Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

22
MEMBANGUN KEBERADAPAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA NEGERI 1 KEMBANG I. Pendahuluan Pendidikan merupakan pilar tegaknya suatu bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut: 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia ; 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar ; 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral ; 4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global dan

description

by Drs. Nur Kholiq

Transcript of Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Page 1: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

MEMBANGUN KEBERADAPAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER

DI SMA NEGERI 1 KEMBANG

I. Pendahuluan

Pendidikan merupakan pilar tegaknya suatu bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa

akan tegak mampu menjaga martabat. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya

system pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang

bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia ;

2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak

usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar ;

3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk

mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral ;

4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat

pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai

berdasarkan standar nasional dan global dan

5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan

berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.

Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selain itu juga bertujuan untuk pembentukan karakter peserta didik yang terwujud

dalam kesatuan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karena karakter merupakan

sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi

Page 2: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

pengalaman kontingen yang selalu berubah, dan dari kematangan karakter inilah kualitas

seorang pribadi diukur.

Pendidikan karakter sebagai sebuah paedagogi memiliki tujuan agar setiap pribadi

semakin menghayati individualitasnya, maupun menggapai kebebasan yang dimilikinya,

sehingga ia dapat semakin bertumbuh sebagai pribadi maupun warga negara yang bebas dan

bertanggung jawab, bahkan sampai pada tingkat tanggung jawab moral integral atas

kebersamaam hidup dengan  warga yang lain. Dan pendidikan karakter telah menjadi

tanggung jawab bersama orang tua, guru dan anggota masyarakat, yang datang bersama-sama

untuk mendukung pembangunan karakter yang positif. 

Apa Pendidikan Karakter Itu?

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tujuannya membentuk kepribadian peserta

didiknya supaya memiliki karakter yang baik.

Model pendidikan karakter merupakan jawaban atas sistem pendidikan di Indonesia yang

lebih menekankan aspek kognitif ketimbang aspek kecerdasan emosi, sosial, motorik,

kreativitas, imajinasi, dan spiritual.

Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses

pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter

merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme

pedagogis Deweyan.

Lebih dari itu, pedagogi puerocentris lewat perayaan atas spontanitas anak-anak (Edouard

Claparède, Ovide Decroly, Maria Montessori) yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat

awal abad ke-19 kian dianggap tak mencukupi lagi bagi formasi intelektual dan kultural

seorang pribadi.

Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan

esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter

merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang

mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah,

kualitas seorang pribadi diukur.

Page 3: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Empat karakter

Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan

interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman

normatif setiap tindakan.

Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak

mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar

yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan

kredibilitas seseorang.

Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi

nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa

terpengaruh atau desakan pihak lain.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna

mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan

atas komitmen yang dipilih.

Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap

individualitas menuju personalitas. ”Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara

individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi

eksterior dan interior.” Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala

tindakannya.

Pengalaman Indonesia

Di tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas

retorika politik, dan perilaku keseharian, pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-

religius menjadi relevan untuk diterapkan.

Pendidikan karakter ala Foerster yang berkembang pada awal abad ke-19 merupakan

perjalanan panjang pemikiran umat manusia untuk mendudukkan kembali idealisme

kemanusiaan yang lama hilang ditelan arus positivisme. Karena itu, pendidikan karakter tetap

mengandaikan pedagogi yang kental dengan rigorisme ilmiah dan sarat muatan

puerocentrisme yang menghargai aktivitas manusia.

Page 4: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Tradisi pendidikan di Indonesia tampaknya belum matang untuk memeluk pendidikan

karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyarakat. Pedagogi aktif

Deweyan baru muncul lewat pengalaman sekolah Mangunan tahun 1990-an.

Kebiasaan berpikir kritis melalui pendasaran logika yang kuat dalam setiap argumentasi juga

belum menjadi habitus. Guru hanya mengajarkan apa yang harus dihapalkan. Mereka

membuat anak didik menjadi beo yang dalam setiap ujian cuma mengulang apa yang

dikatakan guru.

Loncatan sejarah

Apakah mungkin sebuah loncatan sejarah dapat terjadi dalam tradisi pendidikan kita?

