 0.000117 - 0.000001 X1 0.00001 20.4 0.0 0.0035 2.38 300.75 0.0003
6 Tt dan
DBH
Y = 0.000135 - 0.000001 X1-
0.000053 X2 0.00001 24.9 0.0 0.0052 1.90 249.11 0.0004
7 Logaritmik Tt Log Y = - 0.31 - 2.12 Log X1 0.18064 13.5 0.0 0.0011 -
11.12 6580.38 0.0002
70
8 Tt dan
DBH
Log Y = - 2.36 - 1.20 Log X1- 1.78
Log X2 0.20965 22.4 0.0 0.0011
-
27.12 44218.69 0.0002
9
101-
200
Linear
Tt Y = - 0.000027 + 0.000001 X1 0.00008 2.6 0.0 0.0006 -0.49 5.54 0.0002
10 Tt dan
DBH
Y = 0.00091 - 0.000006 X1+
0.000277 X2 0.00009 29.9 0.0 0.1826 1.18 114.54 0.0020
11
Logaritmik
Tt Log Y = - 8.0 + 1.90 Log X1 0.19729 5.8 0.0 0.0008 0.32 45.04 0.0001
12 Tt dan
DBH
Log Y = 8.0 - 5.25 Log X1+ 1.92
Log X2 0.20240 33.9 0.0 0.3345 0.39 3105.90 0.0008
13
201-
300
Linear
Tt Y = - 0.00127 + 0.000006 X1 0.00014 55.8 41.1 0.0763 0.56 76.00 0.0005
14 Tt dan
DBH
Y = - 0.00123 + 0.000005 X1+
0.000223 X2 0.00011 80.7 61.3 0.0570 0.71 84.80 0.0006
15
Logaritmik
Tt Log Y = - 12.8 + 3.87 Log X1 0.12488 62.8 50.4 0.0494 0.87 42.57 0.0010
16 Tt dan
DBH
Log Y = - 11.8 + 3.45 Log X1+
0.565 Log X2 0.11453 79.1 58.3 0.1251 0.92 53.75 0.0016
17
301-
400
Linear
Tt
Y = 0.00228 - 0.000004 X1 0.00016 24.8 0.0 2.0478 0.98 97.90 0.0028
18 Tt dan
DBH
Y = 0.00111 - 0.000004 X1+
0.000428 X2 0.00016 47.8 0.0 0.2527 0.90 89.92 0.0006
19
Logaritmik
Tt Log Y = 4.26 - 2.91 Log X1 0.11889 24.8 0.0 0.0001 -0.95 120.66 0.0000
20 Tt dan
DBH
Log Y = 2.53 - 2.57 Log X1+ 2.19
Log X2 0.10718 59.2 18.5 0.0001 -0.90 119.06 0.0000
21
401-
500
Linear
Tt Y = - 0.00163 + 0.000007 X1 0.00041 47.1 33.9 0.2058 0.739 115.43 0.0007
22 Tt dan
DBH
Y = - 0.00193 + 0.000003 X1+
0.000621 X2 0.00038 65.4 42.4 0.2721 0.13 99.57 0.0009
23
Logaritmik
Tt Log Y = - 8.79 + 2.22 Log X1 0.13762 47.3 34.1 0.0248 0.87 78.20 0.0004
24 Tt dan
DBH
Log Y = - 5.99 + 0.87 Log X1+
1.72 Log X2 0.11230 73.7 56.1 0.0401 0.90 70.67 0.0006
Lampiran 5 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon Avicennia
marina berdasarkan bagian tumbuhan
No Bagian
tumbuhan
Jenis
persamaan Variabel Persamaan alometrik
Ragam
(s) R2
R2
(Adj)
X2
hitung SA SR MAE
1
Total
Linear
Tt Y = -0.000464 +
0.000004 X1 0.0003 0.75 0.74 0.0008 -0.31 18.43 0.0002
2 Tt dan
DBH
Y = -0,000479 +
0.000001X1 +
0.000399X2
0.0003 0.79 0.77 0.0008 -0.49 90.98 0.0003
3
Logaritmik
Tt Log Y = -8.82+ 2.21
Log X1 0.1706 0.92 0.92 0.0007 -0.58 109.04 0.0003
4 Tt dan
DBH
Log Y = -8.19 + 1.92
Log X1 + 0.329 Log X2 0.1721 0.92 0.92 0.0037
-
13.90 1983.14 0.0007
5
Akar
Linear
Tt Y = -0.000041 +
0.000001 X1 0.00006 0.62 0.61 0.0003 0.07 2.23 0.0001
6 Tt dan
DBH
Y = -0.000044 –
0.000000X1 +
0.000092X2
0.00005 0.71 0.68 0.0003 -0.65 144.46 0.0001
7
Logaritmik
Tt Log Y = -9.11 + 2.04
Log X1 0.2742 0.79 0.78 0.0004 -1.23 303.36 0.0001
8 Tt dan
DBH
Log Y = -9.36 +
2.15Log X1 – 0.130
Log X2
0.2801 0.79 0.77 0.0004 -1.35 312.61 0.0001
