PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi...

40
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis Yayasan) TESIS Oleh : Nanang Rahmat NIM. 11.2.00.1.03.09.0054 Pembimbing : Suparto, M.Ed., Ph.D. Konsentrasi: Pendidikan Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2017

Transcript of PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi...

Page 1: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

PENDIDIKAN KARAKTER

BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis Yayasan)

TESIS

Oleh :

Nanang Rahmat NIM. 11.2.00.1.03.09.0054

Pembimbing :

Suparto, M.Ed., Ph.D.

Konsentrasi:

Pendidikan Islam

Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2017

Page 2: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PROMOSI

Tesis yang berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Filsafat Sunda” (Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis Yayasan), ditulis oleh Nanang Rahmat

Nim. 11.2.00.1.01.09.09.0054 telah dinyatakan lulus pada Ujian Promosi Magister

yang diselengarakan pada hari Selasa, 15 September 2015. Tesis ini telah diperbaiki

sesuai dengan saran dan komentar para penguji sehingga layak untuk diterbitkan

dalam bentuk buku.

Jakarta, September 2017

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. Maykuri Abdillah ( …………………………..)

(Ketua Sidang Penguji)

2. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA (……………………………)

(Penguji)

3. Dr. Nurlena Rifa’i, MA (……………………………)

(Penguji)

4. Dr. Suparto, M.Ed (……………………………)

(Promotor/Penguji)

5. Dr, JM. Muslimin, MA (……………………………)

(Sekretaris Sidang)

Page 3: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

LEMBAR BUKTI PENYERAHAN

TESIS DENGAN FORMAT BUKU BER ISBN

Berikut ini adalah bukti bahwa tesis yang telah diformat ulang dalam bentuk buku ber ISBN

telah diserahkan pada penguji sidang promosi, Promotor dan Sekretaris Sidang pada Ujian

Promosi atas nama Nanang Rahmat, sebagai salah satu syarat pengambilan Ijazah.

Jakarta, Oktober 2017

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. Maykuri Abdillah ( …………………………..)

(Ketua Sidang Penguji)

2. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA (……………………………)

(Penguji)

3. Dr. Nurlena Rifa’i, MA (……………………………)

(Penguji)

4. Dr. Suparto, M.Ed (……………………………)

(Promotor/Penguji)

5. Dr, JM. Muslimin, MA (……………………………)

(Sekretaris Sidang)

Page 4: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

i

KATA PENGANTAR

Bismillah, Segala puji hanya milik Allah SWT. yang telah memberikan kita

berbagai karunia, terutama keimanan dan ilmu, serta kesehatan dan kesempatan

kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan tugas penelitian tesis ini.

S}alawat dan salam semoga tercurah limpah kepada tauladan kita, Nabi Muhammad

SAW. beserta keluarganya, sahabatnya dan umatnya yang istiqomah menegakan

Islam hingga akhir zaman.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan salam penghormatan serta

penghargaan setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah memberikan

motivasi tiada henti terutama kepada ibu tercinta Nani Sumarni yang telah

melahirkan ku kedunia ini dan selalu melantunkan do’a dalam setiap s}alat-nya, istri

tercinta Titin Farida yang selalu menemani dalam susah dan senang serta ketiga

buah hatiku, Fajar Fathurrahman, Pikri Aditia Ilham Kusumah dan Salman Zivani

Alia Kusumah semoga kalian menjadi anak yang berguna bagi Agama, Negara,

masyarakat dan Orang tua, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, antaralain kepada:

1. Suparto, M.Ed., Ph.D. yang telah membimbing dan memberikan saran serta

pemikirannya selama penulis menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. J.M. Muslimin, MA., Selaku Wakil Direktur II Ketua Prodi Magister SPS

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta para penguji Prof. Dr. Abuddin Nata,

MA. Dan Dr. M. Zuhdi, M.Ed., Ph.D. yang telah memberikan pencerahan dan

bantuannya selama perjalanan penulisan akhir tesis ini.

3. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan kesempatan penulis untuk belajar di SPS dan Prof. Dr.

Masykuri Abdillah, MA. selaku direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas belajar yang nyaman dan

kondusif bagi mahasiswa/i nya.

4. Tidak lupa segenap Dosen SPS dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan tesis ini dari awal hingga akhir penyusunannya.

Mudah-mudahan amal baik yang telah diberikan, mendapat balasan dari

Allah Swt.. Jaza>kumulla>hu Ahsanal Jaza>. A>mi>n. Semoga tesis yang penuh dengan kekurangan baik dari segi isi, sistematika

serta metode penulisannya ini, dapat menjadi sumbangan literatur bagi para

pencinta ilmu dan penelitian. Kritik dan saran menjadi sebuah harapan demi

perbaikan menuju karya yang lebih baik lagi. Walla>hu A'la>mu bi al-Shawwa>b.

Jakarta, 27 September 2017

Penulis

Page 5: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertandatangan dibawah ini,

Nama : Nanang Rahmat

NIM : 11.2.00.1.03.09.0054

Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 22 Juni 1981

Alamat : Kp. Sukanegla RT. 05 RW. 07 Ds. Sukamantri

Kec. Paseh Kab. Bandung – Jawa Barat

Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa tesis berjudul “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA : Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis yayasan” adalah karya asli saya, kecuali kutipan-

kutipan yang jelas sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di

dalamnya, sepenuhnya jadi tanggung jawab saya dan dapat berdampak pada gelar

akademik saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari

siapapun.

Jakarta, 27 September 2017

Materai 6000

Nanang Rahmat

Page 6: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis sudara Nanang Rahmat, yang berjudul “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA : Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis Yayasan”, telah diperiksa dan dinyatakan layak untuk

dimajukan pada Ujian Promosi.

Jakarta, September 2017

Pembimbing,

Dr. Suparto, M.Ed.

Page 7: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

iv

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa jargon filsafat budaya lokal yang

dikolaborasikan dengan konsep agama akan menghasilkan sebuah konsep

pendidikan karakter. Penelitian ini juga membuktikan bahwa Actional Quotient merupakan tujuan utama dari perpaduan antara Intelegensi Quotient, Emosional Quotient dan Spiritual Quotient sehingga terbetuk sebuah konsep pendidikan

karakter. Penelitian ini selaras dengan pertama: Hidayat Suryalaga dalam tulisannya

menyatakan bahwa nilai-nilai pandangan hidup yang terkandung dalam Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal,

kedua: Hilmiana dalam disertasinya menyatakan bahwa pengaruh dari perilaku

budaya silih asih, silih asah, silih asuh jelas signifikan pada pengembangan

semangat kerja dan pendidikan, Ketiga: Jacob Sumardjo dalam hasil penelitiannya

berpendapat bahwa kelestarian budaya Sunda akibat dari penciptaan paradoks

pemerintahan yang ditunjukkan secara ringkas dalam trias politika Sunda yang

terdiri dari silih asah, silih asih, dan silih asuh, Keempat: Garna, dalam

penelitiannya menyampaikan bahwa hubungan antara sesama yang mengandung

nilai-nilai dasar manusiawi memiliki berbagai sisi dalam menghargai orang lain

seperti diungkapkan dalam konsep silih asih, silih asah,silih asuh, Kelima: Sri

Wahyuni Tanshzil, mengatakan bahwa model pendidikan karakter dilingkungan

pondok pesantren meliputi nilai fundamental, instrumental serta praksis yang

bersumber dari al-Qur’an dan al-H}adith serta nilai-niai luhur Pancasila merupakan

sebuah proses pembinaan pendidikan karkater dalam membangun kemandirian dan

disiplin santri/peserta didik. Keenam: Jalaludin, menjelaskan bahwa pendidikan

holistik berbasis karakter yang menekankan pada dimensi etis-religius menjadi

sangat relevan sebagai suatu konsep pendidikan yang bertujuan untuk menerapkan

dan mengembangkan pendidikan individu yang dapat menemukan identitas, makna

dan nilai-nilai spiritual. Ketujuh: Aang Kunaepi, menjelaskan bahwa untuk

membangun karakter peserta didik yang mempunyai karakter baik dibutuhkan

sebuah konsep pendidikan yang menerapkan metode humanis dan internalisasi

nilai-nilai Islam, moral dan budaya religius dalam keseluruhan proses pendidikan.

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode lapangan, dengan jenis

penelitian kulitatif dan cara penyampaian data deskriptif analitik, dengan sumber

data primer konsep pendidikan di yayasan pendidikan Al-Ma’soem, serta data

sekunder bersumber dari buku, jurnal, media cetak dan elektronik serta data hasil

wawancara lapangan di lokasi penelitian. Analisis dilakukan dengan

mengidentifikasi informasi hasil penelitian, kemudian dijadikan sumber data untuk

mengetahui dan memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan yang

selanjutnya direlevansikan dengan paradigma pemikiran pendidikan yang

berkembang dewasa ini.

Kata Kunci: Agama Islam, Filsafat Sunda, Pendidikan Karakter.

Page 8: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

v

ABSTRACT

This study confirms that local philosophy which collaborates with the

religious concepts constructs the concept of character education. This study also

justifies that Actional Quotient is the main goal of the amalgam among Intelligence Quotient, Emotional Quotient, and Spiritual Quotient there of the concept of

character education was constructed.

The findings in this study support the notion of firstly, Hidayat Suryalaga

who asserted that the principles of silih asih, silih asah, and silih asuh are relevant

to universal life values. Secondly, this study is also in line with Hilmiana’s findings

that the cultural acts of silih asih, silihasah, and silihasuh affected significantly on

the improvement of working and learning spirit. Thirdly, this study is in consonant

with Jacob Sumardjo’s research which affirms that Sundanesetriaspolitica which is

concluded in silih asih, silih asah, and silih asuh principles contributed favorably to

the Sundanese culture preservation. Fourthly,this study is in agreement with Garna

who concluded that interpersonal relationship has basic human values of respecting

others as concluded in silih asih, silihasah, and silih asuh. Fifthly, this study

supports Tanshzil’s research which defines that character education model in

pesantren consists of fundamental, instrumental, and practical values from Quran,

hadiths, and Pancasila in building the students’ disciplines and autonomy. Sixthly,

it is relevant to Jalaludin’s study which explains that holistic and character-based

education emphasizing on ethic-religious dimension is compatible as an educational

concept aiming at applying and developing students’ identity, meaning, and

spiritual values. Lastly, this study is in accordance with Aang Kunaepi’s study

which explains that character education requires an application of humanist method

and internalization of Islamic, moral, religious, and cultural values in the whole

education process.

Qualitative study in the form of field research was employed, where the

data were presented in analytical descriptive way. The primary data consist of the

educational concept of Al Ma’soem foundation while the secondary data comprise

of books, journals, printed media, electronic media, and field interview. The data

was analyzed by firstly identifying the previous study results which then used as

the data source to investigate and analyze the collected data. Lastly, the data was

then linked back its relevance to the currently growing educational paradigm.

Key words: Islamic values, Sundanese philosophy, character education

Page 9: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

vi

الملخص

يوكد هدا البحث ان فلسفت الثقافة الطعلمه بالدىن ستولونظر به الستحصسه ويوكد

هدا البحث ابضا ان المحارة العمليه هي العراضى االساسى من التربيه السحسيه المسكلة من

النظرية التربويه المحسوريه على المهارة العفعلية والمهارة العفعلية والمهارة االنفعالىه ثم

المهارة النفسية

هداية يوافق هدا البحث اراء المفى كرين فى الفلسفة والتربية منهم. االول:

,silih asih, silih asah في كتابه التى استخلص فيها قيم الحىياة المتركزة على سرياالجا,

silih asuh : صت فى , فى حيث استخالهيلمياناالمحتوية على القيم االنسانية العالمتة. الثانى

واضحة وفقالة silih asih, silih asah, silih asuhرسالة كتوراة لها ان اثار تصرفات ثقافة

الدي اكد فى بحثه ان دوام ثقافة جاكوب سومارجو,فى تطويرنشاط العمل والتربية. الثالث :

,silih asihسونداين يقوم على الخالق المتعاكس المستخلص من سياسه سوندا الثالثية وهى

silih asah, silih asuh : الدي استخلص فى بحثه ان المالقة بين الناس جارنا, الربع

silih asih, silihالمشتملة على القيم االنسانية لها نواحى منتلفة فى اقرام الغير كما دل عليه

asah, silih asuh ,التى قالت ان منهج التربية الشخصية فى سري واحيوني تانسيل, الخامس

معهد االسالم يحتوى على المبادئ والتصبيقات المتاصلة من القران والدريث والمستقة من ال

العالية وهو عبارة عن اجراء التربية السخصية فى بناء االعتماد على النفس Pancasilaقيم

الدى بين ان التربية الشاملة المبانية جالاللدين, واالنقياد بالنظام فى نفس طالبه. السادس :

لى الشخصية المهتمة بجانب االخالق والدين اصبحت مهمة وفعالة فى ايجاد نظرية التربية ع

ااغ كو نايبي, الشخصية فى محاولة الحصول على الهوية والمعانى والقيم النفسية. السابع :

الدي بين ان بناء الشخصية الصالحة للطالب يحتاج الى نظرية التربية التى تطبق منهج

لشمولية بين قيم االسالم واالفالقة والثقافة الدى يفية فى جميع اجراءات التربية. االنسانية وا

يستخدم هداالبحث منهج البحث المبدانى وهو بحث كيفى وتعرض البيانات فىه على

سبيل االستعراض والبحثى, ويعتمد هدا البحث فى بياناته االساسية على البيانات المحصولة

اماالبيانات الثنوية تتكون منالكتاب والدوريات "المعصوم" وية عليها من المؤسسة الترب

والنظر فى البينات يقوم على . فى مكان البحثالعلمية والجرائد واالعالم االكترونى المقابالت

تشخيص المعلومات مهصول على المعانى المجموعة المتصلة بوجهات النظر فى الفكر

التربوى المعاصر.