Mungkinkah pendidikan karakter diterapkan di Indonesia tanpa melewati tahap-tahap

positivisme dan naturalisme lebih dahulu?

Pendidikan karakter yang digagas Foerster tidak menghapus pentingnya peran metodologi

eksperimental maupun relevansi pedagogi naturalis Rousseauian yang merayakan spontanitas

dalam pendidikan anak-anak. Yang ingin ditebas arus ”idealisme” pendidikan adalah

determinisme dan naturalisme yang mendasari paham mereka tentang manusia.

Bertentangan dengan determinisme, melalui pendidikan karakter manusia mempercayakan

dirinya pada dunia nilai (bildung). Sebab, nilai merupakan kekuatan penggerak perubahan

sejarah. Kemampuan membentuk diri dan mengaktualisasikan nilai-nilai etis merupakan ciri

hakiki manusia. Karena itu, mereka mampu menjadi agen perubahan sejarah.

Jika nilai merupakan motor penggerak sejarah, aktualisasi atasnya akan merupakan sebuah

pergulatan dinamis terus-menerus. Manusia, apa pun kultur yang melingkupinya, tetap agen

bagi perjalanan sejarahnya sendiri. Karena itu, loncatan sejarah masih bisa terjadi di negeri

kita. Pendidikan karakter masih memiliki tempat bagi optimisme idealis pendidikan di negeri

kita, terlebih karena bangsa kita kaya akan tradisi religius dan budaya.

Manusia yang memiliki religiusitas kuat akan semakin termotivasi untuk menjadi agen

perubahan dalam masyarakat, bertanggung jawab atas penghargaan hidup orang lain dan

mampu berbagi nilai-nilai kerohanian bersama yang mengatasi keterbatasan eksistensi natural

manusia yang mudah tercabik oleh berbagai macam konflik yang tak jarang malah

mengatasnamakan religiusitas itu sendiri.

Page 5: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Di tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas

retorika politik, dan perilaku keseharian, pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-

religius menjadi relevan untuk diterapkan.

Pendidikan karakter ala Foerster yang berkembang pada awal abad ke-19 merupakan

perjalanan panjang pemikiran umat manusia untuk mendudukkan kembali idealisme

kemanusiaan yang lama hilang ditelan arus positivisme. Karena itu, pendidikan karakter tetap

mengandaikan pedagogi yang kental dengan rigorisme ilmiah dan sarat muatan

puerocentrisme yang menghargai aktivitas manusia.

Tradisi pendidikan di Indonesia tampaknya belum matang untuk memeluk pendidikan

karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyarakat. Pedagogi aktif

Deweyan baru muncul lewat pengalaman sekolah Mangunan tahun 1990-an.

Kebiasaan berpikir kritis melalui pendasaran logika yang kuat dalam setiap argumentasi juga

belum menjadi habitus. Guru hanya mengajarkan apa yang harus dihapalkan. Mereka

membuat anak didik menjadi beo yang dalam setiap ujian cuma mengulang apa yang

dikatakan guru.

Terdapat sembilan pilar karakter nilai-nilai luhur universal yang ditanamkan kepada anak

sejak dini usia prasekolah. Pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaaan-Nya; Kedua,

kemandirian dan tanggungjawab; Ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; Keempat, hormat

dan santun; Kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;

Keenam, percaya diri dan pekerja keras; Ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; Kedelapan,

baik dan rendah hati, dan; Kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik

menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the

good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the

good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai

kebajikan menjadi engine yang selalu bekerja membuat orang mau selalu berbuat sesuatu

kebaikan. Orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku

kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan acting the good berubah menjadi

kebiasaan.

Page 6: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Penanaman Pendidikan Karakter di SMA Negeri 1 Kembang

Awalnya, model pendidikan karakter dikembangkan untuk anak-anak usia dini

seperti TK atau pra sekolah. Pembangunan karakter di usia itu memang sangat menentukan.

Pembentukan otak di usia itu biasanya mencapai 90 persen. Sayangnya, data pemerintah

menyebutkan, hanya 15 persen dari 12,23 juta anak usia dini yang bisa bersekolah di TK

 Rumusan karakter tak hanya diaplikasikan dalam metode pengajaran, tapi juga kurikulum

dan diintegrasikan dalam satuan pelajaran. Nah bagaimana penerapan pendidikan karakter

yang dapat dilakukan di SMA Negeri 1 Kembang ?