9
Batang
Linear
Tt Y = -0.000326 +
0.000002 X1 0.0002 0.77 0.76 0.0014 -0.64 97.47 0.0001
10 Tt dan
DBH
Y = -0.000333 +
0.000001X1 +
0.000192X2
0.0002 0.79 0.77 0.0005 -0.19 157.91 0.0001
11
Logaritmik
Tt Log Y = -9.78 + 2.47
Log X1 0.1445 0.95 0.95 0.0002 -0.34 45.06 0.0001
12 Tt dan
DBH
Log Y = -8.89 + 2.06
Log X1+ 0.467 Log X2 0.1421 0.96 0.95 0.0001 -0.22 41.54 0.0001
13
Cabang
Linear
Tt Y = -0.000079 +
0.000001 X1 0.00006 0.63 0.62 0.0003 0.14 29.99 0.0001
14 Tt dan
DBH
Y = -0.000082 +
0.000000X1 +
0.000091X2
0.00006 0.69 0.66 0.0003 -0.83 1162.65 0.0001
15
Logaritmik
Tt Log Y = -9.41 + 2.13
log X1 0.2454 0.84 0.83 0.0003 -1.01 104.03 0.0001
16 Tt dan
DBH
Log Y = -8.66 + 1.79
Log X1+ 0.390 Log X2 0.2486 0.84 0.83 0.0002 -0.82 96.35 0.0001
17
Daun
Linear
Tt Y = -0.000019 +
0.000000 X1 0.00002 0.58 0.56 0.0007 5.15 515.39 0.0001
18 Tt dan
DBH
Y = -0.000020 +
0.000000X1 +
0.000025X2
0.00003 0.60 0.57 0.0002 -1.82 456.05 0.0000
19
Logaritmik
Tt Log Y = -8.46 + 1.64
Log X1 0.2673 0.72 0.71 0.0001 -0.95 120.66 0.0000
20 Tt dan
DBH
Log Y = -8.09 + 1.47
Log X1 + 0.190 Log X2 0.2729 0.72 0.70 0.0001 -0.90 119.06 0.0000
71
Lampiran 6 Matriks W-T (Weaknessess-Threats) strategi pengelolaan perangkap
sedimen di lokasi penelitian
Kelemahan/ Weaknesses (W)
1. Tanah timbul (sedimen) yang dihasilkan
dari pemasangan perangkap sedimen sering
dianggap tanah bersama sehingga rentan
dijadikan tambak.
2. Lokasi penelitian berada dalam kategori
desa miskin sehingga rentan terhadap
perusakan dalam memenuhi kebutuhan
hidup.
3. Kapasitas adaptasi dan keinginan
masyarakat dalam melindungi pesisir
CAPD masih cukup rendah
4. Kebijakan lokal yang mengatur
perlindungan wilayah yang dipasang
perangkap sedimen belum ada.
Ancaman/ Threats (T)
1. Bencana: kenaikan muka air laut,
abrasi, banjir rhob
2. Pengambilan kayu mangrove untuk
kayu bakar
3. Pengambilan telur burung air dan
perburuan satwa liar
4. Pengakuan hak atas tanah timbul
untuk dijadikan tambak
Strategi W-T
1. Membuat tata aturan yang jelas serta
sosialisasi di tingkat lokal mengenai
batasan wilayah tanah timbul yang
dihasilkan dari pemasangan perangkap
sedimen agar tidak terjadi pengakuan hak
atas tanah dan pemakaian bersama untuk
kegiatan pertambahakn (W1, W4, T4)
2. Membuat tata aturan yang jelas tentang
pelarangan perambahan hutan mangrove
yang berada di areal perangkap sedimen
agar tidak diintervensi oleh kegiatan
merusak oleh masyarakat sekitar terutama
untuk pemenuhan kebutuhan hidup seperti
pengambilan kayu bakar, pengambilan telur
burung, dan perburuan satwa liar untuk
dijual (W2, T2, T3)
3. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi
terutama di tingkat lokal untuk
meningkatkan kesadaran dalam melindungi
pesisir dan CAPD agar kegiatan-kegiatan
yang bersifat merusak seperti penebangan
pohon mangrove untuk diambil kayunya,