. دين االسالم, فلسفة سوندا, تربية الشخصية كلمات البحث :

Page 10: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:

Table of the system of transliteration of Arabic words and names used by

the Institute of Islamic Studies, McGill University.

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Short: a = ´ ; i = ; u =

Long: a< = ا ; i> = ي ; ū = و

Diphthong: ay = ا ي ; aw = ا و

Nama orang, nama-nama dan istilah-istilah yang sudah dikenal di Indonesia

tidak termasuk dan tidak terkait dengan pedoman ini, contoh: Shalat, fitnah,

Fatimah, dan lain-lain.

Singkatan-singkatan:

H. = Hijri>yat t.th. = tanpa tahun

M. = Masehi t.tp. = tanpa penerbit

SWT. = Subha>nahu wa Ta’a>la> t.t. = tanpa tempat

SAW. = Sallalla>hu ‘alaihi wassallam

Page 11: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iii

ABSTRAK .................................................................................................. iv

ABSTRACT .................................................................................................. v

vi .................................................................................................. الملخص

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Permasalahan............................................................................... 18

1. Identifikasi Masalah .............................................................. 18

2. Pembatasan Masalah ............................................................. 19

3. Rumusan Masalah ................................................................ 19

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 19

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ............................................. 19

E. Kajian Terdahulu Yang Relevan ................................................. 20

F. Metodologi Penelitian ................................................................ 24

G. Sistematika Penulisan ................................................................ 27

BAB II DISKURSUS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF

ILMU DAN BUDAYA

A. Konsep Umum Pemikiran Pendidikan Karakter ........................... 29

B. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam ............................... 44

C. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Filsafat Sunda ................. 57

BAB III RELASI PEMAHAMAN AGAMA ISLAM DAN FILSAFAT

SUNDA SEBAGAI KONSEP PEMBENTUK LEMBAGA

PENDIDIKAN AL-MA’SOEM4

A. Biografi H. Ma’soem dan Cikal Bakal Pendirian Lembaga

Pendidikan Al-Ma’soem Berbasis Filsafat Sunda ........................ 6544

B. Ciri Khas Lembaga Pendidikan Al-Ma’soem ............................... 73

C. Interaksi Pemahaman Konsep Agama Islam dengan Filsafat

Sunda dalam Konsep Lembaga Pendidikan Al-Ma’soem ............ 81

BAB IV REALITAS PENDIDIKAN KARAKTER PADA LEMBAGA

PENDIDIKAN BERBASIS FILSAFAT SUNDA4

A. Filosofi Sunda; Dasar Implementasi Pendidikan Karakter ............ 87

B. Penerapan Filsafat Sunda dalam Manajemen Pendidikan ...... ...... 101

Page 12: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

ix

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 121

B. Saran-saran & Rekomendasi ........................................................ 122

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 123

GLOSARIUM ......................................................................................................... 135

INDEX .................................................................................................................. 139

BIODATA .............................................................................................................. 141

Page 13: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbedaan pemahaman dalam suatu pendapat bisa menumbuhkan sebuah

teori atau pemahaman baru yang mengakibatkan terjadinya sebuah pembaharuan

terhadap suatu hal yang memiliki nilai serta makna yang baru, selanjutnya

perbedaan tersebut sering dianalogikan sebagai sesuatu perkara yang negatif

namun dalam sebuah teori sosial ternyata menyatakan bahwa perbedaan tidak

selalu menghasilkan perkara negatif akan tetapi perbedaan tersebut juga bisa

membuahkan sesuatu perkara yang positif.1

Gambaran dari keberhasilan sebuah sistem sosial dapat dibuktikan

dengan tercapainya tujuan dari sistem tersebut yang tercermin dalam sebuah

aplikasi kehidupan secara bersama. termasuk dalam dunia pendidikan, sebuah

pendidikan yang memiliki karakteristik budaya sosial dapat tercermin melalui

sebuah pendekatan sistemik dan masiv yang ditopang oleh tiga unsur sudut

pandang, yaitu: self-organisasi sebagai adaptasi, self-organisasi sebagai regulasi

dan self-organisasi sebagai penentuan nasib sendiri.2

1 Perbedaan tidak hanya memiliki makna negatif akan tetapi bisa juga membuahkan hal yang

positif, hal tersebut disebabkan oleh beberapa fungsi perbedaan dalam sebuah sistem sosial, terlebih

khusus yang hubungannya dengan perubahan sebuah model kelembagaan, kemajuan teknis dan

produktivitas, yang selanjutnya berhubungan langsung antara perbedaan konsep sosial dan perubahan

sistem sosial. Sebuah sistem sosial membutuhkan perbedaan untuk memperbaharui kekuatan sosial

yang ada dan merevitalisasi kekuatan kreatif. Perbedaan pemahaman pada individu masyarakat atau

kelompok-kelompok masyarakat dapat mencegah kebiasaan miskinkan kreatifitas menjadi kaya akan

kretifitas. Benturan nilai, kepentingan dan ketegangan antara kelompok menimbulkan konflik, yang

mengganggu akan kepentingan pribadi atau pun kelompok, sehingga menimbulkan pembagian

kekuasaan, kekayaan dan status, sebagaimana yang tejadi di Eropa dengan munculnya peradaban

Renaissance. Dengan konflik dapat menghasilkan norma-norma baru, lembaga-lembaga baru. Dengan

konflik yang terjadi di antara aktifitas serikat pekerja dan pemilik modal bisa menjadikan kebaikan

terhadap kedua belah pihak, yaitu satu sisi produktifitas semakin meningkat dan menimbulkan

perbaikan pula terhadap tingkat upah pekerja. Lihat Lewis A. Coser, “Social Conflict and The Theory

of Social Change”, The British Journal of Sociology, Vol. 8, No. 3. (1957): 197-207. 2 Permasalahan sosial masyarakat bergerak dari efisiensi ekonomi. Hal ini menunjukkan

bahwa dasar metodologi untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan pembangunan pendidikan secara

psikologis dianggap sebagai psikologi antropologi sebagai cabang ilmiah baru, yang mencerminkan

kecenderungan perkembangan psikologi sekarang hari. Dimana motivasi berprestasi memiliki

perbedaan kualitatif tergantung pada karakter identitas sosial-budaya. Jika identitas sosial-budaya

positif, motivasi untuk mencapai keberhasilan adalah garis kehidupan umum. Mengungkapkan

koneksi komponen fungsi positif dan menunjukkan motivasi berprestasi telah dipertimbangkan dalam

konteks penelitian kami sebagai penuh, pengalaman subyektif, yang sangat penting bagi orang itu

sendiri, seperti yang terhubung dengan nilai-nilai dasar manusia dan semacamnya pengertian sehari-

hari sebagai kebahagiaan, hidup bahagia. Ketika ditandai pengalaman kesejahteraan psikologis oleh

seseorang, maka perlu untuk menyebutkan bahwa itu mengandaikan perbandingan keberadaan

seseorang dari norma, sampel atau ideal. Lihat Irina Loginova, Victoria Chupina and Yulya Zhivaeva

Department of Clinical Psychology, “Sociocultural Characteristics of Psychological Education in the

Context of Systemic-Anthropological Approach.” Journal of Social Sciences 8 (2): 281-293, 2012 di

unduh tanggal 08 Mei 2013.

Page 14: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

2

Secara realita manusia dilahirkan ke dunia dari rahim ibunya dalam

keadaan yang tidak mengetahui apa-apa, karena itu Allah SWT melengkapi

manusia dengan pendengaran, penglihatan dan hati nurani yang merupakan

bekal serta potensi sekaligus sarana untuk membina dan mengembangkan

kepribadiannya secara bertahap yang pada akhirnya membentuk sebuah

kepribadian yang menghantarkan hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat.3

Panca Indera yang dimiliki manusia tersebut merupakan potensi yang

dianugerahkan Allah SWT kepada manusia sehingga manusia mampu mengolah

segala yang yang ada pada alam semesta ini dan menggunakannya secara tepat

untuk mengembangkan dan mempergunakan potensi tersebut melalui sebuah

proses belajar yang dinamakan pendidikan.4

Proses pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan dan

pembinaan individu, keluarga dan masyarakat sehingga akan memunculkan

sebuah bangsa yang berkarakter, sejalan dengan pengertian pendidikan yang

menyatakan bahwa pembentukan nilai-nilai kejujuran merupakan titik awal dari

pembentukan sebuah karakter bangsa,5 sehingga dalam pelaksanaannya proses

pendidikan yang merupakan proses pembinaan yang dilakukan orang dewasa

terhadap peserta didik dalam merubah pengetahuan (kognitif), pemahaman

(afektif) dan perilaku (psikomotor) kearah yang lebih baik merupakan sebuah

sistem atau pola yang harus diatur secara terorganisir dan menyeluruh oleh

sebuah lembaga atau organisasi pendidikan.6

Proses pendidikan juga tidak bisa dipisahkan dengan yang namanya ilmu

pengetahuan, ilmu pengetahuan sangat berperan dan terdapat pengaruh positif

terhadap maju dan mundurnya suatu bangsa, sejarah mengatakan bahwa bangsa

yang maju adalah bangsa yang ilmu pengetahuannya berkembang dengan baik

walaupun bangsa tersebut bukan merupakan bangsa yang memiliki negara yang

besar secara geografis, sebagi contoh Jepang, Singapura, Malaysia, Korea dan

3 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta: Bumi Restu, 1986), dalam Qs. Al-Nahl

ayat 78. ه ونشيوٱلل ملاتعلمه هتكه م

هأ ون ممنبهطه خرجكه

أ مه معاوجع لكه بصروٱلس

فوٱلأ

وندٱلأ ره متشكه ٨٧لعلكه

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

4 Bahwa pengertian pendidikan secara luas adalah: pengembangan pribadi dalam semua

aspek yang mencakup jasmani, akal dan hati. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya: 1992), 26 cet.1.

5 Nilai kejujuran merupakan satu diantara 5 nilai moral Islam, nilai kejujuran yang dilandasi

oleh nilai-nilai religius pararel dengan nlai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Pada akhirnya

pengembangan nilai-nialai kejujuran tersebut diyakini sangat efektif melalui pendidikan yang hasilnya

akan tercermin dalam kehidupan masyarakat sehingga terwujud sebuah pembentukan karakter tatanan

masyarakat yang baik. Emosda, “Penanaman nilai-nilai kejujuran dalam menyiapkan karakter bangsa” Universitas Jambi: Innovatio journal for religious innovation studies Volume X, No. 1, (Edisi Januari

– Juni 2011), 151-155. 6 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21 (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru,

2003), 5.

Page 15: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

3

Taiwan yang secara ilmu pengetahuan memiliki kemajuan sekaligus kemajuan

tersebut merubah tatanan hidup bangsa-bangsa tersebut.7

Sebagai salah satu contoh, dalam ajaran Islam proses yang mengawali

sebuah kenabian juga melalui proses pendidikan hal tersebut dapat kita jumpai

pada wahyu pertama yang Allah turunkan kepada Rasulullah SAW yaitu

al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang memiliki kandungan sebuah perintah

kepada Rasulullah SAW untuk membaca, hal ini menujukan bagaimana

keutamaan ilmu pengetahuan sebab secara filosofis membaca merupakan kunci

seluruh ilmu pengetahuan serta didalamnya juga mengandung makna bahwa

kalam merupakan alat transformasi ilmu pengetahuan, dalam ayat tersebut juga

dikatakan bahwa belajar serta ilmu pengetahuan merupakan simbol kemuliaan

dan sebuah nikmat yang dianugerahkan Allah SWT.8

Ajaran Islam bukan sekedar mengajarkan tentang ibadah ritual semata

atau disebut dengan fiqih, melainkan ajaran Islam juga mengatur seluruh aspek

kehidupan manusia dan bahkan banyak kajian-kajian dalam Ilmu keislaman

tersebut termasuk ilmu mengenai pendidikan Islam itu sendiri, bagaimana cara

Islam meramu sebuah konsep pendidikan hanya saja sampai saat ini belum

banyak lembaga pendidikan bahkan penerimaan legalisasi akan konsep

pendidikan Islam masih menemukan kebuntuan karena kurangnya kajian dan

aktivitas yang dilakukan oleh para ahli pendidikan terhadap hal tersebut.9

Pendidikan karakter merupakan sebuah konsep yang lebih luas

cakupannya apabila dibandingkan dengan pendidikan moral, sebab pendidikan

karakter berkaitan dengan pembiasaan terhadap kesadaraan diri dalam

melaksanakan setiap kehidupan, karakter juga sering dimaknai sebagai

“interpretasi kebiasaan,”10 sehingga realitas pilihan konsep pendidikan dewasa

ini yang difahami sebagai langkah strategis dari misi pembangunan nasional

cenderung melangkah pada pengaplikasian konsep pendidikan karakter yang

bertujuan agar guru atau orang tua dapat memberikan sebuah gambaran dan

keleluasaan kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat merespon secara

empatik dengan memahami cara atau tindakan apa yang seharusnya dilakukan

sebab guru merupakan contoh model atau cerminan dari perilaku prososial bagi

peserta didiknya.11

7 Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006), 1. 8 Yususf al-Qarad}a>wi>, al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Terj. Abdul

Hayyie al-Kattani dkk (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 91. 9 Abuddi nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2001), 1. 10 Dengan mengutip John Dewey, Althof mengatakan bahwa karakter akan melahirkan suatu

kebiasaan dan tindakan. Wolfgang Althof, “Moral Education and Character Education”, Journal of Moral Education 35, no. 4 (Dec 2006), 497.