Seiring dengan MISI SMA yaitu menjadikan SMA Negeri 1 Kembang sebagai

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang Profesional dan Mandiri Dalam

Mewujudkan Lulusan yang Kompeten, Berdedikasi, kasih sayang, peduli dan berakhlak

mulia, maka berikut ini adalah budaya- budaya yang telah dan akan dilakukan di SMA

Negeri 1 Kembang dalam membangun karakter siswa.

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Setiap akhir tahun ajaran , setiap sekolah membuka Penerimaan Siswa Baru ,demikian

juga dengan SMKN 36 Jakarta. Namun ada hal lain yang diungkap disini berkaitan

dengan pembangunan karakter yang dilakukan di SMKN 36 Jakarta. Yaitu pada saat

mendaftar anak harus berani masuk mendaftar sendiri tanpa didampingi orang tuanya.

Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan karakter kemandirian dan kebaranian siswa.

2. MOS

Page 7: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Masa Orientasi Siswa (MOS) dilakukan pada awal tahun ajaran baru setelah pelaksanaan

Penerimaan Siswa Baru . Kegiatan MOS bertujuan untuk memperkenalkan siswa baru

pada lingkungan baru agar dapat beradaptasi , membentuk sikap dan karakter yang

dibutuhkan oleh sekolah maupun industry , memupuk sikap kreativitas dan semangat

berkarya, serta menumbuhkan sikap dan karakter kepemimpinan.

3. Pelatihan Baris Berbaris

Adapun tujuannya, yaitu dapat menanamkan rasa nasionalisme, rasa persatuan dan

kesatuan dikalangan generasi muda, dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia

di bidang pemuda, serta dapat memupuk jiwa generasi muda yang tangguh dan

meningkatkan animo pelajar dalam hal baris-berbaris.

4. Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah (LDKS)

Page 8: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Sekolah merupakan salah satu sarana yang tepat untuk membangun system pengkaderan

yang terpadu. Lingkungan sekolah dalam konteks wawasan wiyata mandala merupakan

lingkungan yang kondusif untuk membentuk kader-kader pemimpin bangssa dimasa

depan. Lewat pembelajaran kontektual yang sedang digalakkan , pendidikan politik

secara konseptual akan terasa sangat signifikan. Pemehaman dasar politik, organisasi dan

kepemimpinan dikalanga siswa perlu ditanamkan sejak dini. Hal itu penting dilakukan

mengingat siswa merupakan generasi muda yang menjadi tumpuan dan harapan bangsa

dimasa depan.

5. OSIS

OSIS merupakan satu-satunya wadah untuk menampung dan menyalurkan kreativitas

baik melalui kegiatan kokurikuler maupun ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya

keberhasilan kegiata kurikuler bertujuan meningkatkan peran serta inisiatif  siswa untuk:

Mempertebal ketaqwaan tehadap Tuhan Yang Maha Esa;

Menjaga dan menciptakan sekolah sebagai Wiyatamandala (lingkungan

pendidikan)agar terhindar dari usaha dan pengaruh yang bertentangan dengan

tujuan pendidkan nasional sehingga terciptanya suasana kehidupan belajar

mengajar yang efektif dan efisien, serta tertanamnya rasa hormat dan cinta

terhadap orang tua, guru, dan almamater dikalangan siswa.

Menumbuhkan daya tangkal pada diri siswa, agar menjujung tinggi kebudayaan

nasional dan mampu menjaring pengaruh kebudayaan yang datang dari luar yang

bertentangan dengan kepribadian Indonesia.

Meningkatkan persepsi, apresiasi, dan kreasi seni dalam rangka tercapainya

keselarasan, dan keseimbangan antara kehidupan lahiriah dan kepuasan batiniah

serta menumbuhkan rasa indah dan halus sebagai dasar pembentukan kepribadian

dan budi pekerti luhur.

Menumbuhkan dan membina sikap berbangsa dan bernegara.

Meneruskan dan mengembangkan semangat, serta nilai-nilai 45; dan

Meningkatkan kesegaran jasmani dan daya kreasi guna tercapainya keseimbangan

antara pertumbuhan jasmani dan rohani.