pengambilan telur burung air dan satwa liar,
serta pengakuan hak atas tanah dapat
dikurangi (W3, T1, T2, T3)
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat
sekitar akan pentingnya ekosistem pesisir
terutama ekosistem mangrove dalam
meredam berbagai bencana pesisir seperti
abrasi, kenaikan muka air laut, dan banjir
rhob dengan cara memperbaiki seluruh
komponen kelemahan yang ada (W1, W2,
W3, W4, T1)
Faktor Eksternal
Faktor Internal
72
Lampiran 7 Data dan hasil analisis bagian akar dari Avicennia marina
KT D (cm) Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA (%) B (gr) Rata-
rata (gr)
KZT
(%)
KAB
(%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata C
(ton)
I
0.7 85
157.53 12.04
20.25
59.41 10.75 0.30 3.59
6.02
0.0000036
0.0000060
0.8 100
169.28 13.00 57.94 15.45 0.27 3.46 0.0000035
0.7 93
184.71 36.88 62.51 9.45 0.28 10.34 0.0000103
0.7 100
175.10 25.45 62.39 5.26 0.32 8.23 0.0000082
0.8 96
152.40 13.87 63.50 4.06 0.32 4.50 0.0000045
II
1.0 185
137.76 180.85
242.33
64.53 4.53 0.31 55.95
69.37
0.0000559
0.0000694
1.0 178
132.66 111.75 59.69 10.61 0.30 33.19 0.0000332
1.5 199
123.87 303.74 62.36 11.73 0.26 78.70 0.0000787
1.5 190
120.64 278.74 59.62 12.05 0.28 78.98 0.0000790
1.0 175
140.65 336.58 55.90 14.38 0.30 100.03 0.0001000
III
2.0 282
156.46 600.48
313.97
54.49 15.65 0.30 179.25
92.41
0.0001793
0.0000924
1.5 226
167.35 155.23 54.41 14.33 0.31 48.54 0.0000485
1.0 255
160.96 189.69 57.23 14.68 0.28 53.28 0.0000533
1.0 265
169.28 284.09 57.97 11.43 0.31 86.93 0.0000869
1.5 269
154.14 340.36 61.40 10.97 0.28 94.03 0.0000940
IV
2.5 360
162.38 221.05
323.17
54.00 12.81 0.33 73.37
106.60
0.0000734
0.0001066
2.2 397
89.99 131.58 52.14 14.34 0.34 44.11 0.0000441
2.5 388
74.44 243.63 58.94 10.59 0.30 74.23 0.0000742
2.7 400
75.89 375.24 57.84 7.21 0.35 131.13 0.0001311
2.5 368
71.49 644.35 61.83 5.55 0.33 210.18 0.0002102
V
3.5 506
88.61 843.00
56.78 11.48 0.32 267.58
0.0002676
3.5 489
91.68 798.22 59.47 5.27 0.35 281.46 0.0002815
3.0 504 105.56 591.06
683.58
61.06 2.91 0.36 212.96
238.43
0.0002130
0.0002384 2.5 480 126.23 302.79 50.57 13.02 0.36 110.26 0.0001103
3.0 450 97.66 882.85 57.27 6.49 0.36 319.88 0.0003199
Ket: KT = Kelas Tinggi, D = Diameter, Tt = Tinggi Total, KA = Kadar Air, KZT = Kadar Zat Terbang, KAB = Kadar Abu, % C = % C-organik, C = Massa Karbon
Lampiran 8 Data dan hasil analisis bagian batang dari Avicennia marina
KT D (cm) Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA
(%) B (gr)
Rata-
rata (gr)
KZT
(%) KAB (%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata
C (ton)
I
0.7 85 0.46 88.59 58.33
33.64
54.90 1.55 0.44 25.40
14.95
0.0000254
0.0000150
0.8 100 0.46 81.21 41.39 55.49 2.36 0.42 17.44 0.0000174
0.7 93 0.46 88.09 21.27 54.70 1.25 0.44 9.37 0.0000094
0.7 100 0.46 89.64 29.00 50.63 2.35 0.47 13.64 0.0000136