11Ahmad Darmaji, “Perilaku Prososial Vs Kekerasan Sosial: Sebuah Tinjauan Pendidikan

Islam”, Jurnal El-Tarbawi, Jurnal Pendidikan Islam IV no. 1 (2011),

http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI (diunduh pada tanggal 08 April 2013).

Page 16: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

4

Pandangan tersebut diatas dilatar belakangi oleh realita permasalahan

kebangsaan yang berkembang saat ini,12 sehingga memberikan pengaruh

terhadap kesenjangan antara pendidikan moral, agama dan spiritualitas yang

mempengaruhi relativisme moral agar terhindar dari pemahaman sekuler,

selanjutnya memberikan sebuah konsekuensi perubahan dalam konsep mendidik

individu yang memiliki pemikiran moral dan tindakan yang mengakui nilai-nilai

moral yang berbudaya.

Pada akhir abad kedua puluh dan awal abad dua puluh satu, banyak

terjadi perubahan perilaku yang mengakibatkan peningkatan aktivitas bermoral,

cerminan kenakalan remaja dan kejahatan yang terjadi dewasa ini memberikan

sebuah rangsangan kebutuhan sebuah konsep pendidikan untuk kembali kepada

moral dan nilai-nilai yang dianggap sebagai pendidikan yang tepat abad ini,13

pendidikan dipandang sebagai moral untuk mendukung perwujudan cita-cita

pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan

pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini,

maka pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu

program prioritas pembangunan nasional.

Semangat yang diemban tersebut secara implisit ditegaskan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025,

dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan

visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia,

bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila,”

dengan menjadikan dasar bahwa sistem pendidikan nasional sebagai suatu

organisasi haruslah bersifat dinamis, fleksibel, sehingga dapat menyerap

perubahan-perubahan yang cepat untuk menyeimbangkan dengan terjadinya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat menuju

masyarakat moderen yang semakin demokratis dan menghormati hak-hak asasi

manusia.14

Proses perubahan pendidikan di sekolah yang dikehendaki masa depan

bukan hanya aktivitas pembelajaran antara siswa dengan gurunya, namun

bagaimana siswa dapat berkesempatan menerjemahkan dan menjelaskan

problem-problem nyata yang sedang dihadapinya. Artinya pendidikan

merupakan sebuah proses pembekalan terhadap peserta didik agar dapat

12Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Jakarta, Kementrian

Pendidikan Nasional Pusat Kurikulum dan pembukuan, 2011), 5. Bahwa permasalahan bangsa yang

terjadi saat ini antaralain: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan

perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa;

ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan

Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). 13 Ahmad Saghafi, Badri Shatalebi, “Analyzing the Role of Teachers in the Nature Character

Education of Students from the Attitudes of Them,” Arabian Journal of Business and Management Review (OMAN Chapter) 1, no.7; (February 2012), http://search.proquest.com/docview/

1239541843/fulltextPDF (diunduh pada tanggal 24 April 2013). 14 A. R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 6.

Page 17: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

5

menghadapi kehidupan nyata dimasa yang akan datang.15 Sehingga sebuah

lembaga pendidikan dalam hal ini memiliki peran yang sangat positif dan urgen

sebagai pengelola, pengatur dan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap

keberlangsungan kemajuan sebuah pendidikan yang bersifat formal.

Tujuan dari sebuah proses pendidikan adalah penyempurnaan akhlak.

Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak merupakan suatu tatanan moral yang baik dan

sebagai sebuah karakter jiwa yang sempurna dalam diri manusia, oleh karena itu

manusia memerlukan bimbingan untuk mendapatkan karakter yang sempurna

berupa akhlak mulia (al-akhla>q al-kari>mah). 16

Beberapa contoh fakta tentang kondisi kerusakan akhlak para pelajar

sekolah menengah umum yang teridentifikasi yang menjadi sebuah realitas

permasalahan yang banyak terjadi dewasa ini dapat digambarkan melalui

fenomena berikut di antaranya Pada tahun 2010, setidaknya terjadi 128 kasus

tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011,

yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012,

telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar.17 Pada tahun 2011, siswa

SMP pengguna napza berjumlah 1.345 orang. Tahun 2012 naik menjadi 1.424

orang, sedangkan pengguna baru pada Januari-Februari 2013 tercatat 262 orang.

Di kalangan SMA, pada 2011 tercatat 3.187 orang, tahun berikutnya menjadi

3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519 orang.18 Kemudian

selain hal terseniut telah terjadi tawuran antar pelajar SLTA di Kota Bandung

yang tidak jelas sebab-sebabnya,19 penyerangan SMA Negeri 20 oleh geng

motor dari SMA Negeri 7 Bandung serta pembunuhan adik oleh kakaknya di

Cianjur yang disebabkan karena adiknya mau membunuh orang tuanya ketika

sedang mabuk,20 ataupun maraknya geng motor yang merajalela dan meresahkan

masyarakat dibeberapa tempat di Indonesia dengan kekejamannya sehingga

merenggut nyawa pengguna jalan, dimana anggota nya merupakan remaja usia

sekolah baik usia SMP ataupun usia SMA. Atau yang paling baru berita dimedia

TV menghebohkan anak SMP di Surabaya berprofesi sebagai mucikari cilik

dengan menjual teman temannya lewat media face book.21

Contoh-contoh tersebut tersebut menunjukan pada kita wajah buram

pendidikan Indonesia serta telah terjadi sebuah pergeseran nilai karakter dari

tujuan yang diharapkan sebagian fakta di atas yang memprihatinkan, fenomena

tersebut merupakan sebuah ketimpangan atau ketidak sesuaian antara teori

15 Maisah, Inovasi dan masa depan pendidikan, journal Innovatio journal for religious

innovation studies x, no. 1, edisi januari – juni 2011 ), 97. 16 Ibnu Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq (Bandung, Mizan :1997), 56-81. Terj.

Kitab Tahdhib al-Akhlaq. 17http://video.tvonenews.tv/arsip/view/62132/2012/09/27/data_tawuran_pelajar_selama_201

02012.tvOne 18http://regional.kompas.com/read/2013/03/07/03184385/Pengguna.Narkoba.di.Kalangan.Re

maja.Meningkat 19 H.U. Pikiran Rakyat, 6 Maret 2012. 20 H.U. Lampu Merah, 12 Maret 2012. 21 Redaksi berita SCTV, dalam Liputan 6 SCTV, Minggu, 09 Juni 2013.

Page 18: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

6

pendidikan dengan kenyataan dilapangan. Bukan hanya akses pendidikan yang

sulit, dan fasilitas yang kurang memadai saja, namun kelulusan yang terjadi

tidak mencerminkan fungsi sekolah dan kampus sebagai lembaga pendidikan

yang sejatinya dipercaya untuk mendidik anak-anak bangsa, justru sekedar

melahirkan tenaga kerja yang hanya siap menjadi buruh di negeri sendiri, bahkan

sebagian diantaranya menjadi mesin-mesin perusak, baik terhadap diri, keluarga,

maupun masyarakat.

Berdasarkan contoh paparan tersebut diatas, menunjukan bahwa upaya-

upaya penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan Islam saat ini belum

sejalan dengan hasil (output) pendidikan yang diharapkan yaitu melahirkan

lulusan yang bertaqwa dan berkualitas atau dalam UU Sisdiknas tahun 2003

bahwa melalui pendidikan diharapkan terbentuk peserta didik yang beriman dan

bertaqwa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri.

Ditambah hasil observasi dan pengamatan di beberapa SMA dan MA di

kota dan kabupaten Bandung yang dilakukan peneliti pada bulan september

2012 sampai januari 2015 diketahui bahwa masih banyak para pendidik yang

dipandang belum mampu membantu masyarakat untuk meningkatkan akhlak

mulia sebagaimana diajarkan dalam al-Qur’a>n dan al-H}adith masih banyak

pendidik yang cenderung bias dalam mengajarkan pendidikan akhlak, efeknya

banyak peserta didik (remaja) yang menunjukan krisis akhlak (melanggar etika

dan norma dengan moralnya) yang pada akhirnya membentuk sebuah karakter

yang buruk.

Kondisi tersebut merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan

khususnya bila dihubungkan dengan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh

sebuah lembaga pendidikan dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik,

sebenarnya mengapa kemerosotan akhlak dikalangan remaja tersebut terjadi

padahal penanaman dan bimbingan terhadap sikap moral telah lama dilakukan

diberbagai lembaga pendidikan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan yang

mengadopsi manajemen kurikulum pendidikan terpadu atau yang pada saat ini

menjadi primadona yaitu kurikulum berbasis pendidikan karakter, sebagai

contoh terakhir yang menjadi bahan perbincangan dewasa ini adalah rancangan

dalam kurikulum 2013 yang di rancang oleh kementrian pendidikan dan

kebudayaan RI dimana penekanan pelaksanaan kurikulum lebih pada pelajaran

agama dan budi pekerti untuk pembentukan sikap yang baik atau moralitas pada

penerapan integrasi kompetensi bahkan sekarang ini kembali kepada konsep

kurikulum tingkat satuan pendidikan.22 Pada akhirnya ditahun 2015 ini

pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan dan dikembalikan kepada kurikulum

KTSP kembali.

Secara detail penekanan tersebut memberikan gambaran bahwa melalui

konsep kurikulum yang dirancang sekarang diharapkan setiap lembaga

pendidikan formal dapat merubah keadaan serta mencegah berkembangnya

22 Dhoni Setiawan, Madiun (ANTARA News) Sabtu, diunduh tgl. 11 Mei 2013 19:53 WIB |

1822 Views (ANTARA/Dhoni Setiawan). dari http://www.scribd.com/doc/ 49754748/teori-

Pendidikan-Karakter.

Page 19: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

7

distorsi akhlak yang terjadi dewasa ini, Indonesia memerlukan sumberdaya

manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama

dalam pembangunan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia

tersebut manajemen lembaga pendidikan dalam pelaksanaannya memiliki peran

yang sangat penting dan dominan.

Hal ini sesuai dengan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta sejalan

dengan tujuan pendidikan nasional untuk mengebangkan potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.23

Manajemen sebuah lembaga pendidikan merupakan pilar penekanan

terhadap rancangan pendidikan yang dapat menghantarkan kepada tujuan

pendidikan dimana proses tersebut merupakan sebuah tugas berat yang

membutuhkan pemikiran fokus sehinga pelaksanaan pendidikan dapat

terprogram secara terencana dan sistematis baik secara planning, organizing, actuating, controling, maupun evaluating. Sehingga aplikasi dalam kurikulum

yang diselenggarakan baik materi, waktu, sumber acuan sehinggga proses inter

aksi belajar mengajar yang dilakukan di lingkungan sekolah berjalan sesuai

dengan tujuan atau visi dan misi dari sebuah pendidikan yang ideal.

Apabila kita memperhatikan sejarah perkembangan kurikulum yang

terjadi di Indonesia, sekurang-kurangnya telah terjadi 11 (sebelas) kali

perubahan kurikum,24 antara lain kurikulum: 1947 (Rencana Pelajaran dirinci dari rencana pelajaran terurai), 1964 (Rencana Pendidikan Sekolah Dasar), 1968

(Kurikulum Sekolah Dasar), 1973 (Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan/PPSP),1975 (Kurikulum Sekolah Dasar),1984 (Kurikulum 1984), 1994 (Kurikulum 1994),1997 (Revisi Kurikulum 1994),2004 (Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi/KBK),2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) dan 2013 (Kurikulum 2013), hingga akhirnya kembali lagi kekurikulum KTSP sekarangn ini.