Ge an bakat dan kema6. Apel Pagi .

Saat pelaksanaan apel pagi , para Pembina secara bergiliran tampil sebagai pemimpin

apel dapat menyampaikan pengarahan khusus. Hal-hal yang diarahkan kepada siswa,

Page 9: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

umumnya mengenai disiplin, etika, dan akademik. Dapat pula menyampaikan

pengumuman penting secara lisan yang menyangkut perencanaan dan persiapan kegiatan

sekolah. Seringkali para Pembina perlu mengulang kembali apa maksud dan tujuan

pentingnya dilaksanakannya apel pagi, dalam menggalang kebersamaan dan menegakkan

disiplin. Apel yang dilakukan secara rutin, merupakan salah satu cara pembentukan

karakter penegakan disiplin siswa, disamping perlu didukung mekanisme penertiban

administrasi.

7. Upacara Bendera

Upacara bendera biasa dialakukan pada hari Senin, dan hari-hari besar Nasional. Upacara

sebenarnya juga bagian dari interaksi edukatif dan instrument/alat yang cukup efektif

untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter tertentu mengaktualkan potensi-

potensi peserta didik. Nilai-nilai tersebut diantaranya :

Potensi Kepemimpinan

Setiap siswa secara bergilir diberi kesempatan untuk tampil memimpin upacara.

Sebagai pemimpin upacara dituntut untuk melakukan aba-aba/tindakan-tindakan

tertentu, dalam satu tahun ajaran seorang siswa dapat memperoleh 2 – 3 kali

memimpim teman-temannya

Tertib Sosial Normatif lmperatif

Ada aba-aba dan tata cara yang baku yang memimpin maupun yang dipimpin. Ketika

seseorang berperan memimpin harus bisa memainkan peran sesuai posisinya. Begitu

juga yang berposisi yang dipimpin. Dari sini diharapkan tumbuh kesadaran bahwa

pada setiap kelompok sosial demi tertib sosial terdapat aturan-aturan/norma-norma

Page 10: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

yang bersifat imperative/memaksa sebagai konsekuensi seseorang memasuki suatu

kelompok sosial.

Rasa Percaya Diri

Pengalaman membuktikan sebagian siswa masih mengalami demam tampil/ndredeg

ketika harus tampil memimpin. Namun, umumnya hilang ketika giliran kedua atau

seterusnya.

Kebersamaan/Jiwa Korsa/Esprit de Carps

Dalam posisi upacara, untuk melanjutkan ke gerakan/aba-aba berikutnya ditempuh

jika aba-aba/perintah sebelumnya telah sepenuhnya dilaksanakan. Manakala ada

satu/sebagian siswa lalai/tidak mematuhi aba-aba, maka “tersanderalah” seluruhnya.

Melalui pembiasaan yang demikian, diharapkan tumbuh kesadaran akan kebersamaan.

Diri seseorang adalah bagian dari kelompok-(nya).

Tanggungjawab

Ada sejumlah hal yang harus dilaporkan seperti jumlah, kurang, hadir, dan keterangan

masing-masing yang berhalangan hadir. Pemimpin harus secara akurat

melaporkannya kepada guru. Yang demikian dimaksudkan untuk menumbuh-

kembangkan sikap koreksi dan tanggungjawab

Tenggang Rasa

Sekali lagi pengalaman membuktikan meski seseorang sebelumnya sudah

mempersiapkan diri namun ketika tampil memimpin acapkali masih melakukan

kekeliruan. Temyata berperan sebagai pemimpin tak semudah yang

menerima/melaksanakan aba-aba. Pengalaman-pengalaman seperti ini akan

menumbuh-kembangkan kesadaran tenggang rasa.

Loyalitas Kritis Berjiwa Merdeka

Ketika sang pemimpin melakukan kesalahan (misal : dalam memberi aba-aba,

laporan, gerakan tertentu) maka anak buah (teman-teman sekelasnya) yang dalam

posisi dipimpin wajib memberikan koreksi dengan ucapan “ulangi” pernyataan

korektif tersebut dilakukan sebanyak kesalahan yang dilakukan pemimpin dan baru

tidak dilakukan lagi manakala sudah benar.