0.8 96 0.46 64.67 18.22 49.06 2.05 0.49 8.91 0.0000089
II
1.0 185 0.49 46.93 115.70
140.58
54.47 1.10 0.44 51.40
66.50
0.0000514
0.0000665
1.0 178 0.44 86.59 93.79 52.79 1.01 0.46 43.33 0.0000433
1.5 199 0.45 105.81 155.48 48.49 1.50 0.50 77.76 0.0000778
73
KT D (cm) Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA
(%) B (gr)
Rata-
rata (gr)
KZT
(%) KAB (%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata
C (ton)
1.5 190 0.49 94.77 164.30 49.86 1.39 0.49 80.10 0.0000801
1.0 175 0.4415 90.049
0 173.64 53.13 0.84 0.46 79.93 0.0000799
III
2.0 282 0.54 91.07 444.87
316.54
50.01 1.77 0.48 214.53
150.91
0.0002145
0.0001509
1.5 226 0.49 89.86 244.92 54.72 1.44 0.44 107.38 0.0001074
1.0 255 0.45 95.73 265.67 50.09 1.57 0.48 128.42 0.0001284
1.0 265 0.50 95.22 343.20 46.65 1.83 0.52 176.84 0.0001768
1.5 269 0.48 109.49 284.02 53.08 2.08 0.45 127.36 0.0001274
IV
2.5 360 0.57 50.24 698.89
724.39
47.76 1.63 0.51 353.70
0.0003537
0.0003517
2.2 397 0.51 69.09 558.87 49.90 1.80 0.48 269.94 0.0002699
2.5 388 0.58 58.14 765.13 50.40 1.35 0.48 369.19 0.0003692
2.7 400 0.53 74.73 689.66 49.27 2.45 0.48 333.00
351.74
0.0003330
2.5 368 0.48 58.90 909.39 50.64 1.76 0.48 432.87 0.0004329
V
3.5 506 0.53 86.64 1781.55
1639.57
43.58 1.99 0.54 969.81
952.49
0.0009698
0.0009525
3.5 489 0.51 88.99
1769.91 43.78 1.36 0.55 970.92 0.0009709
3.0 504 0.50 84.36
2085.57 34.94 2.32 0.63 1308.54 0.0013085
2.5 480 0.51 89.83
1040.38 42.73 1.57 0.56 579.50 0.0005795
3.0 450 0.62 71.66
1520.44 36.94 1.66 0.61 933.67 0.0009337
Ket: KT = Kelas Tinggi, D = Diameter, Tt = Tinggi Total, KA = Kadar Air, KZT = Kadar Zat Terbang, KAB = Kadar Abu, % C = % C-organik, C = Massa Karbon
Lampiran 9 Data dan hasil analisis bagian cabang dari Avicennia marina
KT D (cm) Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA
(%) B (gr)
Rata-
rata (gr)
KZT
(%) KAB (%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata C
(ton)
I
0.7 85 48.54 30.30
21.88
66.38 4.54 0.29 8.81
6.44
0.0000088
0.0000064
0.8 100 37.68 32.69 69.11 3.00 0.28 9.12 0.0000091
0.7 93 66.52 15.01 68.30 3.59 0.28 4.22 0.0000042
0.7 100 46.75 23.85 61.36 5.65 0.33 7.87 0.0000079
0.8 96 32.66 7.534 67.08 4.16 0.29 2.17 0.0000022
II
1.0 185 72.95 52.04
115.32
66.14 2.64 0.31 16.25
35.06
0.0000162
0.0000351
1.0 178 46.35 85.41 68.90 3.02 0.28 23.98 0.0000240
1.5 199 55.70 147.72 69.07 2.07 0.29 42.63 0.0000426
1.5 190 70.16 126.35 67.00 2.27 0.31 38.83 0.0000388
1.0 175 72.64 165.08 64.06 3.47 0.32 53.60 0.0000536
III
2.0 282 33.53 640.32
261.79
67.92 1.48 0.31 195.89
0.0001959
0.0000817
1.5 226 57.77 142.62 66.62 3.08 0.30 43.21 0.0000432
1.0 255 61.22 127.16 60.22 3.97 0.36 45.53 0.0000455
1.0 265 65.50 202.42 64.43 2.91 0.33 66.09 0.0000661
1.5 269 52.74 196.42 68.35 2.28 0.29 57.69 81.68 0.0000577
IV
2.5 360 40.74 227.37
65.86 3.39 0.31 69.92
0.0000699
2.2 397 37.28 152.97 68.30 2.75 0.29 44.29 0.0000443