Dalam perkembangannya perubahan kurikulum tersebut memiliki 3

(tiga) aspek landasan pengembangan, antara lain aspek filosofis, aspek yuridis,

dan aspek konseptual yang pada perkembangannya penekanan ketiga landasan

tersebut memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pencapaian

tujuan dari pendidikan tersebut.25

23 Doni Koesoema, A, Mahasiswa Jurusan Pedagogi Sekolah dan Pengembangan Profesional

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Kepausan Salesian, Roma, di unduh pada tanggal 25 Mei 2013

dari http://www.scribd.com/doc/ 49754748/teori-Pendidikan-Karakter 24 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pengembangan Kurikulum 2013 (Jakarta:

Kemendikbud), 4. November 2012 25 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pengembangan Kurikulum 2013 (Jakarta:

Kemendikbud), 5. November 2012

Page 20: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

8

Secara realisasi pelaksanaannya kurikulum tersebut tidak lepas dari

dasar bimbingan dan asuhan yang diberikan oleh orang tua yang merupakan

cikal bakal dari sebuah pendidikan karakter, perlakuan orang tua terhadap anak

akan sangat memberikan sebuah kontribusi besar terhadap perubahan sosial

sehingga anak akan dapat bertahan dalam menghadapi konflik seperti apapun

dengan menyikapinya melalui kemampuan keakhlakan yang utuh yang dilandasi

oleh pendidikan dan penanaman akhlak mulia sebagai perwujudan atau

aktualisasi dari tiga unsur yaitu intellectual quotient (IQ) yang ukurannya rasio

logika benar salah, emotional quotient (EQ) yang ukurannya adalah perasan

(emosi) dan spiritual quotient (SQ) yang ukurannya adalah iman dan taqwa.26

dan seluruh perwujudannya tergambar dalam actional quotient (AQ) yang

ukurannya kebaikan dan keburukan.27

Suatu keprihatinan yang besar pada saat kita melihat wajah pendidikan

masa kini, lembaga pendidikan dihadapkan pada persoalan yang semakin berat,

dimana para pendidik, peserta didik, masyarakat lingkungan pendidikan bahkan

sistem pendidikan itu sendiri diterpa krisis akhlak.28 Fenomena yang

teridentifikasi dilapangan berkaitan dengan terjadinya depresi moral dan akhlak

adalah kurangnya arahan yang diberikan orang tua melalui pendidikan

keteladanan dengan akhlak yang baik padahal akhlak merupakan salah satu

pembentuk karakter yang menjadi sebuah makna yang selalu menyertainya

sebab sebaik apapun nilai seseorang dalam bidang ilmu pengetahuan maka harus

didasari dan didukung pula dengan nilai karakter terbaiknya.29

Orientasi dunia pendidikan sekarang secara tidak disadari dalam

pelaksanaannya lebih cenderung mengarah kepada peningkatan kemampuan

intelektual, dan hanya sedikit yang menekankan kepada aspek akhlak, moral-

religius, dan kepribadian yang mulia. Fenomena tersebut memberikan sebuah

gambaran yang nyata bagi kita bahwa pentingnya pemberian pendidikan

terhadap pembentukan sebuah karakter seseorang sehingga akan terbangun

26Sebagaimana dikutip oleh Junanah menurut Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard,

Ph.D (dalam Kurniawan dan Widayanti. Hidayatullah, 2011:71) terdapat empat tahapan penyelesaian

konflik yang dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan anak, yaitu: 1. Tahap Pasif (Passive), 2.

Tahap Serangan Fisik (Physical Aggression), 3. Tahap Serangan Bahasa (Verbal Aggression), dan 4.

Tahap Bahasa (Language) . Junanah, “Pendidikan Anak Usia Dini serta Implementasinya dalam

Pendidikan Formal dan Informal,” Jurnal El-Tarbawi, Jurnal Pendidikan Islam IV no. 1 (2011),

http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI (diunduh pada tanggal 08 April 2013). 27 HR Hidayat Suryalaga, Kasundaan Rawayan Jati, (Bandung, Yayasan Nur Hidayah

2010),14. 28Fenomena yang terjadi dilapangan mengidentifikasikan bahwa krisis moral bukan hanya

terjadi dikalangan peserta didik saja, bahkan guru sampai kepala sekolah pun dewasa ini tidak lagi

mencerminkan akhlak yang baik. Sebagai contoh pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru

SD di Surabaya, Kepala sekolah SMAN di Tangerang yang memakai narkoba, dan masih banyak lagi

fenomena-fenomena lain yang terjadi di lingkungan masyarakat kita . www.detik.com 29dalam tulisannya yunus mengutip perkataan Van Peursen yang menyatakan bahwa

pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan, sehingga etika merupakan suatu

penilaian yang memeperbincangkan bagaimana akibat dari teknik yang mengelola kelakuan manusia.

Firdaus M Yunus, “Etika Multikulturalisme Upaya Membangun Identitas Kultur Ke-Indonesiaan” Meulaboh Aceh Barat: Jurnal Bidayah Studi Ilmu-Ilmu Keislaman 2, no. 1 (Januari 2011), 3.

Page 21: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

9

sebuah tatanan moral yang baik sebagai nuansa aplikatif yang menjadi tolak

ukur dari keberhasilan pendidikan yang selanjutnya dapat di ukur dalam sebuah

norma etika sebagai sistem nilai yang bersifat teoritis Filosofis.30

Kaitannya dalam merumuskan tujuan pendidikan pada hakekatnya

merupakan sebuah proses perumusan kajian filsafat atau pemikiran yang

mendalam tentang pendidikan. Seseorang baru dapat merumuskan suatu tujuan

kegiatan, jika beliau memahami secara benar filsafat yang mendasarinya.

Rumusan tujuan ini selanjutnya akan menentukan terhadap aspek pembentuk

komponen sebuah sistem pendidikan,31 pada pelaksanaannya setiap komponen

pendidikan tersebut merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

sehingga membentuk sebuah kesatuan utuh yang dinamakan lingkungan yang

bermoral.32

Dari hasil penelitian para ahli pendidikan sebagaimana dituliskan

Abuddin Nata, setidaknya terdapat delapan penyakit yang di jumpai pada

masyarakat moderen sehingga dapat mengurangi kemajuan atau berkembangnya

sistem pendidikan sehingga kurang berkembangnya kelembagaan pendidikan di

Indonesia antaralain: Pertama, kakunya spesialisasi ilmu pengetahuan atau

disintegrasi antar ilmu pengetahuan. Kedua, Kepribadian yang terpecah (splite personality) sebagai akibat dari kehidupan yang dipolakan oleh ilmu

pengetahuan yang terlampau terspesialisasi dan tidak berwatak nilai-nilai

ketuhanan, Ketiga, dangkalnya rasa keimana, ketakwaan, serta kemanusiaan.

sebagai akibat dari kehidupan yang terlampau rasionalistik dan individualistic,

Keempat, timbulnya pola hubungan yang materialistik sebagai akibat dari

kehidupan yang mengejar duniawi yang berlebihan, Kelima, cenderung

menghalalkan segala cara, sebagai faham dari hedonisme yang melanda

kehidupan. Keenam, mudah stress, frustasi, sebagai akibat dari terlampau

percaya dan bangga terhadap kemampuan dirinya, tanpa dibarengi sikap tawakal

dan percaya kepada kketentuan tuhan. Ketujuh, Perasaan terasing ditengah-

tengah keramaian (Lonely) sebagai akibat dari sikap Individulistik, Kedelapan, kehilangan harga diri dan masa depannya, sebagai dari akibat perbuatan yang

30Pemahaman terhadap arti dari sebuah kata dalam bahasa Indonesia seringkali di sejajarkan

seperti kata moral dan etika yang biasanya di sejajarkan dengan kata budi pekerti, tata susila,

kesusilaan, tata karma atau sopan santun, atau kata akhlaq dalam bahasa arab. Kedua kata tersebut

(Moral dan etika) merupakan kata yang sama yang membicarakan tentang perilaku dan pebuatan

manusia namun kata moral merupakan sebuah kata yang bersifat aflikatif dari perilaku tersebut

sedangkan etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai kerangka acuan untuk mengkaji sistem nilai

dari falsafah tingkah laku tersebut. Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Analisis Historis (Jakarta: PT. Mitra Cendikia, 2004), 164.

31Diantara komponen pendidikan yaitu: Pendidik, peserta didik, alat pendidikan, Metode

pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta evaluasi pendidikan. Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2002). 29.

32 Dalam prakatanya pada buku, Educating for Character, karya Thomas Lickona, Suster

Chatherine McNamee, C.S.J., seorang Presiden, National Catholic Education Association mengatakan: bahwa Lingkungan yang bermoral tidak terjadi begitu saja. Tapi membutuhkan upaya

dan usaha dari para orang tua, pendidik, pimpinan gereja, dan lembaga yang ada pada komunitas yang

mendidik untuk membentuk karakter sehingga akan menjadi sumber yang unik bagi siapa saja yang

ingin mengemban tanggung jawab luar biasa ini.

Page 22: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

10

menyimpangnya. Problem yang dihadapi manusia tersebut menghendaki visi dan

orientasi pendidikan yang tidak semata-mata menekankan pada pengisian otak,

tetapi juga pengisian jiwa, pembinaan akhlak, dan kepatuhan dalam

menjalankan ibadah sehingga dibutuhkan sebuah konsep manajemen lembaga

pendidikan yang sesuai dan memiliki konsep model pendidikan yang menjadi

solusi masalah tersebut.33

Dalam perkembangannya penerapan model serta pendekatan yang

digunakan dalam pendidikan formal juga mengalami perubahan dan bervariasi,

sebagaimana terdapat beberapa model dan pendekatan yang digunakan oleh

ilmuwan pendidikan berkaiatan dengan model serta pendekatan dalam

pelaksanan pendidikan karakter. Sebagai contoh pendekatan kontemporer yang

dikemukakan oleh Berkowitz dan Bier (2005) memberikan kesimpulan bahwa

pendidikan karakter perlu dilaksanakan secara efektif dengan pendekatan dan

model praktek, yaitu: solusi masalah, empati, keterampilan, sosial, resolusi

konflik, membangun perdamaian dan life skill.34

Model pendekatan lain juga dirumuskan sebuah model pendidikan etika

integratif (integrative ethical education, IEE) yang di rumuskan oleh

Narvanez,35 baginya perilaku baik siswa akan bersamaan dengan pemahaman

dan pengetahuan tentang etika yang didapatnya dalam pelajaran. Maka keahlian

dalam penguasaan etika yang sebenarnya membutuhkan sebuah kompetisi yang

selaras dengan variasi tantangan yang ada di sekitar lingkungannya melalui

proses, pengetahuan dan keterampilan.

Thomas Rusnak,36 yang mengemukakan model pendidikan karakter

dengan model memikirkan (Thinking), apa yang mesti dilakukan atau dipelajari,

feeling, menghargai apa yang di pelajari dan action, pengalaman melalui

tindakan bukan sekedar diskusi. Menurutnya ada enam prinsip dalam pendidikan

karakter. Pertama, Pendidikan Karakter jangan dipandang sebagai mata

pelajaran tersendiri, kedua, Pendidikan karakter merupakan pendidikan perilaku

(tindakan) yang melibatkan komitmen dari guru dan siswa, ketiga, Pendidikan

Karakter harus dibangun dan dibentuk oleh lingkungan sekolahyang bersuasana

positif, baik iklim serta semangat sekolah. Keempat, Pendidikan Karakter harus

menjadi misi dan kebijakan yang dibuat di sekolah. Kelima, Pendidikan

Karakter harus diajarkan oleh guru yang mumpuni dan tidak terikat oleh sistem

33 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia (Jakarta, Prenada Media: 2001), 82. 34 James Arthur, “Traditional Approaches to Character Education in Britain and America,”

in Handbook of Moral and Character Education, ed. Larry P Nuccy dan Darcia Narvaez (London:

Routledge, 2008), 91. 35 Narvaez, D. Integrative Ethical Education. In M. Killen & J. Smetana (Eds.), Handbook of

Moral Development (pp. 703-733). Mahwah, NJ: Erlbaum.

http://www.nd.edu/.../NarvaezIEEProofUSE, 2006) 154-155. (diunduh pada tanggal 20 April 2013). 36 Dalam bukunya James Arthur, “Traditional Approaches to Character Education in Britain

and America,” in Handbook of Moral and Character Education, ed. Larry P Nuccy dan Darcia Narvaez

(London: Routledge, 2008), 93.

Page 23: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

11

kuriikulum yang ada, serta Keenam, Pendidikan Karakter harus melibatkan

komponen sekolah serta masyarakat lokal yang ada di lingkungan sekolah.

Sebagaimana model-model pendidikan karakter yang ditawarkan

tersebut yang digunakan sebagai solusi merubah dari kebiasaan anak didik

dimana bentuk pendidikannya lebih mengedepankan sisi praktis daripada

teoritis. Dengan indikator keberhasilan dari metode ini adalah perubahan

kegiatan keseharian anak didik dari karakter moral yang buruk menjadi karakter

moral yang baik walaupun proses pembelajarannya tidak mengedepankan sisi

teoritisnya melainkan contoh praktis dari guru pendidiknya. Secara umum para

ahli pendidikan muslim pun sepakat bahwa model serta pendekatan yang

digunakan dalam sebuah konsep pendidikan karakter harus memiliki pendekatan

terhadap etos sekolah sebagai lingkungan serta dukungan lingkungan terhadap

konsep pendidikan karakter secara terprogram, sekaligus memiliki metode

pendidikan yang berpengaruh terhadap perilaku anak.37

Sedangkan dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat

diketahui dengan jelas, bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan

pendidikan adalah dua hal. Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang

bermuara pada pendekatan diri kepada Allah, dan kedua, kesempurnaan insani

yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu ia bercita-cita

mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran yang merupakan

tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan ini tampak bernuansa religius

dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi.38

Al-Ghazali mempunyai pandangan yang berbeda dengan kebanyakan

ahli filsafat pendidikan mengenai tujuan pendidikan. Beliau menekankan tugas

pendidikan ialah mengarah pada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak yang

berdasarkan pada konsep religius, dimana keutamaan (faz{ilah) dan proses

mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah merupakan tujuan yang paling

penting dalam pendidikan.39

Temuan dan ungkapan yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam

membuat sebuah corak model pendidikan karakter, memberikan gambaran

mengenai pentingnya mendidik dan membimbing anak dengan akhlak mulia.