Dari tradisi yang demikian diharapkan tertanam kesadaran sikap loyal sekaligus kritis

bukan mentalitas “yes man” atau loyalitas tanpa reserves. Anak buah dan/atau staf

yang loyal adalah yang bisa mendukung sekaligus mengingatkan/mengoreksi.

Loyalitas yang benar adalah loyalitas kepada person/pribadi orang yang kebetulan

menjabat. Kepatuhan yang sehat dan rasional adalah kepatuhan bersyarat yaitu selama

Page 11: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

perintah/kebijakan pimpinan tidak keluar dan merusak misi organisasi dan secara

hakiki bisa dipertanggungjawabkan secara horisontal (kepada sesama manusia)

maupun vertikal (kepada Tuhan).

Karena itu kita juga harus bisa membedakan wilayah kedinasan/wilayah publik

dengan wilayah privat/pribadi. Jika ini terwujud maka tidak hanya oleh negara secara

formal melainkan juga secara riil dimiliki setiap masyarakat. Setiap warga negara

dalam kondisi seperti ini secara teoritik kesalahan-kesalahan kolektif dapat

dihindarkan, baik dalam konteks organisasi yang kecil maupun besar (negara).

8. Tadarusan sebelum KBM

Tadarusan yang dilakukan siswa setiap pagi di sekolah, memiliki tujuan untuk

membentuk karakter siswa yang bertaqwa kepada Allah SWT, dan menjadikannya

memiliki hati yang lembut, mudah menerima nasehat kebaikan serta tidak mudah

terpancing emosi yang berakibat pada tawuran pelajar.

9. Mengidupkan Ekstra kurikuler

Ekstrakurikuler  adalah kegiatan non akademik yang memberi wadah /kesempatan

kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya sesuai dengan bakat dan minatnya

masing-masing (ada sekitar 34 jenis ekskul yang terangkum dalam buku panduan

ekskul), dan Sport and Art yaitu kegiatan seni dan olahraga.

Kegiatan Pramuka, Paskibraka dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya yang

menumbuhkan kecintaan kepada bangsa merupakan pendidikan budaya dan karakter

bangsa yang selama ini telah diimplementasikan dan menjadi sesuatu kesatuan dari

Page 12: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

kurikulum pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. "Pendidikan budaya

dan karakter bangsa ini cenderung pada implementasi, harus dipraktekkan sehingga titik

beratnya bukan pada teori. Karena itu, pendidikan ini seperti "hidden curiculum",

mengungkapkan bahwa nilai-nilai terkait dengan pendidikan budaya dan karakter bangsa

sudah ada sejak lama. "Kebiasaan mengucapkan salam kepada guru saat datang dan

pulang dari sekolah, mengucapkan doa sebelum memulai pelajaran, atau kegiatan yang

menumbuhkan kecintaan kepada bangsa seperti Pramuka, kegiatan Paskibra dan lain-

lain," katanya. Oleh karena itu kegiatan yang menumbuh kembangkan pendidikan

budaya dan karakter bangsa seperti pramuka, usaha kesehatan sekolah (UKS) dan

ektrakurikuler lainnya seperti menari, musik angklung dan lainnya harus dihidupkan lagi

di sekolah-sekolah. Soal implementasinya yang mulai mengendur bisa saja terjadi, tetapi

masih banyak sekolah-sekolah yang mampu memadukan antara kegiatan belajar

mengajar dengan implementasi dalam kehidupan sosial sehari-hari di sekolah.

10. Senam Kesegaran Jasmani

Olah raga senam tiap hari jum'at dapat dimanfaatkan selain untuk berolah raga mencari

kebugaran, juga bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi atau silaturahmi antar murid, guru

dan karyawan. Sehingga dapat bertukar fikiran/tukar pengalaman, dan yang lebih penting

lagi yaitu untuk melepaskan kepenatan, karena dengan berolahraga dialam terbuka kita

dapat menghirup udara segar sehingga dapat menghilangkan rasa jenuh atau strees dan

bahkan bisa bersorak dan berteriak dengan lepas.