74
KT D (cm) Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA
(%) B (gr)
Rata-
rata (gr)
KZT
(%) KAB (%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata C
(ton)
2.5 388 65.42 208.56 253.85
66.20 2.55 0.31 65.17 78.61
0.0000652 0.0000786
2.7 400 34.96 259.33 64.69 3.56 0.32 82.34 0.0000823
2.5 368 40.14 421.01 65.67 3.13 0.31 131.34 0.0001313
V
3.5 506 49.82 984.49
763.57
62.16 3.16 0.35 341.43
284.84
0.0003414
0.0002848
3.5 489 43.41 836.76
60.28 2.30 0.37 313.13 0.0003131
3.0 504 25.70 1062.02
61.98 2.52 0.35 376.95 0.0003769
2.5 480 40.17 288.94
55.38 3.38 0.41 119.18 0.0001192
3.0 450 33.20 645.66
54.97 2.67 0.42 273.54 0.0002735
Ket: KT = Kelas Tinggi, D = Diameter, Tt = Tinggi Total, KA = Kadar Air, KZT = Kadar Zat Terbang, KAB = Kadar Abu, % C = % C-organik, C = Massa Karbon
Lampiran 10 Data dan hasil analisis bagian daun dari Avicennia marina
KT D
(cm)
Tt
(cm)
BJ
(gr/cm
3)
KA
(%) B (gr)
Rata-
rata (gr)
KZT
(%)
KAB
(%) % C C (gr)
Rata-
rata
(gr)
C (ton) Rata-rata C
(ton)
I
0.7 85 201.10 59.78
31.11
70.26 9.51 0.20 12.09
6.15
0.0000121
0.0000061
0.8 100 156.36 43.18 71.73 8.50 0.20 8.53 0.0000085
0.7 93 147.60 15.76 69.15 12.33 0.19 2.92 0.0000029
0.7 100 158.05 23.25 70.69 8.91 0.20 4.74 0.0000047
0.8 96 182.65 13.56 76.07 5.79 0.18 2.46 0.0000025
II
1.0 185 190.42 61.98
126.53
64.85 12.06 0.23 14.31
26.76
0.0000143
0.0000268
1.0 178 131.70 37.88 70.65 10.62 0.19 7.09 0.0000071
1.5 199 162.14 183.06 68.74 10.44 0.21 38.10 0.0000381
1.5 190 117.30 115.05 68.67 10.18 0.21 24.33 0.0000243
1.0 175 129.84 234.70 70.18 8.53 0.21 49.97 0.0000500
III
2.0 282 99.29 499.27
255.15
71.22 10.25 0.19 92.54
48.98
0.0000925
0.0000490
1.5 226 165.30 195.69 74.50 4.42 0.21 41.25 0.0000413
1.0 255 128.13 225.75 70.47 9.99 0.20 44.12 0.0000441
1.0 265 151.84 195.06 71.98 9.78 0.18 35.58 0.0000356
1.5 269 171.94 159.96 71.37 8.99 0.20 31.43 0.0000314
IV
2.5 360 114.43 195.87
181.47
74.10 6.00 0.20 38.96
36.82
0.0000390
0.0000368
2.2 397 123.69 118.92 73.53 7.04 0.19 23.11 0.0000231
2.5 388 109.55 202.81 72.79 6.05 0.21 42.93 0.0000429
2.7 400 125.67 143.16 69.13 9.92 0.21 29.99 0.0000300
2.5 368 123.03 246.60 69.86 10.22 0.20 49.12 0.0000491
V
3.5 506 128.13 684.29
564.22
71.24 9.89 0.19 129.14
113.08
0.0001291
0.0001131
3.5 489 150.62 696.28 72.0492 8.22 0.20 137.36 0.0001374
3.0 504 191.07 782.067 66.36 11.98 0.22 169.44 0.0001694
2.5 480 114.37 275.23 72.81 7.46 0.20 54.30 0.0000543
3.0 450 110.05 383.24 72.35 8.04 0.20 75.15 0.0000751
Ket: KT = Kelas Tinggi, D = Diameter, Tt = Tinggi Total, KA = Kadar Air, KZT = Kadar Zat Terbang, KAB = Kadar Abu, % C = % C-organik, C = Massa Karbon
75
Lampiran 11 Hasil analisis biomassa. massa karbon, dan serapan karbondiokasida
(CO2)
Kelas Tinggi
(cm)
Biomassa (akar.
batang. cabang.
daun) (gr)
C (akar.
batang.
cabang.