Pendidikan dan bimbingan dilakukan dengan latihan yang sesuai perkembangan

jiwa anak. Latihan diberikan agar anak terhindar dari hal-hal yang menyesatkan

dengan demikian pembetukan karakter seorang anak telah dibentuk dari sejak

37Bahwa metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak adalah: metode penddikan

keteladanan, metode pendidikan dengan adat kebiasaan dan metode pendidikan dengan Nasihat.

Abdullah Nashih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlaq Mulia (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi

2006) Jilid 7. Terj. Tarbiyah Al-awlad Fi> al-Islam ( Cairo, Mesir : Darus Salam, 2006).. 38Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997), 86. 39Sesuai penegasan Al-Ghazali : “manakala seorang ayah menjaga anaknya dari siksaan

dunia, hendaknya ia menjaganya dari siksaan api neraka/akhirat, dengan cara mendidik dan

melatihnya serta mengajarkan dengan keutamaan akhirat, karena akhlaq yang baik merupakan sifat

Rasullullah saw dan sebaik-baik perbuatan orang yang jujur, terpercaya dan merupakan realisasi

daripada buahnya ketekunan orang yang dekat kepada Allah. Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 134.

Page 24: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

12

dini. Apabila dipandang dari perpektif psikologi pendidikan maka perubahan-

perubahan yang terjadi tersebut bukanlah sebuah kebetulan semata akan tetapi

merupakan sebuah efek dari pembelajaran atau pengetahuan yang diterima oleh

individu tersebut baik yang bersifat intern ataupun extern.40

Pendapat Al-Ghazali tersebut didukung oleh M. Athiyah Al-Abrasy

(1969) yang menjelaskan bahwa pendidikan budi pekerti merupakan jiwa dari

pendidikan Islam (pendidikan yang dikembangkan oleh kaum muslimin), dan

Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah

jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan

sebenarnya dari pendidikan.41 Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa

Al-Ghazali menghendaki keluhuran rohani, keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak

dan kepribadian yang kuat, merupakan tujuan utama dari pendidikan bagi

kalangan manusia muslim, karena akhlak adalah aspek fundamental dalam

kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu negara.

Selanjutnya Mahmud Yunus menyatakan bahwa tugas yang pertama dan

terutama yang terpikul atas pundak alim ulama’, guru agama dan pemimpin

Islam ialah mendidik anak-anak, pemuda-pemuda, putra-putri, orang-orang dan

masyarakat umumnya itu berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang halus.

Padahal hidup bermasyarakat, tolong-menolong, berlaku jujur dan peramah,

berlaku adil dalam segala hal, berkasih sayang antara yang satu dengan yang

lain.42 Hal ini menunjukan bahwa pentingnya penerapan konsep pendidikan

karakter dalam membentuk sebuah generasi baru yang berkarakter.

Secara Filosofis Muhammad Natsir dalam tulisannya “Ideologi

pendidikan Islam”, memberikan sebuah pengertian bahwa pendidikan, ialah

suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti

kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.43 Untuk mencapai sebuah tujuan

pendidikan, menurut al-Ghazali juga dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan

di dunia dan akhirat.44 Dalam pandangannya, mempersiapkan diri untuk

masalah-masalah dunia itu hanya dimaksudkan sebagai jalan untuk menuju

kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih utama dan kekal. Dunia adalah alat

perkebunan untuk kehidupan akhirat, sebagai alat yang akan mengantarkan

40Pada hakekatnya inti persoalan psikologi pendidikan terletak pada bagaimana seorang

pendidik mengarahkan anak didiknya dalam melaksanakan sifat-sifat umum ativitas manusia, dinatara

persoalan yang dipelajari mengenai sifat umum aktivitas manusia tersebut adalah seperti

mempehatikan, mengamati, berkhayal (fantasi), mengingat (berfikir), perasaan, dan motif-motif, yang

selanjutnya dapat terlihat dalam sebuah aplikasi realisasi pelaksanaan sikap. Sumadi Surya Brata,

Psikologi Pendidikan, Universitas Gajah Mada (Jakarta: CV Rajawali, 1990) 13-74. 41M. Athiyah Al-Abrasy,at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha (Kairo: 1969), 45. 42Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hida Karya Agung,

1978), 12. 43 Moh. Natsir, Kapita Selekta (Bandung: s’Gravenhage, 195), 87 44Al-Gazali Menyatakan: “Dan sungguh engkau mengetahui bahwa hasil ilmu pengetahuan

adalah mendekatkan diri kepada Tuhan pencipta alam, menghubungkan diri dan berhampiran dengan

ketinggian malaikat, demikian itu di akhirat. Adapun di dunia adalah kemuliaan, kebesaran, pengaruh

pemerintahan bagi pimpinan negara dan penghormatan menurut kebiasaannya.” Zainuddin, dkk.,

Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta, Bumi Aksara, 1990), 46

Page 25: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

13

seseorang menemui Tuhannya. Ini tentunya bagi yang memandangnya sebagai

alat dan tempat tinggal sementara, bukan bagi orang yang memandangnya

sebagai tempat untuk selamanya, menurutnya pembentukan karakter manusia

didasarkan pada periodisasi kejadian dan penciptaannya dengan tujuan

pendidikan yang telah dirumuskan oleh Al-Ghazali, meliputi45 :

1. Aspek keilmuan, yang mengantarkan manusia agar senang berpikir,

menggalakkan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi

manusia yang cerdas dan terampil.

2. Aspek kerohanian, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia,

berbudi pekerti luhur dan berkepribadian kuat.

3. Aspek ke-Tuhanan, yang mengantarkan manusia beragama agar dapat

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dalam pandangan Al-Ghazali pembentukan karakter manusia

didasarkan pada periodisasi kejadian dan penciptaannya tersebut,46 Al-Ghazali

menekankan pengertian dan hakikat kejadian manusia pada rohani atau jiwa,

hakikat manusia itu berada pada jiwanya, jiwanyalah yang membedakan

manusia dengan makhluk-makhluk Allah lainnya sebab dengan jiwa tersebut

manusia bisa berpikir, merasa, berkemauan dan berbuat lebih banyak, ada empat

istilah untuk pengertian jiwa, yakni: jiwa (Al-nafs), roh (Al-ruh)}, hati (Al-Qalb), dan akal (Al-‘Aql). Ditinjau dari segi kejiwaan, empat istilah tersebut

mempunyai arti yang hampir bersamaan, akan tetapi dari segi fisik keempat

istilah tersebut menurutnya mempunyai arti yang berbeda.47 Hal tersebut

disebabkan karena pemahaman serta pengetahuan manusia dalam hal memahami

sebuah teks secara historis terpengaruh pada zamannya keadaan umat di bidang

material dianggap maju, akan tetapi belum maju dibidang moral dan spiritual

begitulah cerminan keadaan manusia dewasa ini.

Al-Ghazali berpendapat, bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah

yang seimbang dan sehat. Kedua orangtuanyalah yang memberikan agama

kepada mereka. Demikian pula anak dapat terpengaruh oleh silat-sifat yang

buruk ia mempelajari sifat-sifat buruk dari lingkungan yang dihidupinya. Dari

corak hidup yang memberikan peranan kepadanya dan dari kebiasaan-kebiasaan

yang dilakukannya. Ketika dilahirkan, keadaan tubuh anak belum sempurna.

Kekurangan ini diatasinya dengan latihan dan pendidikan yang ditunjang dengan

makanan.48

45Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 48. 46Uraian yang dikemukakan Al-Ghazali yang dapat ditelaah dari kitab-kitabnya

menunjukkan bahwa manusia tersusun dari materi dan immateri atau jasmani dan rohani yang

berfungsi sebagai ‘abdi dan al-khalil Allah di bumi. Al-Ghazali, Jaw>ahir Al-Qur’a>n (Beirut, Libanon :

1997M/1417H), 50-53. Al-Ghazali, mengutip ayat Al-Qur’an Suarat Al-Haj ayat 5, 18, 61, lihat juga

Ih}ya> ‘Ulu>m al-Di>n juz I. 47Al-Ghazali, Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n (Juz III), 3-4. Dan dapat dilihat juga dalam kitab Mukhtas}ar

Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n Jalan Menuju Penyucian Jiwa. (Jakarta: Pena Pundi Aksara), 239-241 Cetakan Ke-

2 Januari 2010. Penerjemah Mujahidin Muhayan, Lc. Dkk 48Al-Ghazali menjelaskan bahwa setiap anak yang dilahirkan berada dalam keadaan Fithrah

tergantung orang tuanya lah yang memberikan pemahaman apakah mau di Yahudikan, Nashranikan

Page 26: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

14

Demikian pula halnya dengan tabiat yang difitrahkan kepada anak, yang

merupakan kebajikan yang diberikan al-Khaliq kepadanya, tabiat ini dalam

keadaan berkekurangan dan dalam keadaan belum berkembang dengan-

sempuma. Tabiat ini mungkin dapat disempumakan serta diperindah dengan

pendidikan yang baik, yang oleh Al-Ghazali dipandang, sebagai salah satu

proses yang penting dan tidak mudah yang memerlukan sebuah konsep yang

sistematis dan bersifat praktis.

Sejalan dengan pemahaman Al-Ghazali yang mengatakan bahwa

penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang perihal

badan serta macam-macam penyakitnya, dan tentang cara-cara

penyembuhannya, demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan

pendidikan akhlak. Keduanya membutuhkan pendidik yang tahu tentang tabiat

dan kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya.

Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang sakit, begitupun kebodohan

guru dan pendidik akan merusak akhlak siswanya. Sesungguhnya setiap

penyakit mempunyai obat dan cara penyembuhannya.49

Untuk mencapai tujuan supaya manusia berkarakter baik atau berakhlak

mulia tidaklah mudah, karena pada diri manusia tersebut harus tertanam rasa

keimanan kepada Allah Swt. keimanan itu terwujud dalam unsur ketuhanan

(Rabbaniyah}). Sehingga akan muncul penjelmaan unsur ketuhanan yaitu pada

diri manusia tertanam sifat kemalaikatannya, namun sebaliknya jika unsur-unsur

kemalaikatan terabaikan maka manusia akan dekat kepada pangkat hewan

rendah dan setan. Kedekatan unsur hewani dan setan membuat manusia jauh

dari Tuhan-Nya dan tentu akan menunjukkan akhlak buruk atau akhlak yang

tidak baik.50

Pemaknaan proses hidup sebagaimana yang diungkapkan Al-Ghazali,

dapat diwujudkan dengan ditopang oleh kebulatan iman, sebab dengan

kebulatan iman manusia akan dapat mengokohkan kehidupan batin, dapat

atau Majusikan. Al-Ghazali, Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n (Juz III), 52. Dan Al-Ghazali, Jawa>hir Al-qur’an

serta Hadis Nabi SAW. 49Al-Ghazali berkata: "...demikian guru yang diikuti, yang mengobati jiwa siswa-siswanya

dan hati orang-orang yang diberi petunjuk, hakekatnya tidak membebani mereka dengan berbagai

latihan dan tugas dalam bidang khusus dengan beban metode yang khusus pula sebelun ia mengetahui

akhlaq serta penyakit mereka. Apabila dokter mengobati seluruh pasien dengan obat yang sama, maka

ia akan membunuh banyak manusia. Demikian pula halnya dengan guru. Apabila ia mengarahkan

seluruh siswa kepada satu macam pola latihan yang sama, niscaya ia akan menghancurkan mereka

dengan mematikan hati mereka. Oleh karena itu, hendaknya guru memperhatikan penyakit, keadaan,

usia dan tabiat serta motivasi pendidikannya". Al-Ghazali, Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n (Juz III), 52. 50Al-Ghazali, Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n (Juz III), mengemukakan sebagai berikut: 1. Manusia itu

terletak antara hewan yang rendah dan malaikat, sebab ia memiliki sifat-sifat asal dari keduanya.

Semakin banyak orang mengabaikan sifat kemalaikatannya maka semakin dekat ia kepada pangkat

hewan-hewan rendah dan setan. Tentang ini ada ayat-ayat Al-Quran yang menegaskannya. Semakin

banyak ia mengembangkannya maka ia semakin menyerupai malaikat. Sedang untuk menyerupai

malaikat, jadi semakin mendekati Tuhan, itulah tujuan perjuangan moral, 2. Prinsip-prinsip baik dan

buruk adalah potensi-potensi yang wujud pada struktur dan konstitusi manusia. Tiada seorang pun

dapat bebas dari dosa walaupun ia seorang wali. Bebas dari dosa hanya mungkin berlaku pada

malaikat sebab mereka tidak memiliki nafsu dan amarah.