Page 13: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

11. Apresiasif Konstruktif

Beberapa kebiasaan atau budaya yang perlu ditumbuh kembangkan di antaranya adalah

budaya apresiasif konstruktif. Siapa pun yang dapat memberikan kontribusi positif di

lingkungannya perlu diberikan apresiasi. Semisal peserta didik yang mendapat rangking

1 di kelasnya diberikan beasiswa selama 3 bulan, demikian juga untuk para peserta didik

yang menang dalam lomba baik di tingkat Kota Madya, Propinsi, dan Nasional di

berikan apresiasi yang sesuai. Kebiasaan memberikan apresiasi itu akan membangun

lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau lingkungan sendiri tidak

mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus menerus negatif.

12. Objektif Komprehensif,

Yakni dengan mentradisikan, bahwa melihat segala sesuatu secara utuh menyeluruh.

Selanjutnya, menumbuhkan rasa penasaran intelektual (intellectual curiosity) dan

kesediaan untuk belajar dari orang lain. Tidak perlu gengsi untuk belajar ke yang lebih

muda misalnya jika menemui suatu persoalan. Tidak perlu malu bertanya, malu bertanya

sesat di jalan.

13. Menghidupkan Kembali Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

Di sekolah justru yang penting adalah bagaimana memasukkannya dalam proses belajar

mengajar bukan semata meningkatkan kegiatan ekstrakulikuler. "Hal ini bisa terjadi jika

guru menyadari dirinya bukan sekedar mengajar tetapi mendidik sehingga ketika

Page 14: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

mengajar mata pelajaran apapun dia akan mengkaitkannya dengan pendidikan karakter.

Misalnya, ulangan tidak boleh nyontek, harus jujur pada diri sendiri dan mampu

mengukur kemampuan. Peran guru adalah untuk mengingatkan murid tentang semua hal

itu sangat penting. Menurut dia, sejak masih dibangku kuliah, para calon guru seharusnya

sudah menguasai pendidikan budaya dan karakter bangsa ini sehingga mereka menyadari

bahwa tugasnya mengajar adalah mendidik anak untuk menjadi akhlak mulia bukan

sekedar mengajar.

14. Peran Guru

Untuk menuju akhlak mulia dan hal itu bisa diterapkan secara menyeluruh dalam setiap

mata pelajaran, bukan menjadi pendidikan yang terpisah. "Dengan demikian

implementasinya tidak perlu ada modul karena guru harus melakukan pendekatan yang

strategis bagaimana mengelola kelas, berkomunikasi dengan baik pada anak didik,

mengembangkan kepribadian anak dengan baik. "UU Sisdiknas sudah mengamanatkan

bahwa pendidikan itu agar anak memiliki akhlak mulia jadi berarti dalam hal syarat

kelulusanpun menentukan. Anak yang tidak memiliki akhlak mulia, meskipun pinter

jangan dibiarkan lulus. "Guru dan siswa harus paham bahwa kejujuran, kedisiplinan,

ketekunan, toleransi adalah kendaraan .

DAFTAR PUSTAKA

Ace, S. 1995. Keterkaitan dan Kesepadanan Antara Struktur Pendidikan Dengan Struktur Tenaga Kerja Terdidik. Kajian Dikbud No. 002 . Balitbang Dikbud.

Aqip, Z. 2007.Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Yrama Widya.

Christine Fald. Rumah, Sekolah Unggulan Karakter Pemimpin.2007. Majalah Nebula. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum SMK Edisi 2004. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2004.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMKN 36 Jakarta, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Propinsi DKI Jakarta.

Page 15: Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang

Hilda Sabri Sulistyo, 2010. Membangun Karakter dan Budaya di Sekolah. Harian Bisnis Indonesia. Jakarta.

Ratna Megawangi. 2008. Pendidikan Karakter. http//www. Jakarta

Siti Juwairiyah, 2007. Makalah Penerapan Metode Belajar Aktif Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Kelas 6 SD, Probolinggo.

Sonhadji Kh, A. 2000. Alternatif Penyempurnaan Pembaharuan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Makalah disajikan pada: Studi Tentang Pengkajian Pendidikan Kejuruan dan Teknologi, pada tanggal 23 Oktober 2000 di Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penelitian Kebijakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) . Bandung: CV Nuansa Mulia.