daun)(gr)
Jumlah
Individu (N) C Total (gr)
C Total
(Ton)
C Total
(Ton/ha) CO2
I 0-100 106.87 33.56 1.311 44.000 0.04 0.05 0.18
II 101-200 624.77 197.69 3.306 653.567 0.65 0.74 2.72
III 201-300 971.48 373.98 2.102 786.103 0.79 0.89 3.28
IV 301-400 1.482.88 573.78 14.487 8.312.318 8.31 9.45 34.63
V 401-500 3.650.95 1588.84 13.676 21.728.968 21.73 24.69 90.54
TOTAL 6.836.95 2.767.85 34.882 31.524.955 31.52 39.41 131.35
RATA-
RATA 1.367.39 553.57
47.697.281 47.70 54.20 198.74
Ket: Total = akar + batang + cabang + daun
Lampiran 12 Data dan informasi sedimen/ substrat lumpur
Plot h (cm) KA
(%) Bb (gr) Bk (gr)
Sampel BD
(gr/cm3)
% C
(Walkey
&
Black)
Sampel
La
(cm2) t (cm) V (cm3) C (gr) C (Ton)
C1R1 0-10 8.58 180 165.78 9.8125 10 98.125 1.69 1.39 2.30 0.0000023
10-50 10.21 180 163.32 9.8125 40 392.500 0.42 1.18 1.93 0.0000019
C1R2
0-10 7.26 140 130.52 9.8125 10 98.125 1.33 1.31 1.71 0.0000017
10-50 7.57 175 162.68 9.8125 40 392.500 0.41 1.40 2.28 0.0000023
50-100 8.53 190 175.07 9.8125 50 490.625 0.36 1.87 3.27 0.0000033
100-200 6.22 205 193.00 9.8125 100 981.250 0.20 1.44 2.78 0.0000028
200-300 6.74 170 159.27 9.8125 100 981.250 0.16 1.93 3.07 0.0000031
300-400 5.92 200 188.82 9.8125 100 981.250 0.19 1.73 3.27 0.0000033
C1R3
0-10 6.74 185 173.32 9.8125 10 98.125 1.77 1.38 2.39 0.0000024
10-50 8.18 175 161.77 9.8125 40 392.500 0.41 1.82 2.94 0.0000029
50-100 6.2 185 174.20 9.8125 50 490.625 0.36 1.30 2.26 0.0000023
100-200 7.55 180 167.36 9.8125 100 981.250 0.17 1.63 2.73 0.0000027
200-300 7.42 185 172.22 9.8125 100 981.250 0.18 1.34 2.31 0.0000023
300-400 7.95 175 162.11 9.8125 100 981.250 0.17 1.59 2.58 0.0000026
C2R1
0-10 9.36 170 155.45 9.8125 10 98.125 1.58 1.6 2.49 0.0000025
10-50 10.78 200 180.54 9.8125 40 392.500 0.46 1.36 2.46 0.0000025
50-100 7.62 195 181.19 9.8125 50 490.625 0.37 1.38 2.50 0.0000025
100-200 6 175 165.09 9.8125 100 981.250 0.17 1.68 2.77 0.0000028
200-300 7.67 195 181.11 9.8125 100 981.250 0.18 1.70 3.08 0.0000031
C2R2
0-10 7.5 170 158.14 9.8125 10 98.125 1.61 1.79 2.83 0.0000028
10-50 9.38 185 169.14 9.8125 40 392.500 0.43 1.1 1.86 0.0000019
50-100 10.8 185 166.97 9.8125 50 490.625 0.34 1.4 2.34 0.0000023
100-200 7.64 210 195.09 9.8125 100 981.250 0.20 1.49 2.91 0.0000029
200-300 6.01 170 160.36 9.8125 100 981.250 0.16 1.62 2.60 0.0000026
300-400 7.69 180 167.15 9.8125 100 981.250 0.17 1.45 2.42 0.0000024
76
Plot h (cm) KA
(%) Bb (gr) Bk (gr)
Sampel BD
(gr/cm3)
% C
(Walkey
&
Black)
Sampel
La
(cm2) t (cm) V (cm3) C (gr) C (Ton)
C2R3
0-10 6.95 175 163.63 9.8125 10 98.125 1.67 1.76 2.88 0.0000029
10-50 8.45 170 156.75 9.8125 40 392.500 0.40 1.32 2.07 0.0000021
50-100 7.73 190 176.37 9.8125 50 490.625 0.36 1.56 2.75 0.0000028
100-200 8.25 195 180.14 9.8125 100 981.250 0.18 1.53 2.76 0.0000028
200-300 10.58 185 167.30 9.8125 100 981.250 0.17 1.42 2.38 0.0000024
300-400 5.05 170 161.83 9.8125 100 981.250 0.16 1.62 2.62 0.0000026
C3R1
0-10 9.48 180 164.41 9.8125 10 98.125 1.68 1.78 2.93 0.0000029
10-50 12.53 170 151.07 9.8125 40 392.500 0.38 2.04 3.08 0.0000031
50-100 4.93 195 185.84 9.8125 50 490.625 0.38 1.19 2.21 0.0000022
100-200 9.28 180 164.71 9.8125 100 981.250 0.17 1.96 3.23 0.0000032
200-300 8.44 185 170.60 9.8125 100 981.250 0.17 1.40 2.39 0.0000024
C3R2
0-10 12.19 175 155.99 9.8125 10 98.125 1.59 0.97 1.51 0.0000015
10-50 12.92 195 172.69 9.8125 40 392.500 0.44 0.80 1.38 0.0000014
50-100 0.51 180 179.09 9.8125 50 490.625 0.37 1.37 2.45 0.0000025