Page 27: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

15

mengembangkan perasaan moral, susila, dan akhlak, dapat membangun mental

dan spiritual yang stabil, dapat menyuburkan rasa keadilan dan perasaan.51 Pada

proses pembentukan karakter sehingga menjadi sebuah moral sangat dipengaruhi

oleh faktor kepercayaan (al-i>maan) yang pada akhirnya kembali pada sumber

awal pembentukan kepercayaan tersebut.52 Sehingga terbentuklah aliran-aliran

etika yang menjadi tolak ukur dari sebuah pembentukan nilai moral moral

tersebut.53

Kesenjangan antara pendidikan moral/akhlak yang diberikan oleh sebuah

lembaga pendidikan yang bersumber dari kurikulum yang diterapkan dengan

penyimpangan moral/akhlak yang terjadi dikalangan pelajar saat ini, apabila kita

ambil kesimpulan awal hal tersebut disebabkan oleh tiga kemungkinan:

Pertama, pelaksanaan pendidikan akhlak di sekolah masih banyak kekurangan

yang perlu ditinjau dan disempurnakan. Kedua, pendidikan moral/akhlak di

sebuah lembaga pendidikan dilihat dari sisi konsep maupun aplikasi pelaksanaan

hanya menitik beratkan kepada aspek kognitif saja sementara aspek afektif dan

psikomotorik sebagai pengamalan akhlak sehari-hari belum sepenuhnya

tercapai. Ketiga, rancangan kurikulum pendidikan Islam khususnya pada tingkat

pengaplikasian belum sepenuhnya memenuhi dan sejalan dengan konsep

pendidikan Islam yang secara normatif dikehendaki oleh prinsip-prinsip

al-Qur’an, al-Al-Hadith serta pemikran para pakar pendidikan Islam yang

ketiganya merupakan sumber ilmu pendidikan Islam.

Ilmu pendidikan Islam ini memberikan bahan-bahan informasi tentang

pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya.54 Maka, dapat dikatakan bahwa

segala kegiatan kependidikan harus dilandaskan kepada ilmu pendidikan Islam

sebagai dasar tinjauan termasuk tentang konsep kurikulum untuk mendapatkan

sebuah konsep pendidikan yang lebih luas, mendalam, tajam, dan tepat sehingga

dapat menjadi pemecahan masalah pendidikan akhlak dikalangan pelajar saat

ini.

Sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan terciptanya

generasi berkarakter islami hendaknya berperan untuk mengembangkan proses

51Al-Ghazali, Terjemahan Mukhtas}ar Ih}ya> ‘Ulum al-Di>n Jalan Menuju Penyucian Jiwa

(Jakarta: Pena Pundi Aksara). 257- 268. 52Bahwa sistem moralitas terbagi kepada dua blok: Pertama, Sistem moral yang berdasarkan

kepada kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan yang telah mati yang bersumber kepada kitab suci

dan dapat kita temui pada sitem moral dalam Islam, Nasrani dan Yahudi. Kedua, Sistem moral yang

tidak mempercayai Tuhan dan timbul dari sumber – sumber sekuler atau hanya mempergunakan akal

saja dalam mengambil sumber untuk membentuk moralnya. Abu Al-A’la Al-Maududi, Ethical View Point of Islam (Moralitas Islam), terj. A. Rahman Zainuddin (Jakarta: Publicita, 1971), 19, yang

dikutip oleh Faisal Ismail dalam bukunya, Paradigma Pemikiran Islam Studi Kritis dan Analisis Historis (Jakarta: PT. Mitra Cendikia, 2004), 165.

53Bahwa terdapat beberapa aliran etika antara lain: Aliran Hedonisme, aliran Intuisi, aliran

Evolusi, aliran Adat Kebiasaan, aliran Utilitarianisme, aliran Naturaliusme, aliran Vitalisme, dan

aliran Teologi. Faisal Ismail, Paradigma Pemikiran Islam Studi Kritis dan Analisis Historis (Jakarta:

PT. Mitra Cendikia, 2004), 166-169. 54Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 25. Lihat

juga Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perpektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992 cet

I), 12. Lihat juga Nur Uhdiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), 13-15.

Page 28: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

16

pendidikan dengan berdasarkan kepada sistem pendidikan keagamaan dalam hal

ini penanaman muatan materi pembinaan terhadap keislaman harus lebih

ditojolkan dalam setiap pelaksanaannya dengan mengkolaborasikan sistem

kepesantrenan bagi siswa/i nya dan memiliki ciri khas pendidikan dengan

kedisiplinan yang islami juga menjadikan falsafah budaya lokal sebagai unsur

keistimewaan dab ciri khas sebab falsafah sunda sebagai falsafah lokal yang

dikembangkan dan dikorelasikan sebagai penanaman karakter yang luhur secara

prinsip memiliki tujuan dan mengandung makna sejalan dengan isi kandungan

dalam konsep pendidikan Islam.

Sehingga pada kenyataannya sebuah konsep pendidikaan yang

dibutuhkan saat ini adalah sebuah konsep pendidikan yang mengedepankan

sebuah keseimbangan antara aspek akal/fikiran atau aspek yang bersifat

jasmaniyah serta aspek spiritual atau rohaniyah dengan tidak mengesampingkan

aspek budaya loakal yang ada sehingga sebuah lembaga pendidikan bukan hanya

semata mengurusi masalah ilmu pengetahuan dan teknologinya saja namun juga

memberikan pendidikan aplikatif tentang akhlak dan budi pekerti sehingga

terbentuk seorang insan yang paripurna, antara akal dan hatinya, jasmani dan

rohaninya, serta keterampilan dan akhlaknya.55

Secara formal peran lembaga pendidikan yang dilaksanakan harus

mengaplikasikan integrasi ilmu pendidikan terhadap konsep agama. Secara

holistik terdapat beberapa prinsip penting yang mendasari integrasi ilmu

terhadap agama, yaitu: Keesaan Allah (al-tauhid/sirna ning rasa) sebagai

kesadaran dan pengakuan tertinggi menjadi hamba Allah, keyakinan pada

realitas dan keterbatasan pengetahuan manusia, keyakinan pada alam yang

memiliki tujuan serta komitmen terhadap nilai-nilai moral.56 Berdasarkan hal

tersebut, sebuah lembaga pendidikan seperti lembaga pendidikan Al-Ma’soem

dalam melaksanakan pengembangannya perlu melakukan sebuah inovasi,

adapun sebagaimana dikutip oleh Maisah dalam journal Innovatio journal for religious innovation studies. Menururt A. Van de van, control problems in the management innovation lebih lanjut dalam todey rabbins, manging, (1994):

inovasi merupakan suatu ide baru yang dapat diaplikasikan dengan harapan

dapat menghasilkan atau dapat memperbaiki sebuah produk, proses maupun

jasa.57 Sementara Gibson mengartikan inovasi sebagai kekuatan dorongan yang

ada dalam diri yang akan mengarahkan perilaku.58

Terdapat beberapa hal yang memerlukan inovasi dalam dunia

pendidikan, diantaranya: standar proses pembelajaran, standar kelulusan siswa,

standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana pendidikan, standar

55Yusuf al-Qarad}a>wi>, al-Tarbi>yah al-Isla>mi>yah wa madrasah Hasan al-Banna> (Kairo: Maktab

Wahbah, 1992), 23. 56Arqom Kuswanjono, Integrasi Ilmu & Agama Perspektif Filsafat Mulla> Sadra>

(Yogyakarta: Badan PenerbitFilsafat UGM, 2010), 87-90. 57 Maisah, Inovasi dan masa depan pendidikan, journal Innovatio journal for religious

innovation studies x, no. 1 (edisi januari – juni 2011), 84. 58Suwanto, Perilaku Keorganisasian (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999), 77.

Page 29: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

17

pengelolaan.59 Dimana semua komponen standar tersebut memerlukan fokus

manajemen yang berbeda-beda namun saling melengkapi.

Inovasi dalam sebuah lembaga pendidikan menurut Hamzah B. Uno,

antaralain: pendidikan sebagai proses pembebasan, pendidikan sebagai proses

pencerdasan, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak, pendidikan

menghasilkan tindakan perdamaian, pendidikan anak berwawasan integratif,

pendidikan membangun watak persatuan, pendidikan menghasilkan manusia

demokrasi, pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan,

dan sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.60

Dari pemaparan definisi inovasi tersebut diatas dalam kontek aplikatif,

sejalan dengan tujuan daripada kearifan budaya lokal yang terdapat dalam

falsafah kehidupan masyarakat Sunda adalah meletakkan pentingnya

keharmonisan hubungan antar manusia dan masyarakat (jiwa sosial) yang saling

ketergantungan (interdependency) satu dengan yang lainnya dengan tidak

melupakan jati diri dan habitatnya masing-masing hal tersebut merupakan

kesadaran yang harus dibangun bagi para anggota masyarakatnya.61 Untuk

membangun kesadaran tersebut, maka salah satu kearifan budaya yang menjadi

landasannya falsafah Sunda mengacu kepada jargon: silih asih, silih asah, silih asuh dalam kehidupan masyarakatnya. Jargon tersebut sangat dikenal dalam

kehidupan masyarakat Sunda yang perlu ditelusuri konsep dasarnya, mengapa

dijadikan landasan nilai dalam membangun kebersamaan kehidupan masyarakat

untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dari pemahaman jargon tersebut

menjelaskan bahwa posisi budaya lokal seperti budaya Sunda yang diwakili oleh

jargon silih asih, silih asah dan silih asuh memiliki posisi sebagai sebuah

pendekatan yang berwawasan integratif kebangsaan, sekaligus penanaman akan

sebuah keharmonisan hubungan asosial antar sesama yang dibangun dari sisi

nurani individu.

Makna yang terkandung dalam jargon tersebut mengandung nilai-nilai

kebersamaan yang saling ketergantungan dalam kehidupan komunitas

masyarakat, yang secara tradisi telah tertanam melalui kebudayaannya. Silih asih dimaknai sebagai saling mengasihi dengan segenap kebeningan hati. Silih asah bermakna saling mencerdaskan kualitas kemanusiaan. Silih asuh tak pelak

lagi dimaknai kehidupan yang penuh harmoni.62 Orientasi dari konsep nilai yang

terkandung di dalamnya ternyata dapat dimaknai sebagai proses pemberdayaan

masyarakat dalam menumbuhkan keberdayaan individu dalam kehidupan

bermasyarakat yang berfungsi untuk mencapai kualitas kemanusian agar

berharkat dan bermartabat.

59Maisah, Inovasi dan masa depan pendidikan, journal Innovatio journal for religious

innovation studies x, no. 1, edisi januari – juni 2011 ), 91. 60 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (problem, solusi, dan reformasi Pendidikan di

Indonesia) (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 9. 61HR Hidayat Suryalaga, Kasundaan Rawayan Jati, (Bandung, Yayasan Nur Hidayah 2010), 126. 62HR Hidayat Suryalaga, Kasundaan Rawayan Jati, (Bandung, Yayasan Nur Hidayah 2010), 106.

Page 30: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

18

Jargon kearifan lokal tersebut dalam suatu komunitas masyarakat

memegang peranan penting untuk pengendalian dan memberikan arah terhadap

perkembangan kebudayaan masyarakat tersebut. Karena kebudayaan dapat

diartikan sebagai seluruh usaha dan hasil usaha manusia dan masyarakat untuk

mencukupi segala kebutuhan serta hasratnya untuk memperbaiki nasib

hidupnya.63 Dalam kebudayaan inilah teridentifikasi dan termanifestasi

kepribadian suatu masyarakat yang tercermin dalam orientasi yang

menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilai dalam persepsi untuk melihat

dan menanggapi dunia luarnya, sehingga pola serta sikap hidup yang diwujudkan

dalam tingkah-laku sehari-hari melalui gaya hidup yang mewarnai

kehidupannya.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

permasalahan mengenai “PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT

SUNDA: Aktualisasi Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan berbasis Yayasan”. Sejalan dengan permasalahan yang akan dibahas tersebut, selanjutnya

dalam undang-undang RI. No 20 tahun 2003, mengenai pendidikan dijelaskan

bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”64 Secara

mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, beretika (beradab dan berwawasan

budaya bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, kreatif, inovatif, dan

bertanggung jawab), berkemampuan berkomunikasi sosial (tertib dan sadar

hukum, komperatif dan kompetitif, demokrasi), dan berbadan sehat sehingga

menjadi mandiri.65

B. Permasalahan

1) Identifikasi Masalah

Apabila ditinjau dari sisi keilmuan terdapat beberapa permasalahan

yang muncul yang terkait dengan Konsep pendidikan karakter pada sebuah

konsep lembaga pendidikan apabila ditinjau dari perspektif kearifan budaya

Sunda dalam makna Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh Relevansinya bagi

pembentukan manusia yang berkarakter. studi ini merupakan sebuah upaya

pengembangan pendidikan karakter berbasis filsafat Sunda pada sebuah

lembaga pendidikan yang menggunakan konsep pendidikan berbasis pada

Agama yang sinergi dengan budaya lokal dengan berobjek material berupa

63Poespowardojo, Kearifan Lokal Dalam Perspektif Budaya Sunda (Bandung: PT. Kiblat

Buku Utama 2011), 275. 64Undang-Undang RI. No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan

Penjelasannya (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), 12. 65E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya,

2003),21

Page 31: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

19

makna silih asih, silih asah, silih asuh dengan objek formal berupa filsafat

nilai. Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana proses bimbingan pendidikan karakter yang dilakukan oleh

lembaga pendidikan yang berdasar pada filsafat Sunda dalam perspektif

Agama Islam?

b. Bagaimana model pendidikan yang digunakan dalam proses integrasi

ilmu pengetahuan terhadap Agama pada lembaga pendidikan berasis

pemahaman makna nilai silih asih, silih asah, silih asuh dalam filsafat

Sunda?

c. Bagaimana realisasi praktis yang digunakan dari sebuah konsep

pendidikan karakter baik secara kurikulum, metode, peserta didik,

pendidik, media pendidikan, sarana prasarana, dan lain-lain yang

terkandung dalam manajemen pendidikan melalui realisasi makna nilai

silih asih, silih asah, silih asuh ?

2) Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang detail dan tidak bersifat

umum, kerena itu, penulis akan membatasi masalah hanya pada realisasi

praktis terhadap konsep bimbingan lembaga pendidikan berbasis filsafat

Sunda dalam membina karakter peserta didik.

3) Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka masalah

penelitian tesis ini dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut: Bagaimana realisasi pendidikan karakter berbasis filsafat Sunda

yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Al-Ma’soem ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peran

sebuah lembaga pendidikan dalam merumuskan dan mengaplikasikan konsep

pendidikan yang berdasarkan kepada keilmuan dan keagamaan. Secara lebih

rinci tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan menelaah serta menganalisa konsep lembaga pendidikan

berbasis filsafat Sunda;

2. Menelaah pelaksanaan metode bimbingan dan pengajaran pendidikan

karakter lembaga pendidikan berbasis filsafat Sunda.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat dari penelitian ini dapat

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) klasifikasi kegunaan atau manfaat, yaitu:

1. Manfaat dan Kegunaan secara Teoritis Akademis, secara konseptual hasil

penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan

Page 32: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

20

prinsip-prinsip pelaksanaan Pendidikan Karakter Lembaga Pendidikan

Islam berbasis filsafat Sunda dalam konteks praktis.

2. Maanfaat dan Kegunaan secara Praktis, secara praktis hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kearah pengembangan

konsep bimbingan pendidikan karakter yang telah diaplikasikan oleh

lembaga Pendidikan Al-Ma’soem dalam rangka mengembangkan konsep

pendidikan karakter.

3. Manfaat dan Kegunaan secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk berbagai pihak, yaitu :

a. Sebagai bahan renungan atau refleksi bagi lembaga pendidikan berbasis

lembaga akan keberhasilan dari proses pendidikan yang telah

dilaksanakan dalam membina karakter peserta didik.

b. Memberikan umpan balik (feed back) bagi para pembimbing/guru dalam

merumuskan prioritas program bimbingan yang dilaksanakan dalam

upaya membantu peserta didik mewujudkan konsep pendidikan karakter

berdasarkan Konsep Ilmu Pendidikan Islam.

c. Memberikan bahan informasi dan kajian empiris bagi para ahli

kurikulum pendidikan, khususnya dalam mengembangkan formula pada

lembaga pendidikan yang tepat mengenai pelaksanaan bimbingan

pendidikan secara terintegrasi dan terfokus pada pencapaian konsep

akhlak/moral berdasarkan ajaran pendidikan karakter dalam Islam.

E. Kajian Terdahulu yang Relevan

Selama perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia, konsep pelaksanaan

pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan telah banyak mengalami

perubahan, sehingga menimbulkan perhatian yang lebih dari setiap pengamat

pendidikan dan juga setiap lapisan masyarakat sebagai pelaku terkait dalam

pendidikan. Terdapat beberapa kajian penelitian yang dilakukan sejalan dengan

konsep pembinaan bimbingan pendidikan dalam pembentukan karakter peserta

didik. Diantara penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini

antaralain:

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat Suryalaga,66 dengan judul “Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh: Kearifan Budaya Sunda dalam Proses Menata Lingkungan Hidup yang Harmonis”. Judul penelitian tersebut merupakan salah

satu pokok bahasan dalam buku yang berjudul Kasundaan Rawayan Jati telah

diterbitkan 3 edisi, dan edisi terakhir diterbitkan tahun 2010. Dalam tulisan

tersebut disimpulkan bahwa, bila disimak dengan cermat, ternyata nilai-nilai

pandangan hidup yang terkandung dalam Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh

sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Seandainya dapat

diterapkan dalam proses komunikasi keseharian, insya-Allah akan mewujudkan

66 HR Hidayat Suryalaga, Kasundaan Rawayan Jati, (Bandung, Yayasan Nur Hidayah 2010),

144.

Page 33: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

21

masyarakat tatar Sunda yang tata tengtrem karta raharja. Pada gilirannya

semoga menjadi kontribusi orang Sunda pada negara dan bangsa Indonesia serta

kemanusiaan yang universal untuk mewujudkan kehidupan Madani Mardhotillah

di Buana Panca Tengah ini, sebagai kritik terhadap penelitian tersebut diatas

adalah bahwa konsep yang disodorkan oleh suryalaga hanya fokus dari sisi

pemaparan pilosofis jargon tersebut semata tidak dalam teknik aplikatif

pendidikan secara langsung.

Penelitian Hilmiana,67 dalam disertasinya berjudul “Pengaruh Perilaku Budaya Sunda dan Kepemimpinan serta Orientasi Gender terhadap Etos Kerja di Lingkungan Bisnis Perbankan di Kotamadya Bandung, yang memberikan

kesimpulan bahwa, bagi orang yang bekerja di tatar Sunda, pengaruh dari

perilaku budaya silih asih, silih asah, silih asuh jelas signifikan pada

pengembangan semangat kerja. Artikulasi budaya Sunda seringkali dilakukan

secara kurang cermat dalam mengartikulasikan perilaku budaya silih asih, silih asah, silih asuh, orang sering mengabaikan mutualitasnya. Banyak orang pada

waktu ditanya apa makna dan perilaku Budaya itu, sering menyatakan perilaku

tersebut sebagai perilaku Asih, Asah, dan Asuh, serta mengabaikan aspek Silih-

nya. Pengabaian aspek mutualitas ini dapat menimbulkan bias yang besar dan

dapat mengurangi nilai dari suatu penelitian dengan perilaku ketiga budaya ini.

Praktek kepemimpinan di lingkungan Bank yang beroperasi di tatar Sunda,

diperkirakan masih kuat dipengaruhi oleh Budaya Sunda, khususnya yang

dipresentasikan oleh perilaku budaya Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh.

Hilmiana merekomendasikan dalam penelitian tersebut, bahwa apabila dikaji

secara mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku Budaya Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh secara bersama-sama merupakan tonggak bagi

tumbuhnya budaya belajar yang kini mulai banyak dikembangkan di lingkungan

organisasi di seluruh dunia. Karena itu, di sini disarankan agar di masa depan,

konsep Budaya Sunda ini diartikulasikan dalam konteks belajar organizational.

Dengan cara ini konsep budaya Sunda dapat memiliki daya tarik untuk

diterapkan secara universal. Penelitian ini merupakan penelitian awal.

Jacob Sumardjo68 dalam hasil penelitiannya, yang ditulis dalam buku

dengan judul”Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda: tafsir-tafsir pantun sunda”

pada tahun 2009, di dalamnya membahas tentang Silih Asah Silih Asih Silih Asuh sebagai salah satu pokok bahasan dalam buku tersebut menyimpulkan

bahwa hetrogenitas dalam homogenitas, sebuah paradoks. Justru kelestarian

budaya Sunda akibat dari penciptaan paradoks ini. Dalam pengertian modern,

memang seharusnya setiap orang Sunda bersilih asih, bersilih asah dan bersilih asuh, tetapi tidak setiap orang mampu mengasih, mengasah, mengasuh.

Kenyataan bhineka diakui oleh budaya Sunda, bahwa setiap manusia itu

berbeda-beda, yang pandai mengasah yang kurang pandai, yang kaya mengasihi

67 Hilmiana, Pengaruh Perilaku Budaya Sunda Dan Kepemimpinan Serta Orientasi Gender

Terhadap Etos Kerja Di Lingkungan Bisnis Perbankan Di Kotamadya Bandung, (Bandung, Desertasi

Program Doktor Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan), 204-205. 68 Jacob Sumardjo, Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda: tasir-tafsir pantun Sunda,

(Bandung: Kelir, 2009), 338 – 342.

Page 34: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

22

yang miskin, yang kuat mengasuh yang lemah. Perbedaan-perbedaan itu harus

disatukan dengan pembagian peran yang saling melengkapi satu dengan yang

lain. Itulah gunanya ika, esa, kesatuan, yang ketiganya berbeda namun saling

melengkapi satu sama lain, sehingga terjadi homogenisasi yang tetap

mempertahankan aslinya yang dimaknai sebagai homogenitas.

Garna,69 dengan judul ”Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan”, menyimpulkan bahwa hubungan antara sesama yang mengandung

nilai-nilai dasar yang manusiawi memiliki berbagai sisi dalam menghargai orang

lain seperti diungkapkan oleh ’silih asih, silih asah,silih asuh’. Ungkapan itu

juga mengandung makna kesetaraan dan mendidik serta menghendaki diri

sendiri, orang lain, dan siapapun manusia untuk saling mengasihi, saling

mengasah (membina) dan saling mengasuh dalam menciptakan masyarakat yang

teratur, tenteram dan kewibawaan setiap orang yang saling berhubungan itu

dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Herlina Lubis,70 dalam makalahnya yang termuat dalam Prosiding

Konferensi Internasional Budaya Sunda tahun 2006 dengan judul “Kearifan Tradisional: Warisan Sejarah Sunda”, menyimpulkan bahwa, konsep silih asih, silih asah, silih asuh merupakan konsep tradisional yang penting dalam membina

hubungan antar masyarakat, sekaligus mencegah terjadinya konflik. Penelitian

ini menunjukan bahwa bagaimana sebuah konsep budaya lokal melalui jargon

SA menjadi sesuatu yang dibutuhkan dalam proses pendidikan non formal

bermasyarakat, maka berbeda dengan penelitian ini yang justru konsep jargon

tersebut bukan hanya dalam keseharian pendidikan non formal melainkan dalm

lembaga pendidikan formal guna membentuk masyarakat yang baik.

Warnaen dkk.,71 dalam hasil penelitiannya berjudul “Pandangan Hidup Orang Sunda: Seperti Tercermin Dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda”,

menyimpulkan bahwa pada dasarnya hubungan antara manusia dengan sesama

manusia itu harus dilandasi oleh sikap silih asih, silih asah, dan silih asuh.

Artinya, saling mengasihi, saling mengasah, dan saling mengasuh sehingga

tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan,

kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan, tetapi tidak boleh sekedar terbawa-

bawa akan tetapi harus menjadi sebuah karakter dari bangsa tersebut.

Thomas Lickona,72 dalam bukunya “Educating for character : How Our School Can Teach Respect and Responsibility ” secara gambalang menjelaskan

bahwa bagimana lembaga pendidikan seharusnya dapat memberikan pelayanan

69 Garna, Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan, (Bandung; Lembaga

Penelitian UNPAD dan Judistira Garna Foundation, 2008), 140. 70 Herlina Lubis, Kearifan Tradisional: Warisan Sejarah Sunda, (Bandung, Yayasan

Kebudayaan Rancage bekerjasama dengan PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006), 273 – 274. 71 Warnaen dkk., Pandangan Hidup Orang Sunda: Seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan

dan Sastra Sunda, (Bandung, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda

(Sundanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987-

1988), 19. 72Thomas Likona, Terjemahan Educating For Character; How Our Schools Can Teach

Respect and Responsibility (Jakarta, Bumi Aksara : 2012).

Page 35: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

23

pendidikan mengenai sikap hormat serta tanggung jawab atau moral kepada

peserta didik secara berkelanjutan (never ending proces).

Sri Wahyuni Tanshzil,73 mengatakan bahwa sebuah model pendidikan

karakter yang dikembangkan dalam lingkungan pondok pesantren meliputi nilai

fundamental, instrumental serta praksis yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-

Al-Hadith serta nilai-niai luhur Pancasila merupakan sebuah proses pembinaan

pendidikan karkater dalam membangun kemandirian dan disiplin santri yang

dilaksanakan dengan pendekatan menyeluruh, melalui pembelajaran, kegiatan

ekstrakulikuler, pembiasaan, serta kerjasama dengan masyarakat dan keluarga

yang dilaksanakan melalui metode pembiasaan, pemberian pelajaran atau

nasihat, metode pahala dan sanksi, serta metode keteladanan dari para kiyai

serta pengajarnya. namun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode

pembinaan karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri

bersifat internal dan eksternal dengan k eunggulan hasil yang dikembangkan

dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri dibuktikan dengan

adanya perubahan sikap, tatakrama serta prilaku santri; munculnya kemandirian

santri dalam berfikir dan bertindak; Munculnya kedisiplinan santri dalam

mengelola waktu serta menaati tata peraturan, serta lahirnya figur-figur panutan

dalam lingkungan masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan,

kesehatan serta organisasi kemasyarakatan.

Rasyd Yunus,74 menyatakan bahwa transformasi budaya huluya atau

sifat kebersamaan yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat dan penguasa

merupakan dasar untuk membentuk sebuah struktur karakter sebuah bangsa,

dengan mengaplikasikan seluruh tahapan yang termasuk dalam budaya huluya tersebut antara lain: kegiatan dalam bentuk ambu (budaya tolong menolong

untuk kepentingan umum), hileya (budaya tolong menolong yang dilakukan

secara spontanitas) dan huluya dalam Ti’ayo (budaya tolong menolong yang

dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengerjakan pekerjaan seseorang.