100-200 11 195 175.68 9.8125 100 981.250 0.18 0.93 1.63 0.0000016
200-300 10.35 185 167.65 9.8125 100 981.250 0.17 0.91 1.53 0.0000015
300-400 8.58 205 188.80 9.8125 100 981.250 0.19 1.27 2.40 0.0000024
C3R3
0-10 10.21 180 163.32 9.8125 10 98.125 1.66 1.11 1.81 0.0000018
10-50 7.26 175 163.15 9.8125 40 392.500 0.42 0.71 1.16 0.0000012
50-100 7.57 170 158.04 9.8125 50 490.625 0.32 1.22 1.93 0.0000019
100-200 8.53 165 152.03 9.8125 100 981.250 0.15 1.73 2.63 0.0000026
200-300 6.22 180 169.46 9.8125 100 981.250 0.17 1.07 1.81 0.0000018
300-400 6.74 180 168.63 9.8125 100 981.250 0.17 1.14 1.92 0.0000019
C4R1
0-10 7.92 185 171.42 9.8125 10 98.125 1.75 0.70 1.20 0.0000012
10-50 6.74 185 173.32 9.8125 40 392.500 0.44 1.44 2.50 0.0000025
50-100 8.18 190 175.63 9.8125 50 490.625 0.36 1.37 2.41 0.0000024
100-200 6.2 175 164.78 9.8125 100 981.250 0.17 1.28 2.11 0.0000021
200-300 7.55 165 153.42 9.8125 100 981.250 0.16 1.29 1.98 0.0000020
C4R2
0-10 7.42 190 176.88 9.8125 10 98.125 1.80 1.10 1.95 0.0000019
10-50 7.95 180 166.74 9.8125 40 392.500 0.42 1.07 1.78 0.0000018
50-100 9.36 180 164.59 9.8125 50 490.625 0.34 1.27 2.09 0.0000021
100-200 10.78 175 157.97 9.8125 100 981.250 0.16 1.23 1.94 0.0000019
200-300 7.62 190 176.55 9.8125 100 981.250 0.18 1.58 2.79 0.0000028
300-400 7.4 170 158.29 9.8125 100 981.250 0.16 1.52 2.41 0.0000024
C4R3
0-10 7.67 175 162.53 9.8125 10 98.125 1.66 1.33 2.16 0.0000022
10-50 6.95 175 163.63 9.8125 40 392.500 0.42 1.15 1.88 0.0000019
50-100 8.45 200 184.42 9.8125 50 490.625 0.38 1.28 2.36 0.0000024
100-200 7.73 160 148.52 9.8125 100 981.250 0.15 1.59 2.36 0.0000024
200-300 8.24 175 161.68 9.8125 100 981.250 0.16 1.60 2.59 0.0000026
300-400 8.58 185 170.38 9.8125 100 981.250 0.17 1.76 3.00 0.0000030
SUM 153.04 0.0001530
77
Plot h (cm) KA
(%) Bb (gr) Bk (gr)
Sampel BD
(gr/cm3)
% C
(Walkey
&
Black)
Sampel
La
(cm2) t (cm) V (cm3) C (gr) C (Ton)
AVER
AGE 8.06 181.46 167.96 9.8125 63.85 626.490 0.52 1.40 2.35 0.0000024
SD 1.94 11.85 11.19 0.0000 36.00 353.238 0.55 0.30 0.50 0.0000005
SE 0.24 1.48 1.40 0.0000 4.50 44.15 0.07 0.04 0.06 0.0000001
Ket: h = Kedalaman, KA = Kadar Air, Bb = Berat Basah, Bk = Berat Kering, La = Luas Alas, t = Tinggi, V = Volume, BD = Bulk Density % C= % C-organik
sedimen, C = Massa Karbon
Lampiran 13 Hasil analisis bulk density (BD) dan % C-organik sedimen/ substrat
lumpur
Plot
Rata-Rata BD (gr/cm3) Rata-rata % C-Organik
0-10
cm
10-50
cm
50-100
cm
100-200
cm
200-300
cm
300-400
cm 0-10 cm
10-50
cm
50-100
cm
100-200
cm
200-300
cm
300-400
cm
C1R1 1.69 0.42 - - - - 1.39 1.18 - - - -
C1R2 1.33 0.41 0.36 0.20 0.16 0.19 1.31 1.40 1.87 1.44 1.73 1.73
C1R3 1.77 0.41 0.36 0.17 0.18 0.17 1.38 1.82 1.30 1.63 1.34 1.59
C2R1 1.58 0.46 0.37 0.17 0.18 - 1.60 1.36 1.38 1.68 1.68 -
C2R2 1.61 0.43 0.34 0.20 0.16 0.17 1.79 1.10 1.40 1.49 1.62 1.45
C2R3 1.67 0.40 0.36 0.18 0.17 0.16 1.76 1.32 1.56 1.53 1.42 1.62
C3R1 1.68 0.38 0.38 0.17 0.17 - 1.78 2.04 1.19 1.96 1.40 -
C3R2 1.59 0.44 0.37 0.18 0.17 0.19 0.97 0.80 1.37 0.93 0.91 1.27
C3R3 1.66 0.42 0.32 0.15 0.17 0.17 1.11 0.71 1.22 1.73 1.07 1.14
C4R1 1.75 0.44 0.36 0.17 0.16 - 0.70 1.44 1.37 1.28 1.29 -
C4R2 1.80 0.42 0.34 0.16 0.18 0.16 1.10 1.07 1.27 1.23 1.58 1.52
C4R3 1.66 0.42 0.38 0.15 0.16 0.17 1.33 1.15 1.28 1.59 1.60 1.76
RATA-
RATA 1.65 0.42 0.36 0.17 0.17 0.17 1.35 1.28 1.38 1.50 1.42 1.51
SD 0.12 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.33 0.36 0.18 0.27 0.25 0.20
SE 0.03 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.10 0.10 0.05 0.08 0.07 0.07
Keterangan: - = Tidak ada data
78
Lampiran 14 Pengambilan sampel sedimen dan vegetasi Avicennia marina
Pengambilan sampel Avicennia marina
secara destruktif
Sampel Avicennia marina yang telah
dicabut (destruktif sampling)
Proses pengambilan sampel sedimen
Contoh sedimen yang telah diambil
menggunakan bor tanah
Proses pengambilan sampel sedimen
dari bor tanah ke alumunium foil
Proses pencacahan sampel vegetasi
Avicennia marina
Proses pencacahan bagian akar dari
Avicennia marina
sampel vegetasi Avicennia marina yang
sudah dicacah dan siap ditimbang berat
basahnya
79
Proses penimbangan bagian akar
Avicennia marina
Proses penimbangan bagian batang
Avicennia marina
Proses penimbangan bagian cabang
Avicennia marina
Proses penimbangan bagian daun
Avicennia marina
Lampiran 15 Analisis sampel di laboratorium
Sampel akar Avicennia marina yang
siap untuk dianalisis
Sampel batang Avicennia marina yang
siap untuk dianalisis
Sampel cabang Avicennia marina yang
siap untuk dianalisis
Sampel daun Avicennia marina yang
siap untuk dianalisis
80
Oven yang digunakan untuk proses
analisis
Tanur yang digunakan untuk proses
analisis
Sampel untuk penentuan berat jenis Proses pencelupan sampel ke dalam
parafin untuk analisis berat jenis
Sampel untuk penentuan kadar air
Sampel yang siap untuk dianalisis kadar
zat terbang
Sampel hasil analisis kadar zat terbang Sampel hasil analisis kadar abu
81
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 17 Juni
1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Ayahanda Ujang
Sukanta dan Ibunda Nuryati. Penulis menikah dengan Aswin Rahadian, S. Hut
dan dikaruniai seorang putri yang bernama Ashagiselva Tasmira Rahadian.
Pada tahun 1994, penulis memulai pendidikan dasar (SD) di SDN
Sukalaksana II Kotamadya Bandung. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasarnya di SDN Cibolang Kabupaten Bandung dan lulus
tahun 2000. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SLTPN 1 Soreang
Kabupaten Bandung pada tahun yang sama dan menyelesaikan pendidikan tingkat
pertamanya pada tahun 2003. Selanjutnya, di tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Margahayu Kabupaten Bandung dan
lulus tahun 2006.
Pada tahun yang sama (2006), penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menghabiskan
tingkap persiapan bersama (TPB) di asrama putri A2. Pada saat itu penulis belum
masuk ke departemen/ jurusan manapun di IPB. Satu tahun kemudian, yaitu pada
tahun 2007 penulis diterima di Departemen Biokimia IPB dan lulus tahun 2010
dengan IPK 3.42. Tiga tahun kemudian, pada tahun 2013 penulis memperoleh
beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (BPPDN-DIKTI) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (PSL) dengan massa pemberian beasiswa selama 4 semester (2
tahun). Penulis menyelesaikan pendidikan pascasarjananya 6 bulan setelah massa
pemberian beassiwa tersebut habis, yaitu Februari 2016 dengan IPK 3.81.
Penulis pernah bekerja sebagai asisten laboratorium di D3-IPB untuk mata
kuliah Biokimia Umum (2011), staff laboratorium PT. Idaman Era Mandiri
(2011), dan Social Economy Specialist di Wetlands International Indonesia (2012-
2013). Penulis juga pernah menjadi editor buku Pemetaan Mangrove Pulau
Sumatera (2014) yang dibuat oleh Badan Informasi Geospatial (BIG) dan
Wetlands International Indonesia (WII).