Dengan kesimpulan bahwa pengembangan pembentukan karakter bangsa dapat

dilaksanakan dengan mengaplikasikan atau membiasakan pelaksanaan nilai-nilai

budaya yang mendasari suatu daerah sebagai contoh budaya huluya Gorontalo.

Jalaludin,75 menyatakan bahwa pendidikan holistik berbasis karakter

yang menekankan pada dimensi etis religius menjadi sangat relevan untuk

diterapkan dalam membangun SDM bangsa dewasa ini, sebagai suatu konsep

73Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok

Pesantren dalam Membangun Kemandirian dan Disiplin Santri (sebuah kajian pengembangan

pendidikan kewarganegaraan) Jurnal Penelitian Pendidikan vol. 13. no. 2 oktober tahun 2012.

http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/edition/244/vol-13.-no:-2-oktober-2012 diunduh tanggal 26

juni 2013. 74Rasyd Yunus, Transformasi Nilai-nilai Buadaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan

Karakter Bangsa (Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula di Kota Gorontalo) Jurnal Penelitian Pendidikan vol. 14 no. 1 April 2013. http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/edition/281/vol-14,-

no.-1-april-2013 diunduh tanggal 26 juni 2013. 75Jalaludin, Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian

Pendidikan vol. 13. no. 2 oktober tahun 2012. http://jurnal.upi.edu/penelitian-

pendidikan/edition/244/vol-13.-no:-2-oktober-2012 diunduh tanggal 26 juni 2013.

Page 36: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

24

pendidikan yang bertujuan untuk menerapkan dan mengembangkan pendidikan

individu yang dapat menemukan identitas, makna dan nilai-nilai spiritual.

Dengan demikian konsep pendidikan karakter ini dianggap dapat membentuk

generasi bangsa yang memiliki karakter yang mengakar pada nilai-nilai

tradisi/budaya dan nilai-nilai religius bangsa.

Aang Kunaepi,76 menjelaskan bahwa untuk membangun karakter peserta

didik yang mempunyai karakter yang baik dibutuhkan sebuah konsep pendidikan

yang menerapkan metode humanis dan internalisasi nilai-nilai Islam, moral dan

budaya religius dalam keseluruhan proses pendidikan.

Lisa D. Lucas,77 dalam penelitian Desertasinya “Character Education as Perceived and Implemented by Selected Middle School Teachers of One Rural County in West Virginia”, menjelaskan bahwa pentingnya penggunaan metode

lima proses pendekatan yaitu: rasa hormat, tanggung jawab, kepercayaan,

kepedulian, keadilan, dan kewarganegaraan sebagai sebuah model pendidikan

dalam meningkatkan sebuah proses penilaian terhadap peningkatan perhatian

guru sebagai proses pendekatan untuk mengintegrasikan pendidikan karakter.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi memiliki arti sebagai ilmu atau uraian tentang metode.

Sedangkan metode memiliki arti cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu yang dikehendaki, atau cara

kerja yang dilakukan secara sistemik untuk memudahkan pelaksanaan suatu

kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.78

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini tergolong kategori penelitian lapangan (field Research)

Jenis penyampaian data yang digunakan adalah dengan metode pendekatan

kualitatif,79 dengan cara mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi pemikiran orang

secara individual atau kelompok.80 yaitu menelaah sejumlah data hasil

penelitian lapangan yang berkaitan dengan masalah yang hadapi yaitu

76 Aang Kunaepi, Membangun Pendidikan Tanpa Kekerasan Melalui Internalisasi PAI dan

Budaya Religius. Jurnal Pendidikan Islam El-Tarbawi no. I vol. IV. 2011. http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/2775/2555 diunduh tanggal 03 Juli 2013.

77 Pendekatan yang digunakan dalam memberikan pendidikan karakter antarlain:

pendekatan kurikuler, ekstrakurikuler, keteladanan, kontekstual, dan struktural. Lisa D. Lucas,

Character Education as Perceived and Implemented by Selected Middle School Teachers of One Rural

County in West Virginia (Morgan town: Desertasi Doctor of Education in Curiculum & Instruction,

West Virginia University), 2009. 78 Tim penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BalaiPustaka, 2007),

740-741. 79 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosda

Karya,1991),cet ke-III. 3 80Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2006), 60.

Page 37: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

25

aktualisasi realitas bimbingan pengembangan pendidikan karakter yang

dilaksanakan pada lembaga pendidikan yang berbasis yayasan.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diteliti adalah data hasil observasi, wawancara, studi

dokumentasi dan penelaahan terhadap realitas pengembangan pendidikan

karakter yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Islam berbasis lembaga,

maka data yang terkumpul dapat diklasifikasikan ke dalam data kualitatif.81

Sedangkan Penentuan sumber data dilakukan dengan teknik criterian based selection.82 Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memilih “data

apa” dan “informan siapa” yang dianggap mampu menyajikan data dan

mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya

untuk mencari sumber data yang mantap dan lengkap. Dalam penelitian ini

sumber data dapat dipilah menjadi dua, data primer dan data skunder.

Sumber data yang dijadikan adalah lembaga pendidikan yaitu Lembaga

Pendidikan Al-Ma’soem yang beralamatkan di Jl. Raya Cileunyi–Rancaekek

No. 22 Jatinangor–Sumedang

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung atau data dasar.83

Adapun yang dijadikan sumber data primer adalah konsep pelaksanaan

lembaga Pendidikan berbasis filsafat Sunda. Sementara data sekunder yaitu

data yang diperoleh dari sumber data kedua, atau sumber skunder dari data

yang dibutuhkan.84 Posisi data sekunder ini akan menjelaskan data primer.85

Data sekunder ini berupa buku, hasil penelitian, peraturan dan perundang-

undangan, serta artikel ilmiah di berbagai jurnal yang terkait dengan topik

penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data sebagai bahan penelitian, cara yang

digunakan adalah dengan teknik non-interaktif dan interaktif.86 Pertama,

teknik non interaktif ditempuh dengan studi kepustakaan atau dikenal

81Data kualitatif melibatkan pengukuran tingkatan sesuai ciri khas tertentu dari objek yang

diteliti. Lebih lanjut Lexy J. Moleong menyatakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang diamati. Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 1997).2 82H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar, Teori dan Terapannya dalam

Penelitian, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2002), 54. 83Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan

Publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya), (Jakarta: Kencana, 2006), 30. Lihat juga, Soejono Soekanto

dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), 12. 84 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan

Publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya), 30. 85Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, 15. 86H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar, Teori dan Terapannya dalam

Penelitian, 58.

Page 38: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

26

dengan metode dokumenter.87 Melalui teknik ini, akan diperoleh berbagai

data tentang proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam berbasis lembaga

terkait dengan standar pendidikan yang terdapat pada lembaga pendidikan

pendidikan Al-Ma’soem.

Kedua, teknik interaktif dilakukan dengan melakukan wawancara,

yaitu percakapan dengan maksud tertentu.88 Pada metode ini peneliti dan

responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi

secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan

permasalahan penelitian.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah meliputi

berbagai unsur: pengurus dan staf serta guru dan karyawan lembaga

pendidikan Al-Ma’soem. Teknik wawancara dalam penelitian ini

menggunakan dua bentuk, seperti kemukakan oleh Michael Quinn Patton:

wawancara pembicaraan informal (informal conversational interview) dan

wawancara terbuka yang standar (standardized open-ended interview).89

Model pertama digunakan untuk menggali informasi secara tidak

terstruktur dan tidak kaku tapi mengarah pada kedalaman informasi.90 Ini

juga berguna untuk memangkas jarak antara peneliti dengan informan.

Sementara model kedua berfungsi untuk menyempurnakan pembicaraan

informal dengan tetap mengacu pada pertanyaan baku yang telah dirumuskan

secara sistematis. Dengan demikian, proses pengambilan data melalui

wawancara dapat terarah dan terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan.

4. Teknik Analisis Data

Analisis dari data kualitatif secara khas adalah satu proses yang

interaktif dan aktif. Morse dan Field mencatat, bahwa analisis kualitatif

adalah proses tentang pencocokan data bersama-sama, bagaimana membuat

yang samar menjadi nyata, menghubungkan akibat dengan sebab. Juga

merupakan suatu proses verifikasi dan dugaan, koreksi dan modifikasi, usul

dan pertahanan.91 Atas dasar itu, teknik inilah yang akan digunakan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini.

Pada tahap implementasi, analisis data pada penelitian ini

menggunakan empat proses analisis kualitatif sebagaimana yang digagas

oleh Morse dan Field. Pertama, memahami. Awal proses analitik, peneliti-

87Lebih rinci, teknik kini dapat dilihat pada Yvonna S. Lincoln dan Egon G. Guba,

Naturalistic Inquiry, (Baverly Hill: Sage Publication, 1981), 228. 88Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 135. 89Michael Quinn Patton, Qualitative Evaluation and Research Methods, (Newbury Park:

Sage Publication, 1990), 280-290. Lihat juga, Catherine Marshal & Gretchen B Rossman, Designing Qualitative Research, (California: Sage Publication, 1995), 180.

90Walliman Laurence Nauman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (International: Pearces Education, 2006), 284.

91J. M. Morse and Field P. A., Qualitative Research Methods for Professionals (2nd ed.).

(Thousand Oaks, CA: Sage, 1995), 84.

Page 39: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

27

peneliti kualitatif berusaha untuk bisa mempertimbangkan data dan

menghubungkan satu sama lain. Bila pemahaman telah dicapai, peneliti akan

menyajikan secara deskriptif. Kedua, sintesis. Sintesis meliputi penyaringan

data dan menyatukannya. Pada langkah ini, peneliti mendapatkan pengertian

dari apa yang “khas” mengenai suatu obyek dan apa variasi dan cakupannya.

pada akhir proses sintesis, peneliti dapat mulai membuat pernyataan umum

tentang obyek yang dikaji. Ketiga, teoritis. Yaitu meliputi sistem pemilihan

data. Selama proses teori, peneliti mengembangkan penjelasan alternatif dari

obyek penelitian dan kemudian menjaga penjelasan ini sampai menentukan

apakah “cocok” dengan data, proses teoritis dilanjutkan untuk dikembangkan

sampai yang terbaik dan penjelasan paling hemat diperoleh. Keempat, rekontextualisasi. Proses dari rekontextualisasi meliputi pengembangan teori

lebih lanjut dan aplikabilitas untuk kelompok lain yang diselidiki, didalam

pemeriksaan terakhir pengembangan teori, adalah teori harus generalisasi dan

sesuai konteks. 92

G.Sistematika Penulisan

Pada sistematika penulisan hasil penilitian tesis ini, penulis

menggunakan sistematika yang di sampaikan dalam buku pedoman penulisan

yang dikeluarkan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,93

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama menjelaskan tentang pendahuluan, yang membahas tentang

latar belakang masalah, permasalahan; identifikasi masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan atau

tinjauan pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian; baik manfaat secara

teoritis, manfaat secara praktis dan manfaat bagi beberapa pihak secara

terperinci, metode penelitian serta sistematika penulisan hasil penelitian.

Pada Bab ke-dua penulis menjelaskan tentang perdebatan akademik atau

landasan teori serta landasan berfikir tentang konsep umum pendidikan karakter,

pendidikan karakter dalam perspektif Islam, serta pendidikan karakter dalam

perspektif filsafat Sunda.

Pada Bab ke-tiga penulis mengetengahkan tentang relasi agama dan

filsafat Sunda dalam pembentukan lembaga pendidika al-Ma’soem. Kajian pada

bab ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara seksama proses dinamika

pemikiran keagamaan dan kebudayaan dalam membentuk sebuah lembaga

pendidikan al-Ma’soem, selain dari pada hal tersebut peneliti juga hendak

memaparkan tentang Biografi H. Ma’soem sebagai pendiri lembaga pendidikan

Al-Ma’soem, serta, ciri khas lembaga pendidikan yang berbasis filsafat sunda,

serta hubungan interaksi konsep agama Islam dengan filsafat Sunda dalam

92J. M. Morse and Field P. A., Qualitative Research Methods for Professionals (2nd ed.).

(Thousand Oaks, CA: Sage, 1995), 105. 93Team, Pedoman Penulisan Penulisan Bahasa Indonesia, Transliterasi, dan Pembuatan

Notes dalam Karya Ilmiah, (Jakarta, SPS Uin Syahid : 2011)

Page 40: PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS FILSAFAT SUNDA (Aktualisasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38670/1/Nanang... · penelitian kulitatif dan cara penyampaian data

28

konsep lembaga pendidikan al-Ma’soem.

Pada Bab ke-empat penulis menjelaskan tentang realitas pendidikan

karakter pada lembaga pendidikan berbasis filsafat Sunda. Meliputi filsfat

Sunda sebagai dasar implementasi pendidikan karakter, serta praktek penerapan

budaya pendidikan yang meliputi aspek pengorganisasian, struktur Kurikulum,

materi bahan pelajaran guru dan tim pengajar.

Pada Bab ke-lima merupakan penutup yang membahas tentang

kesimpulan, saran serta rekomendasi terhadap hasil penelitian.